• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkah Laku Beranak Induk Domba Garut yang Diberi Ransum Komplit Mengandung Minyak Biji Bunga Matahari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkah Laku Beranak Induk Domba Garut yang Diberi Ransum Komplit Mengandung Minyak Biji Bunga Matahari"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAH LAKU BERANAK INDUK DOMBA GARUT YANG

DIBERI RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG

MINYAK BIJI BUNGA MATAHARI

RULY ANUGRAH SUPRATAMA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkah Laku Beranak Induk Domba Garut yang Diberi Ransum Komplit Mengandung Minyak Biji Bunga Matahari adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

(4)

ABSTRAK

RULY ANUGRAH SUPRATAMA. Tingkah Laku Beranak Induk Domba Garut yang Diberi Ransum Komplit Mengandung Minyak Biji Bunga Matahari. Dibimbing oleh MOHAMAD YAMIN dan DEWI APRI ASTUTI.

Domba garut adalah ternak ruminansia kecil dan memiliki potensi genetik prolifik yang dikembangkan sesuai dengan sistem budidaya ternak Good Farming Practice. Potensi genetik tersebut harus didukung dengan kualitas pakan dan asupan nutrisi yang seimbang. Tingkah laku beranak induk menjadi salah satu aspek penting yang berkaitan dengan penanganan ternak, manajemen pemeliharaan dan manajemen pemberian pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengamati tingkah laku sebelum, saat dan sesudah beranak. Induk domba garut yang digunakan sebanyak 11 ekor. Perlakuan terdiri dari P0 (kontrol), P2 (2% mintak biji bunga matahari), P4 (4% minyak biji bunga matahari) dan P6 (6% minyak biji bunga matahari). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap, data dianalisis dengan ANOVA dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Tukey’s. Peubah yang diamati adalah tingkah laku sebelum, saat dan sesudah beranak. Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan minyak biji bunga matahari dengan level 2%, 4%, dan 6% yang mengandung linoleat berpengaruh terhadap tingkah laku sebelum dan saat beranak, tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap tingkah laku setelah beranak. Kata kunci: domba garut, minyak biji bunga matahari, tingkah laku

ABSTRACT

RULY ANUGRAH SUPRATAMA. Periparturient Behavior of Garut Ewes Fed a Complete Ration Contains Sun Flower Seed Oil. Supervised by MOHAMAD YAMIN and DEWI APRI ASTUTI.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

TINGKAH LAKU BERANAK INDUK DOMBA GARUT YANG

DIBERI RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG

MINYAK BIJI BUNGA MATAHARI

RULY ANUGRAH SUPRATAMA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Tingkah Laku Beranak Induk Domba Garut yang Diberi Ransum Komplit Mengandung Minyak Biji Bunga Matahari

Nama : Ruly Anugrah Supratama NIM : D14090144

Disetujui oleh

Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc Pembimbing I

Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri MAgrSc Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tingkah Laku Beranak Induk Domba Garut yang Diberi Ransum Komplit Mengandung Minyak Biji Bunga Matahari.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc dan Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak penyusunan penelitian, pelaksanaan penelitian, sampai penulisan skripsi ini selesai. Kepada Dr Despal, SPt MSc Agr dan Ir Lucia Cyrilla, MSi selaku dosen penguji, serta Edit Lesa Aditia, SPt MSc selaku panitia sidang. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pemerintah Kabupaten Landak yang telah memberikan kesempatan dengan biaya yang telah diberikan dalam bentuk beasiswa mulai dari SPP hingga dengan biaya hidup di Bogor dan hibah kompetensi direktorat pendidikan tinggi (DIKTI) atas bantuan dana yang telah diberikan dalam penelitian ini bersama tim Ibu Lilis Khotijah, MS, serta kepada Dr Rudi Afnan MAgrSc selaku dosen Pembimbing Akademik. Keluarga tercinta yaitu (Alm) papa, mama, kakak-kakakku (Yulia, Yunita, Yanti, Indra, Zulkipli, adikku Alek dan Hendri), dan Devide, serta seluruh keluarga atas cinta kasih, dukungan, dan doa yang tiada hentinya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan untuk Cipta, Adi, Ani, Usmi, Citra, Resti, Meta, dan Evi atas segala bantuan dan dukungannya selama melakukan penelitian. Teman-temanku Lisa, Kezia, Dewi, Novri dan Golden Ranch 46 atas kebersamaan, dukungan, motivasi, dan sejuta kenangan suka duka yang tidak terlupakan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tulisan ini. Oleh karena itu, dengan senang hati, penulis mengharapkan saran dan segala kritikan yang bersifat membangun bagi penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang berkepentingan.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Alat 2

Bahan 3

Prosedur 4

Rancangan dan Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum 6

Tingkah laku Sebelum Beranak 6

Tingkah Laku Saat Beranak 8

Waktu Beranak 9

Lama Beranak 10

Posisi Beranak 10

Tingkah Laku Setelah Beranak 11

Bagian Pertama Dijilati 12

SIMPULAN DAN SARAN 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 15

(11)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi bahan pakan ransum penelitian berdasarkan bahan kering 3 2 Komposisi zat makanan ransum penelitian berdasarkan bahan kering 3 3 Pengertian beberapa tingkah laku induk sebelum beranak 4

