SKRIPSI
OLEH:
AGUSTYO EKO WASPODO NPM. 05 43010 317
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan
judul “Pemaknaan Karikatur Clekit (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur
Editorial Clekit Pada Media Jawa Pos Edisi 17 Agustus 2010)” dengan
sebaik-baiknya.
Penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih sebanyak – banyaknya
kepada Ibu Dra. Diana Amalia, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu memberikan bimbingan serta dorongan kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Pada kesempatan ini penulis
juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Suparwati, S.Sos, Dekan FISIP UPN “Veteran” Jatim.
2. Bpk Juwito, S.Sos, Msi , Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP
UPN “Veteran” Jatim.
3. Dosen-dosen Jurusan Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan
ilmu dan dorongan.
4. Mama, Papa, Adik beserta keluarga tercinta yang terus memberi motivasi
dan semangat.
5. Terima kasih yang sebanyak - banyaknya kepada Lina Dewi Budiarti yang
selalu memberi dukungan demi terselesaikannya penelitian ini.
6. Teman-teman “The Nyorngat” ( Erwin Doni, Ana, Merly, Qiqhie, Vicha,
telah membantu dalam proses penyelesaian penelitian ini
Penulis menyadari bahwa penulisan penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah
dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca,
khususnya teman-teman di program studi Ilmu Komunikasi.
Surabaya, 2 Maret 2011
KATA PENGANTAR ……….. i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ………... vii
DAFTAR LAMPIRAN ……….... viii
ABSTRAKSI ………. ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Kegunaan Penelitian ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 11
2.1.1. Media Cetak ... 11
2.1.2. Kartun Dan Karikatur ... 12
2.1.3. Karikatur Dalam Surat Kabar ... 13
2.1.4. Kritik Sosial ... 18
2.1.9. Wakil Rakyat ……. ……….... 31
2.1.10. Rakyat ………...…… 33
2.1.11. Merdeka!! ……… 35
2.1.12. Pemaknaan Warna ……… 36
2.2. Kerangka Berpikir ... 37
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 40
3.2. Korpus ... 41
3.3. Unit Analisis Data ... 41
3.3.1. Ikon (Icon) ... 41
3.3.2. Indeks (Index) ... 42
3.3.3. Simbol (Symbol) ... 42
3.4. Penempatan Ikon, Indeks, dan Simbol ... 43
3.5. Teknik pengumpulan Data ... 43
3.6. Teknik Analisis Data ……… 44
” Edisi Selasa, 17 Agustus 2010” Di surat Kabar Jawa Pos .... 52
4.3.2. Tanda dan Acuan Tanda ……… 54
4.3.3. Penggambaran Karikatur Editorial Clekit ”Edisi Selasa, 17 Agustus 2010” Di Surat Kabar Jawa Pos ... ... 54
4.3.4. Karikatur Editorial Clekit Edisi Selasa, 17 Agustus 2010 Di Surat Kabar Jawa Pos Dalam Kategori Tanda Pierce ... 55
4.4. Analisis Karikatur Editorial Clekit Edisi Selasa, 17 Agustus 2010 Di Surat Kabar Jawa Pos Dalam Tiga Kategori Tanda Model Semiotik Pierce ... .. 59
4.4.1. Ikon ... 59
4.4.2. Indeks ... 62
4.4.3. Simbol ... 65
4.5. Makna Keseluruhan Karikatur Editorial Clekit Edisi Selasa, 17 Agustus 2010 Di Surat Kabar Jawa Pos Dalam Triangle of Meaning Pierce ……… ….. 69
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana “Pemaknaan Karikatur Clekit (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Pada Media Jawa Pos Edisi 17 Agustus 2010)”. tentang “kesenjangan sosial antara wakil rakyat dan rakyat”. Edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos.
Landasan teori yang digunakan pada penelitian ini antara lain : teori segitiga makna Charles Sanders Pierce, Kritik Sosial, Etika komunikasi, Kartun dan Karikatur, Karikatur dalam Surat Kabar, Konsep Makna, Pemaknaan Warna, Semiotika. Sumber atau teori tersebut digunakan sebagai dasar atau acuan dalam pembahasan penelitian.
Korpus dalam penelitian ini adalah karikatur gambar clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010. Analisis semiotik ini menggunakan penedekatan semiotika model C.S. Pierce. Dengan menggunakan model semiotik dari Pierce. Sistem tanda (gambar, warna, perilaku non verbal dan atribut pendukung) yang digunakan sebagai indikator pengamatan dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan deskriptif karikatur, yang mengkategorikan tanda tersebut menjadi ikon, indeks, simbol.
Dari hasil interpretasi, maka Karikatur Editorial Clekit Pada Media Jawa Pos Edisi 17 Agustus 2010 membentuk makna semiotik yaitu adanya hubungan sebab akibat diantara seluruh obyek dalam karikatur, hubungan ini membentuk suatu sifat kurang baik dari wakil rakyat dimana dalam gambar karikatur clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 adalah sebagai wakil rakyat yang sepatutnya menjaga amanah rakyat serta memahami aspirasi rakyat kurang menghiraukan jeritan rakyat yang belum mendapatkan haknya sebagai warga negara.
1.1. Latar Belakang Masalah
Kemerdekaan di Indonesia semakin lama semakin tidak dirasakan
oleh rakyat Indonesia. Berbeda halnya ketika bangsa Indonesia baru
memperoleh kemerdekaannya. Pada masa awal kemerdekaan Indonesia,
pemerintah begitu memperdulikan nasib rakyat Indonesia yang kondisinya
sangat tertindas karena penjajahan bangsa asing. Sedangkan saat ini,
pemerintahan di Indonesia tak lagi memperdulikan esensi akan kemerdekaan
bagi rakyatnya. Hal ini disebabkan oleh individu-individu di pemerintahan
yang kurang bertanggung jawab atas kewajiban dan jabatan yang seharusnya
dijalankan dengan dedikasi untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dan tidak
seharusnya wakil rakyat lebih memprioritaskan kepentingan pribadinya diatas
kepentingan rakyat Indonesia.
Mengapa kekuasaan menjadi rebutan, sementara tanggung jawab
mengemban amanat penderitaan rakyat cenderung diabaikan. Kesombongan
intelektual liberalisme menguasai sistem ekonomi yang kita pilih sekarang,
akibatnya ekonomi liberal yang liar mencabik-cabik kekayaan bangsa yang
terbagi-bagi hanya di kalangan elit. Pemerintah hanya menjadi penagih pajak
yang tunduk pada kekuasaan yang telah dikuasai elit politik dan penguasaha.
ketidakseimbangan dimana-mana, semangat separatisme masih bergelaora
seiring dengan antisipasi otonomi daerah yang miskin persiapan.
Makna kemerdekaan adalah awal terwujudnya mimpi membangun
bersama NKRI untuk kesejahteraan rakyat. Menjaga keamanan seluruh warga
dalam lindungan sistem hukum yang adil dan kokoh. Bukan personifikasi
kekuasaan individual ke dalam sistem seperti terjadi di wilayah Yudikatif dan
eksekutif, atau rancangan sikut-menyikut di legislatif. Diperlukan keinsyafan
massal tentang pentingnya kesadaran bersama dalam mengelola seluruh
potensi bangsa.
Makna kemerdekaan dalam kerangka demokrasi masih bisa menerima
segala hiruk pikuk persaingan para elit untuk menjadi pengelola negara,
namun semua itu dalam kepatuhan terhadap aturan main. Yang lebih penting
lagi adalah keseriusan serta keberanian dalam menempuh jalan pembangunan
yang akan berdampak luas dan positif bagi bangsa Indonesia. Segala
perdebatan harus bisa dilaksanakan dalam semangat persatuan dan pada
saatnya harus berhenti, para pihak harus mengerti dan mampu menerima
secara legowo. Meskipun dendam dan sakit hati itu adalah sifat manusiawi,
namun bila kebenaran sedang membimbing Indonesia Raya, kita patut
mendukungnya. Sebaliknya bila kegelapan sedang berkuasa kita juga wajib
Pada saat ini Indonesia banyak problem internal pemerintahan. Seperti
halnya pada kasus dana reses anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebesar Rp.
404 miliar yang dinilai sebagai pemborosan uang negara. Jumlah tersebut
didapat melalui laporan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) DPR tahun
2010.
Anggaran komunikasi anggota DPR mencapai Rp. 580 juta per orang
setiap bulan. Dana tersebut cukup untuk membiayai hidup 162.400 warga
miskin selama setahun.
Anggaran komunikasi intensif ini ditujukan untuk keperluan
penyerapan aspirasi konstituen di daerah pemilihan. Total anggaran
komunikasi intensif pada tahun 2010 untuk seluruh anggota DPR (560 orang)
mencapai Rp. 230 miliar atau Rp. 412 juta per orang.
Faktanya anggota Dewan sudah mendapat uang komunikasi Rp 14
juta per bulan atau Rp 168 juta per tahun. “Jika ditotal, setiap anggota DPR
akan mendapat Rp 580 juta per tahun,” ujar Uchok Sky Kadafi, Koordinator
Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
(Fitra), Kamis (22/7).
Pada tahun 2009 uang komunikasi intensif anggota DPR mencapai Rp
211.209.191.000. “Ini benar-benar pemborosan. Uang komunikasi bulanan
saja sudah sangat berlebih, apalagi ditambah komunikasi intensif untuk
penyerapan aspirasi,” kata Uchok.
Menurut Uchok, uang komunikasi intensif ini bagian dari dana reses
miliar untuk dana komunikasi intensif, Rp 125 miliar untuk kunjungan kerja
reses (4 kali setahun), Rp 33 miliar untuk kunjungan kerja sesuai tata tertib (4
kali setahun), dan Rp 13 miliar untuk kunjungan kerja perseorangan (1 kali
setahun).
“Istilahnya, uang reses sebanyak itu untuk keperluan pulang kampung
anggota DPR saja. Kunjungan kerja DPR tidak pernah ada hasilnya, yang ada
hanya meningkatkan kecemburuan sosial dan mempertinggi tingkat
kesenjangan sosial antara wakil rakyat dan rakyat dari Negara itu sendiri.”
tandas Uchok.
(http://www.vhrmedia.com/Pulsa-DPR-=-Biaya-Hidup-162.400-Orang-Miskin-Setahun--berita5010.html)
Dari pembahasan dan fakta-fakta yang terkumpul diatas penulis
memilih media cetak Koran harian Jawa Pos dikarenakan Koran harian Jawa
Pos memiliki banyak pembaca yang tersebar di nusantara dan didalam Koran
harian tersebut terdapat rubrik yang menampilkan gambar karikatur, dimana
karikatur tersebut menggambarkan kejadian yang terjadi dan menjadi topik
berita.
Latar belakang penulis memilih permasalahan ini karena dari
karikatur editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa
Pos ini terlihat jelas kesenjangan sosial antara wakil rakyat dan rakyat yang
digambarkan, wakil rakyat menggunakan setelan jas berdasi membawa koper
serta berteriak “merdeka!!” secara lantang dan rakyat menggunakan pakaian
compang-camping yang menjerit “kami belum!!”. Wakil rakyat sebagai elit
Media cetak seperti surat kabar tidak hanya berperan sebagai
pencarian informasi yang utama dalam fungsinya, tetapi juga mempunyai
suatu karakteristik yang menarik. Dari keseluruhan fungsi pers yaitu
memberikan informasi, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi pers sebagai
kontrol sosial adalah yang terpenting. Karena pada hakekatnya dianggap
sebagai kekuatan keempat yakni dalam menjalankan kontrol masyarakat
terhadap pemerintah, baik berupa dukungan maupun kritikan.
Kontrol sosial dapat dilakukan dengan beberapa cara baik eksplisit
maupun implisit. Secara eksplisit kontrol sosial ini dapat terlihat dari
penulisan tajuk rencana surat kabar dalam menanggapi
permasalahan-permasalahan yang terjadi dan berkembang yang merupakan berita utama dari
surat kabar tersebut ataupun berita yang menjadi wacana publik saat itu.
Secara implisit kontrol sosial dapat dilakukan salah satunya adalah
dengan tampilan karikatur. Keberadaan karikatur pada surat kabar, bukan
berarti hanya melengkapi surat kabar dan memberikan hiburan selain
berita-berita utama yang disajikan. Tetapi juga dapat memberikan informasi dan
tambahan pengetahuan terhadap masyarakat.
Menurut Nimmo (2000:46) dalam penyajiannya di media cetak,
karikatur merupakan salah satu unsur penting, bahkan tak terpisahkan
disamping tajuk rencana, opini, dan artikel pilihan lainnya. Bagi pembaca
atau setidak-tidaknya para pembaca awam, karikatur membawa arti
dalam bentuk tulisan, maka karikatur seringkali justru bermakna penting
karena bisa diinterpretasikan menurut pengalaman personal. Fakta-fakta yang
kadang merupakan peristiwa pahit bisa dikemukakan tanpa menyinggung
perasaan.
Gambar karikatur adalah karya pribadi, produk suatu keahlian seorang
kartunis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, teknik melukis, psikologi,
maupun bagaimana dia memilih tema atau isu yang tepat. Karikatur
merupakan tanggapan atau opini secara subyektif terhadap suatu kejadian,
tokoh, suatu soal, pemikiran atau pesan tertentu. Gambar karikatur
merupakan simbolic speech (komunikasi tidak langsung) artinya bahwa
penyampaian pesan yang terdapat dalam gambar karikatur tidak dilakukan
secara langsung tetapi dengan menggunakan bahasa simbol. Dengan kata lain
makna yang terkandung dalam karikatur adalah makna yang terselubung.
Simbol-simbol pada gambar karikatur tersebut merupakan simbol yang
disertai maksud (signal) yang digunakan dengan sadar oleh orang yang
mengirimnya (si pengirim) dan mereka yang menerimanya (si penerima).
Karikatur clekit merupakan pemaknaan dari peristiwa yang terjadi di
masyarakat yang meliputi peristiawa politik, sosial, ekonomi, budaya dan
sebagainya yang terjadi. Karikatur clekit dalam satu minggu di muat hanya
tiga kali, penyampaian pesan secara implisit dalam artian karikatur sebagai
komunikasi tidak langsung (symbolic speech) dimaksudkan untuk
mengeembangkan kreatifitas, imajinasi pembaca dalam menginterpretasikan
dari makna tersebut yang diharapkan mampu memberikan solusi, pemecahan
atau koreksi diri bagi kalangan masyarakat, pemerintah ataupun
individu-individu tentang suatu permasalahan.
Berdasarkan latar belakang di atas pemilihan gambar karikatur Clekit
tentang permasalahan yang terjadi dimana tergambar dalam karikatur
editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos, penulis
hendak menjabarkan makna yang terkandung dalam karikatur secara semiotik
berdasarkan ikon, indek dan simbol. Penulis akan mengartikan karikatur
seorang pejabat atau wakil rakyat yang digambarkan sebagai seorang yang
merasa merdeka karena telah mendapatkan haknya webagai pejabat
pemerintah dan seorang rakyat biasa yang digambarkan sebagai seorang yang
belum merdeka karena belum mendapatkan hakya sebagai warga negara,
karikatur editorial merupakan karikatur yang memiliki sifat mengkritik atau
memiliki makna sosial.
Alasan yang mendasari pemilihan gambar karikatur clekit adalah
adanya deformasi jasmani terhadap pihak-pihak yang menjadi sasaran,
pembuatan karikatur dalam gambar karikatur clekit yang menyebabkan
keimplisitan pesan, yaitu di dalam gambar karikatur terdapat perubahan
gambar tokoh yang tidak sesuai lagi dengan gambar atau bentuk asli karena
adanya tambahan efek-efek gambar dari kartunis sehingga karikatur tersebut
memiliki makna dan pesan yang menimbulkan imajinasi bagi pembaca dalam
menyikapi gambar karikatur clekit, dan karikaturis menciptakan sensasi
yang menggelitik bagi pembaca. Disamping itu penulis tertarik meneliti
gambar karikatur tersebut karena dalam hal ini seorang wakil rakyat dan
rakyat biasa menggambarkan adanya terlihat jelas kesenjangan sosial antara
wakil rakyat dan rakyat yang digambarkan, wakil rakyat menggunakan
setelan jas berdasi membawa koper serta berteriak “merdeka!!” secara lantang
dan rakyat menggunakan pakaian compang-camping yang menjerit “kami
belum!!”. Dimana dalam gambar karikatur editorial Clekit edisi Selasa, 17
Agustus 2010 adalah sebagai wakil rakyat yang sepatutnya menjaga amanah
rakyat serta memahami aspirasi rakyat hanya menikmati hak-haknya secara
pribadi dan kurang menghiraukan rakyat yang belum mendapatkan haknya
sebagai warga negara.
