• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keserasian Sosial Masyarakat Majemuk Di Kelurahan Bandar Set Kecamatan Medan Tembung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keserasian Sosial Masyarakat Majemuk Di Kelurahan Bandar Set Kecamatan Medan Tembung"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dengan beribu-ribu gugus kepulauan, beraneka ragam kekayaan alam serta

keunikan kebudayaan, menjadikan masyarakat Indonesia yang hidup di berbagai

kepulauan itu mempunyai ciri dan coraknya masing-masing. Hal tersebut membawa

akibat pada adanya perbedaan latar belakang, kebudayaan, corak kehidupan, dan

termasuk juga pola pemikiran masyarakatnya. Kenyataan ini menyebabkan Indonesia

terdiri dari masyarakat yang beragam latar belakang budaya, etnik, agama, sehingga

dinamakan masyarakat multikultural atau masyarakat dengan banyak budaya. Dalam

istilah lain disebut juga dengan masyarakat majemuk.

Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku (lebih dari 500 etnis) yang

memiliki beranekaragam adat istiadat, bahasa, budaya, agama, keyakinan dan

kepercayaan. Keberagaman atau kemajemukan masyarakat Indonesia itu sendiri

bersifat alamiah dan merupakan sumber kekayaan budaya bangsa yang sudah ada

sejak nenek moyang kita. Dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara,

berbagai perbedaan yang ada, seperti suku, agama, ras atau golongan (SARA),

merupakan realita yang seharusnya dipahami dan didayagunakan untuk memajukan

bangsa dan negara ini. Persinggungan unsur-unsur SARA secara positif diharapkan

justru dapat meningkatkan mutu kehidupan masing-masing unsur, bermanfaat bagi

(2)

masing-masing pihak memiliki keunggulan dalam hal tertentu dari pihak yang lain, sehingga

dengan berinteraksi, akan terjadi hubungan yang saling menguntungkan. Produk

budaya suatu bangsa yang satu dapat digemari pula oleh suku bangsa lain, yang

bukan produk budayanya sendiri (Sujanto, 2007:2).

Furnival (dalam Nasikun 2009) mengemukakan bahwa masyarakat

multikultural merupakan masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas

(kelompok) yang secara kultural dan ekonomi terpisah-pisah serta memiliki struktur

kelembagaan yang berbeda-beda satu sama lainnya.

Adapun Nasikun (2009) memberikan batasan bahwa masyarakat majemuk

adalah masyarakat yang menganut berbagai kesatuan sosial yang menjadi

bagian-bagianya ialah sedemikian rupa, sehingga para anggota masyarakat kurang memiliki

loyalitas terhadap masyarakat sebagai suatu keseluruhan, kurang memiliki

homogenitas kebudayaan, atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling

memahami satu sama lain.

Cliford Geertz (dalam Elly Setiadi 2013) meneliti masyarakat Indonesia di

daerah Mojokuto, Kediri, memperoleh gambaran tentang masyarakat majemuk di

Indonesia. Hasil identifikasinya memberikan batasan tentang masyarakat majemuk

adalah masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam subsistem yang kurang lebih berdiri

sendiri-sendiri, yang setiap subsistemnya terikat dalam ikatan-ikatan yang bersifat

primordial. Dalam hal ini Cliford Geertz menulis:

(3)

melihat kilasan sejarah sepanjang ribuan tahun. Semua arus kultural sepanjang tiga milenia mengalir berurutan, memasuki Nusantara dari India, Cina, Timur Tengah, dari Eropa, yang terwakili di tempat-tempat tertentu: di Bali yang hindu, di pemukiman Cina di Jakarta, Semarang, atau Surabaya, di pusat-pusat muslim Aceh, Makassar, atau Dataran Tinggi Padang: di daerah Minahasa dan Ambon yang calvinis, atau daerah-daerah Flores dan Timor yang katolik.”

Berdasarkan tulisan Cliford Geertz diatas, mudah untuk diidentifikasi sistem

kemajemukan masyarakat Indonesia ialah adanya penekanan akan pentingnya

kesukubangsaan yang berbentuk komunitas-komunitas suku bangsa dan digunakan

sebagai referensi atas jati diri kesukubangsaan ini.

Keanekaragaman mayarakat yang ada dan perubahan-perubahan kebudayaan

menimbulkan fenomena baru di dalam masyarakat. Keanekaragaman merupakan

suatu keadaan yang dapat mendatangkan fenomena baru yang positif atau negatif

(tidak diinginkan). Namun jika kedua-duanya ditelusuri dan dikaji lebih jauh,

merupakan gejala-gejala yang wajar terjadi dalam masyarakat majemuk dimanapun

berada. Dampak dari kemajemukan sosial yang sering terjadi, pertama, konflik sosial,

yaitu proses atau keadaan dimana dua pihak atau lebih berusaha menggagalkan tujuan

pihak lain karena ada perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau tuntutan masing-masing

pihak. Wujud konflik diantaranya seperti konflik politik, yang terwujud dalam

pertentangan antar kelompok dan golongan dalam pembagian kekuasaan politik,

penggunaan kekuasaan, hak-hak, dan sumber ekonomi dan konflik ideologi, yang

terwujud dalam pertentangan antar paham atau ideologi. Kedua, integrasi sosial, yang

sering diartikan sebagai proses penyatuan antara dua unsur atau lebih yang

(4)

istilah sosiologi, integrasi sosial diartikan sebagai proses sekaligus hasil proses

penyatuan ini yaitu tatkala individu atau kelompok sosial yamg semua bercerai-berai,

terkotak-kotak, berbeda-beda bahkan saling bersaing dan bertentangan kemudian

menjadi menyatu baik dalam kepentingan, cara pandang, dan tujuan tentang berbagai

masalah pokok dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya masyarakat dengan

tujuan mempertahankan hidup (Elly setiadi 2013).

Kota Medan sejak zaman Kerajaan Haru tahun 1258 sudah menjadi tempat

pertemuan berbagai kultur bahkan ras seperti Karo, Melayu, India, Mandailing, dan

Simalungun. Sebagaimana terlihat dalam keadaan Kota Medan sekarang yang dihuni

oleh berbagai suku, agama, ras, dan budaya tetapi kondisinya sampai sekarang relatif

aman. Sejak zaman Haru hingga sampai tahun 2015 sekarang, Kota Medan yang

berarti tempat berkumpul berbagai etnis, masih menjadi tempat berkumpul berbagai

ras dan multi etnis yang berbeda-beda. Mengingat pengalamannya yang panjang

sebagai melting pot, tidak heran jika hingga saat ini Kota Medan masih dikenal

sebagai daerah yang relatif aman dari berbagai kerusuhan antaretnis. Kota Medan

tidak sama dengan daerah lain, Kota Medan ini dibangun dengan beragam suku,

budaya dan agama yang didasarkan oleh rasa toleransi yang tinggi. Keserasian yang

ditunjukkan oleh Kota Medan tak luput dari peran masyarakatnya yang menjunjung

tinggi nilai-nilai solidaritas, nilai-nilai kebersamaan yang mereka miliki.

Kondisi serupa terlihat juga di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan

Tembung Kota Medan yang menggambarkan keserasian hubungan antar etnis.

Keserasian ini terlihat pada keinginan mereka untuk hidup bersama yang terwujud

(5)

memiliki dan saling ketergantungan satu sama lain menjadikan masyarakat mengarah

kepada sebuah proses yang positif dimana antara warga merasa punya tanggung

jawab ketika warga lain punya hajatan. Dengan rasa memiliki dan saling

ketergantungan itulah yang menggerakkan masyarakat untuk melakukan sebuah aksi.

Kelurahan Bandar Selamat merupakan kesekian dari kelurahan-kelurahan

yang ada di Kecamatan Medan Tembung Kota Medan. Kelurahan ini dihuni oleh

berbagai macam etnik dengan jumlah penduduknya 21.649 jiwa dengan kategori

etnik Jawa 794 jiwa, Aceh 77 jiwa, Melayu 521 jiwa, Minang 459 jiwa,

Batak/Mandailing 19.353 jiwa, China/Tionghoa 36 jiwa, Sunda 65 jiwa, Nias 254

jiwa, Banjar 90 jiwa. Komposisi ini sangatlah menggambarkan majemuknya

Kelurahan Bandar Selamat (sumber: Data Kependudukan Kelurahan Bandar Selamat,

2014).

Bangsa yang multietnik atau majemuk tidak terbentuk dalam waktu singkat,

tetapi melalui suatu proses yang panjang dan melalui berbagai peristiwa.

Kemajemukan dipengaruhi oleh faktor sejarah persebaran penduduk antarwilayah,

keadaan topografi, dan jenis mata pencaharian penduduk yang bermukim di atasnya.

Seperti yang terjadi di Kelurahan Bandar Selamat, proses terbentuknya masyarakat

yang majemuk disini merupakan akumulasi proses waktu, sejarah, dan kondisi sosial

yang panjang dimana multietnik yang tinggal sekarang sangat beragam seperti etnis

Mandailing, Jawa, Minang, Melayu, dan lain-lain. Secara historis, masyarakat etnik

melakukan migrasi dari tempat asalnya ke tempat yang baru dengan orientasi yang

(6)

yang sama yaitu merubah status sosialnya dengan bermodalkan pengetahuan,

pengalaman, dan keterampilan-keterampilan khusus yang mereka miliki.

Menurut R. William Liddle dalam Nasikun, (2009:81-82) suatu integrasi yang

tangguh dapat berkembang apabila sebagian besar anggota suatu masyarakat bangsa

bersepakat tentang batas-batas teritorial dari negara sebagai suatu kehidupan politik

dimana mereka menjadikan warganya, dan apabila sebagian besar anggota

masyarakat tersebut bersepakat mengenai struktur pemerintahan dan aturan-aturan

dari pada proses-proses politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat diatas wilayah

negara tersebut. Dengan perkataan lain, suatu integrasi nasional yang tangguh hanya

akan berkembang diatas konsensus nasional mengenai batas-batas suatu masyarakat

politik dan sistem politik yang berlaku bagi masyarakat tersebut. Pertama merupakan

kesadaran dari sejumlah orang bahwa mereka bersama-sama merupakan warga dari

suatu bangsa, suatu kesadaran nasioanal yang membedakan apakaah seseorang

termasuk sebagai warga dari suatu bangsa atau tidak. Kedua merupakan konsensus

nasional mengenai bagaimana suatu kehidupan bersama sebagai bangsa harus

diwujudkan atau diselenggarakan, suatu konsensus nasional mengenai ”sistem nilai”

yang akan mendasari hubungan-hubungan sosial diantara para anggota suatu

masyarakat bangsa. Sistem nilai, sebagaimana yang dinyatakan oleh Max Weber,

merupakan dasar pengesahan (legitimacy) dari pada struktur kekuasaan (authority)

suatu masyarakat, maka konsensus nasional mengenai bagaimana suatu kehidupan

bersama sebagai bangsa harus diwujudkan, pada akhirnya akan merupakan konsensus

(7)

Pasca runtuhnya pemerintah Orde Baru, tingkat eskalasi konflik meningkat.

Menurut Abdullah (2001) terdapat tiga kondisi dasar yang menentukan hubungan

antar etnis di Indonesia. Pertama, faktor keseimbangan hubungan antar etnis memang

tidak mungkin dicapai karena posisi ekonomi dan politik satu etnis dengan etnis lain

sejak awal sudah berbeda. Masalah muncul ketika perbedaan itu semakin menyolok

dan melahirkan ketimpangan secara meluas dalam penguasaan sumberdaya.

Ketimpangan penguasaan sumberdaya ini kemudian meluas ke dalam ketimpangan

akses politik yang menyebabkan lahirnya dominasi suatu etnis. Dua hal yang

berba-haya di sini adalah ketika kelompok etnis dominan mendapatkan privillese dari

berbagai agen sosial khususnya pemerintah, dan ketika kesadaran akan batas-batas

sosial (social boundaries) mulai muncul. Etnis setempat mulai sadar bahwa wilayah

itu merupakan tanah air mereka yang mulai dijajah oleh orang luar. Kedua,

pemaksaan politik uniformitas dalam masyarakat plural. Ketiga, melemahnya

ikatan-ikatan tradisional dan kredibilitas tokoh akibat campur tangan pemerintah yang

terlalu besar. Kohesi sosial kelompok dalam masyarakat Indonesia telah terganggu

akibat berbagai kebijakan yang sentralistis. (Abdullah, 2001: 39-40)

Konflik merupakan potensi bagi masyarakat terutama masyarakat majemuk.

Menghilangkan konflik itu artinya menghilangkan masyarakat itu sendiri karena

memahami konflik bukan hanya pada satu sisi yaitu sisi negatifnya saja akan tetapi

sisi positifnya juga. Struktur sosial pada masyarakat majemuk tentunya memiliki

perbedaan dalam hal persepsi, selera, nilai-nilai, norma, dan lain sebagainya yang

menjadi potensi. Akan tetapi konflik juga bisa membawa kearah pengintegrasian

(8)

untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi mereka, inilah sisi positif yang bisa

ditimbulkan konflik. Seperti di Kelurahan Bandar Selamat, konflik pendapat adalah

konflik yang sering terjadi dikarenakan memiliki cara pandang, persepsi, nilai-nilai

suatu budaya yang berbeda. Konflik pendapat ini sering disengaja dalam suatu

diskusi agar perbedaan pendapat tentang suatu hal dapat dikemukakan secara terbuka

dan diterima oleh semua orang agar tidak ada alasan untuk melakukan perbincangan

dibelakang hari. Dari konflik seperti ini, hal-hal yang belum sempurna akan

disempurnakan bahkan kesalahan-kesalahan dapat diperbaiki dengan cara kritis dan

santun.

Konflik tidak harus selalu yang terlihat dan besar yang bisa menyebabkan

perpecahan dan disintegrasi. Konflik bisa berupa rasa iri, prasangka, menjudge orang

lain, dan konflik-konflik kecil lainnya. Seperti yang dikatakan Robert K Merton:

”aspek-aspek sosiologi yang biasa dipergunakan sebagai tanda-tanda dan petunjuk-petunjuk krisis ialah: perubahan dan pertikaian doktrin yang diikuti oleh ketegangan yang semakin parah, dan kadangkala pertentangan yang kasar, diantara para praktisi pertikaian tersebut mencakup tuntutan yang kuat bahwa paradigma yang ada tidak lagi mampu memecahkan masalah yang seharusnya, dalam prinsip, dapat mereka pecahkan (Merton 1975:22)”.

Berdasarkan pernyataan Merton diatas, konflik diawali dari adanya

petunjuk-petunjuk krisis yang berupa perubahan dan pertikaian doktrin antar kelompok yang

ada yang mengubah perilaku kelompok terhadap kelompok lain sehingga ini dapat

menyebabkan konflik laten. Konflik menurut Merton terbagi menjadi dua yaitu,

konflik manifes dan laten. Konflik manifest adalah konsekuensi objektif yang

(9)

sistem tersebut sedangkan konflik laten suatu perubahan yang tidak dimaksudkan dan

disadari yang bisa menyebabkan konflik.

Dalam kehidupan sosialnya, hubungan antara etnis-etnis yang ada tidaklah

selalu dalam keadaan harmonis. Pandangan-pandangan yang bersifat prasangka atau

stereotip terhadap etnik lain sering terjadi, biasanya muncul melalui proses sosialisasi

di sekitar lingkungan. Julukan-julukan atau sebutan-sebutan stereotip ini pun

bermunculan. Hal ini menjadi bahan ejekan karena stereotipisasi tersebut seperti

julukan “manipol” (Mandailing polit/pelit) untuk orang Mandailing, “Aceh pungo”

untuk orang aceh, “padang pancilok”, “cirik berandang” untuk orang Minang, “Batak

makan orang”, “kasar” untuk orang Batak, “lagak” untuk orang Melayu, “cina kebun

sayur”, “cina loleng” untuk orang Cina, “lambat” untuk orang Jawa. Hal seperti ini

lah yang jika tidak mampu disikapi dengan baik maka masyarakat Kelurahan Bandar

Selamat dapat menyebabkan disintegrasi dan konflik yang panjang akan tetapi jika

perbedaan ini dapat dikelola dan dipahami dengan baik maka akan tercipta sebuah

keserasian dan intergrasi sosial yang kuat.

Penelitian Agustrisno (2007), yang berjudul “Respon Kultural dan Struktural

Masyarakat Tionghoa Terhadap Pembangunan di Kota Medan”, didapati bahwa

integrasi sosial antara etnis di kota Medan masih diwarnai adanya unsur-unsur

prasangka sosial, streotip sehingga menimbulkan jarak sosial dan ini menjadi

penghambat dalam pembangunan di kota Medan.

Hasil temuan Subanindyo (2006) dan Agustrisno (2007), didukung dengan

pengamatannya di beberapa tempat di kota Medan yang mana Tionghoa Medan

(10)

harian, pemilihan sekolah anak). Hal ini tidak terlepas dari pemilikan tempat tinggal

yang sesama in group seperti Taman Mega Emas yang berada di kawasan jalan Asia,

Komplek Perumahan Cemara Hijau di kawasan Pulau Brayan, Komplek perumahan

Sunggal di Kampung Lalang dan Komplek perumahan Setia Budi Indah di Tanjung

Sari. Juga dalam berbelanja keperluan sehari-hari, mereka lebih memilih

komunitasnya sendiri seperti pasar Ramai, pasar Sambas, pasar Sunggal. Begitu pula

dalam pemilihan sekolah anak, seperti Sekolah Nahyang, sekolah Sutomo , sekolah

Budhiss dan lain-lain. Bahkan ada satu kawasan hampir 100 persen dihuni oleh etnis

Tionghoa yaitu di kelurahan Sukaramai II Kecamatan Medan Area. Pusat kota dan

jalan-jalan utama hampir keseluruhan dikuasai etnis Tionghoa sebagai pusat

perdagangan dan jasa.

