• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAKNAAN KARIKATUR EDITORIAL CLEKIT LPI VS PSSI DI HARIAN JAWA POS (Studi semiotika tentang pemaknaan karikatur editorial Clekit LPI vs PSSI edisi 8 Januari 2011 di Harian Jawa Pos).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMAKNAAN KARIKATUR EDITORIAL CLEKIT LPI VS PSSI DI HARIAN JAWA POS (Studi semiotika tentang pemaknaan karikatur editorial Clekit LPI vs PSSI edisi 8 Januari 2011 di Harian Jawa Pos)."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

2011 di Harian Jawa Pos)

SKRIPSI

Oleh:

SURAIDA HETE AISYABELLA 0743010113

YAYASAN KESEJAHTERAAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI SURABAYA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulilah kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan

rahmat dan bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat menuju skripsi. Penulis meneliti

tentang Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit di Haarian Jawa Pos. Dengan

analisis semiotik maka penulis mencoba untuk meneliti bagaimana makna yang

terkandung di dalam karikatur editorial Clekit di harian Jawa Pos.

Penulis juga menyadari, tanpa bantuan dari berbagai pihak yang selama ini

membimbing, mengayomi dan memberikan bantuan dari ide dan referensi buku,

maka skripsi ini juga tidak akan terselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin

mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya dapat

menyelesaikan laporan ini.

2. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi, Dekan Jurusan Ilmu Komunikasi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Pak Juwito, Sos, M.si. Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang juga menjadi dosen

pembimbing laporan skribsi ini.

(3)

hari memantau perkembangan laporan ini.

6. “Bhie-ku” yang selalu support dan menemani untuk mengerjakan proposal

ini. Terimakasih juga sudah ngomel-ngomel tiap hari.

7. Teman-teman yang selalu menemani dikala bahagia dan sedih, terutama

icha, suqma, lheeya dan teman-teman yang lain yang tidak bisa aku

sebutkan satu persatu

Penulis menyadari adanya kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam

penggarapan skripsi ini. Maka dari itu penulis membutuhkan saran, kritik dan

semoga bisa berguna bagi para pembaca. Semoga kita semua termasuk orang yang

senantiasa bermanfaat bagi sesama, agama, bangsa dan negara serta berbahagia di

dunia dan di akhirat. Amin.

Surabaya, Juni 2011

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Perumusan Masalah...11

1.3 Tujuan Penelitian………...11

1.4 Kegunaan Penelitian………..11

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori………...12

2.1.1 Surat Kabar………..12

(5)

2.1.4 Karikatur sebagai Kritik Sosial………20

2.1.5 Karikatur sebagai Proses Komunikasi………..22

2.1.6 PSSI dan LPI………24

PSSI………..24

LPI………25

2.1.7 Konsep Makna………..26

2.1.8 Komunikasi Non Verbal………...28

2.1.9 Pendekatan Semiotik………30

2.1.10 Semiotika Charles Sanders Pierce………..34

2.2 Kerangka Berpikir……….37

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian………...36

3.2 Corpus ………...41

3.3 Unit Analisis...41

(6)

3.3.2 Indeks………....42

3.3.3 Simbol………....43

3.4 Teknik Pengumpulan Data...43

3.5 Metode Analisis Data………..………...44

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, M Linggar, 2002, Teori dan Profesi Kehumasan serta Aplikasinya di

Indonesia, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Ardianto Elvinaro dan Soemirat Soleh, 2004, Dasar-Dasar Public Relations,

Bandung : Penerbit Remaja Rosdakarya

Jefkins, Franks, 2004, Public Relations, Edisi kelima disempurnakan oleh Daniel

Yadin, Jakarta : Penerbit Erlangga

Mulyana, Deddy, 2000, Ilmu Komunikasi suatu Pengantar, Bandung : Penerbit

Remaja Rosdakarya

(7)
(8)

DAFTAR LAMPIRAN

(9)
(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Perumusan Masalah...10

1.3 Tujuan Penelitian………...10

1.4 Kegunaan Penelitian………..10

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori………...11

2.1.1 Surat Kabar………..11

2.1.2 Karikatur………..15

2.1.3 Karikatur dalam Media Massa……….16

2.1.4 Karikatur sebagai Kritik Sosial………19

2.1.5 PSSI dan LPI………..21

(11)

2.1.6 Anjing………24

2.1.7 Bola………25

2.1.8 Konsep Makna………..26

2.1.9 Komunikasi Non Verbal………...29

2.1.10 Pendekatan Semiotik………..31

2.1.11 Semiotika Charles Sanders Pierce………..35

2.2 Kerangka Berpikir……….39

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………...42

3.2 Definisi Konseptual………...43

3.3 Subyek dan Obyek Penelitian………..44

3.4 Korpus...44

3.5 Teknik Pengumpulan Data...45

(12)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian………49

4.2 Penyajian Data………54

4.3 Analisis Data……….…...55

4.3.1 Karikatur Editorial Clekit Edisi 8 Januari 2011…………55

4.3.2 Ikon, Indeks, Simbol……….58

4.4 Pemaknaan Keseluruhan gambar karikatur………71

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan………74

5.2 Saran……….75

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

karikatur editorial Clekit LPI vs PSSI edisi 8 Januari 2011 di Harian Jawa Pos)

Permasalahan dari judul adalah LPI vs PSSI yang bersiteru dalam karikatur editorial clekit di harian Jawa Pos. Terlihat Dalam gambar karikatur editorial clekit di harian Jawa Pos edisi 8 januari 2011 yang menampilkan dua sosok gambar yang salah satunya digambarkan sebagai hewan anjing yang mewakili PSSI dan satu lagi sosok pria yang mewakili LPI dengan membawa selembar kertas yang bertuliskan ijin. Dari penggambaran yang demikian, memunculkan banyak pertanyaan yang salah satunya mengapa PSSI digambarkan sebagai anjing? Padahal PSSI sebagai induk organisasi sepak bola dan manajemen dari PT Liga Indonesia seharusnya digambarkan selayaknya organisasi yang memiliki kredibilitas yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemaknaan karikatur editorial Clekit di Harian Jawa Pos edisi 8 Januari 2011 berdasarkan teori segitiga makna.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yang menggunakan analisis semiotik dari Charles Sanders Pierce. Korpus pada penelitian kualitatif ini adalah gambar karikatur Clekit LPI vs PSSI pada harian Jawa Pos edisi 8 Januari 2011.

Hasil penelitian dari Jawa Pos, yaitu Gambar karikatur ini memperlihatkan kondisi renggangnya hubungan antara pria dan anjing. Pertama pria yang memakai kaos, celana serta sepatu lengkap sambil mengempit bola semakin menegaskan bahwa dirinya yang merupakan perwakilan dari LPI memang benar-benar menyerupai sosok dari pemain sepak bola, sedangkan anjing yang digambarkan sebagai PSSI terlihat tidak senang dengan adanya LPI hal tersebut terlihat dari ekspresi mata dan mulut anjing. Sebagai organisasi yang menaungi sepak bola di Indonesia seharusnya PSSI digambarkan layaknya organisasi yang berkualitas dan mempunyai kredibilitas yang baik bukan digambarkan sebagai anjing.

Kata Kunci : Karikatur Editorial Clekit, Jawa Pos, Pierce

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Komunikasi adalah dasar dari kehidupan manusia yang dibutuhkan

dalam rangka bersosialisasi dengan sesamanya. Sebagai kebutuhan esensial

dan seiring dengan berkembangnya pengetahuan manusia, maka proses

komunikasi yang dilakukan manusia membutuhkan media komunikasi yang

mampu mendukung tercapainya proses tersebut. Media atau saluran

komunikasi merupakan sesuatu yang digunakan sebagai alat penyampaian

atau pengiriman pesan, misalnya surat kabar, majalah, radio, televisi. Internet,

dan telepon. Dengan demikian masyarakat Indonesia semakin cerdas dalam

menata kehidupan mereka. Mereka semakin mampu menyaring

informasi-informasi yang menerpa meskipun informasi-informasi tersebut deras menerpanya.

Bebasnya informasi yang menerpa khalayak tersebut tidak lepas dari peran

media pers.

Jurnalistik pers pun sebagai institusi media memiliki fungsi, fungsi

tersebut guna melayani kebutuhan khalayak terhadap informasi. Fungsi pers

itu adalah yang pertama yaitu pendidikan, salah satu contohnya pers

memberikan sumbangsih dalam mengentaskan buta huruf. Fungsi pers yang

kedua yaitu informatif, contohnya pers menyebarkan segala informasi seperti

(15)

politik, hankam, budaya dan sebagainya hingga kedaerah pelosok desa.

Fungsi yang ketiga pers sebagai kontrol sosial terhadap segala permasalahan

yang timbul, misalkan pers sebagai pengawas dari kinerja pemerintahan.

Fungsi pers selanjutnya adalah mempengaruhi, pers memberikan pengaruh

terhadap pola pikir khalayaknya. Pengaruh tersebut masuk ketika khalayak

membaca produk pers. Fungsi terakhir pers dalam pengabdiannya kepada

khalayak adalah hiburan, fungsi ini tampak ringan dan santai sebagai contoh

adanya rubrik lifestyle (Efendy.2000;94).

Fungsi media sebagai kontrol sosial dan persuasif secara sadar atau

tidak dapat mengarahkan khalayak untuk mengikuti pola pikir yang disajikan

media. Kebutuhan khalayak akan berita yang paling penting adalah nilai

“kebaruan”, nilai ini pada media cetak terletak pada surat kabar. Melihat

ketertarikan khalayak akan informasi terbaru maka media menyajikan

informasi berupa visualisasi karikatur. Informasi yang ringan dan humoris

namun tetap kritis dan faktual membuat khalayak terhibur dan tertarik dengan

informasi tersebut (Efendy.2000;92).

Berdasarkan isinya, surat kabar lebih variatif dengan isi yang beragam.

Terdapat rubric olahraga, berita lokal, nasional, maupun internasional,

terdapat juga rubrik opini, lifestyle dan sebagainya. Namun demikian surat

kabar menjadi media cetak terkini bila dibandingkan media cetak lainnya

(16)

berita-3   

   

berita internasional hingga lokal. Namun secara sederhana isi surat kabar

dapat dibagi tiga yaitu, berita (news), opini (value), iklan (advertising). Berita

dalam surat kabar tidak terfokus pada salah satu fenomena masyarakat (seperti

pada tabloid yang hanya membahas fenomena tentang olahraga) namun semua

fenomena atau peristiwa dalam realitas dilaporkan (Efendy.2000;92).

Dalam pelaporan berita yang dibuat para pekerja media (wartawan dan

karikaturis), terdapat perbedaan antara media satu dengan media yang lainnya.

Karikaturis dikategorikan sebagai wartawan bukan karena karya mereka

dimuat di surat kabar. Mereka dikategorikan sebagai wartawan karena karya

mereka faktual sesuai dengan permasalahan yang muncul dalam realitas. Para

wartawan dan karikaturis membentuk berita berdasarkan interpretasi mereka

terhadap realitas yang menjadi bahan pemberitaan. Pemaknaan diantara para

pekerja media itu akan berbeda karena nilai-nilai, sudut pandang, pengalaman

dan rujukan yang dimilki para pekerja tersebut (jurnalis) berbeda dengan

wartawan atau jurnalis dari media yang berbeda. Perbedaan tersebut juga

dipengaruhi ideologi, kebijakan serta segmentasi masing-masing media.

Dengan demikian hasil reportase mereka berbeda meskipun obyek beritanya

sama (Eriyanto.2005;25-26).

Isi surat kabar selanjutnya adalah iklan dan opini. Iklan merupakan

sumber keuangan tidak tetap media, selain itu media sebagai penyebar

informasi atas iklan yang bersangkutan. Mengenai opini, surat kabar

(17)

menyediakan kolom khusus. Kolom opini menjadi tempat, baik tim redaksi

maupun khalayak umum untuk berkomentar terhadap suatu fenomena

tertentu. Pemikiran atau komentar tersebut disampaikan secara logis, dan

faktual serta subjektif berdasarkan sudut pandang penulisnya. Sebenarnya,

aturan tersebut dibuat agar opini yang disampaikan penulisnya tertata dan ada

dasarnya. Bentuk opini beragam, namun sebagai contoh di surat kabar Jawa

Pos opini terdiri dari pojok, karikatur, artikel, dan surat pembaca

(Efendy.2000;97).

Opini media yang berupa gambar lucu dan menggelitik adalah

karikatur. Pesan opini dalam bentuk visual yang tersusun seolah-olah tidak

serius membuat karikatur yang banyak berkembang di media massa nasional,

misalnya Jawa Pos. karikatur opini Jawa Pos disebut Editorial Clekit, yang

arti harfiahnya rasa sakit karena cubitan atau gigitan serangga. Fungsi clekit

sebagai opini berbentuk visual adalah mengingatkan khalayak masyarakat dan

pemerintah bahwa disekitar mereka terdapat suatu fenomena yang layak

dibahas bersama. Clekit muncul secara periodik di Jawa Pos mulai bulan

Oktober 1994, satu kali seminggu yaitu hari sabtu. Namun pada

perkembangannya clekit hadir secara periodik tiga kali dalam satu minggu di

hari selasa, kamis, dan sabtu. Kemunculan tiga kali dalam satu minggu itu

(18)

5   

   

Opini media yang bentuknya visual dan kocak (karikatur) membuat

khalayak tersenyum, mereka tidak tampak serius menanggapi permasalahan

yang ada. Sikap khalayak yang demikian bukan berarti khalayak itu tidak

peduli atau asal-asalan menanggapi permasalahan, namun karena kehebatan

sang pengirim pesan membuat opini dengan gaya karikatur yang selalu

membuat banyak individu tersenyum santai. Dengan demikian karikatur

memiliki sejumlah syarat agar menjadi karikatur yang baik, yang dapat

membuat para individu-individu ini tersenyum bahkan tertawa. Syarat

tersebut diantaranya karikatur harus mengandung unsur deformasi. Deformasi

itu sendiri adalah penggambaran berlebihan terhadap salah satu fokus dalam

objek. Deformasi dikatakan berlebihan dalam arti ukuran, bias besar dan

menonjol namun bisa pula diperkecil sehingga tampak berbeda dari gambar

lainnya di dalam objek. Objeknya biasanya tokoh terkenal seperti presiden,

ketua parpol, ketua DPR, dan lain sebagainya. Biasanya bagian yang di

deformasi adalah wajah, perut, hidung, mulut, gigi, mata dan sebagainya atau

bahkan keseluruhan sosok dari gambar di dalam objek. Menurut Sudarta

karikatur merupakan deformasi berlebih atas wajah seseorang atau tokoh,

biasanya orang terkenal dengan mempercantik bertujuan mengejek

(Sudarta.1987;49 dalam Sobur.2006;138).

Karikatur editorial atau yang disebut juga kartun opini haruslah dilihat

dari cara bagaimana karikatur tersebut dibuat, unsur-unsur apa saja yang perlu

(19)

dan penting. Semua hal tersebut sangat penting agar karikatur editorial

benar-benar baik, lucu, cerdas, kritis, dan tentunya proposional. Sebagai karikatur

editorial yang menyampaikan opini redaksi, karikatur harus mengandung

teknis karikatur. Pertama, karikatur harus informatif dan komunikatif.

Karikatur pada kriteria ini berlaku sebagai penyampai pesan atau informasi

berkaitan dengan fenomena tertentu. Informasi tersebut disampaikan dengan

gaya bahasa non verbal yang lucu dan sedikit satu atau dua bahkan lebih kata

verbal disisipkan sebagai penguat sehingga pesan gambar tersebut

komunikatif. Tujuannya agar dalam penyampaian pesan gambar tersebut tidak

terjadi salah pengertian, walaupun penafsiran terhadap karikatur berbeda-beda

dan bila tidak ditafsirkan secara benar maka akan terjadi bias

(Sobur.2006;139).

Teknis kedua dalam membuat karikatur yang baik secara proposional

yaitu karikatur harus mengangkat permasalahan yang fenomenal dan sedang

ramai di bicarakan publik. Artinya fenomena yang diangkat harus baru.

Teknis ini penting sekali karena jika teknis tidak ada maka karikatur sama saja

dengan komik. Seperti diketahui, komik adalah kartun humor tentang sesuatu

yang tidak mengangkat tema kritis ataupun fenomenal serta tidak aktual,

komik hanya mengangkat tema tentang hal-hal lucu saja. Dengan demikian

komik tampak tersegmentasi pada kalangan anak-anak dan remaja karena

(20)

7   

   

lebih pada ranah publik yang fenomenal dan sedang ramai diperbincangkan

karena pengaruhnya yang begitu besar bagi semua individu, misalnya

karikatur tentang korupsi, politik, sara, terorisme, bencana alam, dan

sebagainya (Sobur.2006;139).

Teknis ketiga supaya karikatur kritis, cerdas dan lucu adalah memuat

kandungan humor. Kelucuan menjadi penetral sekaligus identitas karikatur.

Sifat atau teknis yang humoris menjadi sarana refreshing atau bersantai bagi

khalayak meskipun secara sadar atau tidak mereka tetap kritis terhadap segala

permasalahan yang diangkat. Sedangkan teknis keempat yaitu karikatur

memiliki gambar yang baik. Maksud dari gambar yang baik yaitu gambar

harus dibuat semirip mungkin dengan tokoh yang disindir dan permasalahan

yang diangkat. Karikatur harus benar-benar mirip dengan objek asli meskipun

dalam karikatur terdapat deformasi terhadap tokoh-tokohnya

(Sobur.2006;139).

Karikatur editorial sebagai opini surat kabar berbentuk humor visual

juga memiliki kata-kata tersebut onomatopetica, yaitu penggambaran suara

objek. Onomatopetica, itu biasanya suara orang bersiul, harimau mengaum,

teriakan orang marah dan lain sebagainya (Sobur.2006;138).

Karikatur editorial yang sarat dengan muatan kritis tersebut tersimpan

di dalam suatu tanda-tanda yang kompleks. Apabila dilihat lagi, tanda itu

(21)

merupakan basis dari setiap bentuk komunikasi. Adanya tanda membuat

setiap individu dapat saling berinteraksi, saling memahami sehingga terhindar

dari kesalahpahaman. Namun pada bentuk komunikasi tingkat tinggi seperti

bahasa karikatur yang menggunakan sarana tanda dan lambang membutuhkan

pemaknaan yang tepat. Pertautan antara tanda-tanda tersebut tidak dengan

mudah ditafsirkan hanya dengan melihat objek saja, namun harus melalui

analisis yang tepat. Kajian ilmu yang tepat dalam menganalisis tanda

khususnya karikatur adalah analisis semiotik. Hal ini menurut salah satu tokoh

semiotika yang membahas tentang produksi tanda, Charles Sanders Pierce

bahwa subjek (intrepretan) sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

proses pemaknaan. Teori segitiga makna yang mengetengahkan tanda, objek,

dan intrepretan memperlihatkan peran besar subjek dalam proses tersebut.

Intrepretan (subjek) memiliki fungsi sebagai penafsir terhadap tanda yang ada

di dalam objek. Dengan demikian proses produksi antara tanda, objek, dan

intrepretannya sebagai penafsir menghasilkan suatu pemaknaan

(Sobur.2004;xii-xiii).

Tokoh asal Amerika ini mengatakan, penafsiran terhadap tanda tidak

akan berhenti dan terus berlanjut selama diantara tanda-tanda tersebut terdapat

penafsir. Pierce menggunakan tanda (sign) yang merupakan representasi dari

(22)

9   

   

(intrepretan). Ketiga unsur tersebut harus selalu ada, dengan demikian segala

pertandaan apapun dapat ditafsirkan (Sobur.2004;16)

Peneliti memilih gambar karikatur editorial clekit edisi 8 Januari 2011

dikarenaka gambar karikatur tersebut sedang hangat beredar di masyarakat,

yaitu tentang LPI dan PSSI yang saat ini sedang bersiteru karena LPI memilih

berdiri sendiri tanpa dinaungi oleh PSSI sedangkan PSSI merupakan lembaga

resmi yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk menaungi persepakbolaan

Indonesia. Terbentuknya Liga Primer Indonesia (LPI) yang merupakan

gagasan dari Gerakan Reformasi Sepakbola Nasional Indonesia (GRSNI)

bertujuan untuk mengangkat terpuruknya kondisi sepakbola nasional saat ini.

Karena Liga Primer Indonesia (LPI) adalah kompetisi sepak bola antar klub

professional di Indonesia yang diselenggarakan sejak 2011.

Penelitian ini berusaha mengungkap makna yang terkandung pada

karikatur editorial clekit pada harian Jawa Pos edisi 8 januari 2011 yang

menampilkan dua sosok gambar yang salah satunya digambarkan sebagai

hewan anjing yang mewakili PSSI dan satu lagi sosok pria yang mewakili LPI

dengan membawa selembar kertas yang bertuliskan ijin. Dari penggambaran

yang demikian, memunculkan banyak pertanyaan yang salah satunya

mengapa PSSI digambarkan sebagai anjing? Padahal PSSI sebagai induk

(23)

organisasi sepak bola dan manajemen dari PT Liga Indonesia seharusnya

digambarkan selayaknya organisasi yang memiliki kredibilitas yang baik.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

suatu bentuk permasalahan, yaitu bagaimanakah pemaknaan gambar karikatur

editorial clekit edisi 8 Januari 2011

1.3 Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka Tujuan

dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pemaknaan karikatur editorial

Clekit di Harian Jawa Pos edisi 8 Januari 2011 berdasarkan teori segitiga

makna.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Menambah dan memperluas wawasan serta pengetahuan peneliti tentang makna yang terkandung dalam karikatur editorial clekit di harian Jawa Pos

edisi 8 Januari 2011.

2. Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai referensi bagi mahasiswa komunikasi yang membutuhkan referensi tentang semiotika.

Khususnya tentang karikatur berdasarkan pemahaman teori segitiga

(24)

11  BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori

2.1.1. Surat Kabar

Komunikasi massa berfungsi menyiarkan informasi, gagasan dan sikap

kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan

menggunkan media (Effendy, 2003:80). Banyak definisi tentang komunikasi

massa yang telah dikemukakan oleh para ahli komunikasi. Banyak ragam dan

titik tekan yang dikemukakannya. Namun dari sekian banyak definisi itu ada

benang merah kesamaan definisi satu sama lain. Pada dasrnya komunikasi

massa adalah komunikasi melalui mdia massa (media cetak dan elektronik).

Sebab awal perkembangannya saja komunikasi massa berasal dari

pengembangan kata of mass communication (media komuniksai massa) yang

dihasilkan oleh tekhnologi modern. (Nurudin, 2007:4) menurut Gerbner

(1967) dalam rakhmat (2002:188) komunikasi massa adalah produksi dan

distribusi yang berlandaskan tekhnologi dan lembaga dari arus pesan yang

kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.

Surat kabar merupakan salah satu kajian dalam studi ilmu komunikasi.

Khususnya pada studi komunikasi massa. Dalam buku “Ensiklopedi Pers

Indonesia” disebutkan bawa pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi

penerbit pers yang masuk dalam media masa cetak yaitu berupa lembaran

(25)

berisi berita karangan dan iklan yang diterbitkan secara berkala bisa harian,

mingguan, bulanan serta diedarkan secara umum (Junaedhi, 1991:257) surat

kabar pada perkembangannya menjelma sebagai salah satu bentuk dari pers

yang mempunyai kekuatan dan kewenangan untuk menjadi sebuah control

sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut disebabkan

karena falsafah pers yang selalu identik dengan kehidupan sosial, budaya dan

politik.

Menurut Sumadiria (2005, 32-35) dalam Jurnalistik Indonesia

menunjukkan 5 fungsi pers yaitu:

1. Fungsi Informasi, sebagai sarana untuk menyampaikan informasi

secepat-cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya yang

actual, akurat, factual dan bermanfaat.

2. Fungsi Edukasi, maksudnya disini informasi yang disebarluaskan

pers hendaknya dalam kerangka mendidik. Dalam istilah sekarang

pers harus mau dan mampu memerankan dirinya sebagai guru

pers.

3. Fungsi Hiburan, pers harus mampu memerankan dirinya sebagai

wahana hiburan yang menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi

(26)

13   

   

4. Fungsi Kontrol Sosial, pers mengemban fungsi sebagai pengawas

pemerintah dan masyarakat. Pers akan senantiasa menyalahkan

ketika melihat penyimpangan dan ketidak adilan dalam suatu

masyarakat atau negara.

5. Fungsi Mediasi, dengan fungsi mediasi pers mampu menjadi

fasilitator atau mediator yang menghubungkan tempat yang satu

dengan yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain

atau orang yang satu dengan yang lain.

Setiap masyarakat membutuhkan berita kata penulis inggris Dame

Rebecca West, seperti orang membutuhkan mata, ia ingin tahu segala sesuatu

yang terjadi. Tapi berita tidak selamnya demikian, menurut William Radolf

Hearts salah satu tokoh penerbitan di Amerika punya sinisme. Berita

menurutnya adalah seseorang yang menghentikan sesuatu yang hendak

dicetak karena iklan lebih penting.

Dua hal tersebut menyertai perkembangan dunia persurat kabaran

modern. Sejalan dengan daya rengkuhnya terhadap jutaan pembaca di

berbagai belahan dunia, serta persaiangannya dengan radio dan televisi.

Teknologi elektronik yang memasok televise hamper disetiap rumah, ikut

mendorong perkembangan proses pencetakan surat kabar. Kehadiran televisi

membuat kemunculan Koran atau surat kabar dibagikan secara gratis (di

(27)

Negara-negara Eropa dan Amerika). Iklan telah menutup biaya produksi

cetak. Sebuah surat kabar berbeda dari tipe publikasi lain, karena

kesegarannya, karakteristik headlinenya dan keaneka ragaman liputan yang

menyangkut berbagai topik isu dan peristiwa. Hal ini terkait dengan

kebutuhan pembaca, akan sisi menarik informasi yang ingin dibacanya dari

surat kabar yang menjadi langganannya. Walau demikian surat kabar bukan

sekedar pelapor kisah-kisah human interest dan berbagai peristiwa.

Pada abad ke-19, surat kabar independent pertama memberikan

kontribusi signifikan bagi penyebaran keaksaraan. Membuat khalayak keluar

dari buta huruf dan berbagai konsep hak asasi manusia dan kebebasan

demokratis. Surat kabar terus menerus mengasah pandangan-pandangan ihwal

“global village”. Asumsinya, setiap orang memiliki hak untuk mengetahui

segala pernak-pernik kejadian. Karena dari bekal informasi itulah setiap orang

dapat ikut menyalurkan informasi dan berpartisipasi dalam kehidupan

bermasyarakat. Untuk mendapatkan kepastian informasi dan kemampuan

tersebut, tiap orang membutuhkan wartawan surat kabar yang bertugas

sebagai wakil masyarakat untuk mencari dan memberitahu tentang segala

peristiwa yang terjadi dan dibutuhkan masyarakat. Pada sisi inilah, mengapa

wartawan memiliki hak untuk tahu pada segala informasi publik dan diberi

(28)

15   

   

bertanggung jawab pada kebutuhan masyrakat akan informasi yang ada di

lingkungannya.

Surat kabar harian sendiri terbit untuk mewadahi keperluan tersebut.

Informasi menjadi instrumen penting dari masyrakat industry. Maka itulah,

surat kabar harian bisa disebutr sebagai produk dari industri masyarakat.

Disamping itu, dalam bentuknya yang independen (dalam kemandirian), surat

kabar biasanya integral dengan perkembangan paham demokrasi di sebuah

masyarakat. Hal itu bisa terlihat dari kondisi kebebasan pers yang terdapat

pada suatu masyarakat, dan tingkat keaksaraan membuat khalayak keluar dari

buta huruf masyarakat (Santana, 2005:87).

2.1.2. Karikatur

Karikatur, merupakan perkembangan kartun politik, yaitu gambar lucu

yang menyimpang dan bersifat satir atau menyindir, baik terhadap orang atau

tindakannya. Ciri khas karikatur adalah deformasi atau distorsi wajah dan

bentuk fisik, dan biasanya manusia adalah yang dijadikan sasaran agresi.

Toety Heraty Noerhadi dalam tulisannya berjudul Kartun dan Karikatur

sebagai Wahana Kritik Sosial menyatakan bahwa karikatur merupakan

gambaran yang diadaptasi dari realitas, tokoh-tokoh yang digambarkan adalah

tokoh-tokoh bukan fiktif yang ditiru lewat pemiuhan (distortion) untuk

memberikan persepsi tertentu terhadap pembaca. Ia menambahkan bahwa

(29)

perbedaan kartun dan karikatur terletak pada hal ini, yaitu tokoh yang

digambarkan antara kartun dan karikatur berbeda. Apabila tokoh kartun

bersifat fiktif, maka tokoh dalam karikatur bersifat tiruan dari tokoh nyata

yang telah melalui tahap pemiuhan. Dengan demikian akan terwujud gambar

yang lucu tetapi juga terkandung pesan yang penting, sehingga pesan yang

hendak disampaikan dalam kartun kepada masyarakat mudah untuk diterima.

Gambar karikatur adalah karya pribadi, produk suatu keahlian seorang

karikaturis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, seni melukis, psikologis,

maupun bagaimana memilih tema atau isu yang tepat. Karikatur merupakan

tanggapan atau opini secara subyektif terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu

persoalan, pemikiran atau pesan tertentu. Gambar karikatur merupakan

symbolic speech (komunikasi tidak langsung) artinya penyampaian pesan

yang terdapat dalam gambar karikatur tidak dilakukan secara langsung tetapi

dengan menggunakan bahasa symbol. Dengan kata lain makna yang

terkandung dalam karikatur adalah makna yang terselubung. Symbol-simbol

dalam karikatur tersebut merupakan simbol yang disertai maksud (signal)

yang digunakan dengan sadar oleh orang yang mengirimnya (komunikator)

dan mereka yang menerimanya (komunikan). (Van Zoest, 1996:3).

(30)

17   

   

Media massa merupakan bentuk komunikasi dan rekreasi yang

menjangkau masyarakat secara luas sehingga pesan informasi yang sama

dapat diterima secara serentak dan sesaat. Media massa terdiri dari media

cetak (surat kabar, brosur, baleho, buku, majalah, tabloid) dan media

elektronik (radio, televisi, video, film, piringan hitam, kaset, CD/DVD).

Media massa diidentifikasikan sebagai media sosialisasi yang berpengaruh

pula terhadap perilaku masyarakat. Meskipun untuk itu, informasi atau pesan

(message) yang ditampilkannya sebagaimana dapat dibaca di surat kabar atau

majalah, didengarkan di radio, dilihat di televisi atau internet telah melalui

suatu saringan (filter) dan seleksi dari pengelola media itu untuk berbagai

kepentingannya (misalnya: untuk kepentingan bisnis atau ekonomi, kekuasaan

atau politik, pembentukan opini publik, hiburan (entertainment), hingga

pendidikan. Terlepas dari berbagai kepentingan yang melatarbelakangi

pemunculan suatu informasi atau pesan yang disajikan oleh media massa,

kiranya tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pada masa kini pertemuan orang

dengan media massa sudah tidak dapat dielakkan lagi. Tidaklah berlebihan

kiranya apabila abad ke-21 disebut sebagai abad komunikasi massa. Pesatnya

perkembangan media informasi dan komunikasi, baik perangkat keras

(hardware) maupun perangkat lunak (software), akan membawa perubahan

peranan sebagai penyampai pesan/informasi. Media massa merupakan salah

satu agen sosialisasi yang paling berpengaruh.

(31)

Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian

pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain, komunikator kepada

komunikan, pada dasarnya pikiran bisa berupa ide, opini, informasi dan lain

sebagainya, dimana gagasan, opoini, informasi muncul dari pemikiran sorang

itu sendiri, perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, kekhawatiran,

kemarahan, kepuasan, dan keberanian dimana hal-hal tersebut bisa muncul

dari perasaan masing-masing. Banyak pengertian yang memberi penjelasan

tentang komunikasi massa secara umum.

Komunikasi massa diartiakn sebagai penyampaian pesan dari

komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media massa adalah

komunikasi yang pesanya ditujukan untuk masyarakat luas, heterogen dan

tersebar luas melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama

dapat diterima secara serentak serta tidak mengenal batas geografis cultural.

Dengan kata lain komunikasi massa adalah penyaluran pesan-pesan kepada

sejumlah orang melalui media massa. Media massa dalam disiplin komunikasi

adalah sejumlah alat untuk menyamapaikan pesan berkomunikasi. Dalam

konteks masyarakat modern, ia merupakan instrument dengan berbagai bentuk

komunikasi dilangsungkan (Budiman, 2002).

Karikatur merupakan salah satu dari isi surat kabar yang bersifat

hiburan, karena karikatur merupakan gambar lelucon yang bersifat lucu dan

(32)

19   

   

17 di Italia tempat gambar kartun pertama kali muncul di dunia. Perintisnya

bernama Amnibale Caricci, seorang karikaturis yang mampu mengubah

banyak wajah seseorang menjadi bentuk binatang namun tetap mirip dengan

subyeknya yang bertujuan sebagai ungkapan protes ataupun kritik social. Di

Inggris, karikatur pertama kali muncul oleh Thomas Rowlandson (1756-1872)

dan James Gillary (1757-1815). Dalam perkembangan selanjutnya karikatur

dihubungkan dengan jurnalisme (Panuju, 2005:86).

2.1.4. Karikatur Sebagai Kritik Sosial

Dalam berbagai pengertian kritik sosial mengandung konotasi negatif

seperti celaan, namun kata kecaman mengandung kemungkinan arti positif

yaitu dukungan, usulan atau saran, definisi kritik menurut kamus oxford

adalah “one who appraise literary or artistic work” atau suatu hal yang

membentuk dan memberikan penilaian untuk menemukan kesalahan terhadap

sesuatu. Kritik berasal dari bahasa Yunani yaitu kritike yang artinya

pemisahan, dan berkembang dalam bahasa Inggris yaitu critism yang berarti

evaluasi atau penilaian tentang sesuatu. Sementara social adalah suatu kajian

yang menyangkut kehidupan manusia dalam bermasyarakat seperti interaksi

sosial, gaya hidup masyarakat, perubahan sosial yang terakait dengan

kehidupan sosial masyarakat. Sehingga kritik sosial dapat diartikan sebagai

evaluasi atau penilaian yang menyangkut kehidupan bermasyarakat

menciptakan suatu kondisi sosial yang tertib dan stabil. Kritik sosial adalah

(33)

salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau

berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau

proses bermasyarakat, dalam konteks inilah kritik sosial merupakan unsure

penting dalam memelihara sistem sosial. Dengan kata lain ini berfungsi

sebagai wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau

masyarakat (Masoed, 1999:47).

Kritik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial, menjadi sarana

komunikasi, gagasan baru, sembari menilai gagasan yang lama untuk suatu

perubahan sosial. Persepsi kritik sosial yang demikian lebih banyak dianut

oelh kaum kritis dan strukturalis. Mereka melihat kritik sosial adalah wahana

komunikatif untuk suatu tujuan perubahan sosial. Kritik sosial yang murni

kurang didasarkan pada peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru

melibatkan dan mengajak masyarakat atau khalayak untuk memperkatikan

kebutuhan-kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya

didasarkan pada rasa tanggung jawab bahwa manusia bersama-sama

bertanggung jawab atas perkembangan lingkungan sosialnya (Masoed,

1999:49).

Bagi pers menjalankan kritik sosial adalah salah satu cara menjalankan

salah satu normatifnya, yakni sebagai satu alat kontrol sosial. Menyampaiakan

kritik sosial bagi pers juga bermakna sebagai cara bagaimana pers

(34)

21   

   

adalah salah satu cara bagaimana menggambarakan kegelisahan, keprihatinan,

dan bahkan kemarahan masyarakat (Masoed, 1999:50).

Kritik memiliki fungsi taktis dan peranan srategis dalam

menumbuhkan berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan

pemerintahannya. Kontrol sosial dan kritik sosial merupakan dua sisi mata

uang yang sama, yang selalu ada di dalam masyarakat manapun. Dengan

demikian apabila control sosial cenderung dipahami sebagai aktivitas

pembebasan dari segala bentuk control dan pengendalian. Kritik sosial

sebenarnya bagian yang sangat penting dalam kemajuan jalannya

pemerintahan, karena kritik menciptakan pemerintahan agar mampu dan

sebisa mungkin mengerti apa yang diinginkan masyarakat. Kritik sosial juga

merupakan apresiasi masyarakat terhadap pemerintah, lewat karikatur media

cetak yang diproduksi para designer. Kritik sosial sering kali dijumpai

didalam berbagai media cetak, seperti surat kabar, majalah, dan tabloid.

Kritikan-kritikan yang jenaka disampaikan secara jenaka disarankan untuk

tidak begitu melecehkan atau mempermalukan (Wijana, 2004:4).

2.1.5. PSSI dan LPI

PSSI

PSSI (Persatuan Sepakbola seluruh Indonesia ) yang dibentuk 19 April

1930 di Yogyakarta. Sebagai organisasi olahraga yang dilahirkan di Zaman

(35)

penjajahan Belanda, Kelahiran PSSI betapapun terkait dengan kegiatan politik

menentang penjajahan. Jika meneliti dan menganalisa saat- saat sebelum,

selama dan sesudah kelahirannya, sampai 5 tahun pasca Proklamasi

Kemerdekaan 17 Agustus 1945, jelas sekali bahwa PSSI lahir, karena dibidani

politisi bangsa yang baik secara langsung maupun tidak, menentang

penjajahan dengan strategi menyemai benih-benih nasionalisme di dada

pemuda-pemuda Indonesia.

PSSI didirikan oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin

Sosrosoegondo. Beliau menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik

Tinggi di Heckelenburg, Jerman pada tahun 1927 dan kembali ke tanah air

pada tahun 1928. Ketika kembali ke tanah air Soeratin bekerja pada sebuah

perusahaan bangunan Belanda “Sizten en Lausada” yang berpusat di

Yogyakarta. Disana ia merupakan satu-satunya orang Indonesia yang duduk

dalam jajaran petinggi perusahaan konstruksi yang besar itu. Akan tetapi,

didorong oleh jiwa nasionalis yang tinggi Soeratin mundur dari perusahaan

tersebut. Setelah berhenti dari “Sizten en Lausada” ia lebih banyak aktif di

bidang pergerakan, dan sebagai seorang pemuda yang gemar bermain

sepakbola, Soeratin menyadari sepenuhnya untuk mengimplementasikan apa

yang sudah diputuskan dalam pertemuan para pemuda Indonesia 28 Oktober

1928 (Sumpah Pemuda) Soeratin melihat sepakbola sebagai wahana terbaik

(36)

23   

   

menentang Belanda. Namun seiring dengan perkembangan zaman PSSI tidak

lagi menjadi yayasan yang berkredibilitas sebagai tempat naungan tim

persepakbolaan Indonesia karena banyak adanya kecurangan-kecurangan di

tubuh PSSI dibawah kepemimpinan Nurdin Halid yang sudah diketahui oleh

masyarakat luas.

LPI

Liga Primer Indonesia (LPI) berdiri atas gagasan beberapa klub

ternama di Tanah Air. LPI bukanlah produk dari Persatuan Sepakbola Seluruh

Indonesia (PSSI). Berdirinya Liga Primer Indonesia (LPI) juga merupakan

sebuah komitmen untuk peningkatan standar sepakbola, baik secara organisasi

maupun keuangan. Demi mencapai kemandirian, konsorsium LPI

memberikan bantuan modal awal kepada setiap klub peserta agar terlepas dari

ketergantungan pada dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Klub peserta diharuskan mandiri dan bisa mengelola keuangannya sendiri.

Sistem yang dianut oleh LPI ini mengadopsi dari Liga Primer Inggris yang

berdiri sendiri dan terpisah dari Federasi Sepak Bola Inggris (FA). Modal

awal untuk klub akan diberikan berbeda tergantung kajian Liga Primer

Indonesia (LPI). Modal akan diberikan maksimal 5 tahun, dan selanjutnya

klub bisa menjalankan keuangannya sendiri. Keuangan dan saham Liga

Primer Indonesia LPI berbeda dengan Liga Super Indonesia (LSI) (Indonesia

(37)

Super League ISL) yang dikelola oleh PT Liga Indonesia dengan 95% saham

menjadi milik PSSI dan 5% dimiliki oleh yayasan milik Nirwan Bakrie.

Sedangkan pada Liga Primer Indonesia (LPI) keuangan akan dikelola PT

Liga Primer Indonesia dan klub perserta memiliki 100% saham.

2.1.6. Anjing

Anjing adalah mamalia yang telah mengalami domestikasi dari

serigala sejak 15.000 tahun yang lalu atau mungkin sudah sejak 100.000 tahun

yang lalu berdasarkan bukti genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA.

Anjing ras sangat bervariasi dalam ukuran, penampilan dan tingkah laku

dibandingkan dengan hewan peliharaan yang lain. Sebagian besar anjing

masih mempunyai ciri-ciri fisik yang diturunkan dari serigala. Anjing adalah

hewan pemangsa dan hewan pemakan bangkai, memiliki gigi tajam dan

rahang yang kuat untuk menyerang, menggigit, dan mencabik-cabik makanan.

Ciri-ciri khas dari moyang serigala masih bertahan pada anjing, walaupun

penangkaran secara selektif telah berhasil mengubah bentuk fisik berbagai

jenis anjing ras. Anjing memiliki otot yang kuat, tulang pergelangan kaki

yang bersatu, sistem kardiovaskuler yang mendukung ketahanan fisik serta

kecepatan berlari, dan gigi untuk menangkap dan mencabik mangsa. Bila

dibandingkan dengan struktur tulang kaki manusia, secara teknis anjing

(38)

25   

   

Ilmu pengetahuan yang mempelajari segala hal mengenai peranjingan

dinamakan kinologi (bahasa Belanda, kynologie). Anjing adalah hewan sosial,

tapi kepribadian dan tingkah laku anjing bisa berbeda-beda bergantung pada

masing-masing ras. Selain itu, kepribadian dan tingkah laku anjing

bergantung pada perlakuan yang diterima dari pemilik anjing dan orang-orang

yang berkomunikasi dengan sang anjing. Anjing yang menerima kekerasan

dari pemilik atau dengan sengaja dibuat kelaparan bisa menjadi anjing cepat

marah dan berbahaya. Pemilik yang gagal mendidik anjing bisa menyebabkan

tingkah laku anjing menjadi tidak normal. Tidak jarang, anjing yang kurang

perhatian dari pemilik dan kurang pendidikan menjadi suka mengigit orang

atau menyerang binatang-binatang lain.

2.1.7. Bola

Bola adalah sebuah benda bulat yang dipakai sebagai alat olahraga

atau permainan. Umumnya bola terisi dengan udara. Terdapat

bermacam-macam bola mulai sesuai dengan fungsinya, beberapa di antaranya adalah:

1. Bola sepak

2. Bola voli

3. Bola basket

4. Bola bekel

(39)

5. Bola kasti

Bola juga dapat diartikan pada segala benda yang berbentuk bulat dengan

fungsi yang sama sekali berbeda, di antaranya:

1. Bola dunia

2. Bola mata

Yang dimaksud disini adalah bola sepak (sepak bola). Sepak bola

adalah salah satu olahraga yang sangat populer di dunia. Dalam pertandingan,

olahraga ini dimainkan oleh dua kelompok berlawanan yang masing-masing

berjuang untuk memasukkan bola ke gawang kelompok lawan.

Masing-masing kelompok beranggotakan sebelas pemain, dan karenanya kelompok

tersebut juga dinamakan kesebelasan.

2.1.8. Konsep Makna

Para ahli mengakui, makna (mean) memang nerupakan kata dan istilah

yang membingungkan. Dalam bukunya Ogden dan Richards yang berjudul

“The Meaning of Meaning” telah mengumpulkan tidak kurang dari dua puluh

dua btasan mengenai makna” (Kurniawan, 2008:27).

Makna merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian

para ahli filsafat dan para teoritis ilmu sosial selama dua ribu tahun silam

(40)

27   

   

makna manusia sebagai salinan ultrarealitas, para pemikir besar telah sering

mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang sangat luas yang

merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai respon yang

dikeluarkan oleh Skinner. Berbeda dengan Jerold Katz, menurutnya “setiap

usaha untuk memberikan jawaban yang langsung telah gagal. Beberapa

seperti misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan spekulatif. Yang

lainnya memberikan jawaban salah “ (Kurniawan, 2008:47).

Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan

dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah

menjelaskan makna secara alamiah, dan menjelaskan makna dalam proses

komunikasi (Sobur, 2004:258).

Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna

antara lain sebagai berikut:

1. Makna dalam diri manusia

Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Kita

menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita

komunikasikan, tetapi kata-kata itu tidak secara sempurna dan lengkap

menggambarkan makna yang kita maksudkan. Komunikasi adalah proses

yang kita gunakan untuk memprodukisi dibenak pendengar yang ada

dalam benak kita dan proses ini adalah proses yang bisa salah.

(41)

2. Makna berubah

Kata-kata relatif statis, banyak dari kata-kata yang kita gunakan 200 atau

300 tahun lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini berubah dan ini khusus

yang terjadi pada dimensi emosional makna.

3. Makna membutuhkan acuan

Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata,

komunikasi hanya masuk akal bilamana kominikasi mempunyai kaiatan

dengan dunia atau lingkungan eksternal.

4. Penyingkatan berlebihan akan merubah makna

Berkaitan erat dengan gagasan bahawa acuan tersebut kita butuhkan

bilamana terjadi masalah komunikasi yang akibat penyingkatan berlebihan

tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita bicara tentang cerita

persahabatan, kebahagiaan, kejahatan dan konsep-konsep lain yang serupa

tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan bisa

berbagi makna dengan lawan bicara.

5. Makna tidak terbatas jumlahnya

Pada saat-saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi

maknanya tidak terbatas. Karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak

makna. Ini bisa menimbulakn masalah bila ada sebuah kata diartikan

(42)

29   

   

6. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian

Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan

sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang

benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap

tinggal dalam benak kita, karenannya pemaknaan yang sebenarnya

mungkin juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetapi tidak pernah

tercapai (Sobur, 2003:285-289)

2.1.9. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi nonverbal adalah semua tanda yang bukan kata – kata dan

bahasa. Tanda-tanda digolongkan dalam berbagai cara :

1. Tanda yang ditimbulkan oleh alam yang kemudian diketahui manusia

melalui pengalamannya.

2. Tanda yang ditimbulkan oleh binatang

3. Tanda yang ditimbulkan oleh manusia, bersifat verbal dan nonverbal.

Namun tidak keseluruhan tanda-tanda nonverbal memiliki makna yang

universal. Hal ini dikarenakan tanda-tanda nonverbal memiliki arti yang

berbeda bagi setiap budaya yang lain. Dalam hal pengaplikasian semiotika

pada tanda nonverbal, yang penting untuk diperhatikan adalah pemahaman

(43)

tentang bidang nonverbal yang berkaitan dengan benda konkret, nyata, dan

dapat dibuktikan melalui indera manusia.

Istilah non verbal biasanya digunakan untuk melakukan semua

peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Pada saat yang

sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku non verbal

ini ditafsirkan melalui symbol-simbol verbal. Dalam penertian ini, peristiwa

dan perilaku non verbal itu tidak sungguh-sungguh bersifat non verbal

(Mulyana, 2001:312).

Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat non verbal menjadi

beberapa bagian antara lain

1. Isyarat tangan

Isyarat tangan atau berbicara dengan tangan termasuk apa yang disebut

emblem, yang dipelajari yang punya makna suatu budaya atau subkultur.

Meskipun isyarat tangan yang digunakan sama, maknanya boleh jadi

berbeda, atau isyarat fisiknya berbeda namun maksudnya sama.

2. Posisi Kaki

Cara berjalan pun dapat memberi pesan pada orang lain apakah orang

itu merasa lelah, sehat, bahagia, riang, sedih, atau angkuh. Orang yang

berjalan lamban memberi kesan loyo dan lemah pria yang berjalan tegap

(44)

31   

   

3. Ekspresi wajah dan tatapan mata

Perilaku non verbal yang paling banyak “berbicara” adalah ekspresi

wajah, khususnya pandangan mata, meskipun mulut tidak berkata-kata.

Menurut Albert Mehrabian, andil wajah bagi pengaruh pesan adalah 55%

sementara vocal 30% dan verbal hanya 7%. Secara umum dapat

dikatakan bahwa makna ekspresi wajah dan pandangan mata tidaklah

universal, melainkan sangat dipengaruhi oleh budaya. Ekspresi wajah

boleh sama, namun maknanya mungkin berbeda

2.1.10. Pendekatan Semiotika

Semiotika adalah ilmu tentang tanda, berbicara tentang ilmu berarti

berbicara tentang teori. Kata “Semiotika” berasal dari bahasa Yunani yaitu

semeion yang berarti tanda atau seme yang berarti penafsiran tanda. Tanda itu

sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang

terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (Eco,

1979:16).

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji

tanda-tanda. Tanda-tanda merupakan perangkat yang kita kaji dalam upaya

mencari jalan disekitar kita. Semiotika dalam istilah Barthes, semiologi pada

(45)

dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakai

hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat

dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to communicate).

Semiotika sendiri berakar dari studi klasik dan skolati atau seni logika,

retorika, dan poetika. Semiotika adalah cabang sebuah ilmu pengetahuan yang

mempelajari tentang tanda. Tanda terdapat dimana-mana, kata adalah tanda

demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dsb. Struktur karya

sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung dapat

dianggap sebagai tanda. Segala Sesutu dapt menjadi tanda, tanda-tanda

tersebut menyampaikan informasi atau pesan baik secara verbal maupun non

verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal tersebut memunculkan suatu proses

pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan dari

komunikator. Semiotika merupakan cabang ilmu yang semula berkembang

dalam bidang bahasa. Dalam perkembangannya kemudian semiotika bahkan

masuk pada semua segi kehidupan manusia. Menurut Derrida “there is

nothing outside language” yang artinya tidak ada sesuatu didunia ini di luar

bahasa. Dalam konteks ini tanda memegang peranan penting dalam kehidupan

umat manusia yang tidak mampu mengenal tanda tidak dapat hidup

(46)

33   

   

Menurut Pierce, semiotika merupakan kata yang sudah digunakan

sejak abad ke-18 oleh ahli filsafat Jerman yaitu Lambert, yang merupakan

sinonim dari kata logika. Logika harus mempelajari bagaimana orang

bernalar. Penalaran menurut hipotesis Pierce yang mendasar dilakukan

melalui tanda-tanda. Tanda membuat manusia menjadi berpikir, berinteraksi

dengan orang lain dan memberikan makna tentang apa yang akan ditampilkan

oleh alam. Semiotika bagi Pierce adalah suatu tindakan (action), pengaruh

(influence) atau kerja sama antara tiga subyek yaitu Tanda (sign), obyek

(object), dan interpretant (interpretant).

Semiotika dikenal sebagai disiplin ilmu yang mengkaji tanda, proses

petanda, dan proses menandai. Bahasa merupakan jenis tanda tertentu, dengan

demikian dapat dipahami jika ada hubungan antara linguistik dan semiotik.

Saussure menggunakan kata “semiologi” yang mempunyai pengertian sama

dengan semiotika pada aliran Pierce. Kedua kata ini kemudian digunakan

untuk mengidentifikasikan adanya dua tradisi dari semiotika. Tradisi

linguistik menunjukkan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan nama

Saussure sampai Hejamslev dan Barthes yang menggunakan istilah semiologi.

Sedangkan yang menggunakan teori umum tentang tanda-tanda yang

dikaitkan dengan nama-nama Pierce dan Morris menggunakan istilah

semiotika kemudian diterima sebagai sinonim dari kata semiologi (Sobur,

2003:13).

(47)

Teori dari Pierce menjadi grand theory dalam semiotika. Gagasannya

bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Pierce

ingin mengidentifikasikan partikel dasar dari tanda dan menggabungkan

kembali semua komponen dalam struktur tunggal. Semiotik ingin

membongkar bahasa secara keseluruhan seperti ahli fisika membongkar suatu

zat dan kemudian menyediakan model teoritis untuk menunjukkan bagaimana

semuanya bertemu didalam sebuah struktur.

Para ahli semiotik yang beraliran ekspansionis menelaah dengan

menggunakan konsep yang terdapat didalam linguistik ditambah dengan

konsep semiotik yang beraliran behavioris mengembangkan teori semiotik

dengan jalan memanfaatkan pandangan yang berlaku dalam psikologi

(misalnya pandangan skinner) yang tentu saja berpengaruh dalam duni

linguistic. Kum behavioris dalam linguistik membahs bahasa sebagai siklus

stimuli, respon yang jika ditelaah dari segi semiotika adalah persoalaan sitem

tanda yang berproses pada pengirim dan penerima (Pateda, 2001:33).

Dalam kaitannya dalam ilmu bahasa, semiotika menurut Charles

Morris memiliki tiga cabang, yakni sintatika yang artinya studi relasi formal

tanda-tanda, semantika yang artinya studi relasi dengan penafsirannya. Dan

pragmantika yang artinya cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggabungan

(48)

35   

   

ilmu tentang tanda ini telah menjadi salah satu konsep yang paling bermanfaat

di dalam kerja kaum strukturalis sejak beberapa dasawarsa lalu. Basisnya

adalah pengertian tanda, yakni segala sesuatu yang secara konvensional dapat

menggantikan atau mewakili sesuatu yang lain. Semiotika berusaha

menjelaskan jalinan tanda atau ilmu tentang tanda, secara sistematika

menjelaskan esensi (cirri-ciri dan bentuk suatu tanda, proses signifikansi yang

menyertainya). Menurut Jhon Fiske, terdapat tiga area penting dalam studi

semiotika yaitu:

1. Tanda itu sendiri

Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda, seperti cara

mengantarkan makna serta cara menghubungkannya dengan orang yang

menggunakannya. Tanda adalah buatan manusia dan hanya bisa dimengerti

oleh orang orang yang menggunakanya.

2. Kode atau system lambang-lambang disusun

Studi ini meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun

untuk mempertemukan dengan kebutuhan masyarakat di dalam sebuah

kebudayaan.

3. Kebudayaan dimana kode dan lambang itu beroperasi

Maka bisa dikatakan semiotik adalah suatu teori dan analisa dari

berbagai tanda (sign) dan pemaknaan (signification). Semiotic mengkaji

tanda, penggunaan tanda dan segala sesuatu yang bertalian dengan tanda.

(49)

Semua jelas tidak ada yang tidak dapat dijadikan topic penelitian semiotik.

Dengan kata lain perangkat-perangkat pengertian semiotik dapat diterapkan

pada semua bidang kehidupan asalkan persyaratan dipenuhi yaitu ada arti

yang diberikan, ada pemaknaan, dan ada interpretasi (Cristomy, 2004:79).

2.1.11. Semiotika Charles Sanders Pierce

Semiotika untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai

kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur,

2004:83). Bagi Pierce, tanda “is something which stands to somebody for

something in some respect or capacity”. Kita misalnya dapat menjadikan

teori segitiga makna (triangle of meaning) menurut Pierce salah satu bentuk

tanda adalah kata sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda.

Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Pierce disebut

“ground”. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat

dalam sebuah triadik yakni ground, object, dan interpretant (Sobur,

2004:41).

Menurut Barthes interpretan adalah tanda yang ada dalam benak

seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen

makna itu berinteraksi dalam benak seseorang maka muncul makna tentang

(50)

37   

   

bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan

orang pada waktu berkomunikasi (Kurniawan, 2004:41).

Charles Sanders Pierce membagi antara tanda dan acuanya tersebut

menjadi tiga kategori yaitu ikon, indeks, symbol. Ketiga-tiganya adalah

tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan

bentuk alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda

objek atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks

adalah tanda yang menunjuk adanya hubungan alamiah antara tanda dan

petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang

langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap

sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu ke denotatum melalui

konvensi. Tanda serperi itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut

symbol. Jadi symbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah

antara penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbitrer

atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat

(Sobur, 2004:42)

Pierce membagi tanda atas sepuluh jenis

1. Qualisign, yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda.

2. Iconic Sinsign, yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan.

3. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman

langsung, secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan sesuatu.

(51)

4. Dicent Sinsign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu.

5. Iconic Legisign, yakni tanda yang menginformasikan norma atau

hukum.

6. Rhematic Indexical Legisign, yakni tanda yang mengacu kepada objek tertentu.

7. Dicent Indexical Legisign, yakni tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi.

8. Rhematic Symbol, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya

melalui asosiasi ide umum.

9. Dicent Symbol atau Proposition, yakni tanda yang langsung

menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak.

10.Argument, yakni tanda yang merupakan iferent seseorang terhadap

sesuatu berdasarkan alas an tertentu (Sobur, 2004:42-43).

Menurut Pierce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek

adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Sementara interpretan adalah tanda

yang ada dalam benak seseorang, jadi adanya tanda menjadikan adanya suatu

bentuk pemikiran dari seseorang akan tanda tersebut, hasil dari pemikiran

seseorang menjadikan adanya komentar dari seseorang berbentuk pemaknaan

dari tanda tersebut. Maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh

tanda tersebut. Yang dikupas dalam teori segitiga makna adalah persoalan

bagaiamana makna tersebut muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu

digunakan seseorang pada waktu berkomunikasi (Sobur, 2002:115).

Sign

(52)

39   

   

Gb. 2.1 Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretant Pierce

Charles S. Pierce membagi antara tanda dan acuannya tersebut

menjadi tiga kategori, yaitu ikon, index, dan symbol. Ketiga kategori tersebut

digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut.

Icon

Index Symbol

Gb 2.2 Model kategori Tanda Oleh Pierce

2.2. Kerangka Berpikir

Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dalam

memakanai sesuatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan adanya

pengalaman (Field of Experience) dan pengetahuan (Field of Preference) yang

berbeda-beda pada individu tersebut. Begitu juga peneliti dalam hal memaknai

tanda dan lambang yang ada dalam objek, berdasarkan pengalaman dan

pengetahuan peneliti.

(53)

Alur pemikiran ini akan dianalisa menggunakan metode semiotika

Pierce untuk memperoleh hasil dari interpretasi data mengenai gambar karikatur

Clekit “PSSI, LPI” pada surat kabar Jawa Pos. yang diutamakan disini adalah

pemaknaan yang mendalam dari karikatur tersebut, sehingga peristiwa yang

melatarbelakangi pembuatan karikatur terungkap. Pierce menggunakan istilah

sign yang merupakan representasi dari sesuatu diluar tanda, yaitu objek dan

dipahami oleh peserta komunikasi (interpretant).

Hal tersebut dilakukan untuk dapat mengetahui makna-makna yang

terdapat dalam karikatur Clekit tersebut baik dari makna denotatif yaitu

mencatat semua tanda visual atau makna mengambang dan bisa dibaca di

permukaan. Selanjutnya denotatif yaitu makna-makna yang tersembunyi atau

kita membaca yang tersirat yang memungkinkan terbacanya nilai-nilai yang

digunakan sebagai referensi untuk mengkonstruksikan makna karikatur. Maka

dari itu tanda-tanda yng diuraikan berdasarkan struktur penanda dan petanda,

agar dapat diperoeh dan terbaca makna denotatif maupun makna konotatif.

Dari hasil interpretasi tersebut akan dapat diungkapkan muatan pesan

yang terkandung dalam karikatur tersebut, apa saja kandungan faktual yang

terdapat dalam karikatur, siapa yang menjadi sasaran kritik serta bagaimanakah

(54)

41   

   

yang sedang terjadi ditengah-tengah masyarakat yang tertuang dalam karikatur

yang diciptakannya.

Gb. 2.3 Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce

Sign

Segala sesuatu yang ada dalam gambar karikatur tersebut

Object

Gambar kariakur Clekit “PSSI, LPI” pada surat kabar Jawa Pos edisi 8 Januari 2011

Interpretant

Peneliti dalam memaknai gambar karikatur Clekit “PSSI, LPI” pada surat kabar Jawa Pos edisi 8 Januari 2011

(55)

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif dengan pendekatan semiotic Pierce. Untuk memaknai suatu

karikatur pada media cetak yaitu surat kabar yang akan dijadikan sebagai

objek penelitian. Objek penelitian ini adalah karikatur Clekit “PSSI LPI” pada

harian Jawa Pos edisi 8 Januari 2011. Pada dasarnya semiotic bersifat

deskriptif interpretatif, yaitu suatu metode yang memfokuskan dirinya pada

tanda dan teks sebagai objek kajian serta bagaimana menafsirkan dan

memahami kode dibalik tanda dan teks tersebut

Oleh karena itu peneliti harus memperhatikan beberapa hal dalam

penelitian ini. Pertama konteks atau situasi sosial diseputar dokumen atau teks

yang diteliti. Disini peneliti diharapkan dapat memahami makna dari teks

yang diteliti. Kedua proses bagaimana suatu produksi media atau isi pesannya

dikemas secara actual dan diorganisasikan secara bersama. Ketiga

pembentukan secara bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman

(56)

43   

  3.2. Definisi Konseptual

Penelitian tentang karikatur editorial clekit yang dimuat di harian Jawa

Pos edisi 8 Januari 2011 berusaha mengungkap makna apa saja yang ada

didalamnya dengan menggunakan metode semiotic Pierce. Karikatur

editorial sendiri merupakan opini yang dibuat berdasarkan fenomena yang

berkembang di masyarakat atau berita-berita yang sedang hangat

dibicarakan.

Secara konseptual di definisikan sebagai karikatur editorial atau yang

disebut juga kartun opini haruslah dilihat dari cara bagaimana karikatur

tersebut dibuat dan unsur-unsur apa saja yang perlu, semua hal tersebut

sangat penting agar karikatur editorial menjadi baik, lucu, cerdas, kritis, dan

proposional. Sebagai karikatur editorial yang menyampaikan opini redaksi,

karikatur harus mengandung teknis karikatur. Karikatur yang baik secara

proposional harus mengangkat permasalahan yang fenomenal dan sedang

ramai di bicarakan publik. Artinya fenomena yang diangkat harus baru.

Teknis ini penting sekali karena jika teknis tidak ada maka karikatur sama

saja dengan komik.

Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) merupakan lembaga

resmi yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk menaungi persepakbolaan

Indonesia. PSSI dalam karikatur yang di gambarkan sebagai anjing bulldog

(57)

merupakan ikon, anjing ini juga memakai topi yang bertuliskan PSSI dengan

wajah geram memakai kalung berduri yang juga sebagai simbol dari karikatur

sehingga menunjukkan kesan garang dan di takuti. Anjing juga mengeluarkan

kepulan asap dari kedua telinganya juga mengeluarkan dua gigi tajam yang

merupakan indeks dari karikatur.

Liga Primer Indonesia (LPI) berdiri atas gagasan beberapa klub

ternama di Tanah Air. LPI bukanlah produk dari Persatuan Sepakbola Seluruh

Indonesia (PSSI). LPI dalam karikatur ini digambarkan sebagai pria dan juga

merupakan ikon, pria ini memegang bola dan kertas yang betruliskan ijin serta

menunjukkan ekspresi yang tekesan mengejek terlihat dari mulut pria yang

terbuka lebar dengan mata yang melirik santai yang merupakan indeks,

terdapat juga lambang LPI yang ada di depan baju pria yang merupakan

simbol dari karikatur.

3.3. Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah surat kabar Jawa Pos. Sedangkan obyek

penelitian adalah gambar karikatur editorial Clekit edisi 8 Januari 2011.

3.4. Korpus

Didalam penelitian kualitatif diperlukan adanya suatu batasan masalah

(58)

45   

 

digunakan untuk analisis semiotic dan analisis wacana. Korpus merupakan

sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh

analisa dengan semacam kesemenaan, bersifat sehomogen mungkin

(Kurniawan, 2001:70).

Korpus merupakan sampel terbatas pada penelitian kualitatif yang

bersifat homogen. Tetapi sebagai analisa korpus bersifat terbuka pada

konteks yang beraneka ragam sehingga memungkinkan memahami berbagai

aspek dari sebuah teks pesan. Pada penelitian kualitatif memberikan peluang

yang besar bagi dibuatnya interpretasi alternatif. Korpus pada penelitian

kualitatif ini adalah gambar karikatur Clekit PSSI, LPI pada harian Jawa Pos

edisi 8 Januari 2011.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumupulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

teknik dokumentasi dan mengamati karikatur yang dimuat di harian Jawa Pos

edisi 8 Januari 2011 secara langsung serta melakukan studi pustaka untuk

melengkapi data-data dan bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai referensi.

3.6. Teknik Analisis Data

Analisis semiotika pada corpus penelitian pada karikatur Clekit versi PSSI, LPI setelah melalui tahapan pengkodean maka selanjutnya peneliti akan

menginterpretasikan tanda-tanda tersebut untuk diketahui pemaknaanya.

(59)

Unit analisis dari penelitian ini adalah tanda yang ada dalam karikatur

yang berupa gambar dan tulisan yang terdapat dalam karikatur Clekit yang

dimuat di harian Jawa Pos edisi 8 Januari 2011. Kemudian di interpretasikan

dengan menggunakan ikon (icon), indeks (index), simbol (symbol) sesuai

dengan teori semiotic Pierce.

Terkait dalam penelitian ini untuk mengetahui isi pesan dalam

karikatur Clekit peneliti mengamati sign atau system tanda yang tampak

dalam karikatur kemudian memaknai dan menginterpretasikannya dengan

menggunakan metode semiotic Pierce, yang terdiri dari:

1. Objek

Gambar kariakur Clekit “PSSI, LPI” pada surat kabar Jawa Pos edisi 8

Januari 2011

2. Sign

Segala sesuatu yang ada dalam gambar karikatur tersebut

3. Interpretant

Peneliti dalam memaknai gambar karikatur Clekit “PSSI, LPI” pada

surat kabar Jawa Pos edisi 8 Januari 2011

Berdasarkan objeknya, Pierce membagi tanda atas icon (ikon), index

(60)

47   

 

Ikon

Ikon dalam karikatur yang dimuat di harian Jawa Pos edisi 8 Januari

2011 adalah:

1. Anjing yang memakai topi sebagai PSSI.

2. Seorang pria sebagai LPI.

3. Kalung duri yang dipakai anjing.

4. Topi yang dipakai anjing.

Indeks

Indeks dalam karikatur yang dimuat di harian Jawa Pos edisi 8 januari 2011 adalah:

1. Ekspresi mata anjing yang melirik tajam keatas.

2. Mulut anjing yang geram.

3. Dua gigi taring anjing yang muncul keluar.

4. Kepulan seperti asap yang keluar dari kedua telinga anjing.

5. Tangan kiri pria yang mengempit bola.

Gambar

Gambar kariakur Clekit “PSSI,  LPI” pada surat kabar Jawa Pos
Gambar kariakur Clekit “PSSI, LPI” pada surat kabar Jawa Pos edisi 8
gambar karikatur yang akan dijadikan korpus, yaitu gambar karikatur
Gambar karikatur clekit LPI vs PSSI pada harian Jawa Pos edisi 8
+2

Referensi

Dokumen terkait

sedangkan skor Addition Test setelah minum air gula sebesar 338 lebih tinggi daripada skor Addition Test sebelum minum air gula sebesar 283 .Terdapat perbedaan

Hasil penelitian ini dapat diigunakan sebagai sumber acuan atau sumber kepustakaan berkenan dengan proses pembelajaran menulis teks deskripsi dan berpikir kreatif, khususya

Pungukuran arah kiblat untuk masjid-masjid di desa Padamara dengan menggunakan alat bantu GPS, qibla locator dan menggunakan alat ukur theodolit diketahui bahwa hasil

Dukungan instrumental : sebagian besar keluarga memberikan dukungan instrumental pada anak, dengan menjaga kesehatan, menjaga dari kelelahan, makan, minum, dan istirahat,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio aktivitas yang terdiri dari perputaran kas, perputaran persediaan dan perputaran piutang terhadap likuiditas

Evaluasi dapat dilakukan dalam dua bentuk evaluasi yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan selama dan di antara tahapan-tahapan tersebut. Tujuan

Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kinerja pelayanan siswa, citra institusi terhadap kepuasan siswa selama belajar di Teknik Metalurgi FT Unjani khususnya, Fakultas

Wujud dari citra sebenarnya dapat dirasakan dari hasil penelitian, penerimaan, kesadaran, dan pengertian baik semacam tanda respek dan rasa hormat dari publik