• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA SURAT KABAR HARIAN PAGI JAWA POS (Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Karikatur “Clekit” Kualitas Kabinet Indonesia Bersatu II pada Harian Pagi Jawa Pos Edisi 24 September 2011 ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA SURAT KABAR HARIAN PAGI JAWA POS (Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Karikatur “Clekit” Kualitas Kabinet Indonesia Bersatu II pada Harian Pagi Jawa Pos Edisi 24 September 2011 )."

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

KABAR HARIAN PAGI J AWA POS

(Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Kar ikatur “Clekit” Kualitas

Ka binet Indonesia Ber satu II pada Har ian Pagi J awa Pos Edisi 24 September 2011 )

SKRIPSI

Nur iski Robby Cahyadi NPM. 0743010187

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAH AN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PO LITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan

rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : “Pemaknaan

Karikatur Clekit Pada Surat Kabar Harian Pagi Jawa Pos” (Studi Semiotik Tentang

Pemaknaan karikatur Kualitas Kabinet Indonesia Bersatu II pada Harian Pagi Jawa Pos Edisi

24 September 2011 ).

Penyelesaian skripsi ini dapat terselesaikan berkat dorongan, bantuan dan bimbingan

dari berbagai pihak. Mengingat hal tersebut, maka pada kesempatan ini penulis juga

menyampaikan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini, diantaranya :

1. Dra. Hj. Suparwati, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Juwito, S.sos, M.si., Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan

Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Ir. H. Didiek Tranggono, M.si, Dosen pembimbing yang selalu memberikan koreksi dan

sudah menyempatkan waktunya untuk membimbing penulis.

4. Papa dan Mama yang selalu mendukung dan mendoakan dalam segala keadaan dan

selalu memberi motivasi dan semangat.

5. Om H. Budiono dan tante H. Ies, Om Agus Wismono, S.pd dan tante Rusmiati, S.pd

karena dukungan dan bantuan dari mereka saya bisa menyelesaikan semua ini.

6. Saudaraku Rahadian, Wiwoho, dan Adhit Glewow yang selalu memberikan

(3)

penulis namun tidak tersebutkan, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih

banyak kekurangannya meskipun penulis sudah berusaha sebaik-baiknya. Hal tersebut karena

masih kurangnya ilmu, penulis bersedia menerima saran dan kritik yang bersifat membangun

demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

Surabaya, Oktober 2011

(4)

Halaman

HALAMAN J UDUL...i

HALAMAN PERSETUJ UAN UJ IAN SKRIPSI...ii

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI...iv

DAFTAR GAMBAR...v

ABSTRAKSI...vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah...1

1.2. Perumusan Masalah...11

1.3. Tujuan Penelitian...11

1.4. Manfaat Penelitian...11

BAB II KAJ IAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori...12

2.1.1 Surat Kabar...12

2.1.1.1 Ciri-ciri Surat Kabar...16

2.1.1.2 Komunikasi Politik...17

2.1.1.3 Karikatur...19

(5)

2.1.1.7 Kualitas Kabinet Indonesia Bersatu II...29

2.1.1.8 Pendekatan Semiotika...31

2.1.1.9 Semiotik Charles Sanders Peirce...33

2.1.1.10 Konsep Makna...36

2.2. Kerangka Berpikir...38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian...40

3.2. Korpus...41

3.3. Unit Analisis...42

3.3.1 Ikon...42

3.3.2 Indeks...43

3.3.3 Simbol...43

3.4. Teknik Pengumpulan Data...44

3.5. Teknik Analisis Data...44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian...46

4.2. Karikatur Clekit Pada Harian Surat Kabar Jawa Pos Edisi Sabtu, 24 September 2011 Dalam kategori Tanda Peirce...49

(6)

4.3.2 Indeks...56

4.3.3 Simbol...58

4.4 Makna Keseluruhan Pemaknaan Karikatur “Clekit” (dalam model triangle of meaning Peirce)...59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...61

5.2 Saran...63

DAFTAR PUSTAKA...66

(7)

KABAR HARIAN PAGI J AWA POS (Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Karikatur “Clekit” Kualitas Kabinet Indonesia Bersatu II Pada Harian Pagi Jawa Pos Edisi 24 September 2011)

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pemaknaan karikatur Clekit pada harian Jawa Pos Edisi Sabtu, 24 September 2011. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Semiotik Charles Sanders Peirce, Karikatur dalam Media Massa.

Unit analisis dalam penelitian ini adalah tanda yang ada dalam karikatur yang berupa gambar dan tulisan yang terdapat dalam karikatur Clekit pada Surat Kabar Jawa Pos edisi Sabtu, 24 September 2011, kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan ikon, indeks, dan simbol. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode semiotik.

Hasil analisis dan interpretasinya yang menampilkan gambar karikatur Clekit pada Surat Kabar Jawa Pos edisi sabtu, 24 September 2011 adalah Kabinet indonesia bersatu II mendapat protes tentang kualitasnya di program kerjanya dalam mensejahterakan masyarakat dan tentang menteri-menteri yang berada di dalam kabinet indonesia bersatu II.

Kesimpulan yang didapat adalah masyarakat memprotes kabinet indonesia bersatu II dalam menjalankan program kerjanya untuk mensejahterahkan masyarakat masih belum terbukti, hingga membuat masyarakat bersikap tegas dan memberikan perhatian terhadap kualitas kabinet indonesia bersatu II yang kurang maksimal kinerjanya di dalam memilih menteri-menteri yang berkualitas di kabinet indonesia bersatu II.

Kata Kunci : Pemaknaan, Karikatur, Semiotik, Surat Kabar Jawa Pos, Clekit

ABSTRACTION

Nur iski Robby Cahyadi, MEANING CARICATURE CLEKIT DAILY NEWSPAPER IN THE MORNING J AVA POST (Semiotics Studies About Purport Caricature “CLEKIT” The Quality of United Indonesia Cabinet II in The Daily Morning Edition Java Post September 24, 2011)

Goals be achieved in this study was determine the meaning caricature Clekit at Java Post Daily Edition Saturday, September 24, 2011. The method used in this study is semiotics Charles Sanders Peirce, caricature in the mass media.

The unit of analysis is a sign that there in the form caricature drawings and writings contained in caricature Clekit at Java Post newspaper edition, september 24, 2011 and then interpreted with the use icons, indexes, and symbols. While the data techniques used in this research in descriptive method. This study uses semiotics method.

The result of the analysis and interpretation that displays images on a caricature Clekit newspaper at Java Post edition of Saturday, september 24, 2011 is a unified Indonesia cabinet II had protest about hte quality in its work program in the welfare of society and of the ministers who are in the United Indonesia Cabinet II.

The conclusion is that people protest the Indonesian cabinet united II in running the program of work for advance society is still not proven, to make people stand firm and give attention to the quality of United Indonesia cabinet II is less than the maximum performance in selecting qualified ministers in the cabinet indonesia united II.

(8)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belaka ng Masalah

Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan

pesan dari komunikator pada khalayak. Masyarakat membutuhkan informasi,

sehingga media massa menjadi faktor kebutuhan utama masyarakat. Media

massa terdiri dari media massa cetak, dan media massa elektronik. Media

massa cetak terdiri dari majalah, surat kabar, dan buku. Sedangkan media

massa elektronik terdiri dari televisi, radio, film, dan internet. Media cetak

seperti majalah,buku, surat kabar justru mampu memberikan pemahaman

yang tinggi kepada pembacanya, karena ia sarat dengan analisa yang

mendalam dibanding media lainnya (Cangara, 2005:128).

Selama ini media cetak seperti surat kabar tidak hanya berperan

sebagai pencarian informasi yang utama dalam fungsinya, tetapi bisa juga

mempunyai suatu karakteristik yang menarik yang perlu diperhatikan untuk

memberikan analisis yang sangat krisis yang akan menumbuhkan motivasi,

mendorong serta dapat mengembangkan pola pikir bagi masyarakat agar

semakin kritis dan selektif dalam menyikapi berita-berita yang ada di dalam

media. Belakangan ini media pers indonesia menampilkan komik kartun dan

karikatur sebagai ungkapan kritis terhadap berbagai masalah yang

(9)

merenungkan dan memahami pesan-pesan yang tersurat dan tersirat dalam

gambar tersebut (Sobur, 2006:140).