Istilah semiotika yang dimunculkan pada akhir abad ke-19 oleh
filusuf aliran pragmatic Amerika, Charles Sanders Pierce merujuk pada
“Doktrin formal tentang tanda-tanda”. Yang menjadi dasar semiotika adalah
konsep tentang tanda, tidak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang
tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri pun sejauh terkait
dengan pikiran manusia seluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena jika tidak
begitu manusia tidak akan bisa menjalin hubungannya dengan realistis.
Bahasa itu sendiri merupakan sistem tanda yang paling fundamental bagi
manusia, sedangkan tanda-tanda non verbal seperti gerak-gerik,
bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial konvensional lainnya dapat di
pandang sebagai jenis bahasa yang tersusun dari tanda-tanda bermakna yang
adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda dan lambang.
Akhirnya peneliti menemukan ide untuk melakukan penelitian dengan
mengambil judul “Pemaknaan Karikatur Clekit (Studi Semiotik
Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Pada Media Jawa Pos Edisi 17
Agustus 2010)”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian
ini adalah Bagaimana “Pemaknaan Karikatur Clekit” dalam Karikatur
Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos?
1.3. Tujuan Penelitian
Dari uraian tentang latar belakang masalah dari perumusan masalah
yang telah diajukan, maka tujuan penelitian ini adalah “Pemaknaan Karikatur
Clekit” dalam Karikatur Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di
surat kabar Jawa Pos?
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan praktis
Memberikan landasan pada pengelola media massa, dalam hal ini bahwa
informasi atau berita tidak hanya bisa dijabarkan melalui tulisan maupun
siaran, namun dapat pula berbentuk gambar kartun berupa karikatur yang
menarik, memiliki nilai humor didalamnya, mengandung kritikan dan
2. Kegunaan teoritis
Sebagai bahan acuan serta menambah referensi perpustakaan khususnya
ilmu komunikasi kepada para peneliti yang lain mengenai studi analisis
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Media Cetak
Secara garis besar media massa dapat dibedakan menjadi dua, yakni
media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak maupun
elektronik merupakan media massa yang banyak digunakan oleh masyarakat
di berbagai lapisan sosial, terutama di masyarakat kota. Keberadaan media
massa seperti halnya pers, radio, televisi, film, dan lain-lain, tidak terlepas
kaitannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Media massa dapat menjadi jembatan yang menghubungkan komunikator
dengan komunikan yang melintasi jarak, waktu, bahkan lapisan sosial dalam
masyarakat.
Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang statis yang
mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan
sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna dan halaman hitam putih
2.1.2. Kartun dan Karikatur
Secara singkat dapat dijelaskan, bahwa karikatur, seperti halnya
kartun strip, kartun gags (kartun kata), kartun komik, dan kartun animasi
adalah bagian dari apa yang dinamakan kartun.
Karikatur (latin: carricare) sebenarnya memiliki arti sebagai gambar
wajah yang didistorsikan, diplesetkan, atau dipelototkan secara karakteristik
tanpa bermaksud melecehkan si pemilik wajah. Seni memletotkan wajah ini
sudah berkembang sejak abad ke-17 di Eropa, Inggris dan sampai ke Amerika
bersamaan dengan perkembangan media cetak pada masa itu.
Di Indonesia, konon karikatur mulai berkembang sejak negeri ini
dibawah penjajahan Belanda. Yaitu pengaruh dari gambar karikatur yang
secara berkala dimuat di surat kabar berbahasa Belanda, misalnya “de
locomotif” yang beredar di Indonesia pada saat itu.
Karikaktur adalah produk suatu keahlian seorang karikaturis, baik dari
segi pengetahuan, intelektual, cara melukis, psikologis, cara melobi, referensi,
bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang tepat. Karena itu, kita
bisa mendeteksi intelektual dari sudut ini. Juga, cara dia mengkritik yang
secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum. (Sobur,
2006:140).
Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam
bentuk gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan
karikatur dijadikan sarana untuk kritik yang sehat. Dikatakan kritik sehat
karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik.
(Sobur, 2006:140)
2.1.3. Karikatur dalam Surat kabar
Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian
pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain, komunikator kepada
komunikan, pada dasarnya pikiran bisa serupa gagasan atau ide, opini,
informasi dan lain sebagainya, dimana gagasan, opini dan informasi tersebut
muncul dari pemikiran seseorang itu sendiri, perasaan bisa berupa keyakinan,
kepastian, kekhawatiran, kemarahan, kepuasan, keberanian dimana hal-hal
tersebut bisa muncul dari perasaan masing-masing. Banyak pengertian yang
memberi penjelasan tentang komunikasi massa secara umum, komunikasi
massa diartikan penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan
dengan menggunakan media massa adalah komunikasi yang pesannya
ditujukan oleh sejumlah besar orang anonym, heterogen dan tersebar luas
melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima
secara serentak serta tidak mengenal batas geografis kultural. Dengan kata
lain komunikasi massa adalah penyaluran pesan-pesan kepada sejumlah orang
melalui melaui media massa. Media dalam disipilin bahasa komunikasi
adalah sebuah alat untuk menyampaikan pesan untuk berkomunikasi. Dalam
konteks masyarakat modern, ia merupakan dengan apa berbagai bentuk
Dalam masyarakat dari yang primitif hingga terkomplek komunikasi
massa memiliki beberapa fungsi. Menurut Laswell fungsi komunikasi ada
tiga, yaitu:
1. The surveillance of the environment
Fungsi ini biasa disebut pengamatan lingkungan, yaitu pengamatan
yang dilakukan untuk mengetahui kejadian-kejadian apa yang sedang
terjadi.
2. The correlation of part of society in responding to the environment
Fungsi ini adalah fungsi korelasi, fungsi yang menghubungkan
bagian-bagian yang ada dalam masyarakat yang menanggapi
lingkungan, yakni dengan menghasilkan atau memiliki
alternatif-alternatif solusi dalam menangani permasalahan sosial.
3. The transmission of the social heritage from one generation to the
next
Fungsi ini biasa disebut sosialisasi dan pendidikan yaitu fungsi
transmisi nilai dan norma sosial dari satu generasi ke generasi
berikutnyan (Winarso, 2005: 21)
Media berfungsi sebagai jembatan pengetahuan, pengalaman dan
pandangan bagi masyarakat yang dapat membuat kita mengetahui apa yang
terjadi di sekitar kita tanpa adanya sikap memihak maupun turut campurnya
apa yang ingin disampaikan dan mengetahui bagaimana komunikator dalam
menyampaikan pesan kepada komunikan. Salah satu komponen media massa
adalah media cetak dalam bentuk surat kabar, dan dengan sendirinya media
cetak memiliki fungsi-fungsi komunikasi massa. Media cetak berupa surat
kabar mempunyai pengaruh besar terhadap pola pemikiran masyarakat dalam
menyikapi berita tentang hal-hal yang terjadi di sekitar. Wilbur Schram
(Rivers, 2003:34) menggunakan istilah yang lebih sederhana, yaitu sistem
komunikasi sebagai penjaga, forum dan guru. Ia dan sejumlah pakar
menambahkan fungsi keempat: sumber hiburan.
Karikatur merupakan salah satu dari isi surat kabar yang bersifat
hiburan karena karikatur merupakan gambar lelucon yang bersifat lucu dan
mengandung unsur humor dengan membawa pesan sosial. Berasal dari
bahasa Italia, caricature tempat kartun pertama muncul didunia pada abad
XVII. Perintisnya bernama Amnibale Carrici, seorang karikaturis yang
mampu mengubah wajah seseorang menjadi bentuk binatang atau sayuran
namun tetap mirip dengan subyeknya yang bertujuan sebagai ungkapan
protes ataupun kritik sosial. Akan tetapi kariaktur pertama muncul di Inggris
oleh Thomas Rowlandson (1756-1872) dan James Gillary ( 1757-1815).
Dalam perkembangan selanjutnya karikatur dihubungkan dengan jurnalisme
(Panuju, 2005:86)
Di Indonesia saat ini sendiri karikatur memiliki kedudukan yang
cukup berperan khususnya dalam surat kabar, karena karikatur kebanyakan
bentuk karikatur yang didefinisikan oleh Junaedhie “karikatur adalah gambar
kartun yang menggambarkan atau memiripkan subyeknya dengan gaya satiris
atau mengolok-olok” (Panuju, 2005:85). Memuat karikatur berarti kita
dihadapkan pada tanda-tanda visual dan kata-kata. Untuk menguak makna
karikatur pada kenyataannya bukan hal yang mudah, para pembaca di ajak
untuk berpikir tentang arti dan makna karikatur dan memahami pesan-pesan
yang tersirat dalam gambar tersebut.
Karya seni karikatur adalah bagian yang kini tidak dapat dipisahkan
dari suatu media terutama media cetak atau surat kabar, karikatur diartikan
sebagai opini redaksi media dalam memasukkan unsur lelucon, anekdot dan
humor agar siapapun yang melihatnya dapat tersenyum termasuk obyek atau
yang dikarikaturkan itu sendiri (Sumandiria, 2004:3). Karikatur penuh dengan
perlambangan yang kaya makna, oleh karena itu karikatur diharapkan dapat
menjadi salah satu jembatan bagi informasi pembacanya karena suatu
informasi yang disajikan melalui karikatur dapat berfungsi sebagai hiburan
yang memiliki nilai bagi pembacanya. Selain dikaji sebagai teks dan gambar
juga harus dilakukan menghubungkan karya seni tersebut dengan kejadian
yang terjadi disekitar masyarakat yang sedang menonjol atau saat berita
tersebut sedang hangat diperbincangkan dan diperdebatkan oleh masyarakat.
Setajam atau sekeras apapun kritik yang disampaikan sebuah karikatur
tidak akan menyebabkan revolusi. Karikatur tidak akan menjadi pendobrak,
Dengan karikatur kita dapat mengangkat suatu permasalahan yang
sedang hangat ke permukaan dengan kemasan yang sangat menarik dan
memiliki unsur humor, seorang karikaturis diharapkan berperan sebagai
nurani yang bisa diajak berwawancara dengan diri sendiri dan menjadi
semacam medium untuk mengungkap suatu permasalahan.
Karikatur merupakan salah satu media yang dapat mengetengahkan
suatu masalah yang sedang bergejolak ke permukaan, dapat mengangkat
suatu permasalahan yang sedang terjadi, baik masalah tersebut melibatkan
seseorang maupun melibatkan beberapa pihak atau sebuah badan, karikatur
diharapkan bisa dijadikan sarana penyampaian kritik sosial yang sehat dan
tetap tidak melepaskan budaya pers yang bebas namun bertanggung jawab,
begitu banyak berita atau “news” yang dapat diketahui dari berbagai literatur,
satu sama lain berbeda disebabkan pandangannya dari sudut yang berbeda.
Beberapa tahun lalu, para ahli mendefinisikan berita dengan
pandangan dari sudut surat kabar saja. Dan kenyataan menunjukkan bahwa
penyiaran radio oleh stasiun radio dan televisi sangat berpengaruh terhadap
jurnalistik surat kabar, antara lain dengan kecepatan sampainya berita kepada
khalayak. Kalau suatu peristiwa baru dapat diberitakan surat kabar keesokan
harinya, lain dengan radio dan televisi hanya dalam hitungan jam saja, bahkan
suatu peristiwa nasional dapat disiarkan pada saat kejadian itu sendiri
berlangsung, akan tetapi karena ketiga media massa yakni, surat kabar, radio
dan televisi masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, maka pada
Dari puluhan bahkan ratusan definisi berita yang dapat dibaca dalam
berbagai buku berkala, ada satu definisi yang dikemukakan oleh Prof. Mitchel
V. Charnley dalam bukunya “Reporting”, yang berbunyi: “News is the timely
report of facts or opinion of either interest or importance, or both, to a
considerable number of people” (Berita adalah laporan tercepat mengenai
fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau
kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk) (1965:34).
2.1.4. Kritik Sosial
Kritik berasal dari Yunani (kritike = pemisahan, krinoo =
memutuskan) dan berkembang dalam bahasa Inggris “critism” yang berarti
evaluasi atau penilaian tentang sesuatu. Sementara sosial adalah suatu kajian
yang menyangkut kehidupan manusia dalam bermasyarakat seperti interaksi
sosial, gaya hidup masyarakat, perubahan sosial yang terkait dengan
kehidupan sosial masyarakat. Sehingga kritik sosial dapat diartikan sebagai
evaluasi atau penilaian yang menyangkut kehidupan bermasyarakat
menciptakan suatu kondisi sosial yang tertib dan stabil. Dalam kritik sosial,
pers dan politik Indonesia, kritik sosisal adalah suatu bentuk komunikasi
dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai sumber kontrol
terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat.
Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan unsur penting dalam
memelihara sistem sosial. Dengan kata lain, kritik sosial dalam hal ini
sosial atau masyarakat (Masoed, 1999:47). Kritik sosisal juga dapat berarti
inovasi sosial, dalam arti bahwa kritik sosial dapat juga membangun gagasan
baru yang didapat dari kritik sosial tersebut, perspektif kritik sosial yang
demikian lebih banyak dianut oleh kaum kritis dan strukturalis. Mereka
melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan
perubahan sosial (Masoed, 1999:49).
Kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada peneropongan
kepentingan diri saja, melainkan justru menitikberatkan dan mengajak
masyarakat atau khalayak untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nyata
dalam masyarakat. Kritik merupakan bagian essensial dari masyarakat,
meskipun teori sosiologi cenderung mengabaikannya. Yang membedakan
antara masyarakat satu dengan yang lain hanya cara pernyataannya. Karena
dominasi budaya jawa yang sangat kuat, masyarakat Indonesia cenderung
menggunakan cara kritik yang tersirat, yang disampaikan secara tidak
langsung, misalnya melalui simbol dan sebagainya. Akan tetapi, penyerapan
cara kritik jawa itu tidak dapat dilakukan begitu saja, tanpa
mempertimbangkan tatanan masyarakat secara keseluruhan.
Kritik memiliki fungsi taktis dan peranan strategis dalam
menumbuhkan berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan
pemerintahnya. Tidak tertutup mata atas kenyataan bahwa kritik adalah
modus sebuah proses input, sehingga otomatis tidak mungkin dihindari.
Kritik akan mengingatkan agar masyarakat selalu bertindak sedemikian rupa,
mencapai pemecahan terhadap masalah kehidupan dalam masyarakat atau
lingkunganya, dilaksanakan dengan akibat yang semanusiawi mungkin.
Kontrol sosial merupakan dua sisi dari mata uang yang sama, yang
selalu ada di dalam masyarakat manapun. Dengan demikian, apabila kontrol
sosial cenderung dipahami sebagai aktifitas pengendalian, di dalam
percakapan sehari-hari sistem pengendalian sosial sering kali diartikan
sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintah
(Soekanto, 2002:205). Kritik sosial dapat disampaikan mulai dengan
ungkapan-ungkapan sindiran melalui komunikasi antar personal dan
komunikasi sosial, melalui berbagai pertunjukan sosial dan kesenian dalam
komunikasi publik, seni sastra dan melalui media massa seperti karikatur.
Wahana kritik sosial sering kali ditemui di dalam media cetak, seperti
surat kabar, majalah dan tabloid. Di dalam media ini karikatur biasanya
disajikan selingan setelah pembaca menikmati rubrik-rubrik atau
artikel-artikel yang lebih serius. Meskipun pesan-pesan di dalam beberapa karikatur
sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan lewat berita dan artikel
tetapi lebih mudah dicerna atau dipahami sehubungan dengan sifatnya yang
menghibur. Kritikan-kritikan yang jenaka disampaikan secara jenaka tidak
begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan (Wijana, 2004: 04).
2.1.5. Etika Komunikasi
Etika berasal dari bahasa Yunani Ethos adalah Ilmu yang membahas
oleh pikiran manusia. Tujuan mempelajari etika, untuk mendapatkan konsep
yang sama mengenai penilaian baik dan buruk bagi semua manusia dalam
ruang dan waktu tertentu. Pengertian baik Sesuatu hal dikatakan baik bila ia
mendatangkan rahmat, dan memberikan perasaan senang, atau bahagia
(Sesuatu dikatakan baik bila ia dihargai secara positif), sedangkan pengertian
buruk segala yang tercela. Perbuatan buruk berarti perbuatan yang
bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku.
Hak untuk berkomunikasi di ruang publik merupakan hak yang paling
mendasar. Bila hak itu tidak dijamin akan mengebiri pikiran atau kebebasan
berpikir sehingga tidak ada lagi otonomi manusia. Hak untuk berkomunikasi
di ruang publik ini tidak bisa dilepaskan dari otonomi demokrasi yang
didasarkan pada kebebasan nurani dan kebebasan untuk berekspresi (B.
