• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRES DAN TANTANGAN IMPLEMENTASI SISTEM TELEHEALTH BERBASIS FPGA UNTUK MENINGKATKAN PELAYANAN KESEHATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRES DAN TANTANGAN IMPLEMENTASI SISTEM TELEHEALTH BERBASIS FPGA UNTUK MENINGKATKAN PELAYANAN KESEHATAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRES DAN TANTANGAN IMPLEMENTASI SISTEM

TELEHEALTH BERBASIS FPGA UNTUK MENINGKATKAN

PELAYANAN KESEHATAN

Wisnu Jatmiko

1)

, Machmud R Alhamidi

1)

, Dewa Made Sri Arsa

1)

,

Grafika Jati

1)

, Yulistiyan Wardhana

1)

1)

Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia

Kampus UI Depok, Indonesia 16424

email

: wisnuj@cs.ui.ac.id

ABSTRACT

Dewasa ini, kesehatan menjadi salah satu target implementasi kemajuan teknologi. Industri dan unit pelayanan kesehatan melakukan penelitian untuk meningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Di Indonesia, kualitas pelayanan kesehatan masih rendah dikarenakan masih banyaknya area pedesaan dengan infrastruktur yang minim. Solusi untuk mengatasi tantangan tersebut ialah dengan membangun sebuah sistem kesehatan yang hemat energi dalam infrastruktur minimum dengan biaya yang relatif rendah. Penelitian ini mengusulkan sebuah desain dan implementasi sistem Telehealth khususnya sistem Tele-Electrokardiography (Tele-EKG).

Tele-EKG yang dikembangkan menggunakan Field Programmable Gate Array (FPGA) sebagai unit pengolah utama. Penggunaan FPGA board Xilinx SPARTAN 3AN-XC3S700AN dapat mengurangi sumber daya komputasi yang digunakan. Perkembangan terbaru dari penelitian ini ialah pengembangan algoritma Fuzzy Neuro Generalized Learning Vector Quantization (FNGLVQ) pada FPGA. Algoritma tersebut digunakan untuk mengklasifikasi beberapa penyakit jantung. Penelitian yang dilakukan memperlihatkan adanya peningkatan dalam akurasi dan efisiensi. Lebih jauh lagi, komponen utama lain seperti sensor EKG, pemrosesan, pengamanan, dan kompresi akan didesain menggunakan FPGA. Hingga saat ini, penelitian bidang kesehatan terutama pengembangan Tele-EKG berbasis FPGA masih sangat berpeluang dan terbuka.

Key words

Tele-EKG, Arsitekture, Field Programmable Gate Array, Generalized Learning Vector Quantization

1. Pendahuluan

Beberapa tahun terakhir, teknologi tumbuh secara signifikan ke tingkat yang lebih tinggi. Industri perlu memperbarui teknologi mereka ke teknologi terbaru yang dapat memberikan kinerja, efisiensi, dan biaya yang lebih baik (Kohn, Corrigan, & Donaldson, 2000; Muhammad, Rahman, Alelaiwi, & Alamri, 2017; Sujan et al., 2017) . Hal ini juga terjadi dalam industri kesehatan. Perawatan medis membutuhkan teknologi pengukuran yang cepat dan akurat. Sistem tertanam menjadi salah satu solusi untuk masalah ini (Ghasemzadeh, Ostadabbas, Guenterberg, & Pantelopoulos, 2013). Kinerja dan efisiensi menjadi salah satu faktor untuk menentukan perangkat sistem tertanam. Setiap perangkat memiliki spesifikasi yang berbeda dari yang lain. Field Programmable Gate Array (FPGA) adalah salah satu perangkat tertanam yang paling kuat (Cervero et al., 2015).

Salah satu penyakit yang paling membutuhkan perawatan kesehatan adalah penyakit kardiovaskular. Lebih dari 17,5 juta jiwa meninggal setiap tahun karena mengidap penyakit kardiovaskular (WHO, 2016). Sekitar 31% dari semua kematian di dunia disebabkan karena penyakit kardiovaskular. Khusus di Indonesia, WHO mencatat bahwa 37% dari total kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskular (WHO, 2014). Salah satu penyebab banyaknya kematian ini adalah minimnya tenaga medis yang tersebar di seluruh wilayah. Jadi, penulis mengusulkan sistem telehealth sebagai solusi awal, terutama sistem Tele-EKG untuk penyakit kardiovaskular.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk merancang dan mengembangkan sistem telehealth (Arshak, Jafer, & Ibala, 2007; de Carvalho, Moreno, Pimenta, Crepaldi, & Cintra, 2013; Gonzlez, Bernab, Mozos, & Plaza, 2016; Krieg et al. , 2011; J. Wang, Qiu, & Guo, 2017). Krieg melakukan penelitian mengenai pemantauan kesehatan. Mereka menggunakan Field Programmable Gate Array

(2)

