• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Association of Food Consumption and Antenatal Care to the Maternal Nutritional Status and Infant Weight and Lenght in Bogor Municipality

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Association of Food Consumption and Antenatal Care to the Maternal Nutritional Status and Infant Weight and Lenght in Bogor Municipality"

Copied!
239
0
0

Teks penuh

(1)

BERAT DAN PANJANG BAYI LAHIR DI KOTA BOGOR

PRITA DHYANI SWAMILAKSITA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Konsumsi Pangan dan Pemeriksaan Kesehatan terhadap Status Gizi Ibu Hamil serta Berat dan Panjang Bayi Lahir di Kota Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2011

Prita Dhyani Swamilaksita

(3)

Antenatal Care to the Maternal Nutritional Status and Infant Weight and Lenght in Bogor Municipality. Under Direction of DODIK BRIAWAN and YAYUK FARIDA BALIWATI.

The objectives of the study were to analyze the association between food consumption and antenatal care practices to the maternal nutrtional status and infant weight and length. The cross-sectional study was done in Bogor Municipality, samples were 45 pregnant women in Bogor Municipality. The results showed that a total of 53.3 to 88.9% of pregnant women have poor levels (< 70% RDA) of nutrient consumption, especially of the energy, protein, iron, and vitamin A. Besides that, about 77.8% pregnant women have a low diversity of food consumption

.

Personal antenatal care was applied among 67% of women such as specific exercise or taking a certain food. Meanwhile, about 95.6% of pregnant women attended the Puskesmas or Posyandu for taking minimum of standard health care. It was found that about 22,2% of pregnant mother having CAC < 23,5 cm was suffer chronic energy malnutrion, prevalence of anemia (Hb < 110 g/L) was 22.2%, and iron deficiency was 37.8% (ferritin < 20 µg/L). The logistic regression analysis showed that socioeconomic characteristics and maternal characteristics have a positive associated on food consumption and health examination, variables which associated with food consumtion is family income (OR = 0,01; 95% CI: 0,00-0,72) and maternal education (OR = 5,49; 95% CI: 1,13-26,71). In other hands, food consumption and antenatal care have a positive associated on maternal nutrition, but no variables significantly associated with the maternal nutritional status (p > 0.05). The results of logistic regression also showed that fodd consumption and antenatal care have a positive associated on birth weight and length, but no variables significantly associated with the birth weight and lenght (p > 0.05).

(4)

PRITA DHYANI SWAMILAKSITA. Pengaruh Konsumsi Pangan dan Pemeriksaan Kesehatan Terhadap Status Gizi Ibu Hamil Serta Berat dan Panjang Bayi Lahir di Kota Bogor. Dibimbing oleh DODIK BRIAWAN dan YAYUK FARIDA BALIWATI.

Kekurangan zat gizi selama masa kehamilan, khususnya KEK dan anemia dapat menimbulkan dampak seperti meningkatnya prevalensi kematian dan kesakitan ibu, sedangkan bagi bayi dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi serta berat bayi lahir rendah (BBLR). Perawatan kesehatan ibu hamil atau antenatal care berguna untuk mendeteksi dini kelainan dan penyakit yang diderita selama kehamilan serta sebagai sarana untuk mengatasi masalah kurang gizi selama kehamilan. Depkes (2010) melaporkan bahwa cakupan pemeriksaan kesehatan ibu hamil telah mencapai angka 83,8% tetapi jika ditinjau menurut kelengkapan frekuensi kunjungan pada trimester I hingga trimester III diketahui bahwa hanya 64,1 % ibu yang memeriksaan kesehatan ≥ 4 kali. Pemeriksaan kesehatan ibu hamil dalam antenatal care yang dicanangkan oleh pemerintah meliputi 10 kegiatan yang salah satunya adalah pemberian Tablet Tambah Darah (TTD), dimana cakupannya sudah mencapai angka 92,2%, namun masih tingginya prevalensi anemia (40,1%) disebabkan rendahnya kepatuhan populasi target dalam konsumsi akibat persepsi masyarakat mengenai rasa dan efek samping TTD.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Pada penelitian ini dilakukan wawancara dan pengukuran langsung (data primer) oleh peneliti terhadap karakteristik sosial ekonomi keluarga, karakteristik ibu hamil, gaya hidup, keluhan kesehatan, fasilitas kesehatan, pemeriksaan kesehatan, serta berat dan panjang bayi lahir. Sementara itu, konsumsi pangan dan status gizi ibu hamil dikumpulkan dengan menggunakan data sekunder. Data sekunder tersebut merupakan data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh SEAFAST Center-IPB yang berjudul “Status Gizi dan Konsumsi Pangan pada Wanita Usia

(5)

ibu hamil tidak bekerja (91,1%) dan pekerjaan suami terbanyak adalah karyawan (44,4%). Lebih dari separuh ibu hamil (68,9%) memiliki besar keluarga ≤ 4 orang atau keluarga kecil dan persentase pendapatan per kapita keluarga tertinggi (93,3%) berada di atas garis kemiskinan Kota Bogor yakni ≥ Rp 256.414. Berdasarkan karakteristik ibu hamil dan gaya hidupnya, persentase tertinggi ibu hamil tidak memiliki risiko kehamilan yang sulit karena berada pada kisaran usia 20-34 tahun (80,0%), paritas rendah (66,7%) dan jarak kehamilan ≥ 24 bulan (60,0%), tidak menderita penyakit sebelum kehamilan (97,8%) dan tidak memiliki komplikasi selama persalinan (97,0%). Menurut gaya hidupnya, terdapat 4,4% ibu hamil yang merokok dan seluruh ibu hamil tidak mengkonsumsi alkohol. Selain itu, seluruh ibu hamil memiliki keluhan kesehatan, dengan rata-rata ibu hamil mengalami sembilan keluhan saat kehamilan.

Menurut konsumsi pangannya, diketahui bahwa rata-rata densitas zat gizi per 1000 kkal yang diperoleh dari rata-rata pengeluaran ibu hamil yakni Rp 8.939 kap/hari adalah protein (31,0±7,0 g), zat besi (13,0±6,0 mg), vitamin A (417,0±327,0 RE), dan vitamin C (67,0±87,0 mg). Hal tersebut berarti bahwa untuk mendapatkan densitas zat gizi tertentu yang sesuai dengan kebutuhan dari konsumsi pangan ibu hamil, misalnya untuk zat besi yaitu 35 mg maka

Berdasarkan fasilitas kesehatan, lokasi terbanyak yang dipilih untuk melakukan pemeriksaan kesehatan adalah puskesmas (53,0%) dan posyandu (34,0%). Unit pelayanan kesehatan yang mampu melaksanakan standar pelayanan 10T karena memiliki fasilitas pemeriksaan yang lengkap yaitu Puskesmas Tanah Sareal.

Hampir seluruh ibu hamil (95,6%) memiliki kualitas pemeriksaan kesehatan yang baik, yaitu melakukan kunjungan pemeriksaan kesehatan ≥ 4 kali dan setidaknya melakukan lima jenis pemeriksaan kesehatan. Sebagian besar ibu hamil (80,0%) mengkonsumsi TTD dengan lama konsumsi ≥ 90 hari selama tiga bulan dan seluruh ibu hamil yang mengkonsumsi TTD memiliki frekuensi konsumsi 1 kali/hari. Lebih dari separuh ibu hamil (55,6%) memiliki persepsi yang baik terhadap TTD dengan atribut fisik yang tidak disukai adalah aroma. Lebih dari separuh ibu hamil (66,7%) memiliki perawatan individu yang baik, yaitu rata-rata ibu hamil melakukan tiga perawatan selama kehamilan

Sebanyak 22,2% ibu hamil menderita KEK dan anemia, serta 37,8% ibu hamil menderita defisiensi besi. Hampir seluruh ibu hamil melahirkan bayi dengan berat normal, namun masih terdapat kelahiran bayi pendek yang berkisar 18-20% pada ibu-ibu yang sehat (tidak menderita KEK dan tidak anemia).

(6)

status gizi ibu hamil. Variabel yang berhubungan secara signifikan dengan feritin ibu hamil adalah persepsi TTD (p = 0,033). Konsumsi pangan dan pemeriksaan kesehatan berpengaruh positif terhadap berat dan panjang bayi lahir. Variabel yang berhubungan signifikan terhadap panjang bayi lahir yaitu tingkat konsumsi energi (p = 0,033) dan merokok (p = 0,023).

(7)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

BERAT DAN PANJANG BAYI LAHIR DI KOTA BOGOR

PRITA DHYANI SWAMILAKSITA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Gizi Masayarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Nama :

NIM :

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Dodik Briawan, MCN Ketua

Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

drh. M. Rizal. M. Damanik, MRepSc, PhD

Tanggal Ujian: 29 November 2011

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Lulus: Prita Dhyani Swamilaksita

(10)

hidayah dan karuniaNYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April-Juni 2011 ini adalah tentang Pengaruh Konsumsi Pangan dan Pemeriksaan Kesehatan terhadap Status Gizi Ibu Hamil serta Berat dan Panjang Bayi Lahir di Kota Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN dan Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan motivasi. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada SEAFAST Center-IPB yang telah

memberikan izin ikut serta dalam penelitiannya yang berjudul “Status Gizi dan Konsumsi Pangan pada Wanita Usia Subur, Ibu Hamil, dan Ibu Menyusui”, serta

kepada ayah, ibu, adik, dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk semua.

