• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Dan Perubahan Garis Pantai Di Das Cipunagara Dan Sekitarnya, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Dan Perubahan Garis Pantai Di Das Cipunagara Dan Sekitarnya, Jawa Barat"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN PENUTUPAN/PENGGUNAAN LAHAN

DAN PERUBAHAN GARIS PANTAI

DI DAS CIPUNAGARA DAN SEKITARNYA, JAWA BARAT

POPPY HARYANI

A14062411

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

POPPY HARYANI. Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan dan Perubahan Garis Pantai di DAS Cipunagara dan Sekitarnya, Jawa Barat.

Dibawah bimbingan KHURSATUL MUNIBAH dan BOEDI TJAHJONO.

Pemantauan dinamika perubahan garis pantai dapat diketahui dari tahun ke tahun dengan menggunakan data inderaja. Perubahan garis pantai dapat terjadi karena faktor alam maupun campur tangan manusia seperti perubahan penggunaan lahan. Adanya tekanan penduduk terhadap kebutuhan lahan untuk pemenuhan kebutuhan akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Tujuan dari penelitian ini adalah : (a) menganalisis perubahan penggunaan lahan pada periode tahun 1972, 1990, dan 2008, (b) menganalisis faktor fisik yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, dan (c) menganalisis perubahan garis pantai di kawasan pesisir DAS Cipunagara dan sekitarnya tahun 1972, 1990, dan 2008.

Penutup/penggunaan lahan yang bertambah selama periode 1972-1990 dan periode 1990-2008 adalah permukiman, berturut-turut seluas 1,3% dan 5,3%, semak (2,7% dan 1,2%), ladang (0,3% dan 0,5%), dan tambak (0,9% dan 0,2%). Penurunan yang sangat besar pada dua periode tersebut terjadi pada kebun campuran, yaitu berturut-turut 17,4% dan 0,1%, kebun jati (4,1% dan 0,5%), dan mangrove (0,3% dan 0,4%).

(3)

lahan-lahan yang relatif datar, landai, dan curam. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan lereng yang curam bukan lagi merupakan faktor pembatas untuk membangun permukiman.

Garis pantai Kabupaten Subang cenderung mengalami penambahan dan penurunan luas. Garis pantai yang cenderung bertambah maju dari tahun 1972 hingga tahun 2008 adalah di bagian barat (Kecamatan Blanakan) dan di bagian delta (Tanjung Cipunagara). Pada bagian Tanjung Pamanukan dan Tanjung Pancerwetan cenderung bertambah mundur karena proses abrasi.

(4)

SUMMARY

POPPY HARYANI. Land Cover/Land Use Changes and Coastline Changes at The Cipunagara Watershed and Surrounding, West Java. Under supervision of KHURSATUL MUNIBAH and BOEDI TJAHJONO.

Monitoring the dynamics of shoreline change can be examined from year to year using remote sensing data. Shoreline changes can occur due to natural factors and human intervention such as land use changes. The existence of population pressure on land to supply their needs will lead to changes in land use. The purpose of this research are: (a) to analyze land use changes in watershed in 1972, 1990, and 2008, (b) analyze the physical factors affecting land use change, and (c) analyzing shoreline changes in watershed Cipunagara and surrounding in 1972, 1990, and 2008.

Land cover / land use increased during the periods 1972-1990 and 1990-2008 are the settlements, each covering an area of 1.3% and 5.3%, shrub forest (2.7% and 1.2%), paddy fields (0.3% and 0.5%), and pond (0.9% and 0.2%). A very large decline in the two periods occurred in mixture garden (17.4% and 0.1%), garden teak (4.1% and 0.5%), and mangrove (0.3% and 0.4%).

(5)

The coastline north coastal areas prone Subang addition and reduction. The coastline which tends to grow forward from 1972 to 2008 is in the western part (District Blanakan) and in the delta (Cape Cipunagara). On the Cape and the Cape Pancerwetan Pamanukan tend to grow back because the process of abrasion.

(6)

PERUBAHAN PENUTUPAN/PENGGUNAAN LAHAN

DAN PERUBAHAN GARIS PANTAI

DI DAS CIPUNAGARA DAN SEKITARNYA, JAWA BARAT

Poppy Haryani

A14062411

Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan dan

Perubahan Garis Pantai di DAS Cipunagara dan

Sekitarnya, Jawa Barat

Nama Mahasiswa : Poppy Haryani

Nomor Pokok : A14062411

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Dr. Khursatul Munibah, M.Sc.) (Dr. Boedi Tjahjono, DEA)

NIP: 19620515 199003 2 001 NIP: 19600103 198903 1 002

Mengetahui, Ketua Departemen

(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.)

NIP. 19621113 198703 1 003

(8)

RIWAYAT HIDUP

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian ini berjudul “ Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan di DAS Cipunagara dan Sekitarnya dan Perubahan Garis Pantai, Jawa Barat”. Penelitian ini dilakukan di DAS Cipunagara dan pengolahan data dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial Depertemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Khursatul Munibah, M.Sc selaku pembimbing I yang senantiasa sabar dan meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi.

2. Dr. Boedi Tjahjono selaku pembimbing II yang memberikan motivasi dan masukan bagi penulis dalam kegiatan penelitian dan penulisan skripsi.

3. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi.

4. Orang tua tercinta Ibu dan alm. Bapak, serta Tonny yang senantiasa memberikan do’a, restu, kasih sayang, kepercayaan, dan dukungan moral dan spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

5. Kak Linda, Mba Reni, Mba Agi, Mba Nurul, dan Ivong terimakasih atas bantuan yang diberikan.

6. Luluk, Melly, Deci, Ilham terimakasih atas semangat, kebersamanan, dukungan dan bantuan yang telah diberikan.

(10)

8. Semua pihak yang turut membantu kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan pada skripsi ini. Namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Juni 2011

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ii

SUMMARY ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Pengertian Lahan dan penggunaan Lahan... 3

2.2. Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya... 3

2.2.1. Faktor Fisik Lahan dan Perubahan Penutupan Lahan ... 5

2.3. Pantai dan Perubahan Garis Pantai ... 6

2.4. Penginderaan Jauh ... 7

2.4.1. Landsat ... 8

2.5. Interpretasi Visual... 10

2.6. Sistem Informasi Geografis ... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 13

3.1. Lokasi dan Waktu Penelititan ... 13

3.2. Bahan dan Alat ... 13

3.3. Metode Penelitian ... 14

3.3.1. Tahap Persiapan ... 14

3.3.2. Tahap Pengumpulan dan Pemrosesan Awal Data ... 14

3.3.3. Pengecekan Lapang ... 17

(12)

a. Tahap Analisis Data Spasial... 18

a. Tahap Analisis Data Non Spasial ... 18

IV. KONDISI UMUM LOKASI ... 20

4.1. Letak dan Lokasi DAS Cipunagara dan Sekitarnya ... 20

4.2. Kemiringan Lereng dan Elevasi ... 20

4.3. Iklim ... 23

4.4. Tanah ... 24

4.5. Geologi ... 26

4.6. Kependudukan ... 27

4.7. Mata pencaharian ... 28

4.8. Pendidikan ... 28

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

5.1. Interpretasi Penutupan/Penggunaan Lahan dari Citra Landsat ... 29

5.2. Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 1972, 1990, dan 2008 ... 36

5.3. PerubahanPenutupan/Penggunaan Lahan Periode 1972-1990 dan 1990-2008……….…….38

5.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan ... 47

5.4.1. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Pertanian Periode 1972-2008...47

5.4.2. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Permukiman Periode 1972-2008...49

5.5 Perubahan Garis Pantai Periode 1972-2008………...51

5.6 Kajian Umum Keterkaitan Perubahan Penggunaan Lahan Dengan Garis Pantai………..55

VI. KESIMPULAN dan SARAN ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(13)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

Tabel 1. Tipe-tipe hasil ekstraksi data dari penginderaan jauh ... 8

Tabel 2. Data Teknis Landsat TM ... 9

Tabel 3. Kegunaan masing-masing saluran pada Landsat TM... 10

Tabel 4. Bahan yang digunakan dalam penelitian ... 13

Tabel 5. Software yang digunakan dalam penelitian ... ...14

Tabel 6. Rata-rata Curah Hujan Bulanan di DAS Cipunagara Tahun 2008 . ...17

Tabel 7. Ketinggian Tempat di DAS Cipunagara dan Luasannya... 21

Tabel 8. Kemiringan Lahan di DAS Cipunagara dan Luasannya. ... 22

Tabel 9. Jenis Tanah DAS Cipunagara dan Luasannya ... 25

Tabel 10. Geologi DAS Cipunagara dan Luasannya ... 26

Tabel 11. Kenampakan Penutupan/Penggunaan Lahan di Citra Landsat dan di Lapang ... 29

Tabel 12. Arah Perubahan Penutup/Penggunaan Lahan ...44

Tabel 13. Matriks Perubahan penggunaan Lahan Tahun 1972-1990...45

Tabel 14. Matriks Perubahan penggunaan Lahan Tahun 1990-2008...46

Tabel 15. Penaksiran Peluang Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Lahan Pertanian……….………...48

Tabel 16. Perhitungan goodness of fitpeluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian……….………...49

Tabel 17. Penaksiran Peluang Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Permukiman………...50

Tabel 18. Perhitungan goodness of fit peluang perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi permukiman………...51

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

Gambar 1. Perekaman Obyek pada Sistem Penginderaan Jauh Pasif... 8

Gambar 2. Tahapan Penelitian ... 15

Gambar 3. Peta Administrasi Daerah Penelitian ... 20

Gambar 4. Peta Elevasi Daerah Penelitian ... 21

Gambar 5. Peta Lereng Daerah Penelitian. ... 23

Gambar 6. Peta Curah Hujan Daerah Penelitian ... 24

Gambar 7. Peta Jenis Tanah Daerah penelitian ... 25

Gambar 8. Peta Geologi Daerah Penelitian ... 27

Gambar 9. Grafik Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 1972, 1990, dan 2008.. ... .37

Gambar 10. Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan DAS Cipunagara Tahun 1972 ... 39

Gambar 11. Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan DAS Cipunagara Tahun 1990... 40

Gambar 12. Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan DAS Cipunagara Tahun 2008... 41

Gambar 13. Grafik Persen Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan 1972-1990...43

Gambar 14. Grafik Persen Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan 1990-2008………...43

Gambar 15. Garis Pantai Tahun 1972, 1990, dan 2008 (a)penambahan, (b)pengurangan, (c)penambahan……….………...52

Gambar 16. Hempasan Gelombang Yang Tiba Di Garis Pantai………...…...53

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Citra Landsat DAS Cipunagara Tahun 1972...62

2. Citra Landsat DAS Cipunagara Tahun 1990...63

3. Citra Landsat DAS Cipunagara Tahun 2008...64

4. Pembuatan Peta Isohyet...65

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat disertai dengan peningkatan pendapatan per kapita masyarakat telah mengakibatkan kebutuhan lahan semakin meningkat. Namun, karena persediaan lahan terbatas maka terjadilah proses alih fungsi lahan.

Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan pemanfaatan lahan yang berbeda dengan pemanfaatan sebelumnya, baik untuk tujuan sosial, ekonomi, budaya, maupun industri. Sumberdaya fisik suatu wilayah seperti tanah, iklim, topografi, dan geologi sangat menentukan potensi suatu wilayah untuk berbagai jenis penggunaan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Dinamika perubahan penggunaan lahan seringkali menyebabkan perubahan kualitas lahan termasuk sumberdaya air dikarenakan ketidaksesuaian antara kemampuan lahan dan pengguaannya.

Perubahan penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya air adalah perubahan dari kawasan hutan ke penggunaan lainnya, seperti pertanian, perumahan ataupun industri. Apabila gejala tersebut tidak segera dikelola dengan baik, maka akibatnya dapat menyebabkan kelebihan air (banjir) pada saat musim hujan dan kekeringan pada saat musim kemarau. Hal ini disebabkan hujan yang jatuh sebagian besar menjadi aliran permukaan. oleh karena itu, upaya-upaya pelestarian sumberdaya air sangat diperlukan melalui penataan penggunaan lahan di dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS).

Jenis penggunaan lahan di lokasi penelitian sampai saat ini lebih didominasi oleh penggunaan pertanian. Hal ini tentu saja dikarenakan oleh berbagai sebab dan salah satunya adalah faktor fisik lingkungan. Oleh karena itu kajian faktor fisik lingkungan terhadap perubahan penggunaan lahan cukup menarik untuk dilakukan.

(17)

dilaksanakan dengan menggunakan data penginderaan jauh dari berbagai titik tahun. Perubahan garis pantai pada dasarnya dapat terjadi karena faktor alam maupun karena adanya campur tangan manusia. Contoh perubahan garis pantai karena campur tangan manusia adalah reklamasi pantai, penambangan pasir pantai, dan pembabatan hutan bakau di tepi pantai. Adapun perubahan garis pantai secara alami dapat terjadi karena beberapa faktor alam seperti kekuatan aliran sungai, gelombang air laut, maupun arus laut yang bekerja bersama di kawasan pesisir. Perubahan garis pantai dapat berbentuk penambahan daratan baru atau pengurangan daratan seperti yang terjadi di sepanjang pantai utara Jawa Barat. Salah satu contohnya adalah yang terjadi di kawasan DAS Cipunagara dan sekitarnya, lebih tepatnya di pesisir Kabupaten Subang, Jawa Barat.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a) Menganalisis perubahan penggunaan lahan melalui citra Landsat tahun 1972, 1990, dan 2008 di DAS Cipunagara dan sekitarnya.

b) Menganalisis faktor fisik yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan.

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan

Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk di dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam (Hardjowigeno et al., 2001).

Definisi mengenai penggunaan lahan (land use) dan penutupan lahan (land cover) pada hakekatnya berbeda walaupun sama-sama menggambarkan keadaan fisik permukaan bumi. Lillesand dan Kiefer (1993) mendefinisikan penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada suatu bidang lahan, sedangkan penutupan lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Sebagai contoh pada penggunaan lahan untuk permukiman yang terdiri atas permukiman, rerumputan, dan pepohonan.

Sistem penggunaan lahan dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. penggunaan lahan pertanian antara lain tegalan, sawah, ladang, kebun, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan sebagainya. Penggunaan lahan non pertanian antara lain penggunaan lahan perkotaan atau pedesaaan, industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 1989).

2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya

(19)

ekonomi masyarakat yang sedang berkembang baik untuk tujuan komersial maupun industri. Perubahan penggunaan lahan dan penutupan lahan pada umumnya dapat diamati dengan menggunakan data spasial dari peta penggunaan lahan dan penutupan lahan dari titik tahun yang berbeda. Data penginderaan jauh seperti citra satelit, radar, dan foto udara sangat berguna dalam pengamatan perubahan penggunaan lahan.

Barlowe (1986) menyatakan bahwa dalam menentukan penggunaan lahan terdapat empat faktor penting yang perlu dipertimbangkan yaitu : faktor fisik lahan, faktor ekonomi, dan faktor kelembagaan. Selain itu, faktor kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat juga akan mempengaruhi pola penggunaan lahan. Pertambahan jumlah penduduk berarti pertambahan terhadap makanan dan kebutuhan lain yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya lahan. Permintaan terhadap hasil-hasil pertanian meningkat dengan adanya pertambahan penduduk. Demikian pula permintaan terhadap hasil non pertanian seperti kebutuhan perumahan dan sarana prasarana wilayah. Peningkatan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan material ini cenderung menyebabkan persaingan dalam penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Beberapa kajian dan penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan. Nasoetion (1991) menyatakan beberapa hal yang diduga sebagai penyebab proses perubahan penggunaan lahan antara lain :

1. Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan 2. Meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah hingga

atas di wilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap pemukiman (komplek-komplek perumahan)

(20)

4. Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien.

2.2.1 Faktor Fisik Lahan dan Perubahan Penutupan Lahan

Faktor fisik yang mempengaruhi penggunaan dan penutupan lahan adalah faktor-faktor yang terkait dengan kesesuaian lahannya, meliputi faktor-faktor lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan budidaya tanaman, kemudahan teknik budidaya ataupun pengolahan lahan dan kelestarian lingkungan. Faktor fisik ini meliputi kondisi iklim, sumberdaya air dan kemungkinan perairan, bentuklahan dan topografi, serta karakteristik tanah, yang secara bersama akan membatasi apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan pada sebidang lahan (Sys et al., 1991 dalam Gandasasmita, 2001).

Topografi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk didalamnya adalah perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Peranan topografi terhadap penggunaan lahan dibedakan berdasarkan unsur-unsurnya adalah elevasi dan kemiringan lereng. Peranan elevasi terkait dengan iklim, terutama suhu dan curah hujan. Elevasi juga berpengaruh terhadap peluang untuk pengairan. Peranan lereng terkait dengan kemudahan pengelolaan dan kelestarian lingkungan. Daerah yang berlereng curam mengalami erosi yang terus-menerus sehingga tanah-tanah ditempat ini bersolum dangkal, kandungan bahan organik rendah dan perkembangan horison lambat dibandingkan dengan tanah-tanah di daerah datar yang air tanahnya dalam. Perbedaan lereng juga menyebabkan perbedaan air tersedia bagi tumbuh-tumbuhan sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di tempat tersebut dan seterusnya juga mempengaruhi pembentukan tanah (Hardjowigeno, 1993).

(21)

pertumbuhan tanaman. Tanah meliputi horison-horison tanah yang terletak diatas bahan batuan dan terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, organisme hidup, bahan induk dan relief. Bahan-bahan di bawah tanah atau bahan induk tanah bukanlah selalu berasal dari batuan yang keras, tetapi dapat juga berasal dari bahan-bahan lunak seperti bahan alluvium, abu volkan, tufa volkan, dan sebagainya (Hardjowigeno, 1993).

