TES DIAGNOSTIK TWO-TIER UNTUK MENGIDENTIFIKASI
MISKONSEPSI SISWA KELAS X PADA MATERI BILANGAN KUANTUM DAN KONFIGURASI ELEKTRON
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Departemen Pendidikan Kimia
Oleh:
Dika Nadya Larasari
1003122
DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
TES DIAGNOSTIK TWO-TIER UNTUK MENGIDENTIFIKASI
MISKONSEPSI SISWA KELAS X PADA MATERI BILANGAN KUANTUM DAN KONFIGURASI ELEKTRON
Oleh:
Dika Nadya Larasari
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Kimia
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Dika Nadya Larasari 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
September 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
LEMBAR PENGESAHAN
DIKA NADYA LARASARI
TES DIAGNOSTIK TWO-TIER UNTUK MENGIDENTIFIKASI
MISKONSEPSI SISWA KELAS X PADA MATERI BILANGAN KUANTUM DAN KONFIGURASI ELEKTRON
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Dr. H. Kurnia
NIP. 195309061980021002
Pembimbing II
Dr. Harry Firman, M.Pd. NIP. 195210081974121001
Mengetahui,
Ketua Departemen Pendidikan Kimia
ABSTRAK
Miskonsepsi dapat menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, diperlukan instrumen untuk mendiagnosis miskonsepsi siswa. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu instrumen tes diagnostik two-tier pada materi bilangan kuantum dan konfigurasi elektron yang baik dari segi validitas dan reliabilitas, serta untuk mengungkap miskonsepsi siswa yang terjadi pada materi bilangan kuantum dan konfigurasi elektron. Metode yang digunakan adalah metode pengembangan dan validasi. Uji validitas isi dilakukan oleh lima orang ahli, diolah dengan menggunakan Content Validity Ratio (CVR), dan didapatkan dua belas butir soal yang dinyatakan valid dengan nilai CVR sebesar 1. Uji reliabilitas dilakukan kepada 33 siswa di salah satu SMA di Bandung, diolah dengan menggunakan program SPSS 21, dan didapatkan nilai Alpha Cronbach untuk sebelas butir soal sebesar 0,766. Tes diagnostik two-tier diaplikasikan kepada 36 siswa di salah satu SMA di Bandung, dan didapatkan miskonsepsi siswa yaitu orbital diartikan sama dengan orbit (38,89%) dan pengisian elektron ke dalam orbital dimulai dari kulit yang lebih rendah kemudian ke kulit yang lebih tinggi (36,11%).
ABSTRACT
Misconceptions may decrease students’ achievement. Because of that teacher need an instrument which is can diagnostic students’ misconceptions. This study aims to produce a valid and reliable two tier diagnostic test in quantum numbers and electron configuration concept, and to identify students’ misconceptions in
quantum numbers and electron configuration concept. The method of this research is development and validation. Content validity test conducted by five experts, processed using Content Validity Ratio (CVR) and showed that the twelve items that were developed are valid and have a CVR value is 1. Reliability test was conducted on 33 students’ in one of senior high school in Bandung, processed using SPSS Statistics 21 and obtained Cronbach’s alpha value is 0,766. Two tier diagnostic test applied to 36 students’ in one of senior high school in Bandung and showed that the most students’ misconceptions are orbital is another word of orbit (38,89%) and electrons were charged up into orbitals strarting from inner shell to the outer shell (36,11%).
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Ilmu kimia merupakan suatu bahan ajar yang masih dianggap sulit oleh siswa
Sekolah Menengah Atas (SMA). Gabel (dalam Chandrasegaran et al., 2007)
menyatakan bahwa karakteristik ilmu kimia yang bersifat abstrak dan kompleks
membuat pembelajaran kimia dianggap sulit oleh siswa. Penguasaan
konsep-konsep abstrak memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
penguasaan konsep-konsep konkrit, karena pemahaman konsep abstrak
memerlukan peranan daya nalar yang lebih kuat untuk memecahkan
masalah-masalah yang tidak dapat teramati secara langsung. Dengan demikian hal tersebut
mengakibatkan rendahnya prestasi belajar siswa dalam ilmu kimia.
