• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Pertumbuhan Kepiting Bakau Betina (Scylla serrata forsskal) Pada Berbagai Salinitas Media dan Evaluasinya Pada Salinitas Optimum dengan Kadar Protein Pakan Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kinerja Pertumbuhan Kepiting Bakau Betina (Scylla serrata forsskal) Pada Berbagai Salinitas Media dan Evaluasinya Pada Salinitas Optimum dengan Kadar Protein Pakan Berbeda"

Copied!
316
0
0

Teks penuh

(1)

(Scylla serrata

Forsskal) PADA BERBAGAI SALINIT AS MEDIA

DAN EVALUASINYA PADA SALINITAS OPTIMUM DENGAN

KADAR PROTEIN PAKAN BERBEDA

MUHAMMAD YUSRI

KARIM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kinerja Pertumbuhan Kepiting Bakau Betina (Scylla serrata ForsskaI) pada Berbagai Sarinitas Media dan Evaluasinya pada Salinitas Optimwn dengan Kadar Protein Pakan Berbeda adalah karya saya sendiri dan belwn diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

iエsARjセセセ@

er 2005.
(3)

MUHAMMAD YUSR! KARIM. Kinerja Pertumbuhan Kepiting Bakau Betina (Scylla serrala Forsskall pada Berbagai Salinitas Media dan Evaluasinya pada Salinitas Optimum dengan Kadar Protein Pakan Berbeda. Dibimbing olch BAMBANG KIRANADI, RlDWAN AFFANDI, WASMEN MANALU dan DEWI APR! ASTUTI.

Salinitas merupakan salab satu faktor lingkungan penting yang berpengaruh pada kelangsungan hidup dan pertumbuhan kepiting bakau. Penelitian ini bertujuan mengkaji kinelja pertumbuhan kepiting bakau yang dipelihara pada berbagai salinitas dan menentukan salinitas optimum yang menghasilkan pertumbuhan kepiting bakau yang maksimal. Penelitian dilakaanakan di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar, Sulawesi Selatan mulai bulan Oktober 2003 sampai Februari 2005.

Penelitian dilaksanakan dalam 4 tabapan percobaan yaitu (I) pengaruh salinitas pada osmoregulasi kepiting bakau, (2) pengaruh salinitas pada metabolisme kepiting bakau, (3) pengaruh salinitas pada kelangsungan hidup dan pertumbuhan kepiting bakau, dan (4) pengaruh kadar protein pakan pada kelangsungan hidup dan pertumbuhan kepiting bakau. Penelitian dirancang dengan pola nmcangan acak lengkap dengan 4 perlakuan salinitas (5, 15, 25, dan ppt) dan 3 ulangan Salinitas terbail< yang diperoleh diaplil<asikan pada percobaan penggunaan kadar protein pakan 30, 35, 40, dan 45%. Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji respon. Uji Tukey digunakan untuk membandingkan perbedaan antarperlakuan.

Salinitas media berpengaruh pada osmoregulasi. metabolisme. tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan molting kepiting bakau. Salinitas 25 ppt menghasilkan tingkat kerja osmotik kepiting bakau paling rendah. meningkatkan derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot spesifik harian, pertumbuhan lebar karapas, produksi biomassa, retensi Hーイッエ・ゥセ@ lemak, energi. kalsiurn dan fosfor), dan mempersingkat periode waktu antarmolting. Laju metabolisme basal tertinggi dibasilkan pada media bersalinitas 5 ppt, sedangkan laju metabolisme kenyang dan rutin tertinggi dihasilkan pada media bersalinitas 25 ppt. Laju metabolisme kepiting bakau menurun dengan peningkatan bobot hadan kepiting bakau.

(4)

MUHAMMAD YUSRI KARIM. Growth Perfonnance of Female Mud Crab (Scylla serrata Forsskal) at Various Medium Salinity and Evaluation its in Optimum Salinity at Various of Feeding Protein Levels. Under the supervision of BAMBANG KIRANADI, RIDWAN AFFANDI, WASMEN MANALU, and DEWI APR! ASTUTI.

Salinity is one of environmental important factors

that

affect the survival and growth rate of mud crab. The objective of this experiment was to study the growth performance of mud crab cultured at different salinities and to detennine the optimum salinity which produce maximum growth. The experiment was carried out at the Center of Brackishwater Aquaculture Development, Takalar, South Sulawesi from October 2003 until February 2005.

The experiment consisted of four parts (1) the effect of salinity on osmoregulation of mud crab, (2) the effect of salinity on the metabolism of mud crab, (3) the effect of salinity on the survival and growth rate of mud crab, and (4) the effect of protein level on the survival and growth rate of mud crab.

Complete randomized design with 4 treatments (salinity with 5, 15,25, and 35 ppt) and 3 replications was done in this study. The best salinity was applied for the treatments of protein level, 30, 35, 40, and 45%. Analysis of data using variance analysis and continue with response test. Tukey test was used to compare the different of mean among the treatments.

Medium salinity affected the osmoregulation, metabolism, survival rate, groMh, and moulting. Salinity 25 ppt produced low osmotic regulation, increased survival rate, spesific growth rate, carapace width, biomass production, retension (protein, lipid, energy, calcium, and phosphor), and shorter molting time period. The highest basal metabolic rate was found at salinity 5 ppt, while feeding and routine metabolic rate was at salinity 25 ppt. Metabolic rate of mud crab became lower with the increase of the body weight.

(5)

(Scylla serrata Forsskal) PADA BERBAGAI SALINITAS MEDIA

DAN EVALUASINY A PADA SALINITAS OPTIMUM DENGAN

KADAR PROTEIN PAKAN BERBEDA

MUHAMMAD YUSRI KARIM

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleb gelar Doktorpada

Program Studi Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Forsskal) pada Berbagai Salinitas Medi. dan Ev.luasiny.

Nam. NIM

pad. Salinitas Optimum dengan Kadar Protein Pakan Berbeda : Muhammad Yusri Karim

: G426010031

Disetujui

Komisi Pembimbing

Mu.; ...

c.Y;

Dr. Bambang Kiranadi. M.Sc. Ketua

Prof Dr. Jr. Wasmen Manalu Anggota

Ketua Program Sludi Biologi

Dr. Ir. Dedy Duryadi. DEA

Tanggal Ujian : 30 Agustus 2005

andi,PEA. Anggota

Dr. Ir. Hi. Dew; ADri Astuti, M.S. Anggota

Diketahui

afiida Manuwoto, M.Sc.

(7)

Puji syukur penulis panjalkan ke hadirat Allah SWT alas segaJa karunia-Nya serungga karya iJmiah ini berhasil diseJesaikan. Tema yang dipilih daJam penelitian yang diJaksanakan sejak bulan Oktober 2003 sampai Februari 2005 iaJah kepiting bakau, dengan judul Kinerja perturnbuJum Kepiting Bakau (Scylla serrata Forsskal) pada Berbagai Salinitas Media dan Evaluasinya pada Salinitas

Optimum dengan Kadar Protein Pakan Berbeda.

Selesainya karya ilmiah ini tidak Jepas dari hantuan dan dorongan dari

berbagai pihak. Melalui prakata ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1 Rektor Universitas Hasanuddin dan Dekan Fakultas !lmu Kelautan dan

Perikanao, Universitas Hasanuddin, Makassar yang telah memberikan

kesempatan mengikuti pendidikan Program Doktor pada SekoJah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

2 Rektor Institut Pertaruan Bogor dan Dekan Sekolah Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor yang berkenan menerima penulis melanjutkan pendidikan

Program Doktor.

3 Departemen Pendidikan Nasional Repuhlik Indonesia dalam hal ini Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penulis selama mengikuti

pendidikan Program Doktor di Institut Pertanian Bogor lewat BPPS.

4 Bapak Dr. Bambang Kiranadi, MSc., Dr. Ir. H. Ridwan Affandi, DEA, Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu, dan Jbu Dr. Ir. Hj. Dewi Apri Astuti, MS. selaku Komisi Pembimbing atas segala petunjuk, saran

dan

bimbingannya.

5 Bapak Ir. H. Haruna HamaJ seJaku KepaJa BaJai Budidaya Air Payau Takalar beserta staf yang telah memberikan izin

dan

fasilitas selama penelitian.

6 Saudara Umarrifai S.Pi., AkmaJ S.Pi., Andi Ahmad Tahir S.Pi., Ir. Usman, M Si., Mansyur S.Pi, Ghurdi, dan H. Hasanuddin yang teJah membantu selama penelitian.

(8)

mengikuti pendidikan di IPH.

8 Khusus kepada kedua orang tuaku Drs. KH. Abd. Karim (almarhum) dan Hj. Sitti Badriah, kedua mettuaku Sutarm. Sury.permana dan Mien Rukminawati. isteriku

Ir.

Nita Rukminasari MP, kedua anakku Ratu Syamsiah

Nil. Kencan. dan Muluumn.d Mubarak Dimas Aditya Kusuma terciota, serta selurub keluarga .Ias segal. pengorbanan, dukungan, bantuan, pengertian dan doa yang selalu menyertai penulis selama mengikuti pendidikan di Institut

Pertanian Bogor.

Semoga segala harrtuan yang diberikan mendapat pahala yang berlipat

ganda dari Allah SWT.

Akhir kata semoga karya ilmiah ini bennanfaat.

