• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Petani Sayuran Kasus Petani Sayuran di Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberdayaan Petani Sayuran Kasus Petani Sayuran di Sulawesi Selatan"

Copied!
266
0
0

Teks penuh

(1)

KASUS PETANI SAYURAN

DI SULAWESI SELATAN

LUKMAN HAKIM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi saya dengan judul: ” Pemberdayaan Petani Sayuran: Kasus Petani Sayuran di Sulawesi Selatan,” adalah karya sendiri dengan arahan komisi pebimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tulisan ini

Bogor, November 2007

(3)

ABSTRACT

LUKMAN HAKIM, 2007. Empowerment of the vegetable farmers: Case study of the vegetable farmers in South Sulawesi. Supervised by BASITA GINTING SUGIHEN, PRABOWO TJITROPRANOTO, PANG S. ASNGARI

One of important problem faced by national agriculture is lack of quality of farmers. Farmers have inability to utilize the farming resourcess effeciently. So it is important to improve the empowerment of farmers in order to develop their manegement of farming. The objectives of this study are: (1) to understand the nature of empowerment for vegetable farmers within their group; (2) to measure correlation between empowerment pattern, personality, social envioriment, informational access and farmers group dynamic and the level of productivity; (3) to measure correlation between group dynamics and productivity and, (3) to formulate empowerment strategy through group approach.

This study was conducted at two district areas Gowa and Enrekang at South Sulawesi Province. Primary data were obtained from 240 respondents from members of group farmer who their business mostly cultivate vegetable. Variabels used in this research are individual characteristics (X1), empowerment pattern (X2), personality (X3), social envioriment (X4), informational access (X5), farmers group dynamic (Y1), and the level of produtivity (Y2). Quantitative analysis and qualitative-descriptive analysis are employed to explain the results of the research. The measurement of variables in this research use ordinal scale

The level of farmer empowerment within group is low, that means farmers have lack capability to develop team work and task cordination. The main aspects contribute to the deficiency of group dynamic are lack of initiative and participation of members. Factors such as empowerment pattern, personality, social envioriment, access to information and the level of productivity are still low and they influence the level of farmers empowerment within group.. The correlation analysis of variables show that individual characteristics of farmers such as formal education,and empowerment pattern variables, personality, social envioriment and access to information significantly and positively related to farmers group dynamic. There are four variabels which positively influence group dynamics. These are: empowerment pattern; level of farmers’ personality; social environment; and access to informations. It is concluded that four variables can be developed to improve the level of farmers empowerment within group.

The level of farmers productivity is still low. It is implied that the capability of farmers in cultivating vegetable is underdeveloped. The analysis of the relationship between variabels in the model of farmer development toward farmer’s productivity, shows that variabels of working network, self confident, cultural norms, accurate information, group function and group development, affect significantly to farmers’ productivity. This means these variabels have significant play role toward farmers’ productivity. Farmers’ productivity is still low and it should be developed through more dynamic extension education activities. This means that these variables have significant role to improve farmers productivity.

(4)

LUKMAN HAKIM, 2007: Pemberdayaan Petani Sayuran: Kasus Petani Sayuran di Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh BASITA GINTING SUGIHEN (Ketua Komisi Pembimbing) , PRABOWO TJITROPRANOTO dan PANG S. ASNGARI (Anggota Komisi Pembimbing).

Salah satu masalah pertanian nasional secara umum adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia petani Indonesia. Petani masih dihadapkan pada keterbatasan kemampuan memanfaatkan potensi sumber daya tani yang tersedia. Oleh karena itu, perlu meningkatkan keberdayaan petani dalam mengembangkan usahanya. Tujuan penelitian adalah: (1) mengetahui tingkat keberdayaan petani dalam kelompok tani; (2) mengukur hubungan pola pemberdayaan, ciri kepribadian, lingkungan sosial dan akses informasi dengan dinamika kelompok; (3) mengukur hubungan antara dinamika kelompok tani dengan tingkat produktivitas kerja, dan (4) perumusan strategi pemberdayaan petani sayuran melalui kelompok.

Penelitian dilakukan pada dua wilayah kabupaten yakni Kabupaten Gowa dan Kabupaten Enrekang di Sulawesi Selatan. Data primer diperoleh dari 240 orang responden dari jumlah populasi sebanyak 2.200 orang anggota kelompok tani yang sebagian besar kegiatan usahataninya adalah budi daya tanaman sayuran. Peubah penelitian adalah karakteristik individu (X1), pola pemberdayaan (X2), ciri kepribadian (X3), lingkungan sosial (X4), akses pada informasi (X5), dinamika kelompok tani (Y1), dan tingkat produktivitas kerja (Y2). Analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif digunakan untuk menjelaskan hasil penelitian.

. Keberdayaan petani dalam kelompok adalah tergolong rendah, yang berarti kemampuan petani mengembangkan kerjasama dan kordinasi tugas dalam kelompok masih rendah. Kelemahan utama dalam mengembangkan dinamika kelompok adalah kurangnya inisiatif dan partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberdayaan petani dalam kelompok juga berada pada kategori rendah, seperti faktor pola pemberdayaan, ciri kepribadian, lingkungan sosial, akses pada informasi dan tingkat produktivitas kerja petani. Hasil analisis hubungan antar peubah menunjukkan bahwa karakteristik individu petani yakni tingkat pendidikan formal, dan peubah pola pemberdayaan, kepribadian petani, lingkungan sosial dan akses pada informasi menunjukkan hubungan yang positif dan nyata dengan dinamika kelompok tani. Terdapat empat peubah bebas yang berpengaruh positif terhadap dinamika kelompok yakni pola pemberdayaan, kepribadian petani, lingkungan sosial, dan akses pada informasi, artinya keempat peubah tersebut dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan keberdayaan petani dalam kelompok.

Tingkat produktivitas kerja petani masih rendah, yang berarti kemampuan petani meningkatkan kinerjanya dalam kegiatan produksi dan budidaya tanaman sayuran kurang dikembangkan Analisis hubungan antar peubah dalam model pengembangan tingkat produktivitas kerja petani menunjukkan bahwa peubah jaringan kerja, percaya diri, norma budaya, akurasi informasi, fungsi kelompok, dan pembinaan kelompok merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat produktivitas kerja petani. Hal ini berarti bahwa peubah tersebut memiliki peran yang sangat menentukan terhadap peningkatan produktivitas kerja petani.

(5)

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2007 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

PEMBERDAYAAN PETANI SAYURAN

KASUS PETANI SAYURAN

DI SULAWESI SELATAN

LUKMAN HAKIM

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. (Ris). Dr. Ign.Djoko Susanto, SKM, APU Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si

(8)

Judul Disertasi : Pemberdayaan Petani Sayuran:

Kasus Petani Sayuran di Sulawesi Selatan

Nama : LUKMAN HAKIM

NIM : P.061040021

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir.Basita Ginting Sugihen, MA Ketua

Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, MSc Prof. Dr. H.Pang S Asngari

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Komunikasi Dekan Sekolah Pascasarjana dan Pengembangan Masyarakat

(9)

Syukur Alhamdulillah Penelitian “Pemberdayaan Petani Sayuran: Kasus Petani Sayuran di Sulawesi Selatan“ telah penulis rampungkan berdasarkan hasil penelitian lapang dari Desember 2006 sampai April 2007.

Penelitian ini sebagai bahan disertasi penulis sebagai mahasiswa S3 Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Angkatan 2004, yang dibimbing oleh Dr.Ir. Basita Ginting Sugihen, MA, Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, MSc dan Prof. Dr. H. Pang S. Asngari. Penelitian terhadap petani sayuran berawal dari keprihatinan peneliti terhadap kehidupan petani secara keseluruhan yang tak kunjung dapat menikmati tingkat kehidupan yang lebih baik. Berdasarkan kajian informasi dan pustaka, nasib petani sebagian besar masih memprihatinkan dan kurang mendapat perhatian besar dalam kebijakan pembangunan di Indonesia. Oleh sebab itu, penelitian ini berfokus pada upaya pemberdayaan petani agar mereka dapat dibantu kemampuannya agar mereka mampu membantu diri dan keluarga mereka sendiri dimasa yang akan datang.

Terima kasih kepada petani dan penyuluh yang telah membantu memberi data tentang kehidupan mereka sendiri dan menemani peneliti di bawah hujan lebat dan terik matahari menyusuri kampung dan kebun di daerah ketinggian Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Gowa. Terima kasih pula kepada dosen komisi pembimbing disertasi yang telah membimbing penulis dan memberi masukan dalam penelitian disertasi ini. Petani, penyuluh dan dosen pembimbing adalah guru yang telah membantu membelajarkan penulis dari sesuatu yang kurang penulis ketahui hingga menemukan banyak pengetahuan. Setelah selesai penyusunan draft penelitian ini banyak substansi dan isi draft yang memerlukan perbaikan, bahkan sesudahnyapun masih perlu disempurnakan untuk pemantapannya. Segala koreksi dan perbaikan demi kesempurnaan penelitian disertasi ini, peneliti ucapkan terima kasih dan semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan dan amal jariyah hambanya yang berbuat baik sesamanya.

Bogor, November 2007 Peneliti

(10)

putera kelima keluarga Bapak Muhammad Syafei (Almarhum), dan Ibu St.Sariyu (Almarhumah). Pada tahun 1979, penulis di terima di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Saat menempuh program sarjana, penulis aktif sebagai Ketua I Badan Perwakilan Mahasiswa FISIP UVRI dan Ketua Lembaga Pendidikan dan Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam Makassar. Penulis lulus sebagai sarjana tahun 1986 dengan judul skripsi ”Pembangunan Perumahan Perum Perumnas Wilayah VII Sulawesi, di Kotamadya Ujung Pandang.”