Rendahnya prestasi belajar siswa dalam ilmu kimia salah satunya disebabkan
oleh kurangnya penguasaan konsep kimia dalam pikiran siswa. Salah satu faktor
yang menyebabkan kurangnya penguasaan konsep kimia, yaitu terjadinya
miskonsepsi atau konsep alternatif dalam pikiran siswa. Miskonsepsi merupakan
pemahaman konsep yang terdapat di dalam pikiran siswa yang bertentangan
dengan konsep ilmiah, yang dipengaruhi oleh pengalaman siswa (Hammer, 1996).
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa tidak boleh diabaikan begitu saja. Menurut
Hammer (1996) remediasi terhadap miskonsepsi tersebut harus segera dilakukan
agar miskonsepsi yang terdapat pada siswa tidak menyebar kepada siswa lainnya.
Diskusi merupakan salah satu kegiatan yang dapat menjadi sarana penyebaran
miskonsepsi kepada siswa lainnya. Selain itu juga, apabila miskonsepsi tidak
ditanggulangi secara dini, akan terjadi efek yang beruntun apabila siswa kurang
menguasai konsep dasar. Konsep dasar merupakan konsep yang menjadi prasyarat
untuk dapat mempelajari konsep kimia lainnya karena terdapat hierarki konsep
2
diambil untuk membantu siswa menggantinya dengan konsep yang lebih ilmiah
(Taber, 1998).
Dalam mengatasi masalah yang disebabkan oleh miskonsepsi, maka perlu
dilakukan suatu diagnosis miskonsepsi-miskonsepsi yang dialami oleh siswa.
Suatu alat ukur atau tes diagnostik dapat digunakan untuk mengidentifikasi
miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Prinsip dasar dari tes diagnostik yaitu guru
harus mempertimbangkan pengetahuan intuitif dasar yang telah siswa bangun jika
guru ingin memahami pemikiran siswa tentang konsep-konsep ilmu pengetahuan
yang telah guru ajarkan (Treagust, 2002). Di negara lain, telah dikembangkan alat
diagnostik yang dapat mendiagnosis miskonsepsi khususnya pada bidang sains,
yaitu peta konsep oleh Novak (dalam Tan et al., 2005), wawancara oleh Carr
(dalam Tan et al., 2005), dan tes diagnostik two- tier (Treagust, 1988).
Tes diagnostik two-tier dikembangkan oleh Treagust (1988). Pada instrumen
ini, tingkat pertama terdiri dari jawaban pertanyaan pilihan ganda dengan dua
sampai lima jawaban. Tingkat kedua merupakan alasan jawaban pada tingkat
pertama. Beberapa hasil penelitian menunjukkan keefektifan dalam penggunaan
tes diagnostik two-tier. Chen dan Lin (2003) mengungkapkan bahwa tes
diagnostik two-tier menghasilkan tes tertulis yang valid dan reliabel, mudah
dalam pemberian skor bagi guru dalam mengevaluasi jawaban siswa. Tuysuz
(2009) menemukan bahwa tes diagnostik two-tier dapat efektif untuk menentukan
miskonsepsi siswa serta dapat digunakan sebagai alternatif dari penggunaan tes
pilihan ganda tradisional. Peterson dan Treagust (1989) mengungkapkan bahwa
dibandingkan dengan tes pilihan ganda tradisional, melalui tes diagnostik two-tier
siswa dapat mengetahui alasan dalam memilih jawaban yang dipilih.
