Bandung, Jawa Barat
Hp : 085721014122
Email : marpaungnina@gmail.com
Curriculum Vitae
1.
DATA PRIBADI
Nama Nina Karina Marpaung
Tempat,Tanggal Lahir Merauke, 13 November 1988 Jenis Kelamin Perempuan
Warga Negara Indonesia
Agama Kristen Protestan
Status Belum Menikah
Alamat Tubagus Ismail XV No. 01
Bandung, Jawa Barat No. Handphone 085721014122
2.
PENDIDIKAN FORMAL
2007 - 2013 Strata-1 (S1) Teknik Arsitektur
Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung 2004 - 2007 SMA Negeri 1 Merauke, Papua
Bidang Studi IPA
2001 - 2001 SMP Negeri 1 Merauke, Papua
3.
KURSUS/PELATIHAN YANG PERNAH DIIKUTI
05 Sepetember 2007 Pelatihan Autocad/3DMax(Pelatihan UNIKOM)
07 September 2007 Architecture Harmonious With Nature (Seminar UNIKOM)
16 September 2008 Save Our Environment (Seminar UNIKOM)
16 Oktober 2010 A Day With Legends:Architect’s Tale (Studium Generale ITB)
08 Januari 2011 Linux Desktop, Virtualization & VoIP (Seminar UNIKOM)
4.
PENGALAMAN BEKERJA
2010 (Selama 1 Bulan)16 Agustus-27 September
Kerja Praktek I
PT. Panorama Graha Asri (PGA), Bandung 2011 (Selama 2 Bulan)
Oktober-Desember
Kerja Praktek II
- Menguasai pemodelan 3D (SketchUp)
ARSITEKTUR SEBAGAI PENANDA
LAPORAN PERANCANGAN AR 38313 S – STUDIO TUGAS AKHIR
SEMESTER XI TAHUN 2012/2013
Sebagai Persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Teknik Arsitektur
Oleh :
Nina Karina Marpaung
104 07 020
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTERNINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 ii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kasih dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul
“Sekolah Menengah Tunanetra Bandung”.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari masih terdapat
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan
pengetahuan dan kemampuan di masa yang akan datang.
Penyelesain Laporan Tugas Akhir ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih dan
memberikan penghargaan kepada:
1. Dr. Salmon Priaji Martana, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Arsitektur UNIKOM, sekaligus Dosen Wali yang telah memberikan
dorongan, bantuan, dan petuahnya.
2. Dhini Dewiyanti Tantarto, Ir., M.T., selaku Dosen Koordinator Studio Tugas Akhir, atas dorongan dan bantuannya.
3. Rahy R. Sukardi, Ir., M.T., selaku Dosen Pembimbing dimana dengan penuh perhatian, kesabaran, dan ketelitian telah meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan selama proses
tugas akhir berlangsung.
4. Seluruh dosen pengajar yang telah memberikan ilmu–ilmunya selama mengikuti jenjang perkuliahan.
5. Papa (Mula Marpaung), Mama (Anni Perangin-angin), Abang Pia, Kak Lola, Dedek Anggi, Tulang Ben, Bro Inton, dan semua keluarga besar Marpaung & Perangin-angin tercinta atas segala pengorbanan, kasih sayang, dukungan moril dan materil yang tak terhingga, serta
kepercayaan yang telah diberikan. Realy love you, may God always bless you..
6. Teman–teman seperjuangan, senasib, sepenanggungan, angkatan 2007,
Uty, Fajar, Ubek, Mangge, Kiki, Muda, Opik, Irwan, Ade, Jhon, Nopel,
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 iii 7. Teman-teman, Uni, Ferda, Kak Anto, dan orang-orang terdekat yang
selalu memberikan semangat dalam mengerjakan tugas akhir ini.
8. Putri Fathia Khumaira, yang selalu ada, memberikan waktu, tenaga, dan pemikirannya, untuk terus menyemangati.. selamanya kita ya ti’..
9. Adik-adik Tingkatyang selalu “mengganggu” kesunyian di ruang TA atas doa dan semangatnya.
10.Terakhir, kepada Semua Adik-adik Tunanetra, khususnya jenjang SMP dan SMA, ini buat kalian, jangan pernah menyerah, terus berjuang, terus
mencari ilmu demi meraih cita-cita kalian, nothing is impossible! Tuhan memberkati.
Harapan penulis kiranya laporan ini bisa bermanfaat bagi semuanya. Amin.
Bandung, Februari 2013
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 iv
DAFTAR TABEL & BAGAN ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ... 3
1.2.1 Maksud ... 3
1.2.2 Tujuan ... 4
1.3 Masalah Perancangan ... 4
1.4 Pendekatan ... 4
1.5 Lingkup atau Batasan ... 5
1.6 Kerangka Berpikir ... 6
1.7 Sistematika Laporan ... 6
II. DESKRIPSI PROYEK ... 8
2.1 Umum ... 8
2.2 Program Kegiatan ... 9
2.3 Kebutuhan Ruang ... 9
2.4 Studi Banding Proyek Sejenis ... 12
III. ELABORASI TEMA ... 15
3.1 Pengertian ... 15
3.2 Interpretasi Tema ... 15
VI. ANALISIS ... 17
4.1 Analisis Fungsional ... 17
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 v
4.1.2 Program Ruang ... 17
4.1.3 Analisis Kegiatan ... 20
4.1.4 Analisis Pengguna ... 20
4.2 Analisis Kondisi Lingkungan ... 21
4.2.1 Lokasi ... 21
4.2.2 Analisa Kebisingan dan Vegetasi ... 22
4.2.3 Analisa Topografi dan Kondisi Lahan ... 23
4.2.4 Analisa Lalu Lintas dan Sirkulasi ... 23
4.3 Kesimpulan ... 24
V. KONSEP PERANCANGAN ... 25
5.1 Konsep Dasar ... 25
5.2.5 Hierarki Ruang ... 28
5.2.6 Sirkulasi ... 28
5.2.7 Parkir ... 29
5.2.8 Tata Hijau ... 29
5.3 Konsep Bangunan ... 30
5.3.1 Bentuk ... 30
5.3.2 Fungsi ... 31
5.3.3 Sirkulasi ... 31
5.3.4 Struktur dan Konstruksi ... 32
5.3.5 Bahan ... 32
5.3.6 Utilitas ... 33
5.3.7 Pencegahan Bahaya Kebakaran ... 34
5.3.8 Pentahapan Pembangunan ... 35
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 vi
VI. HASIL RANCANGAN ... 36
6.1 Peta Situasi ... 36
5.2 Gambar-gambar Perancangan ... 36
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 44
DAFTAR PUSTAKA
Ching, D. K. Francis (1991), Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Susunannya, Jakarta: Erlangga.
