• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Pakan Campuran pada Larva Ikan Patin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian Pakan Campuran pada Larva Ikan Patin"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN PAKAN CAMPURAN PADA LARVA

IKAN PATIN

OKTO CHRISTIAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemberian Pakan Campuran Pada Larva Ikan Patin” adalah benar merupakan hasil karya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, Juli 2013

(3)

ABSTRAK

OKTO CHRISTIAN Pemberian Pakan Campuran Pada Larva Ikan Patin. Dibimbing oleh ENANG HARRIS dan WIYOTO.

Artemia sebagai pakan alami bagi larva ikan patin memiliki harga yang cukup tinggi dan cenderung naik seiring waktu. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan perbandingan optimal antara pakan artemia dengan pakan campuran untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan patin. Larva ikan patin ditebar dalam wadah akuarium dengan dimensi 90x40x40 cm3 sebanyak 5000 ekor dan 20x10x15 cm3 sebanyak 50 ekor. Setiap akuarium diisi air sebanyak 100 L dan 1 L. Pengujian dilakukan dengan kombinasi pemberian artemia dan pakan campuran sebagai berikut: 77.19 g (kontrol); 77.19 g dan 27 mL (perlakuan I); 57.89 g dan 33.75 mL (perlakuan II); dan 38.59 g dan 40.5 mL (perlakuan III). Nilai sintasan yang diperoleh pada larva umur 3 hari berturut-turut kontrol, perlakuan I, perlakuan II, dan perlakuan III yaitu 71.67%; 60.00%; 65.00%; dan 31.25%. Larva umur 18 hari, nilai sintasan berturut-turut, yaitu 50.27%; 34.50%; 53.33%; dan 31.23%. Pada pemeliharaan 3 hari nilai sintasan yang berbeda nyata hanya perlakuan III. Nilai panjang mutlak pada pemeliharan selama 3 hari secara berurutan adalah sebagai berikut 0.69 cm; 0.70 cm; 0.64 cm; dan 0.59 cm. Nilai panjang mutlak tidak berbeda nyata, kecuali pada perlakuan 38.59 g artemia dan 40.5 mL (perlakuan III). Nilai panjang mutlak pada pemeliharaan selama 18 hari adalah sebagai berikut 1.52 cm; 1.40 cm; 1.51 cm; dan 1.42 cm. Kombinasi perlakuan pakan artemia dengan pakan campuran berpengaruh pada kelangsungan hidup larva. Pakan campuran belum dapat menjadi pengganti artemia, namun dapat dijadikan komplemen.

(4)

ABSTRACT

OKTO CHRISTIAN Feeding of compound feed to Stripped Catfish Larvae. Supervised by ENANG HARRIS and WIYOTO.

Artemia as live feed of stripped catfish larvae has a high price and tend to increase in time. The objective of this research is to find out the most optimum combination of artemia and compound feeding for stripped catfish larva survival and growth. Five thousand catfish larvae were stocked in glass aquarium with the size 90x40x40 cm3 and 50 larvae in glass aquarium 20x10x15 cm3. Combination feeding experiment consisted of 77.19 g artemia as a control; 77.19 g of artemia and 27 mL of compound feed (treatment I); 57.89 g of artemia and 33.75 mL of compound feed (treatment II); and 38.59 g of artemia and 40.5 mL of compound feed (treatment III). Survival rate of larvae on day 3th was 71.67%; 60.00%; 65.00%; and 31.25% respectively. While larva survival on 18 days was 50.27%; 34.50%; 53.33%; and 31.23% respectively. During the three days of experiment on survival, treatment III showed significanly lower survival. Absolute larvae length on 3 days experiment was 0.69 cm; 0.70 cm; 0.64 cm; and 0.59 cm respectively. Absolute larvae length the treatment was not significanly diffirent from each other, except for treatment III. Absolute larvae length in 18 days experiment was 1.52 cm; 1.40 cm; 1.51 cm; and 1.42 cm respectively. Combination of artemia and compound feed had an effect on survival rate. Compound feed could not totally replace artemia as a live feed, however it can be used as a complement feed.

(5)

PEMBERIAN PAKAN CAMPURAN PADA LARVA

IKAN PATIN

OKTO CHRISTIAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan,

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pemberian Pakan Campuran pada Larva Ikan Patin Nama : Okto Christian

NIM : C14061887

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Disetujui oleh,

Prof Dr Ir Enang Harris, MS. Wiyoto, SPi, MSc Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh,

Dr Ir Sukenda, MSc Ketua Departemen

(8)

Tanggal Lulus :

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas segala berkat dan anugerah dari Tuhan Yesus Kristus yang melimpah sehingga penyusunan skripsi yang berjudul Pemberian Pakan Campuran Pada Larva Ikan Patin ini diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS. selaku pembimbing I dan bapak Wiyoto, S.Pi, M.Sc. selaku pembimbing II yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Julie Ekasari, S.Pi, M.Sc. selaku Dosen Penguji Tamu.

3. Bu Yuni Puji Hastuti, S.Pi, M.Si. selaku pembimbing Praktek Lapang serta perwakilan dosen dari program studi dalam sidang ujian akhir skripsi ini. 4. Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc. selaku Pembimbing Akademik atas

arahan dan bimbingan selama studi.

