• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Mucuna bracteata DC. pada Berbagai Taraf Dosis Pupuk Fosfor dan Inokulan dengan Waktu Inokulasi yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan Mucuna bracteata DC. pada Berbagai Taraf Dosis Pupuk Fosfor dan Inokulan dengan Waktu Inokulasi yang Berbeda"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN Mucuna bracteata DC. PADA BERBAGAI TARAF DOSIS PUPUK FOSFOR DAN INOKULAN DENGAN WAKTU

INOKULASI YANG BERBEDA

PURWANTI BUDI LAKSONO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pertumbuhan Mucuna bracteata DC. pada Berbagai Taraf Dosis Pupuk Fosfor dan Inokulan dengan Waktu Inokulasi yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

PURWANTI BUDI LAKSONO. Pertumbuhan Mucuna bracteata DC. pada Berbagai Taraf Dosis Pupuk Fosfor dan Inokulan dengan Waktu Inokulasi yang Berbeda. Dibimbing oleh ADE WACHJAR dan SUPIJATNO.

Mucuna bracteata DC. merupakan tanaman penutup tanah kacangan yang digunakan untuk mencegah erosi dan menekan pertumbuhan gulma. M. bracteata mampu memfiksasi nitrogen dari udara dengan bantuan Rhizobium. M. bracteata memperoleh manfaat dari simbiosis berupa peningkatan bobot bintil akar, bobot kering tajuk dan kadar nitogen daun pada saat populasi Rhizobium dalam tanah optimum. Aplikasi inokulan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan populasi Rhizobium dalam tanah. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses perkembangan bintil akar adalah fosfor.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dosis fosfor, dosis inokulan dan waktu inokulasi terhadap pertumbuhan M. bracteata. Penelitian dilaksanakan di Boyolali, Jawa Tengah, pada bulan November 2013 sampai dengan Augustus 2014. Pupuk fosfor yang digunakan adalah Rock Phosphate (RP). Inokulan yang digunakan mengandung Bradyrhizobium japonicum dan Aeromonas punctata. Penelitian dibagi menjadi 3 percobaan yaitu Pengaruh Dosis Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan M. bracteata, Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Polybag dan Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Lapangan.

Percobaan pertama menggunakan rancangan acak kelompok yang disusun dalam 1 faktor perlakuan dengan 3 ulangan. Faktor perlakuan tersebut adalah dosis fosfor dengan 5 taraf dosis (0, 100, 200, 300, 400 g RP/tanaman). Percobaan ke-2 dan ke-3 menggunakan rancangan acak kelompok yang disusun dalam 2 faktor perlakuan dengan 3 ulangan. Faktor perlakuan pertama adalah waktu inokulasi yaitu di pembibitan pada umur bibit 2 minggu dan saat tanam pada umur bibit 5 minggu. Faktor perlakuan ke-2 adalah 5 dosis inokulan (0, 2, 4, 6 and 8 g/tanaman).

Hasil dari percobaan I menunjukkan bahwa dosis pupuk fosfor yang direkomendasikan untuk M. bracteata sebesar 174.24 g RP/tanaman. Hasil dari percobaan II menunjukkan bahwa inokulasi saat tanam pada umur bibit 5 minggu memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan inokulasi di pembibitan pada umur bibit 2 minggu dan dosis inokulan yang direkomendasikan untuk M. bracteata sebesar 6.43 g/tanaman. Hasil dari percobaan III menunjukkan bahwa inokulasi di pembibitan pada umur bibit 2 minggu memberikan hasil terbaik di lapangan dibandingkan dengan pemberian inokulan saat tanam pada umur bibit 5 minggu pada kondisi tanah masam.

(5)

SUMMARY

PURWANTI BUDI LAKSONO. Growth of Mucuna bracteata in Various Rates of Phosphorus and Inoculant with Different Inoculation Times. Supervised by ADE WACHJAR and SUPIJATNO.

Mucuna bracteata DC. is a legume cover crop to prevent erosion and suppress weed growth. M. bracteata can fix nitrogen from the air with the help of Rhizobium. M. bracteata get benefit from the symbiosis in form of the increase in nodule weight, shoot dry weight, and leaf nitrogen content when the Rhizobium population in the soil is optimal. Application of inoculant is one method to increase the Rhizobium population in the soil. One of the factors which influence development of nodulation process is phosphorus.

This study aimed to analyze the effects of phosphorus rate, inoculation rates and inoculation times on growth of M. bracteata. The research was conducted in Boyolali, Central Java, from November 2013 to August 2014. The phosphorus fertilizer used was Rock Phosphate (RP). The inoculant used contained Bradyrhizobium japonicum and Aeromonas punctata. The research divided into 3 experiments i.e Effect of Phosphorus Rates on The Growth of M. bracteata, Effect of Different Inoculation Times and Inoculant Rates on The Growth of M. bracteata in the Polybag and Effect of Different Inoculation Times and Inoculant Rates on The Growth of M. bracteata in The Field.

The first experiment used a randomized block design arranged in one factor with three replications. The factor was 5 phosphorus rates (0, 100, 200, 300, 400 g RP/plant). The second and third experiment used a randomized block design arranged in two factors with three replications. The first factor was two inoculation times, namely at the nursery when the seedlings were 2 weeks old and in the field when the seedlings reached 5 weeks old. The second factor was 5 inoculant rates (0, 2, 4, 6 and 8 g/plant).

The result of first experiment showed that the recommended phosphorus rate for M. bracteata was 174.24 g RP/plant. The result of second experiment showed that the inoculant application to the 5-week-old seedlings was the best result compared to the 2-week-old seedlings and the recommended inoculant rate for M. bracteata was 6.43 g/plant. The result of third experiment showed that the inoculant application to the 2-week-old seedlings was the best result compared to the 5-week-old seedlings in acid soil.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)
(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

PERTUMBUHAN Mucuna bracteata DC. PADA BERBAGAI TARAF DOSIS PUPUK FOSFOR DAN INOKULAN DENGAN WAKTU

INOKULASI YANG BERBEDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)

Judul Tesis : Pertumbuhan Mucuna bracteata DC. pada Berbagai Taraf Dosis Pupuk Fosfor dan Inokulan dengan Waktu Inokulasi yang Berbeda

Nama : Purwanti Budi Laksono NIM : A252120341

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Ade Wachjar, MS Ketua

Dr Ir Supijatno, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Mucuna bracteata DC. pada Berbagai Taraf Dosis Pupuk Fosfor dan Inokulan dengan Waktu Inokulasi yang Berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai Agustus 2014 di Sidodadi, Kelurahan Banaran, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Sebagian dari tesis ini dipublikasikan dalam jurnal terakreditasi nasional dengan judul Pertumbuhan Mucuna bracteata DC. dengan Berbagai Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan (sampai dengan tesis ini disusun berada pada tahap review).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ade Wachjar, MS dan Dr Ir Supijatno, MSi selaku komisi pembimbing, Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi selaku penguji luar komisi dan Dr Ani Kurniawati, SP, MSi yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, Adik-adik, ananda Callista Gita Kusumaningrum serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

Mucuna bracteata DC. 3

Inokulasi 4

Fiksasi Nitrogen 5

Fosfor 7

METODE PENELITIAN 7

Percobaan I. Pengaruh Dosis Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan

M. bracteata 7

Tempat dan Waktu 7

Bahan dan Alat Percobaan 7

Metode Percobaan 8

Pelaksanaan Percobaan 8

Pengamatan 9

Percobaan II. Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan

terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Polybag 10

Tempat dan Waktu 10

Bahan dan Alat Percobaan 10

Metode Percobaan 10

Pelaksanaan percobaan 11

Pengamatan 11

Percobaan III. Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Lapangan 13

Tempat dan Waktu 13

Bahan dan Alat Percobaan 14

Metode Percobaan 14

Pelaksanaan Percobaan 14

Pengamatan 15

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Percobaan I. Pengaruh Dosis Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan

M. bracteata 16

Pengaruh Dosis Pupuk Fosfor 16

(14)

Percobaan II. Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan

terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Polybag 19

Pengaruh Waktu Inokulasi 19

Pengaruh Dosis Inokulan 21

Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan 29 Penentuan Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan 30 Percobaan III. Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Lapangan 31