(11)

September 1986. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara pasangan suami isteri Bapak Drs. Widodo Edy Santoso dan Ibu Dra. Dwi Windiati.

(12)

DAFTAR ISI

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Hamil serta Berat dan Panjang Bayi Lahir ... 5

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga ... 5

Karakteristik Ibu Hamil ... 8

Gaya Hidup ... 12

Keluhan Kesehatan ... 15

Konsumsi Pangan Ibu Hamil ... 16

Fasilitas Kesehatan ... 21

Pemeriksaan Kesehatan ... 23

Penyakit atau Infeksi ... 27

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 41

Cara Penarikan Sampel ... 41

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 42

Pengolahan dan Analisis Data ... 43

Definisi Operasional ... 50

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

Gambaran Umum Kota Bogor ... 55

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga ... 58

Karakteristik Ibu Hamil ... 59

Pemeriksaan Kesehatan Ibu Hamil ... 76

(13)

Berat dan Panjang Bayi Lahir ... 84

Pengaruh Karakteriktik Sosial-Ekonomi dan Karakteristik Ibu Hamil Terhadap Konsumsi Pangan dan Pemeriksaan Kesehatan ... 87

Pengaruh Konsumsi Pangan dan Pemeriksaan Kesehatan Terhadap Status Gizi Ibu Hamil ... 89

Pengaruh Konsumsi Pangan dan Pemeriksaan Kesehatan Terhadap Berat dan Panjang Bayi Lahir ... 92

SIMPULAN DAN SARAN ... 95

Simpulan ... 95

Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kebutuhan vitamin dan mineral selama kehamilan ... 18

2. Kegiatan pemeriksaan kesehatan ibu hamil 10 T ... 21

3. Jenis variabel dan cara pengumpulan data ... 43

4. Penentuan skor keragaman jenis dan kesesuaian jumlah ... 46

5. Distribusi karakteristik sosial ekonomi keluarga ... 59

6. Distribusi karakteristik ibu hamil ... 60

7. Distribusi ibu hamil berdasarkan riwayat kehamilan ... 61

8. Distribusi ibu hamil berdasarkan riwayat persalinan ... 63

9. Distribusi ibu hamil berdasarkan gaya hidup ... 65

10. Distribusi ibu hamil berdasarkan keluhan selama kehamilan ... 66

11. Distribusi ibu hamil berdasarkan keragaman konsumsi pangan ... 68

12. Hubungan keragaman jenis dan kesesuaian jumlah pangan ... 69

13. Rata-rata asupan zat gizi ibu hamil ... 70

14. Distribusi ibu hamil menurut tingkat konsumsi energi dan protein ... 71

15. Distribusi ibu hamil menurut tingkat konsumsi zat besi, vitamin A, dan vitamin C ... 72

16. Jenis pemeriksaan kesehatan pada berbagai unit pelayanan kesehatan 74 17. Distibusi ibu hamil menurut frekuensi dan kelengkapan pemeriksaan kesehatan ... 76

18. Distribusi ibu hamil menurut jenis pemeriksaan kesehatan ... 78

19. Distribusi ibu hamil menurut konsumsi TTD ... 79

20. Distribusi persepsi ibu hamil menurut atribut fisik TTD ... 80

21. Distribusi persepsi ibu hamil menurut atribut konsumsi TTD ... 81

22. Distribusi ibu hamil menurut jenis perawatan individu ... 82

23. Hubungan status KEK dengan anemia ... 82

24. Hubungan status KEK dengan defisiensi besi ... 83

25. Hubungan anemia dengan defisiensi besi ... 83

26. Hubungan berat badan dan panjang bayi lahir ... 85

27. Hubungan status gizi ibu hamil dengan berat bayi lahir ... 86

(15)

DAFTAR GAMBAR

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil uji regresi logistik karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan

konsumsi pangan dan pemeriksaan kesehatan ... 109 2. Hasil uji regresi logistik konsumsi pangan dan pemeriksaan dengan

status gizi ibu hamil ... 114 3. Hasil uji regresi logistik konsumsi pangan dan pemeriksaan kesehatan

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kehamilan merupakan periode yang menentukan kualitas sumberdaya manusia di masa depan karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisi saat janin berada dalam kandungan. Status gizi ibu hamil berperan langsung dalam kondisi kehamilan dan bayi yang akan dilahirkan sehingga kekurangan gizi pada awal dan selama kehamilan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin. Keadaan gizi ibu saat kehamilan dipengaruhi oleh keadaan sosial dan ekonomi sebelum kehamilan, keadaan kesehatan, jarak kelahiran, paritas, serta usia kehamilan. Keadaan gizi saat melahirkan ditentukan berdasarkan keadaan sosial dan ekonomi sewaktu hamil, pekerjaan fisik, asupan pangan, serta pernah tidaknya terjangkit penyakit infeksi (Arisman 2002).

Ibu hamil memerlukan tambahan gizi untuk pertumbuhan janin, plasenta, dan organ lainnya. Oleh karena itu, ibu hamil harus menambah asupan kebutuhan gizi. Berdasarkan Widya Karya Pangan dan Gizi Nasional (2004), tambahan energi yang diperlukan selama kehamilan adalah 180 kkal pada trimester I dan 300 kkal pada trimester ke II dan III. Kekurangan energi selama kehamilan dapat menyebabkan Kurang Energi Kronis (KEK). Prevalensi KEK tingkat nasional untuk wanita berusia 15-45 tahun masih mencapai angka 13,6% dengan persentasi perkotaan dan pedesaan masing-masing adalah 13,0% dan 14,1% (Depkes 2007). Menurut Sadli dan Bachtiar (2010), KEK adalah salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu di Indonesia selain perdarahan, eklamsia, aborsi, partus lama, dan infeksi.

Zat gizi lain yang memiliki peran penting selama kehamilan adalah zat besi (Fe). Defisiensi Fe terjadi saat jumlah Fe yang diabsorpsi tidak memenuhi kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan oleh rendahnya asupan, penurunan bioavailabilitas dalam tubuh, peningkatan kebutuhan karena perubahan fisiologi seperti kehamilan, dan proses pertumbuhan. Anemia akibat defisiensi Fe merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu serta janin. Berdasarkan Depkes (2007), prevalensi anemia pada ibu hamil adalah 40,1%. Persentase anemia pada wanita hamil dari

(18)

(8% anemia di trimester I, 12% anemia di trimester II, dan 29% anemia di trimester III). Anemia pada wanita pascapersalinan juga umum terjadi, sekitar 10-22% anemia diderita pada wanita dari keluarga yang memiliki ekonomi rendah (Fatma 2008).

Kekurangan zat gizi selama kehamilan, khususnya berkaitan dengan masalah KEK dan anemia dapat menimbulkan dampak seperti meningkatnya prevalensi kematian dan kesakitan ibu, sedangkan bagi bayi dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi serta berat bayi lahir rendah (BBLR). Arisman (2002) menyatakan bahwa keadaan kurang zat gizi sebelum hamil atau selama minggu pertama kehamilan cenderung menyebabkan kelahiran bayi dengan kerusakan otak dan sumsum tulang belakang karena sistem syaraf pusat sangat peka pada 2-5 minggu pertama, sedangkan kekurangan gizi yang diderita di sepanjang minggu terakhir kehamilan akan menyebabkan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah (< 2500 g).

(19)

Perawatan kesehatan ibu hamil atau antenatal care berguna untuk mendeteksi dini kelainan dan penyakit yang diderita selama kehamilan serta sebagai sarana untuk mengatasi masalah kurang gizi selama kehamilan. Menurut Simarmata (2004), meskipun konsumsi zat gizi telah memenuhi kebutuhan tetapi tidak akan banyak bermanfaat bagi tubuh jika terjadi gangguan penyerapan, misalnya diare, cacingan, ataupun penyakit infeksi lainnya. Perawatan kehamilan meliputi kegiatan seperti (1) pemeriksaan kesehatan ke unit pelayanan kesehatan, (2) perawatan diri/individu yang terdiri dari perawatan payudara dan melakukan senam hamil, serta konsumsi suplemen, jamu, dan susu khusus ibu hamil, serta (3) mengkonsumsi makanan yang bergizi dan sehat (Sokisno 1998).

Menurut Depkes (2010a), cakupan pemeriksaan kesehatan ibu hamil (ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kesehatan ke unit pelayanan kesehatan) telah mencapai angka 83,8% tetapi jika ditinjau menurut kelengkapan frekuensi kunjungan pada trimester I hingga trimester III diketahui bahwa hanya 61,4% ibu yang memeriksaan kesehatan ≥ 4 kali. Pemeriksaan kesehatan ibu hamil dalam antenatal care yang dicanangkan oleh pemerintah meliputi 10 kegiatan yang salah satunya adalah pemberian suplemen besi-folat, dimana suplemen tersebut merupakan intervensi yang paling banyak dilakukan berbagai negara untuk menurunkan anemia (Achadi 2008). Di Indonesia, suplemen besi-folat lebih dikenal sebagai Tablet Tambah Darah (TTD). Berdasarkan Depkes (2007), cakupan pemberian TTD sudah mencapai angka 92,2%, namun ternyata prevalensi anemia masih cukup tinggi. Penyebab utama ketidakberhasilan kegiatan tersebut adalah rendahnya kepatuhan populasi target dalam konsumsi TTD. Kurangnya kepatuhan konsumsi TTD disebabkan oleh berbagai persepsi masyarakat mengenai rasa dan efek samping dari konsumsi TTD.

