PENGGUNAAN VERMIKOMPOS DALAM MENINGKATKAN
MUTU INOKULUM CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA
UNTUK JATI MUNA (Tectona grandis Linn f.)
ASRIANTI ARIF
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penggunaan Vermikompos dalam Meningkatkan Mutu Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Jati Muna (Tectona g randis Linn f.) adalah karya saya sendiri dibawah bimbingan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2006
ABSTRAK
ASRIANTI ARIF. Penggunaan Vermikompos dalam Meningkatkan Mutu Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Jati Muna (Tectona grandis Linn f.). Dibimbing oleh IRDIKA MANSUR, DEDY DURYADI S. dan SRI WILARSO BUDI R.
Mutu inokulum CMA merupakan hal penting yang perlu diperhatikan sehingga dapat mengurangi dosis inokulum yang diaplikasikan ketanaman dan mempercepat pengaruhnya terhadap tana man. Inokulum CMA dengan mutu yang baik dapat diperoleh jika persyaratan produksi inokulum dapat terpenuhi seperti pemilihan tanaman inang yang sesuai, media pertumbuhan, penambahan pupuk dan lingkungan yang cocok untuk perbanyakan cendawannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari respon jenis CMA terseleksi G. etunicatum dan Glomus sp. terhadap penambahan vermikompos, menguji penambahan vermikompos dalam meningkatkan mutu inokulum CMA, serta menguji formulasi inokulum CMA dan vermikompos dalam meningkatkan pertumbuhan semai jati Muna. Penelitian ini merupakan percobaan faktorial dengan RAL menggunakan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama yaitu jenis inokulum CMA yang terdiri dari tiga taraf : 1) tanpa inokulasi CMA , 2) inokulasi CMA jenis Gl. etunicatum dan 3) inokulasi CMA jenis Glomus sp. Faktor kedua adalah formulasi media dengan vermikompos terdiri dari 100% zeolit, 90% zeolit dicampur 10% vermikompos, 80% zeolit dicampur 20% vermikompos, 70% zeolit dicampur 30% vermikompos, dan 60% zeolit dicampur 40% vermikompos.
Pada perbanyakan inokulum CMA, jenis G. etunicatum terlihat lebih toleran terhadap penambahan vermikompos sampai 40% (v/v) media dibandingkan jenis Glomus sp. Akan tetapi jumlah propagul infektif inokulum kedua jenis CMA masih belum dapat melampaui jumlah propagul pemberian pupuk hyponex merah. Setelah uji efektivitas ke semai jati Muna, formulasi inokulum CMA dengan vermikompos memberikan respon pertumbuhan dan serapan hara terbaik dibandingkan dengan kontrol.
Perlakuan formulasi inokulum CMA jenis G. etunicatum dengan vermikompos 40% dan Glomus sp. dengan vermikompos 40% memberikan respon yang sama terhadap pertumbuhan semai jati Muna dan merupakan perlakuan terbaik.
© Hak cipta milik Asrianti Arif, tahun 2006 Hak cipta dilindungi
PENGGUNAAN VERMIKOMPOS DALAM MENINGKATKAN
MUTU INOKULUM CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA
UNTUK JATI MUNA (Tectona grandis Linn f.)
ASRIANTI ARIF
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Penggunaan Vermikompos dalam Meningkatkan M utu Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Jati Muna (Tectona grandis Linn f.)
Nama : Asrianti Arif Nomor Pokok : E.051030311
Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc Ketua
Dr.Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R, M.S. Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Dr.Ir. Rinekso Soekmadi, M.S. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karuniaNya jualah sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah berjudul Penggunaan Vermikompos dalam Meningkatkan Mutu Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Jati Muna (Tectona grandis Linn f.) ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Dr.Ir. Dedy Duryadi S. , DEA. sebagai anggota komisi pembimbing, dan Bapak Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R., MS. sebagai anggota komisi pembimbing atas kesungguhan, kesabaran dan kebijakannya serta banyak memberi masukan dan saran yang sangat bermanfaat selama membimbing penulis.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada :
1. Rektor UNHALU dan Dekan Fakultas Pertanian UNHALU yang telah memberi izin kepada penulis untuk melanjutkan studi S2.
2. Direktur Proyek DUE-Like Batch II UNHALU yang telah memberikan beasiswa kepada penulis.
3. Prof. Dr.Ir. Syafrida Manuwoto mantan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, DR.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang memberi kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan program S2. 4. Ketua Program Studi IPK
5. Dr.Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar Kepala Laboratorium Silvikultur FAHUTAN IPB dan penguji luar komisi.
6. Teman-teman seperjuangan di Klub Mikoriza Silvikultur, terutama Bapak Ir. Abimanyu D. Nusantara, M.P, ibu Dr.Ir. Yudhy Harini Bertham, M.P, La Ode Alimudin, SP. M.Si., Ibu Ir. Luluk Setyaningsih, M.Si., juga kepada
Ibu Dr.Ir. Gusti Ayu, M.Si., dan Bapak Dr.Ir. La Ode Safuan, M.P, yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.
8. Teman-temanku Asniah, Wiwin, Ai Asiyah (grup Kwek-kwek) yang banyak membantu dan memberi semangat, Wardana (spesialis komputer) yang banyak memberi ilmunya, Sukma, Hafida Nur, Hajra (doyan fashion), Ida (tim sukses P6), Nirwan dan Bubun (kelucuannya selama di P6), Yuli (suka bawa oleh-oleh wingko semarang), dan semua kru P6, kepada sahabatku Rajab (trima kasih atas bantuannya) dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Ucapan terima kasih yang dalam penulis sampaikan kepada kedua orang tuaku (Bapak Arief La Adi dan ibu Harni), Almarhum Nenekku, Paman-pamanku Drs. Faad Maonde, MS., Mantri La Iynu, Ir. Dani, Tante -tanteku Ir. Husna, Husriah, Sanaria, Sumira dan kakakku Asriany Arif, adik-adikku Dr. Yuniati Arif, Abdul Rahman, Muh. Fadillah atas ketulusan, kesabaran dalam memberi dorongan da n semangat untuk penulis.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat penulis hargai. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 15 November 1975 dari
ayah Arief La Adi dan ibu Harni. Penulis merupakan putri kedua dari lima
bersaudara.
Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri I Mawasangka dan pada tahun
yang sama masuk Universitas Haluoleo pada Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.
Penulis menjadi staf pengajar pada Fakultas Pertanian Unhalu sejak tahun 2001 dan pada tahun 2003 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan ke Program Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pengetahuan
Kehutanan. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Proyek Due-Like
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN ... 1
TINJAUAN PUSTAKA ... 7
Cendawan mikoriza arbuskula ... 7
Klasifikasi Cendawan mikoriza arbuskula ... 8
Peranan CMA ... 10
Vermikompos ... 11
Peran CMA dan vermikompos ... 12
Perbanyakan inokulum dan potensi inokulum CMA ... 13
Jati ... 14
Penyebaran dan klasifikasi jati ... 15
Deskripsi buah dan benih jati ... 15
Tempat tumbuh jati ... 16
Jati Muna ... 17
METODOLOGI PENELITIAN ... 19
Waktu dan tempat ... 19
Bahan dan alat ... 19
Metode penelitian ... 19
HASIL dan PEMBAHASAN ... 28
Hasil ... 28
Pembahasan ... 39
SIMPULAN DAN SARAN ... 53
Simpulan ... 53
Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 55
PENGGUNAAN VERMIKOMPOS DALAM MENINGKATKAN
MUTU INOKULUM CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA
UNTUK JATI MUNA (Tectona grandis Linn f.)
ASRIANTI ARIF
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penggunaan Vermikompos dalam Meningkatkan Mutu Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Jati Muna (Tectona g randis Linn f.) adalah karya saya sendiri dibawah bimbingan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2006
ABSTRAK
ASRIANTI ARIF. Penggunaan Vermikompos dalam Meningkatkan Mutu Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Jati Muna (Tectona grandis Linn f.). Dibimbing oleh IRDIKA MANSUR, DEDY DURYADI S. dan SRI WILARSO BUDI R.
Mutu inokulum CMA merupakan hal penting yang perlu diperhatikan sehingga dapat mengurangi dosis inokulum yang diaplikasikan ketanaman dan mempercepat pengaruhnya terhadap tana man. Inokulum CMA dengan mutu yang baik dapat diperoleh jika persyaratan produksi inokulum dapat terpenuhi seperti pemilihan tanaman inang yang sesuai, media pertumbuhan, penambahan pupuk dan lingkungan yang cocok untuk perbanyakan cendawannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari respon jenis CMA terseleksi G. etunicatum dan Glomus sp. terhadap penambahan vermikompos, menguji penambahan vermikompos dalam meningkatkan mutu inokulum CMA, serta menguji formulasi inokulum CMA dan vermikompos dalam meningkatkan pertumbuhan semai jati Muna. Penelitian ini merupakan percobaan faktorial dengan RAL menggunakan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama yaitu jenis inokulum CMA yang terdiri dari tiga taraf : 1) tanpa inokulasi CMA , 2) inokulasi CMA jenis Gl. etunicatum dan 3) inokulasi CMA jenis Glomus sp. Faktor kedua adalah formulasi media dengan vermikompos terdiri dari 100% zeolit, 90% zeolit dicampur 10% vermikompos, 80% zeolit dicampur 20% vermikompos, 70% zeolit dicampur 30% vermikompos, dan 60% zeolit dicampur 40% vermikompos.
