ABSTRAK
NISSA SUKMAWATI
. Sifat Optik Gas Ozon (O
3) Tanpa Larutan Penjerap Dengan
Metode Spektroskopi Dibandingkan dengan Gas Ozon Menggunakan Penjerap dengan
Metode
Neutral Buffer
Kalium Iodida (NBKI). Dibimbing oleh
IRZAMAN
dan
MAMAT RAHMAT
.
Pengukuran konsentrasi gas ozon biasa dilakukan dengan menggunakan metode
neutral
buffer
kalium iodida (NBKI). Dengan pengukuran tersebut, hasil diperoleh beberapa jam
bahkan beberapa hari setelah pengukuran. Pada penelitian ini, gas ozon diukur secara
langsung dengan melihat perubahan nilai transmitansi pada panjang gelombang 255,070
nm yang kemudian dibandingkan dengan konsentrasi gas ozon yang terjerap pada larutan
kalium iodida sebagai kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi menunjukkan peningkatan nilai
transmitansi yang terjerap menyebabkan cahaya yang ditransmisikan menurun secara
eksponensial. Dari kurva kalibrasi diperoleh nilai koefisien absorpsi gas ozon sebesar
0,2 m
2/ µg.
SIFAT OPTIK GAS OZON (O
3) TANPA LARUTAN PENJERAP DENGAN
METODE SPEKTROSKOPI DIBANDINGKAN DENGAN GAS OZON
MENGGUNAKAN PENJERAP DENGAN METODE
NEUTRAL BUFFER
KALIUM IODIDA (NBKI)
NISSA SUKMAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul : Sifat Optik Gas Ozon (O
3) Tanpa Larutan Penjerap Dengan Metode
Spektroskopi Dibandingkan dengan Gas Ozon Menggunakan Penjerap
dengan Metode
Neutral Buffer
Kalium Iodida (NBKI)
Nama : Nissa Sukmawati
NRP : G74080002
Disetujui
,
Diketahui
,
Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si
Ketua Departemen Fisika
Tanggal lulus :
Dr. Irzaman, M.Si
Pembimbing I
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan
hidayah-Nya sehingga tugas akhir yang berjudul Sifat Optik Gas Ozon (O
3) Tanpa
Larutan Penjerap Dengan Metode Spektroskopi Dibandingkan dengan Gas Ozon
Menggunakan Penjerap dengan Metode
Neutral Buffer
Kalium Iodide (NBKI) dapat
diselesaikan dengan baik. Tugas akhir disusun sebagai salah satu syarat kelulusan
program sarjana di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi pembaca.
Bogor, Januari 2013
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Allah Subhanahu wa Ta’ala, atas segala rahmat, nikmat kesehatan, kekuatan dan
karunia-Nya.
2.
Kedua orangtua, Ucup Supriadi, S.ST dan Rusiah, S.ST, serta adik-adik tersayang,
Rahayu Ningsih, Rafiut Sudrajat, Luthfi Rahmawati, yang tidak pernah lelah
memberikan kasih sayang, motivasi, dan doa terbaik dan terindah.
3.
Bapak Dr. Irzaman, M.Si sebagai pembimbing utama penulis dalam penelitian ini
atas nasehat dan saran yang telah di berikan kepada penulis.
4.
Bapak Mamat Rahmat, M.Si sebagai pembimbing kedua sekaligus sebagai ketua
tim, yang mengusulkan serangkaian proyek, sangat membantu dalam mengolah
data penelitian dan dengan sabar membimbing penulis selama penelitian.
5.
Bapak Ir. Hanedi Darmasetiawan, MS sebagai tim editor dan penguji yang telah
banyak memberikan masukkan penulisan kepada penulis.
6.
Bapak Dr. Tony Ibnu Sumaryada sebagai penguji yang telah menyempatkan
waktunya dan memberikan masukkan kepada penulis.
7.
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yang telah memberikan
Beasiswa Unggulan sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar.
8.
Wenny Maulina, Anggi Maniur, Dede Yulias, Arianti Tumanggor, Dita Budiarti,
Erus Rustami, Azis atas segala kerja sama, motivasi dan masukan. Kalian rekan
Tim yang luar biasa
9.
Bu Eti, Pak Gamal, Pak Deni dan seluruh staf Laboratorium PPLH IPB yang telah
bersedia membantu dan menyampaikan ilmu mengenai serangkaian kegiatan
penelitian ini.
10.
Shelly Rahmania, Lujeng Qurota`ayun, dan Tati Husniati, terimakasih untuk semua
perhatian dan kekompakannya. Kalian keluarga kecilku.
11.
Ella Rahmadani, Novi Selvia, Dwi Kurniawati dan Nurul Yulis Faida, terima kasih
atas waktu kebersamaannya, segala kritik, pelajaran, dan masukan serta semangat
yang selalu diberikan.
12.
Rifka Dina Putri, sahabat yang tidak pernah berhenti memberikan motivasi dan
nasehat. Terima kasih untuk semua waktu yang diluangkan untuk mendengar keluh
kesah.
13.
Bambang Adhi Jatmiko, Hardiyanti dan Epa Rosidah Apipah atas semua cerita dan
canda.
14.
Rekan-rekan Fisika 45 yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu. Terima
kasih atas kebersamaan, kekompakan, dan keceriaan yang dihadirkan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tempino, 9 Maret 1990 dari
pasangan Ucup Supriadi, S.ST dan Rusiah, S.ST. Merupakan
anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan
pendidikan dasar dari SDI Al-Mustarih pada tahun 2002 dan
pada tahun 2005, menamatkan pendidikan tingkat pertama dari
SMPN 2 Muaro Jambi yang dilanjutkan dengan pendidikan
atas di SMAN 1 Batanghari.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...
ix
DAFTAR GAMBAR ...
ix
DAFTAR LAMPIRAN ...
ix
BAB I PENDAHULUAN ...
1
1.1 Latar Belakang Masalah ...
1
1.2 Tujuan Penelitian ...
1
1.3 Manfaat Penelitian...
1
1.4 Perumusan Masalah ...
1
1.5 Hipotesis ...
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...
2
2.1 Pencemaran Udara ...
2
2.2 Gas Ozon ...
3
2.3 Dampak Polusi Gas Ozon ...
3
2.4 Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) ...
4
2.5 Ultraviolet ...
4
2.6 Sensor Kristal Fotonik ...
5
2.7 Metode Spektroskopi dan Hukum Beer-Lambert ...
6
BAB III METODOLOGI ...
7
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...
7
3.2 Alat dan Bahan ...
7
3.2.1
Alat ...
7
3.2.2
Bahan ...
7
3.3 Prosedur Penelitian ...
7
3.3.1
Menentukan panjang gelombang absorbsi ...
7
3.3.2
Pengosongan tabung isolasi ...
7
3.3.3
Proses pengisian sampel gas ...
7
3.3.4
Pengujian sampel gas ...
8
3.4 Perhitungan ...
8
3.4.1
Volum contoh uji udara yang diambil ...
8
3.4.2
Konsentrasi oksidan ...
8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...
8
4.1 Karakterisasi Absorbsi Gas Ozon ...
8
4.2 Kurva
Realtime
Transmitansi Gas Ozon ...
10
4.3 Penentuan Konsentrasi Total Gas Ozon yang Terjerap dalam
Larutan Kalium Iodida ...
10
4.4 Kurva Kalibrasi Rata-rata Transmitansi dan Konsentrasi Total
Gas Ozon ...
10
4.5 Koefisien Absorbansi Gas Ozon...
12
4.6 Keuntungan dan Kerugian Pengukuran Gas Ozon Tanpa Penjerap
dengan Pengukuran Gas Ozon Menggunakan Penjerap ...
13
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...
13
5.1 Kesimpulan ...
13
5.2 Saran ...
14
DAFTAR PUSTAKA ...
14
LAMPIRAN…….
...
16
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Komposisi udara kering dan bersih ...
2
Tabel 2.
Angka, kategori dan penjelasan indeks standar pencemar udara
(ISPU) ...
4
Tabel 3.
Pengaruh indeks standar pencemar udara untuk gas ozon ...
4
Tabel 4.
Batas indeks standar pencemar udara dalam satuan SI ...
4
Tabel 5.
Panjang gelombang absorpsi gas ozon ...
9
Tabel 6.
Data log (T), hasil konsentrasi (µg/m
3) , ISPU, dan kategori ISPU .
11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Batas indeks standar ozon ...
4
Gambar 2.
Bentuk kristal fotonik berdasarkan arah penjalaran gelombang ...
5
Gambar 3.
Hubungan transmitansi kristal fotonik satu dimensi tanpa
defect
...
5
Gambar 4.
Model kristal fotonik satu dimensi dengan dua
defect
...
5
Gambar 5.
Kurva transmitansi kristal fotonik satu dimensi dengan
defect
...
5
Gambar 6.
Ilustrasi perangkat sensor kristal fotonik mendeteksi larutan ...
6
Gambar 7.
Pengaturan alat spektrofotometer ...
6
Gambar 8.
Prinsip penyerapan cahaya ...
6
Gambar 9.
Skema pengujian panjang gelombang absorbsi gas ozon...
8
Gambar 10.
Skema pengujian gas ozon ...
8
Gambar 11.
Hubungan transmitansi (%) terhadap panjang
gelombang (nm) pada pengujian gas ozon tanpa penjerap ...
9
Gambar 12.
Hubungan transmitansi (%) terhadap panjang gelombang (nm) pada
pengujian gas ozon dengan penjerap KI ...
9
Gambar 13.
Hubungan transmitansi terhadap waktu ...
9
Gambar 14.
Hubungan rata-rata transmitansi (%) terhadap
konsentrasi total (µg/m
3) dan rata-rata transmitansi (%)
terhadap ISPU pada pengujian tanpa penjerap ...
11
Gambar 15.
Hubungan rata-rata log transmitansi terhadap konsentrasi
total (µg/m
3) dan log transmitansi terhadap ISPU ...
11
Gambar 16.
Hubungan transmitansi (%) terhadap konsentrasi (µg/m
3) hasil
perhitungan dan transmitansi (%) terhadap konsentrasi (µg/m
3)
validasi PPLH pada pengujian gas ozon dengan penjerap
kalium iodida (KI) (a) pada tekanan -40 kPa. (b) pada
tekanan -70 kPa
………...
11
Gambar 17.
Ilustrasi penurunan nilai transmitansi cahaya dengan
panjang gelombang 255,070 nm saat melalui gas ozon ...
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Gambar alat-alat yang digunakan ...
17
Lampiran 2
Data hubungan waktu pengujian (menit) dan nilai
transmitansi (%) ...
18
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udara adalah juga atmosfer yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting bagi kehidupan di dunia ini. Di dalam udara
terdapat oksigen (O2) untuk bernafas,
karbondioksida untuk proses fotosintesis oleh khlorofil daun dan lapisan ozon (O3) untuk
menahan sinar ultraviolet. Susunan
(komposisi) udara bersih dan kering, kira-kira tersusun oleh nitrogen (N2) 78,09%, oksigen
21,94%, argon 0,93%, karbondioksida
0,032%.1 Peningkatan sektor industri, sektor transportasi dan jenis aktivitas manusia turut menyebabkan peningkatan pencemaran air, udara dan tanah.2
Pencemaran udara diartikan sebagai
adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan komposisi udara dari keadaan normalnya. Adanya bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta dalam waktu yang cukup lama, dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan binatang.1
Berdasarkan asal dan kelanjutan
perkembangannya di udara, pencemar udara dapat dibedakan menjadi pencemar udara
primer dan pencemar udara sekunder,
pencemar udara primer antara lain
karbonmonoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon (HC), sulfur oksida (SOx),
dan partikel. Sedangkan pencemar udara sekunder antara lain gas ozon (O3) dan
senyawa-senyawa peroksida.2
Gas ozon berwarna biru pucat, dan merupakan gas yang sangat beracun, serta berbau.3 Gas ozon yang berada di troposfer bersifat racun dan merupakan salah satu dari gas rumah kaca. Gas ozon juga merupakan oksidan yang kuat, beracun, dan merupakan zat pembunuh jasad renik yang kuat pula. Pada umumnya gas ozon digunakan sebagai bahan cuci-hama untuk air minum, misalnya dalam produksi air minum dalam kemasan plastik.2
Konsentrasi gas ozon merupakan salah satu parameter kualitas udara. Semakin tinggi konsentrasi gas ozon, maka semakin rendah kualitas udaranya dan semakin berbahaya bagi makhluk hidup.
Untuk menentukan konsentrasi gas ozon di
udara, dapat digunakan metode
chemilumineschent menggunakan
spektrofotometer.1 Pengukuran konsentrasi
gas ozon dengan metode konvensional ini membutuhkan waktu yang lama dalam analisisnya, maka perlu melakukan inovasi dalam metode pengukuran konsentrasi gas
ozon. Hal inilah yang menginspirasi
dilakukannya penelitian untuk menentukan konsentrasi gas ozon dengan metode yang lebih mudah.
Metode pengukuran yang dilakukan adalah metode spektroskopi langsung pada gas ozon dengan memanfaatkan karakteristik optik gas ozon tersebut.
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah
1. Menentukan panjang gelombang absorpsi
gas ozon dan membandingkannya dengan panjang gelombang absorpsi gas ozon dalam penjerap kalium iodida (KI). 2. Menentukan kurva realtime gas ozon dan
menghitung konsentrasi gas ozon.
3. Menentukan kurva kalibrasi antara
transmitansi gas ozon dengan konsentrasi gas ozon.
4. Menentukan nilai (koefisien absorpsi) gas ozon dan membandingkan dengan nilai gas ozon dalam penjerap KI.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah menentukan konsentrasi gas ozon di udara lingkungan dan menentukan rancangan sensor kristal fotonik sebagai sensor gas ozon.
1.4 Perumusan Masalah
Bagaimana hubungan konsentrasi gas ozon terhadap transmitansi gas ozon pada pengukuran gas ozon menggunakan metode spektroskopi?
1.5 Hipotesis
Variasi konsentrasi gas ozon di udara lingkungan memberikan respon terhadap transmitansi ketika dilewatkan gelombang
elektromagnetik pada rentang panjang
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Udara
Menurut Keputusan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988, yang dimaksud dengan
pencemaran udara adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.2
Batasan-batasan terhadap pokok-pokok pengertian yang memberikan bobot pada definisi-definisi di atas adalah:
Setiap pembebasan bahan atau zat-zat ke dalam udara atmosfer tidak harus selalu dikatakan pencemaran udara. Bahan-bahan tersebut (kontaminan) belum menjurus pada suatu kemampuan untuk secara potensial untuk mengubah stabilitas dan kualitas dan kelestarian udara atmosfer.
Untuk menimbulkan gangguan terhadap
susunan udara atmosfer harus dipenuhi dahulu angka batas. Angka batas tersebut
ditentukan oleh faktor kuantitas
kontaminan, lamanya berlangsung maupun potensinya. Pada kondisi yang masih berada pada batas-batas kemampuan alamiah, udara atmosfer sebagai suatu sistem mempunyai kemampuan ekologis
untuk beradaptasi dan mengadakan
mekanisme pengendalian alamiah
(ecological auto mechanism) dengan unsur-unsur yang ada dalam ekosistem.
Angka batas inilah yang secara
conditioning digunakan sebagai parameter untuk menentukan apakah sudah terjadi pencemaran atau belum. Demikian pula angka-angka batas untuk masing-masing kontaminan bagi setiap negara berlainan, ditentukan atas berbagai kepentingan nasionalnya, yaitu atas dasar pertimbangan aspek kesehatan, estetika, pertumbuhan industri dan lain-lain.
Dalam pengertian pencemaran udara ini,
sumber pencemar tidak hanya dibatasi pada sumber-sumber pencemar yang berasal dari aktivitas manusia, tetapi juga
oleh sumber-sumber pencemar yang
datangnya akibat peristiwa alamiah
(gunung meletus, bencana alam, dan lain-lain).2
Tabel 1. Komposisi udara kering dan bersih2 Komponen Formula % Volum Ppm Nitrogen Oksigen Argon Karbondioksida Neon Helium Metana Kripton N2 O2 Ar CO2 Ne He CH4 Kr 78,080000 20,950000 0,934000 0,031400 0,001820 0,000524 0,000200 0,000114 780.800 209.500 9.340 314 18 5 2 1
Komposisi normal udara kering, yaitu kondisi saat uap air telah dihilangkan, relatif konstan. Komposisi udara kering yang bersih yang dikumpulkan di sekitar laut dapat dilihat pada Tabel 1. Konsentrasi gas dinyatakan dalam persen atau ppm. Di samping gas-gas yang tercantum dalam tabel, masih terdapat gas-gas lain yang mungkin terdapat di udara, tetapi konsentrasinya sangat kecil, yaitu kurang dari 1 ppm.2
Berdasarkan asal dan kelanjutan
perkembangannya di udara, pencemar udara dapat dibedakan menjadi:
1. Pencemar udara primer, yaitu semua
pencemar di udara yang ada dalam bentuk yang hampir tidak berubah, sama seperti pada saat dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari suatu proses tertentu. Pencemar udara primer, yang mencakup
90% dari jumlah pencemar udara
seluruhnya, umumnya berasal dari
sumber-sumber yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti dari industri
(cerobong asap industri) yang
menggunakan bahan bakar minyak dan
batu bara, proses peleburan atau
pemurnian logam; dan juga dihasilkan dari sektor transportasi (mobil, bus, sepeda
motor, dan lainnya). Dari seluruh
pencemar primer tersebut, sumber
pencemar yang utama berasal dari sektor transportasi, yang memberikan andil sebesar 60% dari pencemaran udara total. Pencemar udara primer antara lain karbonmonoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon (HC), sulfur oksida
(SOx), dan partikel.