Iklim merupakan faktor fisik yang sulit dimodifikasi dan paling menentukan keragaman penggunaan lahan. Unsur-unsur iklim seperti hujan, penyinaran matahari, suhu, angin, kelembaban dan evaporasi, menentukan ketersediaan air dan energi, sehingga secara langsung akan mempengaruhi ketersediaan hara bagi tanaman. Penyebaran dari unsur-unsur iklim ini bervariasi menurut ruang dan waktu, sehingga penggunaan lahan juga beragam sesuai dengan penyebaran iklimnya (Mather, 1986 dalam Gandasasmita, 2001 ).

2.3 Pantai dan Perubahan Garis Pantai

Pantai merupakan kawasan peralihan antara ekosistem darat dan laut serta tempat bertemunya dua aktivitas yang saling berlawanan yaitu gelombang laut dan aliran sungai (Dahuri, 2001 dalam Witanto, 2004). Garis pantai adalah batas air laut pada waktu pasang tertinggi telah sampai ke darat. Perubahan garis pantai ini banyak dipengaruhi oleh aktivitas manusia seperti pembukaan lahan, eksploitasi bahan galian di daratan pesisir yang dapat merubah keseimbangan garis pantai melalui suplai muatan sedimen yang berlebihan (Tarigan, 2007).

Perubahan bentuk garis pantai yang terjadi di wilayah pesisir, terutama disebabkan oleh faktor dari daratan akibat sedimentasi melalui aliran sungai dan adanya tumbuhan pantai. Air sebagai media pembawa sedimen mengalir melalui aliran sungai. Aliran ini memuat butiran lumpur halus, endapan lumpur, tanah lempung yang dihasilkan oleh pelapukan. Pada daerah curam, aliran sungai membawa pasir atau tanah kerikil dari hasil pengikisan formasi batuan. Sedimen kasar juga diturunkan dari lava dan abu hasil letusan gunung berapi (Bird dan Ongkosono, 1980 dalam Susilowati, 2004).

(22)

2002). Di sisi lain butir-butir tanah yang terangkut oleh aliran permukaan akan mengalir menuju ke sungai utama dan pada alur sungai yang kemiringan dasarnya landai akan mengendap di dasar sungai dan akhirnya mengakibatkan sedimentasi. Dua faktor utama dari faktor alam penyebab perubahan garis pantai adalah faktor dari daratan dan laut. Faktor dari daratan berupa sedimentasi melalui sungai dan adanya tumbuhan pantai. Faktor dari laut berupa arus dan gelombang laut, pasang surut, sedimentasi dari laut dan morfologi dasar laut. Adapun arus dan gelombang laut dipengaruhi oleh kekuatan angin yang akan berakibat mempercepat proses erosi ataupun sedimentasi.

2.4 Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1997). Karakteristik dari obyek dapat ditentukan berdasarkan radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan oleh obyek tersebut dan terekam oleh sensor. Hal ini berarti, masing-masing obyek mempunyai karakteristik pantulan atau pancaran elektromagnetik yang unik dan berbeda pada lingkungan yang berbeda (Murai, 1996).

Sistem penginderaan jauh pasif (foto udara dan citra aster), yaitu sistem penginderaan jauh yang energinya dari matahari. Panjang gelombang yang digunakan oleh sistem pasif, tidak memiliki kemampuan menembus atmosfer yang dilaluinya, sehingga atmosfer ini dapat menyerab (absorp) dan menghamburkan (scatter) energi pantulan (reflektan) obyek yang akan diterima oleh sensor (Lillesand dan Kiefer, 1997). Faktor inilah yang menyebabkan nilai reflektan obyek yang diterima sensor tidak sesuai dengan nilai reflektan obyek

(23)

Gambar 1. Perekaman Obyek pada Sistem Penginderaan Jauh Pasif

Data penginderaan jauh dapat berupa : (1) data analog, misalnya foto udara cetak atau data video, dan (2) data digital, misalnya citra satelit (Jensen, 1996). Teknologi Penginderaan jauh berkembang pesat dewasa ini seiring peranannya yang semakin diperlukan dalam proses pengambilan dan pengumpulan informasi mengenai obyek yang diamati. Murai (1996) mengklasifikasikan tipe-tipe informasi yang bisa diekstrak melalui data penginderaan jauh menjadi 5 tipe (Tabel 1).

Tabel 1. Tipe-tipe informasi hasil ekstraksi dari data penginderaan jauh

Tipe Contoh

Klasifikasi Land Cover, Vegetasi Deteksi Perubahan Perubahan Land Cover

Ekstraksi Kualitas Fisik Temperatur, Komponen Atmosfer, Elevasi Ekstraksi Index Index Vegetasi, Index Kekeruhan

Identifikasi Feature Spesifik

Identifikasi Bencana Alam seperti Kebakaran Hutan, atau Banjir, Ekstraksi of Linearment, Deteksi Feature

Arkeologi. Sumber: Murai, 1996

2.4.1 Landsat

(24)

meluncurkan beberapa generasi, yaitu : generasi pertama terdiri dari Landsat 1, Landsat 2, dan Landsat 3, generasi kedua terdiri dari Landsat 4 dan Landsat 5, dan generasi ketiga yang terdiri dari Landsat 6 dan Landsat 7. Citra Landsat MSS (Multi Spectral Scanner) dan citra Landsat TM (Thematic Mapper) merupakan citra hasil Landsat 5 yang diluncurkan pada 1 Maret 1984 dan beroperasi sampai sekarang. Satelit generasi ini mempunyai ketinggian 705 km. Landsat TM merupakan Landsat telah mengalami perbaikan dalam hal kualitas sensor. Sensor TM sebenarnya adalah sensor MSS yang jauh lebih maju dengan peningkatan teknis dan geometrik. Perbaikan Landsat MSS dalam bentuk resolusi spasial, perolehan data, dan radiometrik (Lillesand dan Kiefer, 1997). Data teknis Landsat TM dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Teknis Landsat TM

No. Jenis Data Keterangan

1. Ketinggian orbit 705 km

2. Sifat orbit Selaras matahari (sun synchronous) 3. Cakupan satuan citra 185 x 185 km2

4. Resolusi temporal 16 hari

5. Resolusi spektral 0.45-0.52 µm : saluran satu 0.52-0.60 µm : saluran dua 0.63-0.69 µm : saluran tiga 0.76-0.90 µm : saluran empat 1.55-1.75 µm : saluran lima 2.08-2.35 µm : saluran enam 10.40-12.50µm : saluran tujuh 6. Resolusi spasial Saluran 1-5 dan 7 : 30 x 30 m2

Saluran 6 : 120 x 120 m2 7. Resolusi radiometrik 8 bit

Sumber : Lillesand dan Kiefer (1997)

(25)

Tabel 3. Kegunaan masing-masing saluran pada Landsat TM

Saluran Spektral Kegunaan

1 Biru Dirancang untuk membuahkan peningkatkan

penetrasi ke dalam tubuh air, dan juga untuk mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi

2 Hijau Terutama dirancang untuk mengindera puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak diantara dua saluran spektral serapan klorofil dengan maksud untuk membedakan vegetasi dan penilaian kesuburan

3 Merah Untuk memisahkan vegetasi, memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi, juga menajamkan kontras antar kelas vegetasi

4 Inframerah

dekat

Untuk mendeteksi sejumlah biomassa vegetasi. Hal ini akan membantu identifikasi tanaman dan memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air

5 Inframerah

pendek

Untuk penentuan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman dan kondisi kelembaban tanah

6 Inframerah

thermal

Untuk klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas

7 Inframerah

pendek

Untuk memisahkan formasi batuan dan dapat juga untuk pemetaan hidrotermal

Sumber : Lillesand dan Kiefer (1997)

2.5 Interpretasi Citra

(26)

Pengenalan obyek merupakan tahap yang sangat penting dalam interpretasi citra, bila obyek tidak dikenal maka analisis maupun pemecahan masalah tidak mungkin dilakukan. Tujuh unsur-unsur interpretasi citra yang dikemukakan oleh Lillesand dan Kiefer (1990) yaitu :

1. Bentuk; ialah konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Bentuk beberapa obyek demikian mencirikan sehingga citranya dapat diidentifikasi langsung hanya berdasarkan kriteria ini.

2. Ukuran; obyek harus dipertimbangkan sehubungan dengan skala foto. 3. Pola; ialah hubungan susunan spasial obyek. Pengulangan bentuk umum

tertentu atau hubungan merupakan karakteristik bagi banyak obyek alamiah maupun bangunan, dan akan memberikan suatu pola yang membantu penafsir untuk mengenali obyek tersebut.

4. Bayangan; penting bagi penafsir dalam dua hal yang bertentangan, yaitu: o Bentuk atau kerangka bayangan dapat memberikan gambaran

profil suatu obyek (dapat membantu interpretasi).

o Obyek di bawah bayangan hanya dapat memantulkan sedikit cahaya dan sukar diamati pada foto (menghalangi interpretasi). 5. Rona; ialah warna atau kecerahan relatif obyek pada foto.

6. Tekstur; adalah frekuensi perubahan rona pada citra fotografi. Tekstur dihasilkan oleh kumpulan unit kenampakan yang mungkin terlalu kecil apabila dibedakan secara individual, seperti daun tumbuhan dan bayangannya.