(20)

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi pangan dan pemeriksaan kesehatan terhadap status gizi ibu hamil serta berat dan panjang bayi lahir.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh karakteristik sosial ekonomi keluarga dan karakteristik ibu hamil terhadap konsumsi pangan dan pemeriksaan kesehatan

2. Menganalisis pengaruh konsumsi pangan dan pemeriksaan kesehatan terhadap status gizi ibu hamil

3. Menganalisis pengaruh konsumsi pangan dan pemeriksaan kesehatan terhadap berat dan panjang bayi lahir.

Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik sosial ekonomi keluarga dan karakteristik ibu hamil

berpengaruh positif terhadap konsumsi pangan dan pemeriksaan kesehatan 2. Konsumsi pangan dan pemeriksaan kesehatan berpengaruh positif terhadap

status gizi ibu hamil

3. Konsumsi pangan dan pemeriksaan kesehatan berpengaruh positif terhadap berat dan panjang bayi lahir.

Manfaat Penelitian

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Hamil serta Berat dan Panjang Bayi Lahir

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga

Karakteristik sosial ekonomi keluarga yang mempengaruhi status gizi ibu hamil serta berat dan panjang bayi lahir, yaitu pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga. Uraian mengenai masing-masing faktor adalah sebagai berikut:

Pendidikan dan Pekerjaan

Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia sehingga kualitas pendidikan sangat berpengaruh terhadap sumberdaya manusia. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, pendidikan adalah hak setiap warga negara yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga program pendidikan mempunyai andil yang besar terhadap kemajuan sosial ekonomi suatu bangsa. Tingkat pendidikan yang ditempuh merupakan salah satu indikator kualitas sumberdaya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik pula sumberdaya manusianya (BPS 1997).

(22)

Pendidikan sangat berkaitan dengan pekerjaan ibu karena semakin tinggi pendidikan maka akan semakin baik pekerjaan yang diperoleh. Pekerjaan yang baik akan menjamin pemenuhan terhadap akses pangan dan kesehatan serta proses keputusan pada konsumsi. Hal tersebut dikarenakan pekerjaan akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh. Menurut penelitian Ambarwati, Sulchan, dan Wardani (2005), status pekerjaan ibu akan memberikan pengaruh terhadap status gizi anak (p = 0,016).

Pendapatan

Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi sehingga terdapat hubungan erat antara pendapatan dan status gizi. Rendahnya pendapatan menyebabkan rendahnya daya beli terhadap makanan dan berkurangnya konsumsi pangan keluarga sehingga akan mempengaruhi kesehatan dan status gizi keluarga (Riyadi et al 1990). Sementara itu, Miller dan Rodgers (2009) menyatakan bahwa pada level rumah tangga, tingkat pendapatan dan kekayaan akan berhubungan dengan akses terhadap pembelian makanan (daya beli) dan pelayanan kesehatan anak. Semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi pula aksesnya terhadap makanan yang bergizi, air bersih, pakaian, pengadaan ventilasi dalam rumah, bahan bakar untuk memasak, penyimpanan pangan, higienitas, dan pelayanan kesehatan.

Menurut Martianto dan Ariani (2004), tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jumlah dan jenis bahan pangan yang dikonsumsinya. Sesuai dengan hukum bennet yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan maka kualitas bahan pagan yang dikonsumsi pun semakin baik, yang tercermin dari perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah menjadi bahan pangan yang harganya lebih mahal dengan dengan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya, rendahnya pendapatan yang dimiliki oleh seseorang akan mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan makan yang tercermin dari pengurangan frekuensi makan dari tiga kali menjadi dua kali dalam sehari. Selain itu, masyarakat berpendapatan rendah juga akan mengkonsumsi pangan dalam jumlah dan jenis yang beragam untuk memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang seperti mengkonsumsi tahu dan tempe sebagai pengganti daging.

(23)

peningkatan risiko 2,5 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan ibu yang memiliki pendapatan tinggi (OR = 2,50; 95% CI: 2.07-3.07). Selain itu, diungkapkan bahwa ibu yang tinggal di wilayah pedesaan memiliki risiko 1,7 kali melahirkan dengan BBLR dibandingkan ibu yang tinggal di wilayah perkotaan (OR = 1,70; 95% CI: 1.35-2,04). Hal serupa juga diungkapkan oleh sebuah penelitian terhadap 106 orang ibu hamil di Kabupaten Batang yang melaporkan

hasil bahwa tingkat pendapatan keluarga berhubungan dengan BBLR (p = 0,000). Selain itu, diungkapkan pula bahwa tingkat pendapatan merupakan

faktor risiko terjadinya BBLR dengan OR untuk tingkat pendapatan < Rp 200.000 per bulan adalah 14,88 dan OR untuk tingkat pendapatan Rp 200.000-400.000 per bulan adalah 1,62 (Trisnani 2000).

Besar Keluarga

Banyaknya anggota keluarga sangat mempengaruhi konsumsi pangan dalam keluarga. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara besar keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Keadaan yang demikian tidaklah cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar.

(24)

Karakteristik Ibu Hamil

Karakteristik ibu hamil yang mempengaruhi status gizi ibu hamil serta berat dan panjang bayi lahir yaitu usia ibu hamil, paritas, jarak kelahiran, riwayat kesehatan, riwayat persalinan, pertambahan beran badan ibu hamil. Uraian mengenai masing-masing faktor adalah sebagai berikut:

Usia Ibu Hamil

Usia berhubungan dengan tahap reproduksi, ibu yang dianggap optimal untuk kehamilan adalah antara 20 sampai dengan 34 tahun. Sedangkan usia yang dibawah atau diatas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan (Kusumawati 2006). Usia ibu < 20 tahun belum cukup matang untuk menghadapi kehidupan sehingga belum siap secara fisik dan mental dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Pada umur tersebut, rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik sehingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit dan keracunan kehamilan atau gangguan lain karena ketidaksiapan ibu untuk menerima tugas dan tanggung jawabnya sebagai orangtua. Sebaliknya, jika usia ibu > 35 tahun cenderung mengalami perdarahan, hipertensi, obesitas, diabetes, myoma uteri, persalinan yang lama, dan penyakit-penyakit lainnya (Depkes 2001). Supriyati, Doeljachman, dan Susilowati (2000) mendapatkan temuan bahwa umur ibu hamil yang merupakan faktor risiko distorsia (penyulit persalinan) yang memerlukan tindakan. Ibu hamil yang berusia

< 20 tahun atau ≥ 35 tahun memiliki risiko 4 kali lebih tinggi mengalami distorsia

dibandingkan dengan ibu yang berusia 20-35 tahun.

Penelitian yang dilakukan terhadap 236 kasus kehamilan remaja (usia < 20 tahun) di Indonesia, melaporkan hasil bahwa kehamilan pada usia remaja memiliki resiko 5,1 kali melahirkan bayi dengan berat bayi labir rendah (RR = 5,10; 95% CI: 3,60-7,40) (Dasuki dan Setiawan 1995). Selain itu, Sistiarani (2007) mengungkapkan hasil penelitiannya di Banyumas terhadap 23 kasus kehamilan dengan usia ibu hamil < 20 tahun dan > 35 tahun dan 46 kontrol, yaitu usia ibu hamil berpengarh terhadap kejadian berat bayi lahir rendah ()R = 4,28; 95% CI: 1,48-12,40).

(25)

Paritas dan Jarak kehamilan

Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu, baik kelahiran hidup maupun kelahiran mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan gizi karena selama kehamilan zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya (Wibowo dan basuki 2006). Penelitian yang dilakukan terhadap 41 ibu hamil di Tegal mengungkapkan bahwa ibu yang memiliki paritas > 4 memiliki hubungan bermakna dengan BBLR dengan p=0,017 (Septarini 2003). Sedangkan, Farsi et al (2011) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa ibu yang memiliki paritas 8-9 memiliki risiko yang tinggi terhadap anemia selama kehamilan (RR = 9,98; 95% CI: 6,95-12,05).