(FPGA) untuk mengembangkan mekanisme deteksi tingkat penuaan suatu perangkat dengan menggunakan teknik emulasi tenaga. Kemudian, (Arshak et al., 2007) mengemukakan sistem sensor nirkabel untuk pemantauan kesehatan. Mereka menggunakan FPGA untuk komunikasi serial. Selanjutnya, (de Carvalho et al., 2013) memasukkan metode pembelajaran mesin ke FPGA untuk menengenali penyakit jantung. Mereka menerapkan algoritma fuzzycluster. Selain itu, (J. Wang et al., 2017) telah meneliti data berbasis cloud untuk sistem Telehealth. Mereka mengusulkan model bandwidth berbasis probabilitas. Tujuannya adalah untuk menyediakan alokasi node untuk komputasi yang memiliki kinerja tinggi. Selanjutnya, (Alawad & Lin, 2016; C. Wang et al., 2017) menyampaikan laporan penggunaan FPGA untuk klasifikasi. (Papadonikolakis & Bouganis, 2012) menggunakan FPGA untuk mempercepat komputasi algoritma Support Vector Machine (SVM). Groleat, Arzel, & Vaton, 2014, juga menggunakan FPGA untuk implementasi SVM pada aplikasi real-time. (Dundar, Jin, Martini, & Culurciello, 2017) mengusulkan penerapan klasifikasi citra pada FPGA. Metode pembelajaran yang paling populer saat ini, DeepLearning, juga telah dirancang untuk dapat berjalan pada arsitektur FPGA (Alawad & Lin, 2016; Dundar et al., 2017; C. Wang et al., 2017).

Sistem Telehealth harus memiliki kemampuan diagnosis dini. Sistem tersebut harus berbiaya dan berdaya rendah sehingga dapat dijalankan pada infrastruktur yang minimum. Penulis melakukan penelitian mengenai metode berbasis jaringan syaraf tiruan berbasis kuantisasi vektor. Kemudian, penulis mengimplementasikan metode penulis pada perangkat sistem tertanam seperti Beagleboard. Penelitian menggunakan FPGA dilakukan untuk mempercepat proses pelatihan dan pengujian setiap algoritma. Penggunaan FPGA akan kebutuhan sumber daya serta menambah kecepatan komputasi. Penulis mengembangkan Fuzzy Neuro Generalized Learning Vector Quantization (FNGLVQ) (Eka S., Fajar, Iqbal T., Jatmiko, & Md Agus, 2012), FNGLVQ-Pi (Daniel, Ma'sum, Jati, & Jatmiko, 2015), Adaptif Fuzzy Neuro Generalized Learning Vector Quantization (AFNGLVQ) (Afif, Wardhana, & Jatmiko, 2016), dan GLVQ dengan optimasi PSO (Wardhana, Jatmiko, & Rachmadi, 2016). Penulis membandingkan kinerja implementasi pada highlevel dengan implementasi pada lowlevel.

Selanjutnya makalah ini akan berisi penjelasan mengenai arsitektur sistem Tele-ECG yang penulis usulkan pada bagian 2. Pada bagian 3, penulis menyajikan metode berbasis jaringan syaraf tiruan yang digunakan untuk menganalisis data medis. Pada bagian 4, penulis menjelaskan sistem Tele-EKG berbasis FPGA yang diusulkan beserta tantangannya. Tren FPGA pada masa mendatang akan dijelaskan pada bagian 5. Kemudian,

makalah akan ditutup dengan kesimpulan pada bagian terakhir.

2. Arsitektur Sistem Telehealth

Sistem Tele-ECG terbagi menjadi dua sisi yaitu sisi pengguna dan sisi server. Sisi pengguna ialah pasien dan dokter sedangkan sisi server ialah infrastruktur server. Pada sisi pengguna akan terjadi beberapa proses seperti akuisisi data EKG, analisis data, dan kompresi. Proses ini berjalan di perangkat sensor dan smartphone, yang dikembangkan pada karya sebelumnya oleh (Muhammad Anwar Ma'sum, Elly Matul Imah, 2014). Sensor EKG ini terdiri dari probe, INA118 Electrocardiograph Integrated Circuit (ECG-IC), konverter analog-ke-digital (ADC), IC penguat, dan mikrokontroler. Sensor memperoleh data jantung dari tubuh pasien. Proses akuisisi dimulai dengan memperkuat sinyal detak jantung dari semula 0-5 mV menjadi 0,5 V. Setelah itu, ADC akan mengkonversi sinyal analog menjadi sinyal digital. Oleh karena itu, sinyal digital berkisar antara 0 sampai 255. Selanjutnya, sinyal digital dikirim ke smartphone pasien melalui jaringan Bluetooth.

Pasien dapat mengamati detak jantung mereka yang divisualisasikan pada smartphone. Selanjutnya pasien akan mendapatkan informasi tentang kondisi detak jantung mereka. Sistem Tele-EKG dilengkapi dengan algoritma diagnosis EKG otomatis. Sistem ini mengklasifikasikan detak jantung apakah pasien tersebut sehat atau tidak. Selain itu, beberapa algoritma klasifikasi telah diimplementasikan untuk mendeteksi kelainan jantung. Algoritma ini dapat mengklasifikasikan beberapa jenis penyakit Aritmia seperti Kontraksi Prematur Atrial, Kontraksi Ventrikel Prematur (PVC), AtrialFibrillation, AtrialFlutter, ParoxysmalSupraventricularTachycardia (PSVT), AccessoryPathwayTachycardias, dll. (Imah, Jatmiko, & Basaruddin, 2013 ) mengusulkan Adaptive Multilayer Generalized Learning Vector Quantization (AMGLVQ) untuk prediktor otomatis. Metode ini memperoleh akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan metode berbasis jaringan syaraf tiruan lain seperti LVQ, GLVQ, Backpropagation, dan SVM.