7. Situs atau lokasi obyek dalam hubungannya dengan obyek yang lain, dapat sangat berguna untuk membantu pengenalan suatu obyek.

Kemudian Avery (1992) memberikan penambahan karakteristik asosiasi yang menunjukkan keterkaitan suatu obyek tehadap lokasi dimana obyek tersebut ditemukan.

2.6 Sistem Informasi Geografis

(27)

spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000).

SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang dirancang khusus, yang mempunyai kemampuan untuk mengelola data : pengumpulan, penyimpanan, pengolahan, analisis, pemodelan, dan penyajian data spasial (keruangan) dan non spasial (tabular/tekstual), yang mengacu pada lokasi di permukaan bumi (data bergeoreferensi). Pada dasarnya, sistem informasi geografis adalah suatu “sistem” terdiri dari komponen-komponen yang saling berkait (berhubungan) dalam mencapai suatu sasaran, berdasarkan “informasi” (data, fakta, kondisi, fenomena) berbasis “geografis” (daerah, spasial, keruangan) yang dapat dicek posisinya di permukaan bumi (bergeoreferensi). Kedua jenis data, baik spasial maupun tabular/tekstual disimpan dalam suatu sistem yang dikenal dengan basis data SIG. Sistem basis data ini merupakan komponen utama yang harus tersedia dalam SIG, disamping komponen lain seperti sistem komputer, sumber daya manusia dan organisasi atau wadah pengelolaan yang mengendali penggunaan SIG (Soenarmo, 2003).

Tipe basis data ada dua macam, yaitu basis data spasial dan non spasial. Basis data spasial (keruangan) adalah data yang dapat diamati atau diidentifikasikan di lapangan, yang berkaitan dengan data di permukaan maupun di dalam bumi. Data ini dapat diukur/ditentukan oleh besaran lintang dan bujur atau sistem koordinat lain (termasuk peta, foto udara, dan citra satelit). Data spasial (keruangan) ada tiga macam : titik, garis dan poligon (daerah), yang diorganisasikan dalam bentuk lapis-lapis peta. Sedangkan basis data non spasial adalah data yang melengkapi keterangan data spasial, keterangan penampakan/feature data baik statistik, numerik, maupun deskriptif dengan tampilan tabular, diagram, maupun tekstual.

(28)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Februari 2011 yang berlokasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Bahan yang digunakan dalam penelitian

No. Data Skala/resolusi Sumber Fungsi

1. Citra ERTS1 Tahun 1972,Citra Landsat 1990, dan 2008

Resolusi spasial (30 x 30) m

www.glovis.usgs Interpretasi

penggunaan lahan pada masing-masing tahun 2. Peta Rupa Bumi

Indonesia 1:25.000

BAKOSURTANAL a) Sebagai peta dasar

b) Menghasilkan peta elevasi dengan proses DEM

3. Peta Tanah Digital Tahun 1966

1:250.000 Puslitanak Mengetahui penyebaran jenis tanah pada daerah penelitian

4. Peta Curah Hujan Tahun 2008

BMKG Darmaga Mengetahui penyebaran curah hujan pada daerah penelitian

5. Peta Geologi 1:100.000 Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi

Mengetahui penyebaran jenis dan bahan induk pada daerah penelitian 6. Peta Lereng 1:25.000 Peta Rupa Bumi

Indonesia

(29)

Software yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Software yang digunakan dalam penelitian

No. Software Fungsi

1. Arc View 3.3 Digitasi, query, overlay

2. ERDAS Imagine 9.1 Koreksi geometrik, subset

3. Statistica 7 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan

4. Microsoft Excel Melalukan pengolahan data atribut peta

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu persiapan, pengolahan dan pemrosesan awal data, pengecekan lapang, dan analisis data. Secara ringkas tahapan penelitian disajikan pada Gambar 2.

3.3.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan meliputi konsultasi awal penulisan proposal, penentuan lokasi penelitian, studi literatur, dan mengunduh citra lokasi penelitian. Studi literatur dilakukan untuk mempelajari sumber informasi yang mendukung pelaksanaan penelitian. Selain studi literatur, tahap ini merupakan tahap pengumpulan data lain yang jumlah dan jenisnya sesuai dengan kebutuhan untuk analisis dan interpretasi penutupan/penggunaan lahan. Pada tahap ini data yang dipersiapkan antara lain seperti citra Landsat, peta topografi, peta jenis tanah, peta geologi, data curah hujan, dan data potensi desa DAS Cipunagara.

3.3.2 Tahap Pengolahan dan Pemrosesan Awal Data

Tahap pengolahan data dari citra Landsat mencakup mengunduh citra lokasi penelitian, koreksi geometrik, pemotongan (cropping) citra, dan interpretasi. Sedangkan tahap pemrosesan data meliputi pembuatan peta elevasi, dan peta curah hujan.

Proses pengunduhan citra dilakukan dari web www.glovis.usgs. Citra yang mencakup DAS Cipunagara sebanyak 4 scene dan diunduh per scene. Setelah itu dilakukan mosaic pada citra untuk menggabungkannya menjadi satu

(30)
[image:30.612.79.498.76.689.2]
(31)

peta topografi yang dibuat merata pada seluruh citra dengan tujuan untuk memperbaiki distorsi geometrik sehingga diperoleh citra dengan sistem proyeksi dan koordinat seperti yang ada pada peta. Koreksi geometrik dapat dilakukan dengan cara image to map-geo-correction atau koreksi citra yang belum terkoreksi terhadap peta digital yang telah dikoreksi. Agar citra memiliki referensi koordinat geografis yang sama, citra diubah menjadi proyeksi UTM WGS 84 zona 48 South.

Pemotongan citra (cropping) dilakukan untuk mendapatkan batas daerah penelitian, dengan maksud untuk dapat dilakukan pengolahan data yang lebih rinci pada daerah tersebut. Pemotongan citra ini dilakukan dengan menggunakan

software ERDAS Imagine 9.1 yang didasarkan pada posisi koordinat yang terdapat di peta digital Jawa Barat dengan proyeksi UTM.

Interpretasi citra merupakan proses mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek. Interpretasi citra dilakukan secara visual dengan pendekatan kunci interpretasi. Kunci interpretasi yang digunakan yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona, tekstur, dan situs/lokasi. Hasil interpretasi kemudian dibuat ke dalam sebuah peta penggunaan lahan sementara (tentatif) yang siap untuk dicek di lapangan.

Tahap pemrosesan data berikutnya adalah pembuatan peta elevasi dan peta curah hujan. Peta Elevasi dibuat dengan menggunakan proses DEM (Digital Elevation Model). DEM adalah model kuantitatif dari elevasi pada sebagian permukaan bumi dalam bentuk digital. DEM dilakukan berdasarkan peta kontur dengan interval 12,5 meter. Pembuatan peta elevasi diawali dengan mengkonversi peta kontur digital dalam bentuk tiga dimensi (TIN). Hasil konversi dari tahapan ini kemudian dikonversi dalam bentuk grid. Setelah didapatkan dalam bentuk grid, kemudian ditetapkan kelas elevasinya. Setelah itu dilakukan digitasi. Terdapat enam kelas elevasi, yaitu kelas elevasi 1 (0-25 mdpl), kelas elevasi 2 (25-100 mdpl), kelas elevasi 3 (100-250 mdpl), kelas elevasi 4 (250-500 mdpl), kelas elevasi 5 (500-1000 mdpl), dan kelas elevasi 6 (1000-2000 mdpl).

Peta Curah Hujan dibuat dengan menggunakan metode isohyet.

(32)

Metode Spline adalah metode yang menghubungkan titik-titik yang sama nilainya dengan mempertimbangkan titik-titik lain yang berbeda nilainya serta mampu memperkirakan nilai suatu daerah berdasarkan jarak titik-titik tersebut. Metode

[image:32.612.129.508.371.580.2]

Spline mempunyai kemiripan dengan metode isohyet dalam proses analisisnya. Metode ini dipakai untuk menentukan hujan rata-rata pada daerah dengan penyebaran stasiun atau pos pengamatan hujan yang tidak merata, selain itu metode ini dapat menaksir nilai garis isohyet berdasarkan jarak terhadap nilai garis isohyet yang mewakili suatu titik. Berbeda dengan metode IDW, metode ini mempertimbangkan varian kumpulan titik berdasarkan fungsi jarak dari setiap titik yang diinterpolasi dimana metode ini mempunyai kemiripan dengan metode polygon Thiessen. Dalam pembuatan peta ini digunakan delapan titik stasiun hujan yang mewakili daerah penelitian, yaitu kecamatan Sukamandi, Pusakanagara, Kalijati, Manyingsal, Anjatan, Buah dua, Sindanglaya, dan Lembang.