Pengaruh Waktu Inokulasi 31

Pengaruh Dosis Inokulan 33

KESIMPULAN DAN SARAN 36

Kesimpulan 36

Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 36

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Pertumbuhan vegetatif M. bracteata pada berbagai dosis pupuk

fosfor 17

2. Bobot akar, tajuk dan bintil akar M. bracteata pada berbagai

dosis pupuk fosfor pada umur 24 bulan 17

3. Kadar N tanah dan daun serta kadar P tanah dan daun M. bracteata pada berbagai dosis pupuk fosfor pada umur 24 MSP 18 4. Dosis optimum fosfor pada M. bracteata berdasarkan peubah

bobot kering bintil akar dan bobot kering tajuk pada umur 24

MSP 19

5. Pertumbuhan vegetatif M. bracteata pada berbagai waktu

inokulasi 20

6. Bobot bintil akar, bobot tajuk, bobot akar, kadar N daun, kadar N tanah dan aktivitas nitrogenase M. bracteata pada berbagai

waktu inokulasi 21

7. Pertumbuhan vegetatif M. bracteata pada berbagai dosis

inokulan 23

8. Bobot bintil akar, bobot tajuk dan bobot akar M. bracteata pada

berbagai dosis inokulan 24

9. Kadar nitrogen daun, kadar nitrogen tanah dan aktivitas nitrogenase M. bracteata pada berbagai dosis inokulan 25 10. Dosis optimum inokulan M. bracteata berdasarkan peubah

bobot kering bintil akar dan bobot kering tajuk 31 11. Pertumbuhan vegetatif M. bracteata pada berbagai waktu

inokulasi 32

12. Bobot tajuk, kadar N daun dan intensitas penutupan tanah M.

bracteata pada berbagai waktu inokulasi 33

13. Pertumbuhan vegetatif M. bracteata pada berbagai dosis

inokulan 34

14. Bobot tajuk, kadar N daun dan intensitas penutupan tanah M. bracteata pada berbagai dosis inokulan pada umur 13 MSP 35

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Model struktur bintil akar pada akar tanaman kedelai (Ohyama

et al. 2009) 4

2. Diagram perkembangan bintil akar (Kinkema et al. 2006) 5 3. Metabolisme dan transport nitrogen di bintil akar dan akar

(16)

4. Pola respon : (A) bobot kering bintil akar dan (B) bobot kering tajuk M. bracteata terhadap berbagai dosis pupuk fosfor pada

umur 24 MSP 18

5. Pola respon rata-rata pertambahan panjang sulur M. bracteata terhadap berbagai dosis inokulan pada umur 10 MSP 22 6. Pola respon : (A) bobot basah bintil akar dan (B) bobot kering

bintil akar M. bracteata terhadap berbagai dosis inokulan 26 7. Bobot kering bintil akar M. bracteata pada berbagai : (A) waktu

inokulasi dan (B) dosis inokulan 26

8. Pola respon : (A) bobot basah tajuk dan (B) bobot kering tajuk M. bracteata terhadap berbagai dosis inokulan 27 9. Pola respon kadar N daun M. bracteata terhadap berbagai dosis

inokulan 28

10. Pola respon rata-rata panjang sulur, rata-rata pertambahan panjang sulur, kadar N daun dan bobot basah bintil akar M. bracteata pada berbagai waktu inokulasi dan dosis inokulan 30 11. Pola respon : (A) bobot kering tajuk dan (B) kadar N daun M.

bracteata pada berbagai dosis inokulan pada umur 13 MSP 35 12. Pola respon intensitas penutupan tanah M. bracteata pada

berbagai dosis inokulan pada umur 13 MSP 36

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil analisis awal tanah percobaan I dan II 41

2. Layout percobaan I 42

3. Layout percobaan II 43

4. Hasil analisis tanah awal percobaan III 44

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembukaan lahan baik untuk penanaman baru maupun untuk penanaman peremajaan kelapa sawit menimbulkan perubahan kondisi lahan. Lahan yang terbuka tanpa vegetasi mudah diterpa air hujan dan tersinari matahari secara langsung sehingga mudah mengalami erosi. Salah satu cara untuk mengurangi dampak dari terpaan air hujan dan sinar matahari adalah dengan penanaman tanaman penutup tanah kacangan (legume cover crop/LCC). Penanaman LCC memberikan keuntungan pada perbaikan kualitas air dan tanah, menekan pertumbuhan gulma, membantu menekan serangan hama, menghambat erosi dan meningkatkan efisiensi siklus hara (Widiastuti dan Suharyanto 2007; Nugroho et al. 2006).

Tanaman penutup tanah kacangan (legume cover crop) yang telah digunakan sebagai penutup tanah di perkebunan kelapa sawit antara lain Pueraria javanica, Centrosema pubescens, Calopogonium caeruleum dan Calopogonium mucunoides yang dikenal sebagai LCC konvensional. Mucuna bracteata DC. merupakan salah satu LCC yang memiliki kelebihan dibandingkan LCC konvensional. Penggunaan M. bracteata dilakukan untuk mengatasi beberapa kelemahan LCC konvensional. Kelemahan tersebut antara lain tidak tahan terhadap kekeringan dan naungan serta kurang mampu berkompetisi dengan pertumbuhan gulma (Samarappuli et al. 2003; Othman et al. 2012).

Menurut Othman et al. (2012) persentase penutupan tanah oleh LCC konvensional yang merupakan campuran dari P. javanica, C. pubescens dan C. caeruleum pada umur 6 bulan setelah penanaman di lapangan sebesar 80 % kemudian pada umur 12 dan 24 bulan setelah penanaman di lapangan menurun menjadi 54.2 % dan 55.4 %. Persentase penutupan tanah oleh M. bracteata memiliki pola yang berbeda. Persentase penutupan tanah oleh M. bracteata pada umur 6 bulan setelah penanaman di lapangan sebesar 30.8% kemudian meningkat menjadi 57.9% dan 77.5% pada umur 12 dan 24 bulan setelah penanaman di lapangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa M. bracteata pada umur 24 bulan lebih mampu berkompetisi dengan pertumbuhan gulma dan lebih baik dalam mencegah terjadinya erosi tanah di perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan LCC konvensional.

(18)

2

tuberculata pada C. caeruleum nyata meningkatkan tinggi tanaman, biomasa, serapan N, P, dan K.

Faktor lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan bintil akar dan fiksasi nitrogen. Faktor tersebut meliputi kekeringan, penurunan oksigen dalam tanah, kemasaman tanah, suhu, defisiensi hara, salinitas dan alkalinitas. Defisiensi hara fosfor merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan bintil akar dan proses fiksasi nitrogen (Sylvia et al. 2005; Ohyama et al. 2009). Bintil akar merupakan sink fosfor yang penting. Fiksasi nitrogen membutuhkan energi dalam bentuk Adenosin Tri Fosfat (ATP) untuk pembentukan dan perkembangan fungsi bintil akar. Pertumbuhan bintil akar, aktivitas nitrogenase dan enzim-enzim pendukung nitrogenase responsif terhadap

pemberian fosfor (O’Hara 2001). Pengurangan jumlah dan bobot bintil akar serta

penurunan fiksasi nitrogen per tanaman terjadi pada kondisi kekurangan fosfor (Sylvia et al. 2005).

Bintil akar pada M. bracteata secara alami diinokulasi oleh bakteri Bradyrhizobium. Berdasarkan keefektifannya Bradyrhizobium di dalam tanah terdiri atas 3 grup, Bradyrhizobium efektif sebesar 25%, Bradyrhizobium cukup efektif sebesar 50% dan Bradyrhizobium tidak efektif sebesar 25%. Apabila grup Bradyrhizobium tidak efektif lebih dulu menginokulasi akar maka grup yang lain tidak akan bisa menginokulasi akar. Hal ini bisa diatasi dengan mengisolasi strain Bradyrhizobium efektif dan diinokulasikan ke dalam benih. Proses ini disebut seed bacterization (Kothandaraman 2008).

Pemberian inokulan yang mengandung Bradyrhizobium japonicum dan Aeromonas punctata sampai dengan dosis inokulan 1.75 g/tanaman di pembibitan pada umur bibit 2 minggu memberikan respon rata-rata bobot kering tajuk M. bracteata yang masih meningkat dibandingkan dengan kontrol pada umur 10 minggu setelah pindah tanam (Savitri 2010). Pemberian inokulan yang mengandung Bradyrhizobium japonicum dan Aeromonas punctata sebesar 1.25 g/tanaman di pembibitan pada umur bibit 2 minggu dilanjutkan dengan pemberian inokulan sebesar 10 g/tanaman (4 kg/ha) pada saat penanaman memberikan rata-rata bobot kering tajuk M. bracteata yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol pada umur 24 bulan setelah pindah tanam (Yusuf 2010). Penentuan dosis inokulan dan waktu inokulasi yang tepat diperlukan sehingga pemberian inokulan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Penelitian ini mengkaji lebih lanjut mengenai pengaruh unsur hara fosfor terhadap pertumbuhan M. bracteata serta penggunaan inokulan pada beberapa dosis dan waktu inokulasi terhadap pertumbuhan M. bracteata. Penelitian ini terbagi menjadi 3 percobaan yaitu Pengaruh Dosis Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan M. bracteata, Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Polybag serta Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Lapangan.

Tujuan Penelitian

(19)

3 Hipotesis

Penelitian ini didasarkan pada hipotesis kerja sebagai berikut :

1. Terdapat dosis pupuk fosfor optimum yang meningkatkan pertumbuhan M. bracteata.

2. Terdapat waktu inokulasi yang tepat dalam meningkatkan pertumbuhan M. bracteata.

3. Terdapat dosis inokulan optimum yang meningkatkan pertumbuhan M. bracteata.

4. Tanggap pertumbuhan M. bracteata terhadap dosis inokulan dipengaruhi oleh waktu inokulasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Mucuna bracteata DC.