Pada sistem Telehealth terdapat beberapa langkah pada tahap preprocessing diantaranya Base Wandering Removal (BWR), beat segmentation, beat normalization, dan transformasi wavelet. BWR menggunakan interpolasi kubik nonlinier untuk mengurangi noise sinyal EKG. Beat Segmentation menggunakan algoritma deteksi R-R untuk membagi sinyal menjadi sejumlah beat / detak jantung. Setiap detak jantung akan dinormalisasi dalam kisaran -1 sampai 1. Kemudian proses terakhir dalam tahap preprocessing adalah mengurangi dimensi data menggunakan transformasi wavelet. (W. Jatmiko et al.,

(3)

2016) mentransformasi 4 derajat wavelet menggunakan 4 kernel Daubechies, yang mirip dengan sinyal EKG.

Selanjutnya, smartphone akan menyimpan dan mengirim data pasien ke server. Dokter akan menerima data sinyal EKG bersamaan dengan diagnosis sinyal. Dokter kemudian akan memverifikasi hasil diagnosis sistem. Dokter dapat memberikan diagnosis dan analisis mereka tentang sinyal pasien. Mereka bisa memberi saran kepada pasien melalui sistem Tele-EKG.

Sistem Tele-EKG mengumpulkan banyak data EKG dari pasien. Data akan disimpan di server sebelum dikirim ke dokter. (Jati, Aprinaldi, Isa, & Jatmiko, 2016) mengatakan bahwa seorang pasien dapat menghasilkan data EKG 396 Mbytes per hari dalam pemeriksaan EKG standar. Data ini berasal dari 12 EKG lead dengan tingkat sampling 256 HZ dan resolusi data 11 bit / sampel. Perangkat pada sisi pasien akan memproses sejumlah data. dan mengirimkan data ke server (cloud environment). Kompresi memiliki peran penting dalam mempercepat transfer data dan menghemat lebih banyak ruang penyimpanan. Hal ini bisa meningkatkan keseluruhan kinerja sistem tele-EKG. Isa dkk. (Isa, Jatmiko, & Arymurthy, 2014) mengusulkan algoritma kompresi SPIHT 2D dan 3D untuk dataset EKG. Metode kompresi memperoleh rasio kompresi hingga 24% dengan Persen-Root-mean-square-Difference (PRD) 3,46. Metode kompresi ini lebih baik daripada metode kompresi lainnya terutama untuk data EKG atau data kesehatan. Metode kompresi yang dikembangkan Sani dkk. harus dapat diimplementasikan pada perangkat real untuk tele-EKG. Perkembangan terbaru (Jati, Ma, & Jatmiko, 2015) telah menerapkan algoritma kompresi SPIHT 2D pada perangkat sistem tertanam, Beagleboard. Implementasi perangkat sistem tertanam tersebut memperoleh hasil yang sama dengan implementasi pada highlevel. Namun, sistem Tele-EKG perlu didesain dan dibangun di perangkat yang lebih kuat seperti FPGA. Proses perolehan, pengolahan, klasifikasi, hingga kompresi akan berjalan pada satu chip berbasis FPGA.

Gambar 1. Arsitektur Telehealth saat ini

3. Implementasi Algoritma Klasifikasi data

EKG menggunakan FPGA

Untuk menganalisis data Tele-ECG, khususnya data EKG, penulis telah mengembangkan beberapa metode baru berbasis metode Learning Vector Quantization (LVQ) (Afif et al., 2016; Daniel et al., 2015; Eka S. et al., 2012; Wardhana et al., 2016). Dimulai dengan menggabungkan algoritma LVQ dengan Fuzzy ke dalam Fuzzy-Neuro Learning Vector Quantization (FLVQ), penulis menggabungkan algoritma Fuzzy dan algoritma adaptif berbasis LVQ yang lebih baik. Selanjutnya, penulis mengembangkan Fuzzy-Neuro Generalized Learning Vector Quantization (FNGLVQ) dan Adaptive-FNGLVQ (AFNGLVQ). Selain itu, penulis juga mengoptimasi Generalized Learning Vector Quantization (GLVQ) dengan Particle Swarm Optimization (PSO) untuk menghasilkan algoritma GLVQ-PSO. Semua algoritma tersebut telah diimplementasikan di FPGA untuk menghasilkan purwarupa prosesor yang dapat digunakan untuk memproses data secara lokal di perangkat Telehealth.

(4)

Gambar 2. Arsitektur FNLVQ

3.1 Fuzzy-Neuro Learning Vector Quantization

(FNLVQ)

Fuzzy-Neuro Learning Vector Quantization (FNLVQ) (A. Febrian, M.Fajar, M / I. Tawakal EM Imah, W. Jatmiko, DH Ramdani, A. Bowolaksono, 2011) adalah kombinasi dari Learning Vector Quantization (LVQ) dan Logika Fuzzy. Untuk menggunakan algoritma ini, fitur input harus dikonversi terlebih dahulu ke vektor fuzzy sebelum diproses dalam kerangka LVQ. Konversi akan melalui proses fuzzifikasi untuk memanfaatkan kemampuan Fuzzy Logic dan kemudian akan diproses dalam kerangka LVQ untuk memanfaatkan waktu komputasi cepat dan tingkat pengenalan yang tinggi dalam klasifikasi. Setelah fitur input diproses dalam fuzzifikasi, FNLVQ akan memberikan kelas input dengan mencocokkan kelas yang memiliki nilai kemiripan tertinggi dengan input saat ini. Kerangka FNLVQ identik dengan kerangka kerja LVQ yang dapat ditunjukkan pada Gambar 2.