Tabel 6. Rata-rata Curah Hujan Bulanan di DAS Cipunagara Tahun 2008

Bulan curah hujan (mm)

sukamandi pusakanagara kalijati manyingsal anjatan sindanglaya buah dua lembang

Jan 285,5 270 358,8 540 266 359 534 229.7 Peb 529,5 405 295,1 308 551 357 243 129.4

Mar 137 110 402,1 357 139 662 480 310.4 Apr 48 45 213,2 298 66 448 349 278.4

Mei 45 0 89,4 18 12 236 71 78.6

Jun 13 20 61,6 42 28 50 10 24.5

Jul 0 0 0 0 0 0 0 0

Ags 2,5 6 20,5 25 4 75 60 53.5

Sep 0 4 0 0 4 32 10 23.8

Okt 73 40 26,5 143 32 275 155 175.73 Nop 150,2 86 223 302 207 555 588 256.8

Des 111,5 81 180,5 234 132 76 614 221.1 Keterangan : Curah hujan tidak terukur (0)

Sumber : BMG Darmaga, Bogor tahun 2008

3.3.3 Pengecekan lapang

Pengecekan lapang bertujuan untuk menelaah kembali hasil interpretasi

(33)

informasi yang tidak dapat diperoleh dari citra seperti jenis tanaman dan jarak tanam. Informasi tambahan dapat diperoleh dari masyarakat setempat yang menunjukkan akan adanya perubahan penggunaan lahan, sehingga sumber tempat tersebut harus di cek lagi untuk membuktikan kebenarannya. Pengecekan lapang dilakukan pada titik sampel yang telah ditetapkan di peta yang mengikuti kondisi di lapang. Selanjutnya dilakukan penentuan titik geografis dengan GPS (Global Position System) di lapangan.

3.3.4 Tahap analisis data

Tahap analisis data terdiri dari tahap analisis data spasial dan non spasial.

a. Tahap Analisis Data Spasial terdiri dari analisis perubahan penggunaan lahan. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan tahun 1972-1990 maka dilakukan proses overlay (union) antara peta penggunaan akhir tahun 1972 dan 1990. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan tahun 1990-2008 maka dilakukan proses overlay (union) antara peta penggunaan akhir tahun 1990 dan 2008.

b. Tahap Analisis Data Non Spasial

Tahap analisis data non spasial yaitu analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dilakukan analisis statistik dengan menggunakan metode binomial logit. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan memiliki nilai p-level < 0.005. Variabel respon pada regresi logistik adalah variabel binary. Variabel bebas ditunjukan oleh X dan variabel respon Y, dimana Y mempunyai dua kemungkinan yaitu 0 dan 1. Nilai Y=1 menyatakan bahwa terjadi perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi pertanian dan perubahan dari pertanian menjadi lahan terbangun. Sebaliknya, jika Y=0 menyatakan bahwa tidak terjadi perubahan. Adapun persamaan umum model

(34)

/

=

Dimana:

/ : peluang perubahan penggunaan lahan ke-i menjadi ke-r

β0r : parameter intersep untuk perubahan penggunaan lahan ke-i menjadi ke-r

βjr : parameter koefisien variabel ke-j untuk perubahan penggunaan lahan ke-i menjadi ke-r

Xj : variabel bebas (data kategorik dan data numerik) R : jumlah tipe penggunaan lahan

(35)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Lokasi DAS Cipunagara dan Sekitarnya

[image:35.612.120.503.210.458.2]

DAS Cipunagara dan sekitarnya terletak di empat Kabupaten, yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Indramayu. Secara administratif, wilayah DAS Cipunagara mempunyai 205 desa dan 33 kecamatan.

Gambar 3. Peta Administrasi DAS Cipunagara dan Sekitarnya

4.2 Kemiringan Lereng dan Elevasi

Daerah penelitian merupakan wilayah DAS yang didominasi oleh dataran rendah (0-25 mdpl). Peta ketinggian dikelaskan dalam interval 0-25 mdpl, 25-100 mdpl, 100-250 mdpl, 250-500 mdpl, 500-1000 mdpl, dan 1000-2000 mdpl. Luasan untuk masing-masing kelas elevasi disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 4.

(36)
[image:36.612.88.491.214.683.2]

Tabel 7. Ketinggian Tempat di Daerah Penelitian dan Luasannya

No.

Elevasi Luas

(mdpl) (Ha) (%)

1 0 - 25 56920.27 32.78

2 25 - 100 45490.27 26.20

3 100 - 250 13249.33 7.63

4 250 - 500 27666.01 15.93

5 500-1000 22018.26 12.68

6 1000-2000 8301.87 4.78

Total 173646.01 100

Sumber : Hasil Analisis peta RBI 1999 skala 1:25000, penerbit Bakosurtanal

(37)

Peta lereng yang dibuat dari proses DEM dikelaskan ke dalam interval 0-8%, 8-15%, 15-25%, 25-40%, dan >40% (Gambar 4). Luas dari masing-masing kemiringan lereng disajikan pada Tabel 8 dan penyebaran spasialnya disajikan pada Gambar 5.

Tabel 8. Kemiringan Lereng di Daerah Penelitian dan Luasannya

No. Kemiringan (%) Keterangan Luas

(Ha) (%)

1 0-8 Datar 114868.60 66.15

2 8-15 Landai 15405.20 8.87

3 15-25 Agak curam 19926.46 11.48

4 25-40 Curam 10794.11 6.22

5 >40 Curam sekali 12651.64 7.29

Total 173646.01 100

Sumber: Hasil Analisis peta RBI, 1999 skala 1:25000, penerbit Bakosurtanal

(38)
[image:38.612.115.493.75.557.2]

Gambar 5. Peta Lereng Daerah Penelitian

4.3 Iklim

(39)
[image:39.612.110.496.75.558.2]

Gambar 6. Peta Curah Hujan Daerah Penelitian

4.4 Tanah

(40)
[image:40.612.84.507.137.704.2]

dengan luasan terkecil adalah regosol sebesar 8851,55 ha (5,10%). Peta jenis tanah daerah penelitian disajikan pada Gambar 7.

Tabel 9. Jenis Tanah Daerah Penelitian dan Luasannya

No. Jenis Tanah Luas

(Ha) (%)

1 Aluvial 58752.47 33.83

2 Andosol 9446.96 5.44

3 Grumusol 20078.38 11.56

4 Latosol 57839.67 33.31

5 Podsolik 18676.99 10.76

6 Regosol 8851.55 5.10

Total 173646.01 100

Sumber : Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1966

(41)

4.5 Geologi

[image:41.612.128.502.257.559.2]

Daerah Penelitian didominasi oleh batu pasir tuffaan dan konglomerat dengan luasan 31935,17 ha (18,39%) dan aluvial seluas 29304,13 ha (16,88%). Formasi geologi yang paling kecil masing-masing adalah produk gunung api tua seluas 228,46 ha (0,13%), breksi produk batuan gunung api tua seluas 230,69 Ha (0,13%), dan unit lempung tufaan seluas 460,77 ha (0,27%). Adapun luas dari masing-masing formasi geologi disajikan pada Tabel 10 dan penyebaran spasialnya disajikan pada Gambar 8.

Tabel 10. Geologi Daerah Penelitian dan Luasannya

No. Kode Keterangan Luas

(Ha) (%)

1 Qa Aluvial 29304.13 16.88

2 Msc Anggota Batu lempung 12813.61 7.38

3 Mss Anggota Batu pasir 813.31 0.47

4 Qav2 Batu pasir Tuffaan dan Konglomerat 31935.17 18.39

5 Qvb2 Breksi Produk Batuan Gunung api Tua 259.18 0.15

6 Qaf Endapan Dataran Banjir 17121.10 9.86

7 Qad Endapan Delta 4079.40 2.35

8 Qac Endapan Pantai 12777.17 7.36

9 Pt Formasi Cilanang 1809.38 1.04

10 Pk Formasi Kaliwangu 8006.27 4.61

11 Qc Koluvial 22063.46 12.71

12 Qyl Lava 7441.11 4.29

13 Qyu Produk Gunung api Muda 7413.36 4.27

14 Qob Produk gunung api tua 230.69 0.13

15 Qvu Produk Gunung api tua tak teruara 11777.72 6.78

16 Qyd Tufa pasiran 1325.04 0.76

17 Qyt Tuff berbatu apung 4015.15 2.31

18 Qol Unit lempung tufaan 460.77 0.27

Total 173646.01 100

(42)
[image:42.612.161.480.76.474.2]

Gambar 8. Peta Geologi Daerah Penelitian

4.6 Kependudukan

(43)

4.7 Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk yang dominan di Kabupaten Subang yang tercakup dalam daerah penelitian adalah pertanian (Subang Dalam Angka, 2008). Sektor pertanian masih merupakan sektor yang paling dominan dalam menyerap tenaga kerja. Pada tahun 2008, sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebesar 43,28 % dari penduduk yang bekerja. Penyebab tingginya sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja ini karena lapangan pekerjaan di sektor pertanian tidak banyak membutuhkan tenaga terdidik dan terampil.