(9)

Penulis dilahirkan di Pangkep, Sulawesi Selatan pada tanggal 8 Januari 1955 dari pasangan Drs. KH. Abd. Karim (almarhum) dan Hj. Sitti Badriah. Pendidikan satjana ditempuh di Jurusan Perikanan., Fakultas Peternakan dan

Perikanan UNHAS, lulus pada tabun 1989. Pada tabun 1996, penulis diterima di Program studi !lrnu perairan pada Program PascasaIjana IPB dan menammatkannya pada tabun 1998. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor di Program Studi Biologi pada perguruan tinggi yang sarna diperoleh pada tabun 2001. Beasiswa BPPS diperoleh dari Dirjen Dikti, Depattemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Yayasan Pendidikan Arfanita Pangkep tabun 1989 sampai 1990. Sejak tabun 1991 sampai sekarang bekeIj. sebagai staf pengajar pada Fakultas !lrnu Kelautan dan Perikanan UNHAS Makassar. Menikah dengan Ir. Nita Rukminasari, MP. pada tabun 1994 dan dikarunia dua orang anak bemama Ratu Syamsiah Nila Kencana dan Muhammad

(10)

Halaman DAFTAR TABEL ... XII

DAFTARGAMBAR ... xiii

DAFT AR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... ... .... ... . ... ... ... ... .... ... ... ... .... ... I Pendekatan Pemecaban Masalab .... ... .... ... .... .... ... .... ... .... ... .... ... ... 2

Tujuan dan Kegunaan ... ... 4

Hipotesis ... ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Ciri Morfologi Kepiting Bakau ... 5

Sa1initas dan Osmoregulasi .. ... ... ... .... ... .... ... ... ... .... ... ... .... 6

Kebutuhan Pakan Kepiting Bakau ... .... .... ... ... .... .... ... .... .... ... ... 9

Kebutuban Protein dan Energi Kepiting Bakau .... .... .... ... ... ... .... ... to Pertombuban dan Molting Kepiling Bakau ... 12

Pengaruh Salinitas pada Efisiensi Pemanfaatan Pakan dan Pertombuban . 14 Metabolisme .... ... .... .... ... ... ... .... ... .... ... .... .... ... ... .... ... .... .... 15

Fisika Kimia Air ... 17

Subu ... 17

Keasaman (pH) ... .... ... ... ... ... ... .... ... .... ... ... ... ... .... .... 18

Oksigen Terlarut ... ... 19

Amonia ... 20

Nitrit ... 21

BAHAN DAN METODE PENELlTIAN Waktu dan Tempat ... 23

Bahan Penelitian . ... .... .... ... ... ... ... .... .... ... .... .... ... ... .... ... 23

Hewan Uji ... ... ... ... ... ... ... ... .... ... ... ... .... .... ... ... 23

Sumber Air dan Media Pemeliharaan .... ... ... ... 24

Metode Penelitian ... 26

Pengaruh Salinilas pada OsmoreguJasi Kepiting Bakan ... 26

Tingkat KeIja Osmotik ... 27

Glukosa, Protein, Asam Amino. dan Amonia Hemolimfe ... 28

Konsentrasi Ion-ion Media dan Hemolimfe ... ... ... ... .... .... 28

Konsumsi Oksigen Insang ... 28

Pengaruh Salinitas pada Metabolisme Kepitiog Bakau ... 28

Pengaruh Salinitas pada Tingkat Kelangsungan Hidup dan Pertombuban Kepiting Bakau ... 30

Tingkat Kelangsungan Hidup ... 33

Konsumsi Pakan ... 33

Laju Pertumbuban Bobot Spesifik Harian ... 33

Pertombuban Lebar Karapas ... 33

Produksi Biomassa ... 34

(11)

Retensi Nutrien ... 34

Efisiensi Pemanfaatan Pakan ... 35

Neraca

Energi...

35

Fisika Kimia Air ... 36

Pengaruh Kadar Protein Pakan pada Tingkat Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Kepiting Bak.u pada S.linitas Optimum ... 36

Analisis Data.. ... .... ... .... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Salinitas pada Osmoregulasi Kepiting Bakau .. ... 38

Osmolaritas dan Tingkat KeIja Osmotik ... 38

Glukosa. Protein, Asam Amino,

dan

Amoma Hemolimfe ... 42

Konsumsi Oksigen Insang ... 46

Pengaruh Salinitas pada Metabolisme Kepiting Bakau . .... ... ... ... 48

Pengaruh Salinitas pada Tingkat Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Kepiting Bakau ... ... ... ... ... ... ... .... ... ... ... 56

Tingkat Kelangsungan Hidup ... ... ... .... ... .... .... ... ... .... 56

Pertumbuhan ... 58

Produksi Biomassa ... 65

Fenomena Molting ... ... 67

Neraca Energi ... " .... ... ... ... ... ... ... ... 70

Pengaruh Kadar Protein Pakan pada Tingkat Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Kepiting Bakau pada Salinitas Optimum ... 76

Tingkat Kelangsungan Hidup ... 76

Pertumbuhan ... ... ... ... 76

Produksi Biomassa ... , ... 82

Fenomena Molting ... 82

Fisika Kimia Air ... ... 83

Pembabasan Umum ... 84

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 86

Saran ... 86

DAFTARPUSTAKA ... 87

LAMPlRAN ... ... ... .... ... ... 97

(12)

Halaman

1 Parameter fisika kimia air yang diukur dan metode/alat yang digunakan ... 36 2 Osmolaritas hcmolimfe (OH), osmolaritas media (OM), dan tingkat

kerja osmotik (TKO) kepiting bakau pada berbagai salinitas media ... 38 3 Konsentrasi ion-ion hemolimfe kepiting bakau pada berbagai salinitas

media ... 39 4 Glukosa (GH), protein (PH), total asam amino (AAH), dan arnonia

hemolimfe (AH) kepiting bakau pada berbagai salinitas media ... 42 5 Konsumsi oksigen insang kepiting bakau pada berbagai salinitas media. .... 46 6 Konsumsi oksigen basal, kenyang, dan rutin (mg O,/g/jarn) kepiting

bakau pada berbagai salinitas dan bobot tubuh... ... ... ... ... ... .... ... 48 7 Laju metabolisme basal, kenyang, rutiI1, dan SDA (kJ/g/hari) kepiting

bakau pada berbagai salinitas dan bobot tubuh ... ... ... .... ... .... ... .... ... 53 8 Tingkat kelangsungan hidup (TKH), konsumsi paksn (KP), laju

pertumbuhan bobot spesifik harian (LPBH), pertumbuhan lebar karapas (PLK), produksi biomassa (PB), dan efisiensi pernanfaatan paksn (EPP) kepiting bakau yang dipelihara pada berbagai salinitas media ... ... 56 9 Persenlase retensi protein (RPr), lemak (RL), kalsium (RCa), dan fosfor

(RP) kepiting bakau yang dipelihara pada berbagai salinitas media .... .... .... 63 \0 Komposisi tubuh kepiting bakau yang dipelihara pada rerbagai salinitas

media ... 63 11 Frekuensi molting (F), periode waktu antarmolting pertama (Mo-I), kedua

(MI-'), konsentrasi kalsium, dan fosfor eksuvia kepiting bakau pada berbagai salinitas media ... 67 12 Konsumsi energi (KE), energi metabolis (EM), Laju metabolisme (LM),

SDA, dan retensi energi (RE) kepiting bakau pada berbagai salinitas

media ... 70 13 Tingkat kelangsungan bidup (TKH), konsumsi pakan (KP), laju

pertumbuhan bobot spesifik harian (LPBH), pertumbuhari lebar karapas (PLK), produksi biomassa (PB), dan efisiensi pemanfaatan paksn (EPP) kepiting bakau yang diberi pakan dengan ksdar protein berbeda .... ... ... 76 14 Persentase retensi protein (RPr), lemak (RL), energi (RE), kalsium (RCa),

dan fosfor (RP) kepiting bakau yang diberi paksn dengan kadar protein berbeda ... _... 79 15 Frekuensi molting (F), periode waktu antarmolting pertama (Mo-I), kedua

(MI-'), konsentrasi kalsium, dan fosfor eksuvia kepiting bakau yang diberi pakan dengan kadar protein berbeda.. ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 83

(13)

HalsmaD

I Skema pendekatan pemecahan masalah dan reneana evaluasi pengaruh salinitas pada kinerja pertumbuhan kepiting bakau betina dan evaluasinya

pada salinitas optimum dengan kadar protein pakan berbeda .... ... 3

2 Kepiting bakau (s. .errata Forsskal) ... 5

3 Prosedur pembuatan media perlakuan ... ... ... ... ... ... .... .... .... .... .... 25

4 Tala letak satuan percobaan setelah pengacakan ... ... ... .... .... .... .... ... 27

5 Wadab percobaan pengukuran metabolisme ... 29

6 Wadah percobaan pemelibataan kepiting bakau ... 31

7 HubWlgan salinitas media dengan konsentrasi ion Na +,

cr,

Mi+, Ca2+, K+, dan

sol-

hemolimfe kepiting bakau ... ... .... ... ... .... .... ... ... ... .... .... 40

8 Hubungan salinitas media dengan tingkat kerja osmotik kepiting bakau .... 42

9 Hubungan salinitas media dengan konsentrasi glukosa (a) dan protein (b) hemolimfe kepiting bakau ... ... ... .... ... ... ... .... ... .... .... ... .... .... ... 44

10 Hubungan salinitas media dengan konsentrasi amonia hemolimfe kepiting bakau ... 46

II Hubungan salinitas media dengan konsurnsi oksigen insang kepiting bakau ... 48

12 Hubungan salinitas media dengan konswnsi oksigen pada kondisi basal (a), kenyang (b), dan rutin (e) kepiting bakau bobot 20,40,60, dan80g ... 51

13 Tingkat konsurnsi oksigen kenyang kepiting bakau pada bobot 20 (a), 40 (b),

e

(60), dan 80 g (d) pada berbagai tingkat salinitas selama 24 jam sesudah makan ... ... .... ... ... ... ... .... .... ... ... .... ... .... .... ... ... ... 52

14 Hubungan salinitas media dengan SDA kepiting bakau pada bobot 20, 40, 60, dan 80

g...

56

15 Hubungan salinitas media dengan tingkat kelangsungan hidup kepiting bakau ... 58

16 Hubungan salinitas media dengan konsumsi pakan (a) dan efisiensi pemanfaatan pakan (b) kepiting bakau .. ... ... ... .... ... .... .... ... ... ... .... ... 61

17 Hubungan salinitas media dengan laju pertumbuhan bobot spesifik batian (a) dan pertumbuhan lebar karapas (b) kepiting bakau ... 62

18 Hubungan salinitas media dengan retensi protein (a) dan kalsiurn (b) kepiting bakau ... ... ... ... ... ... .... ... ... ... ... ... ... .... ... 65

19 Hubungan salinitas media dengan produksi biomassa kepiting bakau ... 66

(14)

dan periode waktu antarmolting kedua (b) kepiting bakau... .... ... ... ... 69 21 Hubungan salinitas media dengan konsumsi energi (a). energi

metabolis (b), laju metabolisme basal (e), dan laju metabolisme

kenyang (d) kepiting bakau ... 74 22 Hubungan salinitas media dengan SDA (a),laju metabolisme rutin (b),

dan retensi energi (e) kepiting bakau ... 75 23 Hubungan kadar protein pakan dengan laju pertumbuban bobot spesifik

harian kepiting bakau... 78 24 Hubungan kadar protein pakan dengan persentase retensi protein (a),

kalsium (b), dan fosfor (e) kepiting bakau ... 81

(15)

Halaman

I Komposisi bahan pakan percobaan.. ... .... ... ... ... .... ... ... ... ... ... ... .... ... 98

2 Komposisi vitamin mix pakan percobaan... 98

3 Komposisi mineral mix pakan percobaan ... ... .... .... .... ... ... ... ... 99

4 Hasil anaiisis proksimat bahan pakan percobaan .... ... ... ... ... ... ... ... 99

5 Prosedur pembuatan pakan percobaan ... ... ... .... .... .... ... ... ... ... ... ... 100

6 Hasil analisis proksimat pakan percobaan ... ... ... .... .... ... .... ... ... ... ... 10 I 7 Prosedur pengukuran osmolaritas hemolimfe kepiting bakan .... .... ... ... 102

8 Prosedur pengukuran osmolaritas media percobaan .... .... ... ... ... 103

9 Prosedur pengukuran glukosa hemolimfe kepiting bakau ... 104

10 Prosedur pengukuran amonia hemolimfe kepiting bakau... ... ... ... 104

II Prosedur pengukuran ion-ion.... ... ... ... ... ... ... .... ... ... ... .... ... ... ... 105

12 Prosedur anaiisis proksimat kadar protein ... 106

13 Prosedur anaiisis proksimat kadar lemak ... 107

14 Prosedur analisis proksimat kadar energi ... " ... ". 108 15 Prosedur analisis proksimat kadar kalsium ... 109

16 Prosedur analisis proksimat kadar fosfor .... ... .... .... .... .... .... .... ... ... ... 110

17 Prosedur pengukuran konsumsi oksigen kepiting bakau .. .... ... ... ... III 18 KhIorinitas dan osmolaritas media pada berbagai salinitas ... ... ... ... 112

19 Konsentrasi ion-ion media pada berbagai salinitas ... ', ... '... .... 113

20 Analisis ragam pengaruh salinitas pada tingkat keIja osmotik kepiting bakau ... 123

21 Analisis ragam pengaruh salinitas pada konsentrasi Na+ hemolimfe kepiting bakau ... 113

22 Analisis ragam pengaruh salinitas pada konsentrasi

cr

hemolimfe kepiting bakau ... 113

23 Analisis ragam pengaruh salinitas pada konsentrasi Mi+ hemolimfe kepiting bakau.. ... .... ... ... ... ... .... .... ... .... .... .... ... ... .... ... ... 114

24 Analisis ragam pengaruh salinitas pada konsentrasi

ea

2+ hemolimfe kepiting bakau. ... ... ... ... ... ... .... ... .... .... .... .... ... ... .... ... ... ... 114

25 Analisis ragam pengaruh salinitas pada konsentrasi K+ hemolimfe kepiting bakau ... 114

(16)

kepiting bakau ... 114 27 Analisis mgam pengarub salinitas pada glukosa hemolimfe kepiting

bakau ... 115 28 Analisis·mgam pengarub sai;nitas pada protein hemolimfe kepiting

bakau ... 115 29 Analisis mgam pengaruh salinitas pada konsentmsi total asam amino

hemolimfe kepiting bakau ... 115 30 Analisis mgam pengarub salinitas pada amonia hemolimfe kepitiog

bakau ... 115 31 Analisis mgam pengarub salinitas pada konsumsi oksigen insang (tanpa

digitalis blok ATPase) kepiting bakau ... 116 32 Analisis mgam pengarub salinitas pada konsumsi oksigen insang

(dengan digitalis blok ATPase) kepiting bakau ... 116 33 Analisis mgam pengarub salinitas pada kemapuan pompa ion kepiting

bakau ... 116 34 Analisis ragam pengarub salinitas pada konsumsi oksigen basal kepiting

bakau bobot 20 g ... 116 35 Analisis mgam pengarub salinitas pada konsumsi oksigen basal kepiting

bakau bobot 40 g ... 117 36 Analisis ragam pengaruh salinitas pada konsumsi oksigen basal kepiting

bakau bobot 60 g ... 117 37 Analisis mgam pengaruh salinitas pada konsumsi oksigen basal kepiting

bakau bobot 80 g ... 117 38 Analisis ragam pengaruh salinitas pada konsumsi oksigen kenyang

kepiting bakau bobot 20 g ... 117 39 Analisis ragam pengaruh salinitas pada konsumsi oksigen kenyang

kepiting bakau bobot 40 g ... 118 40 Analisis ragam pengaruh salinitas pada konsumsi oksigen kenyang

kepiting bakau bobot 60 g ... 118 41 Analisis ragam pengarub salinitas pada konsumsi oksigen kenyang

kepiting bakau bobo! 80 g ... 118 42 Analisis mgam pengarub salinitas pada konsumsi oksigen rutin kepiting

bakau bobot 20 g ... 118 43 Analisis ragam pengarub salinitas pada konsumsi oksigen rutin kepiting

bakau bobot 40 g ... 119 44 Analisis ragam pengaruh salinitas pada konsumsi oksigen rutin kepiting

bakau bobot 60 g ... 119

(17)

bakau bobot 80 g ... 119 46 Analisis ragam pengaruh saIinitas pada l.ju metabolisme basal kepiting

bakau bobot 20 g ... 119 47 Analisis ragam pengaruh salinitas pada l.ju metabolisme basal kepiting

bak.u bobot 40 g ... 120 48 Analisis ragam pengaruh saIinitas pada l.ju metabolisme basal kepiting

baksu bobot 60 g ... 120 49 Analisis ragam pengaruh saIinitas pada l.ju metabolisme basal kepiting

bak.u bobot 80 g ... 120 50 Analisis ragam pengaruh saIinitas pada l.ju metabolisme kenyang

kepiting bak.u bobot 20 g ... 120 51 Analisis ragam pengaruh s.linitas pada laju metabolisme kenyang

kepiting bakau bobot 40 g ... 121 52 Analisis ragam pengaruh saIinitas pad. l.ju metabolisme kenyang

kepiting baksu bobot 60 g ... 121 53 Analisis ragam pengaruh saIinitas pada l.ju metabolisme kenyang

kepiting bakau bobot 80 g ... 121 54 Analisis ragam pengaruh saIinitas pada l.ju metabolisme rutin kepiting

bakau bobot 20 g ... 121 55 Analisis r.gam pengaruh salinitas pada l.ju metabolisme rutin kepiting

baksu bobot 40 g ... 122 56 Analisis ragam pengaruh salinitas pada l.ju metabolisme rutin kepiting

baksu bobot 60 g ... 122 57 Analisis ragam pengaruh salinitas pada laju metabolisme rutin kepiting

baksu bobot 80 g ... 122 58 Analisis ragam pengaruh salinitas pada SDA kepiting baksu bobot 20 g ... 122 59 Analisis ragam pengaruh saIinitas pada SDA kepiting baksu bobot 40 g ... 123 60 An.lisis ragam pengaruh salinitas pada SDA kepiting bakau bobot 60 g ... 123 61 Analisis ragam pengaruh salinitas pada SDA kepiting baksu bobot 80 g ... 123 62 Analisis ragam pengaruh saIinitas pada tingkat kelangsungan bidup

kepiting baksu ... 123 63 Analisis ragam pengaruh saIinitas pada I.ju pertumbuban bobot spesifik

harian kepiting baksu ... 124 64 Analisis ragam pengaruh saIinitas pada pertumbuban lebar karapas

kepiting bak.u ... 124. 65 analisis ragam pengaruh s.linitas pada konsumsi pakan kepiting baksu .... 124

(18)

kepiting bakau ... 124

67 Analisis mgam pengaruh salinitas pada kandungan protein daging kepiting bakau ... 125

68 Analisis mgam pengaruh salini"", pada kandungan lemak daging kepiting bakau ... 125

69 Analisis mgam pengaruh salinitas pada kandungan energi daging kepiting pertama kepiting bakau ... 125

70 Analisis ragam pengaruh salinitas pada retensi protein kepiting bakau ... 125

71 Analisis ragam pengaruh salinitas pada retensi lemak kepiting bakau ... 126

72 Analisis ragam pengaruh salinitas pada retensi kalsium kepiting bakau ... 126

73 Analisis ragam pengaruh salinitas pada retensi fosfor kepiting bakau ... 126

74 Analisis ragam pengaruh salinitas pada produksi biomassa kepiting bakau ... 126

75 Analisis ragam pengaruh salinitas pada frekuensi molting kepiting bakau .. 127

76 Analisis ragam pengaruh salinitas pada periode waktu antarmolting pertama kepiting bakau ... 127

77 Analisis ragam pengarub salinitas pada periode waktu antarmolting kedua kepiting bakau ... 127

78 Analisis ragam pengaruh salinitas pada kadar kalsium eksuvia kepiting bakau setiap molting ... 127

79 Analisis ragam pengarub salinitas pada kadar fosfor eksuvia kepiting bakau setiap molting ... 128

80 Analisis ragam pengaruh salinitas pada konsumsi energi kepiting bakau ... 128

81 Analisis ragam pengarub salinitas pada energi metabolis kepiting bakau ... 128

82 Analisis ragam pengaruh salinitas pada I.ju metabolisme basal kepiting bakau ... 128

83 Analisis mgam pengarub salinitas pada laju metabolisme kenyang kepiting bakau ... 129

84 Analisis mgam pengaruh salinitas pada SDA kepiting bakau ... 129

85 Analisis mgam pengaruh salinitas pada laju metabolisme rutin kepiting bakau ... 129

86 Analisis ragam pengaruh salinitas pada retensi energi kepiting bakau ... 129

87 Analisis ragam pengaruh salinitas pada rasio energi metabolis--konsurnsi energi kepiting bakau ... 130

88 Analisis ragam pengaruh salinitas pada rasio retensi energi-konsumsi energi kepiting bakau ... 130

(19)

kepiting bakau ... 130 90 Analisis ragam pengaruh salinitas pada rasio laju metabolisme

rutin-konsumsi energi kepiting bakau. ... 130 91 Analisis ragam pengarub kadar protein pakan tingkat ke1angsungan

bidup kepiting hakau ... 131 92 Analisis ragam pengarub kadar protein pakan pada laju pertumbuban

bobot spesifIk barian kepiting bakau ... 131 93 Analisis ragam pengarub kadar protein pakan pada pertumbuban lebar

kanspas kepiting bakau ... 131 94 Analisis ragam pengarub kadar protein pakan pada konsumsi pakan

kepitingbakau ... 131 95 Analisis ragam pengarub kadar protein pakan pada efisiensi pernanfaatan

pakan kepiting bakau ... 132 96 Analisis ragam pengarub kadar protein pakan pada retensi protein

kepiting bakau ... 132 97 Analisis ragam pengarub kadar protein pakan pada retensi lemak

kepitingbakau ... 132 98 Analisis ragam pengarub kadar protein pakan pada retensi energi

kepiting bakau ... 132 99 Analisis ragam pengarub kadar protein pakan pada retensi kalsium

kepiting bakau ... 133 100 Analisis ragam pengarub kadar protein pakan pada retensi fosfor

kepiting bakau ... 133 101 Analisis ragam pengarub kadar protein pakan pada produksi biomassa

kepiting bakau ... 133 102 Analisis ragam pengarub kadar protein pakan pada frekuensi molting

k .. epltmg bak au ... 133 103 Analisis ragam pengarub kadar protein pakan pada periode waktu

anlannolting pertama kepiting bakau ... 134 104 Analisis ragam pengarub kadar protein pakan pada periode waktu

antar molting kedua kepiting bakau ... 134 105 Analisis ragam pengarub kadar protein pakan pada konsentrasi kalsium

eksuvia kepiting bakau setiap molting ... 134 106 Analisis ragam pengarub kadar protein pakan pada konsentrasi fosfor

eksuvia kepiting bakau setiap molting ... 134

(20)

Latar Belakang

Kepiting bakau (&y/la serrato Forsskal) merupakan salah s.tu organisme estuari. bernilai ekonomis tinggi (Millamen. dan Quinito 2000; Fr.tini dan Vannini 2002; Trino dan Rodriguez 2002). Jenis kepiting ini telah dikenal b.ik eli pasaran dalam negeri maupilll luar negeri karena rasa dagingnya yang lezat dan bemil'; gizi tinggi yakni mengandung berl>agai nutrien penting seperti mineral dan asam lemak 0)-3 (Catacutan 2002).

Selama ini permintaan konsumen akan kepiting bakau sebagian besar

dipenuhi dan basil penangkapan eli alam yang sifatoy. fluktuatif. Di sisi lain,

meningkatnya pennintaan konsumen terutama di pasar internasional menuntut produksi kepiting bakau yang berkesinambungan yang hany. dapat dipenuhi

melalui upaya buelidaya secara intensif. Keberhasilan budidaya kepiting bakau

elitunjukkan oleh pertumbuhan yang pes.t dalam waktu singkat dan tingkat kelangliungan hidup yang tinggi. Pertumbuhan hany. dapat terjadi apabil.

terdapat kelebihan energi, setelah energi yang elikonsumsi dikurangi dengan

kebutuhan energi untuk hidup pokok. Perubahan konelisi lingkungan, terutam.

salinitas, akan berpengaruh pada besaran energi yang dikonsumsi, dan besamya

energi yang digunakan untuk osmoregulasi. Dengan dernikian, perubahan

lingkungan akan mempengaruhi pertumbuhan.

S.linitas merupakan s.lah satu faktor lingkungan yang berpeng.ruh penting

pada kelangliungan hidup, konsumsi pakan, metabolisme, dan pertumbuhan organisme akuatik (Kumlu ef of. 2001; Rowe 2002; Villareal ef al. 2003; Huynh

dan Fotedar 2004; Z""hati. dan Kak.ti 2004) karena merupakan masking factor

yang dapat rnemodifikasi peubah fisika dan kimia air menjadi satu kesatuan

pengaruh yang berdampak osmotik pada osmoregulasi dan bioenergetik organisme akuatik (Gilles dan Pequeux 1983; Ferraris et of. 1986). Dalam hal ini, salinitas akan berpengaruh pada pengaturan ion-ion internal, yang seeara langsung

memerlukan energi untuk transport

aktif

ion-ion guna mempertahankan·
(21)

kondisi salinitas medium mampu mendukung proses·proses fisiologis seeara

maksimal. Dengan demikian, untuk menghasilkan pertumbuhan kepiting bakau yang pesat dan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi diperlukan salinitas media pemeliharaan yang mampu mengoptimalkan konsumsi pakan

dan

meminimalkan pembelanjaan energi untuk osmoregulasi.

Pendekatan Pemecaban Masalah

Pertumbuhan kepiting bakau berkaitan dengan efisiensi pemanfaatan pakan khususnya energi pakan. Salah satu faktor penentu efisiensi tersebut adalah

kualitas media, yaitu salinitas. Meskipun kepiting bakau termasuk organisme akuatik yaog bersifat eurihaline, yaitu mampu beradaptasi pada media dengan rentang salinitas lebar yakni I sarnpai 42 ppt (Chen dan Chia 1997), kisaran salinitas yang optimun untuk tumbub lebih sempit jika dibandingkan dengan kisaran untuk mempertahankan kehidupannya.

Pads dasamya pertumbuhan kepiting bakau bergantung pads energi yang tersedia, bagaimana energi tersebut digunakan di dalarn tubub, dan pertumbuhan hanya akan terjadi apabila terdapat kelebihan energi setelab kebutuban energi minimalnya (untuk hidup pokok) terpenubi. Kepiting bakau akan kehilangan energi sebagai akihat dari penggunaan energi uotuk: osmoregulasi. Tingkat

pemanfaatan pakan (energi) untuk pertumbuhan sangat bergantung pads daya dukung lingkungannya. Dalarn rentang kualitas air yang layak dan kebutuhan pakan bagi kehidupan kepiting bakau terpenubi, salinitas media akan menentukan pertumbuhan yang selanjutnya akan menentukan tingkat efisiensi pemanfaatan

pakan (Garnbar 1).

Dati permasalahan di atas dapat dinyatakan bahwa untuk menghasilkan pertumbuhan kepiting bakau yang maksimal diperlukan media pemeliharaan dengan salinitas yang optimun sehingga mampu meningkatkan efisiensi

pemanfaatan pakan (energi). Oleh karena tingkat salinitas optimun untuk pertumbuban kepiting bakau belum dapat ditentukan, perlu dilakukan penelitian dengan Iingkup kajian sebagai berikut :

1 Osmoregulasi. yaitu kemampuan kepiting untuk: melakukan adaptasi sehingga

(22)

Kualitas air lain

セ@

[

(pH, 0"

dll)

セi@

Osmotik tubuh

I

1

+

Metabolisme

---?

?

- - 7

Pertumbuhan

I-•

Kepiting

I---?

W

Efisiensi pakan

Konsumsi pakan

- - 7

(Energi)

Pakan

---?

I

-Gambar 1 Skema pendekatan pemecahan masal.h dan rencana ev.luasi pengaruh salinitas p.d. kioerj. pertumbuban kepiting bakau dan evaluasinya pada salinitas optimum dengan kadar protein pakan berbeda.

[image:22.830.5.778.84.448.2]
(23)

2 Metabolisme, yaitu kemampuan kepiting untuk. memetabolisme energi pada

salinitas tertentu.

3 Pertumbuhan, yaitu kemampuan kepiting untuk tumbub pada salinitas tertentu. 4 Efisiensi pemanfaatan pakan, yaitu kemampuan kepiting mengkonsumsi pakan secara maksimun pada salinitas tertentu

dan

memanfaatkannya untuk tumbuh .

. Tujuan dan Kegunaan

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas. penelitian ini bertujuan:

I Mengetabui pola osmoregulasi dan metabolisme kepiting bakau yang dipelihara pada berbagai salinitas.

2 Mengevaluasi kineIja pertumbuban kepiting bakau yang dipelibara pada berbagai salinitas dan menentukan salinitas optimum yang mengbasilkan pertumbuban yang maksimal.

3 Mengevaluasi kineIja pertumbuban kepiting bakau yang diberi pakan dengan kadar protein berbeda pada salinitas optimun.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan informasi

pengetabuan mengenai peran salinitas pada tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuban kepiting bakau

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1 Perbedaan salinitas media akan mempengaruhi perbedaan kineIja

pertmnbuhan kepiting bakau.

(24)

Sistematika daD Ciri Morfologis Kcpiting Bakau

Kepiting bakau (S<yl/a serrata Forsskal) tergolong ke dalam filum Arhtropoda, subfilum Mandibulata, kelas Crustacea, subkelas Malacostraca, sen

Eumalacostraca, superordo Eucarida. erdo d・」。ーッ、。 セ@ subordo Raplantia. seksi

Brachiura, subseksi Branchyrhyncha, famili Portunidae, marga Scylla (Motoh 1977; Keenan el al. 1998).

Ciri-ciri morfologis kepiting bakau adaJah karapasnya berukuran lebib lebar

dari pada panjaog, paojang karapas kurang lebih dua pertig. dari lebamya. Sisi antero-lateral berduri sembiJan buah dengan ukuran yang harnpir sarna besar. Oi

sntaea sepasang matanya terdapat eDam buab duri. sedangkan di bagian kanan dan kirinya masing-rnasing mempunyai sembilan buah duri . Pada dahi terdapat empat

buah gigi tumpul, tidak lermasuk ruaog mata sebelah dalarn yang berukuran kurang lebih sarna. Mcmpunyai sepasang sapit, riga pasang kaki jalan dan sepas80g kalci rcoang. Pasangan sapit mempunyai bagian propodus yang menggembung dengan permukaan licin

dan w..uan

yang cukup besar dibanding kakj-kaki yang lain dan berfungsi untuk memegang. Pasangan kaki terakhir (periopod V) berebentuk pipih pada ruas terakhir dan berfungsi sebagai alat renang (Motoh 1977; Kuntiyo el al. 1994; Keenan el al. I 998)(G.mbar 2). [image:24.608.85.546.54.780.2]
(25)

Ukuran ruas-ruas abdomen dapa! digunakan untuk membedakan antara kepiting janlan dan belina. Ruas abdomen kepiling janlan sempit, sementara pada betina lebih besar. Perut kepiting jantan berbentuk segitiga meruncing. sementara belina berbentuk segitiga melebar. Perbedaan lain adalab pleopod (kaki renang) yang terletak di bawah abdomen. Pada kepiting janlan pleopod tersebut berfungsi sebagai alat kopulasi, sedangkan pada betina berfungsi sebagai tempat pelekatan/ penempelan telur (Motoh 1977).

Salinitas dan Osmoregulasi

Salinitas merupakan konsentrasi total dari semua ion yang larot dalam air,

dan dinyatakan dalam bagian perseribu (ppt) yang setara dengan gram per liter (Boyd 1990). Sifat osmolik air berasa1 dari seluruh elektrolit yang lamt dalam air tersebut. Semakin tinggi salinitas, konsentrasi elektrolit makin besar, sehingga

tekanan osmotiknya makin linggi (McConnaughey dan Zottoli 1983). Air laut mengandung 6 elemen terbesar, yaitu

cr,

Na+, Mg'+, Ca'+, K, dan SO," (Iebih dari 90% dari garam total yang terlamt) ditambab elemen yang jurnlahnya kecil (unsur mikro) seperti Br, Sr'+, dan B+. Ion-ion yang dominan dalam menentukan tekanan osmolik (osmolaritas) air laut adalab Na+ (450 mM) dan

cr

(560 mM),

dengan porsi 30.61 dan 55.04 persen dari total konsentrasi ion-ion terlarut

(McConnaughey dan Zottoli 1983; Nybakken 1990; Boeuf dan Payan 2001; Mananes e( 01. 2002).

Salinitas dapat mempengaruhi aktivitas fisioiogis organisrne akuatik karena

pengaruh osmotiknya (Gilles dan Pequeux 1983; Ferraris e( 01. 1986). Ditinjau

dari aspek ekofisiologi, organisme akualik dapat dibagi menjadi dua kategori sehubungan dengan mekanisme faalinya dalam mcnghadapi osmolaritas media

(salinitas), yaitu osmokonfonner dan osmoregulator. Osmokonformer adalah

orgarusme yang secara osmotik labil karena tidak mempunyai kemampuan

mengatur kandungan garam serta osmolaritas cairan intemalnya. Oleh sebab itu,

osmolaritas cairan tubuhnya selalu berubah sesuai dengan kondisi osmolaritas

media bidupnya. Osmoregulator adalah organisme yang mempunyai mekanisme

faali untuk menjaga kemantapan linglrungan intemalnya dengan cara mengatur

(26)

Fanner 1983; Nybakken 1990). Sesuai dengan rentang salinitas yang masih dapat

ditolerir yaitu I sampai 42 ppt (Chen dan Chia 1997), kepiting bakau termasuk organisme akuatik tipe osmoregulator. Kemampuan osmoregulasinya sangat

bergantnng pada tingkat salimtas medianya

Osmoregulasi merupakan mekanisme adaptasi lingkungan yang penting

bagi organisme akuatik, khusnsnya krustasea, nntuk menjaga kemantapan

lingkungan intemalnya dengan cara mengatur keseimbangan osmotik antara

cairan intrasel dengan cairan ekstraselnya (Mantel dan Fanner 1983; Lignot el al. 1999; Huynh dan Fotedar 2004). Dalam proses ini diperlukan transpor aktif terutama pompa Na·K.ATPase. karena ion-ion Na+ dan K+ merupakan ion-ion

yang dominan. Hal ini dilakukan nntuk mempertahankan gradien osmotik antara

cairan tubnh dan cairan medinm agar proses fisiologis dalam tubnh berjalan normal (Towle el al. 2001; Mananes el al. 2002). Aktivitas Na+fI(+-ATPase lebih tinggi pada insang bagian posterior karena insang bagian posterior berhnhnngan

dengan fungsi osmoregulasi utama, sedangkan insang anterior sebagian besar berfungsi nntuk respirasi (Thurman 2003; Palacios el al. 2004). Osmoregulasi pada organisme akuatik bergantung pada transport aktif ion-ion melalui pompa elektrogenik pada membran selluler (Alvares el al. 2004).

Osmoregulasi dapat teIjadi lewat dua mekanisrne yaitu dengan

mempertahankan kemantapan osmolaritas cairan ekstrasel tanpa barus mendekati isoosmotik pada salinitas media, dan menjaga kemantapan osmolaritas cairan intrasel agar tetap isoosmotik dengan cairan ekstraselnya Kedua mekanisme

tersebut dilakukan dengan cam mengatur volume air di dalam cairan ekstrasel

serta mengatur pertukaran ion antara cairan intrasel dan ekstrasel (Gilles dan Pequeux 1983). Faktor-faktor yang mempengarnhi tekanan osmotik intraselluler

akan mempengaruhi metabolisme asam amino dan selanjutnya mempengaruhi

komposisi protein pada kondisi stres osmotik. Dalam hal lain, osmoregulasi

ekstraselluler, dengan kata lain, berhubungan dengan penggunaan energi nntuk

transpor ion aktif, meliputi degradasi bahan-bahan yang kaya energi seperti

lemak. Mekanisme ini akan menghasilkan respon perubahan biokimia pada.

(27)

Komponen yang terlibat dalam osmoregulasi adalab (I) kendali honnona! (organ X/kelenjar sinus dan organ perikardia), dan (2) protein pada membran sel, yang berperan sebagai sistem pompe ion, pengemban (karier) dan biokatalisator (enzim, Na-K ATP ase), serta energi (ATP) untuk transport aktif. Adapun organ-organ tubuh yang ikut berperan sebagai tempat berlangsungnya osmoregulasi adalab insang, saluran pencernaan, integumen (kulit) dan organ ekskresi pada kelenjar antena (Mantel dan Farmer 1983; Wilder ef al. 2000; Mananes ef al.

2002).

Pada kondisi lingkungan yang hipertonik, cairan tubuh kepiting bersifat hipoosmotik terbadap media hidupnya. Oleh sebab itu, air dari cairan tubuh cenderung untuk bergerak ke luar secarn osmosis (Mantel dan Farmer 1983). Dalam kondisi tersebut kepiting akan berusaha mempertahankan osmolaritas

cairan tubuh agar cairan internal

tidak

keluar dari selnya serta mencegah agar

cairan urin tidak lebih pekat dan hemolimfenya. Untuk keperluan itu, kepiting mengekstrak H20 dati med.ianya, dengan cara minum air atau memasukkan air

lewat insang dan kulit (pada saat ganti kulit). Di dalarn saluran pencemaan, air dan ion terlarut itu diabsorbsi. Kelebihan ion, terutama Na +

dan

cr

yang diamhil

oleh hemolimfe akan dikeluarkan oleh insang melalui sel-sel epitei (salt secreting epithelium), sehingga diperoieh air bebas ion untuk pembentukan urin dan keseimbangan osmotik cairan tubuh kepiting. Pengaturan keseimbangan ion

tersebut dilakukan dengan cara transport aktif yang memerlukan sejurnJah energi

yang berasal dan ATP (Adenosin tri-fosfat) (Mantel dan Farmer 1983; Verslycke dan Janssen 2002).

Pada kondisi lingkungan yang hipotonik, cairan tubuh kepiting bersifat

hiperosmotik terhadap media eksternalnya. Pada kondisi tersebut, air dari media

ekstemal cenderung untuk menembus masuk ke dalam bagian tubuh yang berlapis

tipis, antara lain insang, usus dan kulit (pada saa! ganti kUlit). Ion-ion cenderung berdifusi ke luar tubuh dan cairan internal akan terancarn kekurangan ion melalui

ekskresi. Untuk mengatasi bal itu, kepiting akan berusaba mempertahankan kernantapan osmolaritas cairan tubuh dengan mekanisme regulasi ィゥー・イッウュッエゥセ@

(28)

ekskresi (kelenjar antena). Dalam hal ini alat ekskresi berfungsi sebagai "pompa air" sehingga kelebiban volume air di dalarn cairan ekstrasel dapat dikeluarkan melalui urin yang hipoosmotik (GiUes dau pequeux 1983; Mantel dan Farmer 1983). Rainbow dan Black (2001) mengemukakan babwa permeahilitas krustasea dekapoda berhubungan dengao salinitas. Adaptasi secara fisiologis dalam permeabilitas pada salinitas rendab mengurangi pengambilan dau pengeluaran air, kehilangao garam-garam dau pembelanjaan energi dibutuhkan untuk pengambilan ion pacta salinitas rendah.

KebutubaD Pakan Kepiting Bakau

Informasi mengenai pakan kepiting bakau di alam telab dilaporkan oleh Lavina (1980), Kuntiyo e/ 01. (1994) dau Catacutan (2002). Kepiting bakau dewasa termasuk jenis hewan pemakan segala dan bangkai (omnivorous scavenger). Pada saat larva, kepiting bakau memakan plankton, dau pada saat juvenil menyukai detritus sedaugkan kepiting dewasa menyukai ikan dau moluska terutarna kekerangan. Penggunaan pakan buatan pada kepiting bakau telab dilakukan (Sheen dau Wu 1999; Sheen 2000; MiUarnena dan Quinito 2000; Catacutan 2002) meskipun masih sebatas penelitian.

Kepiting bakau membutuhkan pakan untuk mempertahankan eksistensi hidup serta pertumbubannya, dau akan bertumbuh dengao baik jika pakan yang tersedia mengandung seroua unsur-UDsur nutrien yang dibutuhkan.

Gutierrez-Yunita dau Montes (2001) mengemukakan bahwa komposisi nutrisi pakan esensial akan menentukan pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan

organisme.

Seeara umum kebutuhan nutrien kepiting bakau meliputi protein,

karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineraL Protein merupakan komponen pakan

terpenting dalam sel makhluk hidup yang berfungsi untuk membentuk jaringan tubuh, mernperbaiki jaringao tubuh yang rusak, merupakan komponen enzim dalam tubuh dau sumber energi untuk keperluan metabolisme. Karbohidrat, selain untuk memenuhi kebutuhan energi dan persediaan makanan di dalam tubuh, juga .

berfungsi untuk sintesis khitin pada kulit, polimerisasi khitin

dan

pembentukan
(29)

untuk pertumbuhan, yang berfungsi untuk pemeliharaan struktur dan integritas membran sel dalam bentuk fosfolipid

dan

sebagai sumher energi. Vitamin

merupakan senyawa organik yang dibutubkan meskipun dalam jurnlab yang sedikit, tetapi mempunyai peraoan penting dalam proses fisiologtsnya. Mineral

mempuny.i peranan dalam pembentukan eksoskeleton, mempertahankan tingkat koloidal cairan tubuh dan mengatur beberapa sifat fisik sistern koloidal seperti viskositas, difusi. tekanan osmosis, struktur jaringan, pengiriman impuls syaraf,

kontraksi otot, mengatur keseimbangan asam basa dan sebagai komponen atau

aktifator enzim (NRC 1993; Anwar dan Piliang 1992; Hernandez et al. 2001; Pr.toomchat et al. 2002; S.tpathy et al. 2003).

Manajemen pemberian pakan pada budiday. kepiting b.kau merupakan faktor penentu keberhasilan. Menurut Jlyas et al. (1987), terdapat 5 prinsip yang perlu dipertimhangkan dalam memilih pakan yang tepat, yaitu : (1) kuantitas, (2) kualitas (nilai nutrisi dan sanitasi), (3) hentuk dan ukuran, (4) day. tarik, dan (5) ketabanan (stabilitas) di dalam .ir (media). Tujuan akhir .p1ilcasi pakan adalab untuk mendapalkan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi, I.ju perturnbuhan yang pesat dan bi.ya tetjangkau.

Kebutuhan Protein dan Eoergi Kepiting Bakau

Keberadaan protein dalam pak.n sang.t penting, baik dalam kualitas m.upun kuantitasny.. Sel.in digunakan sebagai baban untuk perturnbuhan, protein juga penting untuk poduksi enzim. dan lain-lain (Hernandez et al. 2001;

Kim dan Lall 2001; S.tp.thy et al. 2003). Perturnbuhan digambarkan seb.gai peningkatan protein tubuh dan protein merupakan komponen paling mahal dalam

formuiasi pakan (Kim dan Lall 2001).

Jika kebutuhan protein dari pakan tidak tercukupi, akan teqadi penunman drastis dan penghentian perturnbuhan .tau kehilangan bobot tubuh karen. hewan akan menarik kembali protein dari beberapa jaringan untuk mempertabankan fungsi jaringan yang lebih penting. Seb.likny. jik. pasokan protein berlebih m.k. energi yang digunakan untuk proses deaminasi asam-asam amino akan meningkat

sehingga mengurangi energi untuk perturnbuh.n vital (NRC 1993; Hernandez et

(30)

dengan pemasukan protein dan ketersediaan sumber energi nonprotein, yaitu

lemak. Pemasukan energi nonprotein memperlihatkan penghematan protein dari

katabolisme untuk penyediaan energi dan meningkatkan pemanfaatan protein

UDtuk pertumbuhan, suatu proses yang dikenal dengan protein sparing effect

(Satpathy ef af. 2003).

Energi adalah suatu kapasitas untuk melakukan kerja yang diperlukan dalam

semua fase metabolisme tubuh. Kebutuhan energi dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain spesies, wnur, ukuran, aktivitas, dan jenis pakan. Energi dibutuhkan untuk kontraksi (gerak) dan untuk aktivitas proses metabolisme. Hampir 60% energi pakan yang dikonsumsi organisme digunakan untuk memelihara tubuh dan selebihnya digunakan untuk pertumbuhan. Kebutuhan energi kepiting harus dipenuhi melalui pemberian pakan seperti protein, lema!<,

dan karbohidrat yang merupakan sumber energi. Kandungan energi dan ukuran partikel pakan penting karena akan menentukan laju pertumbuhan dan deposisi energi (Halver 1989; Kim dan Lall 2001). Hasil penelitian Cataeutan (2002) memperlihatkan bahwa perturnbuhan kepiting bakau yang haik dihasilkan pada

kepiting yang diberi pakan dengan kadar energi 14.7 sampai 15.7 MJ/kg.

Pertumbuhan sangat dipengarubi oleh imbangan protein dan energi dalam pakan Pakan yang mengandung protein tinggi belurn tentu dapat mempercepat

pertumbuhan apahila kandungan energinya rendah. Kebutuhan energi untuk

pemeliharaan dan kegiatan tubuh harus dipenuhi terlebih dahulu, sebelurn energi

pakan tersebut digunakan untuk pertumbuhan. Protein dalam pakan akan

digunakan untuk menghasilkan energi jika kandungan energi pakan tak seimbang

dengan kandungan proteinnya (Lovell 1989). Taboada ef af. (1998) dan Rosas

ef af. (200 1) mengemukakan bahwa pakan dengan rasio protein per energi optimum menggambarkan titik keseimbangan antara jumlah energi yang

dibutuhkan untuk: metabolisme basal dan pertumbuhan. Keseimbangan antara

kebutuhan protein dan energi untuk pertumbuhan .dalah salah satu kunei untuk mendapatkan pakan yang sesuai. Satpathy ef af. (2003) mengemukakan bahwa pakan dengan rasio protein per energi optimun akan menghasilkan pertumbuhan

(31)

Penambahan nutrien sebagai penghasil energi dapat menurunkan

penggunaan protein sebagai sumber energi (protein sparing effect) sehingga dapat

meningkatkan fungsi protein dalam menunjang pertumbuban. Halver (1989)

mengemukakan bahwa pakan yang kekurangan energi akan rnenyebabkan' sebagian besar protein pakan digunakan sebagai sumber energi untuk keperluan

metabolisme. Sebaliknya jika kandungan energi pakan terlalu tinggi dapat menyebabkan pakan yang dimakan berkurang dan penerimaan nutrien lainnya

termasuk protein yang diperlukan untuk pertumbubanjuga berkurang.

Pet1umbuhan dan Molting Kepiting Bakau

Pertumbuban pada kepiting bakau merupakan pertambahan bobot badan dan lebar karapas yang terjarli secara berkala setelab terjadi pergantian kulit atau

molting (Sheen dan Wu 1999; Mayrand ef al. 2000; Catacutan 2002). Molting

bagi krustasea merupakan periode kritis yang menggambarkan kondisi fisiologis

dari proses pergantian kulit lama (eksoskeleton) (Gimenez ef al. 2001; Dooley

ef al. 2002). Molting dipengaruhi oleh faktnr ekatemal seperti salinitas,

tempemtur, dan faktor internal tennasuk status nutrisi dan ablasi mata (koo et al.

2005).

Peningkatan ukuran tubuh dan biomassa teIjadi setelah molting (Hoang

ef al. 2003) yakni selama periode antara postmolt dan premolt karena proses

fisiologis intensif dan biokimia terjadi selama periode tersebut (Mayrand et al.

2000; Godbout ef al. 2002), sedangkan pada periode postmolt terjadi peningkatan

pengambilan air (Dooley ef al. 2002). Pratoomchat ef al. (2002) mengemukakan

bahwa perubahan osmolalitas hemolimfe S. serrafa selama siklus molting

mungkin berkorelasi dengan elemen-elemen minor seperti kalsium, kalium,

tembaga, dan mangan atau tingkat protein dan karbohidmt. Kemungkinan

konsentrasi paling tinggi bahan organik ini terjadi selama premolt. Kalsium adalah

ion ulama yang diangknt dan disimpan dalam kutikula sebagai kalsium karbonat,

sedangkan tembaga memainkan peranan penting sebagai karier oksigen dalam

hemolimfe pada S. serrata.

(32)

pascaganti kulit (postmolt), periode waktu antarganti kulit (intennolt). Pada persiapan ganti kulit pertama, epidennis menyebar dari lapisan membran

dan

epikutikula barn, dan mobilisasi glikogen pada jaringan epidennal. Pada persiapan ganti kulit kedua, endokutikula barn mulai disekresi, duri barn keluar dari jaringan lipatan dactylus, dan lapisan memhran lama mengalami degenerasi menjadi

lapisan gelatin. Pada persiapan ganti kuht ketiga, periode resorhsi eksoskeleton

tua. Pada persiapan ganti kulit ォ・・ュー。セ@ resorpsi lengkap, eksoskeleton tua retal< sepanjang garis epimeraI dan penyerapan air dimulai. Pacia ekdisis, kepiting

melepas eksoskeleton tua dan penyempan air dipercepat. Pada periode ganti kulit pertarna, eksoskeleton tereliri alas membmn yang sangat lunak, kaki belum dapat menyanggah bobot badan, kepiting tidak akuf, penyerapan air kontinyu, dan mineralisasi eksoskeleton dimulai. Pada periode ganti kulit kedua, eksoskeleton temsa keras, kaki sudah dapat menyanggab bobot badan, kandungan air dalam tubuh konstan sekitar 86% dan mulai teIjadi penumpukan dan mineralisasi pada endokutikula. Pada peri ode pascaganti kulit pertarna, eksoskeleton umumnya tidak cacat. Pada periode pascaganti kulit kedua, bagian-bagian eksoskeleton kaku, dan kepiting mulai meneari pakan. Pada periode waktu antannolting pertarna, karapas hampir seluruhnya kaku kecuali branchiostegites, stemites, carpus dan merus dari kaki jalan dan periode pertumbuhan jaringan. Pada periode waktu antannolting kedua, kampas seluruhnya kaku, bmnchiostegites, stemites dan kaki jalan hampir kaku dan retak jika ditekuk, dan jaringan terus tumbuh. Pada periode waktu antannolting ketiga, seluruh eksoskeleton kaku tetapi mineralisasi pada endokutikula terns berlangsung, lapisan memhran bagian dalam sampai akhir tidak lengkap, pertumbuhan sempurna dan lapisan membmn melekat pada eksoskeleton.

Molting merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi

konsentrasi total protein dan glukosa hemolimfe beberapa spesies krustasea.

Osmolalitas hemolimfe krustasea sering bervariasi pada

tingkat

siklus molting

yang berbeda. Hal ini mungkin merupakan bagian dari refleksi yang berhubungan dengan pergerakan ion-ion natrium, khlorida, kaisium, magnesium, kalium, dan

(33)

Pertumbuhan krustasea dib.tasi oleh keberadaao eksoskeleton yang keras, konsekuensiny. eksoskeleton tersebut secara berkala horus diganti oleh yang b.ru untuk tumbub. P.da sa.t kepiting ganti kulit, seb.gian bobot hilang seb.gai eksuvi.. Kehilangan bobot pada seti.p ganti kulit ini mengakibatkan model pertumbuban kepiting bak.u bersifat diskontinyu karen. hany. terjadi setelah ganti kulit. Ketik. molting, kepiting meningkatkan pengambilan air untuk mengembangkan eksoskeleton baru

dan

menambah ukuran sehelum

eksoskeletonny. mengeras (Styrish.ve ef at. 2004).

Selama masa pertumbuhan menjadi dewasa, kepiting bakau akan mengalami

beberapa leaH molting yaitu berkisar 17 sampai 20 kali. Hal ini terjadi karena

rangka luar yang membungkus tubuhny. tidak dapat membesar, sehingga perlu dibuang dan diganti dengan yang lebih besar. Seti.p periode (fase intermolt) pertumbuban kepiting dapat mencapai 20 sampai 30% dari ukuran sernul. (Kuntiyo ef at. 1994). Warner (1977) mengemukakan bahwa pada kepiting yang masih kecil penambaban bobot dapat menc.pai 400 persen. Secara keseluruhan, penambahan hobot pada setiap molting berkisar 3 sampai 44%. Menurut Lavina

(1980), pertumbuhan kepiting bak.u sejak dari telur sampai dewasa dengan lebar karapas sekitar 114.2 mm mernerlukan waktu minimal 369 ban.

Pengaruh Salinitas pada EflSiensi Pemanfaatan Pakan dan Pertumbuhan

Pengaruh s.linitas pada efisiensi pemanfaatan pakan dan pertumbuban dapat terjadi baik secara langsung maupun secara tidak langsWlg. Pada kebanyakan

organisme laut tipe osmoregulator-eurihaline, pengaruh langsung salinitas media

adalah lewat efek osmotiknya pada osmoreguiasi dan kemampuan pencemaan serta absorpsi sari pakan, sedangkan secara tidak: langsung salinitas

mempengaruhi organisme akuatik melalui perubahan kualitas air seperti pH dan

oksigen terlarut (Gilles dan Pequeux 1983; Ferraris ef at. 1986).

Penelitian tentang hubungan .ntara salinitas dan pemanfaatan pakan telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Dil.porkan bahw. salinitas telah terbukti mempengaruhi tingkat konsumsi, kecemaan, dan efisiensi pakan pada berbagai jenis

ikan

laut, antara lain Tricnectes maculatus, MugU cephalus, Salmo gairdneri
(34)

bila media ekstemaJ sedikit hipotonik di bawah rentang isoosmotik organisme

akuatik eurihaline (Ferraris el 01. 1986). Akan tetapi, pada krustasea khususnya kepiting bakau, fenomena tersebut belum diketahui.

Pada dasamya pertumbuhan kepiting bakau bergantung pada energi yang tersedia, bagaimana energi itll dipergunakan di dalam tuhuh dan secara teoritis

hanya akan teIjadi bila kebutuhan minimumnya (untuk hidup pokok) terpenuhi. Kepiting bakau memperoleh energi dari pakan yang dikonsumsi dan kehilangan energi sebagai akibat metabolisme. tennasuk: untuk keperluan osmoreguJasi.

Elisiensi pemanfaatan pakan (energi) untuk pertumbuhan sangat bergantung pada daya dukung lingkungannya. Pertumbuhan akan elisien bila hewan itu hidup pada media yang tidak jauh dari titik isoosmotik (Ferraris ef 01. 1986).

Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan ahiotik penting yang mempengaruhi pertumbuhan oragnisme akuatik. Dilaporlcan bahwa kisaran salinitas yang optimum untuk pertumbuhan krustasea berbeda pada setiap sepesies, antara lain IS sampai 25 ppt untuk Penaeus monodon, 20 sampai 30 ppt untuk P. chinensis, 30 ppt untuk P. escelentus, 34 ppt untuk P. merguiensis, 30

ppt uotuk Metapenaeus monoceros

dan

untuk P. vanname; di atas 30 ppt (Kumlu el 01. 200 I; Huynh dan F otedar 2004).

Dalam kaitannya dengan osmoregulasi, Jobling (1994) menjelaskan bahwa pembelanjaan energi uotuk: osmoregulasi dapat ditekan apabila organisme

dipelihara pada media yang isoosmotik sehingga pemanfaatan pakan menjadi efisien serta pertumbuhan dapat meningkat Pertumbuhan kepiting bakau secara

internal selain dipengaruhi oleh kelancaran proses ganti kulit, juga oleh tingkat

keIja osmotik (osmoregulasi).

Metabolisme

Metabolisme adalah segala proses reaksi kimia yang teIjadi di dalam tubuh

organisme yang meliputi anabolisme

dan

katabolisme. Dalam proses ini

organisme mendapat, mengubah dan memakai senyawa kimia dari sekitamya

untuk mempertahankan kelangslUlgan hidup. Anabolisme dibedakan dari

katabolisme dalam beberapa hal. Anabolisme merupakan proses sintesis molekul

(35)

proses penguraian molekul besar menjadi kecil. Anabolisme adalah proses yang membutuhkan energi sedangkan katabolisme melepaskan energi. Anabolisme

merupakan reaksi reduksi, sedangkan katabolisme adalah reaksi oksidasi. Hasil akhir anabolisme seringkali merupakan senyawa pemula untuk. proses katabolisme (Wirahadikusumah 1985).

Perubahan salinitas media dapat mempengaruhi taju metabolisme dan tingkah laku kepiting bakau. Peningkatan laju metabolisme ditandai dengan peningkatan taju konsumsi oksigen dan penurunan aktivitas meneari pakan.

Selain itu, terjadi perubahan pola respirasi sebagai bentuk respons penyesuaian metabolik terhadap tekanan osmotik dan pengaturan keseimbangan kornposisi ion terhadap carran ekstraselluler (Vemberg 1983). Hubungan antara salinitas dan

proses fisiologis krustasea dapa! menjadi variabel yang ekstrim (Rowe 2002). Verslycke dan Janssen (2002) mengemukakan bahwa ketika organisme ditempatkan pada medium yang lebih tinggi atau tekanan osmotik rendah, proses yang membutuhkan energi terjadi untuk memelihara tekanan osmotik internal agar konstan. Glukosa menghasilkan energi dengan cepat dalam bentuk A TP melalui proses glikolisis dan fosforilasi oksidatif.

Semua energi yang diperlukan untuk anabolisme dan katabolisme berasal dari hasil proses oksidasi zat-zat makanan dalam seL Tingkat metabolisme ini dapat ditaksir secara tidak langsung yaitu dengan mengukur tingkat konsumsi oksigen yang dipergunakan dalam proses oksidasi. Penentuan tingkat konsumsi oksigen merupakan suatu teknik pengujian yang biasa digunakan untuk menaksir laju metabolisme. Konswnsi oksigen dapat digunakan sebagai pendekatan tingkat metabolisme yang praktis karena jumlah panas yang dihasilkan untuk setiap liter oksigen yang digunakan dalam metabolisme hampir konstan terlepas dari apa yang teroksidasi (protein, karbohidrat, atau lemak) dan dapat dikonversikan ke dalam nilai energi. Taksiran metabolisme ini juga penting dalam kajian bioenergetika karena merupakan suatu bagian yang penting dari persamaan neraca energi (Schmidt-Nielsen 1990; Lemos dan Phan 2001).

Tingkat konsumsi oksigen dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor ekstemal

(36)

Faktor internal adalah spesies, stadia, aktivitas, jenis kelamin. reproduksi. dan

molting. Jika organisme berada pada medium yang tekanan parsial oksigennya lebih rendah dari lingkungan (ambienl), maka untuk mencukupi kebutuhan

oksigennya dilakukan pemompaan air yang lebih besar melalui peningkatan

frekuensi pergerakan operkulum. Peningkatan CO, lebib besar pengaruhnya pada

peningkatan gerakan operkulum dalam respirasi dibandingkan dengan kandungan oksigen (Kumlu el af. 2001; Verslycke dan Janssen 2002; Villareal af af. 2003).

Adaptasi lingkungan untuk hidup, termasuk kisaran salinitas yang lebar melalui efisiensi osmoregulasi dan fisioiogi respirasi (hyper-hypo-osmoregulator).

Mekanisme adaptasi ini adalah mengkonsurnsi energi. Perubahan metabolisme

energi secara umum, aican rnempengaruhi karakteristik kebidupan organisme

selanjutnya seperti pertumbuban dan reproduksi (Verslycke dan Janssen 2002).

Fisika Kimia Air

Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor abiotik penting yang mempengaruhi

aktivitas, oafsu makan, konsumsi oksigen, iaju metabolisme. kelangsungan hidup,

pertumbuhan, dan molting krustasea (Kumlu el af. 200 I; Whiteley ef af. 2001; Hoang ef al. 2003; Villareal el al. 2003; Zacharia dan Kakati 2004; Xiangli el al.

2004; Kumlu dan Kir 2005).

Hubungan antara laj u pertumbuban kepiting dan suhu telah dilapnrkan oleh beberapa peneliti bahwa laju pertumbuhan proporsional dengan suhu air media.

Boeuf dan Payan (200 I) mengemukakan bahwa suhu dan salinitas adalah faklor

yang secara langsung menentukan peningkatan atau penurunan pertumbuhan.

Pengaruh utama suhu adalah meningkatkan laju pergesekan intermolekular dan

laju reaksi-reaksi kimia (Reiber dan Birchard 1993).

Di antara faktor-faktor lingkungan, suhu merupakan faktor yang paling

berpengaruh pada pertumbuhan dan molting (Hoang ef al. 2003). Perairan yang mempunyai suhu tinggi cenderung akan meningkatkan pertumbuhan dan memperpendek masa interval molting krustasea (Hoang et al. 2003; Xiangli et af.

2004). Fenomena ini tetjadi pada Penaeus semicufalus yang pertumbuhan dan

(37)

rendab (Kumlu dan Kir 2005). Menurut Kuntiyo el al. (1994) subu yang optimun untuk pertumbuhan kepiting bakau adalab 26 sampai 32 "C.

Ke.saman (pH)

Boyd (1990) mengemukakan babwa pH yang didefinisikan sebagai logaritma negatif dan konsentrasi ion hidrogen

(If'),

merupakan indikator keasaman serta kebasaan air. Nilai pH ini penting untuk dipertimbangkan, karena dapat mernpengaruhi proses dan kecepatan reaksi kimia di dalam air serta reaksi

biokomia di dalam tubuh kepiting bakau. Wang ef al. (2002) mengemukakan babwa pada pH rendah dan tinggi teIjadi peningkatan penggunaan energi atau penurunan produksi energi dan penahananlpeoekanan metabolisme energi aerohik.

Jika orgamsme dipelihara pada pH rendab maka jumlab mukus pada permukaan insang akan meningkat. Peningkatan mukus tersebut akan mengganggu pertukaran gas pada saat respirasi dan pertukaran ion melalui insang. Keasaman rendah akan mengganggu keseimbangan asam-basa darah dan

menurunkan konsentrasi NaCI dalam darah yang pada akhimya akan mengacaukan metabolisme tubuh organisme. Efek lebih Ian jut adalah kerusakan

insang sehingga proses respirasi dan keseimbangan asam-basa dalam darah

terganggu (Boyd 1990), penurunan laju metaholisme, dan dapat mempengaruhi potensi toksin seperti logam-logam berat (Wang el at. 2002).

Jika

perairan bersifat asam (pH rendah), organisme (ikan dan krustasea)

dapat mengalami kelambatan pertumbuhan dan merusak pengaluran ion (Wang

ef al. 2002), daya racun nitrit .kan meningkat (Chen dan Cheng 2000), sedangkan

pada pH tinggi daya racun amonia menjadi meningkat (Wang el aI. 2002).

Chen dan Chen (2003) merangkum beberapa basil penelitian tentang toksitas akut pH pada krustasea. Dijelaskan bahwa pH rendab memperlambat pertumbuhan Penaeus monodon. mengganggu pengaturan ion

pada

crayfish dan

tiger prawn, ketidakseirnbangan asam basa pada crayfish dan udang air tawar. Menurut Kuntiyo el al. (1994) dan Christensen el al. (2005), agar pertumbuhan maksimal, kepiting bakau sebaiknya dibudidayakan pada media dengan pH antara

(38)

Oksigen Terlarut

Oksigen ter1arut merupakan salah satu faktor hngkungan yang sangat esensial yang mempengaruhi proses fisioiogis organisme akuatik (Warner 1977;

Cheng ef al. 2003). Secara umum, kandungan oksigen terlarut rendah

«

3 ppm) akan menyebahkan nafsu makan organisme dan tingkat pernanfaatannya rendah, berpengaruh pada tingkah 1aku dan proses fisio1ogis seperti tingkat ke1angsungan hidup. pemafasan, sirkulasi, makan, metabolisme, molting,

dan

pertwnbuhan

krustasea. Bila kondisi ini berlanjut untuk waktu yang relatif lama konsumsi

pakan akan berhenti dan akibatnya pertumbuban menjaeli terhenti (Boyd 1990; Cheng ef al. 2003).

Walaupun kepiting bakuu dapat hidup pada konsentrasi oksigen terlarut yang rendah (Warner 1977), konelisi tersebut sangat berbahaya karena dapat

menyebabkan stress bahkan kematian. Penurunan ketersediaan oksigen

menyebabkan ketidakmampuan organisme untuk mendukung kebutuhan energi

tinggi bagi organisme untuk makan dengan baik (Jobhng 1994).

Sehubungan dengan variabel hngkungan, subu dan salinitas berpengaruh pada konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Peningkatan suhu dapat menyebabkan

kadar oksigen terlarut menjadi rendah. Demikian pula haloya dengan salinitas,

kelarutan oksigen akan rendah apabila tingkat salinitas tinggi atau sebaliknya

(Riley dan Chester 1981).

Kebutuban oksigen terlarut untuk tiap jenis organisme air herbeda,

bergantung pada jenis yang mentolerir fluktuasi (naik-turunnya) oksigen. Pada

umumnya semua organisme yang dibudidayakan (kepiting. udang, ikan) tidak

mampu mentolerir perubahan fluktuasi oksigen yang ekstrim (mendadak). Oleh sebab itu, untuk mengbasilkan pertumbuban kepiting bakuu yang dibudidayakan secara maksimal. kandungan oksigen terlarut harus selalu dipertahankan dalam

kondisi optimun. Untuk budidaya kepiting bakuu agar pertumbubannya baik maks

kandungan oksigen sebaiknya lebih besar dari 3 ppm (Kuntiyo ef al. 1994;

Gambar

Gambar 1 Skema pendekatan pemecahan masal.h dan rencana ev.luasi pengaruh salinitas p.d
Gambar 2 Kepiting bakau (Scylla serrala Forsskal).
Gambar 3 Prosedur pembuatan media perlakuan.
Gambar 4 Tata letak satuan percobaan setelah pengacakan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning) manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu: a) fungsi perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif

Potongan harga yang dilakukan oleh pemberi jasa taksi online ini menjadi kendala yang signifikan bagi para driver taksi online setelah sebelumnya penyedia jasa

Dengan menggunakan empat nilai inti (core values) multikultural sebagai indikatornya, analisis menunjukkan bahwa buku teks PAK Kurikulum 2013 memiliki 39,7% Kompetensi Dasar

Haluskan tempe, masukkan bawang merah dan bawang putih yang telah dihaluskan, tambahkan penyedap rasa, setelah itu masukan kocokan telur dan beri sedikit kuah kalio ke dalam

Oleh karena itu, hasil pengukuran kecepatan arus pada perairan Sei Carang yang memiliki kisaran sebesar 0,1 m/s sampai 0,26 m/s dapat disimpulkan juga terdapat

Nilai Kegunaan Waktu ( time utility) , dengan adanya pengangkutan berarti bahwa dapat dimungkinkan terjadinya suatu perpindahan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya

5 ± 8 Saat ini, penanganan metanol dilakukan dengan cara pemberian sparing agent yaitu etanol tetapi pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa pemberian etanol dan metanol

pengendalian internal pada penggajian yang diterapkan oleh PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan dalam melaksanakan setiap proses transaksi pembayaran gaji