• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Restorasi Klas II Resin Komposit Bulk-Fill Pada Gigi Premolar Terhadap Ketahanan Fraktur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Restorasi Klas II Resin Komposit Bulk-Fill Pada Gigi Premolar Terhadap Ketahanan Fraktur"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Resin komposit merupakan bahan tambalan sewarna gigi yang banyak digunakan karena daya ikat dan estetisnya yang baik. Namun masalah fundamental pada resin komposit ini yaitu penyusutan yang terjadi saat proses polimerisasi. Kontraksi internal yang terjadi dapat merusak marginal seal resin komposit yang telah berikatan dengan dinding kavitas dan menyebabkan terbentuknya gap interfacial, sensitivitas postoperative, ataupun karies sekunder. Terkadang deformasi

pada cusp juga terjadi yang dapat menyebabkan crack dan fraktur pada dinding kavitas.

Salah satu cara mengatasi penyusutan adalah dengan menggunakan teknik inkremental, namun teknik inkremental menimbulkan masalah lain yaitu memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu dikembangkan bahan baru yaitu jenis bulk-fill yang dapat digunakan dengan sekali aplikasi setebal 4 mm, bahan ini juga diklaim mempunyai penyusutan yang kecil.10

2.1Resin komposit

Resin komposit pertama kali dikembangkan oleh Bowen tahun 1962 untuk menggantikan resin akrilik karena resin akrilik memiliki filler yang tidak berikatan dengan matriks resin akibatnya menimbulkan kelemahan seperti shrinkage yang besar, staining, dan mengalami keausan dengan pemakaian. Bowen lalu mengembangkan sebuah bahan baru untuk mengatasi kelemahan tersebut yaitu dengan menggunakan monomer bisphenol-A glycidyl dimethacrylatess atau yang biasa disebut bis-GMA, merupakan monomer yang fungsinya untuk menciptakan ikatan antara filler dengan matriks resin.

(2)

Resin komposit juga mengandung bahan lain yaitu activator-inisiator sistem yang diperlukan untuk mengubah resin dari lunak menjadi keras. Pigmen pada resin berperan untuk mendapat warna yang sewarna gigi. Ultviolet (UV) absorber dan bahan tambahan lainnya juga digunakan untuk membantu mempertahankan stabilitas warna.20

2.1.1 Komponen Resin Komposit 2.1.1.1 Matriks organik

Matriks pada dasarnya terdiri dari monomer seperti bisphenol A dimethacrylatess (bis-GMA) atau urethane dimethacrylatess (UDMA). Sistem

monomer ini berperan sebagai tulang punggung dari resin komposit sehingga didapat struktur yang kuat, kaku dan tahan lama. Matriks juga berperan dalam membentuk ikatan terhadap struktur gigi. Namun matriks memiliki kekurangan yaitu merupakan bagian paling lemah dari resin komposit, sangat rentan terhadap keausan, dapat menyerap air dan dapat berubah warna. Oleh karena itu kebanyakan modifikasi dilakukan pada filler ataupun metode penyinaran daripada memodifikasi matriks.2,21 Karena matriks memiliki banyak kelemahan maka banyak pabrikan resin komposit mengurangi konten matriks dan menambah konten filler sehingga didapat resin komposit yang lebih kuat.

Matriks resin komposit dapat mengalami polimerisasi melalui reaksi kimia ataupun sinar. Material dengan aktivasi sinar merupakan yang paling banyak digunakan pada resin komposit dalam bidang kedokteran gigi. Karena monomer seperti bis-GMA bersifat sangat kental maka untuk meningkatkan kemudahan dalam penggunaan klinis, monomer dengan viskositas rendah ditambahkan untuk mendapat konsistensi yang diinginkan pada keadaan klinis saat matriks telah dicampur dengan filler. Monomer ini dapat berupa triethylene glycol dimethacrylatess (TEGDMA)

(3)

2.1.1.2 Filler

Filler merupakan mineral transparant yang dicampur pada resin komposit dengan tujuan untuk meningkatkan sifat mekanis dan mengurangi shrinkage polimerisasi. Filler mempengaruhi sebagian besar volume atau berat dari resin komposit. Filler mempunyai beberapa fungsi yaitu untuk memperkuat matriks resin, mengatur translusensi, dan mengontrol shrinkage pada saat polimerisasi berlangsung. Filler terdiri dari mineral yang sudah dihancurkan seperti quartz, kaca, atau sol-gel

yang berasal dari keramik. Kebanyakan kaca mengandung oksida logam berat seperti barium atau zinc sehingga diperoleh sifat radiopaq saat dilakukan radiografi. Ukuran filler juga mempengaruhi kekasaran permukaan restorasi, semakin besar ukuran filler

maka semakin kasar permukaan restorasi.20-22 a

b

c

d

(4)

2.1.1.3 Coupling Agent

Ikatan antara filler dan matriks didapat dengan cara melapisi partikel filler dengan silane coupling agent, artinya coupling agent berfungsi untuk mengikat filler dengan matriks resin. Beberapa fungsi coupling agent yaitu untuk mengikat filler dengan resin matriks, menyalurkan tekanan dari resin matriks yang fleksibel ke partikel filler yang kaku dan mencegah penetrasi air pada permukaan resin filler sehingga bersifat stabil terhadap keadaan basah, contoh coupling agent yang paling sering digunakan γ-methacryloxypropyl trimethoxysilane 2,20 (Gambar 2)

2.1.1.4 Inisiator dan Akselerator

Proses curing pada resin komposit dimulai dengan adanya pemicu yaitu cahaya ataupun dapat berupa reaksi kimia. Cahaya yang digunakan adalah cahaya biru dengan panjang gelombang 465 nm, dimana cahaya ini akan diserap oleh photo-sensitizer seperti champhorquinone yang ditambahkan pada monomer selama proses

pembuatan resin komposit dengan kadar yang bervariasi dari 0,1% - 1,0%. Camphorquinone dapat menyerap cahaya dengan panjang gelombang antara 400 dan

500 nm. Pada resin komposit methacrylatess radikal bebas akan terbentuk pada saat resin komposit diaktivasi. Reaksi ini selanjutnya akan dipercepat dengan adanya amine organik. Amine dan champhorquinone akan berada dalam keadaan stabil dan tidak bereaksi satu sama lain selama resin komposit tidak terekspos pada cahaya. 20,22

Gambar 2. Struktur kimia silane coupling agent γ-methacr-

(5)

Meskipun light-cured komposit banyak digunakan namun masih memiliki kekurangan yaitu harus menggunakan teknik insersi inkremental saat ketebalan tambalan mencapai 2 sampai 3 mm karena keterbatasan penetrasi sinar pada resin komposit. Oleh karena itu penggunaan light cured komposit akan sangat menyita waktu apabila digunakan pada restorasi yang besar seperti kavitas klas II.20,22

2.1.1.5 Pigment dan Komponen lain

Bahan pewarna digunakan hanya sebagian kecil untuk memperoleh warna yang berbeda. Bahan yang biasa digunakan adalah metal oksida seperti titanium oksida dan aluminium oksida. UV absorber juga ditambahkan untuk mencegah diskolorisasi, contoh bahan yang biasa dipakai adalah Benzophenone.

2.1.2 Jenis Resin Komposit

Resin komposit dibagi menjadi beberapa jenis yaitu berdasarkan ukuran filler, komposisi matriks, dan metode polimerisasi.2

2.1.2.1 Berdasarkan Filler 1. Macrofilled Komposit

Tipe pertama yang digunakan pada resin komposit yang dikembangkan tahun 1960. Fillernya terdiri dari quartz dengan ukuran 10 - 25 m. Ukuran filler yang besar pada resin komposit macrofilled akan menyebabkan restorasi yang kasar.

2. Microfilled Komposit

Ukuran partikel filler ini jauh lebih kecil dari resin komposit macrofilled yaitu sebesar 0,03 - 0,5 m. Resin komposit microfilled dapat dipolish dengan sangat halus namun terdapat masalah lain yaitu persentase filler yang rendah berkisar 40-50%, hal ini akan menyebabkan kadar resin yang tinggi, kadar resin yang tinggi akan meningkatkan koefisiensi termal dan menurunkan kekuatan resin komposit.

3. Hybrid Komposit

Merupakan kombinasi resin komposit macrofill dan microfill. Resin komposit hybrid mengandung partikel dengan ukuran < 2 m dan serbuk silika dengan ukuran

(6)

fisis yang mirip dengan komposit macrofill dan kehalusan permukaan seperti microfill.21

4. Nanohybrid Komposit

Merupakan komposit yang mempunyai filler dengan rentang ukuran dari 0,4 – 5 micron. Resin komposit ini memiliki sifat fisik yang mirip dengan hybrid komposit. Keuntungan resin komposit ini yaitu dapat dipolish dengan sangat baik, sifat mekanis yang optimal, mudah digunakan, tahan terhadap perubahan warna, dan dapat

digunakan pada anterior dan posterior.2,22

2.1.2.2 Berdasarkan Viskositas a. Resin Komposit Packable

Resin komposit packable merupakan komposit dengan viskositas yang tinggi. Resin komposit packable direkomendasikan untuk digunakan pada kavitas klas I dan klas II. Resin komposit packable terdiri dari resin dimethacrlate dengan filler yang memiliki konten filler sebesar 66% -70% dari total volume resin komposit dan ukuran partikel sebesar 0.7 - 20μm.2,22

b. Resin Komposit Flowable

Resin komposit flowable memiliki filler konten berkisar 41-53% dari total volume. Kandungan filler yang rendah mengakibatkan berkurangnya viskositas resin

Gambar 3. Pembagian resin komposit berdasarkan ukuran filler (a) dddddddddmacrofill, (b) microfill, (c) hybrid 21

(7)

komposit ini sehingga bahan ini dapat digunakan secara injeksi pada preparasi dan hal ini membuat resin komposit flowable menjadi pilihan yang baik sebagai restorasi pit dan fissure.2

2.1.3 Polimerisasi Resin Komposit

Proses polimerisasi terjadi melalui 3 tahap yaitu : inisiasi, propagasi dan terminasi. Pada tahap inisiasi akan dihasilkan radikal bebas aktif dimana radikal bebas aktif ini akan beraksi dengan monomer dan menghasilkan monomer radikal dengan inti yang aktif. Selanjutnya adalah tahap propagasi, tahap ini berlangsung pada saat molekul monomer sedang bereaksi dengan cepat dengan inti yang aktif untuk menghasilkan reaksi berantai. Reaksi ini akan terus berkelanjutan menjadi rangkaian yang panjang atau dapat juga bereaksi dengan rantai lainnya membentuk rantai silang. Proses terminasi terjadi apabila semua radikal bebas telah selesai bereaksi.22,23 Keseluruhan proses ini dapat dilihat pada (gambar 4).

a

b

c

d

(8)

2.1.4 Resin Komposit Bulk-fill

Resin komposit bulk-fill merupakan komposit dengan peningkatan kemampuan dalam mengurangi shrinkage polimerisasi dan kedalaman penyinaran. Bulk-fill merupakan resin jenis baru nano-hybrid komposit yang dapat digunakan

untuk gigi posterior dan dapat juga digunakan untuk restorasi klas V. Setiap merek bulk-fill memiliki mekanisme kerja yang berbeda namun memiliki keunggulan yang

sama yaitu dapat diaplikasikan dengan ketebalan mencapai 4 mm sekali aplikasi. Resin komposit bulk-fill mempunyai beberapa mekanisme kerja yaitu :

a. Menggunakan tipe filler yang berbeda

Pada bulk-fill untuk mengurangi polimerisasi shrinkage produsen menambahkan suatu bahan yaitu shrinkage stress reliever, merupakan suatu filler khusus yang sebagian fungsinya dijalankan oleh silane, kadar filler ini sebesar 17% prepolymers, Ba-Al-F (ukuran partikel 0,4-0,7 μm), YbF3 (ukuran partikel 200 nm) dan filler loading sebesar 61% dan 17% isofillers dari total volume. 15

Shrinkage stress reliever ini mempunyai modulus elastisitas yang rendah yaitu sebesar 10 Gpa sehingga menyebabkan bulk-fill memiliki sifat lebih fleksibel dan dapat berperan seperti pegas saat polimerisasi berlangsung.15,16 (Gambar 5).

(9)

Pada pabrikan lain juga menggunakan tipe filler nanocluster dimana tipe filler ini dapat meningkatkan sifat mekanis resin komposit karena nanocluster dapat meredam stress akibat load yang diberikan dengan memecah diri dari struktur cluster utama.

b. Menggunakan tipe monomer yang berbeda

Produsen lainya menggunakan dua jenis monomer baru yang apabila dikombinasikan dapat mengurangi polimerisasi shrinkage. Monomer pertama yaitu AUDMA (aromatic dimethacrylate) akan mengurangi kelompok resin reaktif, hal ini akan sedikit mengurangi shrinkage volumetric. Monomer kedua yaitu AFM (addition fragmentation monomer) akan membelah proses fragmentasi yang sedang berlangsung sehingga akan mengurangi terbentuknya jaringan pada saat polimerisasi terjadi sehingga akan mengurangi stress.25

c. Menggunakan foto inisiator yang berbeda

Pada bulk-fill untuk mencapai kedalaman yang lebih besar dilakukan peningkatan translusensi pada bahan ataupun menggunakan jenis inisiator tambahan yang baru yaitu ivocerin – dibenzoyl germanium derivative yang dapat menyerap sinar biru secara maksimal yang berada dalam rentang panjang gelombang 370-460 nm. Ivocerin (370-460 nm) bersifat lebih reaktif terhadap cahaya daripada camporquinone (400-500 nm) dan Lucirin TPO (300-400 nm) sehingga menyebabkan polimerisasi lebih cepat dan kedalaman penyinaran yang lebih besar.15

Gambar 6. Koefisien absorbsi ivocerin yang lebih tinggi dan lebih reaktif terhadap cahaya mengakibatkan polimerisasi lebih cepat dan dengan kedalaman penyinaran yang lebih dalam 15

(10)

d. Menggunakan modulator polimerisasi

Resin komposit bulk-fill dapat ditemukan dalam dua konsistensi yaitu high viscous dan low viscous. Low viscous mengandung fluoride yang dapat digunakan

sebagai basis pada klas I dan II. Resin ini dapat diaplikasikan setebal 4 mm dengan stress polimerisasi yang minimal. Teknologi resin ini dapat mengurangi shrinkage

volumetric sebesar 20% dan stress polimerisasi sebesar 80% jika dibandingkan

dengan resin komposit low viscous tradisional.16,26 Hal ini dapat dicapai karena terdapat resin urethane dimethacrylate yang merupakan resin ukuran lebih besar (berat molekul 849 g/mol dibandingkan Bis-GMA 513 g/mol) lalu dikombinasikan dengan modulator polimerisasi yang tertanam pada bagian tengah resin. Molekul besar dan pembentukan fleksibilitas disekeliling pusat modulator akan memaksimalkan fleksibilitas dan struktur jaringan kimia flowable. Selain itu formulasi filler loading (68% berat, 45% volume) juga mengurangi shrinkage volume dan meningkatkan kekuatan bahan.26

2.2Sistem Adhesif

Sistem adhesif merupakan syarat utama pada restorasi untuk mendapat perlekatan antara bahan restorasi dan enamel atau dentin tanpa perlu membuang lebih banyak struktur gigi.2

(11)

2.2.1 Mekanisme Sistem Adhesif

Terdapat beberapa sistem adhesif yaitu adhesi secara fisik, kimia dan mekanis. Pada adhesi fisik terdapat gaya Van der Waals yang merupakan gaya tarik antara ion yang berbeda muatan, pada adhesi secara kimia terdapat gaya tarik menarik yang disebabkan karena penggunaan elektron secara bersamaan antara dua atom atau molekul, sehingga menimbulkan ikatan yang kuat, disebut dengan ikatan kovalen. Adhesi mekanis yaitu ikatan yang terjadi akibat penetrasi satu material terhadap material lainnya dalam ukuran mikro.2

2.2.2 Klasifikasi Sistem Adhesif 2.2.2.1Total Etch Sistem

1. Three step total etch adhesif

Sistem ini terdiri dari tiga tahap apikasi yaitu tahap etching, priming dan bonding. Keseluruhan bahan ini berada dalam botol yang berbeda.

2. Two step total etch adhesif

Sistem ini menggunakan bahan primer dan bonding yang digabung menjadi satu sehingga hanya perlu dua tahap aplikasi yaitu etching dan self priming resin.

a b c

(12)

2.2.2.2 Self Etch Sistem 1. Two step self etch adhesif

Sistem adhesif ini terdiri dari dua tahap aplikasi yaitu aplikasi self etch primer kemudian dilanjutkan dengan aplikasi bonding.