Di Kabupaten Sumedang, sebagian besar penduduk bekerja di sekitar pertanian yaitu sebanyak 199.694 orang (43,85%), selanjutnya bekerja di sektor perdagangan sebanyak 89.718 orang dan sektor industri sebanyak 57.876 orang, sedangkan jumlah tenaga kerja yang paling sedikit adalah yang bekerja di sektor keuangan yaitu sebanyak 2406 orang atau sekitar 0,53% dari sejumlah tenaga kerja. Sementara di sektor jasa jumlah PNS di lingkungan Kabupaten Sumedang menunjukkan jumlah yang cukup banyak yang mencapai 12.496 orang. Demikian juga mata pencaharian di Kebupaten Indramayu yang berada di DAS Cipunagara, didominasi oleh pertanian tanaman pangan (BPS, 2008).

4.8 Pendidikan

(44)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Interpretasi Penutupan/Penggunaan Lahan dari Citra Landsat

Berdasarkan hasil interpretasi visual citra Landsat didapatkan beberapa kelas penggunaan lahan yaitu badan air (sungai, danau, dan laut), hutan, kebun campuran, kebun coklat, kebun jati, kebun karet, kebun tebu, kebun teh, ladang, mangrove, tambak, sawah, semak, dan permukiman. Kombinasi band yang digunakan untuk memudahkan identifikasi penutupan/penggunaan lahan pada citra Landsat adalah 421 (RGB) untuk tahun 1972, sedangkan kombinasi band 542 (RGB) untuk citra Landsat tahun 1990 dan 2008. Kombinasi band tersebut dipilih karena memiliki kekontrasan yang tinggi sehingga memudahkan untuk membedakan penutupan/penggunaan lahan. Kenampakan penggunaan lahan tersebut pada citra Landsat dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Kenampakan Penutupan/Penggunaan Lahan di Citra Landsat dan di Lapang

No. Nama Obyek

Gambar Obyek

Landsat Lapang

1 Badan air

2 Hutan

htn

(45)

3 Kebun campuran

4 Kebun

coklat

5 Kebun jati

6 Kebun

karet

kc

cklt

jati

(46)

7 Kebun tebu

8 Kebun teh

a. Kebun teh

b. Kebun teh yang telah dikonversi menjadi kebun kelapa sawit 10 Ladang/te

galan

tbu

teh

(47)

11 Mangrove diantara galengan tambak

12 Tambak

13 Sawah

14 Semak

mgv

tmk

swh

smk

tmk

(48)

15 Permuki-man

Badan air. Badan air dalam hal ini meliputi sungai, danau/situ, dan laut. Kenampakan tubuh air (danau dan laut) pada citra Landsat berwarna biru tua dengan tekstur halus. Kedalaman air mempengaruhi kegelapan warna. Semakin tinggi kedalaman air maka warnanya semakin gelap (biru tua). Di dalam citra Landsat, badan air (sungai) mempunyai bentuk yang berkelok-kelok (meander).

Hutan adalah lahan yang ditumbuhi oleh pepohonan dengan lebat sehingga membentuk suatu komunitas kehidupan biologi alami atau ekologi tersendiri. Hutan pada citra berwarna hijau tua hingga hijau kehitaman, sesuai dengan kandungan klorofil pada pohon-pohon di hutan. Tekstur hutan tampak kasar karena vegetasi pada hutan mempunyai ukuran yang bervariasi dengan pola yang tidak teratur, ada bayangan igir-igir puncak gunung yang menunjukkan sebaran hingga daerah yang curam, identik dengan letak di sekitar puncak gunung. Kenampakan hutan di lapang didominasi oleh pohon besar dengan kanopi yang rapat. Pohon yang terdapat dalam hutan beraneka ragam, namun didominasi oleh pohon pinus karena dikelola oleh Perum Perhutani. Di Desa Cimanggu, Kecamatan Cisalak, Subang terdapat Hutan Kota Rangga Wulung yang didominasi oleh pohon mahoni, nangka, dan pinus.

Kebun campuran adalah kebun yang terdiri atas campuran vegetasi antara tanaman tahunan yang menghasilkan buah-buahan dan sayuran serta tanaman semusim. Dibandingkan dengan hutan, kenampakan kebun campuran pada citra Landsat lebih berwarna terang (hijau terang) dengan tekstur relatif kasar. Lokasi kebun campuran umumnya lebih dekat dengan permukiman jika dibandingkan dengan lokasi perkebunan (seperti jati, karet, tebu, dan teh). Di lapang,

(49)

penggunaan lahan kebun campuran terdiri atas pohon-pohon pisang, kelapa, mangga, bambu, singkong, dan jambu. Pepohonan ini ditanam secara tidak teratur, sehingga terlihat sangat rapat. Umumnya tersebar di sekitar permukiman atau lahan kosong dekat dengan sawah dan sungai.

Kebun coklat. Kenampakan kebun coklat pada Landsat lebih terang dibandingkan dengan kebun karet serta memiliki tekstur yang halus. Kebun coklat di daerah penelitian dikelola oleh PTPN VIII Teh, Kina, dan Kakao yang terletak di Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang.

Kebun jati. Kenampakan kebun jati berwarna merah cerah pada citra Landsat. Di lapang, pohon jati mempunyai penutupan kanopi yang tidak rapat. Tinggi pohon jati yang ada dalam wilayah penelitian berkisar antara 10-15 meter.

Kebun karet. Kenampakan kebun karet pada citra terlihat mempunyai tekstur yang kasar. Warna yang tampak pada citra lebih gelap daripada kebun coklat karena karet mempunyai daun yang rimbun. Kenampakan penutupan daun di perkebunan karet sangat lebat. Lokasi kebun karet di daerah penelitian terletak di Kecamatan Cibogo dan Cipunagara. Kebun karet yang ada di wilayah penelitian selain dikelola oleh masyarakat juga dikelola oleh PTPN VIII.

Kebun tebu. Perkebunan tebu pada citra tampak berwarna hijau muda dan teksturnya lebih kasar dibandingkan dengan kenampakan kebun lainnya. Kebun tebu mempunyai luasan yang lebih besar dibandingkan dengan kebun karet. Di daerah penelitian, kebun tebu terdapat di Kecamatan Cibogo, Haurgeulis, Pagaden, Cipunagara, dan Compreng.

Kebun teh. Kenampakan kebun teh pada citra Landsat berwarna hijau dan kuning terang dengan tekstur yang halus, mempunyai pola yang teratur (berpetak-petak) yang dikelola oleh PTPN VIII. Perkebunan teh ini terletak di jalan cagak, Desa Tambakan, Kecamatan Cisalak dan Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang. Namun demikian, di lapang ditemukan wilayah perkebunan teh yang telah dikonversi menjadi kelapa sawit karena teh yang dihasilkan kurang baik kualitasnya. Konversi ini dimulai pada tahun 2008.

(50)

berada di daerah sekitar sungai, terdapat di lereng bawah sampai dengan daerah yang berbukit-bukit dengan pola menyebar. Di lapang penggunaan lahan ladang tampak menempati areal kosong bekas sawah, lahan kosong dekat sungai, areal sekitar permukiman, dan di sela-sela kebun campuran. Ladang umumnya diisi oleh tanaman jagung dan singkong.

Mangrove. Mangrove merupakan tanaman yang tumbuh di atas rawa berair payau yang terletak pada pinggir pantai. Kenampakan mangrove pada citra Landsat berwarna hijau dengan tekstur kasar dan berada di pinggir laut atau tambak. Kawasan mangrove memiliki pola yang memanjang pada pinggir pantai. Bentuk petak-petak yang tampak di Landsat dan di lapangan menunjukkan bahwa mangrove tersebut adalah hasil budidaya, dan bukan mangrove yang tumbuh secara alami.

Tambak. Tambak merupakan kolam buatan untuk budidaya ikan/udang. Kenampakan tambak berwarna biru tua dengan tekstur halus. Tambak memiliki batas yang jelas dan ukuran petakan lebih besar dari sawah. Di lapang, bentuk tambak umumnya persegi panjang dan tiap petakan dapat meliputi areal seluas 0,5 sampai 2 ha. Tambak ikan air payau banyak dijumpai di Desa Legon Kulon, Kabupaten Subang. Selain itu juga ditemui tambak ikan air tawar.

Sawah. Kenampakan sawah pada Landsat berwarna hijau muda dengan tekstur halus, dan berada dekat dengan ladang atau permukiman atau berada tidak jauh dari aliran sungai. Sawah yang digunakan secara intensif yaitu tiga kali panen dalam setahun merupakan sawah irigasi dengan lereng yang relatif datar (0-8%). Sawah di Subang bagian selatan umumnya merupakan sawah terasering karena berada di daerah pegunungan dengan elevasi yang cukup tinggi (500-1000 mdpl).

Semak. Kenampakan semak berwarna hijau terang, bertekstur kasar, memiliki pola yang tidak teratur, dan umumnya dijumpai di perbatasan antara hutan dengan lahan budidaya (kebun campuran atau ladang). Semak yang ditemukan di lapang umumnya terdiri dari tanaman ilalang, melastoma, tanaman perdu, dan tanaman buah liar seperti kersen.

