• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan tingkat efektivitas pelaksanaan metode pembelajaran berdassarkan masalah (problem based instruction) dengan metode didskusi pada pembelajaran sosiologi: penelitian eksperimen qusi di SMA 5 Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan tingkat efektivitas pelaksanaan metode pembelajaran berdassarkan masalah (problem based instruction) dengan metode didskusi pada pembelajaran sosiologi: penelitian eksperimen qusi di SMA 5 Bekasi"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

DISKUSI PADA PEMBELAJARAN SOSIOLOGI

(Penelitian Eksperimen Quasi di SMAN 5 Bekasi)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

ELO HUMAERO

NIM: 1015015000632

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK BAHASA INDONESIA ... i

ABSTRAK BAHASA INGGRIS ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 8

BAB II PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoretik ... 9

1. Pengertian Efektivitas ... 9

2. Hakikat Metode Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) ... 11

a. Pengertian Pengajaran Berdasarkan Masalah ... 11

b. Ciri-Ciri Khusus Pengajaran Berdasarkan Masalah ... 13 c. Landasan Teori dan Berpikir Problem Based Instruction . 15

(3)

Berdasarkan Masalah ... 19

3. Pengertian Metode Diskusi ... 19

4. Hakikat Pembelajaran ... 22

a. Pengertian Pembelajaran ... 22

b. Ciri-Ciri Pembelajaran ... 24

c. Aspek-Aspek Pembelajaran ... 24

d. Tujuan Pembelajaran ... 25

5. Hakikat Hasil Belajar ... 25

6. Hakikat Sosiologi dan Sejarah Perkembangannya ... 27

7. Hakikat Pembelajaran Sosiologi ... 32

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 35

C. Kerangka Berpikir ... 37

D. Pengajuan Hipotesis ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

B. Metode dan Desain Penelitian ... 41

C. Populasi dan Sampel ... 42

1. Populasi ... 42

2. Sampel ... 43

D. Variabel Penelitian ... 43

E. Teknik Pengumpulan Data ... 44

F. Instrumen Penelitian ... 45

G. Teknik Analisis Data ... 49

H. Hipotesis Statistik ... 52

(4)

2. Data Jumlah Tenaga Pendidik dan Kependidikan ... 54

3. Sarana dan Prasarana... 54

4. Data Jumlah Kelas, Rombel dan Siswa... 55

B. Deskripsi Data ... 56

C. Analisis Data ... 62

1. Data Tes Hasil Belajar Siswa ... 62

2. Data Hasil Kuesioner/Angket ... 64

D. Interpretasi Hasil Penelitian ... 66

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 68

B. Saran-Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA... 72

LAMPIRAN

(5)

Tabel. 2 Rancangan Penelitian ... 42

Tabel. 3 Perincian Populasi dan Sampel ... 43

Tabel. 4 KISI-KISI SOAL UJI INSTRUMEN ... 46

Tabel. 5 Data Tenaga Pendidikan dan Kependidikan ... 54

Tabel. 6 Sarana dan Prasarana... 55

Tabel. 7 Data Jumlah Kelas, Rombel dan Siswa Tahun Ajaran 2009/2010 ... 56

Tabel. 8 Nilai Tes Siswa Kelas Eksperimen... 57

Tabel. 9 Nilai Tes Siswa Kelas Kontrol ... 58

Tabel. 10 Statistik Deskritif Kelas Eksperimen ... 58

Tabel. 11 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Hasil Belajar Sosiologi Siswa Kelas Eksperimen... 59

Tabel. 12 Statistik Deskritif Kelas Kontrol ... 60

Tabel. 13 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Hasil Belajar Sosiologi Siswa Kelas Kontrol ... 61

Tabel. 14 Hasil Uji Normalitas Data Tes Hasil Belajar Sosiologi ... 62

Tabel. 15 Hasil Uji Homogenitas Data Tes Hasil Belajar Sosiologi ... 63

Tabel. 16 Hasil Uji Hipotesis Dengan Uji ‘t’ ... 64

Tabel. 17 Hasil Persentase Kuesioner Siswa Terhadap Pengajaran Berdasarkan Masalah ... 65

(6)

  xiii

Gambar 2 Histrogram Distribusi FrekuensiNilai Tes Hasil Belajar

Sosiologi Siswa Kelas Eksperimen ... 59 Gambar 3 Histrogram Distribusi Frekuensi Nilai Tes Hasil Belajar

(7)

Senandung Syukur kepada Allah SWT. Robb yang Maha ghofur atas limpahan karunia dan ni’matnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan baik. Mudah-mudahan ilmu yang penulis peroleh menjadi ilmu yang bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain serta mendapatkan keberkahan dan dapat mengamalkannya. Amin

Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada Mahaguru suri tauladan Manusi, Nabi Muhammad SAW, yang telah mengeluarkan umat manusia dari lembah kebodohan kepada alam Islam yang Rahmatal lil ‘alamin mudah-mudahan kita semua mendapat syafa’at di hari kemudian nanti.

Penulis sadar betul bahwa tak ada yang sempurna di dunia ini, tetapi penulis telah berusaha maksimal untuk mencapai segala kesempurnaan itu. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang ada penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Perbedaan Tingkat Efektivitas Pelaksanaan Metode Pengajaran Berdasarkan Masalah ( Problem Based Instruction)

Dengan Metode Diskusi Pada Pembelajaran Sosiologi di SMA Negeri 5

Bekasi”. Walaupun banyak sekali hambatan-hambatan dalam menyelesaikan skripsi ini, tetapi dengan doa dan semangat yang ada, Alhamdulillah Wasyukrulillah skripsi ini dapat terselesaikan.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari dukungan moril dan materil dari berbagai pihak, baik lingkungan keluarga, masyarakat, pesantren, universitas, fakultas dan program studi. Oleh karena itu yang paling pertama penulis sampaikan dengan sepenuh hati mengucapkan ribuan terimakasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta Ust. Arifin Farid Wajdi dan Siti Saodah, suami tercinta Kanda Mansur, S.Pd yang tiada kata lelah selalu memberikan motivasi baik moril maupun materil dalam

(8)

dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dede Rosyada, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. H. Nurochim, MM selaku Ketua Jurusan dan Bpk. Iwan Purwanto M. Pd selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pendidikan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Drs. H. Syarifulloh, M.Si selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya serta kesabaran dalam membimbing penulis. Jazakallah Khoiron Katsiro

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya Dosen di Jurusan Pendidikan IPS Ka Lu’lu El Maknun, selaku Staf Jurusan Pendidikan IPS.

6. Seluruh Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7. Kepala SMAN 5 Kota Bekasi Dra. Hj. Sri Susanti, MM dan guru Sosiologi Dra. Endang Setyowati.

8. Kakak- Kakakku Tercinta: Ka Wawan dan Ba Sari, Ka. Budi dan Ba Diah, Teh Aas S.Pd dan A’Halim M.A, Teh Wafa S. Pd dan Bang Mamad M.Pd dan Kandaku Ade Sholuhuddin, S.S

9. Ponakanku yang Lucu-lucu: K’Alfin, Dede Riska, Aa Bani, Ba Ida, Sulton, Teteh Zahra, Aa Haidar, Kaka Fika dan Ali yang selalu menghibur dikala sedih.