5. Bapak, mama, dan saudara-saudaraku (adik, abang, dan sepupu) atas dukungan doa, materiil, dan kasih sayang.

6. Pak Wasjan, kang asep, Mba Yuli, dan Pak Marijanta atas bantuan dan perhatian luar biasa yang diberikan.

7. Viva atas perhatian, kasih sayang, dan kesetiaannya selama proses penyelesaian skripsi ini.

8. Teman-teman BDP 43, khususnya toni, rona, fani, ide, yayan, tia, khaefah, dan nama-nama lain yang mungkin tidak saya sebutkan.

9. Bang Irman dan Salomo yang telah membantu dalam proses penelitian.

10.Teman-teman petani patin di bogor untuk berbagi pengalamannya mengenai pemeliharaan patin

Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan percobaan ... 2

2.2 Prosedur penelitian ... 2

2.2.1 Perlakuan dan pemeliharaan ikan uji ... 2

2.2.2 Parameter yang diamati ... 4

Tingkat kelangsungan hidup ... 4

Panjang mutlak ... 4

Parameter kualitas air ... 4

2.3 Analisis data ... 4

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil ... 5

3.1.1 Kelangsungan Hidup ... 5

3.1.2 Panjang mutlak ... 6

3.1.3 Pakan ... 7

3.2 Pembahasan ... 7

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 10

4.2 Saran ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 10

(10)

DAFTAR TABEL

1. Komposisi proksimat pakan artemia dan pakan campuran ... 7

2. Asumsi biaya pakan artemia dan pakan campuran ... 8

DAFTAR GAMBAR 1. Skema penyusunan akurium ... 4

2. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan patin selama 3 hari ... 6

3. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan patin selama 18 hari ... 6

4. Panjang mutlak larva ikan patin ... 7

DAFTAR LAMPIRAN 1. Kualitas air... 15

2. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan patin umur 3 hari ... 15

3. Uji F kelangsungan hidup larva ikan patin umur 3 hari ... 15

4. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan patin umur 18 hari ... 16

5. Uji F kelangsungan hidup benih ikan patin umur 18 hari ... 16

6. Panjang mutlak larva ikan patin umur 3 hari ... 16

7. Uji F panjang mutlak larva ikan patin umur 3 hari ... 17

8. Panjang mutlak benih ikan patin umur 18 hari ... 17

9. Uji F panjang mutlak benih ikan patin umur 18 hari ... 17

10. Waktu dan jumlah pakan artemia yang diberikan selama 3 hari ... 18

11. Data panjang mutlak benih ikan patin umur 18 hari ... 18

(11)

1

I. PENDAHULUAN

Ikan patin Pangasius sp. merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis tinggi (Varikul dan Boonsom 1968). Permintaan pasar terhadap jenis ikan ini cukup tinggi dan cenderung meningkat. Peningkatan permintaan terhadap ikan patin dapat dilihat dari jumlah produksi yang mengalami peningkatan rata-rata 73.30 % per tahun dengan jumlah produksi tahun 2007 sebesar 36 757 ton menjadi 147 888 ton pada tahun 2010 (DJPB 2011). Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa permintaan benih patin mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya produksi ikan patin konsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pembenihan ikan patin cukup menjanjikan.

Pembenihan merupakan langkah awal proses budidaya. Biaya produksi yang dikeluarkan pada tahap pembenihan lebih kecil daripada pembesaran, namun B/C (Benefit Cost) rasio yang didapat pada tahap pembenihan lebih tinggi. Analisis net B/C rasio dilakukan untuk mengetahui sejauh mana usaha tersebut mendatangkan keuntungan pada periode tertentu. Salah satu contoh nilai net B/C rasio yang diperoleh dari buku Pola Pengembangan Usaha Kecil Pembenihan Patin sebesar 1.37 (Bank Indonesia 2010). Analisis usaha dalam buku tersebut mencatat bahwa pada tingkat produksi 110 000 ekor benih membutuhkan artemia sebanyak 3 kaleng (1 275 g). Berdasarkan analisis tersebut disebutkan bahwa biaya pakan artemia sebesar 23.75% dari total biaya produksi.

Fatoni (2008) mengatakan bahwa masa kritis larva ikan patin adalah pada umur 8-14 hari setelah menetas. Pakan alami Artemia sp. adalah pakan alami yang umum diberikan setelah kuning telur habis sampai dengan larva umur kurang lebih 3 hari. Pemberian pakan alami ini bertujuan untuk memperoleh benih yang berkualitas karena mampu memenuhi kebutuhan nutrisi dari larva patin dan menghindari kanibalisme yang berlebihan.

Penggunaan pakan alami artemia dalam suatu kegiatan budidaya masih memiliki beberapa kendala. Salah satu kendala yang kerap dihadapi pada saat pemeliharaan larva ialah saat melakukan pengulturan. Artemia akan menetas setelah dikultur selama 18-24 jam. Akan tetapi, seringkali terjadi artemia yang dikultur tidak menetas akibat kualitas air yang tidak baik atau artemia yang digunakan sudah kadaluarsa. Selain itu, ada pula kendala non teknis, yaitu harga artemia yang cukup mahal. Bahkan dalam beberapa waktu terakhir, harga artemia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Pada bulan Oktober 2011, harga per kaleng (@425 g) adalah Rp 290 000 dan meningkat tajam sampai saat ini menjadi Rp 600 000.