(51)

sampai ungu dengan pola yang cenderung mengelompok. Kenampakan permukiman di lapang dipengaruhi oleh adanya aksesibilitas. Semakin dekat jaraknya dengan jalan-jalan utama maka luasan permukiman akan semakin besar. Selain itu dipengaruhi oleh adanya jalan, persebaran permukiman juga dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Hal ini berkaitan dengan mata pencaharian umum masyarakat di lokasi penelitian di bidang pertanian, sehingga permukiman berkembang dekat dengan lokasi persawahan. Permukiman dalam hal ini meliputi ruang terbangun seperti : perumahan, sekolah, pasar, masjid, dan gedung layanan masyarakat, dan bangunan lainnya.

5.2 Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 1972, 1990, dan 2008

Seperti telah diuraikan di depan, penutupan/penggunaan lahan di DAS Cipunagara dan sekitarnya meliputi 15 tipe yaitu badan air, hutan, kebun campuran, kebun coklat, kebun jati, kebun karet, kebun tebu, kebun teh, ladang, mangrove, tambak, sawah, semak, dan permukiman. Luas dari masing-masing tipe penggunaan disajikan secara grafis dan mencakup tiga titik tahun yaitu 1972, 1990, dan 2008 pada Gambar 9.

Berdasarkan Gambar 9 tipe penggunaan lahan yang mendominasi pada tiga titik tahun tesebut adalah sawah. Luas masing-masing sawah pada tahun 1972, 1990, dan 2008 adalah 36,1%, 46,5%, dan 44,6%. Adapun luasan tipe penggunaan lahan yang paling kecil di tiga titik tahun tersebut adalah tubuh air dengan luasan sekitar 0,2%. Tipe pengunaan lahan lainnya mempunyai luas yang relatif bervariasi.

(52)

Gambar9. Grafik Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 1972, 1990, dan 2008 Bdn

Air htn Kc Cklt Jti Krt Tbu Teh Ldg Mgv Pmk Swh Smk Sgi Tmk Laut

1972 367.2 16255 39206 825.7 25727 293.8 1399. 1245. 5830. 4387. 1372. 61561 7296. 1454. 1996. 1126.

% 0.2 9.5 23.0 0.5 15.1 0.2 0.8 0.7 3.4 2.6 0.8 36.1 4.3 0.9 1.2 0.7

1990 271.8 23212 9671. 802.3 18942 851.6 1282. 5452. 6377. 3875. 3642. 79818 12006 1454. 3542. 525.6

% 0.2 13.5 5.6 0.5 11.0 0.5 0.7 3.2 3.7 2.3 2.1 46.5 7.0 0.8 2.1 0.3

2008 271.8 17379 7900. 943.8 17971 787.4 2031. 5014. 7253. 3256. 12822 76521 14076 1454. 3970. 75.3

% 0.2 10.1 4.6 0.5 10.5 0.5 1.2 2.9 4.2 1.9 7.5 44.6 8.2 0.8 2.3 0.0

0.2 9.5

23.0

0.5

15.1

0.2 0.8 0.7 3.4

2.6 0.8

36.1

4.3

0.9 1.2 0.7 0.2 13.5 5.6 0.5 11.0 0.5 0.7

3.2 3.7 2.3 2.1

(53)

Penggunaan lahan sawah pada tahun 1990 masih mendominasi luas penggunaan lahan di daerah penelitian yang mencakup 79818,0 ha atau 46,5% dari luas total pengunaan lahan. Kemudian hutan sebesar 23212,7 ha (13,5%), dan kebun jati sebesar 18942 ha (11,0%), sedangkan penggunaan lahan yang lainnya masing-masing hanya mencakup kurang dari 10% dari luas total penggunaan lahan, meliputi semak (7,05%), kebun campuran (5,6%), ladang (3,7%), kebun teh (5,2%), mangrove (2,3%), permukiman (2,1%), tambak (2,1%), kebun tebu (0,7%), kebun karet (0,5%), kebun coklat (0,5%), dan badan air (0,2%).

Pada tahun 2008 penggunaan lahan di DAS Cipunagara masih didominasi oleh sawah dengan luasan 76521,6 ha atau 44,6%. Kemudian kebun jati sebesar 17971,5 ha (10,5%), dan hutan sebesar 17379,0 ha (10,1%), sedangkan penggunaan lahan yang lainnya masing-masing hanya mencakup kurang dari 10% dari luas total penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang luasannya kurang dari 10% adalah semak (8,2%), permukiman (7,5%), kebun campuran (4,6%), ladang (4,2%), kebun teh (2,9%), tambak (2,3%), mangrove (1,9%), kebun tebu sebesar (1,2%), kebun coklat (0,5%), kebun karet (0,5%), dan badan air (0,2%). Peta penggunaan lahan tahun 1972, 1990, dan 2008 dapat dilihat pada Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar 12.

5.3 Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Periode 1972-1990 dan 1990-2008

(54)
[image:54.612.91.531.79.677.2]
(55)
(56)
(57)

Penggunaan lahan yang cenderung mengalami penurunan pada dua periode adalah kebun campuran masing-masing 17,4% dan 0,1%, kebun jati masing-masing 4,1% dan 0,5%, dan mangrove masing-masing 0,3% dan 0,4%. Berdasarkan Tabel 13 dan 14 diketahui bahwa kebun campuran mengalami penurunan luasan yang cukup signifikan karena banyak beralih fungsi menjadi penggunaan lahan lain seperti sawah, permukiman, kebun tebu, kebun coklat, ladang, dan beberapa penggunaan lahan lain sedangkan kebun jati sebagian besar terkonversi menjadi sawah. Pengurangan ini terjadi karena sebagian besar penduduk mempunyai mata pencaharian sebagai petani (Subang Dalam Angka Tahun, 2008). Sehingga mendorong masyarakat untuk merubah penggunaan lahan yang ada untuk dijadikan sawah. Sedangkan mangrove berubah menjadi tambak karena penjualan hasil tambak dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Penggunaan lahan hutan, kebun karet, dan kebun teh mengalami peningkatan luas pada periode 1972-1990 dan menurun pada periode 1990-2008. Hutan menurun menjadi 3,4%, kebun karet menjadi 0,04%, sedangkan kebun teh berkurang menjadi 0,3%. Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan hutan menurun karena terkonversi menjadi semak, kebun jati, ladang, sawah, kebun campuran, dan permukiman. Sedangkan kebun karet terkonversi menjadi sawah, permukiman, dan ladang. Kebun teh berkurang luasannya karena terkonversi menjadi kebun campuran, permukiman, dan sawah. Adapun dinamika perubahan penggunaan lahan disajikan pada Tabel 12.

(58)

Gambar 13. Grafik Persen Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan 1972-1990

Gambar 14. Grafik Persen Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan 1990-2008 -20.0 -15.0 -10.0 -5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 -0.1 4.0 -17.4 0.0 -4.1 0.3 -0.1 2.4 0.3 -0.3 1.3 10.3 2.7 0.0 0.9 -0.4 % P e ru b a h a n Penggunaan Lahan

ba ht n kc cklt jt i krt

t bu t eh ldg m gv pm k sw h

sm k sgi t mk lt

-4.0 -3.0 -2.0 -1.0 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 0.0 -3.4 -1.0 0.1 -0.6 0.0 0.4 -0.3 0.5 -0.4 5.3 -1.9 1.2 0.0 0.2 -0.3 % P e ru b a h a n Penggunaan Lahan ba ht n kc cklt jt i kr t

t bu t eh ldg m gv pm k sw h

(59)

Tabel 12. Arah Perubahan Penutup/Penggunaan Lahan

Penggunaan Tahun

Lahan 1972-1990 1990-2008

Badan Air (-) swh,kc,ldg (-) swh

(+) kc,ldg,smk,tbu,swh (+) ldg

Hutan (-) smk,swh,kc,jti,teh,ldg,swh,smk (-) smk,jti,ldg,swh,kc,pmk

(+) kc,jti,teh,ldg,swh,smk (+) teh,ldg

Kebun

Campuran (-) smk,htn,swh,jti,krt,tbu,teh,ldg,pmk (-) swh,pmk,tbu,cklt,ldg

(+) smk,htn,jti,cklt,tbu,swh (+) smk,jti,htn,ldg,swh,teh

Kebun Coklat (-) jti,swh,ldg,pmk.kc (-) pmk

(+) jti,kc,swh (+) jti,swh,kc,ldgldg,kc

Kebun Jati (-) htn,swh,kc,cklt,krt,teh,ldg,pmk,smk (-) swh,pmk,smk,ldg,kc,cklt,krt

(+) kc,swh,smk,htn,krt,cklt (+) htn,smk,swh,ldg

Kebun Karet (-) jti,swh (-) swh,pmk,ldg

(+) kc,jti,ldg,swh (+) swh,jti

Kebun Tebu (-) swh,kc,ldg,pmk,ba (-) pmk,ldg,swh

(+) swh,ldg,kc (+) swh,kc

Kebun Teh (-) swh,htn (-) pmk,kc,swh

(+) htn,kc,jti,ldg,smk (+) kc,smk

Ladang (-) swh,kc,smk,pmk,teh,tbu,krt,htn,ba,tmk (-) swh,pmk,kc,jti,cklt,htn,ba,tbu