2. Pencemar udara sekunder, yaitu semua
3
terbentuk melalui reaksi fotokimia adalah ozon. Molekul-molekul hidrokarbon yang
ada di udara bereaksi dengan NOx
membentuk ozon melalui pengaruh sinar
ultraviolet dari matahari. Pencemar
sekunder yang terjadi melalui reaksi-reaksi oksida katalis diwakili oleh polutan-polutan berbentuk oksida gas. Oksida gas terbentuk karena adanya partikel-partikel logam di udara yang berfungsi sebagai katalisator.2
Secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu:
a. Faktor internal (secara alamiah), contoh: 1. Debu yang beterbangan akibat tiupan
angin.
2. Abu (debu) yang dikeluarkan dari
letusan gunung berapi berikut gas-gas vulkanik.
3. Proses pembusukan sampah organik,
dan lain-lain.
b. Faktor eksternal (karena ulah manusia), contoh:
1. Hasil pembakaran bahan bakar fosil.
2. Debu atau serbuk dari kegiatan
industri.
3. Pemakaian zat-zat kimia yang
disemprotkan ke udara.1
2.2
Gas Ozon
Gas ozon berwarna biru pucat, dan merupakan gas yang sangat beracun, serta berbau sangit. Ozon mendidih pada suhu -119oC (-182,2oF) dan mencair pada suhu -192,5oC (-314,5oF). Gas ozon dapat terbentuk ketika percikan listrik melintas di dalam oksigen. Adanya ozon dapat dideteksi dengan adanya bau (aroma) yang ditimbulkan oleh mesin-mesin bertenaga listrik. Secara kimiawi ozon lebih aktif daripada oksigen biasa dan juga merupakan agen oksidasi yang lebih baik. Gas ozon bersifat sebagai polutan sekunder dan juga bersifat oksidator.3
Ozon merupakan salah satu polutan yang berakibat buruk bagi kesehatan. Ozon dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain
bersama angin. Lapisan ozon normal
membentang di stratosfer bawah pada ketinggian 15-25 km untuk melindungi kehidupan di bumi dari efek radiasi sinar ultraviolet (UV). Ozon sendiri terbentuk dari aksi radiasi ultraviolet pada molekul oksigen (O2) sehingga mengalami disosiasi menjadi
radikal oksigen, yang kemudian bereaksi kembali dengan oksigen membentuk ozon (O3).
4
Ozon mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan di bumi ini. Ozon di lapisan stratosfer, disebut juga sebagai lapisan ozon, berperan sebagai lapisan pelindung bumi dari sinar ultraviolet yang berbahaya bila masuk ke bumi dengan intensitas yang tinggi. Lapisan ozon pada stratosfer berada antara 10 sampai dengan 50 km di atas permukaan bumi, berbeda dengan ozon yang berada di lapisan troposfer atau yang dikenal dengan ozon permukaan. Ozon pada lapisan troposfer bersifat racun, karena memberikan efek yang buruk bagi kesehatan manusia.5
Ozon sebagai polutan ditemukan di atmosfer bawah atau troposfer. Energi radiasi ultraviolet di atmosfer bawah tidak cukup kuat untuk mendisosiasi oksigen, tapi cukup kuat
untuk mendisosiasi NO2, membentuk NO dan
radikal oksigen. Selanjutnya reaksi antara radikal oksigen dengan oksigen membentuk ozon (O3) di atmosfer bawah. Selain itu,
pelepasan hidrokarbon hasil pembakaran menambah oksidasi nitrit oksida membentuk
NO2 yang pada akhirnya meningkatkan
konsentrasi ozon di udara.4
Ozon bukan radikal bebas, tetapi reaksi antara ozon dengan molekul radikal bebas sering terjadi. Tidak seperti polutan yang lain, ozon merupakan polutan tidak langsung yang terbentuk di troposfer melalui reaksi kimia yang melibatkan sinar matahari, nitrogen oksida (NOx) dan volatile organic chemical
(VOC). Ozon disebut juga sebagai polutan sekunder yang terbentuk dari perubahan kimia polutan lainnya. Bagian terbesar ozon di udara dibentuk dari reaksi fotokimia antara bahan organik dengan nitrogen oksida (NOx),
yang sebagian besar terbentuk dari kendaraan
bermotor. Konsentrasi ozon di udara
mengalami fluktuasi, biasanya rendah pada pagi hari dan kemudian meningkat serta mencapai puncaknya pada sore hari setelah sebagian besar mobil ada di jalan raya.4
2.3
Dampak Polusi Gas Ozon
Kontak dengan gas ozon pada konsentrasi 1,3-3,0 ppm selama 2 jam pada orang-orang yang sensitif dapat mengakibatkan pusing berat dan kehilangan koordinasi. Pada umumnya, kontak dengan gas ozon dengan konsentrasi 9,0 ppm selama beberapa waktu mengakibatkan edema pulmonari. Sekitar 57 spesies tanaman rentan terhadap gas ozon. Gas ozon berdifusi melalui stomata dan
mematikan sel palisade menghasilkan
bercak-bercak kuning kecoklatan. Konsentrasi gas
4
mengakibatkan kerusakan serius pada
tanaman tembakau.3
2.4
Indeks Standar Pencemar Udara
(ISPU)
Indeks standar pencemar udara (ISPU) merupakan laporan kualitas udara kepada masyarakat untuk menerangkan seberapa bersih atau tercemarnya kualitas udara dan bagaimana dampaknya terhadap kesehatan setelah menghirup udara tersebut selama beberapa jam atau hari. Penetapan ISPU ini
mempertimbangkan tingkat mutu udara
terhadap kesehatan manusia, hewan,
tumbuhan, bangunan, dan nilai estetika.6 Indeks Standar Pencemar Udara adalah angka yang tidak mempunyai satuan yang
menggambarkan kondisi kualitas udara
lingkungan di lokasi dan waktu tertentu yang
didasarkan kepada dampak terhadap
kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya.6
Tabel 2. Angka, kategori dan penjelasan indeks standar pencemar udara (ISPU)6
Kategori Rentang Penjelasan
Baik 0–50
Tingkat kualitas yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika
Sedang 51–100
Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif, dan nilai estetika
Tidak
Sehat 101–199
Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika
Sangat Tidak Sehat
200–299
Tingkat udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar
Berbahaya 300–
lebih
Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi
Tabel 3. Pengaruh indeks standar pencemar udara untuk gas ozon7
Kategori Rentang Ozon (O3)
Baik 0-50
Luka pada beberapa spesies tumbuhan akibat kombinasi dengan SO2 (selama
4 jam)
Sedang 51-100 Luka pada beberapa
spesies tumbuhan
Tidak sehat 101-199
Penurunan kemampuan pada atlit yang berlatih keras
Sangat
tidak sehat 200-299
Olah raga ringan mengakibatkan pengaruh pernapasan pada pasien yang berpenyakit paru-paru kronis
Berbahaya 300- lebih
Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi yang terpapar
Tabel 4. Batas indeks standar pencemar udara (Pada 250C dan 760 mm Hg)7
Indeks Standar 1 jam O3 µg/m3
50 120
100 235
200 400
300 800
400 1000
500 1200
Gambar 1. Batas indeks standar ozon. Hubungan ISPU terhadap konsentrasi (µg/m3)7
2.5
Ultraviolet
Ultraviolet (UV) termasuk gelombang elektromagnetik, seperti juga cahaya tampak,
5
suatu jurnal ilmiah Inggris dinyatakan bahwa radiasi ultraviolet (UV) dibagi atas empat
bagian utama. Vacuum UV, UV-C. UV-B dan
UV-A. Vacuum UV adalah radiasi dengan
panjang gelombang kurang dari 200 nm. UV-C yaitu radiasi pada rentang 200-280 nm.