Jarak kelahiran adalah rentang waktu sejak kelahiran sebelumnya hingga kehamilan yang sedang dialami. Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan anemia. Hal ini disebabkan belum pulihnya kondisi ibu dan pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi belum optimal tetapi tubuh sudah harus memenuhi kebutuhan gizi janin yang dikandungnya. Ibu hamil yang memiliki jarak kelahiran < 2 tahun memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita anemia (Wibowo dan Basuki 2006)

Menurut Suharno et al (1992), jarak kelahiran yang dekat dan sering melahirkan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi cadangan zat besi pada ibu hamil, selain konsumsi dan absorpsi zat besi yang rendah. Apabila konsumsi gizi ibu hamil kurang dari yang dibutuhkan maka cadangan zat gizi di dalam tubuh ibu akan digunakan untuk menutupi kekurangan tersebut. Jika kehamilan berikutnya berdekatan dengan kehamilan sebelumnya maka ibu tidak memiliki cukup waktu untuk mengembalikan cadangannya dan akan berpotensi menyebabkan terjadinya kurang gizi. Pane dan Aritonang (2011) melaporkan hasil penelitiannya yang dilakukan pada 98 ibu hamil di Medan bahwa kejadian BBLR dan Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK) lebih banyak pada ibu yang memiliki jarak kehamilan < 2 tahun, dengan persentase 65,4%.

Riwayat Kesehatan

(26)

kesehatan ibu hamil baik maka janin yang dikandungnya akan baik pula serta keselamatan ibu saat melahirkan akan terjamin. Kondisi tersebut dapat direalisasikan dengan memenuhi kecukupan gizi bagi ibu hamil. Apabila kecukupan akan energi dan protein telah terpenuhi maka kecukupan zat-zat gizi lain umumnya akan terpenuhi atau setidaknya tidak terlalu sulit untuk memenuhinya (Khumaidi 1994).

Rachmawati (2004) menyatakan bahwa banyak faktor yang akan menentukan kesehatan kehamilan seseorang. Salah satu dari faktor-faktor tersebut adalah riwayat kehamilan. Kehamilan yang pernah dilalui oleh seorang ibu hamil akan sangat menentukan kualitas kehamilan berikutnya. Selain itu, kebutuhan gizi antara orang sehat dan orang sakit terutama yang baru sembuh dari sakit berat tidak bisa disamakan. Sel-sel tubuh orang sakit sebagian telah mengalami kerusakan dan perlu digantikan. Oleh karena itu, orang tersebut membutuhkan zat gizi yang lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan gizi yang biasanya guna membangun kembali sel-sel tubuh yang telah rusak, kemudian kelebihan zat gizi tersebut diperlukan untuk memulihkan tenaga.

Selama periode kehamilan, banyak penyakit yang dapat diderita dan terkait dengan kesehatan kehamilan seorang ibu hamil. Penyakit-penyakit umum yang muncul selama periode kehamilan adalah anemia, hipertensi, diabetes, ambeien atau hemorrhoid (Thompson 2004). Penelitian yang dilakukan di Kendal terhadap 40 ibu hamil melaporkan bahwa kejadian BBLR dipengaruhi oleh riwayat kehamilan. Ibu hamil yang mempunyai riwayat kehamilan buruk (pernah abortus, prematur, melahirkan bayi mati, dan BBLR) memiliki probabilitas untuk kejadian BBLR sebesar 75,39%

Riwayat Persalinan

(27)

Lebih lanjut Senewe dan Sulistiyowati (2004) menyatakan bahwa komplikasi obstetrik sangat berpengaruh pada kematian maternal. Masalah kematian maternal merupakan masalah yang kompleks karena meliputi banyak hal yakni derajat kesehatan termasuk status kesehatan reproduksi dan status gizi ibu sebelum dan selama kehamilan. Kejadian komplikasi obstetrik terjadi pada 20% seluruh ibu hamil, namun komplikasi obstetrik yang tertangani kurang dari 10% seluruh ibu hamil.

Komplikasi yang sering terjadi di Indonesia yakni perdarahan, partus lama, demam/infeksi, dan preeklamsia/eklamsia. Ibu hamil dikatakan mengalami komplikasi persalinan jika mengalami salah satu atau gabungan dari dua atau lebih komplikasi. Terdapat hubungan yang bermakna anatara komplikasi kehamilan (gabungan dari beberapa keluhan selama kehamilan) dengan komplikasi persalinan. Ibu yang mengalami komplikasi kehamilan memiliki risiko untuk mengalami komplikasi persalinan sebesar 2,9 kali dibandingkan ibu yang tidak mengalami komplikasi kehamilan (Senewe dan Sulistiyowati 2004).

Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil

Kenaikan berat badan wanita hamil selama kehamilan adalah 10-12,5 kg, termasuk penimbunan lemak ± 3,5 kg agar tidak terjadi kelahiran bayi dengan berat rendah. Pada trimester ketiga sekitar 90% dari kenaikan ini digunakan untuk pertumbuhan janin, plasenta, dan cairan amnion. Terdapat kenaikan berat badan antara ibu hamil yang cukup gizi dan tidak cukup gizi. Pola umum kenaikan berat badan ibu hamil yaitu, (1) Trimester I sebesar 1 kg (kenaikan minimal, hampir seluruhnya adalah bagian dari ibu); (2) Trimester II sebesar 3 kg (kenaikan sekitar 0,3 kg/minggu, sekitar 60% adalah bagian dari ibu); dan (3) Trimester 3 sebesar 6 kg (kenaikan sekitar 0,3-0,5 kg/minggu, sekitar 60% adalah bagian dari janin). Sementara itu, timbunan lemak di tubuh sekitar 3-3,5 kg, sehingga umumnya kenaikan berat badan ibu selama kehamilan di negara maju berkisar 10-12,5 kg dan 5-7 kg di negara berkembang (Soetjiningsih 1998 diacu dalam Zulaekah 2004).

(28)

Apabila terjadi gangguan gizi (baik kurang gizi maupun anemia) selama periode ini, maka akan mengakibatkan berat bayi lahir rendah. Upaya yang dilakukan untuk mecapai kenaikan berat badan selama kehamilan, yaitu meningkatkan asupan energi 300 kkal/hari atau sekitar satu porsi makan lebih banyak dari sebelum hamil. Selain itu, World Health Organization menganjurkan masukan protein untuk ibu hamil sekitar 1,01 gr/kg.BB/hari dan energi 46 kkal/kg.BB/hari untuk rata-rata ibu hamil dengan berat awal 55 kg (Zulaekah 2004).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 55 ibu hamil di Semarang, diungkapkan bahwa pertamban berat badan ibu selama trimester II (p = 0,00; r = 0,69) dan trimester III (p = 0,00; r = 0,66) berhubungan dengan kelahiran bayi dengan berat rendah (Fitranti 2007). Hal tersebut senada dengan hasil penelitian yang melibatkan 270 ibu hamil di Iran, yakni bahwa ibu hamil yang memiliki pertambahan berat badan yang tidak normal cenderung melahirkan bayi dengan berat badan rendah (p < 0,05; OR = 2,37; 95% CI: 1,70-3,20) (Yekta et al 2006). Gaya Hidup

Merokok

Rokok telah dikenal sejak abad ke-15 dan mulai menyebar akibat persepsi yang salah yakni bahwa mengisap daun tembakau merupakan salah satu model pengobatan dengan tumbuhan dan dedaunan sehingga para tabib dan dokter pada masa itu memerintahkan pasiennya untuk merokok sebagai salah satu bentuk pengobatan bagi penyakit yang diderita. Oleh karena itu, hingga saat ini merokok merupakan kebiasaan turun-temurun (Husaini 2007).

(29)

rokok dengan ukuran normal umumnya mengandung 10-40 mg tar (racun) dan 1-2 mg nikotin. Sebuah penelitian mengemukakan bahwa asap rokok yang dihirup oleh perokok aktif selama 2-5 detik mampu menyerap 80-90% zat kimiawi yang kemudian menyusup dan merusak sistem pernafasan (Husaini 2007).

Jenis rokok yang beredar di pasaran umumnya terbagi menjadi 2 yaitu rokok filter dan rokok kretek (non filter). Perbedaan antara kedua jenis rokok tersebut didasarkan atas kandungan nikotinnya. Pada rokok kretek, kandungan nikotin yang terkandung lebih besar dibandingan rokok filter. Hal tersebut dapat terjadi karena pada rokok kretek tidak dilengkapi dengan filter yang berfungsi untuk mengurangi asap yang keluar dari rokok seperti yang terdapat pada jenis filter (Susanna, Hartono, dan Fauzan 2003).

Menurut Rose-Neil (2007), terdapat tiga zat yang membahayakan janin jika ibu hamil selama kehamilan memiliki kebiasaan merokok yakni karbon monoksida, sianida, dan nikotin. Karbon monoksida akan bercampur dengan hemoglobin dalam darah sehingga jumlah oksigen yang tersedia bagi janin akan berkurang. Sianida adalah zat yang beracun dan jika bercampur dalam makanan dapat mengurangi jumlah zat gizi bagi janin. Tubuh membutuhkan banyak vitamin B12 untuk dapat melepaskan sianida. Sedangkan, nikotin dapat mengurangi gerakan pernafasan fetus dan menyebabkan kontraksi pembuluh arteri pada plasenta dan tali pusar sehingga jumlah oksigen yang sampai ke janin akan berkurang. Pada saat yang bersamaan, jantung fetus berdetak lebih kuat untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada tubuhnya. Kurangnya oksigen dan makanan bergizi dapat menyebabkan cacat pada janin. Husaini (2007) pun menyatakan bahwa seorang ibu yang merokok selama kehamilan dapat mengakibatkan terjadinya BBLR, kematian prenatal, dan SIDS (Sudden Infant Death Syndrome), kelahiran prematur, dan keguguran.

