PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA
BERBASIS PENDEKATAN PENEMUAN TERBIMBING UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA
SMP NEGERI 15 MEDAN
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Megister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
ADE RAHMAN MATONDANG NIM. 8136171001
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berbasis Pendekatan Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa SMP Negeri 15 Medan”.
Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED). Sejak mulai persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Semoga Allah Swt memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khususnya peneliti sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd., selaku Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini 2. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd., Bapak Prof. Dr. Asmin, M.Pd., dan
Bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd., selaku Narasumber yang telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini . Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd., dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin,
4
Pascasarjana UNIMED, serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan Matematika
4. Direktur, Asisten Direktur I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis ini
5. Kepala SMP Negeri 15 Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan
6. Ayahanda H. Marwan Matondang, Ibunda Hj. Ernawati Lubis, abang Abdullah Maksum Matondang, S.H dan kakak Ade Syafitri S.E serta keponakan tercinta Almer Arkana Matondang dan Atallah Naufal Musyaffa Matondang yang telah memberikan rasa kasih sayang, perhatian doa, dan dukungan moril maupun materil sejak sebelum kuliah, dalam perkuliahan hingga menyelesaikan pendidikan ini
7. Sahabat-sahabat tercinta dikmat A-2.
8. Semua pihak serta rekan-rekan satu angkatan dari Program Studi Pendidikan Matematika yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat memperkaya khasanah penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.
Medan, Juni 2015 Penulis,
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 16
1.3 Batasan Masalah... 17
1.4 Rumusan Masalah ... 17
1. Tujuan Penelitian... 18
1.6 Manfaat Penelitian... 18
1.7 Definisi Operasional ... 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Pembelajaran Matematika... 22
2.2 Pendekatan Penemuan Terbimbing ... 26
2.2.1 Langkah-langkah dalam Penemuan Terbimbing ... 27
2.2.2 Kekuatan dan Kelemahan Pendekatan Penemuan Terbimbing ... 30
2.2.3 Teori Terkait Pendekatan Penemuan Terbimbing ... 32
2.3 Kemampuan Berpikir Kritis Matematis... 38
2.4 Disposisi Matematis... 46
2. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran... 48
2.6 Perangkat Pembelajaran... 62
2.7 Materi Pembelajaran... 71
2.8 Penelitian Relevan ... 74
2.9 Kerangka Konseptual... 76
BAB III METOE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 83
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 83
3.3 Subjek dan Objek Penelitian... 83
3.4 Prosedur dan Rancangan Penelitian ... 84
3. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 92
3.6 Analisis Data ... 101
BAB IV HASIL PENELITIAN AN PEMBAHASAN ... 108
4.1 Hasil Penelitian ... 108
4.1.1 Deskripsi Pengembangan Perangkat Pembelajaran... 109
4.1.1.1. Deskripsi Hasil Tahap Pendefinisian ... 109
4.1.1.2. Deskripsi Hasil Tahapan Perancangan... 116
4.1.1.3 Deskripsi Hasil Tahap Pengembangan... 122
4.1.1.4 Deskripsi Hasil Tahap Penyebaran ... 172
6
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 202
BAB V KESIMPULAN AN SARAN ... 207
.1 Kesimpulan ... 207
.2 Saran ... 211
7
AFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Hubungan Unsur-unsur Lingkaran... 72
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis... 97
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Angket Disposisi Matematis... 99
Tabel 3.3 Skor Alternatif Jawaban Angket Disposisi Matematis... 99
Tabel 3.4 Nilai Ketuntasan Kompetensi Pengetahuan dan Keterampilan... 104
Tabel 3. Kategorisasi Disposisi Matematis Siswa... 10
Tabel 3.6 Kriteria Pencapaian Waktu Ideal Aktivitas Siswa... 106
Tabel 4.1 Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 123
Tabel 4.2 Revisi RPP Berdasarkan Hasil Validasi... 124
Tabel 4.3 Hasil Validasi Buku Petunjuk Guru ... 12
Tabel 4.4. Revisi Buku Petunjuk Guru Berdasarkan Hasil Validasi... 127
Tabel 4. Hasil Validasi Buku Siswa ... 128
Tabel 4.6. Revisi Buku Siswa Berdasarkan Hasil Validasi... 129
Tabel 4.7 Hasil Validasi Lembar Kerja Siswa ... 130
Tabel 4.8. Revisi LKS Berdasarkan Hasil Validasi... 131
Tabel 4.9. Hasil Validasi Tes Kemampuan Berpikir Kritis... 132
Tabel 4.10 Hasil Revisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis... 133
Tabel 4.11 Revisi Angket Disposisi Matematis Dari Validator ... 134
Tabel 4.12 Rerata Prosentase Waktu Aktivitas Siswa Uji coba 1... 136
Tabel 4.13 Respon Siswa Terhadap Perangkat dan Kegiatan Pembelajaran pada Uji coba 1 ... 140
Tabel 4.14. Alasan Respon Negatif Siswa pada Uji Coba 1 ... 141
Tabel 4.1 Hasil Analisis Data Validitas Pretes Kemampuan Berpikir Kritis... 143
Tabel 4.16 Hasil Ketuntasan Siswa pada Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Uji coba 1 ... 14
Tabel 4.17 Hasil Analisis Validitas osttes Kemampuan Berpikir Kritis... 14
Tabel 4.18 Hasil osttest Kemampuan Berpikir Kritis Uji coba 1 ... 147
Tabel 4.19 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Uji Coba 1 Ditinjau Dari Indikator ... 147
Tabel 4.20 Nomor Pernyataan Angket Disposisi Matematis yang Memenuhi Kriteria Valid Sesuai Indikator ... 149
Tabel 4.21 Hasil Angket Disposisi Matematis Siswa Uji coba 1... 10 Tabel 4.22. Rerata Disposisi Matematis Siswa Uji Coba 1... 11 Tabel 4.23 Rerata Prosentase Waktu Aktivitas Siswa Uji Coba 2 ... 18 Tabel 4.24 Respon Siswa Terhadap Perangkat dan Kegiatan Pembelajaran Uji coba 2... 161
Tabel 4.2 Hasil Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Uji Coba 2 ... 16
Tabel 4.26 Hasil osttes Kemampuan Berpikir Kritis Uji Coba 2... 166
Tabel 4.27. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Uji Coba 2 Ditinjau Dari Indikator ... 167
Tabel 4.28. Hasil Angket Disposisi Matematis Siswa Uji Coba 2... 168
8
Tabel 4.30 Hasil Analisis Peningkatan Hasil Pretes dan osttest
Kemampuan Berpikir Kritis Uji Coba 1... 174 Tabel 4.31 Hasil Analisis Peningkatan Hasil Pretes dan osttest
Kemampuan Berpikir Kritis Uji Coba 2... 17 Tabel 4.32 Hasil Analisis Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis pada
Uji Coba 1 dan Uji Coba 2 ... 176 Tabel 4.33 Hasil Analisis Peningkatan Disposisi Matematis
Pada Uji Coba 1... 177 Tabel 4.34 Hasil Analisis Peningkatan Disposisi Matematis
Uji Coba 1 dan Uji Coba 2 ... 178 Tabel 4.3 Hasil Analisis Peningkatan Disposisi Matematis Uji Coba 1
dan Uji Coba 2... 179 Tabel 4.36 Hasil Analisis Skor Perolehan Siswa Untuk Soal Nomor 1
pada Indikator Identifikasi ... 187 Tabel 4.37 Hasil Analisis Skor Perolehan Siswa Untuk Soal Nomor 1
pada Indikator Generalisasi ... 188 Tabel 4.38 Hasil Analisis Skor Perolehan Siswa Untuk Soal Nomor 1
pada Indikator Algoritma ... 188 Tabel 4.39 Hasil Analisis Skor Perolehan Siswa Untuk Soal Nomor 1
pada Indikator Pemecahan Masalah ... 189 Tabel 4.40 Hasil Analisis Skor Perolehan Siswa Untuk Soal Nomor 2
pada Indikator Identifikasi... 190 Tabel 4.41 Hasil Analisis Skor Perolehan Siswa Untuk Soal Nomor 2
pada Indikator Generalisasi ... 191 Tabel 4.42 Hasil Analisis Skor Perolehan Siswa Untuk Soal Nomor 2
pada Indikator Algoritma ... 191 Tabel 4.43 Hasil Analisis Skor Perolehan Siswa Untuk Soal Nomor 2
pada Indikator Pemecahan Masalah ... 192 Tabel 4.44 Hasil Analisis Skor Perolehan Siswa Untuk Soal Nomor 3
pada Indikator Identifikasi... 194 Tabel 4.4. Hasil Analisis Skor Perolehan Siswa Untuk Soal Nomor 3
pada Indikator Generalisasi ... 194 Tabel 4.46 Hasil Analisis Skor Perolehan Siswa Untuk Soal Nomor 3
pada Indikator Algoritma ... 194 Tabel 4.47. Hasil Analisis Skor Perolehan Siswa Untuk Soal Nomor 3
pada Indikator Pemecahan Masalah ... 19 Tabel 4.48. Hasil Analisis Skor Perolehan Siswa Untuk Soal Nomor 4
pada Indikator Identifikasi... 197 Tabel 4.49. Hasil Analisis Skor Perolehan Siswa Untuk Soal Nomor 4
pada Indikator Generalisasi ... 197 Tabel 4.0. Hasil Analisis Skor Perolehan Siswa Untuk Soal Nomor 4
pada Indikator Algoritma ... 198 Tabel 4.1 Hasil Analisis Skor Perolehan Siswa Untuk Soal Nomor 4
pada Indikator Pemecahan Masalah ... 198
9
Halaman
Gambar 1.1 Proses jawaban tes berpikir kritis siswa ... 6
Gambar 1.2 Buku Siswa Pada Materi Lingkaran... 13
Gambar 2.1 Tahap Pendefinisian dalam Model 4D ... 4
Gambar 2.2 Tahap Perancangan dalam Model 4D... 6
Gambar 2.3 Tahap Pengembangan dalam Model 4D... 8
Gambar 2.4 Tahap Penyebaran dalam Model 4D ... 9
Gambar 2. Hubungan Unsur-unsur Lingkaran... 71
Gambar 2.6 Penemuan Konsep Luas Lingkaran... 72
Gambar 2.7 Juring dan Sudut Pusat Lingkaran... 73
Gambar 3.1 Modifikasi Bagan Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model 4D... 8
Gambar 4.1 Peta Konsep Materi Lingkaran... 114
Gambar 4.2 Diagram Prosentase Waktu Aktivitas Siswa Uji Coba 1... 137
Gambar 4.3. Klasifikasi Ketuntasan Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Uji coba 1 ... 144
Gambar 4.4. Klasifikasi Ketuntasan osttest Kemampuan Berpikir Kritis Uji coba 1 ... 146
Gambar 4.. Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Uji Coba 1... 148
Gambar 4.6. Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Uji Coba 1... 13 Gambar 4.7 Perbaikan Pada Buku Siswa ... 16 Gambar 4.8. Perbaikan Pada LKS... 17 Gambar 4.9 Diagram Prosentase Waktu Aktivitas Siswa Uji Coba 2... 19 Gambar 4.10. Klasifikasi Ketuntasan Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Uji coba 2 ... 164
Gambar 4.11. Klasifikasi Ketuntasan osttest Kemampuan Berpikir Kritis Uji coba 2 ... 166
Gambar 4.12 Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Uji Coba 2... 168
Gambar 4.13. Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Uji Coba 2... 170
Gambar 4.14 Diagram Prosentase Waktu Aktivitas Siswa pada Uji Coba 1 dan 2... 181
Gambar 4.1 Diagram Persentase Respon Positif Siswa pada Uji Coba 1 dan 2 ... 184
Gambar 4.16. Proses Jawaban Soal Nomor 1 ... 186
Gambar 4.17. Proses Jawaban Soal Nomor 2 ... 189
Gambar 4.18. Proses Jawaban Soal Nomor 3 ... 193
Gambar 4.19. Proses Jawaban Soal Nomor 4 ... 196
10
AFTAR LAMPIRAN
Lampiran A1. Lembar Validasi... 217
Lampiran A2. Lembar Observasi Aktivitas Siswa... 230
Lampiran A3. Lembar Angket Respon Siswa... 231
Lampiran A4. Nama-nama validator... 232
Lampiran B1. Hasil Validasi Angket Disposisi Matematis Siswa dari Validator... 233
Lampiran B2. Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Pretes Uji Coba 1 ... 234
Lampiran B3. Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas osttest Uji Coba 1 ... 236
Lampiran B4. Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Angket Disposisi Matematis ... 238
Lampiran C1. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Oleh Dua Observer Untuk Empat kali Pertemuan Uji Coba 1... 20 Lampiran C2. Hasil Perhitungan Penentuan Rerata Dari Prosentase Rerata Frekuensi Untuk Masing-Masing Kategori Aktivitas Uji Coba 1 ... 21 Lampiran C3. Hasil Pretes Uji Coba 1... 22 Lampiran C4. Hasil osttest Uji Coba 1 ... 2
Lampiran C. Hasil Analisis Angket Disposisi Matematis Uji Coba 1.... 28 Lampiran C6. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Oleh Dua Observer Untuk Empat kali Pertemuan Uji Coba 2... 262
Lampiran C7. Hasil Perhitungan Penentuan Rerata Dari Prosentase Rerata Frekuensi Untuk Masing-Masing Kategori Aktivitas Uji Coba 2 ... 263
Lampiran C8. Hasil Pretes Uji Coba 2... 264
Lampiran C9. Hasil osttest Uji Coba 2... 267
Lampiran C10. Hasil Angket Disposisi Matematis Sebelum dan Sesudah Uji Coba 2... 270
Lampiran C11. Hasil Analisis Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis padaUji Coba 1 dan Uji Coba 2 ... 274
Lampiran C12. Hasil Analisis Rata-rata Disposisi Matematis pada Uji Coba 1 dan Uji Coba 2 ... 27
Lampiran Perangkat Final ... 276
Lampiran D1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 1 dan 2... 277
Lampiran D2. Buku Petunjuk Guru (BPG) ... 300
Lampiran D3. Buku Siswa (BS)... 329
Lampiran D4. Lembar Kerja Siswa (LKS)... 348
Lampiran D. Tes Kemampuan Berpikir Kritis... 38 Lampiran D6. Angket Disposisi Matematis ... 367
A I
PENDAHULUAN
1.1 Latar elakang Masalah
Pengembangan pendidikan di Indonesia sedang giat dilaksanakan. Hal ini
terlihat dari penerapan kurikulum 203. Menurut Sariono (203: 6) “Kurikulum
203 cenderung menekankan pada keseimbangan tiga domain pendidikan.
Apabila pada kurikulum sebelumnya domain kognitif menempati urutan wahid,
maka pada kurikulum 203 ini cenderung menyeimbangkannya dengan
penekanan lebih pada aspek skill dan karakter (psikomotor dan afektif)”.
Kurikulum 203 berpusat pada penyempurnaan pola pikir, penguatan tata kelola
kurikulum, pendalaman dan perluasan materi, penguatan proses pembelajaran, dan
penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin kesesuaian antara harapan dan
hasil yang diperoleh. Pengembangan kurikulum menjadi sangat penting sejalan
dengan keberlanjutan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni budaya
serta perubahan masyarakat pada tataran lokal, nasional, regional, dan global di
masa depan. Aneka kemajuan dan perubahan itu melahirkan tantangan internal
dan eksternal yang di bidang pendidikan. Karena itu, implementasi kurikulum
203 merupakan langkah strategis dalam menghadapi globalisasi dan tuntutan
masyarakat Indonesia masa depan.
Menurut Permendikbud nomor 03 tahun 204 “pembelajaran pada
kurikulum 203 menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis
proses keilmuan”. Menurut Atsnan (203: 420) tujuh kriteria dalam pendekatan
cientific sebagai berikut:
2
. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu ; bukan sebatas kira – kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru – siswa terbebas dari prasangka yang serta – merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi siswa dalam memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, tetapi menarik sistem penyajiannya.
Dari kriteria di atas, tampak jelas bahwa kurikulum 203 sangat
mementingkan persiapan guru sebelum mengajar, adanya interaksi edukatif dalam
pembelajaran, serta pemakaian metode mengajar yang mengispirasi siswa untuk
berpikir kritis dalam proses pengembangan pola pikir dan tentunya dengan
memperhatikan penyajian yang sederhana dan menarik. Untuk menjawab
kebutuhan ini tentunya diperlukan adanya upaya peningkatan kualitas dan mutu
pendidikan, baik dari segi pendidik, sarana pendidikan, perangkat pembelajaran
maupun kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang menopang realisasi kebutuhan
pendidikan di lapangan.
Salah satu kecakapan hidup (life kill) yang perlu dikembangkan melalui
proses pendidikan adalah keterampilan berpikir, khususnya berpikir kritis.
Menurut Lambertus (200M: 37) “materi matematika dan keterampilan berpikir
kritis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena materi matematika
3
matematika”. Kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, dan produktif
dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika di sekolah karena
materi-materi matematika menitikberatkan pada sistem, struktur, konsep, prinsip, serta
kaitan yang ketat antara suatu unsur dan unsur lainnya.
Mengenai berpikir di usia remaja, Santrock (202: 24) mengemukakan
bahwa “menurut Piaget, seorang remaja memiliki cara berpikir yang secara
kualitatif sama dengan orang dewasa. Sekitar usia hingga 5 tahun, para
remaja memasuki tahap formal operasional; tahap ini ditandai oleh cara berpikir
yang lebih logis, abstrak, dan idealistik”. Tahap ini lebih tinggi dibanding tahap
berpikir konkret operasional yang terjadi pada anak-anak berusia 7 hingga
tahun sebab anak pada usia tahap konkret operasional masih harus melihat benda
secara konkrit untuk dapat mengoperasikannya. Sehingga dapat dikatakan anak
sekolah pada level SMP sudah mulai dapat menerapkan pola berpikir yang dapat
menggiringnya untuk memahami dan memecahkan permasalahan. Merujuk
pendapat Piaget inilah dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan berpikir
kritis bagi anak usia SMP telah dapat mulai dikenalkan dan dikembangkan.
Berpikir kritis ini merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi
(higher order thinking kill). Syahbana (202: 4M) menyebutkan dalam
penelitiannya bahwa “kemampuan berpikir kritis yang akan diukur berupa
kemampuan mengidentifikasi dan menjastifikasi konsep, mengeneralisasi/
menghubungkan, menganalisis algoritma, dan memecahkan masalah”. Sedangkan
Krulik dan Rudnick (dalam Fachrurazy, 20: 8) “mengemukakan bahwa
4
mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada dalam
situasi ataupun suatu masalah".
Selanjutnya Johnson (2007: 85) mengatakan “tujuan dari berpikir kritis
adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam”. Proses berpikir
mengharuskan keterbukaan pikiran, kerendahan, kesabaran, ulet, cermat, hati-hati,
ingin tahu, menghargai keberadaan orang lain dan mengakui kelebihan orang lain.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat penting bagi
setiap orang yang digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan dengan
berpikir serius, aktif, teliti dalam menganalisis semua informasi yang mereka
terima dengan menyertakan alasan yang rasional sehingga setiap tindakan yang
akan dilakukan adalah benar.
Dari pernyataan Hassoubah (2004: 44) disimpulkan kemampuan berpikir
kritis dirasakan penting karena kemampuan berpikir kritis dapat mendukung siswa
dalam pengambilan keputusan yang benar. Dengan kemampuan ini siswa dapat
mempelajari masalah secara sistematis, merumuskan pertanyaan inovatif dan
merancang solusi orisinal. Secara khusus, kemampuan berpikir kritis sangat
diperlukan dalam pelajaran matematika karena belajar matematika akan melatih
siswa untuk berpikir. Sejalan dengan hal ini, tujuan umum pembelajaran
matematika di sekolah adalah mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi
perubahan dalam kehidupan dan dunia yang selalu berubah dan berkembang
melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, kritis, jujur, efektif
dan dapat menggunakan pola pikir matematis dalam kehidupan sehari-hari dan
dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Dengan alasaan ini kemampuan
5
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan berpikir
kritis siswa masih rendah. Hal ini terlihat dari pemberian dua soal berpikir kritis
kepada 30 siswa kelas VIII SMP N 5 Medan pada tanggal 2 November 204
dengan materi prasyarat untuk lingkaran yaitu garis dan sudut. Skor maksimum
yang dapat diperoleh setiap siswa adalah 8 namun hasilnya skor rata-rata yang
diperoleh siswa secara klasikal adalah 4,2 atau 52,5%. Hal ini menunjukkan
kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah.
Salah satu soal yang diberikan sebagai berikut:
. Diketahui segitiga ABC dengan sudut-sudutnya adalah 500, 600 dan 700
a. Berdasarkan besar ketiga sudutnya, jenis segitiga apakah segitiga ABC?
Jelaskan jawabanmu!
b. Berdasarkan panjang ketiga sisinya, jenis segitiga apakah segitiga ABC?
Jelaskan jawabanmu!
c. Dapatkah kamu menggambarkan segitiga dengan besar sudut 300, 400 dan
500? Jelaskan jawabanmu!
Adapun alternatif jawaban dari soal di atas yaitu:
. a. Jenis segitiga tersebut adalah segitiga lancip karena semua sudutnya
kurang dari M00.
b. Karena ketiga sudutnya berbeda maka panjang ketiga sisi segitiga juga
berbeda. Sehingga jenis segitiga ABC berdasarkan panjang sisi adalah
segitiga sembarang.
c. Tidak, karena jumlah ketiga sudut segitiga harus sama dengan 800.
6
Salah satu jawaban siswa ditunjukkan pada gambar .. memperlihatkan
bahwa siswa belum mampu menyelesaikan soal yang menuntut siswa berpikir
secara kritis. Fakta lain yang menunjukkan lemahnya kemampuan berpikir kritis
siswa adalah dari hasil penelitian Mayadiana (dalam Fachrurazi, 20: 77) yaitu
kemampuan berpikir kritis mahasiswa calon guru SD masih rendah, yakni hanya
mencapai 36,26% untuk mahasiswa berlatar belakang IPA, 26,62% untuk
mahasiswa berlatar belakang Non-IPA, serta 34,06% untuk keseluruhan
mahasiswa. Hal serupa juga disimpulkan dari hasil penelitian Maulana (2008)
bahwa nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa program D2 PGSD
kurang dari 50% skor maksimal. Dari kondisi ini jika kemampuan berpikir kritis
calon guru Sekolah Dasar (SD) saja sudah rendah, tentunya akan berimbas pada
pendidikan di tingkat SD. Kalau kondisi ini terus dibiarkan, maka dikhawatirkan
siswa-siswa Indonesia akan terus-menerus terbelakang dalam kemampuan
berpikir kritis dan semakin sulit mengimbangi perkembangan global yang
semakin pesat.
Jawaban siswa salah dan alasan siswa juga masih salah. Dalam hal ini siswa belum dapat menerapkan konsep sudut dalam menentukan jenis segitiga
7
Gambar 1.1. Proses Jawaban Tes erpikir Kritis Siswa
Rendahnya kemampuan berpikir ini disebabkan banyak hal. Salah satunya
adalah kondisi sekolah-sekolah di Indonesia yang belum membiasakan siswanya
untuk berpikir (khususnya berpikir kritis) melalui pembelajaran yang diterapkan.
Seperti kata Syahbana (202: 46) bahwa “sedikit sekolah yang mengajarkan
siswanya berpikir kritis. Sekolah justru mendorong siswa memberi jawaban yang
benar dari pada mendorong mereka memunculkan ide-ide baru atau memikirkan
ulang kesimpulan-kesimpulan yang sudah ada”. Sehingga dapat dikatakan bahwa
salah satu penyebab rendahnya kemampuan berpikir kritis adalah proses
pembelajaran di sekolah.
Selain kemampuan berpikir kritis pada ranah kognitif diperlukan juga
aspek afektif sebagai oft kill dalam matematika. Afrilianto & Rosyana (204:
47) menyebutkan ”soft kill matematik sebagai komponen proses berpikir
matematik dalam ranah afektif ditandai dengan perilaku afektif yang ditampilkan
seseorang ketika melaksanakan hard kill matematik. Perilaku afektif tersebut
berkaitan dengan istilah disposisi”. Disposisi matematis dapat dimaknai sebagai
kesukaan dan apresiasi terhadap matematika, kecenderungan untuk berfikir dan
bertindak dengan positif, termasuk kepercayaan terhadap diri sendiri, ketekunan
serta antusias dalam belajar, gigih dalam menghadapi permasalahan, fleksibel,
mau berbagi dengan orang lain, serta reflekstif dalam kegiatan matematik.
Disposisi sangat penting perannya dalam membuat pembelajaran
matematika berjalan baik. Bahkan lebih dari itu, disposisi matematis berperan
dalam membuat siswa menikmati pembelajaran matematika dan pada gilirannya
8
kehidupannya sehari-hari. Seperti kata Nurjaman (204: 377) bahwa “disposisi
matematik akan memberi banyak manfaat diantaranya, tranfer of knowledge
terhadap siswa akan berjalan sesuai yang diharapkan, suasana pembelajaran
menjadi menyenangkan yang pada akhirnya akan menghasilkan hasil yang
maksimal serta guru akan lebih semangat dalam menjalankan tugasnya di kelas”.
Disposisi matematis memiliki peran yang esensial dalam pembelajaran
matematika di sekolah. Seperti pendapat Husen (204: 482) bahwa “esensialitas
disposisi matematis siswa akan terwujud jika disposisi dipandang sebagai salah
satu faktor yang turut menentukan keberhasilan belajar siswa. Sejalan dengan hal
tersebut, dalam proses belajar siswa cenderung membutuhkan rasa percaya diri
dan kegigihan dalam menghadapi setiap masalah yang diberikan”. Dari
pernyataan ini disimpulkan bahwa kepercayaan diri, ketekunan, kegigihan,
keingintahuan dan sikap reflektif sangat diperlukan dalam pembelajaran
matematika.
Dari penjelasan di atas, tampak pentingnya disposisi matematis siswa
dalam belajar matematika. Namun kondisi di lapangan belum sesuai harapan. Dari
hasil pemberian angket disposisi matematis kepada 30 siswa SMP N 5 Medan
pada tanggal 2 November 204. Hasil angket tersebut menunjukkan bahwa 30%
siswa belum percaya diri dalam menggunakan matematika, hanya 20% siswa yang
tekun dalam mengerjakan tugas-tugas matematika, 35% siswa memiliki rasa ingin
tahu dalam bermatematika, 32% siswa melakukan refleksi terhadap cara berpikir
dan kinerja pada diri sendiri dalam belajar matematika, dan 56% mengaplikasikan
matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dari angket ini dapat disimpulkan
M
Selanjutnya hasil wawancara penulis dengan guru matematika di SMP N
5 Medan yaitu Amalia Ramli, S. Pd. pada tanggal 5 November 204 di lokasi
sekolah, terungkap fakta bahwa ada beberapa permasalahan yang dijumpai dalam
pembelajaran matematika, diantaranya: guru masih mendominasi pembelajaran
sehingga siswa cenderung pasif dan menerima saja, siswa kurang merespon
pertanyaan guru saat pembelajaran matematika, pembelajaran belum diarahkan
untuk membangun pengetahuan dalam diri siswa sehingga proses berpikir kritis
siswa cenderung tidak aktif, siswa cenderung mengindari matematika dan siswa
tidak tertarik menjawab soal-soal matematika.
Permasalahan di atas akhirnya mengerucut pada penilaian bahwa
matematika adalah pelajaran yang sulit dan tidak menarik untuk dikuasai. Siswa
kurang berminat belajar matematika. Apabila dihadapkan dengan soal-soal
matematika, siswa cenderung menghindarinya. Siswa cenderung takut kalau mulai
belajar matematika, dan siswa menjauhi guru-guru matematika. Fakta rendahnya
ketertarikan siswa terhadap matematika didukung oleh penelitian Kusumawati
(dalam Nuraina, 202) yang menunjukkan persentase skor rerata disposisi
matematis pada siswa SMP sebanyak 2M7 orang di kota Palembang dengan
peringkat tinggi, sedang, dan rendah baru mencapai 58 persen dan diklasifikasikan
pada kategori rendah.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, dikhawatirkan siswa semakin tidak
mengerti matematika mengingat matematika adalah ilmu yang berjenjang. Jika
pada materi pertama siswa tidak tuntas, maka pada materi selanjutnya siswa akan
0
lama semakin besar hingga terbentuk opini di benak siswa bahwa mata pelajaran
matematika itu susah, tidak menarik, dan menyulitkan.
Menurut Liberna (202: M) “alasan mendasar mengapa matematika
dianggap pelajaran yang menyulitkan adalah karena faktor dalam diri peserta
didik itu sendiri. Faktor ini sebagian besar berasal dari pikiran mereka”. Mereka
telah tersugesti dengan pikirannya sendiri atau bahkan mereka mensugesti
pikirannya sendiri kalau matematika itu menyulitkan. Akhirnya tidak ada
sedikitpun usaha untuk mengerjakan sendiri dan lebih memilih untuk mencontek
temannya.
Menyadari akan pentingnya kemampuan berpikir kritis dan disposisi
matematis dan pada waktu yang sama kedua variabel ini rendah, maka dapat
ditemukan adanya masalah pada kedua variabel ini. Oleh sebab itu guru harus
melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut. Upaya yang dapat
dilakukan diantaranya merubah paradigma pembelajaran ke arah konstruktivis,
membahas masalah secara komprehensif pada forum MGMP, serta memperbaiki
kualitas pendidikan melalui proses pembelajaran.
Menurut Wahyudi (200: 07) “kualitas pendidikan ditentukan oleh
berbagai faktor dominan antara lain; guru, kepemimpinan kepala sekolah, sarana
dan perasarana sekolah termasuk kelengkapan buku, media/alat pembelajaran,
perpustakaan sekolah, tanpa terkecuali kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan
peserta didik”. Dari pendapat Wahyudi salah satu komponen yang sangat penting
dalam kualitas pendidikan adalah perangkat pembelajaran. Kualitas perangkat
Perangkat yang berkualitas adalah perangkat pembelajaran memenuhi
kriteria valid, praktis dan efektif. Dari pernyataan Akker (dalam Rochmad, 202:
68) disimpulkan bahwa kriteria kualitas suatu perangkat yaitu kevalidan (validity),
kepraktisan (practically), dan keefektifan (effectivene). Sehingga dapat
dinyatakan bahwa perangkat yang berkualitas adalah yang memenuhi ketiga aspek
tersebut. Selanjutnya dari pernyataan Tati, dkk. (200M: 78) disimpulkan bahwa
validitas diperoleh dari validasi perangkat oleh pakar (expert) dan teman sejawat
berisikan validasi isi (content), konstruk dan bahasa. Selanjutnya kepraktisan
berarti bahwa perangkat pembelajaran dapat diterapkan oleh guru sesuai dengan
yang direncanakan dan mudah dipahami oleh siswa. Sedangkan keefektifan dilihat
dari hasil penilaian autentik yang meliputi penilaian terhadap proses pembelajaran
dan hasil belajar.
Selanjutnya mengenai perangkat pembelajaran, menurut Trianto (20:
20) “perangkat pembelajaran yang diperlukan dalam mengelola proses belajar
mengajar dapat berupa: silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
Lembar Kegiatan Siswa (LKS), Instrumen Evaluasi atau Tes Hasil Belajar (THB),
media pembelajaran serta buku ajar siswa”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perangkat pembelajaran meliputi sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan
pedoman yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Beberapa perangkat
pembelajaran yang lazim didengar adalah silabus, RPP, LKS, bahan ajar dan alat
evaluasi.
Berdasarkan analisis yang peneliti lakukan terhadap perangkat yang
digunakan di SMP N 5 Medan, terdapat beberapa kelemahan pada perangkat
2
indikator yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selanjutnya
model pembelajaran yang tertulis di RPP tidak diterapkan secara benar di
lapangan atau dengan kata lain guru membuat model pembelajaran tidak
terlaksana sebagaimana mestinya. RPP yang dipakai sebagai rencana
pembelajaran tidak pernah divalidasi oleh pakar, sehingga kevalidan RPP tidak
diketahui oleh guru. RPP disusun secara umum saja tanpa memperhatikan
karakteristik siswa dan daya dukung pembelajaran lain.
Kelemahan selanjutnya terkait dengan buku siswa. Dari analisis yang
dilakukan peneliti pada materi lingkaran, buku yang digunakan siswa
memaparkan materi lingkaran secara langsung dan tidak mengarahkan siswa
membangun pengetahuannya sendiri. Buku tidak menyajikan masalah-masalah
yang dapat melatih kemampuan berpikir siswa. Buku tidak menyajikan peta
konsep sehingga materi belum dipetakan secara jelas dan guru tidak memiliki
buku pegangan guru sehingga aspek kepraktisan buku belum terpenuhi. Selain itu,
contoh soal pada buku siswa juga masih soal-soal rutin. Oleh sebab itu, buku guru
dan siswa perlu dikembangkan untuk memperbaiki kondisi di atas. Kondisi buku
siswa dapat dilihat pada gambar .2.
Kelemahan selanjutnya adalah lembar kerja siswa (LKS) yang dipakai
siswa berisi soal-soal rutin yang dapat diselesaikan dengan hanya menggunakan
rumus, sedangkan kemampuan berpikir kritis dilatih dari pemberian soal-soal
nonrutin. LKS juga tanpa warna dan tidak menarik. Selanjutnya hasil belajar
siswa dari pemberian latihan soal dari LKS belum memuaskan, sehingga aspek
efektivitas dari LKS belum tercapai. Oleh sebab itu, perlu dikembangkan LKS
4
Gambar 1.2 uku Siswa Pada Materi Lingkaran
Kelemahan-kelemahan ini menunjukkan perangkat pembelajaran yang
digunakan guru dalam proses pembelajaran belum memenuhi kriteria valid,
praktis dan efektif. Oleh sebab itu wajarlah jika kemampuan berpikir kritis dan
disposisi siswa masih rendah. Dengan mengembangkan perangkat pembelajaran
yang memenuhi kriteria tersebut di atas diharapkan menjadi solusi untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengembangkan
perangkat pembelajaran dapat menjadi solusi untuk meningkatkan suatu
kemampuan tertentu. Penelitian Yulianti dkk. (200) telah berhasil
mengembangkan perangkat pembelajaran peluang berbasis reciprocal teaching
untuk melatih kemampuan berpikir kritis. Selanjutnya Suryanatha (203) telah
mengembangkan perangkat pembelajaran “IKRAR” berorientasi kearifan lokal
yang berhasil meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa.
Penelitian terdahulu ini menambah keyakinan bahwa dengan mengembangkan
perangkat pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Menurut Romadhoni (20: ) “salah satu cara meningkatkan kemampuan
siswa adalah dengan memilih dan menetapkan model pembelajaran yang sesuai
dengan kondisi pembelajaran dan tujuan yang ingin dicapai serta karakteristik dari
siswa”. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis
maka dipilih pendekatan yang dapat membantu siswa untuk menciptakan iklim
berpikir dan membuat siswa tertarik dengan matematika. Pendekatan yang dipilih
hendaknya disesuaikan dengan metode, media dan sumber belajar lainnya yang
5
secara optimal, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman belajar dalam
rangka menumbuhkembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotornya.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang memfokuskan pembelajaran
pada siswa adalah pendekatan penemuan terbimbing. Dari pendapat Khulthau
(2007: 2) disimpulkan penemuan terbimbing adalah pendekatan pembelajaran
dimana siswa menemukan dan menggunakan berbagai sumber informasi dan
ide-ide untuk meningkatkan pemahaman mereka mengenai suatu permasalahan, topik
dan isu. Sedangkan dari pernyataan Mulyasa (dalam Hamzah & Muhlisrarini,
204: 244) disimpulkan pendekatan penemuan terbimbing adalah pendekatan
yang mampu menggiring peserta didik untuk menyadari apa yang telah
didapatkan selama belajar. Penemuan terbimbing menempatkan peserta didik
sebagai subjek belajar yang aktif. Selanjutnya salah satu prinsip penemuan
terbimbing menurut Kuhlthau (2007: 25) adalah “children develop higher order
thinking through guidance at critical point in the learning proce”. Makna
pernyataan ini adalah prinsip ini menjelaskan bahwa siswa dapat mengembangkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi melalui bimbingan pada titik kritis dalam
proses pembelajaran.
Dari pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pada pendekatan
penemuan terbimbing tampak adanya proses perubahan dari pembelajaran siswa
pasif menjadi aktif, kemudian adanya proses rangsangan siswa untuk bertanya,
mencari tahu, dan mencari jawaban dalam proses pembelajaran. Dalam
mengaplikasikan pendekatan penemuan terbimbing, guru berperan sebagai
6
aktif. Guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa
sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Dengan penerapan pendekatan penemuan terbimbing kegiatan
pembelajaran merubah pembelajaran yang teacher oriented menjadi tudent
oriented. Dalam pendekatan penemuan terbimbing, guru harus memberikan
kesempatan siswanya untuk menjadi seorang problem olver, seorang saintis,
historin, dan ahli matematika. Kemudian dapat membangun kepercayaan diri,
minat dan ketertarikan siswa kepada matematika, sehingga dengan menerapkan
pendekatan penemuan terbimbing dalam pembelajaran diharapkan dapat membuat
siswa semakin menyukai matematika.
Berdasarkan paparan di atas, penulis melakukan penelitian dengan judul
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berbasis Pendekatan
Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan
Disposisi Matematis Siswa SMP Negeri 5 Medan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah,
dapat dilakukan identifikasi masalah:
. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa rendah.
2. Disposisi matematis siswa masih rendah
3. Pembelajaran yang terlaksana adalah pembelajaran yang berpusat pada guru,
guru mendominasi pembelajaran sehingga keterlibatan siswa dalam proses
7
4. Dalam proses pembelajaran, siswa belum membangun sendiri pengetahuan
dalam dirinya.
5. Perangkat pembelajaran yang digunakan guru belum memenuhi kriteria valid
dan efektif.
6. Respon siswa terhadap proses pembelajaran matematika belum positif
7. Siswa tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk memahami matematika
dan cenderung mengindari matematika
8. Siswa kurang tertarik menyelesaikan soal-soal matematika sehingga siswa
cenderung mencontek hasil pekerjaan temannya yang telah selesai
1.3 atasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa masih rendah.
2. Disposisi matematis siswa masih rendah
3. Perangkat pembelajaran yang digunakan guru belum memenuhi kriteria valid
dan efektif.
4. Dalam proses pembelajaran, siswa belum membangun sendiri pengetahuan
dalam dirinya.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah yang diajukan
8
. Bagaimana produk perangkat pembelajaran yang valid dan efektif yang
dikembangkan berbasis pendekatan penemuan terbimbing untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis?
2. Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis
dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang sudah dikembangkan
berbasis pendekatan penemuan terbimbing?
Untuk menjawab masalah di atas, beberapa pertanyaan penelitian yang
yang perlu dijawab adalah sebagai berikut:
. Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan perangkat
yang dikembangkan berbasis pendekatan penemuan terbimbing?
2. Bagaimana peningkatan disposisi matematis siswa dengan perangkat yang
dikembangkan berbasis pendekatan penemuan terbimbing?
3. Bagaimana aktivitas aktif siswa dengan pendekatan penemuan terbimbing?
4. Bagaimana respon siswa terhadap perangkat pembelajaran dengan
pendekatan penemuan terbimbing?
5. Bagaimana proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal berpikir kritis?
1.5 Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan perangkat
pembelajaran matematika berbasis penemuan terbimbing untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa. Tujuan umum ini dapat
dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan yang lebih khusus sebagai berikut:
. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan
M
2. Untuk mengetahui peningkatan disposisi matematis siswa dengan perangkat
yang dikembangkan berbasis pendekatan penemuan terbimbing.
3. Untuk mengetahui aktivitas siswa dengan pendekatan penemuan terbimbing.
4. Untuk mengetahui respon siswa terhadap perangkat pembelajaran dengan
pendekatan penemuan terbimbing.
5. Untuk mengetahui proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal berpikir
kritis.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini adalah:
. Memberikan informasi tentang kemampuan berpikir kritis siswa pada materi
pokok lingkaran
2. Memberikan informasi tentang disposisi matematis siswa SMP sebagai bahan
pertimbangan bagi para pendidik untuk meningkatkan disposisi matematis
3. Tersedianya perangkat pembelajaran berbasis pendekatan penemuan
terbimbing untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
4. Menjadikan acuan bagi guru dalam mengimplementasikan pengembangan
perangkat pembelajaran berbasis pendekatan penemuan terbimbing untuk
materi lain yang relevan diajarkan dengan pendekatan penemuan terbimbing
5. Memberikan referensi dan masukan bagi pengayaan ide-ide penelitian
mengenai kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis di masa yang
akan datang.
20
Untuk mempermudah pemahaman terhadap istilah-istilah dalam penelitian
ini, maka diberikan penjelasan tentang istilah yang digunakan.
. Pengembangan perangkat pembelajaran adalah proses untuk mendapatkan
perangkat pembelajaran yang baik, sesuai dengan langkah-langkah pada model
pengembangan perangkat pembelajaran yang digunakan.
2. Perangkat pembelajaran adalah sekumpulan alat pendukung pembelajaran
(rencana pelaksanaan pembelajaran, buku ajar, lembar kegiatan siswa, dan alat
evaluasi) yang memungkinkan siswa dan guru melakukan kegiatan
pembelajaran.
3. Kemampuan berpikir kritis matematis adalah kecakapan berpikir dalam belajar
matematika yang masuk akal dan reflektif pada seseorang untuk mengambil
suatu kesimpulan yang masuk akal, memiliki kredibilitas, menyesuaikan
dengan kondisi secara menyeluruh, relevan dengan ide lama, menemukan ide
baru sebagai alternatif serta peka terhadap ilmu lain. Indikator berpikir kritis
meliputi identifikasi, generalisasi, algoritma dan pemecahan masalah.
4. Disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada
diri siswa untuk belajar dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika.
Indikator untuk mengukur disposisi matematis adalah () percaya diri dalam
menggunakan matematika, (2) komunikasi dalam menyelesaikan tugas
matematika, (3) tekun dalam mengerjakan tugas-tugas matematika, (4)
memiliki rasa ingin tahu dalam bermatematika, (5) melakukan refleksi
terhadap cara berpikir dan kinerja pada diri sendiri dalam belajar matematika,
dan (6) mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
2
pemenuhan indikator kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis ke
arah kategori kemampuan lebih baik sesuai kriteria yang ditetapkan melalui
proses perbaikan pengembangan perangkat pembelajaran dan refleksi praktek
pembelajaran.
6. Pendekatan penemuan terbimbing adalah sebuah pendekatan pembelajaran
yang berorientasi ilmiah, menuntut siswa berpikir tentang fakta dan kondisi
yang mereka hadapi serta berfokus pada keterlibatan aktif siswa guna
meningkatkan motivasi serta mendapatkan pemahaman mendalam tentang
suatu masalah, topik atau isu. Pendekatan penemuan terbimbing mendorong
siswa menemukan dan menggunakan sumber informasi yang beragam dan
ide-ide untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang prinsip dan konsep.
7. Keefektifan pembelajaran dilihat dari indikator-indikator pencapaian tujuan
yang diharapkan, yang ditunjukkan dengan: (i) ketercapaian ketuntasan belajar
siswa yaitu apabila lebih dari atau sama dengan 85% siswa dinyatakan telah
memiliki kemampuan berpikir kritis dengan skor rerata paling kecil 2,67
(kategori tuntas); (ii) aktivitas siswa selama kegiatan belajar memenuhi
kriteria toleransi waktu ideal yang ditetapkan; (iii) lebih besar atau sama
dengan 80% respon siswa positif terhadap komponen-komponen perangkat
pembelajaran dan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif jika
ketiga indikator tersebut dipenuhi.
8. Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran yang
ditunjukkan dengan aktivitas verbal dan nonverbal. Aktivitas siswa dapat
22
mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru/teman, membaca buku siswa
atau LKS, mencatat penjelasan guru, mencatat dari buku atau dari teman,
menyelesaikan masalah pada LKS, merangkum pekerjaan kelompok,
beriskusi/bertanya antara siswa dan temannya, dan antara siswa dan guru,
menarik kesimpulan suatu prosedur atau konsep, dan aktivitas yang tidak
relevan dengan pembelajaran seperti: percakapan di luar pelajaran,
berjalan-jalan di luar kelompok, dan mengerjakan sesuatu di luar topik pembelajaran.
M. Respon siswa adalah pendapat siswa terhadap komponen pembelajaran yang
diterapkan seperti senang atau tidak senang, baru atau tidak baru, minat siswa
mengikuti pembelajaran pada kegiatan pembelajaran berikutnya, dan komentar
207
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah diperoleh dapat diuraikan kesimpulan
sebagai berikut.
1. Perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan meliputi
a. Rencana Perangkat Pembelajaran (RPP) yang terdiri dari 2 RPP yang
masing-masing di-setting untuk dua pertemuan. Alokasi waktu untuk pada
RPP terdiri dari 3 atau 2 Jam Pelajaran. RPP yang dihasilkan telah melalui
proses validasi dari ahli. Kegiatan pembelajaran pada RPP didesaian
berbasis pendekatan penemuan terbimbing, sehingga langkah-langkah
pembelajaran disesuaikan dengan pendekatan penemuan terbimbing.
b. Isi Buku Petunjuk Guru (BPG) mengacu pada pendekatan penemuan
terbimbing. Dalam BPG diberikan sekilas tentang pendekatan penemuan
terbimbing. Selain itu dipaparkan mengenai petunjuk pelaksanaan
pembelajaran untuk empat kali pertemuan. Hal ini dilakukan agar guru
benar-benar memahami pelaksanan pendekatan pembelajaran ini di
lapangan. Pada BPG dipaparkan penyelesaian soal-soal untuk membantu
guru dalam proses pembelajaran. BPG pada penelitian ini telah melalui
proses validasi ahli dan revisi serta telah dilakukan pembelajaran
menggunakan BPG ini sebanyak dua kali uji coba.
c. Buku Siswa (BS) tidak jauh berbeda dengan BPG. BS berkaitan erat
dengan lembar kerja siswa (LKS). Masalah-masalah penemuan pada BS
diselesaikan siswa pada LKS. BS pada penelitian ini telah melalui proses
208
validasi ahli dan revisi serta telah dilakukan pembelajaran menggunakan
BS sebanyak dua kali uji coba.
d. LKS dalam penelitian ini adalah LKS yang berisi masalah-masalah yang
menuntun siswa menemukan konsep-konsep materi lingkaran. LKS
dirancang berkaitan dengan BS. LKS dirancang untuk setiap pertemuan,
sehingga LKS berjumlah 4 LKS. LKS pada penelitian ini telah melalui
proses validasi ahli dan revisi serta telah dilakukan pembelajaran
menggunakan LKS sebanyak dua kali uji coba.
e. Tes kemampuan berpikir kritis terdiri dari 4 soal pretes dan 4 soal
posttest. Tes dirancang sesuai indikator berpikir kritis yaitu identifikasi,
generalisasi, algoritma dan pemecahan masalah. Tes telah melalui proses
validasi oleh ahli dan validasi lapangan untuk melihat validitas statistik
tes. Tes yang dihasilkan telah memenuhi kriteria valid dan reliable.
Pemberian tes guna melihat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa
sebelum dan sesudah diterapkannya perangkat pembealajaran yang
dikembangkan.
f. Angket disposisi matematis yang telah berhasil dikembangkan terdiri dari
24 butir pernyatan yang disusun dari 6 indikator disposisi matematis.
Setiap indikator diwakili oleh 2 pernyatan positif dan 2 pernyataan
negatif. Angket ini telah melalui proses validasi oleh ahli dan validasi
lapangan untuk melihat validitas statistik angket. Angket yang dihasilkan
telah memenuhi kriteria valid dan reliable. Pemberian angket guna
melihat peningkatan disposisi matematis siswa sebelum dan sesudah
209
2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa diperoleh dari peningkatan
rata-rata indikator kemampuan berpikir kritis siswa pada uji coba 1, pada uji
coba 2 dan dari uji coba 1 ke uji coba 2.
a. Pada uji coba 1 peningkatan indikator identifikasi yaitu sebesar 2,38,
peningkatan indikator generalisasi sebesar 1,81, peningkatan pada
indikator algoritma sebesar 1,38 dan peningkatan indikator pemecahan
masalah yaitu sebesar 1,33. Kemudian peningkatan prosentase siswa yang
tuntas sebesar 12,5% yaitu dari 62,5% menjadi 75%.
b. Pada uji coba 2 peningkatan indikator identifikasi sebesar 1,59,
peningkatan indikator generalisasi sebesar 1,06, peningkatan terendah
terlihat pada indikator algoritma sebesar 0,24, peningkatan indikator
pemecahan masalah terdapat peningkatan sebesar sebesar 1,14. Kemudian
peningkatan prosentase siswa yang tuntas sebesar 20,6% yaitu dari 64,7%
menjadi 85,3%.
c. Dari uji coba 1 ke uji coba 2 peningkatan indikator identifikasi terlihat
sebesar 0,88, peningkatan indikator generalisasi sebesar 1,00, peningkatan
indikator algoritma sebesar 0,97, dan peningkatan indikator pemecahan
masalah sebesar 0,39.
3. Peningkatan disposisi matematis siswa diperoleh dari peningkatan rata-rata
indikator disposisi matematis pada uji coba 1, pada uji coba 2 dan dari uji
coba 1 ke uji coba 2.
a. Peningkatan rerata disposisi matematis siswa pada uji coba 1, yaitu dari
210
disimpulkan rata-rata disposisi matematis siswa pada uji coba 1
meningkat sebesar 0,49 poin
b. Peningkatan rerata disposisi matematis siswa pada uji coba 2, yaitu dari
12,63 sebelum pembelajaran menjadi 13,16 pada uji coba 2. Sehingga
disimpulkan rata-rata disposisi matematis siswa pada uji coba 2
meningkat sebesar 0,54 poin.
c. Peningkatan rerata disposisi matematis siswa antar uji coba, yaitu dari
12,80 pada uji coba 1 menjadi 12,89 pada uji coba 2. Sehingga
disimpulkan rata-rata disposisi matematis siswa antara uji coba 1 dan uji
coba 2 meningkat sebesar 0,09 poin
4. Hasil aktivitas aktif siswa dengan menggunakan perangkat pada uji coba 1
menunjukkan bahwa terdapat 4 kategori prosentase waktu aktivitas siswa
yang telah mencapai prosentase waktu ideal yang ditetapkan dan terdapat 1
kategori prosentase waktu yang belum memenuhi prosentase waktu ideal,
yaitu kategori aktivitas membaca buku siswa dan LKS. Sedangkan pada uji
coba 2 sekuruh kategori aktivitas telah mencapai prosentase waktu ideal yang
ditetapkan.
5. Hasil respon siswa terhadap perangkat pembelajaran pada uji coba 1 sebesar
92,66% dan pada uji coba 2 sebesar 98,53%. Persentase pada kedua uji coba
memenuhi kriteria yang ditetapkan yaitu lebih besar atau sama dengan 80%.
6. Proses jawaban siswa untuk uji coba 1 sebagian besar siswa telah mampu
mengidentifikasi dan menggunakan rumus namun, siswa masih kesulitan
211
kemampuan siswa dalam mengidentifikasi, mengeneralisasi, menggunakan
rumus dan melakukan pemecahan masalah sudah meningkat.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa saran
sebagai berikut.
1. Dalam pembentukan kelompok diskusi disarankan untuk tidak hanya
memperhatikan heterogenitas, akan tetapi juga kenyamanan siswa dalam
kelompok.
2. Suasana kelas yang kurang kondusif karena jam pelajaran matematika yang
berada setelah jam pelajaran olahraga membuat siswa merasa lelah, sehingga
kurang maksimal dalam pembelajaran sehingga disarankan untuk
memberikan alokasi waktu yang tepat mengingat matematika adalah mata
pelajaran yang kurang diminati siswa.
3. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis disarankan agar guru
berfokus pada peningkatan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. Hal
ini terlihat dari rendahnya skor pemecahan masalah siswa.
4. Untuk meningkatkan disposisi matematis siswa disarankan agar guru
berfokus pada peningkatan indikator tekun dalam mengerjakan tugas