Sejak tahun 1987, penulis bertugas sebagai dosen Kopertis Wilayah IX Dpk Universitas Muhammadiyah Makassar. Mata kuliah yang diasuh antara lain: Sistem Informasi Managemen, Administrasi Pembangunan, Perilaku Organisasi, Metode Penelitian Administrasi, Kebijaksanaan Pembangunan Regional, Pengantar Statistik, Ilmu Budaya Dasar, dan Pendidikan Pancasila. Pada semester ganjil Tahun 2005 penulis menjadi Asisten Mata Kuliah Metode Penelitian pada Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan IPB. Selama bertugas sebagai tenaga pengajar di Unismuh Makassar, penulis diamanahi pula tugas struktural sebagai ketua jurusan Ilmu Administrasi Negara tahun 1991-1997, Pembantu Dekan I tahun 1997-2000, Kepala Biro Administrasi Akademik tahun 2000-2001, Sekretaris Lembaga Penelitian, Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) Unismuh Makassar tahun 2001-2004, dan Sekretaris Pimpinan Redaksi Jurnal Ilmiah Perspektif Unismuh hingga tahun 2005.

(11)
(12)

Halaman

DAFTAR TABEL... ... xiv

DAFTAR GAMBAR ...xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

PENDAHULUAN ...1

Latar Belakang ...1

Masalah Penelitian ... 5

Tujuan Penelitian ... 7

Kegunaan Penelitian ... 7

Definisi Istilah ... ..8

TINJAUAN PUSTAKA ... 11

Pemberdayaan Petani ... 11

Kelembagaan Petani ... 14

Konsep Kelompok ... 17

Kelompok Tani ... 20

Dinamika Kelompok ... 21

Interaksi Sosial dalam Kelompok ... 22

Kelompok Sebagai Media Pembelajaran ... 24

Pengembangan Usaha Kelompok ... 25

Pengembangan Jaringan Kerja... 26

Manfaat Kerjasama ... 28

Pelatihan Kelompok ... 28

Penyuluhan... 30

Pengembangan Kepribadian ... 34

Lingkungan Sosial ... 39

Norma dan Nilai Budaya... 39

Peran Pemimpin Informal ... 42

Dukungan Sumber Daya Alam ... 44

Usahatani Terpadu ... 45

Konsep Produktivitas ... 46

Produktivitas Pertanian ... 46

Produktivitas Kerja ... 47

Luas Lahan ... 48

Akses Permodalan ... 49

Pemasaran Hasil Produksi ... 51

Akses Pada Informasi... 52

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ...55

Kerangka Berpikir ... 55

Hipotesis Penelitian ... 56

METODE PENELITIAN ... 58

Rancangan Penelitian ... 58

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 59

Populasi dan Sampel... 59

(13)

Instrumentasi ... 70

Validitas ... 70

Reliabilitas ... 72

Pengumpulan Data ... 73

Analisis Data ... 76

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 78

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 78

Deskripsi Kabupaten Gowa ... 80

Deskripsi Kabupaten Enrekang ... 84

Deskripsi Kelompok Tani ... 87

Gambaran Umum Responden Penelitian ... 90

Karakteristik Responden Petani Sayuran ... 90

Luas Lahan yang Dimiliki Petani Sayuran ... 91

Jenis Tanaman Sayuran yang Diusahakan Petani Sayuran ... 93

Kegiatan di luar Usaha tani Sayuran ... 95

Dinamika Kelompok Tani ... 97

Tujuan Kelompok ... 99

Fungsi dan Tugas ... 102

Pembinaan dan Pengembangan Kelompok ... 104

Kekompakan Kelompok ... 107

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dinamika Kelompok ... 109

Pola Pemberdayaan ... 110

Pengembangan Kepribadian ... 118

Lingkungan Sosial ... 128

Akses pada Informasi ... 134

Hubungan antara Dinamika Kelompok dengan Produktivitas Kerja ... 140

Produktivitas Kerja Petani ... 142

Hubungan antara Peubah Bebas ... 149

Hubungan antara Peubah Bebas dengan Dinamika Kelompok dan Produktivitas Kerja Petani ... 151

Pengembangan Dinamika Kelompok ... 154

Hubungan antar Berbagai Peubah Bebas dengan Dinamika Kelompok ... 159

Keterkaitan antara Dinamika Kelompok dengan Tingkat Produktivitas Kerja Petani ... 167

Hubungan antara Berbagai Peubah Bebas dan Dinamika Kelompok dengan Tingkat Produktivitas Kerja Petani ... 172

Hubungan antar Berbagai Peubah Bebas dengan Tingkat Produktivitas Kerja Petani Kabupaten Gowa ... 180

Hubungan antar Berbagai Peubah Bebas dengan Tingkat Produktivitas Kerja Petani Kabupaten Enrekang ... 183

Strategi Pemberdayaan ... 187

KESIMPULAN DAN SARAN ... 194

Kesimpulan ... 194

(14)
(15)

1. Penentuan Jumlah Sampel Penelitian ...60

2. Peubah, Indikator dan Cara Pengukuran ...62

3. Koefisien Validitas dan Reliabilitas Kusioner Penelitian ...73

4. Koefisien Korelasi Kendall Tau antar Peubah Penelitian ...74

5. Sebaran dan Peran Informan Penelitian ...75

6. Produksi Sayuran menurut Komoditas Di Sulawesi Selatan Tahun 2004 ...79

7. Produksi Sayuran yang Menonjol menurut Jenisnya Di Kabupaten Gowa Tahun 2003- 2005...81

8. Produksi Sayuran yang Menonjol menurut Jenisnya Di Kabupaten Enrekang Thn 2003-2005...85

9. Jumlah Kelompok Tani menurut Tingkat Kemampuan (Kelas) Di Kabupaten Gowa dan Enrekang Tahun 2005 ...88

10. Jumlah Kelompok tani menurut Komoditi Usaha tani Sayuran ... ..88

11. Karakteristik Responden Petani Sayuran ... ..91

12. Persentase Responden menurut Luas lahan yang Dimiliki ... ..92

13. Rata-Rata Pendapatan Responden menurut Jenis Tanaman, Produksi, Nilai Produksi dan Ongkos Produksi Satu Tahun Terakhir 2006 ... 95

14. Persentase Responden menurut Pekerjaan di luar Usaha tani Sayuran ... ..96

15. Persentase Responden menurut Jumlah Pendapatan Di luar Usaha tani Sayuran ... ..97

16. Sebaran Responden menurut Dinamika Kelompok ... ..98

17. Sebaran Responden menurut Persepsi Tentang Pengembangan Tujuan Kelompok... 101

18. Sebaran Responden menurut Persepsi Tentang Pengembangan Fungsi dan Tugas Kelompok ... 103

19. Sebaran Responden menurut Persepsi Tentang Pembinaan dan Pengembangan Kelompok ... 105

20. Sebaran Responden menurut Persepsi Tentang Usaha Membina Kekompakan Kelompok ... 107

21. Hubungan antara Dinamika Kelompok dengan Berbagai Peubah Bebas ... 110

22. Sebaran Responden menurut Pola Pemberdayaan ... 111

23. Persentase Responden dalam Pelatihan menurut Materi Pelatihan yang Telah diikuti ... 116

24. Persentase Responden menurut Lamanya Pelatihan yang Diikuti... 118

25. Sebaran Responden menurut Ciri Kepribadian ... 120

26. Sebaran Responden menurut Kedinamisan Lingkungan Sosial ... 128

27. Sebaran Responden menurut Akses pada Informasi... 135

28. Sebaran Responden menurut Produktivitas Kerja Petani ... 143

(16)

30. Hubungan antara Berbagai Indikator Peubah Bebas

dengan Dinamika Kelompok dan Produktivitas Kerja Petani ... 153 31. Nilai Koefisien Regresi dan Korelasi Peubah Bebas

terhadap Dinamika Kelompok. ... 154 32. Indikator Peubah Bebas yang Berpengaruh Maupun yang

Tidak Berpengaruh terhadap Dinamika Kelompok ... 158 33. Tingkat Hubungan Langsung dan Tidak langsung

antar Peubah Bebas terhadap Dinamika Kelompok ... 161 34. Nilai Koefisien Regresi dan Korelasi antar Peubah Dinamika

Kelompok dengan Tingkat Produktivitas Kerja Petani ... 168 35. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Berbagai Peubah Dinamika

Kelompok terhadap Tingkat Produktivitas Kerja Petani ... 171 36. Nilai Koefisien Regresi dan Korelasi Peubah Bebas

dan Dinamika Kelompok terhadap Tingkat Produktivitas Kerja Petani ... 173 37. Tingkat Hubungan Langsung dan Tidak Langsung

antar Peubah Bebas terhadap Tingkat Produktivitas Kerja Petani ... 175 38. Tingkat Hubungan Langsung dan Tidak Langsung

antar Peubah Bebas terhadap Tingkat Produktivitas Kerja Petani

Kabupaten Gowa... 182 39. Tingkat Hubungan Langsung dan Tidak Langsung

antar Peubah Bebas terhadap Tingkat Produktivitas Kerja Petani

(17)

1. Skema Kerangka Berpikir Pemberdayaan Petani Sayuran...57 2. Hubungan antar Peubah yang Berkaitan dengan Dinamika kelompok...165 3. Koefisien Jalur Pengaruh Dinamika Kelompok terhadap Tingkat