Baik vacuum UV maupun UV-C tidak ada
yang mencapai permukaan bumi karena adanya hamburan Rayleigh di atmosfer dan absorbsi ozon. UV-B yaitu gelombang elektromagnetik yang menurut literatur ilmiah memiliki panjang gelombang 280-320 nm dan
menurut ICI (International Commision on
Illumination) memiliki rentang panjang gelombang 280-315 nm. Radiasi UV-B mengakibatkan kerusakan yang tidak separah UV-C. Sedangkan UV-A mempunyai rentang panjang gelombang 315-400 nm. UV-A relatif tidak mengalami atenuasi sehingga dapat mencapai permukaan bumi.9
UV dibagi menjadi tiga yaitu : UV-dekat (400 - 300 nm), UV-jauh (300-200 nm) dan UV-ekstrim (di bawah 200 nm), ketiganya biasa dikenal juga sebagai UV-A, UV-B dan UV-C. Sumber alamiah terpenting untuk
radiasi UV adalah matahari yang
memancarkan gelombang elektromagnetik semua panjang gelombang. Radiasi UV dari matahari terutama ada di UV-dekat dan sedikit di UV-jauh.8
UV-C memiliki efek radiasi yang
berbahaya dan mematikan, terutama terhadap kehidupan organisme bersel satu seperti bakteria dan protozoa. Sifat ini kemudian dimanfaatkan dalam proses strelisasi di bidang industri maupun kedokteran. Jika dosisnya berlebihan maka mikroorganisme seperti plankton terhambat seluruh kegiatannya, hal ini sangat berbahaya terhadap kesetimbangan ekosistem mengingat plankton adalah sumber makanan kehidupan laut. Dapat dibayangkan apa yang terjadi pada organisme lain yang berada dalam rantai makanannya. Bagi
manusia UV-C dapat menimbulkan eritema,
yaitu memerahnya kulit. Jika dosisnya berlebihan, UV-C dapat menimbulkan kanker kulit, katarak dan menurunnya daya tahan tubuh.8
Vacuum UV secara alamiah banyak berasal dari ruang antar bintang, panjang gelombangnya dapat mencapai 90 nm. Tidak
ada pengaruh vacuum UV sebagai sinar
kosmis terhadap kehidupan di bumi karena semua gas dalam atmosfer mampu menahan seluruh radiasinya.8
Sumber UV buatan misalnya adalah lampu merkuri. Panjang gelombangnya berkisar antara 320 - 400 nm, jadi termasuk dalam
UV-A atau biasanya dikenal sebagai cahaya
hitam. UV-A di dalam lampu ini mampu
membuat zat-zat pada dinding lucutannya berpendar mengeluarkan cahaya tampak sebagai lampu penerangan.8
2.6
Sensor Kristal Fotonik
Kristal fotonik adalah material dielektrik yang memiliki indeks bias atau permitivitas berbeda secara periodik, sehingga dapat
mencegah perambatan cahaya dengan
frekuensi dan arah tertentu.10 Kristal fotonik paling sederhana terbuat dari dua medium berseling yang transparan dengan indek bias yang berbeda.11
Kristal fotonik dalam penjalaran
gelombangnya dapat dibedakan menjadi kristal fotonik satu dimensi, dua dimensi dan tiga dimensi seperti terlihat pada Gambar 2.12
Gambar 2. Bentuk kristal fotonik berdasarkan arah penjalaran gelombang12
Gambar 3. Hubungan transmitansi kristal fotonik satu dimensi tanpa defect13
Gambar 4. Model kristal fotonik satu dimensi dengan dua defect 14
6
Gambar 6. Ilustrasi perangkat sensor kristal fotonik mendeteksi larutan14
Kedua defect pada kristal fotonik 1
dimensi menunjukkan posisi photonic pass
band (PPB) dan photonic band gap (PBG) yang dapat divariasikan dengan mengubah nilai indeks bias dan ketebalan masing-masing
defect. Defect berperan sebagai regulator dan
reseptor. Dengan mengubah defect yang
berperan sebagai regulator, dapat
menyebabkan terjadinya perubahan panjang gelombang yang dilewatkan oleh kristal
fotonik (perubahan PPB). Sedangkan
perubahan pada defect yang berfungsi sebagai reseptor mengubah nilai transmitansi. Aplikasi kristal fotonik satu dimensi yang diterapkan adalah fenomena PPB dengan variasi indeks bias defect kedua (reseptor) yang berupa sampel gas.15
2.7
Metode Spektroskopi dan Hukum
Beer-Lambert
Spektroskopi adalah ilmu yang
mempelajari materi dan atributnya
berdasarkan cahaya, suara atau partikel yang dipancarkan, diserap atau dipantulkan oleh materi tersebut. Spektroskopi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara cahaya dan materi. Interaksi dari energi radiasi dengan bahan adalah merupakan dasar dari teori spektroskopi. Radiasi yang berasal dari sinar terdiri dari beberapa panjang gelombang dari yang sangat pendek sampai yang sangat panjang.16
Spektrofotometer adalah instrumen yang digunakan untuk menghasilkan spektrum
optik, baik spektrum emisi, spektrum
absorpsi, spektrum transmisi dari sebuah benda atau objek.17
Spektroskopi UV-Vis adalah teknik
analisis spektroskopik yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen
spektrofotometer. Spektroskopi UV-Vis
melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektroskopi UV-Vis lebih banyak dipakai
untuk analisis kuantitatif dibandingkan
kualitatif.18
Susunan komponen dan prinsip kerja dari spektrofotometer ditunjukan pada Gambar 7 sumber cahaya polikromatik dihasilkan dari sumber cahaya, kemudian dilewatkan pada monokromator (prisma atau kisi difraksi) sehingga menjadi cahaya monokromatik, cahaya diteruskan pada sampel sehingga intensitas cahaya berkurang karena adanya penyerapan oleh sampel kemudian dideteksi oleh fotodetektor dan diproses beserta ditampilkan pada interface komputer.17
Menurut hukum beer-lambert, serapan berbanding lurus dengan ketebalan bahan yang disinari dan hanya berlaku untuk cahaya
monokromatik dan larutan yang encer.19
Berkas cahaya yang datang pada medium dengan daya Po dan yang menembus medium dengan daya P. Jumlah sinar yang diserap atau
diteruskan oleh suatu larutan adalah
merupakan suatu fungsi eksponensial dari konsentrasi larutan dan ketebalan larutan yang disinari.16
Transmitansi didefinisikan sebagai nisbah daya cahaya yang ditransmisikan melewati sampel terhadap daya cahaya datang, yang diukur pada panjang gelombang yang sama (Gambar 2).
….. 2.1
Keterangan :
T = Transmitansi (%)
P = Daya cahaya setelah menembus
medium atau bahan (watt) Po = Daya cahaya yang datang (watt)
Gambar 7. Pengaturan alat spektrofotometer17
7
Besar daya cahaya yang hilang sebanding dengan Po, ketebalan medium berupa larutan
dan sebuah konstanta absorpsivitas (α).
Absorpsivitas atau koefisien absorpsi
merupakan karakteristik material dan fungsi panjang gelombang.18
Persamaan Beer-Lambert :
….. 2.2
Keterangan :
Po = Daya cahaya yang datang (watt)
P = Daya cahaya setelah menembus
medium atau bahan (watt)
α = koefisien absorpsi (m2/ g) d = ketebalan medium atau bahan (m) c = konsentrasi larutan ( g/m3)
Panjang gelombang yang digunakan untuk melakukan analisis kuantitatif suatu zat biasanya merupakan panjang gelombang yang menghasilkan serapan yang maksimum, sebab keakuratan pengukurannya menjadi lebih besar. Hal tersebut dapat terjadi karena pada
panjang gelombang maksimum bentuk
serapan pada umumnya landai sehingga perubahan yang tidak terlalu besar pada kurva
serapan tidak menyebabkan kesalahan
pembacaan yang terlalu besar pula (dapat diabaikan).21
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2011 hingga Januari 2013 di Laboratorium Biofisika, Laboratorium Fisika Material, dan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) yang seluruhnya berkedudukan di Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat (gambar terlampir pada Lampiran 1) yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
1. Tabung gas berkapasitas 5 liter (isolation chamber)
2. Tabung penjerap
3. Tabung alir sampel (flow tube)
4. Pompa vakum
5. Pompa sirkulasi
6. Ocean optic spectrophotometer USB 4000
7. UV-source ocean optic
8. Software ocean optic, 9. Ozonizer
10.Selang 11.Flowmeter
12.Termometer digital
13.Pipet tetes 14.Gelas ukur 15.Serat optik
16.Masker
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
1. Larutan kalium iodida sebagai larutan
penjerap
2. Aquades
3.3 Prosedur Penelitian
Metode pengukuran ozon pada penelitian ini menggunakan analisis spektroskopi dan hasilnya dibandingkan dengan hasil analisis kimia yang diuji di Laboratorium PPLH Institut Pertanian Bogor.