(+) kc,htn,jti,mgv,swh,smk,ba (+) htn,swh,jti,kc,mgv,tbu,smk,krt,tmk

Mangrove (-) tmk,lt,ldg (-) tmk,swh,ldgldg,swh,pmk,lt

(+) ldg,swh,tmk,lt (+) tmk,lt

Permukiman (+) htn,kc,cklt,jti,tbu,ldg,swh,smk (+) swh,kc,jti,smk,ldg,teh,htn,cklt,krt,tbu

Sawah (-) kc,jti,cklt,krt,tbu,ldg,mgv,pmk,smk,tmk,lt,ba,htn (-) pmk,kc,jti,ldg,smk,cklt,krt,tbu,lt

(+) htn,kc,cklt,jti,krt,tbu,teh,ldg,swh,smk,ba (+) jti,kc,smk,htn,tmk,ba,krt,tbu,teh,ldg,mgv,lt

Semak (-) jti,htn,swh,kc,teh,ldg,pmk (-) jti,pmk,swh,kc,ldg

(+) htn,kc,jti,ldg,swh (+) htn,kc,jti,swh

Tambak (-) mgv,lt (-) mgv,lt,swh,ldg

(+) mgv,lt,ldg,swh (+) mgv,lt

(60)

Tabel 13. Matriks Perubahan penggunaan Lahan Tahun 1972-1990 1990

1972

Badan

Hutan

Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun

Ladang Mangrove Permukiman Sawah Semak Sungai Tambak Laut

Jumlah Air Campuran Coklat Jati Karet Tebu Teh

Badan Air 244,1 0,0 21,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 17,1 0,0 0,0 84,3 0,0 0,0 0,0 0,0 367,2 Hutan 0,0 8264,8 748,7 0,0 964,7 0,0 0,0 235,8 565,8 0,0 89,3 1873,4 3513,2 0,0 0,0 0,0 16255,7 Kebun Campuran 14,4 6775,1 5687,3 161,2 3739,8 424,7 16,8 3010,6 2643,3 0,0 865,5 11589,0 4278,9 0,0 0,0 0,0 39206,6 Kebun Coklat 0,0 0,0 4,9 322,3 315,4 0,0 0,0 0,0 23,1 0,0 18,8 141,2 0,0 0,0 0,0 0,0 825,7 Kebun Jati 0,0 6202,9 158,7 193,5 10082,7 61,1 0,0 332,4 940,0 0,0 73,8 5186,2 2495,9 0,0 0,0 0,0 25727,2

Kebun Karet 0,0 0,0 0,0 0,0 103,1 92,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 98,4 0,0 0,0 0,0 0,0 293,8 Kebun Tebu 10,0 0,0 284,4 0,0 0,0 0,0 556.4 0,0 38,9 0,0 41,9 1024,5 0,0 0,0 0,0 0,0 1399,6

Kebun Teh 0,0 284,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 758,5 0,0 0,0 0,0 202,6 0,0 0,0 0,0 0,0 1245,6 Ladang 0,0 44,9 771,6 0,0 0,0 52,3 72,7 517,1 1276,9 23,2 210,3 2126,8 375,7 0,0 330,5 0,0 5830,0 Mangrove 0,0 0,0 40,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 94,3 2730,2 0,0 0,0 0,0 0,0 1380,1 143,4 4387,9 Permukiman 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1372,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1372,3 Sawah 3,3 67,2 1217,7 114,0 1086,8 187,6 606,2 0,0 436,8 29,9 1079,7 55660,9 812,4 0,0 190,5 37,6 61561,1

(61)

Tabel 14. Matriks Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1990 – 2008 2008

1990

Badan Hutan Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun Kebun

Ladang Mangrove Permukiman Sawah Semak Sungai Tambak Laut Jumlah Air Campuran Coklat Jati Karet Tebu Teh

Badan Air 233,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 38,2 0,0 0,0 0,0 0,0 271,8 Hutan 0,0 17378,8 141,1 0,0 1349,8 0,0 0,0 0,0 738,6 0,0 95,1 344,9 3164,4 0,0 0,0 0,0 23212,7 Kebun Campuran 0,0 0,0 5401,2 31,8 0,0 0,0 428,2 0,5 275,3 0,0 1088,8 1484,9 960,7 0,0 0,0 0,0 9671,3 Kebun Coklat 0,0 0,0 0,0 762,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 39,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 802,3 Kebun Jati 0,0 0,0 162,7 85,0 14378,2 3,4 0,0 0,0 381,4 0,0 723,1 2513,3 695,7 0,0 0,0 0,0 18942,8

Kebun Karet 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 708,5 0,0 0,0 4,7 0,0 28,1 110,2 0,0 0,0 0,0 0,0 851,6 Kebun Tebu 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1122,1 0,0 37,0 0,0 90,5 33,1 0,0 0,0 0,0 0,0 1282,7

Kebun Teh 0,0 0,2 127,0 0,0 0,0 0,0 0,0 5013,7 2,0 0,0 302,4 7,5 0,0 0,0 0,0 0,0 5452,7 Ladang 38,2 0,1 149,7 27,7 46,3 0,0 3,3 0,0 5028,3 0,0 419,4 664,6 0,0 0,0 0,0 0,0 6377,6 Mangrove 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 108,9 2941,0 99,2 107,6 0,0 0,0 602,2 16,8 3875,7 Permukiman 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3642,8 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3642,8 Sawah 0,0 0,0 1815,8 36,7 293,9 75,4 477,9 0,0 653,4 0,0 5530,6 70629,5 303,7 0,0 0,9 0,1 79818,0

(62)

5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan

Dari hasil analisis statistik dengan program Statistica 7.0, diperoleh suatu gambaran peluang tentang nilai penaksiran (estimate) koefisien peubah yang berpengaruh terhadap pola perubahan penggunaan lahan. Nilai penaksiran positif menggambarkan pendugaan pengaruh peubah-peubah yang diukur bersifat meningkatkan peluang terjadinya perubahan dari jenis penggunaan tertentu ke penggunaan lainnya, sedangkan nilai penaksiran negatif artinya sifatnya kecil untuk meningkatkan peluang perubahan dari jenis penggunaan lahan tertentu ke penggunaan lain. Perubahan penggunaan lahan yang dianalisis pada penelitian ini adalah perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan pertanian dan dari lahan pertanian menjadi permukiman.

5.4.1 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Lahan Pertanian Periode 1972-2008

(63)

Tabel 15. Penaksiran Peluang Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Pertanian

Keterangan Effect Estimate p

Jenis Tanah Aluvial -0.64322 0.001544

Andosol 0.95591 0.000757

Latosol 0.24306 0.031648

Podsolik 1.81701 0.000000

Regosol -0.67355 0.000288

Elevasi 0-25 mdpl -1.05409 0.078100

25-100 mdpl 2.95350 0,016945

100-250 mdpl -0.52691 0.093748

250-500 mdpl 0.04041 0.892823

500-1000 mdpl 0.18333 0.558018

Lereng 0-8 % 0.39561 0.001529

8-15 % -0.11508 0.257123

15-25 % -0.10798 0.271961

25-40 % -0.03873 0.720492

Geologi Qa, Qad, Qac 1.18470 0.061855

(penyusun : alluvium)

Pk, Mss, Qav2, Pt -0.49755 0.011348

(penyusun : pasir, formasi alluvium)

Qol, Msc, Qaf 0.57670 0.019637

(penyusun : claysto, formasi sedimen)

Qyl -1.12664 0.000097

Gambar

Gambar 2.  Tahapan Penelitian
Tabel 6. Rata-rata Curah Hujan Bulanan di DAS Cipunagara Tahun 2008
Gambar 3. Peta Administrasi DAS Cipunagara dan Sekitarnya
Tabel 7. Ketinggian Tempat di Daerah Penelitian dan Luasannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

BPR XXX dengan menggunakan COBIT 5 proses APO01 – Manage the IT Management Framework , APO02 – Manage Strategy , APO03 – Manage Enterprise Architecture , APO04 –

Setelah dilakukan perbaikan pembelajaran dengan hasil refleksi pada siklus I, diperoleh hasil belajar siswa pada materi cara perawatan wajah dan cara merias wajah

Aneka Adi Sarana Suzuki Motor ingin memberikan sebuah layanan yang baik sehingga dapat meningkatkan loyalitas customer kepadanya serta dapat memenuhi pengelolaan management

melainkan miring dengan arah yang sama membentuk sudut 23,50 terhadap matahari, sudut ini diukur dari garis imajiner yang menghubungkan kutub utara dan kutub selatan yang

menambah nilai guna alga merah untuk dijadikan suatu sediaan yang praktis, dan mudah untuk digunakan, dirasa perlu dilakukan penelitian untuk pembuatan sediaan gel

Berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan langsung di kawasan hutan lindung Kecamatan Ulu Pungkut pada Desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak,

Berdasarkan Tabel 1, tumbuhan obat yang berasal dari famili Asteraceae paling banyak ditemukan di Tahura Wan Abdul Rachman yaitu sebanyak 6 jenis tumbuhan

Berdasarkan tingkat efisiensi pemasaran dari tiap lembaga dan berdasarkan ukuran ikan, maka dapat disimpulkan bahwa rantai pemasaran ikan betutu ini termasuk dalam kategori