4 Pengertian beberapa tingkah laku saat beranak 5

5 Pengertian beberapa tingkah laku setelah beranak 5 6 Rataan dan standar deviasi frekuensi tingkah laku sebelum beranak 7

7 Distribusi waktu beranak induk domba garut 9

8 Rataan dan standar deviasi tingkah laku saat beranak 10

9 Rataan setelah beranak induk domba garut 11

10 Bagian pertama anak domba garut dijilati oleh induknya 12

DAFTAR GAMBAR

1 Induk domba garut sebelum beranak 7

2 Induk domba garut saat beranak 8

3 Induk domba menyusui anaknya 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Formulir pengambilan data 15

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan daging. Usaha peternakan domba di Indonesia semakin berkembang terutama penggemukan domba. Usaha peternakan domba tersebut harus diimbangi dengan usaha pemeliharaan domba untuk mengembangbiakan sistem budidaya ternak domba sesuai dengan Good Farming Practices (GFP).

Secara umum ternak domba mempunyai keunggulan tersendiri, karena pemeliharaanya mudah dan menguntungkan dilihat dari potensi genetik yaitu, dapat beranak lebih dari satu (prolifik), lebih cepat mencapai dewasa kelamin, tahan terhadap penyakit (Dwiyanto dan Inounu 2001). Daya adaptasi ternak domba terhadap lingkungan cukup besar, sehingga dimungkinkan domba dapat tumbuh dan berkembang biak diberbagai tempat. Namun demikian, pengembangan ternak di Indonesia masih menemui banyak kendala. Salah satunya adalah tingkat kematian anak yang baru lahir.

Keberhasilan usaha peternakan domba didukung dengan pakan yang berkualitas dan asupan nutrisi yang seimbang dan sangat penting dalam sistem reproduksi domba terutama pada induk domba bunting. Kemampuan konsumsi pakan domba bunting akan menurun sejalan dengan umur kebuntingan sehingga diperlukan konsentrasi nutrisi yang lebih tinggi agar dapat memenuhi kebutuhan zat makanannya. Ternak yang bunting membutuhkan jumlah pakan yang lebih banyak daripada ternak yang tidak bunting. Kekurangan nutrisi pada saat induk bunting akan mengakibatkan bobot lahir anak yang rendah, lemah, dan akhirnya mati. Peranan nutrisi terhadap reproduksi ternak sangat dibutuhkan untuk induk yang bunting. Matius et al. (2002) menyatakan kebutuhan akan nutrien yang meningkat dan kemampuan yang terbatas untuk dapat mengkonsumsi nutrien pada saat bunting menimbulkan masalah. Keadaan tersebut menyebabkan induk domba yang sedang bunting atau laktasi akan kekurangan nutrien. Domba yang diberikan pakan yang mengandung semua kebutuhan nutrien untuk berproduksi akan memiliki performa reproduksi yang lebih baik, sehingga kesejahteraan ternak terpenuhi dan ternak menjadi nyaman.

(13)

2

Asam lemak esensial sangat penting keberadaannya didalam ransum, karena tubuh tidak dapat mensintesisnya. Linoleat dan linolenat esensial untuk kehidupan semua mamalia, dan berfungsi sebagai komponen membran dan prekursor sintesis hormon postaglandin dan berpengaruh terhadap reproduksi. Minyak merupakan sumber asam lemak esensial, minyak ini berperan sebagai prekursor hormon steroid. Asam lemak bisa dihasilkan dari minyak nabati, alternatif yang dapat digunakan sebagai sumber minyak nabati adalah biji bunga matahari. Minyak biji bunga matahari mempunyai kandungan asam lemak tak jenuh sebesar 88% sedangkan kandungan asam linoleatnya (omega 6) sebesar 44%-72% dan oleat 11.7%. Pemberian minyak biji bunga matahari ini bertujuan untuk menunjang munculnya potensi genetik domba garut prolifik secara optimum, mempercepat proses kelahiran pada anak sehingga anak yang dihasilkan sehat berkualitas dan efisiensi reproduksi dapat diperbaiki.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari dan mengamati tingkah laku sebelum, saat dan sesudah beranak induk domba garut yang diberi ransum komplit mengandung minyak biji bunga matahari.

Ruang Lingkup Penelitian

Pemberian minyak biji bunga matahari yang mengandung linoleat yang tinggi dapat menghasilkan anak yang banyak sehingga mampu memperbaiki efisiensi produksi dengan anak yang dihasilkan sehat berkualitas serta mempercepat proses kelahiran pada induk domba garut.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2012 hingga Januari 2013. Penelitian bertempat di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alat

(14)

3

Bahan

Ternak yang digunakan adalah 11 ekor domba garut betina bunting atau beranak pertama kali. Bobot awal rata-rata domba yang digunakan adalah 22.12±1.69 kg. Pakan yang diberikan pada domba berupa hijauan dan konsentrat. Sumber hijauan berupa Brachiaria humidicola sedangkan konsentrat berupa onggok, bungkil kelapa, bungkil kedele, minyak biji bunga matahari, premiks, garam, dan CaCO3 yang dicampur sendiri. Rasio pemberian rumput dan

konsentrat adalah 30:70. Rumput diberikan 3 kali sehari, konsentrat 2 kali sehari, untuk air minum diberikan ad libitum. Komposisi konsentrat dan zat makanan disajikan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1 Komposisi konsentrat penelitian berdasarkan bahan kering Pakan Perlakuan

Hasil analisa lab. Ilmu dan Teknologi Pakan (2012); lab Terpadu IPB (2012). Keterangan:

P0 = kadar minyak biji bunga matahari 0% P2 = kadar minyak biji bunga matahari 2% P4 = kadar minyak biji bunga matahari 4% P6 = kadar minyak biji bunga matahari 6%

Tabel 2 Komposisi zat makanan ransum penelitian berdasarkan bahan kering Komposisi Zat

Hasil analisa Lab. Ilmu dan Teknologi Pakan (2012); Lab Terpadu IPB (2012). Keterangan :

(15)

4

Prosedur

Suhu dan kelembaban udara diukur untuk mengetahui kondisi udara dikandang. Induk-induk yang sudah bunting tua diletakan di kandang beranak individu dengan luas lantai kandang 2.5 x 1.2 m2 sehingga mudah diamati secara intensif. Tingkah laku sekitar beranak setiap induk diamati dan dicatat dalam formulir pengambilan data. Kamera digital digunakan untuk mengabadikan tingkah laku induk domba garut sekitar beranak.

Pengamatan dilakukan setelah melihat adanya tanda-tanda tingkah laku induk domba garut yang akan beranak, yang mencirikan induk gelisah, keluar lendir di vulvanya. Frekuensi tingkah laku kemudian dianalisis dalam bentuk rataan dari tingkah laku yang diamati. Adapun tingkah laku yang diamati adalah tingkah laku sebelum, saat dan sesudah beranak.

Tingkah Laku Sebelum Beranak

Pengamatan dilakukan setelah melihat adanya tanda-tanda tingkah laku induk domba garut yang akan beranak. Beberapa tingkah laku yang diamati dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengertian beberapa tingkah laku induk sebelum beranak

Tingkah Laku Pengertian

a. Berdiri Tingkah laku yang dilakukan induk pada saat induk sedang gelisah yaitu induk tidak dapat beristirahat b. Berbaring Tingkah laku yang dilakukan induk pada saat induk

sedang merebahkan badannya atau induk akan beristirahat

c. Jalan berkeliling Tingkah laku yang dilakukan dengan berjalan membentuk lingkaraan kecil

d. Vokalisasi Tingkah laku ketika mengembik pada waktu-waktu tertentu sebelum beranak

e. Urinasi Tingkah laku induk mengeluarkan urin secara berkala pada selang tertentu sebelum beranak f. Nyengir (Flehman)

Suatu sikap dimana mulut induk terbuka, bibir atas tertarik sehingga memperlihatkan gigi sementara kepala diangkat atau tertarik kebelakang

g. Mengais-ngais Tingkah laku induk dengan mengerakan kedua kaki depannya ke tanah atau alas kandang

Sumber : Wodzicka – Tomaszewka dan Putu (1989)

Tingkah Laku Saat Beranak

(16)

5 Tabel 4 Pengertian beberapa tingkah laku saat beranak

Tingkah Laku Pengertian sampai dengan keluarnya anak secara utuh c. Posisi beranak

Sikap tubuh induk pada saat tahap akhir beranak ketika anak keluar dari tubuh induk (berdiri atau berbaring)

Sumber : Yamin (1991)

Tingkah Laku Setelah Beranak

Parameter penelitian tentang tingkah laku setelah beranak dapat dilihat pada Tabel 5. Pengamatan dilakukan sampai dengan satu jam setelah induk beranak.

Tabel 5 Pengertian beberapa tingkah laku setelah beranak

Tingkah Laku Pengertian

a. Lama waktu menjilati (menit)

Interval dari anak lahir sampai induk selesai menjilati anaknya

b. Bagian pertama dijilati Bagian pertama tubuh anak yang dijilati oleh induknya

c. Frekuensi menyusui (kali/menit)

Banyaknya aktivitas induk menyusui anaknya

d. Lama menyusui (menit) Lamanya seekor induk setiap kali menyusui anaknya

Sumber : Supriyanto (2000)

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini Rancangan Acak Lengkap pola searah, perlakuan jenis ransum dengan pemberian minyak biji bunga matahari yang berbeda dengan 3 ulangan dan 4 perlakuan yaitu perlakuan P0 (kontrol), P2 (2% minyak biji bunga matahari), P4 (4% penambahan minyak biji bunga matahari) dan P6 (6% penambahan minyak biji bunga matahari). Model yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut:

Yij = µ + Pi +

ε

ij Keterangan :

Yij : Nilai pengamatan dari perlakuan minyak biji bunga matahari ke-i dan ulangan ke-j

μ : Nilai tengah umum

Pi : Pengaruh minyak biji bunga matahari pada level ke-i

εij : Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

i : Perlakuan ke-i j : Ulangan ke-j

(17)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi umum

Induk-induk domba garut yang berhasil diamati sebanyak 11 ekor dari 28 ekor induk yang bunting. Induk domba garut ini dipelihara secara intensif dan sudah lama dikandangkan secara individu dan terbiasa berinteraksi dengan manusia, termasuk pada saat melahirkan, sehingga pengamatan dari jarak dekat tidak begitu mempengaruhi perilaku yang mereka tunjukan. Malam hari domba-domba tersebut juga sudah terbiasa diterangi dengan cahaya lampu. Induk domba-domba garut sebelum kelahiran dipindahkan ke kandang beranak dengan ukuran 2.5 x 1.2 m2. Suhu udara pada saat penelitian yang diamati pada pagi, siang dan sore hari rata-rata berkisar antara 26 0C-33 0C dengan kelembaban 85%-92%.

Menurut Yousef (1985) ternak melakukan adaptasi terhadap suhu yang tinggi dengan respon tingkah laku, respon fisiologis dan respon morfologis. Suhu optimal untuk domba di daerah tropis berkisar antara 24 oC–26 oC. Kartasudjana (2001) mengatakan bahwa keadaan optimal tersebut tidak terjadi di Indonesia karena suhu rataan harian wilayah Indonesia adalah 29 oC pada musim hujan dan 30 oC-32 oC pada musim kemarau. Yousef (1985) mengatakan bahwa jika suhu lingkungan naik maka tubuh ternak akan melakukan respon fisiologis dengan peningkatan denyut jantung dan laju respirasi. Hal ini menyebabkan panas tubuh akan cepat dialirkan oleh pembuluh darah dan dikeluarkan oleh tubuh melalui konduksi, konveksi maupun radiasi. Kemampuan tersebut tentu ada batasnya, apabila suhu lingkungan mencapai keadaan diluar batas kemampuannya maka akan timbul gejala-gejala merugikan. Respon fisiologis pada domba dapat diketahui diantaranya dengan melihat suhu tubuh, laju respirasi dan denyut jantung.

Thermoneutral Zone (TNZ) adalah daerah yang nyaman dengan suhu lingkungan yang sesuai untuk ternak. Daerah TNZ untuk semua ternak domba dalam pemeliharaan berada pada suhu lingkungan antara 22 oC–31 °C (Yousef 1985). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini ternak domba berada pada zona tidak nyaman, sehingga ternak menjadi stress, hal ini terjadi karena sirkulasi udara dan aliran udara didalam kandang yang kurang baik, sehingga suhu lingkungan didalam kandang menjadi panas dan ternak menjadi terganggu.

Tingkah Laku Sebelum Beranak

(18)

7

Gambar 1 Induk domba garut sebelum beranak

Peningkatan keinginan beristirahat seperti berdiri, berbaring, jalan berkeliling, urinasi dan mengais-ngais lantai menjelang beranak mencerminkan tingkah laku membuat sarang (nesting behaviour) dan berteritorial sebagai usaha induk untuk melindungi anak dari gangguan lingkungan luar. Selain itu induk-induk domba garut tersebut melakukan beberapa tingkah laku sebelum beranak dapat dilihat seperti pada Tabel 6.

Tabel 6 Frekuensi tingkah laku induk domba garut sebelum beranak

Parameter Perlakuan

P0 P2 P4 P6

Kali/Jam

Berdiri 11.67±2.08a 7.00±1.41ab 5.33±1.15b 8.67±0.85ab Berbaring 6.00±4.36 5.00±1.41 3.67±2.08 5.33±3.06 Jalan Keliling 16.67±4.16 9.00±1.41 12.67±5.13 14.00±3.61 Vokalisasi 33.33±5.77 36.00±5.66 33.67±2.31 31.67±12.58 Urinasi 1.67±0.58b 4.00±1.41ab 1.67±0.58b 6.33±1.15a Nyengir 12.67±4.51 23.00±2.83 16.67±11.93 24.00±9.00 Mengais-ngais 11.00±1.73 16.00±5.66 17.33±12.22 19.33±6.81

Keterangan : angka dengan huruf berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata (P < 0.05)

Berdasarkan hasil statistik menunjukkan bahwa, pemberian minyak biji bunga matahari pada induk domba garut mempengaruhi tingkah laku sebelum beranak yaitu tingkah laku berdiri dan urinasi. Tingkah laku berdiri terjadi karena ternak sebelum beranak sangat gelisah dan sering melakukan pergerakan dengan bangkit atau berdiri untuk mencari tempat yang nyaman ketika beranak. Berdasarkan perlakuan P0 diperoleh hasil dengan waktu berdiri yang tertinggi yaitu (11.67±2.08), sedangkan pada perlakuan P4 memiliki kemampuan untuk menekan kegelisahan pada ternak domba sebelum beranak sehingga waktu berdirinya sedikit yaitu (5.33±1.15).

(19)

8

tingkah laku urinasi paling sering terjadi, diduga pada level 6% dengan kandungan asam lemak yang tinggi memacu terjadinya kontraksi yang kuat didalam rahim induk, sehingga induk menahan rasa sakit, dengan seringnya melakukan tingkah laku urinasi. Vokalisasi atau tingkah laku mengembik yang diperlihatkan induk domba garut dapat diartikan induk mencari panggilan terbaik untuk anaknya atau mencoba bersosialisasi dengan tetangganya.

Tingkah Laku Saat Beranak

Tingkah laku saat beranak adalah tingkah laku yang terjadi ketika induk siap beranak. Selama proses beranak induk-induk domba masih menunjukkan tingkah laku berdiri, berbaring, vokalisasi, flehmen dan tidak diam pada satu tempat saja (Sinaga 1995). Induk-induk domba garut yang diamati menunjukan tingkah laku berusaha menjauh dan menyendiri disudut atau pinggir kandang, dan melahirkan di tempat cairan amnion jatuh pertama kalinya. Pemisahan diri ini akan sangat terlihat jelas pada domba-domba yang dilepas di lapangan, seperti yang dilaporkan oleh Arnold dan Morgan (1975).

Gambar 2 Induk domba garut saat beranak

(20)

9

Waktu Beranak

Distribusi waktu beranak menunjukan bahwa induk-induk domba garut berdasarkan perlakuan yaitu P0 lebih banyak beranak pada malam hari (24.00-06.00 WIB) sebesar 66.67%, P2 lebih banyak beranak pada pagi hari ((24.00-06.00-12.00 WIB) sebesar 66.67%, P4 beranak pada siang hari (12.00-24.00 WIB) sebesar 40%, dan P6 lebih banyak beranak pada pagi hari/subuh (24.00-06.00 WIB) sebesar 75% induk yang beranak. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa persentase waktu beranak lebih dominan pada pagi hari. Tabel 7 menunjukan distribusi waktu beranak pada induk domba garut.

Tabel 7 Distribusi waktu beranak induk domba garut

Interval Waktu Perlakuan

Berdasarkan hasil statistik menunjukan, pemberian minyak biji bunga matahari tidak mempengaruhi waktu beranak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa waktu beranak menyebar sepanjang hari, hal ini didukung oleh pernyataan dari Arnold dan Morgan (1975) bahwa waktu beranak induk domba menyebar secara acak dalam siklus 24 jam. Waktu beranak yang dominan terjadi pada pagi hari karena, ternak mencari tempat nyaman karena pada subuh atau pagi hari suasana relatif tenang dan udara sejuk. Induk-induk domba garut jarang beranak pada siklus 24 jam tetapi ternak akan beranak pada waktu-waktu tertentu pada saat ternak tersebut merasa nyaman. Beranak pada siang dan sore hari kemungkinan ternak mengalami stress akibat dari faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan kebisingan serta aktivitas dari pekerja.

Menurut Sutama dan Budiarsana (1995) melaporkan bahwa kecenderungan ternak domba lebih banyak beranak (61%) pada waktu relatif tenang. Umumnya perubahan hormon berhubungan dengan kelahiran seperti pada saat fetus mencapai pertumbuhan yang sempurna, selama kebuntingan kadar progesteron yang relatif tinggi sangat dibutuhkan. Secara hormonal kelahiran diinduksi dengan peningkatan kadar hormon estrogen atau oksitosin dan penurunan kadar progesteron dalam sirkulasi darah induk.

(21)

10

Lama Beranak

Lama beranak normal pada induk domba yaitu selama 30 menit, ada juga beberapa penelitian yang mengatakan lama beranak bervariasi antar satu menit sampai lebih dari tiga jam (Arnold dan Morgan 1975; Tomaszewka et al. 1991). Lama beranak induk domba dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8 Rataan dan standar deviasi tingkah laku lama beranak dan posisi beranak pada induk yang melahirkan anak tunggal dan kembar

Parameter Perlakuan

P0 P2 P4 P6

(Menit)

Lama beranak 61.33±12.06a 55.00±7.07a 17.00±2.00b 18.33±10.41b Posisi beranak Berdiri Berdiri Berdiri Berdiri

Keterangan : lambang yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata (P < 0.05)

Berdasarkan hasil statistik menunjukan, pemberian minyak biji bunga matahari mempengaruhi lama beranak. Hasil penelitian menunjukan bahwa lama beranak pada perlakuan P0 dan P2 lebih tinggi, sedangkan pada perlakuan P4 dan P6 memiliki kemampuan untuk mempercepat proses kelahiran anak, hal ini dikarena penambahan minyak bunga matahari dalam ransum induk dapat memperbaiki fungsi uterus dan fertilitas sehingga mempercepat proses kelahiran pada anak.

Hasil ini memberi gambaran bahwa minyak bunga matahari mampu menyediakan asam lemak yang berfungsi sebagai perkursor hormon steroid yang dibutuhkan untuk mempersiapkan fungsi ovarium sebelum terjadi ovulasi yang dapat mendukung munculnya sifat prolifik dari domba garut. Dengan semakin cepat induk melahirkan anaknya maka akan semakin baik proses kelahiran anak, hal ini diduga karena akan menurunkan tingkat mortalitas yang tinggi pada anak ketika baru lahir, sehingga dapat disimpulkan dengan adanya penambahan asam lemak pada induk bunting diduga dapat memperbaiki efisensi produksi pada ternak domba. Manfaat pengamatan ini adalah dengan adanya penambahan asam lemak linoleat diharapkan dapat mempercepat proses kelahiran pada induk yang beranak sehingga dengan waktu beranak yang singkat akan mengurangi rasa sakit pada induk ketika melahirkan.