Sebelum kita dapat menggunakan algoritma FNLVQ dengan benar, kita harus melakukan insialisasi reference vector awal. Reference vector awal diperoleh secara acak dengan memilih vektor acak sebagai reference vector awal. Reference vector harus berupa vektor fuzzy. Jumlah reference vector yang dihasilkan akan memiliki jumlah yang sama dengan jumlah neuron pada lapisan cluster.

3.2 Fuzzy-Neuro Generalized Learning Vector

Quantization (FNGLVQ)

FNGLVQ adalah sebuah klasifikator yang penulis kembangkan untuk meningkatkan kinerja GLVQ (Eka S. et al., 2012). Dalam FNGLVQ, data masukan berupa nilai crisp setelah proses fuzzifikasi.

3.3 Adaptive Fuzzy-Neuro Generalized Learning

Vector Quantization (AFNGLVQ)

AFNGLVQ merupakan hasil modifikasi dari FNGLVQ dengan pergeseran nilai , , dan yang sesuai dengan . Untuk itu, aturan pembaruan reference vector dapat dilihat di (AFNGLVQ) (Afif, Wardhana, & Jatmiko, 2016). Namun, tidak ada perubahan ketika x ≤ atau x ≥ . Bobot dan yang telah diperbarui dalam AFNGLVQ bersifat adaptif, dengan tidak adanya ketergantungan dalam pembaruan . Formula penghitungan dalam AFNGLVQ sama dengan perhitungan pada FNGLVQ.

3.4 Generalized Learning Vector

Quantization-Particle Swarm Optimization (GLVQ-PSO)

GLVQ PSO (Wardhana et al., 2016) merupakan metode pengembangan dari GLVQ yang mencoba mengoptimasi GLVQ dengan metode PSO. Pada GLVQ standar, proses pelatihan dilakukan dengan mengoptimasi reference vector menggunakan metode gradient descent. Metode optimasi seperti ini mudah terjebak dalam minima lokal (van den Bergh & Engelbrecht, 2002). Oleh karena itu, penulis menggunakan PSO untuk mengatasi masalah tersebut.

Untuk meningkatkan performa GLVQ dengan PSO, kita perlu memetakan variabel yang diperlukan terlebih dahulu. Dalam penelitian ini, reference vector dalam GLVQ diatur sebagai partikel sehingga persamaan pembaruan reference vector dirubah. Persamaan pembaruan reference vector standar untuk GLVQ diperlihat pada (Wardhana et al., 2016)

(5)

(21)

Tabel 1. FPGA XILINX SPARTAN 3AN XC3S700AN

Atribut Spesifikasi

System Gates 700K

Logic Cells 13.248

CLBs 1472

Slices 5888

Block RAM Bits 360K

Distributed RAM Bits 92K

Dedicated Multipliers 20

DCMs 8

Maximum User I/O 372

Maximum Differential I/O Pairs 165

Bitstream Size 2,669 M

In-System Flash Bits 8 M

Tabel 2. Utilisasi sumber daya algoritma FNGLQ pada FPGA

Logic Utilization Used Available Utilization Number of Slice Flip Flops 1.868 11776 15% Number of 4 Input LUTs 9.068 11776 77% Number of Occupied

Slices 4.839 5888 82%

Total Number of 4 Input

LUTs 9.240 11.776 78% Number of BUFGMUXs 4 24 16% Number of DCMs 2 8 25% Number of MULT18X18SIOs 14 20 70% Number of RAMB16BWEs 18 20 90%

4. Usulan Arsitektur Sistem Telehealth

Berbasis FPGA

4.1

Arsitektur Sistem Telehealth

Penulis mengusulkan kerangka kerja Sistem Tele-ECG berbasis FPGA. Kerangka ini memanfaatkan FPGA sebagai komponen utama untuk sensor dan unit pengolahan. Sensor EKG terdiri dari Analog Front-End (AFE), Analog to Digital Converter (ADC), power supply, dan modul komunikasi. Fungsi utama AFE adalah memperkuat dan menyaring sinyal. Fungsi ini bisa didesain dan dibangun secara optimal di FPGA. Selanjutnya, FPGA juga digunakan untuk membuat konverter dari analog ke digital. Tele-ECG memiliki proses yang paralel. EKG dengan 12 lead harus mengatur pembacaan sinyal secara bersamaan. Perangkat sensor EKG memproses 9 saluran input sinyal dari bodi. FPGA dapat mengendalikan proses paralel seperti itu dengan baik. Chip single purpose yang mengakomodasi semua fungsi sensor EKG dapat dihasilkan menggunakan FPGA.

Proses Tele-ECG juga akan dilakukan di FPGA. Prosesnya terdiri dari 3 proses utama yaitu preprocessing, klasifikasi, dan kompresi. Preprocessing sinyal Tele-ECG termasuk penghapusan pengembaraan awal, normalisasi normal, mengalahkan segmentasi dan transformasi wavelet. Proses kedua adalah klasifikasi sinyal EKG. Adaptive Fuzzy-Neuro Generalized Learning Vector Quantization (AFNGLVQ) diusulkan untuk menjadi algoritma klasifikasi yang lebih baik sejauh ini. Gambar 5 menunjukkan perbandingan klasifikasi FNGLVQ dan AFNGLVQ untuk dataset tidur ECG. Proses terakhir adalah kompresi Sinyal EKG. Algoritma SPIHT diusulkan untuk menjadi teknik kompresi yang efektif untuk Sinyal

Gambar 3. Usulan arsitektur Telehealth

(6)

EKG. Setelah semua proses dilakukan di papan FPGA, proses selanjutnya adalah mengirim data dari unit pengolahan (FPGA) ke cloud server.

FPGA memiliki keunggulan dalam mengontrol pengolahan. FPGA memungkinkan kita untuk merancang dan mengimplementasikan algoritma kita untuk pemrosesan paralel. Kemudian, FPGA bukan tipe prosesor terpusat. Setiap fungsi yang kita jalankan terus menerus oleh program kita dapat bekerja dengan sendirinya. FPGA juga dibangun oleh beberapa algoritma yang memudahkan kita untuk merancang atau mengendalikan algoritma. Beberapa diantaranya adalah digitalfiltering, pengolahan citra, demodulasi, algoritma deteksi, algoritma kontrol, dan pemrosesan domain frekuensi. Selanjutnya, FPGA memiliki jumlah I / O deterministik yang besar sehingga mampu menangani banyak operasi loop.

Gambar 4. Perbandingan utilitas sumberdaya dari fixed-point dan floating-fixed-point number di FPGA.

Gambar 5. Perbandingan utilitas sumberdaya dari FNGLVQ, GLVQ-PSO, dan AFNGLVQ di FPGA.

Penulis menggunakan FPGA Xilinx SPARTAN 3AN XC3S700AN untuk merancang dan menerapkan algoritma klasifikasi Tele-ECG. Tipe FPGA ini memiliki spesifikasi yang ditunjukkan pada Tabel 1. Pada pekerjaan sebelumnya, Eka S. dkk.(Eka S. et al., 2012)menerapkan FNGLVQ untuk klasifikasi sinyal EKG pada FPGA. Implementasinya menggunakan fixed point 32 bit untuk representasi nomor. Pemanfaatan sumber daya ditunjukkan pada Tabel 2. Wisnu J. dkk.(Wisnu Jatmiko et al., 2016)menerapkan FNGLVQ menggunakan representasi floatingpoint. Gambar 6 menunjukkan perbandingan utilisasi sumber daya antara representasi fixed-point dan floating-point. Hasilnya menunjukkan bahwa floating point number menggunakan sumber daya yang lebih rendah daripada fixed point number. Gambar 7 menunjukkan perbandingan pemanfaatan sumber daya antara FNGLVQ, GLVQ-PSO, AFNGLVQ. Dalam grafik ini, PSO GLVQ menggunakan lebih banyak sumber daya daripada FNGLVQ atau AFNGLVQ. Hal ini disebabkan proses update PSO yang membutuhkan banyak sumber daya.

4.2

Tantangan dalam Membuat Alat Telehealth

menggunakan FPGA

Dalam penelitian de Carvalho dkk.(de Carvalho et al., 2013), implementasi algoritma cluster fuzzy diterapkan dengan menggunakan bahasa pemrograman C. Sistem ini bersifat dedicated sehingga sistem hanya menjalankan algoritma dan ditransfer ke dalam memori prosesor. Skema semacam ini kurang memiliki efisiensi daripada sistem yang dibangun secara langsung menggunakan VHDL (Hill, Craciun, George, & Lam, 2015). Pengembangan algoritma dalam FPGA menggunakan VHDL akan memberikan efisiensi penggunaan sumber daya untuk logika 59% sampai 70% lebih sedikit daripada menggunakan OpenCL. Tetapi jika kita membutuhkan pengembangan yang lebih cepat, bahasa pemrograman C dan OpenCL menunjukkan peningkatan produktivitas bagi programmer.

Selain itu, ada beberapa tantangan utama saat mengembangkan sistem tertanam. Salah satunya adalah keterbatasan perangkat keras. Perangkat keras dan algoritma harus mencapai kinerja tertinggi. Seperti kita ketahui bahwa sistem tertanam tidak menggunakan sistem operasi apapun. Sistem tertanam juga tidak memiliki sistem manajemen memori. Dengan keterbatasan ini, desain dan implementasinya lebih sulit namun akan meningkatkan kinerja dan efisiensi sistem tertanam. Frances-Villora dkk.(Frances-Villora et al., 2016) juga melaporkan keterbatasan ini. Frances-villora dkk. melaporkan bahwa desain yang berbeda akan menghasilkan efisiensi sumber daya yang berbeda. Jumlah 15% 96% 98% 98% 16% 25% 70% 95% 32% 89% 95% 90% 16% 25% 60% 95% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% Logic Utilization Fixed Point 15% 77% 82% 78% 36% 184% 184% 32% 77% 85% 78% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 140% 160% 180% 200% Number of Slice Flip Flops Number of 4 Input LUTs Number of Occupied Slices Total Number of 4 Input LUTs FNGLVQ GLVQ PSO AFNGLVQ

(7)

blok memori RAM dan blok unit aritmatika DSP48E adalah masalah utama.

Pada percobaan sebelumnya, representasi angka juga mempengaruhi kinerja implementasi di FPGA. Seperti yang dilaporkan oleh Daner dkk.(Daniel et al., 2015), Afif dkk.(Afif et al., 2016), dan Wardhana dkk.(Wardhana et al., 2016), penerapan metode klasifikasi pada FPGA lebih rendah daripada penerapannya pada bahasa pemrograman tingkat tinggi. Perbedaannya diperkirakan . Wienbrandt dkk. (Wienbrandt, K, Matthias, & Ellinghaus, 2017) melaporkan bahwa kombinasi antara FPGA dan GPU untuk sistem komputasi adalah kecepatan terhadap sistem komputasi CPU saja. Kecepatannya antara 70 sampai 90 kali. Di sisi lain, Lars Wienbrandt dkk. menerapkan metode informasi saling berbagi sederhana untuk studi interaksi genom. Implementasi informationgain dilaporkan keras pada FPGA. Salah satu masalahnya adalah persyaratan sumber daya untuk komputasipipeline yang lebih besar.