3.3.1 Menentukan panjang gelombang absorbsi
Pada awalnya, spektrofotometer diatur
agar penggunaannya dapat optimal. Cuvet
holder diganti dengan tabung alir. Outlet dari ozonizer dihubungkan ke bagian atas (input) tabung alir menggunakan selang. Bagian bawah (output) tabung alir disambungkan pula dengan selang pembuangan gas. Selang pembuangan dimasukkan ke dalam gelas kimia yang telah diisi penjerap kalium iodida sehingga ozon yang keluar tidak mencemari
lingkungan. Setelah dilakukan kalibrasi
terhadap spektrofotometer, ozonizer
dinyalakan. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap perubahan transmitansi yang terjadi selama ozon melewati tabung alir. Data kemudian disimpan sehingga dapat ditentukan panjang gelombang absorpsi gas ozon. Skema penentuan panjang gelombang absorbsi gas ozon dapat dilihat pada Gambar 9.
3.3.2 Pengosongan tabung isolasi
Untuk membuat tabung isolasi menjadi
lebih kosong, tabung isolasi disedot
menggunakan pompa vacuum sampai tekanan
70 kPa di bawah kondisi lingkungan.
3.3.3 Proses pengisian sampel gas
Selang outlet dari ozonizer dihubungkan
ke tabung isolasi. Ozonizer dinyalakan
8
Gambar 9. Skema pengujian panjang gelombang absorbsi gas ozon
Gambar 10. Skema pengujian gas ozon
3.3.4 Pengujian sampel gas
Tabung isolasi disambungkan dengan
flowmeter, tabung alir, dan tabung penjerap yang telah diisi larutan kalium iodida 10 ml sehingga membentuk sistem sirkulasi tertutup. Udara disirkulasikan dalam tabung dengan bantuan pompa sirkulasi selama 1 jam sehingga udara dalam tabung mengalir
melalui flowmeter, tabung alir, tabung
penjerap, kembali ke tabung isolasi dan begitu seterusnya. Flowmeter diatur pada laju 0,4 L/menit. Saat udara dari dalam tabung mengalami sirkulasi, maka gas ozon yang ikut bersirkulasi melewati larutan penjerap kalium iodida dan terjerap di dalamnya. Sebelum terjerap, gas ozon terlebih dahulu melewati tabung alir yang telah disambungkan ke spektrofotometer. Selama terjadi sirkulasi udara, nilai transmitansi pada spektroskopi diamati dan data disimpan setiap 1 menit. Selain itu, dicatat pula suhu dan kelembaban udara selama pengujian. Skema pengujian gas ozon terlihat pada Gambar 10. Kalium iodida
yang telah menjerap O3 dikirim ke PPLH IPB
untuk dilakukan analisis penentuan
konsentrasi O3.
3.4. Perhitungan
3.4.1 Volum contoh uji udara yang diambil
Volum contoh uji udara yang diambil, dikoreksi pada kondisi normal (25oC, 760 mmHg) dengan menggunakan persamaan
….. 3.1
Keterangan:
V = udara yang dihisap dikoreksi pada
kondisi normal 25o, 760 mmHg
F1 = laju alir awal (L/menit)
F2 = laju alir akhir (L/menit)
t = durasi pengambilan contoh uji
(menit)
Pa = tekanan barometer rata-rata selama pengambilan contoh uji (mmHg)
Ta = temperatur rata-rata selama
pengambilan contoh uji (oK)
298 = konversi temperatur pada kondisi
normal (25oC) ke dalam satuan
kelvin
760 = tekanan udara standard (mmHg).
3.4.2 Konsentrasi oksidan
Konsentrasi oksidan dalam contoh uji dapat dihitung dengan persamaan
….. 3.2
Keterangan:
C = konsentrasi oksidan di udara ( g/Nm3) a = jumlah oksidan dalam contoh uji yang
diperoleh dari kurva kalibrasi ( g)
V = volum udara yang dihisap dikoreksi
pada kondisi normal 25o, 760 mmHg
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Karakterisasi Absorpsi Gas Ozon
Spektrum absorpsi gas ozon tanpa
9
255,070 nm dipilih karena masih berada pada rentang panjang gelombang operasi dari gas ozon dan mendekati nilai panjang gelombang rata-rata yang diperoleh pada karakterisasi.
Rata-rata puncak panjang gelombang absorpsi gas ozon yang berada pada panjang gelombang 254,889 nm berbeda dengan puncak panjang gelombang absorpsi gas ozon yang dijerap oleh kalium iodida (KI). Pada gas ozon yang dijerap oleh KI, nilai rata-rata puncak panjang gelombang absorpsi adalah 351,58 nm dengan selang panjang gelombang
absorpsi berada pada 310 – 400 nm. Spektrum
absorpsi gas ozon di dalam penjerap ditampilkan pada Gambar 12. Dengan T1 adalah transmitansi untuk ulangan pertama, T2 adalah transmitansi ulangan ke dua, T3 adalah transmitansi untuk ulangan ke tiga, dan selanjutnya.22
Dengan demikian, diketahui bahwa gas ozon memiliki puncak panjang gelombang absorpsi rata-rata 254,889 nm yang berada pada rentang UV-C sedangkan gas ozon yang terjerap dalam KI memiliki puncak panjang gelombang absorpsi rata-rata 351,58 nm yang berada pada rentang UV-A. Perbedaan panjang gelombang absorpsi ini dikarenakan karakteristik bahan yang berbeda. Pada pengujian gas ozon tanpa penjerap, panjang gelombang absorpsi dipengaruhi karakteristik gas ozon yang memiliki fase gas. Sedangkan pada pengujian gas ozon menggunakan
penjerap, panjang gelombang absorpsi
dipengaruhi oleh karakteristik gas ozon yang berikatan dengan KI dan fasenya telah berubah menjadi cair.
Gambar 11. Hubungan transmitansi (%) terhadap panjang gelombang (nm) pada pengujian gas ozon tanpa penjerap
Gambar 12. Hubungan transmitansi (%) terhadap panjang gelombang (nm) pada pengujian gas ozon dengan penjerap KI22
Tabel 5. Panjang gelombang absorpsi gas ozon
Transmitansi ke Panjang gelombang (nm)
T1 258,260
T2 254,430
T3 254,010
T4 254,220
T5 254,220
T6 255,710
T7 256,140
T8 252,940
T9 254,220
T10 253,160
T11 254,430
T12 258,260
T13 254,220
T14 254,220
Rata-rata 254,889
Gambar 13. Hubungan transmitansi terhadap waktu 45 55 65 75 85 95 105 115
220 240 260 280 300
T ra n sm it a n si ( % )
Panjang gelombang (nm)
T1 T2 T3 T4
T5 T6 T7 T8
T9 T10 T11 T12
T13 T14
T14 T13 T12
55 65 75 85 95 105
0 5 10 15
T ra n sm ita n si (% ) Waktu (menit)
U1 U2 U3 U4
U5 U6 U7 U8
U9 U10 U11 U12
U13 U14 U15 U16
U15
U13
U9
10
4.2
Kurva
Realtime
Transmitansi Gas
Ozon
Hubungan antara transmitansi terhadap waktu secara realtime dapat dilihat pada Gambar 13. Dengan U1 merupakan pengujian pertama, U2 pengujian ke dua, U3 merupakan pengujian ke tiga, dan selanjutnya. Tampak bahwa hubungan antara nilai transmitansi dan waktu sangat acak atau tidak memiliki pola tertentu dengan data pada Lampiran 2. Hal ini
dikarenakan nilai transmitansi
memperlihatkan banyaknya ozon yang
melewati tabung alir saat pengujian. Semakin kecil nilai transmitansi, berarti semakin besar konsentrasi ozon yang mengalir.
Nilai transmitansi yang naik turun
menggambarkan bahwa pada setiap selang waktu tertentu, konsentrasi ozon yang melewati tabung alir tidak selalu sama dan tidak bersifat akumulatif. Konsentrasi total pada setiap pengujian diketahui melalui metode NBKI. Konsentrasi total merupakan konsentrasi akumulatif gas ozon yang terjerap selama proses pengujian yang merupakan jumlah dari seluruh konsentrasi gas ozon yang melewati tabung alir selama 15 menit karena semua ozon yang mengalir pada tabung alir selama 15 menit pengujian masuk menuju tabung penjerap maka seluruh ozon terjerap dalam larutan kalium iodida pada tabung penjerap.
4.3 Penentuan Konsentrasi Total Gas
Ozon yang Terjerap dalam
Larutan Kalium Iodida
Gas ozon yang terjerap dalam kalium iodida selama proses pengujian kemudian dicari nilai konsentrasinya menggunakan metode NBKI. Metode ini merupakan metode konvensional yang biasa digunakan dalam
pengukuran konsentrasi gas ozon di
Indonesia. Pada prinsipnya, metode ini memanfaatkan sifat oksida gas ozon. Molekul gas ozon bereaksi dengan ion iodida dan membentuk iod (I2) yang berwarna kuning
muda. Konsentrasi larutan kemudian
ditentukan secara spektrofotometri pada
panjang gelombang 352 nm. Semakin kuning warna larutan, menandakan bahwa semakin banyak iod yang terbentuk. Hal ini berarti bahwa semakin banyak pula gas ozon yang berperan dalam oksidasi tersebut atau dengan kata lain semakin besar konsentrasi gas ozon yang terjerap.
Penentuan konsentrasi diawali dengan pembuatan larutan induk yang terbuat dari KI dan kristal I2. Bahan tersebut dicampurkan
dan diberi air suling sebagai pelarut. Larutan induk yang telah disimpan di dalam lemari pendingin selama minimal satu hari kemudian digunakan sebagai larutan standar dalam pembuatan kurva kalibrasi. Pembuatan kurva kalibrasi diawali dengan mengambil 5 mL larutan induk dalam botol dan kemudian ditambahkan dengan air suling hingga volum menjadi 100 mL. Kemudian larutan tersebut dibagi ke dalam beberapa labu ukur dengan volum larutan yang berbeda yaitu 4 mL, 5 mL, 6 mL, dan seterusnya. Masing-masing labu ukur diencerkan menggunakan larutan penjerap yaitu kalium iodida sehingga volum setiap labu ukur menjadi sama. Larutan ini dinamakan sebagai larutan standar. Perbedaan volum larutan yang dimasukkan menentukan perbedaan konsentrasi antara larutan standar satu dengan larutan standar lainnya. Larutan-larutan standar tersebut kemudian digunakan
untuk membuat kurva kalibrasi dan
menentukan jumlah gas ozon (µg).
Sedangkan jumlah ozon dari larutan standar sendiri ditentukan menggunakan persamaan 4.1
….. 4.1
Dengan O3 merupakan jumlah ozon (µg),
N2 merupakan normalitas larutan standar dan
16 merupakan jumlah ekivalen O3
(0,8 µg/mL) dibagi dengan normalitas iod 0,05 N.
Untuk menentukan volum dari contoh uji, digunakan persamaan 3.1 yang kemudian dilanjutkan dengan persamaan 3.2 untuk memperoleh nilai konsentrasi gas ozon hasil pengujian.
4.4 Kurva Kalibrasi Rata-rata
Transmitansi dan Konsentrasi
Total Gas Ozon
Pengujian gas ozon menggunakan metode
spektroskopi hanya menghasilkan nilai
transmitansi yang dilewatkan. Sedangkan pengujian gas ozon menggunakan metode NBKI menghasilkan nilai konsentrasi gas ozon. Hal ini menunjukkan bahwa metode spektroskopi belum dapat digunakan untuk mencari nilai konsentrasi gas ozon. Agar
metode spektroskopi dapat langsung
digunakan untuk menentukan nilai konsentrasi gas ozon, maka perlu dilakukan kalibrasi antara hasil pengujian menggunakan metode
spektroskopi dan hasil pengujian
11
terhadap konsentrasi tersebut. Data diurutkan berdasarkan nilai konsentrasi gas ozon dari nilai konsentrasi gas ozon yang terkecil hingga yang terbesar. Hubungan dari rata-rata transmitansi terhadap konsentrasi total dan hubungan dari rata-rata transmitansi terhadap nilai ISPU dapat dilihat pada Gambar 14. dan data disajikan pada Tabel 6.
Perhitungan nilai ISPU dilakukan dengan menggunakan persamaan 4.2 berikut
….. 4.2
Keterangan:
I = ISPU terhitung
Ia = ISPU batas atas
Ib = ISPU batas bawah
Xa = konsentrasi udara lingkungan batas atas (µg/m3)
Xb = konsentrasi udara lingkungan batas bawah (µg/m3)
Xx = konsentrasi udara lingkungan hasil pengukuran (µg/m3)
Data ditampilkan dalam bentuk ISPU agar dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi kualitas udara yang diuji.
Tabel 6. Data log (transmitansi), hasil
konsentrasi (µg/m3) , ISPU, dan kategori ISPU Rata-rata trans-mitansi (%) log (trans-mitansi) Konsen- trasi (µg/m3)
ISPU Kategori ISPU
90,781 1,95799 7,1824 2,9927 BAIK
92,032 1,96394 23,1165 9,6319 BAIK
98,256 1,99236 58,8339 24,5141 BAIK
98,090 1,99162 71,2591 29,6913 BAIK
98,543 1,99362 88,5784 36,9077 BAIK
96,204 1,98319 93,8117 39,0882 BAIK
87,421 1,94162 137,2394 57,4954 SEDANG
98,549 1,99365 147,5649 61,9847 SEDANG
96,950 1,98655 245,9809 106,6551 TIDAK SEHAT
94,053 1,97337 459,9747 214,9937
SANGAT TIDAK SEHAT
96,945 1,98653 538,5058 234,6265
SANGAT TIDAK SEHAT
95,047 1,97794 595,1889 248,7972
SANGAT TIDAK SEHAT
95,994 1,98224 604,4610 251,1153
SANGAT TIDAK SEHAT
74,504 1,87218 975,9697 387,9849 BERBA-HAYA
66,934 1,82564 2417,8002 1108,9001 BERBA-HAYA
63,749 1,80447 2657,7466 1228,8733 BERBA-HAYA
Gambar 14. Hubungan rata-rata transmitansi (%) terhadap konsentrasi total (µg/m3) dan
rata-rata transmitansi (%) terhadap ISPU pada pengujian tanpa penjerap
Gambar 15. Hubungan rata-rata log transmitansi terhadap konsentrasi total (µg/m3) dan log transmitansi terhadap ISPU
Gambar 16. Hubungan transmitansi (%) terhadap konsentrasi (µg/m3) hasil perhitungan dan
transmitansi (%) terhadap konsentrasi (µg/m3) validasi PPLH pada pengujian gas
ozon dengan penjerap kalium iodida (KI) (a) pada tekanan -40 kPa. (b) pada tekanan -70 kPa22
y = 97,885e-2E-04x R² = 0,8308
y = 97,527e-3E-04x R² = 0,8229
0 500 1000 1500
50 60 70 80 90 100 110
0 1000 2000 3000
Rata -r at a tr an smit an si ( %)
Konsentrasi (µg/m3)
ISPU
Konsentrasi ISPU
Expon. (Konsentrasi) Expon. (ISPU)
y = -7E-05x + 1,9907 R² = 0,8308
y = -0,0001x + 1,9891 R² = 0,8229
0 500 1000 1500
1.75 1.8 1.85 1.9 1.95 2 2.05
0 1000 2000 3000
lo
g
(
T
)
Konsentrasi (µg/m3)
ISPU
Konsentrasi ISPU
12
Dari Gambar 14 tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan eksponensial antara nilai transmitansi terhadap total konsentrasi pada setiap pengujian dengan nilai koefisien determinasi sebesar 83,08 %. Pada setiap pengujian, jumlah konsentrasi total tidaklah sama. Hal ini dikarenakan proses pengujian dilakukan dengan beberapa perlakuan. Yaitu dengan tekanan -70 kPa dan pengujian yang langsung dilakukan dengan mengalirkan ozon dari ozonizer selama proses pengujian. Hal ini dilakukan agar diperoleh variasi konsentrasi sehingga dapat dilakukan analisis hubungan
antara nilai transmitansi rata-rata dan
konsentrasi total gas ozon. Selain itu, produksi ozon dari ozonizer yang tidak selalu sama juga mempengaruhi jumlah total konsentrasi ozon yang terjerap.
Selain dalam hubungan transmitansi gas ozon terhadap konsentrasi gas ozon yang membentuk hubungan eksponensial, kurva dapat pula ditampilkan dalam bentuk linear dengan mengubah nilai transmitansi gas ozon ke dalam bentuk log. Hubungan rata-rata log
transmitansi terhadap konsentrasi total
(µg/m3) dan log transmitansi terhadap ISPU dapat dilihat pada Gambar 15.
Baik pada Gambar 14 maupun pada Gambar 15, terlihat bahwa konsentrasi dan ISPU tidak seluruhnya berimpit. Hal ini dikarenakan hubungan antara konsentrasi dan ISPU gas ozon hanya linear pada selang tertentu seperti yang telah ditampilkan pada Gambar 1 (halaman 10). Dari data ISPU yang diperoleh, terlihat bahwa gas ozon yang diuji mewakili seluruh kategori antara lain baik, yaitu rentang nilai ISPU antara 0 – 50, kategori sedang, yaitu rentang nilai ISPU antara 51 – 100, kategori tidak sehat, yaitu rentang nilai ISPU antara 101 – 199, kategori sangat tidak sehat, yaitu rentang nilai ISPU antara 200 – 299, dan kategori berbahaya, yaitu rentang nilai ISPU di atas 300. Data yang dimiliki cenderung berada pada rentang baik.