Libois, 2002:19). Jadi, untuk menjamin otonomi demokrasi ini hanya
mungkin apabila hak untuk berkomunikasi di publik dihormati. Etika
komunikasi merupakan bagian dari upaya untuk menjamin otonomi
demokrasi tersebut.
Perilaku aktor komunikasi hanya menjadi salah satu dimensi etika
komunikasi, yaitu bagian dari aksi komunikasi (politik). Aspek etisnya
ditunjukkan pada kehendak baik untuk bertangung jawab. Kehendak baik ini
diungkapkan dalam etika profesi dengan maksud agar ada norma intern yang
mengatur profesi. Aturan semacam ini terumus dalam deontologi jurnalisme.
1. Hormat dan perlindungan atas hak warga negara akan informasi dan
sarana-sarana yang perlu untuk mendapatkannya. Masuk dalam kategori
ini adalah perlindungan atas sumber berita; pemberitaan informasi yang
benar dan tepat, jujur dan lengkap; pembedaan antara fakta dan
komentar, informasi dan opini; sedangkan metode untuk mendapatkan
informasi harus jujur dan pantas (harus ditolak jika ternyata hasil curian,
menyembunyikan, menyalahgunakan kepercayaan, dengan menyamar,
pelanggaran terhadap rahasia profesi atau instruksi yang harus
dirahasiakan)
2. Hormat dan perlindungan atas hak individual lain dari warga negara.
Termasuk dalam hak ini ialah hak akan martabat dan kehormatan; hak
atas kesehatan fisik dan mental; hak konsumen dan hak untuk berekspresi
dalam media; serta hak jawab. Selain itu harus mendapat jaminan juga
ialah hak akan privacy, praduga tak bersalah, hak akan reputasi, hak akan
citra yang baik, hak bersuara dan hak akan rahasia berkomunikasi. Jadi,
hak akan informasitidak bisa memberi pembenaran pada upaya yang
akan merugikan pribadi seseorang. Setiap orang mempunyai hak untuk
menerima atau menolak penyebaran identitasnya melalui media
3. Ajakan untuk menjaga harmoni masyarakat. Unsur ketiga deontologi
jurnalisme ini melarang semua bentuk provokasi atau dorongan yang
Deontologi jurnalisme ini membantu dalam mempertajam makna
tanggung jawab. Ia bisa menjadi faktor stabilisasi tindakan yang berasal dari
dalam diri aktor komunikasi. (Haryatmoko, 2007 : 45-46)
2.1.6. Semiotika
Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti
“tanda “ atau seme yang berarti “penafsir tanda”. Semiotika atau dalam istilah
Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana
kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify)
dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to
communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda
(Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001:53) dalam Sobur (2001:15).
Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial
memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang
disebut sebagai “tanda”. Dengan demikian semiotik mempelajari hakikat
tentang keberadaan suatu tanda. (Sobur, 2006:87)
Tokoh semiotika Charles Sanders Pierce adalah seorang filsuf
Amerika. Sedangkan Ferdinand De Saussure adalah pendiri linguistic
modern, sarjana dan tokoh besar asal Swiss yang terkenal dengan teorinya
tentang tanda. (Sobur, 2006:43)
Membuat kajian komik-kartun-karikaur berarti berhadapan dengan
kajian kritis yang bertujuan untuk mengungkapan makna tanda-tanda atau
simbol-simbol yang ada.
Setiawan mengakui bahwa untuk menguak makna kartun pada
kenyataannya bukan pekerjaan mudah, mengingat berbagai persoalannya
menyangkut permasalahannya yang berkembang dalam masyarakat,
khususnya mengenai masalah sosial dan politik. Selain itu, elemen
pembentuk kartun-komik pun cukup kompleks, yakni terdiri atas unsur-unsur
berbagai disiplin. (Sobur, 2006:132)
Bagaimana persisnya bisa menganalisis kartun, dalam hal ini ada
contoh menarik yang dikemukakan Tomy dengan catatan bahwa kartun yang
dibuat pada tahun 2001 ini ini harus diletakkan dalam konteks ketika
Abdurrahman Wahid masih menjabat presiden RI, dan Megawati sebagai
wakil presiden RI, Amien Rais ketua MPR dan Akbar Tanjung ketua DPR.
(Sobur, 2006:133)
Langkah pertama, menurut Tomy, kita mesti dapat mendeskripsikan
jalinan tanda di kartun tersebut. Upamanya, kita bisa menandai berdasarkan
pola : gesture, komposisi ruang dan hubungan diantara objek. Berdasarkan
pengamatan sekilas kita menemukan suatu ruangan dibagi secara diagonal
dan disetiap ujung diletakkan empat gambar tokoh politik, keempat tokoh
tersebut secara diametral menatap ke arah yang berbeda dengan mata mereka
Lanjut Tomy, mungkin bisa mengatakan bahwa gambar kartun
tersebut tampil sebagai “tanda” karena ada kedekatan antara gambar dengan
objeknya. Ada hubungan ikonis antara gambar itu. Dengan demikian
menurutnya, kartun itu memiliki pola: proposition indexical type
(legysign). Suatu pernyataan (proposisi) yang mengacu pada objeknya secara
indeksikal dan menjadi “tanda” karena hukum / tradisi / kesepakatan. (Sobur,
2006:134)
Berikutnya, kita bisa mengamati aspek bahasa yang tercantum di
bawah ilustrasi tersebut, kemudian mendeskripsikannya dengan
mempertimbangkan sign, object, dan interpretant.
Apabila dicermati wacana yang terdapat dalam kartun terkait melalui
frase “tokoh”. Acuan dari proposisi tersebut dapat ditemukan di dalam kartun.
Dengan demikian proposisi sudah mendapatkan acuan dari teks kartun
sendiri.
Sudut interpretan, kalimat tersebut, dalam penilaian Tomy, adalah
sebuah proposisi. Artinya, suatu teks yang terbuka dan siap untuk
dikonfrontasikan dengan realitas atau tanda lainnya. Teks bahasa
diperhadapkan dengan ilustrasi kartun.
Demikian, kata Tomy, secara formal kita bisa mengatakan bahwa
proses semiosis yang dominan dalam kartun tersebut gabungan atau proposisi
(visual dan verbal) yang dibentuk oleh kombinasi tanda argumen indexical
Dalam menganalisa kartun atau komik-kartun, kita seyogyanya
menempatkan diri sebagai kritikus, agar bisa secara leluasa melakukan
penilaian dan memberi tafsiran terhadap komik-kartun tersebut. Melihat
entitas tanda-tanda visual dalam komik, dapat dianggap sebagai “teks”
tersebut. Akan tetapi guna mempertajam interpretasi makna serta menjaga
validitas kajian, diperlukan data yang berfungsi sebagai penguat tafsiran.
Hal lain yang cukup berperan adalah adanya narasi penyerta gambar.
Narasi-narasi tersebut kadang berupa rangkaian kata-kata, kadang juga berupa
onomatopea suara binatang, bunyi benda jatuh, desiran angin, dan
sebagainya. Berkaitan dengan teks narasi tentu akan menyentuh bidang
kesusastraan. (Sobur, 2006:136)
Pada dasarnya, kartun mengungkapkan masalah sesaat secara ringkas
namun tajam dan humoritis sehingga tidak jarang mebuat pembaca tersenyum
sendirian. Karena itu, pada umumnya satu “kisah” kartun hanya terbit satu
kali di dalam surat kabar atau majalah meskipun beberapa kartun yang telah
dimuat media massa dapat juga kemudian dihimpun dan diterbitkan kembali.
(Sobur, 2006:140)
2.1.7. Analisis Semiotik Charles Sanders Pierce
Menurut Pierce, semiotik adalah suatu tindakan, pengaruh atau kerja
sama antara tiga subjek yang terdiri dari tanda (sign), objek (object) dan
interpretant (Sobur, 2001:109). Beberapa pengertian dalam SEMIOTIK
1. MODEL ANALISIS CHARLES S.PIERCE
Semiotik berangkat dari elemen utama yang disebut Pierce teori segitiga
makna (Triangle meaning):
 Tanda : adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap
oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk /
merepretasikan hal lain di luar tanda itu sendiri. Acuan tanda ini
disebut objek.