2. One step self etch adhesif

Sistem ini menggabungkan semua tahap aplikasi menjadi satu, sehingga hanya membutuhkan satu kali aplikasi (single application).24

2.2.3 Adhesi Enamel dengan Resin komposit

Ikatan antara enamel dengan resin komposit didapat dengan retensi mikromekanik setelah dilakukan pengetsaan untuk melarutkan kristal hydroxyapatite pada bagian terluar enamel. Etsa yang biasa digunakan adalah asam fosfor, umumnya waktu pengetsaan berkisar 15 detik dengan kadar fosfor 30% - 40%. Kemudian etsa dicuci dengan air sampai bersih sehingga akan tercipta resin tag. Resin tag terdiri dari 2 jenis yaitu macrotag dan microtag. Microtag lebih penting daripada macrotag karena jumlah microtag yang jauh lebih banyak dan memiliki area kontak yang luas. Macroshear bond strength pada perlekatan enamel berkisar 18 -22 Mpa.2,22,24

2.2.4 Adhesi Dentin dengan Resin Komposit

Perlekatan bonding pada dentin lebih sulit daripada perlekatan pada enamel karena perbedaan morfologi, histologi dan komposisi dari dentin dan enamel. Pada dentin terdiri dari 50% bahan inorganik sedangkan pada enamel 95%, dentin juga mengandung air sebesar 25% sedangkan enamel 18%. Selain itu, cairan tubulus pada tubulus dentin yang terus menerus mengalir keluar juga akan mengurangi adhesi pada dentin. Oleh karena itu diperlukan primer dengan komponen hydrophilic contohnya HEMA yang dapat membasahi dentin dan berpenetrasi ke strukturnya. 2,22

2.2.5 Hybridization

(13)

didemineralisasi. Hybrid layer berperan dalam perlekatan miromekanis antara gigi dan resin. Pada dentin, hybrid layer dari bonding resin dan kolagen sering terbentuk dan bahan adhesive akan berpenetrasi ke tubulus dentin.2,22

2.3Sifat Fisik Resin Komposit yang Mempengaruhi Ketahanan Fraktur

2.3.1 Kontraksi Polimerisasi

Kontraksi polimerisasi merupakan kelemahan utama pada resin komposit, kontraksi yang terjadi pada resin komposit dapat menimulkan stress sebesar 13 Mpa pada struktur gigi dan komposit. Stress ini akan menimbulkan celah yang kecil yang dapat menimbulkan kebocoran dan menyebabkan masuknya saliva dan mikroorganisme yang nantinya akan menimbulkan karies sekunder dan perubahan warna pada daerah marginal. Stress yang terjadi dapat melebihi kekuatan tensile dari enamel dan dapat menyebabkan frakturnya enamel. Peletakan komposit setebal 2 mm dan melakukan penyinaran pada setiap lapisan dapat mengurangi efek polimerisasi.22

2.3.2 Koefesien Ekspansi Termal

Koefisien ekspansi termal resin komposit mempunyai rentang dari 25 sampai 38 x 10-6 /° C pada komposit dengan filler ukuran besar dan 55 sampai 68 x 10-6/°C

(14)

pada partikel ukuran mikro. Pada dentin mempunyai koefisien termal sebesar 8,3 x 10-6 /° C dan pada enamel sebesar 11,4 x x 10-6 /° C. Perbedaan nilai koefisien ekspansi yang jauh antara gigi dan resin komposit akan menyebabkan perbedaan saat gigi dan resin komposit terpapar oleh perubahan suhu di dalam rongga mulut. Pada keadaan dingin restorasi akan mengkerut dan menimbulkan gap dan pada saat suhu meningkat gap akan tertutup kembali, proses yang terus berulang ini dinamakan perkolasi. 21,22

2.3.3 C – Factor

C-factor (cavity configuration factor) didefinisikan sebagai rasio antara area yang berikatan dan tidak berikatan pada restorasi, c-factor merupakan suatu indeks yang digunakan untuk menggambarkan tingkat masalah pada bahan restorasi yang menyusut. Pada restorasi klas I memiliki c-factor yang lebih besar daripada klas II karena memiliki permukaan berikatan dan tidak berikatan yang lebih besar.22

2.3.4 Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas merupakan sifat yang menyebabkan suatu bahan bersifat kaku. Modulus elastisitas yang semakin tinggi akan menyebabkan suatu bahan semakin kaku dan modulus elastisitas yang rendah akan menyebabkan bahan menjadi

(15)

lebih elastis. Dentin memiliki modulus elastisitas sebesar 18-24 Gpa dan pada enamel sebesar 60-120 Gpa sedangkan pada komposit sebesar 5-20 Gpa.22 Pada resin komposit peningkatan filler akan meningkatkan modulus elastisitas sebaliknya pengurangan filler akan menyebabkan modulus elastisitasnya rendah. Modulus elastisitas mempengaruhi adaptasi resin komposit pada permukaan gigi. Oleh karena itu bahan dengan modulus elastisitas rendah memiliki keuntungan yaitu dapat bersifat seperti pegas pada saat kontraksi sehingga dapat meminimalisir terjadinya gap.15