Pada perbanyakan inokulum CMA, jenis G. etunicatum terlihat lebih toleran terhadap penambahan vermikompos sampai 40% (v/v) media dibandingkan jenis Glomus sp. Akan tetapi jumlah propagul infektif inokulum kedua jenis CMA masih belum dapat melampaui jumlah propagul pemberian pupuk hyponex merah. Setelah uji efektivitas ke semai jati Muna, formulasi inokulum CMA dengan vermikompos memberikan respon pertumbuhan dan serapan hara terbaik dibandingkan dengan kontrol.
Perlakuan formulasi inokulum CMA jenis G. etunicatum dengan vermikompos 40% dan Glomus sp. dengan vermikompos 40% memberikan respon yang sama terhadap pertumbuhan semai jati Muna dan merupakan perlakuan terbaik.
© Hak cipta milik Asrianti Arif, tahun 2006 Hak cipta dilindungi
PENGGUNAAN VERMIKOMPOS DALAM MENINGKATKAN
MUTU INOKULUM CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA
UNTUK JATI MUNA (Tectona grandis Linn f.)
ASRIANTI ARIF
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Penggunaan Vermikompos dalam Meningkatkan M utu Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Jati Muna (Tectona grandis Linn f.)
Nama : Asrianti Arif Nomor Pokok : E.051030311
Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc Ketua
Dr.Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R, M.S. Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Dr.Ir. Rinekso Soekmadi, M.S. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karuniaNya jualah sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah berjudul Penggunaan Vermikompos dalam Meningkatkan Mutu Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Jati Muna (Tectona grandis Linn f.) ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Dr.Ir. Dedy Duryadi S. , DEA. sebagai anggota komisi pembimbing, dan Bapak Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R., MS. sebagai anggota komisi pembimbing atas kesungguhan, kesabaran dan kebijakannya serta banyak memberi masukan dan saran yang sangat bermanfaat selama membimbing penulis.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada :
1. Rektor UNHALU dan Dekan Fakultas Pertanian UNHALU yang telah memberi izin kepada penulis untuk melanjutkan studi S2.
2. Direktur Proyek DUE-Like Batch II UNHALU yang telah memberikan beasiswa kepada penulis.
3. Prof. Dr.Ir. Syafrida Manuwoto mantan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, DR.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang memberi kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan program S2. 4. Ketua Program Studi IPK
5. Dr.Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar Kepala Laboratorium Silvikultur FAHUTAN IPB dan penguji luar komisi.
6. Teman-teman seperjuangan di Klub Mikoriza Silvikultur, terutama Bapak Ir. Abimanyu D. Nusantara, M.P, ibu Dr.Ir. Yudhy Harini Bertham, M.P, La Ode Alimudin, SP. M.Si., Ibu Ir. Luluk Setyaningsih, M.Si., juga kepada
Ibu Dr.Ir. Gusti Ayu, M.Si., dan Bapak Dr.Ir. La Ode Safuan, M.P, yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.
8. Teman-temanku Asniah, Wiwin, Ai Asiyah (grup Kwek-kwek) yang banyak membantu dan memberi semangat, Wardana (spesialis komputer) yang banyak memberi ilmunya, Sukma, Hafida Nur, Hajra (doyan fashion), Ida (tim sukses P6), Nirwan dan Bubun (kelucuannya selama di P6), Yuli (suka bawa oleh-oleh wingko semarang), dan semua kru P6, kepada sahabatku Rajab (trima kasih atas bantuannya) dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Ucapan terima kasih yang dalam penulis sampaikan kepada kedua orang tuaku (Bapak Arief La Adi dan ibu Harni), Almarhum Nenekku, Paman-pamanku Drs. Faad Maonde, MS., Mantri La Iynu, Ir. Dani, Tante -tanteku Ir. Husna, Husriah, Sanaria, Sumira dan kakakku Asriany Arif, adik-adikku Dr. Yuniati Arif, Abdul Rahman, Muh. Fadillah atas ketulusan, kesabaran dalam memberi dorongan da n semangat untuk penulis.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat penulis hargai. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 15 November 1975 dari
ayah Arief La Adi dan ibu Harni. Penulis merupakan putri kedua dari lima
bersaudara.
Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri I Mawasangka dan pada tahun
yang sama masuk Universitas Haluoleo pada Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.
Penulis menjadi staf pengajar pada Fakultas Pertanian Unhalu sejak tahun 2001 dan pada tahun 2003 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan ke Program Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pengetahuan
Kehutanan. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Proyek Due-Like
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN ... 1
TINJAUAN PUSTAKA ... 7
Cendawan mikoriza arbuskula ... 7
Klasifikasi Cendawan mikoriza arbuskula ... 8
Peranan CMA ... 10
Vermikompos ... 11
Peran CMA dan vermikompos ... 12
Perbanyakan inokulum dan potensi inokulum CMA ... 13
Jati ... 14
Penyebaran dan klasifikasi jati ... 15
Deskripsi buah dan benih jati ... 15
Tempat tumbuh jati ... 16
Jati Muna ... 17
METODOLOGI PENELITIAN ... 19
Waktu dan tempat ... 19
Bahan dan alat ... 19
Metode penelitian ... 19
HASIL dan PEMBAHASAN ... 28
Hasil ... 28
Pembahasan ... 39
SIMPULAN DAN SARAN ... 53
Simpulan ... 53
Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 55
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ... 5
2. Perbanyakan inokulum CMA ... 20
3. Kegiatan pengujia n potensi inokulum ... 23
4. Penyapihan dan pemeliharaan semai di polibag ... 25
5. Histogram pengaruh jenis inokulum CMA dan formulasi media vermikompos terhadap kolonisasi akar tanaman inang P. javanica ... 29
6. Histogram pengaruh jenis inokulum CMA dan formulasi media vermikompos terhadap jumlah spora tanaman inang P. javanica ... 29
7. Hifa dan vesikel CMA pada akar P. javanica ... 30
8. Grafik pengaruh formulasi inokulum CMA terhadap tinggi semai jati Muna 33 9. Semai jati Muna yang diinokulasi CMA pada umur 12 MST ... 33
10. Histogram pengaruh formulasi inokulum CMA terhadap diameter semai jati Muna umur 12 MST ... 34
11. Grafik pengaruh dosis formulasi inokulum CMA terhadap tinggi semai jati Muna ... 34 12. Histogram pengaruh dosis formulasi inokulum CMA terhadap diameter semai jati Muna umur 12 MST ... 35
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Hasil analisis sifat fisika dan kimia tanah beberapa lokasi penyebaran
populasi jati Muna di Kabupaten Muna ... 18 2. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam terhadap kolonisasi akar, jumlah
spora, dan pertumbuhan tanaman inang P. javanica ... 28
3. Pengaruh jenis inokulum CMA dan formulasi media vermikompos terhadap bobot kering tanaman P. javanica ...
30 4. Potensi inokulum cendawan mikoriza arbuskula per 100 gram media
zeolit ... 31 5. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam terhadap peubah pertumbuhan,
kolonisasi akar dan jumlah spora semai jati Muna ... 32 6. Pengaruh inokulum CMA terhadap bobot kering dan nisbah pucuk akar
semai jati Muna ... 36
7. Pengaruh formulasi inokulum CMA terhadap bobot kering akar dan bobot kering akar terinfeksi semai jati Muna ...
36 8. P engaruh formulasi inokulum CMA dan dosis formulasi inokulum
terhadap kolonisasi akar pada semai jati Muna ... 37 9. Pengaruh formulasi inokulum CMA dan dosis formulasi inokulum
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Layout plot penelitian perbanyakan inokulum CMA dengan inang P. javanica di rumah kaca selama tiga bulan ... 60 2. Layout percobaan uji efektivitas formulasi inokulum CMA pada semai
jati Muna di persemaian rumah kaca selama tiga bulan ... 61 3a. Informasi kandungan hara dari vermikompos ... 63 3b. Informasi kandungan hara hyponex merah ... 63 4. Informasi komposisi zeolit Produksi PT Inti Agro Persada Industri Jakarta 64 5. Hasil analisa sifat fisika dan kimia tanah yang digunakan untuk
media semai jati Muna ... 65 6. Hasil analisa kandungan hara formulasi inokulum CMA yang
diberikan ke semai jati Muna ... 66
7. Hasil analisa jaringan daun semai jati Muna ... 67 8. Tabel nilai MPN untuk seri pengenceran 10 kali (Halvorson dan Ziegler
1933) ... 68 9. Tabel contoh perhitungan jumlah propagul dengan metode The Most
Probable Number (MPN) ... 69 10. Pengaruh jenis CMA dengan formulasi media vermikompos terhadap
kolonisasi akar dan jumlah spora CMA tanaman P. javanica ... 70
11a. Pengaruh formulasi inokulum CMA terhadap tinggi dan diameter semai jati Muna ... 71
11b. Pengaruh dosis formulasi inokulum terhadap tinggi dan diameter semai jati Muna ... 71 12. Klasifikasi tingkat kolonisasi akar ... 72
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) dalam produksi semai di
daerah-daerah tropis telah banyak diketahui dan diuji. Diantara jenis pohon yang
diuji, sebagian besar adalah pohon legum yang pertumbuhannya cepat seperti
Paraserianthes falcataria, Acacia mangium, Acacia crassicarpa, Sesbania
grandiflora , Ca ssia siamea, Ca ssia suratensis, Parkia roxburgii, Enterolobium
cylocarpum, Pterocarpus sp., dan pohon-pohon non legum seperti Gmelina arborea,
Tectona grandis, Ceiba pentandra dan spesies -spesies pohon pioneer yang merupakan pohon-pohon yang sangat responsif terhadap inokulasi CMA (Setiadi
2001). Pada umumnya semai yang terinfeksi mikoriza menunjukkan respon
pertumbuhan yang lebih bagus daripada yang tidak terinfeksi.