Instrumen tes diagnostik two-tier yang digunakan untuk mengidentifikasi
miskonsepsi siswa telah dikembangkan untuk beberapa materi pokok kimia,
diantaranya pada materi ikatan kimia (Tan dan Treagust, 1999), analisis kualitatif
kimia anorganik (Tan et al., 2002), energi ionisasi (Tan et al., 2005), reaksi kimia
3
itu, di Indonesia telah dilakukan penelitian diantaranya pada materi hidrokarbon
(Annisa, 2013), larutan penyangga (Fauziah, 2013), larutan elektrolit dan
nonelektrolit (Susanti, 2014), gaya antar molekul (Nuraeni, 2014) serta geometri molekul (Ad’hiya, 2014). Namun demikian, instrumen tes diagnostik two-tier
pada materi bilangan kuantum dan konfigurasi elektron belum tersedia, padahal
miskonsepsi pada materi bilangan kuantum dan konfigurasi elektron merupakan
konsep yang penting dalam mempelajari kimia keseluruhan.
Dalam kurikulum 2013, materi bilangan kuantum dan konfigurasi elektron
merupakan konsep dasar yang menjadi prasyarat untuk konsep kimia yang lainnya
seperti sifat keperiodikan unsur dan ikatan kimia. Salah satu miskonsepsi yang
dialami siswa pada materi bilangan kuantum dan konfigurasi elektron adalah “orbital diartikan sama dengan orbit” (Papaphotis & Tsaparlis, 2008; Nakiboglu & Benlikaya, 2001). Dengan demikian, sangat perlu dikembangkan tes diagnostik
two-tier yang terbukti dapat mengidentifikasi miskonsepsi pada materi bilangan
kuantum dan konfigurasi elektron.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana validitas dan reliabilitas tes diagnostik two-tier
yang dikembangkan serta miskonsepsi-miskonsepsi aja saja yang dapat
diidentifikasi melalui tes diagnostik two-tier yang dikembangkan ?”
Rumusan masalah tersebut dikembangkan menjadi pertanyaan-pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah soal-soal pada instrumen tes diagnostik two-tier yang dikembangkan
pada materi bilangan kuantum dan konfigurasi elektron memenuhi kriteria
validitas konten dan reliabilitas yang baik?
2. Apa saja miskonsepsi siswa yang dapat diidentifikasi melalui tes diagnostik
4
C. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk:
1. Menghasilkan instrumen tes diagnostik two-tier yang baik secara validitas
konten dan reliabilitas.
2. Mengidentifikasi miskonsepsi siswa dalam materi pokok bilangan kuantum
dan konfigurasi elektron.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diantaranya:
1. Untuk Keperluan Praktis
Tersedia alat ukur miskonsepsi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
siswa pada materi bilangan kuantum dan konfigurasi elektron sehingga guru
dapat melakukan tindak lanjut dari informasi yang diperoleh.
2. Untuk Keperluan Teori
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi model untuk peneliti lain
26
Gambar 3.1 Model Butir Soal Tes Diagnostik Two-tier Berdasarkan Chandrasegaran et al. (2007)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Subyek Penelitian
Pelaksanaan penelitian berlokasi di dua SMA Negeri di kota Bandung.
Subyek penelitian ini adalah alat ukur diagnostik yang dikembangkan berbentuk
pilihan ganda dua tingkat. Instrumen tersebut kemudian diujikan kepada obyek
penelitian, yaitu siswa kelas X yang sedang atau sudah belajar materi bilangan
kuantum dan konfigurasi elektron.
B. Model Tes Diagnostik Two-tier
Model soal tes diagnostik two-tier ditunjukkan pada Gambar 3.1.
STEM
Opsi Tingkat Pertama
A. Jawaban B. Pengecoh C. Pengecoh
Opsi Tingkat Kedua
1. Jawaban 2. Pengecoh 3. Pengecoh 4. Pengecoh
Berasal dari hasil analisis dan kajian literatur materi bilangan kuantum dan konfigurasi elektron
Berasal dari hasil jawaban siswa pada tes esai dan analisis miskonsepsi dari penelitian yang
27
Gambar 3.2 Langkah-langkah Metode Pengembangan dan Validasi
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengembangan
dan validasi atau metode Development and Validation. Metode penelitian
pengembangan dan validasi adalah suatu proses untuk mengembangkan suatu
produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada (Adams & Wieman,
2010). Berikut langkah-langkah yang dilakukan dalam metode pengembangan dan
validasi.
