• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Analysis of Supply Chain Management in Batik Banten Industry

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Analysis of Supply Chain Management in Batik Banten Industry"

Copied!
346
0
0

Teks penuh

(1)

DIQBAL SATYANEGARA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DIQBAL SATYANEGARA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul “Analisis Manajemen Rantai Pasok pada Pusat Industri Batik Banten” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal, atau dikutip dari karya yang diterbitkan, maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dari bagian akhir Tesis ini.

Bogor, Oktober 2012

(4)

SYAMSUN.

Batik Banten Industry is a local small and medium enterprise that focused on producing traditional Bantenese Batik clothes, called Batik Banten. This research aims are (1) identify the structure of Batik Banten supply chain, (2) determine the performance metric of Batik Banten supply chain and (3) give alternative scheme of the supply chain of Batik Banten product. Supply Chain Operations Reference (SCOR) model and supply chain orientation concepts are adopted in this research. Analytical Hierarchy Process (AHP) and Analytical Network Process (ANP) are used in this research. Both primary and secondary data are collected in this research through literature study, survey and interview with experts. Samples in this research are determined by judgment sampling and five experts are participated. The finding shows the structure of Batik Banten supply chain, consists supplier, PT. Batik Banten Mukarnas and the consumer, both grocery and ultimate consumer. The AHP-ANP results found Quality Standardization as the most important factor for determine the metric of supply chain performance. Moreover, Cooperation is the most important factor in order to create the scheme of the supply chain Batik Banten product.

(5)

Banten Industry. Under direction of H MUSA HUBEIS and MUHAMMAD SYAMSUN.

Batik adalah kain yang bergambar ditulis, atau dicap dengan canting yang terbuat dari tembaga, atau plat seng, agar dapat menghasilkan seni keindahan artistik dan klasik pada kain batik cotton, atau sutra, maka haruslah menggunakan lilin malam yang telah dipanaskan. Cukup banyak pelaku usaha batik di Indonesia yang telah mempunyai bermacam-macam corak dan motifnya, akan tetapi setiap daerah tidak mempunyai kesamaan corak dan motif pada batiknya, seperti halnya corak dan motif pada Batik Banten.

Supply Chain Management (SCM), atau Manajemen Rantai Pasok (MRP) merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien. Produk yang dihasilkan dapat didistribusikan dengan kuantitas, tempat dan waktu yang tepat untuk memperkecil biaya serta memuaskan konsumen. MRP bertujuan untuk membuat seluruh sistem menjadi efisien dan efektif, meminimalisasi biaya transportasi, distribusi sampai inventori bahan baku, bahan dalam proses dan barang jadi. Ada beberapa pemain utama yang memiliki kepentingan dalam MRP, yaitu supplier, manufacturer, distributor, retailer dan customer.

Salah satu model pengukuran kinerja MRP adalah SCOR (Supply Chain Operations Reference) yang dikembangkan oleh Supply Chain Council. SCOR merupakan suatu metode sistematik yang mengombinasikan unsur-unsur seperti teknik bisnis, benchmarking dan praktek terbaik (best practice) untuk diterapkan dalam rantai pasokan yang diwujudkan ke dalam suatu kerangka kerja yang komprehensif sebagai referensi untuk meningkatkan kinerja rantai pasokan perusahaan tertentu.

Salah satu aliran rantai pasok yang harus dikelola adalah aliran barang dari hulu ke hilir. Pada lingkungan bisnis Batik Banten tentunya telah berlaku mekanisme rantai pasok pada aliran hilir, walaupun masih sederhana. Selama ini belum ada sistem Supply Chain yang kohesif untuk produk Batik Banten (sektor hilir), maka hal mendasar yang perlu dianalisis untuk mewujudkan rantai pasok kohesif adalah kesediaan dari masing-masing pihak untuk bekerjasama dengan baik berdasarkan peubah Supply Chain Orientation yang terdiri atas trust, commitment, interdependence, organizational compatibility, vision, key processes, leader dan top management support.

(6)

alternatif manajemen rantai pasok produk Batik Banten yang efektif. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini : (1) Mengidentifikasi struktur anggota rantai pasok Batik Banten pada Industri Batik Banten, (2) Menentukan bobot kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten dan (3) Merancang solusi skema pembentukan manajemen rantai pasok produk Batik Banten yang efektif pada Industri Batik Banten.

Dalam penelitian ini digunakan data primer, maupun sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner terhadap

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu (1) Studi literatur, terutama mengenai proses produksi Batik Banten dan SCM; (2) Survei langsung lapangan, yaitu mempelajari berbagai fenomena tentang proses produksi, saluran distribusi (termasuk mekanisme rantai pasok yang berlaku), aktifitas jual beli Batik Banten dan semua aspek pendukung; (3) Wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok yang telah berjalan di Industri Batik Banten, serta kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini; (4) Opini Pakar.

pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok dan berperan sebagai narasumber ahli sebanyak 5 (lima) orang. Data sekunder berkaitan dengan kondisi lingkungan, fenomena, manajemen rantai pasok Batik Banten, dan segala sesuatu yang terkait dengan penelitian ini dapat ditelusuri melalui jurnal-jurnal, internet dan instansi pemerintah terkait.

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan contoh non probability sampling. Contoh yang diambil didasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Dalam hal ini pakar berperan penting dalam memberikan penilaian terhadap permasalahan dan anggota rantai pasok dibutuhkan untuk memberikan informasi. Obyek contoh yang diteliti adalah pemasok bahan baku batik, PT. Batik Banten Mukarnas sebagai pemilik pusat Industri Batik Banten dan AIDA Batik sebagai pengecer lokal Batik Nusantara.

Pengolahan dan analisis data menggunakan metode AHP dan ANP dengan membuat model hirarki terlebih dahulu. Untuk metode AHP data diolah menggunakan perangkat lunak MS Excel adapun metode ANP menggunakan perangkat lunak SuperDecisions. Dalam menentukan dan menilai bobot metrik kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten digunakan model SCOR. Dalam tahapan ini melibatkan empat pihak sebagai narasumber ahli, yaitu Pemilik, Manajer Produksi dan Manajer Pemasaran dari PT. Batik Banten Mukarnas dan dari pihak Akademisi (Dosen Ekonomi-Manajemen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa).

(7)

Ageng Tirtayasa).

Struktur rantai pasokan Batik Banten terdiri dari pemasok bahan baku, perusahaan, pengecer lokal dan konsumen akhir. Aliran rantai pasok dimulai dari pemasok bahan baku. Semua bahan baku batik akan ditampung untuk diolah oleh PT. Batik Banten Mukarnas.

Pada prioritas hasil AHP dalam penentuan bobot metrik kinerja rantai pasok Pusat Industri Batik Banten menunjukkan bahwa pada Proses Bisnis, Plan menjadi prioritas tertinggi (bobot 0,32); pada Parameter Kinerja, Mutu menjadi prioritas tertinggi (bobot 0,48); pada Atribut Kinerja, Reliabilitas menjadi prioritas tertinggi (bobot 0,40); pada Metrik Pengukuran Kinerja sebagai tujuan utama, Kesesuaian Standar Mutu menjadi prioritas tertinggi (bobot 0,19). Berdasarkan hasil ANP, Proses Bisnis yang paling berpengaruh dalam kinerja MRP adalah Plan (bobot 0,34952); Parameter Kinerja yang paling berpengaruh adalah Mutu (bobot 0,4522); Atribut Kinerja yang paling penting adalah Reliabilitas (bobot 0,37226). Terakhir, Metrik Kinerja yang memiliki pengaruh paling besar adalah Kesesuaian Standar Mutu (bobot 0,19506).

Hasil AHP dalam skenario alternatif pembentukan MRP Produk Batik Banten menunjukkan Trust menjadi prioritas tertinggi sebagai Faktor yang harus dipenuhi oleh tiap anggota rantai pasok (bobot 0,32); SDM menjadi prioritas tertinggi sebagai Fokus bagi tiap anggota yang terlibat dalam rantai pasokan produk Batik Banten (bobot 0,38); proses Kerjasama memiliki prioritas tertinggi sebagai Skenario MRP produk Batik Banten (bobot 0,22). Berdasarkan hasil ANP, Faktor yang harus dipenuhi yang paling berpengaruh dalam MRP produk Batik Banten adalah Trust (bobot 0,19417): Fokus tiap anggota yang paling berpengaruh adalah SDM (bobot 0,33599); dan Skenario alternatif yang paling penting adalah Kerjasama (bobot 0,21159).

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(9)

DIQBAL SATYANEGARA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Nama : Diqbal Satyanegara

NRP : H251100011

Mayor : Ilmu Manajemen

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing.,DEA

Ketua Anggota

Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc.

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Manajemen Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: 21 September 2012 Tanggal Lulus:

(12)

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Tesis dengan judul “Analisis Manajemen Rantai Pasok pada Industri Batik Banten”. Tesis ini merupakan syarat menyelesaikan pendidikan S2 untuk memperoleh gelar Magister Sains (MSi) dari Program Studi Ilmu Manajemen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih disertai penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing., DEA dan Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan dan mencurahkan perhatian selama menyusun dan menyelesaikan studi ini.

2. Prof. Dr. Ir. Wilson H Limbong, M.S. selaku penguji luar komisi dari Departemen Manajemen atas saran dan kritik yang bermanfaat demi kesempurnaan Tesis ini.

3. Staf dosen dan staf akademik Departemen Ekonomi dan Manajemen IPB atas ilmu yang bermanfaat, arahan, dan pelayanan yang baik selama penulis melakukan studi di IPB.

4. Didu, Mita, Ikhwan, Dhani, Minro, Sunggul, Mumuh, Jay dan teman-teman angkatan 4 di SPS Ilmu Manajemen IPB atas kebersamaannya selama kuliah dan segala bantuan selama penulis studi, hingga menyelesaikan tesis ini. 5. Choirul Amalia atas sharing perangkat lunak SuperDecision dan ANP. 6. Bapak Uke Kurniawan selaku pemilik Pusat Industri Batik Banten, atas

ketersediaan waktu, masukan, dan bantuannya kepada penulis. 7. Dr. Daenulhay atas konsultasi dan masukan kepada penulis.

8. Ibu Turmudzi selaku pemilik AIDA Batik, atas bantuan dan informasi kepada penulis.

(13)

untuk memperkuat dan memperkaya keilmuan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat. Aamiin.

Bogor, Oktober 2012

(14)

Jakarta pada tanggal 7 Februari 1983 dari pasangan orang tua Ayah Dasep Sidharta (Alm) dan Ibu Tuty Setyowati (Alm). Penulis merupakan putra pertama dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) di Medan, Serang dan Jakarta. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan tinggi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan lulus pada tahun 2005 dengan konsentrasi Manajemen Pemasaran.

Semasa kuliah penulis aktif di bidang organisasi internal kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi (BEM FE). Sejak semasa sekolah penulis menekuni olahraga Tae Kwon Do sebagai atlit, dengan mengikuti berbagai kejuaraan tingkat daerah dan tingkat nasional, sebelum akhirnya memulai petualangan hidup barunya berprofesi di bidang akademik setelah lulus kuliah. Diluar kegiatan akademik, penulis menekuni kegiatan sosial dengan mensosialisasikan materi Kebangsaan kepada pelajar, mahasiswa dan khalayak umum.

(15)

Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi, yang menyatakan bahwa ekonomi nasional diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi nasional, agar terwujud pengusaha menengah yang kuat dan besar jumlahnya, serta terbentuknya keterkaitan dan kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku ekonomi dan saling memperkuat untuk mewujudkan demokrasi ekonomi dan efisiensi nasional yang berdaya saing tinggi. Selain itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, menyebutkan bahwa sasaran Pembangunan Nasional adalah “Terlaksananya pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan (Perpres RI No. 7 tahun 2005).”

Menurut Tambunan, dikutip oleh Wanty (2006), mengatakan bahwa pentingnya Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia juga terkait dengan posisinya yang strategik dalam berbagai aspek. Ada empat alasan yang menjelaskan posisi strategik UKM di Indonesia.

(16)

sebagai sarana dalam pertumbuhan, sekaligus pemerataan dan pula sebagai tujuan utama pembangunan.

Sejauh ini, industri batik di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Dari aspek ekonomi, nilai transaksi perdagangan batik pada tahun 2006 pencapai Rp 2,9 triliun, dan pada tahun 2010 meningkat menjadi Rp 3,9 triliun. Sementara, nilai ekspor pada tahun 2006 sebesar US$ 14,3 juta dan pada tahun 2010, mencapai US$ 22,3 juta, dengan peningkatan 56 persen. Jumlah konsumen batik tercatat 72,86 juta orang. Uraian ini disampaikan oleh Presiden RI pada acara World Batik Summit pada tanggal 28 September hingga 2 Oktober 2011, di Jakarta Convention Center (sumber

: 2012). Namun, Industri hulu yang menjadi

pendukung utama pengembangan industri batik tradisional Indonesia dilaporkan lemah. Kondisi ini mengancam bisnis batik asli dari beberapa sentra batik dalam negeri.

Lebih jauh lagi, berdasarkan data Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (Kemenperin) mengenai kinerja industr di Indonesia, per tahun 2010 Industri Batik mampu menyerap 17.082 tenaga kerja dengan 326 unit usaha yang tersebar di Indonesia (Tabel 1).

Tabel 1. Kinerja industri batik Tahun 2010

Jenis

Sumber : Kemenperi

(17)

menyebabkan kecenderungan tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri, khususnya industri Batik.

Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan daya saing perusahaan dalam bentuk efektifitas dan efisiensi produktivitas telah menjadi suatu hal terpenting dimana mutu produk dan pelayanan juga merupakan faktor utama yang mempengaruhi kepuasan pelanggan guna kelangsungan hidup perusahaan. Peningkatan efisiensi, salah satunya dapat dilakukan dengan integrasi kegiatan rantai pasok perusahaan, agar tidak terjadi kesulitan dalam proses perencanaan operasional rantai pasok. Konsep manajemen rantai pasok (MRP) mampu mengintegrasikan pengelolaan berbagai fungsi manajemen dalam suatu hubungan antarorganisasi membentuk satu sistem yang terpadu dan saling mendukung (Mutakin, 2010). Dalam mekanisme rantai pasok Batik Banten yang sudah berjalan, proses input pengolahan bahan baku dimulai dari pembuatan batik di pusat industri Batik Banten.

Tabel 2. Perkembangan kinerja industri batik Indonesia

Indikator Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010 Trend

394.641.105 509.194.105 699.661.151 572.380.745 838.329.888 17,63%

Jumlah Tenaga Kerja

(Orang)

12.047 13.060 12.988 15.346 17.082 8,98%

Sumber : Kemenperi

(18)

supplier, manufacturer, distributor, retailer dan customer (Indrajit dan Djokoranoto dalam Amalia 2012).

Pemasok-pemasok yang dipilih perusahaan yang tidak dikelola dengan baik memungkinkan para pemasok terlambat dalam pengadaan bahan baku bagi perusahaan, karena dapat menurunkan kinerja para pemasok dan tidak terjadinya transparansi harga tawar menawar antara pemasok dengan perusahaan. Penerapan MRP yang mengikuti konsep MRP yang benar dapat memberikan dampak peningkatan keunggulan kompetitif terhadap produk maupun pada sistem rantai pasok yang dibangun perusahaan itu sendiri (Mutakin, 2010).

Sejauh ini, perkembangan Industri Batik Banten sejak berdirinya pada tahun 2004 mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup baik. Namun demikian, pengelolaan Industri Batik Banten saat ini masih terbatas. Masih kurangnya peran pemerintah dan pihak terkait membuat pengelolaan ini mengarah kepada berjalan apa adanya. Pada satu kesempatan awal bulan Februari 2012 dalam wawancara yang dilakukan peneliti terhadap pemilik Batik Banten, Komisaris PT Batik Banten Mukarnas sebagai produsen Batik Banten, Bapak Uke Kurniawan, mengemukakan "Harapan saya, pemerintah dan perguruan tinggi membina, serta pihak-pihak pelaku usaha pariwisata turut mengembangkan usahanya agar terus berkembang, karena ini adalah warisan budaya dan identitas Banten".

Berdasarkan uraian dan kondisi telah dikemukakan, maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis Manajemen Rantai Pasokan (MRP) untuk Batik Banten, sehingga kinerja rantai pasok pada Batik Banten diharapkan akan meningkat dan dapat meningkatkan produktivitas serta daya saing Batik Banten melalui skema upaya pembentukan kelembagaan rantai pasok produk yang kohesif dan efektif.

(19)

itu, penelitian mengenai model pengukuran kinerja MRP industri Batik Banten perlu dilakukan.

Salah satu model pengukuran kinerja MRP adalah SCOR (Supply Chain Operations Reference) yang dikembangkan oleh Supply Chain Council. SCOR merupakan suatu metode sistematis yang mengombinasikan unsur-unsur seperti teknik bisnis, benchmarking, dan praktek terbaik (best practice) untuk diterapkan dalam rantai pasokan yang diwujudkan ke dalam suatu kerangka kerja yang komprehensif sebagai referensi untuk meningkatkan kinerja rantai pasokan perusahaan tertentu (Marimin dan Maghfiroh, 2010).

Salah satu aliran rantai pasok yang harus dikelola adalah aliran barang dari hulu ke hilir (Pujawan dalam Amalia 2012). Pada lingkungan bisnis Batik Banten tentunya telah berlaku mekanisme rantai pasok pada aliran hilir walaupun masih sederhana. Selama ini belum ada sistem Supply Chain yang kohesif untuk produk Batik Banten (sektor hilir). Hal mendasar yang perlu dianalisis untuk dapat mewujudkan rantai pasok kohesif adalah kesediaan dari masing-masing pihak untuk bekerjasama dengan baik berdasarkan peubah Supply Chain Orientation yang terdiri atas trust, commitment, interdependence, organizational compatibility, vision, key processes, leader dan top management support (Mentzer, et al 2001).

Lebih jauh lagi, strategi Supply Chain Orientation harus terstruktur disesuaikan oleh tiap organisasi anggota rantai pasok yang menjadi fokus dalam organisasi tersebut mencakup Desain Organisasi, Sumber Daya Manusia, Teknologi Informasi, dan Kinerja Organisasi (Esper, et al 2010). MRP yang berjalan efektif pada akhirnya aktifitasnya akan sesuai dengan filosofi manajemen (Mentzer, et al 2001). Aktifitas-aktifitas diantara para anggota yang dimaksud mencakup perilaku yang terintegrasi, berbagi informasi, berbagi resiko dan penghargaan, kerjasama, tujuan dan fokus yang sama terhadap pelanggan, integrasi proses dan mitra hubungan jangka panjang.

(20)

mencoba memberikan solusi alternatif manajemen rantai pasok produk Batik Banten yang efektif.

1.2 Perumusan Masalah

Evaluasi terhadap rantai pasokan penting bagi perusahaan karena menghabiskan sebagian besar uang perusahaan (Heizer and Render, 2008). Dalam kepentingan ini, perusahaan memerlukan metrik (standar) untuk mengevaluasi kinerja rantai pasok. Hanya dengan metrik yang efektif, perusahaan dapat menentukan seberapa baik kinerja rantai pasokan dan seberapa baik aset-asetnya. Melalui solusi alternatif MRP, Industri Batik Banten diharapkan dapat memiliki daya saing dalam rangka efisiensi. Sistem atau kelembagaan rantai pasok pada akhirnya perlu dibangun untuk mencapai satu (1), atau lebih tujuan yang menguntungkan semua pihak yang ada di dalam dan diluar kelembagaan tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana struktur rantai pasok pada Industri Batik Banten ?

2. Bagaimana bobot pengukuran kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten ?

3. Bagaimana solusi skema pembentukan rantai pasok produk Batik Banten yang dapat di aplikasikan pada Industri Batik Banten yang efektif ? 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi struktur anggota rantai pasok Batik Banten pada Industri Batik Banten.

2. Menentukan bobot kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten. 3. Merancang solusi skema pembentukan manajemen rantai pasok produk

(21)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Rantai Pasok

Mentzer et al (2001) mendefinisikan rantai pasok sebagai serangkaian entitas yang terdiri atas tiga atau lebih entitas (baik individu maupun organisasi) yang terlibat secara langsung dari hulu ke hilir dalam aliran produk, jasa, keuangan, dan/ atau informasi dari sumber kepada pelanggan.

Definisi MRP adalah gabungan dari aktifitas-aktifitas yang memanfaatkan material (bahan) dan jasa, yang mengubahnya menjadi barang setengah jadi dan produk jadi, dan menyampaikannya ke pelanggan (Heizer and Render, 2008). Definisi lain menurut APICS (American Production and Inventory Control Society) dictionary yang dikutip oleh Fredenhall and Hill (2001), rantai pasok adalah rangkaian proses dari bahan-bahan baku menuju konsumsi akhir produk jadi yang terhubung antara pemasok dan perusahaan. Rantai nilai didefinisikan sebagai fungsi-fungsi perusahaan yang menambah nilai produk, atau jasa yang dijual kepada pelanggan, sehingga diperoleh pembayaran.

Gambar 1. Rantai pasok dan rantai nilai (Fredenhall and Hill, 2001)

(22)

ke konsumen akhir. Tiap-tiap anak panah mewakili perusahaan yang berdiri sendiri yang memiliki rantai nilainya masing-masing. Pada gambar tersebut, rantai nilai ini merupakan bagian dari tiap-tiap perusahaan dalam rantai pasok, yang akan memberikan kontribusi dalam penambahan nilai produk. Dalam contoh ini, fungsi-fungsi purchasing, marketing, dan operations management merupakan bagian dari rantai nilai internal perusahaan. Fungsi-fungsi ini merupakan fungsi internal perusahaan dan yang terjadi dalam tiap perusahaan yang menjadi anggota sebuah rantai pasok.

2.2 Struktur dan Para Pelaku Rantai Pasok

Hugos (2003) mengemukakan setidaknya terdapat dua jenis struktur rantai pasok (Gambar 2) yang terdiri atas Simple Supply Chain dan Extended Supply Chain. Dalam bentuk yang sederhana (simple supply chain), rantai pasok terdiri atas satu perusahaan, satu pemasok, dan satu pelanggan yang terlibat dalam aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan dan/atau informasi. Ini adalah kelompok partisipan yang membentuk sebuah rantai pasok yang sederhana.

a. Simple Supply Chain

b. Extended Supply Chain

(23)

Dalam Extended Supply Chain terdapat tiga (3) jenis pelaku tambahan. Pertama adalah pemasok dari pemasok atau pemasok utama pada urutan mula dari rangkaian Extended Supply Chain. Kemudian, terdapat pelanggan dari pelanggan atau pelanggan utama pada urutan akhir Extended Supply Chain. Ketiga, terdapat bermacam perusahaan yang menyediakan jasa secara keseluruhan kepada perusahaan-perusahaan atau pelaku yang terlibat dalam rantai pasok. Perusahaan-perusahaan inilah yang menyediakan pelayanan logistik, keuangan, pemasaran dan teknologi informasi (TI).

Mengacu pada struktur rantai pasok Hugos tersebut serta beberapa uraian sebelumnya mengenai definisi rantai pasok dan MRP, penulis mencoba mengilustrasikan rantai pasok pada Industri Batik Banten (Gambar 3). Ilustrasi tersebut menjadi dasar pula bagi penulis untuk meneliti aspek rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten yang dimulai dari aliran masuknya bahan baku melalui penilaian kinerja dengan model SCOR serta aspek rantai pasok produk (downstream) Batik Banten melalui usaha merancang solusi alternatif MRP produk Batik Banten yang efektif.

Gambar 3. Ilustrasi rantai pasok Batik Banten

Dari Gambar 3 dapat kita ketahui bahwa Pusat Indsutri Batik Banten didalam menjalankan aktifitas produksi dan operasinya memasok bahan baku untuk pembuatan Batik Banten berupa kain, cat atau tinta tulis cetak untuk batik, dan bahan-bahan primer serta sekunder lainnya melalui beberapa pemasok bahan baku. Adapun dalam sistem MRP yang telah berjalan, dalam mendistribusikan produknya selama ini Pusat Industri Batik Banten membangun kemitraan usaha tidak mengikat dengan pengecer lokal Batik Nusantara untuk memenuhi rantai pasok (supply chain) guna keberlanjutan

Pusat Industri Batik Banten

Konsumen Ritel (Pengecer Lokal/Batik

Nusantara)

Konsumen Akhir

Supplier

bahan baku batik

(24)

usahanya. Namun, bagi konsumen yang menginginkan pembelian langsung dapat juga mendatangi langsung ke lokasi Sentra Industri Batik Banten.

2.3Kinerja Rantai Pasok Model SCOR

Konsep SCOR adalah suatu model referensi proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai Pasokan (Supply Chain Council) sebagai alat diagnosa MRP. SCOR dapat digunakan untuk mengukur performa rantai pasokan perusahaan, meningkatkan kinerjanya, dan mengomunikasikan kepada pihak-pihak yang terlibat didalamnya (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Cakupan metode SCOR tersebut disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema ruang lingkup SCOR

(Sumber : Supply Chain Council dalam Marimin dan Maghfiroh, 2010)

Lebih jauh lagi, metode SCOR merupakan metode sistematis yang mengombinasikan unsur-unsur seperti bisnis, benchmarking dan praktik terbaik (best practice) untuk diterapkan di dalam rantai pasokan yang diwujudkan dalam suatu kerangka kerja yang menyeluruh untuk meningkatkan kinerja MRP sebuah perusahaan tertentu. Alur pengembangan metode SCOR sebagai sebuah referensi model disajikan pada Gambar 5. Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok dalam Perspektif SCOR

(25)

pengukuran kinerja MRP dengan model SCOR berangkat dari tahapan proses bisnis, parameter kinerja, dan metrik pengukuran yang dibutuhkan.

Gambar 5. SCOR sebagai model referensi proses bisnis

(Sumber : Supply Chain Council dalam Marimin dan Maghfiroh, 2010)

a. Pemodelan proses bisnis

Dalam SCOR, proses-proses yang terjadi dalam rantai pasok didefinisikan kedalam 5 (lima) proses yang terintegrasi, yaitu perencanaan (PLAN), pengadaan (SOURCE), produksi (MAKE), distribusi (DELIVERY) dan pengembalian (RETURN).

1) Perencanaan (PLAN)

Proses ini merupakan tahapan untuk merencanakan rantai pasokan mulai dari mengakses sumber daya ratai pasokan, penjualan dengan mengagregasi besarnya permintaan, produksi, kebutuhan bahan baku, merencanakan pemilihan pemasok dan merencanakan saluran penjualan. Selain sebagai aktifitas organisasi, perencanaan penting didalam mengembangkan keseluruhan strategi untuk menghasilkan produk yang memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan kepada konsumen di samping juga menambah jumlah konsumen (pelanggan) baru.

Restrukturisasi

Proses Bisnis Benchmarking Analisis

Best performa rantai pasok saat ini, dan menentukan performa rantai pasok yang dikehendaki.

Menentukan data pembanding sebagai acuan peningkatan performa rantai pasok.

(26)

2) Pengadaan (SOURCE)

Proses ini merupakan tahapan yang berkaitan dengan keperluan pengadaan bahan baku dan pelaksanaan outsource. Tahapan ini meliputi kegiatan negosiasi dan komunikasi dengan pemasok, penerimaan barang, inspeksi dan verifikasi barang, hingga pembayaran barang (pelunasan) kepada pemasok. Umumnya dalam rantai pasok, proses ini dilakukan oleh IKM, usaha dagang, atau dengan koperasi dengan menjalin kerjasama dengan pemasok bahan baku primer atau sekunder untuk pembuatan batik, baik secara individu atau kelompok yang dipercaya dapat memasok barang sesuai dengan standar mutu bahan batik. Manajemen pengadaan mencakup penentuan harga, pengiriman, pembayaran kepada pemasok, menjaga dan meningkatkan hubungan baik kepada pemasok. Penentuan harga ditetapkan melalui mekanisme pasar berdasarkan pada pasar yang akan dituju dalam Industri Batik Banten.

3) Produksi (MAKE)

Proses ini merupakan tahapan yang berkaitan dengan proses produksi meliputi meminta dan menerima kebutuhan bahan baku, pelaksanaan produksi, pengemasan dan penyimpanan produk di ruang penyimpanan.

4) Distribusi (DELIVERY)

Proses ini merupakan tahapan yang berkaitan dengan distribusi produk dari perusahaan kepada pembeli, meliputi pembuatan dan pemeliharaan database pelanggan, pemeliharaan database harga produk, pemuatan produk kedalam armada distribusi, pemeliharaan, produk didalam kemasan, pengaturan proses transportasi dan verifikasi kinerja distribusi.

5) Pengembalian (RETURN)

(27)

Proses ini meliputi kegiatan penerimaan produk yang dikembalikan, verifikasi produk yang di kembalikan, disposisi dan penukaran produk. b. Parameter kinerja

Setiawan et al, dikutip oleh Amalia (2012) mengurai 3 (tiga) parameter kinerja dalam rantai pasok dengan pendekatan model SCOR, yaitu nilai tambah, risiko dan mutu. Uraian parameter kinerja rantai pasok tersebut sebagai berikut :

1) Nilai Tambah

Nilai tambah untuk setiap rantai pasok Batik Banten berbeda-beda tergantung pada aktifitas pengolahan yang dilakukan, dikarenakan tiap pelaku rantai pasok tidak melakukan aktifitas sama. Misalnya, nilai tambah produk pemasok kain untuk batik berbeda dengan nilai tambah pemasok cat, atau tinta tulis untuk batik. Besarnya nilai tambah produk menjadi penentu tingkat kesejahteraan para pelaku rantai pasok.

2) Risiko

Risiko menjadi hal penting untuk diperhitungkan agar tidak ditanggung oleh satu pihak saja. Risiko pada tiap pelaku rantai pasok berbeda-beda. Pada pemasok kain misalnya, risiko yang dihadapi adalah terjadinya cacat atau ketidaksesuaian produk dan pengembalian yang dilakukan oleh Pusat Industri Batik Banten. Pada Pusat Industri Batik Banten, sangat memungkinkan risiko yang paling umum adalah tidak terjualnya seluruh produk Batik Banten.

3) Mutu

(28)

mengurangi pengerjaan ulang, bahan yang terbuang percuma dan biaya garansi.

c. Atribut dan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok

Dalam metode SCOR, metrik-metrik untuk mengukur performa perusahaan merupakan kesepakatan yang telah ditetapkan oleh Supply Chain Council. Metrik tersebut terbagi ke dalam dua (2) tujuan. Tujuan pertama menerangkan metrik yang diinginkan oleh pasar (customer/eksternal); dan tujuan kedua (internal) menerangkan metrik yang dihadapi oleh perusahaan dan pemegang saham (Setiawan et al, 2009). Uraian metrik dalam metode SCOR tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3 Metrik level 1 dan Atribut Kinerja SCOR

Metrik Level 1

Atribut Kinerja

Eksternal (Customer) Internal Reliabilitas

Responsi-vitas

Fleksibi-litas

Biaya Aset

Pemenuhan pesanan x Kinerja pengiriman x

Standar mutu x

Siklus pemenuhan pesanan

x

Lead Time pemenuhan pesanan

x

Fleksibilitas rantai pasok x

Biaya SCM x

Siklus Cash-to-cash x

Inventory days of supply x

Sumber: Supply Chain Council dalam Setiawan, 2009.

Metrik pemenuhan pesanan, kinerja pengiriman dan standar mutu menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen. Metrik tersebut penting untuk membangun kepercayaan pelanggan (reliabilitas). Semakin baik citra kepercayaan yang dibangun diantara para pelaku rantai pasok, semakin baik pula kepercayaan (trust building) yang diberikan oleh pelanggan. MRP akan berjalan dengan baik dan lancar ketika kepercayaan diantara pelaku rantai pasok dapat terbangun dengan baik. Metrik ini penting sebagai salah satu acuan peningkatan MRP perusahaan.

(29)

pelanggan. Siklus pemenuhan pesanan adalah waktu yang dibutuhkan perusahaan dalam memenuhi permintaan pelanggan yang meliputi siklus waktu dari pemasok, produksi dan pengiriman. Semakin pendek siklus waktu yang dibutuhkan dalam memenuhi pesanan, semakin responsif perusahaan dalam memenuhi pesanan. Berarti, semakin singkat pula waktu tunggu oemenuhan pesanan. Kecepatan merupakan faktor penentu penting penentu daya saing dalam memenuhi permintaan pelanggan.

Metrik fleksibilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi pesanan atau permintaan tak terduga, meliputi menyediakan tambahan pasokan, kemampuan untuk meningkatkan produksi dan distribusi. Metrik biaya SCM, atau MRP adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam melakukan material handling. Biaya ini akan memengaruhi penentuan harga Batik Banten. Semakin tinggi biaya MRP, akan semakin tinggi pula harga jual Batik Banten.

Siklus cash-to-cash merupakan waktu perputaran uang perusahaan yang mencakup pembayaran bahan baku batik ke pemasok hingga pembayaran oleh konsumen. Semakin singkat siklus ini, semakin singkat pula waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh return penjualan. Terakhir, metrik inventory days merupakan kemampuan perusahaan untuk bertahan dengan persediaan yang dimiliki pada suatu periode waktu tertentu. Kinerja yang baik adalah ketika perutaran aset terjadi dengan dengan cepat.

(30)

Tabel 4. Hirarki metrik kinerja rantai pasokan Atribut

Performa

Hirarki Level Metrik

Level 1 Level 2 Level 3

Ketepatan jenis dan ketepatan jumlah

Akurasi dokumentasi

Dokumentasi pengiriman, keluhan dan waktu pembayaran

Kinerja pengiriman

% terkirim -

Ketepatan jadwal Ketepatan waktu dan ketepatan lokasi

Bebas cacat, rusak dan return produk batik

Responsivitas

Siklus pemenuhan pesanan

Siklus source Waktu transfer, verifikasi dan validasi pembayaran

Siklus make Waktu penyiapan material, produksi dan penyimpanan Siklus deliver Waktu pengemasan,

pengiriman, pemuatan barang, transportasi dan verifikasi Lead Time

pemenuhan pesanan

Waktu pemesanan -

Waktu pengiriman -

Fleksibilitas Fleksibilitas rantai pasok

Fleksibilitas source -

Fleksibilitas make -

Fleksibilitas deliver -

Biaya rantai pasok

Biaya MRP

Biaya PLAN Biaya forecasting penjualan, produksi dan bahan baku batik Biaya SOURCE Biaya outsource bahan batik dan

biaya manajemen supplier Biaya MAKE Biaya inbound transportation,

biaya loss

Biaya DELIVERY Biaya manajemen pelanggan, penerimaan pesanan, outbound transportation

Biaya RETURN Biaya return produk dan biaya return bahan baku batik Aset rantai

Jumlah persediaan -

Lama persediaan -

(31)

2.4Orientasi Rantai Pasok

Orientasi Rantai Pasok (ORP) didefinisikan sebagai pengakuan oleh suatu organisasi sistemik, implikasi strategis dari aktifitas taktis yang terlibat dalam mengelola berbagai aliran dalam suatu rantai pasok (Mentzer et al, 2001). Suatu perusahaan disebut memiliki ORP, hanya jika manajemennya dapat melihat implikasi dari pengelolaan aliran produk, jasa, keuangan dan informasi dari hulu ke hilir dari pemasok ke pelanggannya, sehingga suatu perusahaan belum dikatakan memiliki ORP, jika hanya melihat sistemik dan implikasi strategisnya satu arah. Oleh karena itu, perusahaan yang mengimplementasikan manajemen rantai pasok harus terlebih dahulu memiliki ORP.

Wisudawati (2010) meneliti tentang peubah ORP yang diterapkan sebagai kesediaan para nelayan untuk terlibat di dalam membentuk MRP efektif dari ikan hias non sianida. Peubah-peubah ORP setidaknya menjadi pendekatan dalam penelitian tersebut untuk mengeksplorasi kesediaan para nelayan. Peubah-peubah ini penting sebagai syarat, atau prinsip utama yang harus dipandang dan dipahami oleh setiap anggota rantai pasok yang terlibat dalam aliran produksi dan distribusi sebuah produk dalam rangka merancang skenario alternatif solusi MRP. Peubah-peubah tersebut terdiri atas trust, commitment, interdependence, organizational compatibility, vision, key process, leader dan top management support.

Peubah-peubah Orientasi Rantai Pasok

(32)

Gambar 6. Peubah dan luaran manajemen rantai pasok, (Mentzer et al, 2001)

Gambar 6 mengilustrasikan bahwa ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh perusahaan agar dapat dikatakan memiliki ORP. Kemudian, MRP dapat diimplementasikan terlihat dari luaran yang ada, sehingga dampak positif akan didapatkan oleh perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam rantai pasok tersebut mencakup mengurangi biaya operasional, peningkatan nilai dan kepuasan pelanggan, serta keunggulan kompetitif. Penjelasan secara rinci berdasarkan penelitian terdahulu telah di review dan dianalisis oleh Mentzer et al. (2001) mengenai peubah-peubah yang harus dimiliki perusahaan pada tingkat awal menuju ORP, yaitu :

a. Kepercayaan (trust)

(33)

hubungan komitmen (Achrol diacu Mentzer et al. 2001). Maka dari itu, kepercayaan memiliki hubungan langsung, maupun tidak langsung dengan kerjasama. Dwyer et al dalam Mentzer et al. (2001) memberikan contoh peran kepercayaan dalam suatu hubungan, antara lain untuk mengatasi permasalahan berkaitan dengan kekuatan, konflik dan rendahnya profitabilitas. Hal lainnya, kepercayaan memiliki dampak dalam hal berbagi risiko dan penghargaan.

b. Komitmen (commitment)

Dwyer et al diacu dalam Mentzer et al. (2001) mendefinisikan komitmen sebagai “sebuah jaminan yang secara implisit, maupun eksplisit akan berkelanjutannya relasi antara mitra”. Komitmen merupakan faktor penting bagi suksesnya hubungan jangka panjang yang merupakan suatu komponen penerapan MRP (Gundlach et al yang diacu dalam Mentzer et al. 2001). Lambert et a. yang diacu dalam Mentzer et al. (2001) juga menyatakan bahwa komitmen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dari sumber daya manusia (SDM) yang ada merupakan hal yang penting dalam implementasi MRP. Morgan and Hunt, diacu dalam Mentzer et al. (2001) meletakkan kepercayaan dan komitmen secara bersamaan, menyatakan bahwa “komitmen dan kepercayaan adalah ‘kunci’, karena keduanya mendorong pemasar untuk (1) berinvestasi pada pemeliharaan hubungan kerjasama dengan mitra; (2) lebih berorientasi pada keuntungan jangka panjang yang didapatkan dalam kerjasama dengan mitra yang ada, daripada alternatif-alternatif jangka pendek yang menarik; (3) melihat bahwa tindakan-tindakan yang memiliki potensi risiko yang tinggi adalah hal sensitif. Oleh karena itu, diyakini bahwa mitranya tidak akan bersikap oportunis”.

c. Kesalingtergantungan (interdependent)

(34)

dalam Mentzer et al. 2001). Ketergantungan ini adalah apa yang memotivasi keinginan untuk menegosiasikan transfer fungsional informasi kunci (penting), dan berpartisipasi dalam perencanaan operasional bersama (Browersox and Closs yang diacu dalam Mentzer et al. 2001). Terakhir, Ganesan yang diacu dalam Mentzer et al. (2001) menyatakan bahwa ketergantungan antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain secara positif berhubungan dengan orientasi hubungan jangka panjang perusahaan.

d.Kompatibilitas organisasi (organizational compatibility)

Filosofi kerjasama atau budaya dan teknik manajemen dari tiap perusahaan dalam rantai pasok harus kompatibel untuk mencapai keberhasilan dalam MRP (Cooper et al; Tyndall et al, dalam Mentzer et al. 2001). Kompatibilitas organisasi didefinisikan sebagai goal dan tujuan-tujuan komplemen, sebagaimana juga dinyatakan dalam filsosofi operasional dan budaya korporat (Bucklin and Sengupta, yang diacu dalam Mentzer et al. 2001). Bucklin dan Sangupta membuktikan bahwa kompatibilitas organisasi antara beberapa perusahaan dalam suatu aliansi memiliki dampak positif yang kuat terhadap keefektifan suatu hubungan (misalnya persepsi bahwa suatu hubungan tersebut produktif dan layak untuk dipertahankan). Cooper, et al dalam Mentzer et al. (2001) juga berpendapat bahwa pentingnya budaya korporat dan kompatibilitasnya lintas anggota rantai pasok tidak boleh dianggap remeh. Dengan definisi ORP yang ditetapkan di atas serta beberapa pendapat lain mengenai kompatibilitas organisasi dalam rantai pasok menunjukkan bahwa setiap perusahaan harus memiliki ORP untuk mencapai MRP.

e. Visi (vision)

(35)

f. Proses-proses kunci (key processes)

Lambert et al dalam Mentzer et al. (2001) berpendapat bahwa seharusnya ada suatu kesepakatan tentang visi dan proses-proses kunci MRP. Ross berpendapat bahwa kreasi dan komunikasi visi MRP yang dimiliki oleh pemenang pasar kompetitif tidak hanya ditetapkan oleh perusahaan-perusahaan secara individu, namun oleh keseluruhan rantai pasok (dengan definisi ORP menurut Mentzer, et al., 2001). Dalam sudut pandang manajemen, proses-proses kunci merupakan langkah bisnis yang kritis untuk keberhasilan strategi perusahaan melalui keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif terdiri atas dua (2) jenis

(Porter, 2012); Pertama adalah keunggulan

komparatatif. Keunggulan komparatif atau keunggulan biaya adalah kemampuan perusahaan untuk memproduksi barang atau jasa dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan pesaing; Kedua adalah keunggulan diferensial. Keunggulan diferensial akan terbangun ketika produk yang ditawarkan perusahaan berbeda dengan produk yang ditawarkan oleh pesaing dan terlihat/ dirasakan lebih baik dibandingkan produk persaing.

g. Pemimpin (leader)

(36)

perdagangan waralaba yang komprehensif, atau inisiai dari hubungan antar perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Schmitz et al dalam Mentzer et al. (2001) menunjukkan fakta bahwa kesuksesan MRP secara langsung terhubung dengan adanya kepemimpinan konstruktif yang mampu mestimulasi perilaku kooperatif diantara perusahaan-perusahaan yang berpartisipasi.

h.Dukungan manajemen puncak (top management support)

Lambert et al dalam Mentzer et al. (2001) menyatakan bahwa dukungan manajemen puncak, kepemimpinan, dan komitmen untuk berubah merupakan peubah-peubah yang penting untuk implementasi MRP. Dalam konteks yang sama, Loforte, yang diacu dalam Mentzer et al. (2001) berpendapat bahwa kurangnya dukungan manajemen puncak merupakan hanbatan bagi implementasi MRP.

2.5Struktur ORP

Esper, et al (2010) mengembangkan lebih jauh rincian kerangka peubah ORP menjadi beberapa struktur yang menitikberatkan pada desain organisasi, sumber daya manusia (SDM), teknologi informasi dan pengukuran organisasi. Mengacu pada penelitian sebelumnya, yaitu menginduk dari Mentzer et al tentang kerangka umum ORP, penelitian Esper et al menyajikan kerangka yang mampu menjelaskan dengan lengkap konsep ORP sebelumnya. Secara implikasi praksis penelitian tersebut menyediakan template peubah ORP kekinian yang dimiliki oleh sebuah perusahaan sehingga akan berguna secara manajerial bagi perusahaan yang menghendaki/membentuk ORP yang lebih baik. Esper, et al memodelkan strategi ORP yang mencakup pandangan secara sistemik dan menyeluruh terhadap MRP, berkompetisi melalui kemampuan MRP, dan usaha yang dilakukan antar unit bisnis (Mentzer et al, 2001) harus sesuai dan didukung dengan struktur ORP (Gambar 7).

(37)

1. Desain Organisasi (Organizational Design)

Dalam menerapkan dan mengembangkan ORP, setiap organisasi anggota rantai pasok membutuhkan desain organisasi yang fokus pada integrasi secara internal dan kolaborasi.

2. SDM (Human resource)

Agar ORP terbentuk dengan baik, maka tiap organisasi yang terlibat dalam rantai pasok setidaknya memiliki orientasi/fokus pada pengembangan SDM yang mumpuni dengan cara mempekerjakan karyawan yang memiliki pemahaman dan keahlian kunci (khusus) dalam MRP. Selain itu, dapat juga mengimplementasikan gaya dan struktur kepemimpinan yang dapat mengembangkan kemampuan karyawan dalam mengelola MRP.