Mucuna bracteata DC. termasuk dalam kelas Mognoliopsida, ordo Fabales dan famili Leguminosae. M. bracteata memiliki beberapa nama sinonim antara lain Carpopogon bracteatum Roxb., Mucuna brevipes Craib, Mucuna exserta C.E.C.Fisch., Mucuna venulosa (Piper) Merr. & F.P.Metcalf dan Stizolobium venulosum Piper (Chadburn 2012).

Ketebalan lapisan tajuk M. bracteata pada umur 3 tahun mencapai 39-90 cm (Mathews 1998). Pertumbuhan tajuk M. bracteata yang semakin lebat membutuhkan hara nitrogen yang semakin besar (Nugroho dan Istianto 2006). Produksi bahan kering M. bracteata pada umur 3 tahun di North Labis Estate pada areal datar mencapai 17.16 ton/ha dan pada areal miring (terasan) mencapai 12.07 ton/ha. Hasil tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan produksi bahan kering LCC konvensional yang terdiri atas Pueraria phaseoloides dan Colopogonium caeruleum sebesar 5.91 ton/ha (Mathews 1998). Produksi bahan kering M. bracteata di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sungai Putih yang meliputi berat serasah, daun dan sulur pada umur 3 tahun mencapai 10.58 ton/ha (Nugroho et al. 2006).

Pertumbuhan sulur M. bracteata sangat cepat dengan cara pembentukan cabang pada setiap buku (Mathews 1998). Pertumbuhan sulur yang cepat membutuhkan rotasi pemeliharaan dengan jarak waktu yang singkat sehingga pertumbuhan sulur terkendali dan tidak membelit tanaman utama (Nugroho et al. 2006). M. bracteata pada umumnya tidak berbunga di dataran rendah sehingga pertumbuhan vegetatifnya maksimal (Mathews 1998).

Menurut Mathews (1998) daun M. bracteata tidak disukai ternak disebabkan oleh kandungan senyawa fenolik yang tinggi. Menurut Sirait et al. (2009) pengolahan daun M. bracteata menjadi tepung melalui penjemuran dan penggilingan dapat digunakan sebagai campuran pakan ternak. Pemberian tepung M. bracteata hingga taraf 30% dapat direkomendasikan sebagai pakan ternak untuk menggantikan rumput.

(20)

4

organik dari serasah tajuk dan sulur M. bracteata bermanfaat dalam meningkatkan kesuburan tanah. M. bracteata tahan terhadap naungan (Mathews 1998). M. bracteata merupakan tanaman yang mampu bertahan hidup di bawah naungan sampai dengan tahun ke-7 (Nugroho et al. 2006).

Bentuk bintil akar M. bracteata tidak beraturan (irregular in shape) dengan diameter 0.2-2 cm (Mathews 1998). M. bracteata yang berumur 3 bulan di kebun PT Bridgestone Sumatera Rubber Estate belum memperlihatkan terbentuknya bintil akar. Pengamatan bintil akar yang terbentuk pada umur 2 tahun menunjukkan bahwa bintil akar berada pada kedalaman 0-10 cm di bawah permukaan tanah. Bagian dalam bintil akar setelah dibelah berwarna merah jambu dan ungu yang menunjukkan keefektifan fiksasi nitrogen belum maksimal. Bintil akar yang efektif dalam menambat nitrogen dari udara dicirikan dengan warna merah ketika bintil akar dibelah yang mengindikasikan adanya leghaemoglobin (Nugroho et al. 2006).

Inokulasi

M. bracteata termasuk dalam famili Leguminosae yang memiliki bintil di akarnya. Bakteri simbiotik yang hidup di bintil akar dapat memfiksasi nitrogen dari udara untuk digunakan tanaman LCC. Bakteri memperoleh manfaat dari nutrisi yang dikeluarkan oleh akar tanaman LCC. Jumlah nutrisi yang dikeluarkan akar tanaman LCC dapat mempengaruhi jumlah dan aktivitas bakteri. Penambahan bakteri dalam bentuk inokulan akan efektif bila inokulan yang ditambahkan mengandung strain bakteri yang dapat beradaptasi dan membentuk koloni dalam risosfir. Hal tersebut bergantung pada jenis tanaman dan tipe tanah (Smalla et al. 2002). Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan bintil akar dan fiksasi nitrogen antara lain kekeringan, penurunan oksigen dalam tanah, kemasaman tanah, suhu, defisiensi hara, salinitas dan alkalinitas (Sylvia et al. 2005; Ohyama et al. 2009).

Tanaman LCC harus mampu membentuk bintil akar yang efektif karena fiksasi nitrogen terjadi di bintil akar (Widiastuti dan Suharyanto 2007). Bintil akar tanaman kedelai memiliki area simbiotik di bagian tengahnya. Area simbiotik atau area terinfeksi berisi bacteroids (bentuk simbiotik dari Rhizobia) dan mudah dikenali dengan warna merah akibat kandungan protein spesifik yang disebut leghemoglobin seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 (Ohyama et al. 2009).

(21)

5 Warna bagian dalam bintil akar mencerminkan terjadinya fiksasi nitrogen. Warna merah muda sampai merah menunjukkan kehadiran leghemoglobin sebagai pembawa O2 yang penting bagi fiksasi nitrogen tanaman kacang-kacangan. Warna hijau terang atau gelap menunjukkan tingkat fiksasi nitrogen yang rendah (Unkovich et al. 2008).

Leghemoglobin (Lb) adalah protein yang paling banyak terdapat dalam bintil akar (sekitar 20 % dari total protein) dan dapat berikatan dengan O2 di area terinfeksi untuk membentuk LbO2. Ikatan ini diperlukan karena enzim nitrogenase (enzim fiksasi N2 di bacteroid) sangat rentan terhadap O2 bebas dan dapat hancur oleh O2. Disisi lain, fiksasi nitrogen dan proses asimilasi memerlukan sejumlah besar energi yang diproduksi oleh respirasi menggunakan O2, sehingga Lb di bintil akar menghadapi dilema dalam menjaga konsentrasi O2 bebas rendah dan menjaga suplai O2 untuk respirasi (Ohyama et al. 2009).

Menurut Sylvia et al. (2005) perkembangan bintil akar pada akar tanaman famili leguminosae dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pengikatan Rhizobia pada akar dimulai 1 menit setelah inokulasi.

2. Jumlah pengikatan Rhizobia meningkat seiring waktu dalam beberapa jam. 3. Pembengkok rambut akar (root hair curling) dimulai dalam 5 jam.

4. Benang-benang infeksi terlihat di rambut akar dalam 3 hari setelah inokulasi. 5. Bintil akar terlihat dalam 5 sampai 12 hari.

6. Fiksasi N2 sering terlihat jelas dalam 15 hari.

7. Bintil akar kemungkinan tetap aktif selama 50 sampai 60 hari.

Menurut Kinkema et al. (2006) perkembangan bintil akar dimulai dengan adanya sinyal berupa senyawa flavonoid dari eksudat akar tanaman yang diterima oleh Rhizobia. Rhizobia selanjutnya memproduksi nod factor kemudian menginisiasi akar sehingga terjadi perubahan morfologi pada akar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Fiksasi Nitrogen

Kemampuan untuk mengubah dinitrogen (N2) menjadi amonium terbatas pada bakteri dan tidak bisa dilakukan oleh fungi, tanaman tingkat tinggi atau hewan. Atom nitrogen pada proses fiksasi nitrogen direduksi dari bentuk teroksidasi menjadi bentuk tereduksi melalui reaksi sebagai berikut:

N2 + 8 H+ + energi  2NH3 + H2

(22)

6

Tidak ada senyawa bebas antara dinitrogen dan amonia yang diproduksi meskipun atom nitrogen melewati sejumlah status teroksidasi di antara dinitrogen dan amonium. Semua senyawa antara dipertahankan dalam sel bakteri dengan enzim pengkatalisis reaksi yaitu enzim nitrogenase, sehingga dari proses ini satu-satunya produk langsung dari fiksasi nitrogen yang ditemukan dari mikroba tanah adalah amonium (Tate 2000).

Menurut Lambers et al. (2008) sebagian besar N2 yang difiksasi oleh bacteroids dilepaskan dalam bentuk NH3 ke ruang peribacterioid kemudian diubah menjadi bentuk NH4+ melalui voltage driven channel menembus membran peribacteroid ke sitosol di sel bintil akar. Menurut Ohyama et al. (2009) amonia merupakan senyawa utama yang ditransport dari bacteroids ke sitosol.