• 1. Potensi dan Masalah
• 2. Pengumpulan Data • 3. Desain Produk
Tahap Pengembangan Butir Soal
• 4. Validasi Desain • 5. Revisi Desain
Tahap Validasi
• 6. Uji Coba Produk
28
D. Prosedur Penelitian
Secara garis besar, alur penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar
3.3.
Kajian materi bilangan kuantum dan konfigurasi elektron berdasarkan standar
isi
Analisis miskonsepsi siswa pada materi bilangan kuantum dan konfigurasi
elektron
Perancangan butir soal tes diagnostik two-tier
Berdasarkan tes essay Berdasarkan
Literatur
Validasi isi (CVR) Soal
ditolak
Pemilihan satu soal untuk satu konsep Uji reliabilitas dengan Alpha Cronbach
Perangkat tes diagnostik two-tier pada materi bilangan kuantum dan konfigurasi elektron
Aplikasi tes diagnostik two-tier
Temuan Miskonsepsi
CVR<CVR minimum
CVR≥CVR minimum
TAHAP PENGEMBANGAN
BUTIR SOAL
[image:13.595.111.511.183.723.2]TAHAP VALIDASI
Gambar 3.3. Alur Penelitian Penyusunan kunci determinasi miskonsepsi
TAHAP APLIKASI
29
Tahap-tahap penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut.
1. Tahap Pengembangan Butir Soal
Langkah awal dari pengembangan instrumen, yaitu mengkaji materi bilangan
kuantum dan konfigurasi elektron berdasarkan kompetensi inti dan kompetensi
dasar. Melalui langkah tersebut, maka dapat ditentukan ruang lingkup materi
bilangan kuantum dan konfigurasi elektron. Ruang lingkup materi bilangan
kuantum dan konfigurasi elektron terdapat pada bab 2. Selain itu juga terdapat
dalam peta konsep. Setelah mengetahui ruang lingkupnya, langkah selanjutnya
adalah mengkaji miskonsepsi yang terdapat dalam materi bilangan kuantum dan
konfigurasi elektron. Miskonsepsi dikaji dari literatur dan tes essay. Proses
selanjutnya, yaitu mengembangkan tes diagnostik two-tier.
Pengembangan butir soal tes diagnostik two-tier didasarkan pada analisis data
yang diperoleh dari kajian literatur dan tes essay. Butir soal tes diagnostik two-tier
yang dikembangkan terdiri dari dua tingkat. Tingkat pertama terdiri dari tiga
jawaban dengan bentuk opsi A, B dan C, tingkat kedua terdiri dari empat jawaban
dengan bentuk opsi 1, 2, 3 dan 4. Pilihan pada tingkat kedua mengacu pada alasan
jawaban pada tingkat pertama. Tahap selanjutnya, yaitu dilakukan validasi
terhadap butir soal.
2. Tahap Validasi
Tes diagnostik two-tier yang dikembangkan, divalidasi oleh para ahli. Butir
soal tes diagnostik two-tier yang telah dinyatakan valid dan diperbaiki
berdasarkan catatan yang diberikan oleh validator, diujikan kepada siswa SMA
untuk uji reliabilitas. Setelah soal reliabel, selanjutnya soal tes diagnostik two-tier
siap untuk diterapkan pada uji aplikasi produk.
Butir-butir soal yang telah memenuhi kriteria baik dari segi validitas isi
30
kunci identifikasi miskonsepsi didasarkan pada kombinasi (pola respon) antara
pilihan jawaban pada tingkat pertama dengan pilihan alasan pada tingkat kedua.