Ami (2000), Pusat Pelatihan Keterampilan Bagi Tunanetra di Cisarua Kabupaten Bandung, Bandung: ITB.
Halim, D (2005), Psikologi Arsitektur, Jakarta: Grasindo.
Syafrini, Reni (1983), Sekolah Luar Biasa Cacat Netra di Jakarta, Bandung: ITB.
Satria, Bunga Krisnaharel (2006), Pusat Pembinaan Tunanetra, Bandung: UNIKOM.
http://asnugroho.wordpress.com/2002/12/21/rehabilitasi-tuna-netra-di-jepang-survey-penelitian-dan-kemungkinan-aplikasinya-di-indonesia/, diakses pada tanggal 16 September 2012, pada jam 09.46 WIB.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195106011979031-DIDI_TARSIDI/Makalah%26Artikel_Tarsidi_PLB/Simposium_YPWG.pdf, diakses pada tanggal 16 September 2012, pada jam 09.52 WIB.
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan investasi yang besar bagi sebuah bangsa. Namun, di
Indonesia pendidikan masih merupakan sebuah kebutuhan yang sebagian besar
hanya dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. Padahal, masyarakat yang
tergolong menengah ke bawah lebih besar jumlahnya. Hal ini tentunya membuat
sebuah dampak besar bagi kehidupan pendidikan di bangsa kita. Begitu banyak
anak-anak yang putus dan tidak bersekolah karena tidak adanya biaya yang
mencukupi. Selain itu, kurangnya pendidikan yang layak bagi setiap warga negara
juga merupakan salah satu penyebab kurangnya kualitas pendidikan di negara ini.
Pendidikan yang layak bagi setiap warga negara, seharusnya didasari atas setiap
kebutuhan pendidikan yang disesuaikan untuk setiap warga negara. Kebutuhan ini
tentunya berbeda sesuai dengan keadaan mental maupun fisik setiap warga negara.
Bagi warga negara yang memiliki keadaan mental ataupun fisik yang cacat,
pemerintah menggolongkannya ke dalam Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), yang
juga mempunyai sekolah khusus, yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB).
Hal ini tentunya bertujuan bukan untuk mendiskriminasikan ABK, namun,
semata-mata untuk mengoptimalkan pendidikan serta layanan pemerintah terhadap ABK,
sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Selain itu, tujuan pemerintah
memberikan pendidikan khusus bagi mereka adalah dalam rangka pemenuhan hak
mereka sebagai Warga Negara Indonesia (WNI), serta memandirikan dan
memberdayakan ABK.
Hak-hak ini juga tertuang dalam beberapa undang-undang di bawah ini.
a. UUD 1945 (amandemen)
Pasal 31
Ayat (1) : “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.”
Ayat (2) :“Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
peme-rintah wajib membiayainya.”
b. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 5
Ayat (1) : “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 2
Pasal 32
Ayat (1) : “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
memilki tingkat kesulitan dalam proses pembelajaran karena kelainan
fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa.”
Bab XII – Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pasal 45
Ayat (1) : “Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana
dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan
inte-lektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.”
Anak dengan gangguan penglihatan yang lebih akrab disebut sebagai anak
tunanetra, merupakan bagian dari ABK. Pengertian tunanetra tidak saja pada
seseorang yang buta, tetapi mencakup juga seseorang yang mampu melihat tetapi
terbatas dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari. Jadi,
pengertian tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya tidak berfungsi
sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang
awas. Walaupun begitu, anak tunanetra tetaplah sebagai anak-anak bangsa yang
merupakan penerus cita-cita bangsa. Anak penyandang tunanetra tetap harus
diperhatikan dan diperlakukan dengan tepat agar bisa berkembang dengan optimal.
Perkembangan kognitif, motorik, sosial, emosional, dan kepribadian anak
penyan-dang tunanetra bisa berkembang secara optimal jika diberikan stimulus yang tepat
dan diberikan sejak dini.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini terdapat sekitar
197.080 penyandang tunanetra di Indonesia. Dari total penyandang cacat tersebut,
hanya sekitar 1% atau 2.046 orang saja yang belajar pada pendidikan terpadu dan
SLB. Adapun usaha penanganan yang dilakukan oleh pemerintah untuk pemenuhan
akan adanya fasilitas khusus bagi penyandang tunanetra yaitu dalam bentuk
Sekolah Luar Biasa Bagian A (SLB A), Panti Sosial Bina Netra (PSBN), dan fasilitas
pendidikan terpadu lainnya baik formal maupun informal. Namun, berdasarkan data
statistik yang ada, sekitar 195 ribu penyandang tunanetra tidak belajar pada
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 3
fasilitas yang tersedia bagi penyandang tunanetra di Indonesia untuk mengenyam
pendidikan formal maupun informal. Padahal pendidikan ini diperlukan untuk kelak
mereka dapat berkontribusi dalam masyarakat demi kesejahteraan hidup mereka
khususnya dan orang lain pada umumnya.
Jumlah Sekolah Luar Biasa khusus tunanetra (SLB A) di Kota Bandung hanya
satu buah, yaitu SLB A Wiyata Guna yang terdapat di Jl.Pajajaran No.52 dengan
jumlah murid pada saat ini yaitu 96 orang. Selain jumlah yang sangat sedikit, dari
hasil studi banding mengenai fasilitas, diakui masih terdapat kekurangan terutama
dari segi aksesibilitas, kenyamanan, dan aspek-aspek arsitektural lainnya yang
merespon perilaku tunanetra. Padahal dengan keterbatasan yang mereka miliki
tentu sangat berdampak pada pemenuhan fasilitas dan perancangan arsitektural
khusus yang menunjang aktivitas akademis mereka. Hal inilah yang dirasakan
kurang menjadi perhatian bagi perancangan sebuah kompleks pendidikan bagi
siswa tunanetra.
Berdasarkan pertimbangan kebutuhan dan keinginan untuk menciptakan
sebuah fasilitas pendidikan yang ideal yang nantinya juga dapat lebih memandirikan
dan memberdayakan para siswa dengan keterbatasan penglihatan yang dimiliki,
maka perancang ingin merancang, sebuah kawasan yang menampung kebutuhan
mereka dalam bidang pendidikan, bagi anak/remaja tunanetra usia sekolah
menengah yang ada di seluruh Indonesia pada umumnya, dan Bandung pada
khususnya.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Proses perancangan ini, bermaksud untuk mewadahi kebutuhan pendidikan khusus berupa sebuah kawasan sekolah luar biasa bagi anak/remaja tunanetra yaitu usia kurang lebih 12 (dua belas) sampai 17 (tujuh belas) tahun, dengan fasilitas-fasilitas pendukungnya, yang mengacu pada
pemanfaatan elemen-elemen arsitektural terhadap perilaku dan karakteristik
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 4
1.2.2 Tujuan
1. Memfasilitasi pendidikan khusus kepada siswa tunanetra, seperti ruang
-ruang yang responsif terhadap kegiatan yang akan ditampung, serta karakter dan perilaku penyandang tunanetra dengan lengkap, nyaman, dan aman, guna pencapaian pendidikan khusus yang berkualitas.
2. Membuat kawasan sekolah khusus yang akan melatih mereka menjadi
lebih mandiri dan aktif, dengan indera lain yang mereka miliki, melalui elemen-elemen arsitektural yang dihadirkan.
3. Tercapainya pengurangan angka anak-anak tunanetra yang belum
bersekolah yang ada di Bandung khususnya, dan Indonesia pada umumnya.
1.3 Masalah Perancangan
Penentuan kriteria penanda pada kawasan sekolah, dengan
memanfaatkan indera-indera lain yang berfungsi, seperti indera peraba,
pembau, perasa, pendengaran.
Kebutuhan tapak dengan karakteristik khusus bagi anak/remaja tunanetra yang sangat peka terhadap bising.
Penataan sirkulasi manusia dan kendaraan, dalam maupun luar
bangunan, antara pengunjung dan pengguna (umum, siswa sekolah,
pengajar dan pengelola) yang perlu dipertimbangkan dengan baik agar
memberikan kenyamanan bagi siswa tunanetra.
Penataan orientasi dan mobilisasi bagi siswa tunanetra menuju zona umum, zona sekolah, dan zona hunian, serta setiap fungsi yang berada di
dalam tapak, dengan penanda-penanda arsitektural maupun non spatial
lainnya.
1.4 Pendekatan
Studi lapangan terhadap lahan proyek mencakup kondisi sekitar lahan, studi lingkungan fisik, bangunan dan suasana yang ada di sekitar lahan.
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 5
Studi literatur mengenai kegiatan sekolah menengah tunanetra.
Pengumpulan syarat–syarat dasar bangunan bagi bangunan dengan pengguna berkebutuhan khusus, anak/remaja tunanetra.
Mencari, mengamati, serta menganalisa variabel–variabel yang akan memengaruhi perencanan dan perancangan bangunan sekolah khusus
ini, meliputi perilaku dan karakteristik tentang anak/remaja tunanetra,serta
lingkungan eksistingnya.
Studi lapangan terhadap bangunan Sekolah Luar Biasa A (SLB A tunanetra) yang ada di Bandung.
Pengumpulan data, yang dilakukan dengan beberapa cara, berikut. a. Mengelompokkan variabel–variabel
Mengelompokkan variabel–variabel, seperti perilaku dan aktivitas atau
kegiatan para siswa, pengajar dan pengelola, serta pengunjung sekolah
luar biasa, dan apa saja yang menjadi kebutuhan dari para pengguna.
b. Studi Analisa
Dengan menganalisa hasil dari survey lapangan, studi literatur, dan
stu-di banstu-ding untuk stu-dijastu-dikan sebagai acuan proses desain dan proses
perancangan.
Proses Desain
Merupakan penjabaran dari semua proses di atas secara visual dan grafis
ke dalam bentuk gambar sketsa yang dicerminkan dan diterapkan pada
desain bangunan yang nyaman sesuai dengan karakteristik dari
anak/remaja tunanetra secara arsitektural.
1.5 Lingkup atau Batasan
Adapun lingkup perancangan dalam Sekolah Menengah Tunanetra Bandung
ini adalah :
1. Membuat kawasan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) Luar Biasa untuk siswa tunanetra.
2. Koneksitas antara fungsi hunian (asrama), sekolah, dan publik (umum),
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 6
3. Membuat penanda bagi siswa tunanetra dalam kawasan sekolah, baik
yang arsitektural (seperti pada elemen lantai, dinding, dan atap), maupun
non spatial (seperti melalui suara air, gesekan dedaunan, dan aroma wangi bunga), sebagai respon akan karakteristik mereka, serta
pemanfaatan indera lain yang dimiliki.
1.6 Kerangka Berpikir
1.7 Sistematika Laporan
Sebagai penjelasan strukturisasi, penulis dalam membuat laporan terlebih
dahulu membuat sistematika pembahasan, sebagai berikut.
Bagan 1 Kerangka Berpikir
TEMA Kasus/Judul
SEKOLAH MENENGAH LUAR BIASA TUNANETRA
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 7
BAB I. PENDAHULUAN
Pada Bab I, memuat tentang latar belakang, maksud dan tujuan, masalah
perancangan, pendekatan, lingkup dan batasan, kerangka berpikir dalam
perancangan Sekolah Menengah Tunanetra Bandung serta sistematika dari
laporan tugas akhir.
BAB II. DESKRIPSI PROYEK DAN ANALISIS
Pada Bab II, memuat penjelasan mengenai proyek secara umum, program
kegiatan, kebutuhan ruang, dan studi banding terhadap proyek sejenis.
BAB III. ELABORASI TEMA
Pada Bab III, memuat tentang pengertian tema, hubungan tema dengan
rancangan proyek yang dikerjakan yaitu menyangkut fungsi dan bentuknya
(interpretasi tema), serta studi banding terhadap kasus yang sejenis.
BAB IV. ANALISA
Pada Bab IV, memuat tentang analisa fungsi bangunan dan analisa terhadap
kondisi lingkungan.
BAB V. KONSEP RANCANGAN
Pada Bab V, memuat proses perencanaan dan perancangan bangunan mulai
dari konsep dasar, rencana tapak (landscape), rencana fungsi bangunan utama
dan fungsi fasilitas pendukung serta penyelesaian ruang luar dan sistem
utilitasnya baik bangunan maupun landscape.
