• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANG TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN KINERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD TRIKORA SALAKAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANG TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN KINERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD TRIKORA SALAKAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

SRI LESTARI 20141030114

PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCASARJANA

(2)
(3)

i

TESIS

SRI LESTARI 20141030114

PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCASARJANA

(4)

ii

DI RUANG RAWAT INAP RSUD TRIKORA SALAKAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN

TESIS

Diajukan Oleh

SRI LESTARI 20141030114

Telah Disetujui Oleh:

Pembimbing I,

Dr. Dr. Nur Hidayah, S.E, M.M Tanggal...

Pembimbing II,

(5)

iii

TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN KINERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT TRIKORA SALAKAN

KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN

Diajukan Oleh

SRI LESTARI 20141030114

Tesis ini telah dipertahankan dan disahkan di depan Dewan Penguji Program Magister Manajemen Rumah Sakit

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tanggal 30 Agustus2016

Yang terdiri dari

Dr. Firman Pribadi, M.Si. Ketua Tim Penguji

Dr. Dr. Nur Hidayah, M.M Qurratul Aini, SKG., M.Kes Anggota Tim Penguji Anggota Tim Penguji

Mengetahui

Ketua Program Magister Manajemen Rumah Sakit UniversitasMuhammadiyah Yogyakarta

(6)

iv

orang lain, melainkan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diterbitkan oleh pihak manapun. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian hari ada yang mengklaim bahwa karya ini adalah milik orang lain dan dibenarkan secara hukum, maka saya bersedia dituntut berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.

Yogyakarta, Agustus 2016 Yang Membuat Pernyataan:

SRI LESTARI 20141030114 Materai

(7)

v Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillaahirobbil ’aalamin. Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala petunjuk dan pertolongan-Nya sehingga telah terselesaikannya tesis yang berjudul “ Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang Terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Trikora Salakan Kabupaten Banggai Kepulauan “ tepat pada waktunya.

Penulisan tesis ini adalah dalam rangka memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Strata 2 pada Program Studi Manajemen Rumah Sakit Program PascaSarjana UMY.

Penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terimakasih, jazakumullohu khoiron katsiron kami sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. H. Bambang Cipto, M.A selaku Rektor UMY. 2. Dr. Achmad Nurmandi, M.Sc selaku Direktur Pascasarjana. 3. Dr. dr. Arlina Dewi, M.Kes., AAKselaku Kaprodi MMR UMY.

4. Dr. Dr. Nur Hidayah, S.E, M.M., selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga dapat terselesaikan tesis ini.

5. Ibu Qurratul Aini, SKG, M.Kes., selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga dapat terselesaikan tesis ini.

6. Seluruh dosen Prodi MMR UMY atas seluruh ilmu yang dicurahkan kepada kami.

7. Direktur dan segenap karyawan RSUD Trikora Salakan Kab.Bangkep yang telah memberikan dukungan kesempatan yang sangat luas dalam penelitian ini.

8. Rekan-rekan seperjuangan Prodi MMR Angkatan 10C atas semangat dan kebersamaannya.

9. Seluruh pihak yang tak dapat kami sebutkan satu-persatu, yang telah berjasa baik secara langsung maupun tidak hingga terselesaikannya tesis ini

Besar harapan kami, tesis ini memberikan manfaat seluas-luasnya kepada seluruh pihak. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun kami harapkan demi kemajuan bersama.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

(8)

vi

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

(Q.S Al-Insyirah : 5)

Allah akan meninggikan orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan, beberapa derajat. Dan Allah maha

mengetahui apa yang kamu kerjakan.

(Q.S Al-Mujadalah : 11)

PERSEMBAHAN

Tesis ini kupersembahkan kepada :

 Papa dan Mamaku juga Bapak dan Ibu mertuaku atas segala do’a restunya  Suamiku tercinta, atas segala cinta dan kasih sayangnya

 Anakku tersayang (Mas Ibam) yang telah berjuang dan memberikan semangat  Sahabat-sahabatku yang telah memberikanku semangat

(9)

vii

LEMBAR PERSETUJUAN………... ...ii

LEMBAR PENGESAHAN………...iii

PERNYATAAN...………...iv

KATA PENGANTAR………...v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN…….………...vi

DAFTAR ISI………...………...vii

DAFTAR GAMBAR...………...………...ix

DAFTAR TABEL....………...………...x

DAFTAR LAMPIRAN………...xi

INTISARI…...………...………...xii

ABSTRACT...………...………...xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………1

B. Rumusan Masalah………7

C. Tujuan Penelitian……….8

D. Manfaat Penelitian………...9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka………..………... 11

B. Penelitian Terdahulu……….... 41

C. Landasan Teori... 42

D. Kerangka Konsep ... 47

E. Hipotesis………...………..…………. 47

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian……….…………... 51

B. Subjek dan Obyek Penelitian....………...………. 51

C. Populasi, Sampel, dan Sampling... 51

D. Variabel Penelitian………... 52

E. Definisi Operasional……...………... 52

F. Instrumen Penelitian ... 57

(10)

viii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 66

B. Pembahasan ... 98

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ...103

B. Saran ...103

C. Keterbatasan Penelitian ...104

DAFTAR PUSTAKA... 106

(11)

ix

Gambar 2.1 Kerangka Konsep ... 47

Gambar 4.1 Struktur Gaya Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan Kinerja Perawat... ... 87

Gambar 4.2 Sub-struktur 1 ... 87

Gambar 4.3 Sub-struktur 1 Beserta Koefisien Jalur ... 90

Gambar 4.4 Sub-struktur 2 ... 91

Gambar 4.5 Sub-struktur 2 Beserta Koefisien Jalur ... 95

(12)

x

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 52

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasar Jenis Kelamin ... 67

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasar Usia ... 68

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasar Status Pegawai .... 69

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasar Pendidikan ... 70

Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasar Masa Kerja ... 71

Tabel 4.6 Karakteristik Responden Berdasar Ruang Rawat Inap 72 Tabel 4.7 Deskripsi Variabel Gaya Kepemimipinan ... 73

Tabel 4.8 Deskripsi Variabel Motivasi Kerja ... 75

Tabel 4.9 Deskripsi Variabel Kinerja Perawat ... 77

Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas Dimensi Gaya Kepemimpinan ... 79

Tabel 4.11 Hasil Uji Reliabilitas Dimensi Gaya Kepemimpinan .. 80

Tabel 4.12 Hasil Uji Validitas DimensiMotivasi Kerja ... 82

Tabel 4.13 Hasil Uji Reliabilitas Dimensi Motivasi Kerja ... 83

Tabel 4.14 Hasil Uji Validitas Dimensi Kinerja Perawat ... 84

Tabel 4.15 Hasil Uji Reliabilitas Dimensi Kinerja Perawat ... 85

Tabel 4.16 Nilai R Square Gaya Kepemimpinan ... 88

Tabel 4.17 Nilai Koefisien Gaya Kepemimpinan dan Motivasi.... 89

Tabel 4.18 Nilai R Square Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat ... 91

Tabel 4.19 Nilai Koefisien Jalur Gaya Kepemimpinan dan Kinerja Perawat ... 92

(13)

xi

Lampiran 2 Data Kuesioner ... 116

Lampiran 3 Hasil Analisis Jalur ... 121

Lampiran 4 Data Validitas Dan Reliabilitas ... 124

Lampiran 5 Hasil Validitas Dan Reliabilitas Gaya Kepemimpinan 126 Lampiran 6 Hasil Validitas Dan Reliabilitas Motivasi Kerja ... 128

Lampiran 7 Hasil Validitas Dan Reliabilitas Kinerja Perawat ... 131

Lampiran 8 Curriculum Vitae ... 134

Lampiran 9 Dokumen Perijinan ... 135

(14)

xii

ON WORKING MOTIVATION AND NURSES PERFORMANCE IN RSUD TRIKORA SALAKAN HOSPITAL

BANGGAI KEPULAUAN REGENCY

Sri Lestari

Program Studi Manajemen Rumah Sakit, Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Latar Belakang: Dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan tidak terlepas dari peran pimpinan dalam memberikan suport maupun pengawasan terhadap karyawan guna meningkatkan kinerja, yang mana dengan kinerja karyawan dapat menentukan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya kepada pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruang terhadap motivasi kerja dan kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD Trikora Salakan kabupaten Banggai Kepulauan.

Metode: Metode yang digunakan adalah metode survei dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Populasi adalah semua perawat rawat inap yang berada di UGD, ruang perawatan anak, ruang perawatan dewasa, dan ruang ICU. Jumlah sampel 41 perawat. Analisis data menggunakan analisis jalur (path analysis).

Hasil: Gaya kepemimpinan kepala ruang memiliki pengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap kinerja perawat dengan motivasi kerja sebagai variabel intervening.

Kesimpulan: gaya kepemimpinan kepala ruang berpengaruh terhadap motivasi kerja dan kinerja perawat di ruang rawat inap RS Trikora Salakan Kabupaten Banggai Kepulauan.

(15)

xiii

Background: This condition is regardless from the role of leader in providing support and supervision for employees in order to increase the employees’ performance, in which it can determine the quality of health care to the community, especially to the patients.The purpose of this reserch is to know the effect of leadership style of head officeon working motivation and nurses performance in hospitalization room at RSUD Trikora Salakan hospital Banggai Kepulauan regency.

Method: The study used survey methodwith quantitative research approach.The population of this research was all nurses of hospitalization rooms including the emergency room, child-care room, adult-care room, and ICU.The amount of samples were 41 nurses. To analyze the data, the researcher used path analysis.

Result: The leadership style of head office had an influence directly and indirectly to the employees’ performance with work motivation as an intervening variable.

Conclusion:The leadership style of head office affected the nurses motivation and performance in hospitalization room of Trikora Salakan hospital at Banggai Kepulauan regency.

(16)

1

A. Latar Belakang

Rumah Sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang. Di dalam menjalankan fungsinya diharapkan senantiasa memperhatikan fungsi sosial dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Keberhasilan rumah sakit dalam menjalankan fungsinya ditandai dengan meningkatnya mutu pelayanan rumah sakit. Faktor yang dominan mempengaruhi mutu rumah sakit adalah sumber daya manusia (Depkes, 2002).

(17)

Rumah sakit sebagai organisasi pelayanan kesehatan masyarakat, berfungsi melayani masyarakat secara luas dalam bentuk jasa. Untuk mencapai sasaran yang diinginkan manajemen rumah sakit menuntut karyawan untuk meningkatkan kinerjanya. Pasien yang datang baik untuk pelayanan rawat inap ataupun rawat jalan akan memberikan respon yang positif terhadap pelayanan pegawai yang baik, sehingga mampu meningkatkan kunjungan pasien ke rumah sakit. Hasil akhir dari keberhasilan pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari tingkat Bed Occupancy Rate (BOR). Semakin tinggi tingkat BOR yang dicapai rumah sakit, dapat dijadikan indikator untuk menilai kinerja karyawan dalam melaksanakan pengobatan maupun perawatan pasien. Mengingat pentingnya kinerja karyawan dalam mencapai kinerja organisasi, maka perlu dikaji faktor-faktor yang dapat meningkatkan kinerja karyawan untuk menunjang keberhasilan rumah sakit di kemudian hari (Gibson, 2006).

(18)

Begitu pentingnya peran pemimpin sehingga isu mengenai pemimpin menjadi fokus yang menarik perhatian para peneliti bidang perilaku keorganisasian. Pemimipin memegang peran kunci dalam memformulasikan dan mengimplementasikan strategi organisasi (Su’ud, 2000). Setiap pemimpin dalam memberikan perhatian untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan semua potensi bawahan lingkungannya memiliki pola yang berbeda-beda pula dari setiap pemimpin. Kesesuaian antara gaya kepemimpinan, norma-norma dan kultur organisasi dipandang sebagai suatu prasyarat kunci untuk kesuksesan prestasi tujuan organisasi.

Penelitian yang dilakukan Waode (2014) yang menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh secara signifikan, baik parsial maupun simultan terhadap kinerja karyawan. Artinya, semakin baik penerapan kepemimpinan, maka akan semakin optimal pencapaian kinerja karyawan. Demikian juga dengan penelitian Dolok Saribu (2006), di mana hasil uji regresi menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang tinggi akan mengakibatkan kinerja petugas baik, sebaliknya gaya kepemimpinan rendah akan mengakibatkan kinerja buruk. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Nursiah (2004), bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja petugas, di mana gaya kepemimpinan berorientasi petugas yang tinggi menghasilkan kinerja yang tinggi.

(19)

ini didukung dengan berbagai penelitian yang berkaitan dengan motivasi kerja. Penelitian Alfikri (1999) menyebutkan bahwa motiasi kerja yang tinggi dapat meningkatkan kinerja sampai mencapai 55,6%. Penelitian Faisal (2010) menunjukkan terdapat hubungan antara faktor jadwal kerja, motivasi dengan kinerja perawat. Penelitian Larasati (2014) menyebutkan bahwa motivasi kerja yang tinggi dapat meningkatkan kinerja sampai mencapai 55,1%.

Salah satu tugas kepala ruang adalah memotivasi staf perawatnya yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan instansi. Motivasi penting karena dengan motivasi diharapkan setiap individu mau bekerja keras, disiplin dalam mentaati berbagai kebijakan dan peraturan dan antusias untuk mencapai produktifitas tinggi (Robbins, 1996).

(20)
(21)

Rumah Sakit Umum Daerah Trikora Salakan sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan utama di Kabupaten, berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Trikora Salakan pada tahun 2013, jumlah tempat tidur 39 TT, jumlah kunjungan rawat jalan di Rumah Sakit ini sebanyak 2.006 orang, serta rawat inap 1.642 orang. Sedangkan hasil pelayanannya dapat dilihat bahwa tingkat pemanfaatan Rumah Sakit masih rendah pada tahun 2013 yaitu Bed Occupancy Rate (BOR) yaitu persentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu yang hanya 35,42 % (Standar Depkes, > 75%), Length Of Stay (LOS) yaitu rata-rata lama rawatan seorang pasien 3,25 (Standar Depkes 5-12 hari), Turn Over Interval (TOI) yaitu rata-rata hari, tempat tidur tidak ditempati dari saat terisi ke saat terisi berikutnya 5,74 (Standar Depkes 1-3 hari), Bed Turn Over (BTO) yaitu frekuensi pemakaian tempat tidur 41,09 (Standar 40-50 kali).

(22)

Gambaran di atas, menjelaskan bahwa problem mendasar dari minimnya kualitas pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Trikora Salakan adalah rendahnya kinerja karyawan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Hal ini tentu tidak menjadi satu-satunya pokok persoalan sebab kinerja karyawan selalu dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan dan motivasi kerja. Oleh karena itu dibutuhkan keteladanan seorang pemimpin sehingga dapat meningkatkan motivasi perawat untuk dapat memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat khususnya di ruang rawat inap Rumah Sakit Trikora Kabupaten Banggai Kepulauan, sehingga kinerja pegawainya dapat ditingkatkan.

Dari latar belakang masalah ini, maka penulis menjadikan persoalan gaya kepemimpinan yang diterapkan di Rumah Sakit Umum Daerah Trikora Salakan dan motivasi kerja serta pengaruhnya terhadap kinerja perawat sebagai fokus dalam penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan tersebut maka rumusan masalah yang menjadi dasar untuk penelitian ini adalah :

(23)

2. Apakah gaya kepemimpinan kepala ruang berpengaruh terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Trikora Salakan Kabupaten Banggai Kepulauan?

3. Apakah motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Trikora Salakan Kabupaten Banggai Kepulauan?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruang terhadap motivasi kerja dan kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Trikora Salakan Kabupaten Banggai Kepulauan.

2. Tujuan Khusus Penelitian

a. Untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruang terhadap motivasi kerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Trikora Salakan Kabupaten Banggai Kepulauan b. Untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruang

(24)

c. Untuk menganalisis pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Trikora Salakan Kabupaten Banggai Kepualauan.

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek teoritis

a. Untuk memberikan sumbangan pada pengembangan ilmu manajemen rumah sakit dan menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang terkait dengan penelitian ini.

b. Bagi pembaca, penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruang terhadap motivasi kerja dan kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Trikora Salakan Kabupaten Banggai Kepulauan.

c. Bagi peneliti lain, penelitian ini bermanfaat untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variabel yang berbeda.

2. Aspek praktis

(25)

b. Dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan untuk memotivasi kerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Trikora Kabupaten Banggai Kepulauan.

(26)

11

1. Konsep Kinerja a. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah hasil atau keberhasilan tindakan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005).

Waldman (Koesmono, 2005) kinerja merupakan gabungan perilaku dengan prestasi dari apa yang diharapkan dan pilihannya atau bagian syarat-syarat tugas yang ada pada masing-masing individu dalam organisasi.

Wirawan (2009), menyatakan bahwa kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.

(27)

pencapaian atau efektivitas pada tingkat karyawan atau pekerjaan. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, rancangan pekerjaan, dan manajemen pekerjaan serta karakteristik individu.

Selanjutnya Hersey and Blanchard dalam Rivai dan Basri (2005) mendefinisikan Kinerja adalah suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu, kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Hennry Simamora (Mangkunegara, 2010), Kinerja (Performance) dipengengaruhi oleh tiga faktor:

1. Faktor individu yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang, dan demografi.

2. Faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, attitude (sikap), personality

(kepribadian), pembelajaran, dam motivasi.

3. Faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, dan job design.

(28)

seseorang yang berasal dari lingkungan seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi, faktor-faktor internal dan eksternal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang.

Menurut Mangkunegara (2010), faktor penentu prestasi kerja individu dalam organisasi adalah faktor individu dan faktor lingkungan yaitu:

a. Faktor Individu

Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.

b. Faktor Lingkungan Kerja Organisasi

(29)

c. Penilaian Kinerja

Untuk mendapat informasi atas kinerja pegawai, maka ada beberapa pihak baik itu perorangan ataupun kelompok yang biasanya melakukan penilaian atas kinerja pegawai. Menurut Robbins (2001), ada lima pihak yang dapat melakukan penilaian kerja pegawai, yaitu:

1. Atasan langsung, sekitar 96% dari semua evaluasi kinerja pada tingkat bawah dan menengah dari organisasi dijalankan oleh atasan langsung pegawai itu karena atasan langsung yang memberikan pekerjaan dan paling tahu kinerja pegawainya.

2. Rekan kerja, penilaian dilakukan oleh rekan kerja dilaksanakan dengan pertimbangan, pertama, rekan sekerja dekat dengan tindakan. Interaksi sehari-hari memberikan kepada pengawai pandangan menyeluruh terhadap kinerja seseorang pegawai dalam pekerjaan. Kedua, dengan menggunakan rekan sekerja sebagai penilai menghasilkan sejumlah penilaian yang independen.

3. Evaluasi diri, evaluasi ini cenderung kedenfensifan para pegawai mengenai proses penilaian, dan evaluasi ini merupakan sarana yang unggul untuk merangsang pembahasan kinerja pegawai dan atasan pegawai.

(30)

5. Pendekatan menyeluruh, penilaian kinerja karyawan dilakukan oleh atasan, pelanggan, rekan sekerja, dan bawahan. Penilai kinerja ini cocok di dalam organisasi yang memperkenalkan tim.

Penilaian kinerja (Performance appraisal) adalah sistem formal untuk memeriksa atau mengkaji dan mengevaluasi kinerja seseorang atau kelompok (Marwansyah, 2010).

Sedangkan menurut Cascio (Ruky, 2001) dinyatakan bahwa kinerja

“… is the systematic description of the job relevant strengths and

weaknesses of an individual or group” (sebuah gambaran atau deskripsi sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dengan pekerjaan dari seseorang atau satu kelompok). Dalam penilaian kinerja ini Cascio menekankan bahwa yang dinilai adalah job relevant strengths and weaknesses yaitu kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan karyawan yang relavan dengan pekerjaannya.

d. Indikator Pengukuran Kinerja

Kinerja pegawai adalah kemampuan kerja yang dicapai dan diinginkan dari perilaku pegawai dalam melaksanakan dan mengyelesaikan tugas-tugas pekerjaan yang menjadi tanggung jawab secara individu atau kelompok. Ukuran kinerja atau parameter performance adalah suatu ukuran yang dibuat untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja.

(31)

dan memberikan umpan balik kepada para pegawai tentang pelaksanaan kerja organisasi.

As’ad (2003), menjelaskan bahwa aspek-aspek yang dipakai untuk menilai prestasi kerja meliputi: kualitas, kuantitas, waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang, tanggung jawab terhadap tugas, disiplin dan keselamatan dalam menjalankan tugas.

Bernadia dan Russel (Sutrisno, 2011), menjelaskan 6 faktor kriteria utama untuk mengukur kinerja, yaitu :

1. Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati tujuan yang diharapkan.

2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan misalnya unit atau siklus kegiatan yang diselesaikan.

3. Timeless, merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki, dengan memperhatikan kondisi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain.

4. Cost Effectiveness, sejauh mana penggunaan sumber daya organisasi (manusia, keuangan, ternologi dan material).

5. Need for Supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.

(32)

Sedangkan standar pengukuran prestasi kerja dikemukakan oleh Lopes (Sutrisno, 2011) yaitu :

1) Kuantitas kerja 2) Kualitas kerja

3) Pengetahuan tentang pekerjaan

4) Pendapat atau penyataan yang disampaikan 5) Keputusan yang diambil

6) Perencanaan kerja 7) Daerah organisasi kerja

Daerah penelitian ini indikator pengukuran kinerja yang digunakan adalah didasarkan pada konsep yang dikemukakan oleh Bernadin dan Russel (Sutrisno, 2011) dan Asnawi (2009) meliputi kuantitas kerja, kualitas, kualitas kerja, waktu penyelesaian dan tanggung jawab.

1) Kuantitas kerja adalah persepsi pegawai tentang seberapa banyak hasil kerja seseorang pegawai yang dicapai sesuai tugas pokok dan fungsinya. Dengan 3 indikator pengukuran, yaitu :

a) Kemampuan menyelesaikan sejumlah pekerjaan sesuai tupoksinya b) Kemampuan menyelesaikan tugas tambahan yang diberikan pimpinan c) Kemampuan menyelesaikanm pekerjaan sebanyak mungkin

2) Kualitas kerja adalah persepsi pegawai tentang hasil kerja seseorang pegawai sesuai standar yang ditetapkan dan dapat diterima. Kualitas kerja terdiri dari 3 indikator pengukuran, yaitu :

(33)

b) Penyelesaian pekerjaan mengutamakan higienitas, keamanan dan kehandalan. Penyelesaian pekerjaan sesuai dengan target dan kualitas yang ditetapkan.

3) Ketepatan waktu adalah persepsi pegawai memperhatikan penggunaan waktu yang telah ditetapkan. Dengan 3 indikator pengukuran, yaitu : a) Mematuhi disiplin masuk, istirahat dan pulang kerja

b) Penyelesaiaan pekerjaan secepatnya sesuai waktu yang ditetapkan c) Penyelesaian pekerjaan yang satu, untuk mengerjakan pekerjaan yang

lainnya.

4) Tanggung jawab adalah persepsi pegawai tentang sejauh mana pegawai bertanggung jawab untuk peneyelesaian pekerjaan sesuai sasarannya. Pengukurannya melalui 3 indikator, yaitu :

a) Menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai amanah. b) Bertanggung jawab terhadap suatu pekerjaan sampai tuntas.

(34)

2. Gaya Kepemimpinan

a. Pengertian Kepemimpinan

Dalam suatu organisai faktor kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting kerena pemimpin itulah yang akan mengerakkan organisasi dalam mencapai tujuan dan sekaligus merupakan tugas yang mudah. Secara teoritis Kepemimpinan (Leadership) merupakan hal yang sangat penting dalam manajerial, karena kepemimpinan maka proses manajemen akan berjalan dengan baik dan pegawai akan bergairah dalam melakukan tugasnya (Tampubolon, 2007).

Amstrong (2003), menyatakan kepemimpinan adalah proses memberi inspirasi kepada semua pegawai agar bekerja sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang diharapkan. Menurut Anoraga (dalam sutrisno, 2010), kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pimpinan.

(35)

tujuan tergantung pada bagaimana pemimpin itu menciptakan motivasi di dalam diri setiap karyawan (Kartono,2008).

b. Teori Gaya Kepemimpinan

Gaya artinya sikap, gerak gerik, tingkah laku, kekuatan, kesanggupan berniat baik. Dan gaya kepemimpinan adalah prilaku dan strategi sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya (Tampubolon, 2007).

Menurut Sutarto (Sutrisno, 2010) pendekatan prilaku berlandaskan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh gaya bersikap dan bertindak seorang pemimpin yang bersangkutan. Gaya bersikap dan bertindak tampak dari, cara memberi perintah, cara memberikan tugas, cara berkomunikasi, cara membuat keputusan, cara mendorong semangat bawahan, cara memberikan bimbingan, cara menegakkan disiplin, cara mengawasi pekerjaan bawahan, cara meminta laporan dari bawahan, cara memimpin rapat, cara menegur kesalahan bawahan.

(36)

Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakter-karakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana caranya memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Thoha, 2007).

Ada beberapa gaya kepemimpinan yang ada (Sutrisno, 2010) yaitu : 1) Gaya Persuasif, yaitu gaya memimpin dengan menggunakan pendekatan

yang menggunakan perasaan, pikiran, atau dengan kata lain dengan melakukan ajaran atau bujukan.

2) Gaya refresif, yaitu gaya kepemimpinan dengan cara memberikan tekanan-tekanan, ancaman-ancaman, sehingga bawahan merasa ketakutan.

3) Gaya Partisipatif, yaitu gaya kepemimpinan yang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk itu secara aktif baik mental, spiritual, fisik, maupun materil dalam kiprahnya di organisasi.

(37)

politik, ekonomi, sosial, budaya, atau setiap produk terkait dengan kebutuhan manusia.

5) Gaya investigatif, yaitu gaya pemimpin yang selalu melakukan penelitian yang disertai dengan rasa penuh kecurigaan terhadap bawahan sehingga menimbulkan yang menyebabkan kreatifitas inovasi serta inisiatif dibawah kurang berkembang karena bawahan takut melakukan kesalahan-kesalahan.

6) Gaya inspektif, yaitu pemimpin yang suka melakukan acara-acara yang bersifat protokoler, kepemimpinan dengan gaya inspektif menurut penghormatan bawahan, atau pemimpin yang selalu dihormati.

7) Gaya motivatif, yaitu pemimpin yang dapat menyampaikan informasi mengenai ide-idenya, program-program, dan kebijakan-kebijakan pada bawahan dengan baik. Komunikasi tersebut membuat segala ide, program, dan kebijakan dapat dipahami oleh bawahan sehingga bawahan mau merealisasikan semua ide, program, dan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan.

8) Gaya naratif, yaitu pemimpin yang bergaya naratif merupakan pemimpin yang banyak bicara namun tidak disesuaikan dengan apa yang dikerjakan.

(38)

10) Gaya retrogesif, yaitu pemimpin tidak suka melihat maju, apalagi melebihi dirinya. Untuk itu pemimpin yang bergaya retrigesif selalu menghalangi bawahannya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan.

Untuk mengidentifikasi tipe-tipe gaya kepemimpinan dapat dikatagorikan lima tipe (Djatmiko, 2008) yaitu :

1. Tipe Otokratik, dalam hal ini pengambilan keputusan seseorang pimpinan yang otokratik akan bertindak sendiri dan memberitahukan kepada bawahannya bahwa ini telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahannya bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahannya hanya berperan sebagai pelaksanan karena mereka tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam memelihara hubungan dengan bawahan pimpinan otokratik menggunakan pendekatan formal berdasarkan kedudukan dan statusnya. Seorang pemimpin yang bergaya otokratik biasanya berorientasi pada kekuasaan, bukan berorientasi relasional.

2. Tipe Paternalistik, seorang pimpinan yang paternalistik dalam menjalankan organisasi menunjukkan kecenderungan-kecendrungan sebagai berikut :

(39)

b) Hubungan dengan bawahan lebih banyak bersifat bapak dan anak. c) Dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya, pada umumnya

bertindak atas dasar pemikiran kebutuhan fisik para bawahannya sudah terpenuhi. Apabila sudah terpenuhi maka para bawahan akan mencurahkan perhatian pada pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

3. Tipe Karismatik, pemahaman yang lebih mendalam tentang kepemimpinan yang bersifat karismatik menunjukan bahwa sepanjang persepsi yang dimiliki tentang keseimbangan antara pelaksanaan tugas dan pemeliharaan hubungan dengan para bawahan seorang pimpinan kharismatik nampaknya memberikan penekanan pada dua hal tersebut, artinya ia berusaha agar tugas-tugas terselenggara dengan sebaik-baiknya dan sekaligus memberikan kesan bahwa pemeliharaan hubungan dengan para bawahan didasarkan pada relasional dan bukan orientasi kekuasaan.

4. Tipe Laissez Faire, persepsi pimpinan yang Laissez Faire tentang pentingnya pemeliharaan keseimbangan antara orientasi pelaksanaan tugas dan orientasi pemeliharaan hubungan sering terlihat bahwa aksentuasi diberikan pada hubungan ketimbang pada penyelesaian tugas dan orientasi hubungan yang bersifat relasional.

(40)

bahwa ada biaya yang harus dipikul oleh organisasi dengan adanya kepemimpinan yang demokratik.

Ciri pemimpin yang demokratik dalam hal pengambilan keputusan tercermin pada tindakannya mengikut sertakan para bawahan dalam seluruh proses pengambilan keputusan. Pemeliharaan hubungan tipe demokratik biasanya memberikan penekanan kuat pada adanya hubungan yang serasi, dalam arti terpeliharanya keseimbangan antara hubungan yang formal dan informal. Seorang pemimpin yang demokratik cenderung memperlakukan para bawahannya sebagai rekan kerja, juga menjaga keseimbangan antara orientasi penyelesaian tugas dan orientasi hubungan yang bersifat relasional.

Likert (Sutrisno, 2010) merancang empat sistem kepemimpinan dalam manajemen, sebagai berikut :

Sistem 1, dalam sistem ini pemimpin bergaya sebagai exploitative -authoritative. Manajer dalam hal ini sangat autokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya. Suka mengeksploitasi bawahan, dan sikap paternalistis. Cara pemimpin ini dalam memotivasi bawahannya dengan memberi ketakutan dan hukuman-hukuman dan pemberian penghargaan dengan cara kebetulan. Pemimpin dalam sistem ini, hanya mau memperhatikan pada komunikasi yang turun kebawah. dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.

(41)

dengan hadiah dan ketakutan berikut hadiah, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses keputusan. Bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugas pekerjaannya dengan atasan.

Sistem 3, dalam sistem ini gaya kepemimpinan dengan sebutan

"manajer konsultatif” . Manajer dalain hal ini mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan biasanya dalam hal kalau dia membutuhkan informasi, ide, atau pendapat bawahan, dan masih ingin melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang dibuatnya. Pemimpin bergaya konsultatif ini melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan dan juga berkehendak melakukan partisipasi.

Sistem 4, dalam sistem ini "pemimpin bergaya kelompok berpartisipatif". Manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan, selalu mengandalkan untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat-pendapat lainnya dari bawahan. Pemimpin bergaya partisipatif ini juga mau mendorong bawahan dan juga melaksanakan keputusan tersebut dengan tanggung jawab yang besar.

(42)

Selanjutnya Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997; Keller, 1992) mengembangkan konsep kepemimpinan transformasional dan transaksional dengan berlandaskan pada pendapat Maslow mengenai hirarki kebutuhan manusia. Menurut Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) keterkaitan tersebut dapat dipahami dengan gagasan bahwa kebutuhan karyawan yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan rasa aman hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transaksional. Sebaliknya, Keller (1992) mengemukakan bahwa kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri, hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transformasional, Definisi operasional yang dikembangkan Bass mencakup 8 type kepemimpinan: 1) laissez-faire, 2) passive management by exception, 3) active management by exception, 4) contingent reward, 5) individualized consideration, 6) idealized influence, 7) intellectual stimulation, dan 8) inspirational motivation.

1. Kepemimpinan Transformasional

(43)

Mereka membuat pegawai menyadari kebutuhan mencapai tujuan organisasi dan mendorong mereka untuk terus berjuang ke tingkat pencapaian lebih tinggi lagi.

Robbins dan Judge (2005) menyatakan pegawai yang dipimpin dengan gaya transformasional lebih percaya diri terhadap kemampuannya. Review dari 117 penelitian menguji kepemimpinan transformasional berhubungan dengan tingkat kinerja pegawai, tim, dan organisasi yang lebih tinggi.

Bass et al. 2003, (dalam sadeghi dan pihie, 2012) mengembangkan konsep kepemimpinan transformasional dan menjabarkannya dalam 5 (lima) dimensi sebagai berikut:

a. (Idealized influence attributed (IIA). Dimensi ini menggambarkan bahwa pemimpin transformasional memiliki sifat-sifat yang menjadi contoh panutan bagi bawahannya. Dengan adanya dimensi ini maka seorang pemimpin transformasional dipercaya, dihormati dan dihargai oleh bawahannya (Sadeghi dan Pihie, 2012).

(44)

kemampuan yang lebih baik, bersedia menerima resiko dan konsisten dalam segala keputusannya.

c. Inspirational Motivation (IM), Pemimpin transformasional harus dapat menjadi inspirasi dan memberikan motivasi bagi bawahannya. Lebih jauh lagi Sadeghi dan Pihie (2012) menjelaskan bahwa pemimpin transformasional harus mampu memberikan pemahaman dan tantangan kepada bawahan dalam tugas yang diberikan. Menurut Bodla dan Nawaz (2010), pemimpin transformasional harus mampu mengkomunikasikan dengan jelas apa yang diharapkan dari bawahannya, sehingga dapat tercipta tujuan bersama. Kemudian pemimpin transformasional juga harus mampu menunjukkan komitmen terhadap tujuan bersama tersebut.

d. Intellectual Stimulation (IS). Pemimpin transformasional menstimulasi bawahannya untuk selalu berfikir kreatif, berinovasi dan mencari solusi dengan cara baru (Sadeghi dan Pihie, 2012). Orang-orang dibawah kepemimpinan transformasional didorong untuk selalu mencoba cara pendekatan yang baru dalam mengatasi masalah. Pemimpin transformasional juga akan selalu menghargai setiap pendapat walaupun pendapat tersebut berbeda dengan pendapat pemimpin transformasional tersebut (Bodla dan Nawaz, 2010) e. Individualized Consideration. Menurut Sadeghi dan Pihie (2012),

(45)

bawahannya dalam hal pengembangan karir dan pencapaian. Perhatian yang diberikan oleh pemimpin transformasional tersebut yaitu dengan memberikan dukungan dan dorongan kepada bawahan serta menjadi mentor atau coach bagi bawahannya.

Kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan tanggap kepada pimpinannya.

Kepemimpinan transformasional adalah tipe pemimpin yang menginspirasi para pengikutnya untuk menyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki kemampuan menghargai yang luar biasa. Aspek utama dari kepemimpinan transformasional adalah penekanan pada pembangunan pengikut, oleh karena itu ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan: a) Mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha. b) Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok. c) Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga

diri dan aktualisasi diri. 2. Kepemimpinan Transaksional

(46)

sebuah transaksi bawahan dijanjikan untuk diberi reward, bila bawahan mampu menyelesaikan tugasnya sesuai dengan kesepakatan. Oleh karena itu, kepemimpinan transaksional sebagai bentuk hubungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas tertentu, proses hubungan pertukaran yang bernilai ekonomis tersebut untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis sesuai dengan kontrak yang telah disepakati membahas tiga macam transaksi, yaitu :

a) Contingent Reward. Faktor ini dimaksudkan bahwa bawahan memperoleh pengarahan dari pemimpin mengenai prosedur pelaksanaan tugas dan target-target yang harus dicapai.

b) Management by Exception-Active. Faktor ini menjelaskan tingkah laku pemimpin yang selalu melakukan pengawasan secara direktif terhadap bawahannya. Pengawasan direktif yang dimaksud adalah mengawasi proses pelaksanaan tugas bawahan secara langsung. c) Management by Exception-Passive, seorang pemimpin transaksional

akan memberikan peringatan dan sanksi kepada bawahannya apabila terjadi kesalahan dalam proses yang dilakukan oleh bawahan yang bersangkutan. Namun apabila proses kerja yang dilaksanakan masih berjalan sesuai standar dan prosedur. Maka pemimpin transaksional tidak memberikan evaluasi apapun kepada bawahan.

(47)

hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.

Kepemimpinan transaksional (transactional leadership) mendasarkan diri pada prinsip transaksi atau pertukaran antara pemimpin dengan bawahan. Pemimpin memberikan imbalan atau penghargaan tertentu (misalnya, bonus) kepada bawahan jika bawahan mampu memenuhi harapan pemimpin (misalnya, kinerja karyawan tinggi). Di sisi lain, bawahan berupaya memenuhi harapan pemimpin disamping untuk memperoleh imbalan atau penghargaan, juga untuk menghindarkan diri dari sanksi atau hukuman. Di sini tercipta hubungan mutualisme dan kontribusi kedua belah pihak akan memperoleh imbalan (Bass, 2003).

Kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.

(48)

a) Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu dengan partisipasi minimal dari pemimpin.

b) Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberi informasi pada saat ditanya.

c) Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas. d) Kadang-kadang memberi komentar spontan terhadap kegiatan anggota

atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian.

Gaya ini berasumsi bahwa suatu tugas disajikan kepada kelompok yang biasanya menentukan teknik-teknik mereka sendiri guna mencapai tujuan tersebut dalam rangka mencapai sasaran-sasaran dan kebaikan organisasi. Kepemimpinan pada tipe ini melaksanakan perannya atas dasar aktivitas kelompok dan pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya. Pada tipe ini pemimpin akan meletakkan tanggung jawab keputusan sepenuhnya kepada para bawahannya, pemimpin akan sedikit saja atau hampir tidak sama sekali memberikan pengarahan. Pemimpin pada gaya ini sifatnya pasif dan seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruhnya kepada bawahannya.

(49)

gaya laissez-faire (tidak mau terlibat dalam suatu masalah atau tidak berada di tempat bila dibutuhkan bawahan).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk kepemimpinan adalah suatu cara yang dipergunakan oleh seseorang pemimpin dalam mempengaruhi, mengarahkan, mendorong dan mengendalikan orang lain dalam mencapai suatu tujuan, yang meliputi bentuk kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional dan

laissez-faire. Kepemimpinan transformasional ditunjukkan dengan Intellectual Stimulation, Individualized Consideration, Inspirational motivasion, Idealizes Influence; kepemimpinan Transaksional ditandai dengan Contingent Reward, Management by Exception-Active, Management by Exception-Passive ; Kepemimpinan laissez-faire dengan

laissez-faire .

3. Motivasi Kerja

a. Pengertian Motivasi Kerja

Perilaku manusia sebenarnya hanyalah cerminan yang paling sederhana dari motivasi dasar mereka. Agar perilaku manusia sesuai dengan tujuan organisasi, maka harus ada perpaduan antara motivasi akan pemenuhan kebutuhan mereka sendiri dan permintaan organisasi. Perilaku manusia ditimbulkan atau dimulai dengan adanya motivasi.

(50)

arah pencapaian sasaran. Pengertian motivasi juga datang dari Marihot Tua E. H. (2002) yaitu faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha keras atau lemah.

Berdasarkan dua pengertian motivasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi timbul dari diri sendiri untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan juga bisa dikarenakan oleh dorongan orang lain. Tetapi motivasi yang paling baik adalah dari diri sendiri karena dilakukan tanpa paksaan dan setiap individu memiliki motivasi yang berbeda untuk mencapai tujuannya.

Siagian (2004) memberikan pengertian motivasi sebagai keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan.

(51)

merupakan salah satu faktor yang turut menentukan kinerja seseorang. Besar atau kecilnya pengaruh motivasi pada kinerja seseorang tergantung pada seberapa banyak intensitas motivasi yang diberikan (B. Uno, 2011). Jerald Greenberg dan Robert A. Berpendapat bahwa motivasi merupakan serangkaian proses yang membangkitkan (arouse), dan menjaga (maintain) prilaku menuju pada pencapaian tujuan. Membangkitkan berkaitan dengan dorongan atau energi dibelakang tindakan. Motivasi juga berkepentingan dengan pilihan yang dilakukan orang dan arah prilaku mereka. Sedang prilaku menjaga atau memelihara berapa lama orang akan terus untuk mencapai tujuan (Wibowo, 2011)

Mangkunegara (2011) mengungkapkan motivasi adalah sutau dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mencapai prestasi.

b. Teori-teori Motivasi

1) Teori Hierarki Kebutuhan (Hierarchical of Needs Theory)

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham Maslow menyatakan bahwa di dalam diri setiap manusia mempunyai kebutuhan yang terdiri atas lima tingkat atau hierarki kebutuhan (Suwatno dan Donni, 2011), yang meliputi:

(52)

b) Kebutuhan rasa aman (Safety needs) yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman, bahaya, pertentangan dan lingkungan hidup, tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental dan psikologikal dan intelektual.

c) Kebutuhan sosial (social needs), yakni kebutuhan untuk merasa memiliki, meliputi kebutuhan untuk diterima dalam kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai. d) Kebutuhan akan harga diri atau pengakuan (esteem needs), yaitu

kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain.

e) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization need) merupakan kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill, potensi, kebutuhan untuk berpendapat, dengan mengemukakan ide-ide, memberikan penilaian dan kritik terhadap sesuatu.

2) Teori ERG (ERG Theory Alderfer)

Adelfer mengemukakan (Hasibuan, 2009) bahwa ada tiga kelompok kebutuhan yang utama, yaitu :

a) Kebutuhan akan keberadaan (Existence needs), berhubungan dengan kebutuhan dasar termasuk didalamnya Physiological needs dan safeth needs dari Maslow

b) Kebutuhan akan afiliasi (Relatedness needs), menekankan akan pentingnya hubungan antara individu (interpesonal relationships) dan bermasyarakat (social relationships) kebutuhan ini berkaitan dengan

(53)

c) Kebutuhan akan kemajuan (Growth needs), adalah keinginan intrinsik dalam diri seseorang untuk maju atau meningkatkan kemampuan pribadinya.

3) Teori Dua Faktor Freederick Herzberg ( Hersberg’s two factors theory) Menurut Herzberg ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang yaitu motivasi intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang dan motivasi ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Faktor-faktor motivasi menurut Herzberg (Siagian, 2004) adalah Faktor Instrinsik (Keberhasilan, Pengakuan / penghargaan, Pekerjaan itu sendiri, Tanggung Jawab) dan Faktor Eksrinsik (Kebijaksanaan dan administrasi, Supervisi, Gaji / Upah, Hubungan antara pribadi, Kondisi kerja).

(54)

memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, hal tersebut dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial.

4) Teori Mc. Clelland’s

Berdasarkan teori Mc. Clelland’s (Brantas, 2009) bahwa ada tiga

faktor atau dimensi dari motivasi yaitu (1) motif; (2) harapan dan (3) insentif. Ketiga dimensi dari motivasi tersebut, dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :

a) Motif (motif) adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya pengerak kemauan bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai.

b) Harapan (expectancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku untuk tercapainya tujuan.

c) Insentif (incentive) yaitu memoticasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah (imbalan) kepada mereka yang berprestasi diatas prestasi standar.

Manusia itu pada hakekatnya mempunyai kemampuan untuk berprestasi di atas kemampuan orang lain. Ada tiga kebutuhan manusia yaitu :

a. Kebutuhan berprestasi

(55)

seperangkat standart pekerjaan yang telah ditentukan pencapaian hasilnya secara maksimal.

b. Kebutuhan Berafiliasi

Kebutuhan akan afiliasi yaitu hasrat untuk untuk berhubungan antar pribadi dengan ramah dan karib. Kebutuhan yang bersifat human relation yaitu kebutuhan sosial yang menekankan pada persahabatan, termasuk penghargaan, penghormatan, dan cinta kasih. Pegawai yang mempunyai afiliasi tinggi mempunyai keinginan yang kuat dalam membina persahabatan secara erat saling menerima kasih sayang. Dari rekan lain secara terus menerus.

c. Kebutuhan Terhadap Kekuasaan

Kebutuhan ini sangat logis karena dalam organisasi akan terdapat hierarki, saling pengaruh mempengaruhi dalam kehidupan kerja yang melahirkan kelompok penguasa maupun kelompok yang dikuasai, pada kelompok masing-masing seorang pegawai akan mempunyai tingkat kebutuhan kekuasaan. Pegawai yang mempunyai tingkat kebutuhan kekuasaan tinggi akan cenderung memilih situasi yang memungkinkan mereka akan dapat memperoleh dan mempertahankan kendali untuk mempengaruhi orang lain.

(56)

untuk memberikan pelayanan yang baik pada masyarakat. Motivasi Kerja mengacu pada berbagai kriteria yang merupakan dimensi Motivasi Kerja yang meliputi : kebutuhan prestasi, kebutuhan berkuasa dan juga kebutuhan berafiliasi.

[image:56.595.95.524.338.754.2]

B. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Dan judul Penelitian Metode Penelitian

Hasil Penelitian

1. Hakim (2011), Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Melalui Motivasi Pada Perhubungan Kota Palembang

Path Analysis Adanya pengaruh yang cukup besar antara gaya kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja dan motivasi bukan merupakan intervening hubungan antara gaya kepemimpinan dan kinerja

2. Suparmi (2010) , Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Tata Kota dan Pemukiman Kota Semarang

Regresi Kepemimpinan secara parsial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Pegawai, secara parsial motivasi kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai dan secara bersama-sama kepemimpinan dan motivasi kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Semarang

3. Miswan (2012), Pengaruh Perilaku Kepemimpinan, Iklim Organisasi dan Motivasi Kerja Terhadap Dosen Pegawai Negeri Sipil pada Universitas swasta di Kota Bandung

Path Analysis Menyimpulkan secara total

perilaku kepemimpinan, iklim organisasi dan motivasi kerja dosen berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja dosen PNS. Dengan demikian perilaku kepemimpinan, iklim organisasi dan motivasi kerja dosen merupakan faktor strategis bagi terwujudnya kinerja dosen PNS yang profesional pada Universitas swasta di Kota Bandung

4. Mega Hasanul Huda (2002), Pengaruh Motivasi Iklim Kerja dan Kepemimpinan terhadap Produktivitas Perawat di Rumah

(57)

Sakit Tugu Ibu Tahun 2011 berpengaruh langsung terhadap Produktivitas perawat Rumah Sakit Tugu Ibu Tahun 2011

5. Bass et.al (2003) Predicting Unit Performance by Assessing Transformational and

Transactional Leadership

Path Anlysis Transformational leadership was positively correlated with transactional contingent reward leadership and negatively correlated with passive–avoidant leadership. Both transformational and transactional contingent reward leadership were positively correlated with ratings of platoon potency and cohesion. Ratings of passive– avoidant leadership for

both platoon leaders and sergeants were negatively related to

evaluations of unit potency and cohesion.

Ratings of leadership for the platoon leader and sergeant were

C. Landasan Teori

Berdasarkan pentingnya gaya kepemimpinan, motivasi kerja dan kinerja perawat, sebagaimana telah diketahui bahwa semuanya merupakan salah satu eleman inti dari kinerja karyawan. Pada teori gaya kepemimpinan yang disebutkan oleh Bass terdapat 3 (tiga) dimensi yaitu kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan laizzes-faire. Pada teori motivasi kerja yang disebutkan oleh Mc, Clelland’s terdapat 3

(tiga) dimensi yaitu motivasi, harapan, insentif. Kemudian pada teori kinerja perawat pada teori Bernadin dan Russel dalam (Sutrisno, 2011 dan asnawi, 2009) terdapat 4 dimensi yaitu kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu dan tanggung jawab.

(58)

mengendalikan orang lain dalam mencapai suatu tujuan, gaya kepemimpinan terdiri dari 3 dimensi yaitu kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan laizzes-faire.

a. Kepemimpinan Transformasional

Hit, Ireland, dan Hoskisson (2011) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan strategi gaya kepemimpinan yang paling efektif yang dapat mempengaruhi produktivitas pegawai. Gaya ini dapat meningkatkan motivasi pegawai untuk memenuhi harapan organisasi, memperkaya kemampuannya dan menempatkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pegawai. Pemimpin dengan gaya transformasional membangun dan mengkomunikasikan visi organisasi dan memformulasi strategi untuk mencapai visi tersebut. Mereka membuat pegawai menyadari kebutuhan mencapai tujuan organisasi dan mendorong mereka untuk terus berjuang ke tingkat pencapaian lebih tinggi lagi.

Dengan indikator : Intellectual Stimulation, Individualized Consideration, Inspirational motivasion, Idealizes Influence.

b. Kepemimpinan Transaksional

(59)

kepemimpinan transaksional sebagai bentuk hubungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas tertentu, proses hubungan pertukaran yang bernilai ekonomis tersebut untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.

Dengan indikator : Contingent Reward, Management by Exception-Active, Management by Exception-Passive

c. Kepemimpinan laissez-faire

Gaya kepemimpinan laissez-faire mendeskripsikan pemimpin yang secara keseluruhan memberikan karyawannya atau kelompok kebebasan dalam perbuatan keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut karyawannya paling sesuai (Robbins dan Coulter, 2002). Dengan Indikator : laissez-faire

2. Motivasi adalah dorongan dari diri pegawai untuk memenuhi kebutuhan yang stimulasi berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas, kemudian di implementasikan kepada orang lain untuk memberikan pelayanan yang baik pada masyarakat.

Berdasarkan teori Mc. Clelland’s (Brantas, 2009) bahwa ada tiga faktor

atau dimensi dari motivasi yaitu (1). Motif; (2) Harapan dan (3) insentif . Ketiga dari dimensi dari motivasi tersebut, dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :

(60)

b) Harapan (expectancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku untuk tercapainya tujuan.

c) Insentif (incentive) yaitu memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah (imbalan) kepada mereka yang berprestasi diatas standar kinerja pegawai.

3. Kinerja pegawai adalah hasil kerja pegawai selama kurun waktu tertentu yang diukur dari kuantitas kerja, kualitas kerja, ketepatan waktu dan tanggung jawab dengan output yang dihasilkan. Dimensi penilaian terhadap kinerja terdiri dari 4 indikator, yaitu :

1) Kuantitas kerja adalah persepsi pegawai tentang seberapa banyak hasil kerja seseorang pegawai yang dicapai sesuai tugas pokok dan fungsinya. Dengan 3 indikator pengukuran, yaitu :

a) Kemampuan menyelesaikan sejumlah pekerjaan sesuai tupoksinya b) Kemampuan menyelesaikan tugas tambahan yang diberikan pimpinan c) Kemampuan menyelesaikanm pekerjaan sebanyak mungkin

2) Kualitas kerja adalah persepsi pegawai tentang hasil kerja seseorang pegawai sesuai standar yang ditetapkan dan dapat diterima. Kualitas kerja terdiri dari 3 indikator pengukuran, yaitu :

a) Penyelesaian pekerjaan dengan tingkat kesalahan yang rendah

(61)

3) Ketepatan waktu adalah persepsi pegawai memperhatikan penggunaan waktu yang telah ditetapkan. Dengan 3 indikator pengukuran, yaitu : a) Mematuhi disiplin masuk, istirahat dan pulang kerja

b) Penyelesaiaan pekerjaan secepatnya sesuai waktu yang ditetapkan c) Penyelesaian pekerjaan yang satu, untuk mengerjakan pekerjaan yang

lainnya

4) Tanggung jawab adalah persepsi pegawai tentang sejauh mana pegawai bertanggung jawab untuk peneyelesaian pekerjaan sesuai sasarannya. Pengukurannya melalui 3 indikator, yaitu :

a) Menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai amanah b) Bertanggung jawab terhadap suatu pekerjaan sampai tuntas

(62)

D. Kerangka Konsep

Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu maka kerangka konsep untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

[image:62.595.93.532.202.440.2]

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Sumber: Bass (2003), Brantas (2009), (Sutrisno, 2011 dan asnawi, 2009)

E. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2004).

Gaya Kepemimpinan :

- Kepemimpinan Transformasional - Kepemimpinan

Transaksional

- Kepemimpinan Laissez Faire

Kinerja :

- Kuantitas Kerja - Kualitas Kerja - Ketepatan Waktu - Tanggung Jawab Motivasi :

(63)

Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja

Sudriamunawar (Harbani, 2008) mengemukakan bahwa Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kecakapan tertentu yang dapat mempengaruhi para pengikutnya untuk melakukan kerja sama ke arah pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Thoha (2007) menyatakan, gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pemimpin pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan. Siagian (2004) memberikan pengertian motivasi sebagai keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan. Gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap motivasi sebab keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain untuk mencapai suatu tujuan tergantung pada bagaimana pemimpin itu menciptakan motivasi di dalam diri setiap karyawan (Kartono,2008). Menurut penelitian yang dilakukan Ilham (2012), bahwa antara variabel gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja karyawan mempunyai pengaruh yang kuat dan positif. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

(64)

Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja

Anoraga (dalam Sutrisno, 2010) menyatakan, kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi bawahan, melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang agar dengan penuh pengertian, kesadaran, dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pimpinan. Menurut Sudarmanto (2009) kepemimpinan merupakan salah satu dimensi kompetensi yang sangat menentukan terhadap kinerja atau keberhasilan organisasi. Selanjutnya menurut Amstrong (2003) adalah proses memberi inspirasi kepada semua karyawan agar bekerja sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang diharapkan. Semakin baik kepemimpinan dalam sebuah organisasi maka akan meningkatkan kinerja karyawan. Menurut penelitian yang dilakukan Hakim (2011), adanya pengaruh yang cukup besar antara gaya kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja dan motivasi bukan merupakan intervening hubungan antara gaya kepemimpinan dan kinerja. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

(65)

Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja

Mangkunegara (2011) mengungkapkan motivasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mencapai prestasi. B.Uno (2011) menyebutkan salah satu yang menentukan kinerja seseorang adalah motivasi. Besar kecilnya pengaruh motivasi pada kinerja seseorang tergantung pada seberapa banyak intensitas motivasi yang diberikan. Rivai (2005) menunjukkan bahwa semakin kuat motivasi kerja, kinerja pegawai akan semakin tinggi. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan motivasi kerja pegawai akan memberikan peningkatan yang sangat berarti bagi peningkatan kinerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya.

Hasil penelitian Suparmi (2010), mengungkapkan bahwa secara bersama-sama kepemimpinan dan motivasi kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Semarang. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

(66)

51

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan pendekatan penelitian kuantitatif untuk mengkaji pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Trikora Salakan Kabupaten Banggai Kepulauan.

B.Subjek dan Obyek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah perawat yang bekerja di ruang rawat inap. Sedangkan objek penelitian ini adalah Rumah Sakit Umum Daerah Trikora Salakan Kabupaten Banggai Kepulauan. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai dengan bulan Februari 2016 yaitu sejak penyusunan proposal sampai dengan laporan hasil penelitian.

C. Populasi, Sample dan Sampling

(67)

Kriteria inklusi adalah semua perawat rawat inap di ruang UGD, ruang perawatan anak, ruang perawatan dewasa, dan ruang ICU. Sedangkan kriteria ekslusi adalah subjek yang tidak bersedia menjadi responden atau menolak berpartisipasi.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (independent)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: kepemimpinan (X1), motivasi kerja (X2).

2. Variabel terikat (Dependen)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah: Kinerja perawat (Y).

[image:67.595.124.515.459.756.2]

A. Definisi Operasional

Tabel 3.1

Variabel Dimensi Indikator No.Item Pertanyaan

Gaya Kepemimpinan

(X1)

Kepemimpinan Transformasional

Intelectual Stimulation 1,2,3

Individualized Consideration

4,5,6

Inspirational Motivasion 7,8,9

Idealizes Influence 10,11,12

Kepemimpinan Transaksional

Contingent Reward 14,17

Management by Exception-Active

15,16

Management by Exception-Passive

13

Kepemimpinan

Laissez Faire Laissez Faire

(68)

Motivasi Kerja (X2)

Motif

Suatu perasaan keinginan 1, 4

Daya pengerak kemauan bekerja seseorang

2

tujuan tertentu yang ingin dicapai

3

Harapan

kesempatan yang diberikan terjadi kaena perilaku untuk tercapainya tujuan

5,6,7,8

Insentif

memotivasi (merangsang)

bawahan dengan

memberikan hadiah (imbalan) kepada mereka yang berprestasi diatas prestasi standar

9,12

Kemampuan menyelesaikan sejumlah pekerjaan sesuai tupoksinya

10,11

Kinerja Perawat (Y)

Kuantitas kerja

Kemampuan menyelesaikan tugas tambahan yang diberikan pimpinan

4,5

Kemampuan menyelesaikan pekerjaan sebanyak mungkin

6

Kualitas kerja

Penyelesaian pekerjaan dengan tingkat kesalahan yang rendah

1

Penyelesaian pekerjaan mengutamakan higienitas, keamanan dan kehalalan

2

Penyelesaian pekerjaan sesuai dengan target dan kualitas yang ditetapkan

3

Ketepatan Waktu

Memenuhi disiplin masuk, istirahat dan pulang kerja

9

Penyelesaiaan pekerjaan secepatnya sesuai waktu yang ditetapkan

7

Penyelesaian pekerjaan yang satu, untuk mengerjakan pekerjaan yang lainnya

(69)

Tanggung jawab

Bertanggung jawab terhadap suatu pekerjaan sampai tuntas

10

Tidak meninggalkan pekerjaan tersebut sebelum menyelesaik

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1  Kerangka Konsep
Tabel 3.1
Tabel 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 56 perawat pelaksana menunjukkan bahwa terdapat responden yang menilai kepala ruang menggunakan gaya kepemimpinan

Berdasarkan fenomena yang ada, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan gaya kepemimpinan kepala ruang dengan pelaksanaan praktek caring

Hasil penelitian pada pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat menghasilkan tidak ada pengaruh yang signifikan, gaya kepemimpinan kepala

Judul Tesis : HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN MANAJER KEPERAWATAN TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RSUD KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2016.. Nama Mahasiswa

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan transformasional kepala ruang dan

Penelitian yang dilakukan oleh Pitasari (2017) tentang Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Motivasi Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Premagana,

PROPOSAL HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANG TERHADAP TINGKAT STRES PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RS MITRA KELUARGA SURABAYA Nama : MARIA ANGELIA NIM : 2022.05.004 PRODI ALIH

PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian tentang “ Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi