HUBUNGAN DERAJAT FIBROSIS HATI DENGAN
SKOR APRI DIBANDINGKAN DENGAN FIBROSCAN
PADA PASIEN HEPATITIS B DAN C KRONIK
TESIS
Oleh
IMMANUEL TARIGAN
NIM: 077101015
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HUBUNGAN DERAJAT FIBROSIS HATI DENGAN SKOR
APRI DIBANDINGKAN DENGAN FIBROSCAN PADA
PASIEN HEPATITIS B DAN C KRONIK
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Ilmu Penyakit Dalam dan Spesialis Penyakit Dalam dalam Program Studi
Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara
Oleh
IMMANUEL TARIGAN
NIM 077101015
HUBUNGAN DERAJAT FIBROSIS HATI DENGAN
SKOR APRI DIBANDINGKAN DENGAN FIBROSCAN
PADA PASIEN HEPATITIS B DAN C KRONIK
Penelitian diatas telah dipresentasikan pada tanggal 18 April 2013 dan telah diperbaiki serta dikoreksi oleh Pembimbing
Nama : dr. Immanuel Tarigan
Korektor Tesis,
Judul Tesis : HUBUNGAN DERAJAT FIBROSIS HATI DENGAN SKOR APRI DIBANDINGKAN DENGAN FIBROSCAN PADA PASIEN HEPATITIS B DAN C KRONIK
Nama Mahasiswa : Immanuel Tarigan
NIM : 077101015
Program Studi : Magister Kedokteran Klinik-Spesialis Ilmu Penyakit Dalam
Menyetujui,
Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua
Prof. dr. Lukman Hakim Zain SpPD-KGEH dr. Mabel Sihombing, Sp.PD-KGEH
NIP. 130 518 146 NIP. 195109181978111001
Ketua Program Studi Ketua Departemen Departemen Ilmu Penyakit Dalam Ilmu Penyakit Dalam
dr. Zulhelmi Bustami SpPD-KGH dr. Salli R Nasution SpPD-KGH NIP. 19530625 198201 1001 NIP.19540514 198110 1002
Penguji Tesis
Ketua : Prof. dr. OK. Moedhad Sjah, Sp.PD-KR
Anggota :
1. dr. Dairion Gatot, Sp.PD-KHOM
Telah diuji pada
Tanggal : 18 April 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang tak terhingga senantiasa penulis panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia, petunjuk, kekuatan dan kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis sangat menyadari bahwa tanpa
bantuan dari semua pihak, tesis ini tidak mungkin dapat penulis selesaikan. Oleh
karena itu, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan
yang setingi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan tesis ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Rasa
hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada:
1. Dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH, selaku ketua Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK USU yang telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk mengikuti pendidikan serta senantiasa membimbing,
memberi dorongan, dan nasehat selama penulis menjalani pendidikan.
2. Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH dan Dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FK USU
yang telah dengan sungguh-sungguh membantu dan membentuk penulis
menjadi dokter Spesialis Penyakit Dalam yang siap mengabdi pada nusa
dan bangsa.
3. Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH sebagai pembimbing
memberikan kemudahan dan kelancaran dalam pelaksanaan penelitian dan
penyelesaian tesis ini. Selain itu, selaku mantan Ketua Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK USU terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan
atas dukungan penuh bagi penulis dalam mengenyam pendidikan.
4. Para Guru Besar, Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof. Dr.
Bachtiar Fanani Lubis, SpPD-KHOM, Prof. Dr. Habibah Hanum,
SpPD-KPsi, Prof. Dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP, Prof. Dr. OK.
Moehad Sjah, KR, Prof. Dr. Lukman Hakim Zain,
SpPD-KGEH, Prof. Dr. M. Yusuf Nasution, SpPD-KGH, Prof. Dr. Abdul
Majid, KKV, Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar,
SpPD-KGEH, Prof. Dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP, Prof. Dr. Harun Al
Rasyid Damanik, SpPD-KGK, yang telah memberikan bimbingan dan
teladan selama penulis menjalani pendidikan.
5. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, para
guru penulis: Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH, Dr. Salli Roseffi
Nasution, SpPD-KGH, Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH,
Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD, Dr. Mardianto, SpPD-KEMD,
Dr. Santi Syafril, KEMD, Dr. Sri Maryuni Sutadi,
SpPD-KGEH, Dr. Betthin Marpaung, SpPD-SpPD-KGEH, Dr. Mabel Sihombing,
SpPD-KGEH, DR. Dr. Juwita Sembiring, SpPD-KGEH, Dr.
SpPD-Dr. Pirma Siburian, SpPD-KGer, SpPD-Dr. EN. Keliat, SpPD-KP, SpPD-Dr.
Zuhrial Zubir, SpPD-KAI, Dr. Dairion Gatot, SpPD-KHOM, Dr.
Sugiarto Gani, SpPD, Dr. Savita Handayani, SpPD, Dr. Ilhamd,
SpPD, DR. Dr. Blondina Marpaung, SpPD-KR, Dr. Imelda Rey,
SpPD, Dr. Syafrizal Nasution, SpPD, serta para guru lainnya yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu, yang dengan kesabaran dan
perhatiannya senantiasa membimbing penulis selama mengikuti
pendidikan, penulis hanturkan rasa hormat dan terima kasih yang tak
terhingga.
6. Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD, sebagai mantan Sekretaris
Program Studi atas kesempatan, perhatian, bimbingan, dan motivasi yang
diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
7. Direktur dan mantan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam
Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan
fasilitas dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada penulis dalam
menjalani pendidikan.
8. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan dan Ketua TKP PPDS I
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan
Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
9. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang
10.Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof. Dr. T. Bahri Anwar,
SpJP, Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH, yang telah
memberikan rekomendasi kepada penulis untuk mengikuti ujian masuk
PPDS Ilmu Penyakit Dalam.
11.Seluruh senior peserta PPDS-II Gastroenterohepatologi, senior peserta
Pendidikan Endoskopi, teman sejawat stase Gastroenterohepatologi,
stase ruangan, stase poliklinik pria/wanita, stase konsultan, tanpa
adanya bantuan mereka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini.
12.Teman-teman seangkatan penulis yang memberikan dorongan
semangat: Dr. Aron M Pase Sp.PD, Dr. Donald Boy Purba Sp.PD, Dr.
Ira Ramadhani Sp.PD, Dr. Abida Sp.PD, Dr. Rini Miharty, Dr. Sari
Andriyani, Dr. M. Gusti, serta seluruh rekan seperjuangan peserta
PPDS Ilmu Penyakit Dalam FK USU, yang telah mengisi hari-hari penulis
dengan persahabatan, kerja sama, keceriaan, dan kekompakan dalam
menjalani kehidupan sebagai residen.
13.Seluruh perawat/paramedik di berbagai tempat di mana penulis pernah
bertugas selama pendidikan, terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang
baik selama ini.
14.Bapak Syarifuddin Abdullah, Kak Lely Husna, Sdr. Deni, Sdri. Yanti,
15.Para pasien yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sehingga
penulisan tesis ini dapat terwujud.
Sembah sujud dan terima kasih tak terhingga penulis haturkan
kepada kedua orangtua penulis tercinta, ayahanda Dr. Felix Litngena
Tarigan dan ibunda Srita Sinulingga, atas segala jerih payah,
pengorbanan dan kasih sayang tulus telah melahirkan, membesarkan,
mendidik, mendoakan tanpa henti, memberikan dukungan moril dan
materil, serta mendorong penulis dalam berjuang mencapai cita-cita. Tidak
akan pernah bisa penulis membalas jasa-jasa ayahanda dan ibunda.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkat, kesehatan
yang baik, rahmat dan karunia kepada ayahanda dan ibunda.
Teristimewa, penulis menyampaikan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada istri tercinta, Dr. Primta Bangun, atas cinta kasih yang
tulus, pengertian, perhatian, kesabaran, dukungan moril dan materil serta
pengorbanan luar biasa darinya yang menjadikan kekuatan bagi penulis
dalam menjalani pendidikan.
Terima kasih sebesar-besarnya kepada abang dan kakak kandung
penulis, Dr. Merlin Theresia Tarigan beserta keluarga, Dr. Adrian
Willem Tarigan, Sp.OT dan keluarga, Dr. Silvia Evalina Tarigan
beserta keluarga serta seluruh keluarga besarku yang telah banyak
memberikan bantuan moril, semangat dan doa tanpa pamrih selama
pendidikan, sehingga penulis dapat sampai di titik ini, yang tak lain
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan pula
terima kasih kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu
persatu, yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung selama pendidikan maupun dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan limpahan
rahmat dan karuniaNya kepada kita semua dan semoga penelitian ini dapat
bermanfaat bagi kita dan masyarakat.
Medan, April 2013
DAFTAR ISI
KataPengantar…...i
Daftar Isi………vi
Daftar Tabel…....………viii
Daftar Gambar...ix
Daftar Singkatan………....x
Abstrak...xi
Abstract...xii
BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1
1.2 Perumusan masalah...2
1.3 Hipotesis...2
1.4 Tujuan Penelitian...3
1.5 Manfaat Penelitian...3
1.6 Kerangka Konseptual...3
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Hati B Kronik dan Fibrosis Hati...4
2.2 Penentuan Stadium Fibrosis Hati...4
2.2.1 Metode Invasif...4
2.2.2 Metode Noninvasif...6
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian...11
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian...11
3.3.Populasi dan Sampel Terjangkau...11
3.4. Besar Sampe...11
3.5. Kriteria Inklusi...12
3.6. Kriteria Eksklusi...12
3.7. Definisi Operasional...12
3.7.1 Penyakit Hati Kronik...12
3.7.2 Fibrosis Hati ...12
3.7.3 Trombosit...12
3.7.4 AST.......13
3.7.5 FibroScan……….13
3.7.6 APRI……….13
3.8. Kerangka Operasional……….…….13
3.9. Bahan Dan Prosedur Penelitian………..14
3.9.1 Pemeriksaan Trombosit……….14
3.9.2 AST………...14
3.9.3 Pemeriksaan FibroScan…………...………...………14
3.9.4 Skor APRI………...15
4.3. Keterbatasan Penelitian………25
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan...26
5.2. Saran...26
BAB VII: DAFTAR PUSTAKA...27
LAMPIRAN 1. Master Tabel...30
2. Lembaran Penjelasan Kepada Subjek...32
3. Formulir Persetujuan Penjelasan...34
4. Form Data Peserta Penelitian...35
5. Persetujuan Komite Etik...36
6. Hasil Statistik………...37
7. Daftar Riwayat Hidup...44
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Indeks Aktivitas Histologik (HAI)...5
Tabel 2.2. Skoring METAVIR...5
Tabel 4.1. Karakteristik Data Dasar...17
Tabel 4.2. Uji Korelasi Spearman………...20
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Kerangka Konseptual...3
Gambar 2.1.Transient Elastogrphy...7
Gambar 2.2.Mekanisme Trombositopenia...10
Gambar 3.1. Kerangka Operasional………...13
Gambar 4.1. Derajat Fibrosis Menurut FibroScan...18
Gambar 4.2. Derajat Fibrosis Menurut Fibrosis………..19
Gambar 4.3. Hubungan Antara Skor APRI dan FibroScan………20
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Nama Penulisan
Pertama Kali
Pada Halaman
NASH Non Alcoholic Steatohepatitis 1
kPa kiloPascals 1
ECM Extra Cellular Matriks 1
APRI Aspartate Amino Transferase to Platelet Ratio Index 2
AST Aspartate Amino Transferase 2
HAI Histological Activity Index 5
HCV Hepatitis C Viral 6
HBV Hepatitis B Viral 7
ALT Alanine Amino Transferase 8
GGT Gamma Glutamil Transferase 8
INR International Normalized Ratio 8
TPO Trombopoetin 9
PAIgG Platelet Associated Immunoglobulin G 10
SD Standar Deviasi 16
SE Sensitifitas 23
HUBUNGAN DERAJAT FIBROSIS HATI DENGAN SKOR APRI DIBANDINGKAN DENGAN FIBROSCAN PADA PASIEN HEPATITIS B DAN C KRONIK
Immanuel Tarigan, Lukman Hakim Zain
Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit hepatitis kronik merupakan masalah global karena sering berlanjut menjadi sirosis. Saat ini banyak pemeriksaan noninvasif dalam mensubstitusi biopsi hati untuk penilaian dan evaluasi fibrosis hati. Wu,dkk telah mengusulkan skor APRI, sebuah model sederhana yang terdiri dari penanda laboratorium rutin untuk dibandingkan dengan skor APRI pada pasien hepatitis B dan C kronik.memprediksi fibrosis hati pada pasien dengan hepatitis B dan C kronis dalam rangka mengoptimalkan manajemen klinisnya.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan derajat fibrosis hati dengan skor APRI dibandingkan dengan FibroScan pada pasien hepatitis B dan C kronik.
Metode: Lima puluh dua pasien dengan penyakit hepatits B dan C kronik, menjalani
fibroscan di divisi Gastroenterologi dan hepatologi, RS Haji Adam Malik, Medan. Serum diambil dari 52 pasien sejak Juli 2011 hingga Januari 2012,, dianalisa aktivitas serum AST, PLT, dan skor APRI kemudian dikalkulasi. Patologi fibrosis hati digradasi berdasarkan sistem METAVIR dari skala F0-1 sampai F4. Digunakan nilai-nilai prediktif diagnostik dalam menilai hubungan skor APRI.
Hasil: Dari 52 pasien yang masuk dalam penelitian ternyata skor APRI memiliki sensitivitas 86,5% dalam mendiagnosis fibrosis hati, sebaliknya skor APRI memiliki spesifisitas sebesar 73,3% dalam mendiagnosis non fibrosis.
Kesimpulan: Skor APRI, sebuah model matematis sederhana yang berisikan petanda laboratorium rutin, dapat memprediksi significant fibrosis,dan sirosis pada pasien hepatitis B dan C kronik dengan tingkat akurasi yang tinggi, berpotensial sebagai alternatif pemeriksaan non invasif pada pasien hepatits B dan C kronik..
Kata Kunci: Skor APRI, fibroscan, fibrosis hati, penyakit hepatitis B dan C kronik
Nama : dr. Immanuel Tarigan
Alamat : Jl. Sunggal 24, Medan
Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RELATIONSHIP BETWEEN LIVER FIBROSIS DEGREE ON APRI SCORE COMPARE WITH FIBROSCAN IN PATIENTS WITH CHRONIC HEPATITIS B AND C
Immanuel Tarigan, Lukman Hakim Zain
Division of Gastroenterology and Hepatology, Department of Internal Medicine, Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara, Medan
ABSTRACT
Background: Chronic hepatitis disease has become global problem because of its frequent progression into a cirrhosis. Nowadays there are a lot of noninvasive tests in liver biopsy substitution to examine and evaluate liver fibrosis. Wu,et al. has suggest an APRI score, a simple model consist of routine laboratory marker to predict liver fibrosis in patients with chronic hepatitis B and C in order to optimalize the clinical management.
Objective: To investigate the relationship between liver fibrosis degree on APRI score compare with FibroScan in patients with chronic hepatitis B and C
Methods: Fifty two patients confirmed chronic hepatitis B and C, underwent fibroscan in division of Gastroenterology and hepatology at Haji Adam Malik hospital, Medan. Serum obtained from those 52 patients since July 2011 until January 2012,, analyzed for serum AST, ALT, and APRI Score then being calculate. Pathology of liver fibrosis is degraded by METAVIR system from F0-1 to F4 scale. The predictive diagnostic score is used in assessing APRI score relationship.
Results: From 52 patients within the study showed that APRI score has sensitivity 86,5% in diagnosing liver fibrosis, meanwhile APRI score has specificity of 73,3% in diagnosing non fibrosis.
Conclusion: APRI score, a simple model that consist of routine laboratory marker, can predict significant fibrosis, and cirrhosis in patients with chronic hepatitis B and C with high accuracy, potential as alternative noninvasive test in patients with chronic hepatitis B and C.
Key words: APRI Score, fibroscan, liver fibrosis, chronic hepatitis B and C
Nama : dr. Immanuel Tarigan
Alamat : Jl. Sunggal 24, Medan
Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
HUBUNGAN DERAJAT FIBROSIS HATI DENGAN SKOR APRI DIBANDINGKAN DENGAN FIBROSCAN PADA PASIEN HEPATITIS B DAN C KRONIK
Immanuel Tarigan, Lukman Hakim Zain
Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit hepatitis kronik merupakan masalah global karena sering berlanjut menjadi sirosis. Saat ini banyak pemeriksaan noninvasif dalam mensubstitusi biopsi hati untuk penilaian dan evaluasi fibrosis hati. Wu,dkk telah mengusulkan skor APRI, sebuah model sederhana yang terdiri dari penanda laboratorium rutin untuk dibandingkan dengan skor APRI pada pasien hepatitis B dan C kronik.memprediksi fibrosis hati pada pasien dengan hepatitis B dan C kronis dalam rangka mengoptimalkan manajemen klinisnya.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan derajat fibrosis hati dengan skor APRI dibandingkan dengan FibroScan pada pasien hepatitis B dan C kronik.
Metode: Lima puluh dua pasien dengan penyakit hepatits B dan C kronik, menjalani
fibroscan di divisi Gastroenterologi dan hepatologi, RS Haji Adam Malik, Medan. Serum diambil dari 52 pasien sejak Juli 2011 hingga Januari 2012,, dianalisa aktivitas serum AST, PLT, dan skor APRI kemudian dikalkulasi. Patologi fibrosis hati digradasi berdasarkan sistem METAVIR dari skala F0-1 sampai F4. Digunakan nilai-nilai prediktif diagnostik dalam menilai hubungan skor APRI.
Hasil: Dari 52 pasien yang masuk dalam penelitian ternyata skor APRI memiliki sensitivitas 86,5% dalam mendiagnosis fibrosis hati, sebaliknya skor APRI memiliki spesifisitas sebesar 73,3% dalam mendiagnosis non fibrosis.
Kesimpulan: Skor APRI, sebuah model matematis sederhana yang berisikan petanda laboratorium rutin, dapat memprediksi significant fibrosis,dan sirosis pada pasien hepatitis B dan C kronik dengan tingkat akurasi yang tinggi, berpotensial sebagai alternatif pemeriksaan non invasif pada pasien hepatits B dan C kronik..
Kata Kunci: Skor APRI, fibroscan, fibrosis hati, penyakit hepatitis B dan C kronik
Nama : dr. Immanuel Tarigan
Alamat : Jl. Sunggal 24, Medan
Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RELATIONSHIP BETWEEN LIVER FIBROSIS DEGREE ON APRI SCORE COMPARE WITH FIBROSCAN IN PATIENTS WITH CHRONIC HEPATITIS B AND C
Immanuel Tarigan, Lukman Hakim Zain
Division of Gastroenterology and Hepatology, Department of Internal Medicine, Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara, Medan
ABSTRACT
Background: Chronic hepatitis disease has become global problem because of its frequent progression into a cirrhosis. Nowadays there are a lot of noninvasive tests in liver biopsy substitution to examine and evaluate liver fibrosis. Wu,et al. has suggest an APRI score, a simple model consist of routine laboratory marker to predict liver fibrosis in patients with chronic hepatitis B and C in order to optimalize the clinical management.
Objective: To investigate the relationship between liver fibrosis degree on APRI score compare with FibroScan in patients with chronic hepatitis B and C
Methods: Fifty two patients confirmed chronic hepatitis B and C, underwent fibroscan in division of Gastroenterology and hepatology at Haji Adam Malik hospital, Medan. Serum obtained from those 52 patients since July 2011 until January 2012,, analyzed for serum AST, ALT, and APRI Score then being calculate. Pathology of liver fibrosis is degraded by METAVIR system from F0-1 to F4 scale. The predictive diagnostic score is used in assessing APRI score relationship.
Results: From 52 patients within the study showed that APRI score has sensitivity 86,5% in diagnosing liver fibrosis, meanwhile APRI score has specificity of 73,3% in diagnosing non fibrosis.
Conclusion: APRI score, a simple model that consist of routine laboratory marker, can predict significant fibrosis, and cirrhosis in patients with chronic hepatitis B and C with high accuracy, potential as alternative noninvasive test in patients with chronic hepatitis B and C.
Key words: APRI Score, fibroscan, liver fibrosis, chronic hepatitis B and C
Nama : dr. Immanuel Tarigan
Alamat : Jl. Sunggal 24, Medan
Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit hati kronik merupakan masalah global pada saat ini karena sering
berlanjut pada sirosis hati dan hepatoselular karsinoma yang diawali dengan
proses fibrosis di hati. Fibrosis hati terjadi akibat kerusakan kronik pada hati yang
dihubungkan dengan akumulasi yang berlebihan dari ECM protein. Ini dapat
dijumpai pada banyak tipe dari penyakit hati kronik.Beberapa penyebab utama
fibrosis hati antara lain adalah infeksi kronis dari virus B dan C, peminum
alkohol, dan non alcoholic steatohepatitis (NASH). Akumulasi dari ECM protein
mengakibatkan terbentuknya jaringan ikat fibrous sehingga berkembangnya
nodul yanag akan merusak arsitektur hati. Bila sudah terbentuk nodul maka
keadaan ini disebut sirosis. Fibrosis hati digambarkan sebagai suatu respon
penyembuhan luka terhadap jejas hati kronik (Bataller, 2005), (Friedman, 2003),
(Gressner, 2006), (Pinzani, 2005),
Sejak diketahui bahwa fibrosis sebagai problem utama yang menyebabkan
morbiditas dan mortalitas pada penyakit hati kronis, penentuan derajat fibrosis
sangat diperlukan untuk memberikan pengobatan dini dan benar. Biopsi hati
sebagai metode invasif masih sebagai baku emas dalam menegakkan diagnosis
derajat fibrosis. Karena begitu banyak hambatan-hambatan yang dialami dengan
metode invasif ini, banyak penelitian yang mencoba mendiagnosis derajat fibrosis
dengan metode noninvasif. Kesulitan yang dihadapi adalah gambaran klinis tidak
selalu sesuai dengan gambaran derajat fibrosis dan tidak semua penderita bersedia
untuk dibiopsi. Karena itu, sulit mendapatkan jumlah sampel yang sama untuk
tiap – tiap kelompok derajat fibrosis (Poynard, 2008), ( Wu, 2010 )
Saat ini telah dikenal Ultrasound elastography, yang secara komersil
secara secara signifikan yang dapat disetarakan dengan derajat biopsi hati
(Kwang, 2010), (Wu, 2010).
Ketelitian diagnostik FibroScan lebih tinggi dibandingkan dengan penanda
biokimia untuk menilai derajat fibrosis hati. Keuntungan FibroScan ialah cepat,
tidak ada rasa sakit dan kesalahan interpretasi lebih sedikit dibandingkan dengan
biopsi hati ( Wu, 2010)
Pengetahuan mengenai fibrosis hati melalui pemeriksaan non invasive
juga dapat ditentukan dengan menggunakan skor APRI. Dimana dengan
membandingkan AST dengan trombosit, model ini konsisten dan objektif pada
laboratorium rutin pasien pasien dengan penyakit hati kronis ( Wu,2010).
Takemoto dkk tahun 2009 meneliti bahwa semakin tinggi derajat fibrosis
semakin rendah juga kadar trombosit pada pasien dengan hepatitis C kronik. Wai
dkk tahun 2009 meneliti tingkat keparahan fibrosis hati dengan menggunakan
skor APRI. Wu dkk tahun 2010 meneliti derajat fibrosis pada pasien hepatitis B
dengan menggunakan skor APRI.
Pada penelitian ini peneliti bermaksud untuk menilai hubungan derajat
fibrosis hati berdasarkan petanda biokimia noninvasif yaitu skor APRI yang
relatif murah dan pemeriksaannya dapat dilakukan hampir di seluruh laboratorium
di daerah dalam memprediksi fibrosis hati pada pasien hepatitis B dan C kronik,
dengan FibroScan yang masih relatif mahal dan hanya tersedia pada sentra
pelayanan tertentu untuk penyediaan referensi dalam hal pengenalan model
prediktif noninvasif sebagai alternatif diagnostik untuk menentukan derajat
fibrosis hati dalam manajemen klinikal pada pasien dengan infeksi hepatitis B dan
C kronik. Belum ada penelitian mengenai hubungan derajat fibrosis hati yang
ditentukan dengan skor APRI dibandingkan dengan FibroScan pada pasien
hepatitis B dan C kronik di Indonesia (sepengetahuan penulis ). Oleh karena itu
penulis ingin meneliti hubungan tersebut.
1.2 Perumusan masalah
1.3 Hipotesis
Ada hubungan derajat fibrosis hati dengan skor APRI dibandingkan
dengan FibroScan pada pasien hepatitis B dan C kronik.
1.4 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan derajat fibrosis hati dengan skor APRI
dibandingkan dengan FibroScan pada pasien hepatitis B dan C kronik.
1.5 Manfaat Penelitian
a.Untuk mengetahui hubungan derajat fibrosis hati dengan skor APRI
dibandingkan dengan FibroScan pada pasien hepatitis B dan C konik.
b.Skor APRI dapat digunakan sebagai alternatif dalam menentukan fibrosis
hati.
1.6 Kerangka konseptual
Skor APRI FibroScan
Bukan fibrosis ( <0,5 ) F0-1
Fibrosis ( 0,5-1,5 ) F2
Sirosis(>1,5) F3
F4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Hati kronik B dan C dan fibrosis hati
Penyakit hati kronik adalah suatu penyakit nekroinflamasi hati yang
berlanjut dan tanpa perbaikan paling sedikit selama 6 bulan. Penyakit hati kronik
dapat asimtomatik atau disertai gejala-gejala seperti mudah lelah, malaise dan
nafsu makan berkurang. Serum aminotransferase dapat meningkat secara
sementara atau menetap. Ikterus sering tidak ditemukan, kecuali pada kasus -
kasus stadium lanjut. Keadaan ini dapat disertai splenomegali, limfadenopati,
berkurangnya berat badan, dan demam ( Akbar, 2007 ).
Fibrosis hati adalah suatu respon penyembuhan luka yang ditutupi oleh
matriks ekstraselluler atau parut. Fibrosis hati merupakan keadaan lanjutan dari
hepatitis kronis yang berlanjut menjadi sirosis. Fibrosis hati juga sebagai akibat
dari kerusakan hati kronik oleh karena beberapa penyebab termasuk hepatitis B
dan C, minum alkohol yang berlebihan, steatohepatitis-non alkoholik (NASH) dan
kelebihan besi. Kerusakan hati menyebabkan sel stellata hati menjadi hiperaktif
dan memicu peningkatan sintesis matriks ektrasellular.(Sembiring, 2009),
(Tsukada, 2006).
Hepatitis kronik B dan C sering menyebabkan terjadinya fibrosis hati.
Dengan meningkatnya pengetahuan terhadap mekanisme terjadinya fibrosis hati
bersama-sama dengan strategi pengobatan yang efektif, maka membuka peluang
untuk upaya mengevaluasi progresivitas dari fibrogenesis penyakit hati kronik.
(Wolber, 2002).
2.2Penentuan Stadium Fibrosis Hati
2.2.1 Metode Invasif
Biopsi hati merupakan salah satu baku emas dalam menegakkan diagnosis
fibosis hati. Dimana biopsi hati dapat menilai, mendeteksi dan memonitoring
fibrosis hati. Karena begitu banyak hambatan-hambatan yang dialami dengan
kemajuan dalam diagnosis. Biopsi hati tidak boleh lebih lama lagi dianggap
sebagai lini pertama penilaian fibrosis pada sebagian besar penyakit hati kronik
(Poynard, 2008).
Grading aktivitas penyakit hati dapat dievaluasi dari gejala klinis, serologi
serum aminotransferase dan histopatologi biopsi hati. Secara histologis, patolog
dapat melihat : inflamasi, kerusakan interlobular dan nekrosis. Dalam praktek
sehari-hari, laporan yang adekuat mencakup estimasi yang akurat berupa lesi
minimal, mild, moderate atau severe. Namun untuk perbandingan biopsi pre dan
post-treatment dan untuk mengevaluasi trial terapeutik, maka digunakan scoring
systems. Berbagai jenis sistem skoring telah dipakai untuk menilai staging fibrosis
hati seperti skor METAVIR oleh Poynard dkk, Knodell dkk, skor Ishak, dan
analisis biopsi dengan morfometri komputer menggunakan pewarnaan jaringan.
Salah satu klasifikasi histologik untuk menilai aktivitas peradangan yang terkenal
adalah Histological Activity Index (HAI), yang ditemukan oleh Knodell pada
tahun 1981.
Tabel 2.1 Indeks Aktivitas Histologik (HAI) (Soemohardjo dan Gunawan, 2009)
Komponen Skor
Nekrosis periportal dengan atau tanpa bridging necrosis 0-10 Regenerasi intralobular dan nekrosis fokal 0-4
Inflamasi portal 0-4
Pada saat ini skor METAVIR direkomendasikan untuk menilai fibrosis hati
(Tabel) :Tabel 2.2 Skoring METAVIR pada fibrosis hati(Sebastiani, 2006)
____________________________________________________
2.2.2 Metode Noninvasif
2.2.2.1 FibroScan
FibroScan merupakan suatu teknologi elastrography yang mampu
menentukan stadium fibrosis hati lebih sensitif dengan mengukur rerata kekakuan
hati dimana kekakuan hati dihubungkan dengan derajat fibrosis. Keuntungan
fibroscan ialah non invasive, cepat , tidak ada rasa sakit dan kesalahan interpretasi
lebih sedikit dibandingkan dengan biopsi hati (Grigorescu, 2010), (Al-Ghamdi, 2010). Gomez Dominguez dkk tahun 2006 meneliti bahwa fibroscan memiliki nilai sensitifitas 85% untuk menilai fibrosis hati dengan nilai cut offs 4,0 kPa.Jing
dkk dalam jurnal tahun 2009 meneliti bahwa nilai median untuk kekakuan hati
5.2, 7.2, 8.2, 11.4 dan 16,9 kPa untuk F0,F1,F2,F3 dan F4. Takemoto dkk meneliti
bahwa FibroScan memiliki nilai sensitivitas 100% dan spesifisitas 73,9% untuk
menilai fibrosis hati advanced stage (F3-4) dengan nilai cut-off 15 kPa (
Takemoto, 2009), ( Wu, 2010 ).
Karena TE pertama sekali berkembang di Perancis, banyak studi mengenai
manfaatnya dipelajari di negara-negara Eropa dimana prevalensi hepatitis C
kronik lebih tinggi. Data ekstensif terhadap peran klinis TE dalam mengkaji
fibrosis hati pada pasien hepatitis kronis C telah dikumpulkan. Baru-baru ini,
beberapa studi meta analisis melaporkan bahwa TE adalah suatu alat noninvasif
yang dapat dipercaya untuk mendeteksi advanced fibrosis dan sirosis hati ( Kim,
2010 ).
Ziol dkk membandingkan akurasi FibroScan dengan hasil pemeriksaan
biopsi pada 251 pasien hepatitis C virus (HCV). Mereka menemukan bahwa
pengukuran pengerasan hati dan gradasi fibrosis berkorelasi dengan baik, dengan
nilai cut-off optimal yang ditentukan pada 8,7 dan 14,5 kPa untuk F ≥2 dan F=4 (
Ziol, 2005 )
Amellal dkk dari Maroko telah meneliti adanya hubungan antara
FibroScan dengan biopsi hati pada 125 pasien HCV. Studi ini memperlihatkan
bahwa biopsi hati dan FibroScan sejalan dalam mendeteksi untuk penilaian
mendeteksi significant fibrosis (F2) yaitu 78,8% (Kappa = 0,40; p < 0,001), sebaik
dalam mendeteksi severe fibrosis (F3, F4) yaitu 77.5% (Kappa = 0.68; p < 0.001)
( Amellal, 2009 ).
Marcellin dkk juga meneliti akurasi FibroScan pada 173 pasien hepatitis B
kronis yang dilakukan biopsi hati dan didapatkan hasil adanya korelasi yang baik
antara pengukuran kekakuan hati (kPa) dengan biopsi, dengan nilai cut-off optimal
yang ditentukan pada 7,2 dan 11 kPa untuk F ≥2 dan F=4 dan menyatakan bahwa
FibroScan bisa diandalkan untuk mendeteksi fibrosis dan sirosis pada pasien HBV
dengan SE 0,70 dan SP 0,83 untuk F ≥2 dan SE 0,93 serta SP 0,87 untuk F=4 (
Marcellin, 2009 ).
Pada penelitian ini, cut-off yang dipergunakan sesuai dengan cut-off dari
Ledinghen dan Vergniol (Gambar 2.1), dengan nilai cut-off yang memang sesuai
dengan penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya, dengan F0-1 = 0-7,1
Serum marker dapat digunakan untuk fibrosis hati.Serum marker untuk
fibrosis hati dibagi atas 2 kelompok yaitu petanda langsung dan tidak langsung.
A. Petanda tidak langsung
Studi studi sebelumnya telah mengevaluasi petanda non invasive
untuk memprediksi keberadaan fibrosis atau sirosis pada penderita
hepatitis kronis, seperti :
1. Rasio AST/ALT ( indeks AAR: Rasio AST/ALT lebih besar dari 1
dengan kuat menyarankan sirosis dengan sensitivitas 78% dan
spesifisitas 97%
2. Skor PGA: Kombinasi pengukuran indeks protombin, GGT dan
apolipoprotein A1 (PGA).
3. Fibrotest, pemeriksaan melibatkan alfa-2 makroglobulin, alfa2
globulin, gamma globulin, apolipoprotein A1, gamma GT, dan
bilirubin total.
4. Acti Test, pemeriksaan memodifikasi Fibrotest dengan menyertakan
ALT
5. Skor Forns ( indeks Forns), berdasarkan 4 variabel umum dijumpai di
kloinik meliputi jumlah trombosit, umur, level kolesterol, dan GGT.
6. Rasio AST/trombosit (indeks APRI), model ini konsisten dan objektif
pada laboratorium rutin pasien pasien dengan hati kronis.
7. Fibroindex menggunakan variable trombosit, AST dan YGlobulin.
8. Kombinasi AST,INR, trombosit( indeks GUCI)
B.Penanda langsung (direct marker)
Penanda langsung seperti : Collagen type IV, Hyaluronic acid,
Procollagen III peptide, Platelet.
Skor APRI merupakan petanda fibrosis hati non invasive, pertama kali
dikemukakan oleh Wai dkk, dengan menggunakan variable AST dan jumlah
trombosit. Rumus untuk menghitung skor adalah
Trombositopenia merupakan suatu gangguan hematologi yang paling
sering terjadi pada pasien-pasien dengan penyakit hati kronik. Mekanisme
patogenesis yang menyebabkan gangguan ini masih belum sempurna diketahui.
Berdasarkan beberapa literatur, hal ini dihubungkan dengan sekuestrasi dan
penghancuran trombosit dalam limpa yang terjadi akibat ketidakmampuan
sumsum tulang mengompensasi peningkatan produksi trombosit. Hipersplenisme
terjadi pada pasien-pasien
Perpindahan trombosit dari sirkulasi perifer ke limpa tersebut dapat
menyebabkan trombositopenia meskipun masa hidup trombosit normal, total
massa tubuh normal, dan produksi trombosit tidak terganggu. Usaha untuk
melakukan koreksi trombosit yang rendah dengan pintasan portosistemik dan
splenektomi belum memberikan hasil yang baik. Demikian juga prosedur
dekompresi portal telah gagal memperbaiki jumlah trombosit secara konsisten
dalam jangka waktu yang lama meskipun tekanan portal berkurang. Hipotesis lain
menyebutkan, bahwa peningkatan trombosit yang dihubungkan dengan immuno-
globulin terjadi pada pasien - pasien dengan hepatitis kronik dan kemungkinan
mekanisme ini juga terlibat. Walaupun kadar trombosit dihubungkan dengan
immunoglobulin, hubungannya dengan trombositopenia belum begitu jelas karena
peningkatan kadar ini mungkin ditemukan pada pasien hepatitis kronik dengan
jumlah trombosit yang normal. Ada faktor lain di samping splenomegali dan
destruksi mediated immunologically yang mungkin berperan dalam patogenesis
trombositopenia pada penyakit hati kronik, faktor lain itu adalah trombopoietin
(TPO). Pada hepatitis C kronik terjadinya trombositopenia masih belum jelas,
diduga karena terjadinya fibrosis hati di daerah sentral. Prevalensi penyakit hati lanjut dengan suatu gambaran yang
bervariasi dan merupakan komplikasi yang umum dari hipertensi portal.
Pembelokan aliran darah portal ke limpa menyebabkan suatu keadaan
perpindahan yang berlebihan (hyper-inflow) yang kemudian dapat menyebabkan
didominasi oleh sitokin yang mengontrol pembentukan megakariosit dan
trombosit. Hal ini mengidentifikasi trombositopenia pada HCV kronik sangat
berhubungan dengan aktifitas penyakit dan progresivitas jangka panjang (
Kajihara, 2003 ), ( Sembiring, 2009 ).
Olariu dkk menyatakan bahwa hepatitis C kronik dihubungkan dengan
trombositopenia berdasarkan 3 proses patologis seperti yang diperlihatkan pada
gambar 2.2 (Olariu, 2010). Sedangkan Nagamine dkk telah melaporkan pada
hepatitis B kronik bahwa trombositopenia berhubungan dengan PAIgG (
Platelet-associated immunoglobulin G) ( Nagamine, 1996 )
Gambar 2.2 Mekanisme trombositopenia pada hepatitis C kronik
AST merupakan prediktor terhadap penyakit hati ringan sampai berat.
Peningkatan AST berhubungan dengan kelainan hati yang meningkatkan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Desain penelitian
Penelitian dilakukan dengan cara potong lintang
3.2Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan mulai Juli 2011 s/d Januari 2012, di Ruang Rawat
Penyakit Dalam RS H.Adam Malik Medan
Penelitian ini telah mendapat persetujuan Health Research Ethical Committee
Sumatera Utara.
3.3Populasi dan Sampel terjangkau
Populasi adalah semua penderita hepatitis B dan C kronik
Sampel adalah semua populasi penderita hepatitis B dan C kronik yang
dirawat di Rumah Sakit H Adam Malik Medan
3.4 Besar Sampel
Perkiraan besar sampel 25 orang
Sampel tunggal
Rumus yang digunakan N = [ Zα + Zβ ]2
0,5 In ( 1 + r ) / ( 1 – r ) + 3
Untuk menentukan besar sampel tunggal minimal pada uji hipotesa dengan
menggunakan koefisien korelasi ( r ) diperlukan informasi :
1. Perkiraan koefisien korelasi r ( dari pustaka )
2. Tingkat kemaknaan ( ditetapkan peneliti ) sampel tunggal
3. Power atau Zβ ( ditetapkan peneliti )
r = 0,35
3.5 Kriteria inklusi
Penderita penyakit hati kronik,yang disebabkan oleh hepatitis B atau C dengan
viral marker (+) dan belum pernah mendapat pengobatan hepatitis
sebelumnya,baik wanita maupun pria berusia 18 tahun ke atas dan bersedia
ikut dalam penelitian
3.6Kriteria eksklusi
Penderita Sirosis Hati stadium dekompensata yang ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan klinis, laboratorium dan USG, peminum alkohol >30 gram /hari,
penyakit hati metabolik, HCC dan penyakit infeksi selain hepatitis kronis
HBV, HCV.
3.7 Definisi Operasional
3.7.1 Penyakit hati kronik
Penyakit hati kronik adalah suatu keadaan terjadinya peradangan
dan nekrosis di hati, dapat ditandai secara klinis : lekas capek,
hepatomegali dan kelainan laboratorium yaitu meningkatnya
transaminase dan bilirubin baik terus menerus ataupun berfluktuasi
selama 6 bulan
3.7.2 Fibrosis Hati
Fibrosis hati merupakan suatu keadaan patologis yang terjadi
akibat kerusakan hati yang kronis dan adanya ketidakseimbangan
antara sintesis, dan perusakan serabut kolagen. Bila sintesis lebih
meningkat, fibrosis akan progresif. Struktur lobulus hati masih
utuh karena belum dijumpai bentuk pseudolobule.
3.7.3 Trombosit
Trombosit merupakan komponen darah yang dihasilkan dari
megakariosit sumsum tulang, suatu sel besar dengan 8 sampai 32
nukleu. Secara fisiologis berperan dalam hemostatis, berfungsi
menghentikan perdarahan pada permulaan dan pada luka kecil
3.7.4 AST
AST ( Aspartate Aminotransferase ) adalah enzim yang terdapat
dalam sel hati tetapi terdapat juga dalam sel jantung, otot skletal,
ginjal otak, pankreas, limpa dan paru. Enzim ini akan dikeluarkan
ke sirkulasi apabila terjadi kerusakan atau kematian sel. Tingginya
kadar enzim ini berhubungan langsung dengan jumlah kerusakan
sel. Kerusakan sel akan diikuti dengan peningkatan kadar AST
dalam 12 jam dan tetap meningkat selama 5 hari.
3.7.5 FibroScan
FibroScan merupakan suatu teknologi elastrograpfi yang mampu
menentukan stadium fibrosis hati lebih sensitif dengan mengukur
rerata kekakuan hati dimana kekakuan hati dihubungkan dengan
derajat fibrosis.
3.7.6 APRI
APRI ( AST to platelet Ratio Index ) adalah suatu pemeriksaan
nonivasif sebagai petanda awal fibrosis hati dengan menggunakan
variable AST dan jumlah trombosit.
Rumus untuk menghitung skor adalah :
APRI = Kadar AST/ batas atas normal AST
Trombosit (10
x 100
9
Skor < 0,5 adalah bukan fibrosis, skor antara 0,5-1,5 adalah
3.9. Bahan Dan Prosedur Penelitian
3.9.1. Pemeriksaan trombosit ( oleh petugas laboratorium RS.HAM)
a. Sampel yang diperlukan darah EDTA atau darah kapiler
b. Isi pipet dengan darah sampai garis 0,5 bila diketahui
trombositopenia diisi sampai garis I
c. Sambil menahan dengan ujung jari, isi pipet dengan Rees Ecker
sampai garis 101, kemudian letakkan horizontal
d. Sambil menekan kedua ujung pipet, pipet digoyang selama 3 - menit
e. Isi kamar yang twelah ditutup dengan larutan tersebut setelah terlebih
dahulu membuang 3 tetes pertama larutan tersebut.
f. Biarkan kamar hitung selama 2 menit, kemudian trombosit dihitung
dibawah mikroskop dengan pembesaran 40x. Bidang yang dihitung
adalah semua bidang kecil sebanyak 25 buah (E). Perhitungan
trombosit n x 10 x 200/mm3
3.9.2. AST ( oleh petugas laboratorium RS.HAM )
Bahan : Serum plasma heparin / EDTA
Alat yang digunakan : Spektrofometer
Dengan start reagent
1. Serum plasma 100 uL
2. Larutan Reagent 1000 uL
3. Campur, sesudah 1 menit tambahkan : Start reagent 250 uL
4. Campurkan dan sesudah 1 menit ukur penurunan absorbsi setiap
menit selama 3 menit.
5. Perhitungan : Aktivitas enzym = (Δ A/min ) x F IU/! ( F: 2143 )
3.9.3. Pemeriksaan fibroScan
a. Lobus kanan dari liver dinilai melalui bidang intercostal sementara
pasien berbaring dalam posisi terlentang dengan lengan kanan pada
abduksi maksimum.
b. Operator menempatkan tranluser ke kulit, yang telah diberi dengan
ditentukan dengan tepat. Kedalaman pengukuran adalah antara 25
dan 65 mm.
d. Hasil ini hanya dapat dipercaya setelah dilakukan sepuluh tindakan
yang berhasil dan lebih dari 65% tingkat keberhasilan dari
pengukuran diperoleh.
3.9.4. Skor APRI
APRI = Kadar AST/ batas atas normal AST
Trombosit (10
x 100
9
/L)
3.10. Analisa Statistik
Untuk melihat hubungan hasil pengukuran fibroscan dengan skor APRI.
Korelasi Pearson digunakan apabila data kedua kelompok berdistribusi
normal. Apabila tidak berdistribusi normal maka digunakan korelasi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian dengan cara potong lintang di ruang rawat
penyakit dalam RSUP H.Adam Malik di Medan pada bulan Maret 2013.
Dilakukan screening terhadap hepatitis B atau C dengan viral marker (+).
Terdapat 52 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dimana 37 orang merupakan
pasien Hepatitis B dan 15 orang lainnya merupakan pasien hepatitis C. Karakter
klinis, biokimia dan derajat fibrosis hati telah disimpulkan pada tabel 4.1. seluruh
data yang telah didapat kemudian dilakukan uji tes normalitas
Kolmogorv-Smirnov untuk melihat distribusi dari data data tersebut. Dari hasil uji tes
normalitas diperoleh data yang memiliki distribusi normal sehingga dipilih mean
sebagai ukuran pemusatan dan standar deviasi ( SD ) sebagai ukuran penyebaran.
Umur rata rata pasien adalah 47,12±12,649 tahun, dengan jenis kelamin pria
lebih banyak dibandingkan wanita yaitu 33 orang dengan persentase 63,5% ( tabel
4.1). Seluruh pasien tidak berada dalam keadaan sirosis hepatis dekompensata.
Prevalensi infeksi HBV di Indonesia berkisar antara 2,5 % ( di Banjarmasin )
sampai 36% ( di Dili ). Indonesia masuk dalam kelompok prevalensi sedang
sampai tinggi ( Zain, 2006 ). Pada penelitian ini didapatkan 37 orang dengan
Gambar 4.1 Derajat fibrosis menurut FibroScan
Dari derajat fibrosis hati yang di gradasi berdasarkan FibroScan diperoleh
derajat fibrosis yang absen dan ringan (F0-F1) sebesar 28,8% ( 15 orang ), F2
dengan persentase 7,7% ( 4 orang ), F3 sebesar 17,3% ( 9 orang ) dan persentase
F4 sebesar 46,2% ( 24 orang ) dari keseluruhan pasien. Significant fibrosis (F2-4)
Gambar 4.2 Derajat fibrosis menurut skor APRI
Sedangkan penilaian derajat fibrosis hati menurut skor APRI didapatkan hasil
28,8% ( 15 orang ) dengan fibrosis berat, 40,4% ( 21 orang ) dengan fibrosis dan
Correlations
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.
Tabel 4.2 Uji korelasi Spearman
Dengan mengunakan uji korelasi Spearman didapakan hasil korelasi
seluruhnya bahwa ada hubungan yang positif antara skor APRI dan derajat
Pada Gambar 4.3 disajikan hasil korelasi derajat fibrosis hati berdasarkan
skor APRI dengan fibrosis hati berdasakan FibroScan. Hasilnya menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna antara derajat fibrosis hati berdasarkan skor
APRI dengan derajat fibrosis hati berdasarkan FibroScan.
Tabel 4.3 Uji sensitivitas dan spesifisitas
APRI * Fibroscan Crosstabulation
Dari hasil uji sensitivitas APRI terhadap FibroScan ( Tabel 4.3 ) didapatkan
hasil 86,5% artinya APRI dapat mendiagnosis fibrosis hati berat dengan PPV
88,9% dan NPV 31,3%.. Sebaliknya spesifisitas APRI sebesar 73,3% dimana
4.2 Pembahasan
Penyakit hati kronik yang disebabkan oleh HBV dan HCV sering berlanjut
menjadi sirosis hati dan HCC dimana diawali dengan proses fibrosis hati akibat
dari kerusakan hati yang kronik dan dihubungkan dengan adanya akumulasi dari
protein MES dimana proses ini akan menyebabkan rusaknya arsitektur hati dan
terbentuknya jaringan ikat fibrosis sehingga mengakibatkan terbentuknya nodul.
Saat ini ada beberapa metode dalam menilai tingkat keparahan dari fibrosis hati.
Metode invasive seperti biopsi hati merupakan baku emas untuk mendiagnosis
fibrosis hati. Meskipun biopsi hati masi memiliki beberapa keterbatasan seperti
biaya mahal, adanya komplikasi setelah tindakan, kesalahan dalam pengambilan
sampel, variabilitas dalam interpretasi patologi, serta kecenderungan penolakan
pasiendibiopsi berkali kali untuk mengetahui perkembangan penyakit.Komplikasi
yang paling sering dari biopsi hati adalah rasa nyeri dan perdarahan. Selain itu
dapat pula terjadi resiko kematian dengan isidensi sebesar 1/10.000 hingga
1/20.000 akibat prosedur ( Wu, 2010 )
Beberapa tahun terakhir banyak studi dalam model diagnostik fibrosis hati
noninvasive pada penyakit hati kronis yang telah dipublikasikan meskipun
kebanyakan diterapkan pada penyakit hati C kronik. Salah satu pemeriksaan
noninvasive dalam menegakkan diagnosis fibrosis hati adalah skor APRI
(Aspartate aminotransferase to Platelet Ratio Index ) pertama sekali dilakukan
pada pasien fibrosis hati akibat hepatitis C kronik oleh Wai dkk pada tahun 2003.
Pemeriksaan ini sederhana dan mudah dilakukan karena hanya menggunakan 2
indikator pemeriksaan laboratorium yang terjangkau dan rutin diperiksa pada
seluruh pasien, serta tidak membutuhkan perhitungan yang sulit. APRI
menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam memprediksi fibrosis hati akibat
hepatitis C kronik. Penggunaan skor APRI dalam mendiagnosis fibrosis hati pada
pasien hepatitis B kronik belum sepopuler penggunaannya pada pasien hepatitis C
kronik, dan masih terdapat beberpa pandangan yang kontroversial dalam
penggunaan tersebut. Metode noninvasif berupa FibroScan ternyata lebih sensitif
lebih cepat, tidak ada rasa sakit dan kesalahan dalam interpretasi juga lebih sedikit
dibandingkan dengan biopsi hati ( Wu, 2010 ).
Takemoto dkk tahun 2009 meneliti bahwa FibroScan memiliki sensitivitas
100% dan spesifisitas 73,9% untuk menilai fibrosis hati advanced stage (F3-4)
dengan nilai cut-off 15 kPa. Pada peneliian ini cut-off yang digunakan sesuai
dengan cut-off dari Ledinghen dan Verginol tahun 2008, dengan F0-1 = 0-7,1
kPa, F2 = >7,1-9,3 kPa, F3 = >9,3-14,5 kPa dan F4 = >14,5 kPa(Takemoto,2009 )
Marcellin dkk meneliti tingkat akurasi dari FibroScan pada 173 pasien hepatits
B kronik yang dilakukan biopsi hati dan didapatkan hasil adanya korelasi yang
baik antara pengukuran kekakuan hati ( kPa ) dengan biopsy, dengan nilai cut-off
optimal yang ditentukan pada 7,2 dan 11 kPa untuk F≥2 dan F=4 dan menyatakan
bahwa FibroScan bisa diandalkan untuk mendeteksi sirosis dan fibrosis pada
pasien HBV dengan SE 0,70 dan SP 0.83 untuk F≥2 dan SE 0,93 serta SP 0,87
untuk F=4 ( Marcellin, 2009 ).
Pada penelitian ini, derajat fibrosis hati berdasarkan FibroScan diperoleh hasil
fibrosis yang absen dan ringan (F0-F1) sebesar 28,8% ( 15 orang ), F2 dengan
persentase 7,7% ( 4 orang ), F3 sebesar 17,3% ( 9 orang ) dan persentase F4
sebesar 46,2% ( 24 orang ) dari keseluruhan pasien. Hal ini sesuai dengan
penelitian Ziol dan Castera pada tahun 2005 yang menyatakan bahwa FibroScan
akurat untuk diagnosis sirosis ( F4 ). Malekzadeh dkk pada tahun 2011,
mengemukakan bahwa akurasi FibroScan sangat baik dalam mendiagnosis sirosis
dan merupakan metode noninvasif paling akurat untuk deteksi dini dari sirosis (
Nagamine, 1996 )
Pada penelitian ini, model noninvasif berupa serum marker indirek untuk
kalkulasi skor APRI diterapkan pada 52 pasien hepatitis kronik B dan C. Marker
indirek untuk fibrosis hati lebih sederhana dan mudah dilakukan dibandingkan
marker direk yang tidak rutin yang tersedia di rumah sakit. Kekuatan beberapa
rendah juga kadar trombosit pada pasien dengan hepatitis C kronik (Takemoto,
2009). Wai dkk terhadap 218 penderita hepatitis B melaporkan jumlah trombosit
secara independen berhubungan dengan fibrosis dan sirosis, trombosit cenderung
menurun dengan meningkatnya fibrosis (Wai, 2006). Mekanisme patogenesis
trombositopenia yang menyebabkan gangguan ini masih belum sempurna
diketahui. Beberapa literatur menghubungkan dengan sekuestrasi dan
penghancuran trombosit dalam limpa yang terjadi akibat ketidakmampuan
sumsum tulang mengompensasi peningkatan produksi trombosit. Hipersplenisme
terjadi pada pasien-pasien
AST merupakan prediktor terhadap penyakit hati ringan sampai berat.
Peningkatan AST berhubungan dengan kelainan hati yang meningkatkan
pelepasannya dari mitokondria dan penurunan klirens akibat fibrosis. Hal ini
sesuai dengan penelitian ini dimana didapatkan rata rata adalah 171,17 ± 88,842. penyakit hati lanjut dengan suatu gambaran yang
bervariasi dan merupakan komplikasi yang umum dari hipertensi portal.
Pembelokan aliran darah portal ke limpa menyebabkan suatu keadaan
perpindahan yang berlebihan (hyper-inflow) yang kemudian dapat menyebabkan
peningkatan konsentrasi trombosit limpa (Kajihara, 2003). Hal ini sesuai dengan
penelitian ini dimana didapatkan kadar trombosit yang relatif rendah baik pada
hepatitis B dan C.
Wu dkk pada tahun 2010 mengevaluasi 6 metode non invasif dalam
mendiagnosis fibrosis hati dengan biopsi hati sebagai tes standar, mendapati
bahwa skor APRI memiliki sensitivitas yang cukup tinggi ( 84% ), spesifisitas
yang rendah ( 35% ) dengan nilai cut-off <0,5. Sebaliknya pada cut-off >1,5
didapatkan spesifisitas APRI yang cukup tinggi ( 80% ) dan sensitivitas yang
rendah ( 47% ). Pada penelitian ini baik APRI memiliki sensitivitas 86,7% dalam
mendiagnosis fibrosis hati,dan skor APRI memiliki spesifisitas 73,3 % dalam
4.3 Keterbatasan Penelitian
Penggunaan skor APRI dalam menentukan derajat fibrosis hati
berdasarkan AST dan Platelet merupakan salah satu metode noninvasive, serta
berdasarkan FibroScan tanpa melihat hasil dari biopsi hati. Pada penelitian ini
tidak semua pasien dilakukan biopsi hati, dan basis gradasi fibrosis hati adalah
berdasarkan FibroScan (TE). Kun Zhou dkk memasukkan biopsi hati sebagai
salah satu kelemahan penelitian mereka dengan mengemukakan bahwa biopsi hati
bukanlah gold standard yang sempurna untuk evaluasi fibrosis hati oleh adanya
kesalahan dalam pengambilan bahan (sampling error) dan variasi hasil antar
pembaca (observer variability). Sebuah hasil analisis prospektif juga
mengklaim bahwa kegagalan biopsi adalah >7 kali lebih umum dari kegagalan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Didapatkan hubungan derajat fibrosis hati berat dengan skor APRI
dibandingkan dengan FibroScan pada pasien hepatitis B dan C kronik dengan
sensitivitas 86,5% , PPV 88,9% dan NPV 31,3%.
5.2 Saran
Diperlukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar
dengan kelompok populasi yang berbeda.
Skor APRI dapat digunakan sebagai pemeriksaan alternatif dalam menilai
derajat fibrosis hati yang berat serta menilai progresivitas dari penyakit hepatitis
kronik.
Dengan penelitian ini, maka skor APRI dapat diaplikasikan skor di klinik
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HN (2007). Hepatitis B dan Hepatitis C. Dalam : Sulaiman A. Akbar HN. Lesmana LA. Noer MS. Ed: Buku Ajar Penyakit Hati. Edisi 1. Jakarta: FK.UI; 201-8
Afdhal NH, Nunes D (2004). Evaluation of liver fibrosis: a concise review. Am J Gastroenterol, 99:1160-74
Amirudin R (2007). Fibrosis Hati. Dalam : Sulaiman A. Akbar HN. Lesmana LA. Noer MS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati 1. Jakarta: Penerbit Jayabadi : 329-33
Al-Ghamdi AS (2010). FibroScan: A Noninvasive Test of Liver Fibrosis
Assessment. [online] Available at:
Albert EG, Porcelijn L, Folman C, et al (1998). Thrombopoietin : Modes of Action Role in Platelet Disorders and New Drugs. Available from :
Amellal N, Raissouni F, Achour J, et al (2009). Correlation study between liver biopsy and transient elastometry (FIBROSCAN) for the assessment of fibrosis during viral hepatitis C. Arab journal of Gastroenterology. 10: AB10-AB17.
Bataller R. Brenner DA. 2005. Liver Fibrosis Dalam The Journal of Clinical Investigation. 115 : 209-16
Brunt EM (2000). Grading and Staging the Histopatological Lesions of Chronic Hepatitis : The Knodell Histology Activity Index and Beyond. Hepatology : 241-6
Carstensen EL, Parker KJ, Lerner RM (2008). Elastrography in the management of liver disease. Ultrasound in Med. & Biol., Vol 34, No. 10,pp. 1535-1546, 2008.
Collier J, Bassendine M (2002). How to respond to abnormal liver function tests. Clin Med JRCPL;2:406–9
Friedman SL (2003). Liver Fibrosis-From Bench to Bedside. J. Hepatol. 38: S38-S53
Fujiwara S, Hongou Y, Miyaji K, et al (2007). Relationship Between Liver Fibrosis Noninvasively Measured by FibroScan and Blood Test. Bulletin of the Osaka Medical College; 53: 93-105
Forns X, Ampurdan’es S, Llovet JM, et al (2002). Identification of chronic hepatic fibrosis by a simple predictive model. Hepatology; 36: 968-92 Grigorescu M (2010). Noninvasive Biochemical Markers of Liver Fibrosis.
University of Medicine and Pharmacy. [online] Available at:
Ghadir MR, Riahin AA, Havaspour A, et al (2010). The Relationship between Lipid Profile and Severity of Liver Damage in Cirrhotic Patients. Hepatitis Monthly; 10(4): 285-288
Guzelbulut F, Akkan CZ, Sezikli M, et al (2011). AST-platelet ratio index, Forns index and FIB-4 in the prediction of significant fibrosis and cirrhosis in patients with chronic hepatitis C. Turk J Gastroenterol; 22(3): 279-285 Hung CH, Lu SN, Wang JH, et al (2003). Correlation between ultrasonographic
and pathologic diagnoses of hepatitis B and C virus-related cirrhosis. J gastroenterol; 38: 153-157
Hui AY, Chan HLY, Wong VWS, et al (2005). Identification of chronic hepatitis B patients without significant liver fibrosis by a simple noninvasive predictive models. Am J Gastroenterol; 616-23
Kwang GL, Yeon SS, Hyonggin A, Soon HU, Eun SJ, Bora K, et al (2010). Usefullness of Non-invasive Markers for Predicting Liver Cirrhosis in Patients with Chronic Hepatitis B. Journal of Gastroenterology and Hepatology, 25(1): 94-100
Kajihara M, Kato S, Okazak Y, et al (2003). A role of Autoantibody-Mediated Platelet Destruction in Thrombocytopenia in Patients with cirrhosis. Hepatology. 37: 1267-76
Kun Z, Chun FG, Yun PZ, et al (2010). Simpler Score of Routine Laboratory Tests Predicts Liver Fibrosis in Patients with Chronic Hepatitis B. Journal of Gastroenterology and Hepatology. 96(4): 1569-77
Kim SU, Han KH, Ahn SA (2010). Transient elastography in chronic hepatitis B: An asian perspective. World J Gastroenterol; 16(41): 5173-5180
Ledinghen VD, Vergniol J (2008). Transient elastography (FibroScan). Gastroenterol Clin Bio. 32: 58-67
Marcellin (2009). Non-invasive assessment of liver fibrosis by measurement of stiffness in patient with chronic hepatitis B. Liver Internationale, 29(2): 242-247
Malekzadeh R, Poustchi H (2011). Fibroscan for assessing liver fibrosis: An acceptable alternative for liver biopsy. Hepat Mon ;11(3):157-158
Nagamine T, Ohtuka T, Takehara K, et al (1996). Thrombocytopenia associated with Hepatitis C viral infection. Journal of Hepatology. 24: 135-140 Olariu M, Olariu C, Olteanu D (2010). Thrombocytopenia in Chronic Hepatitis C.
J Gastrointestin Liver Dis, 19(4):381-385
Pinzani M, Rombouts K, Colagrande S (2005). Fibrosis in Chronic Liver Disease: Diagnosis and Management. Journal of Hepatology. 42: 22-36
Poynard T, Morra R, Ingiliz P, et al (2008). Assesment of Liver Fibrosis : Noninvasive Means : 14:163-173
Sembiring J (2009). “Korelasi kadar thrombopoietin serum dengan fibrosis hati pada penderita hepatitis kronik.” Diss; 1-16
Soemohardjo S, Gunawan S (2009). Hepatitis B Kronik. Dalam: A.W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata, S. Setiati, eds., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbit InternaPublishing: 653-57.
Sirli R, Sporea I, et al (2010). A Comparative Study of Non-Invasive Methods for Fibrosis Assessment in Chronic HCV Infection. Hepatitis Monthly; 10(2): 88-94
Sherlock S. Dooley J (1997). The Hematology of Liver Disease. Dalam Disease of The Liver and Billiary System. USA 10th
Takemoto R (2009). Validity of FibroScan values for predicting hepatic fibrosis stage in patients with chronic HCV infection. Journal of Digestive Diseases. 10 : 145-48
Blackwell Scientific Publication. USA : 43-62
Tsukada S, Parsons CJ, Rippe RA (2006). Mechanism of Liver fibrosis. Clinica Chimica Acta; 364: 33-60
Wai CT, Cheng CL, Wee A, et al (2006). Non-invasive models for predicting histology in patients with chronic hepatitis B. Liver International: 26: 666-72
Wang JH, Changchien CH ( 2009 ). Fibroscan and ultrasonography in the prediction of hepatic fibrosis in patients with chronic viral hepatitis. J Gastroenterol 44: 439-446.
Wolber EM, Jelkmann W (2002). Thrombopoietin : The Novel Hepatic Hormone. News Physiol Sci. 17: 6-10
Wu SD, Wang JY, Li L ( 2010 ). Staging of liver fibrosis in chronic hepatitis B patients with a composite predictive model :A comparative study.
Ziol M, Handra-Luca A, Kettaneh A, et al (2005). Noninvasive assessment of liver fibrosis by measurement of stiffness in patient with chronic hepatitis C. Hepatology, 41(1); 48-54.
Total pasien : 52
Laki laki : 33
Perempuan : 19
Hepatitis B : 37
Hepatitis C : 15
PLT < 150 ( 109
PLT > 150 ( 10
/L ) : 21 ( Hepatits B : 12 , Hepatitis C : 9 )
9
/L ) : 31 ( hepatitis B : 25 , Hepatitis C : 6 )
39 33 LK 57 252 C 0.60 13 F3
40 55 LK 86 86 B 2.63 46.4 F4
41 33 LK 44 421 B 0,28 75 F4
42 39 LK 66 228 B 0,76 7,6 F2
43 39 LK 36 142 B 0,67 19,8 F4
44 64 PR 44 127 C 0,91 34,3 F4
45 37 LK 33 168 C 0,52 42,2 F4
46 63 LK 73 95 C 2,02 45,7 F4
47 32 PR 21 188 B 0,29 5,8 F0-1
48 55 LK 81 251 C 0,85 6,6 F0-1
49 35 LK 41 262 B 0,42 5,9 F0-1
50 31 LK 66 229 C 0,76 22,3 F4
51 46 LK 116 87 B 3,51 46,4 F4
LAMPIRAN 2
LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK
Selamat Pagi dan Salam Sejahtera Bapak/Ibu sekalian.
Sebelumnya saya terlebih dahulu memperkenalkan diri. Saya ”Dr.
IMMANUEL TARIGAN” adalah peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam FK USU Medan. Saya akan melaksanakan penelitian yang
berjudul : “HUBUNGAN DERAJAT FIBROSIS HATI DENGAN SKOR
APRI DIBANDINGKAN DENGAN FIBROSCAN PADA PASIEN
HEPATITIS B DAN C KRONIK ”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai tingkat kekenyalan organ hati
pada pasien dengan penyakit hati kronis (menahun) yang disebabkan oleh infeksi
virus (Hepatitis B dan C) dengan melakukan pemeriksaan darah dan pemeriksaan
dengan alat fibroscan (seperti USG).
Manfaat penelitian ini adalah dapat mendeteksi secara dini pasien dengan
penyakit hati kronik yaitu yang masih berada pada tingkat kekenyalan hati yang
rendah sehingga kemungkinan dapat dicegah untuk berlanjut menjadi gagal hati.
Sedangkan prosedur penelitiannya yaitu : pertama sekali Bapak/Ibu yang
telah diduga (didiagnosa) dengan Hepatitis B Kronik atau Hepatitis C Kronik,
akan kami lakukan pemeriksaan darah, akan diambil darah kira – kira 10 cc di
daerah lengan bawah oleh petugas yang ahli di bidangnya, lalu dilakukan
pemeriksaan terhadap beberapa parameter dalam darah tersebut dan selanjutnya
dilakukan pemeriksaan dengan Fibroscan. Pemeriksaan Fibroscan tersebut dengan
menggesek alat pada daerah perut kanan atas Bapak/Ibu sekalian tanpa rasa nyeri.
Akan diperoleh hasil pengukuran dengan alat fibroscan tersebut dalam bentuk
angka - angka. Lalu dibandingkan parameter darah dan hasil fibroscan tersebut
untuk selanjutnya dianalisis. Penelitian ini tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan rasa sakit. Perlu Bapak/Ibu ketahui kemungkinan bisa terjadi lebam
– lebam pada tempat pengambilan darah dan sedikit rasa sakit pada saat
Keikut sertaan Bapak/Ibu adalah suka rela dan tidak dipaksakan. Biaya
pemeriksaan tidak dibebankan kepada Bapak/Ibu, sepenuhnya ditanggung oleh
peneliti. Bila keterangan yang saya berikan masih belum jelas atau ada hal - hal
yang belum jelas, Bapak/Ibu dapat langsung bertanya kepada saya.
Nama : Dr. IMMANUEL TARIGAN
Alamat : Jalan Sunggal no. 24, Kecamatan Medan Sunggal, Medan
No Telp : 08126077600
Atas kesediaan Bapak/Ibu sekalian untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini, saya ucapkan banyak terima kasih.
Medan, 20 Februari 2013
Peneliti
LAMPIRAN 3
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
======================================================= No. Peserta :
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur : tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan *
Alamat :
No. Telepon :
Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang kebaikan dan keburukan
prosedur penelitian ini, menyatakan bersedia
untuk ikut dalam penelitian
tentang : “HUBUNGAN DERAJAT FIBROSIS HATI DENGAN SKOR
APRI DIBANDINGKAN DENGAN FIBROSCAN PADA PASIEN
HEPATITIS B DAN C KRONIK”
Demikian surat pernyataan bersedia ikut dalam penelitian ini saya perbuat
untuk dapat digunakan seperlunya.
Medan, - 2013
Peneliti Pasien
( dr. Immanuel Tarigan ) (...)
LAMPIRAN 4
Tanggal :……...
MR :………
No. Pemeriksaan lab:
Data Peserta penelitian
I. Anamnese Pribadi
II. Nama :…….……….. Umur :…….……….. Jenis Kelamin :……...……….... Alamat :…… ..……… No telp : ……..………\ III.Pemeriksaan
a. Laboratorium
-Trombosit :…….………..………..
-AST : ……….
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
Frequency Percent Valid P ercent
Fibroscan
47.12 109.27 171.17 2.1202 22.331 12.649 278.973 88.842 3.14628 19.9204 .117 .370 .094 .313 .219 .117 .359 .094 .313 .219 -.060 -.370 -.057 -.268 -.183 .844 2.671 .679 2.258 1.577 .475 .000 .746 .000 .014 N
Umur AST Platelet APRI Fibroscan
Test distribution is Normal. a.
APRI * Fibroscan Crosstabulation
Computed only for a 2x2 table a.
1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4. 62.
Descriptives
APRI
16 .3388 .08702 .02175 .2924 .3851 .17 .49 21 .8481 .22236 .04852 .7469 .9493 .52 1.31 15 5.8013 3.92547 1.01355 3.6275 7.9752 1.77 13.41 52 2.1202 3.14628 .43631 1.2443 2.9961 .17 13.41 <= 0,.5
0.51-1.5 > 1.5 Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
APRI
34.669 2 49 .000
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
ANOV A
AP RI
288.021 2 144.011 32.544 .000 216.833 49 4.425
504.854 51 Between Groups
W ithin Groups Total
Sum of
Descriptives
Fibroscan
15 5.973 .9161 .2365 5.466 6.481 4.3 7.1 4 8.275 .7228 .3614 7.125 9.425 7.6 8.9 9 12.067 .9220 .3073 11.358 12.775 10.3 13.0 24 38.746 18.6490 3.8067 30.871 46.621 16.5 75.0 52 22.331 19.9204 2.7625 16.785 27.877 4.3 75.0 F0-1 : 0-7,1
F2 : 7,2-9.3 F3 : 9.3-14.5 F4 : > 14.5 Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
Fibroscan
12218. 814 3 4072.938 24.379 .000 8019.176 48 167.066