Gambar 7. Strategi dan struktur ORP (Esper et al, 2010)

3. Teknologi Informasi, atau TI (Information technology, atau IT)

(38)

penguasaan TI dapat memfasilitasi integrasi secara internal dan saling bertukarnya/berbagi informasi diantara para pelaku rantai pasok.

4. Pengukuran dalam Kinerja Organisasi (Organizational Measurement) Dalam menerapkan strategi ORP, konsekuensi keharusan bagi tiap perusahaan anggota rantai pasok adalah menerapkan pengukuran kinerja organisasi dalam menjalankan MRP. Pengukuran kinerja perusahaan tidak lagi hanya fokus pada kinerja keuangan, produktifitas dan pemasaran, tetapi juga mulai menggunakan pengukuran kinerja rantai pasok. Hal ini bermanfaat untuk mengukur kinerja perusahaan dari sudut pandang MRP, pembelajaran dan inovasi dalam rantai pasok.

2.6MRP Efektif (Serangkaian Aktifitas untuk Mengimplementasikan Filosofi Manajemen)

Dalam mengadopsi filosofi MRP, perusahaan harus membangun praktik-praktik manajemen yang mengarahkannya berperilaku secara konsisten dengan filosofi yang dimaksud. Telah banyak peneliti yang memfokuskan pada aktifitas-aktifitas yang mencirikan MRP. Penelitian-penelitian berikut menyatakan beberapa aktifitas-aktifitas yang diperlukan untuk mengimplementasikan MRP secara efektif (Mentzer et al. 2001), dalam perancangan skenario alternatif MRP Batik Banten yang efektif :

1.Perilaku yang terintegrasi (Integrated behavior)

(39)

2.Saling berbagi informasi satu sama lain (Mutually sharing information) Kaitannya dengan perilaku yang terintegrasi, berbagi informasi satu sama lain diantara anggota rantai pasok sangat diperlukan untuk mengimplementasikan filosofi MRP, terutama dalam perencanaan dan monitoring. Cooper et al diacu dalam Mentzer et al. 2001 menyoroti tentang informasi yang tetap update yang secara rutin diantara anggota rantai pasokan agar MRP menjadi efektif. Tim peneliti logistik global di Michigan State University (1995), dalam Mentzer et al. 2001, telah mendefinisikan berbagi informasi sebagai suatu kesediaan untuk membuat data strategis dan taktis yang dapat diakses oleh semua anggota rantai pasok. Keterbukaan tersebut dapat mengurangi ketidakpastian diantara mitra pemasok dan akhirnya dapat meningkatkan kinerja rantai pasok (Mentzer et al. 2001).

3. Saling berbagi risiko dan penghargaan satu sama lain (mutually sharing risk and rewards)

MRP yang efektif juga memerlukan aktifitas berbagi risiko dan pernghargaan antara satu sama lain untuk mendapatkan keuntungan kompetitif (Cooper and Ellram dalam Mentzer et al. 2001). Berbagi risiko dan penghargaan sebaiknya berlangsung dalam jangka waktu yang panjang (Cooper et al dalam Mentzer et al. 2001) karena sangat penting untuk fokus jangka panjang dan kerjasama diantara anggota rantai pasok.

4. Kerjasama (cooperation)

(40)

Tindakan bersama dalam hubungan yang intim mengacu pada perwujudan aktifitas utama dalam kerjasama atau cara yang terkoordinasi (Heide and John dalam Mentzer et al. 2001). Kerjasama dimulai dari perencanaan bersama dan diakhiri dengan pengawasan bersama untuk mengevaluasi kinerja dari anggota rantai pasok, sebagaimana rantai pasok sebagai satu kesatuan (Cooper et al dalam Mentzer et al. 2001).

5. Tujuan dan fofus yang sama dalam melayani pelanggan (the same goal and the same focus on serving customers)

La Londe and Masters dalam Mentzer et al. (2001) berpendapat bahwa suatu rantai pasok akan sukses jika semua anggota rantai pasok tersebut memiliki tujuan dan fokus yang sama dalam melayani pelanggan. Membangun tujuan dan fokus yang sama diantara anggota rantai pasok merupakan satu bentuk kebijakan yang terintegrasi. Integrasi kebijakan akan memungkinkan jika ada budaya dan teknik manajemen yang kompatibel diantara anggota rantai pasok.

6. Integrasi proses (integration of processes)

Implementasi MRP memerlukan integrasi proses dari sumber daya sampai manufaktur dan distribusi lintas rantai pasok. Integrasi dapat dilaksanakan melalui tim lintas fungsional, personel pemasok dan penyedia jasa sebagai lintas ketiga (Cooper et al dalam Mentzer et al. 2001). Stevens dalam Mentzer et al. 2001 mengidentifikasi empat (4) tahapan integrasi rantai pasok dan membahas implikasi perencanaan dan operasinya pada tiap-tiap tahap berikut :

Tahap (1) Merepresentasikan kasus dasar. Rantai pasok merupakan suatu fungsi dari operasi yang terpisah-pisah di dalam tiap perusahaan dan dicirikan melalui inventory yang bertahap, mandiri dan memiliki sistem kontrol dan prosedur yang tidak kompetibel, serta mengkotak-kotakan fungsi-fungsi yang ada.

(41)

Tahap (3) Menuju tercapainya integrasi korporat internal dan dicirikan oleh visibilitas penuh pembelian melalui distribusi, perencanaan jangka menengah, lebih mengutamakan hal-hal taktis daripada fokus strategik, mnuculnya efisiensi, perluasan penggunaan dukungan elektronik untuk akses jaringan dan pendekatan reaktif berkelanjutan untuk pelanggan. Tahap (4) mencapai integrasi rantai pasok dengan memperluas cakupan integrasi diluar perusahaan untuk merangkul pemasok dan pelanggan. 7.Mitra untuk membangun dan memelihara hubungan jangka panjang

(Partners to build and maintain long-term relationship)

MRP yang efektif diciptakan berdasarkan serangkaian kemitraan, sehingga MRP memerlukan mitra untuk membangun dan memelihara hubungan jangka panjang (Cooper et al dalam Mentzer et al. 2001). Cooper et al dalam Mentzer et al. (2001) percaya hubungan horison waktu akan meluas bukan hanya sebatas kontrak yang mungkin belum pasti dan pada waktu yang sama jumlah mitra sebaiknya dalam jumlah yang kecil untuk memfasilitasi kerjasama yang meningkat.

2.7Penelitian Terdahulu yang Relevan

(42)

Tabel 5. Penelitian terdahulu yang relevan No Peneliti, Tahun

dan Judul

Masalah Temuan Penelitian Metode Penelitian Kaitan dengan Penelitian ini

1. Amalia. 2012. rantai pasokan sayuran, mengukur bobot kinerja rantai pasokan sayuran dengan pendekatan AHP dan ANP, mengukur kinerja rantai pasok perusahaan dengan menggunakan DEA (Data Envelopment Analysis).

Terdapat perbedaan bobot antara prioritas AHP dan ANP, namun menghasilkan prioritas tertinggi yang sama pada setiap hirarki (AHP) dan jaringan (ANP). Berdasarkan pengukuran kinerja dengan analisis DEA diperoleh tingkat efisiensi dari sepuluh komoditas terpilih dari 80 komoditas sayuran.

AHP, ANP dan DEA Penelitian ini mencoba menerapkan kerangka hirarki penilaian kinerja rantai pasok pada penelitian tersebut untuk disesuaikan pada obyek penelitian, yaitu Pusat Industri Batik Banten dengan metode AHP dan ANP.

2. Esper et al. 2010. A Framework of Supply Chain Orientation

ORP tidak dapat dipahami tanpa adanya penyesuaian antara strategi ORP perusahaan dengan struktur ORP.

Pengembangan lebih jauh mengenai struktur ORP, yaitu Design

Organization, Human Resources, Information Technology dan Organization Measurement

Deskriptif kualitatif dan Kajian literatur

Penelitian ini mencoba untuk mengaplikasikan strukur ORP dalam hirarki sebagai fokus ORP tiap anggota rantai pasok dalam rangka membentuk MRP Batik Banten efektif

3. Mentzer et al. 2001. Defining Supply Chain Management

Mengurai MRP secara komperehensif, mencakup pentingnya ORP sebagai faktor yang menentukan kesediaan anggota rantai pasok untuk membentuk rantai pasok dan MRP sebagai aktifitas filosofi

manajemen sebagai implementasi dari MRP efektif.

-Mengurai pemahaman MRP, dimana sebelum MRP terbangun harus ada ORP diantara pelaku rantai pasok terlebih dahulu

-Mengurai pemahaman MRP sebagai aktifitas filosofi manajemen sebagai implementasi dari MRP efektif.

Deskriptif kualitatif dan Kajian literatur

- Prinsip ORP diacu dalam penelitian ini sebagai faktor yang harus dipenuhi terlebih dahhulu oleh para pelaku rantai pasok produk Batik Banten untuk membentuk MRP produk Batik Banten efektif

- MRP sebagai aktifitas filosofi manajemen diacu dan

(43)

Lanjutan Tabel 5 No Peneliti, Tahun

dan Judul

Masalah Temuan Penelitian Metode Penelitian Kaitan dengan Penelitian ini

4. Setiawan, A. et al. 2009. Desain Metrik pendekatan dalam rangka mengoptimasi jaringan rantai pasok (supply chain) dan peningkatan daya saing pelaku rantai pasok

Meneliti Integrasi Model SCOR dan Fuzzy AHP untuk Perancangan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Sayuran. Hasil yang diperoleh adalah metrik kombinasi SCOR-Analisis Fuzzy AHP dan bobot masing-masing metrik pengukuran kinerja rantai pasok sayuran.

SCOR Model dan Fuzzy AHP

Penelitian ini mencoba mengaplikasikan model SCOR pada penelitian tersebut dengan alat analisis AHP dan ANP untuk pengukuran kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten.

5. Wisudawati,D. 2010.

Analisis Manajemen

Rantai Pasok Ikan Hias Laut Non Sianida di Kepulauan Seribu

Menggambarkan

mekanisme rantai pasok, menganalisa faktor-faktor kesediaan para nelayan untuk berpartisipasi dalam MRP ikan hias, dan bagaimana skema MRP yang adil dan lestari

Kesediaan para nelayan untuk berpartisipasi dalam MRP ikan hias berdasarkan peubah ORP menjadi dasar disusunnya skema MRP yang adil dan lestari. Kesediaan para nelayan ditentukan oleh peubah ORP.

(44)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Kegiatan MRP adalah strategi alternatif yang memberikan solusi

untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui pengurangan biaya operasi,

serta perbaikan pelayanan dan kepuasan konsumen, sehingga akan

memberikan dampak positif terhadap nilai tambah rantai pasok Batik Banten.

Sebagaimana diuraikan sebelumnya, evaluasi terhadap rantai pasok penting

bagi Pusat Industri Batik Banten, karena menghabiskan sebagian besar uang

perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan memerlukan metrik (standar) untuk

mengevaluasi kinerja rantai pasok, karena dengan metrik efektif perusahaan

dapat menentukan seberapa baik kinerja rantai pasokan dan seberapa baik

aset-asetnya.

Penelitian ini memulai dari tahapan analisis identifikasi struktur MRP

pada Industri Batik Banten, kemudian dilanjutkan pada tahapan menentukan

bobot metrik kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten melalui

model SCOR dan pendekatan AHP, serta ANP.Lebih jauh lagi, melalui solusi

skema alternatif pembentukan MRP, Industri Batik Banten diharapkan dapat

memiliki posisi tawar baik dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan

bisnis batik. Oleh karena itu, sistem atau kelembagaan rantai pasok produk

Batik Banten pada akhirnya perlu dibangun dalam rangka melancarkan

pasokan produk dari Pusat Industri hingga ke konsumen akhir. Dalam tahapan

ini,disusun skema solusi alternatif pembentukan MRP produk Batik Banten

yang dimulai dengan menetapkan peubah ORP sebagai faktor yang harus

dipenuhi oleh tiap anggota rantai pasok, struktur ORP yang menjadi fokus

bagi tiap anggotadan skenario alternatif MRP produk Batik Banten yang

efektif. Skema kerangka pemikiran penelitian ini dimuat pada Gambar 8.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dimulai pada bulan Maret 2012 sampai dengan

bulan Juli 2012. Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Sumur Pecung,

Kota Serang, Propinsi Banten, sebagai lokasi Pusat Industri Batik Banten dan

perwakilan pegecer lokal Batik Nusantara (AIDA Batik) yang berada di Kota

(45)

pertimbangan Pusat Industri Batik Banten adalah pelaku bisnis utama dan

pencetus Batik Banten.

3.3 Pengumpulan Data

Untuk mengidentifikasi struktur anggota rantai pasok Batik Banten,

menilai kinerja rantai pasok Pusat Industri Batik Banten dan memberikan

skema alternatif MRP produk Batik Banten, maka penyiapan data yang

berkaitan dengan aliran distribusi bahan baku hingga produk jadi harus

dipersiapkan, baik data primer ataupun sekunder.

Data primer merupakan data yang didapatkan langsung melalui

wawancara dengan alat bantu kuesioner (Lampiran 1 dan 2) terhadap

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu (1) Studi

literatur, terutama mengenai proses produksi Batik Banten dan Supply Chain Management (SCM); (2) Survei langsung lapangan ke Pusat Industri Batik Bantendengan mempelajari berbagai dokumen tentang proses produksi,

saluran distribusi (termasuk mekanisme rantai pasok yang berlaku), aktifitas

jual beli Batik Banten, dan semua aspek pendukungnya; (3) Wawancara

dengan pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok yang telah berjalan di

Industri Batik Banten, serta kesediaannya untuk berpartisipasi dalam

penelitian ini; (4) Opini Pakar yang diperoleh dari para pakar yang terkait

dengan topik penelitian.

pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok dan berperan sebagai responden ahli.

Data primer diperoleh dengan mendatangi nara sumber yang secara langsung

berkaitan dengan obyek penelitian dengan mengajukan pertanyaan serta

melihat tempat dan lingkungan penelitian. Data sekunder berkaitan dengan

kondisi lingkungan, fenomena, manajemen rantai pasok Batik Banten, dan

segala sesuatu yang terkait dengan penelitian ini dapat ditelusuri melalui

jurnal-jurnal, penelitian terdahulu yang sejenis dan internet.

3.4 Pemilihan dan Penarikan Contoh

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan contoh non probability sampling yaitu mengambil contoh tertentu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Artinya, contoh yang diambil

(46)

ini digunakan contoh pertimbangan (judgement sampling). Metode ini digunakan dengan pertimbangan berdasarkan penilaian (judgement) peneliti atau expertbahwa contoh yang ditentukan adalah pihak yang paling sesuai dan memiliki informasi yang diperlukan penelitian ini.

Dalam hal ini, obyek contoh yang diteliti, yaitu pemasok bahan baku

batik, PT. Batik Banten Mukarnas sebagai pemilik pusat Industri Batik

Banten, dan AIDA Batik sebagai pengecer lokal Batik Nusantara. Selain

pakar, anggota rantai pasok dibutuhkan untuk memberikan informasi.

3.5 Pengolahan dan Analisis Data

Secara keseluruhan, pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini

menggunakan pendekatan metode AHP dan ANP. Untuk menentukan dan

menilai metrik kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten

menggunakan model SCOR dimana pendekatan AHP dan ANP digunakan

untuk menghitung bobot dari matriks kinerja model tersebut. Dalam tahapan

ini peneliti melibatkan 4 (empat) pihak lain sebagai responden ahli, yaitu

Pemilik, Manajer Produksi dan Manajer Pemasaran dari PT. Batik Banten

Mukarnas, serta dari pihak Akademisi (Dosen Ekonomi-Manajemen

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa).

Pekerjaan berikutnya, berkaitan dengan membentuk solusi alternatif

skema pembentukan MRP produk Batik Banten, digunakan pendekatan

literatur peubah ORP sebagai faktor yang harus dipenuhi oleh para anggota

rantai pasok produk Batik Banten dalam rangka tahap awal untuk membentuk

sebuah MRP. Tahap berikutnya tiap anggota MRP produk Batik Banten secara

organisasi harus memiliki orientasi fokus yang menjadi struktur dalam

menerapkan ORP. Terakhir, pendekatan literatur mengenai MRP yang efektif

sebagai skenario pembentukan MRP produk Batik Banten ditetapkan sebagai

kriteria akhir dalam rangka pembentukan MRP produk Batik Banten. Dalam

tahapan ini, penulis melibatkan 3 (tiga) responden ahli, yaitu Pemilik PT.

Batik Banten Mukarnas, pemilik AIDA Batik sebagai pengecer Batik

Nusantara dan pihak Akademisi (Dosen Ekonomi-Manajemen Universitas

(47)

3.5.1 AHP

Proses hirarkianalitik (Analytical Hierarchy Process, atau AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty pada tahun 1970an untuk

mengorganisir informasi dan pendapat ahli (judgment) dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty, 2008). Keunggulan dari AHP adalah

dapat memecahkan masalah dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir,

sehingga memungkinkan dapat di ekspresikan untuk mengambil keputusan

yang efektif atas suatu permasalahan. Permasalahan yang kompleks dapat

disederhanakan dan dipercepat proses pengembilan keputusannya.

Peralatan utama dari model AHP adalah sebuah hirarki fungsional

dengan masukan utamanya persepsi manusia. Model AHP memakai persepsi

manusia yang dianggap expert sebagai masukan utamanya. Kriteria expert disini bukan berarti bahwa orang tersebut harus jenius, pintar, memiliki gelar

akademik tertentu dan sebagainya tetapi lebih mengacu pada orang yang

mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah

atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut (Brojonegoro,1992).

Tahapan yang dilakukan pada penelitian dengan AHP :

1. Penyusunan Hirarki

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks

yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi sebuah bagian-bagian

kecil dan tertata dalam suatuhirarki sehingga mampu membantu pembuat

keputusan untuk membangun sebuah model yang sederhana (Buyukyazici and

Sucu, 2002).

Bagian-bagian kecil yang dikenal sebagai peubah tersebut kemudian

diberi nilai sesuai dengan tingkat kepentingannya berupa nilai numerik yang

secara subyektif mengandung arti penting relatif dibandingkan dengan peubah

yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut, kemudian dilakukan sintesa

untuk menetapkan peubah yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk

(48)

Gambar 8. Kerangka pemikiran penelitian Identifikasi

MRP Batik Banten

Analisis kinerja MRP pada Pusat Industri Batik Banten dengan

model SCOR

Pembentukan MRP produk Batik Banten

efektif

Analisis kinerja rantai pasok dengan AHP

Analisis kinerja rantai pasok dengan ANP

Peubah orientasi rantai

pasok

Fokus strukturorientasi

rantai pasok

Skenario MRP efektif

AHP dan ANP

(49)

Pada AHP, permasalahan penelitian secara grafis dapat

dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan

goal/sasaran, lalu kriteria level pertama, sub kriteria dan akhirnya alternatif. Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu

kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi kriteria hirarki. Dalam

penelitian ini digunakan suatu diagram hirarki yang mempresentasikan

keputusan untuk memilih strategi terpenting yang dapat digunakan sebagai

media untuk meningkatkan kesediaan semua pihak untuk berpartisipasi

dalam manajemen rantai pasok Industri Batik Banten.

Pada pegukuran kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik

Banten, susunan hirarki yang dimaksud akan tersusun menjadi lima level

(Gambar 9). Pertama adalah level 0 sebagai goal yang diinginkan yaitu pengukuran kinerja rantai pasok; Kedua adalah level 1, yaitu proses bisnis

dalam rantai pasokan yang terdiri atas PLAN, SOURCE, MAKE, DELIVER dan RETURN; Ketiga, level 2 merupakan parameter kinerja yang diukur yang terdiri atas nilai tambah, mutu dan risiko; Keempat, level 3 merupakan atribut

kinerja rantai pasok yang terdiri atas reliabilitas, responsivitas, fleksibilitas,

biaya dan aset. Level terakhir adalah metrik pengukruan kinerja yang diukur,

yaitu kinerja pengiriman (KP), leadtime pemenuhan pesanan (LTPP), fleksibilitas pesanan (FP), kesesuaian standar mutu (KS), biaya MRP

(BMRP), siklus cash-to-cash (SCTC) dan persediaan harian (PH).

Tahapan pembentukan MRP produk Batik Banten yang efektif,

hirarki yang dimaksud akan tersusun menjadi empat level (Gambar 10).

Pertama adalah level 0 yaitu tujuan utama yang diinginkan membentuk MRP

produk Batik Banten efektif; Kedua adalah level 1, yaitu faktor yang harus

dipenuhi oleh para anggota rantai pasok di dalam memandang MRP secara

keseluruhan melalui peubah ORP yang terdiri atas trust, komitmen, kesalingtergantungan, kesesuaian organisasi, visi, proses-proses kunci,

leadership dan dukungan dari manajemen puncak; Ketiga, level 2 merupakan peubah yang menjadi fokus bagi tiap organisasi pelaku rantai pasok untuk

mengimplementasikan peubah ORP yang terdiri atas Desain Organisasi,

(50)

dalam membentuk MRP produk Batik Banten yang efektif yang dipandang

dan disepakati oleh pelaku rantai pasok produk Batik Banten bersama-sama.

Skenario ini terdiri atas perilaku yang terintegrasi, berbagi informasi, berbagi

risiko dan penghargaan, kerjasama, tujuan dan fokus yang sama dalam

melayani pelanggan, integrasi proses dan mitra untuk membangun dan

memelihara hubungan jangka panjang.

Tabel 6. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan

Nilai Keterangan

1 Faktor vertikal sama penting dengan faktor horizontal

3 Faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal

5 Faktor vertikal jelas lebih penting faktor horizontal

7 Faktor vertikal sangat jelas lebih penting dari faktor horizontal

9 Faktor vertikal mutlak lebih penting dari faktor horizontal

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai unsur yang berdekatan

1/ (2-9) Kebalikan dari keterangan nilai 2-9

Penilaian Setiap Level Hirarki

Penilaian setiap level hirarki dinilai melalui perbandingan

berpasangan. Menurut Saaty dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), untuk

berbagai persoalan, skala 1-9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan

pendapat (Tabel 6). Skala 1-9 ditetapkan sebagai pertimbangan dalam

membandingkan pasangan unsur di setiap level hirarki terhadap suatu unsur

yang berada di level atasnya. Skala dengan sembilan (9) satuan dapat

menggambarkan derajat sampai mana mampu membedakan intensitas tata

(51)

Gambar 9. Struktur hirarki penentuan bobot metrik kinerja rantai pasok Pusat Industri Batik Banten Penentuan bobot Metrik Pengukuran

Kinerja Rantai Pasok

Proses

Bisnis PLAN SOURCE MAKE DELIVER

Tujuan

RETURN

Nilai tambah Mutu Risiko

Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset Parameter

Kinerja

Atribut Kinerja

PH SCTC

BMRP KS

FP LTPP

SPP PP

KP Metrik

(52)

Gambar 10. Struktur hirarki pembentukan MRP produk Batik Banten efektif MRP Produk Batik Banten yang Efektif

Trust Komitmen Kesaling-

tergan-Leadership Dukungan manajemen

(53)

Perbandingan berpasangan ini dilakukan dalam sebuah matriks.

Matriks merupakan tabel untuk membandingkan unsur satu dengan unsur lain

terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Matriks memberi kerangka untuk

menguji konsistensi, membuat segala perbandingan yang mungkin dan

menganalisis kepekaan prioritas menyeluruh terhadap perubahan dalam

pertimbangan. Matriks secara unik menggambarkan prioritas saling

mendominasi antara satu unsur dengan unsur lainnya.

2. Penentuan prioritas

Untuk setiap level hirarki, perlu dilakukan perbandingan

berpasangan (pairwise comparison) untuk menentukan prioritas. Sepasang unsur dibandingkan berdasarkan kriteria tertentu dan menimbang intensitas

preferensi antar unsur. Hubungan antar unsur dari setiap tingkatan hirarki

ditetapkan dengan membandingkan unsur itu dalam pasangan. Hubungannya

menggambarkan pengaruh relatif unsur pada tingkat hirarki terhadap setiap

unsur pada tingkat yang lebih tinggi. Dalam konteks ini, unsur pada tingkat

yang lebih tinggi tersebut berfungsi sebagai suatu kriteria disebut sifat

(property). Hasil dari proses pembedaan ini adalah suatu vektor prioritas atau relatif pentingnya elemen terhadap setiap sifat.

Perbandingan berpasangan diulangi lagi untuk semua unsur dalam

tiap tingkat. Langkah terakhir adalah dengan memberi bobot setiap vektor

dengan prioritas sifatnya. Proses perbandingan berpasangan dimulai pada

puncak hirarki (goal) digunakan untuk melakukan pembandingan yang pertama lalu dari level tepat dibawahnya (kriteria), ambil unsur-unsur yang

akan dibandingkan (misalnya ada tiga kriteria, yaitu K1, K2 dan K3).

Susunan unsur-unsur ini pada sebuah matriks seperti pada Tabel 7.

Semua unsur dikelompokkan secara logik dan diperingkatkan secara

konsisten sesuai dengan suatu kriteria logik. Penilaian yang mempunyai

konsistensi tinggi sangat diperlukan dalam persoalan pengambilan keputusan,

agar hasil keputusannya akurat.

Dalam membandingkan antar unsur, tanyakanlah seberapa kuat suatu

Gambar

Tabel 4. Hirarki metrik kinerja rantai pasokan
Gambar 6 mengilustrasikan bahwa ada beberapa hal yang harus
Gambar 7. Strategi dan struktur ORP (Esper et al, 2010)
Tabel 5. Penelitian terdahulu yang relevan
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2) Sesuai dengan Pasal 3 semua masalah-masalah yang berkaitan dengan sertifikat impor dan ekspor atau izin-izin dimana sertifikat-sertifikat atau izin-izin tersebut seperti

20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan menggunakan sistem pembuktian terbalik berimbang, yang mana baik jaksa maupun terdakwa dibebani pembuktian

bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga proses pembelajaran bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Penerapan metode dan penggunaan media yang

Aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran PKn, ditunjukkan dengan persentase peningkatan motivasi belajar melalui hasil observasi aktivitas siswa yaitu, dari siklus

Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kelayakan multimedia interaktif berbasis blended learning yang dikembangkan pada materi larutan elektrolit dan non

Penyakit belang pada tanaman lada pada awalnya diduga disebabkan oleh mikoplasma, namun hasil penelitian di beberapa negara menunjukka n bahwa penyakit ini disebabkan oleh dua

Perubahan tersebut didukung oleh fenomena lingual, terutama segmental berupa (a) pelemahan /i/  [ɪ], seperti bebir /bebir/  [bebɪr] ‘bibir' dalam realisasi fonetis;