Pada pengujian dengan menggunakan penjerap KI, hubungan konsentrasi gas ozon terhadap nilai transmitansi ditampilkan pada Gambar 16. Dari Gambar 16 diketahui bahwa pada pengujian gas ozon menggunakan
penjerap KI juga diperoleh hubungan
eksponensial antara konsentrasi gas ozon dan transmitansi meskipun menggunakan panjang gelombang pengujian yang berbeda sesuai dengan karakterisasi masing-masing. Namun
pada pengujian gas ozon dengan
menggunakan penjerap diperoleh nilai
koefisien determinasi yang lebih besar yaitu di
atas 99 %.22 Nilai koefisien determinasi ini berbeda dengan nilai koefisien determinasi pada pengujian gas ozon secara langsung yang hanya sebesar 83,08 %.
4.5 Koefisien Absorpsi Gas Ozon
Koefisien absorpsi atau α merupakan sifat
penyerapan cahaya yang menandakan
besarnya cahaya yang diserap saat dilewatkan pada suatu bahan. Koefisien absorpsi juga merupakan karakteristik bahan dan fungsi panjang gelombang. Artinya nilai ini hanya dipengaruhi oleh sifat bahan dan panjang gelombang. Tanpa dipengaruhi konsentrasi
maupun ketebalan bahan. Berdasarkan
Gambar 14, diperoleh koefisien absorpsi gas ozon sebesar 0,2 m2/µg. Nilai ini diperoleh sesuai dengan persamaan Beer-Lambert. Hukum Beer-Lambert menyatakan bahwa konsentrasi berbanding secara eksponensial
terhadap konsentrasi. Gambar 14
menampilkan hubungan antara rata-rata
transmitansi dan konsentrasi dengan
persamaan y = 97,885e-2E-04x. Pangkat
eksponen sebesar -0,0002x pada persamaan tersebut sebanding dengan negatif dari perkalian antara koefisien absorpsi, konsentrasi dan ketebalan bahan. Nilai 0,0002 merupakan nilai yang mewakili perkalian
antara koefisien absorpsi (α) dan ketebalan bahan. Saat pengujian, ketebalan diatur pada 1 mm, maka diperoleh nilai koefisien absorpsi
(α) gas ozon sebesar 0,2 m2
/µg. Hal ini berarti bahwa jika terdapat sebanyak 1 µg gas ozon pada daerah seluas 0,2 m2 dengan ketebalan 1 m, yang dilewatkan cahaya dengan panjang gelombang 255,07 nm (sesuai dengan panjang
gelombang pada subbab 4.1) dapat
mengurangi nilai transmitansi dari 97,885% menjadi 36,010%. Nilai absorpsi gas ozon tersebut digunakan sebagai dasar dalam desain kristal fotonik untuk mendeteksi gas ozon sesuai dengan panjang gelombang absorpsi gas ozon.
Gambar 17. Ilustrasi penurunan nilai transmitansi cahaya dengan panjang gelombang 255,070 nm saat melalui gas ozon
OZON = 255,070 nm
13
Pada pengujian gas ozon menggunakan
penjerap KI, nilai koefisien absorpsi (α) gas
ozon yang terjerap dalam KI adalah 43,5 m2/µg.22 Nilai ini sangat jauh berbeda dibandingkan dengan nilai koefisien absorpsi
(α) gas ozon tanpa penjerap yang hanya 0,2 m2/µg. Perbedaan nilai koefisien absorpsi
(α) ini menyebabkan perbedaan sensitivitas
pengujian. Pada pengujian menggunakan penjerap, perubahan konsentrasi yang kecil dapat menyebabkan terjadinya perubahan nilai
transmitansi yang cukup besar. Pada
pengujian tanpa penjerap, akibat dari nilai
koefisien absorpsi (α) yang kecil, pada saat
terjadi perubahan konsentrasi yang kecil maka perubahan nilai transmitansi tidak akan terlihat jelas.
4.6 Keuntungan dan Kerugian
Pengukuran Gas Ozon Tanpa
Penjerap dengan Pengukuran Gas
Ozon Menggunakan Penjerap
Dari kedua metode pengukuran gas ozon
yaitu pengukuran tanpa penjerap dan
pengukuran menggunakan penjerap memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pada pengukuran gas ozon tanpa penjerap kurang sensitif karena belum dapat mengukur perbedaan konsentrasi yang kecil. Sensitivitas pengukuran gas ozon tanpa penjerap dapat ditingkatkan dengan menggunakan kristal fotonik pada saat pengujian. Semakin banyak jumlah lapisan pada kristal fotonik, akan semakin meningkatkan sensitivitasnya, tetapi akan diperlukan biaya yang cukup besar pada
pembuatan kristal fotonik tersebut.
Keuntungan pengukuran gas ozon tanpa penjerap adalah biaya operasional yang lebih murah dibandingkan pada pengukuran gas ozon dengan penjerap.
Pengukuran gas ozon dengan penjerap
memiliki kelebihan pada sensitivitas
pengukuran. Pengukuran dengan metode ini
lebih mampu mengukur perbedaan
konsentrasi yang kecil. Kelemahan dari pengukuran gas ozon dengan penjerap adalah pada biaya operasional yang lebih tinggi
karena diperlukan penggantian penjerap
secara berkala.
Panjang gelombang absorpsi gas ozon berada pada daerah UV-C yaitu pada rentang panjang gelombang 220-300 nm dengan puncak absorpsi rata-rata pada panjang gelombang 254,889 nm. Berbeda dengan hasil pengujian menggunakan penjerap KI yang memiliki rentang panjang gelombang absorpsi
310 – 400 nm dengan puncak panjang
gelombang absorpsi pada panjang gelombang
351,58 nm yang berada pada rentang UV-A.
Kurva realtime menunjukkan hubungan nilai
transmitansi gas ozon yang melalui tabung alir selama 15 menit terhadap waktu pengujian (dalam menit) dengan pola yang beragam sesuai dengan jumlah gas ozon yang melewati tabung alir pengujian. Konsentrasi gas ozon diperoleh dengan mengukur konsentrasi gas ozon yang terjebak pada larutan KI. Konsentrasi total gas ozon yang terserap dalam larutan KI ditentukan menggunakan
metode NBKI yang dilakukan di
Laboratorium PPLH IPB. Hubungan
konsentrasi total dari gas ozon yang terjerap terhadap rata-rata transmitansi gas ozon yang mengalir di tabung alir pada pengujian gas zozon tanpa penjerap memiliki respon eksponensial dengan determinasi sebesar 83,08%, sedangkan pada pengujian gas ozon
dengan penjerap memiliki koefisien
determinasi lebih dari 99%. Semakin besar konsentrasi gas ozon yang melalui tabung alir, maka semakin kecil nilai transmitansi gas ozon. Koefisien absorpsi gas ozon ditentukan dengan persamaan garis pada kurva kalibrasi hubungan rata-rata transmitansi terhadap konsentrasi total dan diperoleh nilai koefisien
absorpsi (α) sebesar 0,2 m2
/µg. Hal ini berarti bahwa jika terdapat sebanyak 1 µg gas ozon pada daerah seluas 0,2 m2 dengan ketebalan 1 m, yang dilewatkan cahaya UV-C dengan panjang gelombang 255,070 nm (sesuai dengan panjang gelombang pada subbab 4.1) dapat mengurangi nilai transmitansi dari 97,885% menjadi 36,010%. Nilai koefisien
absorpsi (α) gas ozon sebesar 0,2 m2
/µg ini jauh lebih kecil dibandingkan koefisien
absorpsi (α) gas ozon dalam penjerap KI yaitu
43,5 m2/µg.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Panjang gelombang absorpsi gas ozon berada pada daerah UV-C yaitu pada rentang 220-300 nm dengan puncak absorpsi rata-rata pada panjang gelombang 254,889 nm. Pada pengujian gas ozon menggunakan penjerap KI, panjang gelombang absorpsi berada pada
selang UV-A yaitu pada rentang
310 – 400 nm dengan puncak panjang
gelombang absorpsi 351,58 nm. Data realtime
14
melewati tabung alir pengujian. Konsentrasi
gas ozon diperoleh dengan mengukur
konsentrasi gas ozon yang terjebak pada larutan KI. Konsentrasi total gas ozon yang
terserap dalam larutan KI ditentukan
menggunakan metode NBKI yang dilakukan di Laboratorium PPLH IPB. Hubungan konsentrasi total dari gas ozon yang terjerap terhadap rata-rata transmitansi gas ozon yang mengalir di tabung alir memiliki respon eksponensial dengan koefisien determinasi sebesar 83,08%. Nilai ini berbeda dengan hasil pengujian gas ozon menggunakan penjerap KI yang memperoleh nilai koefisien determinasi sebesar lebih dari 99%. Dari 16 kali pengujian gas ozon tanpa penjerap,
diperoleh nilai konsentrasi sebesar
7,1824 µg/m3, 23,1165 µg/m3, 58,8339 µg/m3,
71,2591 µg/m3, 88,5784 µg/m3,
93,8117 µg/m3, 137,2394 µg/m3,
147,5649 µg/m3, 245,9809 µg/m3,
459,9747 µg/m3, 538,5058 µg/m3, dan
595,1889 µg/m3. Perbedaan nilai konsentrasi pada setiap pengujian dikarenakan perbedaan perlakuan pengujian, yaitu pengujian dengan tekanan -70 kPa dan pengujian yang langsung dilakukan dengan mengalirkan ozon dari
ozonizer selama proses pengujian. Selain itu, produksi ozon dari ozonizer tidak selalu sama
pada setiap pengujian. Semakin besar
konsentrasi gas ozon yang melalui tabung alir, maka semakin kecil nilai transmitansi gas
ozon. Koefisien absorpsi (α) gas ozon
ditentukan dengan persamaan garis pada
kurva kalibrasi hubungan rata-rata
transmitansi terhadap konsentrasi total dan
diperoleh nilai koefisien absorpsi (α) sebesar
0,2 m2/µg. Hal ini berarti bahwa jika terdapat sebanyak 1 µg gas ozon pada daerah seluas 0,2 m2 dengan ketebalan 1 m, yang dilewatkan cahaya dengan panjang gelombang 255,07 nm (sesuai dengan panjang gelombang pada subbab 4.1) dapat mengurangi nilai transmitansi dari 97,885% menjadi 36,010%.