Kondisi tanah tropis dicirikan dengan rendahnya unsur hara, temperatur ekstrim,
kemasaman tanah tinggi dan kekeringan serta kehadiran beberapa patogen. Dengan
demikian penggunaan CMA dapat memberikan keuntungan pada semai di
pembibitan (nurseryes) sebelum dipindahkan ke lapangan (Feldmann dan Idczak
1992). Telah diketahui bahwa CMA merupakan salah satu agen hayati yang berasosiasi dengan akar dari suatu tumbuhan hidup yang terutama bertanggung
jawab untuk transfer hara (Brundrett 2004). Peran CMA sebagai mikroorganisme
alam adalah membantu penyerapan unsur hara terutama hara P dan hara lain seperti
Zn, Cu, Ni, NH4+ dan NO3-, membantu penyediaan hara dari yang tidak tersedia
menjadi tersedia bagi tanaman, membantu tanaman untuk dapat bertahan pada
kondisi kekeringan karena adanya hifa-hifa cendawan yang mampu menembus
pori-pori tanah dan memperluas daerah penyerapan air, dan sebagai proteksi dari serangan patogen akar (Brundrett et al. 1994 ; Smith dan Read 1997).
Namun pemanfaatan CMA sebagai agen hayati masih sangat terbatas. Hal ini
disebabkan oleh beberapa kendala seperti spesifikasi dari CMA itu sendiri, terbatasnya jumlah inokulum yang efektif untuk diaplikasikan di lapangan,
ketidakkonsistenan mutu inokulum dan pengaruhnya terhadap tanaman memerlukan
waktu yang lama dibandingkan pupuk anorganik. Respon yang lambat pada
anorganik. Selain itu informasi terbatas dan kurangnya sosialisasi ke masyarakat
tentang CMA.
Oleh sebab itu perbaikan mutu inokulum merupakan hal penting sehingga dapat mengurangi dosis inokulum jika diaplikasikan ke tanaman dan dapat mempercepat
responnya. Inokulum CMA dengan mutu yang baik dapat diperoleh jika persyaratan produksi inokulum dapat terpenuhi seperti pemiliha n tanaman inang yang sesuai,
media pertumbuhan, penambahan pupuk dan lingkungan yang cocok untuk
perbanyakan cendawannya. Menurut Mansur (2002), perbanyakan inokulum CMA
dapat dikatakan berhasil jika kolonisasi CMA intensif (dapat diamati dari hifa yang
mengolonisasi jaringan perakaran) dan jumlah spora yang dihasilkan tinggi (kurang lebih 100 spora per 10 g media).
Masalah yang cenderung banyak diulas dan sering terjadi dalam produksi
inokulum CMA adalah kondisi hara media yang digunakan menjadi penyebab
kegagalan terjadinya infeksi atau kolonisasi cendawan mikoriza pada akar inangnya
(Sieverding 1991; Bagyaraj 1991; Marschner 1992; Brundrett 1994; Smith dan Read
1997) . Sehingga perlu dicobakan berbagai jenis pupuk dan dosis yang tepat dalam
rangka meningkatkan mutu inokulum CMA. Penggunaan inokulum CMA yang baik
merupakan langkah efisien dalam menunjang peningkatan pertumbuhan tanaman di
pembibitan dan keberhasilan pada saat pemindahan kelapangan.
Salah satu alternatif pupuk yang dapat ditambahkan pada in okulum CMA adalah pupuk organik vermikompos. Vermikompos dihasilkan dari kemampuan
beberapa cacing tanah dalam mengkonsumsi residu organik seperti limbah rumah
tangga, limbah industri seperti bubur kayu, residu panen seperti sayuran, daun-daunan, dedak padi, dedak jagung, kotoran ternak, kompos dan sebagainya (Ndegwa
et al. 1999). Vermikompos merupakan pupuk berkualitas tinggi sebab mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman sebelum mendapatkan manfaat
dari asosiasinya dengan cendawan. Sela in itu vermikompos yang merupakan pupuk
organik juga dapat membantu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Samosir 1994). Sehingga beberapa formulasi penggabungan media dan pupuk vermikompos
perlu dicoba untuk mencari formulasi media yang tepat tanpa mengganggu proses
Penelitian yang mengombinasikan CMA dan vermikompos masih terbatas
pada bagaimana meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman, selain itu
pemanfaatannya masih terbatas pada tanaman pertanian dan hortikultura (Sáinz et al. 1998; Vasanthi dan Kumaraswamy 1999; Rajkhowa et al. 2000). Selama ini belum
ada penelitian yang memanfaatkan vermikompos sebagai pupuk dalam perbanyakan inokulum CMA. Oleh sebab itu penelitian ini mencoba untuk melihat peluang
pemanfaatan vermikompos dalam meningkatkan mutu inokulum CMA dan mencoba
mendapatkan suatu formulasi inokulum CMA yang tidak hanya mengandung
propagul CMA akan tetapi dapat juga digunakan sebagai pupuk untuk suplai unsur
hara awal bagi tanaman.
Formulasi inokulum yang diperoleh akan dicobakan pada tanaman kehutanan
seperti jati Muna (Tectona grandis L.f.) sebagai salah satu tanaman kehutanan
unggulan yang dapat digunakan dalam rehabilitasi hutan-hutan yang sudah rusak dan
gundul. Verbenaceae merupakan salah satu famili pohon yang dikenal bersimbiosis
dengan CMA (Turjaman et al. 2004). Jenis komersil dari famili ini contohnya adalah
jati (Tectona grandis L.f.) yang memiliki prospek cerah. P roduk berbahan baku kayu
jati memiliki pangsa pasar luas karena termasuk kayu berkualitas tinggi, tergolong ke
dalam kelas kuat II dan kelas awet I-II, yang merupakan kayu yang paling banyak
dipakai untuk segala jenis kontruksi bangunan, mebel, kerajinan dan lain-lain (Pandit
dan Ramdan 2002). Sulawesi Tenggara khususnya Kabupaten Muna adalah salah satu daerah penghasil jati dan di kenal ada 2 jenis jati yaitu jati Muna dan jati
Malabar Muna. Namun populasi jati Muna sekarang sudah semakin berkurang, dari
70.000 ha menjadi 1000 ha (MENHUT1 2005). Hal tersebut mengindikasika n perlunya penyediaan semai untuk program rehabilitasi hutan guna mempertahankan
populasi jati Muna yang sudah semakin langka.
Rumusan Masalah
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, dimana penelitian pertama dilakukan
untuk me nguji pengaruh aplikasi vermikompos terhadap kolonisasi dan pembentukan spora CMA, dengan mengombinasikan vermikompos dan zeolit untuk mencari
formulasi yang tepat tanpa menghambat perkembangan CMA. Vermikompos digunakan sebagai sumber hara bagi tanaman, pengganti hyponex merah yang sering
rendah. Jenis CMA yang diperbanyak adalah Glomus etunicatum dan Glomus sp.
(endogenous), dimana jenis CMA yang berbeda juga memiliki kemampuan yang
berbeda dalam mentolerir pemberian pupuk. Sehingga permasalahan yang harus dijawab pertama adalah bagaimanakah respon kedua jenis CMA tersebut terhadap
penambahan vermikompos. Pertanyaan kedua adalah apakah penambahan vermikompos dapat meningkatkan mutu inokulum CMA.
Penelitian kedua dilakukan untuk menguji pengaruh inokulum hasil
perbanyakan terhadap semai jati Muna. Inokulum hasil perbanyakan mengandung
CMA dan residu vermikompos yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hara pada awal pertumbuhan tanaman, sehingga pertanyaa n ketiga yang harus dijawab adalah apakah formulasi inokulum CMA dan vermikompos dapat
meningkatkan pertumbuhan jati Muna di persemaian. Adapun kerangka pemikiran
pemecahan masalah dari penelitian yang dilakukan disajikan pada Gambar 1.