Produktivitas Kerja Petani ...172 4. Jalur Hubungan antar Peubah Bebas terhadap

Tingkat Produktivitas Kerja Petani ...177 5. Jalur Hubungan antar Peubah Bebas terhadap

Tingkat Produktivitas Kerja Petani Kabupaten Gowa...182 6. Jalur Hubungan antar Peubah Bebas terhadap

(18)

1. Strategi Pengembangan Usaha, Jaringan Kerja dan Pelatihan...206 2. Strategi Pengembangan Kepribadian Petani yang meliputi:

Peningkatan Semangat Kerja, Menumbuhkan Rasa Percaya Diri,

Meningkatkan Keuletan dan Mengembangkan Kreativitas ...207 3. Strategi Pengembangan Norma dan Nilai Budaya yang Dinamis,

(19)

Salah satu masalah pertanian nasional secara umum adalah rendahnya kualitas SDM petani Indonesia. Jika dilihat dari tingkat pendidikan petani Indonesia yang tidak tamat dan tamat SD sebanyak 81,25 persen, tamat SMP sebanyak 13,08 persen, tamat SMA 9,5 persen dan tamat perguruan tinggi sebanyak 0,30 persen (Institut Pertanian Bogor 2003). Oleh sebab itu pembangunan pertanian dimasa datang sebaiknya meletakkan manusia petani, pertanian dan pedesaan sebagai landasan strategis pembangunan nasional yang dinamis, jika ingin mewujudkan pembangunan yang berkeadilan, bertanggung jawab dan berkelanjutan (Agusssabti,2002).

Sumber daya pertanian yang beraneka ragam, kurang dapat terkelola dan dimanfaatkan secara optimal oleh sebagian besar petani karena kurang mempunyai kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang cukup memadai dalam mengembangkan usahatani, walaupun sebagian diantara mereka telah turut memberi andil dalam menyelamatkan krisis ekonomi Indonesia beberapa tahun lalu. Pada umumnya masyarakat petani memiliki pengetahuan dan keterampilan berusahatani secara tradisional, dan oleh karena itu maka salah satu misi pembangunan pertanian sebagai program pertanian 2004-2009 yang terumuskan dalam program Departemen Pertanian adalah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia aparat pemerintah maupun pelaku agribisnis, khususnya petani.

(20)

Kehidupan petani sekarang termasuk petani sayuran masih memprihatinkan, dan kurang berdaya. Ada banyak hal yang menyebabkan kondisi ini terus berlangsung, namun yang paling utama adalah masalah yang berkaitan dengan kualitas SDM dari petani itu sendiri, pola pikir petani perlu perubahan dari hanya sekedar untuk kebutuhan sendiri (subsisten) menjadi pola pikir agribisnis, yang menuntut kualitas produk yang tinggi, atau dengan kata lain dari pola pikir tradisional primitif ke arah pola pikir industri/manufaktur (Widyatmoko, 2006). Kondisi yang lebih memprihatinkan lagi adalah menurunnya kuantitas tenaga kerja sektor pertanian yang beralih kesektor lain diluar sektor pertanian yang tentunya akan berpengaruh terhadap menurunnya kuantitas dan kualitas produksi pertanian (BPS, 2005)

Persaingan yang ketat antar negara produsen komoditas komersial akan semakin terjadi dan dikhawatirkan produsen komoditas pertanian Indonesia hanya akan menjadi penonton dirumah sendiri menyaksikan pergulatan para produsen agribisnis dari negara lain untuk merebut pasar dalam negeri yang sangat potensial. Tanda-tanda kearah itu telah ada dan sebagian menjadi nyata seperti membanjirnya buah impor serta melemahnya permintaan produk pertanian ekspor konvensional Indonesia di pasar luar negeri. Kondisi tersebut akan menjadikan nasib petani semakin terpuruk yang akan berakibat menurunnya semangat dan gairah berusahatani dan berdampak menurunnya tingkat produktivitas dan pendapatan petani. Keadaan tersebut cenderung membuat sebagian besar petani tidak mempunyai bargaining poweruntuk memperoleh dan mempertahankan hak-haknya dalam berbangsa dan bernegara, seperti memperoleh harga jual yang wajar dari produk usaha taninya. Oleh sebab itu petani perlu diberdayakan dan aneka ragam tanaman usahatani yang dikelola perlu mendapat perhatian yang memadai dalam pembangunan pertanian.

(21)

meningkatkan diversifikasi pangan. Berdasarkan data, diperoleh gambaran bahwa secara keseluruhan produksi sayur-sayuran di Sulawesi Selatan pada tahun 2005 adalah 260.965 ton, menurun sebesar 1.810 ton atau 0,69 persen dibandingkan dengan produksi tahun 2004 yang besarnya 262.775 ton. Penurunan tersebut terjadi sejak tahun 2004 jika dibandingkan dengan produksi tahun 2003 sebesar 327.032 ton (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sulawesi Selatan, 2006)

Sebagian besar petani sayuran adalah rumah tangga petani yang tinggal di desa tertinggal. Dari jumlah 630 desa di Sulawesi Selatan sebagian diantaranya adalah desa-desa tertinggal, dan petani yang berada di desa tertinggal tersebut tergolong miskin dan perlu diberdayakan agar tingkat kesejahteraannya terus meningkat. Oleh sebab itu, penelitian terhadap upaya pemberdayaan petani menjadi penting dengan beberapa alasan antara lain: (1) petani masih dihadapkan pada keterbatasan kemampuan memanfaatkan potensi sumber daya tani yang tersedia, (2) keterbatasan kemampuan mengembangkan usaha pemasaran yakni ketika menghadapi musim panen, produksi meningkat dan harga hasil produksi pun anjlok, dan (3) kemampuan menjalin kerjasama dan kemitraan agribisnis serta kemampuan mengakses modal, akses pasar yang tidak menentu ditambah akses teknologi dan kapasitas manajemen dalam memanfaatkan tenaga kerja yang rendah serta tatanan kelembagaan yang belum sepenuhnya mencapai keseimbangan ideal dalam mengatur interaksi dan pertukaran kepentingan antara

stakeholder (Balitbangda Sul-Sel dan Institute For Social and Political Economic Issues, 2004 ). Dengan kata lain meskipun pembangunan pertanian terus ditingkatkan tetapi kenyataannya keadaan petani sebagian masih tetap miskin. Salah satu penyebab utamanya adalah karena petani kurang berdaya. Menurut Sudiyanto (2005), orang miskin akan tetap miskin selama dia tidak berdaya untuk dapat mendayagunakan kapasitas produktifnya. Dengan pemberdayaan akan terjadi pendayagunaan semua potensi yang dimiliki seseorang untuk dapat memperbaiki nasibnya.

(22)

tani agar petani memiliki wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan kebutuhan dari kelompok tersebut. Petani yang tergabung dalam kelompok dapat memiliki sejumlah kekuasaan sehingga dapat mengatasi masalah yang dihadapi (van den Ban dan Hawkins, 1999) .

Pentingnya upaya pemberdayaan petani melalui pengembangan kelompok tani yang ada di pedesaan di dasarkan pada suatu kenyataan bahwa pembangunan pertanian dalam dua dasawarsa terakhir telah menimbulkan permasalahan mendasar karena paradigma pembangunan pertanian selama ini bersifat sentralistik dan instruktif (BPSDMP Departemen Pertanian, 2000). Dominasi pemerintah yang begitu kuat mengakibatkan keberhasilan pembangunan yang dicapai kurang mengakar pada kekuatan masyarakat tani sebagai basis berkembangnya ekonomi pedesaan. Pendekatan pembangunan yang terpusat telah mempersempit ruang gerak dan kreatifitas bagi tumbuh dan berkembangnya keswadayaan masyarakat tani (BPSDMP Departemen Pertanian, 2000).

Pembangunan pertanian yang bersifat top-down dan one way traffic yang seringkali tidak di dasarkan atas kebutuhan nyata dan pemecahan riil yang dihadapi oleh petani. Kelompok tani lebih banyak dibutuhkan oleh pemerintah untuk mendukung keberhasilan program dan proyek yang dirancang (BPSDMPP Departemen Pertanian, 2000). Pendekatan seperti ini telah mengakibatkan kelompok tani sebagai suatu organisasi petani tidak mampu memenuhi fungsinya secara penuh, sebagai kelas belajar, wadah kerjasama dan wadah partisipasi bagi anggotanya dan memiliki posisi tawar yang lemah. Banyak kelompok tani yang tidak mampu berkembang memenuhi kepentingan anggotanya karena sangat tergantung dari pihak luar.

(23)

salah satu pendekatan adalah pengembangan kelompok tani di desa agar petani mampu menjadi pelaku agribisnis yang berdaya dan memiliki posisi tawar yang kuat.

Pemerintah seringkali berharap agar kelembagaan kelompok tani dapat mewadahi kepentingan dan kebutuhan petani secara efektif. Hasil penelitian Sumardjo (Slamet, 2003) menemukan adanya kecenderungan perilaku kelompok tani menjadi kurang efektif, apabila keberadaannya cenderung artifisial dan formalitas, dan kurang efektif mengembangkan SDM sehingga SDM anggota cenderung lokalit serta kurang memiliki kompetensi berorganisasi. Disamping itu ditemukan pula kelompok tani menjadi kurang efektif memenuhi kebutuhan anggotanya dan adanya keragaman anggota yang rendah seperti pendidikan rendah, kurang percaya diri, nepotisme dalam rekruitmen keanggotaan sehingga masyarakat diluar menjadi kurang simpati.