Nilai koefisien absorpsi (α) gas ozon sebesar
0,2 m2/µg ini jauh lebih kecil dibandingkan
koefisien absorpsi (α) gas ozon dalam
penjerap KI yaitu 43,5 m2/µg.
5.2 Saran
Penelitian selanjutnya diharapkan telah menggunakan kristal fotonik dan sumber cahaya yang spesifik agar lebih sensitif sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi gas ozon dengan konsentrasi yang lebih kecil. Kristal fotonik harus dirancang dengan
panjang gelombang photonic pass band
255 nm, sesuai dengan panjang gelombang
absorpsi gas ozon yang telah diukur dalam penelitian ini. Sumber cahaya spesifik yang disarankan untuk digunakan adalah sumber cahaya dengan puncak panjang gelombang 255 nm.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wardhana WA. 2004. Dampak
Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi.
2. Kristanto P. 2004. Ekologi Industri.
Yogyakarta: Andi.
3. Iksan P. 2008. Analisis pencemaran
udara O3 dan PM10 pada bulan terbasah dan bulan terkering (Studi Kasus: DKI Jakarta) [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, IPB
4. Susanto AS, Yunus F, Wiyono WH,
Ikhsan M. 2003. Pengaruh inhalasi ozon
terhadap kesehatan paru. Cermin Dunia Kedokteran 138:11-16.
5. Hardini AS, Risdianto DY. 2010.
Analisis hubungan antara ozon permukaan dan UV-B (Studi Kasus: Data Watukosek 2009). Seminar Nasional Pascasarjana X-ITS.
6. Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (BAPEDAL). 1998.
Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).
7. Keputusan Kepala Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan No. 107 Tahun 1997 Tanggal 21 November 1997 8. Pikatan S. Ozon di atmosfir (erosi pada
lapisan ozon mengancam kehidupan di permukaan bumi). Buletin Ilmiah Univ. Surabaya Volume 1 1:1-7.
9. Cockell CS, Knowland J. 1999.
Ultraviolet radiation screening compounds. Biol. Rev. 74: 311-345
10. Kurniawan C. 2010. Analisis kopling
medan elektromagnetik transverse magnetic (TM) pada kristal fotonik 2D dengan defek indeks bias simetrik menggunakan metode tensor green
[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, IPB
11. Hardhienata H. 2005. Analisis relasi
disperse gelombang elektromagnetik datar stasioner dalam kristal fotonik kuasi-periodik satu dimensi [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, IPB
12. Joannopoulos JD, Johnson SG, Winn JN.
2008. Photonic Crystal, Molding the
15
13. Rahmat M. 2010. Development of air
quality index measurement system based on 1d photonic crystal. Bogor: Institut Pertanian Bogor, IPB
14. Rahmat M. 2009. Design and fabrication
of one-dimensonal photonic crystal as a real time optical sensor for sugar solution concentration detection [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, IPB 15. Maulina W, et al. 2011. Fabrication and
characterization of NO2 gas sensor based on one dimensional photonic crystal for measurement of aor pollution index. International Conference on
Instrumentation, Communication,
Information Technology and Biomedical
Engineering. 8-9 November 2011,
Bandung, Indonesia.
16. Winarno FG, Fardiaz D, Fardiaz S. 1973.
Spektroskopi. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Pertanian, IPB.
17. Maddu A. 2010. Pedoman praktikum
eksperimen fisika II. Bogor : Laboraturium Fisika Lanjut, Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor, IPB.
18. Tim penyusun. 2007. Spektroskopi.
Yogyakarta : Fakultas Farmasi,
Universitas Shanata Dharma.
19. Sirait RA. 2009. Penerapan metode
spektrofotometri ultraviolet pada penetapan kadar nifedipin dalam sediaan tablet [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatra Utara.
20. Carlos RC. Beer lambert. 2006. Web. 12
November
2011.<http://en.wikipedia.org/wiki/File: Beer_lambert.png>
21. Joni IM. 2007. Diktat Mata Kuliah
Pengantar Biospektroskopi. Bandung: Universitas Padjajaran.
22. Miftah DYN. 2012. Karakterisasi gas
ozon di dalam penjerap kalium iodida
dengan menggunakan metode
17
18
Lampiran 1
Gambar alat-alat yang digunakan
Tabung penjerap
Tabung alir
Flowmeter
Tabung isolasi berkapasitas 5 liter Spektrofotometer USB4000
ocean optic
Ozonizer
18
Lampiran 2
Data hubungan waktu pengujian (menit) dan nilai transmitansi (%)
Waktu (menit)
Transmitansi (%) pengujian ke
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11 U12 U13 U14 U15 U16
1 96,144 98,775 95,723 98,202 99,152 97,496 101,736 99,360 92,684 96,331 99,983 95,470 84,599 85,914 74,736 93,478
2 97,616 97,745 99,954 95,441 98,457 96,990 97,949 95,541 89,219 93,850 96,754 92,741 74,853 68,601 65,890 92,677
3 98,978 95,796 97,892 97,512 98,411 94,162 99,883 95,504 88,308 94,962 95,394 89,992 68,558 61,805 58,909 92,430
4 98,843 95,831 96,696 101,061 98,827 100,734 94,888 95,077 85,733 93,645 95,244 87,423 70,908 58,439 59,394 91,495
5 100,231 95,714 97,282 100,070 98,944 97,877 92,692 95,050 83,469 92,654 95,700 87,949 71,338 56,552 61,196 93,761
6 97,712 96,831 98,599 97,559 98,544 97,186 96,731 93,652 88,469 90,777 92,998 90,685 68,522 59,502 59,232 92,048
7 96,609 98,371 97,768 97,913 97,560 97,913 92,672 92,000 85,154 94,463 96,122 87,963 71,322 56,292 63,198 92,330
8 98,572 97,270 99,238 97,652 98,099 96,859 90,969 94,489 84,838 92,602 94,011 90,185 70,624 57,731 62,581 90,184
9 97,885 96,453 98,525 98,051 97,949 99,010 93,553 98,355 85,147 94,010 94,565 91,538 67,874 59,994 70,585 91,539
10 98,590 93,645 96,868 98,396 98,701 93,874 96,259 99,179 90,385 92,401 95,487 90,209 72,518 56,602 72,470 92,693
11 101,934 96,094 98,128 98,931 97,705 96,340 97,636 98,857 85,821 92,809 96,639 91,469 71,129 58,265 69,637 93,647
12 96,600 96,831 99,220 97,610 98,638 95,774 100,012 99,390 83,648 92,047 93,097 89,342 71,928 63,498 72,975 93,361
13 99,475 94,679 99,940 97,592 99,333 92,941 98,627 97,794 89,627 91,199 93,015 92,046 70,630 63,833 69,743 91,923
14 99,112 93,528 98,257 98,246 99,111 98,994 93,828 98,329 89,263 95,220 94,830 91,442 81,187 57,969 73,026 89,838
15 99,838 95,494 99,753 97,107 98,801 98,096 92,474 101,600 89,555 103,829 91,859 93,261 101,577 91,231 70,431 89,082
Keterangan :
Un = pengujian ke n (n= 1, 2, 3, …. dst)