Metabolisme dan transport nitrogen yang berasal dari proses fiksasi nitrogen dan penyerapan nitrat dari akar kedelai terjadi pada jalur yang berbeda (Gambar 3). Nitrogen yang dihasilkan dari proses fiksasi nitrogen oleh bacteroid ditranslokasikan ke sitosol dalam bentuk amonia. Selanjutnya amonia diasimilasi menjadi glutamin di sitosol sel yang terinfeksi. Glutamin diubah menjadi 2 glutamat di plastid. Selanjutnya xanthine dan uric acid terbentuk dari degradasi purine dan uric acid ditransportasikan ke sel-sel di sebelahnya yang tidak terinfeksi oleh Rhizobium dalam bentuk ureides (allantoin dan allantoic acid). Nitrat yang diserap oleh akar direduksi menjadi nitrit di akar kemudian direduksi menjadi amonia. Selanjutnya amonia diasimilasi menjadi bentuk asparagine dan ditransport ke tajuk melalui xylem (Ohyama et al. 2009).

(23)

7 Fosfor

Fosfor merupakan salah satu unsur hara esensial. Fosfor diserap dari larutan tanah dalam bentuk anion atau asam anorganik. Fosfor pada sel tanaman dipertahankan dalam bentuk anion atau asam anorganik atau terikat oleh gugus hidroksil dari gula untuk membentuk fosfat ester. Fungsi fosfor bagi tanaman antara lain sebagai komponen DNA dan RNA, penyusun membran sel dan berperan dalam transfer energi (Marschner 2012).

Tanaman yang bersimbiosis dengan Rhizobium dan memiliki kemampuan untuk memfiksasi nitrogen dari udara membutuhkan lebih banyak fosfor dibandingkan dengan tanaman yang tidak dapat memfiksasi nitrogen dari udara. Kekurangan fosfor mengakibatkan proses interaksi simbiotik antara tanaman dan Rhizobium terganggu. Fosfor selain digunakan untuk pertumbuhan tanaman juga digunakan dalam proses pembentukan dan perkembangan bintil akar serta sintesis adenosine triphosphate (ATP) yang berperan dalam pertukaran energi (Dashora 2011; Weisany et al. 2013).

Adenosine triphosphate (ATP) merupakan sumber energi yang diperlukan untuk fragmentasi dan reduksi nitrogen dari udara menjadi amonia. Adenosine triphosphate (ATP) di Rhizobia dihasilkan dari degradasi oksidatif glukosa yang diproduksi oleh tanaman inang selama fotosintesis dan dipindahkan ke bintil akar. Secara umum, untuk setiap gram nitrogen dari udara yang difiksasi oleh Rhizobium dibutuhkan 1-20 g karbon (C) yang diproduksi tanaman melalui fotosintesis (Dashora 2011).

METODE PENELITIAN

Penelitian terdiri atas 3 percobaan, yaitu Pengaruh Dosis Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan M. bracteata, Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Polybag serta Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Lapangan.

Percobaan I. Pengaruh Dosis Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan M. bracteata

Tempat dan Waktu

Percobaan dilakukan di Desa Sidodadi, Kelurahan Banaran, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Lokasi percobaan beriklim tropis dengan rata-rata curah hujan sekitar 2 000 mm/tahun dan berjenis tanah regosol kelabu (BPS Kabupaten Boyolali 2014). Analisis kadar nitrogen dan fosfor pada daun dan tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Percobaan berlangsung selama 7 bulan, mulai bulan November 2013 sampai Mei 2014.

Bahan dan Alat Percobaan

(24)

8

Bradyrhizobium japonicum dan Aeromonas punctata. B. japonicum adalah bakteri penambat nitrogen bebas dari udara dengan populasi 4.2 x 108 colony forming unit (cfu) per g bahan pembawa, sedangkan A. punctata adalah bakteri pelarut fosfat dan kalium dengan populasi 108 koloni/g bahan pembawa. Pupuk fosfor yang digunakan adalah Rock Phosphate (RP) yang mengandung 21.39% P2O5.

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain H2SO4 pekat, K2SO4,

CuSO4, H2O murni, Zn, NaOH pekat, asam borat, H2SO4 0.01 N, indikator metyl red,

larutan standar P, HCl 0.025 N, NH4F 0.03 N, amonium molybat dan SnCl2. Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain oven, gelas arloji, timbangan analitik, labu Kjeldahl, erlenmeyer, buret, pengaduk (stirer), labu destilasi, gelas ukur, kertas whatman, pipet dan spektrofotometer.

Metode Percobaan

Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok dengan faktor perlakuan tunggal. Perlakuan dosis pupuk fosfor diberikan dalam 5 taraf yaitu 0, 100, 200, 300, 400 g RP/tanaman. Dosis pupuk RP pada perlakuan setara dengan dosis 0, 50, 100, 150 dan 200 kg RP/ha dengan populasi M. bracteata 500 tanaman/ha. Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 15 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 10 tanaman sehingga untuk percobaan ini diperlukan 150 tanaman.

Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model rancangan acak kelompok sebagai berikut :

ij

ij = pengaruh acak dari kelompok ke-i dan perlakuan dosis pupuk P ke-j Apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata pada uji F taraf α 5%, maka dilakukan pengujian lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test

pada taraf α 5 % dan kontras polynomial orthogonal pada taraf α 5 %.

Pelaksanaan Percobaan

Media tanam yang digunakan merupakan campuran antara tanah dan pasir tanpa disterilisasi dengan perbandingan 1:1 (v/v). Tanah yang telah dicampur diambil kurang lebih 250 g kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan dikirim ke laboratorium untuk dilakukan analisis tanah lengkap. Hasil analisis tanah awal percobaan I disajikan pada Lampiran 1. Media tanam campuran tanah dan pasir kemudian dicampur dengan pupuk RP sesuai perlakuan.

(25)

9 tanaman sampel sebanyak 6 tanaman yaitu tanaman yang terletak pada baris 2, 3, 4, 7, 8 dan 9. Layout percobaan I dicantumkan pada Lampiran 2. Sulur utama M. bracteata dirambatkan pada tiang penyangga yang terbuat dari tali nilon. Pemeliharaan yang dilakukan meliputi pengendalian gulma dan penyiraman. Pemupukan NPK 15.15.15 dengan dosis 10 g/tanaman dilakukan pada umur 4 minggu setelah pindah tanam (MSP) ke polybag.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan meliputi : 1. Panjang sulur utama.

Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai pada saat tanaman berumur 4 MSP sampai dengan 14 MSP. Panjang sulur utama diukur dari daun kotiledon sampai dengan ujung sulur utama pada titik tumbuh tangkai daun dengan kriteria daun telah membuka sempurna.

2. Jumlah buku sulur utama

Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai saat tanaman berumur 4 MSP sampai dengan 14 MSP. Jumlah buku sulur utama dihitung dari daun kotiledon sampai dengan ujung sulur utama.

3. Pertambahan panjang sulur.

Pertambahan panjang sulur dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

panjang sulur utama minggu n – panjang sulur utama minggu (n-2) 4. Bobot basah dan bobot kering bintil akar.

Pengamatan dilakukan pada umur 24 MSP. Akar yang telah dipisahkan dari media tanah dicuci dengan air. Bintil akar dipisahkan dari akar kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot basah. Setelah ditimbang, bintil akar dikeringkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 70 o

C kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot kering (Kumaga et al. 2006).

5. Bobot basah dan bobot kering akar.

Pengamatan dilakukan pada umur 24 MSP. Akar yang telah dipisahkan dari media tanah dicuci dengan air. Akar dipisahkan dari bintil akar kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot basah. Setelah ditimbang akar dikeringkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 70 oC kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot kering (Kumaga et al. 2006).

6. Bobot basah dan bobot kering tajuk.

Pengamatan dilakukan pada umur 24 MSP. Tajuk dipotong pada batas 2 cm dari permukaan tanah. Tajuk kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot basah. Setelah ditimbang tajuk dikeringkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 70 oC, kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot kering (Kumaga et al. 2006).

7. Kadar N dan P daun.

(26)

10

Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Kadar N dan P tanah.

Analisis dilakukan pada umur 24 MSP. Analisis kadar N menggunakan metode Kjeldahl dan analisis kadar P menggunakan metode Bray. Analisis dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Percobaan II. Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Polybag

Tempat dan Waktu

Percobaan dilakukan di Desa Sidodadi, Kelurahan Banaran, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Lokasi percobaan beriklim tropis dengan rata-rata curah hujan sekitar 2 000 mm/tahun dan berjenis tanah regosol kelabu (BPS Kabupaten Boyolali 2014). Analisis kadar nitrogen pada daun dan tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Analisis aktivitas nitrogenase dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Percobaan berlangsung selama 7 bulan, mulai bulan Februari sampai Agustus 2014.

Bahan dan Alat Percobaan

Tanaman LCC yang digunakan yaitu M. bracteata yang berasal dari benih. Inokulan yang digunakan mengandung B. japonicum dan A. punctata. B. japonicum adalah bakteri penambat nitrogen bebas dari udara dengan populasi 4.2 x 108 cfu per g bahan pembawa, sedangkan A. punctata adalah bakteri pelarut fosfat dan kalium dengan populasi 108 koloni/g bahan pembawa. Pupuk fosfor yang digunakan adalah RP.

