• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan dan Pemeliharaan Kebun Pangkas Untuk Produksi Bahan Stek Pucuk Jati (Tectona grandis Linn.f )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembangunan dan Pemeliharaan Kebun Pangkas Untuk Produksi Bahan Stek Pucuk Jati (Tectona grandis Linn.f )"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBANGUNAN DAN UEMELIHARAAN KEBUN PANGKAS UNTUK PRODUKSI BAHAN STEK PUCUK JATI (Tectona grnrzdis Linn.f)

ALP1 HARTONO

NRP.

E01499007

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANLAN BOGOR

(2)
(3)

Alpi Hartono. E01499007. Pembangunan dan Pemeliharaan Kebun Pangkas Untuk Produksi Bahan Stek Pucuk Jati (Tectona grandis Linn.f ). Di bawah Bimbingan Ir. Andi Sukendro, M.Si

Jati (Tectona grandis Linn.f ) merupakan salah satu spesies daun lebar famili

Verbenaceae yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan sampai saat ini jati banyak digunakan

dalam pembangunan hutan tanaman. Sakah satu kesulitan dalam pembangunan hutan tanaman

adalah masalah ketersediaan bibit yang relatif terbatas baik dari segi jumlah, kualitas maupun

dari segi waktu ketersediaannya. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perbanyakan

tanaman secara vegetatif menjadi salah satu alternatif utama. Salah satu cara petnbiakan

vegetatif yang relatif sederhana dan umum digunakan di bidang kehutanan adalah dengan

stek, khususnya stek pucuk. Untuk menjamin pengadaa~i bibit dari stek pucuk bagi

pembangunan hutan tanaman perlu dibangun suatu kebu~i pangkas. Untuk itu diperlukan

penguasaan teknik pengelolaan kebun pangkas yang antara lain adalah teknik penanaman,

pemupukan, pemangkasan, dan penaungan (Pramono et ul,, 2001). Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui perbedaan jumlah produksi tunas antara kebun pangkas yang

rnenggunakan polybug'dengan kebun pangkas yang tidak menggunakan polybag (langsung

ditanam di bedeng sapih) serta untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk menghasilkan

sejumlah tunas pada masing-masing unit tanaman.

Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilakukan selama lima bulan, yak~ii mulai bulan

.

Juni 2003

-

Oktober 2003. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag, cutter, cangkul, kalkulator, komputer, kalkulator, dan alat tulis, sedangkan bahan yang digunakan

adalah bibit jati yang berumur 6 bulan, tanah latosol darrnaga, dan kompos.

Metode penelitian terdiri dari 9 tahap, yaitu : inventarisasi potensi kebun pangkas,

penyiapan bedeng kebun pangkas, penyiapan media, penseleksian bibit, penyapihan,

pemangkasan, pemeliharaan (terdiri dari penyiraman dan penyiangan), pengamatan peubah

(terdiri dari jumlah tunas, panjang tunas serta model pertumbuhan tunas), dan pengolahan

data (Minitab dan Micosofr Excel).

Dari hasil pengamatan, rata-rata jumlah tunas per minggu untuk tiap unit tanaman

pada kebun pangkas yang menggunakanpolybag adalah 2,60 (2

-

3 tunas), sedangkan yang
(4)

dijadikan sebagai bahan stek pucuk per minggu untuk setiap unit tanaman pada kebun

pangkas yang menggunaka~i polybag adalah 1,07 (1

-

2 tunas), seda~igka~i yang tidak menggunakan polybag hanya 0,634 (0

-

1 tunas), sehingga jumlah tunas yang bisa dijadikan sebagai bahan stek pucuk per bulan un&k masing-masing kebun pangkas adalah sekitar 4

-

5

dan 2

-

3 tunas. Pengamatan terhadap panjang tunas de~igan kisara~i panjarig 1,l

-

2 cm; 2,l

-

3 cm; dan 3,l

-

4 cm adalah panjang tunas yang dominan. Secara umum model pertumbuhan

tunas yang timbul hampir sama, perbedaan hanya terdapat pada tempat ~nunculnya tunas.

Terjadinya pembentukan tunas hasil pemangkasan bila ditinjau dari segi fisiologis

berkaitan erat dengan adanya pematahan do~ninansi apikal yang dilakukan pada saat

pemangkasan. Terjadinya perubalian jumlali tunas setiap mi~iggu diduga kare~ia adanya

perbedaan dalam efisiensi penyerapan unsur hara dan ketersediaan dari unsur hara itu sendiri.

Adanya pola penurunan jumlah tunas yang bisa dijadikan sebagai bahan stek terjadi kare~ia

adanya mekanisme bertahan hidup dan keterbatasan hara. Perbedaan dalam ha1 panjang

tunas ini diduga karena perbedaan kemampuan masing-masing tunas dalam melakukau

pembelahan, disamping it11 juga disebabkan oleh ketersediaan nnsur.Iiara yalig dibutulikan

oleh bibit jati tersebut untuk pertumbuhan dan perkembangan tunasnya.

Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa perbedaan lokasi pembangunan

kebun pangkas berpengaruh sangat nyata terhadap kemampuannya dalam memproduksi

.bahan stek pucuk, di mana kebun pangkas yang menggunakanpolybag mampu menghasilkan

tunas dengan jumlah yang lebih besar dan cepat dibandingkan dengan kebun pangkas yang

tidak menggunakanpolybag, sedangkan sarannya adalah perlunya dilakukan penelitian lebih

lanjut untuk mengetahui panjang tunas optimum yang bisa dijadikan sebagai bahan stek

pucuk dan pemeliharaan kebun pangkas yang intensif dan optimal sangat diperlukan untuk

(5)

PEMBANGUNAN DAN PEMELJHARAAN KEBUN PANGKAS UNTUK PRODUKSI BAHAN STEK PUCUK JATI (Tectoita grartrlis Linn.f)

Oleh : ALP1 HARTONO

NRP. E01499007

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

LEMBAR

PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pembangunan dail Pemeliharaan Kebun Pangkas Untuk Produksi Bahao Slek Pucuk Jati (Tectoi7o grandis Linn.f).

: Alpi Hartono Na~na

NRP : E01499007

Departemen : Manajelneli Hutan Program Studi : Budidaya Hutall

NIP. 131671607

(7)

RIWAYAT HIDW

Penulis dilahirkan di Payakumbuh, Sumatera Barat pada tanggal 18 April 1980,

sebagai anak pertama dari empat orang bersaudara dari pasangan orang tua yang bemama

Sjamsir dan Misdar.

Pendidikan formal penulis dimulai dengan memasuki SD Negeri 08 Kampung Baru

pada tahun 1987, lulus taliun 1993. Kemudian melanjutkan ke SMP Negeri Sungai Naning

dan lulus tahun 1996. Pendidikan lanjutan atas di SMU Negeri I Suliki Gunung Mas, lulus

pada tahun 1999.

Pada tahun yang sama berkat anugerah Allah SWT penulis diterima di Ilistitut

Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Wndangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada jurusan

Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan dan mengambil Program Studi Budidaya Hutan.

Selama perkuliahan penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan Pe~igelolaan Hutan (P3H)

pada tahun 2002 yang terdiri dari Praktek U~iium Kehutanan (PUK) di Kesatuan Pemangkuan

Hutan (KPH) Banyumas Timur dan Banyumas Barat Perurn Perhutani Unit I Jawa Tengah

dan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di KPH Kuningan Perum Perhutani Unit 111

Jawa Barat. Pada tahun 2003 pe~iulis melaksanakan Kuliali Kerja Nyata (KKN) di Desa

Cisaat Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Selain itu penulis juga pernah

menjadi asisten doseti pada matz kuliah Silvikultur.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjaria Kehutanan pada Fakultas

Kehutanan Institut Pertaniari Bogor penulis rnelakukan penelitia~i dan menulis karya ilmiah

dengan judul "Pembangunal~ dan Pemeliharaan Kebun Pangkas Untuk Produksi Bahan Stek

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat

dan karunia-Nya seliingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisali skripsi ini

dengau judul "Pembangunan dan Pemeliharaan Kebun Pangkas Untuk Produksi Bahan Stek

Pucuk Jati (Tectona grandis Linn.0.

Dalam kesempatan ini, dengan penuh ketulusan dan keikhlasan hati penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua dan adik-adikku tercinta yang dengan tulus dali ikhlas senantiasa

mendoakan dan mernberikan dorongan ~nateril dan sprituil yang sangat berarti bagi

penulis.

2. Bapak Ir. Andi Sukendro, M.Ji selaku dosen penibimbing yang telali memberikan aralian

dan bimbingan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. E.G. Togu Manurung, M.S selaku dose11 penguji dari Departemen Teknologi Hasil Hutan dan Bapak Ir. Rachmad Hermawan, MSc.F selaku dosen penguji dari

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan.

4. Semua staf Laboratorium Silvukultur atas bantuan dan kebersamaa~inya selalna ini. 5. Teman-teman laboratoriu~ii Silvikultur.

6. Semua warga pondok Gading dan Marapi (Da Del, Mas Puji, Bang Indra, Da Harmen,

Mimil 'Chip', Desfi, Ndoz, Fakri, Inal 'Dtk. Siri', Roni, Wandra, Hifzil dan Hafzil) atas

kebersamaannya dalam suka maupun duka selama melijalani hidup di rantau.

7. ,411 of 'MNH 36' t~~enzbers yang tidak bisa disebutkan satu persatu sebagai teman-teman seperjuangan dalam menimba ilmu di Fakultas Kehutanan ini.

8. Semua warga Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa Payakumbrlh (IKMP).

9. Semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan

skripsi ini.

Penelitian ini berusaha niencari perbedaan jumlah tunas dari kebun pangkas yang

menggunakan polybag dengall tidak menggunakan polybag yang nantinya akan dijadikan

sebagai bahan untuk stek pucuk jati. Mudah-mudahan dari hasil penelitian ini bisa dijadikan

sebagai bahan pertimbangan bagi siapa saja yang ingin berbisnis bibit jati dari hasil

(9)

Akhirnya, penulis sangat mengharapkan berbagai masukan dan kritikan yang sifatnya

membangun terhadap isi dari skripsi ini mengingat kemampuan penulis yang juga terbatas.

Bogor, Juni 2004

(10)

DAFTAR IS1

KATA PENGANTAR

...

i

...

DAFTAR IS1

...

111

DAFTAR TABEL

...

v

DAFTAR GAMBAR

...

vi

DAFTAR LAMPIRAN

...

vii

BAB I. PENDAHULUAN

...

1

...

...

1.1. Latar Belakang

.

.

1

...

...

1.2. Tujua~l

.

.

.

.

3

1.3. Hipotesis

...

.

.

...

3

BAB 11. TINJAUAN PUSTAKA

...

.

.

.

.

.

.

.

.

...

2.1. Tinjauan U~nuln Jati (Tecfona grandi9Linn.f)

...

...

...

2.1 .I. Taksonomi

.

.

.

2.1.2. Daerah Penyebaran

...

.

.

.

...

2.1.3. Sifat Umurn Tanaman

...

..

...

. .

2.1.4. Fenotip J a t ~ dl Indonesia

...

2.2. Kebun Pa~igkas

...

2.3. Stek Pucuk

...

.

....

....

....

...

BABIII. METODOLOGI PENELITIAN

...

.

.

.

...

10

. .

3.1. Tempat dan Waktu Penel~t~an

...

10

...

3.2. Alat dan Bahan 10 .

.

3.3. Metode Penel~t~an

...

.

.

...

10

e

...

BAB IV. HASIL DAN PENIUAHASAN

.

.

...

12

4.1. Hasil

...

12

...

4.1.1. Jumlah Tunas

...

...

...

...

...

...

...

...

12

4.1.2. Panjang Tunas

...

15

...

...

4.1.3. Model Pertumbuhan Tunas

.

.

16
(11)

BAB V

.

KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

5.1. Kesimpulan

...

23

5.2. Saran

...

23
(12)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Perkembangan jumlah tunas tiap unit tanaman pada masing-masing kebu~i

pangkas

...

12

2. Hasil Analysis of Varians (ANOVA) pengaruh perbedaan lokasi pemba~lgunan

...

kebun pangkas terhadap jumlah produksi tunas tanaman jati 13

3. Perkembangan jumlah tunes siap panen per unit tanaman pada masing-masing

...

kebun pangkas 14

4. Hasil Analysis of Varians (ANOVA) pengaruh perbedaan lokasi pemba~igunan

kebun pangkas terhadap jumlah produksi bahan stek

...

15

...

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks

.

Halaman

1. Grafik perkembangan jumlah tunas tiap minggu per unit tanaman pada masing-

...

masing kebnn pangkas 13

2. Grafik perkembangan jumlah tunas siap panen tiap unit tanaman pada

...

masing-masing kebun pangkas 14

...

3. Histogram jumlah tunas pada masing-masing skala panjang 15 4. Model pertumbuhan tunas bibit jati (Tectona grandis Linn.f ) llasil

...

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

.,

1. Rekapitulasi jumlah tunas pada kebun pangkas yang menggunakanpolybag.

2. Rekapitulasi jumlah tunas pada kebun pangkas yang tidak menggunakanpolybag.

3. Rekapitulasi rata-rata jumlah tunas per unit tanaman pada masing-masing kebun pangkas.

4. Rekapitulasi jumlah dan rata-rata tunas siap panen tiap unit tanaman pada kebun pangkas

yang menggunakanpolybag.

5. Rekapitulasi jumlah dan rata-rata tunas siap panen tiap unit tanaman pada kebun pangkas

yang tidak menggunakanpolybag.

6 . Hasil Analysis of Varians (ANOVA) pengaruh perbedaan lokasi pembangunan kebun pangkas terhadap jumlah produksi tunas jati (Tectona grandis Linn.9.

7. Hasil Analysis of Varians (ANOVA) pengaruh perbedaan lokasi pembangunan kebun pangkas terhadap ju~nlah produksi tunas untuk bahan stek pucuk jati (Tectona grandis

(15)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. L a t a r Belakang

Jati (Tectona grarzdis Linn.f) merupakan salah satu spesies daun lebar famili

Verbenaceae yang me~niliki nilai ekonomis tinggi dibandingkan dengan beberapa spesies

daun lebar lainnya. Hal ini dibuktikan dengan tingginya minat para konsumen terhadap kayu

jati, baik di pasar lokal niaupun di pasar internasional. Meskipun jati bukanlah jenis asli Asia

Tenggara khususnya Indonesia, tetapi dengan kemampuan adaptasinya yang tinggi maka

penyebaran jati telah meramball ke beberapa pulau di Indonesia, terutama di pulau Jawa:

Keunggulan kayu jati dibandingkan dengan kayu lainnya antara lain adalah seni dekoratifnya

tinggi, mudah diolah, serta tahan terhadap serangan jalnur dan rayap perusak kayu. Dengan

berbagai keunggulan yang dimilikinya tersebut tidak niengherankan kalau jati sekarang ini

termasuk salali satu jenis yang paling banyak digunakan dalaln pembangunan hutan tanaman.

Salah satu kesulitan y m g dihadapi dalam pembangunan hutan tanaman jati adalah

ketersediaan bibit yang relatif terbatas baik dari segi jumlah, kualitas maupun dari segi waktu

ketersediaannya, terlebih lagi karena masih ada kecendrungan peningkatan kebutuhan bibit

jati untuk berbagai keperlua~; seiring dengan peningkatan permintaan terhadap kayu jati.

Selama ini pengembangan hutan tanaman jati dalam penyediaan bibitnya lebih banyak

mengandalkan kepada penyediaan bibit dari biji yang jumlahnya terbatas. Pembiakan biji

secara generatif i ~ i i memiliki beberapa kekurangan seperti persen kecambah yang rendah,

yaitu kurang,dari 50 % walau terkadang bisa juga mencapai 80 % dengan masa

perkecambahan bisa ~nencapai 2

-

3 bulan (Soerianegara dan Lemmens, 1994), bahkan menurut Latnprecht (1989) persen kecambah jati hanya sekitar 20

-

60 %. Dari segi waktu ketersediaan, jati lianya berbuah pada waktu-waktu tertentu saja, yaitu pada sekitar bulan Juli

-

Desember (Martawijaya et al., 1986). Hal ini tentu saja menghambat ketersediaan bibit jati yang kebutuhannya semakin meningkat.

Untuk membantu mengatasi masalah tersebut, maka perbanyakan tanaman secara

vegetatif liienjadi salah satu alternatif utama pemecahan nlasalah. Pembiakan vegetatif

memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan pembiakan generatif, karena disamping

dapat menghasilkan bibit dala~n julnlah besar dengan'sifat penalnpakan yang lebih seragam,

dan menghasilkan keturu~ian yang sifat dan pena~npakannya serupa dengan induknya.

(16)

aka11 lebili terjamin. Walaupun demikian keberadaan biji tetaplah diperlukan sebagai sumber

genetik.

Salah satu cara pembiakan vegetatif yang relatif sederhana dan umum digunakan di

bidang kchutanan adalah dengan stek. Stek merupakan teknik pembiakan tanaman dengan

menggunakan bagian vegetatif yang dipisahkan dari induknya dan apabila ditanam pada

kondisi yang menguntungkan akan tumbuh tunas dan berkembang menjadi tanaman yang

sempurna (Soerianegara dan Djamhuri, 1979). Ada beberapa keuntungan yang bisa didapat

dari stek. Iceuntungan utama cara stek menurut Rochiman dan Hardjadi (1973) adalah dapat

lnengllasilka~l tanaman yang sempurna dengan akar, daun, dan batang dalam waktu yang

.,

relatif singkat, serta bersifat serupa dengan induknya. Keuntungan lain dari stek adalah biaya

yang relatif murah, hasil yang relatif besar dan keuntungan-keuntungan lainnya sebagaimana

kelebihan perbanyakan tanaman secara vegetatif pada umumnya.

Salah satu jenis stek yang ada adalah stek pucuk. Teknik ini merupakan teknik stek

yang relalif mudah dan murah untuk dikerjakan. Keberhasilan teknik ini akan sangat

ditentuka~i oleh faktor media pmakaran dan penggunaan hormon pengatur tumbuh, terutama

yang matiipu merangsang pertumbuhan akar. Salah satu indikator yang menentukan

keberhasilan stek pucuk adal:lh persen hidup stek. Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya

terlihat baliwa persen hidup stek pucuk cukup tinggi dibandingkan dengan persen kecambah

hasil peilibiakan secara generatif. Persentase hidup stek dari beberapa penelitian tentang stek

pucuk antara lain adalah 71,67 % (Utami, 2002), 61,33 % (Solikhin, 2003) dan 97,7 %

(Sardjito, 2003). Bahan yang digunakan dalam stek pucuk adalah berupa tunas-tunas muda

ortliotrop (tunas yang tumbuh secara vertikal).