BAB VI. HASIL RANCANGAN
Pada Bab VI, memuat produk-produk hasil perancangan(desain) Sekolah
Memengah Tunanetra Bandung, seperti site plan, block plan, bentukan 3D massa dan tapak bangunan, 3D suasana, baik interior maupun eksterior
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 8
II. DESKRIPSI PROYEK
2.1Umum
a. Lokasi : Jalan Badan Keamanan Rakyat (BKR)
b. Luas Lahan : 2.8 Ha
i. Sumber Dana :Pemerintah
j. Kelengkapan Fasilitas : Fasilitas Pendidikan (Sekolah), Hunian (Asrama),
Kesehatan (Klinik mata, umum, dan gigi),
Peribadatan (Mushola dan Kapel).
Secara umum, karakter lingkungan yang dibutuhkan bagi fungsi sejenis ialah,
seperti lingkungan yang tidak terlalu padat, tidak terlalu bising, dan luasan lahan
yang cukup luas dengan topografi yang landai/datar. Hal inilah yang menjadi
pertimbangan perancang dalam melakukan pemilihan lokasi.
L
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 9 sekolah menengah (baik SMP dan SMA) untuk beraktivitas. Kegiatan Menghuni Asrama
Mewadahi kegiatan menghuni asrama, bagi seluruh siswa SMP dan SMA, baik perempuan maupun laki-laki.
Kegiatan Berobat di Klinik
Mewadahi kebutuhan para siswa maupun umum, untuk berobat, baik untuk kesehatan umum, gigi, dan mata.
Kegiatan Pelatihan
Menyediakan wadah ekstrakulikuler yang ditujukan kepada siswa maupun tunanetra lain, sebagai bentuk pembinaan dan pemberdayaan.
Kegiatan Beribadah
Menyediakan fasilitas beribadah seperti mushola dan kapel, sebagai suatu kelengkapan fasilitas kawasan sekolah ini.
Bagan 2 Program Kegiatan
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 10 Bagan 4 Pola Aktivitas Pengunjung
Bagan 5 Pola Aktivitas Pengajar
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 11
Kebutuhan Ruang
1. Ruang kelas
2. Aula
3. Ruang Orientasi dan Mobilitas
4. Klinik Medis/Asesmen
5. Ruang Konsultasi/R Bimbingan dan Konseling
6. Ruang Tata usaha
7. Ruang Kepala sekolah dan Wakil/Ruang Tamu
8. Ruang Rapat/Sidang/Pertemuan khusus
9. Ruang Guru, staf ahli
10. Ruang Osis, UKS
11. Ruang Keterampilan
12. Tempat Bermain/Berolahraga
Bagan 7 Pola Aktivitas Kendaraan
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 12
13. WC Murid Putra/Putri, Guru dan Staf
14. Ruang Perpustakaan
15. Ruang Lab. IPA
16. Ruang Braillo/Komputer
17. Asrama Putra/Putri /Ruang Tamu
18. Rumah Kepala sekolah/Wakil Kepala Sekolah/Guru
19. Rumah Penjaga Sekolah
20. Gedung Olahraga.
2.4 Studi Banding Proyek Sejenis
SLB A Wiyata Guna, Bandung
SLB A Wiyata Guna merupakan bagian dari kompleks Yayasan
Penyantun Wiyata Guna. Kompleks ini terdiri dari SLB A dan Panti Sosial Bina
Netra (PSBN) Wiyata Guna. SLB A berada di bawah pembinaan Departemen
Pendidikan Nasional, sedangkan PSBN merupakan panti binaan Departemen
sosial. Dalam hal penyelenggaraan pendidikan, SLB A dan PSBN memiliki
struktur kepengurusan sendiri. Namun, siswa-siswa SLB A yang berasal dari
luar daerah sebagian besar bertempat tinggal di asrama dalam kompleks PSBN
Wiyata Guna.
Gambar 2.2 PSBN dan SLB N A Wiyataguna Bandung
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 13
Aspek Aksesibilitas sudah diterapkan pada kompleks Wiyata Guna
dengan adanya jalur khusus pedestrian yang menggunakan jalur pengarah
bagi tunanetra.
Untuk merespon keterbatasan penglihatan siswanya, perancangan
detail arsitektural seperti bukaan jendela sudah dipertimbangkan keamanannya
dengan tidak membuat bukaan yang membahayakan siswa.
Selain itu, pada bagian dinding yang sering disentuh siswa ketika menyusuri
koridor, digunakan keramik agar dinding tidak mudah kotor.
Gambar 2.3 Paving Pengarah pada Wiyataguna Sumber: Data Pribadi
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 14
Untuk outdoor, lapangan olahraga dibedakan dengan tanah kosong, dan lapangan upacara dengan rumput hijau.
Beberapa fasilitas yang terdapat dalam kawasan SLB tunanetra ini
antara lain :
1. Asrama (Putra dan Putri)
2. Perpustakaan Braile
3. Tempat Peribadatan
4. Dapur Umum
5. Ruang Pelatihan
6. Auditorium
7. Klinik
Gambar 2.5 Lapangan SLB N A Wiyataguna Sumber: Data Pribadi
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 15
III. ELABORASI TEMA
3.1Pengertian
Tema yang diambil yaitu “Arsitektur sebagai Penanda ”.
Sesuai dengan tema di atas, penanda bagi tunanetra di sekolah ini dihadirkan
secara arsitektural. Penanda dibuat berdasarkan penginderaan lain yang berfungsi
baik bagi penyandang tunanetra, yang dapat diterjemahkan secara arsitektural,
sehingga lebih memudahkan penggunanya dalam hal kemandirian untuk
beraktivitas.
Media penanda tersebut ialah seperti pada lantai, dinding, dan atap, yaitu
dengan membedakan jenis material bahan, tekstur, atau bentuk yang digunakan
pada setiap ruang, sebagai penanda non visual bagi para penyandang tunanetra.
Selain itu, dihadirkan pula penanda lain (non spatial) seperti suara air,
gesekan dedaunan, dan sebagainya, yang menambah dan memperkuat tanda yang
dimaksudkan.
3.2Interpretasi Tema
Beberapa cara membuat penanda arsitektural non visual ialah dengan.
1. Membuat tekstur
Dapat dilakukan pada lantai maupun dinding sebagai pemanfaatan dari indera
peraba yang dimiliki, mulai dari halus – sedang – sampai kasar.
2. Membedakan material Bahan Lantai
Dapat dilakukan dengan memakai perbedaan material bahan pada lantai seperti
perbedaan lantai kelas yang menggunakan keramik dan lantai asrama yang
menggunakan papan, sebagai pemanfaatan indera pendengaran, dengan
mendengar suara pijakan.
3. Membedakan material Bahan Dinding
Dapat dilakukan dengan penggunaan material bahan pada dinding seperti pada
ruang kelas digunakan material gypsum pada dinding dan pada dinding ruang laboraturium digunakan material kaca, sebagai pemanfaatan indera peraba dan
pendengaran (suara sentuhan).
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 16
Pemanfaatan arah semilir angin dengan menggunakan indera pendengaran
(suara angin), yang mengarahkan siswa tunanetra ke arah pintu keluar dari
sebuah ruangan, menciptakan suara gemiricik air yang menandakan suatu
tempat, merupakan beberapa cara untuk menciptakan penanda bagi para siswa
tunanetra.
5. Menciptakan dan memanfaatkan perubahan suhu (Indoor dan Outdoor)
Dapat dilakukan dengan membedakan material atap yang digunakan di setiap
ruang sebagai penanda orientasi siswa tunanetra dimana dia berada, yang
dapat dirasakannya dalam perbedaan suhu yang dirasakan.
6. Membedakan Pola dan Bentuk bagian-bagian arsitektural.
Misalnya pada dinding diberikan bentuk bulat atau segitiga yang menandakan
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 17
IV. ANALISIS
4.1Analisis Fungsional
4.1.1 Organisasi Ruang
4.1.2 Program Ruang
Bagan 9 Organisasi Ruang Perpustakaan
Bagan 10 Organisasi Ruang Klinik
Bagan 11 Organisasi Ruang Hunian Bagan 12 Organisasi Ruang Umum
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 18 Tabel 3 Akomodasi Hunian
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 20
4.1.3 Analisis Kegiatan
Program kegiatan yang diwadahi pada perancangan Sekolah
Menengah Luar Biasa ini adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan Pendidikan Menengah Luar Biasa
Kegiatan ini meliputi Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa A (SMPLB A)
dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa A(SMALB A). Jenjang SMPLB A
terdiri dari 6 kelas dengan kapasitas masing-masing kelas adalah 6 siswa.
SMALB A memiliki 6 kelas (2 kelas setiap jenjangnya), dengan kapasitas 6
orang perkelas. Kurikulum untuk kedua sekolah tersebut sama seperti
kurikulum sekolah pada umumnya.
2. Kegiatan Menghuni Asrama Kegiatan
Menghuni asrama antara lain kegiatan tidur, makan di ruang makan,
berdiskusi, merawat tanaman, menggunakan kamar mandi, belajar, dan
berbincang- bincang. Dalam pelaksanaannya, kegiatan siswa putra dan
putri dipisahkan dalam asrama yang berbeda, namun kegiatan makan
disatukan di satu ruang makan dengan zona terpisah. Selain kegiatan
menghuni, kegiatan bimbingan juga diakomodasi dalam asrama dimana
setiap asrama memiliki 2 (dua) guru pembimbing.
3. Kegiatan mengajar dan mengelola.
4. Kegiatan berobat di klinik.
Kegiatan berobat meliputi: berobat ke dokter umum, berobat ke dokter
mata, berobat ke dokter gigi, membeli kacamata baru dan mengganti
lensa kacamata di optik.
5. Kegiatan seminar dan acara-acara penyuluhan.
6. Kegiatan olahraga.
4.1.4 Analisis Pengguna
Kategori Pengguna Berdasarkan program kegiatannya ialah sebagai berikut.
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 21 Siswa SMPLB dan SMALB A merupakan siswa berkebutuhan khusus karena menyandang cacat netra baik itu total maupun parsial. Secara garis besar kegiatan siswa di lingkungan sekolah adalah:
- Belajar di dalam kelas,
- Membaca buku di dalam kelas maupun perpustakaan
- Istirahat dan makan siang di ruang makan
- Melakukan kegiatan olahraga,
- Menghuni asrama,
- Bercengkerama dengan teman sebaya pada jam-jam istirahat.
- Melakukan kegiatan ekstra kurikuler seperti bermusik atau membuat
kerajinan tangan.
• Masyarakat umum yang ingin berobat ke klinik
Adapun kegiatan yang dilakukan masyarakat umum ketika berobat ke klinik yaitu:
- Mendaftar di resepsionis,
- Berobat ke klinik dokter umum, dokter gigi, dan dokter mata,
- Menunggu resep dari apotek,
- Memeriksa dan mengganti lensa kacamata di optik
• Staf pengajar dan pengelola.
4.2 Analisis Kondisi Lingkungan
4.2.1 Lokasi
Lokasi berada di area yang aktivitas kegiatannya cukup tinggi,
diantaranya ialah Jalan BKR yaitu jalan utama dengan aktivitas kendaraan
yang cukup tinggi, sedangkan terdapat kawasan rumah penduduk dan
pertokoan. Selain itu terdapat juga beberapa sekolah yang juga pada saat jam
datang dan pulang terjadi kepadatan yang cukup tinggi.
Pemilihan lokasi ini, dikarenakan untuk mencapai kebutuhan akan
karakter lokasi yang ingin digunakan untuk merancang sebuah fungsi bagi
anak-anak tunanetra. Lahan eksisting yaitu lokasi pertokoan dan perumahan
penduduk yang akan menjadi pendukung aktivitas sekolah menengah luar
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 22
4.2.2 Analisa Kebisingan dan Vegetasi
Letaknya yang berada di area dengan aktivitas kegiatan yang tidak
terlalu tinggi dan di jalur yang tidak terlalu padat pada jam-jam tertentu,
mempengaruhi kondisi penderita tunanetra secara psikologi. Untuk
mengantisipasi kebisingan pada jam-jam tertentu, maka bangunan dengan
fungsi seperti hunian dan sekolah diletakkan menjorok kedalam.
Vegetasi yang digunakan pada lahan sebelumnya ialah menggunakan
vegetasi yang bersifat peneduh. Pohon-pohon tersebut akan tetap
dipertahankan namun juga ditambah baik dari segi jumlah maupun jenisnya.
L
O
K
A
S
I
Gambar 4.1 Foto Kawasan Sumber: www.google.com
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 23
4.2.3 Analisa Topografi dan Kondisi Lahan
Kondisi kawasan di Jalan BKR dan Sriwijaya tergolong berkontur
landai, kondisi kontur lahan pada perancangan ini memiliki kemiringan ke
arah barat, sekitar 1-5% oleh karena itu arah aliran air yang ada pada lahan
mengikuti arah kemiringan lahan ke arah barat dan hal itu juga mempengaruhi
sistem drainase yang berada di sekitar bangunan dan juga pada struktur kota
itu sendiri.
Sistem pembuangan air kotor terdapat pada parit yang berada di
sebelah lokasi dengan lebar parit 1,2 meter, parit tersebut akan disalurkan
menuju ke pembuangan kota atau riol kota.
4.2.4 Analisa Lalu Lintas dan Sirkulasi
Dari segi lalu lintas, satu hal yang paling terlihat adalah bahwa tapak
perancangan ini terletak di tepi Jalan BKR yang cukup ramai yang terdiri dari
6 jalur 2 arah, dengan lebar ± 20 meter, dan Jalan Sriwijaya yang terdiri dari 2
jalur dengan 2 arah dengan lebar ± 6 meter. Pada jam-jam pulang sekolah
dan pulang kantor aktivitas kendaraan cukup padat. Oleh karena itu,
Gambar 4.3 Kondisi Lahan Sumber: Data Pribadi
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 24
perancangan harus mempertimbangkan aspek aksesibilitas kendaraan di
sekitar tapak dengan perancangan perbedaan jalur bagi kendaraan dan
orang. Jalur sirkulasi kendaraan dari dan menuju tapak juga harus dirancang
dengan baik agar tidak membuat kemacetan.
Potensi akses pintu masuk utama dirancang pada bagian depan tapak
yang langsung berhubungan dengan Jalan BKR sedangkan pintu masuk
kedua yang khusus diperuntukkan bagi servis dan loading barang diarahkan ke Jalan Sriwijaya.
4.3 Kesimpulan
Lahan yang akan dirancang tidaklah terlalu sulit hanya saja terdapat
beberapa perhatian dalam tahap perancangan yaitu keselamatan, aksesibilitas,
mobilitas, dan orientasi bagi penderita tunanetra.
Penderita tunanetra tidak memiiki indera visualisasi yang optimal, maka
mereka menggunakan tongkat penuntun sebagai mata mereka. Untuk itu, analisa
orientasi sangat membantu dalam hal aksesibilitas bagi tunanetra dalam
bermobilisasi menuju ruang luar tapak maupun ke ruang dalam bangunan.
Penempatan blok massa dalam area lokasi kadangkala sangat membingungkan
bagi tunanetra, mereka akan terpecah konsentrasinya, apabila menemui beberapa
titik percabangan sirkulasi. Oleh karena itu, haruslah dibuat akses dan sirkulasi serta
penempatan massa bangunan yang tidak rumit dalam hal pencapaiannya.
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 25
V. KONSEP PERANCANGAN
5.1Konsep Dasar
Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam merancang sebuah sekolah
mengengah luar biasa tunanetra ialah dengan cara membuat skenario perancangan
pada desain yang kita buat.
Konsep dasar dalam mendesain kasus ini adalah sebagai berikut:
Tipologi bangunan pada kasus ini merupakan tipologi bangunan pendidikan untuk siswa berkebutuhan khusus yang memiliki porsi besar dalam hal fungsi.
Orientasi dalam mobilitas dalam kehidupan sehari-hari tunanetra direspon pada perancangan sirkulasi yang linier yang membentuk jaringan.
Dengan keterbatasan penglihatan yang dimiliki siswa tunanetra, maka aspek arsitektural pada perancangan kasus ini banyak mengeksplorasi kemungkinan
aplikasi arsitektur dan sistem penginderaan manusia selain indera penglihatan
untuk memudahkan pengguna mengakses fasilitas dan bermobilisasi dengan
aman dan nyaman di dalam tapak.
Agar terjadi kesinambungan antara fungsi-fungsi di dalam tapak,
pengelompokkan massa sesuai dengan kebutuhan dan perilaku pengguna
menjadi hal yang penting dalam peletakkan massa dalam tapak.
5.2 Rencana Tapak
5.2.1 Pemintakan
Peletakkan massa bangunan disesuaikan dengan konsep
perancangan, dengan melihat sifat dan fungsi massa bangunan tersebut,
dimana daerah publik berada di bagian depan yang difungsikan sebagai
bangunan penerima untuk pengunjung serta adanya entrance untuk sirkulasi bagi orang normal dan yang terpenting ialah untuk tunanetra yang ingin
mengakses langsung ke dalam bangunan tanpa harus melewati bangunan
publik. Semakin ke dalam bangunan lebih bersifat privat atau hunian bagi
tunanetra. Sedangkan di bagian tengah tapak dirancang sebagai bangunan
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 26
5.2.2 Tata Letak
Sesuai dengan pembagian fungsi bangunan dan zona utama, yaitu:
Zona publik
Zona sekolah
Zona hunian
Maka dibentuklah menurut pergerakan dalam kawasan yang
mengaitkan pada bangunan tersebut.
Tata letak massa bangunan dilakukan dengan cara membuat skenario
yang ditujukan bagi siswa tunanetra, sehingga dalam mengakses antar
bangunan cukup mudah dengan mengenali ciri bangunannya. Adapun kaidah
arsitektural yang dipakai ialah menggunakan sumbu simetris, yaitu sebagai
acuan atau pedoman untuk meletakkan sebuah blok massa. Akan tetapi, Zona publik
Zona sekolah
Zona hunian
Bagan 13 Zona Kawasan Gambar 5.1 Zoning Area
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 27
penempatan masssa bangunan tidaklah terlalu simetris dikarenakan sesuai
dengan pergerakan siswa tunanetra dan bentukan tapak.
5.2.3 Gubahan Massa
Gubahan massa terbentuk dari subtraktif dan aditif. Namun pada
perancangan sekolah menengah tunanetra ini terdapat bentukan massa
subtraktif dan aditif yang disesuaikan dengan kebutuhan dan fungsi
bangunan. Untuk gubahan massa pada setiap blok massa, mengikuti kaidah
susunan bangunan dengan mengikuti hierarki ruang namun tidak simetris.
5.2.4 Pencapaian
Untuk mempermudah pencapaian antar bangunan serta komunikasi
antara siswa tunanetra dengan bangunan yang akan dicapainya ialah dengan
cara pendekatan antar ruang dan bnagunan. Disamping itu untuk mengakses
antar ruang dalam dilakukan dengan cara dibuat jalur khusus bagi siswa
tunanetra.
Terdapat pembagian menurut zona-zona bangunan agar mudah
dicapai sebagai klimaksnya yaitu bagian tengah tapak yang dimulai dari
bangunan asrama yang dilakukan agar mobilitas antar bangunan dapat
tercapai dan terarah dengan baik.
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 28
5.2.5 Hierarki Ruang
Hierarki ruang akan membentuk pusat organisasi yang cukup simetris,
yang akan mempermudah mengakses antar fungsi bangunan sesuai dengan
aktivitas kegiatannya yaitu bangunan asrama (zona hunian) diletakkan di
bagian belakang tapak dengan bangunan sekolah yang diletakkan di tengah
tapak dan bangunan administrasi, auditorium, dan klinik (zona publik)
diletakkan pada bagian tapak yang dekat dengan Jalan BKR dan Sriwijaya.
5.2.6 Sirkulasi
Terdapat tiga fungsi dalam sirkulasi dalam perancangan tapak pada
kawasan tunanetra ini, antara lain:
Sirkulasi bagi siswa tunanetra
Sirkulasi bagi pengunjung atau orang normal
Sirkulasi bagi kendaraan bermotor
Terdapat pembeda dalam mengakses sirkulasi pada kawasan ini. Agar
siswa tunanetra tidak saling bertabrakan, maka salah satu solusi yang
ditawarkan dan dibuat ialah dengan cara membuat jalur pemisah antar lajur
kiri dan lajur kanan. Adapun jalan untuk kendaraan bermotor agar tidak
masuk dalam kawasan jalan siswa tunanetra yaitu ditempatkan hanya pada
bagian sudut tapak yang dekat dengan Jalan BKR dan Sriwijaya.
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 29
5.2.7 Parkir
Untuk mencegah agar tidak terjadi sesuatu yang bisa mengakibatkan
fatal bagi siswa tunanetra, konsep parkir pada kawasan ini adalah tersedianya
fasilitas parkir khusus bagi kendaraan roda dua dan lebih yang diletakan pada
bagian sudut tapak yang dekat dengan Jalan BKR dan Sriwijaya. Untuk
kendaraan servis dilakukan perbedaan pintu masuk dan keluar serta parkir
yang diletakkan di bagian belakang tapak dekat dengan bangunan servis.
5.2.8 Tata Hijau
Sebagai bangunan yang diperuntukan bagi siswa tunanetra, tata hijau
sangat diperlukan, tidak hanya sebagai penghijau tetapi juga sebagai alat
bantu bagi siswa tunanetra. Terdapat pembagian mengenai tata hijau atau
tanaman menurut fungsi kegunaan serta kebutuhan.
Sebagai penunjuk, tanaman palm sudah sering diperbincangkan dan sudah menjadi desain tersendiri sebagai penunjuk jalan. Bagi tunanetra
diperlukan tanaman sebagai alat bantu penciuman, mendengar desiran angin
untuk menunjukan arah yang dirasa dari salah satu sisi.
Tanaman untuk mencegah kebisingan juga sangat diperlukan dalam
mengantisipasi kebisingan yang ditimbulkan dari berbagai efek suara.
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 30
5.3 Konsep Bangunan
5.3.1 Bentuk
Bentuk bangunan mulai dari denah, tampak ialah mengikuti fungsi dari
siswa tunanetra. Hal itu dilakukan supaya siswa tunanetra merasa aman
untuk bermobilisasi dalam mengakses antar bangunan dan antar ruang.
Bentuk yang dianggap sederhana ialah tampak pada setiap bangunan,
yang dirancang dan diterapkan sesuai dengan fungsi bagi siswa tunanetra
seperti dinding sebagai peraba, jendela yang tidak terlalu panjang dengan
jumlah sedikit serta penerapan pencahayaan dan pengudaraan yang alami.
Gambar 5.4 Skema Vegetasi Sumber: Data Pribadi
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 31
5.3.2 Fungsi
Bangunan siswa tunanetra haruslah memiliki fungsi yang sebenarnya,
dalam artian kawasan bagi siswa tunanetra berfungsi sebagai tempat
berinteraksi, mengenali lingkungan sekitar serta mengenali bangunannya.
Fungsi utama dari perancangan ini ialah sebagai tempat belajar yang
formal maupun tidak formal, sebagai kegiatan belajar mengajar untuk
menggali bakat dan minat pada siswa tunanetra.
5.3.3 Sirkulasi
Hal utama pada siswa tunanetra untuk bisa mengakses dalam hal
mobilitas dan orientasi adalah sirkulasi, dalam hal ini fungsi sirkulasi sebagai
pemberian informasi untuk mengakses masuk menuju keluar ataupun
sebaliknya selain itu sebagai informasi mengenai adanya elemen pintu untuk
memasuki ruangan.
Sirkulasi juga dapat ditemui pada bangunan kelas, bangunan asrama
beserta ruangannya, dan bangunan lainnya yang dianggap serius yang tidak
mudah dicapai bagi siswa tunanetra.
Selain itu ada juga penggunaan denga jalur-jalur khusus bagi siswa
tunanetra, yaitu bangunan yang mempunyai aktifitas yang cukup tinggi. Itu
semua mempunyai tujuan yaitu mengutamakan mobilitas dan orientasi bagi
siswa tunanetra.
Adapun terdapat bangunan yang tidak mempunyai jalur-jalur khusus
yang dapat di temui dalam site plan. Hal tersebut dilakukan agar para siswa tunanetra bisa belajar dan tidak bergantung pada jalur tersebut. Sehingga
bisa belajar untuk beradaptasi dengan ruang luar yang notabene tidak
menyediakan jalur-jalur khusus bagi penyandang cacat.
Tempat Duduk
Masuk Tempat Duduk
Tempat Duduk
Tempat Duduk
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 32
5.3.4 Struktur dan Konstruksi
Bangunan yang dibangun tidak akan terbangun apabila tidak memiliki
struktur dan konstruksi bangunan yang kokoh dan kuat. Namun dalam
perancangan sekolah menengah tunanetra bandung ini penggunaan struktur
tidak terlalu rumit dan sangat mudah pemasangannya. Untuk pondasi
digunakan pondasi telapak (bangunan yang berlantai dua) dan pondasi batu
kali (bangunan berlantai satu). Untuk dinding digunakan pasangan bata.
Untuk kolom-kolom bangunan digunakan baja yang diselimuti beton. Pada
bagian atap digunakan struktur baja ringan dengan sistem kuda-kuda. Atap
yang rata-rata berbentuk pelana, perisai dan miring sangat memudahkan
aliran air hujan untuk jatuh langsung pada saluran air (talang). Atap ini
diterapkan karena dapat memaksimalkan pengkondisian udara,
pencahayaan, dan sirkulasi udara yang langsung masuk ke dalam bangunan.
5.3.5 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam perancangan ini adalah bahan
yang ringan pada atap, bahan-bahan alami, serta bahan yang awet untuk
pemeliharaannya. Bahan yang digunakan untuk dinding sebagai peraba
menggunakan dinding bertekstur kasar (brut) agar menjadi ciri pada setiap
bangunan dan sebagai alat bantu untuk menemukan ruang.
Untuk bahan bertekstur lain seperti jalur khusus yaitu digunakan paving block dan ubin yang sudah tersedia pada pabrik dan mudah pemasangannya, bahan khusus lainnya ialah terdapat pada kelas pelatihan musik, dimana
dindingnya menggunakan dinding berongga yang berfungsi sebagai pemecah
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 33
suara. Bahan untuk atap digunakan metal roof agar memberikan kesan sederhana pada setiap bangunan.
5.3.6 Utilitas
Suatu bangunan tidak akan bergerak kalau tidak memiliki sistem
utilitas. Semua yang berkenan yang berada di dalam bangunan atau gedung
tidak akan berjalan kalau tidak terdapat listrik, air bersih, pengolahan air
limbah, dan lain sebagainya. Sistem air bersih di dapat dengan cara
pembuatan air bawah tanah atau yang disebut ground reservoir. Dengan pemenuhan kebutuhan air bersih ± 500 m3 dengan rata-rata digunakan
sekitar 300 orang, maka pemenuhan air bersih sangatlah penting diperlukan
dan dibutuhkan. Penempatan ground reservoir ini diletakan pada sekitar area belakang kawasan, sedangkan untuk penyaluran air bersih ke setiap
bangunan dilakukan dengan cara menyalurkan pada bagian bawah tanah
dengan menggunakan pipa.
Untuk pembuangan air limbah atau air kotor, dengan cara ditampung
pada septictank, sedangkan untuk air limbah biasa langsung disalurkan pada pembuangan parit yang berada di sekitar sekolah.
Sumur
Bagan 16 Penyaluran Air Bersih
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 34
Pengadaan pencahayaan dilakukan dengan dua cara yaitu
pencahayaan alam dan buatan, pencahayaan alami sangatlah menjadi
prioritas utama sebagai pencahayaan pada pagi sampai dengan sore hari,
dikarenakan energi yang dibutuhkan untuk menggunakan listrik membutuhkan
biaya besar, pencahayaan alami ini dilakukan dengan cara menggunakan
jendela-jendela pada bagian atas gedung yang berfungsi juga sebagai arah
orientasi untuk siswa tunanetra.pada malam hari penggunaan cahaya
dilakukan dengan cara menggunakan lampu yang sebelumnya mendapat
tenaga listrik, untuk mengantisipasi terjadinya padam lisrtrik pada sekitaran
area sekolah digunakan genset sebagai tenaga pembantu, yang
penempatannya jauh dari zona sekolah dan hunian.
5.3.7 Pencegahan Bahaya Kebakaran
Untuk mencegah kebakaran yang perlu diperhatikan ialah penyediaan
air bersih untuk hidrant. Terdapat macam-macam alat untuk mencegah
kebakaran pada perancangan sekolah ini. Hidrant, ditempatkan pada titik-titik
tertentu pada halaman dan dalam bangunan. Sprinkler digunakan untuk bangunan asrama pada titik-titik tertentu.
Terdapat jalan khusus bagi kendaraan pemadam kebakaran, yaitu
pada sekitaran jalan area servis yang berdekatan dengan bangunan asrama
dan sekolah.
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 35
5.3.8 Pentahapan Pembangunan
Untuk pentahapan pembangunan ialah dengan sistem bangun huni
ialah terdapat bangunan utama yang pertama dibangun, dalam hal ini
pembangunan asrama. Dikarenakan tempat tersebut digunakan oleh siswa
sebagai hunian dan tempat berkumpul.
Pembangunan gedung sekolah yang merupakan pelaksanaan belajar,
mengajar merupakan pentahapan kedua dari pembangunan. Pembangunan
gedung dengan sarana penunjang, merupakan tahap terakhir dalam
pembangunannya, diantaranya.
1. Gedung sarana ibadah (mushola dan kapel).
2. Gedung Auditorium.
3. Gedung makan bersama dan servis.
4. Gedung klinik (umum, mata, dan gigi) dan shop gallery.
5.3.9 Penyelesaian Ruang Luar/Lansekap
Bangunan yang digunakan sebagai sekolah khusus mengengah
tunanetra ini haruslah memiliki ciri yang khusus bagi lingkungan sekitarnya,
akan tetapi bisa menyatu dengan lingkungan sekitar. Sehingga, bangunan ini
dapat menjadi landmark pada lingkungan sekitar agar mudah diingat dan dihafal bagi orang pada umumnya.
Selain pada bangunan, penyelesaian lainnya ialah pada penempatan
vegetasi. Penempatan vegetasi ini sangat dimungkinkan dikarenakan sebagai
alat bantu bagi siswa tunanetra. Vegetasi ditempatkan menurut fungsi dan
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 36
VI. HASIL RANCANGAN
6.1Peta Situasi
Area Komersil
Area Pemukiman Penduduk
6.2 Gambar-gambar Perancangan
L
O
K
A
S
I
Gambar 6.1 Peta Situasi Sumber: www.google.com
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 37 Gambar 6.3 Perspektif Mata Burung II
Sumber: Data Pribadi
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 38 Gambar 6.5 Perspektif Mata Burung IV
Sumber: Data Pribadi
Gambar 6.6 Tampak Utara (Jalan BKR) Sumber: Data Pribadi
Gambar 6.7 Tampak Selatan Sumber: Data Pribadi
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 39 Gambar 6.9 Tampak Timur (Jalan Siliwangi)
Sumber: Data Pribadi
Gambar 6.10 Main Entrance (Jalan BKR) Sumber: Data Pribadi
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 40 Gambar 6.12 Detail Jalur Pedestrian dalam Tapak
Sumber: Data Pribadi
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 41 Gambar 6.14 Sketsa Eksterior Asrama
Sumber: Data Pribadi
Gambar 6.15 Sketsa Suasana Kolam Air Sumber: Data Pribadi
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 42 Gambar 6.17 Sketsa Suasana Ruang Kelas
Sumber: Data Pribadi
Gambar 6.18 Sketsa Suasana Asrama Sumber: Data Pribadi
NINA KARINA MARPAUNG – 104 07 020 43 Gambar 6.20 Sketsa Interior Kamar Tidur Asrama
Sumber: Data Pribadi