Berdasarkan kondisi objektif dari kekurang berdayaan petani sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini diharapkan pula dapat mengungkap faktor-faktor yang paling mendasar dan berpengaruh terhadap pemberdayaan petani dalam kelompok agar kelompok dapat menjadi pelaku utama dalam pembangunan pertanian.

Masalah Penelitian

Sebagaimana yang telah dikemukakan pada latar belakang bahwa peningkatan produksi sayuran belum signifikan dengan peningkatan kesejahtreraan petani. Hal ini berkaitan dengan area pemasaran yang kurang, dan harga jual yang rendah dibandingkan dengan meningkatnya biaya produksi selama masa penanaman serta akses modal yang rumit (Perterson, 2006).

(24)

penduduk miskin di Indonesia adalah petani yang hidup di pedesaan. Rendahnya penghasilan dan tingkat pendidikan petani serta kondisi sektor pertanian dimasa mendatang yang masih akan menghadapi tantangan yang besar, terutama pada subsektor non pangan utama seperti hortikultura akan membuat kehidupan petani semakin kurang berdaya dan hidup dalam kemiskinan sepanjang masa. Salah satu upaya dalam pembangunan pertanian untuk membantu peningkatan taraf kehidupan petani adalah dengan bantuan permodalan, teknologi produksi dan memantapkan kelembagaan penyuluhan melalui kelompok tani agar petani memiliki wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan kebutuhan melalui kelembagaan tersebut. Pada umumnya, kecenderungan petani belum dapat mengembangkan usaha secara optimal melalui kelompok tani. Oleh sebab itu salah satu upaya yang perlu terpecahkan adalah meningkatkan kesadaran dan keinginan petani agar mau dan mampu mengembangkan kelompok tani

Melalui kelompok tani, maka petani akan dapat mengembangkan usahanya secara terorganisir, meningkatkan kualitas kepribadiannya serta meningkatkan produktivitas kerjanya. Hal tersebut dimaksudkan agar petani dapat meningkatkan kemampuan memanfaatkan potensi sumber daya tani yang tersedia, serta kemampuan mengembangkan usaha lainnya, seperti usaha pemasaran hasil produk dan mengembangkan jaringan kerjasama dengan kelompok dan lembaga lainnya. Pengembangan usaha, dan peningkatan kualitas kepribadian serta peningkatan produktivitas kerja petani akan kurang mampu dilakukan secara optimal jika petani bekerja tanpa dukungan kelompok tani. Oleh sebab itu petani tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri, melainkan perlu berkelompok agar petani dapat lebih berdaya dan menjadi manusia yang pintar, jujur, berkemampuan kreatif, produktif, dinamis, terbuka serta bertanggung jawab dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang saling terkait yang mempengaruhi keberdayaan petani melalui kelompok dalam mengembangkan usahataninya.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka rumusan pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

(25)

(2) Bagaimana hubungan pola pemberdayaan, ciri kepribadian, lingkungan sosial dan akses pada informasi dengan dinamika kelompok ?

(3) Bagaimana hubungan dinamika kelompok dengan produktivitas kerja petani (4) Bagaimana mengembangkan kehidupan kelompok tani agar lebih dinamik ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan pertanyaan penelitian yang dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

(1) Mengukur tingkat keberdayaan petani dan kelompok tani

(2) Mengukur hubungan antara pola pemberdayaan, ciri kepribadian, lingkungan sosial dan akses pada informasi dengan dinamika kelompok (3) Mengukur keeratan hubungan dinamika kelompok dengan produktivitas

kerja petani

(4) Merumuskan strategi pemberdayaan melalui kelompok

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan bagi pengambil kebijakan khususnya kebijakan dalam pembangunan pertanian. Secara terperinci kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

(1) Secara teoritis hasil penelitian ini akan berguna sebagai konsep pengembangan petani dan pengembangan kelompok tani yang bertujuan meningkatkan produktifitas dan pendapatan petani untuk taraf kehidupan yang lebih baik.

(2) Secara realistik penelitian ini akan berguna mengkritisi atau memberi bahan sumbangan terhadap pembangunan pertanian khususnya di daerah Sulawesi Selatan yang perlu dibangun berdasarkan potensi dan kebutuhan komunitas di wilayah tersebut.

(26)

lebih memperkaya khasanah keilmuan serta dapat diaplikasikan untuk memperbaiki kegiatan penyuluhan sebagai media pembelajaran petani.

(4) Hasil penelitian ini diharapkan melahirkan suatu strategi pemberdayaan petani melalui pengembangan kelompok tani partisipatif sebagai bahan Implementasi dalam pengembangan sumberdaya manusia dalam pembangunan pertanian.

Definisi Istilah

Definisi istilah merupakan batasan konsep dari lingkup variabel yang akan diteliti. Beberapa konsep dari lingkup variabel tersebut adalah sebagai berikut : (1) Pemberdayaan petani adalah upaya meningkatkan kualitas diri petani agar

mampu menumbuhkan kemampuan diri dalam pengembangan usaha dan memiliki kehidupan dan penghidupan yang layak.

(2) Pengembangan kelompok tani adalah meningkatkan kemampuan kelompok tani sayuran termasuk kemampuan anggota dalam mengembangkan usahatani. (3) Kelompok tani adalah kelompok tani sayuran yang tumbuh dan berkembang

atas dasar dan untuk kepentingan anggotanya

(4) Dinamika kelompok adalah unsur-unsur kekuatan yang terdapat dalam situasi kelompok yang meliputi: tujuan kelompok, fungsi dan tugas, pembinaan dan pengembangan kelompok, serta kekompakan kelompok

• Tujuan kelompok adalah hal-hal yang ingin dicapai oleh kelompok tani sayuran yang merupakan tujuan bersama.

• Fungsi tugas adalah hal-hal yang harus dilakukan dalam kelompok agar dapat mencapai tujuan seperti memfasilitasi dan mengkoordinasi pemecahan masalah

• Pembinaan dan pengembangan kelompok adalah mengembangkan kelompok agar kelompok tetap hidup seperti adanya partisipasi, fasilitas, aktifitas, koordinasi, komunikasi, sosialisasi, dan mendapatkan anggota baru.

(27)

(5) Petani sayuran adalah petani yang mengusahakan lahan untuk budidaya tanaman sayuran sebagai kegiatan utama usahataninya

(6) Karakteristik individu petani adalah ciri-ciri yang melekat pada diri petani dibatasi pada : umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman berusahatani • Umur adalah usia petani yang dihitung sejak lahir sampai ketahun terdekat

pada waktu penelitian dilakukan

• Tingkat Pendidikan adalah jumlah tahun mengikuti pendidikan formal • Pengalaman berusahatani adalah lamanya petani berusahatani sayuran

sejak mulai hingga menjadi responden

(7) Pola pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan dalam bentuk pengembangan kemampuan anggota dalam usahatani melalui kelompok, dan jaringan kerja serta kegiatan pelatihan

• Pengembangan kemampuan anggota dalam usahatani melalui kelompok adalah kegiatan mengembangkan kemampuan usaha yang dikelola baik usaha produksi (budidaya) sayuran maupun kegiatan pemasaran produksi sayuran

• Pengembangan kemampuan membentuk dan membina jaringan kerja kelompok adalah kegiatan mengembangkan kemampuan kerjasama antara kelompok tani dengan pihak-pihak lain diluar kelompok tani.

• Pelatihan adalah kegiatan pengembangan keterampilan yang diikuti petani yang mendukung kegiatan usahatani

(8) Pengembangan kepribadian petani adalah mengembangkan sikap dan tingkah laku petani yang meliputi : semangat kerja keras, percaya diri, keuletan, dan kreatifitas melalui pertemuan kelompok secara informal.

• Semangat kerja keras adalah usaha kerja keras yang dilakukan oleh petani dengan penuh perhatian untuk berhasil

• Percaya diri adalah kemampuan mengembangkan, memutuskan dan memecahkan masalah usahatani sendiri secara mandiri

(28)

• Kreatifitas adalah sikap selalu menemukan cara baru, informasi dan ide-ide baru serta peluang-peluang baru dalam mengembangkan usaha tani. (9) Lingkungan sosial adalah norma dan nilai budaya lokal serta peran tokoh

informal terhadap pembentukan dan kinerja kelompok

• Norma dan nilai budaya adalah norma dan nilai berdasarkan kearifan lokal • Peran tokoh informal adalah keterlibatan tokoh informal yang memiliki

kharisma dalam memelihara terbentuknya kelompok serta mengembangkan kinerja kelompok.

(10) Akses pada informasi adalah aktivitas memperoleh jenis informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu yang mendukung peningkatan produktivitas kerja petani.

•Relevansi informasi adalah jenis informasi yang sesuai antara yang dibutuhkan dengan yang diperoleh

•Akurasi informasi adalah jenis informasi yang terpercaya yang dibutuhkan •Tepat waktu adalah jenis informasi yang dapat diperoleh tepat waktu saat

dibutuhkan

(11) Produktivitas kerja petani adalah kinerja petani dalam kegiatan budidaya tanaman sayuran, kegiatan pasca panen dan pemasaran yang meliputi : pernyiapan lahan, penyemaian benih, penanaman, pemupukan, pengendalian hama, penanganan hasil panen dan pemasaran hasil produksi.