Kcberhasilan pelaksanaan stek pucuk juga ditentukan oleh ketersediaan bahan stek

dalam juinlah yang cukup secara kontinu (berkelanjutan). Untuk menjamin pengadaan bibit

dari stek pucuk bagi pembangunan hutan tanaman perlu dibangun suatu kebun pangkas.

Pembangonan dan pengelolaan kebun pangkas ditujukan untuk menghasilkan bahan stek

yang mudah diakarkan, yalig memiliki kualitas genetik yang tinggi dalam jumlah yang

banyak pada saat diperlukan, dan mengasilkan bibit yang dapat tumbuh baik di lapang.

Untuk i t u diperlukan penguasaan teknik pengelolaan kebun pangkas yang antara lain adalah

(17)

1.2. T u j i ~ a n

Pcnelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jumlah produksi tunas antara

kebun pangkas yang menggunakan polybag dengall kebun pangkas yang tidak menggunakan

polyboy (langsung ditanam di bedeng sapih) serta untuk mengetahui waktu yang diperlukan

untuk menghasilkan sejumlah tunas pada masing-masing unit tanaman.

1.3. Hipolesis

Kcbun pangkas yang menggunakanpolybag dapat memproduksi tunas dalam jumlah

yang lebii~ banyak dan cepat dibandingkan dengan kebun pangkas yang tidak menggunakan

(18)

BAB 11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Jati (Tectonn gmnrlis Linn.f)

2.1.1. T:iltsonomi

Genus tectona terdiri dari tiga jenis spesies, diantaranya terdapat jenis yang terkenal

yaitu Tec~ona grandis Linn.f dan Tectona philippinensis Benth Hook.f, sedangkan spesies

yang ketiga adalah Tectona !mn~iZtoniana Wallich. Spesies yang banyak dikembangkan di

Indonesia adalah Tectonagra.ldis Linn.f.

Secara taksonomi Tectona grandis Linn.f diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisio : Spermatopllyta

Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Verbenales

Famili : Verbenaceae

Genus : Tectona

Spesies : Tectona grandis Linn.f.

Nama lain jati antara lain adalah teak (Inggris), teck (Perancis), deleg, kulidawa

(Jawa), Kyu~n (Burma), dan sak (Thailand), (Soerianegara dan Lemmens, 1994).

2.1.2. Daerah Penyebaran

Jika dililiat dari penyebarannya, tanaman jati tersebar di garis lintang ~ ' L S

-

~S'LU,

mulai beiii~a Asia, Afrika, Amerika, dan Australia, balikan sampai ke Selandia Baru. Di

., Asia, tanaiiian jati secara alami tersebar di negara-negara Asia Tenggara (seperti Indonesia,

Malaysia, Thailand, dan lain-lain), Taiwan, India, dan Srilanka. Di Australia dan Pasifik,

ditemukan di Queensland, Kepulauan Fiji, Kepulauan Ryuku, Kepulauan Solomon, serta

Selandia Uaru. Di Afrika, tanaman jati terdapat di Sudan, Tanzania, Tanganyika, Uganda,

Ghana, Senegal, Nigeria, dan beberapa negara di Afrika Barat. Sementara itu, di Amerika

tanaman jati terdapat di Jamaika, Panama, Argentina, Puerto Rico, Kepulauan Tobago, dan

Suriname. Jati tersebut tumbuh sebagai tanaman spesifik dan mempunyai karakteristik yang

berbeda-beda. Di Indonesia, jati mengalami proses naturalisasi di Pulau Jawa dan

berke~nb;i~lg sampai ke Kangean, Muna (Sulawesi Tenggara), Sumba (Nusa Tenggara), dan

Bali. Sclnnjutnya jati menyela:. ke beberapa pulau lainnya. Namun, pada umumnya hutan

(19)

2.1.3. Sifat Umum Tanamail

Tini dan Amri (2002) menyebutkan jati banyak tumbuh di tanah datar dan berbukit

rendah tlengan ketinggian 600 m di atas permukaan laut (dpl). Di atas ketinggian tersebut,

jarang ditemukan. Meskipun demikian, dilaporkan bahwa di Myanmar dapat tumbuh dan

dite~nukan di ketinggian 1.000 mdpl. Bahkan, di India jati ditemukan di daerah dengan

ketinggian 1.300 m dpl. Jatj merupakan jenis tanaman yang tidak selalu hijau atau biasa

disebut deciduous, yakni ada saatnya mengalami gugur daun. Terjadinya proses gugur daun

ini tidak sama antara jati yang ada di Indonesia dengan jati yang ada di negara lain,

tergantung dari kondisi iklim, musim, variasi hujan dan panas, serta komposisi tanah yang

berbeda akibat perbedaan geologis dan geografis. Sifat fisika yang terpenting dari jati adalah

nilai banding antara kayu teras dan kayu gubalnya. Jika menghendaki kayu jati dengan

dekoratir yang bagus, sebaiknya kayu jati ditebang setelah berumur di atas 40 tahun atau

lebih. I-Ial ini disebabkan persentase kayu teras sudah maksimum mencapai 75 %. Kekuatan

kayu jati secara umum juga terkait dengan peningkatan umur pohon. Sementara itu berat

jenis jati dipengaruhi oleh tempat tumbuh, kesuburan tanah, iklim, dan faktor genetik. Kayu

jati dikenal dengan keawetannya dan tidak mengalami kembang susut (kerut) yang tinggi.

Disebabkan berbagai keunggulan yang dimilikinya itu, tidak mengherankan jika di dunia

perkayuan, kayu jati diberi julukan sebagai queen lumber atau ratu segala jenis kayu.

2.1.4. Fenotip Jati d i Indonesia

Pcnampilan jati di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, relatif seragam, bahkan

sangat scrupa satu dengan laicnya. Meskipun demikian, dalam kenyataannya atau dalam

praktek sehari-hari, orang-orang membedakan bentuk jati berdasarkan fenotipnya yang

menunjukkan adanya perbedcan morfologi bentuk pohon, batang, dan sifat kayunya.

Perbedaan penampilan jati t1;rsebut masih menjadi bahan kajian apakah karena perbedaan

varietas, ras lahan, serangan penyakit, atau kemampuan beradaptasi yang berbeda antar

individu pohonnya. Hal ini disebabkan dalam satu populasi ditemukan beberapa penampilan

yang beragam (Tini dan Amri, 2002).

2.2. Kebun Pangkas

Mcnurut Leppe dan Smits (1988) kebun pangkas atau kebun stek adalah suatu kebun

untuk mcnanam bibit, sebagai sumber bahan stek, yaitu berupa tunas-tunas muda orthotrop

(20)

merupakan kebun yang terdiri dari sekumpulan tanaman induk yang menghasilkan bahan stek

yang diperoleh dengan cara memangkas tunas atau pucuk yang tumbuh. Kebun pangkas ini

berfungsi untuk menghasilkan tunas dalam waktu cepat, mendapatkan bahan stek dalam

persemaian, dan untuk menggandakan pohon induk yang unggul. Kualitas pohon induk,

dimana bibit untuk kebun pangkas sebaiknya diperoleh dari : 1). Provenance atau ras lahan yang telah teruji cocok untuk lahan yang akan ditanam, 2). Pohon induk yang telah terbukti

menghasilkan keturunan yang berkualitas, 3). Klon yang berasal dari pohon individual yang melalui peligujian di lapang telah terbukti dengan baik.

Menurut Yasman dan Smits (1988) kebun pangkas (hedge orchard) adalah tanaman

yang digunting dimana tunas orthotrop baru banyak terbentuk yatig menjadi balian stek.

Apabila bahan stek diambil dari bibit hutan alam atau kebun pangkas yang berasal dari biji

maka akan berisiko untuk tidak mendapatkan bibit unggul tetap ada, kecuali untuk jenis-jenis

yang inc~iibentuk buah melalui proses apon~ixes (pembentukan buah tanpa sari bunga).

Asal tanaman kebun pangkas sangat menentukan baik tidaknya bibit yang dillasilkan.

Tanaman kebun pangkas dapat dimulai dengan memanfaatkan sistem cabutan dari anakan

alam. Kt~alitas dan homogenitas tanaman tersebut masih belum diketahui. Perlu upaya

penseleksian yang dilakukan dengan menyetek tanaman tersebut. Stek diamati pertumbuhan

pucuk, batang dan akarnya. Bila menunjukkan penampakan yang baik, tanaman tersebut

ditandai untuk dipilih sebagai bakal tanaman induk untuk penyetekan berikutnya.

Kcbun pangkas dap~.t menyediakan tunas-tunas orthotrop dan selalu muda (juvenil)

untuk dijadikan bahan stek. Hal ini sangat perlu karena keberhasilan stek ditentukan oleh

liubunga~l arsitektur bibit dengan sifat juvenilitas bahan stek. Menurut Leppe dan Smits

(1988), inenjelaskan bahwa untuk menghasilkan bibit yang unggul dan terus menerus,

khususnya dalam jumlah banyak yang berasal dari stek dapat diperoleh dari kebun pangkas. I'emelihayaan yang dilakukan dalam kebun pangkas adalah pemupukan. Hal ini

dirnaksutlkan untuk menambah persediaan zat hara bagi bibit-bibit yang ada di dalam bedeng,

seliinggn bibit dapat tumbuh dengan cepat dan sehat. Selain pemupukan menurut Hariorio

(2001) juga perlu dilakukan weeding untuk membersihkan rumput dan gulma. Weeding

dilakuka11 secara manual (dengan pecok) pada rumput atau gulma yang berada di tengah-

tengah larikan tanaman, sedangkan rumput atau gulma yang berada di antara blok

dibersilikan dengan herbisida. Untuk mengurangi pertumbuhan rumput dan gulma digunakan

(21)

I'c~~gambilan tunaslbahan tanaman dibedakan menjadi dua yaitu pengatnbilan utltuk

dibuang (pemeliharaan) dan pengambilan untuk produksi. Pengambilan untuk dibuang

dilakukan jika pada waktu panen hari hujan, sehingga pengambilan hari berikutnya dan

dibuang karena telah terlambat, sedangkan pengambilan untuk produksi dilakukan dengan

hasil untuk diusahakan menjadi individu baru (Hariono, 2001). Selanjutnya menurut Leppe

dan Smits (1988) menjelaskan bahwa intensitas pengambilan bahan stek dari kebun pangkas

berkaitan erat dengan adanya dominansi apikal yang terdapat pada setiap jenis. Prinsip yang

perlu dilakukan saat pengambilan bahan stek pada kebun pangkas dengan metode

perturnbullan (reiterasi) syleptis adalah menjaga agar tidak ada tunas yang menjadi dominan.

Bibit yang digunakan untuk kebun pangkas dapat berasal dari dari cabutan, stek,

cangkok, semai dan ~ a m b u n ~ n . Stek yang dihasilkan dari kebun pangkas dapat juga

digunakan lagi sebagai bahan dasar pembuatan kebun pangkas. Kelebihan kebun pangkas

seperti itii adalah dapat mernilih stek yang baik dati unggul dan hasilnya juga akan lebih

unggul (Lcppe dan Smits, 1988).

Dalam membangun kebun pangkas perlu diketahui model pertumbuhan atau reiterasi,

pemunculan cabang dan sifat pertumbuhan lainnya agar dapat dihasilkan bahan stek dan bibit

yang unggul dalam jumlah besar dan terus menerus. Reiterasi merupakan suatu proses

terjadioya bentuk pohon yang berhubungan dengan faktor ekologi. Reiterasi yang tumbuh

sebagi reaksi tumbuhan terhadap luka disebut reiterasi traumatis. Dalam ha1 ini tumbuhan

mempunyai potensi untuk memperbaiki diri, misalnya anakan yang karena suatu sebab titik

tutnbuhnya rusak, pertumbuhan selanjutnya akan dilakukan oleh meristem di bawah bagian

luka yalig sela~na ini dominan. Contoh lain adalah pohon yang percabangannya seperti

bayonet, dalam ha1 ini ada dua meristem dorman yang menjadi aktif. Bagian yang tumbuh

'hasil reiterasi ini akan tumbuh mengikuti program genetika yang sama dengan program

asalnya (bdi), jadi akan menghasilkan model arsitektur yang sama. Gejala ini dapat pula

dilihat pada pohon yang tumbuh di tepi sungai atau pada pohonnya yang batangnya condong

(Oldeman dan Tomlinson, 1979).

Dalatn kebun pangkas juga perlu diperhatikan masalah jarak tanam. Jarak tanam

kebun pangkas tergantung pada jenis pohon (daun lebar atau daun jarum) dan model

pertumbuhan atau reiterasi (sylleptis/proleptis). Pengaturan jarak tanam ini dimaksudkan

agar tunas-tunas yang dihasilkan oleh kebun pangkas dapat tumbuh dengan baik dan tidak

saling mcnutupi satu dengan lainnya, sehingga semua tunas akan mendapat cahaya yang

(22)

cabang pcrtama sudah harus dilakukan pengguntingan sumbu pokok dan langsung menjadi

bahan stck pertama yang dihasilkan oleh kebun pangkas tersebut. Selanjutnya aka11 muncui

tunas orlhofrop dari mata yang ditinggalkan (pertumbuhan sylleptis) sebagai bahan stek pada

waktu bcrikut. Kebun pangkas yang diarahkan pada reiterasi prolepfis biasanya dibiarkan

tumbuh cabang (misalnya 3 cabang) kemudian sumbu pokok digunting dan cabang digunting ujungnya. Selanjutnya akan muncul beberapa tunas orhfutrop pada cabang. (Leppe dan

Sniits, 1988).

2.3. Stek Pucuk

Stek merupakan teknik pembiakan vegetatif yang paling sederhana dan mudah

dilakukan. Pada prinsipnya akar primordia (calon akar) yang berasal dari sel-sel meristematik

dan bebcrapa jaringan seperti mata tunas, epidermis, korteks, phloem, kambium dan xilem.

Sel-sel tersebut akan membcntuk garis dan organ akar. Cara pembelahan sel-sel tersebut

tergantung kepada jenis hormon yang dipergunakan (Supriyanto dan Irawan, 2000).

Soerianegara dan Djamhuri (1979) mendefenisikan stck sebagai pembiakan tanaman

dengan menggunakan bagian vegetatif yang dipisahkan dari pohon induknya dimana jika

ditempatkan pada kondisi yang menguntungkan untuk beregenerasi akan berkembang

menjadi tanaman sempurna.

Stek adalah suatu bagian dari alat daerah seperti akar, batang atau daun yang

dipisahkan dari tanaman induk dan kemudian tumtiuh menjadi tanaman baru (Wright dan

Hort, 1957 dalarn Samsijah, 1975).

Menurut Hartman dan Kester (1983) stek adalah suatu bentuk perlakuan pernotongan,

pemisahan beberapa bagian tanaman seperti batang, akar, tunas, dan daun dengan tujuan agar

.,

bagiati tersebut terbentuk akar. Selanjutnya Hartman dan Kester (1993) menyatakan bahwa

beberapa segi positif dari perbanyakan dengan menggunakan stek yaitu tidak memerlukan

tenaga terlatih, dapat dilakukan secara massal, tidak mengalami kemungkinan pengaruh

buruk balang bawah, kemurnian klon benih lebih terjamin dan masa juvenil dapat

diperpendrk.

Stek pucuk adalah metode perbanyakan vegetatif secara konvensional dengan

menumbuhkan terlebih dahulu tunas-tunas aksilar pada media persemaian sampai berakar

sebelum dipindahkan ke lapangan (Mahfudz, 2002).

Dalaln stek pucuk t u n z yang diambil dari tunas orthotrop (tunas yang tumbuh secara

(23)

Tunas orthotrop ini diharapkan dapat memhentuk satu cabang batang pokok ke atas (Yasman

(24)

BAB KII. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tenipat d a n Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilakukan selama lima bulan, yakni mulai bulan

Juiii 2003

-

Oktober 2003.

3.2. Alat clan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag, cutter, cangkul, kalkulator,

komputer, kalkulator, dan alat tulis, sedangkan bahan yang digunakan adalah bibit jati yang

beruniur 6 bulan, tanah latosol darmaga, air, dan kompos.

3.3. MetotIe Penelitian

1. Inve~itarisasi potensi kebun pangkas.

Pada tahap ini dilakukan penghitungan jumlah bibit jati yang terdapat di bedeng

sapill (tidak menggunakan p~lybagj. Hal ini dilakukan untuk menentukan jumlah bibit

jati yang dibutuhkan untuk pembangunan kebun pangkas dengan menggunakanpolybag.

2. Penyiapan bedeng kebun pangkas.

Bede~ig untuk kebun pangkas dengaii menggunakan polybag terletak di persemaian

rumali kaca Laboratorium Silvukultur dengan ukuraii 1,5 m

x

6 m. Sebelumiiya bedeng

kebun pangkas dibersif-kan terlebih dahlu dari gulma dan sampah-sampah sehingga

meiijadi bersih dan rapi.

3. Peiiyiapan media.

Media yang digunakan adalah campuran tanah latosol Darmaga dan kompos

dengan perbandingan 1 : 1. Setelah tanah dan kompos dicampurkan secara merata, media

tersebut dimasukkan ke dalampolybag yang berukuran 30 cm

x

30 cm.

4. Penseleksian bibit.

Bibit yang digunakan untuk pembuatan kebun pangkas dipilih dan diambil dari

bedciiy sapih yang terdapat di rumah kaca Laboratorium Silvikultur. Bibit yang dipilh

adalah bibit jati yang sehat dan seragam.

5. Penyapihan.

Setelali media dimasukkan ke dalam polybag, bibit jati yang terpilih disapih ke

(25)

6. Pemangkasan.

Pelnangkasan dilakukan satu minggu setelah penyapihan, dengan tujuan agar bibit

yang baru disapih dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang baru. Pemangkasan

berikutnya dilakukan pada 3 minggu terakliir penelitian untuk mengetahui jumlah tunas yang bisa dijadikan sebagai bahan stek pucuk.

7. Pemeliharaan.

a. Penyiraman

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada waktu pagi dan sore hari untuk

menjaga kelembaban media dan mensuplai air untuk pertumbuhan dan perkembangan

bibit yang akan menghasilkan bahan stek pucuk.

b. Penyiangan

Penyiangan dilakukan seminggu sekali untuk membersihkan kebun pangkas dari

gangguan gulma, sehinlsge tidak mengganggu pertumbuhan bibit.

8. Pengamatan peubah.

a. Jumlah tunas

Jumlah tunas yang muncul dihitung dan dicatat setiap minggu. Selanjutnya dari

sekian banyak tunas yang muncul, pada 3 minggu terakhir penelitian dihitung pula jumlah tunas yang bisa dijadikan sebagai bahan stek pucuk.

b. Panjang tunas

Panjang tunas dari masing-masing di akhir penelitian. Hal ini dilakukan untuk

~nclihat keragaman panjang tunas dan lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai

panjang tunas yang bisa dijadikan sebagai bahan untuk stek pucuk.

c. Model pertumbuhan tunas (reiterasi)

Tunas yang muncul setelah pemangkasan diamati model pertumbuhannya,

seliingga terlihat model pertumbuhan tunas dari masing-masing bibit. Dalam

pengamatan terhadap model terhadap model pertu~nbuhan tunas ini hanya dilakukan

pada 3 bibitjati yang mewakili model pertumbuhan bibit lainnya.

9. Pengolalian data.

Data diolah dengan menggunakan Analysis of Varians (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan antara kebun pangkas yang menggunakani polybag dengan kebun

(26)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan terhadap tunas hasil pemangkasan pada kebun pangkas jati dilakukan

selama 8 ininggu. Pengamatan dilakukan pada kebun pangkas yang menggunakan polybag

dan kebun pangkas yang tidak menggunakan polybag. Dari pengamatan tersebut diperoleh

data jumlah tunas, panjang tunas, serta model pertumbuhan tunas (reiterasz?.

4.1.1. Jumlah tunas

Pengamatan terhadap panjang tunas dilakukan sekali seminggu. Dari hasil

pengamata~~ baik pada kebun pangkas yang menggunakan polybag maupun yang tidak

menggunakan polybag menunjukkan bahwa keduanya mempunyai model pertulnbuhan yang

hampir sama, walaupun perkembangan jumlah tunas tiap minggu pada kebun pangkas yang

menggunakan polybag selalu lebih tinggi daripada kebun pangkas yang tidak menggunakan

polybag. Perkembangan jumlah tunas setiap minggu pada masing-masing kebun pangkas

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Parkembangan jumlah tunas tiap unit tanaman pada masing-masing kebun pangkas.

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada minggu kedua terjadi peningkatan jumlah tunas

., yang sangat drastis dibandingkan dengan minggu pertama, dari minggu kedua sampai

minggu kelima perubahan dalam jumlah tunas tidak begitu besar, tetapi pada minggu keenam

terjadi peuurunan yang cukup drastis, kemudian terjadi peningkatan yang cukup drastis pada

minggu ketujuh dan kedelapan. Untuk lebih jelasnya keeenderungan dari pola jumlah tunas

pada masitig-masing kebun pangkas dapat dilihat pada Gambar 1, dan rekapitulasi jumlah

tunas tiap unit tanaman padn 'cebun pangkas yang menggunakan polybag disajikan pada

Lampiran 1, sedangkan untuk kebun pangkas yang tidak menggunakan polybag disajikan

(27)

1 2 3 4 5 6 7 8 M inggu ke

+ Poly bag +Nan Poly bag

~. .. .~

A

.... ... . ..

;ambar 1. Grafik perkembangan jumiah tunas tiap minggu per unit tanaman pada masing-masing kebun pangkas.

Untuk mengetahui pengaruh faktor perbedaan lokasi pembangunan kebun pangkas

terhadap perkembangan jumlah tunas digunakan Analysis of Varians (ANOVA) yang

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analysis of Varians (ANOVA) ~ e n i a r u h Perbedaan Lokasi Pembangunan Kebun Pangkas terhadap Jumlah Produksi Tunas Tanaman Jati.

Keterangan :

**

Berpengamh sangat nyata pada taraf 95% (P < 0,Ol)

Tabel 2 menunjukkan bahwa perbedaan lokasi memberikan pengaruh yang sangat

nyata tcrhadap perkembangan jumlah tunas pada kebun pangkas jati. Dari jumlah tunas

tersebut dihitung pula jumlah tunas yang bisa dijadikan sebagai bahan stek pucuk (tunas siap

panen). Tunas siap panen ditentukan berdasarkan kriteria tunas yang biasa dipakai untuk bahan stek pucuk, yaitu tunas yang telah memiliki dua pasang daun atau lebih, dengan

panjang sekitar 2 cm atau lebih. Penghitungan tunas siap panen ini dilakukan pada tiga

minggu terakhir. Data jumlah tunas yang bisa dijadikan bahan stek pucuk disajikan pada

Tabel 3. v

Perlakuan Kesalahan Total 1 238 23 9 106,37 251,44 ?57,82 106,37 1,06

[image:27.505.75.455.67.281.2] [image:27.505.65.477.402.520.2]
(28)

Tabel 3. Perkembangan jumlah tunas siap panen per unit tanaman pada masing-masing kebun pangkas

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah tunas siap panen selalu mengalami penurunan dari pengatiiatan pertama sampai pengamatan ketiga. Hal tersebut terjadi pada kedua kebun

pangkas, baik kebun pangkas yang menggunakanpolybag maupun pada kebun pangkas yang

tidak nienggunakan polybag. Grafik yang menunjukkan penurunan jumlah tunas tiap

penganiatan disajikan pada Gambar 2.

-- --.I

Gambar 2. Grafik perkembangan jumlah tunas siap panen tiap unit pada masing-masing kebun pangkas.

p ah bar 2 menunjukkan bahwa pada kebun pangkas yang menggunakanpolybag selalu

mempunyai jumlah tunas siap panen yang lebih banyak daripada kebun pangkas yang tidak

meoggonakanpolybag. Sehingga perbedaan lokasi pembangunan kebun pangkas juga sangaf

berpengaruh sangat nyata terhadap produksi bahan stek seperti yang ditunjukkan oleh hasil

Anuyisis Of Varians (ANOVA) pada Tabel 4. Rekapitulasi jumlah dan rata-rata tunas siap

panen pada kebun pangkas yang menggunakan polybag disajikan pada Lampiran 4;

sedangka~i untuk kebun pangkas yang tidak menggunakanpolybag disajikan pada Lampiran

[image:28.510.59.472.67.173.2] [image:28.510.66.470.198.493.2]
(29)

Tabel 4. Hasil Analysis of Varians (ANOVA) Pengaruh Perbedaan Lokasi Pembangunan Kebun Pangkas terhadap Jumlah Produksi Bahan Stek.

4.1.2. P a ~ t j a n g Tunas Perlakuan

Kesalahan

Total

Pengamatan terhadap panjang tunas hanya dilakukan pada kebun pangkas yang

menggunakan polybag. Panjaxg tunas dibedakan atas 7 macam berdasarkan kisaran Keterangan :

**

Berpengaruh sangat nyata pada taraf 95% ( P < 0,Ol).

1

238

23 9

panjangnya, yaitu tunas dengan kisaran panjang 1,l

-

2 cm; 2,l

-

3 cm; 3,l

-

4 cm; 4,l

-

5 cm;

5,l

-

6 cni; 6,l

-

7 cm; dan > 7 cm. Tabel 5 menunjukkan jumlah tunas untuk masing-masing

kelas panjang. Sebaran jumlah tunas untuk masing-masing kelas panjang disajikan pada 10,555

49,802

60,357

Tabel 5. Sebaran panjang tunas pada masing-masing skala panjag. 10,555

[image:29.505.57.475.99.216.2]

0,209

Tabel 5.

Untuk lebih jelasnya pola penyebaran jutnlah tunas pada masing-tnasing skala

panjang disajikan pada Gambar 3.

[image:29.505.58.471.256.658.2]

50,44**

Gambar 3. Histogram jumlah tunas pada masing-masing skala panjang. 6,l - 7

3 Kelas Panjang(cm) Jumlali Tunas 3,84 > 7 3 6,63

5,l - 6

12

- 2

51

3,l - 4

50 2,l - 3

44

4,l - 5

[image:29.505.74.460.472.654.2]
(30)

4.1.3. Model Perturnbullan Tunas

Pengamatan terhadap model pertumbuhan tunas dilakukan pada 3 bibit jati yang terdapat pada kebun pangkas yang menggunakan polybag. Hasil pengamatan menunjukkan

bahwa tunas yang muncul hasil pemangkasan memiliki reiterasi yang hampir seragam.

Tunas yang muncul setelah pemangkasan tumbuh pada pada bekas cabang yang terdapat di

bawah titik pemangkasan. Szcara umum model pertumbuhan tunas yang timbul hampir

sama, perbedaan hanya terdapat pada tempat munculnya tunas. Model pertumbuhan tunas

ketiga bibit jati yang mewakili hibit jati yang lainnya disajikan pada Gambar 4.

~ e i e r a n ~ a n : a = Pernangkasan I c = pemangkasan 111 b = Pemangkasan I1 d = pemangkasan IV

(31)

Ketersediaan bahan r.xek untuk stek pucuk jati ditentukan oleh keberhasilan dalam

pengelolaan kebun pangkas. Bahan stek yang baik dan berkualitas serta tersedia dalam

jumlah yang cukup dapat dipcroleh apabila kebun pangkas dikelola dengan baik. Tunas yang

akan dijadikan bahan stek tersebut harus mempuriyai kriteria yang memadai untuk dapat

dijadikan sebagai bahan stek, baik dari segi panjang, jumlah maupun kondisi dari tunas itu

sendiri. Hal ini sangat penting karena kualitas dan kuantitas bahan stek turut mempengaruhi

keberllasilan dalam melakukan pelaksanaan penyetekan berikutnya.

Terjadinya pembentukan tunas hasil pemangkasan bila ditinjau dari segi fisiologis

berkaitan erat dengan adanya pematahan dominansi apiltal yang dilakukan pada saat

pemangkasan. Pemangkasan mengakibatkan dominansi apikal menjadi tidak aktif, seterusnya

akan ~nengatifkan berbagai dominansi yang lain yang semulanya tidak aktif. Selain itu

dengari adanya pemangkasan kegiatan fotosintesis yang terjadi di daun otornatis juga akan

terhenti, sementara itu akar tanaman secara terus menerus akan menyerap air dan berbagai

mineral yang dibutuhkan lainnya dari dalam tanah. Untuk sementara bahan-bahan yang

diserap tersebut akan disimpan dalam jaringan parenkim yang fungsinya berkaitan asimilasi.

Di lnana lnenurut hasil penelitian parenkim asimilasi ini terdiri dari sel yang banyak

mengalldung klorofil, parenkim ini sangat bermanfaat bagi berlangsungnya proses

fotosintesis (sintesa karbohidrat) yang tentunya pula akan terletak pada bagian tepi dari organ

-organ tanaman, mengingat babwa bagi kepeluan fotosintesis sangat dibutuhkan cahaya

., (radiasi). Parenkim asi~nilasi ini pada kloroplas yang terdapat di dalamnya ternyata banyak

mengandung butir-butir tepung asimilasi, dan karena ternyata banyak berisi klorofil, maka

parenkirn asimilasi ini biasn pula disebut sebagai khlorenkim (Kartasapoetra, 1988).

Perkembangan selanjutnya dari jaringan ini akan terbentuk organ berupa daun, sehingga

muncul tunas berdaun yang ser~gat diperlukan sebagai pusat sebagai pusat berlangsungnya

proses fotosintesis.

Dalam penelitian ini digunakan dua macam kebun pangkas, yaitu kebun pangkas

dengan bibit yang langsung ditanam di bedeng sapih dan kebun pangkas dengan bibit

ditanam dalam polybag yang menggunakan media tanam campuran dari kompos dan tanah

dengan perbandingan 1 : 1 seperti yang terdapat pada bedeng sapih. Kedua kebun pangkas

(32)

yang baik. Selain itu dari penelitian ini juga akan terlihat pengaruh dari perbedaan lokasi

*,

peinbangunan kebun pangkas terhadap produktifitasnya dalam menghasilkan bahan stek.

Peinangkasan yang dilakukan terhadap kebun pangkas dibedakan atas dua macam.

Pemangkasan jenis pertama dilakukan dengan memotong semua bibit secara sama rata

dengan patokan bibit yang paling rendah, sehingga yang terlihat setelah pemangkasan

dilakukaii adalah hanya batang bawah bekas pemotongan. Dari pemangkasan ini akan

diainati perkembangan jumlah tunas selama 8 minggu. Pemangkasan berikutnya dilakukan

untuk menghitung semua jurnlah tunas yang bisa dijadikan sebagai bahan stek. Pemangkasan

untuk mengetahui jumlah tunas yang bisa dijadikan sebagai bahan stek dilakukan pada 3

minggu terakhir penelitian. Peubah yang diamati adalah jumlah tunas, panjang tunas, dan

serta model pertumbuhan tunas (reiterasi).

Potensi jumlah tunas inerupakan parameter produksi yang menghitung jumlah tunas

yang dapat digunakan sebagai bahan stek yang dihasilkan dari suatu kebun pangkas.

Disamping itu perlu juga dihitung jumlah tunas yang belum bisa dijadikan sebagai bahan

stek, namun dijadikan pertimbangan sebagai calon tunas yang selanjutnya bisa dijadikan

ballan stek. Secara umum, seperti yang disajikan pada Gambar 1, pola perkembangan

jumlah tunas dari kedua kebun pangkas hampir sama, walaupun pada kebun pangkas yang

menggunakan polybag selalu mempunyai jumlah tunas yang lebih banyak dibandingkan

dengan kebun pangkas yaiig tidak menggunakan polybag. Pada minggu pertama setelah

pemangksan ke-1 menunjukk:in perbedaan yang cukup signifikan antara jumlah tunas pada

kebun pangkas yang menggunakan polybag dengan kebun pangkas yang tidak menggunakn

polybag, Pada kebun pangkas yang menggunakan polybag jumlah tunas yang muncul

sebanyak 106 tunas, sedangkan pada kebun pangkas yang tidak menggunakan polybag tunas

yang muncul hanya sebanyak 14 tunas. Pada minggu kedua terjadi peningkatan jumlah

tunas yang sangat drastis pada kedua kebun pangkas, yaitu dari 106 tunas menjadi 351 tunas

dan dari 14 tunas menjadi 163 tunas. Pada minggu ke-3 sampai dengan minggu ke-5, jumlah

tunas tidak mengalami perubahan yang cukup drastis. Jumlah tunas pada kedua kebun,

pangkas rnenurun dalam jumlah yang sangat kecil. Penurunan jumlah tunas yang paling kecil

terjadi pada minggu ke-4, yakni cuma berkurang satu tunas dari minggu ke-3. Rata-rata

ju~nlali tunas untuk masing-masing kebun pangkas adalah 2.60 tunas (2

-

3 tunas) dan 1.27

tunas (I

-

2 tunas).

Pada pemangkasan ke-2 terjadi penurunan jumlah tunas yang sangat drastis, yaitu

(33)

pemangksan ke-3, jumlah tunas mengalami peningkatan yang cukup drastis. Masing-masing

kebun pangkas lneningkat sebanyak 183 tunas dan 121 tunas.

Terjadinya penibahan jumlah tunas setiap minggu diduga karena adanya perbedaan

dalam efisieusi penyerapan unsur hara dan ketersediaan dari dari unsur hara itu sendiri.

Dimana penurunan jumlah tunas diduga disebabkan oleh berkurangnya efisiensi penyerapan

unsur Iiara oleh bibit jati atau memang karena unsur hara juga mengalami penurunan,

sementara pasokan unsur hara dari luar sangat sedikit.

Kedua kebun pangkas menunjukkan bahwa kebun pangkas yang menggunakan

polybag ~nempunyai potensi yang lebih besar untuk menghasilkan tunas, dimana secara

keseloruhan rata-rata jumlah tunas tiap minggu pada kebun pangkas yang menggunakan

polybag adalah 3 12.13 tunas (3 12

-

3 13 tunas) atau sebanyak 2.60 tunas (2

-

3 tunas) untuk setiap bibit jati, sedangkan rata-rata ju~nlall tunas tiap miggua untuk kebun pangkas yang

tidak menggu~akan polybag adalah 152.38 tunas (152

-

153 tunas) atau 1.27 tunas (1

-

2

tunas) tunas untuk setiap bibit jati. Bila dihitung dalam kurun waktu satu tahun, maka setiap

bibit jati pada kebun pangkas yang menggunakan polybag dapat menghasilkan tunas

sebanyak 135.2 (135

-

136 tunas). Dengan membandingkan kedua kebun pangkas tersebut diperoleh gambaran bahwa pembangunan kebun pangkas yang mennggunakan polybag

mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam meningkatkan keberhasilan pengadaan bahan

stek untuk dijadikan sebagai bahan stek pucuk. Disamping menghasilkan lebih banyak bahan

stek dengan ruas-ruas pendek, sehingga kemalnpuan berakarnya tinggi, pembangunan kebun

pangkas dengan menggunakan polybag juga inerniliki berbagai kelebiharl laii~nya seperti

lebih praktis, dapat dibawa ke tetnpat pengembangbiakan (ruinah kaca), sehingga stek dapat

disiapkail lebill cepat, serta dengan mudah posisinya dapat dirubah (Priadjati et al., 2002).

Pembangunan kebun pangkas dengan menggunakan polybag mampu meningkatkan

produksi tunas sebesar 51 .I 8 %.

Dari pengamatan jumlah dan perkembangan jumlah tunas yang muncul dari kedua

kebun pangkas jati tersebut dihitung pula perkiraan junilah tunas yang bisa digunakan

sebagai bahan stek pucuk. Lain halnya pengamatan jumlah tunas yang muncul tiap minggu,

untuk tunas yang bisa digunakan sebagai bahan stek mengalami penurunan julnlah tunas

selama 3 minggu pengamatan. Pada kebun pangkas yang menggunakan polybag rata-rata

jumlah tunas per minggu yang bisa dijadikan bahan stek untuk setiap bibit jati berturut-turut

(34)

tinggi dari pada kebun pangkas yang tidak menggunakanpolybag. Pada kebun pangkas yang

tidak menggunakan polybag rata-rata jumlah tunas per minggu yang bisa dijadikan sebagai

bahan stek untuk setiap bibit jati berturut-turut adalah 0.88 (0

-

1 tunas), 0.59 (0

-

1 tunas), dan 0.46 (0

-

1 tunas). Rata

-

rata jumlah tunas yang bisa dijadikan sebagai bahan stek untuk setiep jenis tanaman per minggu pada masing

-

masing kebun pangkas adalah 1.07 (1

-

2

tunas) dan 0.64 (0

-

1 tunas), s-hingga jumlah tunas yang bisa dijadikan sebagai bahan stek Pucuk per bulan untuk masing-masing kebun pangkas adalah sekitar 4

-

5 dan 2

-

3 tunas

Adanya pola penururlzn ini terjadi karena adanya mekanisme bertahan hidup dan

keterbatasan hara. Mekanisme bertahan hidup ini berupa pemilihan tunas tertentu untuk tetap

tumbuh dari setiap unit bibit jati, dan mengurangi suplai nutrisi terhadap tunas lain yang tidak

terpilih. Ini dilakukan oleh tanaman karena adanya keterbatasan hara dan nutrisi yang

dibutuhkan oleh tanaman, sehingga tanaman akan lebih mudah untuk tumbuh dan

berkembang dengan jumlah tunas yang tidak terlalu banyak, akibatnya jumlah tunas akan

semakin berkurang seiring dengan pertambahan waktu. Perbandingan antara perkembangan

junilah tunas yang bisa digunakan sebagai bahan stek dari kedua kebun pangkas memiliki

pola yang hampir sama. Kedua kebun pangkas memiliki pola penurunan selama 3 kali pengamatan. Walaupun demikian kebun pangkas yang menggunakan polybag selalu

memiliki jumlah tunas siap panen yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebun pangkas

yang tidak menggunakan polybag.

Peugamatan terhadap parameter panjang tunas dilakukan pada akhir penelitian.

Parameter ini hanya dihitung pada kebun pangkas yang dinggap lebih baik dalam potensi

tunasnya. Dari hasil jumlah tunas sebelumnya bahwa kebun pangkas yang menggunakan

polybag mempunyai potensi yang lebih bagus untuk aikembangkan, sehingga panjang tunas

yang dihitung hanya panjang tunas pada kebun pangkas yang menggunakan polybag.

Panjang tunas yang diukur dibagi atas 7 macam kisaran panjang, yakni tunas dengan kisaran

panjang 1,l

-

2 cm; 2,l

-

3 cm; 3,l

-

4 cm; 4,l

-

5 cm; 5,l

-

6 cm; 6,l

-

7 cm; serta tunas dengan kisaran panjang > 7 cm. Secara umum menunjukkan bahwa jumlah tunas menurun

seiring dengan meningkatnya kisaran panjang tunas. Tunas yang muncul lebih awal memiliki

kecendungan untuk mempun:/ai panjang tunas yang lebih panjang daripada tunas yang

muncul belakangan. Tunas dengan kisaran panjang 1,l

-

2 cm; 2,l

-

3 cm; serta 3,l

-

4 cm merupakan jumlah tunas yang dominan dibandingkan dengan jumlah tunas pada kisaran

panjang yang lainnya, walaupur~ jumlah tunas terbanyak terdapat pada tunas dengall kisaran

(35)

dan 2.1

-

3 c ~ n yang jumlahnya masing-masing 50 dan 44 tunas. I-la1 ini sangat

menguntungkan karena panjang tunas yang biasa dijadikan sebagai bahan stek minimal 2 cm.

Terjadinya perbedaan dalam ha1 panjang tunas diduga kare~ia adanya perbedaan masing-

masing tunas dalam melakuka~i pembelahan disamping itu juga disebabkan oleh ketersediaan

unsur Iiara yang dibutuhkan oleh bibit jati tersebut untuk pertumbuhan dan perkembangan

tunasnya. Semakin banyak unsur hara yang terdapat dalani media tempat tumbuh satuan unit

jati tersebut maka pertumbulian tunasnya akan semakin baik.

Parameter terkahir dalam penelitian ini adalah peligamatan terhadap model dari

pertumbulian tunas. Secara umum setiap jenis tanaman memiliki pola pertumbuhan yang

spesifik. Pada jati pola pertumbuhan batang dan cabang~iya termasuk monopodial, dimana

masih terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara batang utama (pokok) dengan cabang

maupun rantingnya. Tunas yang muncul setelall pemangkasan merupakan tunas-tunas

orthotrop (tunas yang tumbuh secara vertikal), perbedaannya terdapat pada tempat

munculnya tunas, biasanya tunas muncul pada bekas daun akibat perpindahan titik tumbuh

dari pucuk yang telah dipangkas ke bekas daun yang menjadi tempat munculnya tunas.

Untuk mendapatkan tunas yang banyak kebun pangkas perlu dipelihara. Beberapa

kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan kebun pangkas diantaranya adalah : 1). Pemotongan cabang ke samping dengan meninggalkan 4

-

6 ruas batang, jangan memotong

cabang sa~iipai habis, 2). Pemotongan cabang atau ranting yang mati terkena penyakit, 3).

Pemberian pupuk apabila produksi tunas berkurang, 4). Penggantian tanaman yang mati atau

terkena serangan hamdpenyakit dengan bibit yang seliat, 5). Pemberantasan llama pada

.<

tanaman, 6). Pembersihan tanaman terhadap gulma, 7). Penyiraman tanaman terutama pada

musi~n kemarau, setidaknya dua kali sehari, 8). Pemberian mulsa seperti serasah atau serbuk

gergaji yang telah kering dapt dilakukan untuk menjaga suhu tanah bedengan. (Effendi,

2002).

Dengan menggunakan perhitungan dapat dilakukan penaksiran luas areal yang

dibutuhkan untuk pembanguiian kebun pangkas yang menggunakan polybag dalam skala

besar. Misalnya untuk bibit jati sebanyak 200.000 batang dengan ukuran pubbag 30 cm x

30 cm dan ukuran bedeng 5 m x 1 m (500 cm x 100 cm). Maka : Kelilingpolybag yang

berukuran 30 cm

x

30 cm adalah 60 cm, sehingga diameternya adalah 60 cml3.14 = 19.1 cm.

Jarak tanam di bedeng sapih 19.1 cm 19.1 cm.

Dalam satu bedeng sapih dapat menampung sekitar 137 bibit ( = 500 cm x 100 cm

(36)

., Luas areal yang dibutuhkan adalah 200.000 x 364.81 cm2 = 72.962.000 cm2 =

7.296,2 m2 atau sekitar 0.70 Ha, sehingga jumlah bedeng sapih yang diperlukan adalah

7.296,2 m2/5m2 = 1459 bedeng sapih.

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa untuk satu unit tanaman pada kebun

pangkas yang menggunakan polybag dapat menghasilkan sekitar 1.07 tunas yang bisa

dijadikan sebagai sumber bahan stek. Maka untuk 200.000 unit tanaman akan mampu

menghasilkan sekitar 214.000 tunas untuk bahan stek pucuk perminggu. Bila persentase

hidup stek 97.7 % (Sardjito,2003), maka dalam seminggu bisa menghasilkan bibit hasil stek

(37)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Perbedaan lokasi pembangunan kebun pangkas (di polybag dan tanpa polybag)

berpengaruh terhadap kemampuannya dalam memproduksi bahan stek pucuk, di mana

kebun pangkas yang menggunakan polybag mampu menghasilkan tunas dengan jumlah

yang lebih besar dibandingkan dengan kebun pangkas yang tidak menggunakalipolybag.

Kebun pangkas yang ~nenggunakan polybag mampu menghasilkan tunas sebanyak 2,60

(2

-

3 tunas) untuk setiap unit tanaman perminggu sedangkan pada kebun pangkas yang tidak menggunakanpolybag hanya mampu menghasilkan sebanyak 1,27 (1

-

2 tunas). 2. Waktu untuk memproduksi sejumlah tunas pada kebun pangkas yang ~nenggunakan

polybag lebih cepat dibar~dingkan dengan yang tidak menggunakan polybag, dimana

untuk memproduksi satu tgnas pada kebun pangkas yang menggunakan polybag kurang

dari satu minggu, sedangkan kebun pangkas yang tidak menggunakan polybag

membutuhkan waktu satu minggu untuk memproduksi satu tunas

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk lnengetahui panjang tunas optimum yang

bisa dijadikan sebagai sumber bahan stek pucuk.

2. Perlu pemeliharaan kebun pangkas yang intensif dan optimal untuk mempertahankan

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, R. 2002. Kebun Pangkas Pagar Sebagai Salali Satu Alternatif Sumber Bahan Stek Pucuk. Bulletin Sylva Tropika No. 07. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Hariono, B. 2001. Laporan PKL di HPHTI PT. Riau Andalan Pulp and Paper. Tidak dipublikasikan.

Hartman

,

H.T. and D.E. Kester. 1983. Plant Propagation : Pinciples and Practises. Fourth Edition. Prentice Hcll Inc. Englewood. New York.

Kartasapoetra, A.G. 1988. Pengantar Anatomi Tumbuhan. Bumi Aksara. Jakarta.

Lamprecht, H. 1989. Silviculture In The Tropics, Tropical Forest Ecosyste~ils and Their Tropical Species

-

Possibilities and Methods for Their Long Term Utilization. GTZ Technical Cooperation Federal Republic of Germany. Esxhborn. Germany.

Leppe, D dan W.T.M. Smits. 1988. Metoda Pembuatan dan Pemeliharaan Kebun Pangkas Dipterocarpaceae. Balai Penelitian Kehutanan Samarinda. Samarinda.

Longman, K. A. dan R.H.F. Wilson. 1993. Rooting Cuttings of Tropical Trees. Tropical Trees : Propagation and Planting Manuals. Vol 1. Commenwealtli Science Council.

137p.

Mahfudz. 2002. Produksi Bibit Jati (Tectona grandis Linn.0 dengan Stek Pucuk. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta.

Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir dan S.A. Prawira. 1986. Indonesian Wood Atlas. Vol I. Departmen of Forestry. Bogor. Indonesia.

Oldeman, R.A.A.F. and P.B. Tomlinson. 1979. i'ropical Trees and Forestry. Springer- Verlag Berlin Heidelberg. New York.

Pramono, A.A., A.Z. Abidin dan A. Rachmat. 2001. Meningkatkan Perolehan Tunas Berkualitas pada Kebun Pangkas. Bulletin Tekno Benih Vol. VI No. 1 ha1 56-62.

.,

Priadjati., D. Leppe, F. Anshari, G.W. Tolkamp, Hendromono, I.Yasman, K. Sidiyasa, M. Noor, M. Omon, Rayan dan R. Efendi. 2002. Manual Persemaian Dipterocarpaceae. Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan. Jakarta.

(39)

Samsijah. 1975. Pengaruh Umur dan Letaknya Stek Pada Cabang Pada Cabang Terhadap Kemampuan Hidupnya. Departemen Badan Penelitian dan Pengembangan. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor.

Sarjito. 2003. Studi Pelnbar~gunan Kebun Pangkas dan Stek Pucuk Jati (Tectona grandis

Linn.0 Dengan Menggunakan Zat Pengatur Tumbuh IBA. Karya Ilmiah. Program Diploma I11 Budidaya Hutan Tanaman. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.

Soerianegara, I dan E. Djamhuri. 1979. Pemuliaan Pohon Hutan. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soerianegara, I dan R.H.M.J. Lemmens. 1994. Prosea. Plant Resources of South East Asia 5. Timber Trees : Major Commercial Timbers. Prosea. Bogor.

Solikhin, A. 2003. Studi Tentang Pembiakan Vegetatif Stek Pucuk dan Pengelolaan Kebun Pangkas Jati (Tectona grandis Linn.0. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.

Supriyanto dan U. S. Irawan. 2000. Teknik Tanaman Stek Pucuk, Aspek Fisiologis. Laboratorium Silvikultur SEAMEO. BIOTROP. Bogor.

Tini,

N

dan K. Amri. 2002. Mengebulikan Jati Unggul. Agrolnedia Pustaka. Jakarta.

Utami, S.D. 2002. Pengaruh Tipe Tunas dan Zat Pengatur Tumbuh IBA Terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Jati (Tectona ,grandis Linn.0. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.

(40)
(41)

Lampiran 1. Rekapitulasi Jumlah Tunas pada Kebun Pangkas Yang Menggunakan Polybag

(42)

lanjutan

(43)
(44)

Lampiran 2. Rekapitulasi Jumlah Tunas pada Kebun Pangkas Yang Tidak Menggunakan

(45)
(46)
(47)
(48)
(49)

lanjutan

(50)
(51)

Lampiran 5. Rekapitulasi Jumlah dan Rata-Rata Tunas Siap Panen Tiap Unit Tanaman Tanaman pada Kebun Pangkas Yang Tidak Menggunakan Polybag

,

.

' ! ,::.

,

: i ;

3 Jumlah '.. ;: " :Rato:Rata", i .

,

. I * .
(52)
(53)
(54)

Lampiran 6. Hasil Analysis of Varians (ANOVA) Pengaruh Perbedaan Lokasi Pembangunan Kebun Pangkas terhadap Jumlah Produksi Tunas Jati (Tectonagrandis Linn.0

One-way ANOVA: polybag, non polybag

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P

Factor 1 106.37 106.37 100.69 0.000

Error 238 251.44 1.06

Total 239 357.82

Individuai 95% CIS For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev

--- + ---

+

---

+

---

pobbag 120 2.603 1.227 (---*---)

nonpolybag 120 1.272 0.779 (--*---)

Pooled StDev = 1.028 1.50 2.00 2.50

Lampiran 7. Hasil Analysis of Varians (ANOVA) Pengaruh Perbedaan Lokasi Pembangunan Kebun Pangkas terhadap Jumlah Produksi Tunas Untuk Bahan Stek Pucuk Jati (Tectona graitdis Linn.0.

One-way ANOVA: polybag, nonpolybag

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P

Factor 1 10.555 10.555

.

50.44 0.000 Error 238 49.802 0.209

Total 239 60.357

Individual 95% CIS For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev

---

+

---

+

---

+

---

+-

~ ~ ~ b a g 120 1.0645 0.4930 (---

*

----)

nonpolybag 120 0.645 1 0.4189 (----*----)

----.

+

---

+

---

+

---

+-

(55)

PEMBANGUNAN DAN UEMELIHARAAN KEBUN PANGKAS UNTUK PRODUKSI BAHAN STEK PUCUK JATI (Tectona grnrzdis Linn.f)

ALP1 HARTONO

NRP.

E01499007

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANLAN BOGOR

(56)
(57)

Alpi Hartono. E01499007. Pembangunan dan Pemeliharaan Kebun Pangkas Untuk Produksi Bahan Stek Pucuk Jati (Tectona grandis Linn.f ). Di bawah Bimbingan Ir. Andi Sukendro, M.Si

Jati (Tectona grandis Linn.f ) merupakan salah satu spesies daun lebar famili

Verbenaceae yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan sampai saat ini jati banyak digunakan

dalam pembangunan hutan tanaman. Sakah satu kesulitan dalam pembangunan hutan tanaman

adalah masalah ketersediaan bibit yang relatif terbatas baik dari segi jumlah, kualitas maupun

dari segi waktu ketersediaannya. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perbanyakan

tanaman secara vegetatif menjadi salah satu alternatif utama. Salah satu cara petnbiakan

vegetatif yang relatif sederhana dan umum digunakan di bidang kehutanan adalah dengan

stek, khususnya stek pucuk. Untuk menjamin pengadaa~i bibit dari stek pucuk bagi

pembangunan hutan tanaman perlu dibangun suatu kebu~i pangkas. Untuk itu diperlukan

penguasaan teknik pengelolaan kebun pangkas yang antara lain adalah teknik penanaman,

pemupukan, pemangkasan, dan penaungan (Pramono et ul,, 2001). Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui perbedaan jumlah produksi tunas antara kebun pangkas yang

rnenggunakan polybug'dengan kebun pangkas yang tidak menggunakan polybag (langsung

ditanam di bedeng sapih) serta untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk menghasilkan

sejumlah tunas pada masing-masing unit tanaman.

Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilakukan selama lima bulan, yak~ii mulai bulan

.

Juni 2003

-

Oktober 2003. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag, cutter, cangkul, kalkulator, komputer, kalkulator, dan alat tulis, sedangkan bahan yang digunakan

adalah bibit jati yang berumur 6 bulan, tanah latosol darrnaga, dan kompos.

Metode penelitian terdiri dari 9 tahap, yaitu : inventarisasi potensi kebun pangkas,

penyiapan bedeng kebun pangkas, penyiapan media, penseleksian bibit, penyapihan,

pemangkasan, pemeliharaan (terdiri dari penyiraman dan penyiangan), pengamatan peubah

(terdiri dari jumlah tunas, panjang tunas serta model pertumbuhan tunas), dan pengolahan

data (Minitab dan Micosofr Excel).

Dari hasil pengamatan, rata-rata jumlah tunas per minggu untuk tiap unit tanaman

pada kebun pangkas yang menggunakanpolybag adalah 2,60 (2

-

3 tunas), sedangkan yang
(58)

dijadikan sebagai bahan stek pucuk per minggu untuk setiap unit tanaman pada kebun

pangkas yang menggunaka~i polybag adalah

Gambar

Tabel 2. Hasil Analysis of Varians (ANOVA) ~eniaruh Perbedaan Lokasi Pembangunan Kebun Pangkas terhadap Jumlah Produksi Tunas Tanaman Jati
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah tunas siap panen selalu mengalami penurunan
Gambar 3. Histogram jumlah tunas pada masing-masing skala panjang.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisisi ragam menunjukkan, bahwa tidak terjadi interaksi kombinasi perlakuan antara konsentrasi larutan urin sapi (L) dan lama perendaman stek (M)

Penggunaan Vermikompos dalam Meningkatkan Mutu Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Jati Muna ( Tectona grandis Linn f.). Dibimbing oleh IRDIKA MANSUR, DEDY DURYADI S.

Pendugaan Keragaman Genetik serta Sistem Perkawinan (Mating System) Di Kebun Benih Klon Jati (Tectona grandis Linn.f.).. Susana Paulina Dewi

Selain itu juga dapat memberikan informasi bahwa zat warna pucuk daun jati (Tectona grandis L.f.) dapat digunakan sebagai pewarna rambut alami yang relatif aman dengan

DARI SERBUK PEWARNA DAUN JATI MUDA ( TECTONA GRANDIS LINN. F.) DENGAN MIKROENKAPSULASI MENGGUNAKAN MALTODEKSTRIN ” sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pangan

Penggunaan Vermikompos dalam Meningkatkan Mutu Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Jati Muna (Tectona grandis Linn f.). Dibimbing oleh IRDIKA MANSUR, DEDY DURYADI S. dan

Tujuan pembuatan kebun pangkas adalah sebagai penyedia tanaman induk bahan stek pucuk ramin untuk perbanyakan secara vegetatif produksi bibit

c) Lakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk daun yang mengandung unsur hara berkadar N tinggi. CATATAN Masukkan 3 sendok makan ke dalam wadah, lalu ditambah dengan air sehingga