• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP IMPLEMENTASI MULTIPLE INTELLIGENCES DALAM PENCEGAHAN KENAKALAN REMAJA MENURUT MUNIF CHATIB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONSEP IMPLEMENTASI MULTIPLE INTELLIGENCES DALAM PENCEGAHAN KENAKALAN REMAJA MENURUT MUNIF CHATIB"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh: Samsul Bahri

NPM: 20120720215

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

ii

MUNIF CHATIB

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.) strata Satu

pada Progam Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh : Samsul Bahri

NPM: 20120720215

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

iii Nama Mahasiswa : Samsul Bahri

NPM : 20120720215

Program Studi : Pendidikan Agama Islam (PAI)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 11 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan

Samsul Bahri NPM. 20120720216

(4)

iiii

ْمُكِناَمَز ِ ْْ

َغ ْ ِِ َنْوُشِعَي ْمُهَنِإَف ْمُكَدَاْوَأ اْوُمِلَع

“Didiklah Anakmu Sesuai dengan Zamannya.”

(5)

ivi Skripsi ini kupersembahkan teruntuk:

1. Ibunda terkasih, Siti Bahra yang tak pernah lelah mendo’akanku sehingga menjadi peneguh di setiap langkahku. Serta ayahanda, (Alm.) Abdul Azis yang selalu menjadi ruh perjuanganku.

2. Kakak-kakak dan adik-adikku tercinta (kak Amrullah dan kak Mahdaniar, kak Muliana, kak Erniati, adek Abdul Hamid, adek Jumadi, adek Sukmawati dan adek Nunu’) yang selalu mendorongku untuk terus berjuang.

3. Ibu Hj. Khadijah S.H.I dan bapak H. Muhammad Melidi S.Pd.I serta Ibu Masinah sekeluarga yang telah memberikan sarana dan prasarana demi kelancaran studiku, serta yang selalu memotivasiku untuk terus berpacu mengejar cita-cita.

4. Ustadz/ah di Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta. 5. Sahabat-sahabatku seperjuangan di Pendidikan Ulama Tarjih

Muhammadiyah, Yogyakarta.

(6)

vi

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xi

TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Sistematika Pembahasan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

B. Kerangka Teoritik ... 10

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 32

B. Sumber Data ... 33

(7)

vii

B. Karya-karya Munif Chatib ... 36

C. Corak Pemikiran Pendidikan Ibnu Khaldun ... 37

D. Konsep Pendidikan Berbaris Multiple Intelligences Munif Chatib ... 42

E. Tinjauan Tentang Kecerdasan ... 45

F. Hakikat Pendidikan Menurut Munif Chatib ... 49

G. Implementas Multiple Intelligences dalam Mencegah Kenakalan Remaja... 56

BAB V PENUTUP ... 71

A. KESIMPULAN ... 71

B. SARAN ... 72

C. KATA PENUTUP ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74

CURRICULUM VITAE ... 77

(8)
(9)

xi

Penelitian ini dilatar belakangi dan berangkat dari fakta bahwa sistem pendidikan di Indonesia (pada umumnya) belum mampu menjadi solusi bagi keterbelakangan sosial dan masyarakatnya, terkhusus bagi para pemuda yang dipersiapkan sebagai generasi pelanjut. Fenomena kenakalan remaja yang disuguhkan media massa menimbulkan tanya sejauh mana pendidikan telah berhasil menjawab tantangan zaman. Salah satu solusi untuk memperbaiki degradasi moral yaitu melalui model pendidikan up to date. Yaitu pendidikan yang mengakomodir potensi kecerdasan manusia yang bersifat jamak (multiple intelligences). Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji teori multiple intelligences yang dikembangkan oleh Munif Chatib.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Pengumpulan data dilakukan dengan cara menganalisis buku-buku karangan Munif Chatib, dan mengumpulkan data dari sumber lain yang relevan. Pendekatan dalam penelitian ini adalah Pedagogik Psikologi. Teknik analisis data yang digunakan ialah content analisys dilanjutkan pada deskriptif-analitik.

Hasil penelitian menunjukkan: pertama, desain konsep pembelajaran berbasis multiple intelligences (perspektif Munif Chatib) di dunia pendidikan secara global meliputi tiga tahap penting, yaitu: input, proses, dan output. Pada tahap input, menggunakan Multiple Intelligences Research (MIR) dalam penerimaan peserta didik barunya. Tahapan yang kedua adalah tahapan pada proses pembelajaran, dimana nantinya gaya mengajar gurunya harus sama dengan gaya belajar peserta didikya. Pada tahap output, dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences penilaiannya menggunakan penilaian autentik. Kedua, implementasi pendidikan berbasis multiple intelligences sangat relevan diterapkan pada dunia pendidikan dewasa ini baik yang bersifat makro maupun mikro dalam upaya pencegahan kenakalan remaja. Pengembangan pendidikan berbasis multiple intelligences harus mengacu pada jenis kecerdasan peserta didik.

(10)

BAB I

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan. Dengan adanya pendidikan, manusia berusaha dan berupaya tumbuh dan berkembang secara wajar dan sempurna untuk mampu melaksanakan tugasnya selaku manusia. Pendidikan mampu mengubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak baik menjadi baik, atau dari tidak bermoral menjadi lebih bermoral (Hari, 2008 :1)

Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20 tahun 2003, Bab I, Pasal 1, Ayat 1, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, msyarakat, bangsa dan negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU No 20 tahun 2003). Demikian pentingnya peranan pendidikan. Hal ini juga tertuang

dalam amanat Undang-Undang Dasar 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan demi terwujudnya kecerdasan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.

(11)

Allah mengilhami fitrah dalam setiap penciptaan manusia, fitrah atau potensi inilah yang menjadikan manusia berbeda dari makhluk manapun, yakni fitrah akal, indra, dan nurani. Hal ini berdasar pada firman Allah QS. An-Nahl ayat 78

Allah mengeluarkan diri kalian dari dalam perut ibu dalam keadaan tidak mengenal sedikit pun apa yang ada di sekeliling kalian. Kemudian Allah memberi kalian pendengaran, penglihatan dan mata hati sebagai bekal mencari ilmu pengetahuan, agar kalian beriman kepada-Nya atas dasar keyakinan dan bersyukur atas segala karunia-Nya.

Tiga bentuk fitrah inilah yang akan mempengaruhi perilaku manusia sehingga di dalam dunia pendidikan, ketiga bentuk fitrah tersebut harus dikembangkan secara seimbang agar manusia mampu tumbuh kembang secara normal.

Perhatian Islam untuk menggunakan kemampuan intelektual terhadap pemeluknya sangatlah besar. Terdapat banyak firman di dalam al-Quran dan hadis-hadis Nabi yang memerintahkan umat manusia untuk berpikir dan merenungi ciptaan Allah. Keduanya menekankan pendidikan sebagai satu keniscayaan yang harus ditempuh ummat manusia sebagai khalifatullah. Allah juga memberi derajat yang agung terhadap mereka yang memiliki kualitas pendidikan sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Mujadalah ayat 11.

(12)

Allah akan meninggikan derajat orang-orang Mukmin yang ikhlas dan orang-orang yang berilmu menjadi beberapa derajat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang kalian perbuat.

Sebagaimana diketahui bahwa tujuan penciptaan manusia adalah semata-mata untuk beribadah kepada Allah, sehingga pendidikan harus sejalan dan mengarah sesuai tujuan penciptaan manusia. Segala bentuk pendidikan harus mengacu pada ajaran dasar Islam, yakni al-Quran dan as-Sunnah (Mas’ud, 2002:44).

Keberhasilan sebuah proses pendidikan (tarbiyah) dapat dinilai dari perilaku nyata seseorang (peserta didik) sebagai hasil dari proses sebuah pendidikan. Namun dewasa ini, tidak dapat dipungkiri apabila hasil pendidikan masih jauh dari hakikat pendidikan itu sendiri, sebab dari pendidikan modern kini belum ditemukan kesempurnaan akhlak dan ruhani. Banyak fenomena yang ditemukan adalah penindasan antar manusia dan merosotnya nilai-nilai (Najib, 1996 :23).

(13)

ruang kelas usai rame-rame menonton film porno. Peristiwa itu berulang tiap kali kelas tak ada aktivitas belajar.

Tontonan yang dilihat puluhan mata siswa kelas VII itu adalah film porno yang menayangkan berbagai macam adegan seks. Ironisnya, tak sedikit di antara mereka usai menonton kemudian mempraktikkan adegan yang ditontonnya di dalam kelas. Mereka bergantian memperlihatkan film yang didapatnya.

Fakta tersebut bukan kasus pertama catatan buruk pelajar hari ini. Masih hangat di ingatan kita akan kasus video mesum pelajar SMPN 4 Sawah Besar Jakarta Pusat yang membuat geger masyarakat. Awalnya para pelaku mengaku dipaksa, namun terungkap jika tindakan asusila itu dilakukan atas dasar suka sama suka (https://www.islampos.com). Kasus terakhir yang sangat menyayat dunia pendidikan ketika Ujian Nasional Sekolah Lanjut Tingkat Atas (UN-SLTA) usai digelar, sebuah lembaga berencana menggelar sebuah acara “Pesta Bikini” dengan

tema Splash After Class. Acara yang berhasil digagalkan karena dinilai hanya memberi nilai negative tekhususnya kepada pelajar dan remaja (http://megapolitan.kompas.com).

Berdasarkan beberapa berita yang telah penyusun paparkan, cukuplah menjadi alasan bagi penyusun untuk mengatakan bahwa pendidikan yang bertujuan pada muara kedekatan diri kepada Allah sungguh telah menyimpang dari tujuan pendidikan tersebut.

(14)

penting akhlak dalam kehidupan perlu adanya pembinaan, agar akhlak tetap menempati keluhurannya sebagai identitas dan kualitas manusia. Terutama akhlak generasi muda bangsa Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia. Dalam lembaga pendidikan akhlak mulia dan religius tentu saja menempati salah satu tugas dari suatu lembaga (Tilar, 2008 : 30)

Di antara tokoh kontemporer yang konsen dalam bidang pendidikan ialah Munif Chatib. Penyusun merasa perlu untuk mengkaji dan menganalisis model pendidikan yang ditawarkan oleh Munif Chatib. Mantan direktur lembaga pendidikan YIMI (Yayasan Islam Malik Ibrahim) Gresik ini menawarkan model pendidikan yang berdasarkan kecerdasan mejemuk (Multiple Intelligences) sebagai solusi dari persoalan pendidikan Indonesia.

Atas dasar pemikiran inilah, perlu kita kaji solusi dan degradasi moral (akhlak) yang terjadi pada masyarakat kita dewasa ini. Salah satunya melalui model pembelajaran yang up to date dengan memperbaiki pola pengasuhan dalam lingkungan keluarga maupun pola pendidikan di sekolah. Sehubungan kenyataan yang ada, penyusun tertarik untuk lebih dekat dan lebih jelas mengetahui model pendidikan menurut pandangan Munif Chatib sebagai model penanggulangan dalam membendung degradasi-degradasi moral di kalangan pelajar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah yang dibahas dalam Skripsi ini dalah:

(15)

2. Bagaimana implementasi konsep Pembelajaran Multiple Intelligences dalam mencegah kenakalan remaja?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Yang menjadi tujuan dari penelitian Skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui Model Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences dalam perpektif Munif Chatib

b. Untuk mengetahui implikasi dari Model Pembelajaran Multiple Intelligences dan relevansinya dalam penanggulangan kenakalan pelajar

2. Manfaat penelitian a. Teori

1) Penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan wacana pemikiran dan dalam hal metodologi pembelajaran agama Islam. 2) Sebagai kontribusi ilmiah yang dapat dijadikan referensi dalam

upaya pengembangan model pendidikan. b. Praktis

1) Sebagai tambahan wawasan untuk sekolah yang tidak menggunakan Multiple Intellingences.

2) Sebagai tambahan keterampilan dalam proses belajar mengajar. 3) Sebagai panduan bagi orang tua dalam mengasuh anak.

(16)

D. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini terdiri atas tiga bagian, dalam sistematika penulisannya pada bagian awal didahului hal-hal yang bersifat formal yaitu halaman sampul, halaman judul, halaman pernyataan, halaman pengesahan, halaman persetujuan, nota dinas pembimbing, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran..

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIK

A. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelusuran dan pengamatan, tidak ditemukan penelitian yang membahas tentang “Pendidikan Munif Chatib dalam Pencegahan Kenakalan

Remaja”. Namun, telah ada penelitian yang berkaitan dengan tema pembahasan

yaitu pendidikan berbasis kecerdasan majemuk. Diantaranya sebagai berikut: 1. Eni Purwati (2011) dengan judul: “Pendidikan Islam Berbasis Multiple

Intelligences System (MIS)”.

Hasil penelitian tersebut menyatakan pengelolaan input, proses, dan output Pendidikan Islam berbasis Multiple Intelligences System (MIS) di SMP YIMI Gresik dan MTs. YIMA Bondowoso Jawa Timur adalah sebagai berikut: (1) Input siswa; tanpa tes, jumlah yang diterima berdasarkan daya tampung kelas yang disediakan untuk anak normal dan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), kemudian diadakan tes Multiple Intelligences Research (MIR). Input guru; syarat utama adalah bersedia terus belajar dan komitmen, dilaksanakan dengan tes tulis, praktik (microteaching), dan wawancara. (2) Proses pembelajaran; guru menyusun lessonplan berdasarkan hasil MIR dan SOP, melaksanakan pembelajaran

dengan strategi multiple intelligences berbasis cara kerja otak, dan mengevaluasi/menilai kompetensi siswa, didampingi oleh konsultan Guardian Angel. (3) Output siswa; kompetensi siswa meliputi kognitif,

(18)

konsep ipsative-discovery ability. Output guru; kompetensi guru dinilai berdasarkan empat komponen (hasil belajar siswa, lessonplan, kreativitas, dan perilaku guru). Setiap semester siswa dan guru menerima raport. Rapor guru berfungsi sebagai penentu prestasi yang berkonsekuensi pada kenaikan pangkat dan gaji (Purwati : 2011).

2. Miftahul Jannah (2009) yang berjudul: “Implementasi Multiple Intelligences System pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP

Yayasan Islam Malik Ibrahim (YIMI) Full Day School Gresik Jawa Timur”, menjelaskan bahwa:

a. Pengelolaan pembelajaran PAI di SMP YIMI Gresik dibuat dengan berdasarkan Multiple Intelligences System. Akan tetapi, tidak seluruhnya dilakukan secara sempurna dan mandiri karena SMP YIMI Gresik, dalam beberapa hal, harus mengikuti ketentuan dari Departemen Pendidikan Nasional (Diknas), seperti kurikulum dan sistem evaluasi (penilaian) peserta didik. Secara umum, pengelolaan pembelajaran PAI sudah berlangsung dengan baik. Hal ini didasarkan pada pola pemikiran yang komprehensif dalam mengelola pembelajaran sehingga lebih efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Hal tersebut tampak dari penyusunan rencana pembelajaran (lesson plan), penyusunan materi, metode/media, guru, penilaian, dan pelaksanaan pembelajaran di kelas.

(19)

kekurangannya adalah bahwa penilaian sebagaimana dikonsepkan dalam strategi Multiple Intelligences System, yaitu penilaian autentik, belum bisa dilaksanakan disebabkan terkendala kebijakan Diknas, dan pelaksanaan Multiple Intelligences System yang seharusnya setiap kenaikan kelas, hanya dapat dilaksanakan pada tahun pertama (Miftahul : 2009).

Penelitian ini mempunyai kesamaan dalam hal pemilihan obyek penelitian yaitu dalam hal model pendidikan berbasis kecerdasan jamak. Namun penelitian ini mempunyai perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu pada obyek penelitiannya, di sini peneliti lebih memfokuskan pada model pendidikan Munif Chatib (multiple intelligences) yang dikaji dari sudut kemampuan model pendidikan ini untuk mencegah kenakalan remaja, sehingga tentu hasil penelitian ini akan berbeda dengan berbagai penelitian sebelumnya.

B. Kerangka Teoritik 1. Multiple Intelligences

a. Pengertian Multiple Intelligences

Howard Garnerd adalah tokoh pertama yang menggagas konsep Multiple Intelligences dan merupakan satu gagasan monumental dalam

(20)

merupakan konsekuensi dalam suasana budaya atau kalangan masyarakat tertentu (Howard, 2013;36).

Dalam buku “Sekolah Anak-anak Juara”, Munif Chatib menjelaskan bahwa menurut Gardner kecerdasan seseorang adalah jamak (multiple intelligences), meliputi unsur-unsur kecerdasan matematika logika,

kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis (Munif, 2012:79).

Adapun nama jenis-jenis kecerdasan di atas tersebut tidak berkorelasi langsung dengan nilai yang diperoleh pada pelajaran tertentu karena Multiple Intelligences bukan bidang studi dan bukan pula kurikulum.

Kemiripan nama-nama kecerdasan tidak menunjukkan nama bidang studi. Multiple Intelligences merupakan pengenalan peserta didik untuk

menentukan strategi mengajar guru.

(21)

tabel, diagram, grafik, peta pikiran, dan hal lain yang terkait.

b. Auditorial: modalitas ini mengakses segala jenis bunyi, suara, nada, musik, irama, cerita, dialog, dan pemahaman materi pelajaran dengan menjawab atau mendengarkan cerita lagu, syair, dan hal-hal lain yang terkait.

c. Kinestetik: modalitas ini mengakses segala jenis gerak, aktivitas tubuh, emosi, koordinasi, dan hal lain yang terkait.

Untuk merancang strategi pembelajaran terbaik adalah menggunakan modalitas belajar yang tertinggi, yaitu dengan modalitas kinestetis dan visual dengan akses informasi melihat, mengucapkan, dan melakukan. Strategi pembelajaran terbaik adalah mengaitkan materi yang diajarkan dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari yang mengandung keselamatan hidup.

Setiap orang pasti memiliki kecenderungan jenis kecerdasan tertentu. Di dalam kecenderungan tersebut harus ditemukan dengan melalui pencarian kecerdasan. Tentunya di dalam menemukan kecerdasan seorang anak harus dibantu oleh lingkungannya, baik orang tua, guru, sekolah, maupun sistem pendidikan yang diimplementasikan di suatu Negara. b. Macam-macam kecerdasan

Beberapa macam kecerdasan yang dijelaskan oleh Amstrong (2013 :6) yaitu: 1. Kecerdasan Linguistik

(22)

tulisan maupun lisan. Orang yang memiliki jenis kecerdasan ini juga memiliki keterampilan auditori (berkaitan dengan pendengaran) yang sangat tinggi dan mereka belajar melalui mendengar. Mereka gemar membaca, menulis dan berbicara, dan suka bercengkrama dengan kata-kata. Mereka mengkhidmati kata-kata bukan hanya untuk makna tersurat dan tersiratnya semata namun juga bentuk dan bunyinya, serta untuk citra yang tercipta ketika kata-kata dirancang-reka dalam cara yang lain dan berbeda dari yang biasa. Gardner menyebut penyair sebagai contoh pemilik jenis kecerdasan ini, walaupun juga hal ini bisa ditemukan pada diri penggemar teka-teki silang dan juga pada orang yang berada di masing-masing pihak perdebatan politik dan pada orang yang gemar menciptakan permainan kata atau senang menceritakan lelucon yang lazimnya merupakan permainan. Orang dengan kecerdasan linguistik yang tinggi dapat tumbuh dan berkembang dalam atmosfer akademik stereotipikal yang lazimnya tergantung pada mendengarkan kuliah (verbal), mencatat dan diuji dengan tes-tes tradisional. Mereka juga tampak mempunyai level kecerdasan lainnya yang tinggi karena perangkat penilaian kita biasanya mengandalkan respon-respon verbal, tak soal jenis kecerdasan yang akan dinilai (Julia, 2012 :19).

(23)

pragmatis atau keguanaan praktis dari bahasa. 2. Kecerdasan Logis- Matematis

Kecerdasan logis-matematis berhubungan dengan dan mencakup kemampuan ilmiah. Kecerdasan ini bagian dari jenis kecerdasan yang sering dicirikan sebagai pemikiran kritis dan digunakan sebagai metode ilmiah. Orang dengan kecerdasan ini gemar bekerja daengan data; mengumpulkan dan mengorganisasi, menganalisis serta menginterpretasikan, menyimpulkan kemudian meramalkan. Mereka melihat dan mencermati adanya pola serta keterkaitan antar data. Mereka suka memecahkan problem (soal) metematis dan memainkan permainan strategis seperti buah dam dan catur. Mereka cenderung menggunakan berbagai grafis baik untuk menyenangkan diri (sebagai kegemaran) maupun untuk menyampaikan informasi kapada orang lain (julia, 2012 :21).

Kemampuan menggunakan angka secara efektif misalnya sebagai ahli matematika, akuntan atau ahli statistik dan untuk alasan yang baik sebagai seorang ilmuan, program komputer atau ahli logika. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap pola-pola dan hubungan yang logis, pernyataan dan dalil jika-maka, sebab-akibat, fungsi dan atraksiterkait lainnya. Jenis-jenis proses yang digunakan dalam pelayanan kecerdasan logis-matematis mencakup kategori, klarifikasi, kesimpulan, generalisasi, perhitungan dan pengujian hipotetsis.

3. Kecerdasan Spasial

(24)

atau visual-spasial adalah kemampuan untuk membentuk dan menggunakan model mental (Gardner dalam Julia, 2012 :21). Orang yang memiliki kecerdasan jenis ini cenderung berpikir dalam atau dengan gambar dan cenderung mudah belajar melalui sajian-sajian visual seperti film, gambar, video, dan peragaan yang menggunakan model dan slide. Mereka gemar menggambar, melukis atau mengukir gagasan-gagasan yang ada di kepala dan sering menyajikan suasana serta perasaan hatinya melalui seni. Mereka sangat bagus dalam hal membaca petadan diagram dan begitu menikmati upaya memecahkan jejaring yang ruwet serta menyusun atau memasang jigsaw puzzle (Julia, 2012 :22).

Kemampuan untuk memahami dunia visual-spasial secara akurat misalnya, sebagai pemburu, pramuka dan pemandu. Dan melakukan perubahan-perubahan pada persepsi tersebut misalnya, sebagai dekorator interior, arsitek, seniman atau penemu. Kecerdasan ini melibatkan kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang dan hubungan-hubungan yang ada di dalam unsur-unsur ini. Hal ini mencakup kemampuan untuk memvisualisasikan , mewakilkan ide-ide visual atau spasial secara grafis, dan mengorentasikan diri secara tepat dalam sebuah matriks spasial.

4. Kecerdasan Badani-Kinestetik

(25)

berusaha menyentuh orang yang diajak biara. Mereka sangat baik dalam dalam keterampilan jasmaninya baik dengan menggunakan otot kecil maupun otot besar, dan menyukai aktivitas fisik dan berbagai jenis olahraga. Mereka lebih nyaman mengomunikasikan informasi dengan peragaan (demonstrasi) atau pemodelan. Mereka dapat mengungkapkan emosi dan suasana hatinya melalui tarian (Julia, 2012 :25).

Kemampuan menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide-ide dan perasaan misalnya, sebagai aktor, pemain pantonim, atlit atau penari dan kelincahan dalam menggunakan tangan seseorang untuk menciptakan atau mengubah sesuatu misalnya, sebagai seorang pengrajin, pamatung, mekanik atau ahli bedah. Kecerdasan ini meliputi keterampilan fisik tertentu seperti koordinasi, keseimbangan, ketangkasan, kekuatan, fleksibilitas, dan kecepatan.

5. Kecerdasan Musikal

(26)

aktivitas) atau membuat ritme-ritme serta lagu-lagu untuk membantunya mengingat fakta dan informasi lain (Julia, 2012 :24)

Kemampuan untuk merasakan misalnya, sebagai penikmat musik, membedakan misalnya sebagai kritikus musik, mengubah misalnya sebagai komposer, dan mengespresikan misalnya sebagai performer atau pemain musik bentuk-bentuk musik. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ritme, nada atau melodi dan timbre atau warna nada dalam sepotong musik. Seseorang dapat memiliki pemahaman musik yang figural atau “dari atas ke

bawah” global, intuitif, pemahaman musik yang formal atau “dari bawah ke

atas” analitis, teknis, atau keduanya.

6. Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan interpersonal ditampakkan pada kegembiraan berteman dan kesenangan dalam berbagai macam aktivitas sosial serta ketaknyamanan atau keengganan dalam kesendirian dan menyendiri. Orang yang memiliki jenis kecerdasan ini menyukai dan menikmati bekerja secara berkelompok (bekerja kelompok), belajar sambil berinteraksi dan bekerja sama, juga kerap merasa senang bertindak sebagai penengah atau mediator dalam perselisihan dan pertikaian baik di sekolah maupun di rumah. Metode-metode belajar bersama mungkin sangat baik dipersiapkan bagi mereka, dan boleh jadi perancang aktivitas belajar bersama (pembelajar kooperatif) sebagai metode pengajaran juga mempunyai jenis kecerdasan ini (Julia, 2012 :27).

(27)

ini dapat mencakup kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara, dan gerak tubuh; kemampuan untuk membedakan berbagai jenis isyarat interpersonal dan kemampuan untuk merespon secara efektif isyarat-isyarat tersebut dalam beberapa cara pragmatis misalnya, untuk mempengaruhi sekelompok orang agar mengikuti jalur tertentu dari suatu tindakan.

7. Kecerdasan Intrapersonal

Kecerdasan intrapersonal tercermin dalam kesadaran mendalam akan perasaan batin. Inilah kecerdasan yang memungkinkan seseorang memahami diri sendiri, kemampuan dan pilihannya sendiri. Orang dengan kecerdasan intrapesonal tinggi pada umumnya mandiri, tak tergantung pada orang lain dan yakin dengan pendapat diri yang kuat tentang hal-hal yang kontroversial. Mereka memiliki rasa percaya diri yang besar serta senang sekali bekerja berdasarkan program sendiri dan hanya dilakukan sendiri (Julia, 2012 :28).

Pengetahuan diri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasarkan pengetahuan itu. Kecerdasan ini termasuk memiliki gambaran yang akurat tentang diri sendiri kekuatan dan keterbatasan seseorang, kesadaran terhadap suasana hati dan batin, maksud, motivasi, tempramen, dan keinginan serta kemampuan untuk mendisiplinkan diri, pemahaman diri dan harga diri.

8. Kecerdasan Naturalis

(28)

awan, gunung dan dalam kasus yang tumbuh di lingkungan perkotaan, kemampuan untuk membedakan benda-benda mati seperti mobil, sepatu dan sampul CD.

9. Kecerdasan Eksistensial

Kecerdasan ini menyangkut kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia. Orang tidak puas hanya menerima keadaannya, keberadaannya secara otomatis tetapi mencoba menyadarinya dan mencari jawaban yang terdalam.

c. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan

Kecerdasan yang dimiliki seseorang dapat berkembang sampai tingkat kemampuan yang disebut mumpuni. Menurut Amstrong (1994) berkembang tidaknya suatu kecerdasan bergantung pada tiga faktor penting berikut:

a. Faktor biologis (biological endowment), termasuk di dalamnya faktor keturunan atau genetis dan luka atau cedera otak sebelum, selama, dan setelah kelahiran.

b. Sejarah hidup pribadi, termasuk di dalamnya adalah pengalaman-pengalaman (bersosialisasi dan hidup) dengan orang tua, guru, teman sebaya, atau orang lain, baik yang membangkitkan maupun yang menghambat perkembangan kecerdasan.

(29)

Seorang siswa akan berkembang dalam kecerdasan tertentu apabila ia memperoleh cukup fasilitas, cukup dukungan spiritual dan material, memperoleh dukungan alam, tidak terlibat konflik keinginan, dan memperoleh cukup kesempatan untuk mempergunakan kecerdasan tersebut dalam praktik. Oleh karena itu, kecerdasan majemuk merekomendasikan program yang memungkinkan siswa belajar dengan kekuatan masing-masing.

d. Paradigma Pembelajaran Multiple Intelligences

Pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah, antara guru sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Ada dua pihak yang harus bekerja sama apabila proses pembelajaran ingin berhasil. Apabila kerjasama tidak berjalan mulus maka proses pembelajaran dinyatakan gagal. Gagal dalam hal ini adalah indikator hasil belajar yang diterapkan dalam silabus belum berhasil diraih siswa.

Ditinjau dari perspektif keilmuan, pembelajaran berarti bagaimana belajar (learning how to think) sesuai dengan prinsip-prinsip keilmuan tertentu (Andreas, 2002:47).Demikian pula kunci pokok pembelajaran ada pada guru (pendidik), tetapi bukan berarti dalam proses pembelajaran hanya guru yang aktif sedang siswa pasif. Pembelajaran menuntut keaktifan kedua belah pihak yang sama-sama menjadi subjek pembelajaran.

Pola kerja sama yang diterapkan guru adalah proses pembelajaran dua arah yang pada hakikatnya adalah dua proses yang berbeda:

(30)

Kokom Komalasari menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan secara efektif dan efisien (Kokom, 2011:3).

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal I Ayat 20, menjelaskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Proses pembelajaran pada hakekatnya adalah untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Namun dalam pelaksanaannya seringkali kita tidak sadar, bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan justru menghambat aktivitas dan kreativitas peserta didik (Mulyasa, 2010:164).

Suatu model pendidikan, hal utama yang menunjang keberhasilan pembelajaran pada dasarnya adalah menentukan pendekatan pembelajaran yang sejalan dengan kurikulum yang dipakai. Membahas pendekatan pembelajaran, banyak sekali jenis pendekatan yang dapat diterapkan. Di antaranya pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dari suatu teori yang dikenal dengan teori Multiple Intelligence. Teori tersebut digunakan sebagai pendekatan

pembelajaran, karena di dalamnya membicarakan tentang keberagaman yang bertautan dengan kompetensi peserta didik.

(31)

memandang bahwa seseorang/manusia memiliki beberapa potensi kecerdasan. Salah satu dari kecerdasan yang lebih dominan pada diri peserta didik itulah yang harus dikembangkan, sehingga pada akhirnya menjadi suatu kompetensi yang sangat dominan dikuasainya.

2. Kenakalan Remaja

a. Pengertian Kenakalan Remaja

Istilah remaja berasal dari bahasa kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi

dewasa” (Elizabeth, 1980:206)

Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama (Elizabeth, 1980:206).

Sedangkan kenakalan remaja dalam pemahaman sebagian pakar adalah perilaku-perilaku menyimpang atau melanggar hukum (Sarlito, 1989:100). Menurut Bimo Walgito, kenakalan dimaknai sebagai setiap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang dewasa (Bimo, 1976:6).

Kartini Kartono mengartikan kenakalan remaja sebagai perilaku jahat/dursila atau kenakalan/kejahatan anak-anak muda yang merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpan (Kartini, 1986:7).

(32)

mengenai kenakalan remaja sebagai tindakan sebagian para remaja yang bertentangan dengan hukum, agama, dan norma-norma masyarakat sehingga akibatnya dapat merugikan orang lain, mengganggu ketentraman umum dan juga merusak dirinya (Sofyan, 2008:90).

Dari beberapa pendapat mengenai kenakalan remaja di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa kenakalan remaja adalah suatu perbuatan sadar yang melanggar hukum, agama atau norma-norma masyarakat yang ada atau peraturan lainnya yang dilakukan oleh remaja dan perbuatan tersebut mengganggu ketertiban umum, termasuk di lingkungan sekolah adalah melanggar tata tertib sekolah yang ditetapkan.

b. Macam-macam kenakalan Remaja

Jika kenakalan remaja ditinjau dari berat ringannya, kenakalan remaja dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu; ringan sedang dan berat (Sukamto, 1985 :63). Kenakalan ringan yaitu, kenakalan yang tidak terlalu merugikan diri sendiri maupun orang lain, misalnya mengantuk di kelas. Kenakalan sedang yaitu kenangan yang akibatnya cukup terasa baik pada diri sendiri maupun orang lain tetapi belum mengandung unsur pidana, misalnya membolos sekolah. Kenakalan berat ialah kenakalan yang sangat merugikan diri sendiri maupun orang lain dan sudah mengandung unsur pidana, misalnya merusak gedung, menentang guru.

Sarlito Wirawan Sarwono membagi kenakalan remaja ke dalam empat macam, yaitu:

(33)

perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain; 2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi seperti pengrusakan,

pencurian, pencopetan, pemerasan, dan sebagainya.

3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, seperti pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks tidak melalui jenjang pernikahan, dan sebagainya;

4. Kenakalan yang melawan status, seperti pelajar yang sering membolos, sebagai anak yang sering melawan orang tua, dan lain-lain.

Berdasarkan pengumpulan kasus mengenai kenakalan remaja baik berasal dari murid di sekolah lanjutan atau mereka yang sudah putus sekolah, gejala yang dapat dilihat adalah (Singgih, 2009:19-21):

1. Berbohong, memutar balikan fakta kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan.

2. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.

3. Kabur, meninggalkan rumah tanpa seijin orang tua atau menentang keinginan orang tua.

4. Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan, dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.

(34)

6. Bergaul dengan teman-teman yang memberi pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal. 7. Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan, sehingga mudah

timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab (a-moral dan a-sosial)

8. Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang tidak sopan, tidak senonoh, seolah-olah menggambarkan kurang perhatian dan pendidikan orang dewasa.

9. Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan tujuan kesulitan ekonomi mapun tujuan lainnya.

10.Berpakian tidak pantas dan minum-minuman keras atau mengisap ganja sehingga merusak dirinya maupun orang lain.

Jenis kenakalan yang biasanya langsung ditangani orang tua sendiri adalah kabur dari rumah dan bergaul dengan orang yang tidak disetujui orang tua. Kenakalan yang tadinya ditangani orang tua, namun telah dianggap melanggar hukum sehingga diselesaikan melalui jalur hukum, misalnya:

1. Perjudian dan segala macam bentuk perjudian yang menggunakan uang

2. Pencurian dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan: pencopetan, perampasan, penjambretan

3. Penggelapan barang 4. Penipuan dan pemalsuan

(35)

pemerkosaan

6. Pemalsuan uang dan pemalsuan surat-surat resmi

7. Tindakan-tindakan anti sosial: perbuatan yang merugikan milik orang lain

8. Percobaan pembunuhan

9. Menyebabkan kematian orang, turut tersangkut dalam pembunuhan 10.Pengguguran kandungan

11.Penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian seseorang c. Faktor-faktor kenakalan remaja

Sofyan S. Wilis menyebutkan 4 faktor penyebab kenakalan remaja; 1. Faktor-faktor yang ada dalam diri anak (internal)

a. Intelegensi

(36)

mencontek. b. Jenis Kelamin

Perilaku menyimpang juga biasanya dapat diakibatkan karena perbedaan jenis kelamin. Anak laki-laki biasanya senderung sok berkuasa dan menganggap remeh anak perempuan (Farid, 2012 :130).

Dalam kenyataannya, remaja laki-laki lebih banyak melakukan kenakalan remaja dibandingkan perempuan, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Paul W. Tappan (Romli 1984 :48), bahwa:

1) Usia 20 tahun = 3:1 (3 laki-laki:1 perempuan) 2) Usia 19 tahun = 2:1 (2 laki-laki:1 perempuan) 3) Usia 18 tahun = 4:1 (4 laki-laki:1 perempuan) 4) Usia 17 tahun = 11:1 (11 laki-laki:1 perempuan) 5) Usia 16 tahun = 13:1 (13 laki-laki:1 perempuan) c. Umur

Umur mempengaruhi pembentukan sikap dan tingkah laku seseornag, semakin bertambahnya umur diharapkan seseorang bertambah pula kedewasaannya, makin mantap pengendalian emosinya dan makin tepat tindakan yang dilakukannya (Farid, 2010 :131). Dengan kata lain, semakin bertambah usia semakin sedikit dalam melakukan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan.

Kedudukan dalam keluarga

(37)

paling berkuasa dibandingkan anak kedua, ketiga, dan seterusnya. Sebaliknya anak bungsu mempunyai sifat ingin dimanjakan oleh kakak-kakak dan orang tuanya. Jadi urutan kelahiran akan menimbulkan pola tingkah laku dan peranan dari fungsinya dalam keluarga (Farid, 2010 :131)

2. Faktor-faktor dari lingkungan keluarga (Sofyan, 2008 :99-105)

Keluarga merupakan sumber utama penyebab kenakalan remaja. Hal ini karena lingkungan utama dan pertama adalah dari keluarga, interaksi dengan orang tua. Banyak faktor kenakalan anak dan remaja barasal dari keluarga, diantaranya yang sering terjadi adalah:

a. Karena anak kurang mendapat kasih sayang dan perhatian orang tua. Keadaan ini kadang membuat anak mencari kasih sayang di luar rumah, seperti teman-temannya dalam kelompok dan membentu gank-gank, padahal tidak semua temannya memiliki perilaku yang baik. b. Lemahnya keadaan ekonomi orang tua, sihingga menyebabkan tidak

mampu mencukupi kebutuhan anak-anaknya.

(38)

c. Kehidupan keluarga yang tidak harmonis

Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang memiliki struktur utuh dan diantara anggota keluarga berjalan dengan baik.

3. Faktor-faktor dari lingkungan masyarakat (Sofyan, 2008 :107-113) a. Kurangnya pelaksanaan ajaran-ajaran agama secara konsekuen

Masyarakat merupakan salah satu aspek pembinaan bagi pertumbuhan anak. Anak mudah meniru perilaku-perilaku dalam masyarakat. Masyarakat yang kurang beragama adalah sumber dari berbagai kejahatan, dan anak juga bisa terdoktrinasi keadaan ini. b. Masyarakat yang kurang memperoleh pendidikan

Minimnya pendidikan bagi anggota masyarakat mempengaruhi pada anak-anaknya, karena antara orang tua yang berpendidikan tinggi dengan yang tidak akan berbeda dalam mendidik anak-anaknya.

c. Kurangnya pengawasan terhadap remaja

(39)

ia pergi, tingkah lakunya terpengaruh oleh kewibawaan orang tuanya. d. Pengaruh norma-norma baru dari luar

Banyak anggota masyarakat yang beranggapan bahwa setiap norma baru yang datang dari luar itu yang benar, contohnya norma yang datang dari barat, baik melalui film dan telvisi, pergaulan sosial, model dan lain-lain. Remaja dengan cepat menelan saja apa yang dilihat dari film-film barat. padahal belum tentu benar bahkan bisa jadi malah hal itu menyesatkan, seperti budaya barat, mode pakaian, pola pergaulan bebas, corak kehidupan dan sebagainya.

4. Faktor-faktor dari lingkungan sekolah (Sofyan, 2008 :113-118)

Sekolah merupakan tempat pendidikan kedua setelah rumah tangga, karena itu pendidikan cukup memiliki peran dalam membina anak/siswa. Dalam hal ini guru memiliki peranan yang sangat penting karena langsung berhadapan dengan siswa, sehingga kepribadian seseorang seorang guru harus dijaga dengan baik, karena ketika kepribadian guru buruk maka dipastikan akan menular kepada anak didik. Adapun terkait dengan kenakalan siswa, setidaknya ada beberapa faktor lingkungan sekolah yang mempengaruhi, yaitu:

a. Faktor guru

(40)

membolos, dan tidak meningkatkan kemampuan mengajarnya. Hal ini berakibat buruk bagi siswa-siswa yaitu siswa akan berbuat semaunya, karena guru tidak memberikan perhatian penuh kepada para siswa. b. Faktor fasilitas pendidikan

Kurangnya fasilitas pendidikan menyebabkan bakat dan keinginan murid menjadi terhalang, dan dapat menimbulkan perilaku negatif bagi anak didik.

c. Faktor norma-norma pendidikan dan kekompakan guru

Setiap guru dalam mengatur anak didiknya perlu ada keseragaman aturan tertentu yang perlu dimengerti oleh para siswanya, agar tidak ada kebingungan yang menimbulkan kenakalan siswa.

d. Faktor kekurangan guru

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan sumber kepustakaan, buku-buku dan literatur-literatur lainnya sebagai sumber data (Hadi, 1995: 3). Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan deduktif induktif yang berangkat dari suatu kerangka teori, gagasan para ahli, ataupun pemahaman peneliti berdasarkan pengalamannya yang kemudian dikembangkan menjadi permasalahan-permasalahan beserta pemecahan-pemecahannya yang diajukan untuk memperoleh pembenaran dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan (Tanzeh, 2009: 81).

(42)

2. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Pada penelitian ini data primer yang digunakan adalah data yang bersumber dari buku-buku karangan Munif Chatib sendiri, seperti: Sekolahnya Manusia, Sekolah Anak-Anak juara, Orangtuanya Manusia, Gurunya Manusia, Kelasnya

Manusia dan lain-lain; materi seminar; wawancara dan berbagai video terkait pola pendidikan “Munif Chatib”.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber informasi yang secara tidak langsung berkaitan dengan persoalan yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini. Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia (Azwar, 2014:91). Data sekunder ini disebut juga sebagai data penunjang.

Adapun data sekunder dari penelitian ini bersumber dari data yang telah diambil dari berbagai sumber tertulis dan relevan dengan penelitian ini, yang berkaitan dengan model pendidikan Munif Chatib (multiple intelligences), buku-buku teori penunjang penelitian. Di antaranya yaitu:

1. Buku Kecerdasan Multiple di dalam kelas karya Thomas Amstrong. 2. Buku Kenakalan Remaja Karya Walgito Bimo.

(43)

4. Buku Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan karya Elizabeth Hurlock.

5. Buku Metode Mengajar Multiple Intelligences karya Julia Jasmine. 6. Buku Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja karya Kartono Kartini.

7. Buku Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi karya Kokom Komalasari.

8. Buku Psikologi Remaja karya Wirawan Sarwono Sarlito. 9. Buku Remaja dan Masalahnya karya Wilis Sofyan S. 3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data (Ismail, 2015:73). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan menelusuri atau melacak data dari dokumen atau sesuatu yang memiliki nilai pendidikan maupun nilai sejarah yang terkait dengan tema penelitian (Ismail, 2015:77-78).

Beberapa di antara dokumen yang peneliti dokumentasikan adalah konsep Multiple Intelligences dalam penanggulangan kenakalan remaja dan juga

gejala-gejala penyebab timbulnya prilaku penyimpangan moral yang terjadi di kalangan remaja pada saat sekarang ini.

4. Teknik Analisis Data

(44)
(45)

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITAIN

A. Riwayat Hidup Munif Chatib

Munif Chatib lahir di Surabaya, 05 Juli 1969. Ia mendapatkan gelar pertama sebagai sarjana hokum Universitas Brawijaya Malang. Tahun pertama sebagai sarjana ia mendapatkan pekerjaan sebagai seorang pengacara, akan tetapi profesinya tersebut kurang ia nikmati. Bahkan beliau menuliskan dalam setiap bukunya mengenai perasaan ketidak nyamanannya berprofesi sebagai pengacara dengan sebuah kalimat singkat “tahun pertama

seperti masuk ke dunia lain”. Hatinya lebih mantap menjadi seorang pengajar. Ketertarikan pada dunia pendidikan berawal ketika masih duduk dibangku sekolah tepatnya saat SMA, beliau ikut membantu gurunya memberikan bimbingan belajar kepada teman-temannya. Setelah lulus sekolah karena tidak ada yang mengarahkan, ia masuk ke Fakultas Hukum di Universitas Brawijaya Malang (Munif, 2014 :vii).

(46)

Learning, dan sampai sekarang tesisnya tersebut menjadi referensi yang

diminati di Supercamp (Munif, 2014 :252).

Munif juga sempat menjadi pemimpin sebuah lembaga kompuyer dan bahasa Inggris di Jakarta, hingga akhirnya ia diminta menjadi tenaga pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik oleh Universitas Nasional jakarta. Kini beliau menjabat sebagai CEO Next Worldview, sebauh Lembaga Konsultan dan Pelatihan Pendidikan. Ia juga dipercaya oleh Bapak Anies baswedan sebagai salah satu trainer Pengajar Muda Program Indonesia Mengajar (Munif, 2014 : 253).

B. Karya-karya Munif Chatib

Munif Chatib telah banyak memberikan kontribusi khususnya dalam bidang pendidikan lewat sebuah karya tulis. Bukunya yang pertama berjudul “Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia”, pertama kali terbit tahun 2009 dan sampai tahun 2016 telah 19

kali dicetak ulang. Kedua, buku yang berjudul “Gurunya Manusia:

Menjadikan Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara”, pertama kali dicetak 2011 dan sampai 2016 telah 17 kali dicetak ulang. Ketiga, buku yang berjudul, “Orangtuanya Manusia: Melejitkan Potensi dan Kecerdasan

dengan Menghargai Fitrah setiap anak”. Pertamakali diterbitkan tahun 2012

dan sampai tahun 2016 telah sembilan kali dicetak ulang. Keempat, buku yang berjudul “Sekolah Nak-anak Juar: Berbasis Kecerdasan Jamak dan Pendidikan Berkeadilan” ditulis bersama Alamsyah Said, pertamakali terbit

(47)

yang berjudul “Kelasnya Manusia: Memaksimalkan Fungsi Otak Belajar dengan Manajemen Display Kelas”, ditulis bersama Irma Nurul Fatimah, pertamakali terbit tahun 2013 dan sampai 2016 telah dua kali cetak ulang. Buku-buku yang telah disebutkan di atas, semua diterbitkan oleh penerbit Kaifa; PT Mizan Pustaka.

C. Corak Pemikiran Munif Chatib

Munif chatib sampai saat ini terus menggeluti teori Multiple Intelligences-nya Howard Gardner karena melihat kondisi pendidikan

Indonesia yang disadari atau tidak, malah membunuh banyak potensi manusia (Munif, 2014 :xxi). Proses pendidikan yang berlangsung seharusnya diarahkan pada tumbuhnya kreativitas, kemandirian peserta didik, terciptanya hubungan yang humanis antara pendidikan dan peserta didik, serta mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki masing-masing peserta didik.

Lewat ketekunannya dalam menggeluti teori multiple intelligences, beliau merumuskan konsep pendidikan yang berlandaskan teori multiple intellingences yang dikembangkan dalam pendidikan Indonesia dengan menggunakan istilah Orangtuanya Manusia, Sekolahnya Manusia, dan Gurunya Manusia.

(48)

sosok anak yang dilahirkan dengan bekal fitrah ilahiah, mereka makhluk yang memiliki potensi kebaikan (Munif, 2014 :xx). Orangtua hendaknya memandang anaknya sebagai bintang, anaknya adalah juara, bagaimanapun kondisinya, karena hakikatnya manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang tidak pernah menciptakan produk-produk gagal.

Sekolahnya Manusia adalah sekolah berbasis multiple intellingences, sekolah yang menghargai berbagai jenis kecerdasan

siswanya dan menerima siswanya dalam berbagai kondisi, dengan format sekolah the best process. Karena ternyata setelah multiple intellingences masuk pada ranah pendidikan khususnya sekolah megalami banyak koreksi. Pemahaman sekolah unggul di Indonesia yang the best input, artinya sekolah hanya menerima siswa-siswa yang menghasilkan nilai tinggi dari hasil tes yang ketat yang dilaksanakan oleh pihak sekolah, atau dengan kata lain sekolah hanya menerima siswa yang pandai (Munif, 2014 :85)

Munif menegaskan bahwa sekolah unggul adalah sekolah yang mengutamakan the best process, sekolah yang para gurunya mampu mengusahakan dan menjamin semua siswanya akan dibimbing ke arah perubahan yang lebih baik, bagaimanapun kualitas akademis dan moral yang mereka miliki (Munif, 2014 : 93). Artinya di sini pendidik bukan hanya mengajar, akan tetapi mampu mendidik, mengubah kualtitas akademis siswanya dan mora siswanya dari negatif menjadi positif.

(49)

adalagi seleksi maupun tes formal dalam penerimaan siswa barunya dan tidak boleh pandang bulu. Intinya siswa dalam kondisi apapun harus dengan senang hati diterima di sekolah. Jika hal ini terjadi di Indonesia, maka para orangtua tidak akan risau lagi harus memasukkan anaknya di sekolah yang mana, karena setiap sekolah merupakan sekolah unggul, sekolah yang mampu menemukan kondisi terbaik siswa-siswanya.

Penerimaan siswa baru bagi sekolah yang menerapkan Multiple Intelligences System (MIS) adalah dengan menggunakan alat riset psikologi

yang bernama Multiple Intelligences Research (MIR). Setiap siswa yang mendaftar dan mengikuti proses MIR dinyatakan langsung diterima. MIR ini adalah alat riset untuk mendeteksi kecendrungan kecerdasan siswa yang paling menonjol, karena melalui alat riset ini guru bisa mengetahui gaya belajar yang sesuai pada masing masing-masing siswa.

Tanggung jawab terbesar dalam membangun sekolahnya manusia berada pada sosok guru. Gurunya Manusia adalah guru yang fokus pada kondisi peserta didik, senantiasa memandang setiap peserta didik adalah juara, mengajar dengan hati, mengartikan kemampuan peserta didik dalam arti luas dan menjadi sosok yang menyenangkan bagi siswanya (Munif, 2014 :xviii)

(50)

Kewajiban pertama adalah membuat rencana persiapan mengajar atau lesson plan. Kedua, kewajiban mengajar siswa-siswanya. Dan ketiga,

kewajiban melakukan evaluasi hasil belajar siswa. Terakhir adalah satu hak guru yaitu berhak belajar. Guru berhak belajar melalui pelatihan dan pengembangan potensinya yang diadakan oleh sekolah masing-masing maupun di luar sekolah, baik oleh dinas pendidikan atau yang lainnya.

Bahkan dengan tegas Munif katakana jika terdapat siswa yang sulit memahami materi dalam pembelajaran, yang harus dipermasalahkan adalah cara mengajar sang pendidik (guru) yang dianggap kurang tepat (Munif, 2014 :34). Lebih lanjut lagi Munif mengelompokkan jenis guru menjadi tiga kelompok. Kriteria kelompok tersebut berdasarkan factor kemauan guru untuk memajukan pendidikan. Tiga kelompok tersebut adalah (Munif, 2014 :56)

1. Guru robot

(51)

Kelompok guru yang kedua ini adalah guru yang selalu melakukan perhitungan, mirip dengan aktivitas jual beli. Mereka mendahulukan haknya, setelah haknya terpenuhi barulah kewajibannya akan dipenuhi sesuai dengan hak yang diterima. Guru dalam ranah ini akan terlihat profesional, akan tetapi akhirnya akan terjebak pada kesombongan dalam bekerja, sehingga kemanfaatan dalam bekerja akan tampak hilang. 3. Gurunya manusia

Gurunya manusia adalah guru yang memiliki keikhlasan dalam mengajar dan belajar. Karena gurunya manusia memiliki keyakinan target pekerjaannya adalah berhasil membuat para siswa yang belum bisa memahami materi yang disampaikan. Guru yang ikhlas adalah guru yang akan berintrospeksi apabila terdapat siswa yang belum bisa memahami materi. Guru yang berusaha meluangkan waktu untuk belajar, sebab mereka sadar bahwa menjadi guru bukan berarti berhenti untuk tidak belajar kembali, karena banyak hal yang masih harus terus dikaji dan di update informasi khususnya dalam pendidikan. Sehingga

(52)

Sistem pendidikan di Indonesia, diakui atau tidak, masih menempatkan kemampuan kognitif di atas kemampuan afektif dan psikomotorik. Munif menuturkan bahwa gurunya manusia seharusnya mampu memandang kompetensi siswanya lebih luas berdasarkan tiga kemampuan tersebut secara proporsional, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik (Munif, 2014 :72)

Discovering ability (menjelajahi kemampuan anak meskipun sekecil

debu) harus terus dilakukan oleh guru. Aktivitas tersebut merupakan sebuah proses yang disertai keyakinan kuat pasti akan menemukannya. Karena menurut Munif, gurunya manusia menjadi katalisator bagi para siswa. Dalam KBBI sendiri, katalisator merupakan seseorang yang mampu menyebabkan terjadinya perubahan. Arti lain terdapat dalam bukunya Munif Chatib “Gurunya Manusia”. Katalisator adalah pemantik

kemampuan siswa, pemantik dalam hal ini adalah seorang guru.

D. Konsep Pendidikan Berbasis Multiple Intellingences Munif Chatib 1. Defini Multiple Intellingences

Multiple Intelligences adalah istilah dari atau teori dalam kajian

tentang ilmu kecerdasan yang memiliki arti “kecerdasan ganda” atau

“kecerdasan majemuk”. Teori ini ditemukan dan dikembangkan oleh

(53)

Intelligences: The Theory in Practice Intelligences Reframed: Multiple

Intelligences for 21st Century (Basic Books, 1983) dan (Basic Books, 1993). Saat ini dia juga salah satu directur Prozect Zero di Harvad Graduate School of Education. Prozect Zero adalah pusat penelitian dan

pendidikan yang mengembangkan cara belajar, berpikir, dan kretivitas dalam mempelajari satu bidang bagi individu dan institusi (Paul, 2004 :17)

(54)

Dari definisi kecerdasan yang dikemukakan Gardner, setidaknya terdapat tiga paradigma mendasar, yaitu: pertama, kecerdasan tidak dibatasi tes formal, artinya kecerdasan seseorang tidak mungkin dibatasi oleh indikator-indikator yang ada dalam tes formal. Karena penelitian Gardner membuktikan bahwa kecerdasan seseorang itu bisa berkembang (dinamis). Tes formalnya hanya akan menilai kecerdasan seseorang pada saat itu (saat tes dilaksanakan). Otak terus tumbuh dari hasil informasi yang diterima disimpan dan diprosesnya. Artinya otak tumbuh melalui proses yang disebut belajar. Kedua, kecerdasan seseorang itu multidimensi. Artinya kecerdasan dapat dilihat dari banyak dimensi, karenanya Gardner memberi label pada teori kecerdasannya dengan kata “multiple”, melihat banyaknya kacerdasan yang dimiliki oleh manusia. Dan ketiga, kecerdasan adalah proses discovering ability. Artinya kecerdasan menitik beratkan pada proses

menemukan kemampuan seseorang sebagai proses untuk mencapai kondisi akhir terbaik setiap orang (Munif, 2014 :70).

(55)

E. Tinjauan tentang kecerdasan

Pada dasarnya anak cerdas tidak tumbuh dengan sendirinya, orang tua berperan besar menciptakan lingkungan yang kondusif untuk merangsang anak, bahkan sejak dalam kandungan, agar pertumbuhan otaknya optimal (Tim Pustaka Familia, 2010 :35). Setiap anak mempunyai warna kecerdasan tersendiri, yang berbeda dengan anak lainnya, bahkan berbeda pula dari saudara sekandungnya. Itulah sebabnya kita tidak bisa menerapkan pola tindakan yang sama untuk semua anak (Tim Pustaka Familia, 2010 :13).

Saat ini rasanya tidak ada hal yang lebih penting bagi para orangtua selain memiliki anak yang cerdas, sekalipun setiap orang berbeda-beda dalam memaknai kecerdasan. Kebanyakan orangtua baru merasa memiliki anak yang cerdas ketika anaknya memiliki prestasi akademik yang bagus, setidaknya di atas rata-rata. Kecerdasan dimaknai begitu sempit sebatas perolehan rangking di sekolah (Tim Pustaka Familia, 2010 :37).

(56)

Keinginan orangtua mengkuti les-les tidaklah salah sejauh kegiatan tersebut dimaksudkan untuk menstimulasi dan tidak untuk menargetkan anak agar mencapai sesuatu. Karena mengikutkan les akan berdampak positif ketika anak menikmatinya. Hanya saja tanpa disadari orangtua sering membandingkan anaknya dengan anak lain, kalau sudah seperti itu berarti anak anak ditarget oleh orang tua (Tim Pustaka Familia, 2010 :44). kecenderungan orangtua melihat sisi kecerdasan hanya dari aspek intelektualnya saja akan merugikan perkembangan anak. Karena bisa jadi seorang anak kurang cerdas secara intelektual teteapi memiliki kecerdasan sosial yang tinggi. Hal ini tidak bisa dianggap remeh begitu saja, siapa tahu kelak misalnya anak tersebut akan menjadi negosiator yang baik. Maka yang penting adalah memahami potensi seluruh anak dan mengembangkannya secara optimal.

(57)

Pada saat IQ melalui suatu overall single score, yaitu skor umum tunggal, mungkin telah menjadi peramal yang baik bagi kemajuan siswa di sekolah karena pendidikan lebih cenderung menggunakan kemampuan linguistik dan logis-matematis yang dinilai penting dalam zaman serba teknologi seperti saat ini. Namun tujuh intelligences lainnya dinilai menjadi tidak atau kurang berfungsi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak seluruh kemampuan otak dimanfaatkan dengan baik (Conny, 2010 :79)

Ahli psikologi spearman dalam teori faktornya mengatakan bahwa manusia memiliki faktor umum yang dilambangkan dengan G yaitu General faktor yang merujuk pada kemampuan genetis, bawaan lahir.

Selain itu manusia juga memiliki faktor khusus yang dilambangkan dengan S yaitu Specific faktor yang menekankan pada kemampuan-kemampuan yang dikembangkan melalui pengaruh lingkungan spesifik termasuk pengaruh dari budaya setempat, rumah tangga, sekolah, dan lingkungan (Conny, 2010 :44)

(58)

hidup. Kita dapat mengembangkan dan memperkuat kecerdasan yang dimiliki.

Menurut Gardner bahwa stimulus dari lingkungan yang diberikan pada anak akan mempengaruhi kecerdasannya, sehingga stimulus tersebut akan membentuk pengalaman dalam otak anak. Terdapat dua jenis pengalaman yang berasal dari stimulus lingkungan, oleh Gardner hal jenis itu disebut sebagai crystallizing experience dan paralyzing experiences (Munif, 2014 :93).

1. Cristallizing experiences merupakan pengalaman seseorang dari informasi yang didapatkan sehingga memberikan kekuatan positif pada dirinya. Pengalaman positif tersebut mengkristal dalam diri seseorang sehingga memacu munculnya kecerdasan pada dirinya. Adapun pengalaman-pengalaman yang didapatkan merupakan pengalaman yang berkaitan dengan pemberian apresiasi atau motivasi untuk berhasil.

(59)

Dengan adanya teori multiple intelligences ini menandakan bahwa setiap orang itu cerdas namun pada bidangnya masing-masing, tidak boleh ada lagi diskriminasi tentang siapa yang lebih cerdas atau tidak cerdas bahkan bodoh. Munif menyebutkan bahwa setiap orang bisa menemukan kondisi terbaiknya dan akan lebih baik lagi jika kondisi terbaik tersebut didapatkan sedini mungkin. Kondisi terbaik diartikan Munif sebagai:

Saat seseorang memiliki manfaat (benefit) dalam kehidupannya, minimal manfaat untuk dirinya sendiri, lalu bergerak ke lingkungan yang lebih luas, bermanfaat untuk orangtua, keluarga, lingkungan rumah, kota, hingga manfaat untuk seluruh dunia. Bentuk manfaat tersebut mulai dari menghasilkan ide cemerlang, karya nyata, menjadi inspirasi banyak orang, hingga paling minimal, dia mampu membuat tersenyum orang terdekatnya atau ada pengakuan terhadap keberadaannya (Munif, 2014 :103).

Munif menuliskan dalam bukunya “Orangtuanya Manusia” bahwa

intelligences atau kecerdasan majemuk adalah harta karun yang multiple

terpendam dalam diri anak, tugas orangtualah menyelami harta karun tersebut sehingga sedini mungkin kecenderungan kecerdasan sang anak bisa ditemukan (Munif, 2014 :87).

F. Hakikat pendidik menurut Munif Chatib

(60)

dinamis. Dengan adanya pendidik yang memiliki kualifikasi tinggi maka kompetensi lulusan (output) pendidikan akan terjamin sehingga mereka mampu mengelola potensi diri dan mengembangkannya secara mandiri untuk menatap masa depan gemilang yang sehat dan prospektif (Mohammad, 2009 :43)

Dalam rangka mewujudkan keberhasilan konsep multiple intelligences, pendidik (guru) memiliki andil yang sangat besar, sebab di

tangan pendidik yang profesionallah konsep ini bisa berhasil. Guru adalah profesi, artinya seorang guru harus profesional dalam bekerja. Profesional berarti kualitas setiap tahap pekerjaan dapat diukur (Munif, 2014 :192)

Menurut Munif Chatib dalam bukunya “Sekolahnya Manusia”

bahwa guru yang profesional adalah guru yang memiliki kriteria sebagaimana yang ada di bawah ini (Munif, 2014 :149):

1. Bersedia untuk selalu belajar

Ilmu pengetahuan adalah kebutuhan setiap orang termasuk guru. Meski telah berprofesi sebagai seorang guru, namun bukan sebuah alasan untuk tidak terus belajar, karena semakin berkembangnya zaman maka ilmu pengetahuan pun semakin berkembang pula. Seorang guru tidak boleh tertinggal akan perkembangan tersebut, terutama perkembangan dalam dunia pendidikan.

(61)

karena hal itu merupakan pertanda bahwa ia enggan berproses menjadi baik. Pendidik ideal adalah pendidik yang pada saat bersamaan siap menjadi peserta didik yang baik, yaitu senantiasa menuntut ilmu dan keterampilan setinggi langit. Inilah sikap mandiri dalam belajar, yang berarti tetap belajar meskii telah menjadi pendidik (Mohammad, 2009 :45).

Agama Islam pun secara umum membahas tugas pendidik sebagai proses mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik. Allah SWT memerintahkan kepada umat manusia melalui firman-Nya dalam Q.S. At-Taubah ayat 122 agar sebagian diantara mereka (yang berperang) ada yang berkenan memperdalam ilmu dan menjadi pendidik guna meningkatkan derajat diri dan peadaban dunia, maka dari itu pendidik memeiliki kedudukan yang sangat terhormat karena tanggung jawabnya yang sangat berat dan mulia (Mohammad, 2009:43). Disebabkan tanggung jawabnya yang sangat tinggi itulah, maka seorang pendidik dituntut untuk memiliki persyaratan tertentu.

Menurut Munif program pembelajaran untuk guru yang harus dilakukan dan diikuti adalah:

a. Program pelatihan umum dan khusus yang terkait pendidikan secara kontinu

(62)

mengikuti program pelatihan, baik yang diadakan oleh dinas pendidikan maupun oleh lembaga swasta. Hasil pelatihan seyogianya disosialisasikan kepada guru-guru lain yang belum ikut pelatihan supaya update informasi dapat terusdipelihara.

b. Program bedah buku

Salah satu kebiasaan yang sangat baik dan mendukung peningkatan kualitas guru di sekolah adalah penerapan program wajib bedah buku (resensi). Buku yang di-review adalah buku yang berkaitan dengan pekerjaan guru sehari-harinya, yaitu pengajaran. Buku tersebut dapat difotokopi dan setiap bab-nya dibagikan kepada para guru untuk secara bergantian dibedah dan dipresentasikan. seornag guru tentunya tidak akan merasa terbebani ketika harus mengupas satu bab sebuah buku. Jadi, misalkan buku itu terdiri dari lima bab, ada lima yang harus membedahnya secara bergantian.

(63)

Rencana pembelajaran atau dalam istilah konsep multiple intelligences yaitu lesson plan, merupakan perencanaan yang dibuat

oleh guru sebelum mengajar. Kesalahan yang umum dilakukan oleh guru adalah tidak pernah membuat rencana pembelajaran terlebih dahulu pada saat akan mengajar. Kualitas pembelajaran seorang guru yang diawali dengan pembuatan rencana pembelajaran akan sangat berbeda dengan guru yang tidak membuat rencana pembelajaran yang sebelumnya. Selain itu, paradigma guru tenang pentingnya membuat rencana pembelajaran juga harus disamakan karena rencana pembelajaran akan mempengaruhi proses dan hasil belajar yang akan didapatkan siswa (Munif, 2014 :150).

Adapun keuntungan bagi guru dari rencana pembelajaran atau lesson plan adalah (Munif, 2014: 193):

a. Rencanan pengajaran pada jenjang kompetensi secara otomastis tercatat dan dapat diarsipkan.

b. Arsip dari rencana pembelajaran akan menjadi bekal guru yang bersangkutan dan dapat digunakan dengan penyempurnaan pada tahun ajaran berikutnya.

(64)

d. Dengan adanya rencana pembelajaran, kualitas pembelajaran di kelas yang berhubungan dengan hasil prestasi akademik siswa akan dapat terukur.

e. Dengan adanya rencana pembelajaran, guru akan punya waktu perencanaan sebuah topik pembelajaran tentang bagaimana sebuah topik disampaikan dengan baik dan menarik.

3. Bersedia diobservasi

Para guru mestinya tidak menutup diri terhadap segala macam kritikan dan masukan yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerjanya.

4. Selalu tertantang untuk meningkatkan kreativitas

Seorang guru ketika menyampaikan materi pelajaran pada siswa hendaknya mampu memberikan kesan menarik dan menyenangkan, karena guru yang seperti itulah yang akan siswa sukai.

5. Memiliki karakter yang baik

(65)

ataupun tidak, seperti kecurigaan, kebenciaan, kemarahan, ketidakpuasan, ketidakpercayaan, diri dan sebagainy, ketika besar kelak mereka akan menjadi pribadi rapuh dan penuh kebencian. Sebaliknya, ketika mereka diajarkan berupa kata-kata positif atau tauladan hidup yang penuh kesyukuran, kesabaran, kepercayaan diri, kasih sayang, dan kepedulian, maka kelak mereka akan menjadi insan yang pandai mengendalikan diri, penuh percaya diri dan disukai banyak orang (Amir dan Zulfanah, :10)

Mendidik dan mengajar merupakan hakikat aktivitas keguruan yang selalu berproses, baik dari visi praktik sehingga untuk meningkatkan kamampuan ilmiah dan keterampilan mengajar, guru selalu diminta untuk mengantisipasi perkembangannya dalam bentuk pengetahuan teoritis maupun teknologi (Abdul, 2012 :86)

(66)

hal, yaitu keahlian, komitmen, dan keterampilan, yang membentuk tiga segitiga sama sisi (Sri, 2013 :108).

G. Implementasi Multiple Intelligences dalam Mencegah Kenakalan Remaja

Intelegensi atau kecerdasan adalah suatu tindakan yang bijaksana dalam menghadapi setiap situasi secara cepat dan tepat. Walters dan Gardner mendefinisikan intelegensi sebagai suatu kemampuan atau serangkaian kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu (Tristiadi, 2008 :169).

Ragam kecerdasan yang ditemukan oleh Gardner yang pada awalnya ditemukan enam, berkembang menjadi tujuh, dan berkembang lagi menjadi Sembilan. Tidak menutup kemungkinan bahwa ragam kecerdasan yang dimiliki manusia akan berkembang lagi seiring dengan temuan-temuan berikutnya. Sembilan kecerdasan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kecerdasan Linguistik

Referensi

Dokumen terkait

Risiko keuangan juga diduga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi tindakan perataan laba, rasio leverage sebagai proksi atas risiko keuangan terhadap

Oleh sebab itulah, untuk tujuan penyimpanan karbon pada ekosistem pesisir, maka lahan yang tergenang dan ditumbuhi oleh vegetasi mangrove lebih baik dan stabil dibandingkan

Maka penulis menganalisis novel Milea Suara dari Dilan karya Pidi Baiq berdasarkan struktur karya sastra dengan menggunakan kajian Strukturalisme Robert Stanton

Sedangkan Hakim menurut Pasal 1 butir (5) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan

TEXT LABEL Menentukan tujuan text pendek dalam bentuk label 5,20,30 a,a,c TEXT LABEL Menentukan penggunaan suatu informasi dengan benar.. Mencoba,  mengolah, dan 

Anggota DPR RI yang berhenti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 239 ayat (1) dan Pasal 240 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2014 sebagaimana yang telah diuraikan

Beberapa penelitian mengenai penerapan e-SPT telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas penerapan e-SPT tersebut, antara lain menurut Tanzilah

Packed Red Cell mungkin dapat meningkatkan pasokan hemin sebagai unsur yang diperlukan H.influenza dalam pertumbuhannya.. banyak eritrosit yang ditambahkan, semakin