 Acuan tanda (objek): adalah konteks social yang menjadi referensi
dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
 Pengguna tanda (interpretan): adalah konsep pemikiran dari orang
yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna
tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek
yang dirujuk sebuah tanda. Hubungan tanda, Objek dan
Interpretan:
Tanda merupakan pencitraan indrawi yang menampilkan pengertian
dari objek yang dimaksudkan. Sedangkan objek adalah produk yang
merupakan fokus peran. Interpretant merupakan pengertian yang diturunkan.
Model semiotk menurut Pierce dapat digambarkan dalam bentuk segitiga
Gambar 2.1 : Model Semiotik Pierce
Dengan mengacu pada segitiga elemen makna Pirece, maka dapat
diketahui mengenai persoalan bagaimana makna yang muncul dari sebuah
tanda (sign) ketika tanda itu digunakan orang pada waktu orang itu
berkomunikasi (Sobur, 2003:115).
Pierce mengelompokkan tanda (sign) menjadi tiga komponen, antara
lain : ikon (icon), indeks (index), simbol (symbol). Ketiga kategori tanda
tersebut, digambarkan dalam sebuah model segitiga berikut :
Gambar 2.2 : Model Kategori Tanda Pierce
Ikon (ikon) adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang
menyerupai apa yang dipresentasikan dan ditandai dengan kemiripan atau
sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia Sign
Object Interpretant
Icon
dan merupakan sesuatu yang merujuk / merepretasikan hal lain di luar tanda
itu sendiri. Misal : Patung Sukarno adalah ikon Sukarno.
Indeks (index) adalah suatu tanda yang secara alamiah
mempresentasikan objek lainnya. Indeks muncul berdasarkan hubungan
sebab akibat yang mempunyai hubungan eksistensi. Misal : awan gelap
adalah indeks hujan yang akan turun.
Simbol (symbol) adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan
sesuatu yang lainnya berdasarkan kesepakatan kelompok orang. Simbol
meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal dan objek yang
maknanya disepakati bersama. Misal : Bendera (Mulyana, 2000: 84).
2.1.8. Konsep Makna
Makna dari makna (meaning) merupakan gabungan semiotik dari sisi
teoritis maupun terminologis. Akan tetapi banyak ahli semiotikan
mendefinisikan istilah makna (meaning) dalam pengertian yang sempit yang
meniadakan aspek acuan.
Ogden dan Richard membedakan tidak kurang dari dua puluh tiga
makna tentang makna. Pemahaman tentang makna-makna itu dan makna lain
dari makna memerlukan penjelasan termonologis. Pedoman yang diambil
dalam menentukan istilah-istilah itu yang merupakan marke orientasi adalah
Makna (meaning) telah diadopsi sebagai istilah umum yang mencakup
arti (sense) dan acuan (reference) dalam linguistik dan dalam filsafat bahasa.
Menurut Greimas & Courtes, makna “bisa ditetapkan”, dan “ muncul
lebih dahulu dibandingkan pemroduksian semiotik”: ”Tidak ada sesuatu pun
yang bisa dikatakan tentang makna, kecuali diperkenalkannya pra anggapan
metaforis yang penuh implikasi”. Bersinggungan dengan makna, dan efek ini
merupakan realitas tunggal yang bisa dipahami, namun tidak bisa dilihat
secara langsung. Argumen-argumen mengenai sulit dimengertinya makna itu
jelas dinyatakan dalam tradisi perdebatan filsafat tentang kesulitan
pemahaman atas acuan.
Makna, merupakan konsep abstrak yang telah menarik perhatian para
ahli filsafat dari para teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam. Semenjak
Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan
“ultrarealitas”, para pemkir besar telah sering mempergunakan konsep itu
dengan penafsiran yang sangat luas merentang sejak pengungkapan mental
dari Locke sampai respons yang dikeluarkan dari Skinner. “Tetapi, kata
Jerold Katz (dalam Fisher) setiap usaha untuk meberikan jawaban yang
langsung telah gagal”. Beberapa, seperti misalnya jawaban Plato, telah
terbukti terlalu samar dan spekulatif yang lainnya memberikan jawaban yang
2.1.9. Wakil rakyat
Wakil rakyat adalah para individu utusan rakyat yang terpilih di
antara yang terpilih yang duduk sebagai anggota badan perwakilan rakyat.
Wakil Rakyat memiliki sebuah tanggung jawab yang besar. Sebuah tanggung
jawab yang tidak bisa diberikan begitu saja kepada sembarang orang yang
dinilai dewasa secara umur. Sebuah tanggung jawab yang besar yang
diberikan kepada orang yang dewasa dalam bertindak dan berpikir, seorang
yang mampu memegang amanah dan kompetensi didalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab tersebut. (http://kamusbahasaindonesia.org)
Hak Wakil Rakyat :
1. Interpelasi ; (penjelasan Pasal 27 UU No. 22 Tahun 2003 menyatakan
bahwa hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada
pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis
serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara).
2. Angket ; (penjelasan Pasal 27 UU No. 22 Tahun 2003 menyatakan, hak
angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap
kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas
pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan.
Hak Anggota Wakil Rakyat :
1. Mengajukan rancangan peraturan daerah.
2. Mengajukan pertanyaan.
3. Menyampaikan usul dan pendapat.
4. Memilih dan dipilih.
5. Membela diri.
6. Imunitas ; (penjelasan UU No. 22 Tahun 2003, bahwa hak imunitas adalah
hak untuk tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena pernyataan dan
pendapat yang disampaikan dalam rapat rapat DPR dengan pemerintah dan
rapat- rapat DPR lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7. Protokoler.
8. Keuangan dan administrative.
Kewajiban Wakil Rakyat :
1. Mengamalkan Pancasila.
2. Melaksanakan UUD RI Tahun 1945, serta mentaati segala peraturan
perundang-undangan.
3. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah
4. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah.
6. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindak-lanjuti aspirasi
masyarakat.
7. Mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok
dan golongan.
8. Memberi pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih di
daerah pemilihannya.
9. Mentaati Kode Etik dan Peraturan Tata Tertib DPRD.
10. Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang
terkait.
2.1.10. Rakyat
Rakyat adalah bagian dari suatu negara atau elemen penting dari
suatu pemerintahan.Rakyat terdiri dari beberapa orang yang mempunyai
ideologi sama dan tinggal di daerah/pemerintahan yang sama dan mempunyai
hak dan kewajiban yang sama yaitu untuk membela negaranya bila
diperlukan. Elemen rakyat terdiri dari wanita , pria , anak-anak , kakek dan
nenek. Rakyat akan dikatakan rakyat jika telah disahkan oleh negara yang
Rakyat diambil dari kata Rahayat artinya yang mengabdi, pengikut,
pendukung. Konotasinya sangat merendahkan karena dianggap sebagai
"hamba,budak dan sejenisnya". Sehingga agak berbeda dengan maksud dari
kata people ( Inggris ), apalagi kalau dengan konotasi rakyat sebagai sebuah
kekuatan atau pemilik sebuah negara.
Rakyat mempunyai kewajiban sebagai berikut :
 Ikut berpartisipasi dalam pemilihan umum.
 Ikut mengkritik dan membangun roda pemerintahan.
 Menjadi elemen penting dalam aspek politik.
 Berkewajiban mengikuti politik praktis.
 Berkewajiban mengikuti peraturan-peraturan politik yang telah ditetapkan
negara dan siap menerima sanksi jika melanggar.
 Menjadi fundamental ekonomi pemerintahan.
 Menjadi fundamental sosial kenegaraan.
 berkewajiban membayar pajak.
 Berkewajiban mengikuti aturan-aturan hukum yang berlaku tentang
pembelaan tanah air dan menjalankan hak dan kewajibannya yang telah
tertulis di undang undang dasar.
Adapun hak-hak rakyat adalah :
 Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara (Pasal 34, Bab XIV,
 Rakyat berhak meminta penghidupan yang layak (Pasal 27, Bab X, UUD
1945).
 Rakyat berhak meminta layanan kesehatan , pendidikan , dan hiburan
kepada negaranya.
 Rakyat berhak didampingi pengacaranya jika dituduh melakukan tindak
kriminal.
 Rakyat berhak untuk membela dan menjaga kestabilitas negara.
(http://id.wikipedia.org)
2.1.11. Merdeka!!
Merdeka adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Melayu yang berarti kemerdekaan atau kebebasan . Ini adalah berasal dari
bahasa Sansekerta Maharddhika yang berarti "kaya, makmur dan kuat". Di
kepulauan Melayu, istilah ini telah memperoleh arti budak dibebaskan. Para
Mardijker Istilah korupsi Belanda versi Portugis dari kata-kata Sanskerta asli
dan digunakan untuk menunjuk budak Portugis dan Belanda mantan dari
India di Hindia Timur, yang dikenal sebagai Mardijkers, dimana arti Melayu
"free (dom)" berasal. Kemerdekaan adalah saat di mana seseorang
mendapatkan hak untuk mengendalikan dirinya sendiri tanpa campur tangan
orang lain dan atau tidak bergantung pada orang lain lagi serta saat di mana
sebuah negara meraih hak kendali penuh atas seluruh wilayah bagian
negaranya. Tanda seru adalah tanda bahasa yang digunakan untuk penegasan,
(http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.or
g/wiki/Merdeka&ei=vRbRTKbyIZD6swP67qS4Cw&sa=X&oi=translate&ct
=result&resnum=4&ved=0CDQQ7gEwAw&prev=/search%3Fq%3Dmerdek
a%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26hs%3DWME%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26prmd%3Dinl)
2.1.12. Pemaknaan Warna
Warna merupakan aspek visual dari tanda, seperti masalah corak dan
kejernihannya. Dalam beberapa masalah kejernihan warna mungkin lebih
penting dari pada warna itu sendiri dalam menyampaikan pesan. (Berger
Arthur Asa, 2005 : 39). Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan
dalam suatu hal. Warna juga boleh dianggap sebagai suatu fenomena
psokologis, warna juga sering digunakan untuk menunjukan suasana
emosional, cita rasa, afiliasi politik dan bahkan keyakinan. Berikut respon
psikologi dari masing – masing warna :
1. Merah : Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresi,
bahaya, menggairahkan, merangsang
2. Biru : Kepercayaan, konservatif, keamanan, tekhnologi,
kebersihan, keteraturan, kenyamanan
3. Hijau : Alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan,
kalem, kedamaian, ketentraman
4. Kuning : Optimis, harapan, filosofi, ketidak jujuran,
5. Ungu : Spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi,
kekasaran, keangkuhan, kewibawaan, keagungan
6. Orange : Energy, keseimbangan, kehangatan
7. Coklat : Tanah atau bumi, reliability, daya tahan
8. Abu - abu : Intelek, masa depan, kesederhanaan, kesedihan
9. Putih : positif, steril, kebersihan serta netral dan fleksibel.
10. Hitam : power, seksualitas, kecanggihan, kematian,
misteri, ketakutan, kesedihan, keanggunan, patah hati.
(http://.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna1.html)
2.2. Kerangka Berpikir
Manusia adalah homo semioticus di mana masing-masing individu
mempunyai latar belakang pemikiran yang berbeda, dalam memaknai suatu
objek atau peristiwa. Manusia dapat memproklamasikan sesuatu, apa saja,
sebagai tanda karena hal itu dapat dilakukan oleh semua manusia. Makna
yang akan diidentifikasi pertama adalah makna denotatif yaitu, mencatat
semua tanda visual yang ada atau makna mengambang dan bisa dibaca di
permukaan. Selanjutnya akan diidentifikasi makna-makna yang tersembunyi
yaitu makna konotatif atau kita membaca yang tersirat yang memungkinkan
terbacanya nilai-nilai yang digunakan sebagai referensi untuk
Peneliti tertarik untuk meneliti Karikatur editorial Clekit edisi Selasa,
17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos. Karena menurut analisis peneliti,
unsur kesenjangan sosial yang seharusnya sudah hilang sejak kemerdekaan
telah didapatkan oleh Indonesia masih terlihat di Negara kita dan tergambar
dalam karikatur tersebut.
Dalam Karikatur ” Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar
Jawa Pos, terdapat beberapa gambar yang memperlihatkan unsur kesenjangan
sosial yang ditunjukkan dengan gambar wakil rakyat dan rakyat yang
digambarkan, wakil rakyat menggunakan setelan jas berdasi membawa koper
serta berteriak “merdeka!!” secara lantang dan rakyat menggunakan pakaian
compang-camping yang menjerit “kami belum!!”.
Penelitian pemaknaan Karikatur editorial Clekit edisi Selasa, 17
Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos, menggunakan kategori tersebut diatas
yang ditentukan oleh penulis berdasarkan isi Karikatur Editorial Clekit edisi
Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos. Adapun hasil kerangka
Gambar 2.3 : Kerangka Berfikir Pemaknaan Karikatur editorial Clekit edisi
Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos.
Analisis Kualitatif dengan pendekatan semiotika Pierce :
Icon :
 Pria gemuk mengenakan
setelan jas dan bersepatu hitam
 Koper
 Dasi
 Pria kurus mengenakan
pakaian compang-camping
 Pria kurus tak beralas kaki
Index :
 Ekspresi wajah pria gemuk
 Pria gemuk tertawa lebar
 Lirikan mata besar pria gemuk
 Gaya rambut jambul pria
gemuk
 Mengangkat tangan pria
gemuk dan pria kurus
 Menggenggam tangan pria
gemuk dan pria kurus
 Ekspresi wajah dan mata kecil
pria kurus
 Pria kurus menolehkan wajah
ke pria gemuk
 Kebotakan rambut pria kurus
 Ukuran celana pria kurus
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode semiotika yang digunakan dalam penelitian ini bersifat
kualitatif interpretative (interpretation) yaitu sebuah metode yang
memfokuskan dirinya pada “tanda dan teks” sebagai objek serta bagaimana
memahami dan menafsirkan kode (decoding) di balik tanda dan teks tersebut,
karikatur dalam penelitian ini merupakan kartun editorial, kartun jenis ini
merupakan kartun yang memiliki makna kritikan. Sesuai dengan pandangan
“paradigma” kritis, analisis semiotik bersifat kualitatif. Jenis penelitian ini
memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi
alternatif. Dalam hal ini akan diinterpretasikan untuk mengetahui makna
pesan yang disampaikan oleh karikaturis mengenai Karikatur Editorial Clekit
edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos. Interpretasi yang
didapat diperkuat oleh data-data yang berguna untuk memperkuat tafsiran
tersebut.
Alasan digunakannya metode kualitatif ini dikarenakan menyesuaikan
metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda
(multipretable). Selain itu metode ini lebih peka dan lebih dapat
menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap
3.2. Korpus
Dalam penelitian kualitatif perlu adanya pembahasan masalah yang
disebut dengan korpus. Korpus adalah suatu himpunan terbatas atau berbatas
dari unsur yang memiliki sifat bersama, tertentu atau tunduk pada aturan yang
sama dan karena itu dapat dianalisa secara keseluruhan. Korpus dalam
penelitian ini adalah karikatur gambar clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di
surat kabar Jawa Pos yang terlihat jelas kesenjangan sosial antara wakil
rakyat dan rakyat. Sebagai analisis, korpus itu bersifat terbuka pada konteks
yang beraneka ragam, sehingga memungkinkan untuk memahami banyak
aspek dari sebuah pesan yang tidak ditangkap atas dasar suatu analisis yang
bertolak dari unsur tertentu.
3.3. Unit Analisis Data
Unit analisis data pada penelitian ini adalah tanda-tanda yang ada
dalam karikatur gambar Clekit di Jawa Pos, edisi Selasa, 17 Agustus 2010
yang dimaknai dengan menggunakan ikon, indeks, simbol pada karikatur
gambar clekit. Pada karikatur gambar Clekit tersebut dalam kaitannya
menggunakan metode Charles Sanders Pierce.
3.3.1. Ikon (Icon)
Ikon (ikon) adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang
menyerupai apa yang dipresentasikan dan ditandai dengan kemiripan. Pada
karikatur gambar “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa
Pria gemuk menggunakan setelan jas dan bersepatu hitam, Dasi, Koper,
Pria kurus menggunakan pakaian compang-camping, Pria kurus tak
beralas kaki.
3.3.2. Indeks (Index)
Indeks (index) adalah suatu tanda yang secara alamiah
mempresentasikan objek lainnya. Indeks muncul berdasarkan hubungan
sebab akibat yang mempunyai hubungan eksistensi. Pada karikatur “Clekit
edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos” ditunjukkan dengan :
Merdeka!!, Wakil rakyat, Kami belum!!, Rakyat, Bentuk elips, Bentuk
lingkaran, Bentuk zig-zag.
