• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Adaptasi Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) Pada Tanah Salin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Adaptasi Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) Pada Tanah Salin"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS PADI

(

Oryza sativa

L.)

PADA TANAH SALIN

SKRIPSI

Oleh:

SATRIYA SANDI K

070307027/BDP – PEMULIAAN TANAMAN

DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PADA TANAH SALIN

SKRIPSI

Oleh:

SATRIYA SANDI K

070307027/BDP – PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Skripsi :Uji Adaptasi Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) Pada Tanah Salin

Nama : Satriya Sandi K

NIM : 070307027

Program Studi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui Oleh,

Dosen Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lollie Agustina P.Putri MSi Ir. Mbue Kata Bangun MS

Ketua Anggota

Mengetahui

(4)

i

Satriya Sandi K : Uji Adaptasi Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) Pada Tanah Salin di bawah bimbingan ibu Lollie Agustina P.Putri dan bapak Mbue Kata Bangun.

Dalam upaya peningkatan produksi padi, salah satu ara yang dapat dilakukan adalah dengan memperrluas areal pertanaman padi pada lahan salin, sehingga perlu dikaji kembali beberapa varietas agar didapat varietas yang mampu beradaptasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan varietas padi yang dapat beradaptasi pada tanah salin. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjung Rejo, dusun Paluh Merbau Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara yang berada pada ketinggian ± 1 m diatas permukaan laut dan jarak kepantai 1.5 – 2 km. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Oktober 2011. Penelitin ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan 18 varietas yang sebelumnya dilakukan uji pendahuluan sehingga didapat 5 varietas yang mampu beradaptasi pada tanah salin.

Hasil penelitian ini diperoleh bahwa didapat 5 varietas yang dapat beradaptasi pada tanah salin yaitu Banyuasin, Siakraya, Martapura, Dendang dan Margasari. Dari kelima varietas yang dapat beradaptasi maka diperoleh varietas Martapura yang lebih baik bila dilihat pada pengamatan parameter tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, panjang malai, bobot basah akar dan produksi gabah.

(5)

ii

ABSTRACT

Satriya Sandi K : Test Adaptation Some Varieties (Oryza sativa L.) On the Salinity Soil, guidance by Mrs. Lollie Agustina P.Putri and Mr. Mbue Kata Bangun.

One way to effort increase rice production is to expend the cultivation area of rice on salinity soil, so it needs to review of some varieties in order the varieties can adaptation. This research aims to obtain varieties of rice (Oryza sativa L.) that can be adapted to salinity soil. The research is conducted in the Desa Serdang regency, North Sumatera at ± 1 m altitude above sea level and distance to the beach 1.5 – 2 km. The research is carried out in May until October 2011. The design of the experiment was randomized block design non factorial with 18 varieties that carried out a preliminary test before, in order get 5 varieties that can adapt to salinity soil.

The results of this research get 5 varieties that can adapt to the salinity soil is Banyuasin, Siakraya, Martapura, Dendang, and Margasari. From the five varieties that can adapt, so Martapura ie better when viewed on the observation parameters of plant height, number of tillers, number of productive tillers, panicle length, wet weight of roots and grain productions.

(6)

iii

Satriya Sandi K dilahirkan di Marihat pada tanggal 31Agustus 1989 dari orang tua Alm.Syamtoso dan Suprapti. Anak pertama dari dua bersaudara.

Menamatkan pendidikan di SD Negeri 095553 Pematangsiantar tahun 2001, MTs Negeri Pematangsiantar tahun 2004 dan SMA Perguruan Keluarga Pematangsiantar pada tahun 2007. Kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, program studi Pemuliaan Tanaman melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

(7)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun

judul penelitian ini adalah ”Uji Adaptasi Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa. L.) Pada Tanah Salin”.

Terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Lollie Agutina P.Putri, MSi dan Bapak Ir. Mbue Kata Bangun, MS., selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan berharga kepada penulis, sehingga tahapan demi tahapan penelitian ini berlangsung lancar.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skribsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2012

(8)

v

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN

Pemuliaan Tanaman Padi (Oryza sativa) ... 9

Heritabilitas ... 11

Salinitas ... 13

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Bahan dan Alat ... 16

(9)

Umur Keluar Malai (Hari) ... 23

Jumlah Anakan Produktif (Batang) ... 23

Panjang Malai (cm) ... 23

Bobot Basah Akar ... 23

Bobot Kering Akar ... 23

Umur Panen (Hari) ... 23

Jumlah Gabah (Butir per Malai) ... 23

Persentase Gabah Berisi dan Hampa (persen) ... 24

Jumlah Anakan (Batang) ... 26

Umur Keluar Malai (Hari) ... 27

Jumlah Anakan Produktif (Batang) ... 28

Panjang Malai (cm) ... 29

Bobot Basah Akar (g) ... 29

Bobot Kering Akar(g) ... 30

Umur Panen (Hari) ... 31

Jumlah Gabah (Butir per Malai) ... 32

Persentase Gabah Berisi dan Hampa (%) ... 32

Bobot 1000 Butir Gabah (g) ... 33

Produksi Gabah (kg) ... 34

Uji Beda Dua Rata-rata ... 35

Pendugaan Karakter Genetik ... 35

Pembahasan ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43

Saran ... 43

(10)

vi

No. Hal

1. Model sidik ragam dan nilai estimasi kuadrat tengah ... 18

2. Rataan tinggi tanaman 2, 4, 6 dan 8 MST (cm) ... 24

3. Rataan jumlah anakan 2, 4, 6 dan 8 MST (anakan) ... 26

4. Rataan umur keluar malai (hari) ... 27

5. Rataan jumlah anakan produktif (anakan) ... 27

6. Rataan panjang malai (cm) ... 28

7. Rataan bobot basah akar (gr)... 29

8. Rataan bobot kering akar (gr) ... 30

9. Rataan umur panen (hari) ... 30

10. Rataan jumlah gabah per malai (butir) ... 31

11. Rataan persentase gabah berisi dan hampa (persen) ... 32

12. Rataan bobot 1000 butir gabah (gr) ... 33

13. Rataan produksi gabah (kg/plot) ... 34

14. Nilai uji beda dua rata-rata ... 34

(11)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Hal

1. Bagan lahan penelitian ... 47

2. Bagan plot penelitian... 48

3. Deskripsi varietas Banyuasin ... 49

4. Deskripsi varietas Dendang ... 50

5. Deskripsi varietas Martapura ... 51

6. Deskripsi varietas Margasari ... 52

7. Deskripsi varietas Siak raya ... 53

8. Rataan tinggi tanaman 2 MST... 54

9. Sidik ragam tinggi tanaman 2 MST ... 54

10. Rataan tinggi tanaman 4 MST... 55

11. Sidik ragam tinggi tanaman 4 MST ... 55

12. Rataan tinggi tanaman 6 MST... 56

13. Sidik ragam tinggi tanaman 6 MST ... 56

14. Rataan tinggi tanaman 8 MST... 57

15. Sidik ragam tinggi tanaman 8 MST ... 57

16. Rataan jumlah anakan 2 MST ... 58

17. Sidik ragam jumlah anakan 2 MST ... 58

18. Rataan jumlah anakan 4 MST ... 59

19. Sidik ragam jumlah anakan 4 MST ... 59

20. Rataan jumlah anakan 6 MST ... 60

(12)

23. Sidik ragam jumlah anakan 8 MST ... 61

24. Rataan umur keluar malai ... 62

25. Sidik ragam umur keluar malai ... 62

26. Rataan jumlah anakan produktif ... 63

27. Sidik ragam jumlah anakan produktif ... 63

28. Rataan panjang malai ... 64

29. Sidik ragam panjang malai ... 64

30. Rataan bobot basah akar ... 65

31. Bobot basah akar ... 65

32. Rataan bobot kering akar ... 66

33. Sidik ragam bobot kering akar ... 66

34. Rataan umur panen ... 67

35. Sidik ragam umur panen ... 67

36. Rataan jumlah gabah per malai ... 68

37. Sidik ragam jumlah gabah per malai ... 68

38. Rataan persentase gabah berisi... 69

39. Sidik ragam persentase gabah berisi ... 69

40. Rataan persentase gabah hampa ... 70

41. Sidik ragam persentase gabah hampa ... 70

42. Rataan bobot 1000 butir ... 71

43. Sidik ragam bobot 1000 butir ... 71

44. Rataan produksi gabah ... 72

(13)

46. Rangkuman Hasil Penelitian ... 74

47. Gambar Foto Lahan Penelitian... 75

48. Gambar Produksi per Varietas ... 76

(14)

i

Satriya Sandi K : Uji Adaptasi Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) Pada Tanah Salin di bawah bimbingan ibu Lollie Agustina P.Putri dan bapak Mbue Kata Bangun.

Dalam upaya peningkatan produksi padi, salah satu ara yang dapat dilakukan adalah dengan memperrluas areal pertanaman padi pada lahan salin, sehingga perlu dikaji kembali beberapa varietas agar didapat varietas yang mampu beradaptasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan varietas padi yang dapat beradaptasi pada tanah salin. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjung Rejo, dusun Paluh Merbau Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara yang berada pada ketinggian ± 1 m diatas permukaan laut dan jarak kepantai 1.5 – 2 km. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Oktober 2011. Penelitin ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan 18 varietas yang sebelumnya dilakukan uji pendahuluan sehingga didapat 5 varietas yang mampu beradaptasi pada tanah salin.

Hasil penelitian ini diperoleh bahwa didapat 5 varietas yang dapat beradaptasi pada tanah salin yaitu Banyuasin, Siakraya, Martapura, Dendang dan Margasari. Dari kelima varietas yang dapat beradaptasi maka diperoleh varietas Martapura yang lebih baik bila dilihat pada pengamatan parameter tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, panjang malai, bobot basah akar dan produksi gabah.

(15)

ii

ABSTRACT

Satriya Sandi K : Test Adaptation Some Varieties (Oryza sativa L.) On the Salinity Soil, guidance by Mrs. Lollie Agustina P.Putri and Mr. Mbue Kata Bangun.

One way to effort increase rice production is to expend the cultivation area of rice on salinity soil, so it needs to review of some varieties in order the varieties can adaptation. This research aims to obtain varieties of rice (Oryza sativa L.) that can be adapted to salinity soil. The research is conducted in the Desa Serdang regency, North Sumatera at ± 1 m altitude above sea level and distance to the beach 1.5 – 2 km. The research is carried out in May until October 2011. The design of the experiment was randomized block design non factorial with 18 varieties that carried out a preliminary test before, in order get 5 varieties that can adapt to salinity soil.

The results of this research get 5 varieties that can adapt to the salinity soil is Banyuasin, Siakraya, Martapura, Dendang, and Margasari. From the five varieties that can adapt, so Martapura ie better when viewed on the observation parameters of plant height, number of tillers, number of productive tillers, panicle length, wet weight of roots and grain productions.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman padi berupa beras adalah bahan makanan utama bagi lebih dari 1750 juta penduduk yang menghuni negara-negara Asia, termasuk di dalamnya lebih dari 120 juta penduduk Indonesia yang dari hari ke hari hidup dengan makan nasi 3 kali sehari, pagi, siang dan petang. Selain itu, beras juga merupakan komoditas politik yang sangat strategis, sehingga produksi beras dalam negeri menjadi tolak ukur ketersediaan pangan bagi Indonesia (Haryadi, 2006).

Produksi padi tahun 2010 (ARAM III) diperkirakan sebesar 65.98 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), naik 1.58 juta ton (2.46 persen) dibandingkan produksi tahun 2009. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen sebesar 234,54 ribu hektar (1.82 persen) dan produktivitas sebesar 0.31 kuintal/hektar (0.62 persen). Kenaikan produksi padi tahun 2010 sebesar 1.58 juta ton tersebut terjadi pada perkiraan September−Desember sebesar 2.09 juta ton,

sedangkan realisasi produksi Januari−Agustus turun sebesar 0.51 juta ton (BPS, 2010).

(17)

2

mencetak lahan pertanian baru. Beberapa ahli telah melakukan penelitian pada tanah rawa di daerah pasang surut dan ternyata tidak sedikit yang potensial untuk dijadikan sebagai lahan pertanian baru (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1988).

Areal pasang surut di Indonesia diperkirakan mencapai 20.11 juta ha, dengan 2.07 juta ha lahan potensial, 6.71 juta ha sulfat masam, 19.89 juta ha lahan gambut, dan 0.44 juta ha lahan salin. Dari 9.53 juta ha lahan yang berpotensi sebagai areal pertanian, telah direklamasi 4.19 juta ha sehingga masih tersedia 5.34 juta ha yang dapat dimanfaatkan menjadi areal pertanian (Deptan, 2008).

salinitas telah meluas akhir-akhir ini. Data dari FAO (2005) memperlihatkan bahwa hampir 50% lahan irigasi mengalami masalah salinitas. Setiap tahun beberapa ratus ribu hektar lahan irigasi ditinggalkan karena mengalami salinisasi.

(18)

Dari permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk menguji beberapa varietas padi (Oryza sativa L.) pada tanah salin (DHL = 7.32, pH= 8.1) seiring terbatasnya lahan produktif yang menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan-lahan marjinal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan varietas padi (Oryza sativa L.) yang dapat beradaptasi pada tanah salin.

Hipotesa Penelitian

Terdapat varietas padi (Oryza sativa L.) yang dapat beradaptasi pada tanah salin.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi yang

merupakan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas

(19)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophytae dengan subdivisio Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae, termasuk ordo Poales dengan famili Graminae serta genus Oryza Linn dan dengan nama spesies Oryza sativa L.

Padi temasuk golongan tanaman semusim atau tanaman muda yaitu tanaman yang biasanya berumur pendek, kurang dari 1 tahun dan hanya 1 kali produksi. Tanaman padi (Oryza sativa L.) mempunyai jumlah khromosom 2n =24. Sedangkan spesies Oryza yang lain ialah Oryza glaberima Stund, Oryza officinallis Wall dan Oryza longistaminata Chev juga mempunyai khromosom 2n = 24 (AAK, 1990).

Akar tanaman padi memiliki sistem perakaran serabut. Ada dua macam akar yaitu :

1. Akar seminal yang tumbuh dari akar primer radikula sewaktu berkecambah dan bersifat sementara

2. Akar adventif sekunder yang bercabang dan tumbuh dari buku batang muda bagian bawah

(20)

karena munculnya bukan dari akar yang telah tumbuh sebelumnya (Suharno, 2005).

Batang terdiri atas beberapa ruas yang dibatasi oleh buku, dan tunas (anakan) tumbuh pada buku. Jumlah buku sama dengan jumlah daun ditambah dua yakni satu buku untuk tumbuhnya koleoptil dan yang satu lagi buku terakhir yang menjadi dasar malai. Ruas yang terpanjang adalah ruas yang teratas dan panjangnya berangsur menurun sampai ke ruas yang terbawah dekat permukaan tanah (Tobing et al., 1995).

Anakan muncul pada batang utama dalam urutan yang bergantian. Anakan primer tumbuh dari buku terbawah dan memunculkan anakan sekunder. Anakan sekunder ini pada gilirannya akan menghasilkan anakan tersier (Suharno, 2005).

Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Malai terdiri dari 8–10 buku yang menghasilkan cabang–cabang primer selanjutnya menghasilkan

cabang–cabang sekunder. Dari buku pangkal malai pada umumnya akan muncul hanya satu cabang primer, tetapi dalam keadaan tertentu buku tersebut dapat menghasilkan 2–3 cabang primer (Tobing et al., 1995).

Biji padi atau gabah terdiri atas dua penyusun utama, yaitu 72-82% bagian yang dapat dimakan atau kariopsis (beras pecah kulit) dan 18%-28% kulit gabah atau sekam. Kariopsis tersusun dari 1-2% pericarp, 4-6% aleuron dan testa, 2-3% lemma (sekam kelopak) dan 89-94% endocarp (Haryadi, 2006).

(21)

6

1. Stadia vegetatif : dari perkecambahan sampai terbentuknya bulir. Pada varietas padi yang berumur pendek (120 hari) stadia ini lamanya sekitar 55 hari, sedangkan pada varietas padi berumur panjang (150 hari) lamanya sekitar 85 hari.

2. Stadia reproduktif : dari terbentuknya bulir sampai pembungaan. Pada varietas berumur pendek lamanya sekitar 35 hari dan pada varietas berumur panjang sekitar 35 hari juga.

3. Stadia pembentukan gabah atau biji : dari pembungaan sampai pemasakan biji. Lamanya stadia sekitar 30 hari, baik untuk varietas padi berumur pendek maupun berumur panjang.

Apabila ketiga stadia dirinci lagi, maka akan diperoleh sembilan stadia. Masing-masing stadia mempunyai ciri dan nama tersendiri. Stadia tersebut adalah:

1. Stadia 0 : dari perkecambahan sampai timbulnya daun pertama, biasanya memakan waktu sekitar 3 hari.

2. Stadia 1 : stadia bibit, stadia ini lepas dari terbentuknya daun pertama sampai

terbentuk anakan pertama lamanya sekitar 3 minggu atau sampai pada umur 24 hari.

3. Stadia 2 : stadia anakan, ketika jumlah anakan semakin bertambah sampai batas maksimum lamanya sampai 2 minggu atau saat padi berumur 40 hari.

4. Stadia 3 : stadia perpanjangan batang, lamanya sekitar 10 hari yaitu sampai terbentuknya bulir saat padi berumur 52 hari.

(22)

6. Stadia 5 : perkembangan bulir, lamanya sekitar 2 minggu saat padi sampai berumur 72 hari. Bulir tumbuh sempurna sampai terbentuknya biji.

7. Stadia 6 : pembungaan, lamanya 10 hari saat mulai muncul bunga, polinasi, dan fertilisasi.

8. Stadia 7 : stadia biji berisi cairan menyerupai susu, bulir kelihatan berwarna hijau, lamanya sekitar 2 minggu yaitu padi berumur 94 hari.

9. Stadia 8 : ketika biji yang lembek mulai mengeras dan berwarna kuning, sehingga seluruh pertanaman kelihatan kekuning-kuningan. Lama stadia ini sekitar 2 minggu, saat tanaman berumur 102 hari.

10. Stadia 9 : stadia pemasakan biji. Biji berukuran sempurna, keras dan

berwarna kuning, bulir mulai merunduk, lama stadia ini sekitar 2 minggu sampai padi berumur 116 hari.

Syarat Tumbuh

Iklim

Padi dapat tumbuh dengan baik di daerah yang berhawa panas dan udaranya banyak mengandung uap air. Di negeri kita padi ditanam dari dataran rendah sampai 1.300 meter diatas permukaan laut (Sumartono et al., 1990).

(23)

8

Biswas dan Choudhuri (1983) bahwa stress air pada masa vegetatif dapat memperbesar hasil tanaman, sebaliknya stress air pada masa generatif sangat menurunkan hasil. Di musim hujan, walaupun air melimpah prduksi dapat menurun karena penyerbukan kurang intensif (Ristek, 2011).

Angin mempunyai pengaruh positif dan negatif terhadap tanaman padi. Pengaruh positifnya terutama pada proses penyerbukan dan pembuahan. Tetapi angin juga berpengaruh negatif, karena penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau jamur dapat ditularkan oleh angin, dan apabila terjadi angin kencang pada saat tanaman berbunga, buah dapat menjadi hampa dan tanaman roboh. Hal ini akan lebih terasa lagi apabila penggunaan pupuk N berlebihan, sehingga tanaman tumbuh terlalu tinggi (Deptan, 2009).

Tanah

Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah yang cukup (Luh, 1980).

Keasaman tanah antara pH 4.0-7.0. Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral (7.0). Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8.1- 8.2 tidak merusak tanaman padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus (Ristek, 2011).

(24)

siap dimanfaatkan oleh akar tanaman. Keseimbangan antara udara dan air sangat diperlukan bagi tanah pertanian, sebab tanah yang kekurangan air atau udara tidak baik bagi tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Pemuliaan Tanaman Padi

Usaha peningkatan produksi tanaman padi sering mengalami kendala baik yang bersifat biotik maupun yang bersifat abiotik. Kendala biotik dapat berupa serangan hama penyakit seperti misalnya serangan hama wereng. Sedangkan kendala abiotik dapat berupa tekanan dari lingkungan seperi misalnya cekaman air, kekurangan unsur hara atau tekanan lingkungan lainnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil per satuan luas dapat ditempuh dengan menanam varietas unggul padi sawah dengan potensi hasil tinggi dan didukung oleh karakteristik low input, tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik dan berkualitas baik (Jonharnas, 2009).

Pengenalan varietas-varietas padi hasil pemuliaan pada tahun 1960-an yang dikenal sebagai varietas “revolusi hijau”, dengan ciri ciri tanaman pendek, tegak, dan tidak peka terhadap perubahan-perubahan masa penyinaran matahari, telah mengakibatkan penggantian pembudidayaan varietas tradisional yang meluas, dengan varietas unggul yang lebih tahan terhadap serangan hama (Haryadi, 2006).

(25)

10

ekonomi masyarakat, permintaan akan tipe varietas yang dihasilkan juga berbeda-beda (Daradjat et al., 2001).

Susanto et al., (2003) persilangan padi di Indonesia dimulai pada tahun 1920-an dengan memanfaatkan gene pool yang dibangun melalui introduksi tanaman. Sampai dengan tahun 1960-an, pemuliaan padi diarahkan pada lahan dengan pemupukan yang rendah, atau tanaman kurang responsif terhadap pemupukan. Telah dilaporkan bahwa pelepasan varietas padi pertama kali dilakukan pada tahun 1943, yaitu varietas Bengawan. Varietas tipe Bengawan memiliki latar belakang genetik yang merupakan perbaikan dari varietas Cina yang berasal dari Cina, Latisail dari India,dan Benong dari Indonesia.

Karakteristik padi tipe baru menurut Khush (1996) adalah potensi hasil tinggi, malai lebat (± 250 butir gabah/malai), jumlah anakan produktif lebih dari 10 dengan pertumbuhan yang serempak, tanaman pendek (± 90 cm), bentuk daun lebih efisien, hijau tua, senescence lambat, tahan rebah, perakaran kuat, batang lurus, tegak, besar, dan berwarna hijau gelap, sterilitas gabah rendah, berumur genjah (100−130 hari), beradaptasi tinggi pada kondisi musim yang berbeda, IP mencapai 0.60, efektif dalam translokasi fotosintat dari source ke sink (biji), responsif terhadap pemupukan berat, dan tahan terhadap hama dan penyakit. Contoh padi tipe baru adalah Cimilati, Gilirang dan Fatmawati.

(26)

dan stabilitas hasil suatu genotipe. Pengukuran stabilitas relatif dari suatu genotipe pada rentang wilayah yang luas penting untuk menentukan efisiensi pemuliaan Pengujian pada berbagai lingkungan perlu dilakukan karena di Indonesia lingkungan tumbuh padi sangat beragam baik dari tipe lahan yang digunakan, jenis tanah, cara budidaya, pola tanam maupun musim tanam. Sutami (2004) mengemukakan bahwa keragaman lingkungan tumbuh tersebut akan berpengaruh terhadap hasil gabah persatuan luas. Dengan adanya fenomena interaksi genotipe dengan lingkungan, dengan hasil suatu genotipe sering tidak konsisten dari satu lingkungan ke lingkungan yang lain. Hal ini menyulitkan pemulia dalam memilih genotipe terbaik. Besarnya interaksi genotipe dengan lingkungan perlu diperhatikan untuk menghindari kehilangan genotipe unggul.

Suatu genotipe yang stabil dan berdaya hasil tinggi sangat diperlukan oleh para petani yang berlahan sempit untuk mengurangi resiko kegagalan panen akibat perubahan faktor lingkungan yang tidak dapat diperkirakan.

Berdasarkan hasil penelitian Munandar et al, (1996) dalam Widodo, dkk (2004) dikatakan bahwa peningkatan 1 cm tinggi tanaman memungkinkan peningkatan hasil sebesar 0,27 g per rumpun. Salah satu karakteristik agronomis penting yang menunjukkan hasil tinggi pada penelitian adalah tinggi tanaman padi lebak.

Heritabilitas

(27)

12

tinggi > 0.5 ; heritabilitas sedang 0.2 – 0.5; dan heritabilitas rendah < 0.2. Jika heritabilitas kurang dari satu, maka nilai tengah dari keturunan dalam hubungannya dengan nilai tengah induk-induknya, terjadi regresi ke arah nilai tengah generasi sebelumnya. Jika heritabilitas itu adalah 0,5 maka nilai tengah keturunan beregresi 50% kearah nilai tengah generasi sebelumnya, jika heritabilitas itu adalah 0.25 maka nilai tengah keturunan beregresi 75% ke arah nilai tengah generasi sebelumnya. Jadi jika heritabilitas = 100%, maka sama dengan persentase regresi (Stansfield, 1991).

Heritabilitas juga merupakan parameter yang digunakan untuk seleksi pada lingkungan tertentu, karena heritabilitas merupakan gambaran apakah suatu karakter lebih dipengaruhi faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik relatif lebih berperan dibandingkan faktor lingkungan. Sifat yang mempunyai heritabilitas tinggi maka sifat tersebut akan mudah diwariskan pada keturunan berikutnya (Alnopri, 2004). Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi varian genetik terhadap varian total (varian fenotipe), yang biasanya dinyatakan dengan persen (%). Heritabilitas dituliskan dengan huruf H atau h2, sehingga :

(28)

Salinitas

Donahue et al (1983) dalam Sunarto (2001) mendefenisikan tanah salin adalah tanah yang mengandung garam NaCI terlarut dalam jumlah banyak sehingga menganggu pertumbuhan tanaman. Larutan garam tanah mengganggu pertumbuhan tanaman. Larutan garam tanah biasanya tersusun dari ion Na+, Ca++, Mg++, CI-, CO4-2dan CO3-2 , sehingga pengikatan NaCl akan menurunkan kadar kalium.

Salinitas tanah yang tinggi dapat menyebabkan keracunan pada tanaman. Keracunan ini disebabkan oleh ion-ion spesifik seperti ion Na, Cl dan SO4 yang banyak terdapat pada tanah-tanah dengan tingkat salinitas yang tinggi. Hal ini dapat mempengaruhi proses fisiologi tanaman seperti tanaman seperti fotosintesis, transpirasi dan sintesis klorofil (Hasibuan, 2008).

Tanaman halofit merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada tanah dengan kadar garam tinggi. Telah lama diketahui bahwa tanaman-tanaman demikian mengandung konsentrasi cairan sel yang tinggi karena absorbsi garam dalam jumlah banyak. Nilai osmotik setinggi 200 atm pernah tercatat terjadi. Akan tetapi, pada kasus tertentu angka ini terlalu tinggi karena disebabkan oleh

pelarutan kembali garam-garam yang dikeluarkan permukaan sel (Harjadi dan Sudirman, 1988).

(29)

14

hantar listrik (DHL) sering dipakai sebagai indeks bahaya salinisasi. Bahaya salinisasi dianggap rendah jika air irigasi yang digunakan mempunyai 0.75 mmho/cm (Tan, 1995).

Menurut Brinkman and Singh (1982) dalam Sembiring dan Gani, (2011). gejala keracunan garam padi tanaman padi berupa terhambatnya pertumbuhan, berkurangnya anakan, ujung-ujung daun bewarna keputihan dan sering terlihat bagian-bagian yang khlorosis pada daun, dan walaupun tanaman padi tergolong tanaman yang tolerannya sedang, pada nilai EC sebesar 6-10 dS m-1 penurunan hasil gabah mencapai 50%.

Pada tanaman bakau, pertumbuhan tanaman yang cepat merupakan mekanisme lain untuk mengencerkan garam. Kelebihan garam pada tanaman ini biasanya dikeluarkan pada permukaan daun untuk membantu mempertahankan konsentrasi garam yang konstan dalam jaringan (Salisbury, 1985).

Lebih jauh, Dobermann and Fairhurst (2000) dalam Sembiring dan Gani, (2011) menyimpulkan bahwa padi relatif lebih toleran terhadap salinitas saat perkecambahan, tapi tanaman bisa dipengaruhi saat pindah tanam, bibit masih muda, dan pembungaan. Pengaruh lebih jauh terhadap tanaman padi adalah: 1) berkurangnya kecepatan perkecambahan; 2) berkurangnya tinggi tanaman dan jumlah anakan; 3) pertumbuhan akar jelek; 4) sterilitas biji meningkat; 5) kurangnya bobot 1000 gabah dan kandungan protein total dalam biji karena penyerapan Na yang berlebihan; dan 6) berkurangnya penambatan N2 secara biologi dan lambatnya mineralisasi tanah.

(30)
(31)

16

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Desa Tanjung Rejo,dusun Paluh Merbau Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara yang berada pada ketinggian tempat ±1 m diatas permukaan laut dan jarak ke pantai 1.5 – 2 km. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa varietas padi sebanyak 5 varietas yang dapat hidup dari 18 varietas yang di tanam. Kelima varietas padi tersebut yaitu Banyuasin, Martapura, Siak raya, Dendang dan Margasari. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini berupa pupuk N, P dan K, herbisida, fungisida dan insektisida dan bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat penyemprot herbisida untuk membunuh gulma, pH meter untur mengukur pH tanah, meteran untuk menukur tinggi tanaman, timbangan analitik untuk mengukur produksi dan peralatan lain yang mendukung dalam penelitian ini.

Metode Penelitian

(32)

Uji pendahuluan pada fase perkecambahan dengan menggunakan 18 varietas. Dimana dari 18 varietas ini akan dipilih tanaman yang dapat hidup dan akan dilanjutkan untuk dianalisis.

II. Uji Lanjutan

Percobaan varietas yang digunakan di lapangan yaitu uji lanjutan dari 18 varietas yang di tanaman, diperoleh 5 varietas yang dapat hidup dan mampu beradaptasi yaitu : Banyuasin, Siak raya, Martapura, Dendang dan Margasari.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor yang diamati berupa varietas padi sebanyak 5 varietas yang dapat hidup dari 18 varietas yang di tanam. Kelima varietas padi tersebut yaitu Banyuasin, Martapura, Siak raya, Dendang dan Margasari. Jumlah plot seluruhnya 15 plot, luas plot 3m x 2m, jarak tanam 20cm x 15 cm, jumlah tanaman per plot 156 tanaman dengan jumlah sampel per plot sebanyak 15 tanaman.

Ukuran Plot : 3 m x 2 m Jarak Tanam : 20 cm x 15 cm

Jumlah Plot : 15 plot

(33)

18

Model liniear yang digunakan untuk rancangan acak kelompok (RAK) adalah:

Dari hasil penelitian yang berpengaruh nyata pada sidik ragam maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% (Bangun, 1991).

Tabel 1. Model sidik ragam dan nilai estimasi kuadrat tengah

Sumber Keragaman db JK KT

1. Keragaman Genotipe dan Fenotipe

(34)

r

Heritabilitas dari seluruh sampel dihitung dengan rumus :

e

Menurut Stansfield (1991) kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut : Heritabilitas tinggi : > 0,5

Heritabilitas sedang : = 0,2 – 0,5 Heritabilitas rendah : < 0,2

3. Uji beda dua rata-rata

(35)

20

thit = X1 - Xo

n s

dimana X 1 = nilai pengamatan dari penelitian X o = nilai dari deskribsi

s = nilai dari KT e n = jumlah blok

(36)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Lahan dengan luas sekitar 500 m2 dibersihkan dari gulma dengan menggunakan herbisida, selanjutnya lahan penelitian dibagi 3 ulangan dan setiap ulangan diplot menjadi 18 plot setiap ulangan sehingga seluruh lahan terdapat 54 plot,dengan ukuran plot 2m x 3m. Setiap plot dibatasi oleh pematang selebar 50 cm dan antar plot dibatasi oleh pematang dengan lebar 100 cm dan di pinggir pematang dibuat saluran air.

Persemaian

Masing-masing benih direndam selama 24 jam dan diingkubasikan selama 12 jam sebelum ditabur di persemaian. Persemaian dipersiapkan dalam bentuk bedengan dengan luas masing-masing 50 cm x 50 cm dan dibuat drainase di sekeliling bedengan. Benih yang sudah berkecambah ditabur secara merata di atas permukaan tanah. Dilakukan penyiraman secara teratur sesuai dengan kebutuhan tanaman dan gulma dikendalikan secara manual. Bibit ditanam setelah berumur 21 hari di pembibitan.

Pengelolaan Tanaman

(37)

22

Dilakukan penutupan dengan jaringan pada saat tanaman telah berbulir jika terdapat serangan hama burung.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan dua kali yaitu sebagai pupuk dasar dan pupuk susulan. Pupuk dasar dilakukan tiga hari setelah pindah tanam dan pemupukan susulan dilakukan tiga puluh lima (35) hari setelah pindah tanam. Jenis pupuk yang diaplikasikan yaitu Urea, SP-36, KCl sebagai pupuk dasar.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan setelah tanaman memenuhi kriteria panen, adapun kriteria panen untuk tanaman padi adalah lebih kurang 95% gabah pada malai telah menguning. Pemanenan dilakukan dengan cara perontokan.

Pengamatan Parameter

Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi pada tanaman sampel. Pengukuran dilakukan mulai dari tanaman berumur dua minggu setelah pindah tanam dengan interval 2 minggu hingga masa reproduktif.

Jumlah Anakan (Batang)

(38)

Umur Keluar Malai (hari)

Umur keluar malai diamati pada tanaman sampel dengan menghitung mulai dari tanam sampai dengan keluar malai.

Jumlah Anakan Produktif (anakan)

Jumlah anakan produktif ditentukan dari rumpun sampel pada masa panen.

Panjang Malai (cm)

Panjang malai diukur dari pangkal malai sampai ujung malai pada tanaman sampel

Bobot Basah Akar (g)

Dilakukan dengan cara mengambil bagian akar tanaman, dicuci dan ditimbang bobot basahnya. Pengukuran dilakukan pada akhir vegetatif.

Bobot Kering Akar (g)

Dilakukan dengan cara mengeringkan dalam oven bagian akar tanaman pada suhu 1050 selama 24 jam, kemudian ditimbang dengan timbangan analitik. Pengukuran dilakukan pada akhir vegetatif.

Umur Panen (hari)

Umur panen diamati pada tanaman sampel dengan menghitung jumlah hari malai dari saat tanam sampai dengan waktu panen.

Jumlah Gabah (butir per malai)

(39)

24

Persentase Gabah Berisi dan Hampa (persen)

Persentase gabah berisi dihitung dengan membagikan jumlah gabah berisi dengan jumlah total gabah (berisi+hampa) dikali 100% dengan menggunakan sampel yang sama untuk perhitungan jumlah gabah permalai. Sedangkan persentase gabah hampa adalah 100% dikurang persentase gabah berisi.

Bobot 1000 Butir Gabah (g)

Bobot 1000 butir gabah dihitung dengan menimbang 1000 butir gabah tanaman sampel yang sama.

Produksi Gabah (kg)

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil penelitian yang dilakukan, bahwa dari 18 varietas yang ditanam hanya 5 varietas (Banyuasin, Martapura, Siak raya, Dendang dan Margasari) yang dapat tumbuh pada tanah salin dengan pH : 7,1-7,8 dan DHL : 6,7-8,4. Untuk itu hanya 5 varietas yang dapat dilanjutkan untuk dianalisis dalam penelitian ini.

Tinggi Tanaman

Dari hasil pengamatan dan sidik ragam dari tinggi tanaman pada 2, 4, 6 dan 8 MST dapat dilihat pada lampiran 53 s.d 56. Dari sidik ragam diperoleh bahwa varietas berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada 2, 4, 6 dan 8 MST. Rataan tinggi tanaman 2, 4, 6 dan 8 MST dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2, 4, 6 dan 8 MST

Varietas tinggi tanaman

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

V1 (Banyuasin) 46,37 b 72,68 b 85,63 b 97,71 ab V6 (Martapura) 50,63 a 79,90 a 93,13 a 104,82 a V8 (Siak raya) 44,69 b 73,54 ab 86,69 ab 97,58 ab V3 (Dendang) 39,53 c 67,62 b 79,88 b 91,40 b

V7 (Margasari) 43,16 bc 72,06 b 85,44 b 97,98 ab

BNJ.05 = 4,27 BNJ.05 = 6,84 BNJ.05 = 7,18 BNJ.05 = 7,71

(41)

26

Dari tabel 2 dapat dilihat pada 2 MST, rataan tinggi tanaman yang tertinggi terdapat pada varietas Martapura (50,63 cm) dan terendah terdapat pada varietas Dendang (39,53 cm). Varietas Martapura berbeda nyata dengan varietas Banyuasin, Siak raya, Dendang dan Margasari.

Pada 4 MST, rataan tinggi tanaman yang tertinggi terdapat pada varietas Martapura (79,90 cm) dan terendah terdapat pada varietas Dendang (67,62 cm). Varietas Martapura berbeda nyata dengan varietas Banyuasin, Dendang dan Margasari tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Siak raya.

Pada 6 MST, rataan tinggi tanaman yang tertinggi terdapat pada varietas Martapura (93,13 cm) dan terendah terdapat pada varietas Dendang (79,88 cm). Varietas Martapura berbeda nyata dengan varietas Banyuasin, Dendang dan Margasari tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Siak raya.

Pada 8 MST, rataan tinggi tanaman yang tertinggi terdapat pada varietas Martapura (104,82 cm) dan terendah terdapat pada varietas Dendang. Varietas Martapura tidak berbeda nyata dengan varietas Banyuasin (97,71 cm), Siak raya (97,58 cm) dan varietas Margasari (97,98 cm) tetapi berbeda nyata dengan varietas Dendang (91,40 cm).

Jumlah Anakan

(42)

Tabel 3. Rataan Jumlah Anakan 2, 4, 6 dan 8 MST

Varietas Jumlah Anakan

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

V1 (Banyuasin) 7,60 b 14,84 b 20,44 b 24,76 b V6 (Martapura) 18,27 a 28,71 a 36,09 a 42, 56 a V8 (Siak raya) 7,96 b 13,87 b 19,71 b 23,07 b

V3 (Dendang) 3,44 b 7,33 b 12,11 b 14,24 b

V7 (Margasari) 3,13 b 6,58 b 10,84 b 13,40 b

BNJ.05 = 10,06 BNJ.05 = 13,11 BNJ.05 = 14,93 BNJ.05 = 16,92

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%

Dari tabel 3 dapat dilihat pada 2 MST jumlah anakan terbanyak terdapat pada varietas Martapura (18,27 anakan) dan terendah terdapat pada varietas Margasari (3,13 anakan).

Pada 4 MST, jumlah anakan terbanyak terdapat pada varietas Martapura (28,71 anakan) dan terendah terdapat pada varietas Margasari (6,58 anakan).

Pada 6 MST, jumlah anakan terbanyak terdapat pada varietas Martapura (36,09 anakan) dan terendah terdapat pada varietas Margasari (10,84 anakan).

Pada 8 MST, jumlah anakan terbanyak terdapat pada varietas Martapura (42,56 anakan) dan terendah terdapat pada varietas Margasari. Varietas Martapura berbeda nyata dengan varietas Banyuasin, Siak raya, Dendang dan Margasari.

Umur Keluar Malai

(43)

28

Tabel 4. Rataan Umur Keluar Malai (hari)

Varietas Umur Keluar Malai

V3 (Dendang) 96,7 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa umur keluar malai tercepat pada varietas Dendang (96,7 hari) yang berbeda nyata dengan varietas Banyuasin (101,5 hari), Martapura (103,7 hari), Siak Raya (100,4 hari), dan Margasari (101,2 hari).

Jumlah Anakan Produktif

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari jumlah anakan produktif dapat dilihat pada lampiran 62. Dari hasil sidik ragam diperoleh bahwa varietas berbeda nyata pada jumlah anakan produktif. Rataan jumlah anakan produktif dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Rataan Jumlah Anakan Produktif (anakan)

Varietas Jumlah Anakan Produktif

V6 (Martapura) 36,3 a

(44)

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah anakan produktif terbanyak terdapat pada varietas Martapura (36,3 anakan) yang berbeda nyata dengan

varietas Banyuasin (19,6 anakan), Siak Raya (18,6 anakan), Dendang (11,2 anakan) dan Margasari (10,7 anakan).

Panjang Malai

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari panjang malai dapat dilihat pada lampiran 63. Dari hasil analisis sidik ragam diperoleh bahwa varietas berbeda nyata pada panjang malai. Rataan panjang malai dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Rataan Panjang Malai (cm)

varietas panjang malai

V1 (Banyuasin) 19,04 a

V6 (Martapura) 19,76 a

V7 (Margasari) 19,70 a

V8 (Siakraya) 18,82 a

V3 (Dendang) 16,33 b

BNJ.05 = 1,85

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa panjang malai tertinggi terdapat pada varietas Martapura (19,76 cm) yang tidak berbeda nyata dengan varietas Banyuasin (19,04 cm), Martapura (19,76 cm), Siak Raya (18,82 cm) dan Margasari (19,70 cm) tetapi berbeda nyata dengan varietas Dendang (16,33 cm).

Bobot Basah Akar

(45)

30

nyata pada parameter bobot basah akar. Rataan bobot basah akar dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Rataan Bobot Basah Akar (g)

Varietas Bobot Basah Akar

V6 (Martapura) 76,25 a

V8 (Siak raya) 36,34 b

V1 (Banyuasin) 34,93 b

V7 (Margasari) 32,51 b

V3 (Dendang) 30,22 b

BNJ.05 = 28,88

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa bobot basah akar terberat terdapat pada

varietas Martapura (76,23 g) dan terendah terdapat pada varietas Dendang (30,17 g). Dari tabel 6 rataan bobot basah akar, varietas Martapura berbeda nyata

dengan varietas Banyuasin, Siak Raya, Dendang dan Margasari.

Bobot Kering Akar

(46)

Tabel 8. Rataan Bobot Kering Akar (g)

Varietas Bobot Basah Akar

V6 (Martapura) 16,63 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa bobot kering akar tertinggi terdapat pada varietas Martapura (16,63 g) dan terendah terdapat pada varietas Dendang (6,80 g). Dari tabel 8 juga dapat dilihat bahwa varietas Martapura berbeda nyata dengan varietas Siak raya dan Dendang serta tidak berbeda nyata dengan varietas Banyuasin dan Margasari.

Umur Panen

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari umur panen dapat dilihat pada lampiran 66. Dari hasil sidik ragam diperoleh bahwa varietas berbeda nyata pada umur panen. Rataan umur panen dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Rataan Umur Panen (hari)

Varietas Umur Panen

V3 (Dendang) 126,3 a

(47)

32

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa umur panen tercepat terdapat pada varietas Dendang (126,3 hari) yang berbeda nyata dengan varietas Banyuasin, Martapura, Margasari dan varietas Siak raya. Umur panen terlama terdapat pada varietas Martapura (134,7 hari).

Jumlah Gabah per Malai

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari jumlah gabah dapat dilihat pada lampiran 67. Dari hasil sidik ragam diperoleh bahwa varietas berbeda nyata pada jumlah gabah. Rataan umur panen dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Rataan Jumlah Gabah/Malai (butir)

Varietas Jumlah Gabah/malai

V1 (Banyuasin) 202,07a

V6 (Martapura) 197,53ab

V8 (Siak raya) 195,13ab

V3 (Dendang) 186,64b

V7 (Margasari) 197,96ab

BNJ.05 = 11,88

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%

Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa jumlah gabah per malai terendah terdapat pada varietas Dendang (186,64 butir) dan tertinggi terdapat pada varietas Banyuasin (202,07 butir). Varietas Dendang berbeda nyata dengan varietas Banyuasin dan tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya.

Persentase Gabah Berisi dan Hampa

(48)

bahwa varietas berbeda nyata terhadap persentase gabah berisi dan hampa. Rataan persentase gabah berisi dan hampa dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Rataan Persentase Gabah Berisi dan Hampa (%) Varietas Persentase gabah

berisi

persentase gabah hampa

V1 (Banyuasin) 84,43b 15,57b

V6 (Martapura) 83,17bc 16,83bc

V8 (Siak raya) 87,90a 12,10a

V3 (Dendang) 81,03c 18,97c

V7 (Margasari) 88,00a 12,00a

BNJ.05 = 3,00 BNJ.05 = 3,00

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%

Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa persentase gabah berisi dan hampa terbaik terdapat pada varietas Margasari, yang mana pada varietas Margasari menunjukkan persentase gabah berisi yang tertinggi (88,00%) dan persentase gabah hampa yang terendah (12,00%) dari beberapa varietas yang diteliti. Pada tabel 11 juga dapat dilihat bahwa varietas Margasari berbeda nyata dengan varietas Banyuasin, Martapura, Dendang dan tidak berbeda nyata dengan varietas Siak Raya.

Bobot 1000 butir gabah

(49)

34

Tabel 12. Rataan Bobot 1000 Butir Gabah (g)

Varietas Bobot 1000 Butir Gabah

V1 (Banyuasin) 27,40a

V6 (Martapura) 20,30c

V8 (Siak raya) 26,73a

V3 (Dendang) 24,00b

V7 (Margasari) 19,73c

BNJ.05 = 2,27

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%

Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa bobot 1000 butir gabah terberat terdapat pada varietas Banyuasin (27,40 g) dan teringan terdapat pada varietas Margasari (19,73 g). Dari hasil analisis sidik ragam dari bobot 1000 butir gabah, varietas Banyuasin berbeda nyata terhadap varietas Martapura, Dendang, serta Margasari dan tidak berbeda nyata terhadap varietas Siak Raya.

Produksi Gabah

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari produksi gabah dapat dilihat pada lampiran 71. Dari hasil sidik ragam diperoleh bahwa varietas berbeda nyata pada produksi gabah. Rataan produksi gabah dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Rataan Produksi Gabah (kg/plot)

Varietas Produksi

V1 (Banyuasin) 3,13ab

V6 (Martapura) 4,10a

V8 (Siak raya) 3,03b

V3 (Dendang) 3,07b

V7 (Margasari) 3,93ab

BNJ.05= 1,02

(50)

Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa produksi gabah terbanyak terdapat pada

varietas Martapura (4,10 kg) dan terendah terdapat pada varietas Siak Raya (3,03 kg). Varietas Martapura berbeda nyata dengan varietas Siak raya dan

Dendang, tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Banyuasin dan Margasari.

Uji Beda Dua Rata-rata

Nilai uji beda dua rata-rata untuk masing-masing varietas dapat dilihat pada tabel 14.

tabel 14. Nilai uji beda dua rata-rata

Varietas

Ket: * = terdapat perbedaan yang nyata antara hasil penelitian dengan deskripsi tn = tidak terdapat perbedaan yang nyata antara hasil penelitian dengan deskripsi

Dari tabel 14 dapat dilihat bahwa varietas Banyuasin (2,726), Martapura (8,608), Siak raya (3,778) dan Margasari (2,726) menunjukkan perbedaan yang nyata antara hasil produksi penelitian dengan produksi pada deskribsi, sedangkan varietas Dendang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara hasil produksi penelitian dengan produksi pada deskribsi.

Pendugaan Karakter Genetik

(51)

36

Tabel 15. Nilai duga heritabilitas beberapa parameter dari tanaman padi

Karakter nilai (H) kriteria

Tinggi tanaman (cm) 0.73 Tinggi

Jumlah Anakan 0.78 Tinggi

Jumlah Anakan Produktif 0.77 Tinggi Umur Keluar Malai (hari) 0.97 Tinggi Umur Panen (hari) 0.98 Tinggi Panjang Malai (cm) 0.81 Tinggi Jumlah Gabah/malai (butir) 0.60 Tinggi Bobot Basah Akar (gr) 0.76 Tinggi

Tabel 15 menunjukkan bahwa nilai duga heritabilitas pada beberapa parameter dari tanaman padi menunjukkan nilai yang tinggi (>0,5). Nilai ini menunjukkan bahwa ada keragaman genetik yang tinggi pada populasi akibatnya setiap varietas menunjukkan perbedaan respon terutama dalam hal respon tingkat adaptasi tanaman.

Pembahasan

(52)

tanaman tertinggi dan produksi yang tinggi juga. Hal ini dikarenakan pada lahan-lahan salin mudah tergenang air pada saat pasang surut terjadi maupun pada saat hujan terjadi. Oleh karena itu tanaman membutuhkan tubuh yang tinggi untuk mengurangi pengaruh genangan yang bisa menyebabkan kerusakan jaringan tanaman. Hal ini sesuai pernyataan Munandar et al (1996) dalam Widodo, dkk (2004) yaitu bahwa tinggi tanaman merupakan karakter agronomis penting dari hasil tinggi pada tanaman padi lebak.

(53)

38

6,7-8,4 Berdasarkan perhitungan heritabilitas jumlah anakan produktif memiliki heritabilitas tinggi yaitu 0,77. Hal ini memberi arti bahwa pada karakter jumlah anakan produktif, genetik lebih berpengaruh dari pada lingkungan. Seperti yang dinyatakan Alnopri (2004) bahwa heritabilitas merupakan gambaran apakah suatu karakter lebih dipengaruhi faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik relatif lebih berperan dibandingkan faktor lingkungan. Sifat yang mempunyai heritabilitas tinggi maka sifat tersebut akan mudah diwariskan pada keturunan berikutnya. Dengan adanya pengaruh dari genetik tersebut, pada varietas Martapura terdapat suatu mekanisme adaptasi untuk bertahan pada kondisi yang tercekam yang lebih dipengaruhi oleh gen tanaman.

(54)

yang cepat merupakan mekanisme lain untuk mengencerkan garam. Garam yang berlebih biasanya dikeluarkan pada permukaan daun untuk mempertahankan konsentrasi garam di dalam jaringan tanaman.

Pada karakter bobot basah dan kering akar, varietas yang memiliki bobot basah akar terberat adalah varietas Martapura (76,25 g) dan teringan terdapat pada varietas Dendang (30,22 g). Begitu juga pada bobot kering akar, berat tertinggi terdapat pada varietas Martapura (16,63 g) yang tidak berbeda nyata dengan varietas Banyuasin serta Margasari dan teringan pada varietas Dendang (6,80 g). Jika dibandingkan dengan produksi ternyata bobot basah akar sejalan dengan produksi tanaman. Ini menunjukkan bahwa akar yang mampu untuk berkembang memiliki bobot basah akar yang lebih tinggi, yang mana merupakan suatu bentuk adaptasi tanaman pada lahan salin karena pada lahan salin sering terjadi penguapan (evaporasi) yang cepat pada saat musim kemarau sehingga menyebabkan tanah mengalami kekeringan dan terkumpulnya kadar garam dalam tanah. Sehingga yang paling dipengaruhi pada proses fisiologis tanaman adalah tekanan turgor tanaman, akibatnya untuk mempertahankan tekanan turgor tanaman harus menyerap air dalam jumlah banyak dan cara tanaman dalam proses ini adalah dengan memperpanjang akar tanaman. Harjadi dan Sudirman (1988) menyatakan bahwa tanaman yang dapat tumbuh pada tanah dengan kadar garam tinggi mengandung konsentrasi cairan sel yang tinggi karena absorbsi garam dalam jumlah yang banyak.

(55)

40

dan yang paling sedikit terdapat pada varietas Dendang (186,64 butir). Varietas Banyuasin tidak berbeda nyata dengan varietas Martapura, Siak raya dan Margasari tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Dendang. Dari jumlah gabah permalai tersebut, dapat diketahui bahwa persentase gabah berisi tertinggi terdapat pada varietas Margasari (88,0 %) dan terendah terdapat pada varietas Dendang (81,03%). Varietas Margasari tidak berbeda nyata dengan varietas Siak raya tetapi berbeda nyata dengan varietas Banyuasin, Martapura dan Dendang, begitu juga dengan persentase gabah hampa, varietas dengan persentase gabah hampa terendah terdapat pada varietas Margasari (12,00 %) dan tertinggi pada varietas Dendang (18,97%). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa varietas Dendang memiliki rataan terendah pada jumlah gabah per malai dan persentase gabah berisi serta memiliki rataan tertinggi pada persentase gabah hampa daripada varietas Banyuasin, Siak raya dan Margasari. Hal ini dimungkinkan adanya pengaruh stress air pada saat musim kemarau terjadi. Yang mana pada musim kemarau penguapan mudah terjadi pada tanah salin sehingga mengganggu tanaman khususnya pada saat proses anthesis dan fertilisasi. Seperti yang dinyatakan Namuco and O’toole (1986) yaitu stress air meningkatkan sterilitas bulir akibat abnormalitas kromosom yang menyebabkan kerusakan benang sari. Serta Biswas and Choudhari (1983) menambahkan bahwa stress air pada masa generatif dapat menurunkan hasil.

(56)
(57)

42

(58)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil uji pendahuluan yang dilakukan pada 18 varietas diperoleh 5 varietas yang dapat hidup dan mampu beradaptasi yaitu : Banyuasin, Martapura, Siak raya, Dendang dan Margasari.

2. Dari kelima varietas yang dapat beradaptasi maka diperoleh Varietas Martapura menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibanding varietas Banyuasin, Siak raya, Dendang dan Margasari, bila dilihat pada pengamatan parameter tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, panjang malai, bobot basah akar dan produksi gabah.

Saran

Disarankan dilakukan pengujian terhadap 5 varietas yang dapat tumbuh yaitu varietas Martapura, Banyuasin, Siak raya, Dendang dan Margasari pada tingkat DHL yang berbeda.

(59)

44

DAFTAR PUSTAKA

AKK., 1990. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius, Yogyakarta.

Alnopri, 2004. Variabilitas genetic dan Heritabilitas Sifat-Sifat Pertumbuhan Bibit Tujuh Genotipe Kopi Robusta-arabika. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 6, nomor 2, Available at : http://www.bdp.org/jipi/artikeljipi/2004/91.pdf. [12 Januari 2011]

Aryana. I. G. P. M., 2009. Adaptasi dan Stabilitas Hasil Galur-Galur Padi Beras Merah pada Tiga Lingkungan Tumbuh. J. Agron. Indonesia 37 (2) : 95 – 100 (2009)

Bangun, M.K., 1991. Rancangan Percobaan. Bagian 1. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Biswas, Ajoy K and Choudhuri MA, 1984. Effect of water stress at different developmental stages of field-grown rice. Journal Biologia Plantarum. 26 (4): 263-264

BPS, 2010. Aram Produksi Padi Tahun 2010. Badan Pusat Statistik. Jakarta. http://www.bps.go.id. [12 Januari 2011]

Brinkman, R and V.P Singh. 1982. Rapid reclamation of brackish water fishponds in acid sulfate soils. ILRI. Publ. Wageningen. Netherlands. p: 318-330.

Daradjat, A.A., Suwarno, B. Abdullah, Tj. Soewito, B.P. Ismail, dan Z.A. Simanullang. 2001. Status penelitian pemuliaan padi untuk memenuhi kebutuhan pangan masa depan. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.

Deptan, 2008. Luas Areal Pasang Surut di Indonesia. Jakarta. http://pustaka .litbang.deptan.go.id. [12 Januari 2011]

Deptan, 2009. Padi. Jakarta. http://pustaka .litbang.deptan.go.id. [12 Januari 2011]

Dobermann, A and T. Fairhurst. 2000. Rice. Nutrient disorders & nutrient management. International Rice Research Institute (IRRI). Potash & Phophate Institute/Potash & Phosphate Institute of Canada. p: 139-144. Donahue, R. L., R. W. Miler, J. C. Shickluna. 1983. Soil an introduction to soil

and plant growth. 5rd Ed, Prentice-hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

Grist, D.H., 1960. Rice. Formerly Agricultural Economist, Colonial Agricultural Service, Malaya. Longmans, Green and Co Ltd London.

(60)

Haryadi., 2006. Teknologi Pengelolaan Beras. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hasibuan, B.E., 2008. Pengelolahan Tanah dan Air Lahan Marjinal. Univerisitas Sumatera Utara, Medan.

Jonharnas (2009). Keragaan Pertumbuhan dan hasil Galur Padi Sawah di Kabupaten Serdang Bedagai Sumetera Utara. BPTP SUMUT. Jurnal Ilmiah Tambua, Vol VIII, No.3. Sepetember- Desember 2009. P:386-389.

Khairullah, I., Mawardi, S. Sulaiman, dan M. Sarwani. 2003. Inventarisasi dan Karakterisasi Plasma Nutfah Tanaman Pangan di Lahan Rawa. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Banjarbaru. Khush, G.S. 1996. Prospects of and approaches to increasing the genetic yield

potential of rice. In R.I. Everson, R.W. Herdt, and M. Hossain (Eds). Rice Research in Asia: Progress and Priorities. IRRI, Philippines.

Levitt, J. 1980. Responses of Plant to Environmental Stress 2nd ed. New York Academic pr. 607 p.

Luh, B.S., 1980. RICE ; Production and Utilization. The AVI Publishing Company, INC. USA

Mangoendidjojo, 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta. Munandar, Sukrilani, Yusup, Sulaiman dan A.Wijaya, 1996. Inventarisasi dan

Studi Karakter Agronomi Berupa Varietas Lokal Padi Lebak yang di Tanam Petani di Sekitar Palembang dan Kota Karya Agung. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 4(1) : 8-13

Namuco, OS and O’toole JC, 1986. Reproductive Stage Water Stress and Sterility. I. Effect of Stress during Meiosis. Crop Science 26 : 317-321 Nugraha, S., Sudaryono, Syafaruddin Lubis, Naning Saputra, Ridwan Thahir,

BAS Santosa, Ridwan Rachmat dan Mulyana Hadi Pernata, 2005. Laporan Balai Besar Libang Pascapanen Pertanian. Bogor 2005.

Ristek, 2011. Padi. Kementrian Negara Riset dan Teknologi. Jakarta. http://www.ristek.go.id. [12 Januari 2011]

Rosmarkam, A dan H. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Jakarta.

Sembiring, H. dan A. Gani, Adaptasi varietas padi pada tanah terkena Tsunami. Diakses pada tanggal 6 juni 2011.

Salisbury, Frank B. 1985. Plant Physiology 3rd edition. Wadsworth Publishing Company. California. 540 p.

(61)

46

Subandi.M.R., Hakim. A. Sudjana, M.M. Dahan, A. Rifin. 1979. Mean and Stability for Yield of Early and Late Varieties of Corn in Varying Environments. Cont.CRIA. 51:24 p.

Sudarmo, S., 1991. Pengendalian Hama, Penyakit, dan Gulma Padi. Cetakan-I. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Suharno., 2005. Dinas Pertanian Provinsi DIY. http://www.distanpemda-diy.go.id. Diakses tanggal 28 Februari 2008.

Sumartono., B. Samad dan R. Hardjono., 1990. Bercocok Tanam Padi. Cetakan 12.CV. Yasaguna, Jakarta.

Sunarto., 2001. Toleransi Kedelai terhadap Tanah Salin. Bul. Agron. (29) (1) 27 - 30.

Susanto. U., A.A. Daradjat, dan B. Suprihatno. 2003. Perkembangan Pemuliaan Padi Sawah di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Padi, , Sukamandi, Jurnal Litbang Pertanian, 22(3), 2003.

Sutami. 2004. Potensi Hasil Galur-Galur Padi Pasang Surut Terpilih Pada Kondisi Lahan Pasang Surut Sulfat Masam. Agrosains 6(2): 53-57, 2004

Sutedjo, M.M. dan A.G., 1988. Kartasapoetra. Budidaya Tanaman Padi di Lahan Rawa Pasang Surut. PT Bina Aksara, Jakarta.

Tan, K.H., 1995. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tobing, M.T; Opor, G; Sabar, G dan R. K. Damanik., 1995. Agronomi Tanaman Makanan. USU Press, Medan.

Gambar

Tabel 2. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2, 4, 6 dan 8 MST
Tabel 3. Rataan Jumlah Anakan 2, 4, 6 dan 8 MST
Tabel 5. Rataan Jumlah Anakan Produktif (anakan)
Tabel 6. Rataan Panjang Malai (cm)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemodelan yang digunakan untuk merancang sistem baru adalah UML ( Unified Modeling Language ) dan kuesioner untuk mengetahui kesiapan pengguna. Kesimpulan penelitian ini adalah

Dalam hal Konsumen sudah diberikan waktu untuk menyampaikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Konsumen tidak memberikan pendapatnya maka Pelaku Usaha Jasa

Luar kawasan taman nasional merupakan kawasan zona penyangga (buffer zone) yang dikelola Perum Perhutani yang difungsikan sebagai kawasan hutan produksi,

Eksplorasi dengan melakukan 3 tahapan yang pertama bertujuan untuk mengenal laser Flexi Pro secara teknis, kedua peneliti mengenal karakter pada material

Adapun pelaksanaan program eliminasi ini dilaksanakan dengan justifikasi, yaitu: Per- tama, penyebaran filariasis di 337 kabupaten/ kota sampai dengan Januari 2010 dengan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kerapatan mangrove, struktur komunitas gastropoda dan hubungan antara biota (gastropoda) dengan habitatnya (mangrove)

Ke empat negara dipilih berdasarkan empat aspek yaitu (1) jaminan independensi peradilan dalam konstitusinya, (2) Pengaturan judicial council di dalam level konstitusi

o Babak Final: Akan disediakan teks khusus, peserta diberikan waktu 10-15 menit, jika selesai dalam waktu yang ditentukan akan mendapatkan nilai tambahan, jika tidak maka