Setiap pola respon jawaban pada butir soal, akan menunjukkan apakah siswa
mengalami miskonsepsi atau tidak. Jika terjadi miskonsepsi, maka pola respon
jawaban akan merepresentasikan miskonsepsi yang terdapat dalam pikiran siswa.
Kunci determinasi ini akan digunakan pada tahap aplikasi.
3. Tahap Aplikasi Produk
Pada tahap ini, butir soal tes diagnostik two-tier yang telah memenuhi dari
segi validitas dan reliabilitas, kemudian diaplikasikan kepada kelompok siswa
yang berbeda dengan kelompok uji reliabilitas. Responden pada tahap aplikasi
produk ini adalah siswa SMA kelas X yang sedang atau telah belajar materi
bilangan kuantum dan konfigurasi elektron. Jumlah siswa yang diuji pada tahap
aplikasi ini berjumlah 36 siswa. Tahap aplikasi ini dilakukan di salah satu SMA
Negeri di Bandung.
Berdasarkan hasil aplikasi tes diagnostik two-tier, selanjutnya dilakukan
analisis terhadap setiap respon jawaban siswa. Analisis tersebut mengacu pada
kunci identifikasi miskonsepsi yang dikembangkan. Berdasarkan kunci
identifikasi miskonsepsi tersebut, maka dapat diketahui siswa yang mengalami
miskonsepsi dan tidak mengalami miskonsepsi. Selain itu, berdasarkan kunci
identifikasi miskonsepsi tersebut akan dapat diketahui miskonsepsi-miskonsepsi
apa saja yang terdapat dalam pikiran siswa pada materi bilangan kuantum dan
konfigurasi elektron.
E. Teknik Analisis Data
Untuk mendapatkan kesimpulan dari penelitian ini, maka dilakukan
pengolahan data terhadap instrumen penelitian. Analisis data pada penelitian ini
31
1. Analisis Instrumen Tes Diagnostik Two-tier
Analisis instrumen tes diagnostik two-tier menggunakan uji validitas dan uji
reliabilitas.
a) Uji Validitas
Dalam mengolah hasil validitas isi, teknik yang digunakan untuk
menganalisis hasil timbangan para ahli, yaitu dengan menggunakan Content
Validity Ratio (CVR). Persamaan untuk menghitung nilai CVR setiap butir soal
tercantum dalam tahap validasi dalam prosedur penelitian. Hasil perhitungan nilai
CVR tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai minimum CVR yang
tercantum pada tabel 2.1. Setelah dihitung nilai CVR, hal yang selanjutnya
dilakukan adalah menghitung nilai CVI untuk keseluruhan butir soal.
b) Uji Reliabilitas
Pada penelitian ini, program SPSS 21 digunakan untuk menganalisis nilai
reliabilitas keseluruhan butir soal dengan Alpha Cronbach sebagai indeks
reliabilitasnya. Berdasarkan penelitian Tuysuz (2009), skor 1 diberikan kepada
siswa yang menjawab benar pada kedua tingkat soal tes diagnostik two-tier. Skor
0 diberikan kepada siswa yang hanya menjawab benar pada salah satu tingkat atau
menjawab salah pada kedua tingkat di setiap butir soal tes diagnostik two-tier.
Nilai reliabilitas yang diperoleh kemudian ditafsirkan dengan menggunakan
kriteria sebagaimana tercantum dalam Tabel 2.2.
2. Analisis Miskonsepsi dari Hasil Tes Diagnostik Two-tier
Menurut Tarakci (1999), masing-masing butir soal dievaluasi sebagai berikut:
(a) Paham (jika siswa memberikan jawaban benar pada tier pertama dan tier
kedua.
32
(c) Tidak Paham (jika siswa memberikan jawaban salah pada tier pertama dan
tier kedua)
Pada siswa yang mengalami miskonsepsi, maka penentuan miskonsepsi yang
dialami oleh siswa tersebut menggunakan kunci determinasi miskonsepsi. Kunci
determinasi miskonsepsi terdapat pada Lampiran B.6. Kategori tidak paham
menandakan bahwa siswa sama sekali tidak mengerti dengan konsep yang
79
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data, maka didapatkan kesimpulan sebagai
berikut:
1. Tes diagnostik two-tier yang dikembangkan memenuhi kriteria yang baik
berdasarkan validitas isi dan reliabilitas. Berdasarkan uji validitas, semua
butir soal dinyatakan valid karena memiliki nilai CVR sebesar 1, lebih besar
dari nilai CVR minimum (Nilai CVR Minimum = 0,99) dengan jumlah lima
validator. Dan berdasarkan hasil uji reliabilitas, sebelas soal tes diagnostik
yang dikembangkan memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,766, dengan kriteria
baik.
2. Miskonsepsi siswa SMA dengan persentase terbesar pada materi bilangan
kuantum dan konfigurasi elektron yang teridentifikasi dengan menggunakan
tes diagnostik two-tier diantaranya sebagai berikut: (1) orbital diartikan sama
dengan orbit, yaitu lintasan elektron pada suatu atom (38,9%); (2) pengisian
elektron ke dalam orbital dimulai dari kulit yang lebih rendah kemudian ke
kulit yang lebih tinggi (36,1%). Miskonsepsi pada materi bilangan kuantum
dan konfigurasi elektron yang terungkap secara keseluruhan dapat dilihat
80
B. Saran
Berdasarkan hasil pengolahan data, maka peneliti membeikan saran sebagai
berikut:
1. Guru disarankan menggunakan tes diagnostik untuk mengidentifikasi
miskonsepsi siswa, sebagai salah satu bahan atau alat untuk membantu guru
dalam mendiagnosis miskonsepsi siswa dalam materi bilangan kuantum dan
konfigurasi elektron sehingga dapat membantu dalam meningkatkan
pemahaman siswa.
2. Sebaiknya dilakukan pengembangan soal tes diagnostik two-tier pada setiap
81
DAFTAR PUSTAKA
Adams, W. K & Wieman, C. E. (2010). Development and validation of instruments to measure learning of expert-Like thinking. International Journal of Science Education, 33(9), 1-24.
Ad’hiya, E. (2014). Pengembangan tes diagnostik two-tier pilihan ganda untuk
mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada materi geometri molekul berdasarkan teori VSEPR. (Skripsi). Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Tidak diterbitkan.
Annisa, N. (2013). Pengembangan tes diagnostik pilihan ganda dua tingkat untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa SMA kelas X pada materi hidrokarbon. (Skripsi). Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Tidak diterbitkan.
Arifin, Z. (2009). Evaluasi pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar evaluasi pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi aksara.
Bhatnagar, R., Kim, J., & Many J. E. (2014). Candidate surveys on program evaluation: examining instrument reliability, validity and program effectiveness. American Journal of Educational Research, 2, 683-690.
Brady, J. (1986). Kimia universitas: asas dan struktur. edisi kelima, jilid satu.
Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.
Chandrasegaran, A.L., Treagust, D.F. & Mocerino, M. (2007). The development of A two-tier multiple-choice diagnostic instrument for evaluating secondary school students’ ability to describe and explain chemical reactions using multiple levels of representation. Chemistry Education Research and Practice, 8(3), 293-307.
Chang, R dan Goldsby, K.A. (2012). Chemistry. Newyork, NY: McGraw-Hill.
Chenn, C. C. & Lin, M. L. (2003). Developing a two-tier diagnostic instrument to
assess high school students’ understanding. The 4th International
Conference of the European Science Education Research Association (ESERA).
82
Duit, R. & Treagust, D. F. (1995). Students’ conceptions and constructivist
teaching approaches. Chicago: The National Society for the Study of Education.
