2011 di Harian Jawa Pos)
SKRIPSI
Oleh:
SURAIDA HETE AISYABELLA 0743010113
YAYASAN KESEJAHTERAAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI SURABAYA
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulilah kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat menuju skripsi. Penulis meneliti
tentang Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit di Haarian Jawa Pos. Dengan
analisis semiotik maka penulis mencoba untuk meneliti bagaimana makna yang
terkandung di dalam karikatur editorial Clekit di harian Jawa Pos.
Penulis juga menyadari, tanpa bantuan dari berbagai pihak yang selama ini
membimbing, mengayomi dan memberikan bantuan dari ide dan referensi buku,
maka skripsi ini juga tidak akan terselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya dapat
menyelesaikan laporan ini.
2. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi, Dekan Jurusan Ilmu Komunikasi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Pak Juwito, Sos, M.si. Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang juga menjadi dosen
pembimbing laporan skribsi ini.
hari memantau perkembangan laporan ini.
6. “Bhie-ku” yang selalu support dan menemani untuk mengerjakan proposal
ini. Terimakasih juga sudah ngomel-ngomel tiap hari.
7. Teman-teman yang selalu menemani dikala bahagia dan sedih, terutama
icha, suqma, lheeya dan teman-teman yang lain yang tidak bisa aku
sebutkan satu persatu
Penulis menyadari adanya kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam
penggarapan skripsi ini. Maka dari itu penulis membutuhkan saran, kritik dan
semoga bisa berguna bagi para pembaca. Semoga kita semua termasuk orang yang
senantiasa bermanfaat bagi sesama, agama, bangsa dan negara serta berbahagia di
dunia dan di akhirat. Amin.
Surabaya, Juni 2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah...1
1.2 Perumusan Masalah...11
1.3 Tujuan Penelitian………...11
1.4 Kegunaan Penelitian………..11
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori………...12
2.1.1 Surat Kabar………..12
2.1.4 Karikatur sebagai Kritik Sosial………20
2.1.5 Karikatur sebagai Proses Komunikasi………..22
2.1.6 PSSI dan LPI………24
PSSI………..24
LPI………25
2.1.7 Konsep Makna………..26
2.1.8 Komunikasi Non Verbal………...28
2.1.9 Pendekatan Semiotik………30
2.1.10 Semiotika Charles Sanders Pierce………..34
2.2 Kerangka Berpikir……….37
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian………...36
3.2 Corpus ………...41
3.3 Unit Analisis...41
3.3.2 Indeks………....42
3.3.3 Simbol………....43
3.4 Teknik Pengumpulan Data...43
3.5 Metode Analisis Data………..………...44
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, M Linggar, 2002, Teori dan Profesi Kehumasan serta Aplikasinya di
Indonesia, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Ardianto Elvinaro dan Soemirat Soleh, 2004, Dasar-Dasar Public Relations,
Bandung : Penerbit Remaja Rosdakarya
Jefkins, Franks, 2004, Public Relations, Edisi kelima disempurnakan oleh Daniel
Yadin, Jakarta : Penerbit Erlangga
Mulyana, Deddy, 2000, Ilmu Komunikasi suatu Pengantar, Bandung : Penerbit
Remaja Rosdakarya
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah...1
1.2 Perumusan Masalah...10
1.3 Tujuan Penelitian………...10
1.4 Kegunaan Penelitian………..10
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori………...11
2.1.1 Surat Kabar………..11
2.1.2 Karikatur………..15
2.1.3 Karikatur dalam Media Massa……….16
2.1.4 Karikatur sebagai Kritik Sosial………19
2.1.5 PSSI dan LPI………..21
2.1.6 Anjing………24
2.1.7 Bola………25
2.1.8 Konsep Makna………..26
2.1.9 Komunikasi Non Verbal………...29
2.1.10 Pendekatan Semiotik………..31
2.1.11 Semiotika Charles Sanders Pierce………..35
2.2 Kerangka Berpikir……….39
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………...42
3.2 Definisi Konseptual………...43
3.3 Subyek dan Obyek Penelitian………..44
3.4 Korpus...44
3.5 Teknik Pengumpulan Data...45
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian………49
4.2 Penyajian Data………54
4.3 Analisis Data……….…...55
4.3.1 Karikatur Editorial Clekit Edisi 8 Januari 2011…………55
4.3.2 Ikon, Indeks, Simbol……….58
4.4 Pemaknaan Keseluruhan gambar karikatur………71
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan………74
5.2 Saran……….75
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
karikatur editorial Clekit LPI vs PSSI edisi 8 Januari 2011 di Harian Jawa Pos)
Permasalahan dari judul adalah LPI vs PSSI yang bersiteru dalam karikatur editorial clekit di harian Jawa Pos. Terlihat Dalam gambar karikatur editorial clekit di harian Jawa Pos edisi 8 januari 2011 yang menampilkan dua sosok gambar yang salah satunya digambarkan sebagai hewan anjing yang mewakili PSSI dan satu lagi sosok pria yang mewakili LPI dengan membawa selembar kertas yang bertuliskan ijin. Dari penggambaran yang demikian, memunculkan banyak pertanyaan yang salah satunya mengapa PSSI digambarkan sebagai anjing? Padahal PSSI sebagai induk organisasi sepak bola dan manajemen dari PT Liga Indonesia seharusnya digambarkan selayaknya organisasi yang memiliki kredibilitas yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemaknaan karikatur editorial Clekit di Harian Jawa Pos edisi 8 Januari 2011 berdasarkan teori segitiga makna.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yang menggunakan analisis semiotik dari Charles Sanders Pierce. Korpus pada penelitian kualitatif ini adalah gambar karikatur Clekit LPI vs PSSI pada harian Jawa Pos edisi 8 Januari 2011.
Hasil penelitian dari Jawa Pos, yaitu Gambar karikatur ini memperlihatkan kondisi renggangnya hubungan antara pria dan anjing. Pertama pria yang memakai kaos, celana serta sepatu lengkap sambil mengempit bola semakin menegaskan bahwa dirinya yang merupakan perwakilan dari LPI memang benar-benar menyerupai sosok dari pemain sepak bola, sedangkan anjing yang digambarkan sebagai PSSI terlihat tidak senang dengan adanya LPI hal tersebut terlihat dari ekspresi mata dan mulut anjing. Sebagai organisasi yang menaungi sepak bola di Indonesia seharusnya PSSI digambarkan layaknya organisasi yang berkualitas dan mempunyai kredibilitas yang baik bukan digambarkan sebagai anjing.
Kata Kunci : Karikatur Editorial Clekit, Jawa Pos, Pierce
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Komunikasi adalah dasar dari kehidupan manusia yang dibutuhkan
dalam rangka bersosialisasi dengan sesamanya. Sebagai kebutuhan esensial
dan seiring dengan berkembangnya pengetahuan manusia, maka proses
komunikasi yang dilakukan manusia membutuhkan media komunikasi yang
mampu mendukung tercapainya proses tersebut. Media atau saluran
komunikasi merupakan sesuatu yang digunakan sebagai alat penyampaian
atau pengiriman pesan, misalnya surat kabar, majalah, radio, televisi. Internet,
dan telepon. Dengan demikian masyarakat Indonesia semakin cerdas dalam
menata kehidupan mereka. Mereka semakin mampu menyaring
informasi-informasi yang menerpa meskipun informasi-informasi tersebut deras menerpanya.
Bebasnya informasi yang menerpa khalayak tersebut tidak lepas dari peran
media pers.
Jurnalistik pers pun sebagai institusi media memiliki fungsi, fungsi
tersebut guna melayani kebutuhan khalayak terhadap informasi. Fungsi pers
itu adalah yang pertama yaitu pendidikan, salah satu contohnya pers
memberikan sumbangsih dalam mengentaskan buta huruf. Fungsi pers yang
kedua yaitu informatif, contohnya pers menyebarkan segala informasi seperti
politik, hankam, budaya dan sebagainya hingga kedaerah pelosok desa.
Fungsi yang ketiga pers sebagai kontrol sosial terhadap segala permasalahan
yang timbul, misalkan pers sebagai pengawas dari kinerja pemerintahan.
Fungsi pers selanjutnya adalah mempengaruhi, pers memberikan pengaruh
terhadap pola pikir khalayaknya. Pengaruh tersebut masuk ketika khalayak
membaca produk pers. Fungsi terakhir pers dalam pengabdiannya kepada
khalayak adalah hiburan, fungsi ini tampak ringan dan santai sebagai contoh
adanya rubrik lifestyle (Efendy.2000;94).
Fungsi media sebagai kontrol sosial dan persuasif secara sadar atau
tidak dapat mengarahkan khalayak untuk mengikuti pola pikir yang disajikan
media. Kebutuhan khalayak akan berita yang paling penting adalah nilai
“kebaruan”, nilai ini pada media cetak terletak pada surat kabar. Melihat
ketertarikan khalayak akan informasi terbaru maka media menyajikan
informasi berupa visualisasi karikatur. Informasi yang ringan dan humoris
namun tetap kritis dan faktual membuat khalayak terhibur dan tertarik dengan
informasi tersebut (Efendy.2000;92).
Berdasarkan isinya, surat kabar lebih variatif dengan isi yang beragam.
Terdapat rubric olahraga, berita lokal, nasional, maupun internasional,
terdapat juga rubrik opini, lifestyle dan sebagainya. Namun demikian surat
kabar menjadi media cetak terkini bila dibandingkan media cetak lainnya
berita-3
berita internasional hingga lokal. Namun secara sederhana isi surat kabar
dapat dibagi tiga yaitu, berita (news), opini (value), iklan (advertising). Berita
dalam surat kabar tidak terfokus pada salah satu fenomena masyarakat (seperti
pada tabloid yang hanya membahas fenomena tentang olahraga) namun semua
fenomena atau peristiwa dalam realitas dilaporkan (Efendy.2000;92).
Dalam pelaporan berita yang dibuat para pekerja media (wartawan dan
karikaturis), terdapat perbedaan antara media satu dengan media yang lainnya.
Karikaturis dikategorikan sebagai wartawan bukan karena karya mereka
dimuat di surat kabar. Mereka dikategorikan sebagai wartawan karena karya
mereka faktual sesuai dengan permasalahan yang muncul dalam realitas. Para
wartawan dan karikaturis membentuk berita berdasarkan interpretasi mereka
terhadap realitas yang menjadi bahan pemberitaan. Pemaknaan diantara para
pekerja media itu akan berbeda karena nilai-nilai, sudut pandang, pengalaman
dan rujukan yang dimilki para pekerja tersebut (jurnalis) berbeda dengan
wartawan atau jurnalis dari media yang berbeda. Perbedaan tersebut juga
dipengaruhi ideologi, kebijakan serta segmentasi masing-masing media.
Dengan demikian hasil reportase mereka berbeda meskipun obyek beritanya
sama (Eriyanto.2005;25-26).
Isi surat kabar selanjutnya adalah iklan dan opini. Iklan merupakan
sumber keuangan tidak tetap media, selain itu media sebagai penyebar
informasi atas iklan yang bersangkutan. Mengenai opini, surat kabar
menyediakan kolom khusus. Kolom opini menjadi tempat, baik tim redaksi
maupun khalayak umum untuk berkomentar terhadap suatu fenomena
tertentu. Pemikiran atau komentar tersebut disampaikan secara logis, dan
faktual serta subjektif berdasarkan sudut pandang penulisnya. Sebenarnya,
aturan tersebut dibuat agar opini yang disampaikan penulisnya tertata dan ada
dasarnya. Bentuk opini beragam, namun sebagai contoh di surat kabar Jawa
Pos opini terdiri dari pojok, karikatur, artikel, dan surat pembaca
(Efendy.2000;97).
Opini media yang berupa gambar lucu dan menggelitik adalah
karikatur. Pesan opini dalam bentuk visual yang tersusun seolah-olah tidak
serius membuat karikatur yang banyak berkembang di media massa nasional,
misalnya Jawa Pos. karikatur opini Jawa Pos disebut Editorial Clekit, yang
arti harfiahnya rasa sakit karena cubitan atau gigitan serangga. Fungsi clekit
sebagai opini berbentuk visual adalah mengingatkan khalayak masyarakat dan
pemerintah bahwa disekitar mereka terdapat suatu fenomena yang layak
dibahas bersama. Clekit muncul secara periodik di Jawa Pos mulai bulan
Oktober 1994, satu kali seminggu yaitu hari sabtu. Namun pada
perkembangannya clekit hadir secara periodik tiga kali dalam satu minggu di
hari selasa, kamis, dan sabtu. Kemunculan tiga kali dalam satu minggu itu
5
Opini media yang bentuknya visual dan kocak (karikatur) membuat
khalayak tersenyum, mereka tidak tampak serius menanggapi permasalahan
yang ada. Sikap khalayak yang demikian bukan berarti khalayak itu tidak
peduli atau asal-asalan menanggapi permasalahan, namun karena kehebatan
sang pengirim pesan membuat opini dengan gaya karikatur yang selalu
membuat banyak individu tersenyum santai. Dengan demikian karikatur
memiliki sejumlah syarat agar menjadi karikatur yang baik, yang dapat
membuat para individu-individu ini tersenyum bahkan tertawa. Syarat
tersebut diantaranya karikatur harus mengandung unsur deformasi. Deformasi
itu sendiri adalah penggambaran berlebihan terhadap salah satu fokus dalam
objek. Deformasi dikatakan berlebihan dalam arti ukuran, bias besar dan
menonjol namun bisa pula diperkecil sehingga tampak berbeda dari gambar
lainnya di dalam objek. Objeknya biasanya tokoh terkenal seperti presiden,
ketua parpol, ketua DPR, dan lain sebagainya. Biasanya bagian yang di
deformasi adalah wajah, perut, hidung, mulut, gigi, mata dan sebagainya atau
bahkan keseluruhan sosok dari gambar di dalam objek. Menurut Sudarta
karikatur merupakan deformasi berlebih atas wajah seseorang atau tokoh,
biasanya orang terkenal dengan mempercantik bertujuan mengejek
(Sudarta.1987;49 dalam Sobur.2006;138).
Karikatur editorial atau yang disebut juga kartun opini haruslah dilihat
dari cara bagaimana karikatur tersebut dibuat, unsur-unsur apa saja yang perlu
dan penting. Semua hal tersebut sangat penting agar karikatur editorial
benar-benar baik, lucu, cerdas, kritis, dan tentunya proposional. Sebagai karikatur
editorial yang menyampaikan opini redaksi, karikatur harus mengandung
teknis karikatur. Pertama, karikatur harus informatif dan komunikatif.
Karikatur pada kriteria ini berlaku sebagai penyampai pesan atau informasi
berkaitan dengan fenomena tertentu. Informasi tersebut disampaikan dengan
gaya bahasa non verbal yang lucu dan sedikit satu atau dua bahkan lebih kata
verbal disisipkan sebagai penguat sehingga pesan gambar tersebut
komunikatif. Tujuannya agar dalam penyampaian pesan gambar tersebut tidak
terjadi salah pengertian, walaupun penafsiran terhadap karikatur berbeda-beda
dan bila tidak ditafsirkan secara benar maka akan terjadi bias
(Sobur.2006;139).
Teknis kedua dalam membuat karikatur yang baik secara proposional
yaitu karikatur harus mengangkat permasalahan yang fenomenal dan sedang
ramai di bicarakan publik. Artinya fenomena yang diangkat harus baru.
Teknis ini penting sekali karena jika teknis tidak ada maka karikatur sama saja
dengan komik. Seperti diketahui, komik adalah kartun humor tentang sesuatu
yang tidak mengangkat tema kritis ataupun fenomenal serta tidak aktual,
komik hanya mengangkat tema tentang hal-hal lucu saja. Dengan demikian
komik tampak tersegmentasi pada kalangan anak-anak dan remaja karena
7
lebih pada ranah publik yang fenomenal dan sedang ramai diperbincangkan
karena pengaruhnya yang begitu besar bagi semua individu, misalnya
karikatur tentang korupsi, politik, sara, terorisme, bencana alam, dan
sebagainya (Sobur.2006;139).
Teknis ketiga supaya karikatur kritis, cerdas dan lucu adalah memuat
kandungan humor. Kelucuan menjadi penetral sekaligus identitas karikatur.
Sifat atau teknis yang humoris menjadi sarana refreshing atau bersantai bagi
khalayak meskipun secara sadar atau tidak mereka tetap kritis terhadap segala
permasalahan yang diangkat. Sedangkan teknis keempat yaitu karikatur
memiliki gambar yang baik. Maksud dari gambar yang baik yaitu gambar
harus dibuat semirip mungkin dengan tokoh yang disindir dan permasalahan
yang diangkat. Karikatur harus benar-benar mirip dengan objek asli meskipun
dalam karikatur terdapat deformasi terhadap tokoh-tokohnya
(Sobur.2006;139).
Karikatur editorial sebagai opini surat kabar berbentuk humor visual
juga memiliki kata-kata tersebut onomatopetica, yaitu penggambaran suara
objek. Onomatopetica, itu biasanya suara orang bersiul, harimau mengaum,
teriakan orang marah dan lain sebagainya (Sobur.2006;138).
Karikatur editorial yang sarat dengan muatan kritis tersebut tersimpan
di dalam suatu tanda-tanda yang kompleks. Apabila dilihat lagi, tanda itu
merupakan basis dari setiap bentuk komunikasi. Adanya tanda membuat
setiap individu dapat saling berinteraksi, saling memahami sehingga terhindar
dari kesalahpahaman. Namun pada bentuk komunikasi tingkat tinggi seperti
bahasa karikatur yang menggunakan sarana tanda dan lambang membutuhkan
pemaknaan yang tepat. Pertautan antara tanda-tanda tersebut tidak dengan
mudah ditafsirkan hanya dengan melihat objek saja, namun harus melalui
analisis yang tepat. Kajian ilmu yang tepat dalam menganalisis tanda
khususnya karikatur adalah analisis semiotik. Hal ini menurut salah satu tokoh
semiotika yang membahas tentang produksi tanda, Charles Sanders Pierce
bahwa subjek (intrepretan) sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
proses pemaknaan. Teori segitiga makna yang mengetengahkan tanda, objek,
dan intrepretan memperlihatkan peran besar subjek dalam proses tersebut.
Intrepretan (subjek) memiliki fungsi sebagai penafsir terhadap tanda yang ada
di dalam objek. Dengan demikian proses produksi antara tanda, objek, dan
intrepretannya sebagai penafsir menghasilkan suatu pemaknaan
(Sobur.2004;xii-xiii).
Tokoh asal Amerika ini mengatakan, penafsiran terhadap tanda tidak
akan berhenti dan terus berlanjut selama diantara tanda-tanda tersebut terdapat
penafsir. Pierce menggunakan tanda (sign) yang merupakan representasi dari
9
(intrepretan). Ketiga unsur tersebut harus selalu ada, dengan demikian segala
pertandaan apapun dapat ditafsirkan (Sobur.2004;16)
Peneliti memilih gambar karikatur editorial clekit edisi 8 Januari 2011
dikarenaka gambar karikatur tersebut sedang hangat beredar di masyarakat,
yaitu tentang LPI dan PSSI yang saat ini sedang bersiteru karena LPI memilih
berdiri sendiri tanpa dinaungi oleh PSSI sedangkan PSSI merupakan lembaga
resmi yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk menaungi persepakbolaan
Indonesia. Terbentuknya Liga Primer Indonesia (LPI) yang merupakan
gagasan dari Gerakan Reformasi Sepakbola Nasional Indonesia (GRSNI)
bertujuan untuk mengangkat terpuruknya kondisi sepakbola nasional saat ini.
Karena Liga Primer Indonesia (LPI) adalah kompetisi sepak bola antar klub
professional di Indonesia yang diselenggarakan sejak 2011.
Penelitian ini berusaha mengungkap makna yang terkandung pada
karikatur editorial clekit pada harian Jawa Pos edisi 8 januari 2011 yang
menampilkan dua sosok gambar yang salah satunya digambarkan sebagai
hewan anjing yang mewakili PSSI dan satu lagi sosok pria yang mewakili LPI
dengan membawa selembar kertas yang bertuliskan ijin. Dari penggambaran
yang demikian, memunculkan banyak pertanyaan yang salah satunya
mengapa PSSI digambarkan sebagai anjing? Padahal PSSI sebagai induk
organisasi sepak bola dan manajemen dari PT Liga Indonesia seharusnya
digambarkan selayaknya organisasi yang memiliki kredibilitas yang baik.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
suatu bentuk permasalahan, yaitu bagaimanakah pemaknaan gambar karikatur
editorial clekit edisi 8 Januari 2011
1.3 Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka Tujuan
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pemaknaan karikatur editorial
Clekit di Harian Jawa Pos edisi 8 Januari 2011 berdasarkan teori segitiga
makna.
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Menambah dan memperluas wawasan serta pengetahuan peneliti tentang makna yang terkandung dalam karikatur editorial clekit di harian Jawa Pos
edisi 8 Januari 2011.
2. Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai referensi bagi mahasiswa komunikasi yang membutuhkan referensi tentang semiotika.
Khususnya tentang karikatur berdasarkan pemahaman teori segitiga
11 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori
2.1.1. Surat Kabar
Komunikasi massa berfungsi menyiarkan informasi, gagasan dan sikap
kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan
menggunkan media (Effendy, 2003:80). Banyak definisi tentang komunikasi
massa yang telah dikemukakan oleh para ahli komunikasi. Banyak ragam dan
titik tekan yang dikemukakannya. Namun dari sekian banyak definisi itu ada
benang merah kesamaan definisi satu sama lain. Pada dasrnya komunikasi
massa adalah komunikasi melalui mdia massa (media cetak dan elektronik).
Sebab awal perkembangannya saja komunikasi massa berasal dari
pengembangan kata of mass communication (media komuniksai massa) yang
dihasilkan oleh tekhnologi modern. (Nurudin, 2007:4) menurut Gerbner
(1967) dalam rakhmat (2002:188) komunikasi massa adalah produksi dan
distribusi yang berlandaskan tekhnologi dan lembaga dari arus pesan yang
kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.
Surat kabar merupakan salah satu kajian dalam studi ilmu komunikasi.
Khususnya pada studi komunikasi massa. Dalam buku “Ensiklopedi Pers
Indonesia” disebutkan bawa pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi
penerbit pers yang masuk dalam media masa cetak yaitu berupa lembaran
berisi berita karangan dan iklan yang diterbitkan secara berkala bisa harian,
mingguan, bulanan serta diedarkan secara umum (Junaedhi, 1991:257) surat
kabar pada perkembangannya menjelma sebagai salah satu bentuk dari pers
yang mempunyai kekuatan dan kewenangan untuk menjadi sebuah control
sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut disebabkan
karena falsafah pers yang selalu identik dengan kehidupan sosial, budaya dan
politik.
Menurut Sumadiria (2005, 32-35) dalam Jurnalistik Indonesia
menunjukkan 5 fungsi pers yaitu:
1. Fungsi Informasi, sebagai sarana untuk menyampaikan informasi
secepat-cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya yang
actual, akurat, factual dan bermanfaat.
2. Fungsi Edukasi, maksudnya disini informasi yang disebarluaskan
pers hendaknya dalam kerangka mendidik. Dalam istilah sekarang
pers harus mau dan mampu memerankan dirinya sebagai guru
pers.
3. Fungsi Hiburan, pers harus mampu memerankan dirinya sebagai
wahana hiburan yang menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi
13
4. Fungsi Kontrol Sosial, pers mengemban fungsi sebagai pengawas
pemerintah dan masyarakat. Pers akan senantiasa menyalahkan
ketika melihat penyimpangan dan ketidak adilan dalam suatu
masyarakat atau negara.
5. Fungsi Mediasi, dengan fungsi mediasi pers mampu menjadi
fasilitator atau mediator yang menghubungkan tempat yang satu
dengan yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain
atau orang yang satu dengan yang lain.
Setiap masyarakat membutuhkan berita kata penulis inggris Dame
Rebecca West, seperti orang membutuhkan mata, ia ingin tahu segala sesuatu
yang terjadi. Tapi berita tidak selamnya demikian, menurut William Radolf
Hearts salah satu tokoh penerbitan di Amerika punya sinisme. Berita
menurutnya adalah seseorang yang menghentikan sesuatu yang hendak
dicetak karena iklan lebih penting.
Dua hal tersebut menyertai perkembangan dunia persurat kabaran
modern. Sejalan dengan daya rengkuhnya terhadap jutaan pembaca di
berbagai belahan dunia, serta persaiangannya dengan radio dan televisi.
Teknologi elektronik yang memasok televise hamper disetiap rumah, ikut
mendorong perkembangan proses pencetakan surat kabar. Kehadiran televisi
membuat kemunculan Koran atau surat kabar dibagikan secara gratis (di
Negara-negara Eropa dan Amerika). Iklan telah menutup biaya produksi
cetak. Sebuah surat kabar berbeda dari tipe publikasi lain, karena
kesegarannya, karakteristik headlinenya dan keaneka ragaman liputan yang
menyangkut berbagai topik isu dan peristiwa. Hal ini terkait dengan
kebutuhan pembaca, akan sisi menarik informasi yang ingin dibacanya dari
surat kabar yang menjadi langganannya. Walau demikian surat kabar bukan
sekedar pelapor kisah-kisah human interest dan berbagai peristiwa.
Pada abad ke-19, surat kabar independent pertama memberikan
kontribusi signifikan bagi penyebaran keaksaraan. Membuat khalayak keluar
dari buta huruf dan berbagai konsep hak asasi manusia dan kebebasan
demokratis. Surat kabar terus menerus mengasah pandangan-pandangan ihwal
“global village”. Asumsinya, setiap orang memiliki hak untuk mengetahui
segala pernak-pernik kejadian. Karena dari bekal informasi itulah setiap orang
dapat ikut menyalurkan informasi dan berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat. Untuk mendapatkan kepastian informasi dan kemampuan
tersebut, tiap orang membutuhkan wartawan surat kabar yang bertugas
sebagai wakil masyarakat untuk mencari dan memberitahu tentang segala
peristiwa yang terjadi dan dibutuhkan masyarakat. Pada sisi inilah, mengapa
wartawan memiliki hak untuk tahu pada segala informasi publik dan diberi
15
bertanggung jawab pada kebutuhan masyrakat akan informasi yang ada di
lingkungannya.
Surat kabar harian sendiri terbit untuk mewadahi keperluan tersebut.
Informasi menjadi instrumen penting dari masyrakat industry. Maka itulah,
surat kabar harian bisa disebutr sebagai produk dari industri masyarakat.
Disamping itu, dalam bentuknya yang independen (dalam kemandirian), surat
kabar biasanya integral dengan perkembangan paham demokrasi di sebuah
masyarakat. Hal itu bisa terlihat dari kondisi kebebasan pers yang terdapat
pada suatu masyarakat, dan tingkat keaksaraan membuat khalayak keluar dari
buta huruf masyarakat (Santana, 2005:87).
2.1.2. Karikatur
Karikatur, merupakan perkembangan kartun politik, yaitu gambar lucu
yang menyimpang dan bersifat satir atau menyindir, baik terhadap orang atau
tindakannya. Ciri khas karikatur adalah deformasi atau distorsi wajah dan
bentuk fisik, dan biasanya manusia adalah yang dijadikan sasaran agresi.
Toety Heraty Noerhadi dalam tulisannya berjudul Kartun dan Karikatur
sebagai Wahana Kritik Sosial menyatakan bahwa karikatur merupakan
gambaran yang diadaptasi dari realitas, tokoh-tokoh yang digambarkan adalah
tokoh-tokoh bukan fiktif yang ditiru lewat pemiuhan (distortion) untuk
memberikan persepsi tertentu terhadap pembaca. Ia menambahkan bahwa
perbedaan kartun dan karikatur terletak pada hal ini, yaitu tokoh yang
digambarkan antara kartun dan karikatur berbeda. Apabila tokoh kartun
bersifat fiktif, maka tokoh dalam karikatur bersifat tiruan dari tokoh nyata
yang telah melalui tahap pemiuhan. Dengan demikian akan terwujud gambar
yang lucu tetapi juga terkandung pesan yang penting, sehingga pesan yang
hendak disampaikan dalam kartun kepada masyarakat mudah untuk diterima.
Gambar karikatur adalah karya pribadi, produk suatu keahlian seorang
karikaturis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, seni melukis, psikologis,
maupun bagaimana memilih tema atau isu yang tepat. Karikatur merupakan
tanggapan atau opini secara subyektif terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu
persoalan, pemikiran atau pesan tertentu. Gambar karikatur merupakan
symbolic speech (komunikasi tidak langsung) artinya penyampaian pesan
yang terdapat dalam gambar karikatur tidak dilakukan secara langsung tetapi
dengan menggunakan bahasa symbol. Dengan kata lain makna yang
terkandung dalam karikatur adalah makna yang terselubung. Symbol-simbol
dalam karikatur tersebut merupakan simbol yang disertai maksud (signal)
yang digunakan dengan sadar oleh orang yang mengirimnya (komunikator)
dan mereka yang menerimanya (komunikan). (Van Zoest, 1996:3).
17
Media massa merupakan bentuk komunikasi dan rekreasi yang
menjangkau masyarakat secara luas sehingga pesan informasi yang sama
dapat diterima secara serentak dan sesaat. Media massa terdiri dari media
cetak (surat kabar, brosur, baleho, buku, majalah, tabloid) dan media
elektronik (radio, televisi, video, film, piringan hitam, kaset, CD/DVD).
Media massa diidentifikasikan sebagai media sosialisasi yang berpengaruh
pula terhadap perilaku masyarakat. Meskipun untuk itu, informasi atau pesan
(message) yang ditampilkannya sebagaimana dapat dibaca di surat kabar atau
majalah, didengarkan di radio, dilihat di televisi atau internet telah melalui
suatu saringan (filter) dan seleksi dari pengelola media itu untuk berbagai
kepentingannya (misalnya: untuk kepentingan bisnis atau ekonomi, kekuasaan
atau politik, pembentukan opini publik, hiburan (entertainment), hingga
pendidikan. Terlepas dari berbagai kepentingan yang melatarbelakangi
pemunculan suatu informasi atau pesan yang disajikan oleh media massa,
kiranya tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pada masa kini pertemuan orang
dengan media massa sudah tidak dapat dielakkan lagi. Tidaklah berlebihan
kiranya apabila abad ke-21 disebut sebagai abad komunikasi massa. Pesatnya
perkembangan media informasi dan komunikasi, baik perangkat keras
(hardware) maupun perangkat lunak (software), akan membawa perubahan
peranan sebagai penyampai pesan/informasi. Media massa merupakan salah
satu agen sosialisasi yang paling berpengaruh.
Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian
pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain, komunikator kepada
komunikan, pada dasarnya pikiran bisa berupa ide, opini, informasi dan lain
sebagainya, dimana gagasan, opoini, informasi muncul dari pemikiran sorang
itu sendiri, perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, kekhawatiran,
kemarahan, kepuasan, dan keberanian dimana hal-hal tersebut bisa muncul
dari perasaan masing-masing. Banyak pengertian yang memberi penjelasan
tentang komunikasi massa secara umum.
Komunikasi massa diartiakn sebagai penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media massa adalah
komunikasi yang pesanya ditujukan untuk masyarakat luas, heterogen dan
tersebar luas melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama
dapat diterima secara serentak serta tidak mengenal batas geografis cultural.
Dengan kata lain komunikasi massa adalah penyaluran pesan-pesan kepada
sejumlah orang melalui media massa. Media massa dalam disiplin komunikasi
adalah sejumlah alat untuk menyamapaikan pesan berkomunikasi. Dalam
konteks masyarakat modern, ia merupakan instrument dengan berbagai bentuk
komunikasi dilangsungkan (Budiman, 2002).
Karikatur merupakan salah satu dari isi surat kabar yang bersifat
hiburan, karena karikatur merupakan gambar lelucon yang bersifat lucu dan
19
17 di Italia tempat gambar kartun pertama kali muncul di dunia. Perintisnya
bernama Amnibale Caricci, seorang karikaturis yang mampu mengubah
banyak wajah seseorang menjadi bentuk binatang namun tetap mirip dengan
subyeknya yang bertujuan sebagai ungkapan protes ataupun kritik social. Di
Inggris, karikatur pertama kali muncul oleh Thomas Rowlandson (1756-1872)
dan James Gillary (1757-1815). Dalam perkembangan selanjutnya karikatur
dihubungkan dengan jurnalisme (Panuju, 2005:86).
2.1.4. Karikatur Sebagai Kritik Sosial
Dalam berbagai pengertian kritik sosial mengandung konotasi negatif
seperti celaan, namun kata kecaman mengandung kemungkinan arti positif
yaitu dukungan, usulan atau saran, definisi kritik menurut kamus oxford
adalah “one who appraise literary or artistic work” atau suatu hal yang
membentuk dan memberikan penilaian untuk menemukan kesalahan terhadap
sesuatu. Kritik berasal dari bahasa Yunani yaitu kritike yang artinya
pemisahan, dan berkembang dalam bahasa Inggris yaitu critism yang berarti
evaluasi atau penilaian tentang sesuatu. Sementara social adalah suatu kajian
yang menyangkut kehidupan manusia dalam bermasyarakat seperti interaksi
sosial, gaya hidup masyarakat, perubahan sosial yang terakait dengan
kehidupan sosial masyarakat. Sehingga kritik sosial dapat diartikan sebagai
evaluasi atau penilaian yang menyangkut kehidupan bermasyarakat
menciptakan suatu kondisi sosial yang tertib dan stabil. Kritik sosial adalah
salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau
berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau
proses bermasyarakat, dalam konteks inilah kritik sosial merupakan unsure
penting dalam memelihara sistem sosial. Dengan kata lain ini berfungsi
sebagai wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau
masyarakat (Masoed, 1999:47).
Kritik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial, menjadi sarana
komunikasi, gagasan baru, sembari menilai gagasan yang lama untuk suatu
perubahan sosial. Persepsi kritik sosial yang demikian lebih banyak dianut
oelh kaum kritis dan strukturalis. Mereka melihat kritik sosial adalah wahana
komunikatif untuk suatu tujuan perubahan sosial. Kritik sosial yang murni
kurang didasarkan pada peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru
melibatkan dan mengajak masyarakat atau khalayak untuk memperkatikan
kebutuhan-kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya
didasarkan pada rasa tanggung jawab bahwa manusia bersama-sama
bertanggung jawab atas perkembangan lingkungan sosialnya (Masoed,
1999:49).
Bagi pers menjalankan kritik sosial adalah salah satu cara menjalankan
salah satu normatifnya, yakni sebagai satu alat kontrol sosial. Menyampaiakan
kritik sosial bagi pers juga bermakna sebagai cara bagaimana pers
21
adalah salah satu cara bagaimana menggambarakan kegelisahan, keprihatinan,
dan bahkan kemarahan masyarakat (Masoed, 1999:50).
Kritik memiliki fungsi taktis dan peranan srategis dalam
menumbuhkan berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan
pemerintahannya. Kontrol sosial dan kritik sosial merupakan dua sisi mata
uang yang sama, yang selalu ada di dalam masyarakat manapun. Dengan
demikian apabila control sosial cenderung dipahami sebagai aktivitas
pembebasan dari segala bentuk control dan pengendalian. Kritik sosial
sebenarnya bagian yang sangat penting dalam kemajuan jalannya
pemerintahan, karena kritik menciptakan pemerintahan agar mampu dan
sebisa mungkin mengerti apa yang diinginkan masyarakat. Kritik sosial juga
merupakan apresiasi masyarakat terhadap pemerintah, lewat karikatur media
cetak yang diproduksi para designer. Kritik sosial sering kali dijumpai
didalam berbagai media cetak, seperti surat kabar, majalah, dan tabloid.
Kritikan-kritikan yang jenaka disampaikan secara jenaka disarankan untuk
tidak begitu melecehkan atau mempermalukan (Wijana, 2004:4).
2.1.5. PSSI dan LPI
PSSI
PSSI (Persatuan Sepakbola seluruh Indonesia ) yang dibentuk 19 April
1930 di Yogyakarta. Sebagai organisasi olahraga yang dilahirkan di Zaman
penjajahan Belanda, Kelahiran PSSI betapapun terkait dengan kegiatan politik
menentang penjajahan. Jika meneliti dan menganalisa saat- saat sebelum,
selama dan sesudah kelahirannya, sampai 5 tahun pasca Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, jelas sekali bahwa PSSI lahir, karena dibidani
politisi bangsa yang baik secara langsung maupun tidak, menentang
penjajahan dengan strategi menyemai benih-benih nasionalisme di dada
pemuda-pemuda Indonesia.
PSSI didirikan oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin
Sosrosoegondo. Beliau menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik
Tinggi di Heckelenburg, Jerman pada tahun 1927 dan kembali ke tanah air
pada tahun 1928. Ketika kembali ke tanah air Soeratin bekerja pada sebuah
perusahaan bangunan Belanda “Sizten en Lausada” yang berpusat di
Yogyakarta. Disana ia merupakan satu-satunya orang Indonesia yang duduk
dalam jajaran petinggi perusahaan konstruksi yang besar itu. Akan tetapi,
didorong oleh jiwa nasionalis yang tinggi Soeratin mundur dari perusahaan
tersebut. Setelah berhenti dari “Sizten en Lausada” ia lebih banyak aktif di
bidang pergerakan, dan sebagai seorang pemuda yang gemar bermain
sepakbola, Soeratin menyadari sepenuhnya untuk mengimplementasikan apa
yang sudah diputuskan dalam pertemuan para pemuda Indonesia 28 Oktober
1928 (Sumpah Pemuda) Soeratin melihat sepakbola sebagai wahana terbaik
23
menentang Belanda. Namun seiring dengan perkembangan zaman PSSI tidak
lagi menjadi yayasan yang berkredibilitas sebagai tempat naungan tim
persepakbolaan Indonesia karena banyak adanya kecurangan-kecurangan di
tubuh PSSI dibawah kepemimpinan Nurdin Halid yang sudah diketahui oleh
masyarakat luas.
LPI
Liga Primer Indonesia (LPI) berdiri atas gagasan beberapa klub
ternama di Tanah Air. LPI bukanlah produk dari Persatuan Sepakbola Seluruh
Indonesia (PSSI). Berdirinya Liga Primer Indonesia (LPI) juga merupakan
sebuah komitmen untuk peningkatan standar sepakbola, baik secara organisasi
maupun keuangan. Demi mencapai kemandirian, konsorsium LPI
memberikan bantuan modal awal kepada setiap klub peserta agar terlepas dari
ketergantungan pada dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Klub peserta diharuskan mandiri dan bisa mengelola keuangannya sendiri.
Sistem yang dianut oleh LPI ini mengadopsi dari Liga Primer Inggris yang
berdiri sendiri dan terpisah dari Federasi Sepak Bola Inggris (FA). Modal
awal untuk klub akan diberikan berbeda tergantung kajian Liga Primer
Indonesia (LPI). Modal akan diberikan maksimal 5 tahun, dan selanjutnya
klub bisa menjalankan keuangannya sendiri. Keuangan dan saham Liga
Primer Indonesia LPI berbeda dengan Liga Super Indonesia (LSI) (Indonesia
Super League ISL) yang dikelola oleh PT Liga Indonesia dengan 95% saham
menjadi milik PSSI dan 5% dimiliki oleh yayasan milik Nirwan Bakrie.
Sedangkan pada Liga Primer Indonesia (LPI) keuangan akan dikelola PT
Liga Primer Indonesia dan klub perserta memiliki 100% saham.
2.1.6. Anjing
Anjing adalah mamalia yang telah mengalami domestikasi dari
serigala sejak 15.000 tahun yang lalu atau mungkin sudah sejak 100.000 tahun
yang lalu berdasarkan bukti genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA.
Anjing ras sangat bervariasi dalam ukuran, penampilan dan tingkah laku
dibandingkan dengan hewan peliharaan yang lain. Sebagian besar anjing
masih mempunyai ciri-ciri fisik yang diturunkan dari serigala. Anjing adalah
hewan pemangsa dan hewan pemakan bangkai, memiliki gigi tajam dan
rahang yang kuat untuk menyerang, menggigit, dan mencabik-cabik makanan.
Ciri-ciri khas dari moyang serigala masih bertahan pada anjing, walaupun
penangkaran secara selektif telah berhasil mengubah bentuk fisik berbagai
jenis anjing ras. Anjing memiliki otot yang kuat, tulang pergelangan kaki
yang bersatu, sistem kardiovaskuler yang mendukung ketahanan fisik serta
kecepatan berlari, dan gigi untuk menangkap dan mencabik mangsa. Bila
dibandingkan dengan struktur tulang kaki manusia, secara teknis anjing
25
Ilmu pengetahuan yang mempelajari segala hal mengenai peranjingan
dinamakan kinologi (bahasa Belanda, kynologie). Anjing adalah hewan sosial,
tapi kepribadian dan tingkah laku anjing bisa berbeda-beda bergantung pada
masing-masing ras. Selain itu, kepribadian dan tingkah laku anjing
bergantung pada perlakuan yang diterima dari pemilik anjing dan orang-orang
yang berkomunikasi dengan sang anjing. Anjing yang menerima kekerasan
dari pemilik atau dengan sengaja dibuat kelaparan bisa menjadi anjing cepat
marah dan berbahaya. Pemilik yang gagal mendidik anjing bisa menyebabkan
tingkah laku anjing menjadi tidak normal. Tidak jarang, anjing yang kurang
perhatian dari pemilik dan kurang pendidikan menjadi suka mengigit orang
atau menyerang binatang-binatang lain.
2.1.7. Bola
Bola adalah sebuah benda bulat yang dipakai sebagai alat olahraga
atau permainan. Umumnya bola terisi dengan udara. Terdapat
bermacam-macam bola mulai sesuai dengan fungsinya, beberapa di antaranya adalah:
1. Bola sepak
2. Bola voli
3. Bola basket
4. Bola bekel
5. Bola kasti
Bola juga dapat diartikan pada segala benda yang berbentuk bulat dengan
fungsi yang sama sekali berbeda, di antaranya:
1. Bola dunia
2. Bola mata
Yang dimaksud disini adalah bola sepak (sepak bola). Sepak bola
adalah salah satu olahraga yang sangat populer di dunia. Dalam pertandingan,
olahraga ini dimainkan oleh dua kelompok berlawanan yang masing-masing
berjuang untuk memasukkan bola ke gawang kelompok lawan.
Masing-masing kelompok beranggotakan sebelas pemain, dan karenanya kelompok
tersebut juga dinamakan kesebelasan.
2.1.8. Konsep Makna
Para ahli mengakui, makna (mean) memang nerupakan kata dan istilah
yang membingungkan. Dalam bukunya Ogden dan Richards yang berjudul
“The Meaning of Meaning” telah mengumpulkan tidak kurang dari dua puluh
dua btasan mengenai makna” (Kurniawan, 2008:27).
Makna merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian
para ahli filsafat dan para teoritis ilmu sosial selama dua ribu tahun silam
27
makna manusia sebagai salinan ultrarealitas, para pemikir besar telah sering
mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang sangat luas yang
merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai respon yang
dikeluarkan oleh Skinner. Berbeda dengan Jerold Katz, menurutnya “setiap
usaha untuk memberikan jawaban yang langsung telah gagal. Beberapa
seperti misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan spekulatif. Yang
lainnya memberikan jawaban salah “ (Kurniawan, 2008:47).
Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan
dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah
menjelaskan makna secara alamiah, dan menjelaskan makna dalam proses
komunikasi (Sobur, 2004:258).
Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna
antara lain sebagai berikut:
1. Makna dalam diri manusia
Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Kita
menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita
komunikasikan, tetapi kata-kata itu tidak secara sempurna dan lengkap
menggambarkan makna yang kita maksudkan. Komunikasi adalah proses
yang kita gunakan untuk memprodukisi dibenak pendengar yang ada
dalam benak kita dan proses ini adalah proses yang bisa salah.
2. Makna berubah
Kata-kata relatif statis, banyak dari kata-kata yang kita gunakan 200 atau
300 tahun lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini berubah dan ini khusus
yang terjadi pada dimensi emosional makna.
3. Makna membutuhkan acuan
Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata,
komunikasi hanya masuk akal bilamana kominikasi mempunyai kaiatan
dengan dunia atau lingkungan eksternal.
4. Penyingkatan berlebihan akan merubah makna
Berkaitan erat dengan gagasan bahawa acuan tersebut kita butuhkan
bilamana terjadi masalah komunikasi yang akibat penyingkatan berlebihan
tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita bicara tentang cerita
persahabatan, kebahagiaan, kejahatan dan konsep-konsep lain yang serupa
tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan bisa
berbagi makna dengan lawan bicara.
5. Makna tidak terbatas jumlahnya
Pada saat-saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi
maknanya tidak terbatas. Karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak
makna. Ini bisa menimbulakn masalah bila ada sebuah kata diartikan
29
6. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian
Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan
sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang
benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap
tinggal dalam benak kita, karenannya pemaknaan yang sebenarnya
mungkin juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetapi tidak pernah
tercapai (Sobur, 2003:285-289)
2.1.9. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi nonverbal adalah semua tanda yang bukan kata – kata dan
bahasa. Tanda-tanda digolongkan dalam berbagai cara :
1. Tanda yang ditimbulkan oleh alam yang kemudian diketahui manusia
melalui pengalamannya.
2. Tanda yang ditimbulkan oleh binatang
3. Tanda yang ditimbulkan oleh manusia, bersifat verbal dan nonverbal.
Namun tidak keseluruhan tanda-tanda nonverbal memiliki makna yang
universal. Hal ini dikarenakan tanda-tanda nonverbal memiliki arti yang
berbeda bagi setiap budaya yang lain. Dalam hal pengaplikasian semiotika
pada tanda nonverbal, yang penting untuk diperhatikan adalah pemahaman
tentang bidang nonverbal yang berkaitan dengan benda konkret, nyata, dan
dapat dibuktikan melalui indera manusia.
Istilah non verbal biasanya digunakan untuk melakukan semua
peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Pada saat yang
sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku non verbal
ini ditafsirkan melalui symbol-simbol verbal. Dalam penertian ini, peristiwa
dan perilaku non verbal itu tidak sungguh-sungguh bersifat non verbal
(Mulyana, 2001:312).
Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat non verbal menjadi
beberapa bagian antara lain
1. Isyarat tangan
Isyarat tangan atau berbicara dengan tangan termasuk apa yang disebut
emblem, yang dipelajari yang punya makna suatu budaya atau subkultur.
Meskipun isyarat tangan yang digunakan sama, maknanya boleh jadi
berbeda, atau isyarat fisiknya berbeda namun maksudnya sama.
2. Posisi Kaki
Cara berjalan pun dapat memberi pesan pada orang lain apakah orang
itu merasa lelah, sehat, bahagia, riang, sedih, atau angkuh. Orang yang
berjalan lamban memberi kesan loyo dan lemah pria yang berjalan tegap
31
3. Ekspresi wajah dan tatapan mata
Perilaku non verbal yang paling banyak “berbicara” adalah ekspresi
wajah, khususnya pandangan mata, meskipun mulut tidak berkata-kata.
Menurut Albert Mehrabian, andil wajah bagi pengaruh pesan adalah 55%
sementara vocal 30% dan verbal hanya 7%. Secara umum dapat
dikatakan bahwa makna ekspresi wajah dan pandangan mata tidaklah
universal, melainkan sangat dipengaruhi oleh budaya. Ekspresi wajah
boleh sama, namun maknanya mungkin berbeda
2.1.10. Pendekatan Semiotika
Semiotika adalah ilmu tentang tanda, berbicara tentang ilmu berarti
berbicara tentang teori. Kata “Semiotika” berasal dari bahasa Yunani yaitu
semeion yang berarti tanda atau seme yang berarti penafsiran tanda. Tanda itu
sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang
terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (Eco,
1979:16).
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda-tanda. Tanda-tanda merupakan perangkat yang kita kaji dalam upaya
mencari jalan disekitar kita. Semiotika dalam istilah Barthes, semiologi pada
dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakai
hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat
dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to communicate).
Semiotika sendiri berakar dari studi klasik dan skolati atau seni logika,
retorika, dan poetika. Semiotika adalah cabang sebuah ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang tanda. Tanda terdapat dimana-mana, kata adalah tanda
demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dsb. Struktur karya
sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung dapat
dianggap sebagai tanda. Segala Sesutu dapt menjadi tanda, tanda-tanda
tersebut menyampaikan informasi atau pesan baik secara verbal maupun non
verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal tersebut memunculkan suatu proses
pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan dari
komunikator. Semiotika merupakan cabang ilmu yang semula berkembang
dalam bidang bahasa. Dalam perkembangannya kemudian semiotika bahkan
masuk pada semua segi kehidupan manusia. Menurut Derrida “there is
nothing outside language” yang artinya tidak ada sesuatu didunia ini di luar
bahasa. Dalam konteks ini tanda memegang peranan penting dalam kehidupan
umat manusia yang tidak mampu mengenal tanda tidak dapat hidup
33
Menurut Pierce, semiotika merupakan kata yang sudah digunakan
sejak abad ke-18 oleh ahli filsafat Jerman yaitu Lambert, yang merupakan
sinonim dari kata logika. Logika harus mempelajari bagaimana orang
bernalar. Penalaran menurut hipotesis Pierce yang mendasar dilakukan
melalui tanda-tanda. Tanda membuat manusia menjadi berpikir, berinteraksi
dengan orang lain dan memberikan makna tentang apa yang akan ditampilkan
oleh alam. Semiotika bagi Pierce adalah suatu tindakan (action), pengaruh
(influence) atau kerja sama antara tiga subyek yaitu Tanda (sign), obyek
(object), dan interpretant (interpretant).
Semiotika dikenal sebagai disiplin ilmu yang mengkaji tanda, proses
petanda, dan proses menandai. Bahasa merupakan jenis tanda tertentu, dengan
demikian dapat dipahami jika ada hubungan antara linguistik dan semiotik.
Saussure menggunakan kata “semiologi” yang mempunyai pengertian sama
dengan semiotika pada aliran Pierce. Kedua kata ini kemudian digunakan
untuk mengidentifikasikan adanya dua tradisi dari semiotika. Tradisi
linguistik menunjukkan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan nama
Saussure sampai Hejamslev dan Barthes yang menggunakan istilah semiologi.
Sedangkan yang menggunakan teori umum tentang tanda-tanda yang
dikaitkan dengan nama-nama Pierce dan Morris menggunakan istilah
semiotika kemudian diterima sebagai sinonim dari kata semiologi (Sobur,
2003:13).
Teori dari Pierce menjadi grand theory dalam semiotika. Gagasannya
bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Pierce
ingin mengidentifikasikan partikel dasar dari tanda dan menggabungkan
kembali semua komponen dalam struktur tunggal. Semiotik ingin
membongkar bahasa secara keseluruhan seperti ahli fisika membongkar suatu
zat dan kemudian menyediakan model teoritis untuk menunjukkan bagaimana
semuanya bertemu didalam sebuah struktur.
Para ahli semiotik yang beraliran ekspansionis menelaah dengan
menggunakan konsep yang terdapat didalam linguistik ditambah dengan
konsep semiotik yang beraliran behavioris mengembangkan teori semiotik
dengan jalan memanfaatkan pandangan yang berlaku dalam psikologi
(misalnya pandangan skinner) yang tentu saja berpengaruh dalam duni
linguistic. Kum behavioris dalam linguistik membahs bahasa sebagai siklus
stimuli, respon yang jika ditelaah dari segi semiotika adalah persoalaan sitem
tanda yang berproses pada pengirim dan penerima (Pateda, 2001:33).
Dalam kaitannya dalam ilmu bahasa, semiotika menurut Charles
Morris memiliki tiga cabang, yakni sintatika yang artinya studi relasi formal
tanda-tanda, semantika yang artinya studi relasi dengan penafsirannya. Dan
pragmantika yang artinya cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggabungan
35
ilmu tentang tanda ini telah menjadi salah satu konsep yang paling bermanfaat
di dalam kerja kaum strukturalis sejak beberapa dasawarsa lalu. Basisnya
adalah pengertian tanda, yakni segala sesuatu yang secara konvensional dapat
menggantikan atau mewakili sesuatu yang lain. Semiotika berusaha
menjelaskan jalinan tanda atau ilmu tentang tanda, secara sistematika
menjelaskan esensi (cirri-ciri dan bentuk suatu tanda, proses signifikansi yang
menyertainya). Menurut Jhon Fiske, terdapat tiga area penting dalam studi
semiotika yaitu:
1. Tanda itu sendiri
Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda, seperti cara
mengantarkan makna serta cara menghubungkannya dengan orang yang
menggunakannya. Tanda adalah buatan manusia dan hanya bisa dimengerti
oleh orang orang yang menggunakanya.
2. Kode atau system lambang-lambang disusun
Studi ini meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun
untuk mempertemukan dengan kebutuhan masyarakat di dalam sebuah
kebudayaan.
3. Kebudayaan dimana kode dan lambang itu beroperasi
Maka bisa dikatakan semiotik adalah suatu teori dan analisa dari
berbagai tanda (sign) dan pemaknaan (signification). Semiotic mengkaji
tanda, penggunaan tanda dan segala sesuatu yang bertalian dengan tanda.
Semua jelas tidak ada yang tidak dapat dijadikan topic penelitian semiotik.
Dengan kata lain perangkat-perangkat pengertian semiotik dapat diterapkan
pada semua bidang kehidupan asalkan persyaratan dipenuhi yaitu ada arti
yang diberikan, ada pemaknaan, dan ada interpretasi (Cristomy, 2004:79).
2.1.11. Semiotika Charles Sanders Pierce
Semiotika untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai
kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur,
2004:83). Bagi Pierce, tanda “is something which stands to somebody for
something in some respect or capacity”. Kita misalnya dapat menjadikan
teori segitiga makna (triangle of meaning) menurut Pierce salah satu bentuk
tanda adalah kata sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda.
Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Pierce disebut
“ground”. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat
dalam sebuah triadik yakni ground, object, dan interpretant (Sobur,
2004:41).
Menurut Barthes interpretan adalah tanda yang ada dalam benak
seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen
makna itu berinteraksi dalam benak seseorang maka muncul makna tentang
37
bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan
orang pada waktu berkomunikasi (Kurniawan, 2004:41).
Charles Sanders Pierce membagi antara tanda dan acuanya tersebut
menjadi tiga kategori yaitu ikon, indeks, symbol. Ketiga-tiganya adalah
tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan
bentuk alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda
objek atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks
adalah tanda yang menunjuk adanya hubungan alamiah antara tanda dan
petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang
langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap
sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu ke denotatum melalui
konvensi. Tanda serperi itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut
symbol. Jadi symbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah
antara penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbitrer
atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat
(Sobur, 2004:42)
Pierce membagi tanda atas sepuluh jenis
1. Qualisign, yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda.
2. Iconic Sinsign, yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan.
3. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman
langsung, secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan sesuatu.
4. Dicent Sinsign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu.
5. Iconic Legisign, yakni tanda yang menginformasikan norma atau
hukum.
6. Rhematic Indexical Legisign, yakni tanda yang mengacu kepada objek tertentu.
7. Dicent Indexical Legisign, yakni tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi.
8. Rhematic Symbol, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya
melalui asosiasi ide umum.
9. Dicent Symbol atau Proposition, yakni tanda yang langsung
menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak.
10.Argument, yakni tanda yang merupakan iferent seseorang terhadap
sesuatu berdasarkan alas an tertentu (Sobur, 2004:42-43).
Menurut Pierce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek
adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Sementara interpretan adalah tanda
yang ada dalam benak seseorang, jadi adanya tanda menjadikan adanya suatu
bentuk pemikiran dari seseorang akan tanda tersebut, hasil dari pemikiran
seseorang menjadikan adanya komentar dari seseorang berbentuk pemaknaan
dari tanda tersebut. Maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh
tanda tersebut. Yang dikupas dalam teori segitiga makna adalah persoalan
bagaiamana makna tersebut muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu
digunakan seseorang pada waktu berkomunikasi (Sobur, 2002:115).
Sign
39
Gb. 2.1 Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretant Pierce
Charles S. Pierce membagi antara tanda dan acuannya tersebut
menjadi tiga kategori, yaitu ikon, index, dan symbol. Ketiga kategori tersebut
digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut.
Icon
Index Symbol
Gb 2.2 Model kategori Tanda Oleh Pierce
2.2. Kerangka Berpikir
Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dalam
memakanai sesuatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan adanya
pengalaman (Field of Experience) dan pengetahuan (Field of Preference) yang
berbeda-beda pada individu tersebut. Begitu juga peneliti dalam hal memaknai
tanda dan lambang yang ada dalam objek, berdasarkan pengalaman dan
pengetahuan peneliti.
Alur pemikiran ini akan dianalisa menggunakan metode semiotika
Pierce untuk memperoleh hasil dari interpretasi data mengenai gambar karikatur
Clekit “PSSI, LPI” pada surat kabar Jawa Pos. yang diutamakan disini adalah
pemaknaan yang mendalam dari karikatur tersebut, sehingga peristiwa yang
melatarbelakangi pembuatan karikatur terungkap. Pierce menggunakan istilah
sign yang merupakan representasi dari sesuatu diluar tanda, yaitu objek dan
dipahami oleh peserta komunikasi (interpretant).
Hal tersebut dilakukan untuk dapat mengetahui makna-makna yang
terdapat dalam karikatur Clekit tersebut baik dari makna denotatif yaitu
mencatat semua tanda visual atau makna mengambang dan bisa dibaca di
permukaan. Selanjutnya denotatif yaitu makna-makna yang tersembunyi atau
kita membaca yang tersirat yang memungkinkan terbacanya nilai-nilai yang
digunakan sebagai referensi untuk mengkonstruksikan makna karikatur. Maka
dari itu tanda-tanda yng diuraikan berdasarkan struktur penanda dan petanda,
agar dapat diperoeh dan terbaca makna denotatif maupun makna konotatif.
Dari hasil interpretasi tersebut akan dapat diungkapkan muatan pesan
yang terkandung dalam karikatur tersebut, apa saja kandungan faktual yang
terdapat dalam karikatur, siapa yang menjadi sasaran kritik serta bagaimanakah
41
yang sedang terjadi ditengah-tengah masyarakat yang tertuang dalam karikatur
yang diciptakannya.
Gb. 2.3 Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce
Sign
Segala sesuatu yang ada dalam gambar karikatur tersebut
Object
Gambar kariakur Clekit “PSSI, LPI” pada surat kabar Jawa Pos edisi 8 Januari 2011
Interpretant
Peneliti dalam memaknai gambar karikatur Clekit “PSSI, LPI” pada surat kabar Jawa Pos edisi 8 Januari 2011
3.1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif dengan pendekatan semiotic Pierce. Untuk memaknai suatu
karikatur pada media cetak yaitu surat kabar yang akan dijadikan sebagai
objek penelitian. Objek penelitian ini adalah karikatur Clekit “PSSI LPI” pada
harian Jawa Pos edisi 8 Januari 2011. Pada dasarnya semiotic bersifat
deskriptif interpretatif, yaitu suatu metode yang memfokuskan dirinya pada
tanda dan teks sebagai objek kajian serta bagaimana menafsirkan dan
memahami kode dibalik tanda dan teks tersebut
Oleh karena itu peneliti harus memperhatikan beberapa hal dalam
penelitian ini. Pertama konteks atau situasi sosial diseputar dokumen atau teks
yang diteliti. Disini peneliti diharapkan dapat memahami makna dari teks
yang diteliti. Kedua proses bagaimana suatu produksi media atau isi pesannya
dikemas secara actual dan diorganisasikan secara bersama. Ketiga
pembentukan secara bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman
43
3.2. Definisi Konseptual
Penelitian tentang karikatur editorial clekit yang dimuat di harian Jawa
Pos edisi 8 Januari 2011 berusaha mengungkap makna apa saja yang ada
didalamnya dengan menggunakan metode semiotic Pierce. Karikatur
editorial sendiri merupakan opini yang dibuat berdasarkan fenomena yang
berkembang di masyarakat atau berita-berita yang sedang hangat
dibicarakan.
Secara konseptual di definisikan sebagai karikatur editorial atau yang
disebut juga kartun opini haruslah dilihat dari cara bagaimana karikatur
tersebut dibuat dan unsur-unsur apa saja yang perlu, semua hal tersebut
sangat penting agar karikatur editorial menjadi baik, lucu, cerdas, kritis, dan
proposional. Sebagai karikatur editorial yang menyampaikan opini redaksi,
karikatur harus mengandung teknis karikatur. Karikatur yang baik secara
proposional harus mengangkat permasalahan yang fenomenal dan sedang
ramai di bicarakan publik. Artinya fenomena yang diangkat harus baru.
Teknis ini penting sekali karena jika teknis tidak ada maka karikatur sama
saja dengan komik.
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) merupakan lembaga
resmi yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk menaungi persepakbolaan
Indonesia. PSSI dalam karikatur yang di gambarkan sebagai anjing bulldog
merupakan ikon, anjing ini juga memakai topi yang bertuliskan PSSI dengan
wajah geram memakai kalung berduri yang juga sebagai simbol dari karikatur
sehingga menunjukkan kesan garang dan di takuti. Anjing juga mengeluarkan
kepulan asap dari kedua telinganya juga mengeluarkan dua gigi tajam yang
merupakan indeks dari karikatur.
Liga Primer Indonesia (LPI) berdiri atas gagasan beberapa klub
ternama di Tanah Air. LPI bukanlah produk dari Persatuan Sepakbola Seluruh
Indonesia (PSSI). LPI dalam karikatur ini digambarkan sebagai pria dan juga
merupakan ikon, pria ini memegang bola dan kertas yang betruliskan ijin serta
menunjukkan ekspresi yang tekesan mengejek terlihat dari mulut pria yang
terbuka lebar dengan mata yang melirik santai yang merupakan indeks,
terdapat juga lambang LPI yang ada di depan baju pria yang merupakan
simbol dari karikatur.
3.3. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah surat kabar Jawa Pos. Sedangkan obyek
penelitian adalah gambar karikatur editorial Clekit edisi 8 Januari 2011.
3.4. Korpus
Didalam penelitian kualitatif diperlukan adanya suatu batasan masalah
45
digunakan untuk analisis semiotic dan analisis wacana. Korpus merupakan
sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh
analisa dengan semacam kesemenaan, bersifat sehomogen mungkin
(Kurniawan, 2001:70).
Korpus merupakan sampel terbatas pada penelitian kualitatif yang
bersifat homogen. Tetapi sebagai analisa korpus bersifat terbuka pada
konteks yang beraneka ragam sehingga memungkinkan memahami berbagai
aspek dari sebuah teks pesan. Pada penelitian kualitatif memberikan peluang
yang besar bagi dibuatnya interpretasi alternatif. Korpus pada penelitian
kualitatif ini adalah gambar karikatur Clekit PSSI, LPI pada harian Jawa Pos
edisi 8 Januari 2011.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumupulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
teknik dokumentasi dan mengamati karikatur yang dimuat di harian Jawa Pos
edisi 8 Januari 2011 secara langsung serta melakukan studi pustaka untuk
melengkapi data-data dan bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai referensi.
3.6. Teknik Analisis Data
Analisis semiotika pada corpus penelitian pada karikatur Clekit versi PSSI, LPI setelah melalui tahapan pengkodean maka selanjutnya peneliti akan
menginterpretasikan tanda-tanda tersebut untuk diketahui pemaknaanya.
Unit analisis dari penelitian ini adalah tanda yang ada dalam karikatur
yang berupa gambar dan tulisan yang terdapat dalam karikatur Clekit yang
dimuat di harian Jawa Pos edisi 8 Januari 2011. Kemudian di interpretasikan
dengan menggunakan ikon (icon), indeks (index), simbol (symbol) sesuai
dengan teori semiotic Pierce.
Terkait dalam penelitian ini untuk mengetahui isi pesan dalam
karikatur Clekit peneliti mengamati sign atau system tanda yang tampak
dalam karikatur kemudian memaknai dan menginterpretasikannya dengan
menggunakan metode semiotic Pierce, yang terdiri dari:
1. Objek
Gambar kariakur Clekit “PSSI, LPI” pada surat kabar Jawa Pos edisi 8
Januari 2011
2. Sign
Segala sesuatu yang ada dalam gambar karikatur tersebut
3. Interpretant
Peneliti dalam memaknai gambar karikatur Clekit “PSSI, LPI” pada
surat kabar Jawa Pos edisi 8 Januari 2011
Berdasarkan objeknya, Pierce membagi tanda atas icon (ikon), index
47
Ikon
Ikon dalam karikatur yang dimuat di harian Jawa Pos edisi 8 Januari
2011 adalah:
1. Anjing yang memakai topi sebagai PSSI.
2. Seorang pria sebagai LPI.
3. Kalung duri yang dipakai anjing.
4. Topi yang dipakai anjing.
Indeks
Indeks dalam karikatur yang dimuat di harian Jawa Pos edisi 8 januari 2011 adalah:
1. Ekspresi mata anjing yang melirik tajam keatas.
2. Mulut anjing yang geram.
3. Dua gigi taring anjing yang muncul keluar.
4. Kepulan seperti asap yang keluar dari kedua telinga anjing.
5. Tangan kiri pria yang mengempit bola.