Berdasarkan kenyataan di atas, maka menjadi alasan peneliti tertarik untuk

meneliti masyarakat kelurahan Bandar Selamat kecamatan Medan Tembung Kota

Medan karena kelurahan tersebut memiliki berbagai macam etnis yang hidup serasi

dan terintegrasi.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan topik

atau judul penelitian. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka dalam

penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran keserasian sosial masyarakat majemuk kelurahan

(11)

2. Apa saja faktor-faktor terciptanya keserasian sosial masyarakat majemuk

kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung Kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

menginterpretasikan bagaimana gambaran keserasian sosial pada masyarakat

majemuk dan apa saja faktor-faktor terciptanya di Kelurahan Bandar Selamat

Kecamatan Medan Tembung Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan sesuatu yang diharapkan ketika sebuah

penelitian sudah selesai .adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

1.4.1. Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmiah bagi

mahasiswa ilmu sosial serta memberi kontribusi nyata bagi ilmu sosiologi,

khususnya kajian hubungan antar kelompok dan kajian masyarakat

majemuk

2. Menambah referensi hasil penelitian yang juga dijadikan sebagai bahan

(12)

1.4.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam

membuat karya tulis ilmiah serta menjadi bahan masukan bagi masyarakat majemuk

kelurahan Bandar Selamat untuk terus menjaga keserasian sosial yang selama ini

telah terjalin lama.

1.5. Definisi Konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, definisi konsep sangat diperlukan untuk

mempermudah dan memfokuskan penelitian, digunakan juga sebagai panduan bagi

peneliti untuk menindaklanjuti kasus tersebut serta menghindari timbulnya

multiinterpretasi dikemudian hari, maka perlu dibuat batasan-batasan konsep sebagai

berikut:

1) Masyarakat majemuk

Masyarakat yang memiliki tingkat keragaman etnik dengan latar belakang,

kebudayaan, dan corak kehidupan berbeda yang hidup bersama secara

harmonis di Kelurahan Bandar Selamat

2) Integrasi sosial

Dalam penelitian ini integrasi yang dimaksud adalah bagaimana

proses-proses terbentuknya dalam masyarakat majemuk. Dimana pengertian dasar

integrasi sendiri ada dua, yaitu: pertama, pengendalian terhadap konflik dan

penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu. Kedua, menyatukan

unsur-unsur tertentu dalam suatu masyarakat sehingga tercipta sebuah tertib

(13)

3) Toleransi

Sikap saling menghargai atas perbedaan-perbedaan sosial yang terdapat dalam

masyarakat.

4) Empati

Suatu keadaan dimana seseorang berusaha memahami perbedaan-perbedaan

sosial yang ada dalam masyarakat dengan cara menempatkan dirinya sebagai

individu atau kelompok yang berbeda tersebut.

5) Hubungan antarkelompok

Hubungan kelompok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana

hubungan antara etnik yang menjadi unit analisis peneliti pada masyarakat

majemuk di Kelurahan Bandar Selamat yang menggambarkan sebuah

harmonisasi dan keserasian.

Referensi

Dokumen terkait

Disini diuraikan tentang rukun-rukun waris, syarat-syarat waris, penghalang-penghalang waris, hak-hak yang wajib sebelum pembagian warisan, dalil-dalil tentang warisan dfan

[r]

Silabus disusun berdasarkan Standar Isi, yang di dalamnya berisikan Identitas Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), Indikator, Materi Pokok,

Didalam pelaksanaan pengolahan data, agen tersebut masih banyak yang menggunakan cara manual yaitu dengan cara mencatat dalam buku catatan dari agen koran tersebut. Dengan cara

UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN POKJA PENGADAAN JASA KONSULTANSI DAN JASA LAINNYA.. Klaten, 04

SESSION TWO: Discussion and signing Minutes of Meeting’s draft .... SUMMARY REPORT Minutes of Meeting of the Secretary Generals

Eksplorasi Fungi Perombak di Bawah Tegakan Macaranga indica dan Hibiscus macrophyllus pada Areal Restorasi Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung

□ Mengingkari penyakit yang diderita □ Menyalahkan hal-hal diluar dirinya.. Jelaskan