Fauziah, N. E. (2013). Pengembangan instrumen tes diagnostik two-tier untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa kelas XI dalam memahami materi larutan penyangga. (Skripsi). Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Tidak diterbitkan.
Firman, H. (2000). Penilaian hasil belajar dalam pengajaran kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Hammer, David. (1996). Misconceptions or P-prims: how may alternative perspectives of cognitive structure influence instructional perceptions and intentions?. The Journal of Learning Sciences, 5(2), 97-127.
Lawshe, C.H. (1975). A quantitative approach to content validity. Personal Psychology, 28, 563-573.
Morgil, I., Seyhan, H. G., Secken, N., Yucel, A. S., Temel, S., & Ural, E. (2009). Overcoming the determined misconception in melting and dissolution through question and answer and discussion methods. Chemistry, 3(3), 49-61.
Murti, B. (2011). Validitas dan reliabilitas pengukuran. [Online]. Diakses dari http://si.uns.ac.id/profil/uploadpublikasi/Buku/murti_06.pdf. [14 Juni 2014].
Nakiboglu, C. & Benlikaya, R. (2001). Misconceptions about orbital concept and modern atom theory (in Turkish). Kastamonu Egitim Dergisi, 9(1), 165-174.
Nuraeni, J. (2014). Pengembangan tes diagnostik pilihan ganda dua tingkat untuk mengidentifikasi miskonsepsi pada materi gaya antar molekul. (Skripsi). Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Tidak diterbitkan.
Osborne, R. J., Bell, B. F. & Gilbert J. K. (1983). Science teaching and children’s view of the world. Europe Journal of Science Education, 5, 1-14.
83
Peterson, R. F. & Treagust, D. F. (1989). Grade-12 students’ misconceptions of covalent bonding and structure. Journal of Chemical Education, 66, 459-460.
Purba, M. (2006). Kimia untuk SMA kelas X 1A. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sunarya, Y dan Setiabudi, A. (2009). Mudah dan aktif belajar kimia untuk kelas XI. Jakarta: Depdiknas.
Suparno, P. (2013). Miskonsepsi dan perubahan konsep dalam pendidikan fisika. Jakarta: PT. GrMEDIA Widiasarana Indonesia.
Susanty, S. S. (2014). Pengembangan tes diagnostik pilihan ganda dua tingkat untuk mengidentifikasi miskonsepsi pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. (Skripsi). Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Tidak diterbitkan.
Suwarto. (2013). Pengembangan tes diagnostik. Jurnal Pendidikan, 22(2), 187-202.
Taber, K. S. (1998). An alternative conceptual framework from chemistry education. International Journal of Science Education, 20, 597-608.
Tan, K.C.D. & Treagust, D.F. (1999). Evaluating student’s understanding of chemical bonding. School Science Review,81(294), 75-83.
Tan, K.C.D., Goh, N.K., Chia, L.S. & Treagust, D. F. (2002). Development and application of a two-tier multiple choice diagnostic instrument to assess high school student’ understanding of inorganic chemistry qualitative analysis. Journal of Research in Science Teaching, 39(4), 283-301.
Tan, K.C.D., Taber, K., Goh, N.K. & Chia, L.S. (2005). The ionization energy diagnostic instrument: a two-tier multiple-choice instrument to determine high school students’ understanding of ionisation energy. Chem. Educ. Res. Pract, 6(4), 180-197.
Tarakci, M., Hatipoglu, S., Tekkaya, C., & Ozden, M. Y. (1999). A cross-age study of high school students’ understanding of diffusion and osmosis.
Hacettepe Universitesi Egitim Fakultesi Dergisi, 15, 84-93.
84
Treagust, D.F. (1988). Development and use of diagnostic test to evaluate students misconception in science. International Journal of Science, 10(2), 159-169.
Tuysuz, C. (2009). Development of two-tier diagnostic instrument and assess
students’ understanding in chemistry. Scientific Research and Essay, 4(6),
626-631.