(29)

Pemberdayaan atau empowerment berasal dari kata empower yang makna sebenarnya adalah ” to give official authority or legal power, capacity, to make one able to do something ” (Sudiyanto, 2005). Dengan demikian pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu proses kapasitasi atau pengembangan kapasitas sumberdaya manusia. Dengan kapasitasi maka seseorang akan memiliki kekuatan (daya) atau kewenangan yang diakui secara official atau legal sehingga orang tersebut tidak termarginalisasi lagi melainkan sadar akan harga dirinya, harkatnya, dan martabatnya. Dengan kapasitasi seseorang akan memiliki kemandirian, tahan uji, pintar, jujur, berkemampuan kreatif, produktif, emansipatif, tidak tergantung, proaktif, dinamis, terbuka dan bertanggung jawab dalam mengatasi semua masalah dan menjawab tantangan untuk mencapai kemajuan. Tujuan pemberdayaan adalah mengembangkan individu, keluarga, kelompok ataupun komunitas dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya guna mencapai kehidupan yang lebih baik.

Pemberdayaan petani sayuran merupakan hal yang harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan mengembangkan usaha dan pengambilan keputusan. . Pengambilan keputusan merupakan suatu hal yang sangat penting oleh petani sayuran terutama dalam memasarkan hasil pertaniannnya, apakah akan membawa keuntungan atau kerugian (Purnaningsih, 2006). Oleh karena itu dalam proses pengambilan keputusan, petani harus dapat berpikir secara cepat dan tepat, antara lain dalam menentukan komoditas yang akan ditanam, penggunaan pestisida, dan tujuan memasarkan hasil pertaniannya. Dalam kaitan dengan hal tersebut Payne (Adi, 2003) mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (empowerment)

(30)

lingkungannya. Untuk memiliki kemampuan dan rasa percaya diri perlu peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang memadai.

Menurut Adi (2003), masyarakat berdaya adalah masyarakat yang memiliki kekuatan atau kemampuan kognisi, psikomotorik, dan afektif terhadap urusan sosial (akses terhadap dasar-dasar produksi tertentu) , politik (kemandirian dalam pengambilan keputusan) dan psikologis untuk membangun kepercayaan diri. Pemberdayaan menekankan bahwa orang seharusnya memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parson dalam Suharto, 2005). Tujuan pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidak berdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya karena ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil)

(31)

ditingkat komunitas lebih fokus pada kebersamaan, dialog, pemahaman dan tindakan sosial, menyelesaikan masalah bersama dan memperkuat interaksi yang bersifat formal dan informal.

Selama ini, peran serta masyarakat hanya dilihat dalam konteks yang sempit, artinya manusia cukup dipandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan. Dengan kondisi ini, partisipasi masyarakat “terbatas” pada implementasi atau penerapan program; masyarakat tidak dikembangkan dayanya menjadi kreatif dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan yang sudah diambil pihak luar. Akhirnya partisipasi menjadi bentuk yang pasif dan tidak memiliki kesadaran kritis (Nasdian 2003).

Menurut Cohen dan Uphoff (Nasdian, 2003), konsep partisipasi tersebut menumbuhkan daya kreatif dalam dirinya sendiri sehingga menghasilkan pengertian partisipasi yang aktif dan kreatif mulai dari tahap pembuatan keputusan, penikmatan hasil dan evaluasi. Partisipasi mendukung masyarakat untuk mulai sadar akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka (memiliki kesadaran kritis). Partisipasi juga membantu masyarakat miskin untuk melihat realitas sosial ekonomi yang mengelilingi meraka.

Dari beberapa pengertian yang ada, Shardlow (Adi, 2003) melihat bahwa pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Prinsip tersebut pada intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri hal-hal yang harus ia lakukan dalam upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi, sehingga klien mempunyai kesadaran penuh dalam membentuk hari depannya.

(32)

tetapi siapa saja yang berkompoten dalam arti memiliki konsep, komitmen dan jejaring yang diperlukan, (3) Pentingnya pengembangan kapasitas masyarakat, baik kapasitas individu, kapasitas kelembagaan, maupun kapasitas jejaring dalam masyarakat global, (4) Pemberdayaan harus me-numbuh kembangkan partsipasi masyarakat, dalam arti: (a) menginformasikan pentingnya partsisipasi masyarakat, (b) menunjukkan kesempatan berpartisipasi kepada seluruh warga masyarakat, (c) memampukan masyarakat dan menumbuhkan kepercayaan diri masyarakat bahwa mereka memiliki kemampuan untuk berpartisipasi, dan (d) dalam kegiatan pemberdayaan perlu dijaga agar peran bantuan yg dilakukan tidak bersifat karitatif, karena hal tersebut akan menimbulkan ketergantungan dan menghambat proses pemandirian masyarakat.

Pada dasarnya setiap individu dan kelompok memiliki daya., akan tetapi kadar daya itu akan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Nasdian (2003), kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait antara lain seperti pengetahuan, kemampuan, status dan gender. Faktor-faktor yang saling terkait tersebut pada akhirnya membuat hubungan dengan dikotomi “subyek” (penguasa) dan “objek” (yang dikuasai). Pentingnya mengalirkan daya dari subyek ke objek dengan memberinya kesempatan untuk meningkatkan hidupnya dengan memakai sumber yang ada merupakan salah satu manifestasi dari mengalirnya daya tersebut. Dengan demikian kemampuan individu miskin untuk mewujudkan harapannya dengan diberinya pengakuan oleh subyek merupakan bukti bahwa individu dan kelompok tersebut memiliki daya. Hasil akhir dari pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu atau kelompok yang semula sebagai objek menjadi subyek.

Kelembagaan Petani

(33)

sejumlah aturan yang mengarahkan perilaku individu dalam pencapaian tujuan tetapi keberfungsian aturan itu tidak dibarengi dengan entitas organisasi; (2) adanya organisasi yang mempolakan perilaku individu tetapi tidak dibarengi dengan bekerjanya norma-norma dalam mengarahkan perilaku yang dimaksud; dan (3) entitas dimana norma dan organisasi sekaligus menjelma sebagai entitas yang mengarahkan perilaku individu dalam pencapaian tujuan.

Dalam praktek pembangunan, terdapat dua unsur yang terlibat, yakni sumber daya dan kelembagaan. Sumber daya adalah unsur yang dikelola dalam pembangunan, sedangkan kelembagaan adalah pengelola dan cara mengelola sumber daya tersebut. Karena itu, Ohama (2002) mengemukakan konsep tiga unsur pembangunan yakni : (1) sumber daya (resources), unsur yang dikelola dalam pembangunan baik sumber daya alam, manusia, teknologi dan finansial ; (2) organisasi (organization) yakni unsur yang mengelola sumber daya untuk pencapaian tujuan ; dan (3) norma-norma (norms) yaitu acuan dari organisasi sebagai pelaku dalam mengelola sumber daya untuk pencapaian tujuan.

Menurut Arifin (2004), kelembagaan adalah suatu aturan yang dikenal, diikuti, dan ditegakkan secara baik oleh anggota masyarakat, yang memberi naungan (liberty) dan hambatan (constraints) bagi individu atau anggota masyarakat. Arifin mengklasifikasi dua jenis kelembagaan, yakni : (1) kelembagaan yang tertulis secara formal dan ditegakkan oleh aparat pemerintah, (2) kelembagaan tidak ditulis secara formal seperti pada aturan adat dan norma yang dianut masyarakat.

(34)

Menurut Coase (Arifin 2004), pengembangan kelembagaan adalah salah satu langkah penting dalam perbaikan distribusi sumber daya dan peningkatan keadilan sosial. Kelembagaan sangat menentukan bagaimana seseorang atau sekelompok orang harus atau tidak harus mengerjakan sesuatu (kewajiban atau tugas ), bagaimana mereka boleh mengerjakan sesuatu tanpa intervensi dari orang lain (kebolehan atau liberty), bagaimana mereka dapat atau mampu mengerjakan sesuatu dengan kebutuhan kekuatan kolektif (kemampuan atau hak), dan bagaimana mereka tidak dapat memperoleh kekuatan kolektif untuk mengerjakan sesuatu atas namanya (ketidak mampuan atau exposure). Oleh sebab itu kelembagaan adalah serangkaian hubungan keteraturan (ordered relationship)

antara beberapa orang yang menentukan hak, kewajiban atau tepatnya kewajiban menghargai hak orang lain, privilis, dan tanggung jawab mereka dalam masyarakat atau kelembagaan tersebut (Bromley dalam Arifin, 2004).

Sumardjo (Slamet, 2003) dalam penelitiannya mengenai kelembagaan pangan di perdesaan menyatakan bahwa kelembagaan pangan adalah segala bentuk pengaturan atau keteraturan perilaku masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan di perdesaan yang telah menjadi acuan dalam bertindak, karena di dalamnya telah terkandung nilai, norma, penggunaan/pemanfaatan dan pemeliharaan sarana prasarana pendukungnya, kejelasan orang-orang yang mendukungnya serta cara-cara berpola pengendalian sosial agar kelembagaan tersebut senantiasa terjaga efektif sebagai wahana untuk memenuhi kebutuhan ketahanan pangan masyarakat.