(12)

2

sebagai pengganti pakan artemia sehingga mampu menekan biaya produksi. Salah satu alternatif pakan yang dapat digunakan adalah pakan campuran dengan komposisi, antara lain: artemia flake, bakteri probiotik, berbagai asam amino, dan mineral. Pakan campuran ini tidak perlu dikultur terlebih dahulu, sehingga mengurangi resiko ketersediaan pakan bagi larva. Harga pakan campuran ini juga lebih rendah dari artemia, yaitu Rp 450 000,- per 1100 mL.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan optimal antara pakan artemia dengan pakan campuran terhadap tingkat kelangsungan hidup larva.

II. BAHAN DAN METODE

2.1. Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu kontrol (larva diberi pakan artemia 77.19 g), perlakuan I (larva diberi pakan artemia 77.19 g dan pakan campuran 27 mL), perlakuan II (larva diberikan pakan artemia 57.89 g dan pakan campuran 33.75 mL), dan perlakuan III (larva diberikan pakan artemia 38.59 g dan pakan campuran 40.5 mL). Jumlah pakan yang menjadi kombinasi antara pakan artemia dan pakan campuran adalah total pakan selama 3 hari. Penyusunan posisi letak akuarium disesuaikan berdasarkan perlakuan masing-masing (Gambar 1).

K1 PI

K = Kontrol pemberian artemia 77.19 g

(13)

3

2.2. Prosedur Penelitian

2.3.1. Perlakuan dan Pemeliharaan Ikan Uji

Sterilisasi tempat dan peralatan menggunakan kaporit dengan dosis 20 mg/L, kemudian peralatan direndam menggunakan tiosulfat dengan dosis 8 mg/L untuk menetralisir sisa kaporit. Akuarium dan peralatan yang sudah dinetralisir kemudian dijemur dan dikeringkan. Sumber air yang digunakan adalah air sumur yang ditampung ke dalam tandon dan diaerasi selama 1 hari sebelum digunakan. Setelah itu, akuarium 90x40x40 cm3 diisi air sebanyak 100 L dan untuk akuarium 20x10x15 cm3 diisi air sebanyak 1 L.

Pada percobaan kali ini digunakan 2 jenis wadah akuarium selama pemeliharaan, yaitu akuarium berdimensi 90x40x40 cm3 (100 L) dan akuarium berdimensi 20x10x15 cm3 (1 L). Penggunaan 2 jenis akuarium untuk memudahkan penghitungan tingkat kelangsungan hidup larva patin. Percobaan pemberian artemia dan pakan campuran dilakukan selama 3 hari. Kemudian pemeliharaan dilanjutkan hingga hari ke-18 untuk melihat pengaruh pemberian kombinasi pakan tersebut. Penghitungan nilai sintasan dan panjang mutlak larva dilakukan pada hari ke-3 dan hari ke-18. Hari ke-3 dilakukan penghitungan pada wadah akuarium 1 L dan hari ke-18 dilakukan penghitungan pada wadah 100 L.

Pemberian pakan artemia dilakukan secara at-satiation atau sekenyangnya dan untuk pakan campuran diberikan sesuai dengan dosis perlakuan. Kontrol dijadikan patokan untuk jumlah pemberian pakan artemia pada tiap perlakuan. Artemia yang akan diberikan terlebih dahulu ditimbang, kemudian artemia sisa dari pemberian ditimbang kembali dan dihitung nilai selisihnya untuk mengetahui jumlah artemia yang diberikan. Jumlah pakan artemia kontrol dikonversi 100% (perlakuan I), 75% (perlakuan II), dan 50% (perlakuan III). Pakan campuran diberikan dengan dosis 27 mL (perlakuan I), 33.75 mL (perlakuan II), dan 40.5 mL (perlakuan III). Nilai jumlah pemberian pakan campuran diatas merupakan angka yang digunakan pada pemeliharaan larva udang. Penggunaan pakan campuran pada pemeliharaan larva patin sendiri belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, pemberiaannya menggunakan dosis yang biasa digunakan pada larva udang.

Larva ikan patin yang digunakan pada perobaan berasal dari hasil penyuntikan antara induk jantan dan induk betina. Larva ditebar sebanyak 5 000 ekor per akuarium besar (kepadatan 50 ekor/L) dan 50 ekor untuk akuarium kecil. Awal perlakuan adalah larva pada wadah akuarium besar (100 L) dan akuarium kecil (1 L) diuji selama 3 hari dengan pemberian komposisi pakan artemia dan pakan campuran yang berbeda. Setelah 3 hari, dilakukan penghitungan nilai sintasan akuarium kecil. Sedangkan untuk larva pada akuarium besar dipelihara selama 18 hari hingga ukuran kurang lebih 3/4 inchi untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidupnya.

(14)

4

bisa ditambah hingga 100%. Penggantian air dilakukan antara pagi dan siang hari saat keadaan suhu tandon dan suhu akuarium relatif sama.

Penetasan siste artemia dilakukan pada air bersalinitas 20 g/L dalam wadah ember bervolume 20 L dengan artemia sebanyak 30 g dan diberi aerasi. Setelah ±24 jam siste artemia akan menetas dan siap untuk dipanen. Artemia dipanen dengan cara disaring menggunakan scoopnet. Kemudian ditampung dalam wadah berisi air dengan salinitas yang sama. Artemia yang telah ditampung, siap untuk diberikan. Frekuensi pemberian pakan artemia adalah sebanyak 10-12 kali per hari disesuaikan dengan laju pengosongan lambung. Sebelum diberikan, artemia terlebih dahulu ditimbang kering menggunakan timbangan digital dan diencerkan kembali dengan menggunakan air saat diberikan ke ikan. Pemberian pakan campuran selalu disertai dengan artemia, hanya frekuensi pemberiannya berbeda. Frekuensi pemberian pakan campuran adalah 5 kali dalam 1 hari. Perlakuan I akuarium besar diberikan pakan campuran dengan dosis 27 mL. Perlakuan II diberikan pakan campuran dengan dosis 33.75 mL. Perlakuan III diberikan pakan campuran dengan dosis 40.5 mL. Metode pemberian pakan artemia dan pakan campuran untuk akuarium kecil (1 L) dilakukan dengan cara mengencerkan terlebih dahulu jumlah pakan yang diberikan pada akuarium besar menjadi 100 mL, lalu hasil pengenceran pakan campuran diambil sebanyak 1 mL untuk setiap wadah akuarium kecil. Pada hari ke-4, larva ikan patin sudah sepenuhnya diberikan pakan cacing sutera. Pemberian pakan cacing sutera diawali dengan dilakukan penyincangan terlebih dahulu sampai halus dan dibilas bersih sampai tidak ada lagi sisa darah. Setiap 30 menit setelah pemberian pakan dilakukan penyifonan untuk membersihkan sisa pakan.

2.3.2 Parameter yang Diamati

Parameter yang diuji meliputi tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak, dan parameter kualitas air (suhu, pH, DO dan amonia).

Tingkat Kelangsungan Hidup

Menurut Effendie (1978), tingkat kelangsungan hidup dapat dihitung dengan cara membagi jumlah larva pada akhir periode pemeliharaan dengan jumlah larva pada awal penebaran. Penghitungan tingkat kelangsungan hidup dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada hari ke-3 untuk akuarium 1 L dan hari ke-18 untuk akuarium 100 L .

SR = x 100%

SR = Kelangsungan hidup (%)

(15)

5

Panjang Mutlak

Sama halnya dengan penghitungan tingkat kelangsungan hidup, penghitungan panjang mutlak juga dilakukan sebanyak dua kali selama percobaan, yaitu pada hari ke-3 untuk akuarium 1 L dan pada hari ke-18 untuk akuarium 100 L. Pertumbuhan Panjang Mutlak sesuai dengan rumus yang dikemukan oleh Effendie (1979) :

Pm = Pt – Po Pm = panjang mutlak ikan (cm)

Pt = panjang ikan pada hari ke-t (cm) Po = panjang ikan pada hari ke-0 (cm)

Parameter Kualitas Air

Paremeter kualitas air yang diamati antara lain ammonia, derajat keasaman (pH), dan oksigen terlarut (DO) yang diukur menggunakan test kit. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan setiap minggu untuk mengetahui kondisi air pada wadah pemeliharaan. Setiap pengukuran dilakukan sebelum dilakukan pergantian air.

Asumsi Penghitungan Biaya Artemia dan Pakan Campuran

Biaya yang dihitung adalah artemia dan pakan campuran. Penghitungan dilakukan pada hari ke-3 untuk mengetahui total biaya yang dikeluarkan pada tiap perlakuan. Penghitungan biaya diasumsikan dengan jumlah larva ikan patin sebanyak 200000 ekor dan penggunaan artemia sebanyak 3 kaleng untuk perlakuan kontrol (PPUK 2010).

2.4. Analisis Data

(16)

6

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup

Berdasarkan perhitungan pada larva umur 3 hari, sintasan terendah adalah pada perlakuan III dengan kombinasi pakan artemia 38.59 g dan pakan campuran 40.5 mL, yaitu sebesar 31.25±6.25%. Sintasan tertinggi adalah pada perlakuan kontrol 71.67±15.07% (Gambar 2). Terdapat perbedaan nilai kelangsungan hidup antar perlakuan, uji statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P<0.05) antara kontrol dengan perlakuan I dan perlakuan II. Kontrol hanya berbeda nyata dengan perlakuan III.

Gambar 2. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan patin yang diberi pakan artemia dan kombinasi artemia-pakan campuran yang berbeda pada hari ke-3

(17)

7

Pada pemeliharaan hingga 18 hari, nilai sintasan tertinggi diperoleh pada perlakuan II, yaitu sebesar 53.33±4.90 %. Sedangkan untuk nilai sintasan terendah adalah pada perlakuan III yakni sebesar 31.23±7.11% (Gambar 3). Berdasarkan uji statistik, perlakuan II berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan III dan perlakuan I. Namun tidak berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 3).

3.1.2. Panjang Mutlak

Berdasarkan hasil penelitian dengan kombinasi pakan yang berbeda dapat dilihat gambaran panjang mutlak untuk larva 3 hari dan 18 hari (Gambar 4).

Gambar 4. Panjang mutlak larva ikan patin yang diberi pakan artemia dan kombinasi artemia-pakan campuran yang berbeda pada hari ke-3 dan ke-18

Panjang mutlak tertinggi untuk larva 3 hari adalah pada perlakuan I, yaitu 0.7 ± 0.02 cm dan larva hari ke 18 adalah pada kontrol, yaitu 1.52 ± 0.13 cm. Berdasarkan uji statistik untuk larva 3 hari (Lampiran 4) menunjukkan bahwa kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan I dan perlakuan II, namun berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan III. Sedangkan untuk benih umur 18 hari, uji statistik (Lampiran 5) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan.

3.1.3 Pakan

(18)

8

Tabel 1 Komposisi proksimat pakan artemia dan pakan campuran

Kode Sampel Kadar air

3.1.4 Asumsi Penghitungan Biaya Artemia dan Pakan Campuran

Asumsi penghitungan biaya selama percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan penghitungan, jumlah biaya tertinggi adalah pada perlakuan I dan biaya terendah pada perlakuan III.

Tabel 2 Asumsi biaya pakan artemia dan pakan campuran Perlakuan biaya pakan peralihan untuk menjadi bentuk definitif dengan cara metamorfose (Forsberg dan Summerfelt 1992). Larva ikan patin yang baru menetas memiliki ciri-ciri transparan, tidak berpigmen, alat renangnya belum sempurna, dan mempunyai ukuran lebih kurang 3 mm. Larva ikan yang baru menetas memiliki organ tubuh yang masih sederhana. Saluran pencernaannya berupa tabung lurus (Blaxter 1969). Seiring dengan bertambahnya umur larva, dinding saluran pencernaannya menebal dan membentuk jonjot-jonjot (Pittman et al. 1990; Wahyuningrum 1991; Effendi 1995). Kemudian dengan bertambahnya umur, melalui diferensiasi alat pencernaan, larva ikan akan berubah perlahan-lahan memasuki stadia dengan habitat pemangsaan yang spesifik (Hofer dan Udin 1985). Perkembangan tersebut selain terjadi secara morfologis/anatomis, juga secara fisiologis yakni perkembangan enzim-enzim pencernaan dan aktivitasnya. Jadi struktur morfologis saluran pencernaan yang masih sederhana berkorelasi dengan rendahnya produksi enzim-enzim pencernaan (Lauf dan Hofer 1984) dan ini merupakan masalah utama dalam pemberian pakan bagi larva pada stadia awal (Kawai dan Ikeda 1973).

(19)

9

relatif kecil serta sesuai dengan bukaan mulut larva atau benih ikan, nilai nutrisinya tinggi, mudah dibudidayakan, gerakannya dapat merangsang ikan untuk memangsanya, dapat berkembangbiak dengan cepat sehingga ketersediaanya dapat terjamin serta biaya pembudidayaannya relatif murah (Priyambodo dan Tri wahyuningsih 2003). Artemia merupakan salah satu pakan alami yang sampai saat ini paling banyak digunakan dalam usaha budidaya ikan dan udang khususnya dalam pembenihan.

Pakan campuran yang digunakan berbentuk cairan kental yang mengandung bakteri probiotik dan berbagai asam amino. Bakteri probiotik yang terkandung dalam pakan campuran merupakan bakteri Bacillus subtilis. Bakteri jenis ini merupakan salah satu bakteri genus Bacillus yang dapat digunakan sebagai probiotik karena bakteri ini tidak patogen, memiliki daya bunuh untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan dapat membantu dalam penyeimbangkan mikroba pada saluran pencernaan hewan-hewan air, termasuk udang (Balcazar et al. 2006). Akan tetapi, jenis pakan campuran ini hanya dimakan sedikit oleh larva, yaitu ketika pakan campuran yang diberikan masih melayang di akuarium dan sisa pakan yang tidak termakan akan mengendap di dasar akuarium.

Pemberian pakan alami yang cukup dapat mempengaruhi kelangsungan hidup larva. Menurut Maiska (1981), makanan pertama yang diberikan pada larva sebaiknya mengandung gizi yang cukup, menarik perhatian larva, mudah ditangkap, dan tentunya disukai oleh larva tersebut. Berdasarkan pernyataan tersebut, pakan yang diberikan harus sesuai dengan karakter larva. Pada kontrol, pakan yang diberikan adalah artemia 77.19 g. Perlakuan III menunjukkan nilai kelangsungan hidup terendah, yaitu 31.25±6.25%. Kombinasi pemberian pakan pada perlakuan III adalah artemia 38.59 g dan dosis pakan campuran 40.5 mL. Pada perlakuan ini jumlah pakan artemia dikurangi sebesar 50% dari normal. Hasil ini menunjukkan bahwa pakan campuran dengan dosis 40.5 mL belum mampu menggantikan kebutuhan pakan larva. Uji proksimat menunjukkan bahwa kandungan protein artemia sebesar 40.49% dan pakan campuran memiliki kandungan protein sebesar 10.21% (Tabel 1). Hasil uji dapat dilihat bahwa kebutuhan protein untuk larva berkurang. Sehingga mortalitas pada perlakuan III menjadi yang paling tinggi. Mortalitas akan lebih tinggi lagi apabila makanan disekitarnya kurang memadai (Djajasewaka 1985). Selain itu pakan campuran tidak banyak dimakan oleh larva sehingga mengendap dan menyebabkan dasar akuarium menjadi kotor. Karakteristik larva, yaitu tidak bergerak aktif mencari makan melainkan bergerak aktif dengan mulut yang terbuka (Hardjamulia et al. 1981) menjadi penyebab tidak dimakannya pakan campuran tersebut. Jadi, pakan campuran yang termakan hanya ketika masih melayang dalam akuarium.

(20)

10

kualitas benih yang dihasilkan. Stroband dan Dabrowski (1979) dan Buddington (1985) menyatakan bahwa pada kondisi saluran pencernaan yang masih sangat sederhana, produksi enzim-enzim pencernaan pun sangat rendah. Rendahnya aktifitas enzim dan ketiadaan salah satu atau beberapa enzim pencernaan akan sangat mempengaruhi kemampuan cerna larva. Hasil dari pengamatan (Gambar 3) dan uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan II mendapatkan hasil yang terbaik untuk perlakuan 18 hari (Lampiran 5). Hasil ini juga dapat dilihat dari tidak jauh berbedanya tingkat kelangsungan hidup antara perawatan selama 3 hari dengan perawatan selama 18 hari dibandingan perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh pemberian pakan campuran dengan dosis tertentu terhadap kelangsungan hidup larva menjadi benih. Fuller (1992) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi respon inang terhadap probiotik antara lain: komposisi mikroflora intestinum inang, dosis yang digunakan, umur dan spesies atau strain hewan inang, kualitas probiotik dan cara preparasi probiotik. Faktor yang menjadi pembeda antara tiap perlakuan adalah faktor dosis pakan campuran (probiotik) yang digunakan. Rahmawati et al. (2009) juga menyatakan bahwa tingkat kelangsungan hidup berbanding terbalik dengan pemberian dosis probiotik. Pernyataan ini sesuai dengan hasil yang didapat pada perlakuan III dimana tingkat kelangsungan hidup benih adalah yang paling rendah.

Tingkat kelangsungan hidup larva Patin Siam (Pangasius hypopthalamus) yang baik adalah diatas angka 70 % (Sunarma 2004). Sedangkan pada tiap perlakuan nilai kelangsungan hidup larva tidak ada yang mencapai nilai 70%. Rendahnya nilai sintasan pada tiap perlakuan kemungkinan disebabkan oleh pergantian pakan dari artemia ke cacing. Perlakuan kombinasi pakan pada awal percobaan menjadi faktor penyebab rendahnya nilai kelangsungan hidup dimana pada ketiga perlakuan yang menggunakan pakan campuran nilai sintasan selama 3 hari di bawah 70%.

Pertumbuhan adalah perubahan bentuk dalam hal panjang, bobot maupun isi sesuai dengan perubahan waktu. Pertumbuhan panjang ikan sebanding dengan pertumbuhan bobot, sehingga bobot ikan dapat dianggap sebagai fungsi dari panjang ikan (Effendie 1978). Untuk tumbuh secara optimal larva ikan harus memakan pakan bergizi. Djajasewaka (1985) mengatakan bahwa semua spesies ikan membutuhkan pakan yang terdiri dari protein dengan asam amino essensial, lemak esensial, karbohidrat, vitamin dan mineral. Rachmatun (2005) mengatakan bahwa makanan yang diberikan mengandung protein rendah, maka pertumbuhannya lambat. Hal ini sesuai dengan nilai panjang mutlak benih patin pada umur 3 hari, dimana semua perlakuan tidak berbeda nyata kecuali pada perlakuan III (Lampiran 7). Meskipun jumlah pakan campuran ditingkatkan menjadi 40.5 mL kebutuhan gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan larva tidak mencukupi, karena jumlah pakan artemia dikurangi sebanyak 50%.

(21)

11

penggunaan pakan artemia dan pakan campuran pada perlakuan II adalah yang paling efisien.

Kualitas air merupakan faktor kimia fisika yang dapat memengaruhi media pemeliharaan dan secara tidak langsung mempengaruhi proses metabolisme ikan patin. Kualitas air yang meliputi parameter suhu, DO, pH, dan amonia masih berada pada kisaran normal selama masa pemeliharaan dan masih mendukung terjadinya pertumbuhan (Lampiran 1). Pergantian air yang dilakukan setiap harinya menjadi faktor terjaganya kualitas air pada masa pemeliharaan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4. 1. Kesimpulan

Kombinasi perlakuan pakan artemia dengan pakan campuran berpengaruh terhadap kelangsungan hidup larva. Pakan campuran belum dapat menjadi pengganti pakan artemia sepenuhnya, namun dapat dijadikan sebagai komplemen dari pakan artemia. Kombinasi yang paling mendekati kontrol dilihat dari nilai sintasan dan biaya produksi adalah pada perlakuan II (artemia 57.89 g dan pakan campuran 33.75 mL). Biaya produksi selama 3 hari pada perlakuan II juga diasumsikan yang paling rendah.

4.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari cara pemberian pakan campuran ke dalam wadah pemeliharaan, misalnya wadah pemeliharaan yang diberikan salinitas tertentu sehingga berat jenis air akan sama dengan berat jenis pakan campuran.

DAFTAR PUSTAKA

Balcazar JL, Blas ID, Zarzuela IR, Cunningham D, Vendrell D, Muzquiz JL. 2006. The Role of probiotics in aquaculture. Veterinary Microbiology. 144; 173-186.

(22)

12

Blaxter JHS. 1969. Development: eggs and larvae. Di dalam: Hoar WS, Randall DJ dan Bret JR (eds.) Fish physiology. Vol.3. Academic Press, Inc., San Diego. 177-252.

Djajasewaka. 1985. Pakan ikan. (Makanan Ikan). Yasaguna. Jakarta.

Djarijah AS. 2003. Pakan ikan alami. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

[DJPB] Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. 2011. Produksi patin melonjak. http://www.djpb.kkp.go.id/. (Akses 20 Mei 2012).

Effendie MI. 1978. Biologi perikanan. Bagian 11: Dinamika populasi ikan. Fakultas Perikanan, IPB, Bogor.

Effendie MI. 1979. Metode biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112.

Effendi I. 1995. Perkembangan enzim pencernaan larva ikan betutu Oxyleotris marmorata (Blkr.) yang dipelihara pada cahaya normal dan teduh. [Tesis]. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 89.

Fatoni M. 2008. Optimasi konsentrasi kaldu limbah kepala patin pada salinitas 3 g/L terhadap perkembangan larva ikan patin (Pangasius hypothalamus). [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor.

Fosberg JA, Summerfelt RC. 1992. Effects of temperature on the die ammonia excretion of fingerling walleye. Aquaculture, 102 : 115-126.

Fuller R. 1992. History and development of probiotics. In: Fuller R (ed.). Probiotics: the scientific basis. Chapman dan Hall, New York.

Hardjamulia A, Djajadireja R, Atmawinata S, Idris B. 1981. Pembenihan ikan jambal siam (Pangasius sutchi F.) dengan suntikan ekstrak kelenjar hipofisa ikan mas (Cyprinus carpio). Bull. Pen. Perikanan. 1(2). 183-190.

Hofer R, Uddin AN. 1985. Digestive processes during the development of roach, Rutilus rutilus L. J. Fish Biol., 26: 683-689.

Kawai S, Ikeda S. 1973. Studies on digestive enzymes of fishes - III. Development of digestive enzymes of rainbow trout after hatching and the effect of dietary change on the activities of digestive enzymes in the juvenile stage. Bull. Jpn. Soc. Sci. Fish., 39(7): 819-823.

Lauff M, Hofer R. 1984. Proteolytic enzymes in fish development and the importance of dietary enzymes. Aquaculture, 37: 335-346.

(23)

13

Pittman K, Skiftesvik AB, Berg L. 1990. Morphological and behavioral development of halibut, Hippoglosus hippoglosus (L) larvae. J. Fish Biol 37 : 455-472.

Priyambodo, Wahyuningsih T. 2003. Budidaya pakan alami untuk ikan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Rachmatun. 2005. Pengaruh dosis pakan terhadap pertumbuhan juvenil kakap merah (L. argentimaculatus). Jurnal Perikanan budidaya berkelanjutan. 9(4) :21-26.

Rahmawati R, Andriyanto S, Listyanto N. 2009. Pengaruh pemberian probiotik dengan dosis yang berbeda terhadap sintasan dan pertumbuhan benih patin jambal (Pangasius djambal). Pusat Perikanan Budidaya. Jakarta. J. Ris. Akuakultur, 6(1). 117-122

Stroband HJW, Dabrowski KR. 1979. Morphological and phsyiological aspects of the digestive system and feeding in freshwater fish larvae. CNERNA, Paris. 356-376.

Sunarma A. 2004. Teknik pembenihan ikan patin siam (Pangasius hypopthalamus). BBPBAT. Sukabumi.

Varikul V, Boonsom C. 1968. Illustration of the Gross egg and larvae development of pla sawai, (Pangasius sutchi F.) FAO Regional Office for Asia and the Far East, Bangkok, Thailand.

(24)

14

(25)

15

Lampiran 2 Tingkat kelangsungan hidup larva umur 3 hari

Ulangan Perlakuan

Lampiran 3 Uji F kelangsungan hidup larva umur 3 hari

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

(26)

16

Lampiran 4 Tingkat kelangsungan hidup larva umur 18 hari

Ulangan Perlakuan

K1(%) P I (%) P II (%) P III (%)

1 55.00 48.60 58.90 30.90 2 41.50 32.40 49.70 24.30 3 54.30 22.50 51.40 38.50 Rata-rata 50.27±7.60 34.50±13.18 53.33±4.90 31.23±7.11

Lampiran 5 Uji F kelangsungan hidup larva umur 18 hari

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 3 0.11055267 0.03685089 4.82 0.0335 Error 8 0.06116600 0.00764575

Corrected Total

11 0.17171867

R-Square Coeff Var Root MSE sr18 Mean 0.643801 20.65511 0.087440 0.423333

Uji Duncan

Duncan Grouping Mean N Perlakuan A 0.53333 3 II A

B A 0.50267 3 K B

B C 0.34500 3 I C

C 0.31233 3 III

Lampiran 6 Panjang mutlak larva patin umur 3 hari

Ulangan Perlakuan

(27)

17

Lampiran 7 Uji F panjang mutlak larva patin umur 3 hari

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 3 0.02242500 0.00747500 6.80 0.0137 Error 8 0.00880000 0.00110000

Corrected Total

11 0.03122500

Uji Tuckey

Duncan Grouping Mean N Perlakuan A 0.70333 3 I

Lampiran 8 Panjang mutlak benih patin pada umur 18 hari

Ulangan Perlakuan

K (cm) P I (cm) P II (cm) P III (cm) 1 1.44 1.46 1.54 1.53 2 1.37 1.37 1.59 1.42 3 1.39 1.38 1.39 1.32 Rata-rata 1.52±0.034 1.40±0.051 1.51±0.109 1.42±0.106

Lampiran 9 Uji F panjang mutlak benih umur 18 hari (%)

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

(28)

18

Lampiran 10 Waktu dan jumlah pakan artemia (g) yang diberikan selama 3 hari

Lampiran 11 Data panjang mutlak benih umur 18 hari

Perlakuan Ulangan I (cm) Ulangan II (cm) Ulangan III (cm)

Kontrol 1.40 1.26 1.56

1.62 1.58 1.65

1.75 1.48 1.68

1.49 1.54 1.53

1.28 1.33 1.85

jam makan Kontrol perlakuan I perlakuan II perlakuan III

(29)

19

Perlakuan Ulangan I (cm) Ulangan II (cm) Ulangan III (cm)

(30)

20

Lampiran 12 Perhitungan biaya artemia dalam 1 siklus

Asumsi

Jumlah benih : 200000 ekor Jumlah akuarium yang dibutuhkan : 40 unit Lama pemeliharaan : 3 hari Harga Pakan campuran (@1100 mL) : Rp 450000 Harga Artemia (@425 g) : Rp 600000 Jumlah artemia yang digunakan : 2 kaleng Jumlah pakan campuran untuk 27 mL : 360 mL Jumlah pakan campuran untuk 33.75 mL : 450 mL Jumlah pakan campuran untuk 40.5 mL : 540 mL

Biaya pakan campuran untuk 27 mL : (360/1100) x Rp 450000 = Rp 147272

Biaya pakan campuran untuk 33.75 mL : (450/1100) x Rp 450000 = Rp 184090

Biaya pakan campuran untuk 40.5 mL : (540/1100) x Rp 450000 = Rp 220909

Biaya artemia dosis 100% : Rp 1200000 Biaya artemia dosis 75% : Rp 900000 Biaya artemia dosis 50% : Rp 600000

Biaya pakan

1. Kontrol = Jumlah artemia yang digunakan x Harga artemia = 2 x Rp 600 000

= Rp 1 200 000

2. Perlakuan I = biaya artemia 100% + biaya pakan campuran 27 mL = Rp 1 200 000 + Rp 147 272

= Rp 1 347 272

3. Perlakuan II = biaya artemia 75% + biaya pakan campuran 33.75 mL = Rp 900 000 + Rp 184 090

= Rp 1 084 090

4. Perlakuan III = biaya artemia 50% + biaya pakan campuran 40.5 mL = Rp 600 000 + Rp 220 909

= Rp 820 909

Lampiran 13 Metode pengukuran ammonia, pH, dan oksigen terlarut

1. Amonia

(31)

21

2. Nilai pH

Pengukuran nilai pH menggunakan alat pH test kit dengan cara mengambil sampel air sebanyak 5 mL kemudian diberikan reagen sebanyak 7 tetes dan selanjtnya diaduk. Sampel air akan berubah warna sesuai dengan nilai pH nya. Semakin tinggi pH air, maka sampel uji akan berubah menjadi biru.

3. Oksigen Terlarut (DO)

Gambar

Gambar 4. Panjang mutlak larva ikan patin yang diberi pakan artemia dan

Referensi

Dokumen terkait

Membandingkan parameter ketersediaan hayati dari suatu bentuk sediaan yang akan di tentukan terhadap parameter ketersediaan hayati sediaan inovator ( standar ).. Protokol

Kata kunci: keterampilan menulis puisi, model think talk write, dan media foto. Dalam kegiatan belajar mengajar, pembelajaran menulis puisi di SMP N 5 Batang masih banyak

Karena itu sudah saatnyalah kita terus berusaha melakukan upaya untuk memberikan pemahaman kepada publik bahwa menjadi seorang lesbian sama saja dengan manusia lainnya,

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaman genetik hibrida hasil persilangan 3 strain ikan nila Oreochromis niloticus Bleeker (BEST, Nirwana, Red NIFI) dengan metode

Sebuah client yang menjalankan method pada remote server object sebenarnya menggunakan stub atau proxy yang berfungsi sebagai perantara untuk menuju remote server object

Dari penelitian yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa kompresi menggunakan algoritma Arithmetic Coding dapat menghasilkan citra dengan ukuran file yang lebih

Kesemua petua dan pantang larang yang diamalkan oleh wanita Siam semasa mengandung bertujuan untuk menjaga dan mengekalkan kesihatan diri serta bayi yang

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, berkat Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ” Hubungan diet dan status kebersihan gigi