10.Keluarga Kanda Mansur, S.Pd Terimakasih untuk doa, arahan dan bimbingannya yang sangat berarti bagi penulis.

(9)

viii

teman IPS angkatan 2005, “Thanks for making my life more cheerful”

12.Teman-teman seperjuangan Pondok Pesantren Al- Basyariyah: Vera, Lia, Fitriah, Wiwin, Maya dll.

13.My best friend in home; Dina & Almarhumah Dini Semoga Allah SWT. Mengampuninya dan Menepatkannya di taman dari taman-taman Syurga Allahuma Amin.

14.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung, terimakasih.

Demikian ucapan terimakasih yang tulus penulis sampaikan, mudah-mudahan semua kebaikan dari berbagai pihak tersebut mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT, dan penulis dengan kerendahan hati mengucapkan Jazakumullah Khoiron Katsiro, Wa Jaza Ahsanal Jaza’.

Jakarta, 11 Maret 2010

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 mengatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.1

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, disamping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.

Suatu pendidikan dikatakan baik atau berkualitas jika proses pembelajarannya berlangsung secara menarik dan menantang sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak mungkin melalui proses belajar yang berkelanjutan.

Proses pendidikan yang berkualitas akan membuahkan hasil pendidikan yang

      

1

Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003), Cet. Ke- 2, h. 34  

(11)

berkulitas sehingga demikian akan makin meningkatkan kualitas kehidupan bangsa.

Dalam pendidikan di sekolah, ada alur yang searah dan sebanding antara input pendidikan, proses pembelajaran, dan hasil belajar (output). Porses pembelajaran yang berkualitas adalah proses pembelajaran yang memberi

perubahan atas input menuju output (hasil) yang lebih baik dari sebelumnya. Karenanya, pembenahan yang menyeluruh dan sistematis perlu dilakukan terhadap input, proses, termasuk di dalamnya sistem evaluasi pendidikan, sehingga dapat menjamin terciptanya kualitas hasil yang tinggi dan merata. Dengan kualitas pendidikan yang optimal diharapkan akan diperoleh manusia-manusia berkualitas baik sebagai sumber daya unggul yang dapat menguasai pengetahuan, keterampilan, dan keahlian sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi.

“Di antara sejumlah faktor yang sangat penting dalam mewujudkan sistem pendidikan yang berkualitas dan efesien, guru merupakan ujung tombak (frontier) dalam melaksanakan misi pendidikan di lapangan. Pendidik (guru) adalah sebuah jabatan profesional yang memiliki visi, misi, dan aksi yang khusus sebagai pemeran utama dalam pengembangan manusia sebagai sumber daya”.2

Akan tetapi banyak kritik yang ditujukan pada cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada penguasaan sejumlah informasi atau konsep belaka. Penumpukan informasi atau konsep pada subjek didik dapat saja kurang bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama sekali kalau hal tersebut hanya dikomunikasikan oleh guru kepada subjek didik melalui satu arah seperti menuang air kedalam sebuah gelas. Tidak dapat disangkal, bahwa konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun bukan terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dipahami oleh subjek didik. Pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat

mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara-cara memecahkan masalah. Untuk itu

      

(12)

yang terpenting terjadi belajar yang bermakna dan tidak hanya seperti menuang air dalam gelas pada subjek didik.

Kenyataan di lapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Berbicara mengenai proses pembelajaran dan pengajaran yang sering membuat kita kecewa, apalagi dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi ajar. Walaupun demikian kita menyadari bahwa ada siswa yang mampu memiliki tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, namun kenyataan mereka sering kurang memahami dan mengerti secara mendalam pengetahuan yang bersifat hafalan tersebut (Depdiknas 2002 : 1).3

Pemahaman yang dimaksud ini adalah pemahaman siswa terhadap dasar kualitatif di mana fakta-fakta saling berkaitan dengan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan tersebut dalam situasi baru. Sebagian besar siswa kurang mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan atau diaplikasikan pada situasi baru.

Menurut Arends (1997 : 243) yang di kutip dari buku “Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif” : “It is strange that we expect students to learn yet seldom teach then about learning, we expect student to solve problems yet seldom teach then about problem solving”, yang berati dalam pengajaran guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah.4

Persoalan sekarag adalah bagaimana menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga siswa dapat

menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana guru dapat berkomunikasi baik dengan siswanya. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berfikir yang beragam dari seluruh siswa, sehingga dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dalam kehidupan nyata. Bagaimana sebagai guru

      

3

Trianto, S. Pd., M. Pd, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2007), Cet. Ke- 1, h. 65 

4

(13)

yang baik dan bijaksana mampu menggunakan model pembelajaran yang berkaitan dengan cara memecahkan masalah (problem solving).

Melalui model pembelajaran berdasarkan masalah yang merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan

penyelesaian nyata dari permaslahan yang nyata. Jadi dari contoh permasalahan nyata jika diselesaikan secara nyata, memungkinkan siswa memahami konsep bukan sekedar menghapal konsep.

“Pengajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri”. 5

Meminjam pendapat Bruner yang dikutip dari buku yang berjudul Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik karangan

Trianto, bahwa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Suatu konsekwensi logis, karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah secara mandiri akan memberikan suatu pengalaman konkret, dengan pengalaman tersebut dapat digunakan pula memecahkan masalah-masalah serupa, karena pengalaman itu memberikan makna tersendiri bagi peserta didik.6

Dengan demikian Model Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Intruction) dapat diterapkan pada mata pelajaran apapun yang membutuhkan penyelesaian autentik dari masalah yang dihadapai pada mata pelajaran tersebut. Contohnya seperti mata pelajaran IPA, Matematika, dan Ilmu-ilmu Sosial.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sosiologi kiranya tepat bila menggunakan Model Pengajaran Berdasarkan Masalah (PBI), karena sosiologi merupakan ilmu pengetahuan sosial yang secara teoritis memiliki posisi strategi dalam membahas dan mempelajari masalah-masalah sosial, politik

      

5

Trianto, Model-model…, h. 70  6

(14)

dan budaya yang berkembang dalam masyarakat (realita) dan selalu siap dengan pemikiran kritis dan alternatif menjawab tantangan yang ada. Melihat masa depan masyarakat kita, sosiologi dituntut untuk tanggap terhadap isu globalisasi yang didalamnya mencakup demokratisasi, desentralisasi dan otonomi, penegakan HAM, good govermance (tata kelola pemerintahan yang baik), emansipasi,

kerukunan hidup bermasyarakat, masyarakat yang demokratis dan lain-lain. Sehingga dalam pengajaran ini siswa dapat diarahkan untuk terlibat langsung dalam menyelesaikan masalah nyata yang terjadi di masyarakat.

“Namun disisi lain siswa beranggapan bahwa ilmu-ilmu sosial itu membosankan karena sajiannya bertele-tele dan untuk menguasainya dibutuhkan kemampuan menghafal yang luar biasa. Seteriotip yang kurang mengesankan ini terajut dari impresi sosiologi sebagai produksi masa lampau yang dalam penyajiannya tidak relevan dengan konteks sosial siswa”.7 Ditambah lagi kurangnya kreatifitas dan pegetahuan guru sosiologi pada umumnya dalam mencari dan mengembangkan model pembelajaran yang efektif, sehingga siswa tidak termotivasi dan tidak menyenangi terhadap mata pelajaran tersebut. Hal ini dapat menyebabkan hasil belajar siswa yang kurang maksimal.

Adanya indikasi kegagalan siswa dalam pembelajaran sosiologi mendesak penulis untuk mencari jalan alternatif pemecahan yang boleh ditempuh dalam proses pembelajaran yaitu melalui penerapan Model Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction), sehingga ada harapan bagi guru bahkan siswa sendiri untuk bisa menghengkangkan persepsi negatif tersebut dan diharapkan hasil belajar siswa pada pembelajaran sosiologi dapat lebih baik lagi.

Dengan demikian dari permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, penulis memilih untuk mengadakan penelitian yang berjudul:

“ PERBEDAAN TINGKAT EFEKTIVITAS PELAKSANAAN METODE

PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH (PROBLEM BASED

INSTRUCTION) DENGAN METODE DISKUSI PADA

PEMBELAJARAN SOSIOLOGI DI SMAN 5 BEKASI ”.

      

7

(15)

Alasan penulis memilih judul tersebut sebagai subyek penelitian dalam skripsi ini, antara lain:

1. Pengajaran berdasarkan masalah (Problem Based Instruction) merupakan pembelajaran yang belum banyak digunakan oleh para akademisi di bidang pendidikan sosial khususnya sosiologi.

2. Penulis tertarik untuk mengetahui tingkat efektivitas penerapan pengajaran berdasarkan masalah (Problem Based Instruction) pada pembelajaran sosiologi.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diidentifikasi permasalahan yang menyangkut efektivitas pelaksanaan pengajaran berdasarkan masalah (PBI) terhadap hasil belajar, yaitu :

1. Masih lemahnya sumber daya guru dalam mengaplikasikan sistem pengajaran yang efektif, berkualitas, dan menyenangkan.

2. Kurangnya minat dan motivasi siswa terhadap mata pelajaran Sosiologi.

3. Proses dan pelaksanaan model pengajaran atau pembelajaran yang berlangsung di kelas selama ini masih banyak yang kurang efektif, kurang bermakna, dan masih terkesan konvensional.

4. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan guru dalam memanfaatkan model-model pengajaran baru yang lebih efektif dalam membantu proses pembelajaran.

5. Efektivitas pelaksanaan pengajaran berdasarkan masalah (Problem Based Instruction) pada pembelajaran sosiologi.

6. Faktor-faktor apakah yang menjadi kendala dalam penerapan model pengajaran berdasarkan masalah pada pembelajaran sosiologi.

7. Sejauh mana guru dapat memanfaatkan model pengajaran berdasarkan

(16)

C. Pembatasan Masalah

Agar memudahkan dalam menyusun skripsi dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda, maka permasalahan yang ada dalam skripsi ini dibatasi pada:

1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas X SMA Negeri 5 Bekasi tahun ajaran

2009 / 2010 dengan pokok bahasan prilaku menyimpang dan sikap anti sosial. 2. Penulis akan menganalisis dan membahas mengenai perbedaan tingkat

efektivitas penerapan metode pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Instruction) dengan metode diskusi pada pembelajaran sosiologi.

3. Efektivitasnya dilihat dari perbedaan hasil belajar sosiologi siswa antara hasil belajar sosiologi siswa yang diajar menggunakan pengajaran berdasarkan masalah dengan hasil belajar sosiologi siswa yang tidak diajar menggunakan pengajaran berdasarkan masalah dan hasil respon siswa terhadap pengajaran berdasarkan masalah (kuesioner).

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas maka penulis mencoba merumuskan masalah sebagai berikut:

”Bagaimana perbedaan tingkat efektivitas pelaksanaan metode pengajaran berdasarkan masalah (Problem Based Instruction) dengfan metode diskusi pada pembelajaran sosiologi di SMA 5 Bekasi?”

E. Tujuan Penelitian

(17)

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan masukan:

1. Secara umum bermanfaat kepada pengembang ilmu pengetahuan khususnya dalam dunia pendidikan sosiologi.

2. Secara institusional dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan

program studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(18)

BAB II

PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoretik

1. Pengertian Efektivitas

“Kata efektivitas merupakan kata sifat dari kata “efektif” yang berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), manjur, mujarab atau dapat membawa hasil”.1

“Efektivitas merupakan suatu dimensi tujuan manajemen yang berfokus pada hasil, sasaran, dan target yang diharapkan”.2

“Dalam menajemen kata efektivitas adalah ukuran keberhasilan yang dicapai seseorang atau suatu organisasi atas kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Hasil yang makin mendekati sasaran berarti makin tinggi efektivitasnya.”3

“Menurut Drs. N. A. Ametembun dalam buku yang berjudul “Evaluasi Pengajaran”, kata efektivitas adalah suatu kesanggupan untuk mewujudkan suatu tujuan”.4

      

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, hal. 210 

2

Komariah dan Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), Cet. K-1, h. 28 

3

Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1989), Cet. Ke-1, Jilid 5, h. 12 

4

Ametembun, Evaluasi Pengajaran, (Bandung: SURI, 2000), h. 8  

(19)

Kata Efektivitas bila dikaitkan dengan proses pembelajaran, menurut

Donad P. Kauchak yang dikutip dari jurnal pendidikan mengatakan bahwa, “keefektifan pembelajaran terjadi bila siswa secara aktif dilibatkan dalam mengorganisasikan dan menemukan hubungan-hubungan informasi yang diberikan. Siswa tidak sekedar menerima secara pasif pengetahuan yang

disampaikan oleh guru tetapi mereka dapat memberi tanggapan secara aktif. Hasil aktivitas ini tidak hanya meningkatkan pemahaman dan daya serap siswa pada materi pembelajaran tetapi melibatkan keterampilan berpikir”. 5

”Sedangkan menurut buku yang berjudul Menggagas Pembelajaran Efektif dan Bermakna karangan M. Sobry Sutikno bahwa pembelajaran efektif, ialah suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar keterampilan spesifik, ilmu pengetahuan dan sikap serta yang membuat siswa senang”.6

“Dan untuk menciptakan kelas efektif dengan peningkatan efektivitas proses pembelajaran tidak dapat dilakukan dengan parsial, tapi harus holistik, yang dalam teori Hunt ada 5 bagian penting dalam peningkatan efektivitas pembelajaran, yaitu: perencanaan, komunikasi, pengajaran, pengaturan dan evaluasi. Hunt juga berpendapat bahwa pengajaran itu efektif, jika pembelajaran mengalami berbagai pengalaman baru dan prilakunya menjadi berubah menuju titik akumulasi kompetensi yang di kehendaki”.7

Sehingga dapat dikatakan bahwa kata efektivitas merupakan perinsip pengajaran dalam proses pembelajaran, maka suatu pengajaran yang baik adalah pabila dalam proses itu seorang pendidik menggunakan perencanaan, waktu yang cukup, memudahkan dan menyenangkan siswa dalam proses belajar sekaligus dapat membuahkan hasil (Pencapaian Tujuan Instruksional) secara tepat dan cermat serta optimal. Dan suatu pengajaran dapat dikatakan berjalan dengan baik atau efektif apabila mampu mengubah peserta didik

      

5

Bornok Sinaga, Jurnal…, h. 124   6

M. Sobry Sutikno, Menggagas Pembelajaran Efektif dan Bermakna, (Mataram: NTP Press, 2007), h. 54  

7

(20)

dalam arti luas serta mampu menumbuh kembangkan kesadaran peserta didik untuk belajar, sehingga pengalaman yang diperoleh peserta didik selama terlibat dalam kegiatan belajar mengajar dapat dirasakan manfaatnya secara langsung dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dari perkembangan kepribadiannya.

Ketercapaian tujuan-tujuan pembelajaran yaitu : istimewa/maksimal, baik sekali/optimal, Baik/minimal dan kurang.8 Yang kriterianya adalah sebagai berikut:

a. Istimewa/maksimal : Apabila seluruh (100%) bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.

b. Baik sekali/optimal : Apabila sebagian besar (76%-99%) bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.

c. Baik/minimal : Apabila hanya (60%-75%) bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.

d. Kurang : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan itu kurang dari (60%) dapat dikuasai oleh siswa.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa definisi efektivitas dalam pembelajaran adalah ketercapaian suatu tujuan yang telah direncanakan sebelumbya. Berdasarkan ketercapaian tujuan pembelajaran ini maka kegiatan pembelajaran memiliki tingkat efektivitas yang baik bila dapat mencapai minimal 60% dari tujuan-tujuan pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya.

2. Hakikat Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction)

a. Pengertian Pengajaran Berdasarkan Masalah

“Istilah Pengajaran Berdasarkan Masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris Problem Based Instruction (PBI) dan dilandasi oleh teori

belajar konstruktivis. Pengajaran ini telah dikenal sejak zaman John

      

8

(21)

Dewey.9 Pada pelaksanaan pengajaran berdasarkan masalah guru menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama diantara siswa-siswa”. Dalam pengajaran ini guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan; guru member contoh mengenai penggunaan keterampilan dan

strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa.

Untuk lebih memahami tentang pengajaran berdasarkan masalah (Problem Based Instruction) maka terlebih dahulu mengetahui pengertiannya. Beberapa pandangan tentang pengajaran berdasarkan masalah dari para pakar:

Menurut Dewey yang dikutip dari buku Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, karangan Trianto, S.Pd., M. Pd, belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.10

“Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks”.11

(22)

pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran ini

juga mengacu kepada model pembelajaran yang lain, seperti “pembelajaran berdasarkan proyek (project-based instruction)”, “pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction)”, “belajar otentik (outhentic learning)” dan “pembelajaran bermakna (anchored instruction)”. 12

b. Ciri-Ciri Khusus Pengajaran Berdasarkan Masalah

Menurut Arends yang dikutip dari buku karangan Trianto, berbagai pengembang pengejaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya pengorganisasikan di sekitar prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.

2) Berfokus pada keterkaitan antara disiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada pelajaran tertentu (IPA, Matematika, Ilmu-ilmu Sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah tersebut dari banyak mata pelajaran. Sebagai contoh, masalah

polusi yang dimunculkan dalam pelajaran di teluk Chesapeake mencakup berbagai subjek akademik dan terapan mata pelajaran seperti biologi, ekonomi, sosiologi, pariwisata, dan pemerintahan.

      

12

(23)

3) Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentuk untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masala, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisa informasi, melakukan

eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, model penyelidikan yang dilakukan, bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.13

4) Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat seperti pada pelajaran “Roots and wings”. Produk itu dapat juga berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternative segar terhadap laporan tradisional atau makalah.

5) Kerja-sama. Seperti halnya model pembelajaran kooperatif yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, PBI dicirikan dengan siswa yang bekerja sama satu dengan lainya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir. 14

      

13

Trianto, Mendesain Model…, h. 93-94  14

(24)

c. Landasan Teori dan Berpikir Problem Based Instruction

PBI berlandaskan pada psikologi kognitif. Fokus pengajaran tidak begitu menekankan kepada apa yang sedang dilakukan siswa (perilaku siswa) melainkan kepada apa yang mereka pikirkan (kognisi) pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Oleh karna itu peran utama guru pada

pengajaran berdasarkan masalah adalah membimbing dan memfasilitasi sehingga siswa dapat belajar berfikir dan memecahkan masalah oleh mereka sendiri.15 Berikut ini akan dijelaskan secara singkat mengenai PBI

yang dilandasi oleh tiga pikiran ahli, yaitu sebagai berikut : 1) Jhon Dewey dan Kelas Demokrasi16

Akar intelektual pembelajaran PBI adaah penelitian Jhon

Dewey. Dalam tulisannya yang berjudul Demokrasi dan Pendidikan (1961), Dewey mengemukakan pandangan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan

laboratorium untuk pemecahan masalah yang ada dalam kehidupan nyata. Dewey menganjurkan agar guru member dorongan kepada siswanya terlibat dalam proyek atau tugas-tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalahnya.

Dewey dan sejawatnya seperti Kill Patrick (1918) mengemukakan bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya lebih memiliki manfaat daripada abstrak dan pembelajaran yang memiliki manfaat terbaik dapat dilakukan oleh siswa dalamkelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan proyek yang menarik dan pilihan mereka sendiri.

2) Jean Piaget, Lev Vygotsky dan Konstruktivisme17

Piaget menegaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia di sekitarnya. Rasa ingin tahu ini, menurut Piaget, memotivasi mereka untuk secara aktif

      

15

http:// mediadidik.bliogspot.com/2009/10/pembelajaran-berdasarkan-masalah-pbi.html  16

Ibrahim dan Nur, Pengajaran…, h. 15-16  17

(25)

membangun tampilan pada otak mereka tentang lingkungan yang mereka hayati.

Seperti halnya Piaget, Vigotsky percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang dan ketika mereka berusaha untuk memecahkan

masalah yang dimunculkan oleh pengalaman ini. 3) Bruner dan Pembelajaran Penemuan18

Teori pendukung penting yang dikemukakan oleh Bruner terhadap PBI adalah pembelajaran penemuan. Pembelajaran penemuan adalah suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur/ide kunci dari suatu disiplin imu.

Bruner yakin pentingnya siswa terlibat di dalam pembelajaran dan dia meyakini bahwa pembelajaran yang terjadi sebenarnya melalui penemuan pribadi.

d. Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah

Pengajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5 langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah-langkah pada Tabel dibawah ini.

Tabel. 1

Tabel Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap-1

Orientasi siswa

Pada masalah

Guru menginformasikan tujuan pembelajaran, menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide yang terbuka, mengarahkan siswa pada pertanyaan atau masalah, mendorong siswa mengekpresikan ide-ide secara terbuka.

      

18

(26)

Tahap-2

Mengorganisasi

Siswa untuk

belajar

Guru membantu siswa menemukan konsep berdasarkan masalah, mendorong keterbukaan, proses-proses demokratis dan cara belajar siswa aktif (CBSA), menguji pemahaman siswa atas konsep yang ditemukan.19

Tahap-3

Membimbing

penyelidikan

individual mau

pun kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Tahap-4

Mengembangkan

dan menyajikan

hasil karya.

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Tahap-5

Menganalisis dan

mengevaluasi

proses pemecahan

masalah.

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.20

Menurut Ibrahim, peran guru di dalam kelas yang menggunakan model pengajaran berdasarkan masalah (PBI) antara lain sebagai berikut: 1) Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah

autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari;

2) Memfasilitasi/membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen / percobaan;

3) Memfasilitasi dialog siswa; dan

      

19

Bornok Sinaga, Jurnal…, h. 124  20

(27)

4) Mendukung belajar siswa. 21

e. Tujuan dan Manfaat Pengajaran Berdasarkan Masalah

1) Tujuan

Berdasarkan karakter yang telah di sebutkan sebelumnya,

pembelajaran berdasarkan masalah memiiki tujuan :

a) Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.

b) Belajar peran orang dewasa yang autentik. c) Menjadi pembelajar yang mandiri.22 2) Manfaat

“Seperti yang telah diterangkan sebelumnya pengajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membentu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa mealui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri”.23

“Menurut Sujana manfaat khusus yang diperoleh dari metode

Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek masalah tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya”.24

      

21

Trianto, Model-model…, h. 72  22

Trianto, Mendesain Model…, h. 94-95  23

http://dwijakarya.blogspot.com/2009/01/mengembangkan-model-pembelajaran.html, 22 Januari 2010 

24

(28)

f. Kelebihan dan kekurangan dalam Pengajaran Berdasarkan

Masalah

Selain manfaat, pengajaran berdasarkan masalah memiliki kelebihan dan kekurangan, diantaranya :25

1) Kelebihan Pengajaran Berdasarkan masalah sebagi suatu model

pembelajaran, adalah :

a) Realistik dengan kehidupan siswa. b) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa. c) Memupuk sifat inquiry siswa.

d) Retensi konsep siswa menjadi kuat. e) Memupuk kemampuan Problem Soving.

2) Pengajaran Berdasarkan Masalah juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain :

a) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks. b) Sulitnya mencari problem yang relevan.

c) Sering terjadi miss-konsepsi.

d) Konsumsi waktu, di mana model ini memerlukan waktu yang khusus dalam proses penyelidikan. Sehingga terkadang banyak waktu yang tersita untuk proses tersebut.

3. Pengertian Metode Diskusi

“Metode mengajar konvensional yaitu metode mengajar yang lazim dipakai oleh guru atau sering disebut metode tradisional”.26

“Model pembelajaran tradisional menekankan kepada guru sebagai pusat informasi dan peserta didik sebagai penerima informasi”.27

Berikut ini beberapa metode yang biasa di gunakan dalam pengajaran konvensional:

a. Metode ceramah

      

25

Trianto, Mendesain Model…, h. 96-97  26

 Usman Basyaruddin, Metode Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. Ke-1, h. 33  

27

(29)

b. Metode diskusi c. Metode Tanya jawab d. Metode demonstrasi e. Metode resitasi

f. Metode kerja kelompok

g. Metode sosio-drama dan bermain peran h. Metode karya wisata

i. Metode drill

j. Metode sistim regu28

Adapun metode yang digunakan dalam proses pembelajaran pada penelitian ini adalah metode diskusi.

Dalam proses pembelajaran diskusi merupakan salah satu metode yang digunakan oleh para tenaga pengajar. Seorang pengajar biasanya menggunakan metode ini pada materi pelajaran yang membutuhkan keahlian siswa untuk memecahkan sebuah permasalahan secara bersama-sama. Diskusi mengandung unsur-unsur demokratis dan pada metode ini siswa-siswi diberi kesempatan untuk mengembangkan ide-ide mereka sendiri.

Untuk lebih jelas lagi tentang metode diskusi maka terlebih dahulu mengetahui pengertiannya. Adapaun beberapa pandangan tentang metode diskusi akan diuraikan sebagai berikut.

Menurut Hasibun dalam bukunya mengatakan bahwa diskusi merupakan proses penglihatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara menukar informasi, mempertahankan pendapat atau pemecahan masalah.29

      

28

 Usman Basyaruddin, Metode…, h. 33-34  29

(30)

Kemudian menurut Slameto, mengemukakan bahwa diskusi adalah percakapan yang direncanakan atau dipersiapkan diantara tiga orang siswa atau lebih tentang topic tertentu dengan seorang pemimpin.30

Dari beberapa penjelasan mengenai metode diskusi diatas dapat disimpulkan bahwa metode diskusi adalah proses interaksi secara timbale balik

antara dua arah yang melibatkan dua individu atau lebih, dimana mereka saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah dengan konsep yang telah direncanakan dan dipimpin oleh seorang pemimpin.

Dalam menggunakan metode diskusi tentunya ada langkah-langkah yang harus di perhatikan oleh seorang guru sebagai pembimbing ataupun pelaksana dan murid sebagai pelaksana yang akan terlibat dalam proses diskusi tersebut.

Adapun langkah- langkah dalam menggunakan metode diskusi adalah sebagai berikut31 :

a. Sebelum diskusi (Pre-dicussion)

Pada taraf persiapan ini tugas guru adalah:

1) Memilih dan menetapkan topic atau tema sekurang-kurangnya mengidentifikasi masalah yang merupakan alternative untuk dipilih dan didiskusikan.

2) Mengidentifikasi dan menetapkan satu atau beberapa sumber bahan bacaan atau informasi yang hendak dipelajari oleh siswa, sehingga kalau memasuki arena diskusi diharapkan telah membawa bahan pemikiran.

3) Menetapkan atau menyediakan alternatif komposisi dan struktur komonikasi kelompok diskusi.

4) Menetapkan atau menyediakan alternatif pemimpin diskusi pada guru atau siswa.

b. Selama Berlangsungnya diskusi (During The Meeting) Pada tahap ini menggunakan pola teacher centrality:

      

30

 Slameto, Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Cet. Ke-1, h. 101 

31

(31)

1) Guru berperan sebagai inisiator yaitu mengantarkan dan menampilkan masalah, director yaitu mengarahkan pembicaraan kepada pook permasalahan yang harus dipecahkan, moderator yaitu mengatur lalulintas pembicaraan dan memantulkan kembali permasalahan pada peserta, encaorrager yaitu mendorong dan memberikan semangat

kepada semua siswa untuk memberikan kontribusi dan partisipasi, dan evaluator yaitu menilai kemajuan yang telah dicapai dalam pembicaraan.

2) Siswa berperan sebagai contributor yaiyu memberikan informasi, sumbangan pemikiran dengan bertanya atau dengan menjawab pertanyaan, pembanding atau penyanggah yaitu memberikan pendapat lain yang berbeda atau untuk menunjukkan kelemahan-kelemahan argumentasi orang lain, dan evaluator yaitu menilai seberapa jauh keberhasilan diskusi.

4. Hakikat Pembelajaran

a. Pengertian Pembelajaran

“Secara etimologis kata “Pembelajaran” adalah terjemahan dari bahasa inggris “Instruction”. Kata pembelajaran itu sendiri merupakan perkembangan dari istilah belajar-mengajar atau proses belajar-mengajar yang telah cukup lama digunakan dalam pendidikan formal (sekolah)”.32

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur- unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenega lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Marerial, meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasailitas dan perlengkapan, terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual.juga komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.33

      

32

Sukirman dan Jumhana, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: UPI PRESS, 2006), Cet. Ke-1, h. 3 

33

(32)

“Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi transaksional antara guru dan siswa dimana dalam proses tersebut bersifat timbal balik, proses transaksional juga terjadi antara siswa dengan siswa. Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses

pembelajaran”. 34

Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar. Belajar, mengajar dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi segala hal yang guru lakukan di dalam kelas.

Duffy dan Roeher (1989) mengatakan apa yang dilakukan guru agar proses belajar mengajar berjalan lancar, bermoral dan membuat siswa merasa nyaman merupakan bagian dari aktivitas mengajar, juga secara khusus mencoba dan berusaha untuk mengimplementasikan kurikuum dalam kelas. Sementara itu pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesiona yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum. Jadi pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan yaitu tercapainya tujuan kurikulum.35

Dari definisi yang di ungkapkan di atas, maka dapat dipahami bahwa pembelajaran adalah sebuah proses dimana menciptakan suatu kondisi belajar mengajar yang kondusif meliputi unsur manusiawi, material dan prosedur secara efektif juga interaktif yang dilakukan oleh seorang guru sebagai pengajar dalam mengorganisasikan lingkungan belajar sebaik-baiknya yang ditekankan pada proses belajar siswa.

Dalam proses pembelajaran keberhasilan belajar merupakan tujuan utama yang harus dicapai oleh setiap peserta didik dan harus dirancang

sedemikian baik oleh guru. Dalam hal ini seorang guru dan siswa harus

      

34

Hernawan dan Asra, Belajar dan Pembeajaran SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007), Cet. Ke-1, h. 3 

35

(33)

berusaha semaksimal mungkin agar tujuan tersebut dapat tercapai dengan maksimal.

b. Ciri-Ciri Pembelajaran

Ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran,

ialah:36

1) Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.

2) Kesaling tergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan.

3) Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai.

c. Aspek-Aspek Pembelajaran

Dalam fokus sistem pembelajaran ada tiga aspek yang harus diperhatikan, yaitu:37

1) Siswa

Siswa merupakan faktor yang paling penting sebab tanpa siswa tidak akan ada proses belajar.

2) Proses Belajar

Proses belajar adalah apa saja yang dihayati siswa apabila mereka belajar, bukan apa yang harus dilakukan pendidik untuk mengajarkan materi pelajaran melaikan apa yang akan dilakukan siswa untuk mempelajarinya.

3) Situasi Belajar

Situasi belajar adalah lingkungan tempat terjadinya proses belajar dan

semua faktor yang mempengaruhi siswa atau proses belajar peserta didik, kelas dan interaksi di dalamnya.

      

36

Hamalik, Kurikulu…,h. 65  37

(34)

d. Tujuan Pembelajaran

Tujuan penting dalam rangka sistem pembelajaran, yakni merupakan suatu komponen sistem pembelajaran yang menjadi titik tolak dalam merancang sistem yang efektif. Secara khusus kepentingan itu terletak pada : 38

1) Untuk menilai hasil pembelajaran. Pengajaran dianggap berhasil jika siswa mencapai tujuan yang telah ditentukan.

2) Untuk membimbing siswa belajar. Tujuan-tujuan yang dirumuskan secara tepat berdayaguna sebagai acuan, arahan, pedoman bagi siswa dalam melakukan kegiatan belajar.

3) Untuk merancang sistem pembelajaran. Tujuan-tujuan itu menjadi dasar dan kriteria dalam upaya guru memilih materi pelajaran, menentukan kegiatan belajar mengajar, memilih alat dan sumber, serta merancang prosedur penilaian.

4) Untuk melakukan komunikasi dengan guru-guru lainnya dalam meningkatkan proses pembelajaran.

5) Untuk melakukan kontrol terhadap pelaksanaan dan keberhasilan program pembelajaran.

5. Hakikat Hasil Belajar

Dalam proses belajar keberhasilan belajar merupakan tujuan utama yang harus dicapai oleh setiap peserta didik. Dalam hal ini seorang guru dan siswa harus berusaha semaksimal mungkin agar tujuan tersebut dapat tercapai dengan maksimal.

Ditinjau dari tujuan pembelajaran yang telah dijelaskan di atas, bahwasanya salah satu tujuan penting dalam rangka sistem pembelajaran adalah untuk menilai hasil pembelajaran (hasil belajar mengajar). Maksudnya pengajaran dianggap berhasil jika siswa mencapai tujuan yang telah ditentukan.

      

38

(35)

“Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensi atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari prilakunya, baik prilaku dalam bentuk penguasaan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik”.39

“Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu”.40

“Hasil belajar adalah perubahan prilaku siswa akibat belajar. Perubahan prilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif maupun sikomotorik”.41

“Menurut Kunandar hasil belajar adalah kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar”.42

“Sedangkan menurut Dr. Nana Sudjana hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku dalam hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotoris”.43

Dengan demikian untuk mencapai hasil belajar ada faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu yang bersumber dari dalam diri manusia yang belajar, yang disebut sebagai faktor internal dan faktor yang bersumber dari luardiri manusia yang belajar, yang disebut faktor Eksternal. Adapun penjabarannya sebagai berikut:

      

39

Nana, Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. Ke- 4, h. 102 

40

  Baso, Intang, Sappaile, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Pengaruh Metode Mengajar dan Ragam Tes, Edisi Khusus, 2006, h. 3 

41

Purwanto, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Pengaruh Konsekuensi Prilaku dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar, no. 069, Tahun Ke- 13, 2007, h. 1028  

42

Kunandar, Guru Profesional, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 229  43

(36)

a. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia yangb belajar (faktor internal) dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni faktor biologis: usia, kematangan dan kesehatan. Dan faktor psikologis: kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar.

b. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar (faktor

eksternal) dapat diklasifikasikan menjadi dua juga, yakni faktor manusia (human) dan faktor non manusia seperti alam, benda, hewan dan lingkungan fisik.44

6. Hakikat Sosiologi dan Sejarah Perkembangannya

Istilah sosiologi di munculkan oleh sarjana Prancis bernama Aguste Comte. Secara etimologinya, sosiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu

socius yang berarti kawan atau hidup bersama atau masyarakat (setelah diperluas) dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Berdasarkan hal tersebut, maka sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hidup dan kehidupan masyarakat. Dari kata socius

ini dibentuklah kata sifat sosial yang artinya “Serba Berjiwa”, terbuka untuk orang lain dan untuk umum. Sedangkan lawan dari sosial atau kelompok adalah individu yang artinya serba tertutup bagi orang lain.45

Sosiologi sering diartikan sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat, namun pengertian ini jangan dipahami secara sempit. Masyarakat memiliki ruang lingkup yang sangat luas dan kompleks.

“Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat masyarakat, prilaku masyarakat, dan perkembangan masyarakat. Sosiologi merupakan cabang Ilmu Sosial yang mempelajari masyarakat dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia”.46

Berikut ini adalah definisi-definisi sosiologi yang dikemukakan oleh beberapa ahli atau pakar sosiologi:

      

44

Suharsimin Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1990), Cet ke-1, h. 21 

45

Darsono Wisadirana, Sosiologi Pedesaan, (Malang: UMM Press, 2004), Cet. Ke-1, h. 9-10 

46

(37)

a. Emile Durkheim

Sosiologi ialah suatu ilmu yang mempelajari fakta sosial, yaitu cara bertindak, berpikir, dan berperasaan, yang berada di luar individu, dan memiliki kekuatan memaksa yang mengendalikannya.47

b. Pitirim Sorokin

Sosiogi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbale balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.

c. Roucek dan Warren

Sosilogi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.

d. William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf

Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.

e. J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers

Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.

f. Selo Sumarjan dan Soelaeman Soemardi

Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial. 48

g. Max Weber

Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.

h. Paul B. Horton

Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.

      

47

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI,2000), h. 21  48

(38)

i. Soejono Sukamto

Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.

j. William Kornblum

Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan prilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.

k. Allan Jhonson

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan prilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.49

l. Hasan Shadily

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki tenaga kekuatan yang menguasai kehidupan itu.

m. Sukanto

Sosiologi adalah ilmu sosial yang kategoris, murni, abstrak, berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasiona empiris dan bersifat umum.50

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pola-pola hubungan dalam masyarakat baik secara formal maupun material dan baik secara statis maupun dinamis yang didalamnya terdapat struktur-struktur sosial dan

proses-proses perubahan termasuk perubahan sosial. Apabila sosiologi ditelaah dari sudut sifat hakikatnya, maka akan

dijumpai beberapa petunjuk yang akan dapat membantu untuk menetapkan

      

49

http://id.wikipedia.org/wiki/Ruanglingkup_Sosiologi, 30 Oktober 2009.   50

(39)

ilmu pengetahuan macam apakah sosiologi itu. Menurut Soejono Soekanto sifat-sifat hakikat sosiologi ialah : 51

Sosiologi adalah ilmu pengetahuan sosial bukan ilmu pengetahuan alam ataupun imu pengetahuan kerohanian.

a. Sosiologi bukan merupakan disiplin yang normatif akan tetapi adalah suatu

disiplin yang kategoris, artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini bukan mengenai apa yang terjadi atau seharusnya terjadi. b. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan murni (Pure science) dan bukan

merupakan ilmu pengetahuan terapan (Applied science).

c. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan ilmu yang kongkrit.

d. Sosiologi bertujuan untuk menghaasilkan pengertian-pengartian dan pola-pola umum.

e. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional.

f. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum dan bukan ilmu pengetahuan khusus.

Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai sejarah perkembangannya masing-masing, begitu juga dengan Sosiologi. Berikut ini akan di paparkan secara singkat perjalanan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan sosiologi dari abad ke abad.

“Kelahiran dan perkembangan sosiologi tidak lepas dari setting sosial yang melatar belakanginya dan sekaligus merupakan basis masalah pokoknya. Revolusi politik Prancis (1789), revolusi industry yang berlangsung sepanjang Abad ke-19 dan munculnya kapitalisme merupakan faktor yang paling besar perannya dalam perkembangan (teori-teori) sosiologi”.52

Perkembangan sosiologi dari abad ke abad : 53 a. Perkembangan pada abad pencerahan

      

51

Soerjono Soekanto, Sosiologi…, h. 21-24  52

http://agsasman 3yk.wordpress.com/2009/10/12/memahami-keteraturan-sosial-melalui-pembelajaran-sosiologi/22 Januari 2010 

53

(40)

Banyak ilmuan-ilmuan besar pada zaman dahulu, seperti Soekrates, Plato, dan Aristoteles beranggapan bahwa manusia terbentuk begitu saja. Tanpa ada yang bisa mencegah, masyarakat mengalami perkembangan dan kemunduran.

Berkembangnya ilmu pengetahuan di abad pencerahan (sekitar abad

ke-17 M), turut berpengaruh terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat ciri-ciri ilmiah mulai tampak di abad ini. Para ahi zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal budi manusia.

b. Pengaruh perubahan yang terjadi di abad pencerahan

Perubahan-perubahan besar di abad pencerahan, twerus berkembang secara revolusioner sepanjang abad ke-18 M. Dengan cepat struktur masyarakat lama berganti dengan struktur yang lebih baru. Hal ini terlihat dengan jelas, terutama dale revolusi Amerika, revolusi industry, dan revousi Prancis. Gejolak-gejolak yang diakibatkan oleh ketiga revolusi ini terasa pengaruhnya di seuruh dunia. Para imuan tergugah, mereka mulai menyadari pentingnya menganalisis perubahan daam masyarakat.

c. Gejolak abad revolusi

Perubahan yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangsawan dan kaum Rohaniawan yang semula bergelimangan harta dan kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang semula berkuasa penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang ditetapkan. Banyak kerajaan-kerajaan di Eropa yang jatuh dan terpecah.

Revolusi Prancis berhasil mengubah struktur masyarakat feudal ke masyarakat yang bebas. Gejolak abad revolusi itu mulai menggugah para ilmuan pada pemikiaran bahwa perubahan masyarakat harus dapat

(41)

Perubahan drastis yang terjadi semasa abad revolusi menguatkan padangan betapa perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan besar dalam masyarakat. Artinya :

1) Perubahan masyarakat bukan merupakan nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan dapat diketahui penyebab dan akibatnya.

2) Harus di cari metode ilmiah yang jelas agar dapat menjadi alat bantu untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat dengan bukti-bukti yang kuat serta masuk akal.

3) Dengan metode ilmiah yang tepat (penelitian berulang kali, penjelasan yang teliti, dan perumusan teori berdasarkan pembuktian), perubahan masyarakat sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga krisis sosial yang parah dapat dicegah.

d. Kelahiran sosiologi modern

Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada. Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain-lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat puntak terelajkan.

Perubahan masyarakat itu menggugahkan para ilmuwan sosial untuk berfikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern.

7. Hakikat Pembelajaran Sosiologi

Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar

(42)

berjalan lancar, bermoral dan membuat siswa merasa nyaman merupakan bagian dari aktivitas mengajar, juga secara khusus mencoba dan berusaha untuk mengimplementasikan kurikulum dalam kelas. Sementara itu pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan

kurikulum.54

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inti dari proses pembelajaran adalah kegiatan belajar peserta didik dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Pembelajaran sebagai sebuah proses penyampaian pengetahuan kepada peserta didik harus benar-benar diperhatiakan oleh guru misalnya dalam menggunakan pendekatan, model, dan strategi pengajaran, agar standar kompetensi yang telah ditentukan dapat dicapai oleh siswa setelah mereka melewati proses pembelajaran.

Dalam kedudukannya sebagai sebuah disiplin ilmu sosial yang sudah relatif lama berkembang dilingkungan akademik, secara teoritis sosilogi memiliki posisi strategis dalam membahas dan mempelajari masalah-masalah sosial-politik dan budaya yang berkembang di masyarakat dan selalu siap dengan pemikiran kritis dan alternatif menjawab tantangan yang ada.

Sosiologi ditinjau dari sifatnya digolongkan sebagai ilmu pengetahuan murni (pure science) bukan ilmu pengetahuan terapan (applied science). Sosiologi dimaksudkan untuk memberikan kompetensi kepada peserta didik dalam memahami konsep-konsep sosiologi seperti sosialisasi, kelompok sosial, struktur sosial, lembaga sosial, perubahan sosia dan konflik sampai pada terciptanya integrasi sosial.

Pembelajaran sosiologi dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan pemahaman fenomena kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran mencakup konsep-konsep dasar, pendekatan, metode dan teknik analisis

dalam pengkajian berbagai fenomena dan permasalahan yang ditemui dalam kehidupan nyata di masyarakat. Mata pelajaran Sosiologi diberikan pada

      

54

Htt://rakasmuda.com/nem/media-info/artikel-artikel/37-umum/56-hakekat-belajar, 22Januari 2010

(43)

tingkat pendidikan dasar sebagai bagian integral dari IPS, sedangkan pada tingkat pendidikan menengah di berikan sebagai mata pelajaran tersendiri.55

Dalam dokumen Kurikulum 2004 tentang Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sosiologi SMA dan MA Departemen Pendidikan Nasional, dikemukakan bahwa ada sejumlah persoalan yang dihadapi guru dan siswa

dalam pembelajaran sosiologi antara lain sebagai berikut:56

a. Terlalu menekankan kemampuan kognitif, khususnya kemampuan mengingat/menghafal yang dalam prakteknya akan mematikan kreatifitas anak.

b. Metode pengajaran lebih menekankan proses deduktif dari pada proses induktif.

c. Isi atau substansinya terlalu “tinggi”, terlalu teoretis, abstrak, dan terkesan mencakup terlalu banyak hal.

d. Kurang memberi ruang bagi guru dalam mengembangkan materi untuk pendalaman terhadap komponen-komponen yang dianggap perlu.

e. Kurang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan materi lokal sehingga muncul kesan bahwa belajar Sosiologi bukan belajar tentang kenyataan hidup sehari-hari melainkan belajar sesuatu yang sangat asing bagi siswa.

f. Banyak materi Sosiologi yang tumpang-tindih dengan Antropologi. Hal ini makin menambah kebingungan guru-guru yang tidak memiliki dasar pengetahuan antropologi dan sosiologi yang memadai.

g. Metode pembelajaran sangat monoton yang didominasi oleh ceramah satu arah, guru memperlakukan setiap aspek dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) sebagai satuan-satuan yang berdiri sendiri dan terpisah dari pokok bahasan induknya, padahal sesungguhnya sosiologi setiap pokok bahasan dan topik yang dibahas merupakan suatu sistem yang

masing-masing aspeknya saling terkait.

      

55

PERMENDIKNAS No. 22 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR, h.545 

56

(44)

Persoalan yang telah diuraikan tersebut memperkuat alasan untuk melakukan pembaruan dalam pembelajaran sosiologi bagi para praktisi pendidikan khususnya pendidik atau guru agar lebih meningkatkan kualitas pembelajaran sosiologi.

Adapun fungsi dan tujuan pembelajaran sosiologi:57

a. Fungsi

Pengajaran Sosiologi di Sekolah Menengah berfungsi untuk meningkatkan kemampuan siswa mengaktualisasikan potensi-potensi diri mereka dalam mengambil dan mengungkapkan status dan peran masing-masing dalam kehidupan sosial dan budaya yang terus mengalami perubahan.

b. Tujuan

Tujuan pengajaran sosiologi di Sekolah Menengah pada dasarnya mencakup dua sasaran yang bersifat kognitif dan bersifat praktis. Secara kognitif pengajaran sosiologi dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dasar Sosiologi agar siswa mampu memahami dan menelaah secara rasional komponen-komponen dari individu, kebudayaan dan masyarakat sebagai suatu sistem. Sementara itu sasaran yang bersifat praktis dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan sikap dan prilaku siswa yang rasiona dan kritis dalam menghadapi kemajemukan masyarakat, kebudayaan, situasi sosial serta berbagai masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Untuk menghindari adanya duplikasi dari hasil penelitian serta untuk mengetahui arti pentingnya penelitian yang akan dilakukan, maka diperlukan dokumentasi dan kajian atas hasil penelitian yang pernah ada pada persoalan yang hampir sama. Dalam penelitian ini, yang akan dijadikan sebagai tinjauan pustaka

adalah hasil-hasil penelitian yang dilakukan tentang efektivitas, pengajaran berdasarkan masalah dan pembelajaran sosiologi.

      

57

(45)

Sepanjang pengetahuan peneliti, secara khusus penelitian yang mengkaji tentang efektivitas pelaksanaan pengajaran berdasarkan masalah (problem based instruction) pada pembelajaran sosiologi di SMAN 5 Bekasi, belum pernah dilakukan. Namun demikian, penelitian yang terkait dengan efektivitas dan pengajaran berdasarkan masalah telah banyak dilakukan, diantaranya sebagai

berikut:

1. Jurnal Pendidikan: penelitian dari Bornok Sinaga yang berjudul tentang, “Efektivitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) Pada Kelas I SMU Dengan Bahan Kajian Fungsi Kuadrat”. Studi Eksperimen pada Siswa Kelas 1 SMU Negeri 3 Ambon. Penelitian tersebut berupaya untuk mengetahui keefektivan penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah pada poko bahasan Fungsi kuadrat terhadap hasil belajar, aktivitas siswa dan guru, keterampilan guru dan respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran. Adapun hasil penelitiannya menunjukan bahwa dari ke 4 komponen tersebut ada satu komponen yaitu hasil belajar yang tidak memenuhi kriteria pencapaian efektivitas yang telah ditetapkan.58

2. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan: penelitian dari Nurhayati Abbas yang berjudul tentang, “Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) Dalam Pembelajaran Matematika di SMU”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: perbandingan hasil belajar yang mengunakan pembelajaran berdasarkan masalah dengan pembelajaran konvensional, keefektifan model pembelajaran berdasarkan masalah dalam mengajarkan aturan sinus dan aturan cosines. Adapun hasil penelitiannya menunjukan bahwa hasil belajar yang menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah lebih baik dari pembelajaran konvensional dan pembelajaran berdasarkan masalah tidak efektif dalam pengajaran aturan sinus dan cosines.59

      

58

Bornok Sinaga, Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan, “Efektivitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) Pada Kelas I SMU Dengan Bahan Kajian Fungsi Kuadrat”, 2004, h. 122-132. 

59

Gambar

Gambar 2 Histrogram Distribusi FrekuensiNilai Tes Hasil Belajar
Tabel Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah
Tabel. 2 Rancangan Penelitian
Tabel. 3 Perincian Populasi dan Sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Pemeriksaan fisik sanitasi restoran/rumah makan dilaksanakan pada 418 Restoran/Rumah Makan yang diperiksa, dengan hasil yang tidak memenuhi syarat sebanyak 119

Menurut fungsi, bentuk, ukuran dan susunan sel-sel epidermis tidaklah sama atau berbeda pada berbagai jenis tumbuhan, demikian juga dengan bentuk atau tipe stomata (Fahn

benih yang dirancang. Lingkup kegiatan penelitian meliputi aktivitas-aktivitas untuk menjawab dan menyelesaikan permasalahan yang telah diidentifikasi dan dirumuskan. Secara

Selaku pengelola Bank Sampah yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian dan pengambilan data di Bank Sampah Green Life Center, Bank Sampah Mapan dan Bank

positif terhadap meningkatnya jumlah keluhan pelanggan yaitu terdapat pada dimensi kehandalan ( Reliability) khususnya pada atribut X16 (Ketepatan waktu pengiriman

Hukum adat masyarakat adat Melayu dikota Medan merujuk pada syariat Islam, sehingga dalam akibat hukum dari pelaksanaan pengangkatan anak berdasarkan pada syariat

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian tindakan pada siklus I

Dari hasil analisis pe- nanganan simpang dengan penerapan lampu lalu lintas bersinyal metode MKJI 1997 diatas menunjukan bahwa Simpang Tugu Baron Surakarta Berdasarkan nilai