(35)

mulai dari informal efektif dan berpotensi serta berpeluang untuk berkembang ke formal sejalan dengan kesiapan dan kebutuhan kelompok yang bersangkutan, (3) status kepengurusan yang dikelola dengan motivasi mencapai tujuan bersama dan memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama, cenderung lebih efektif untuk meringankan beban bersama sesama anggota, dibanding bila pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan secara sendiri-sendiri, (4) inisiatif anggota kelompok tinggi untuk berusaha meraih kemajuan dan keefektifan kelompok karena adanya keinginan kuat untuk memenuhi kebutuhannya, (5) kinerja kelompok sejalan dengan berkembangnya kesadaran anggota, bila terjadi penyimpangan pengurus segera dapat dikontrol oleh proses dan suasana demokratis kelompok, (6) agen pembaharu cukup berperan secara efektif sebagai pengembang kepemimpinan dan kesadaran kritis dalam masyarakat atas pentingnya peran kelompok, dan (7) kelompok tani tidak terikat harus berbasis sehamparan, karena yang lebih menentukan efektifitas dan dinamika kelompok adalah keefektifan pola komunikasi lokal dalam mengembangkan peran kelompok. Komunikasi ini ini ternyata ibarat urat nadi dan syaraf bagi kehidupan kelompok, yang dapat mengalirkan informasi dan menggerakkan anggota berperan sesuai dengan kebutuhan kelompok.

Konsep Kelompok

Secara sederhana kelompok adalah kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Goodman (Idianto, 2004) mendefenisikan kelompok sebagai dua orang atau lebih yang memiliki kesamaan identitas dan berinteraksi satu sama lain secara terstruktur untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Slamet (Setiawan, 2003), kelompok adalah dua atau lebih orang yang berhimpun atas dasar adanya kesamaan (tujuan, kebutuhan, minat, jenis) yang saling berinteraksi melalui pola struktur tertentu guna mencapai tujuan bersama, dalam kurun waktu yang relatif panjang

(36)

sejumlah orang yang (1) saling berhubungan, (2) saling memperhatikann (secara psikologis), dan (3) menerima kenyataan sebagai suatu kelompok.

Haiman menyebut alasan utama keberadaan kelompok adalah bahwa setiap anggota percaya bahwa dia akan dapat memenuhi sebagian kebutuhannya yang tak dapat ia penuhi sendiri dengan cara berkolaborasi dengan orang lain. Seseorang akan tetap berada dalam kelompok sepanjang ia masih percaya bahwa menjadi bagian dari kelompok tetap lebih menguntungkan dibanding meninggalkannya. Haiman membagi kelompok menjadi kelompok belajar dan kelompok bertindak. Kelompok belajar adalah yang terbentuk berdasar kebutuhan untuk berbagi gagasan dan perasaan, dan juga untuk mendapat pengertian lebih dari orang-orang lain. Sedangkan kelompok bertindak adalah kelompok yang berdasar kebutuhan untuk bekerjasama dalam membuat keputusan maupun kerja yang tak dapat ditangani sendiri.

Berdasarkan rumusan tersebut, Hamner dan Organ (Uchrowi, 2006) menyebut adanya empat hal penting dalam kelompok, yaitu adanya saling berhubungan (interaksi), saling memperhatikan, merasa sebagai satu kelompok dan untuk pencapaian tujuan bersama. Senada dengan rumusan tersebut, Duncan (Indrawijaya, 1989) mengemukakan suatu kelompok terdiri dari dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama, interaksi tersebut bersifat relatif tetap dan mempunyai struktur tertentu.

Selanjutnya Duncan menyebut empat ciri utama kelompok, yaitu : (1) anggota suatu kelompok. Paling tidak harus punya satu tujuan bersama, (2) hubungan dalam suatu kelompok harus memberikan pengaruh kepada setiap anggotanya. Tingkat pengaruh tersebut diantara mereka dapat berbeda, (3) dalam kelompok selalu ada perbedaan tingkat/status, karena selalu ada pimpinan dan pengikut, dan (4) karena kelompok terbentuk untuk mencapai tujuan bersama, maka biasanya pembentukannya disertai oleh pola tingkah laku dan sistem nilai bersama. Setiap anggota kelompok diharapkan mengikuti pola tersebut.

(37)

Cartwright dan Zander (1968) mengemukakan, ” adalah tidak benar bahwa setiap kumpulan manusia merupakan suatu kelompok ”. Suatu kumpulan orang hanya layak disebut sebagai suatu kelompok bila mereka berhubungan satu dengan lainnya dengan pola yang jelas. Demikian pula kesamaan atau ketidak samaan bukan kriteria untuk menetapkan orang-orang berada dalam kelompok yang sama atau berbeda. Kelompok yang kuat dan terorganisasi baik, jauh dari homogen serta berisikan beragam sub-kelompok dan individu yang berbeda. Mardikanto (1993) menyebut kelompok berbeda dengan kerumunan. Anggota kelompok memiliki interaksi kuat satu sama lain. Pada kerumunan, orang-orang secara fisik tampak bersatu, namun sebenarnya tidak ada hubungan atau interaksi antar individu yang ada ditempat itu.

Pengembangan kelompok berlangsung secara bertahap. Tahapan tersebut adalah pembentukan, pembadaian (storming), penormaan, penyelenggaraan (performing), dan istirahat (adjourning). Pada tahap awal tertuju pada masuknya anggota ke dalam kelompok. Kebutuhan individu dan kemampuan kelompok untuk memenuhinya menjadi perhatian utama. Setelah tahap tersebut terlampaui, kelompok akan masuk pada tahap tekanan dan emosi tinggi diantara anggotanya. Pada tahap ini setiap individu mulai mengenal karakter individu lain. Pada tahap berikutnya kelompok mengalami integrasi, harmoni dikedepankan, pandangan minoritas akan tersisih. Menurut Schermerhorn, et al. , (Uchrowi, 2006).Keadaan ini akan menjadi fondasi bagi tahap kematangan kelompok. Pada tahap ini kelompok akan terorganisasi dan mampu menangani tugas-tugas yang kompleks. Setelah menyelesaikan tugasnya, maka kelompokpun memasuki fase istirahat.

(38)

In-group dan out-group adalah kelompok sosial dimana individu mengidentifikasi dirinya dalam kelompok tersebut. Sifat in-group biasanya di dasarkan pada faktor simpati dan kedekatan dengan anggota kelompok. Kelompok primer adalah kelompok kecil yang anggota-anggotanya memiliki hubungan dekat, personal dan langgeng. Kelompok sekunder adalah kelompok yang lebih besar, bersifat sementara, dibentuk untuk tujuan tertentu dan hubungan-hubungan antar anggota bersifat impersonal sehingga biasanya tidak langgeng.

Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama yang anggota-anggotanya terikat oleh hubungan batin murni dan bersifat alamiah serta kekal. Hubungannya didasari oleh rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang telah ditakdirkan.

Kelompok Tani

Kelompok tani adalah himpunan dua orang atau lebih petani yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama. Secara konsepsi kelompok tani merupakan kumpulan petani yang terikat secara non formal atas dasar keserasian, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi dan sumber daya), keakraban, kepentingan bersama dan saling percaya mempercayai, serta mempunyai kesadaran ”kolektif ” untuk mencapai tujuan bersama (Pusat Pengkajian Sumber Daya Manusia Pertanian Departemen Pertanian, 2000).

(39)

dan mampu menjembatani perbedaan di antara yang kuat dan yang lemah, yang aktif dan pasif, dan sebagainya. Fungsi pemeliharaan pola mengharuskan kelompok mampu mempertahankan standar prosedurnya, menumbuhkan perasaan serta hubungan efektif anggotanya, mendorong aturan-aturannya serta meneguhkan keyakinan-keyakinan para anggotanya.

Kelompok tani tidak hanya sekedar kelompok untuk saling mengenal antara anggotanya, saling akrab, saling percaya mempercayai, mempunyai pandangan dan kepentingan bersama karena persamaan tradisi, pemukiman, hamparan kegiatan usahatani, jenis usaha dan sebagainya, akan tetapi di masa depan kelompok tani harus memiliki daya saing tinggi yang mampu memberdayakan petani dan menghadapi era globalisasi pasar.

Upaya pengembangan kelompok tani sebagai basis kegiatan ekonomi di pedesaan perlu dilihat secara komprehensip, disesuaikan dengan tujuan pembangunan pertanian pada masa yang akan datang.

Dinamika Kelompok

(40)

Slamet (Setiawan, 2003) menjelaskan bahwa semua unsur tersebut adalah peubah (variables) yang nilainya berbeda antara satu dan lain kelompok, dan bisa berubah dalam satu kelompok yang sama. Kemudian nilai masing-masing peubah tersebut bergerak dalam satu garis kontinum. Guna pembinaan kelompok, masing-masing peubah itu dapat dimanipulasi agar bisa menjadi baik nilainya, dan dengan demikian akan meningkatkan dinamika kelompok itu. Kondisi suatu kelompok dapat dianalisis dengan mengukur nilai dari masing-masing unsur. Unsur yang nilainya tidak baik dianggap menjadi sumber kurang dinamisnya kelompok itu. Oleh karena itu bila unsur tersebut diperbaiki keadaannya, bisa berpengaruh pada meningkatnya keefektifan kelompok.

Acuan pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pada empat unsur dalam dinamika kelompok yakni : tujuan kelompok, fungsi tugas, pembinaan dan pengembangan kelompok serta kekompakan kelompok. Dinamika kelompok bukan satu-satunya pendekatan dalam pengkajian kelompok. Menurut Slamet (2005) kelompok merupakan suatu sistem sosial dan suatu proses sosial, dan di dalam pembahasan kelompok dijelaskan pula pentingnya aspek kepemimpinan khususnya model kepemimpinan kelompok informal.

Interaksi Sosial dalam Kelompok

Interaksi sosial antar petani dalam kelompok merupakan aspek yang sangat penting sebagai suatu proses belajar, sosialisasi dan pengambilan keputusan terhadap kegiatan usahatani yang saling menguntungkan. Menurut Gillin dan Gillin (Soekanto, 1986), interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan-hubungan antar orang perorang, antar kelompok-kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai dan pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi.

(41)

proses interaksi sosial selalu diikut sertakan proses belajar, sosialisasi dan pengambilan keputusan yang relevan.

Petani yang hidup bersama dalam suatu masyarakat sudah jelas saling berinteraksi satu dengan yang lain. Menurut Soesanto (1985), interaksi sosial adalah proses dimana manusia saling mempengaruhi dan merumuskan pikiran, perasaaan, harapan dan kecemasan. Menurut Koentjaraningrat (1990), interaksi merupakan keterhubungan individu dengan individu, kelompok dengan kelompok dan individu dengan kelompok tanpa memperhatikan kesamaan status yang ada. Oleh sebab itu, menurut Slavastoga (1989), interaksi yang terjadi karena ada keterhubungan antara dua subjek yang menguntungkan atau merugikan. Terciptanya interaksi yang menguntungkan, jika kondisi saling menambah keuntungan yang diperoleh kedua belah pihak dalam proses interaksi tersebut.

Menurut Knowles (Gunawan, 2000), interaksi adalah komunikasi para anggota kelompok yang berkaitan satu dengan yang lain, saling mempengaruhi dan memberi reaksi untuk menunjukkan kesadaran seorang anggota akan kehadiran anggota lain dalam kelompok berdasarkan kepentingan dan kebutuhan bersama.

Interaksi sosial akan menumbuhkan nilai-nilai positif seperti pentingnya kerjasama, kepercayaan serta ketaatan terhadap norma-norma yang berlaku untuk disepakati bersama. Manusia sebagai individu maupun kelompok perlu diberdayakan agar memiliki nilai-nilai positif tersebut yang sering diistilahkan sebagai social capital.

Menurut Fukuyama (2002), social capital secara sederhana bisa di defenisikan sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Jika para anggota kelompok itu mengharapkan anggota-anggota yang lain akan berperilaku jujur dan terpercaya, maka mereka akan saling mempercayai. Kepercayaan ibarat pelumas yang membuat jalannya kelompok atau organisasi menjadi lebih efisien.

(42)

perilaku oportunistik, maka berbagai kelompok akan terbentuk secara lebih cepat, dan kelompok-kelompok yang terbentuk tersebut akan mempu mencapai tujuan-tujuan bersama secara efisien.

Berdasarkan pemahaman tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial merupakan hal sangat penting dalam kehidupan bersama khususnya dalam kelompok karena tanpa interaksi maka individu atau kelompok akan kehilangan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan baru terjadi jika manusia bekerjasama, saling berbicara, saling berdiskusi, saling peduli serta saling mempercayai dalam mengembangkan usahatani, melihat pertanaman dan hasil pertanaman petani lain kemudian mendiskusikannya. Dengan interaksi sosial itu pula dapat berfungsi sebagai wahana pembelajaran agar menjadi lebih arif dan memiliki kemampuan membangkitkan kesadaran untuk menolong dan membantu diri sendiri.

Kelompok sebagai Media Pemberdayaan

(43)

belajar untuk mendefenisikan masalah serta merancang suatu solusi dalam memecahkan masalah tersebut. Hal ini bisa dilakukan jika ditunjang adanya kerjasama yang baik antara anggota kelompok. Dengan demikian unsur kerjasamapun sangat diperlukan dalam membina hubungan yang baik dalam kelompok.

Pengembangan Usaha Kelompok

Pengertian usaha kelompok tani adalah proses memanfaatkan dan mengelola sumberdaya oleh kelompok tani untuk mendapatkan hasil yang lebih menguntungkan. Di dalam kelompok tani ditemukan dua macam bentuk pengelolaan usaha, yaitu usaha perorangan dan usaha kelompok (Dirjen Bina Produksi Holtikultura Departemen Pertanian, 2003). Usaha perorangan adalah usaha yang dimiliki dan dikelola oleh masing-masing anggota kelompok. Tanggung jawab pengelolaan, keberhasilan dan resiko kegagalan sepenuhnya berada pada anggota yang memiliki usaha tersebut. Sedangkan usaha kelompok adalah usaha yang dimiliki dan dikelola oleh kelompok, artinya yang dilakukan tersebut dikelola oleh kelompok atau orang yang ditunjuk oleh kelompok untuk melakukan usaha.

Menurut Saragih (2001), upaya pengembangan usaha adalah keharusan untuk dilakukan lembaga petani. Usaha budidaya saja disebutnya tak cukup menguntungkan petani walaupun tingkat produksi dapat dinaikkan. Saragih menambahkan bahwa setiap peningkatan produktivitas pada usahatani baik karena penggunaan teknologi baru maupun perbaikan infrastruktur pertanian, manfaatnya relatif sedikit dinikmati oleh petani. Manfaat ekonomi terbesar dinikmati oleh mereka yang menguasai agribisnis hulu dan hilir. Oleh sebab itu, kelompok tani diupayakan agar dapat mandiri dalam bidang usahanya dengan mengelola usaha agribisnis baik perorangan maupun kelompok dengan efisien dan menguntungkan secara berkelanjutan serta akrab lingkungan.

(44)

pembuatan dan penyaluran sarana produksi pertanian (farm supplies), (b) subsistem kegiatan produksi dalam usahatani yang menghasilkan bermacam-macam produk, dan (c) subsistem pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan penyaluran produk pertanian yang dihasilkan usahatani atau hasil olahannya ke konsumen (Purnaningsih, 2006).

Ditambahkan oleh Purnaningsih bahwa agribisnis sebagai suatu sistem dikembangkan lagi menjadi beberapa subsistem dalam satu kesatuan, yaitu : (1) subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yang meliputi kegiatan diluar pertanian (off-farm) seperti bioteknologi; industri agrokimia (pupuk, pestisida); alat-alat pertanian; dan pakan ternak, (2) subsistem usahatani (on-farm agribusiness) seperti pembibitan, pembenihan, budidaya perikanan; peternakan; perkebunan; pertanian, (3) subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), yang meliputi kegiatan pengolahan hasil produksi sektor agribisnis berupa industri terkait makanan dan industri bukan makanan, dan (4) subsistem jasa-jasa penunjang, yang meliputi kegiatan-kegiatan yang menunjang kegiatan sektor agribisnis, seperti agrowisata, perdagangan/jasa, transportasi, dan jasa pembiayaan/keuangan.

Susapto dan Widayati (Uchrowi, 2006) menekankan aspek pengembangan usaha bagi kelompok swadaya masyarakat. Pengembangan usaha tersebut perlu didasarkan pada karakteristik wilayah tempat kelompok berada. Untuk wilayah pegunungan, misalnya, dapat berupa usaha peternakan, pertanian sayuran maupun perkebunan. Untuk wilayah pantai dan sungai dapat berbasisikan perikanan seperti budidaya ikan keramba, usaha industri rumah tangga dapat dikembangkan sesuai dengan potensi masing-masing wilayah. Dalam penelitian ini mengacu pada pengembangan usaha kelompok baik dalam budidaya sayuran maupun agribisnis usaha sayuran tersebut.

Pengembangan Jaringan Kerja

(45)

Departemen Pertanian, 2003). Jaringan kerja kelompok tani digambarkan sebagaimana sarang laba, dimana kelompok tani digambarkan sebagai laba-labanya, sedangkan rumah laba-laba yang terdiri dari beberapa dan terikat oleh tempat dimana jaringan berada. Gambaran tersebut dapat terjadi apabila kelompok tani sudah bekerjasama dengan banyak pihak. Dengan demikian kelompok tani yang ingin mengembangkan aspek organisasi, usaha dan permodalannya seyogyanya juga memperhatikan atau meningkatkan hubungan kerjasama dengan pihak-pihak lain. Tanpa ada kerjasama dengan pihak lain, kelompok tani akan sulit mengembangkan ketiga aspek yang lain. Semakin banyak terjadi kerjasama antara kelompok tani dengan pihak lain dan diikuti dengan kualitas kerjasama yang baik akan semakin memberikan peluang bagi kelompok tani untuk lebih cepat berkembang.

Kerjasama kelompok tani dalam pengertian luas adalah kerjasama antara kelompok tani dengan pihak lain diluar kelompok tani baik dengan kelompok tani yang lain maupun maupun dengan pihak-pihak lainnya, misalnya Lembaga pemerintah, Bank, Perusahaan Swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dsb

(46)

rangka mencapai kerjasama yang saling menguntungkan antara pihak-pihak yang bermitra, baik dalam aspek kemitraan, aspek produktivitas, aspek pemasaran dan aspek kelembagaan. Banyak kasus penerapan pola kemitraan yang tidak bisa berlanjut karena berbagai alasan, baik alasan yang bersumber dari petani maupun perusahaan, koperasi atau pedagang pengumpul.

Manfaat Kerjasama

Beberapa manfaat yang dapat diperolehkelompok tani dengan adanya kerjasama adalah antara lain : (1) persoalan yang dihadapi kelompok tani termasuk anggotanya seringkali terlalu berat untuk diatasi sendiri karena keterbatasan yang dimiliki. Sementara ada pihak lain yang memiliki kemampuan atau pengalaman dalam mengatasi persoalan tersebut, sehingga terjadi saling tukar pengalaman diantara keduanya, (2) meningkatkan tugas yang harus dihadapi oleh masing-masing pihak, (3) penggabungan sumber daya dari dua pihak atau lebih akan menghasilkan tujuan yang lebih baik (efektif dan efisien), (4) memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk dapat mengembangkan kemampuannya (Dirjen Bina Produksi Hortikultur Deptan 2003) . Sedangkan kelompok tani yang mandiri dalam aspek kerjasama dapat dilihat dengan ciri-ciri sebagai berikut : (1) memiliki inisiatif kerjasama, (2) mendasarkan pada prinsip kesetaraan, (3) mengoptimalkan keuntungan bagi kelompok tani maupun anggotanya, dan (4) cara mengembangkan kerjasama.