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain H2SO4 pekat, K2SO4,

CuSO4, H2O murni, Zn, NaOH pekat, asam borat, H2SO4 0.01 N dan gas asetilen. Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain oven, gelas arloji, timbangan analitik, labu Kjeldahl, erlenmeyer, buret, pengaduk (stirer), labu destilasi, tabung reaksi beserta sumbat karetnya (venoject tube), syringe dan kromatografi gas.

Metode Percobaan

Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok dengan dua faktor perlakuan. Faktor perlakuan pertama adalah waktu inokulasi yaitu di pembibitan pada umur bibit 2 minggu dan saat tanam di lapangan (polybag 50 cm x 50 cm) pada umur bibit 5 minggu. Faktor perlakuan ke-2 adalah dosis inokulan yang terdiri atas lima taraf dosis yaitu 0, 2, 4, 6 dan 8 g/tanaman. Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 30 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 10 tanaman sehingga untuk percobaan ini diperlukan 300 tanaman.

Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model rancangan acak kelompok sebagai berikut :

(27)

11

Keterangan:

i = 1, 2, 3 ; j = 1, 2 ; k = 1, 2, 3, 4, 5

Yijk = respon pengamatan pada unit percobaan kelompok ke-i yang mendapat perlakuan waktu inokulasi ke-j, dosis inokulan ke-k

μ = rataan umum

τi = pengaruh aditif dari kelompok ke-i

αj = pengaruh utama perlakuan waktu inokulasi ke-j

βk = pengaruh utama perlakuan dosis inokulan ke-k

(αβ)jk = pengaruh interaksi perlakuan waktu inokulasi ke-j, dosis inokulan ke-k

εijk = pengaruh acak dari kelompok ke-i, perlakuan waktu inokulasi ke-j, perlakuan dosis inokulan ke-k

Apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test pada taraf α 5 % dan kontras polynomial orthogonal pada taraf α 5 % untuk perlakuan dosis inokulan.

Pelaksanaan percobaan

Media tanam yang digunakan merupakan campuran antara tanah dan pasir tanpa disterilisasi dengan perbandingan 1:1 (v/v). Tanah yang telah dicampur diambil kurang lebih 250 g kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan dikirim ke laboratorium untuk dilakukan analisis tanah lengkap. Hasil analisis tanah awal percobaan II disajikan pada Lampiran 1. Media tanam kemudian dicampur dengan pupuk RP dengan dosis 100 g/polybag.

Benih M. bracteata disemaikan dalam polybag berukuran 5 cm x 15 cm. Penyulaman secara selektif dilakukan pada minggu pertama terhadap benih yang tidak tumbuh atau busuk. Pemberian inokulan di pembibitan pada umur bibit 2 minggu dilakukan dengan cara memasukkan inokulan sesuai dosis perlakuan ke dalam lubang yang jumlahnya 2 lubang per polybag. Pemberian inokulan pada umur bibit 5 minggu dilakukan dengan cara memasukkan inokulan sesuai dosis perlakuan ke dalam lubang tanam. Bibit-bibit yang sudah diberi perlakuan tersebut dipindahkan ke polybag berukuran 50 cm x 50 cm secara bersamaan pada umur bibit 5 minggu. Polybag disusun berjajar 10 baris dengan jarak 2.5 m x 1 m. Layout percobaan II dicantumkan pada Lampiran 3. Pemeliharaan yang dilakukan meliputi pengendalian gulma dan penyiraman.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan meliputi : 1. Panjang sulur utama.

Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah pindah tanam (MSP) sampai dengan 12 MSP. Panjang sulur utama diukur dari daun kotiledon sampai dengan ujung sulur pada titik tumbuh tangkai daun dengan kriteria daun telah membuka sempurna.

2. Jumlah buku sulur utama.

(28)

12

3. Jumlah cabang sulur.

Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai pada saat tanaman berumur 4 MSP sampai dengan 12 MSP. Cabang sulur merupakan sulur yang tumbuh selain dari sulur utama.

4. Total panjang cabang sulur.

Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai pada saat tanaman berumur 4 MSP sampai dengan 12 MSP. Total panjang cabang sulur merupakan penjumlahan dari semua sulur yang tumbuh selain sulur utama. Masing-masing cabang sulur diukur dari titik tumbuh cabang sulur pada ketiak daun sampai dengan ujung sulur pada titik tumbuh tangkai daun dengan kriteria daun telah membuka sempurna.

5. Total buku cabang sulur.

Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai pada saat tanaman berumur 4 MSP sampai dengan 12 MSP. Total buku cabang sulur merupakan penjumlahan dari semua buku cabang sulur yang tumbuh selain sulur utama. Masing-masing buku cabang sulur dihitung dari titik tumbuh cabang sulur pada ketiak daun sampai ujung sulur.

6. Rata-rata panjang sulur.

Rata-rata panjang sulur dihitung dengan membagi total panjang sulur (tidak termasuk sulur utama) dengan jumlah cabang sulur.

7. Rata-rata pertambahan panjang sulur.

Rata-rata pertambahan panjang sulur dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

8. Bobot basah dan bobot kering bintil akar.

Pengamatan dilakukan pada umur 7, 11, 13 MSP. Akar yang telah dipisahkan dari media tanah dicuci dengan air. Bintil akar dipisahkan dari akar kemudian dihitung jumlahnya. Bintil akar kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot basah. Setelah ditimbang, bintil akar dikeringkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 70 oC kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot kering (Kumaga et al. 2006).

9. Bobot basah dan bobot kering akar.

Pengamatan dilakukan pada umur 7, 11, 13 MSP. Akar yang telah dipisahkan dari media tanah dicuci dengan air. Akar dipisahkan dari bintil akar kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot basah. Setelah ditimbang akar dikeringkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 70 oC kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot kering (Kumaga et al. 2006).

10. Bobot basah dan bobot kering tajuk.

Pengamatan dilakukan pada umur 7, 11, 13 MSP. Tajuk dipotong pada batas 2 cm dari permukaan tanah. Tajuk kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot basah. Setelah ditimbang tajuk dikeringkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 70 oC kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot kering (Kumaga et al. 2006).

(29)

13 11. Kadar nitrogen daun.

Analisis dilakukan pada umur 7, 11, 13 MSP. Sampel daun yang digunakan adalah daun ke-4 yang dihitung dari daun yang telah membuka sempurna pada ujung sulur. Analisis kadar N menggunakan metode Kjeldahl. Analisis dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

12. Kadar nitrogen tanah.

Analisis dilakukan pada umur 7, 11, 13 MSP. Analisis kadar N menggunakan metode Kjeldahl. Analisis dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

13. Aktivitas Nitrogenase.

Analisis dilakukan pada umur 11, 13 MSP. Aktivitas nitrogenase diukur dengan metode Acethylene Reduction Assay (ARA). Bintil akar dipisahkan dari akar kemudian dicuci dan diambil 0.5-2 g sebagai sampel kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang diketahui volumenya dan ditutup rapat dengan karet. Selanjutnya, sebanyak 1 ml gas asetilen dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan menggunakan syringe. Tabung reaksi kemudian diinkubasi selama 1 jam. Sebanyak 1 ml udara yang terdapat dalam tabung reaksi yang telah diinkubasi diambil dengan syringe kemudian disuntikkan ke dalam injektor kromatografi gas. Analisis data dilakukan secara kuantitatif meliputi perhitungan laju reduksi asetilen menjadi laju fiksasi nitrogen melalui rumus sebagai berikut :

Laju reduksi asetilen menjadi etilen selama 1 jam (μmol ml-1 g-1 h-1) =

(Widiastuti, 2012). Selanjutnya untuk mendapatkan laju fiksasi nitrogen per tanaman, laju fiksasi nitrogen (μmol ml-1 g-1 h-1) dikalikan dengan bobot kering bintil akar tanaman.

Percobaan III. Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Lapangan

Tempat dan Waktu

(30)

14

dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Percobaan berlangsung selama 7 bulan, mulai bulan Februari sampai Agustus 2014.

Bahan dan Alat Percobaan

Tanaman LCC yang digunakan yaitu M. bracteata yang berasal dari benih. Inokulan yang digunakan mengandung B. japonicum dan A. punctata. B. japonicum adalah bakteri penambat nitrogen bebas dari udara dengan populasi 4.2 x 108 cfu per g bahan pembawa, sedangkan A. punctata adalah bakteri pelarut fosfat dan kalium dengan populasi 108 koloni/g bahan pembawa. Pupuk fosfor yang digunakan adalah RP.

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain H2SO4 pekat, K2SO4,

CuSO4, H2O murni, Zn, NaOH pekat, asam borat dan H2SO4 0.01 N. Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain oven, gelas arloji, timbangan analitik, labu Kjeldahl, erlenmeyer, buret, pengaduk (stirer), labu destilasi dan kuadran berukuran 1 m2.

Metode Percobaan

Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok dua faktor perlakuan. Faktor perlakuan pertama adalah waktu inokulasi yaitu di pembibitan pada umur bibit 2 minggu dan saat tanam di lapangan pada umur bibit 5 minggu. Faktor perlakuan ke-2 adalah dosis inokulan yang terdiri atas lima taraf dosis yaitu 0, 2, 4, 6 dan 8 g/tanaman. Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 30 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 4 tanaman sehingga untuk percobaan ini diperlukan 120 tanaman.

Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model rancangan acak kelompok sebagai berikut :

 

αβ jk εijk perlakuan waktu inokulasi ke-j, dosis inokulan ke-k

μ = rataan umum

τi = pengaruh aditif dari kelompok ke-i

αj = pengaruh utama perlakuan waktu inokulasi ke-j

βk = pengaruh utama perlakuan dosis inokulan ke-k

(αβ)jk = pengaruh interaksi perlakuan waktu inokulasi ke-j, dosis inokulan ke-k

εijk = pengaruh acak dari kelompok ke-i, perlakuan waktu inokulasi ke-j, perlakuan dosis inokulan ke-k

Apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test pada taraf α 5 % dan kontras polynomial orthogonal pada taraf α 5 % untuk perlakuan dosis inokulan.

Pelaksanaan Percobaan

(31)

15 dimasukkan ke dalam kantong plastik. Tanah yang telah diambil sebanyak 10 kantong plastik dituangkan ke dalam ember plastik kemudian diaduk rata. Sebanyak 250 g tanah diambil dari campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan dikirim ke laboratorium untuk dilakukan analisis tanah lengkap. Hasil analisis tanah awal percobaan III disajikan pada Lampiran 4.

Benih M. bracteata disemaikan dalam polybag berukuran 5 cm x 15 cm. Penyulaman secara selektif dilakukan pada minggu pertama terhadap benih yang tidak tumbuh atau busuk. Pemberian inokulan di pembibitan pada umur bibit 2 minggu dilakukan dengan cara memasukkan inokulan sesuai dosis perlakuan ke dalam 2 lubang yang jumlahnya 2 lubang per polybag. Pemberian saat umur bibit 5 minggu dilakukan dengan cara memasukkan inokulan sesuai dosis perlakuan ke dalam lubang tanam. Bibit-bibit yang sudah diberi perlakuan tersebut dipindahkan ke lapangan secara bersamaan pada umur bibit 5 minggu dengan jarak tanam 2.5 m x 1 m. Layout percobaan III ditunjukkan pada Lampiran 5. Pemupukan RP sebanyak 100 g/tanaman dilakukan saat tanam di lapangan dengan cara menaburkan pupuk pada lubang yang dibuat melingkari tanaman kemudian ditutup tanah. Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiangan gulma dan penyiraman.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan meliputi : 1. Panjang sulur utama.

Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah pindah tanam (MSP) sampai dengan 12 MSP. Panjang sulur utama diukur dari daun kotiledon sampai dengan ujung sulur pada titik tumbuh tangkai daun dengan kriteria daun telah membuka sempurna.

2. Jumlah buku sulur utama.

Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai pada saat tanaman berumur 2 MSP sampai dengan 12 MSP. Jumlah buku sulur utama dihitung dari daun kotiledon sampai dengan ujung sulur utama.

3. Jumlah cabang sulur.

Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai pada saat tanaman berumur 4 MSP sampai dengan 12 MSP. Cabang sulur merupakan sulur yang tumbuh selain dari sulur utama.

4. Total panjang cabang sulur.

Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai pada saat tanaman berumur 4 MSP sampai dengan 12 MSP. Total panjang cabang sulur merupakan penjumlahan dari semua sulur yang tumbuh selain sulur utama. Masing-masing cabang sulur diukur dari titik tumbuh cabang sulur pada ketiak daun sampai dengan ujung sulur pada titik tumbuhnya tangkai daun dengan kriteria daun telah membuka sempurna.

5. Total buku cabang sulur.

(32)

16

6. Rata-rata panjang sulur.

Rata-rata panjang sulur dihitung dengan membagi total panjang sulur (tidak termasuk sulur utama) dengan jumlah cabang sulur.

7. Rata-rata pertambahan panjang sulur.

Rata-rata pertambahan panjang sulur dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Pengamatan dilakukan pada umur 13 MSP. Pengukuran dilakukan sebanyak 1 titik per satuan percobaan menggunakan kuadran berukuran 1 m2.

9. Bobot basah dan bobot kering tajuk.

Pengamatan dilakukan pada umur 13 MSP. Tajuk dipotong pada batas 2 cm dari permukaan tanah. Tajuk kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot basah. Setelah ditimbang tajuk dikeringkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 70 oC kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot kering (Kumaga et al. 2006).

10. Kadar nitrogen daun.

Analisis dilakukan pada umur 13 MSP. Sampel daun yang digunakan adalah daun ke-4 yang dihitung dari daun yang telah membuka sempurna pada ujung sulur. Analisis kadar N menggunakan metode Kjeldahl. Analisis dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan I. Pengaruh Dosis Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan M. bracteata

Pengaruh Dosis Pupuk Fosfor

Dosis pupuk fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap panjang sulur utama, jumlah buku sulur utama dan pertambahan panjang sulur, bobot basah akar, bobot kering akar, kadar nitrogen daun, kadar fosfor daun, kadar nitrogen tanah dan kadar fosfor tanah. Dosis pupuk fosfor cenderung berpengaruh nyata (pada uji F taraf α 0.10) terhadap bobot basah bintil akar dan bobot basah tajuk, berpengaruh nyata terhadap bobot kering bintil akar dan bobot kering tajuk pada umur 24 MSP.

(33)

17

Pengaruh dosis pupuk fosfor terhadap bobot kering bintil akar dan tajuk pada umur 24 MSP dengan pola respon berbentuk kuadratik. Pola kuadratik yang terbentuk berdasarkan hubungan antara dosis pupuk fosfor dengan bobot kering bintil akar dan tajuk menunjukkan bahwa bobot kering bintil akar dan tajuk meningkat sampai dengan nilai optimum pada dosis masing-masing sebesar 181.82 dan 166.67 g RP/tanaman kemudian pola responnya menurun (Gambar 4). Tabel 1. Pertumbuhan vegetatif M. bracteata pada berbagai dosis pupuk fosfor

Dosis pupuk

Tabel 2. Bobot akar, tajuk dan bintil akar M. bracteata pada berbagai dosis pupuk fosfor pada umur 24 bulan

Dosis pupuk

pada peubah yang sama berturut-turut tidak berbeda nyata pada

uji DMRT dengan α 5% dan 10%

(34)

18

Pemberian fosfor sampai dengan dosis 181.82 g RP/tanamanmeningkatkan kemampuan bintil akar untuk berkompetisi dalam menggunakan fosfor dengan organ pengguna fosfor lainnya seperti akar dan pucuk. Menurut Bashir et al. (2011) bintil akar merupakan organ pengguna hara P yang kuat. Menurut Chen et al. (2011) kadar hara P yang rendah menghambat pertumbuhan bintil akar kedelai yang ditunjukkan dengan pengurangan jumlah dan berat bintil akar serta penurunan aktivitas nitrogenase. Menurut Weisany et al. (2013) tanaman yang memiliki kemampuan memfiksasi nitrogen membutuhkan hara P yang lebih banyak yang digunakan untuk perkembangan bintil akar, signal transduction dan pembentukan P-lipids di bacterioids.

Pola respon bobot kering bintil akar dan tajuk menurun dari dosis masing-masing 181.82 dan 166.67 g RP/tanaman sampai dengan dosis 400 g RP/tanaman (Gambar 4). Hal ini diduga berkaitan dengan filosofi tingkat kecukupan hara (nutrient sufficiency level) dan adanya fiksasi P dalam tanah.

Menurut Sahrawat (2006) kecukupan hara merupakan jumlah hara yang diberikan pada kisaran nilai antara defisiensi dan kelebihan atau keracunan. Penurunan produksi dan gejala kekurangan hara tidak akan terjadi pada tanaman yang berada pada kondisi kecukupan hara. Tanaman yang berada pada kondisi kecukupan hara juga tidak akan memberikan respon terhadap penambahan hara.

Gambar 4. Pola respon : (A) bobot kering bintil akar dan (B) bobot kering tajuk M. bracteata terhadap berbagai dosis pupuk fosfor pada umur 24 MSP

Tabel 3. Kadar N tanah dan daun serta kadar P tanah dan daun M. bracteata pada berbagai dosis pupuk fosfor pada umur 24 MSP

Dosis pupuk fosfor

Kadar N tanah

Kadar N daun

Kadar P tanah

Kadar P daun

(gRP/tanaman) (%) (%) (ppm) (ppm)

0 0.14 1.17 54.46 1.85

100 0.13 1.33 56.15 1.80

200 0.14 4.00 50.34 1.75

300 0.14 3.02 51.19 2.10

(35)

19 Menurut Chatterjee et al. (2014) adanya fiksasi P mengakibatkan pemberian P dalam dosis yang tinggi ke dalam tanah tidak berdampak terhadap peningkatan hasil karena P difiksasi dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini didukung dengan data bahwa pemberian pupuk P dalam bentuk RP sampai dengan dosis 400 g/tanaman tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap hasil analisis kadar P tanah pada akhir percobaan (Tabel 3). Menurut Devi et al. (2012) adanya fiksasi P di dalam tanah diduga mengakibatkan nilai agronomic efficiency of phosphorus (APUE) dan phosphorus use efficiency pada dosis 80 kg P2O5/ha lebih rendah dibandingkan dengan dosis 60 kg P2O5/ha.