3.3.3. Simbol (Symbol)
Simbol (symbol) adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan
sesuatu yang lainnya berdasarkan kesepakatan kelompok orang. Simbol
meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal dan objek yang
maknanya disepakati bersama. Pada karikatur “Clekit edisi Selasa, 17
Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos” ditunjukkan dengan :
Ekspresi wajah pria gemuk, Pria gemuk tertawa lebar, Lirikan mata besar
pria gemuk, Gaya rambut jambul pria gemuk, Mengangkat tangan pria
gemuk dan pria kurus, Menggenggam tangan pria gemuk dan pria kurus,
Ekspresi wajah dan mata kecil pria kurus, Pria kurus menolehkan wajah ke
pria gemuk, Kebotakan rambut pria kurus, Ukuran celana pria kurus.
3.4. Penempatan Ikon, Index, dan Symbol
Penempatan sebuah tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol
tergantung dari kebutuhan sudut pandang khalayak (point of interest) yang
memaknainya. Sehingga penempatan-penempatan tanda-tanda dalam
karikatur “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 pada surat kabar Jawa Pos” di
atas, yang mana sebagai ikon, mana indeks dan mana sebagai simbol tersebut
hanya sebatas subjektifitas peneliti, bukan menjadi sesuatu yang mutlak,
karena hal ini kembali lagi kepada sudut pandang khalayak yang
menginterpretasikan karikatur clekit “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010
pada surat kabar Jawa Pos” sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengamatan
secara langsung karikatur Clekit “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 pada
surat kabar Jawa Pos”. Pengumpulan data dalam penelitian ini, melalui
penggunaan bahan dokumenter seperti surat kabar, studi kepustakaan,
bahan-bahan yang dapat dijadikan referensi serta penggunaan internet. Selanjutnya
data-data akan dianalisis berdasarkan landasan teori semiotik Pierce dan data
dari penelitian ini kemudian akan digunakan untuk mengetahui penafsiran
gambar karikatur “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 pada surat kabar Jawa
3.6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar. Hal ini
disebabkan adanya penerapan metode kualitatif, selain itu semua yang
dikumpulkan kemungkinan menjadi jawaban terhadap objek yang diteliti.
Analisis data dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan model semiotik dari
Charles Sanders Pierce, yaitu sistem tanda (sign) dalam karikatur yang
dijadikan korpus (sample) dalam penelitian, dikategorikan kedalam tanda
dengan acuannya yang dibuat oleh Charles Sanders Pierce terbagi kedalam
tiga kategori yaitu ikon (icon), indeks (index) dan simbol (symbol).
Dengan studi semiotik peneliti dapat memakai gambar dan pesan yang
terkandung dalam karikatur “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 pada surat
kabar Jawa Pos” serta membentuk berbagai interpretasi terhadap karikatur ini.
Karikatur clekit “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 pada surat kabar Jawa
Pos” akan di interpretasikan dengan cara mengidentifikasi tanda-tanda yang
terdapat dalam setiap penggambaran karikatur.
Untuk mengetahui antara tanda, penggunaan tanda dan realitas
eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan model semiotik dari Pierce.
Sistem tanda (gambar,warna,perilaku non verbal dan atribut pendukung) yang
digunakan sebagai indikator pengamatan dalam penelitian kualitatif dengan
menggunakan deskriptif karikatur “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 pada
Terkait dalam penelitian ini, untuk mengetahui hubungan antara tanda,
penggunaan tanda, dan realitas eksternal dapat dilakukan dengan
menggunakan Model Semiotik dari Pierce. Sistem tanda (gambar, kata-kata,
warna, perilaku nonverbal, dan atribut pendukung) yang digunakan sebagai
4.1. Karikatur Clekit
PADA HARIAN Jawa Pos dalam memuat karikatur tidak dilakukan
secara periodik atau bertahap dan karikatur dalam muatannya di Jawa Pos
tidak memiliki nama yang khusus, seiring berjalannya pemuatan karikatur di
Jawa Pos pada bulan Oktober 1994 karikatur dimuat secara rutin yaitu dalam
satu minggu sekali karikatur dimuat di Jawa Pos dan terletak di halaman
empat dengan nama clekit. Beberapa bulan kemudian atas berbagai
pertimbangan, salah satunya para pembaca Jawa Pos yang sangat antusias
dalam menerima karikatur clekit, maka dengan kesepakatan redaksi karikatur
clekit di Jawa Pos ditambah pemuatannya, yaitu dari pemuatan satu minggu
sekali menjadi dua kali satu minggu setiap hari rabu dan sabtu. Januari 1997
pemuatan karikatur clekit di Jawa Pos ditambah menjadi tiga kali dalam satu
minggu tiap hari selasa, kamis, dan sabtu.
Karikatur clekit adalah nama yang diberikan seorang karikaturis yang
bernama Leak Koestiya, Leak Koestiya juga adalah sang karikaturis yang
menciptakan gambar karikatur Clekit, Leak menciptakan karikatur di Jawa
Pos dan diberi nama clekit dengan maksud dia ingin menyapa
teman-temannya sesama karikaturis dan memberitahukan kepada mereka bahwa
diwakili oleh tokoh sentral anak kecil bercelana pendek menggunakan kaos
oblong dengan menggunakan topi terbalik berwarna merah. Leak Koestiya
dulu adalah mahasiswa di IKIP PGRI di Semarang, dan selama Leak kuliah
dia juga mengerjakan rubrik yang bernama clekit di majalah “FOKAL”
majalah mahasiswa IKIP PGRI Semarang. Leak Koestiya menggambar
karikatur sampai Desember 2002 dan setelah itu Leak menjabat sebagai
redaktur pelaksana Jawa Pos dan jabatan itu masih disandangnya sampai
sekarang.
Wahyu Kokkang adalah ilustrator dan karikaturis Radar Surabaya
(Jawa Pos Group) sejak 1998, dan di tahun 2003 Wahyu Kokkang dipercaya
untuk mengerjakan karikatur clekit. Clekit yang digambar Wahyu Kokkang
menggunakan tokoh sentral seorang pemuda berambut gondrong mengenakan
kaos lengan panjang yang dilipat sebatas siku lengan dengan menggunakan
topi sebagai penutup rambutnya yang gondrong dan menggunakan celana
jeans. Nama clekit diambil dari bahasa daerah yaitu bahasa Jawa yang berarti
rasa sakit dikarenakan gigitan serangga, cubitan yang kecil, badan yang kotor
karena keringat, tidak mandi dan lain sebagainya. Clekit pada Jawa Pos tidak
dimaksudkan untuk menyakiti hati orang lain atau pihak tertentu, karikatur
clekit ini hanya ditujukan sebagai media yang mengingatkan kepada
masyarakat bahwa di negara kita atau di masyarakat kita telah terjadi sesuatu,
namun dalam penyampaiannya diharapkan tidak membuat orang
Karikatur clekit memiliki misi yaitu ingin menyampaikan kepada
masyarakat luas tentang hal apa yang telah dan sedang terjadi di sekitar kita,
namun clekit ingin menyajikan berita melalui sesuatu yang berbeda yaitu
berupa gambar karikatur, jadi masyarakat yang membacanya tidak hanya
mendapatkan berita namun juga mendapatkan sajian humor segar yang dapat
membuat orang yang membacanya tersenyum, topik yang diangkat clekit
merupakan cerminan dari masalah yang sedang terjadi baik itu masalah
politik, pemerintahan, sosial, budaya, ekonomi, moral masyarakat, kejahatan,
kesejahteraan masyarakat, pendidikan, seni, olah raga, dan human interest.
Clekit dalam fungsinya hanya ingin mengingatkan seluruh pihak agar tidak
lupa terhadap tugas dan kewajibannya, misalnya : Presiden, Menteri,
Lembaga serta publik figur lain. Clekit bertindak sebagai penyalur keinginan
politis dari surat kabar, keinginan politis suatu peristiwa dapat berupa kritikan
atau komentar suatu kejadian dan isu yang sedang terjadi di masyarakat,
sehingga dapat dikatan karikatur clekit merupakan tajuk rencana suatu surat
kabar yang dituangkan dalam bentuk gambar kartun yang bersifat humor dan
memiliki bobot kritik yang membangun.
Pada dasarnya karikatur clekit mewakili suara rakyat kecil dan
masyarakat bawah tentang kejadian-kejadian yang berkembang ditengah
masyarakat untuk diangkat ke permukaan. Dengan begitu, penelitian terhadap
karikatur ini juga harus dipahami sebagai sebuah studi komunikasi melalui