Keberadaan karikatur pada surat kabar, bukan berarti hanya

melengkapi surat kabar dan memberikan hiburan selain berita-berita utama

yang disajikan. Tetapi juga dapat memberikan informasi dan tambahan

pengetahuan terhadap masyarakat. Karikatur membangun masyarakat

melalui pesan-pesan sosial yang dikemas secara kreatif dengan pendekatan

simbolis.

Dalam buku desain komunikasi visual, kusmiati (1999:36),

mengatakan bahwa visualisasi adalah cara atau sarana untuk membuat

sesuatu yang abstrak menjadi lebih jelas secara visual yang mampu menarik

emosi pembaca, dapat menolong seseorang untuk menganalisa,

merencanakan dan memutuskan suatu problema dengan mengkhayalkannya

pada kejadian yang sebenarnya. Media verbal gambar merupakan media

yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman. Informasi bergambar

lebih disukai dibandingkan dengan informasi tertulis karena menatap

gambar jauh lebih mudah dan sederhana. Gambar berdiri sendiri, memiliki

subjek yang mudah dipahami dan merupakan simbol yang jelas dan mudah

dikenal (Waluyanto, 2000:128).

Karikatur sebagai wahana penyampai kritik sosial seringkali kita

temui didalam berbagai media massa baik cetak maupun elektronik.

Didalam media ini, karikatur menjadi pelengkap artikel dan opini.

Keberadaannya biasa disajikan sebagai selingan atau dapat dikatakan

(10)

serius dengan sederetan huruf yang cukup melelahkan mata dan pikiran.

Meskipun sebenarnya pesan-pesan yang disampaikan dalam sebuah

karikatur sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan lewat berita

dan artikel, namun pesan-pesan dalam karikatur lebih mudah dicerna karena

sifatnya yang menghibur. Seringkali gambar itu terkesan lucu dan

menggelikan sehingga membuat kritikan yang disampaikan oleh karikatur

tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan (Indarto, 1999:5).

Karikatur sebenarnya memiliki arti sebagai gambar yang didistorsikan,

deplesetkan atau dipelototkan secara karakteristik tanpa bermaksud

melecehkan si pemilik wajah. Karikatur membangun masyarakat melalui

pesan-pesan sosial yang dikemas secara kreatif dengan pendekatan simbolis.

Jika dilihat dari wujudnya, karikatur mengandung tanda-tanda komunikatif.

Lewat bentuk-bentuk komunikasi itulah pesan tersebut menjadi bermakna.

Disamping itu, gabungan antara tanda dan pesan yang ada pada karikatur

diharapkan mampu mempersuasi khalayak yang dituju. Tulisan ini bertujuan

untuk mengkaji tanda verbal (terkait dengan judul, subjudul, dan teks) dan

tanda visual (terkait dengan ilustrasi, logo, tipografi dan tata visual)

karikatur dengan pendekatan semiotika.

Dalam sebuah karikatur yang baik, kita menemukan perpaduan dari

unsur-unsur kecerdasan, ketajaman, dan ketepatan berpikir secara kritis

serta ekspresif melalui seni lukis dalam menanggapi fenomena

permasalahan yang muncul dalam kehidupan masyarakat luas, yang secara

keseluruhan dikemas secara humoris, dengan demikian memahami karikatur

(11)

yang ingin disampaikan oleh karikaturisnya. Tokoh isi, maupun metode

pengungkapan kritik yang dilukiskan secara karikatural sangat bergantung

pada isu besar yang berkembang yang dijadikan headline.

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa karikatur merupakan salah satu

wujud lambang (symbol) atau bahasa visual yang keberadaannya

dikelompokkan dalam kategori komunikasi non verbal dan dibedakan

dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ucapan. Karikatur

merupakan ungkapan ide atau pesan dari karikaturis kepada publik yang

dituju melalui simbol yang berwujud gambar, tulisan dan lainnya.

Gagasan menampilkan tokoh atau simbol yang relistis diharapkan

membentuk suasana emosional, karena gambar lebih mudah dimengerti

dibandingkan tulisan. Sebagai sarana komunikasi, gambar merupakan pesan

nonverbal yang dapat menjelaskan dan memberikan penekanan tertentu

pada isi pesan. Gambar dalam karikatur sangat berpengaruh, karena gambar

lebih mudah diingat daripada kata-kata, paling cepat pemahamannya dan

mudah dimengerti, karena terkait dengan maksud pesan yang terkandung

dalam isi dan menampilkan tokoh yang sudah dikenal. Gambar mempunyai

kekuatan berupa fleksibilitas yang tinggi untuk menghadirkan bentuk atau

perwujudan gambar menurut kebutuhan informasi visual yang diperlukan.

Simbol atau tanda pada sebuah karikatur mempunyai makna yang dapat

digali kandungan faktualnya. Dengan kata lain, bahasa simbolis

menciptakan situasi yang simbolis pula. Dimana didalamnya terkandung

(12)

Simbol pada gambar merupakan simbol yang disertai maksud (signal).

Sobur (2003:163) menyatakan bahwa pada dasarnya simbol adalah sesuatu

yang berdiri atau ada sesuatu yang lain, kebanyakan diantaranya

tersembunyi atau tidak jelas. Sebuah simbol dapat berdiri untuk institusi, ide,

cara berpikir, dan harapan. Dapat disimpulkan bahwa simbol atau tanda

pada sebuah gambar memiliki makna yang dapat digali, dengan kata lain

bahasa simbolis menciptakan situasi yang simbolis pula atau memiliki

sesuatu yang mesti diungkap maksud dan artinya.

Sementara itu pesan yang dikemukakan dalam karikatur,

disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar,

tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual.

Tanda verbal akan didekati dari ragam bahasanya, tema dan pengertian

yang didapatkan, sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara

menggambarkannya apakah secara ikon, indeks, maupun simbolis.

Digunakannya gambar karikatur dari harian Jawa Pos edisi 24

September 2011 sebagai objek penelitian, dikarenakan gambar karikatur

tersebut merupakan penggambaran peristiwa yang dialami oleh indonesia

dalam Kabinet Indonesia Bersatu II yang kurang berkualitas dalam

membangun negeri ini menjadi lebih baik dan maju, adanya protes dari

beberapa pihak, menunjukkan bahwa masih adanya kendala didalam kabinet

indonesia bersatu II hingga menuai protes dari masyarakat. Walaupun

pemerintah mengklaim sejumlah keberhasilan, adanya gelombang protes di

mana-mana menunjukkan ketidakpercayaan publik. Program 100 hari

(13)

kebijakan dalam menjawab segala persoalan. Salah satunya, sambung

Donatus, adalah soal kemerosotan kualitas hidup manusia dan ancaman

kegagalan. Tetapi secara kultural, batasan waktu yang diberlakukan

terhadap Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II tidak sejalan dengan budaya

waktu yang melembaga di masyarakat.

(

http://www.starbrainindonesia.com/site/mpm/161/sby-dinilai-gagal-sejahterakan-rakyat)

Sebab, pada umumnya orang Indonesia, tanpa terkecuali elite politik,

dalam menjalankan tugas menyuarakan kepentingan rakyat, cenderung

mempermainkan waktu objektif. Parpol yang menempatkan kadernya di

kabinet merasa berhasil dalam menjalankan tugas. Artinya, akan muncul

persaingan sengit antara kubu SBY-Demokrat dan partai koalisi dalam

memperebutkan kursi menteri yang dilengserkan. Karena itu, batasan waktu

dua ratus hari, bukan mustahil menjadi bumerang bagi pemerintahan

SBY-Boediono. Dipastikan penafsiran dari partai pendukung koalisi, yang harus

dilengserkan adalah menteri dari kubu Partai Demokrat atau para

profesional yang mengisi KIB II. Pada kondisi ini, yang paling mudah

dikorbankan ialah para profesional yang tidak mempunyai dukungan partai

politik. menteri agar lebih berpihak kepada rakyat. Meski penunjukan

menteri merupakan hak prerogatif presiden, sebaiknya pemerintahan

SBY-Boediono tidak lagi mengeluarkan batasan waktu untuk mengevaluasi

kinerja para menteri yang sarat dengan maksud unfuk melengserkan menteri.

Sebab, dalam perspektif komunikasi politik, evaluasi dan perbaikan

(14)

bisa dilakukan setiap saat, tanpa menunggu batasan waktu objektif. Idealnya,

memang menteri KIB II bekerja tetap menghargai waktu, namun sebaiknya

mereka tidak ditekan dengan batasan waktu. Lingkaran dalam Presiden

Yudhoyono dan Partai Demokrat harus menilai kinerja menteri berdasarkan

prestasi kerja dan tidak dikaitkan dengan sikap partai tempat menteri itu

bernaung. Sedangkan bagi elite politik, seharusnya tidak menilai kinerja

menteri secara subjektif sebatas mengunggulkan nafsu menggusur dan

memperoleh kaveling baru, tetapi didasarkan pada aspek faktual pencapaian

kinerja menteri terkait. Namun persoalannya, koalisi partai politik

pendukung pemerintahan SBY-Boediono memang rapuh, tidak integratif

dan jauh dari nilai kohesivitas aliansi partai politik. Alhasil, batasan waktu

dua ratus hari pemerintahan SBY merupakan saat yang ditunggu-tunggu

untuk memperebutkan posisi menteri dan memperkuat kekuasaan dari

sejumlah entitas politik di lingkaran pemerintahan.

(http://ekoharrysusanto.wordpress.com/2010/10/19/508/)

Saat ini media massa lebih menyentuh persoalan – persoalan yang

terjadi di masyarakat secara aktual, seperti harus lebih spesifik dan

proporsional dalam melihat sebuah persoalan sehingga mampu menjadi

media edukasi dan informasi sebagaimana diharapkan oleh masyarakat.

Sebagai lembaga edukasi, media massa harus dapat memilah kepentingan

pencerahan dengan kepentingan media massa sebagai lembaga produksi

sehingga kasus-kasus pengaburan berita tidak harus terjadi dan merugikan

(15)

Clekit merupakan opini redaksi media Jawa Pos yang dituangkan

dalam bentuk gambar karikatur yang menggambarkan berbagai

permasalahan bangsa ini. Baik masalah sosial, ekonomi, politik, budaya,

bahkan musibah yang sedang dialami masyarakat. Isi pesan dari gambar

tersebut biasanya ditujujukan untuk mengkritik kebijakan atau langkah

pemerintah atau lembaga dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang

berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas. Tentu saja kritik yang

diopinikan media tersebut adalah kritik yang membangun, kritik yang

ditujukan kearah perbaikan untuk semua pihak yang bersangkutan.

Dalam gambar editorial Clekit edisi 24 september 2011, ditampilkan

di antaranya dengan visualisasi gambar orang laki-laki menggunakan topi

dengan berbicara. Orang itu berusaha memberikan komentar tentang

kualitas Kabinet Indonesia Bersatu II, dan sebuah mobil yang meletus

bannya dan bertuliskan “Kabinet Indonesia Bersatu II”.

Peneliti memilih Jawa Pos karena merupakan salah satu media yang

memberikan porsi pada idealisme yang termasuk pula pada visinya “Selalu

ada yang baru” yang sekaligus menjadi merek dagang Jawa Pos yang

membidik pasar kelas menengah ke atas. Media Jawa Pos merupakan salah

satu saluran komunikasi politik di indonesia sela era reformasi, realitas

media dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Di samping

menggunakan bahasa tulis sebagai media utama penyampaian informasi,

juga dapat menggunakan dengan memaknai gambar kartun. Sebagai koran

nasional peredaran Jawa Pos meliputi hampir seluruh kota di indonesia dan

(16)

Dalam rubrik karikatur Jawa Pos yang disebut “Clekit”. Jawa Pos

lebih kritis dan menggambarkan situasi sosial yang terjadi di masyarakat.

Sekmen karikatur pada koran Jawa Pos yaitu Clekit lebih berani dalam

mengkritisi sosial yang sedang terjadi. Clekit berani menggambarkan

seorang yang berbicara kualitas Kabinet Indonesia Bersatu II. Dalam kasus

ini Jawa Pos berani mengkritik dengan menggunakan gambar lelaki yang

menilai tentang kualitas dan mobil yang bertuliskan kabinet indonesia

bersatu II. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan studi semiotik Peirce pada gambar karikatur tersebut.

Dari beberapa uraian di atas, pemilihan gambar karikatur Clekit

sebagai objek penelitian karena gambar karikaturnya yang unik, karena apa

yang disajikan dalam gambar karikatur editorial tersebut seakan-akan

menggambarkan tanggapan permasalahan yang terjadi dalam sudut pandang

masyarakat indonesia yang diwakili oleh kartunis. Dalam mengungkapkan

makna pesan gambar karikatur tersebut, peneliti menggunakan pendekatan

semiotik menurut Charles Sanders Peirce yaitu tanda atas ikon, indeks, dan

simbol yang berhubungan dengan acuannya.

Semiotik untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai

kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur,

2004:83). Menurut Peirce salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan

objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sesuatu yang digunakan agar tanda

dapat berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Sementara itu, pesan yang

dikemukakan dalam pesan karikatur, disosialisasikan kepada khalayak

(17)

yaitu tanda verbal dan tanda visual. Tanda verbal akan didekati dengan

ragam bahasanya, tema, dan pengertian yang didapatkan. Sedangkan tanda

visual akan dilihat dari cara menggambarkan, apakah secara ikonis,

indeksikal, atau simbolis, dan bagaimana cara mengungkapkan idiom

estetiknya dimana hal tersebut terangkum dalam teori Charles Sanders

Peirce. Tanda-tanda yang telah dilihat dan dibaca dari dua aspek secara

terpisah, kemudian diklasifikasikan dan dicari hubungan antara yang satu

(18)

1.2 Per umusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

Bagaimana makna karikatur “Clekit” pada Koran Jawa Pos edisi Sabtu, 24

September 2011?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

makna yang dikomunikasikan karikatur “Clekit” pada Koran Jawa Pos edisi

Sabtu, 24 September 2011 dengan menggunakan pendekatan semiotika.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

pada Ilmu Komunikasi mengenai karikatur “Clekit” pada Koran Jawa

Pos edisi Sabtu, 24 September 2011.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan atau

masukan untuk mengetahui penerapan tanda dalam studi semiotik

sehingga dapat memberi makna bagi para pembaca Koran Jawa Pos

(19)

KAJ IAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teor i

2.1.1 Sur at Kabar

Salah satu komunikasi massa dalam bentuk media cetak adalah surat

kabar. Dengan sendirinya surat kabar juga mempunyai fungsi-fungsi

komunikasi massa. Hal ini dapat diketahui batasan ataupun kriteria standar

surat kabar.

Menurut Assegaf (1991:140) surat kabar adalah penerbitan yang

berupa lembaran yang berisi berita-berita, karangan-karangan dan iklan

yang dicetak dan terbit secara tetap dan periodik dan dijual untuk umum.

Selain itu surat kabar juga mempunyai beberapa karakteristik. Menurut

Pareno (2005:24) karakteristik surat kabar adalah sebagai berikut :

1. Berita merupakan unsur utama yang dominan

2. Memiliki ruang yang relatif lebih leluasa

3. Memiliki waktu untuk dibaca ulang lebih lama

4. Umpan balik relatif lebih lamban

5. Kesegaran (immediately) relatif lebih lamban

6. Dalam hal kenyataan relatif kurang kredibel

(20)

Ada beberapa alasan orang membaca surat kabar. Seseorang ingin

tahu sesuatu karena berbagai alasan: untuk meraih prestise, menghilangkan

kebosanan, agar merasa lebih dekat dengan lingkungannya, atau untuk

menyesuaikan perannya di masyarakat. Bagi sebagian orang, koran

merupakan sumber informasi dan gagasan tentang berbagai masalah publik

yang serius. Bagi sebagian yang lain, koran bukan untuk mencari informasi,

melainkan untuk mengisi rutinitas. Sebagian pembaca juga menjadikan

koran untuk membuang kejenuhan dari kehidupan sehari-hari. (Rivers dan

Peterson, 2003:313).

Komunikasi massa berfungsi menyiarkan informasi, gagasan dan

sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan

menggunakan media (Effendy, 2003:80).

Banyak definisi tantang komunikasi massa yang telah dikemukakan

para ahli komunikasi. Banyak ragam dan titik tekan yang dikemukakannya.

Namun, dari sekian banyak definisi itu ada benang merah kesamaan definisi

satu sama lain. Pada dasarnya komunikasi masssa adalah komunikasi

melalui media massa (media cetak dan elektronik). Sebab, awal

perkembanggannya saja, komunikasi massa berasal dari pengembangan kata

media of mass communication (media komunikasi massa) yang dihasilkan

oleh teknologi modern (Nurudin, 2007:4).

Menurut Gerbner (1967) dalam (Rakhmat, 2002:188) komunikasi

massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan

lembaga dari arus pesan yang continue serta paling luas dimiliki orang

(21)

Komunikasi massa (masa communication) adalah komunikasi yang

dilakukan melalui media massa modern meliputi surat kabar yang

mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan

kepada umum dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop

(Effendy, 2003:79).

Secara teoritis, berbagai media masssa memiliki fungsi sebagai

saluran informasi, saluran pendidikan, dan saluran hiburan, namun

kenyataannya media massa memberikan efek lain diluar fungsinya. Efek

media massa tidak hanya mempengaruhi perilaku, bahkan pada tataran yang

lebih jauh efek media massa dapat mempengaruhi sistem-sistem sosial

maupun sistem budaya masyarakat. Bekaitan dengan efek media massa

maka salah satu media massa yang juga dapat memberikan efek kepada

khalayaknya adalah surat kabar. Surat kabar merupakan kumpulan dari

berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak ke dalam lembaran

kertas ukuran plano yang diterbitkan secara teratur, terbit setiap hari atau

seminggu satu kali (Djuroto, 2002:11)

Surat kabar merupakan salah satu kajian dalam studi ilmu komunikasi,

khususnya pada studi komunikasi massa. Dalam buku “Ensiklopedi Pers

Indonesia” disebutkan bahwa pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi

penerbit pers yang masuk dalam media massa cetak yaitu berupa

lembaran-lembaran berisi berita-berita , karangan-karangan dan iklan yang diterbitkan

secara berkala dan diedarkan secara umum (Junaedhi, 1991:257).

Surat kabar pada perkembanggannya, menjelma sebagai salah satu

(22)

sebuah kontrol sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal

tersebut disebabkan karena falsafah pers yang selalu identik dengan

kehidupan sosial, budaya dan politik.

Menurut (Sumadiria, 2005:32-35) dalam jurnalistik indonesia

menunjukkan 5 fungsi dari pers yaitu:

1. Fungsi Informasi, sebagai sarana untuk menyampaikan informasi

secepat-cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya yang aktual, akurat,

faktual dan bermanfaat.

2. Fungsi Edukasi, informasi yang disebarluaskan pers hendaknya dalam

kerangka mendidik. Dalam istilah sekarng pers harus mau dan mampu

memerankan dirinya sebagai guru pers.

3. Fungsi Hiburan, pers harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana

hiburan yang menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi semua lapisan

masyarakat.

4. Fungsi kontrol sosial atau koreksi, pers mengemban fungsi sebagai

pengawas pemerintah dan masyarakat. Pers akan senantiasa menyalahkan

ketika penyimpangan dan ketidak adilan dalam suatu masyarakat atau

negara.

5. Fungsi Mediasi, dengan fungsi mediasi, pers mampu menjadi fasilisator

atau mediator menghubungkan tempat yang satu dengan yang lain,

peristiwa yang stu dengan yang lain, atau orang yang satu dengan yang

(23)

2.1.1.1 Cir i-Cir i Surat Kabar

Adapun ciri-ciri surat kabar menurut (Effendy, 2003:31) adalah

sebagai berikut:

1. Publisitas

Yang dimaksud dengan publisitas adalah penyebaran kepada publik

atau khalayak. Karena diperuntukkan khalayak, maka sidat surat kabar

adalah umum. Isi surat kabar terdiri dari berbagai hal yang erat

kaitannya dengan kepentingan umum.

2. Periodisitas

Periodisitas adalah ciri surat kabar yang kedua. Keteraturan terbitnya

surat kabar bisa satu kali sehari, bisa dua kali sehari, dapat pula satu

kali atau dua kali seminggu.

3. Universalitas

Yang dimaksud Universalitas sebagai ciri ketiga surat kabar ialah

kesemestaan isinya, aneka ragam dan dari seluruh dunia.

4. Aktualitas

Aktualitas sebagai ciri keempat dari surat kabar adalah mengenai berita

yang disiarkannya. Hal-hal yang disiarkan media cetak lainnya bisa saja

mengandung kebenaran, tetapi belum tentu mengenai sesuatau yang

baru terjadi. Diantara media cetak, hanyalah surat kabar yang

(24)

2.1.1.2 Komunikasi Politik

Politics, dalam bahasa inggris, adalah sinonim dari kata atau ilmu

politik dalam bahasa indonesia, bahasa yunani mengenal beberapa istilah

yang terkait dengan kata politik, seperti politics (menyangkut warga negara),

polities (seorang warga negara), polis (kota negara), dan politeia

(kewargaan). Pengertian leksikal seperti ini mendorong lahirnya penafsiran

politik sebagai tindakan-tindakan, termasuk tindakan komunikasi atau relasi

sosial dalam konteks bernegara atau dalam urusan publik. Penafsiran seperti

ini selaras dengan konsepsi seorang antropolog semisal Smith yang

menyatakan bahwa politik adalah serangkaian tindakan yang mengarahkan

dan menata urusan-urusan publik (Nie dan Verb, 1975:146).

Selain terdapat fungsi administratif pemerintahan, dalam sistem

politik juga terjadi penggunaan kekuasaan (power) dan perebutan

sumber-sumber kekuasaan . Smith sendiri memahami kekuasaan sebagai pengaruh

atas pembuatan keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan yang

berlangsung secara terus-menerus. Konsep lain yang berkaitan dengan

politik adalah otoritas (authority), yaitu kekuasaan (formal) yang

terlegitimasi.

Dalam pandangan (Surbakti, 1993:31), politik didefinisikan sebagai

“The Management oc Conflict”. Definisi ini didasarkan pada satu anggapan

bahwa salah satu tujuan pokok pemerintahan adalah untuk mengatur konflik.

Jadi pemerintahan sendiri pada dasarnya diperlukan untuk memberikan

(25)

kemungkinan terjadinya konflik diantara individu ataupun kelompok dalam

masyarakat. Pengertian ini memang didasarkan pada realitas politik di

negara-negara bagian di Amerika.

(http://kompol.wordpress.com/2008/03/25/pengantar-komunikasi-politik/)

Dalam proses politik, terlihat kemudian posisi penting komunikasi

politik terutama sebagai jembatan untuk menyampaikan pesan-pesan. Proses

ini berlangsung di semua tingkat masyarakat di setiap tempat yang

memungkinkan terjadinya pertukaran informasi di antara individu-individu

dengan kelompok-kelompoknya. Sebab dalam kehidupan bernegara, setiap

individu memerlukan informasi terutama mengenai kegiatan masing-masing

pihak menurut fungsinya. Jadi dalam kerangka fungsi seperti ini, Rush dan

(Althoff, 1997:24) mendefinisikan komunikasi politik sebagai, proses

dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari suatu bagian sistem

politik kepada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem sosial dengan

sistem-sistem politik.

Merupakan suatu gejala sosial yang banyak memperoleh perhatian

para ilmuwan sosial terutama para ahli komunikasi, ilmu politik, dan

sosiologi. (McQuail, 1992:472-473) mengatakan bahwa komunikasi politik

merupakan “All processes of information (including facts, opinions, beliefs,

etc) transmission, exchange and search engaged in by participants in the

course of institutionalized political activities” (semua proses penyampaian

pesan informasi termasuk fakta, pendapat-pendapat, keyakinan-keyakinan

(26)

oleh para partisipan dalam konteks kegiatan politik yang lebih bersifat

melembaga).

Sekarang ini komunikasi politik banyak sekali yang berlangsung

dengan menggunakan media massa (mass media), seperti surat kabar, radio,

dan televisi. Konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh

penyebarluasan pesan-pesan (informasi dan citra) melalui media massa.

Media massa tidak hanya menjadi bagian yang integral dari politik,

tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam politik. Rancangan kebijakan

harus disebarluaskan agar rakyat mengetahui dan ikut mendiskusikan dalam

berbagai bentuk forum diskusi publik. Semuanya membutuhkan media

untuk menyampaikannya. Informasi media kemudian membentuk persepsi,

pendapat, sikap dan akhirnya tindakan publik. Disisi lain, media massa juga

diuntungkan dengan perkembangan politik karena media massa memperoleh

bahan publikasi yang diminati oleh publik. Oleh sebab itulah, media massa

tidak dapat lepas dari politik, dan begitu pula sebaliknya, politik tidak dapat

lepas dari media massa (Pawito, 2009:28-91-92).

2.1.1.3 Kar ikatur

Karikatur adalah deformasi berlebihan atas wajah seseorang, biasanya

orang terkenal, dengan mempercantiknya dengan penggambaran ciri khas

lahiriahnya untuk bertujuan mengejek. (Sudarta, 1987 dalam Sobur,

2006:138).

Senada dengan Sudarta, Pramono berpendapat bahwa sebetulnya

(27)

kaprah. Karikatur yang sudah diberi beban pesan, kritik, dan sebagainya

berarti telah menjadi kartun opini. Dengan kata lain, kartun yang membawa

pesan kritik sosial, yang muncul di setiap penerbitan surat kabar adalah

political cartoon atau editorial cartoon, yakni versi lain dari editorial, atau

tajuk rencana dalam versi gambar humor. Inilah yang disebut sebagai

karikatur (Sudarta, 1987 dalam Sobur, 2006:139).

Dalam Encylopedia of The Art dijelaskan, karikatur merupakan

representasi sikap atau karakter seseorang dengan cara melebih-lebihkan

sehingga melahirkan kelucuan. Karikatur juga sering dipakai sebagai sarana

kritik sosial dan politik (Sumandiria, 2005:8).

Secara singkat dapat dijelaskan, bahwa karikatur seperti halnya kartun

strip, kartun gags (kartun kata), kartun komik dan kartun animasi adalah

bagian dari apa yang dinamakan kartun.

Karikatur adalah suatu produk keahlian seorang karikaturis, baik dari

segi pengetahuan, intelektual, teknik melukis, psikologis, cara melobi,

referensi bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang tepat.

Karena itu, kita bisa mendeteksi intelektual seorang karikaturis dari sudut

ini. Juga, cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang

dikritik justru tersenyum. (Sobur, 2006:140)

Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam

bentuk gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan

selingan atau ilustrasi belaka. Namun, pada perkembangan selanjutnya,

(28)

Dikatakan kritik yang sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan

gambar-gambar lucu dan menarik (Sobur, 2006:40).

Kartun sendiri merupakan produk keahlian seorang kartunis, baik dari

segi pengetahuan, intelektual, teknik menulis, psikologis, cara melobi,

referensi, bacaan, maupun bagaimana tanggapan atau opini secara subjektif

terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu soal, pemikiran, atau pesan tertentu,

karena itu kita bisa mendeteksi tingkat intelektual sang kartunis dari sudut

ini. Juga cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang

dikritik justru tersenyum (Sobur, 2003:140).

Kartun merupakan symbolic speech (komunikasi tidak langsung),

artinya bahwa penyampaian pesan yang terdapat dalam gambar kartun tidak

dilakukan secara langsung tetapi dengan menggunakan bahasa simbol.

Dengan kata lain, makna yang terkandung dalam gambar kartun tersebut

merupakan makna yang terselubung. Simbol-simbol pada gambar kartun

tersebut merupakan simbol yang disertai signal (maksud) yang digunakan

dengan sadar oleh orang yang mengirimnya dan mereka yang menerimanya.

2.1.1.4 Kar ikatur Dalam Media Cetak

Komunikasi massa secara umum diartikan sebagai komunikasi yang

dilakukan melalui media cetak seperti majalah, surat kabar, radio, televisi,

dan lain sebagainya. Komunikasi massa merupakan komunikasi dimana

penyampaian pesan kepada sejumlah orang dilakukan melalui media cetak.

Baik kartun maupun karikatur di indonesia belakangan ini sudah bisa

(29)

estetika, disamping kadar humornya. Karikatur penuh dengan

perlambangan-perlambangan yang kaya akan makna, oleh karena itu

karikatur merupakan ekspresi dari situasi yang menonjol di dalam

masyarakat. Setajam atau sekeras apapun kritik yang disampaikan sebuah

gambar karikatur, tidak akan menyebabkan terjadinya evolusi. Dengan kata

lain, karikatur dapat mengetengahkan suatu permasalahan yang sedang

hangat di permukaan.

Menurut Anderson, dalam memahami situdi komunikasi politik di

indonesia akan lebih muda dianalisa mengenai konsep politik indonesia

dengan membedakan dalam dua konsep, yaitu dengan Direct Speech

(komunikasi langsung) dan Symbolic Speech (komunikasi tidak langsung).

Komunikasi langsung merupakan konsepsi politik yang analisanya dipahami

sejauh penelitian tersebut ditinjau dari komunikasi yang bersifat langsung,

seperti humor, gossip, diskusi, argumen, intrik, dan lain-lain. Sedangkan

komunikasi tidak langsung, tidak dapat secara langsung dipahami maupun

diteliti seperti patung, monument, dan simbol-simbol lainnya (Bintoro

dalam Marliani, 2004:49).

Peran karikatur yang tertulis seperti yang telah diuraikan di atas,

merupakan alasan utama dijadikannya karikatur sebagai objek studi ini.

Selain karena karikatur merupakan suatu penyampaian pesan lewat kritik

yang sehat dan juga suatu keahlian karikaturis adalah bagaimana dia

(30)

2.1.1.5 Tipogr afi Hur uf

Tipografi didefinisikan sebagai suatu proses seni untuk menyusun

bahan publikasi menggunakan huruf cetak. Oleh karena itu, menyusun

meliputi merancang bentuk huruf cetak hingga merangkainya dalam sebuah

komposisi yang tepat untuk memperoleh suatu efek tampilan yang

dikehendaki. Huruf cetak memang huruf yang akan dicetakkan pada suatu

media tertentu, baik menggunakan mesin cetak offset, mesin cetak dekstop,

cetak sablon pada body pesawat terbang, bordir pada kostum pemain sepak

bola, maupun publikasi di halaman web.

Pemilihan huruf tidak semudah yang dibayangkan, ribuan bahkan

jutaan jumlah huruf menyebabkan desainer harus cermat dalam memilih

tipografi yang tepat untuk karyanya. Rangkaian huruf dalam sebuah kata

atau kalimat bukan saja bisa berarti suatu makna yang mengacu kepada

sebuah objek ataupun gagasan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk

menyuarakan suatu citra ataupun kesan secara visual. Hal itu dikarenakan

terdapatnya nilai fungsional dan nilai estetika dalam suatu huruf. Pemilihan

jenis huruf disesuaikan dengan citra yang ingin diungkapkan.

Ada berbagai cara pendekatan untuk memperdalam ilmu maupun

wawasan mengenail ilmu tentang huruf :

1. Melalui pengenalan sejarah tentang huruf

2. Mengenali anatomi bentuk huruf

3. Membandingkan ciri masing-masing bentuk huruf

4. Mempelajari tata letak huruf

(31)

Mempelajari ilmu bentuk huruf dengan emosi pesan yang hendak

disampaikan (Kusrianto, 2007:190).

Teks menurut Aart Van Zoest, tak pernah lepas dari ideologi dan

memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca kearah suatu ideologi

(Zoest, 1991:70). Ideologi adalah sistem ide-ide yang diungkapkan dalam

komunikasi.

Tipografi juga merupakan bagian teks. Tipografi, atau sering juga

disebut jenis huruf. Biasanya, jenis huruf yang dipakai dalam pembuatan

poster tidak banyak, maksimal 3 jenis. Itu pun, huruf-huruf yang jelas tegas,

tidak berkaitan. Teorinya jangan menyulitkan audience memahami pesan

anda! Dibuat mudah saja orang sering malas membaca, apalagi kalau

tulisannya tidak jelas dan ada bayang-bayangnya (Putra, 2007:74).

Perancang poster dapat memilih jenis-jenis huruf yang tersedia, ada

begitu banyak pilihan, dengan mempertimbangkan keindahan dan

karakternya (Putra, 2007:74). Sebagai contoh :

1. Broadway

2. Kodchiang UPC

3. Lucida Bright

4. Arial Black

5. AvantGarde Md BT

6. Bodoni MT Black

7. Gill Sans Ultra Bold

8. Century, Century Gothic

(32)

Arial dirancang untuk jenis yang satu pada tahun 1982 oleh Robin

Saunders Patricia Nicholas dan desain kontemporer san serif, Arial berisi

karakteristik lebih humanis daripada banyak dari pendahulunya dan sebagai

tersebut lebih cocok dengan suasana dekade terakhir abad kedua puluh.

Perlakuan keseluruhan kurva adalah lebih lembut dan lebih lengkap

dibandingkan di sebagian besar industri gaya sans serif wajah. Stroke

Terminal yang dipotong diagonal yang membantu untuk memberikan wajah

penampilan kurang mekanis. Arial adalah sebuah keluarga yang sangat

serbaguna dari tipografi yang dapat digunakan dengan keberhasilan yang

sama bagi teks pengaturan dalam laporan, presentasi, majalah dll, dan untuk

menampilkan digunakan dalam surat kabar, periklanan dan promosi

(http://www.searchfreefonts.com/font/arial.htm).

2.1.1.6 Kr itik Sosial

Indonesia terbangun ketika budaya tulis sudah menyebar luas,

ketika segala tatanan kehidupan dirumuskan secara tertulis dan tidak tertulis

baik dalam bentuk buku, majalah, surat kabar, radio, televisi, dan internet.

Semakin luas melalui pendidikan modern dan yang tak kalah pentingnya,

ketika segala bentuk tulisan sebagian besar memyampaikan berbagai

informasi melalui bahasa indonesia dijadikan media resmi pendidikan

nasional dan sebagai alat komunikasi dalam birokrasi (Masoed, 1992:42).

Dengan demikian melestarikan atau mempertahankan kritik

terselubung dalam konteks budaya yang tidak lagi menopangnya, sama saja

(33)

lahir dari kebutuhan pengembang hidup bersama manusia. Dalam konteks

budaya tulis, budaya modern materialistis yang berpenopang pada budaya

tulis di atas pembangunan, pengembangan, dan penyebaran kritik sama

statusnya dengan pembangunan dan pengembangan, dan penyebaran kritik

itu sendiri.

Dalam beberapa pengertian kritik sosial mengandung konotasi negatif

seperti “celaan”, namun kata “kecaman” mengandung kemungkinan kata

positif yaitu dukungan, usulan, atau saran, penyelidikan yang cermat

(Masoed, 1999:36). Definisi “kritik” menurut kamus Oxford adalah “one

who appreises literaryor artistic work” atau suatu hal yang membentuk dan

memberikan penilaian untuk menemukan kesalahan terhadap sesuatu. Kritik

awalnya dari bahasa Yunani (Kritike = pemisahan, Krinoo = memutuskan)

dan berkembang dalam bahasa inggris “critism” yang berarti evaluasi atau

penilaian tentang sesuatu. Sementara sosial adalah suatu kajian yang

menyangkut kehidupan dalam bermasyarakat menciptakan suatu kondisi

sosial yang tertib dan stabil (Susanto, 1986:7).

Dalam kritik sosial, pers, dan politik indonesia adalah salah satu

bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai

sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses

bermasyarakat. Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan salah satu

unsur penting dalam memelihara sistem sosial. Dengan kata lain, kritik

sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk kontroversi dan

reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat (Abar dalam Masoed,

(34)

Kritik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial dalam arti bahwa

kritik sosial menjadi sarana komunikasi gagasan baru, sembari menilai

gagasan lama, untuk suatu perubahan sosial. Kritik sosial konservatif, status

quo dalam masyarakat untuk perubahan sosial, kritik sosial dalam

pengertian ini sering muncul ketika masyarakat atau sejumlah orang atau

kelompok sosial dalam masyarakat yang menginginkan suasana baru,

suasana yang lebih baik dan lebih maju, atau secara kritik sosial yang

demikian yang lebih banyak dianut kaum oleh kritis dan struktualis. Mereka

melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan

perubahan sosial. Suatu kritik sosial selalu menginginkan perbaikan, ini

berarti bahwa suatu kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada

peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru menitikberatkan dan

mengajak masyarakat atau khalayak untuk memperhatikan

kebutuhan-kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya didasarkan

pada rasa tanggung jawab atas perkembangan lingkungan sosialnya,

sehingga diharapkan dapat menuju ke arah perbaikan dalam masyarakat

untuk mewujudkan suatu ketertiban sosial (susanto, 1986:105).

Kritik sosial dapat disampaikan melalui berbagai wahana, mulai dari

cara yang paling tradisional, seperti berjemur diri, ungkapan-ungkapan

sindiran melalui komunikasi antar personal dan komunikasi sosial melalui

berbagai pertunjukan sosial dan kesenian dalam komunikasi publik, seni

sastra, dan melalui media massa. Kritik dari masyarakat ini hendaknya

ditanggapi dengan serius oleh pemerintah. Memang dalam menanggapi

(35)

menunjukkan adanya perhatian dari pemerintah. Perhatian inilah yang

secara akumulatif membentuk kesan, pemerintah mempunyai kepedulian

yang tinggi terhadap rakyatnya. Apabila masyarakat sudah diperhatikan

aspirasinya, masyarakat tidak akan lupa budi, sehingga apabila pemerintah

mempunyai program kerja maka partisipasi mayarakat akan muncul dengan

sendirinya (Panuju, 1999:49).

Kritik sosial itu sebenarnya merupakan sesuatu yang positif karena ia

mendorong sesuatu yang terjadi didalam masyarakat untuk kembali ke

kriteria yang dianggap wajar dan telah disepakati bersama. Menurut Aris

Susanto dalam bidang politik istilah kritik sosial seringkali memperoleh

konotasi negatif karena diartikan mencari kelemahan-kelemahan pihak lain

dalam pertarungan politik sehingga arti yang substansial dari kritik sosial itu

menjadi kabur (Masoed, 1999:71).

Kesan oposisi sejauh mungkin harus dapat dihindarkan, masyarakat

awam menanggap kritik sama dengan oposisi, yang artinya “pihak sana”

(out group) sehingga kritik tertuju kebijaksanaan atau oknum aparat

pemerintah, diidentifikasi sebagai penentang atau melawan pemerintah.

Padahal, kritik bukanlah seperti itu. Kritik tidak selamanya berati melawan.

Kritik itu mengandung muatan-muatan saling memberi arti. Setidaknya

menjadi masukan yang dapat dipertimbangkan dalam merumuskan

kebijaksanaan dan tindak lanjutnya (Ali, 1999:84).

Kritik-kritik terbaik, sesuai dengan setting sosial, politik, dan budaya

kita adalah kritik yang membuat saran kritik menangis, tapi dalam mimik

(36)

sasaran tertentu, kritik tersebut tidak boleh membuat malu sasaran kritik

dihadapkan publik, apalagi secara meluas.

Sesuai dengan ciri makhluk rasional, maka keterbukaan kritik harus

mengandung beberapa unsur utama. Diantaranya adalah peningkatan

supremasi individu, kompetisi dan membuka peluang pengarahan bagi

tindakan manusia untuk meraih sukses dan keuntungan di planet bumi ini

(Ali, 1999:194).

Dengan demikian, melestarikan atau mempertahankan kritik

terselubung dalam konteks budaya yang tidak lagi menopangnya sama saja

membunuh eksistensi kritik sebagai sebuah institusi sosial yang lahir dari

kebutuhan pengembangan hidup kebersamaan manusia. Dalam konteks

budaya tulis, budaya modern materealistis yang berpenopang pada budaya

tulis di atas, pembangunan, pengembangan, penyebaran kritik sama

statusnya dengan pembangunan, pengembangan, dan penyebaran kritik itu

sendiri.

2.1.1.7 Kualitas Kabinet Indonesia Ber satu II

Kepemimpinan SBY-Budiono telah gagal memegang amanah rakyat.

Meski SBY telah melakukan pergantian menterinya dan penambahan untuk

wakil menteri dijajaran Kabinet Indonesia Bersatu II.

(http://berita.liputan6.com/read/358932/mahasiswa-gelar-demo-anti

sbyboediono)

Masalah loyalitas terutama ketika banyak orang dari parpol dalam

(37)

baik Presiden SBY menaruh orang-orang profesional di kementrian sesuai

latar belakangnya. Sebenarnya presiden SBY nyaris tidak mempunyai

pilihan lain, selain memilih menteri dari kalangan profesional. Hal tersebut

seharusnya dilakukan apabila ingin memberikan warisan yang diingat

publik setelah menjabat selama 10 tahun. Ini adalah tahun ketujuh, mau

tidak mau Presiden SBY harus memilih menteri dari jajaran profesional.

(http://www.seputarindonesia.com/edisicetak/content/view/437070/).

Dalam usia pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

SBY-Boediono yang baru saja menyelesaikan program seratus hari kerja, kritik

terhadap kinerja Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 11 terus menggelinding.

Padahal Presiden Yudhoyono sudah mengklaim bahwa ringkat keberhasilan

program yang ditetapkan mencapai 90%. Bahkan dengan percaya diri

menetapkan lagi batasan waktu dua ratus hari kerja ke depan, untuk

mengevaluasi kinerja para menteri dalam KIB II.

Batasan waktu secara umum bisa mendorong kinerja organisasi politik.

Tetapi secara kultural, batasan waktu yang diberlakukan terhadap Kabinet

Indonesia Bersatu Jilid II tidak sejalan dengan budaya waktu yang

melembaga di masyarakat. Sebab, pada umumnya orang Indonesia, tanpa

terkecuali elite politik, dalam menjalankan tugas menyuarakan kepentingan

rakyat, cenderung mempermainkan waktu objektif.

(38)

2.1.1.8 Pendekatan Semiotika

Kata “semiotika” berasal dari bahas Yunani, semeion yang berarti

tanda, atau Seme yang berarti penafsir tanda. Semiotika sendiri berakar dari

studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, poetika. Semiotika

adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda. Tanda

terdapat dimana-mana “kata” adalah tanda, demikian pula gerak isyarat,

lampu lalu lintas, bendera, dan senagainya. Struktur kaya sastra, struktur

film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai

tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda, tanda-tanda tersebut

menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non

verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal tersebut memunculkan suatu

proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan

dari pengirim pesan. Semiotika merupakan cabang ilmu yang semula

berkembang dalam bidang bahasa.

Dalam perkembanganya kemudian semiotika bahkan masuk pada

semua segi kehidupan manusia, sehingga Derrida (dalam Kurniawan,

2008:34), mengikrarkan bahwa tidak ada sesuatupun di dunia ini sepenting

bahasa. “there is nothing outside language”. Bahasa dalam hal ini dibaca

sebagai “teks” atau “tanda”.

Charles Sanders Peirce merupakan ahli filsafat dan tokoh terkemuka

dalam semiotika modern Amerika menegaskan bahwa, manusia hannya

dapat berfikir dengan sarana tanda dan manusia hanya dapat berkomunikasi

dengan tanda. Tanda yang dapat dimanfaakandalam seni rupa berupa tanda

(39)

warna, bentuk, tekstur, komposisi, dan sebagainya. Tanda-tanda yang

bersifat verbal adalah objek yang dilukiskan, seperti objek, manusia,

binatang, alam, imajinasi atau hal-hal lainnya yang abstrak. Apapun

alasannya (senirupawan, designer) untuk berkarya, karyanya adalah sesuatu

yang kasat mata, karena itu secara umum bahasa digunakan untuk

merangkul segala yang kasat mata dan merupakan media antara perupa

dengan pemerhati atau penonton. Seniman dan designer membatasi bahasa

rupa pada segitiga, estetis – simbolis – bercerita (Story Telling). Bahasa

merupakan imaji dan tata ungkapan. Imaji mencakup makna yang luas, baik

imaji yang kasat mata maupun imaji yang ada khayalnya.

Menurut Peirce model yang membahas mengenai makna dalam studi

semiotik mempunyai tiga fundamental (Sobur, 2006:41), yaitu :

1. Ikon

Adalah tanda yang berhubungan antara tanda dan acuannya bersifat

bersamaan bentuk alamiah (berupa hubungan kemiripan). Misalnya

adalah potret dalam peta. Potret merupakan ikonik dari pulau yang ada

dalam peta tersebut.

2. Indeks

Adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara tanda dan

acuannya yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda

yang langsung mengacu pada kenyataanya. Misalnya ada asap sebagai

(40)

3. Simbol

Adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara tanda dan

acuannya (berdasarkan hubungan konvensi atau perjanjian). Misalnya

orang yang menggelengkan kepalanya merupakan simbol yang

menandakan ketidak setujuan yang termasuk secara konvensional.

Dalam semiotik model yang digunakan dapat berasal dari berbagai ahli,

seperti Saussure, Peirce, dan sebagainya. Pada penelitian ini yang akan

digunakan adalah model semiotik milik Peirce karena adanya kelebihan

yang dimiliki yaitu tidak mengkhususkan analisisnya pada studi linguistik.

2.1.1.9 Semiotika Char les Sander s Peir ce

Semiotik untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai

kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur,

2004:83). Bagi Peirce tanda “is something which stand to somebody for

something in some respect or capacity”. Kita misalnya dapat menjadikan

teori Segitiga Makna (Triangle Meaning), menurut Peirce salah satu bentuk

tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda.

Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Peirce disebut

ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau Represetamen) selalu terdapat

dalam sebuah triadik, yakni ground dan interpretant (Sobur, 2004:41).

Sementara itu interpretant adalah suatu tanda yang ada dalam benak

seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen

(41)

Sign

Objek Interpretant

tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Makna adalah persoalan

bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan

orang pada waktu berkomunikasi (Barthes dalam kurniawan, 2008:37).

Charles Sanders Peirce membagi antara tanda dan acuannya tersebut

menjadi kategori ikon, indeks, simbol adalah tanda yang hubungan antara

penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan

kata lain ikon adalah hubungan antara tanda objek atau acuan yang bersifat

kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjuk

adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal

atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada

kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api.

Tanda dapat pula mengacu pada denotatum melalui konvensi. Tanda seperti

itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi, simbol tanda

yang menunjuk hubungan alamiah antara penanda dan petandanya.

Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan

konvensi atau perjanjian masyarakat (Sobur, 2004:42). Hubungan segitiga

makna Peirce lazimnya ditampilkan dalam gambar berikut. (Fiske dalam

(42)

Icon

Symbol Index

Gambar 2.1 : Hubungan Tanda, Objek, dan Inter pr etant Peir ce

Menurut Peirce sebuah tanda itu mengacu pada sebuah acuan, dan

representasi adalah fungsi utamanya hal ini sesuai dengan definisi dari tanda

sendiri yaitu sebagai sesuatu yang memiliki bentuk fisik, dan harus merujuk

pada sesuatu yang lain dari tanda tersebut. Peirce ingin mengidentifikasikan

partikel dasar dari tanda dan mengembangkannya kembali semua komponen

dalam struktur tunggal. Dalam pendekatan semiotik model Charles S. Peirce,

diperlukan adanya 3 unsur utama yang bisa digunakan sebagai model

analisis, yaitu tanda, objek, dan interpretant.

Charles S. Peirce membagi antara tanda dan acuannya tersebut

menjadi tiga kategori, yaitu : ikon, indeks, simbol. Ketiga kategori tersebut

digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut :

1. Icon: sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang serupa

dengan obyeknya.

2. Index: sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang

mengisyaratkan petandanya.

3. Symbol : sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang

oleh kaidah secara konvensi telah lazim digunakan didalam

(43)

Gambar 2.2 : Model Kategor i Tanda Oleh Peir ce (Fisk e, 1990 : 47)

Dengan mengacu pada model Peirce, makna dalam suatu teks tidak

terjadi dengan sendirinya, tetapi diproduksi dalam hubungan antara teks

dengan pengguna tanda. Hal ini merupakan suatu tindakan dinamis, kedua

elemen (teks dan pengguna tanda) saling memberikan sesuatu yang sejajar.

Bila suatu teks dan pengguna tanda berasal dari budaya yang relatif sama,

interaksi keduanya akan lebih mudah terjadi, konotasi (pengertian tambahan)

dan mitos (cara pencapaian suatu pengertian) dalam teks telah menjadi

referensi pengguna tanda yang bersangkutan. (Fiske, 1990:143).

2.1.1.10 Konsep Makna

Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan kata

dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of Meaning,

(Odgen dan Richards dalam buku Kurniawan, 2008:27) telah

mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna.

Makna sebagaimana dikemukakan oleh (Fisher dalam Sobur,

2004:248), merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian

para ahli filsafat dan para para teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam.

Semenjak Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan

“ultrarealitas”, para pemikir besar telah sering mempergunakan konsep itu

dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak pengungkapan

mental dari Locke sampai ke respon yang dikeluarkan dari Skinner.

“Tetapi”. (kata Jerold Katz dalam kurniawan, 2008:47), “setiap usaha untuk

(44)

Plato, telah terbukti terlalu samar dan pekulatif. Yang lainnya memberikan

jawaban salah”.

Menurut Devito, makna buka terletak pada kata-kata melainkan pada

manusia. “kita”, lanjut Devito, menggunakan kata-kata untuk mendekatai

makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata-kata untuk mendekati

makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata-kata ini secara sempurna

dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Demikian pula

makna yang didapat pendengar dari pesan-pesan akan sangat berbeda

dengan makna yang ingin kita komunikasikan. Komunikasi adalah proses

yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar dan apa yang ada

dalam benak kita.

Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan dengan

usaha menjelaskan istilah makna (Kempson dalam Sobur, 2004:258), yaitu :

1. Menjelaskan makna secara ilmiah

2. Mendeskripsikan secara ilmiah

3. Menjelaskan makna adalah proses komunikasi

Berdasarkan landasan teori yang telah disampaikan, makna peneliti dalam

memaknai kartun editorial Clekit melakukan pemaknaan terhadap tanda dan

lambang berbentuk gambar dengan menggunakan teori segitiga makna

Peirce (Triangle Meaning) yang meliputi tanda, obyek, dan interpretan

sehingga diperoleh hasil interpretasi data mengenai kartun editorial Clekit

(45)

2.2 Ker angka Ber pikir

Setiap individu memiliki field of experience dan frame of referance yang

berbeda. Dengan demikian suatu tanda dari peristiwa atau fenomena yang

diberi makna menghasilkan pemaknaan yang beragam berbeda satu sama

lainnya. Penelitian ini akan menggunakan model pendekatan semiotika

triangle meaning theory yang dikemukakan oleh Charles Sanders Peirce.

Dalam teori tersebut Peirce menggunakan tanda (sign), yang merupakan

representasi dari sesuatu diluar tanda yaitu objek (object) dan dipahami oleh

peserta komunikasi (interpretant).

Dalam karikatur Editorial Clekit edisi 24 September 2011 tanda dikaitkan

dengan objeknya, yang terbagi atas ikon, indeks, dan simbol. Kemudian objek

tersebut ditafsirkan oleh interpretant. Penafsiran dalam triangle meaning

theory disebut dengan produksi tanda. Hasil dari produksi tanda adalah suatu

makna tertentu, makna itu merupakan hasil yang digunakan untuk memahami

suatu objek yang menjadi bahan penelitian.

Tanda yang dimaksud disini adalah gambar dalam media cetak yang

kemudian tanda tersebut dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu : ikon, indeks,

dan simbol. Obyek disini adalah karikatur Clekit pada surat kabar Jawa pos

yang pada edisi sabtu, 24 September 2011. Setelah menganilisis kategori

tanda tersebut, maka peneliti akan mengetahui makna gambar kartun editorial

(46)

Gambar 2.3 : Bagan Ker angka Ber pik ir

• Bentuk Permukaan Jalan yang tidak rata

• Asap yang keluar akibat letusan ban mobil

(47)

METODOLOGI P ENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan menggunakan

pendekatan semiotik. Alasan digunakannya metode deskriptif kualitatif

terdapat beberapa faktor pertimbangan, yaitu pertama metode deskriptif

kualitatif akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian ini

kenyataannya ganda, kedua metode deskriprif kualitatif menyajikan secara

langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, ketiga metode

deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak

pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moeloeng, 2002:33).

Selain itu pada dasarnya semiotik bersifat kualitatif interpretatif, yaitu

suatu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai objek

kajian, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik tanda dan

teks tersebut (Christomy dan Yuwono dalam Marliani, 2004:48).

Oleh karena itulah peneliti harus memperhatikan beberapa hal dalam

penelitian ini, pertama adalah konteks atau situasi sosial di seputar dokumen

atau teks yang diteliti. Disini peneliti diharapkan dapat memahami makna

dari teks yang diteliti. Kedua adalah proses atau bagaimana suatu produksi

(48)

Ketiga adalah pembentukan secara bertahap dari makna sebuah pesan

melalui pemahaman dan interpretasi.

Dalam penelitian ini, menggunakan metode semiotik. Semiotik adalah

suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur, 2004:15).

Dengan menggunakan metode semiotik, peneliti berusaha menggali realitas

yang didapatkan melalui interpretasi simbol-simbol dan tanda-tanda yang

ditampilkan sepanjang gambar dalam karikatur. Pendekatan semiotik

termasuk dalam metode kualitatif. Tipe penelitian ini adalah deskriptif,

dimana peneliti berusaha untuk mengetahui pemaknaan karikatur Clekit

pada Surat Kabar Jawa Pos edisi Sabtu, 24 September 2011.

3.2 Kor pus

Didalam penelitian kualitatif diperlukan adanya suatu pembahasan

masalah yang disebut korpus. Korpus sebagai kumpulan bahan yang

terbatas yang ditentukan perkembangannya oleh analisa dengan semacam

kesemenaan. Korpus itu juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen

pada taraf substansi maupun homogen pada taraf waktu (sinkroni).

(Kurniawan, 2001:70).

Tetapi sebagai analisis, korpus itu bersifat terbuka pada konteks yang

beraneka ragam, sehingga memungkinkan untuk memahami banyak aspek

dari sebuah pesan yang tidak ditangkap atas dasar suatu analisis yang

(49)

Sedangkan korpus pada penelitian ini adalah gambar karikatur Clekit

“Kualitas Kabinet Indonesia Bersatu II” pada Surat Kabar Jawa Pos Edisi

Sabtu, 24 September 2011.

3.3 Unit Analisis

Untuk mempermudah interpretasi dari digunakan tiga hubungan

dalam menyelami semiotik karikatur pada gambar karikatur Clekit “Kualitas

Kabinet Indonesia Bersatu II” pada Surat Kabar Jawa Pos Edisi Sabtu, 24

September 2011, yang menggambarkan seorang pria memakai topi serta

mulut terbuka dan tangan yang disilangkan kemudian berbicara

“BEGINILAH AKIBAT MEMILIH BAN TIDAK BERDASAR

KUALITAS” dan badan mobil yang bertuliskan “KABINET INDONESIA

BERSATU II” dengan ban mobil yang mengempes karena jalan yang tidak

rata membuat badan mobil menjadi bergoyang. Kemudian diinterpretasikan

dengan menggunakan ikon (icon), indeks (index), simbol (symbol).

3.3.1 Ikon

Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat

kemiripan (Sobur, 2001:41). Dengan kata lain tanda memiliki ciri-ciri sama

dengan apa yang dimaksudkan. Pada karikatur Clekit “Kualitas Kabinet

Indonesia Bersatu II” ditujukkan dengan :

1. Seorang Pria

2. Mobil

Gambar

Gambar 2.1 : Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretant Peirce
Gambar 2.3 : Bagan Kerangka Berpikir
Gambar 4.5.1 : Gambar karikatur Clekit dalam kategori tanda Peirce
Gambar karikatur Kualitas Kabinet Indonesia Bersatu II edisi, 24

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan dari penelitian ini adalah pemberian vitamin B1, B6, dan B12 dapat memperpanjang onset terjadinya kelelahan otot pada mencit Swiss Webster jantan.. Kata kunci

public InsertSql(String table, Column[] columns, Object[] fields) @Override public String generate().. private String valuesList(Object[] fields, final Column[]

Hasil penelitian ini dapat diigunakan sebagai sumber acuan atau sumber kepustakaan berkenan dengan proses pembelajaran menulis teks deskripsi dan berpikir kreatif, khususya

Dukungan instrumental : sebagian besar keluarga memberikan dukungan instrumental pada anak, dengan menjaga kesehatan, menjaga dari kelelahan, makan, minum, dan istirahat,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio aktivitas yang terdiri dari perputaran kas, perputaran persediaan dan perputaran piutang terhadap likuiditas

Evaluasi dapat dilakukan dalam dua bentuk evaluasi yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan selama dan di antara tahapan-tahapan tersebut. Tujuan

Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kinerja pelayanan siswa, citra institusi terhadap kepuasan siswa selama belajar di Teknik Metalurgi FT Unjani khususnya, Fakultas

Wujud dari citra sebenarnya dapat dirasakan dari hasil penelitian, penerimaan, kesadaran, dan pengertian baik semacam tanda respek dan rasa hormat dari publik