Posisi Beranak

Posisi induk beranak yang teramati adalah semua posisi berdiri. Menurut Arnold dan Morgan (1975) hampir seluruh induk melahirkan anaknya dalam posisi berbaring dan hanya 28% diantarnya dalam posisi berdiri. Posisi berbaring saat beranak lebih menguntungkan bagi keselamatan anak yang baru lahir. Posisi beranak berbaring akan mengurangi luka atau memar pada saat anak lahir.

(22)

11 berbaring, sehingga induk-induk domba garut ini lebih dominan beranak dengan posisi berdiri.

Tingkah Laku Setelah Beranak

Tingkah laku setelah beranak adalah tingkah laku yang dilakukan oleh induk ketika anak telah lahir. Tingkah laku induk domba garut yang diamati setelah beranak adalah lama waktu menjilati yaitu interval waktu dari anak keluar secara utuh sampai sampai awal induk menjilati anak dan bagian pertama tubuh anak yang dijilati oleh induk domba. Berdasarkan pengamatan dari semua perlakuan bahwa induk segera setelah beranak, induk mendekati dan menjilati anaknya. Terkadang sebagian induk mengais-ngaiskan kakinya ke lantai sambil melakukan vokalisasi yang bertujuan untuk membersihkan dan menjaga anaknya dan mencari tempat yang cocok bagi anaknya.

Tingkah laku tersebut pada induk domba akan tertunda ketika ternak terkejut dengan kehadiran pekerja atau pengamat yang mencoba mendekati induk domba (Supriyanto 2000), tetapi pada penelitian ini induk domba dibiarkan secara alami untuk menjilati anaknya sampai anak bisa berdiri dan bulu sudah kering. Segera setelah anak lahir, induk domba mulai menjilati anaknya mulai dari kepala, leher, kemudian bagian tubuh lainnya karena induk tertarik pada bagian yang bergerak atau secara naluri induk berusaha untuk membersihkan saluran pernapasan anaknya dan membentuk jalinan antara induk dan anak (Wodzicka-Tomaszewka et al. 1991; Sutama dan Inounu 1993; Sutama dan Budiarsana 1995). Segera setelah anak lahir, kebanyakan anak domba garut akan berbaring dilantai atau alas kandang beberapa saat, dan kemudian akan menggerakan kepalanya (Gatenby et al. 1994). Hasil pengamatan bahwa terlihat tidak adanya perbedaan waktu menjilati dari setiap perlakuan yang diberi minyak bunga matahari. Tingkah laku setelah beranak induk domba garut dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9 Rataan setelah beranak induk domba garut

Parameter Perlakuan

P0(n=3) P2(n=2) P4(n=3) P6(n=3) Lama waktu menjilati

(menit)

24.67±4.51 33.05±9.19 32.67±10.97 32.00±6.08 Frekuensi menyusui

(kali/jam)

12.67±8.08 11.50±2.12 14.33±8.50 8.00±1.00 Lama menyusui

(menit)

10.67±14.15 3.50±0.71 2.67±0.58 9.00±9.54

(23)

12

Gambar 3 Induk domba garut menyusui anaknya

Tingkah laku menyusui (maternal behavior) adalah pemberian makanan dan penjagaan terhadap anak dari bahaya, tetapi hanya pada induk laktasi yang menyusui pada masa awal kelahiran. Tingkah laku induk penting dari aspek klinis berkaitan dengan mortalitas anak terutama minggu pertama pembesaran anak domba. Frekuensi menyusui adalah banyaknya aktivitas induk menyusui anaknya. Semakin banyak induk untuk menyusui anaknya maka anak akan semakin cepat anak untuk mendapatkan air susu terutama pada awal kelahiran agar menjaga daya tahan anak ketika lahir, sehingga anak mejadi sehat. lama menyusui adalah lamanya induk menyusui anaknya. Kecepatan anak untuk dapat menyusu sangat dipengaruhi oleh tingkah laku induknya. Induk yang baik akan membantu anaknya dalam usaha mencari dan membiarkan anaknya mencari puting susu di sepanjang tubuh induk.

Kadang-kadang beberapa induk mengangkat kaki belakang dan merendahkan bagian belakang badannya sehingga anak akan lebih mudah menemukan puting susu (Sutama dan Inounu 1993; Sutama dan Budiarsana 1995). Induk yang baru pertama kali beranak atau pada induk yang mempunyai sifat keindukan yang kurang baik, cenderung membuat anaknya berada didepannya, walaupun akhirnya induk mengijinkan anaknya untuk menyusu. Keadaan seperti ini, terutama bila anaknya agak lemah, sering menjadi penyebab keterlambatan anak mendapat kolostrum yang sangat penting bagi anak yang baru lahir sebagai sumber kekebalan tubuhnya.

Bagian Tubuh Anak Yang Pertama Dijilati

Induk domba garut menjilati anaknya pada bagian tubuh anak adalah sebagian besar bagian kepala terlebih dahulu seperti yang terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Bagian pertama anak domba garut dijilati oleh induknya

Bagian yang dijilati Perlakuan

P0 P2 P4 P6

(%)

Kepala 100 100 40 60

(24)

13 Berdasarkan hasil penelitian bahwa pada perlakuan P0 dan P2 induk menjilati anaknya 100% pada bagian kepala terlebih dahulu, perlakuan P4 induk lebih dominan menjilati bagian lainnya terlebih dahulu yaitu 60%, dan bagian kepala hanya 40%. Pada perlakuan P6 dominan induk menjilati pada bagian kepala yaitu 60% dan bagian lainnya 40%. Dapat disimpulkan bahwa kebanyakan induk domba garut menjilati anaknya pada bagian kepala diduga, karena induk tertarik dengan bagian tubuh yang bergerak hal ini sesuai dengan pernyataan Sutama dan Inounu (1993) atau secara naluri induk berusaha untuk membersihkan salauran pernafasan anaknya dan membentuk jalinan antara induk dan anak (Wodzicka-Tomaszewka et al. 1991; Sutama dan Inounu 1993; Sutama dan Budiarsana 1995).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian minyak biji bunga matahari dengan level 2%, 4% dan 6% dalam ransum induk domba bunting dapat mempengaruhi tingkah laku induk sebelum dan saat beranak, tetapi tidak menunjukan pengaruh pada tingkah laku setelah beranak. Tingkah laku induk domba sebelum beranak yang berpengaruh adalah berdiri dan urinasi, sedangkan pada tingkah laku saat beranak yang berpengaruh adalah lama beranak. Waktu beranak induk domba garut dominan terjadi pada pagi hari dan induk beranak pada kondisi yang nyaman dan tenang dengan posisi beranak adalah berdiri. Bagian yang dijilati pertama induk ketika anak lahir adalah pada bagian kepala yang bertujuan untuk mempercepat proses pernapasan pada anaknya ketika lahir. Perlakuan pakan yang ditambahkan minyak biji bunga matahari dengan level 4% memberikan pengaruh sangat baik terhadap tingkah laku beranak

Saran

Penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkah laku beranak dengan pengaruh penambahan minyak biji bunga matahari pada induk domba garut yang sebelumnya pernah beranak, sehingga dapat menghasilkan anak kembar yang sehat dan mengurangi tingkat kematian pada anak saat lahir dan efisiensi produksi dapat ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Arnold GW, Morgan PD. 1975. Behaviour of the ewe and lamb at lambing and its relationship to lamb mortality. Appl. Anim. Ethol. 2: 25-46.

Dwiyanto K, Inounu I. 2001. Ketersediaan teknologi dan pengembangan ruminansia kecil. (makalah pada seminar nasional domba dan kambing). Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

(25)

14

Fraser AF. 1980. Farm Animal Behaviour. Tindal, London (UK). Bailiere.

Gatenby RM, Batubara A, Doloksaribu M. 1994. The Behaviour of Sheep at Lambing. SR-CRSP, SBPT, P.O.BOX 1, Galang 20585, North Sumatra (ID). Indonesia.

Hafez ESE. 1987. Reproduction of Farm Animal. Ed ke-4. Philadelphia (US). Lea and Febiger.

Kartasudjana R. 2001. Mengawetkan Hijauan Pakan Ternak. Direktorat Menengah Kejuruan. Jakarta (ID).

Kilgour R, Dalton C. 1984. Livestock Behaviour. London (UK). Granada.

Mathius IW, Sastradipradja D, Sutardi T, Natasasmita A, Sofyan LA & Sihombing DTH. 2002. Strategic study on energy-protein requirements for local sheep: 4. ewes during late pregnancy. JITV 7(3): 167-180.

Supriyanto. 2000. Tingkah laku beranak domba merino dan sumatera. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sutama IK, Inounu I. 1993. Tingkah laku beranak domba Jawa dengan galur prolifikasi yang berbeda. Ilmu dan Peternakan. 6: 11-14.

Sutama IK, Budiarsana IGM. 1995. Tingkah laku induk domba ekor gemuk sekitar waktu beranak. Ilmu dan Peternakan. 8: 15-18.

Wodzicka-Tomaszewka, M. & Putu IG. 1989. Reproduction of behaviour in relation to animal production in Indonesia. IPB-Australia Project, Bogor (ID). Indonesia.

Wodzicka-Tomaszewka M, Sutama IK, Putu IG, Chaniago TD. 1991. Reproduksi Tingkah Laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. Jakarta (ID). PT Gramedia Pustaka.

Yamin M. 1991. Periparturient behaviour in angora goats. Study Project in Post Graduate Diploma in Appl. Sci. (Agric.). Gatton College. (AUS). The University of Queensland.

(26)

15

Tingkah Laku Induk Domba Sebelum Beranak

Tingkah Laku Frekuensi Jam

1. Berdiri

Tingkah Laku Induk Domba Saat Beranak

Tingkah Laku Jam

Anak 1 Anak 2

Waktu beranak Lama beranak

(27)

16

Lampiran 2 Hasil analisis ragam

- Analisis ragam tingkah laku berdiri sebelum beranak

Sumber db JK KT F P

Perlakuan 3 64.182 21.394 4.68 0.043*

Galat 7 32.000 4.571

Total 10 96.182

*berbeda nyata (P<0.05)

- Analisis ragam tingkah laku berbaring sebelum beranak

Sumber db JK KT F P

Perlakuan 3 8.667 2.889 0.30 0.824

Galat 7 67.333 9.619

Total 10 76.000

*tidak berbeda nyata (P>0.05)

- Analisis ragam tingkah laku jalan keliling sebelum beranak

Sumber db JK KT F P

Perlakuan 3 73.39 24.46 1.48 0.229

Galat 7 115.33 16.48

Total 10 188.73

*tidak berbeda nyata (P>0.05)

- Analisis ragam tingkah laku vokalisasi sebelum beranak

Sumber Db JK KT F P

Perlakuan 3 23.64 7.88 0.10 0.955

Galat 7 526.00 75.14

Total 10 549.64

*tidak berbeda nyata (P>0.05)

- Analisis ragam tingkah laku urinasi sebelum beranak

Sumber Db JK KT F P

Perlakuan 3 44.545 14.848 17.32 0.001*

Galat 7 6.000 0.857

Total 10 50.545

*berbeda nyata (P<0.05)

- Analisis ragam tingkah laku nyengir/ flehmen sebelum beranak

Sumber Db JK KT F P

Perlakuan 3 242.85 80.95 1.14 0.396

Galat 7 485.33 70.76

Total 10 738.18

*tidak berbeda nyata (P>0.05)

- Analisis ragam tingkah laku mengais-ngais sebelum beranak

Sumber db JK KT F P

Perlakuan 3 113.58 37.86 0.62 0.626

Galat 7 429.33 61.33

Total 10 542.91

(28)

17 - Analisis ragam tingkah laku waktu beranak pada saat induk beranak

Sumber db JK KT F P

Perlakuan 3 0.333 0.111 0.15 0.924

Galat 5 3.667 0.733

Total 8 4.000

*tidak berbeda nyata (P>0.05)

- Analisis ragam tingkah laku lama beranak pada saat induk beranak

Sumber db JK KT F P

Perlakuan 3 4665.2 1555.1 19.26 0.001*

Galat 7 565.3 80.8

Total 10 5230.5

*berbeda nyata (P<0.05)

- Analisis ragam ttingkah laku lama waktu menjilati setelah induk beranak

Sumber Db JK KT F P

Perlakuan 3 140.89 46.96 0.76 0.557

Galat 7 439.83 62.83

Total 10 580.73

*tidak berbeda nyata (P>0.05)

- Analisis ragam tingkah laku frekuensi menyusui setelah induk beranak

Sumber Db JK KT F P

Perlakuan 3 64.71 21.57 0.54 0.672

Galat 7 281.83

Total 10 346.55

*tidak berbeda nyata (P>0.05)

- Analisis ragam tingkah laku lama menyusui setelah induk beranak

Sumber Db JK KT F P

Perlakuan 3 132.35 44.12 0.53 0.667

Galat 7 583.83 83.40

Total 10 716.18

(29)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gambur, Kalimantan Barat pada tanggal 23 Agustus 1989. Penulis adalah anak keenam dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Didimus Darasmin (Alm) dan Ibu Yohana. Pendidikan penulis diawali dari Sekolah Dasar Negeri 35 Tumabang pada tahun 1995. Tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Katolik Pahauman kemudian penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Sengah Temila pada tahun 2004.

Gambar

Tabel 1 Komposisi konsentrat penelitian berdasarkan bahan kering
Tabel 3 Pengertian beberapa tingkah laku induk sebelum beranak
Tabel 4 Pengertian beberapa tingkah laku saat beranak
Tabel 6 Frekuensi tingkah laku induk domba garut sebelum beranak
+3

Referensi

Dokumen terkait

&#34;Menurut MacDonald dalam Crooks &amp; Baur (2005), individu biseksual adalah individu yang dapat terlibat dan menikmati aktivitas seksual dengan kedua jenis

DEPARTMENT STUDENTS IN MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF SURAKARTA: A CASE STUDY IN SATURDAY ENGLISH.. GATHERING

Bab I menguraikan latar belakang masalah mengenai adanya disharmonisasi norma yang terjadi secara vertikal antara Pasal 45 dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1

Puji syukur penulis panjatkan pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena berkat asung, kertha, waranugraha-Nya penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul

Huruf yang digunakan dalam penulisan naskah Wandaning Ringgit Wacucal menggunakan huruf Jawa atau bisa disebut juga dengan aksara Jawa. Terdapat beberapa perangkat dalam

4.3.2.3 Responden Merasa Tertarik Untuk Mencari Video Porno Ariel Yang Lain Setelah Memperhatikan Dan Mengerti Tentang Apa Yang Disampaikan Dalam Pemberitaan “ Video Porno Ariel,

Penelitian ini tidak luput dari keterbatasan dimana tidak adanya indikator (rasio keuangan atau faktor non keuangan) lainnya yang dapat digunakan untuk menilai tingkat