Pemrosesan paralel yang diusung oleh FPGA tidak selalu lebih baik dalam meningkatkan performa komputasi suatu algoritma. Beberapa metode tidak dapat dirancang ulang untuk pemrosesan paralel. Salah satunya adalah algoritma pengurutan atau pencarian. Metode-metode tersebut tetap harus diproses secara sekuensial dan sulit untuk diutilisasi menggunakan pemrosesan paralel dalam rangka efisiensi komputasi. Disampingitu, harga papan FPGA masih lebih tinggi dibandingkan prosesor sekuensial.

5. Trend FPGA di Masa Depan

Saat ini, perangkan FPGA dan implementasinya masih dikembangkan hingga tingkat yang lebih tinggi. Algoritma-algoritma berkembang cepat dari waktu ke waktu. Metode Deep Learning masih memiliki masalah dalam fase pelatihan karena kompleksitasnya yang tinggi. Penggunaan GPU cenderung kurang efisien karena memerlukan banyak sumber daya untuk menghasilkan performa yang baik. Di samping itu, FPGA merupakan sebuah unit pemrosesan rendah biaya dan memberikan efisiensi dalam implementasi.

Inovasi FPGA memungkinkan perbaikan struktur perangkat keras di dalam kondisi programmable yang dapat disesuaikan. Fitur ini memberikan perancang tingkatan yang lebih tinggi dengan eksekusi pemrograman dalam pandangan mikrokontroler. Hal ini dikarenakan FPGAmengungguli pengaturan produk ini (prosesor sekuensial) dengan menggunakanpemrosesan paralel. Oleh karena itu, perancang bisa membangun arsitektur perangkat keras yang benar-benar dibutuhkan perhitungan untuk diaktualisasikan. Dengan cara ini, waktu eksekusi menurun secara radikal.

Deep Learning membutuhkan energi yang tinggi untuk tahap pelatihan. Oleh karena itu, data dilatih di cluster CPU atau GPU.Deep Learning juga membutuhkan beberapa ruang untuk menghemat jumlah data. FPGA memiliki kesempatan melakukan efisiensi implementasi Deep Learning. FPGA mengakomodasi pipeline paralelisme. FPGA bisa mempercepat waktu komputasi lebih dari 18 kali dibanding CPU. Cong dalam "Machine Learning on FPGAs" melaporkan bahwa FPGA menggunakan lebih sedikit energi daripada CPU untuk implementasi CNN. Cong menggunakan Virtex7-485t (28nm) dan CPU Xeon E5-2430 (32nm) dalam percobaan. Beberapa algoritma telah diimplementasikan pada FPGA seperti Backward propagation, Multi-Layer Perceptron, Convolutional Neural Network, dll. Implementasi pembelajaran yang mendalam pada FPGA masih menjadi topik hangat untuk beberapa tahun ke depan.

6. Kesimpulan

Dalam tulisan ini, penulis telah mengusulkan kerangka baru sistem Telehealth, terutama Tele-ECG. Penulis merancang dan membangun sistem Tele-EKG berbasis FPGA. Penulis mengembangkan dan menerapkan metode baru untuk klasifikasi data EKG, seperti FNLVQ, FNGLVQ, AFNGLVQ, dan GLVQ-PSO. Algoritma ini mendapat kinerja yang baik dan juga memanfaatkan sumber daya secara efisien. Selain itu, penulis akan merancang komponen utama lainnya seperti sensor dan algoritma kompresi di lingkungan FPGA. Berdasarkan hal tersebut, arsitektur Tele-ECG yang diusulkan menjanjikan masa depan sistem Tele-ECG. Selain itu, penulis juga mempresentasikan kelebihan, kekurangan, dan tantangan dari FPGA untuk implementasi algoritma dan perkembangan sistem.

PENGHARGAAN

Penelitian ini didanai dalam Program INSINAS (Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional) Riset Pratama Konsorsium no. 3392/UN2.R3.1/HKP.05.00.2017tahun 2017 dengan judul “Sistem Telehealth berbasis Big Data Biomedis Terintegrasi secara Real Time untuk Meningkatkan Pelayanan Kesehatan” oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

(8)

REFERENSI

[1] A. Febrian, M. Fajar, M/I. Tawakal. E.M. Imah, W. Jatmiko, D.H. Ramdani, A. Bowolaksono, P. M. (2011). FNLVQ Design and Implementation in FPGA to Estimate Trichloroethylene in White Mouse Liver Images. 2011

International Symposium on Micro-NanoMechatronics and Human Science, 978–979.

[2] Afif, I. N., Wardhana, Y., & Jatmiko, W. (2016). Implementation of adaptive fuzzy neuro generalized learning vector quantization (AFNGLVQ) on field programmable gate array (FPGA) for real world application.

ICACSIS 2015 - 2015 International Conference on Advanced Computer Science and Information Systems, Proceedings, (October), 65–71.

https://doi.org/10.1109/ICACSIS.2015.7415192

[3] Alawad, M., & Lin, M. (2016). Stochastic-Based Deep Convolutional Networks with Reconfigurable Logic Fabric.

IEEE Transactions on Multi-Scale Computing Systems, 2(4), 242–256.

https://doi.org/10.1109/TMSCS.2016.2601326

[4] Arshak, K., Jafer, E., & Ibala, C. S. (2007). FPGA based system design suitable for wireless health monitoring employing intelligent RF module. In Proceedings of IEEE

Sensors (pp. 276–279). https://doi.org/10.1109/ICSENS.2007.4388390

[5] Cervero, T. G., Caba, J., L??pez, S., Dondo, J. D., Sarmiento, R., Rinc??n, F., & L??pez, J. (2015). A Scalable and Dynamically Reconfigurable FPGA-Based Embedded System for Real-Time Hyperspectral Unmixing. IEEE

Journal of Selected Topics in Applied Earth Observations and Remote Sensing, 8(6), 2894–2911.

https://doi.org/10.1109/JSTARS.2014.2347075

[6] Daniel, R. A., Ma’sum, M. A., Jati, G., & Jatmiko, W. (2015). Design and Simulation Fuzzy Neuro Generalized Learning Vector Quantization-PI (FNGLVQ-PI) on Field Programmable Gate Array (FPGA). Proceedings of the 2014

International Conference on Physics and Its Applications,

(May 2016). https://doi.org/10.2991/icopia-14.2015.35 [7] de Carvalho, H. H., Moreno, R. L., Pimenta, T. C., Crepaldi,

P. C., & Cintra, E. (2013). A heart disease recognition embedded system with fuzzy cluster algorithm. Computer

Methods and Programs in Biomedicine, 110(3), 447–454.

https://doi.org/10.1016/j.cmpb.2013.01.005

[8] Dundar, A., Jin, J., Martini, B., & Culurciello, E. (2017). Embedded streaming deep neural networks accelerator with applications. IEEE Transactions on Neural Networks and

Learning Systems, 28(7), 1572–1583.

https://doi.org/10.1109/TNNLS.2016.2545298

[9] Eka S., M., Fajar, M., Iqbal T., M., Jatmiko, W., & Md. Agus, I. (2012). FNGLVQ FPGA design for sleep stages classification based on electrocardiogram signal. Conference

Proceedings - IEEE International Conference on Systems, Man and Cybernetics, (October), 2711–2716.

https://doi.org/10.1109/ICSMC.2012.6378157

[10] Frances-Villora, J. V., Rosado-Muñoz, A., Martínez-Villena, J. M., Bataller-Mompean, M., Guerrero, J. F., & Wegrzyn, M. (2016). Hardware implementation of real-time Extreme Learning Machine in FPGA: Analysis of precision, resource occupation and performance. Computers and

Electrical Engineering, 51, 139–156.

https://doi.org/10.1016/j.compeleceng.2016.02.007

[11] Ghasemzadeh, H., Ostadabbas, S., Guenterberg, E., & Pantelopoulos, A. (2013). Wireless medical-embedded systems: A review of signal-processing techniques for

classification. IEEE Sensors Journal.

https://doi.org/10.1109/JSEN.2012.2222572

[12] Gonz??lez, C., Bernab??, S., Mozos, D., & Plaza, A. (2016). FPGA Implementation of an Algorithm for Automatically Detecting Targets in Remotely Sensed Hyperspectral Images. IEEE Journal of Selected Topics in Applied Earth

Observations and Remote Sensing, 9(9), 4334–4343.

https://doi.org/10.1109/JSTARS.2015.2504427

[13] Groleat, T., Arzel, M., & Vaton, S. (2014). Stretching the edges of SVM traffic classification with FPGA acceleration.

IEEE Transactions on Network and Service Management, 11(3), 278–291.

https://doi.org/10.1109/TNSM.2014.2346075

[14] Hill, K., Craciun, S., George, A., & Lam, H. (2015). Comparative analysis of OpenCL vs. HDL with image-processing kernels on Stratix-V FPGA. In Proceedings of

the International Conference on Application-Specific Systems, Architectures and Processors (Vol. 2015–Septe,

pp. 189–193). https://doi.org/10.1109/ASAP.2015.7245733 [15] Imah, E. M., Jatmiko, W., & Basaruddin, T. (2013).

Electrocardiogram for biometrics by using adaptive multilayer generalized learning vector quantization (AMGLVQ): Integrating feature extraction and classification. International Journal on Smart Sensing and

Intelligent Systems, 6(5), 1891–1917.

[16] Isa, S. M., Jatmiko, W., & Arymurthy, A. M. (2014). 3D SPIHT for multi-lead ECG compression. Proceedings -

IEEE International Conference on Robotics and Automation, (May), 488–493.

https://doi.org/10.1109/ICRA.2014.6906900

[17] Jati, G., Aprinaldi, Isa, S. M., & Jatmiko, W. (2016). ECG signal compression by predictive coding and Set Partitioning in Hierarchical Trees (SPIHT). ICACSIS 2015 -

2015 International Conference on Advanced Computer Science and Information Systems, Proceedings, 257–262.

https://doi.org/10.1109/ICACSIS.2015.7415191

[18] Jati, G., Ma, M. A., & Jatmiko, W. (2015). 2D Set Partitioning In Hierarchical Tree ( SPIHT ) On Embedded Devices For Multilead ECG Signal Compression,

2014(Icopia 2014), 2–7.

[19] Jatmiko, W., Ma’Sum, M. A., Isa, S. M., Imah, E. M., Rahmatullah, R., & Wiweko, B. (2016). Developing smart telehealth system in Indonesia: Progress and challenge.

ICACSIS 2015 - 2015 International Conference on Advanced Computer Science and Information Systems, Proceedings, (November), 29–36.

https://doi.org/10.1109/ICACSIS.2015.7415199

[20] Jatmiko, W., Setiawan, I. M. A., Ali Akbar, M., Eka Suryana, M., Wardhana, Y., & Febrian Rachmadi, M. (2016). Automatic Arrhythmia Beat Detection: Algorithm, System, and Implementation. Makara Journal of

Technology, 20(2), 82.

https://doi.org/10.7454/mst.v20i2.3060

[21] Kohn, L. T., Corrigan, J. M., & Donaldson, M. S. (2000). To

(9)

francaises d’anesthesie et de reanimation (Vol. 21).

https://doi.org/10.1017/S095026880100509X

[22] Krieg, A., Grinschgl, J., Steger, C., Weiss, R., Bock, H., & Haid, J. (2011). Run-time FPGA health monitoring using power emulation techniques. In Midwest Symposium on

Circuits and Systems.

https://doi.org/10.1109/MWSCAS.2011.6026459

[23] Muhammad, G., Rahman, S. M. M., Alelaiwi, A., & Alamri, A. (2017). Smart Health Solution Integrating IoT and Cloud: A Case Study of Voice Pathology Monitoring. IEEE

Communications Magazine, 55(1), 69–73.

https://doi.org/10.1109/MCOM.2017.1600425CM

[24] Muhammad Anwar Ma’sum, Elly Matul Imah, A. A. G. (2014). Early Detection and Monitoring System of Heart Disease Based on. Jurnal Ilmu Komputer Dan Informasi

(Journal of Computer Science and Information, 7(1), 1–10.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21609/jiki.v7i1.249 [25] Papadonikolakis, M., & Bouganis, C. S. (2012). Novel

cascade FPGA accelerator for support vector machines classification. IEEE Transactions on Neural Networks and

Learning Systems, 23(7), 1040–1052.

https://doi.org/10.1109/TNNLS.2012.2196446

[26] Sujan, M. A., Habli, I., Kelly, T. P., Gühnemann, A., Pozzi, S., & Johnson, C. W. (2017). How can health care organisations make and justify decisions about risk reduction? Lessons from a cross-industry review and a health care stakeholder consensus development process.

Reliability Engineering and System Safety, 161, 1–11.

https://doi.org/10.1016/j.ress.2017.01.001

[27] van den Bergh, F., & Engelbrecht, A. P. (2002). A new locally convergent particle swarm optimiser. IEEE

International Conference on Systems, Man and Cybernetics,

3, 6 pp. vol.3.

https://doi.org/10.1109/ICSMC.2002.1176018

[28] Wang, C., Gong, L., Yu, Q., Li, X., Xie, Y., & Zhou, X. (2017). DLAU: A scalable deep learning accelerator unit on FPGA. IEEE Transactions on Computer-Aided Design of

Integrated Circuits and Systems, 36(3), 513–517.

https://doi.org/10.1109/TCAD.2016.2587683

[29] Wang, J., Qiu, M., & Guo, B. (2017). Enabling real-time information service on telehealth system over cloud-based big data platform. Journal of Systems Architecture, 72, 69– 79. https://doi.org/10.1016/j.sysarc.2016.05.003

[30] Wardhana, Y., Jatmiko, W., & Rachmadi, M. F. (2016). Generalized Learning Vector Quantization Particle Swarm Optimization ( GLVQ-PSO ) FPGA Implementation for Real-Time Electrocardiogram, 103–108.

[31] WHO. (2014). Noncommunicable Diseases Country Profiles 2014. Retrieved July 1, 2017, from http://www.who.int/nmh/countries/en/

[32] WHO. (2016). Cardiovascular Diseases (CVDs). Retrieved

July 1, 2017, from http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/

[33] Wienbrandt, L., K, J. C., Matthias, H., & Ellinghaus, D. (2017). Fast Genome-Wide Third-order SNP Interaction Tests with Information Gain on a Low-cost Heterogeneous Parallel FPGA-GPU Computing Architecture Third-order

SNP Interaction Measurement. https://doi.org/10.1016/j.procs.2017.05.210

Gambar

Gambar 1. Arsitektur Telehealth saat ini
Gambar 2. Arsitektur FNLVQ
Tabel 1. FPGA XILINX SPARTAN 3AN XC3S700AN
Gambar 5. Perbandingan utilitas sumberdaya dari  FNGLVQ, GLVQ-PSO, dan AFNGLVQ di FPGA

Referensi

Dokumen terkait

Kampanye politik merupakan bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh sekelompok orang, seseorang atau organisasi politik di waktu tertentu dengan maksud untuk

Bogor: Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat Fakultas Kehutanan IPB, hlm 1-6. Suharjito D,

Tugas Akhir ini berjudul: “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Menggunakan Model Means Ends Analysis (MEA) Bagi Siswa Kelas 5 SD Negeri Sumogawe 02”..

Masalah yang dikaji dalam penelitian Arifiani adalah apakah dengan menggunakan model kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan kemandirian belajar

Keterampilan berbicara dalam mata pelajaran bahasa Indonesia mengarahkan setiap siswa untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara lisan dengan baik dan benar

!alam menilai permukaan k#rnea$ penting untuk mengatahui apakah ditemukan benda asing$ luka$ atau abrasi pada permukaan k#rnea. Pada kasus trauma tembus$ en#ftalmus dapat dilihat

Dinamika pola alley cropping dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perkembangan tegakan mahoni yang berpengaruh terhadap sistem berbagi sumberdaya (resource sharing

$elakukan pe5*baan panang titik 3*ku% lup !- Met*de pe$belaaan. PBL