2.3.5 Degree of Conversion

Resin komposit telah digunakan selama bertahun-tahun untuk menggantikan amalgam pada gigi posterior. Resin komposit diharapkan untuk memiliki sifat mekanis yang mendekati enamel dan dentin dan juga masa pakai yang panjang. Namun terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas komposit salah satunya degree of conversion (DC). Polimerisasi yang adekuat untuk mengubah monomer menjadi polimer sangat diperlukan. Monomer tidak 100% diubah menjadi polimer namun terdapat sisa monomer yang tidak bereaksi. Polimerisasi distimulasi oleh penyerapan sinar dengan rentang panjang gelombang 400-500 nm dan ketika teraktivasi aliphati amin akan bereaksi membentuk radial bebas. Jumlah ikatan karbon ganda (C=C) pada monomer yang akan diubah menjadi ikatan tunggal (C-C) untuk membentuk rantai polimer selama polimerisasi disebut degree of conversion. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi degree of conversion yaitu sumber sinar, intensitas sinar, panjang gelombang, waktu penyinaran, ukuran light tip, metode fotoaktivasi, komposisi matriks organik, tipe, jumlah foto inisiator, dan warna resin komposit.27

2.3.6 Filler

(16)

strength, modulus of elasticity, kekerasan bahan. Volume filler yang mencapai 70%

akan memiliki sifat abrasi dan kekuatan fraktur yang mendekati kekuatan gigi sehingga akan meningkatkan daya tahan pada keadaan klinis.20

2.4 Uji Ketahanan Fraktur

Pada proses mastikasi di dalam mulut terjadi berbagai gaya yang bekerja secara bersamaan. Gaya ini akan mempengaruhi sifat mekanis dari gigi yang telah direstorasi. Berbagai gaya tersebut meliputi compressive stress, tensile stress dan shear stres. Kekuatan suatu material didefinisikan sebagai besar ketahanan rata-rata

suatu bahan untuk dapat menahan suatu gaya saat terjadi fraktur.22

Ketahanan fraktur dapat diukur dengan memberikan compressive menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM). Compression dihasilkan dari dua gaya dengan arah menuju satu sama lainnya pada arah garis lurus. Universal Testing Machine dapat menganalisa sifat material seperti tarikan (tension), kompresi,

(17)

Gambar

Gambar 2. Struktur kimia silane coupling agent  γ-methacr-                   ..................yloxypropyl trimethoxysilane 20
Gambar 3. Pembagian resin komposit berdasarkan ukuran  ddddddddd  filler (a)        macrofill, (b) microfill, (c) hybrid  21
Gambar 4. Proses polimerisasi  (a) aktivasi, (b) inisiasi, (c) .....             propagasi, (d)  terminasi 24
Gambar 5.    Shrinkage stress reliever berperan seperti pegas saat proses polimerisasi sehingga shrinkage akan berkurang dan resin akan tetap melekat pada dinding kavitas 15
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemampuan pemamahan konsep (X1), kemampuan komunikasi (X2) dan kemampuan koneksi matematika (X3) terhadap kemampuan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari ketujuh variabel independen yang diteliti ternyata hanya variabel uku- ran aset, dan variabilitas keuntungan yang berpengaruh

Explain to the participants that soft weeds are the ones which do not compete with tea, and need to be maintained at lower height by sickling. Noxious weeds are the ones which

Secara keseluruhan, kemampuan pemahaman masalah matematika berdasarkan dekomposisi genetik dengan Level Triad siswa Kelas VIII di sekolah tersebut termasuk kategori

Hasil penelitian ini menunjukkan sebelum diterapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu siklus I sampai dengan siklus II sudah diterapkan pembelajaran

Contoh Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa pada Kegiatan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Jenis kegiatan Nilai yang dikembangkan Strategi kegiatan Implementasi

Berdasarkan hasil penelitian tentang implementasi pendidikan karakter di SDIT Nurul Ilmi Kota Jambi dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu sebagai berikut: Simpulan

Apapun keuntungan yang anda inginkan dari memiliki nama domain dan server sendiri, domain name dan server yang anda miliki dapat anda gunakan untuk membuat apapun situs bisnis yang