(30)

Ventura, Hamilton, dan Chandra (2003) melaporkan hasil sebuah studi yang melakukan pengamatan mengenai tren dan variasi kebiasaan merokok selama kehamilan dan BBLR. Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa wanita hamil yang merokok selama kehamilan menurun menjadi 12,2% pada tahun 2000 dibandingkan 1989 (19,5%). Populasi wanita yang merokok selama kehamilan umumnya adalah remaja dan wanita usia 20an. Insiden BBLR dari ibu yang merokok jumlahnya dua kali lipat dibandingkan ibu yang tidak merokok. Sebanyak 15,1% wanita yang merokok setidaknya 1,5 bungkus per hari melahirkan dengan BBLR. Angka tersebut ternyata lebih tinggi pada wanita yang merokok < 5 batang per hari, dengan persentase 9,7% dibandingkan wanita yang tidak merokok, dengan persentase 5,6%.

Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol selama kehamilan dapat berpengaruh buruk pada janin. Rose-Neil (2007) menyatakan bahwa alkohol yang dikonsumsi ibu hamil akan terserap dari usus menuju ke hati. Kemudian, di dalam hati alkohol akan bercampur dengan zat-zat lainnya. Alkohol yang tidak dapat diolah oleh hati mengalir mengikuti aliran darah dan terbawa ke setiap sel tubuh, termasuk plasenta, dan langsung menuju janin. Sebuah penelitian yang melakukan percobaan dengan menyuntikan alkohol dalam jumlah banyak ke tubuh seekor kera hamil di Maryland (USA) melaporkan hasil bahwa mengecil dan memucatnya tali pusar dalam waktu lima belas menit setelah penyuntikan membutuhkan waktu satu jam untuk pulih pada kondisi seperti semula. Peristiwa tersebut menunjukan bahwa konsumsi alkohol berlebihan selama kehamilan menyebabkan terputusnya sirkulasi darah janin dalam waktu singkat, sehinga mengakibatkan keterlambatan mental pada anak-anak.

(31)

Keluhan Kesehatan

Keluhan ringan sering terjadi selama awal kehamilan, semakin tua usia kehamilan maka keluhan semakin berkurang kecuali varises dan kaki bengkak yang akan semakin meningkat. Keluhan ringan dapat diatasi dengan obat-obatan tertentu yang tidak membahayakan ibu dan janin. Beberapa keluhan dan gangguan yang sering terjadi selama kehamilan yaitu morning sickness, hipersalivasi, kram betis, varises, sinkope (pingsan), dan kaki bengkak (Bandiyah 2009).

Morning Sickness

Keadaan tersebut terjadi pada pagi hari saat bangun tidur dengan tanda pening di kepala dan mual ringan sampai muntah yang disebabkan oleh gangguan metabolisme karbohidrat.

 Hipersalivasi

Pengeluaran air liur mulai meningkat pada beberapa orang sehingga menambah kesulitan untuk makan. Air liur dapat mengakibatkan

gangguan “gigi” yakni pembengkakan gusi.

 Kram betis

Pada awal kehamilan sering terjadi keluhan kram betis karena defisiensi beberapa vitamin tertentu dan mineral seperti vitamin E dan vitamin B kompleks serta kalsium.

 Varises

Varises adalah pembengkakan pembuluh darah hingga tampak dari luar. Sebagian varises terjadi pada kehamilan berulang dan kehamilan > 3 kali. Varises disebabkan oleh hormon kehamilan dan sebagian besar terjadi karena keturunan. Pada kasus yang berat dapat terjadi infeksi dan bahaya yang paling penting adalah thrombosis yang dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah.

 Sinkope (Pingsan)

Keadaan ini ditandai dengan kepala ringan dan pening serta mata kabur sejenak akibat bangun secara mendadak. Pada keadaan tersebut, aliran darah ke pusat susunan saraf (otak) terhambat sehingga terjadi kekurangan darah menuju otak.

 Kaki Bengkak

(32)

karena gestosis dan tertekannya pembuluh darah. Keadaan yang parah ditandai dengan sakit kepala, pandangan mata kabur, dan peningkatan kadar protein pada pemeriksaan urine.

Beberapa Keluhan dan Gangguan lain yang terjadi selama kehamilan yaitu (Rose-Neil2007):

 Bekas guratan

Berupa alur hitam di perut, pantat, paha, dan payudara karena pecahnya serat-serat elastik bagian dalam kulit.

 Sembelit

Keadaan seperti ini berhubungan dengan efek pengenduran dari hormon kehamilan pada bagian usus yang diperburuk dengan pembesaran rahim yang menekan usus. Penyebab lainnya adalah kurangnya konsumsi makanan berserat dan pemberian TTD.

 Mimisan

Keadaan seperti ini sering terjadi selama kehamilan dan berhubungan dengan tingginya kadar hormon dan kongesti yang membuat pembuluh darah mudah rusak.

 Kulit terasa kering dan gatal

Hal tersebut biasa terjadi di seluruh tubuh tetapi biasanya terjadi di bagian perut, dimana kulit mengalami peregangan akibat adanya bayi dalam kandungan. Penyebab rasa kering dan gatal disebabkan oleh kurangnya aupan salah satu vitamin B.

Konsumsi Pangan Ibu Hamil Kebutuhan Gizi Ibu Hamil

(33)

dampak besar terhadap asupan ibu dan kebutuhan gizi karena ibu harus memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin yang sangat pesat selama kehamilan dan agar proses kelahiran dapat berjalan baik.

Hardinsyah dan Martianto (1992) menyatakan bahwa peningkatan kebutuhan gizi terjadi selama kehamilan. Hal ini merupakan akibat dari proses anabolik dalam tubuh ibu hamil. Peningkatan kebutuhan ini digunakan untuk pembentukan sel-sel dan jaringan-jaringan baru, serta untuk memenuhi energi pertumbuhan dan aktivitas bagi ibu maupun energi pertumbuhan untuk janin yang dikandungnya. Makanan yang mencukupi zat gizi adalah makanan yang mencukupi kebutuhan semua zat gizi yang diperlukan tubuh, jumlah yang diperlukan berbeda-beda tergantung pada tahap perkembangannya.

Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004), peningkatan energi untuk ibu hamil adalah 180 kkal (trimester I) dan 300 kkal (trimester II dan III). Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara minimal. Pada trimester II dan III kebutuhan akan terus meningkat sampai pada akhir kehamilan. Energi tambahan pada trimester II diperlukan untuk peningkatan komponen dalam tubuh ibu seperti penambahan volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara, serta penumpukan lemak. Sedangkan, energi tambahan pada trimester III diperlukan untuk pertumbuhan janin dan plasenta (Arisman 2004).

Ibu hamil membutuhkan protein lebih banyak dari biasanya, minimal 60,0 g/hari. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004), peningkatan protein yaitu 17,0 g untuk kehamilan trimester I-III. Protein penting bagi pertumbuhan, hampir 70% protein dipakai untuk pertumbuhan janin. Protein diperlukan untuk membangun tubuh dari seukuran sel hingga mencapai 3,5 kg. Protein juga digunakan untuk membuat ari-ari serta pembuatan cairan ketuban dan penambahan jaringan tubuh ibu (Nadesul 2005).

(34)

tinggi protein antara lain daging, ikan, telur, susu, dan aneka produk turunannya (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Menurut Depkes (2002), kelompok pangan sumber karbohidrat harus dikonsumsi enam porsi per hari secara beraneka ragam. Apabila vegetarian maka porsi ditambah menjadi 6-7 porsi per hari.

Menurut Almatsier (2003), bahan pangan hewani merupakan sumber protein yang baik dalam jumlah maupun mutunya. Sumber protein hewani adalah telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sedangkan sumber protein nabati adalah kacang-kacangan dan olahannya (tempe, tahu, dan sebagainya). Depkes (2002) menyatakan bahwa kelompok pangan hewani seperti daging, ikan, ayam, dan alternatifnya dan kelompok pangan nabati seperti tempe, tahu, dan kacang-kacangan harus dikonsumsi tiga porsi per hari.

Tabel 1. Kebutuhan vitamin dan mineral selama kehamilan

(35)

Peningkatan kebutuhan gizi ibu hamiil tidak hanya pada energi dan protein saja tetapi juga zat gizi lainnya seperti vitamin dan mineral. Apabila ibu hamil mengalami kekurangan vitamin maupun mineral maka pembentukan sel-sel tubuh janin akan terhambat. Anak yang dilahirkan dapat menderita kurang darah, cacat bawaan, atau keguguran (Nadesul 2005). Peningkatan kebutuhan vitamin dan mineral selama kehamilan ditunjukan pada Tabel 1.

Kebutuhan zat besi ibu meningkat pada kehamilan trimester II dan III. Pada masa tersebut, dibutuhkan tambahan suplemen zat besi meskipun makanan yang dikonsumsi sudah banyak mengandung zat besi dan tinggi bioavailabilitasnya (Nadesul 2005). Hal senada diungkapkan oleh Arisman (2004), semakin bertambahnya usia kehamilan maka zat besi yang dibutuhkan semakin meningkat. Berdasarkan Yongki (2007), zat besi yang diperlukan selama kehamilan yaitu 30,0-44,0 mg elemen besi setiap hari, dapat berbentuk 150,0 mg besi sulfat, 300,0 mg besi glukonat, atau 100 mg besi fumarat. Almatsier (2003) menyatakan bahwa menjelang trimester II kebutuhan zat besi mulai meningkat karena terjadi pertambahan sel-sel darah merah yang akan terus berlanjut hingga trimester III. Pangan sumber zat besi yaitu pangan hewani seperti hati, daging, ayam, ikan, dan telur. Selain itu, sumber zat besi lain yaitu serealia, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah. Depkes (2002) menyatakan bahwa sayur/buah harus dikonsumsi 7 porsi perhari dan susu serta olahannya harus dikonsumsi 2 porsi per hari.

(36)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah jumlah pangan tunggal atau beragam yang dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan akan mempengaruhi kesehatan ibu hamil, baik sebelum masa kehamilan. Jika konsumsi pangan sebelum hamil terpenuhi maka kemungkinan besar gangguan kesehatan tidak akan terjadi (Hardinsyah dan Martianto 1992). Meskipun pola makan ibu dapat mempengaruhi janin tetapi pada kehamilan akhir fetus mampu menghisap kebutuhan makanannya melalui plasenta sehingga bila seseorang ibu kekurangan makan maka dia bisa lebih menderita daripada bayi yang dikandungnya. Hal ini sangat berkebalikan dengan kehamilan awal, saat janin belum memiliki plasenta dan tergantung seluruhnya pada pasokan makanan dalam darah ibunya (Rose-Neil 2007).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi yaitu faktor endogen, faktor eksogen, dan persepsi/wawasan. Faktor endogen yaitu keturunan, jenis kelamin, dan usia. Sedangkan, faktor eksogen adalah sosial budaya, ciri masyarakat, dan sistem ekonomi. Persepsi/wawasan yang dapat mempengaruhi konsumsi meliputi pengetahuan, kepercayaan, menyenangkan, harga, prestige, familiarity, rasa atau selera, toleran, dan kesan menyenangkan (Susanto 1997).

Masalah Konsumsi Pangan

Masalah yang sering terjadi dalam konsumsi pangan ibu hamil antara lain ibu hamil tidak menyadari adanya peningkatan kebutuhan gizi selama masa kehamilan sehingga menimbulkan perilaku gizi salah. Dampaknya adalah ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dibandingkan dengan kebutuhan. Selain itu, terdapat anggapan bahwa sebagian ibu hamil takut mengalami kesulitan melahirkan karena bayi yang dikandungnya menjadi besar apabila mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak sehingga ibu hamil cenderung mengurangi pangannya. Di beberapa daerah masih terdapat kebiasaan pantang atau tabu terhadap makanan tertentu selama kehamilan seperti ikan dan sebagainya. Padahal, makanan tersebut justru merupakan sumber zat gizi yang diperlukan (Depkes 2000).

(37)

Rao et al (2001) memaparkan sebuah studi prospektif terhadap 797 wanita hamil di pedesaan India yang memperoleh hasil bahwa berat lahir bayi dipengaruhi oleh konsumsi susu (p < 0,05), konsumsi sayuran hijau (p < 0,001), dan konsumsi buah (p < 0,01). Bukti status gizi yang baik akibat asupan pangan yang bergizi berpengaruh terhadap berat lahir bayi juga diungkapkan dalam sebuah hasil penelitian bahwa seluruh bayi lahir yang berasal dari ibu pada kelompok fortifikasi zat multigizi mikro memiliki berat > 2,5 kg, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat kasus BBLR sebesar 3,6% dan pada kelompok tanpa fortifikasi 5,3% (Prihananto 2007).

Fasilitas Kesehatan

Langkah yang cukup penting dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah melakukan standarisasi. Standar yang berkaitan dengan proses pelayanan bagi ibu hamil meliputi standar pelayanan dasar 5T (penimbangan badan, pengukuran tekanan darah, pengukuran tinggi fundus, imunisasi Tetanus Toksoid (TT), dan pemberian TTD). Menurut Depkes (2009) standar pelayanan yang sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium, serta intervensi sesuai dengan risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan, dimana meliputi 10 T yaitu disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kegiatan pemeriksaan kesehatan ibu hamil 10 T

No Kegiatan 10 T

1 Penimbangan berat badan 2 Pengukuran tinggi badan 3 Pengukuran tekanan darah 4 Pengukuran status gizi (LILA) 5 Pengukuran tinggi fundus uteri 6 Pemeriksaan USG

7 Pemberian imunisasi TT 8 Pemberian TTD

9 Pemeriksaan Laboratorium

10 Konseling (pra persalinan dan pasca persalinan)

(38)

 Kompetensi teknis

Terkait dengan kemampuan atau keterampilan petugas kesehatan, yakni apakah seorang petugas kesehatan mempu menerapkan 4 hal seperti dapat dipertanggungjawabkan, ketepatan, ketahanan uji, dan konsistensi.  Akses terhadap pelayanan

Pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh faktor geografis, sosial, ekonomi, budaya, atau hambatan bahasa.

 Efektifitas

Kualitas pelayanan tergantung dari efektifitas yang menyangkut norma dan pelayanan kesehatan, dan petunjuk klinis.

 Hubungan antar manusia

Terkait antara hubungan petugas kesehatan dengan pasien seperti menumbuhkan kepercayaan, menjaga rahasia, menghormati, responsive, memberi perhatian, mendengarkan keluhan, dan berkomunikasi secara aktif.

 Efisiensi

Efisiensi akan mempengaruhi pelayanan kesehatan, pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian optimal daripada memaksimalkan pelayanan kepada pasien dan msyarakat.

 Kelangsungan pelayanan

Paien dapat menerima pelayanan dengan lengkap sesuai dengan kebutuhan.

 Keamanan

Mengurangi risiko bahaya yang lain terkait dengan pelayanan.  Kenyamanan

Kenyamanan meliputi penampilan fisik fasilitas kesehatan, personil, peralatan medis dan non medis, kebersihan, dan waktu.

(39)

Pemeriksaan Kesehatan

Pemeriksaan Kesehatan di Unit Pelayanan Kesehatan

Pemeriksaan kesehatan selama kehamilan bermanfaat agar penyakit-penyakit dengan risiko tinggi dapat diketahui secara dini dan pengobatan dapat segera dilakukan sehingga komplikasi penyakit dapat dihindarkan atau dikurangi serta angka kesakitan maupun kematian ibu dan anak dapat dikurangi (Tanjung 2004). Menurut Wibowo dan Basuki (2006), perawatan kehamilan dapat menurunkan risiko kematian bayi dalam dua tahun pertama. Sementara itu, perawatan kehamilan oleh dokter akan menurunkan 1,2 kali risiko kematian bayi dibandingkan yang tidak pernah melakukan perawatan kehamilan. Sebuah penelitian yang mengamati beberapa faktor maternal, sosial ekonomi, dan pengetahuan serta praktek antenatal care pada ibu hamil di Magelang melaporkan bahwa praktek antenatal care berhubungan dengan kejadian BBLR (p = 0,02; OR = 4,33; 95% CI: 1,23-15,71) (Hidayati 2002). Penelitian di Makassar juga mengungkapkan bahwa ibu hamil yang rendah dalam kunjungan antenatal memiliki peningkatan risiko melahirkan bayi dengan BBLR, dengan OR = 2,70; 95% CI: 1,20-6,10 (Amiruddin dan Yusuf 2008). Sementara itu, Srivastava et al (2000) yang melakukan penelitian cross sectional terhadap 889 ibu hamil di Lucknow melaporkan bahwa insiden tertinggi BBLR (56,25%) dialami oleh ibu yang tidak menerima antenatal care dan insiden terendah BBLR (18,56%) dialami oleh ibu yang menerima antenatal care. Perbedaan keduanya dianalisis secara statistik dan diperoleh hasil yang signifikan (p < 0,001).

Pemeriksaan kesehatan ibu hamil dilakukan oleh tenaga profesional yang meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar pelayanan yaitu minimal 4 kali pemeriksaan selama kehamilan, satu kali pada trimester I, satu kali pada trimester II, dan dua kali pada trimester III. Pemeriksaan kesehatan di unit pelayanan kesehatan yang umum dilakukan pada ibu hamil mencakup 5T, tetapi Depkes (2009) menyatakan bahwa pelayanan antenatal care yang sesuai standar meliputi kegiatan 10T, dimana seluruh kegiatan mencakup anamnesis, pengukuran fisik, pemeriksaan laboratorium, serta intervensi sesuai dengan risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan.

(40)

memeriksakan kesehatan ≥ 4 kali. Sedangkan, jenis pemeriksaan kehamilan

terdiri dari 8T, yaitu pengukuran tinggi badan, berat badan, tekanan darah, tinggi fundus uteri, hemoglobin, serta pemberian TTD, imunisasi TT, dan pemeriksaan urine. Secara keseluruhan, hanya 61,8% ibu yang menerima 6-8 jenis pemeriksaan kehamilan, 35% ibu menerima 3-5 jenis pemeriksaan kehamilan dan 2,8% menerima 1-2 jenis pemeriksaan kehamilan. Nurul (2007) mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa frekuensi pemeriksaan kesehatan selama kehamilan berhubungan dengan BBLR. Sebanyak 26,8% ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kesehatan < 4 kali ternyata memiliki hubungan dengan kejadian BBLR (p = 0,001).

Tablet Tambah Darah/TTD Pada Ibu Hamil

Anemia merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia terutama bagi kelompok wanita hamil. Defisiensi Fe berperan besar dalam kejadian anemia, namun defisiensi zat gizi lainnya seperti vitamin A, vitamin B12, dan asam folat juga berperan terhadap kejadian anemia. Defisiensi Fe terjadi saat jumlah Fe yang diabsorpsi tidak memenuhi kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan rendahnya asupan, penurunan bioavailabilitas dalam tubuh, peningkatan kebutuhan karena perubahan fisiologi seperti kehamilan, dan proses pertumbuhan. Anemia defisiensi Fe merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan defisiensi zat gizi lain, sehingga anemia selama kehamilan diidentikkan dengan anemia defisiensi besi (ADB). Pengukuran hemoglobin (Hb) sering digunakan dalam penentuan status ADB tetapi kesalahan klasifikasi sering terjadi karena overlap antara rentang nilai Hb pada orang normal dan defisiensi besi sehingga digunakan pengukuran lain untuk mendukung penentuan status anemia, misalnya serum feritin. Konsentrasi serum feritin paralel dengan penyimpanan zat besi karena konsentrasi 1 µg/L sama dengan 10 mg cadangan besi. Oleh karena itu, konsentrasi serum feritin merupakan satu-satunya pengukuran yang dapat menggambarkan status kekurangan zat besi, kelebihan zat besi, atau normal (Gibson 2005). Menurut WHO (2007), defisiensi zat besi pada ibu hamil ditandai dengan kadar Hb < 110 g/L dan serum feritin < 20 µg/L.

(41)

tiga kali per tahun, dan pengguna aspirin secara rutin (Feightner 2010). World Health Organization/WHO (2008) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 41,8%. Sedangkan di Indonesia, prevalensi ADB masih mencapai angka 40,1% (Depkes 2007). Fatmah (2008) mengungkapkan bahwa persentase ADB pada wanita hamil yang berasal dari keluarga miskin akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan (8% saat trimester I, 12% saat trimester II, dan 29% saat trimester III, dan 22% saat pascapersalinan).

Anemia dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin, baik sel tubuh maupun otaknya. Selain itu, anemia juga dapat mengakibatkan kematian janin dalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan berat bayi lahir rendah (BBLR). Sedangkan menurut Yongki (2007), pengaruh anemia selama kehamilan adalah (1) dapat terjadi abortus, (2) persalinan prematuritas, (3) hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, (4) mudah terjadi infeksi, (5) ancaman dekomposisi kordis jika Hb < 6 g/L, (6) mola hidatidosa, (7) hiperemesis gravidarum, (8) perdarahan antepartum, (9) ketuban pecah dini (KPD). Amiruddin dan Wahyuddin (2007) mengemukakan sebuah hasil penelitian yang menyatakan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia.

ADB dapat dicegah dengan memelihara keseimbangan antara asupan Fe dengan kebutuhan dan kehilangan Fe. Jumlah Fe yang dibutuhkan untuk memelihara keseimbangan ini bervariasi tergantung pada riwayat reproduksi dan jumlah kehilangan darah selama masa menstruasi. Peningkatan konsumsi Fe selama kehamilan dilakukan melalui penigkatan konsumsi makanan yang mengandung heme iron, bersifat mempercepat non-heme iron, dan meminimalkan konsumsi makanan yang dapat ditambah dengan suplemen Fe terutama bagi wanita hamil dan nifas (Fatmah 2008).

(42)

pengobatan yakni pemberian 3 tablet sehari selama 90 hari masa kehamilan hingga 42 hari setelah melahirkan. Berdasarkan penelitian Palma et al (2008), diketahui bahwa pemberian suplementasi Fe ditambah dengan asam folat mampu mengurangi risiko berat bayi lahir rendah (OR = 0,58; 95% CI: 0,34-0,98). Sedangkan, Schmidt et al (2001) dalam penelitiannya memperoleh hasil bahwa suplementasi Fe yang dikombinasikan dengan vitamin A tidak berdampak pada berat bayi lahir (3.2±0.5 kg).

Menurut Fatmah (2008), suplementasi besi-folat adalah salah satu strategi untuk meningkatkan asupan Fe yang berhasil hanya jika individu mematuhi aturan konsumsinya. Banyak faktor yang mendukung rendahnya tingkat kepatuhan tersebut, seperti individu sulit mengingat aturan minum setiap hari, minimnya dana untuk membeli suplemen secara teratur, dan efek samping yang tidak nyaman pasca konsumsi seperti sembelit dan gangguan lambung. Berdasarkan Depkes (2007), cakupan pemberian TTD sudah mencapai angka 92,2%. Meskipun demikian, kegiatan tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan karena rendahnya kepatuhan untuk mengkonsumsi TTD berkaitan dengan rasanya yang kurang disukai dan gangguan gastrointestinal yang sering terjadi pasca konsumsi.

Perawatan Individu

Perawatan kehamilan individu merupakan kegiatan dalam pemeliharaan kesehatan selama kehamilan melalui perawatan diri dan kesadaran untuk memeriksakan kehamilan. Hal tersebut merupakan salah satu upaya penting dalam menjaga kesehatan dan mencegah kesakitan serta kematian selama kehamilan. Selain itu, pemeliharaan kesehatan juga bertujuan untuk mempersiapkan kondisi ibu sehingga dapat melalui proses persalinan dengan selamat dan dapat melahirkan bayi yang sehat dengan berat badan yang cukup.

Perawatan kehamilan individu dapat dilakukan melalui kegiatan seperti (1) perawatan diri yang terdiri dari perawatan payudara dan melakukan senam

hamil, konsumsi suplemen, jamu, dan susu khusus ibu hamil serta (2) mengkonsumsi makanan yang bergizi dan sehat (Sokisno 1998). Selain itu,

(43)

Penyakit atau Infeksi

Penyakit yang berhuungan langsung dengan kehamilan, misalnya perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, diabetes mellitus, dan penyakit infeksi menjadi salah sau penyebab berat bayi lahir rendah karena janin tumbuh lambat atau mempercepat usia kehamilan. Penyait infeksi akut antara lain disebabkan oleh masuknya mikroorganisme patogen dalam tubuh, kemudian dapat menyebabkan timbulnya gejala atau tanda-tanda penyakit. Mikroorganisme penyebab infeksi dapat berupa bakteri, protozoa, jamur, dan virus (rubella atau toksoplasma). Hal tersebut dapat menyebabkan kelainan dan penularan kongenital pada bayi, sehingga bayi yang dilahirkan prematur atau beratnya rendah. Disamping itu, patogenesis kejadian berat bayi lahir rendah juga diakibatkan oleh penyakit TB paru, malaria, penyakit non infeksi seperti jantung, asma, dan kurang gizi. Penyakit-penyakit tersebut dapat mengganggu proses fisiologis metabolisme dan pertukaran gas pada janin, sehingga berakibat pada resiko prematur dan berat bayi lahir rendah (Sistiarani 2008).

Infeksi Mulut dan Gigi

Terkait dengan infeksi, maka kebersihat mulut dan gigi memiliki peran penting karena dapat mengakibatkan timbuhlnya bebagai macam penyakit lokal maupun sistemik. Infeksi mulut dan gigi dipengaruhi oleh pola makan dan kebiasaan menggosok gigi, serta faktor-faktor lain seperti susunan gigi geligi, serta komposisi dan sekresi saliva. Infeksi yang terjadi pada jaringan periodontium secara langsung melalui aliran darah ke cairan amnion dapat menginfeksi plasenta dan secara tidak langsung bakteri mengeluarkan endotoksin dan mediator proinflamasi yang mempengaruhi perkembangan janin. Peningkatan mediator proinflamasi dianggap berhubungan dengan terjadinya berat bayi lahir rendah.

(44)

Pengetahuan Gizi Ibu Hamil

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang meliputi ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal-hal-hal ini dapat meliputi fakta, kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui. Menurut Berg (1986), pengetahuan gizi sangat diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat konsumsi gizi. Ibu sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap konsumsi makanan bagi keluarga harus memiliki pengetahuan tentang gizi baik diperoleh melalui pendidikan formal, maupun non formal serta melalui media massa seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi.

Menurut Sediaoetama (2006), pengetahuan gizi akan membantu dalam mencari berbagai alternatif pemecahan masalah yang terkait kondisi gizi keluarga. Guna menanggulangi kekurangan konsumsi yang disebabkan oleh daya beli yang rendah, perlu diusahakan pemanfaatan pekarangan sekitar rumah. Dewasa ini, pemberian atau penyajian makanan keluarga di kota masih kurang mencukupi. Banyak keluarga yang merasa lega apabila sudah mengkonsumsi makanan pokok. Suhardjo (2005) menyatakan bahwa upaya peningkatan pengetahuan gizi terhadap konsumsi didasari atas tiga kenyataan, yaitu:

- Status gizi yang cukup merupakan hal yang penting bagi kesehatan dan kesejahteraan

- Setiap orang hanya akan mencukupi gizi yang diperlukan, jika makanan yang dimakan dapat menyediakan zat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan, dan energi

- Ilmu gizi memberikan fakta-fakta sehingga masyarakat dapat belajar menggunakan pangan yang baik bagi perbaikan gizi.

(45)

Psikologis Ibu Hamil

Kehamilan merupakan krisis maturasi yang dapat menimbulkan stres. Namun, jika krisis terebut dapat ditanggulangi, ibu hamil siap untuk mulai memasuki fase baru, yaitu mengemban tanggung jawab dan merawat kehamilannya. Perkembangan ini membutuhkan tugas perkembangan yang pasti dan tuntas, yaitu menerima kehamilan, mengindentifikasi peran sebagai ibu, membangun kembali hubungan dengan ibunya, dengan suami serta bayi yang dikandungnya. Dukungan suami secara emosional adalah faktor yang penting untuk keberhasilan tugas perkembangan ini. Disamping itu, persalinan merupakan ancaman yang menakutkan bagi ibu hamil seperti nyeri, kerusakan tubuh, dan bahkan kematian adalah resiko yang mengancam ibu hamil sehingga ketersediaan dukungan sosial untuk kesejahteraan psikososial ibu hamil adalah faktor penting. Lingkungan sosial seringkali digunakan sebagai sumber terbesar dalam memperoleh nasihat kehamilan (Susanti 2001).

Stres pada ibu hamil dipengaruhi oleh emosi, sosiologi, latar belakang budaya, dan penerimaan atau penolakan terhadap kehamilannya. Respon emosi dan psikologis ibu hamil termasuk menolak, menerima, introversi, perasaan berubah, dan perubahan citra tubuh. Menurut David (1961) dan Crandon (1979) diacu dalam Susanti (2001), tingginya kecemasan pada ibu hamil berhubungan dengan kejadian abnormal sebelumnya, misalnya abortus dan kasus-kasus yang terjadi pada akhir kehamilan. Sementara itu Sher (1989) diacu dalam Susanti (2001) menyatakan bahwa tingkat kecemasan atau stres memiliki efek negatif terhadap kesehatan ibu hamil.

(46)

Faktor janin

Menurut Sistiarani (2008), faktor janin yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir rendah adalah hidraamnion/polihidramnion, kehamilan ganda/kembar, atau cacat bawaan.

 Hidraamnion/polihidrammnion

Suatu keadaan, dimana banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc, sedangkan pada keadaan normal banyaknya ketuban hanya mencapai 1000 cc untuk kemudian menurun lagi setelah minggu ke 38, sehingga hanya akan tersisa beberapa ratus cc saja. Hidraamnion dianggap sebagai kehamilan resiko tinggi karena dapat membahayakan ibu dan janin karena keadaan tersebut dapat menyebabkan uterus regang sehingga mengakibatkan prematur. Keadaan seperti ini biasanya dialami pada kehamilan ganda.

 Kehamilan ganda/kembar

Berat badan janin pada kehamilan ganda lebih rendah dibandingkan kehamilan tunggal pada usia kehamilan yang sama. Berat badan bayi yang umumnya pada kelahiran bayi kembar yaitu kurang dari 2500 g.  Cacat bawaan

Cacat bawaan akibat kelainan kromosom atau infeksi dapat menyebabkan berat bayi lahir rendah atau mati dalam kandungan.

(47)

Status Gizi Ibu Hamil

Kondisi Fisiologis Ibu Hamil

Proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan, terdiri atas (1) ovulasi, (2) migrasi spermatozoa dan ovum, (3) nidasi (implantasi) pada uterus, (4) pembentukan plasenta, dan (5) pertumbuhan dan perkembangan janin hingga kelahiran. Pertumbuhan dan perkembangan janin selama kehamilan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor ibu, faktor janin, dan faktor plasenta. Faktor ibu yang dimaksud adalah kesehatan ibu hamil, penyakit yang menyertai kehamilan, penyulit kehamilan, kelainan pada uterus, jenis kehamilan (kehamilan ganda, tunggal, atau triplet), merokok atau konsumsi alkohol, dan asupan gizi ibu. Semenara itu, faktor janin adalah jenis kelamin, penyimpangan genetik, dan infeksi intrauteri (Hidayati 2009).

Tahap-tahap yang terjadi selama proses kehamilan dari trimester I hingga trimester III adalah sebagai berikut (Brown 2007):

 Trimester I:

- Setelah pembuahan terjadi maka zigot mulai berkembang membentuk blaktokista

- Blaktokista menempel di dinding rahim, kantung ketuban mulai terbentuk

- Area yang akan membentuk otak dan sumsum tulang belakang mulai berkembang

- Jantung dan pembuluh utama berkembang disertai pembentukan awal lengan dan kaki, detak jantung dapat dilihat melalui USG

- Kerangka mulai terbentuk, terlihat perkembangan jari tangan dan kaki - Ginjal mulai berfungsi

- Hampir semua organ terbentuk dan janin dapat merespon sentuhan - Perut ibu mulai membesar disertai sedikit pertambahan berat badan  Trimester II:

- Jenis kelamin dapat diidentifikasi dan janin dapat mendengar - Jari-jari mulai terlihat jelas dan pergerakkan janin lebih sering

- Tubuh janin mulai berkembang dan muncul rambut di kepala dan kulit - Plasenta mulai terbentuk secara utuh

(48)

 Trimester III:

- Janin lebih aktif dan sering berubah posisi - Paru-paru mulai mencapai kematangan

- Kepala janin mulai bergerak pada posisi kelahiran

- Rata-rata panjang janin mencapai 20 inchi dengan berat 2,5-3 kg - Perut ibu membesar sehingga pada pusar terlihat tonjolan

Kehamilan dapat memicu sekaligus memacu terjadinya perubahan tubuh, baik secara anatomis, fisiologis, maupun biokimiawi. Perubahan ini dapat terjadi secara sistemik atau lokal seperti pada sistem endokrin, saluran pencernaan, ginjal dan saluran kemih, sistem kardiovaskular, kantong empedu, dan hati (Arisman 2002). Oleh karena itu diperlukan perhatian khusus terhadap gizi dan kesehatan ibu agar janin dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Penilaian Status Gizi Ibu Hamil

Penilaian status gizi pada wanita hamil meliputi evaluasi terhadap faktor risiko diet, pengukuran antropometrik, dan biokimiawi. Penilaian tentang asupan pangan dapat diperoleh melalui recall 24 jam atau metode lainnya. Faktor risiko diet terbagi ke dalam dua kelompok yaitu risiko selama hamil dan risiko selama perawatan (antenatal). Risiko yang pertama adalah usia dibawah 18 tahun, keluarga prasejahtera, food faddism, perokok berat, pecandu obat dan alkohol, terlalu sering hamil (> 8 kali dengan selang waktu < 1 tahun), riwayat obstetrik buruk, pernah mengalami kelahiran mati, dan tengah menjalani terapi gizi untuk penyakit sistemik (Arisman 2002).

Menurut Kusharisupeni (2008), berat bayi lahir rendah diakibatkan oleh kurangnya gizi selama kehamilan yang dapat diukur melalui hal-hal berikut:

 Kenaikan berat badan yang rendah  Indeks massa tubuh yang rendah  Tinggi badan ibu yang pendek  Defisiensi gizi mikro

 Ibu hamil dengan usia muda

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan vitamin dan mineral selama kehamilan
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 5. Distribusi karakteristik sosial ekonomi keluarga
Tabel 6. Distribusi karakteristik ibu hamil
+7

Referensi

Dokumen terkait

Recently my job granted me the wonderful privilege of traveling to Italy with the purpose of meeting a special woman, Gretta, and spending four days with her in her villa outside

[r]

As the results of this research showed that Skimming and Scanning techniques could improve the students’ reading comprehension achievement, and their active

Jumlah Penyedia yang memasukan/meng-upload penawaran lengkap (dokumen kualifftasi dan dokurnen penawaran administrasi, teknis dan harga)d. - - -'':

On 10 March 2017, Fitch Ratings has upgraded PT Indosat Tbk's (Indosat Ooredoo) Long- Term Foreign-Currency Issuer Default Rating (IDR) and foreigncurrency senior unsecured debt

Selain mengukur sumber daya non manusia/ materi, uang juga dapat digunakan sebagaipengukur potensi ma- nusia dengan cara menilai pengetahuan, keteramoilan

Sumber daya manusia merupakan kemampuan dan kesadaran yang dimiliki pegawai dalam melaksanakan pekerjaan, mengambil keputusan yang relevan dengan keahlian, pengalaman,

Hasil pemantauan sebagian besar garam yang beredar tidak memenuhi syarat serta masih banyaknya pedagang garam krosok.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui