HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN
PEMAHAMAN PETANI TERHADAP FUNGSI RADIO KOMUNITAS (Kasus Radio Komunitas Petani Trisna Alami, Desa Kaliagung, Kecamatan
Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I Yogyakarta)
ANIES WAHYU NURMAYANTI I34070020
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
ABSTRACT
ANIES WAHYU NURMAYANTI The Relationship between Communication Behavior and Farmers Understanding of The Community Radio’s Functions (Case: Trisna Alami Community Radio Kaliagung Village, District Sentolo, Kulon Progo Regency, Province D.I Yogyakarta). Supervised by HADIYANTO.
Community radio plays role as advocate of social change at the community level. “Trisna Alami” community radio was one kind of radio-based or sector-specific issues, that was built by a community from the same interests about agricultural issues. Typology of Trisna Alami community radio listeners consist of the selective and a passive listener. Trisna Alami community radio broadcasted agricultural information and entertainment. The functions of community radio are not only as an entertainer and educators, but also as community empowerment. Communication behavior in this research were: interpersonal channels exposure, cosmopoliteness, contact with extension agent, the other mass media exposure, and community radio exposure. The purposes of this research were to investigate and analyze the relationship between communication behaviors and farmers understanding of the community radio’s function. The research was designed by explanatory type. The sample in this research has done by simple random sampling. The total respondents were 40 persons. Respondents was chosen by judgement sampling. Techniques of data collection were using questionnaires, interviews, and observation. The result of this research showed that community radio’s exposure consist of frequency and duration of Trisna Alami Community Radio listened connected with farmer’s understanding the functions of community radio such as: an internal communication, public education and religious facilities, and also public sphere. The indicators of communication behaviors were not all connected with the third function of community radio.
Keywords: community radio, communication behavior, functions of community
RINGKASAN
ANIES WAHYU NURMAYANTI. Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Radio Komunitas (Kasus Radio Komunitas Petani Trisna Alami Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I Yogyakarta). Di bawah bimbingan HADIYANTO.
Seiring perkembangan informasi dan komunikasi massa yang semakin maju pesat, fungsi media massa tidak hanya sebagai media hiburan semata, akan tetapi mampu memberdayakan masyarakat sebagai upaya pengembangan masyarakat. Sejak era reformasi di Indonesia, muncul keinginan, kebutuhan dan keberanian masyarakat untuk mengekspresikan eksistensi dirinya melalui radio komunitas yang menjadi ruang publik warga. Radio komunitas juga dapat menjadi wadah pemberdayaan masyarakat pedesaan untuk bersama-sama berpartisipasi meningkatkan kualitas kesejahteraan anggota komunitas.
Radio Trisna Alami merupakan radio komunitas warga berbasis petani, yang berdiri sejak tahun 2004, dan melakukan siarannya di Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Berdirinya Radio Komunitas Petani ini merupakan kebutuhan bersama untuk menyelenggarakan media penyiaran yang informatif, khususnya siaran pertanian, lingkungan dan kemasyarakatan. Berkat dukungan dan kerjasama dengan Lestari Mandiri (Lesman), Radio Komunitas Petani Trisna Alami tetap mengudara untuk kepentingan masyarakat, khususnya petani. Radio Komunitas Petani Trisna Alami termasuk ke dalam jenis radio berbasis masalah atau sektor tertentu, yaitu radio yang didirikan oleh komunitas yang terikat kepentingan dan minat yang sama serta terorganisasi. Tipologi pendengar Radio Komunitas Petani Trisna Alami termasuk tipe pendengar pasif dan selektif.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas, yaitu sebagai komunikasi internal, sarana pendidikan umum dan agama, serta ruang publik. Penelitian ini didesain sebagai penelitian survai dengan tipe explanatory research. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2011 di Desa Kaliagung. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengambilan sampel acak sederhana. Kemudian dibuatlah daftar nama seluruh anggota kelompok tani pendengar radio komunitas yang terpilih itu. Dari kerangka sampling tersebut, sampel yang akan dipilih dilakukan dengan menggunakan pola pengundian. Pemilihan petani dalam penelitian menggunakan Rumus Slovin sebanyak 40 petani.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data penelitian dianalisis dengan prosedur analisis statistik deskriptif dan pengukuran hubungan menggunakan software SPSS 17.0. Hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas diuji dengan menggunakan prosedur chi square dengan α = 0,05 dan α = 0,1.
HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN
PEMAHAMAN PETANI TERHADAP FUNGSI RADIO KOMUNITAS
(Kasus Radio Komunitas Petani Trisna Alami, Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I Yogyakarta)
Oleh:
ANIES WAHYU NURMAYANTI
I34070020
SKRIPSI
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN PEMAHAMAN PETANI TERHADAP FUNGSI RADIO KOMUNITAS (KASUS RADIO KOMUNITAS PETANI TRISNA ALAMI, DESA KALIAGUNG, KECAMATAN SENTOLO, KABUPATEN KULON PROGO, PROVINSI D.I YOGYAKARTA)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS
ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN BAIK OLEH PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN KECUALI SEBAGAI BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN
PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA
BERSEDIA BERTANGGUNGJAWAB ATAS PERNYATAAN INI.
Bogor, Agustus 2011
Anies Wahyu Nurmayanti
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Anies Wahyu Nurmayanti dilahirkan pada tanggal 08
Juni 1988 di Ponorogo. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari
pasangan Sartomo, M.Si dan Sumarmi Tri Astuti, S.Pd. Penulis memiliki dua adik
laki-laki, yakni Bima Fajar Dwi Handoko dan Candra Sakti Taufiq Effendi.
Pendidikan yang pertama kali ditempuh oleh penulis adalah Taman Kanak-kanak
BA Aisyah pada tahun 1994-1995. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke
Sekolah Dasar Negeri 02 Sidoharjo pada tahun 1995-2001, Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama Negeri 01 Pulung pada tahun 2001-2004, dan Sekolah Menengah
Atas Bakti Ponorogo pada tahun 2004-2007.
Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI (Undangan Saringan Masuk IPB) dan memilih Mayor Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan
formal, penulis pernah mengikuti berbagai macam organisasi, kepanitiaan,
seminar, kursus bahasa asing dan berbagai perlombaan baik di tingkat Sekolah
dan Perguruan Tinggi. Adapun Kursus bahasa Asing yang penulis pernah ikuti,
yakni Kursus Bahasa Inggris di Elite Course. Selain itu juga, penulis pernah
mengikuti kursus bahasa Jerman di Unit Bahasa IPB. Dalam cakupan kegiatan
perlombaan saat sekolah, penulis memperoleh kejuaraan dalam Lomba Penelitian
Ilmiah Remaja Juara II Tingkat Nasional tahun 2006 dan mendapat penghargaan
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bidang Sastra pada tahun 2007. Lomba Artikel
Mahasiswa se-Jabodetabek juara II pada tahun 2008, finalis PIMNAS tahun 2010,
dan juara setara perunggu Poster PKMK PIMNAS tahun 2010 serta lolos didanai
Dikti PKMM pada tahun 2011.
Dalam perjalanan studinya, penulis pernah menjadi Moderator dalam
acara Pelatihan Manajemen Pemasaran dan Produksi Media Cetak yang
diselenggarakan oleh Koran Kampus IPB pada tahun 2010, Narasumber pada
acara Seminar Kreativitas Mahasiswa Agronomi dan Holtikultura IPB tahun 2010,
dan Pemateri Diklat Metodologi Penelitian KIR SMA BAKTI Ponorogo tahun
2010. Hingga saat ini, penulis masih aktif berprofesi sebagai salah satu asisten
Mata Kuliah Komunikasi Kelompok (KPM 212) semester pendek pada tahun
2011.
Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis selain belajar juga aktif dalam
kegiatan kemahasiswaan, yakni sebagai Reporter Koran Kampus IPB 2007-2008,
Redaktur Buletin Koran Kampus 2008-2009, Sekretaris Departemen Eksternal
IAAS 2008-2009, Staf Divisi Jurnalistik Himasiera 2008-2009, Bendahara
OMDA Manggolo Putro 2008-2010, Bendahara IMPEMA IPB 2009-2010,
Anggota IAAS 2010-2011. Selain itu juga, penulis pernah mengikuti kepanitiaan,
yaitu Sie Acara Jurnalistic Fair 2007, Sie Danus IAAS Olympic 2008, Manajer
Reog Goes to Campus 2008, Divisi Acara Be Good Journalistics tahun 2008, Sie
Humas International Scholarship Education and Expo 2009, Staf Humas dan
Danus Masa Perkenalan Departemen KPM tahun 2009, Ketua Panitia IAAS
EXPO 2009, Ketua Pelaksana Seminar Pertanian “Agriculture for Better Future”
2009, Staf Public Relation IAAS Goes to ASEAN and WWF 2009, Sie Acara
CSR Essential tahun 2010, dan Kordinator Humas ECOSYSTEM pada tahun
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
berjudul Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman Petani terhadap
Fungsi Radio Komunitas (Kasus Radio Komunitas Petani Trisna Alami, Desa
Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I
Yogyakarta). Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian yang ditulis dalam skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis: (a) hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman petani
terhadap fungsi radio komunitas sebagai komunikasi internal, (b) hubungan
perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas
sebagai sarana pendidikan umum dan agama, (c) hubungan perilaku komunikasi
dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai ruang publik.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat menghasilkan laporan yang
bermanfaat bagi banyak pihak.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik
karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Hadiyanto, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan,
arahan, saran, dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS sebagai dosen penguji utama atas
kesediaannya untuk menguji dan memberikan saran yang berguna bagi
skripsi ini.
3. Rina Mardiana, SP, M.Si, sebagai dosen penguji dari Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang telah bersedia
meluangkan waktu dan memberikan masukan pada sidang skripsi penulis.
4. Ir. Richard W.E Lumintang, MSEA sebagai dosen pembimbing akademik
yang membantu penulis pada saat mendapat masalah di bidang akademik.
5. Ayahanda tercinta Sartomo, Ibundaku tersayang Sumarmi Tri Astuti, dik
Bima, dan dik Candra yang telah mencurahkan begitu banyak kasih
sayang, perhatian, motivasi dan semangat bagi penulis selama masa
penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk untaian doa yang selalu
dipanjatkan setiap harinya demi kesuksesan hidup penulis.
6. Dr. Agung Pramono, M.Pd yang telah memberikan masukan dan saran
dalam penulisan skripsi dan juga memotivasi penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
7. Hirma Azmawati Azzaqia sebagai teman sebimbingan dan teman diskusi
yang saling memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi.
8. Kak Syaifudin atas saran dan masukannya dalam penulisan skripsi serta
doa dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.
9. Sahabat-sahabat terbaikku, Nyimas Nadya, Nur Ivany, Hendra Purwana,
Alfian Helmi, Citra Muliani, Yunita, Yuvita Amalia, Siti Halimatusadiah,
seperjuangan KPM 44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima
kasih banyak atas kerjasamanya dan dukungannya selama ini.
10.Teman-teman PKM-M The Green Child, Intan Yuliastry, Auliyaul Hafizhoh, Abdul Haris, Yanitha Rahmasari yang selalu memberi motivasi
dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima
kasih banyak atas kebersamaan dan doa kaliyan semua.
11.Kak Andi Fuad Hakim dan mbak Asri Puspita terima kasih atas perhatian,
saran, dan motivasinya yang membangun untuk menyelesaikan skripsi.
12.Pak Giyana, mas Antok, mas Yudi, pak Marlan, mbah Prapto, mas Petruk,
Niken, dan semua kru Radio Komunitas Petani Trisna Alami atas
keramahannya membantu penelitian saya, memberikan informasi
mengenai radio komunitas, dan dukungannya.
13.Mbak Dini, mbak Ica, mbak Maria terima kasih banyak sudah sabar
membuatkan surat izin penelitian dan motivasinya untuk segera
menyelesaikan skripsi.
14.Mbak Dita, Didi, Emi, Dani, Puspa, mbak Herma, dan teman-teman
Wisma Padasuka lainnya yang selalu memberikan semangat dan dukungan
setiap kesulitan yang penulis rasakan. Terima kasih banyak atas
kebersamaan dan doa-doa kalian.
15.Teman-teman OMDA Manggolo Putro yang selalu memberikan doa dan
dukungannya untuk penyelesaian skripsi.
16.Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan
dan kerjasamanya selama ini.
DAFTAR ISI
1.2. Perumusan Masalah Penelitian... 4
1.3. Tujuan Penelitian... 4
1.4. Kegunaan Penelitian... 5
BAB II PENDEKATAN TEORITIS... 6
2.1. Tinjauan Pustaka... 6
2.1.1. Radio Komunitas dan Tipologinya... 6
2.1.2. Fungsi dan Peranan Radio Komunitas... 8
2.1.3. Pengertian Perilaku Komunikasi... 9
2.1.4. Pengertian Pemahaman... 12
2.1.5. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu... 13
2.2. Kerangka Pemikiran... 16
2.3. Hipotesis Penelitian... 18
2.4. Definisi Operasional... 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.... 23
3.1. Desain Penelitian... 23
3.2. Lokasi dan Waktu... 23
3.3. Teknik Pengambilan Sampel... 23
3.4. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data... 24
3.5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 25
3.5.1. Validitas... 25
3.5.2. Reliabilitas Instrumen... 25
3.6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data... 26
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN RADIO KOMUNITAS PETANI TRISNA ALAMI... 28
4.1. Gambaran Umum Desa Kaliagung... 28
4.1.1. Keadaan Geografis... 28
4.1.2. Kependudukan ... 28
4.1.3. Kondisi Sosial... 30
4.1.4. Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan, Perikanan... 31
4.1.5. Potensi Prasarana... 31
4.2. Gambaran Umum Radio Komunitas Petani Trisna Alami... 32
4.2.1. Latar Belakang Pendirian Radio Komunitas... 32
4.2.2. Nama, Semboyan, dan Lokasi... 34
4.2.3. Visi dan Misi... 34
4.2.4. Prinsip Dasar Radio Komunitas Petani... 34
4.2.5. Struktur Organisasi... 34
4.2.6. Fungsi dan Tujuan... 34
4.2.7. Hak, Kewajiban, Tugas, dan Wewenang Anggota... 35
4.2.8. Hak, Kewajiban, Tugas, dan Wewenang Dewan Komunitas... 36
4.2.9. Pelaksana Harian... 36 4.2.10. Waktu Siaran, Format, Persentase Program
Acara, dan Khalayak Sasaran... 37
BAB V
KARAKTERISTIK PETANI DAN KETERLIBATAN DALAM PENYELENGGARAAN RADIO KOMUNITAS PETANI TRISNA ALAMI.... 40 5.1. Karakteristik Petani... 40
5.2. Keterlibatan dalam Penyelenggaraan Radio Komunitas Petani Trisna Alami... 42 5.3. Acara yang Didengarkan... 43 5.4. Perilaku Komunikasi... 45 5.4.1. Keterdedahan Saluran Komunikasi Interpersonal... 45 5.4.2. Kekosmopolitan... 46
5.4.3. Frekuensi Bertemu Penyuluh... 47 5.4.4. Keterdedahan Media Massa Lain... 47 5.4.5. Keterdedahan dengan Radio Komunitas Petani
Trisna Alami... 48 5.5. Pemahaman Petani terhadap Fungsi Radio Komunitas... 49
BAB VI HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN
PEMAHAMAN PETANI TERHADAP FUNGSI RADIO KOMUNITAS... 51 6.1. Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman
Petani terhadap Fungsi Komunikasi Interna... 51 6.1.1. Hubungan Keterdedahan Saluran Komunikasi
Interpersonal dengan Pemahaman Petani terhadap
Fungsi Komunikasi Internal... 52 6.1.2. Hubungan Kekosmopolitan dengan Pemahaman
Petani terhadap Fungsi Komunikasi Internal... 52 6.1.3. Hubungan Frekuensi Bertemu Penyuluh dengan
Pemahaman Petani terhadap Fungsi Komunikasi
Internal... 53 6.1.4. Hubungan Keterdedahan Media Massa dengan
Pemahaman Petani terhadap Fungsi Komunikasi
Internal... 54 6.1.5. HubunganKeterdedahan Radio Komunitas Petani
Trisna Alami dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Komunikasi Internal... 56 6.2. Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman
Petani terhadap Fungsi Sarana Pendidikan Umum dan
Agama... 58 6.2.1. Hubungan Keterdedahan Saluran Komunikasi
Interpersonal dengan Pemahaman Petani terhadap
Fungsi Sarana Pendidikan Umum dan Agama... 59 6.2.2. Hubungan Kekosmopolitan dengan Pemahaman
Petani terhadap Fungsi Sarana Pendidikan Umum
dan Agama... 60 6.2.3. Hubungan Frekuensi Bertemu Penyuluh dengan
Pemahaman Petani terhadap Fungsi Sarana Pendidikan Umum dan Agama... 60 6.2.4. Hubungan Keterdedahan Media Massa dengan
6.2.5. HubunganKeterdedahan Radio Komunitas Petani Trisna Alami dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Sarana Pendidikan Umum dan
Agama... 62
6.3. Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Ruang Publik... 64
6.3.1. Hubungan Keterdedahan Saluran Komunikasi Interpersonal dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Ruang Publik... 65
6.3.2. Hubungan Kekosmopolitan dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Ruang Publik... 65
6.3.3. Hubungan Frekuensi Bertemu Penyuluh dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Ruang Publik... 66
6.3.4. Hubungan Keterdedahan Media Massa dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Ruang Publik... 66
6.3.5. HubunganKeterdedahan Radio Komunitas Petani Trisna Alami dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Ruang Publik... 68
BAB VII PENUTUP... 72
7.1. Kesimpulan... 72
7.2. Saran... 73
DAFTAR PUSTAKA... 75
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Sebaran Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Kaliagung, Tahun 2010... 29 Tabel 4.2 Sebaran Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Kaliagung,
Tahun 2010... 30 Tabel 4.3 Persentase Kategori Acara Radio Komunitas Petani Trisna Alami
Menurut Jam Siaran di Desa Kaliagung, Tahun 2003... 38 Tabel 5.1 Sebaran Karakteristik Petani Menurut Jumlah dan Persentasenya di
Desa Kaliagung, Tahun 2011... 40 Tabel 5.2 Sebaran Keterlibatan Petani dalam Penyelenggaraan Radio
Komunitas Petani Trisna Alami di Desa Kaliagung, Tahun 2011... 42 Tabel 5.3 Sebaran Program Acara Radio Komunitas Petani Trisna Alami yang
Didengakan Petani di Desa Kaliagung, Tahun 2011... 44 Tabel 5.4 Sebaran Peubah Perilaku Komunikasi Menurut Jumlah dan Persentase
di Desa Kaliagung, Tahun 2011... 46 Tabel 5.5 Sebaran Pemahaman Fungsi Radio Komunitas Trisna Alami Menurut
Kategori dan Persentase di Desa Kaliagung, Tahun 2011... 49 Tabel 6.1 Hubungan Peubah Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman Petani
terhadap Fungsi Komunikasi Internal di Desa Kaliagung, Tahun 2011... 51 Tabel 6.2 Hubungan Peubah Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman Petani
terhadap Fungsi Sarana Pendidikan Umum dan Agama di Desa Kaliagung, Tahun 2011... 58 Tabel 6.3 Hubungan Peubah Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman Petani
terhadap Fungsi Ruang Publik di Desa Kaliagung, Tahun 2011... 64
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Sketsa Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon
Progo, Provinsi D.I Yogyakarta, Tahun 2010... 80 Lampiran 2 Bagan Struktur Organisasi Radio Komunitas Petani... 81 Lampiran 3 Jadwal siaran Radio Komunitas Petani Trisna Alami FM,
Tahun 2011... 82 Lampiran 4 Tabel Uji Crosstab Chi Square... 83 Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian... 84
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Bungin (2006) media massa adalah institusi yang berperan
sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan. Dalam menjalankan paradigmanya, media massa berperan sebagai institusi pencerahan
masyarakat (media edukasi). Media massa menjadi media yang setiap saat
mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya, dan menjadi masyarakat
yang maju. Selain itu, media massa menjadi media informasi yang setiap saat
menyampaikan informasi kepada masyarakat serta sebagai media hiburan.
Effendy (2001) menyebutkan siaran radio mulai dimanfaatkan negara-negara
dunia ketiga untuk menyebarkan pesan-pesan pembangunan terutama bidang
pertanian pada dekade 1950-an dan dinilai efektif oleh para ahli komunikasi
terutama setelah dikembangkannya Radio Farm Forum atau yang di Indonesia dikenal dengan Kelompok Pendengar.
Pasal 1 (ayat 9) Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
menyebutkan lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga
penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas
maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas,
fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Lembaga Penyiaran Komunitas sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Pasal 21 (ayat 1) merupakan lembaga
penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas
tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah,
luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya.
Radio komunitas adalah stasiun siaran radio yang dimiliki, dikelola,
diperuntukkan, diinisiatifkan dan didirikan oleh sebuah komunitas. Radio
komunitas juga sering disebut sebagai radio sosial, radio pendidikan, atau radio
alternatif. Intinya, radio komunitas adalah dari, oleh, untuk, dan tentang
tingkat komunitas. Perubahan yang paling mendasar terjadi di tengah-tengah
suasana kebebasan untuk memperoleh dan menyatakan informasi serta pengakuan
negara atas suara rakyat.
Menurut Estrada (2009), peristiwa-peristiwa awal yang telah
mengantarkan radio komunitas menjadi seperti sekarang ini, dimulai 50 tahun
yang lalu di Amerikan Latin. Kemiskinan dan ketidakadilan sosial merupakan
pemicu dari peristiwa tersebut, salah satunya yang terjadi di Bolivia tahun 1947
dan dikenal dengan radio para buruh tambang dan satu lainnya di Kolumbia pada
tahun yang sama, dikenal dengan Radio Sutanteza atau Accion Cultural Popular.
Kelompok-kelompok penekan yang telah memunculkan radio komunitas di
beberapa belahan dunia (seperti buruh tambang, operator radio gelap, misionaris
dan gerakan demokrasi) tidak banyak muncul di Asia. Di wilayah ini,
lembaga-lembaga internasional seperti UNESCO dan para donatur dari luar lainnya lebih
sering mengambil inisiatif untuk menolong munculnya radio komunitas. Pada
beberapa kasus, organisasi penyiaran nasional sendirilah yang memulai pelayanan
radio komunitas.
Di Indonesia pada tahun 2002 terdapat lebih dari 300 radio komunitas
setelah dideklarasikannya Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI).
Radio-radio komunitas tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang sebagian
diantaranya telah mengorganisasikan diri dalam organisasi Jaringan Radio
Komunitas Indonesia (JRKI), Jaringan Independen Radio Komunitas (JIRAK
CELEBES), Forum Radio Kampus Bandung, dan lain-lain. Di dalam organisasi
JRKI terdapat jaringan radio komunitas daerah yaitu JRK Sumatra Barat, JRK
Lampung, JRK Jabotabek dan Banten, JRK Jawa Barat, JRK Jawa Tengah, JRK
Yogyakarta, JRK Jawa Timur, JRK Bali, JRK Lombok, JRK Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Barat, dan JRK Papua. Agenda utama JRKI adalah advokasi
terhadap penyiaran komunitas di Indonesia menuju demokratisasi penyiaran.
Haryanto (2009) menjelaskan beberapa radio komunitas di Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Yogyakarta tampil di kalangan masyarakat petani. Kehadiran
mereka memberikan warna tersendiri, karena sejumlah wilayah dimana radio ini
muncul, adalah wilayah yang memiliki kontur tanah yang berbukit-bukit,
dimana wilayah mereka jauh dari perkotaan, kehadiran radio komunitas menjadi
teman tersendiri bagi pendengarnya untuk mendapatkan hiburan, informasi, serta
sejumlah tips untuk menambah pengetahuan praktis atas masalah pertanian,
peternakan, kesehatan, maupun pendidikan. Dengan peralatan terbatas, sumber
daya pengetahuan yang minim, dan perangkat siar yang ada dapat menyiarkan
informasi-informasi sederhana bagi pendengar. Di samping itu juga, menjadi
sarana berkomunikasi dalam bentuk pengiriman lagu dan pesan lewat penyiar.
Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta (JRKY) dideklarasikan pada bulan
Mei 2002 di gedung rakyat DPRD DIY. Berdirinya JRKY dari solidaritas atas
sebuah keprihatinan dan itikad menaungi bersama persoalan yang dialami oleh
radio komunitas serta untuk menyikapi pertumbuhan radio komunitas di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Salah satu radio komunitas dalam JRKY adalah Radio
Komunitas Petani Trisna Alami. Berdirinya Radio Komunitas Petani Trisna Alami
merupakan kebutuhan bersama untuk menyelenggarakan media penyiaran yang
informatif, khususnya siaran pertanian, lingkungan dan kemasyarakatan. Radio
komunitas ini mulai siaran pada tahun 2004 di Desa Kaliagung, Kecamatan
Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Berkat dukungan dan kerjasama dengan Lestari
Mandiri (Lesman), radio komunitas petani ini tetap mengudara untuk kepentingan
masyarakat, khususnya petani. Lesman adalah lembaga independen
non-pemerintah yang bercita-cita melestarikan kehidupan lingkungan pertanian untuk
mewujudkan kemandirian keluarga tani laki-laki perempuan secara adil terhadap
sesama petani, lingkungan serta pihak-pihak yang terkait dengan petani dan
pertanian. Lesman membantu memfasilitasi pendirian Radio Komunitas Petani
Trisna Alami yang dibentuk oleh Jaringan Petani Kulon Progo (JATIROGO).