Penentuan Dosis Optimum

Penyusunan kebutuhan pupuk dapat menggunakan kurva respon umum tanaman (generalized curve) (Amisnaipa et al. 2009). Kebutuhan pupuk ditentukan oleh dosis optimum yang dibutuhkan untuk mencapai hasil maksimum. Berdasarkan persamaan kurva respon bobot kering bintil akar dan bobot kering tajuk pada umur 24 MSP (Tabel 4), diperoleh dosis optimum fosfor sebesar 174.24 g RP/tanaman.

Percobaan II. Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Polybag

Pengaruh Waktu Inokulasi

Waktu inokulasi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang sulur utama, jumlah buku sulur utama, jumlah cabang sulur, total panjang cabang sulur, total buku cabang sulur, rata-rata pertambahan panjang sulur dan rata-rata panjang sulur. Waktu inokulasi juga tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah bintil akar pada umur 7 MSP, bobot kering bintil akar, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar, kadar nitrogen daun dan kadar nitrogen tanah pada umur 7, 11, 13 MSP serta aktivitas nitrogenase pada umur 11, 13 MSP.

Waktu inokulasi cenderung berpengaruh nyata (pada uji F taraf α 0.10) terhadap total panjang cabang sulur pada umur 4 MSP, berpengaruh nyata terhadap rata-rata panjang sulur pada umur 4 MSP dan bobot basah bintil akar pada umur 11, 13 MSP. Pengaruh waktu inokulasi terhadap pertumbuhan vegetatif M. bracteata dicantumkan dalam Tabel 5. Pengaruh waktu inokulasi terhadap peubah-peubah yang diamati secara destruktif tercantum pada Tabel 6.

Tabel 4. Dosis optimum fosfor pada M. bracteata berdasarkan peubah bobot kering bintil akar dan bobot kering tajuk pada umur 24 MSP

Peubah Fungsi Dosis optimum

pupuk fosfor (g RP/tanaman) Bobot kering bintil akar Y = - 0.000044x2 + 0.016x + 1.25 181.82 Bobot kering tajuk Y = - 0.0009x2 + 0.3x + 69.4 166.67

(36)

20

Waktu inokulasi saat tanam pada umur bibit 5 minggu memberikan hasil lebih baik pada peubah rata-rata panjang sulur pada umur 4 MSP serta bobot basah bintil akar pada umur 11 dan 13 MSP (Tabel 5 dan 6) . Hal ini diduga berkaitan dengan pertumbuhan perakaran pada bibit berumur 5 minggu diperkirakan lebih banyak dibandingkan dengan bibit berumur 2 minggu sehingga peluang terjadinya proses simbiosis pada umur bibit 5 minggu lebih besar.

Menurut Waluyo et al. (2004) akar yang memiliki banyak cabang menyediakan lebih banyak daerah infeksi potensial bagi Rhizobia. Menurut Ferguson et al. (2010) ujung rambut akar yang baru tumbuh merupakan target infeksi utama bagi Rhizobium.

Tabel 5. Pertumbuhan vegetatif M. bracteata pada berbagai waktu inokulasi

Waktu Inokulasi Umur (MSP)

2 4 6 8 10 12

Panjang sulur utama (cm)

Umur bibit 2 minggu 33.58 74.81 80.11 80.41 80.41 81.90

Umur bibit 5 minggu 34.60 73.09 76.47 76.97 76.98 79.19

Jumlah buku sulur utama (buah)

Umur bibit 2 minggu 5.54 7.90 8.38 8.43 8.43 8.54

Umur bibit 5 minggu 5.71 7.54 8.03 8.07 8.08 8.20

Jumlah cabang sulur (buah)

Umur bibit 2 minggu 2.35 4.23 9.07 15.10 26.97

Umur bibit 5 minggu 2.12 4.02 8.73 14.83 26.82

Total panjang cabang sulur (cm)

Umur bibit 2 minggu 46.35 B 275.94 826.57 1992.30 4324.30

Umur bibit 5 minggu 59.10 A 267.01 794.59 1886.30 4265.80

Total buku cabang sulur (buah)

Umur bibit 2 minggu 5.47 19.00 49.37 96.64 194.04

Umur bibit 5 minggu 6.01 19.27 48.21 92.88 184.29

Rata-rata pertambahan panjang sulur (cm)

Umur bibit 2 minggu 54.77 59.25 74.91 86.73

Umur bibit 5 minggu 52.19 60.07 70.77 88.37

Rata-rata panjang sulur (cm)

Umur bibit 2 minggu 18.92 b 64.76 88.87 128.22 159.36

Umur bibit 5 minggu 27.66 a 66.25 90.55 123.82 158.01

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil dan huruf kapital yang sama pada kolom dengan peubah yang sama berturut-turut tidak berbeda

(37)

21

Pengaruh Dosis Inokulan

Dosis inokulan tidak berpengaruh nyata terhadap panjang sulur utama, jumlah buku sulur utama, jumlah cabang sulur, total panjang cabang sulur, total

Tabel 6. Bobot bintil akar, bobot tajuk, bobot akar, kadar N daun, kadar N tanah dan aktivitas nitrogenase M. bracteata pada berbagai waktu inokulasi

Waktu inokulasi

Umur (MSP)

7 11 13

Bobot basah bintil akar (g)

Umur bibit 2 minggu 5.47 12.15 b 9.39 b

Umur bibit 5 minggu 4.84 14.01 a 12.54 a

Bobot kering bintil akar (g)

Umur bibit 2 minggu 0.60 1.97 1.38

Umur bibit 5 minggu 0.59 2.05 1.43

Bobot basah tajuk (g)

Umur bibit 2 minggu 60.94 349.79 629.60

Umur bibit 5 minggu 63.81 382.02 824.60

Bobot kering tajuk (g)

Umur bibit 2 minggu 25.81 86.66 141.96

Umur bibit 5 minggu 25.58 87.16 153.13

Bobot basah akar (g)

Umur bibit 2 minggu 15.93 19.45 21.32

Umur bibit 5 minggu 15.67 17.64 19.87

Bobot kering akar (g)

Umur bibit 2 minggu 2.23 4.16 6.95

Umur bibit 5 minggu 2.09 4.22 5.97

Kadar nitrogen daun (%)

Umur bibit 2 minggu 4.34 4.04 2.74

Umur bibit 5 minggu 4.32 4.02 2.88

Kadar nitrogen tanah (%)

Umur bibit 2 minggu 0.09 0.29 0.09

Umur bibit 5 minggu 0.09 0.40 0.07

Aktivitas nitrogenase (nmol ml-1 g-1 h-1)

Umur bibit 2 minggu 26.74 7.21

Umur bibit 5 minggu 34.52 8.05

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dengan peubah yang sama tidak berbeda nyata pada uji F

(38)

22

buku cabang sulur, rata-rata pertambahan panjang sulur dan rata-rata panjang sulur. Dosis inokulan juga tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering bintil akar, bobot basah tajuk dan kadar nitrogen tanah pada umur 7, 13 MSP, bobot kering tajuk dan kadar nitrogen daun pada umur 7 MSP, bobot basah dan bobot kering akar pada umur 7, 11, 13 MSP serta aktivitas nitrogenase pada umur 11, 13 MSP.

Dosis inokulan cenderung berpengaruh nyata (pada uji F taraf α 0.10) terhadap panjang sulur utama pada umur 2 MSP, rata-rata panjang sulur pada umur 10 MSP, bobot basah bintil akar pada umur 7 MSP dan kadar nitrogen tanah pada umur 11 MSP. Dosis inokulan berpengaruh nyata terhadap rata-rata pertambahan panjang sulur pada umur 10 MSP, bobot basah bintil akar, bobot kering tajuk dan kadar nitrogen daun pada umur 11, 13 MSP serta bobot kering bintil akar dan bobot basah tajuk pada umur 11 MSP.

Pengaruh dosis inokulan terhadap pertumbuhan vegetatif M. bracteata tercantum pada Tabel 7. Pengaruh dosis inokulan terhadap peubah-peubah yang diamati secara destruktif tercantum pada Tabel 8 dan 9, dengan pola respon untuk rata-rata pertambahan panjang sulur, bobot bintil akar, bobot tajuk dan kadar nitrogen daun tercantum pada Gambar 5, 6, 8 dan 9.

Pengaruh dosis inokulan terhadap rata-rata pertambahan panjang sulur pada umur 10 MSP membentuk pola respon berbentuk linier (Gambar 5). Pola linier yang terbentuk berdasarkan hubungan antara dosis inokulan dengan rata-rata pertambahan panjang sulur menunjukkan bahwa sampai dengan dosis 8 g inokulan/tanaman rata-rata panjang sulur masih meningkat. Hal ini diduga berkaitan dengan kemampuan Rhizobium memfiksasi nitrogen sehingga bermanfaat dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman. Menurut Iqbal et al. (2012) inokulasi Rhizobium leguminosarum dengan populasi 107-108 cfu/ml pada benih melalui metode seed coating meningkatkan tinggi tanaman Lens culinaris Medik. sebesar 18.7 % dibandingkan kontrol pada saat pembungaan.

y = 2.361x + 63.39

(39)

23 Tabel 7. Pertumbuhan vegetatif M. bracteata pada berbagai dosis inokulan

Dosis inokulan Umur (MSP)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil dan huruf kapital yang sama

pada kolom dengan peubah yang sama berturut-turut tidak berbeda

(40)

24

(41)

25

Pengaruh dosis inokulan terhadap bobot basah bintil akar pada umur 11 MSP, bobot basah bintil akar pada umur 13 MSP dan bobot kering bintil akar pada umur 11 MSP masing-masing membentuk pola respon linier, kubik dan kuadratik (Gambar 6). Perbedaan pola respon antara bobot basah dan bobot kering bintil akar diduga berkaitan dengan pencucian yang dilakukan pada bintil akar sebagai salah satu tahap persiapan analisis aktivitas nitrogenase. Bintil akar yang telah diukur aktivitas nitrogenasenya kemudian dikeringkan menggunakan oven selama 72 jam pada suhu 70 oC sehingga diperoleh bobot kering yang relatif stabil (Kumaga et al. 2006).

Pola kuadratik yang terbentuk berdasarkan hubungan antara dosis inokulan dan bobot kering bintil akar menunjukkan bahwa bobot kering bintil akar meningkat sampai dengan dosis optimum 5.59 g inokulan/tanaman kemudian bobot kering bintil akar menurun (Gambar 6). Hal ini diduga berkaitan dengan kapasitas populasi Rhizobium dalam rizosfir yang terbatas.

Tabel 9. Kadar nitrogen daun, kadar nitrogen tanah dan aktivitas nitrogenase M. bracteata pada berbagai dosis inokulan

Dosis inokulan Umur (MSP)

(g/tanaman) 7 11 13

Kadar nitrogen daun (%)

0 4.36 4.00 ab 3.00 ab

2 4.28 4.00 ab 2.54 b

4 4.34 3.46 b 2.59 b

6 4.51 4.24 a 2.69 b

8 4.16 4.45 a 3.24 a

Kadar nitrogen tanah (%)

0 0.09 0.24 B 0.08

2 0.09 0.41 AB 0.07

4 0.09 0.17 B 0.10

6 0.10 0.55 A 0.07

8 0.09 0.36 AB 0.08

Aktivitas nitrogenase (nmol ml-1 g-1 h-1)

0 18.65 10.80

2 31.21 4.08

4 38.23 8.79

6 43.19 9.26

8 21.87 5.24

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil dan huruf kapital yang sama

pada kolom dengan peubah yang sama berturut-turut tidak berbeda

(42)

26

Menurut Wolfenden (1982) rizosfir memiliki kapasitas populasi yang terbatas bagi Rhizobium. Populasi Rhizobium japonicum strains CB 1809 dan USDA 110 serta Rhizobium leguminosarum strains Hawaii 5-0 dan Nitragin 92A3 di rizosfir tidak pernah melebihi 2-3 x 107 sel/g tanah walaupun tanah ditanami oleh satu jenis tanaman terus menerus. Menurut Widyati (2013) akar muda pada daerah rambut akar menyediakan nutrisi sebagai sumber makanan bagi bakteri, apabila sumber makanan tidak mencukupi maka terjadi kematian atau lisis pada bakteri. Menurut Mulyadi (2012) pemberian inokulan pada benih kedelai dengan dosis 5 g/kg benih dapat meningkatkan bobot kering bintil akar, sedangkan pemberian inokulan dengan dosis 10 g/kg benih menurunkan bobot kering bintil akar bila dibandingkan dengan kontrol.

Rata-rata bobot kering bintil akar M. bracteata pada umur 13 MSP menurun sebesar 60% dibandingkan dengan umur 11 MSP (Gambar 7). Hal ini diduga berkaitan dengan masa aktif bintil akar.

y = 0,547x + 10,88 bintil akar M. bracteata terhadap berbagai dosis inokulan

0 1 2 3

Umur bibit 2 minggu Umur bibit 5 minggu

B

(43)

27 Masa aktif bintil akar sangat singkat dimulai dari tahap simbiosis sampai bintil akar mengalami senesen walaupun dalam kondisi lingkungan tumbuh yang optimal (Heerden et al. 2007). Bintil akar Mucuna pruriens var. Utilis belum terbentuk pada umur 40 hari setelah penanaman (HSP). Awal nodulasi dimulai pada umur 80 HSP dan inokulasi terekspresi pada umur 80–120 HSP (Kumaga et al. 2006). Jumlah bintil akar Phaseolus vulgaris L. kultivar Bayomex yang diinokulasi menggunakan Rhizobium etli strain CE-3 (105 rhizobia/ml) mengalami penurunan pada umur 8 minggu setelah inokulasi (MSI) dan meningkat kembali pada umur 10 MSI (Luqueno et al. 2008a; Luqueno et al. 2008b).

Pengaruh dosis inokulan terhadap bobot basah tajuk pada umur 11 MSP dan bobot kering tajuk pada umur 11, 13 MSP membentuk pola respon kubik (Gambar 8). Pola kubik yang terbentuk berdasarkan hubungan antara dosis inokulan dengan bobot kering tajuk pada umur 11 dan 13 MSP menunjukkan bahwa bobot kering tajuk menurun sampai dengan nilai minimum pada dosis inokulan masing-masing sebesar 2.21 dan 1.84 g/tanaman kemudian meningkat dan mencapai optimum pada dosis masing-masing sebesar 7.31 dan 6.39 g/tanaman. Hal ini diduga berkaitan dengan adanya kompetisi antara Rhizobium indigenous dalam tanah dengan Rhizobium dari inokulan yang ditambahkan ke dalam media tanam.

Inokulasi Rhizobium ke dalam tanah akan membentuk bintil akar bila Rhizobium tersebut mampu bersaing dengan Rhizobium indigenous tanah dan mampu bersimbiosis dengan tanaman inangnya (Babalola dan Glick 2012). Keberadaan Rhizobium indigenous dalam tanah belum tentu merupakan Rhizobium yang efektif dalam menambat nitrogen dari atmosfer, tetapi Rhizobium tersebut ada yang berhasil berkompetisi dengan inokulan dalam menginfeksi akar (Purwantari 2008). Apabila Rhizobium indigenous dalam tanah berhasil berkompetisi dengan inokulan yang ditambahkan ke dalam tanah maka inokulasi dengan inokulan yang efektif belum tentu memberikan respon positif pada tanaman. Kondisi tersebut dapat diatasi dengan pemberian inokulan yang efektif

y = -4.239x3+ 55.6x2- 171.5x + 396.0

Gambar

Gambar 1.  Model struktur bintil akar pada akar tanaman kedelai (Ohyama
Gambar 2.  Diagram perkembangan bintil akar (Kinkema et al. 2006)
Gambar 3.  Metabolisme dan transport nitrogen di bintil akar dan akar kedelai
Tabel 2.  Bobot akar, tajuk dan bintil akar M. bracteata pada berbagai dosis
+7

Referensi

Dokumen terkait

studi lanjutan pemanfaatan abu terbang yang terkait dengan sifat-sifat fisik perlu diselidiki lagi ka- rena sifat-sifat fisik akan berubah tergantung sebaran jarak abu Gunung

Prinsip ini dibedakan pada jenis dan tingkatan berdasarkan pembagian golongan masyarakat kolonial yaitu, golongan Eropa, golongan Timur Asing (Cina dan Arab),

Pada tahap define dihasilkan rancangan eksperimen analisis kafein mulai dari penentuan bahan baku minuman yang mengandung kafein, analisis secara kualitatif dengan

Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini peneliti mencoba menganalisis variabel harga, strategi promosi dan citra perusahaan yang menjadi pertimbangan

Setelah semua proses dilakukan di papan FPGA, proses selanjutnya adalah mengirim data dari unit pengolahan (FPGA) ke cloud server. FPGA memiliki keunggulan dalam mengontrol

Berbeza dengan perkhidmatan kepeguaman, fi yang dikenakan oleh ARB dalam mentadbir dan menguruskan harta pusaka ringkas secara berwasiat dan tidak berwasiat adalah lebih murah.

Berdasarkan hasil temuan penelitian ini diharapkan agar pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Maoutong dapat mempertimbangkan pemanfaatan media sms reminder dalam

untuk menjadikan Perseroan sebagai basis produksi untuk pasar luar negeri Selain melakukan investasi mesin SMT untuk meningkatkan TKDN, Perseroan juga senantiasa mengajak para