Berdasarkan pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam mengembangkan usaha kelompok khususnya agribisnis diperlukan kerjasama antara kelompok tani dengan pihak lain atau dengan pola kemitraan dengan perusahaan, lembaga keuangan atau pihak-pihak lainnya diluar kelompok. Kerjasama yang ada akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan bermitra akan lebih baik dibanding tidak bermitra.

Pelatihan Kelompok

(47)

tertentu. Pelatihan diartikan pula sebagai proses pengajaran, memberitahu, atau mendidik orang-orang sehingga mereka memiliki kualitas untuk melaksanakan tanggung jawab dan kesulitan yang lebih besar

Menurut Siagian (1982), pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja seseorang atau sekelompok orang. Biasanya orang yang mengikuti pelatihan adalah yang produktivitas kerjanya dirasakan perlu ditingkatkan secara terarah dan programatik. Sedangkan menurut Manullang (1996) pelatihan merupakan usaha untuk mengembangkan kecakapan atau menambah keahlian dan efisiensi kerja seseorang.

Pelatihan merupakan bagian dari aspek pengembangan sumber daya manusia. Werther dan Davis (Uchrowi, 2006) mengaitkan aspek pengembangan sumber daya manusia dengan evaluasi hingga meliputi orientasi dan penempatan, pelatihan dan pengembangan, perencanaan karir serta penilaian kerja. Hal tersebut merupakan rangkaian kegiatan manajemen sumber daya manusia.

Tujuan dari suatu program pelatihan (training) adalah untuk memperbaiki penguasaaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu untuk kebutuhan sekarang. Untuk melaksanakan program pelatihan dan pengembangan, pelaksana hendaknya melakukan analisa tentang kebutuhan, tujuan, sasaran, serta isi dan prinsip belajar terlebih dahulu agar pelaksanaan program pelatihan tidaklah sia-sia (Umar, 2004).

(48)

(kunjungan belajar, kunjungan lapangan) atau berperan serta dalam lokakarya pembaharu di masyarakat lain dan bertindak sebagai penyaji utama, (3) pelatihan kelompok resmi. Para petani penguji coba bertindak sebagai pelatih dalam kursus-kursus pelatihan petani.

Menurut Suriatna (1988) kursus tani ialah kursus yang diperuntukkan bagi petani/nelayan dan keluarganya termasuk juga wanita tani dan taruna tani yang diselenggarakan secara sistimatis, teratur dan dalam jangka tertentu. Tujuan kursus tani adalah : (1) meningkatkan pengetahuan dan kecakapan agar dapat memecahkan masalah yang dijumpai dalam berusahatani, (2) meningkatkan pengetahuan, kecakapan dan keterampilan dalam menerapkan teknologi yang lebih menguntungkan, (3) meningkatkan pengetahuan, kecakapan dan keterampilan ibu tani dalam membantu memecahkan masalah-masalah usahatani yang dihadapi keluarganya, (4) mempersiapkan pemuda pemudi tani sebagai petani yang dinamis dan terampil dimasa mendatang, (5) menumbuhkan calon-calon kontak tani yang bersedia dan mampu menyebarkan teknologi pertanian yang lebih menguntungkan, dan (6) menggugah dan mengembangkan kesadaran swadaya keluargatani. Dalam penelitian ini akan diidentifikasi jenis-jenis pelatihan dan kursus sesuai kebutuhan dan masalah petani yang telah diikuti melalui kelompok masing-masing.

Penyuluhan

(49)

perilaku klien sesuai dengan yang direncanakan/dikehendaki yakni orang makin modern. Ini merupakan usaha mengembangkan (memberdayakan) potensi individu klien agar lebih berdaya secara mandiri. Makna modern disini adalah : (1) terbuka dan siap menerima perubahan (pembaruan) : pengalaman baru, inovasi baru, penemuan baru yang lebih baik, pandangan baru, (2) orientasinya realistik /demokratis : berkecenderungan membentuk/menerima pendapat lingkungan, (3) berorientasi masa depan dan masa kini, dan bukannya masa silam, (4) hidup perlu direncanakan dan diorganisasikan, (5) orang belajar menguasai lingkungan (tidak pasrah ), (6) rasa percaya diri tinggi/optimis atau dunia dibawah kontrolnya, (7) penghargaan pada pendapat orang lain karena tiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan, (8) memberi nilai tinggi pada pendidikan formal demikian pula informal dan non formal, (9) percaya pada IPTEKS dan perkembangannya, dan (10) percaya bahwa imbalan harus eimbang dengan prestasinya.

Berdasarkan pandangan tersebut disimpulkan bahwa kegiatan penyuluhan seharusnya berorientasi terhadap perubahan perilaku serta penemuan baru untuk masa depan dan mampu meningkatkan kesadaran dan rasa percaya diri individu. Selanjutnya Asngari menekankan pentingnya mengembangkan falsafah penyuluhan antara lain : (1) falsafah mendidik yang dapat mengembangkan potensi manusia secara optimal, (2) falsafah pentingnya pribadi individu ditonjolkan dalam penyuluhan pada umumnya, sebab potensi pribadi seseorang individu merupakan hal yang tiada taranya untuk berkembang dan dikembangkan, (3) falsafah demokrasi, (4) falsafah bekerja bersama antara penyuluh/agen pembaharuan dengan klien agar lebih aktif berprakarsa mengembangkan usaha bagi dirinya, (5) falsafah membantu klien agar mereka mampu membantu diri sendiri, dan (6) falsafah kontinyu atau berkelanjutan dimana materi yang disajikan, cara dan alat bantu penyajian disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan manusia, teknologi, sarana dan usaha.

(50)

perubahan. Dalam kegiatan penyuluhan terdapat peran penyuluh yang bertugas menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan-perubahan.

Peran penyuluh sebagai agen perubahan oleh Lippitt, et al. (1958) dinyatakan sebagai berikut : (1) melakukan diagnosa masalah yang benar-benar diperlukan masyarakat sasaran dengan menganalisis motivasi dan kemampuan masyarakat sasaran untuk melakukan perubahan; (2) penilaian kapasitas dan motivasi untuk berubah dari kelayan, yaitu agen perubahan harus mampu menilai kesiapan kelayan, apakah kelayan memiliki kapasitas dan motivasi yang cukup untuk membangun kebersamaan; (3) penilaian terhadap perubahan sumberdaya dan motivasi agen yaitu :apakah agen perubahan benar-benar memiliki motivasi dan sumberdaya yang diperlukan terhadap pekerjaannya; (4) pemilihan sasaran sesuai hasil perubahan yaitu : agen perubahan harus mampu mempersiapkan beberapa inisiatif keputusan tentang apa yang kita arahkan dan bagaimana sebaiknya ditempuh dan apa yang dilakukan lebih dahulu; (5) memilih peran yang sesuai, yaitu: pertimbangan strategis dari agen perubahan adalah memilih peran dia sendiri dan menerima masukan dari proses perubahan itu, apakah ia mendorong atau memberi petunjuk; (6) memelihara hubungan dengan dengan para kelayan dengan memberi sanksi yang cukup dan menjelaskan harapan dari perubahan serta mengatur mutu dan intensitas hubungan; (7) mengenali dan mengarahkan perubahan yang meliputi tahapan perubahan yang direncanakan dan tema yang membantu hubungan; dan (8) memilih tehnik yang spesifik sesuai perilaku apa yang harus dilakukan dan dikatakan pada momen tertentu.

Gambar

Gambar 2 :  Hubungan antar Peubah yang berkaitan dengan  Keberdayaan Petani dalam Kelompok
Tabel 1.  Penentuan Jumlah Sampel Penelitian
Tabel 2.   Peubah, Indikator dan Cara Pengukuran
Tabel  3.  Koefisien Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia yang berlimpah dan atas penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menjalani perkuliahan dan

Pokja Pengadaan Barang Kelompok IV yang dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Unit Layanan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah Kabupaten Muara Enim Nomor

Dari analisis data di atas peneliti menyimpulkan bahwa melihat latar belakang pijakan yang digunakan SMP Islam Thoriqul Huda tersebut, maka strategi perencanaan

Judul Skripsi : Pengaruh Hukuman Punishment terhadap Prestasi Belajar Siswa Madrasah Aliyah Negeri MAN 1 Jombang menyatakan dengan sebenarnya bahwa dalam skripsi ini tidak

Sebagai contoh, satu kes penindasan pekerja asing warga Bangladesh yang menarik perhatian orang awam ialah pada tahun 2007 di mana agensi pengrekrutan telah

(1) Harapan terhadap terhadap layanan di PGPAUD UNJ adalah kualitas SDM yang menunjang (dosen dan karyawan) sehingga mampu memberikan layanan pendidikan dan administrasi yang

Kesimpulan ini diperkuat oleh sabda yang serupa dengan yang terdapat dalam 1 Tes 4:13-18: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak

10Base5, which is part of the IEEE 802.3 baseband physical layer specification, has a distance limit of 1640 feet - 500 meters - per