Masalah media komunitas, khususnya radio komunitas penting untuk
dikaji di Indonesia karena ada dua faktor yang melatarbelakanginya. Pertama, mayoritas penduduk Indonesia adalah penduduk pedesaan yang umumnya
menempati wilayah relatif miskin dengan kualitas sumber daya manusia rendah
dan potensi yang belum tergali secara optimal. Kedua, media komunitas berasal dari kebutuhan warga, oleh warga, dan untuk warga komunitas sehingga tidak ada
apapun yang belum tentu cocok dengan kondisi dan kebutuhan komunitas
tersebut.
Radio Komunitas Petani Trisna Alami sudah lama berdiri dan mengudara
selama tujuh tahun. Masyarakat pendengar dan penggemar radio komunitas sudah
lama mengenal dan mengetahui keberadaan radio komunitas. Partisipasi petani
dalam penyelenggaraan Radio Komunitas Petani Trisna Alami dapat
meningkatkan pemahaman petani mengenai fungsi radio komunitas yang dapat
dimanfaatkan sebagai medium komunikasi internal, sarana pendidikan umum dan
agama, serta ruang publik di lingkungan komunitas. Oleh karena itu, pemahaman
petani mengenai fungsi radio komunitas sangat penting untuk dikaji. Petani yang
sudah lama dan sering mendengarkan radio komunitas seharusnya mempunyai
tingkat pemahaman yang tinggi mengenai fungsi radio komunitas yang bisa
dimanfaatkan untuk kepentingan komunitas.
1.2. Perumusan Masalah Penelitian
Perumusan masalah penelitian yang dikaji dalam penelitian adalah:
1. Bagaimana hubungan antara perilaku komunikasi dengan pemahaman
petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai komunikasi internal di
lingkungan komunitas?
2. Bagaimana hubungan antara perilaku komunikasi dengan pemahaman
petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai sarana pendidikan
umum dan agama?
3. Bagaimana hubungan antara perilaku komunikasi dengan pemahaman
petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai ruang publik?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis:
1. Hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap
fungsi radio komunitas sebagai komunikasi internal di lingkungan
komunitas,
2. Hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap
3. Hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap
fungsi radio komunitas sebagai ruang publik.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi akademisi, dapat memperkaya kajian komunikasi seputar media
penyiaran komunitas, khususnya dari sudut pandang audiens.
2. Bagi pemerintah, dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam
penentuan kebijakan yang berhubungan dengan media massa berbasis
komunitas.
3. Bagi pengelola radio, dapat memberikan masukan, saran, sekaligus
kritik kepada Radio Komunitas Petani Trisna Alami FM agar dapat
berperan optimal sebagai media penyiaran komunitas bagi masyarakat
atau komunitas.
4. Bagi masyarakat, dapat menambah pengetahuan serta memberikan
gambaran mengenai fungsi-fungsi radio komunitas yang telah
dijalankan oleh Radio Komunitas Petani Trisna Alami.
5. Bagi JRKY, bisa memberikan masukan untuk mengawasi eksistensi
radio komunitas petani di Yogyakarta dan pelatihan pengembangan
kapasitas maupun sosialisasi perizinan.
6. Bagi Lesman, bisa menjadi bahan pertimbangan dalam pendirian dan
pendampingan radio komunitas petani serta memberikan masukan
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Radio Komunitas dan Tipologinya
Servaes (2002) mengatakan bahwa, di banyak negara demokratis, media
penyiaran komunitas telah diakui dalam kebijakan media nasional. Dalam konteks
penyiaran komunitas, untuk radio dikenal istilah popular educational radio (seperti dapat dijumpai di Amerika Latin), rural bush radio (di Afrika), free assosiation radio di beberapa wilayah Eropa. Penyiaran komunitas dengan muatan lokal memberikan nuansa yang riil bagi masyarakat di pelosok dunia.
Radio komunitas merujuk pada stasiun penyiaran radio yang didirikan oleh dan
untuk komunitas tertentu.
Radio komunitas umumnya menggunakan gelombang radio FM atau AM
dengan daya pancar terbatas (very low transmitter) sehingga daerah layanannya juga terbatas. Menurut Masduki (2004) community broadcasting juga didefinisikan sebagai siaran yang diselenggarakan oleh masyarakat tertentu
dengan tujuan tertentu, merujuk pada aspek geografis atau lokalitas. Karakter
dasar dari lembaga penyiaran komunitas adalah hubungan langsung dan intensif
antara lembaga penyiaran dan komunitas, serta adanya partisipasi anggota
komunitas dalam perencanaan program, produksi, pembiayaan, dan dalam
mengevaluasi kinerja lembaga penyiaran.
Asosiasi Dunia Penyiaran Radio Komunitas (AMARC), mengemukakan ciri
radio komunitas adalah: (a) radio yang merespon kebutuhan masyarakat yang
melayani dan memberikan kontribusi untuk pengembangannya secara progresif
pada perubahan sosial, (b) radio yang menawarkan layanan kepada masyarakat
yang dilayaninya atau yang menyiarkan, dan mempromosikan ekspresi dan
partisipasi masyarakat melalui radio. Radio komunitas adalah "jenis penyiaran
yang menanggapi kekhawatiran masyarakat dan merupakan bagian dari
masyarakat". AMARC memfasilitasi akses dan partisipasi dalam organisasi untuk
pengalaman satu sama lainnya. Seluruh gerakan harus diperkuat menjadi sebuah
organisasi payung dengan anggota dari segala macam budaya (Servaes 2002).
Penyelenggaraan penyiaran komunitas, baik televisi maupun radio secara
konstitusi mendapatkan jaminan dari pemerintah. Posisi Undang-Undang
Penyiaran No. 32 Tahun 2002 merupakan pengejawantahan dari berbagai
perundang-undangan yang berkaitan dengan komunikasi dan informasi. Menurut
Rachmiatie (2007), berdasarkan perspektif legal-formal, keberadaan radio
komunitas dan media komunitas lainnya dapat diperinci menurut: (a) pengaturan
frekuensi dan teknologi siaran, (b) kelembagaan atau organisasi, (c) isi siaran,
(d) aspek lainnya, seperti jenis khalayak komunitas dan asosiasi.
Menurut hasil riset Combine Resources Institution (CRI) pada tahun 2002 dikutip Rachmiatie (2007), tipologi radio komunitas khususnya di Indonesia terdiri dari empat bentuk yaitu:
1. Community Based (radio berbasis komunitas): Radio yang didirikan oleh komunitas yang menempati wilayah geografis tertentu sehingga
basisnya adalah komunitas yang menempati suatu daerah dengan
batas-batas tertentu, seperti kecamatan, kelurahan dan desa.
2. Issue or Sector Based (radio berbasis masalah atau sektor tertentu): Radio yang didirikan oleh komunitas yang terikat oleh kepentingan dan
minat yang sama sehingga basisnya adalah komunitas yang terikat oleh
kepentingan-kepentingan yang sama dan terorganisasi, seperti
komunitas petani, buruh, dan nelayan.
3. Personal Initiative Based (radio berbasis inisiatif pribadi): Radio yang didirikan oleh perpetanian karena hobi atau memiliki tujuan lainnya,
seperti hiburan, informasi, dan tetap mengacu pada kepentingan warga
komunitas.
4. Campus Based (radio berbasis kampus): Radio yang didirikan oleh warga kampus perguruan tinggi dengan berbagai tujuan, termasuk
2.1.2. Fungsi dan Peranan Radio Komunitas
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Pasal
4 ayat (1) penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, control, dan perekat
sosial. Media komunitas memiliki kegunaan yang khas sesuai dengan
karakteristik yang dimilikinya. Ishadi (2004) dalam Rachmiatie (2007)
menyatakan fungsi penyiaran komunitas dalam konteks kepentingan warganya
adalah; (1) komunikasi internal di lingkungan komunitas, (2) komunikasi
setempat dengan dunia di luar komunitas, (3) komunikasi warga dengan warga
di luar komunitas, (4) sebagai sarana penggerak inovasi sosial budaya dan
bisnis, (5) sebagai sarana sosial kontrol, dan (6) sebagai sarana pendidikan
umum dan agama.
Fungsi radio komunitas menurut Estrada (2009) antara lain:
a. Mencerminkan dan mendukung identitas, karakter, dan budaya lokal
Radio komunitas menyediakan program yang khusus disesuaikan
dengan identitas dan karakter dari komunitas tersebut. Program sangat
tergantung pada materi lokal.
b. Menciptakan berbagai pendapat dan opini di udara
Radio komunitas melalui keterbukaannya terhadap partisipasi segala
sektor dan masyarakat di suatu komunitas, menciptakan berbagai
pendapat dan opini di udara.
c. Mendorong dialog terbuka dan proses demokratis
Radio komunitas menyediakan satu landasan yang independen untuk
menyelenggarakan diskusi interaktif tentang masalah-masalah dan
keputusan-keputusan yang penting bagi komunitas.
d. Mendukung pembangunan dan perubahan sosial
Radio komunitas memberikan landasan yang sempurna untuk
berlangsungnya diskusi internal dan untuk mencapai persepsi bersama
Radio sebagai bagian dari media massa mempunyai fungsi sebagai ruang
publik. Di ruang terbuka itu bisa ditawarkan ide atau gagasan. Membuka ruang
publik tentu mempunyai konsekuensi. Para penguasa dituntut mampu mengambil
keputusan Berdasarkan informasi yang memadai serta membuat penilaian yang
independen. Hal ini hanya bisa dicapai apabila mereka memiliki informasi yang
faktual dan terpercaya. Arifin (2010) mengatakan bahwa, radio Suara Surabaya
mengajak pejabat birokrasi, instansi swasta, dan pemerintah yang merasa jarang
berhadapan dengan media, untuk bersikap lebih terbuka. Mereka dimotivasi,
diberi kesempatan, dan diajari berkomunikasi dalam kaitan memberi pelayanan
kepada publik. Suara Surabaya memberikan ilmu itu secara cuma-cuma, dimana
masyarakat bisa dengan mudah bertanya sesuatu lewat Suara Surabaya, kemudian
Suara Surabaya menghubungi pihak-pihak yang dimaksud untuk memperoleh
penjelasan secepatnya.
2.1.3. Pengertian Perilaku Komunikasi
Perilaku adalah segala tindakan atau reaksi individu terhadap rangsangan
atau lingkungan. Menurut Rakhmat (2005) ilmu psikologi menjelaskan bahwa
perilaku merupakan hasil interaksi antara faktor personal berupa insting individu
dengan lingkungan psikologinya. Perilaku komunikasi anggota kelompok adalah
respon, tindakan, dan tingkah laku anggota kelompok dalam merespon dan
menghadapi lingkungan sosial dan situasi komunikasi yang ada. Perilaku
komunikasi dapat berarti tindakan atau respon sesepetani terhadap sumber dan
pesan jika dilihat dari model komunikasi linier. Perilaku komunikasi sesepetani
akan menjadi kebiasaan perilaku sesepetani dalam mencari informasi. Menurut
Rogers (2003) perilaku komunikasi dilihat dengan beberapa variabel yaitu;
keterdedahan terhadap saluran komunikasi interpersonal, kekosmopolitan, kontak
dengan agen perubahan, keterdedahan pada media massa, partisipasi sosial, serta
mencari informasi tentang inovasi, pengetahuan, dan kepemimpinan atau
kepemukaan pendapat.
Gould dan Kolb yang dikutip oleh Ichwanudin (1998), berpendapat bahwa
perilaku komunikasi adalah segala aktivitas yang bertujuan untuk mencari dan
informasi kepada pihak manapun yang memerlukan. Perilaku komunikasi pada
dasarnya berorientasi pada tujuan dalam arti perilaku sesepetani pada umumnya
dimotivasi dengan keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu.
Perilaku komunikasi telah diteliti oleh Furbani (2008) berkaitan dengan
informasi awal melalui penggunaan media komunikasi dalam mendukung
keputusan wisata responden sebelum berada di Pulau Lombok. Sumber informasi
berupa tatap muka dan media massa merupakan media komunikasi yang sangat
penting dalam menyampaikan segala macam informasi wisata. Perilaku
komunikasi ini dihubungkan dengan informasi awal terhadap keputusan memilih
obyek wisata dan menentukan masa tinggal.
Tidak ada perbedaan antara perilaku komunikasi yang sangat aktif maupun
kurang aktif karena wisatawan hanya memilih beberapa obyek wisata alam pantai
atau pendakian saja, sedangkan pencarian informasi awal mempunyai hubungan
yang nyata dengan keputusan memilih obyek wisata budaya. Tidak ada hubungan
yang nyata antara perilaku komunikasi dengan keputusan masa tinggal. Perilaku
komunikasi yang aktif pada keputusan menentukan masa tinggal terjadi setelah
adanya penentuan obyek wisata apa yang akan dikunjungi dan pihak agen
perjalanan akan mengatur masa tinggal sesuai dengan pilihan obyek wisata yang
diinginkan wisatawan asing.
Terdapat hubungan yang nyata antara konfirmasi dengan memilih obyek
wisata alam. Konfirmasi yang dilakukan oleh wisatawan seluruhnya berkaitan
dengan penunjang aktivitas wisata dengan menggunakan kombinasi sumber
informasi melalui komunikasi tatap muka dan saluran informasi dalam bentuk
visual yaitu brosur. Konfirmasi memiliki hubungan yang nyata dengan keputusan
memilih obyek wisata seni tradisional dan non tradisional. Terdapat hubungan
yang nyata perilaku komunikasi konfirmasi dengan keputusan memilih masa
tinggal. Perilaku komunikasi wisatawan dengan masa tinggal di bawah satu
minggu menunjukkan perilaku komunikasi konfirmasi kurang aktif dan wisatawan
asing yang memutuskan masa tinggal di atas satu minggu menunjukkan
konfirmasi aktif.
Ichwanudin (1998), perilaku komunikasi yang dicari hubungannya dengan
menyebarkan informasi, keterdedahan terhadap media massa, dan keikutsertaan
anggota pada kegiatan kelompok (kompepar). Semua peubah perilaku komunikasi
anggota kompepar berhubungan nyata dengan pengetahuan mereka mengenai
program Sapta Pesona. Semakin tinggi intensitas mereka dalam mencari dan
menyebarkan informasi secara interpersonal, terdedah media massa baik media
elektronik (televisi, radio) maupun media cetak (surat kabar, majalah, dan brosur),
serta semakin aktif dalam kegiatan kelompok maka semakin tinggi pula
pengetahuan anggota kompepar mengenai program Sapta Pesona, demikian
sebaliknya. Peubah perilaku komunikasi berhubungan nyata dengan persepsi
mereka mengenai program Sapta Pesona, kecuali keikutsertaan dalam kegiatan
kelompok tidak berhubungan nyata. Berbeda halnya dengan penerapan program
Sapta Pesona memiliki hubungan yang nyata dengan semua peubah perilaku
komunikasi. Penerapan unsur-unsur Sapta Pesona oleh peserta kompepar pada
hakekatnya merupakan implementasi mereka terhadap unsur-unsur secara aktual
dan praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Perilaku mendengarkan radio perlu diperhatikan dalam upaya
memanfaatkan radio sebagai media komunikasi pembangunan. Pengetahuan
tentang khalayak akan memungkinkan suatu stasiun radio menyajikan acara siaran
radio secara tepat, baik dalam waktu, bentuk penyajian, dan materi (Quall dan
Brown 1985 dalam Yani 1988), sedangkan Irmawati (2007) menyebutkan perilaku mendengar radio siaran adalah tindakan pendengar dalam mendengar
radio siaran. Perilaku mendengar radio siaran dilihat dari frekuensi dan durasi
mendengar.
Menurut Masduki (2004), dalam interaksinya dengan radio, terdapat enam
macam perilaku umum pendengar, yaitu:
1. rentang konsentrasi dengarnya pendek, karena menyimak radio sambil
mengerjakan berbagai kegiatan lain,
2. perhatiannya dapat cepat teralih oleh petani atau peristiwa di sekitarnya,
karena baginya radio merupakan ‘teman santai’,
3. tidak dapat menyerap informasi banyak dalam sekali dengar, karena
4. lebih tertarik pada hal-hal yang memengaruhi kehidupan mereka secara
langsung, seperti tetangga dan teman,
5. secara mental dan literal (melek huruf) mudah mematikan radio,
6. umumnya pendengar tidak terdeteksi secara konstan, sehingga kita
tidak mengetahui apakah mereka pintar dan tidak fanatik.
Selain itu, menurut Masduki (2004) terdapat empat tipologi pendengar
terhadap acara siaran:
1. Pendengar spontan
Merupakan pendengar yang bersifat kebetulan, tidak berencana
mendengarkan siaran radio atau acara tertentu dan perhatiannya mudah
beralih ke aktivitas lain.
2. Pendengar pasif
Merupakan pendengar yang suka mendengarkan siaran radio untuk
mengisi waktu luang, menghibur diri dan menjadikan radio sebagai
teman biasa.
3. Pendengar selektif
Merupakan pendengar yang mendengar siaran radio pada jam atau
acara tertentu dan menyediakan waktu khusus untuk mendengarkannya.
4. Pendengar aktif
Merupakan pendengar yang secara reguler tidak terbatas mendengarkan
siaran radio dan aktif berinteraksi melalui telepon. Radio menjadi
sahabat utama, tidak hanya pada waktu luang.
2.1.4. Pengertian Pemahaman
Leagans (1978) dalam Witjaksono (1990), banyaknya informasi yang diterima oleh sesepetani belum menjamin petani tersebut dapat mengambil
keputusan untuk melakukan tindakan sesuai dengan informasi itu. Petani akan
memberikan tanggapan terbaik terhadap pesan yang dapat dipercaya, realistis,
relevan, dan dimengerti. Pesan yang belum dimengerti tidak akan disetujui
Pemahaman informasi atau pesan dalam proses komunikasi merupakan
salah satu efek komunikasi massa. Bloom (1956), membedakan istilah
“pengetahuan” dan “pemahaman”, meskipun keduanya termasuk dalam ranah atau
kawasan kognitif. Kawasan kognitif pengetahuan hanya mencakup ingatan akan
hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan, sedangkan kawasan
pemahaman mencakup kemampuan untuk makna bahan yang dipelajari.
Jadi, tahap pemahaman harus didahului oleh tahap pengetahuan.
Pemahaman merupakan proses berfikir dan belajar. Dikatakan demikian
karena untuk menuju arah pemahaman perlu diikuti dengan berfikir dan belajar.
Menurut Purwanto (2000) pemahaman adalah tingkatan pengetahuan yang
mengharapkan sesepetani mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta
yang diketahuinya. Dalam hal ini ia tidak hanya hafal secara verbalitas, tetapi
memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan. Maka,
operasionalnya dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan,
mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi
contoh, memperkirakan, menentukan, dan mengambil keputusan.
Definisi pemahaman menurut Sudojono (1996) dalam Makfiah (2006) adalah kemampuan sesepetani untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah
sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui
tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman merupakan
kemampuan jenjang berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan dan hafalan.
2.1.6. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Sudarman (2009) menunjukkan, kebijakan siaran dalam
penyelenggaraan siaran sepenuhnya dikelola oleh komunitas sesuai dengan
kebutuhan. Pengembangan jaringan kelompok tani melalui media komunitas
petani tidak dapat dilakukan. Faktor utama kegagalan pengembangan Jaringan
Petani Kulon Progo adalah terbatasnya jangkauan siaran. Faktor kedua tidak
adanya perhatian dan koordinasi terhadap keberadaan radio komunitas yang ada.
Ketiga forum komunikasi kelompok tani jaringan tidak berfungsi. Faktor utama
yang lebih dominan kegagalan media sebagai sarana pengembangan jaringan
pengembangan jaringan bukan disebabkan oleh keberadaan Radio Komunitas
Petani Kulon Progo yang berlokasi di Dusun Ngrandu. Namun, pada keaktifan
anggota Jaringan Petani Kulon Progo dalam kegiatan rutin yang berkelanjutan
dari wilayah anggota jaringan di 12 kecamatan se-Kabupaten Kulon Progo pada
usaha gula semut yang telah memperoleh sertifikat organik.
Siaran informasi pertanian Radio Komunitas Petani di Desa Kaliagung
pada umumnya kurang diminati sebagian masyarakat, kecuali pada Dusun
Ngrandu. Program acara yang diminati pendengar Desa Kaliagung sebatas pada
siaran hiburan. Interaksi dan partisipasi anggota kelompok tani dan masyarakat di
dusun ini berjalan sangat baik. Informasi berupa ide dan gagasan serta inovasi
kepada masyarakat diakses lebih cepat. Umpan balik dari pendengar dapat segera
ditindak lanjuti. Pendengar Ngrandu belum bisa menerima sepenuhnya ide dan
inovasi yang disampaikan melalui pesan media dalam sistem pertanian organik,
disebabkan adanya rasa yang kurang bisa dapat diterima terhadap hasil produksi
yang belum bisa memberikan kepastian hasil produksinya. Tahap uji coba ide dan
inovasi dalam pertanian organik ramah lingkungan telah mendapatkan perhatian,
karena hal ini menjadi pengalaman yang berharga bagi petani, namun belum ada
keberanian untuk berbuat lebih. Pesan yang merupakan umpan balik sumber
informasi yang diharapkan dari audience di Dusun Ngrandu telah berfungsi. Umpan balik untuk kepentingan sumber kebijakan program acara siaran sebatas
kebutuhan Dusun Ngrandu. Forum komunikasi kelompok tani Dusun Ngrandu
berjalan sesuai dengan fungsinya, hasil diskusi disiarkan melalui media komunitas
yang merupakan jembatan antar pribadi.
Hakim (2010) menemukan bahwa, jenis program siaran yang dominan
dipakai radio komunitas Suara Kencana adalah jenis infotainment yaitu program siaran yang memadukan antara informasi, berita, musik, dan iklan layanan
masyarakat. Pendengar radio Suara Kencana 80 persen memiliki frekuensi
mendengar tinggi (5 – 7 kali ) per minggu. Sebanyak 50 persen pendengar
mendengarkan radio komunitas Suara Kencana selama dua hingga lima jam per
hari sedangkan 50 persennya lagi mendengarkan dengan durasi enam hingga
Mardianah (2010) menjelaskan beberapa variabel yang diidentifikasi
berhubungan dengan perilaku petani dalam mendengarkan siaran radio yang
menunjukkan hubungan sangat nyata adalah umur, dukungan kelembagaan, isi
siaran, waktu siaran, format acara, gaya kepemimpinan, media interpersonal,
media cetak, dan media televisi. Variabel-variabel tersebut memberikan kontribusi
yang cukup tinggi dalam menciptakan perilaku mendengarkan radio bagi petani
atau dengan kata lain, terjadinya peningkatan dari variabel-variabel tersebut dapat
meningkatkan perilaku petani mendengarkan siaran radio, sedangkan variabel
siaran radio (frekuensi, jumlah, waktu, dan isi siaran) dan penilaian petani
terhadap siaran radio (isi siaran, waktu siaran, format siaran, dan gaya
penyampaian) berkorelasi secara sangat nyata dengan pengetahuan dan sikap
petani. Hal ini berarti peningkatan pengetahuan dan sikap petani dapat dilakukan
dengan menambah frekuensi petani mendengarkan siaran radio, jumlah waktu,
dan pilihan acara pertanian. Demikian pula dengan perbaikan isi siaran,
menyesuaikan waktu siaran dengan waktu yang dimiliki petani, perbaikan format
siaran, dan gaya penyampaian dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap petani
dalam mengelola usahatani padi sawah.
Handayani (2002) menunjukkan keberadaan umur, tingkat pendidikan,
pengalaman bertani, dan luas lahan tidak berarti banyak terhadap pemahaman
petani tentang Kredit Ketahanan Pangan (KKP) kecuali keberadaan status lahan
mempunyai hubungan dengan hak, kewajiban, dan sanksi aturan pelanggaran
dalam KKP. Umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, dan status
lahan tidak berperan banyak dalam pemahaman petani tentang KKP. Dengan
mengikuti perkembangan KKP secara intensif, petani mempunyai kelebihan
pemahaman tentang KKP. Pengecualian dalam perilaku komunikasi ini, dimana
kehadiran rapat anggota kelompok dan kontak dengan sumber informasi tidak
berhubungan dengan pemahaman manfaat KKP. Petani yang sering mencari
informasi KKP, pemahamannya tentang KKP cenderung meningkat akan tetapi
tidak menyebabkan peningkatan pemahaman manfaat KKP. Penggunaan jenis
media (radio, majalah atau brosur) berhubungan dengan pemahaman petani
pemahaman prosedur pengajuan KKP. Petani yang sering menggunakan media,
pemahamannya tentang KKP akan meningkat.
Witjaksono (1990) menunjukkan karakteristik demografik seperti, motivasi,
pendidikan, luas garapan, dan umur responden mempunyai pengaruh terhadap
tingkat pemahaman informasi teknologi Supra Insus yang diterima petani,
sedangkan status lahan, media televisi, dan media radio tidak mempunyai
hubungan yang nyata dengan pemahaman informasi. Media cetak yang
berlangganan mempunyai hubungan yang nyata dengan pemahaman informasi
Supra Insus. Bentuk perilaku komunikasi dalam penelitian adalah kontak
interpersonal responden dengan PPL, kontak interpersonal responden dengan
Kontak Tani, kontak interpersonal responden dengan petani lain, kontak
interpersonal responden dengan pedagang, kehadiran responden dalam pertemuan
kelompok, keterdedahan responden pada siaran televisi, keterdedahan responden
pada siaran radio, dan keterdedahan responden pada siaran media cetak.
Berdasarkan analisis jalur, diantara delapan bentuk perilaku komunikasi tersebut
yang paling besar pengaruhnya pada pemahaman informasi responden tentang
paket teknologi Supra Insus ialah kontak interpersonal responden dengan PPL dan
kehadiran responden dalam kelompok.
2.2. Kerangka Pemikiran
Radio komunitas merupakan media komunikasi baru dalam komunikasi
yang bersifat interaktif, sederhana, dan memiliki kekhasan karena prosesnya
berada diantara komunikasi melalui media massa dan komunikasi antarpersona,
sehingga bisa menjangkau penduduk di pedesaan. Bentuk komunikasi ini
merupakan salah satu langkah dalam upaya menciptakan masyarakat informasi,
juga pemerataan informasi yang sehat dan berkeadilan. Komunitas yang
dimaksudkan adalah komunitas masyarakat pedesaan yang dibatasi pada
pengertian komunitas yang dibentuk dengan batasan geografis tertentu
(Geographical community), dan bukan dalam pengertian komunitas yang terbentuk atas rasa identitas yang sama (Sense of identity) seperti komunitas akademis, komunitas profesi, komunitas hobi, dan sejenisnya. Kerangka berfikir
Keterangan: berhubungan
Gambar 1. Kerangka Berfikir Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Radio Komunitas
Pada penelitian sebelumnya, variabel yang sudah diteliti antara lain:
hubungan terpaan media komunitas dengan kepuasan pendengar, hubungan
perilaku komunikasi dalam mendengarkan radio dengan peningkatan pengetahuan
teknologi budidaya padi sawah, hubungan perilaku komunikasi dengan
pemahaman Kredit Ketahanan Pangan, hubungan perilaku komunikasi dan tingkat
pemahaman informasi anggota kelompok tani tentang paket teknologi Supra
Insus. Hubungan perilaku komunikasi dalam mendengarkan radio komunitas
dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas belum diteliti
sehingga perlu dikaji lebih lanjut.
Perilaku komunikasi merupakan salah satu faktor penting yang
memengaruhi tinggi rendahnya sepetani petani di dalam memahami fungsi radio
komunitas. Perilaku komunikasi yang terdiri dari: keterdedahan dengan saluran
komunikasi interpersonal, kekosmopolitan, frekuensi bertemu dengan penyuluh,
keterdedahan media massa lain, serta keterdedahan dengan Radio Komunitas
Petani Trisna Alami berhubungan dengan pemahaman petani terhadap fungsi
radio komunitas.
Semakin sering dan lama petani mendengarkan siaran radio komunitas,
maka akan meningkatkan pemahamannya terhadap fungsi radio komunitas.
Fungsi radio komunitas dalam konteks kepentingan warganya dalam penelitian ini X. Perilaku Komunikasi
X1. Keterdedahan dengan saluran komunikasi interpersonal
X2. Kekosmopolitan
X3. Frekuensi bertemu dengan penyuluh
X4. Keterdedahan media massa lain X5. Keterdedahan dengan Radio
Komunitas Petani Trisna Alami
Y. Pemahaman terhadap Fungsi Radio Komunitas
Y1. Komunikasi internal di lingkungan komunitas Y2. Sarana pendidikan umum
dan agama
adalah sebagai komunikasi internal di lingkungan komunitas, sebagai sarana
pendidikan umum dan agama, serta sebagai ruang publik. Fungsi radio komunitas
sebagai ruang publik sangat menarik untuk dikaji sebagai media pemberdayaan.
Perilaku komunikasi petani di lingkungan komunitas mempunyai hubungan
dengan fungsi ruang publik. Dimana radio komunitas bisa dimanfaatkan petani
untuk memfasilitasi aktivitas dan tempat untuk bediskusi, mencurahkan keluh
kesah, memberikan saran, berdialog interaktif dengan aparat desa, serta media
pemersatu warga.
2.3. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berfikir, maka disusun hipotesis penelitian sebagai
berikut:
1. Terdapat hubungan yang nyata antara perilaku komunikasi dengan
pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai
komunikasi internal di lingkungan komunitas.
2. Terdapat hubungan yang nyata antara perilaku komunikasi dengan
pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai sarana
pendidikan umum dan agama.
3. Terdapat hubungan yang nyata antara perilaku komunikasi dengan
pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai ruang
publik.
2.4. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian sebagai berikut:
1. Perilaku komunikasi adalah tindakan atau tingkah laku pendengar
dalam mendengarkan radio siaran. Peubah ini dapat diukur dengan
lima indikator, yaitu keterdedahan dengan saluran komunikasi
interpersonal, kekosmopolitan, frekuensi bertemu dengan penyuluh,
keterdedahan media massa, serta keterdedahan dengan Radio
Komunitas Petani Trisna Alami.
1.1. Keterdedahan dengan saluran komunikasi interpersonal adalah
membicarakan masalah radio komunitas atau masalah sosial
lainnya dalam satu minggu terakhir pada saat penelitian
dikategorikan menjadi dua, yaitu:
i. Rendah = (1 – 4 kali)
ii. Tinggi = (5 – 7 kali)
1.2. Kekosmopolitan adalah kemampuan dan keterbukaan petani
dalam menerima dan mencari informasi atau ide-ide baru yang
berhubungan dengan berbagai sumber informasi dari berbagai
hal kehidupannya ataupun mengenai radio komunitas di dalam
maupun di luar sistemnya dalam satu bulan terakhir pada saat
penelitian. Peubah ini diukur dengan frekuensi petani bepergian
ke luar desa untuk mencari informasi mengeni radio komunitas
dikategorikan menjadi dua, yaitu:
i. Lokalit adalah kemampuan petani mencari atau
mendapatkan sumber informasi maupun kepergian mereka
di tingkat RT, RW, dan desa.
ii. Kosmopolit adalah kemampuan petani mencari atau
mendapatkan sumber informasi dari luar sistem maupun
kepergian mereka ke luar desa.
1.3. Frekuensi bertemu dengan penyuluh adalah jumlah (kali) petani
bertemu dengan penyuluh untuk mendapatkan informasi
mengenai pertanian dan atau radio komunitas dikategorikan
menjadi dua, yaitu:
i. Tidak pernah
ii. Pernah = (≥ 1 kali)
1.4. Keterdedahan media massa lain adalah tingkat keterbukaan
petani terhadap media massa seperti radio selain radio
komunitas, koran, dan televisi dalam memperoleh sumber
informasi tentang fungsi radio komunitas pada satu minggu
a. Radio selain radio komunitas
i. Frekuensi mendengarkan radio selain radio komunitas
dikategorikan menjadi dua, yaitu tidak pernah dan pernah
(≥ 1 kali).
ii. Lama mendengarkan radio selain radio komunitas
dikategorikan menjadi dua, yaitu sebentar (< 0,5 jam) dan
lama (0,6 – 1 jam).
b. Koran
i. Frekuensi membaca koran dikategorikan menjadi dua, yaitu
tidak pernah dan pernah (≥ 1 kali).
ii. Lama membaca koran dikategorikan menjadi dua, yaitu
sebentar (< 0,5 jam) dan lama (0,6 – 1 jam).
c. Televisi
i. Frekuensi menonton televisi dikategorikan menjadi dua, yaitu
tidak pernah dan pernah (≥ 1 kali).
ii. Lama menonton televisi dikategorikan menjadi dua, yaitu
sebentar (< 1 jam) dan lama (2 – 3 jam).