Kondisi lahan yang kurang mendukung untuk pertumbuhan semai
Input alternatif teknologi agen hayati cendawan mikoriza arbuskula (CMA)
`
tidak
Ya
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian penggunaan vermikompos dalam meningkatkan mutu inokulum cendawan mikoriza arbuskula untuk jati Muna
Tujuan pene litian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
Peningkatan pertumbuhan semai j ati Muna
Suplai hara bagi tanaman inang Kendala dalam perbanyakan, mutu inokulum yang rendah
Inokulum CMA bermutu
Teknik perbanyakan inokulum CMA
Tanaman inang dan media tumbuh
Cahaya dan temperatur Pemangkasan dan bahan kimia Pemupukan, aerasi danair
Pupuk organik vermikompos
Perbaikan pertumbuhan tanaman inang
Pupuk anorganik (hyponex)
Peningkatan jumlah propagul
1. Untuk menguji respon jenis CMA terseleksi G. etunicatum dan Glomus
sp. terhadap penambahan vermikompos.
2. Untuk menguji penambahan vermikompos dalam meningkatkan mutu inokulum CMA
3. Untuk menguji formulasi inokulum CMA dan vermikompos dalam meningkatkan pertumbuhan semai jati Muna .
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan
mengenai kombinasi vermikompos yang tepat dalam perbanyakan inokulum CMA,
serta formulasi yang tepat dalam meningkatkan pertumbuhan semai jati Muna.
Hipotesis
1. Kedua jenis CMA memiliki respon yang berbeda terhadap penambahan
vermikompos
2. Penambahan vermikompos dapat meningkatkan mutu inokulum CMA
3. Aplikasi formulasi inokulum CMA dan vermikompos dapat meningkatkan
pertumbuhan semai jati Muna di persemaian
TINJAUAN PUSTAKA
Mikoriza dari asal katanya mykes yaitu cendawan atau jamur, dan rhiza yang
berarti akar, kedua kata tersebut berasal dari bahasa Yunani. Banyak definisi yang
dikemukakan berkaitan dengan cendawan mikoriza arbuskula. Menurut Sieverding (1991), bahwa mikoriza adalah simbiosis mutualisme antara cendawan tular tanah
dan akar pada tanaman tingkat tinggi. Definisi mikoriza secara luas dikemukakan oleh Brundrett (2004), yang mencakup seluruh keragaman mikoriza sebagai suatu
asosiasi simbiotik yang esensial bagi satu atau kedua mitra, antara suatu cendawan
(terspesialisasi untuk hidup dalam tanah dan tumbuhan) dan akar (atau organ yang
mengadakan kontak-substrat lainnya) dari suatu tumbuhan hidup, yang terutama
bertanggung jawab untuk transfer hara. Mikoriza terjadi dalam suatu organ tumbuhan yang terspesialisasi dimana hubungan kontak dekat berasal dari perkembangan
cendawan tumbuhan yang tersinkronisasi. Kategori utama VAM adalah asosiasi
linear dan coiling, selanjutnya juga disarankan bahwa asosiasi mikoriza ditetapkan
dan diklasifikasikan terutama melalui kriteria anatomi yang diatur oleh tumbuhan
inang karena bentuk yang dikontrol cendawan beragam menurut tumbuhan.
CMA dapat berasosiasi dengan sebagian besar tumbuhan yang termasuk
Angiospermae, Gymnospermae, Pteridophyta, dan Bryopita. Tanaman kelompok
dicotyledonous 83% dan kelompok monocotyledonous 79% berasosiasi dengan
CMA (Smith dan Rea d 1997; Sieverding 1991) dan sedikit alga (Alexopoulus
et al. 1996). Cendawan ini memiliki selang ekologis yang luas dan dapat dijumpai dalam sebagian ekosistem yang meliputi hutan hujan rapat, lahan hutan terbuka,
semak, savana, padang rumput, bukit pasir dan semi gurun. Tetapi cendawan ini
jarang ditemukan pada hutan temperate yang dikuasai oleh konifer, areal yang amat basah seperti lahan padi disawah merupakan habitat yang kurang disukai (Setiadi
1989). Sebagian besar CMA bersifat acidophilic (senang kondisi masam) dengan kisaran pH 3.5– 6.0 (mikroba mesophilic), untuk jenis Gigaspora sp. dapat tumbuh
dan berkecambah dengan baik pada pH 4-6 dan Glomus sp. secara umum pada pH
6-8, pada keadaan aerobik, mesothermal dengan kisaran suhu optimum 22-30°C, menyukai kelembaban kurang dari 80% dan tidak suka cahaya (Pelczar dan Chan
1986). Cahaya dan temperatur merupakan unsur iklim yang sangat mempengaruhi
proses infeksi mikoriza arbuskula. Temperatur optimum bagi perkembangan spora
Glomus spp. memiliki distribusi yang luas, Gigaspora dan Sclerocystis spp.
adalah umum dijumpai pada tanah-tanah tropis. Acaulospora dijumpai dapat
beradaptasi dengan lebih baik pada tanah dengan pH <5,0. Kenyataannya, CMA berhubungan dengan jenis partikel tanah; Glomus mosseae dengan tekstur yang
baik, subur, pH tanah tinggi; Acaulospora laevis dengan tekstur kasar, pH asam; Gigaspora pada tanah pasir (Bagyaraj 1991).
Klasifikasi cendawan mikoriza arbuskula (CMA)
Menurut Alexopoulus et al. 1996 bahwa cendawan mikoriza arbuskula
tergolong kedalam ordo Glomales dan memiliki 6 genus yaitu Acaulospora,
Entrophospora, Gigaspora, Glo mus, Sclerocystis, Scutellospora. Adapun sistem
klasifikasinya tergolong kedalam:
kingdom : Fungi
phylum : Zygomycetes
ordo : Glomales
kelas : Zygomycetes
famili : Acaulosporaceae, Glomaceae, dan Gigasporaceae yang memiliki genus Gigaspora dan Scutellospora
genus : Acaulospora, Entrophospora, Gigaspora, Glomus, Sclerocystis, dan Scutellospora
Namun Schubler et al. (2001), menegaskan bahwa setelah melalui tes analisis DNA, CMA ordo Glomales tidak masuk kedalam kelas Zygomycetes,
Basidiomycetes, dan Ascomycetes tetapi berdiri sendiri. Glomeromycota memiliki 4
ordo yaitu:
1. Glomales memiliki 2 famili Glomeraceae (Glomus grup A) dan Glomeraceae (Glomus grub B).
2. Archaeosporales memiliki 2 famili Archaeosporaceae dan Geosiphonaceae 3. Paraglomales memiliki famili Paraglomaceae
4. Diversisporales dengan famili Gigasporaceae, Acaulosporaceae, dan Diversisporaceae
Sedangkan dalam INVAM (2006) dinyatakan bahwa cendawan mikoriza
golongan endomikoriza. Cendawan mikoriza arbuskula termasuk ke dalam golongan
Glomeromycota , dengan ordo Glomales yang mempunyai 2 sub-ordo, yaitu
Gigasporineae dan Glomineae. Gigasporineae dengan famili Gigasporaceae mempunyai 2 genus yaitu Gigaspora dan Scutellospora. Glomineae mempunyai 4
famili yaitu Glomaceae dengan genus Glomus, famili Acaulosporaceae dengan genus Acaulospora dan Entrophospora, Paraglomaceae dengan genus Paraglomus
dan Archaeosporaceae dengan genus Archaeospora.
Cendawan tidak mampu melengkapi daur hidupnya tanpa adanya akar tanaman
inang. Sporanya dapat berkecambah dan tumbuh tanpa tanaman inang, akan tetapi
pertumbuhannya sangat terbatas. Masih terlalu sedikit yang diketahui mengenai mekanisme molekuler yang menentukan pensinyalan dan pengenalan antara CMA
dengan tanaman inangnya. Pada tahap pertama dari pengenalan inang, hifa CMA
sebelum membentuk appresorium akan membentuk percabangan hifa yang ekstensif
di dekat akar inang sebelum, appresorium merupakan struktur yang digunakan untuk
menembus akar tanaman. Akar inang diketahui melepaskan molekul-molekul sinyal
yang memicu percabangan hifa. Ditemukan pada eksudat akar Lotus japonicus
senyawa strigolaktone, strigol. Konsentrasi rendah strigogalakton
5-deoksi-strigol, sorgogalakton dan strigol alami, serta analog sintetisnya (GR24) ditemukan
menginduksi percabangan hifa dari spora Gigaspora margarita yang sedang
berkecambah (Akiyama et al. 2005).
CMA tidak mengubah morfologi eksternal akar tanaman tingkat tinggi, hifa
tumbuh antara kedua dan dalam sel kortek dengan cara penetrasi pada lapisan dan
menginvasi membran plasma. CMA menghasilkan coils, struktur yang menyebar menyerupai haustorium yang disebut arbuskula dan pembengkakan terminal yang
disebut vesikel. Vesikel dibentuk juga antara atau dalam sel inang dan berfungsi sebagai penyimpanan energi untuk digunakan oleh cendawan ketika suplai metabolit
inang rendah. Arbuskula adalah hifa yang menyebar sepanjang lapisan sel inang
yang menginvasi membran sel inang. Hifa yang terspesialisasi ini menciptakan suatu area permukaan yang besar antara sel membran plasma inang dan melibatkan
transfer metabolit dua arah oleh dua mitra. Arbuskula hidup hanya dalam jangka
waktu beberapa hari sebelum terdisintegrasi (Alexopoulus et al. 1996; Smith dan
Peranan CMA
Peran dari CMA adalah membantu penyerapan hara sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dalam mendapatka n sumber karbohidrat,
CMA memberikan keuntungan pada mitranya. Hifanya menyebar dalam tanah
menyerap air, fosfor dan hara lainnya (Alexopoulus et al. 1996). CMA yang
menginf eksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi hifa secara intensif
sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air (Brundrett et al. 1994). Hal ini juga didukung oleh
Smith dan Read (1997), yang menyatakan bahwa mikoriza berpengaruh dalam
meningkatkan penyerapan P, Zn, Cu, Ni, NH4+ dan kemungkinan NO3- .
Hasil penelitian Corryanti dan Rohayati (2000) menunjukkan bahwa terjadi
respon pertumbuhan tanaman jati yang relatif lebih baik terlihat dari peningkatan tinggi, diameter dan berat keringnya. Namun terdapat perbedaan respon yang
disebabkan oleh perbedaan isolat CMA yang diinokulasikan. Respon pertumbuhan
terbaik dihasilkan oleh tanaman yang diinokulasi dengan jenis Glomus aggregatum, Mycofer, Aca ulospora sp. dan Glomus manihotis.
CMA mampu meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen tanah (Brundrett et al. 1994). Peranan CMA dalam menekan perkembangan patogen
tanah terutama disebabkan kolonisasi awal pada perakaran tanaman sehingga mampu
meningkatkan ketahanan tanaman. Secara normal CMA mampu meningkatkan
penyerapan fosfor dan mineral hara lainnya sehingga peningkatan ketahanan
tanaman merupakan efek tidak langsung pada peningkatan ketersediaan hara. Dengan demikian penurunan serangan penyakit diduga terdapat hubungan dengan
peningkatan ketersediaan fosfor (Setiadi 2000). Selanjutnya Alexopoulus et al.
(1996) menyatakan asosiasi mikoriza memberikan kontribusi untuk ketahanan dari serangan patogen akar dan nematoda dengan memproduksi antibiotik. Selaras
dengan penelitian Bertha et al. (2005) menemukan bahwa kombinasi G. mosseae
BEG 12 dan P. fluorescens A6RI efisien dalam menekan penyakit busuk akar
Rhizoctonia solani yang merupakan penyakit tular tanah.
Meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan adalah juga salah satu peran dari CMA (Auge 2001). Penelitian Por cel dan Ruiz -Lozano (2004)
daripada akar tidak bermikoriza, sebaliknya pucuk tanaman bermikoriza
mengakumulasi lebih sedikit prolin daripada pucuk tanaman tidak bermikoriza.
Diduga simbiosis mikoriza tampaknya terlebih dulu meningkatkan regulasi osmotik di akar-akarnya, hal tersebut membantu mempertahankan landaian (gradient)
potensial air yang memungkinkan untuk masuknya air dari tanah ke dalam akar. Kondisi demikian memungkinkan lebih tingginya potensial air daun pada tanaman
bermikoriza selama periode kering dan dan melindungi tanaman terhadap cekaman
oksidatif, dan pengaruh akumulatif tersebut meningkatkan toleransi tanaman
terhadap kekeringan.
Vermikompos
Vermikompos (vermicompost) dihasilkan dari kemampuan beberapa cacing
tanah dalam mengkonsumsi residu organik seperti limbah rumah tangga, limbah
industri seperti bubur kayu, residu panen seperti sayuran, daun-daunan, dedak padi,
dedak jagung, kotoran ternak, kompos dan sebagainya (Ndegwa et al. 1999;
Palungkun 1999). Selanjutnya Nuryati (2004) menyatakan bahwa vermikompos berarti campuran kotoran cacing sebagai hasil buangan pencernaan bahan organik
yang berwarna kehitam-hitaman berperan sebagai pupuk penyubur tanah.
Vermikompos dapat meningkatkan hara dalam tanah karena mengandung nitrogen,
fosfor , kalium dan unsur-unsur mikro seperti sulfur, boron, dan zinc, meningkatkan
kapasitas tukar kation. Vermikompos juga mengandung berbagai hormon tumbuh
bagi tanaman seperti auxin, sitokinin, giberellin (Nuryati 2004), menyediakan
energi untuk aktivitas mikroorganisme, meningkatkan porositas tanah, meningkatkan
kemampuan mengikat air, menstabilkan struktur ta nah seperti mengurangi pemadatan tanah, meningkatkan infiltrasi, dan menurunkan pengaruh logam-logam
berat (Samosir 1994). Selanjutnya dinyatakan juga bahwa bahan organik mengurangi keracunan kation-kation seperti Al3+ dan Fe3+ pada tanah-tanah masam
dan bereaksi dengan ion-ion racun seperti Cd2+ dan Hg2+ serta kation-kation unsur
mikro lain yang berada pada konsentrasi tinggi dan mengurangi ketersediaannya,
juga menyerap banyak air 70-80%. Ini juga disebabkan karena pori mikro pada
Marinari et al. (1999) , menunjukkan bahwa pada tanaman jagung (Zea mays),
penambahan vermikompos dapat meningkatkan aktivitas enzim-enzim tanah yang
menguntungkan seperti asam fosfatase, dehydrogenase dan protease BAA. Aktivitas enzim tersebut berkorelasi dengan sifat fisik tanah seperti porositas, yaitu
meningkatkan pori makro dari 50-500 µm dan merangsang aktivitas biologi tanah.
Peran CMA dan vermikompos
Hasil-hasil penelitian tentang vermikompos terhadap peningkatan
produktivitas tanaman telah banyak diteliti khususnya tanaman pertanian dan
hortikultura akan tetapi penelitian tentang produksi inokulum CMA dengan
formulasi media vermikompos belum banyak diteliti. Penelitian Cavender (2002), pada tanaman sorgum yang ditanam pada media gambut dan mineral
menunjukkan bahwa vermikompos merangsang kolonisasi CMA pada akar
sorgum walaupun hasilnya tidak konsisten. Penambahan vermikompos dapat meningkatkan bobot kering akar dan pucuk tanpa kehadiran CMA, sedangkan
pemberian vermikompos tidak steril sebesar 20% dapat meningkatkan bobot
kering akar dan pucuk pada media gambut.
Sebaliknya hasil penelitian Sáinz et al. (1998), pada dua jenis tanaman
yang berbeda cengkeh merah dan ketimun yang diinokulasi dengan CMA jenis
Acaulospora menunjukkan bahwa terjadi perbedaan respon CMA dengan jenis
yang sama akan tetapi berbeda inang terhadap taraf pemberian vermikompos. Pada cengkeh merah, kolonisasi akar oleh CMA meningkat dan terbaik pada
pemberian vermikompos 10% dari volume media jika dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Selanjutnya Fitriatin et al. (2004), juga menunjukkan bahwa tanaman jagung manis yang ditumbuhkan pada tanah Ultisol dengan pemberian
vermikompos 50 g/tan dan inokulasi CMA berpengaruh nyata terhadap derajat infeksi akar yang memiliki nilai tertinggi (72,00%), populasi total bakteri tanah
(99,98 x 106 CFU/g tanah). Peningkatan juga terjadi pada bobot kering akar, bobot
kering tanaman (113,13 g/pot) dan tinggi tanaman.
Perbanyakan inokulum dan potensi inokulum CMA
mempengaruhi pembentukan asosiasi CMA adalah jenis cendawan itu sendiri,
lingkungan dan tanaman inangnya. Sumber inokulum yang digunakan dapat berupa
spora, akar terinfeksi dan inokulum ta nah yang mengandung semua struktur cendawan mikoriza arbuskula baik spora maupun miselium eksternal dan miselium
internal yang ada pada akar (Brundrett 1996).
Setiap spesies CMA mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam
mengolonisasi akar, akan tetapi bagaimana pengaruhnya terhadap tanaman apakah
sinergistik atau kompetitif sulit untuk ditentukan karena menunjukkan kesamaan
dalam struktur morfologi (Gunawan 1993) . Klironomos dan Hart (2002),
menyatakan bahwa perbedaan sumber inokulum yang digunakan dalam mengolonisasi akar menghasilkan perbedaan respon antara kelompok Glomineae dan
Gigasporineae. Isolat Glomus sp. dan Acaulospora sp. dapat mengolonisasi akar
dengan menggunakan seluruh tipe propagul sebaliknya isolat Gigaspora sp. dan Scutellospora sp. yang diuji terbatas hanya pada spora dan akar terinfeksi.
Penelitian Basrudin (2005), menyatakan bahwa jenis inang berpengaruh
terhadap kolonisasi dan pembentukan spora, hal ini kemungkinan berkaitan dengan
eksudat akar. Jenis inang yang berbeda juga menghasilkan eksudat akar yang
berbeda begitu pula dengan umur inang sehingga mempengaruhi pembentukan CMA.
Dalam usaha mendapatkan hasil optimal dan infeksi yang efektif maka perlu adanya
suatu isolat yang mampu hidup dan dapat beradaptasi dengan kondisi setempa t sesuai dengan tanaman lokal tersebut. Mansur (2002) mengemukakan bahwa isolasi CMA
dari tanaman lokal akan lebih efektif untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman
lokal tersebut dari pada digunakan isolat dari luar daerah tersebut. Hal ini disebabkan karena CMA adalah mahluk hidup dengan daya adaptasi terhadap inang dan
lingkungan yang relatif spesifik. Sehingga untuk mendapatkan hasil yang memuaskan sebaiknya digunakan isolat lokal terseleksi yang dapat dikembangkan
sendiri. Penelitian Auge et al. (2004) me ndapatkan adanya pengaruh lingkungan,
khususnya radiasi surya dan suhu terhadap respon tanaman terhadap CMA.
Penggunaan inokulum yang bermutu dapat meningkatkan efisiensi inokulum
CMA dalam pengelolaan tanah dan tanaman. Simanungkalit (2004) , menyatakan
bahwa potensi inokulum adalah kemampuan inokulan untuk mengolonisasi akar pada
sebagai jumlah spora per satuan bobot inokulan tersebut. Padahal inokulan campuran
tersebut juga mengandung hifa dan mikoriza yang memiliki kemampuan untuk
mengolonisasi akar. Sehingga untuk menyatakan jumlah spora sebagai potensi inokulum kurang tepat karena tidak memperhitungkan apakah sporanya masih hidup,
mati ataupun dorman. Dalam menentukan jumlah semua propagul CMA persatuan volume atau bobot tanah maka dapat dilakukan dengan Uji MPN (Most Probable
Number). Porter (1979) telah mengadaptasi metode MPN yang biasa digunakan
dalam memperkirakan jumlah organisme mikrobiologi untuk memperkirakan jumla h
propagul CMA, kemudian metode ini dikembangkan lagi oleh Sieverding (1991).
Jati
Jati memiliki prospek yang baik, dimana produk berbahan baku kayu jati
memiliki pangsa pasar luas karena termasuk kayu berkualitas tinggi, yaitu termasuk
kedalam kelas kuat II dan kelas awet I-II, yang merupakan kayu yang paling banyak
dipakai untuk segala jenis kontruksi seperti tiang, balok, jembatan, rangka atap,
kosen pintu dan jendela, tiang, papan bendungan dalam air tawar, bantalan kereta api, sebagai wadah dalam produk industri kimia, dan kayu lapis (Pandit dan Ramdan
2002; Sumarna 2001). Tanaman jati juga tergolong sebagai tanaman yang berkhasiat
obat, bunganya dapat digunakan sebagai obat bronchitis, membersihkan kantung
kencing dan lain-lain. Buahnya dapat berfungsi sebagai obat diuretik, dan ekstrak
daunnya dapat menghambat kinerja bakteri tuberkolosa. Daunnya dapat digunakan
sebagai pewarna kain dan limbahnya dapat diproses menjadi briket arang (Sumarna
2001).
Penyebaran dan klasifikasi jati (Tectona grandis Linn f.)
Jati termasuk famili Verbenaceae, nama daerah jati (Indonesia); Sagun
(India); Lyiu (Burma); Mai Sak (Thailand), Teak (Inggris), Teck (Perancis), Teca (Spanyol), Java Teak (Jerman). Jati memiliki persebaran yang cukup luas,
meliputi sebagian besar India, Myanmar, Laos, Kamboja, bagian barat Thailand
dan Indo-China. Jati telah dikembangkan di Afrika (Sudan, Kenya, Tanzania,
Tanganyika, Uganda, Lower Guinea, Ghana, Nigeria, Afrika Barat), New
Kepulauan Tobaqo, dan Suriname. Di Indonesia, jati tumbuh baik di Jawa
Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Jati juga ditemukan dipulau-pulau kecil
seperti Muna, Bawean, Kangean, Lombok, Sumbawa dan Bali. Batas-batas persebaran jati secara alamiah adalah 25o 30’ LU – 9o LS dan 73o BB – 103o 30’
BT (Mahfudz 2004; Tini dan Amri 2003).
Dalam sistem klasifikasi, tanaman jati mempunyai penggolongan yaitu:
divisi : Spermatophyta ordo : Verbenales kelas : Angiospermae sub-kelas : Dicotyledoneae famili : Verbenaceae genus : Tectona
spesies : Tectona grandis Linn f.
Deskripsi buah dan benih jati
Buah keras, terbungkus kulit, berdaging lunak tidak merata (tipe buah batu).
Ukura n buah bervariasi 5-20 mm, umumnya 11-17 mm. Struktur buah terdiri dari
kulit luar tipis yang terbentuk dari kelopak, lapisan tengah (mesokarp) tebal seperti gabus, bagian dalamnya (endokarp) keras dan terbagi menjadi 4 ruang biji. Jumlah
buah perkg bervar iasi sekitar 1100– 3500 butir, dengan rata -rata 2000 buah/kg. Benih
jati berbentuk oval, ukuran kira-kira 6 x 4 mm. Jarang dijumpai dalam ke empat
ruang berisi benih seluruhnya, umumnya hanya berisi 1– 2 benih, seringkali hanya
satu benih yang tumbuh menjadi anakan (Rachmawati et al. 2002). Buah yang terbentuk akan masak sekitar bulan Nopember dan akan jatuh sekitar bulan
Februari atau April. Buah jati termasuk ringan, antara 1,10– 2,80 g tergantung
jenisnya (Sumarna 2001).
Tempat tumbuh jati
Secara umum, tanaman jati membutuhkan iklim dengan curah hujan minimum 750 mm/th, optimum 1000-1500 mm/th, dan maksimum 2500 mm/th
(walaupun demikian, jati masih dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 3750
lingkungan tanaman jati yang optimal sekitar 80% untuk fase vegetatif dan antara
60-70% untuk fase generatif. Intensitas cahaya yang dibutuhkan cukup tinggi,
75-100% (Sumarna 2001; Mahfudz 2004)
Curah hujan secara fisik dan fisiologis berpengaruh terhadap sifat
gugurnya daun deciduous dan kualitas produk kayu. Di daerah dengan musim kemarau panjang, jati akan menggugurkan daunnya dan lingkaran tahun yang
terbentuk tampak artistik.
Secara geologis, tanaman jati tumbuh di tanah dengan batuan induk
berasal dari berbagai jenis. Pertanaman jati akan tumbuh lebih baik pada lahan
dengan kondisi fraksi lempung, lempung berpasir, atau pada lahan liat berpasir. Jati memerlukan kondisi solum lahan yang dalam dan keasaman tanah (pH)
sekitar 6.0. Namun, ada kasus pada beberapa kawasan pertanaman jati dengan
tingkat pH rendah (4-5), dijumpai tanaman jati dengan pertumbuhan yang baik.
Karena tanaman jati sensitif terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam
tanah maka pada lahan yang berporositas dan memiliki drainase baik akan
menghasilkan pertumbuhan baik (Sumarna 2001).
Unsur kimia pokok (makro element) yang penting dalam mendukung
pertumbuhan jati yaitu N, P, K dan Ca. Tanaman jati akan tumbuh baik jika
kandungan N pada tanah pada permukaan (top soil) antara 0,13– 0,072% dan
pada lahan di bawahnya dengan ketebalan hingga 1 meter antara 0,0056 – 0,05%. Sedangkan rataan N yang dibutuhkan oleh tanaman jati sekitar 0,0039%, P antara
0,022– 0,108% atau 19-135 mg/100 g tanah, K berkisar 0,54– 1,80% (45-625
ppm/100 g) dan pada lahan di bawahnya (under top soil) antara 0,40– 1,13% (113-647 ppm/100 g), dan Ca harus lebih dari 9,27% (Sumarna 2001). Penelitian
Restu (2006) mendapatkan ba hwa campuran perlakuan 2 g tepung tulang sapi, 2,5 g zeolit dan 0,5 g kaolin memberikan pengaruh terbaik terhadap peningkatan
peubah pertumbuhan semai jati.
Adapun persyaratan bibit untuk reboisasi yang memenuhi kriteria mutu fisik dan fisiologi meliputi bibit normal adalah bibit berbatang tunggal, sehat dan pada
pangkal batangnya berkayu, tinggi bibit diukur mulai dari pangkal batang sampai
titik tumbuh teratas dihitung dengan satuan cm. Untuk tinggi batang dipersyaratkan
J ati Muna
Jati Muna mulai dikembangkan permulaan awal abad ke 15, pada masa
pemerintahan kerajaan Buton dengan Raja Sugi La Ende. Bibit jati diperoleh dari Jawa dan didatangkan oleh pelayar-pelayar dari Maluku. Pembudidayaan
jati pertama kali di daerah Wasolangka dan kemudian populasinya menyebar
sampai ke wilayah Muna (Saleh 1997). Pulau-pulau yang tersebar di Kabupaten
Muna antara lain Matakidi, Wakuru, Raha dengan luas wilayah 12,81% . Wilayah
Kabupaten Muna pada umumnya memiliki jenis tanah Mediteran, Ren sina dan Litosol sehingga jati Muna tumbuh pada jenis-jenis tanah tersebut (BPS SULTRA
2004).
Populasi jati Muna tumbuh menyebar pada jenis tanah masam (pH rendah)
sampai pada tanah-tanah berkapur. Informasi mengenai sifat kimia dari sebagian
[image:40.612.123.492.529.676.2]jenis-jenis tanah di daerah Muna disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil analisis sifat fisika dan kimia tanah beberapa lokasi penyebaran populasi jati Muna di Kabupaten Muna
Lokasi Peubah
Wakuru Matakidi Raha
pH (H2O) 4,9 6,2 5,8
C-Organik (%) 0,88 2,27 0,94
N 0,07 0,18 0,09
P tersedia (ppm) 12,75 10,65 2,40
K (me/100 g) 1,75 1,22 0,16
KTK(me/100 g) 5,01 13,58 5,71
Pasir (%) 51 15 67
Debu (%) 19 39 22
Liat (%) 30 46 11
Pada umumnya morfologi jati Muna sama dengan morfologi jati lainnya dan
informasi mengenai morfologi yang lebih spesifik belum ada publikasi yang
membahas secara detil.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Ekologi Hutan
dan Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Percobaan dilaksanakan pada bulan Juni 2005 sampai Juni 2006.
Bahan yang digunakan adalah benih Pueraria javanica, benih jati Muna
(Tectona grandis L.f.), inokulum CMA jenis Glomus etunicatum terse leksi
(eksotik) dengan kode NPI 126 (diperbanyak dari inokulum mycofer) di Laboratorium Silvikultur, inokulum CMA jenis Glomus sp. (endogenous) yang
diisolasi dari bawah tegakan jati Muna (koleksi laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian UNHALU Kendari) , vermikompos, zeolit, tanah Latosol,
KOH 25%, HCl 2% (0,1 N), trypan blue, asam laktat, glyserol, larutan PVLG dan
melzer, hyponex merah, gelas plastik berwarna, dan polibag.
Alat-alat yang digunakan adalah saringan spora (63µm, 125µm, 250µm ,
dan 500 µ m), pinset spora, sentrifuse, timbangan analitik, oven, mikroskop binokuler Nikon YS100, mikroskop stereo binokuler Carton NSWT , Mikroskop
Monookuler FCL 15 EX-N, kaca obyek dan gelas penutup.
Metode Penelitian
Penelitian terdiri dari dua tahap yang dilakukan secara berurutan yaitu :
Perbanyakan inokulum CMA
Media zeolit yang digunakan untuk mengecambahkan benih tanaman
inang dicuci terlebih dahulu, disterilkan kemudian dimasukkan pada bak kecambah. Benih inang P. javanica direndam dengan klorox 5% selama ± 5
menit kemudian dicuci sampai bersih dengan air mengalir. Perendaman benih dengan air panas selama ± tiga menit kemudian dengan air dingin selama 24
jam. Selanjutnya benih dikecambahkan selama ± satu minggu atau sampai
muncul 2 helai daun. Menyiapkan media tanam zeolit dan mencampur dengan vermikompos sesuai formulasi yang telah ditentukan. Media dimasukkan ke
dalam gelas plastik berwarna yang sebelumnya telah dilubangi dibawahnya dan
dilapisi lagi dengan gelas berisi zeolit yang tidak dilu bangi, berfungsi sebagai
tempat air bagi kultur. Membuat lubang pada tengah media dan mengisi dengan
inokulum sebanyak 10 g, kemudian tanaman P. javanica yang telah memiliki 2
- 3 helai daun dipindahkan dengan hati-hati, setelah itu lubang tadi ditutup
kembali dengan zeolit. Penyiraman dilakukan setiap hari dan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Khusus perlakuan tanaman inang dengan inokulasi
dilakukan seminggu sekali dengan konsentrasi 1 g/l air dan dibe rikan sebanyak
5 ml. Kultur disusun sesuai layout penelitian kemudian dipelihara selama tiga
bulan di rumah kaca. Pemeliharaan kultur seperti penyiraman, penyiangan gulma dan pengendalian hama dilakukan secara manual. Setelah kultur berumur
tiga bulan sejak inokulasi maka dilakukan pengecekan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan spora dan dilakukan pengeringan untuk
[image:43.612.218.405.235.367.2]merangsang pembentukan spora lebih banyak.
Gambar 2. Perbanyakan inokulum CMA menggunakan tanaman inang P. javanica selama tiga bulan di rumah kaca
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan percobaan faktorial dengan RAL menggunakan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama yaitu jenis inokulum CMA yang terdiri dari
tiga taraf : 1) tanpa inokulasi CMA (Mo), 2) inokulasi CMA jenis G.
etunicatum (Mb) dan 3) inokulasi CMA jenis Glomus sp. (Mk). Faktor kedua
adalah formulasi media dengan vermikompos terdiri dari K0 (100% zeolit), K1
(90% zeolit dicampur 10% vermikompos), K 2 (80% zeolit dicampur 20%
vermikompos), K3 (70% zeolit dicampur 30% vermikompos), dan K4 (60%
zeolit dicampur 40% vermikompos). Setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali
dan setiap unit percobaan terdapat 5 pot kultur sehingga didapat 225 pot kultur. Adapun model statistik yang digunakan adalah
Yijk = µ + Mi + Kj + (MK )ij + eijk Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan pada faktor M (jenis inokulum) taraf ke i, faktor K
µ = Komponen aditif dari rataan
Mi = Pengaruh utama faktor M (jenis inokulum) pada taraf ke i
Kj = Pengaruh utama faktor K (formulasi media ) pada taraf ke j
(MK)i j = Komponen interaksi dari faktor M (jenis inokulum) pada taraf ke i
dan faktor K (formulasi media ) pada taraf ke j eijk = Pengaruh acak yang menyebar normal (0,s2)
(Mattjik dan Sumertajaya 2002)
Peubah yang diamati meliputi kolonisasi akar dan jumlah spora.
Kolonisasi akar diukur berdasarkan keberadaan struktur CMA dalam akar, struktur CMA dapat dilihat dibawah mikroskop setelah dilakukan pewarnaan
dengan trypan blue menggunakan metode Phillips dan Hayman (1970) yang dimodifikasi. Proses pewarnaan akar yaitu sampel akar dicuci bersih dari
sisa-sisa tanah, merendam sampel akar dengan larutan KOH 2,5% selama 24 jam
atau sampai akar kelihatan putih dan jernih, kemudian sampel akar dicuci bersih untuk menghilangkan larutan KOH, merendam dalam larutan HCl 2% (0,1 N)
selama 24 jam dan membuang kelebihan HCl, selanjutnya merendam dengan
larutan trypan blue 0,05% (campuran larutan asam gliserol, asam laktat, dan
aquades) selama 24 jam.
Perhitungan kolonisasi akar dilakukan dengan cara mengambil secara
acak potongan-potongan akar yang telah diwarnai sepanjang 1 cm, dan
menyusun pada kaca obyek sebanyak 10 potongan akar, kemudian mengulangi sampai mendapatkan tiga preparat kaca obyek. Mengamati kolonisasi CMA
dengan tiga bidang pandang dan mencatat total bidang pandang potongan akar
yang terkolonisasi CMA dari 10 potongan akar tersebut. Selanjutnya persentase
akar yang dikolonisasi CMA dihitung berdasarkan rumus :
% Kolonisasi CMA =
_ _ _ _ _
_ _ _
Jumlah bidang pandang yang terkolonisasi CMA
Jumlah total bidang pandang X 100%
(Rajapakse dan Miller 1992).
Menghitung jumlah spora pada akhir pengamatan setelah proses
20 g sampel inokulum pada pot kemudian disaring dengan memakai saringan
63µ m, 125µ m, dan 250µ m. Saringan disusun dari ukuran terbesar hingga
terkecil. Kemudian spora hasil saringan 63µm dipisahkan pada cawan plastik dan dilakukan perhitungan spora dibawah mikroskop stereo binokuler carton
NSWT.
Peubah pertumbuhan yang diamati sebagai data pendukung meliputi bobot
kering akar, bobot kering akar terinfeksi dan bobot kering total tanaman.
Penimbangan bobot kering akar dan pucuk dilakukan pada akhir pengamatan,
dengan cara menimbang bahan tanaman setelah dikeringkan dalam oven dengan
suhu 70o C selama 2x24 jam atau sampai terjadi bobot kering yang konstan (Sitompul dan Guritno 1995). Bobot kering akar terinfeksi ditentukan dengan
cara mengalikan bobot kering akar (g) dengan kolonisasi akar (%). Selanjutnya
bobot kering total tanaman (g) ditentukan dengan cara menjumlahkan bobot
kering akar dan pucuk.
Jumlah propagul CMA ditentukan berdasarkan metode MPN (The most
probable number) (Porter 1979). Prosedur yang dilakuka n yaitu menyiapkan
media berupa pasir zeolit. Benih uji P. javanica disterilisasi dengan cara
merendam dalam larutan klorox 5% selama ± 5 menit kemudian dibilas sampai
bau klorox hilang dan mengecambahkan biji dalam bak kecambah.
Persiapan seri pengenceran medium dilakukan dengan cara menyiapkan seri pengenceran (dengan kelipatan 10) yaitu dengan mencampurkan contoh
sampel uji dengan media zeolit. Untuk membuat seri pengenceran 10o yaitu
sampel uji murni, 10-1 yaitu 1 bagian sampel uji murni dan 9 bagian zeolit, 10-2 yaitu 1 bagian sampel 10-1 dan 9 bagian zeolit dan seterusnya sampai
pengenceran 10-7, setiap seri pengenceran dibuat 5 kali ulangan.
Penanaman kecambah pada pot yang telah berisi medium pertumbuhan
sesuai dengan seri pengenceran, dan memupuk dengan larutan nutrisi hyponex
Gambar 3. Kegiatan pengujian potensi inokulum dengan menggunakan tanaman inang sorgum selama lima minggu di rumah kaca
Pemanenan dan pemrosesan akar yaitu dengan cara memotong bagian akar
tanaman dan dicuci bersih kemudian dimasukkan kedalam botol vial yang berisi
KOH 2,5 % dan direndam sampai akar kelihatan bersih dan jernih. Selanjutnya
pemrosesan sampel akar sama dengan prosedur dalam pewarnaan akar. Memeriksa akar dibawah mikroskop dan mencatat pada tabel pengamatan bila
ada infeksi d iberi tanda (+) dan bila tidak ada (-).
Cara perhitungan jumlah propagul yaitu dengan memilih tiga seri pengenceran
yang menghasilkan kolonisasi akar, dimana P1 infeksi tertinggi, P2 dan P3 adalah
yang jumlah infeksinya berturut -turut di bawah P1. Kemudian menentukan angka pada tabel MPN berdasarkan nilai P1, P2 dan P3 dan kombinasi dari angka dikali
dengan faktor pengenceran P2. Selang kepercayaan 95 % dapat dihitung berdasarkan
rumus :
Log Oa,b = log MPN ± 0.326
Uji efektivitas formulasi inokulum pada semai jati Muna
Persiapan benih
Benih jati yang digunakan adalah benih jati Muna . Benih diseleksi yaitu dengan cara memisahkan benih dari kotoran dan benih yang rusak, cukup kering,
diamete r ± 1 cm, tidak terserang hama penyakit. Perlakuan benih berdasarkan metode Rizain (1999) dimodifikasi. Sebelum penyemaian, benih jati Muna
dijemur kemudian direndam dalam air semalam, berturut-turut selama 4 hari
kemudian direndam dalam abu sekam dengan perbandingan 1:0,7:1 (benih : abu
Persiapan media perkecambahan dan media semai
Media perkecambahan benih menggunakan pasir yang telah dikeringkan
dan diayak. Media pasir ditempatkan pada bak-bak kecambah dengan ketebalan
10 cm. Selanjutnya benih jati Muna ditanam satu persatu dengan pusar
menghadap kebawah. Setelah itu benih ditutup dengan pasir tipis. Media tanam
semai menggunakan tanah dan pasir yang dicampur dengan perbandingan (3:1),
selanjutnya dimas ukkan dalam polibag dan ditimbang dengan berat 2 kg dengan ukuran polibag 20 x 20 cm.
Penyapihan dan Inokulasi CMA
Penyapihan dilakukan pada saat kecambah telah siap untuk disapih yaitu
kecambah yang telah terbentuk dua daun pertama kira-kira umur 21 hari dan
siap dipindahkan ke media polibag. Inokulasi dilakukan pada saat penyapihan,
dengan cara memberikan formulasi inokulum CMA hasil perbanyakan sesuai
perlakuan disekitar akar semai jati Muna. Kemudian semai diletakan dengan posisi akar persis mengenai inokulum yang diberikan dengan harapan pada saat
spora berkecambah akan langsung menginfeksi akar. Inokulum yang akan
digunakan adalah inokulum hasil perbanyakan dengan pemberian dosis yang berbeda yaitu 10 g, 15 g, dan 20 g per semai.
Pemeliharaan
Mela kukan penyiraman sesuai kebutuhan yaitu diperkirakan sampai
mencapai kapasitas lapang. Pemberantasan hama penyakit juga dilakukan bila
Gambar 4. Penyapihan semai di polibag dan pemeliharaan selama tiga bulan di persemaian rumah kaca Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas kehutanan IPB
Rancangan Penelitian
Formulasi inokulum terpilih sebanyak enam kombinasi hasil
perbanyakan tahap pertama diinokulasikan ke semai jati Muna dengan cara
menaburkan formulasi inokulum pada lubang tanam sesuai dosis inokulum yang
ditentukan. Kemudian semai dipindahkan ke lubang tanam dengan akar tepat mengenai inokulum tadi, sehingga diharapkan semai yang akan tumbuh akarnya
langsung kontak dengan formulasi inokulum yang diberikan. Media tanah yang
digunakan adalah jenis Latosol pada polibag dengan berat media 2 kg,
kemudian disusun berdasarkan rancangan yang ditetapkan. Penelitian ini
merupakan percobaan faktorial dengan RAK menggunakan 2 faktor perlakuan, faktor pertama yaitu formulasi inokulum CMA yang terdiri dari enam taraf
yaitu formulasi G. etunicatum (A1), G. etunicatum dengan vermikompos 30% (A2), G. etunicatum dengan vermikompos 40% (A3), Glomus sp. (B1), Glomus
sp. dengan vermikompos 30% (B2), Glomus sp. dengan vermikompos 40% (B3)
dan kontrol. Faktor kedua adalah dosis formulasi inokulum CMA yang terdiri dari tiga taraf yaitu 10 g per semai (D1), 15 g per semai (D2) dan 20 g per
semai (D3). Setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali sehingga didapat 57 unit percobaan. Peubah pertumbuhan yang diamati adalah tinggi semai, diameter
batang, bobot kering semai (bagian pucuk dan akar), nisbah pucuk akar,
kolonisasi akar dan jumlah spora. Adapun model statistik yang digunakan adalah
Yijk = Nilai pengamatan pada faktor A adalah formulasi inokulum CMA
taraf ke -i, faktor D (Dosis formulasi inokulum) taraf ke-j dan kelompok ke -k
µ = Komponen aditif dari rataan
Ai = Pengaruh utama faktor A (formulasi inokulum CMA ) pada taraf
ke-i
Dj = Pengaruh utama faktor D (Dosis formulasi inokulum) pada taraf
ke-j
(AD)ij = Komponen interaksi dari faktor A (formulasi inokulum CMA )
pada taraf ke-i dan faktor D (dosis formulasi inokulum) pada taraf ke-j
?k = Pengaruh aditif dari kelompok dan diasumsikan tidak berinteraksi
dengan perlakuan
eijk = Pengaruh acak yang menyebar normal (0,s2)
(Mattjik dan Sumertajaya 2002)
Pengamatan Pertumbuhan
Peubah pertumbuhan yang diamati dan diukur adalah tinggi semai,
diameter batang, bobot kering semai, nisbah pucuk akar, kolonisasi akar dan
jumlah spora. Peubah tinggi semai diukur dari pangkal batang (pada satu titik yang tetap dekat permukaan tanah) sampai titik tumbuh tertinggi semai pada
jalur batang dengan menggunakan mistar , dan diukur 2 minggu sekali. Diameter
batang diukur menggunakan jangka sorong pada ketinggian 1 cm dari permukaan tanah diukur pada awal dan akhir pengamatan. Bobot kering semai
(bagian pucuk dan akar semai) dibersihkan kemudian dikeringkan dengan pengovenan pada suhu 70oC atau sampai tercapai bobot kering yang konstan
kemudian ditimbang (Sitompul dan Guritno 1995). Nisbah pucuk akar
ditentukan dengan membandingkan bobot kering pucuk dan bobot kering akar semai. Sebagai data pendukung yaitu menghitung kolonisasi CMA pada akhir
penelitian, dimana prosedurnya sama dengan proses pewarnaan akar dengan metode Phillips dan Hayman (1970) dimodifikasi.
Pengamatan jumlah spora dilakukan dengan prosedur yaitu tanah dalam
polibag dibongkar dan mengambil contoh tanah seberat 40 g. Sampel tanah
dimasukkan ke dalam gelas kemudian direndam dan diaduk agar spora yang
disusun dari paling terbesar sampai saringan terkecil. Kemudian saringan tadi
disemprot dengan air mengalir dan diusahakan supaya bertekanan tinggi untuk
melepaskan spora dari partikel tanah. Hasil saringan 63 µm diambil dan dimasukkan kedalam tabung sentrifus dan diberi larutan gula 50% dan
disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 3200 rpm. Kemudian larutan supernatan pada bagian tengah diambil dengan memakai pipet dan dicuci
dibawah air mengalir dengan saringan 63µ m. Hasil saringan diambil dan
dituang ke cawan petri kemudian di hitung dibawah mikroskop stereo binokuler
Carton NSWT.
Pengamatan penunjang meliputi analisis media semai jati, anal