1.5. Keterdedahan radio komunitas adalah tingkat keterbukaan
petani terhadap radio komunitas dalam memperoleh sumber
informasi tentang fungsi radio komunitas. Peubah ini dapat
diukur dengan beberapa indikator, yakni frekuensi dan lama
mendengarkan radio komunitas.
a. Frekuensi mendengarkan radio komunitas adalah jumlah (kali) petani mendengarkan radio komunitas dalam satu minggu terakhir pada saat penelitian dikategorikan menjadi dua, yaitu:
i. Rendah = (1 – 3 kali) ii. Tinggi = (4 – 7 kali)
i. Sebentar = (< 2,25 jam)
ii. Lama = (2,26 – 4 jam)
2. Pemahaman terhadap fungsi radio komunitas adalah pernyataan atau
jawaban petani tentang pemahaman terhadap fungsi radio komunitas
yang meliputi komunikasi internal, sarana pendidikan umum dan
agama, serta ruang publik. Peubah ini dapat diukur dengan beberapa
indikator antara lain:
2.1. Fungsi komunikasi internal adalah radio komunitas bisa
dimanfaatkan sebagai media komunikasi internal di lingkungan
komunitas. Fungsi komunikasi internal terdiri dari (1) radio
komunitas bisa dimanfaatkan untuk saling berbagi informasi
sesama petani, (2) untuk memberi pengumuman dari RT atau
RW, (3) untuk memberikan informasi atau pengumuman kepada
warga, dan (4) memberikan informasi, pengumuman, ceramah
kepada warga. Fungsi komunikasi internal dikategorikan
menjadi dua, yaitu:
i. Rendah = ( 1 – 2 pernyataan)
ii. Tinggi = (3 – 4 pernyataan)
2.2. Fungsi sarana pendidikan umum dan agama adalah radio
komunitas bisa dimanfaatkan untuk menyiarkan pendidikan
umum dan agama bagi komunitasnya. Fungsi sarana pendidikan
umum dan agama terdiri dari: (1) radio komunitas bisa
digunakan untuk memberikan informasi penyuluhan pertanian
bagi warga dusun atau desa, (2) memberikan informasi
mengenai kebersihan, (3) memberikan informasi mengenai
keagamaan, (4) memberikan ceramah dan atau siraman rohani
oleh pemuka agama, dan (5) menyiarkan pengajian warga dusun
atau desa. Fungsi sarana pendidikan umum dan agama
dikategorikan menjadi dua, yaitu:
i. Rendah = ( 1 - 3 pernyataan)
2.3. Fungsi ruang publik adalah radio komunitas bisa dimanfaatkan
untuk tempat berdiskusi, menyampaikan saran atau kritik dari
warga. Fungsi ruang publik terdiri dari: (1) radio komunitas bisa
digunakan untuk mencurahkan keluh kesah warga, (2) untuk
memberikan saran atau kritik mengenai kinerja aparat desa, (3)
untuk berdialog interaktif dengan aparat desa, (4) untuk
berdialog interaktif dengan penyuluh, dan (5) untuk kampanye
atau pengenalan calon ketua RT dan RW maupun pak dusun.
Fungsi ruang publik dikategorikan menjadi dua, yaitu:
i. Rendah = ( 0 - 2 pernyataan)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini didesain sebagai penelitian survai dengan tipe explanatory atau confirmatory research. Penelitian explanatory merupakan jenis penelitian yang menyoroti hubungan antar peubah-peubah penelitian dan menguji hipotesa
yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun dan Efendy 2006). Pendekatan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan
didukung data kualitatif seperti catatan lapang dan wawancara mendalam antara
peneliti dengan petani. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi
faktual secara detail tentang hal-hal yang sedang menggejala dan mengidentifikasi
masalah-masalah atau untuk mendapatkan justifikasi keadaan dan
kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan.
3.2. Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2011. Penelitian
ini dilakukan di Dusun Ngrandu dan Dusun Tegawanu, Desa Kaliagung,
Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Pemilihan lokasi dilakukan secara
sengaja (purposive) dengan alasan: (a) lokasi Dusun Ngrandu dan Dusun Tegawanu adalah dusun yang radiusnya dekat dengan stasiun Radio Komunitas
Petani Trisna Alami, (b) penduduk Dusun Ngrandu dan Dusun Tegawanu
sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani.
3.3. Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian adalah anggota kelompok tani pendengar Radio
Komunitas Petani Trisna Alami. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara pengambilan sampel acak sederhana, dimana tiap sampel
yang berukuran sama memiliki suatu kesempatan sama untuk terpilih dari
populasi. Sampling acak sederhana dapat dilakukan setelah kerangka sampling
tani pendengar radio komunitas yang terpilih itu. Dari kerangka sampling tersebut,
sampel yang dipilih dilakukan dengan menggunakan pola pengundian.
Pemilihan petani dalam penelitian ini berdasarkan pertimbangan bahwa
petani merupakan petani pendengar Radio Komunitas Petani Trisna Alami. Cara
menentukan 40 sampel dari 66 populasi dihitung menggunakan Rumus Slovin.
Hasan (2002) menjelaskan rumus Slovin digunakan karena ukuran populasi
diketahui dan asumsi bahwa populasi berdistribusi normal.
Persamaan Slovin: n =
Keterangan:
n = Jumlah Sampel
N = Populasi
E = Batas eror 10%
Untuk memperoleh petani, maka ditentukan kerangka contoh (sampling
frame) ialah Kelompok Tani Mulya dan Kelompok Tani Marsudi Bogo, Desa
Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I Yogyakarta
(Lampiran 1). Petani diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah disusun
Informan pada penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik purposive yaitu memilih petani-petani yang terlibat dalam penyelenggaraan radio komunitas dan
instansi yang berkaitan dengan petani yang dipercaya bisa menjadi sumber data
serta mengetahui masalahnya secara mendalam. Informan dalam penelitian ini
adalah pengelola radio, ketua kelompok tani, tokoh masyarakat, JRKY, dan KPID
Yogyakarta serta Lesman. Informan diwawancarai dengan panduan wawancara
terstruktur yang telah disusun .
3.4. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara melalui
kuesioner untuk mengetahui karakateristik petani, perilaku komunikasi, dan
pemahaman fungsi-fungsi radio komunitas. Data sekunder diperoleh dari Desa
Kaliagung mengenai kependudukan, transportasi, jarak kepusat-pusat informasi,
dan gambaran lokasi penelitian secara keseluruhan, dokumentasi Radio
Komunitas Petani Trisna Alami seperti profil radio, sejarah berdirinya radio,
sumberdaya yang ada, program siaran radio serta regulasi perizinan
penyelenggaraan Radio Komunitas Petani Trisna Alami.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah:
1. Menggunakan kuesioner yang telah diuji reliabilitasnya.
2. Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab secara langsung dengan
petani, guna mendapatkan data yang lebih dapat dipercaya atau belum
terungkap dari kuesioner.
3. Pengamatan/observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung
ke objek penelitian. Cara ini dilakukan untuk menguji kebenaran
jawaban petani pada kuesioner dan wawancara.
3.5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 3.5.1. Validitas
Untuk mencapai validitas instrumen, daftar pertanyaan disusun dengan
jalan:
1. Menyesuaikan dengan apa yang telah pernah dilakukan para peneliti
terdahulu untuk memperoleh data yang sama.
2. Mempertimbangkan teori-teori dan kenyataan yang telah diungkapkan
petani pada berbagai pustaka empiris.
3. Menyesuaikan isi pertanyaan dengan keadaan petani.
4. Memperhatikan nasehat-nasehat para ahli terutama dosen
pembimbing.
3.5.2. Reliabilitas Instrumen
Suatu instrumen pengukuran dikatakan reliabel jika pengukurannya
konsisten dan cermat akurat. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui
konsistensi dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran
kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama (homogen)
diperoleh hasil yang relatif sama.
Arikunto (1993) dalam Muhidin (2009) menjelaskan formula yang dipergunakan untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian adalah Koefisien Alfa (α) dari Cronbach (1951), yaitu:
r11 = ] [1 – ]
Dimana:
Rumus Varians : δ2 = [∑ – ] / N
r11 : reliabilitas instrumen/koefisien alfa
k : banyaknya bulir soal ∑ : jumlah varians bulir
: varians total
N : jumlah petani
Pengujian reliabilitas dilakukan dengan program SPSS for Windows versi 17,0, dengan menggunakan teknik Split-half. Uji kuesioner dilakukan kepada 10 petani pada pertanyaan pemahaman fungsi radio komunitas. Berdasarkan hasil
pengujian terhadap pertanyaan mengenai pemahaman fungsi radio komunitas
terdapat 14 pertanyaan yang reliabel dengan nilai reliabilitas yang diperoleh
adalah 0,935. Sesuai kriteria, nilai ini sudah lebih besar dari 0,444 (r tabel), maka
hasil data hasil angket memiliki tingkat reliabilitas yang baik, atau dengan kata
lain data hasil angket dapat dipercaya. Seluruh pertanyaan yang tidak reliabel
dihilangkan.
3.6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data penelitian dianalisis dengan prosedur analisis statistik deskriptif dan
menggunakan software SPSS 17.0. Statistika deskriptif (nilai tengah, frekuensi distribusi, dan tabulasi silang) digunakan untuk mengelompokkan data
karakteristik petani, perilaku komunikasi, dan pemahaman petani terhadap fungsi
radio komunitas menjadi beberapa kategori disajikan dalam bentuk skala nominal
dan ordinal. Selanjutnya hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman