DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Riazuddin, Cooperative Movement in South East Asia Obstacles to Development. Dalam Dr. Mauritz Bonow (Ed). The Role of Cooperatives in Social and Economic Development. London: International Cooperative Alliance, 1964.
Buku
Ali, Chaidir, Badan Hukum, (Bandung: Alumni, 1999.
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2006.
Anoraga, Pandji dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi ,Cet. Kedua Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997.
Arifin, Syamsul dkk, Hukum dan Koperasi, (Cooperation and Law), Medan: Universitas Medan Area Fakultas Hukum, 1985.
Djojohadikoesoemo, Margono R.M, Sepoeloeh Tahoen Koperasi. Batavia Centrum: Balai Poestaka, 1940.
Esdert (ED), H.J, Can Cooperatives Become the Motive Force in the Economic of Indonesia? Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung, 1983.
Firdaus, M dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori dan Praktek, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.
Gunadi, Tom, Sistem Perekonomian Menurut Pancasila dan UUD 1945, Bandung: Angkasa, 1981.
Hadhikusuma, R.T. Sutantya Rahardja, Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005.
Hasan, Asnawi, Koperasi dalam Pandangan Islam, Suatu Tinjauan dari Segi Falsafah Etik, dalam Membangun Sistem Ekonomi Nasional, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, Sri Edi Swasono (ed), Jakarta: UI Press, 1987.
Hudiyanto, Koperasi: Ideologi dan Pengelolaannya, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2002.
▸ Baca selengkapnya: dalam suatu rapat osis sma pengurus sedang membahas
(2)Nurdin, Bahri, Partisipasi Anggota dan Pemantapan Skala Usaha Sebagai Alat Penunjang Pelaksanaan Koperasi Mandiri, dalam “Ekonomi Indonesia Masalah dan Prospek 1989/1990”, Jakarta: UII Press, 1989.
Raka, I.G.Gde, Pengantar Pengetahuan Koperasi. Jakarta: Departemen Koperasi, 1983.
Ridho, Ali, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan,
Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung: Alumni: 1986.
Saleh, Roeslan, Perubatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, Jakarta: Aksara Baru, 2007. Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986.
W, Andjar Pachta, Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi Indonesia: Pemahaman, Regulasi, Pendidian dan Modal Usaha, Jakarta: Kencana, 2005.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW)
Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentan Perkoperasian
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah.
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 01/Per/M.KUKM/I/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor 36/Kep/M/II/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan dan Peleburan Koperasi
http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/06/kedudukan-hukum-pengurus-dalam-koperasi. html. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.
Internet
http://ilmucomputer2.blogspot.com/2009/08/prinsip-koperasi-indonesia.html. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.
http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/06/kedudukan-hukum-pengurus-dalam-koperasi. html. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.
http://community.gunadarma.ac.id/user/blogs/view/name_lntank_damar/id_6574/t itle_ pembentukan-dan-pembubaran-koperasi/. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.
http://marketvalas.blogspot.com/2008/05/pembentukan-dan-pembubaran-koperasi. html. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/modal-koperasi-4/. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.
BAB III
ASPEK YURIDIS TENTANG PENGURUS DALAM KOPERASI
A. Pengertian Pengurus dalam Koperasi
Pengurus adalah merupakan perangkat organisasi koperasi setingkat
dibawah kekuasaan Rapat Anggota. Dialah yang mempunyai kewenangan untuk
mewakili koperasi sebagai Badan Hukum, baik dimuka Pengadilan maupun di
luar Pengadilan. Dalam UU No. 25 Tahun 1992, tentang Pengurus Koperasi
Indonesia ini, diatur didalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 37. Dari ketentuan dalam Pasal-Pasal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengurus Koperasi dipilih dari dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota, untuk masa jabatan
selama 5 (lima) tahun, dengan kemungkinan dapat dipilih kembali. Sedangkan
koperasi yang beranggotakan badan-badan hukum koperasi, pengurusnya dipilih
dari anggota-anggota koperasi.
Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat menjadi Pengurus Koperasi
Indonesia ditetapkan dalam anggaran koperasi. Kualifikasi pengurus yang
sekurang-kurangnya seperti berikut:
1. Terdaftar sebagai anggota yang sah dan mempunyai pengalaman dalam
usaha koperasi.
2. Dapat menyediakan waktu untuk menghadiri rapat pengurus, serta turut
mengeluarkan pendapat dan buah pikiran yang berguna demi kemajuan
para anggota.
3. Mengerti dan mempunyai pengalaman tentang organisasi koperasi, serta
4. Mampu menyerap usul-usul keberatan dari pihak anggota guna kebaikan
bersama, serta membicarakannya dalam rapat pengurus serta menghargai
pendapat sesama anggota walaupun tidak selalu sama, sebelum mengambil
keputusan.
5. Sanggup mematuhi dan menjalankan setiap keputusan rapat pengurus.
6. Memiliki sikap terbuka dan mau menerima kemajuan-kemajuan teknologi
baru dan penemuan-penemuan kearah pembaharuan.
7. Pengurus adalah pemegang kepercayaan dan pemegang jabatan
kehormatan, karenanya ia harus mampu mengemban amanat para anggota
yang telah memberikan kepercayaan padanya. Mengenai tugas dan
kewenangan pengurus, sesuai dengan ketentuan
B. Hak dan Kewajiban Pengurus dalam Koperasi
Tugas dan kewajiban Pengurus adalah:30
1. Menyelenggarakan dan mengendalikan usaha koperasi;
2. Melakukan seluruh perbuatan hukum atas nama koperasi;
3. Mewakili koperasi didalam dan diluar pengadilan;
4. Mengajukan rencana kerja, anggaran pendapatan dan belanja koperasi;
5. Menyelenggarakan Rapat Anggota serta mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugas kepengurusannya;
6. Memutuskan penerimaan anggota baru, penolakan anggota tserta
pemberhentian anggota;
30
7. Membantu pelaksanaan tugas pengawasan dengan memberikan keterangan
dan memperlihatkan bukti-bukti yang diperlukan;
8. Memberikan penjelasan dan keterangan kepada anggota mengenai
jalannya organisasi dan usaha koperasi;
9. Memelihara kerukunan diantara anggota dan mencegah segala hal yang
menyebabkan perselisihan;
10.Menanggung kerugian koperasi sebagai akibat karena kelalaiannya,
dengan ketentuan:
a. jika kerugian yang timbul sebagai akibat kelalaian seorang atau
beberapa anggota Pengurus maka kerugian ditanggung oleh anggota
Pengurus yangbersangkutan;
b. jika kerugian yang timbul sebagai akibat kebijaksanaan yang telah
diputuskan dalam Rapat Pengurus maka semua anggota Pengurus
tanpa kecuali menanggung kerugian yang diderita koperasi;
11.Menyusun ketentuan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab
anggota Pengurus serta ketentuan mengenai pelayanan terhadap anggota;
12.Meminta audit kepada Koperasi Jasa Audit dan atau Akuntan Publik yang
biayanya ditanggung oleh koperasi dan biaya audit tersebut dimasukkan
dalam anggaran biaya koperasi;
13.Pengurus atau salah seorang yang ditunjuknya berdasarkan-ketentuan yang
berlaku dapat melakukan tindakkan hukum yang bersifat pengurusan dan
pemilikan dalam batas -batas tertentu berdasarkan persetujuan tertulis dari
Keputusan Rapat Pengurus dan Pengawas Koperasi dalam hal-hal sebagai
a. meminjam atau meminjamkan uang atas nama koperasi dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga dan
peraturan khusus koperasi;
b. membeli, menjual atau dengan cara lain memperoleh atau melepaskan
hak atas barang bergerak milik koperasi dengan jumlah tertentu, yang
ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga dan peraturan khusus
koperasi.
Pengurus mempunyai hak:31
1. Menerima imbalan jasa sesuai keputusan Rapat Anggota;
2. Mengangkat dan memberhentikan manajer dan karyawan koperasi;
3. Membuka cabang atau perwakilan usaha baik didalam maupun-diluar
Wilayah Republik Indonesia sesuai dengan KeputusanRapat Anggota;
4. Melakukan upaya-upaya dalam rangka mengembangkan usaha Ikoperasi;
5. Meminta laporan dari manajer secara berkala dan sewaktu waktu
diperlukan.
C. Pertanggungjawaban Hukum Pengurus dalam Koperasi
Tanggung jawab hukum pengurus dalam koperasi terdiri atas beberapa
aspek, yakni:32
1. Tindakan Ultra Vires Koperasi
Para anggota pengurus yang bertindak ultravires koperasi adalah
berhadapan denagn pihak ketiga secara pribadi, sehingga tidak mengikat
koperasi
31
Pasal 24 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
32
2. Tindakan Intra Vires Koperasi Tanpa Kuasa Untuk Bertindak Atas Nama
Koperasi
Apabila pengurus koperasi bertindak di luar batas wewenangnya, koperasi
tiak terikat dengan tindakan itu. Namun demikian, koperasi boleh
mengesahkan tindakan wakil itu.
3. Tanggung Jawab Karena Perbuatan Melawan Hukum
Menurut hukum pemberian kuasa, wakil itu secara pribadi menanggung
perbuatan melawan hukum yang ia lakukan, bahkan apabila secara tegas
dilakukan atas nama koperasi
4. Pertanggungjawaban Pidana
Menurut asas umum pemberian kuasa, koperasi hany bertanggung jawab
apabila ia ikut serta dalam tindakan itu atau pabila dengan tegas memberi
kuasa unutk bertindak.
Untuk menjamin bahwa para pejabat koperasi tidak menyalahgunakan
kedudukan mereka yang secara relatif kuat dan tidak terkontrol, UU
koperasi Jerman membuat ketentuan pidana khusus yang memberikan
ancaman pidana yang berat bagi pejabat koperasi yang:
a. Dengan sengaja memberikan informasi yang salah mengenai
masalah-masalah tertentu yang berhubungan dengan koperasi.
b. Dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak mengundang rapat
umum dalam hal kerugian berat yang ditimbulkan koperasi.
c. Karena seseorang pemeriksa yang membuat laporan palsu atau tidak
d. Karena seorang pejabat yang mengungkapkan rahasia perusahan atau
fakta-fakta lain yang diketahuinya dalam kedudukannya sebagai
pejabat.
e. Karena anggota-anggota yang menerima keutungan sebagai imbalan
memberikan suara untuk atau melawan mosi atau calon dalam rapat
umum dan bagi orang-orang yang menawarkan keuntungan semacam
itu sebagi imbalan suara yang diberikannya
D. Hubungan Hukum Pengurus Secara Eksternal dan dan Internal
Hubungan hukum pengurus secara internal adalah hubungan hukum antara
pengurus dengan lembaga yang dipimpinnyam, dimana dalam lembaga koperasi
pengurus memiliki hubungan hukum dengan seluruh anggota koperasi.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian secara eksplisit
menyebutkan bahwa pengurus adalah orang yang dipilih dari dan oleh anggota
koperasi dalam rapat anggota, kemudian dijelaskan lagi bahwa pengurus
bertanggung jawab mengenai kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya kepada
rapat anggota atau rapat anggota luar biasa.
Adanya permintaan tanggung jawab dari diri seseorang atau kelompok
tidak lain dikarenakan pada diri orang atau sekelompok orang tersebut telah
dibebani suatu kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dengan
kata lain, suatu pertanggungjawaban baru dibebani suatu kewajiban tersebut
apabila ia tidak mampu untuk memenuhi kewajiban yang sebelumnya ia
Oleh karena koperasi statusnya di mata hukum merupakan suatu badan
hukum, dimana dalam pengelolaan kegiatan sehari-harinya dilaksanakan oleh
pengurus, maka dalam hal pertanggungjawaban kepada rapat anggota maupun
kepada anggotanya sendiri tentunya bergantung kepada perbuaan yang dilakukan
oleh pengurus koperasi tersebut, sebab dalam mengelola koperasi kepada para
pengurus ini diberikan beberapa kewenangan, tugas dan kewajiban sebagaimana
yang ditentukan dalam anggaran koperasi yang bersangkutan.
Bentuk hubungan hukum pengurus dengan anggota koperasi tertuang
dalam bentuk pertanggungjawaban pengurus kepada rapat anggota yang dibuat
dalam bentuk laporan tahunan, dimana laporan tahunan ini dibuat pada saat
diadakannya rapat anggota tahunan yang isinya memuat laporan
pertanggung-jawaban pengurus koperasi dalam melaksanakan kegiatan usaha selama satu
tahun. Dalam kesempatan inilah rapat anggota akan menilai apakah kebijaksanaan
yang dilaksanakan para pengurus tersebut sesuai dengan kewenangan dan
kewajiban-kewajiban yang digariskan oleh rapat anggota serta anggaran dasar.
Selanjutnya hubungan hukum pengurus secara eksternal adalah hubungan
hukum pengurus dengan lembaga-lembaga di luar koperasi, dimana pengurus
menjadi pihak yang mewakili koperasi dalam setiap perbuatan hukum yang
melibatkan koperasi dengan lembaga-lembaga eksternal di luar koperasi.
Pengurus selaku perwakilan koperasi juga harus mampu membangun suatu
jaringan positif untuk membangun lembaga yang dipimpinnya ke arah yang lebih
baik dalam upaya memperjuangkan kepentingan anggota secara bersama. Oleh
diperlukan untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuan didirikannya
BAB IV
ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS DALAM HAL TERJADINYA PEMBUBARAN KOPERASI
A. Alasan Dibubarkannya Koperasi Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992
Pembubaran koperasi dapat dilakukan berdasarkan keputusan pemerintah
atau keputusan rapat anggota. Dalam hal pembubaran didasarkan keputusan
pemerintah, maka keputusan pembubaran oleh pemerintah sebagaimana dimaksud
dilakukan apabila:33
1. Terdapat bukti bahwa koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi
ketentuan undang-undang.
2. Kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan.
3. Kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.
Keputusan pembubaran koperasi oleh pemerintah dikeluarkan dalam
waktu paling lambat 4 bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat
pemberitahuan rencana pembubaran tersebut oleh koperasi yang bersangkutan.
Dalam jangka waktu paling lambat 2 bulan sejak tanggal penerimaan
pemberitahuan, koperasi yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan.
Keputusan pemerintah mengenai diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana
pembubaran diberikan paling lambat 1 bulan sejak tanggal diterimanya
pernyataan keberatan tersebut.
Pemberitahuan pembubaran koperasi harus menyebutkan pihak penyelesai
(likuidator).
33
1. Penyelesai (likuidator) mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban
sebagai berikut :34
a. Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama “koperasi
dalam penyelesaian”
b. Mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan.
c. Memanggil pengurus, anggota dan berkas anggota tertentu yang
diperlukan, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama.
d. Memperoleh, memeriksa, dan menggunakan segala catatan dan arsip
koperasi.
e. Menetapkan dan melaksanakan segala kewajiban pembayaran yang di
dahulukan dari pembayaran utang lainnya.
f. Menggunakan sisa kekayaan koperasi untuk menyelesaikan sisa
kewajiban koperasi.
g. Membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota
h. Membuat berita acara penyelesaian.
2. Dalam hal terjadi pembubaran koperasi, anggota hanya menanggung
kerugian sebatas simpanan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan
yang dimilikinya.
3. Hapusnya Status Badan Hukum dilanjutkan dengan:
a. Pemerintah mengumumkan pembubaran koperasi dalam berita Negara
Republik Indonesia
b. Status Badan Hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman
pembubaran koperasi tersebut dalam berita Negara Republik Indonesia
34
Pembubaran koperasi berdasarkan keputusan rapat anggota harus
dipertimbangkan dahulu secara matang dan mendasar sebelum diputuskan untuk
dibubarkan. Kondisi koperasi harus dilihat secara teliti apakah sudah tidak dapat
dipertahankan keberadaannya atau selalu menderita kerugian. Kemudian rapat
anggota membentuk tim penyelesai untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
berkaitan dengan pembubaran koperasi. Tim tersebut memberitahukan secara
tertulis tentang rencana pembubaran koperasi tersebut kepada semua kreditur dan
pemerintah. Keputusan pembubaran dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah
menunjuk tim penyelesai tersendiri. Tim penyelesai yang dibentuk oleh rapat
anggota dan tim penyelesai yang dibentuk pemerintah bekerjasama untuk
menyelesaikan persoalan terutama menyangkut utang-piutang.35
1. Koperasi yang seharusnya menjalankan lapangan usaha yang berkaitan
langsung dengan kepentingan anggotanya pada khususnya, dan
masyarakat pada umumnya, ternyata melakukan praktek yang tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan masyarakat dan justru melenceng dari tujuan.
Koperasi hanya dijadikan pajangan, sedangkan usahanya tidak jelas, dan Secara sosiologis, pembubaran koperasi dapat juga dilakukan oleh
masyarakat, hal ini dikarenakan fungsi status social masyarakat itu sendiri, yang
melihat seluk beluk dan sepak terjang koperasi di tengah-tengah masyarakat yang
berjalan melenceng tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat,
dan bahkan merugikan masyarakat serta rasa keadilan.
Mengapa hal ini bisa terjadi secara sosiologis? Ada beberapa alasan yang
dikemukakan antara lain:
35
justru lebih menjerumuskan masyarakat ke lembah kemiskinan. Seperti
praktek penggandaan uang yang berkedok “multi level marketing”. Jadi
jelas hal ini merugikan kepentingan orang banyak.
2. Adanya koperasi yang hanya merupakan sebagai alat untuk melegalkan
usahanya untuk mendapatkan kredit koperasi dari pemerintah untuk
mencai keuntungan pribadi, setelah itu anggota dan/ atau pengurusnya
menghilangkan jejak meninggalkan hutang, yang akhirnya koperasi itu
masuk dalam “daftar hitam”. Secara sosiologis hal ini memberikan contoh
buruk dan membuat citra koperasi di mata masyarakat semakin terpuruk
dalam dunia usaha yang berbadan hukum. Koperasi tidak lagu
memberikan langkah konkrit dalam masyarakat dalam membantu
perekonomian. Hal ini dikarenakan koperasi telah kehilangan muka dan
tidak mendapat hati di masyarakat, bahkan lebih ironisnya justru hanya
menjadi ajang “kuperasi”.
Alasan di atas hanya sebagian kecil untuk dapat membubarkan koperasi
menrut sudut pandang sosiologis. Namun sangat disayangkan jika alasan tersebut
kurang mendapat respon dari pihak pemerintah untuk cepat bertindak, yang dalam
hal ini bertindak selaku eksekutif yang telah mengeluarkan status badan hukum
koperasi tersebut.
Hal yang menjadi persoalan daam pembubaran koperasi dalam ketentuan
undang-undang tersebut dan penjelasannya tidak memberikan penjelasan
mengenai alasan-alasan yang dapat dipakai oleh rapat anggota, sehingga
membolehkan suatu keputusan pembubaran koperasi tersebut. Apakah setiap
Sebagai perangkat organisasi yang memegang kedaulatan tertinggi dalam
koperasi, maka melalui pengurus koperasi memberitahukan secara tertulis
keputusan pembubaran koperasi tersebut kepada semua kreditur dan pemerintah
dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal keputusan rapat anggota pembubaran.36
1. Penyelesaian dilakukan oleh penyelesain pembubaran yang selanjutnya
disebut penyelesai
Selanjutnya masalah penyelesaian setelah dikeluarkannya keputusan
pembubaran koperasi, maka segera dilakukan penyelesaian. Penyelesaian diatur
dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, yakni:
Untuk kepentingan kreditur dan para anggota koperasi terhadap
pembubaran koperasi dilakukan penyelesaian pembubaran yang
selanjutnya disebut penyelesaian.
Selanjutnya Pasal 52 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 menyebutkan:
2. Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan rapat anggota, peyelesai
ditunjuk oleh rapat anggota
3. Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan pemerintah, penyelesai
ditunjuk oleh pemerintah
4. Selama dalam proses penyelesaian, koperasi tersebut tetap ada dengan
sebutan “koperasi dalam penyelesaian”
Pada prakteknya, pembubaran kopeasi jaranga sekali terjadi, karena
rumitnya dan bertele-telenya proses pembubaran hingga proses penyelesaian,
apalagi menyangkut masalah dana anggota koperasi. Sebab jika terjadi
36
pembubaran koperasi, anggota koperasi hanya menanggung kerugian sebatas
simpaan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan yang dimilikinya.
Sedangkan yang merupakan modal pinjaman koperasi dari anggota tidak termasuk
dalam ketentuan tersebut. Hal ini wajar, karena modal pinjaman koperasi dari
anggota sifatnya hutang yang harus dikembalikan. Jadi sifat dan kedudukannya
tidak sama dengan simpanan pokok atau simpanan wajib dari anggota.
Alangkah baiknya jika dalam hal pembubaran koperasi dan penyelesaian
koperasi, pemerintah dalam hal ini pejabat yang berwenang di perkoperasian,
cepat mengambil langkah-langkah pro aktif, guna mengantisipasi hal-hal yang
tidak diinginkan. Sehingga tidak timbul permasalahan yang kian kusam dan
menyusahkan anggota koperasi itu sendiri pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya.
B. Pertanggungjawaban Pengurus dalam Hal Terjadinya Pembubaran Koperasi
Koperasi yang dibubarkan dapat dipastikan karena mengalami kesulitan
dalam usaha atau keuangan, kecuali karena habis jangka waktu berdirinya. Pada
umumnya sisa kekayaan Koperasi yang dibubarkan tidak mencukupi untuk
memenuhi kewajiban. Simpanan anggota (pokok dan wajib) akan dipergunakan
untuk menutup kewajiban akibat pembubaran, sehingga tidak ada sisa untuk
dikembalikan kepada anggota. Tetapi dalam beberapa kejadian koperasi yang
dibubarkan masih memiliki sisa kekayaan dalam jumlah cukup besar, setelah
semua kewajiban dipenuhi dan simpanan anggota dikembalikan sesuai dengan
nilai harta tetap. Contoh imajiner yang ekstrim dapat digambarkan sebagai berikut
: sebuah koperasi membelanjakan simpanan anggota sebesar 20 juta rupiah untuk
membeli tanah dijalan utama Jakarta (Jalan Sudirman) lima puluh tahun yang lalu
yang sekarang mungkin harganya bisa mencapai 100 milyar rupiah, pasti
memiliki sisa kekayaan yang sangat besar dalam pembubaran, setelah simpanan
anggota dikembalikan menurut nilai nominal.37
Apabila suatu usaha mengalami kerugian,kepailitan atau likuidasi, baik
usaha perseorangan (soleproprietorship) atau usaha bersama (corporation), dan (mungkin) terdapat pihak-pihak (lain) yang dirugikan atau belum dipenuhi
Dalam dunia bisnis para pelaku uasaha dalam melakukan kegiatan usaha
selain dapat dilakukan sendiri dengan mengelola dan memanage usahanya secara
langsung, juga dapat dilakukan bersama-sama oleh dua orang/pihak atau lebih
dalam suatu "wadah" badan usaha atau entity. Apabila dilakukan sendiri (without patners) ia di sebut sebagai soleproprietor, entrepreneur, baik dilakukan atas dasar profesi (soleparactitioner) ataupun dilakukan atas dasar usaha perdagangan (soletrader).
Usaha bisnis yang dilakukan secara bersama-sama dalam suatu badan
usaha atau "wadah", disebut sebagai korporasi atau company. Korporasi dengan berbagai macam bentuk dan ragamnya, bisa dengan badan hukum, bisa dengan
bentuk bukan badan hukum. Permasalahannya, bagaimana kalau kegiatan usaha
yang dilakukan oleh (para) pelaku bisnis tersebut mengalami kerugian atau
kepailitan yang menyebabkan ia tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap
pihak ketiga atau terhadap stakeholder yang terkait?
37
haknya,maka ia harus bertanggung jawab terhadap pemenuhan kewajiban atas
kerugian dimaksud. Sejauhmana tanggung jawab para pelaku usaha atau pebisnis
selaku entrepreneur terhadap pihak ketiga dan para stake holder yang terkait,
sangat ditentukan oleh pelaksanaan kegiatan tersebut atau jenis entity-nya.38
Jika koperasi menanggung kerugian, maka sesuai dengan ketentuan Pasal
34 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, pengurus baik bersama-sama maupun
sendiri-sendiri menanggung kerugian yang diderita koperasi karena tindakan yang
dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya. Di samping penggantian Jika pelaksanaan kegiatan usahanya dilakukan sendiri (oleh
soleproprietor), maka jelas tanggung-jawabnya langsung kepada soleproprietor
yang bersangkutan. Namun jika dilakukan bersama-sama dengan partners
usahanya, maka tanggung jawab tersebut sangat ditentukan dari jenis badan usaha
(entity) yang dibentuk sebagai wadah atau lembaganya, demikian juga sangat tergantung pada perjanjian (memorandum of association) masing-masing orang atau pihak dalam lembaga tersebut. Demikian juga harus dilihat dan dicermati:
apakah merupakan tanggung jawab corporate atau ataukah tanggung jawab dari
masing-masing orang atau pihak (baik selaku naturliijkperson atau sebagai
naturliijkpersoon atau sebagai rechtspersoon).
Sebagai perangkat organisasi yang diberikan wewenang untuk melakukan
tindakan dan upaya hukum untuk dan atas nama koperasi yang bersangkutan,
pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi dan
usahanya kepada rapat anggota dan rapat anggota luar biasa.
38
kerugian tersebut, apabila tindakan itu dilakukan dengan kesengajaan, tidak
menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan.
Kerugian yang ditanggung sendiri oleh masing-masing pengurus dimana
kerugian itu tidak dibebankan kepada semua anggota pengurus untuk
menanggungnya melainkan hanya kepada mereka yang melakukan kelalaian atau
kesengajaan tersebut sehingga terjadi kerugian pada koperasi. Menurut penulis
pertanggungjawaban oleh pengurus dikarenakan oleh adanya suatu pembebanan
kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sehingga dapat dilihat
apakah ia mampu atau tidak untuk memenuhi kewajiban.
Untuk mewujudkan profesionalisme dalam pengelolaan usaha koperasi,
pengurus dapat mengangkat pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk
mengelola usaha. Pengangkatan pengelola oleh pengurus harus mendapat
persetujuan dari rapat anggota. Maksudnya diberi wewenang dan kuasa adalah
pelimpahan wewenang dan kuasa yang dimiliki oleh pengurus. Dengan demikian
pengurus tidak lagi melaksanakan sendiri wewenang dan kuasa yang telah
dilimpahkan kepada pengelola dan tugas pengurus beralih menjadi mengawasi
pelaksanaan wewenang dan kuasa yang dilimpahkan. Adapun besarnya
wewenang dan kuasa yang dilimpahkan ditentukan sesuai dengan kepentingan
koperasi.
C. Akibat Hukum Jika Pengurus Tidak Bertanggung Jawab dalam hal Pembubaran Koperasi
Sebagai perangkat organisasi dari suatu badan hukum koperasi yang diberi
wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan hukum dan upaya-upaya hukum
bertanggung jawab atas perbuatannya jika terjadi resiko kerugian pada koperasi.
Setiap anggota pengurus menanggung terhadap kerugian koperasi, yang
dideritanya karena disengaja atau akibat kelalaian dalam melaksanakan tugas
kewajibannya masing-masing. Jika kesengajaan itu mengenai sesuatu yang
termasuk pekerjaan beberapa anggota pengurus, maka mereka secara
bersama-sama menanggung kerugian tadi untuk keseluruhannya, akan tetapi seorang
anggota pengurus bebas dari tanggung jawabnya jika ia:
1. Dapat membuktikan bahwa kerugian tadi bukan karena kesalahan/
kelalaiannya
2. Telah berusaha dengan segera dan secukupnya untuk mencegah akibat dari
kejadian tersebut.
3. Akibat bencana alam.
Apabila terjadi suatu kondisi dimana pengurus tidak bertanggung jawab
atas permbubaran koperasi tanpa adanya alasan yang jelas dan dapat dibenarkan,
maka pengurus dapat dimintai pertanggungjawaban secara paksa melalui
penerapan instrumen hukum pidana.
Masalah pertanggungjawaban atas perbuatan melawan hukum dari badan
hukum merupakan persoalan yang perlu diketahui dan sangat penting bagi badan
hukum. Bahwa badan hukum adalah bertanggungjawab (aansprakelijkheid), artinya dapat digugat untuk perbuatan-perbuatannya yang melawan hukum yang
dilakukan oleh organnya sebagai organ (als zodening door de orgaan). Karena apabila seorang Direksi dari suatu organ melakukan suatu perbuatan, maka dia
Apabila suatu korporasi harus mempertanggungjawabkan suatu perbuatan
yang sebetulnya dilakukan oleh organ atau wakilnya, maka dasar dari
tanggungjawab itu adalah Anggaran Dasar korporasi itu sendiri yang menjadikan
organ tersebut mempunyai fungsi yang penting atau esensial (dalam hal ini
misalnya: pengurus).
Untuk organ yang memegang fungsi tersebut hubungan hukum antara
korporasi dan organ, bukanlah suatu hubungan majikan buruh atau hubungan
kerja biasa, tetapi berdasarkan hubungan fiduciary duty. Selain itu masih ada wakil yang juga bersifat organ, tetapi dasar tanggungjawabnya itu berdasarkan
pengangkatan atau perjanjian kerja, misainya seorang pemimpin suatu cabang
korporasi, dan pegawai lainnya dalam korporasi tersebut. Tetapi hampir semua
undang-undang tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut apakah asas-asas umum
dalam hukum pidana tentang pertanggungjawaban pidana manusia pribadi juga
dapat berlaku terhadap korporasi. Sebab bagaimanapun juga korporasi tidak sama
dengan manusia. Juga mengenai kapan suatu badan hukum dapat dinyatakan
melakukan tindak pidana itu serta bagaimana menentukan kesalahan dan
pertanggungjawaban korporasi tersebut.39
39
Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 48.
Dasar untuk meminta pertanggungjawaban kepada pengurus koperasi
didasarkan kepada pendapat bahwa suatu perbuatan hanya dapat dilakukan
manusia secara fisik dalam keadaan nyata, dan kemampuan bertanggungjawab
atas perbuatan itu menyangkut kejiwaan yang hanya dapat dimiliki oleh manusia
saja. Dengan demikian tidak ada konstruksi lain yanq dapat digunakan selain
Roeslan Saleh setuju dengan pendapat bahwa orang yang memimpin
korporasi atau penguruslah yang harus bertanggungjawab, terlepas dari apakah ia
tahu atau tidak tentang dilakukannya perbuatan itu. Namun dengan catatan bahwa
pertanggungjawaban pengurus ini hanya beriaku untuk tindak pidana yang
tergolong pelanggaran dan bukan untuk tindak pidana yang tergolong kejahatan.40
Dari berbagai Yurisprudensi Hoge Raad Belanda, setidak-tidaknya
terdapat 3 (tiga) kemungkinan pertanggungjawaban, yaitu:41
1. Ondergesichkt, yaitu bawahan sebagai penanggungjawab badan hukum. Hal ini dapat terjadi apabila tugas yang diberikan kepada bawahan itu
membuka kesempatan dan memperluas kemungkinan perbuatan itu. Pada
Arrest HR tahun 1930 dimana Pemerintah Kota harus bertanggungjawab
memberikan ganti rugi akiba seorang polisi yang dalam tugasnya telah
berbuat sedemikian rupa dan mengakibatkan tabrakan dan kematian
seseorang. HR berpendapat bahwa sekalipun polisi tersebut bukan seorang
pengurus pemerintah kota tetapi pernerintah kota telah memberikan tugas
dan tanggungjawab yang luas kepada polisi itu sehingga ia dapat
melakukan hal-hal yang lebih luas lagi. Pada kasus penggelapan deposito
nasabah Bank Mandiri, maka pegawai yang melakukannya dipidana
sebagai pribadi, sementara secara perdata, Bank Mandirilah yang harus
mengganti deposito tersebut kepada nasabahnya. Sifat
pertanggung-jawaban ondergesichkt sangat kasuistis. Terkadang seorang bawahan yang melakukan perbuatan pidana harus mempertanggung-jawabkan
40
Roeslan Saleh, Perubatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Aksara Baru, 2007), hal. 55
41
perbuatannya sendiri, sementara korporasi tempatnya bekerja dapat
membebaskan diri dari pertanggungjawaban suatu kerugian.
2. Organen, adalah sebutan bagi wakil suatu badan hukum dan wakil itu dalam lapangan hukum perdata. Seseorang baru dianggap sebagai organ
atau wakil badan hukum apabila secara hukum orang tersebut mempunyai
wewenang yang sah untuk bertindak atas nama badan hukum yang
diwakilinya. Menurut de Heersen de leer, untuk dapat dianggap bertindak
sebagai organ, Maka seseorang harus bertindak masih dalam suasana
formal dalam batas-batas wewenangnya.42
Selanjutnya ditambahkan Oleh Paul Scholten, bahwa suatu perbuatan itu
masih dapat dikatakan dalam suasana formal dari wewenangnya, ialah jika
perbuatan itu merupakan pelaksanaan tugas/pemenuhan pekerjaan atau
dinasnya. Di dalam struktur suatu korporasi, direktur adalah organ atau
wakil, karena ditetapkan oleh undang-undang. Tetapi tidak hanya direktur
yang dapat bertindak sebagai organ. Seorang kepala cabang bank juga
dapat bertindak sebagai organ untuk hal-hal tertentu. Tetapi wewenang
tersebut tidak secara langsung diperoleh bersama dengan jabatannya,
tetapi memerlukan suatu prosedur tertentu, misalnya melalui pengesahan
atau surat kuasa yang menyatakan bahwa orang tersebut mempunyai
wewenang bertindak sebagai organ atau wakil korporasinya. Apabila
seorang organ bertindak melampaui wewenang yang dimilikinya dan
melakukan suatu perbuatan melawan hukum, maka pertanggungjawaban
berlaku pribadi.
42
3. Apabila organ bertindak atas dasar suatu perintah jabatan yang mengikat
dirinya (ambtelijk bevel), maka tidak ada unsur kesalahan pribadi (persoonlijk schuld). Di dalam hukum pidana hal ini dikenal juga sebagai alasan pernbenar suatu tindak pidana yang menyebabkan seseorang tidak
dapat dipidana (Pasal 51 Ayat (1) KUHP).
Oleh karena hal tersebut di atas, dalam hal pengurus koperasi tidak
bertanggung jawab dalam pembubaran koperasi, maka pengurus dimaksud harus
dapat memberikan alasan pembenar ataupun alasan yang dapat diterima secara
hukum untuk melepaskan dirinya dari tanggung jawab yang harusnya ditanggung,
namun apabila pengurus tidak dapat memberikan alasan pembenar ataupun tidak
dapat memberikan alasan yang dapat diterima secara hukum untuk tidak
bertanggung jawab, maka pengurus tersebut dapat dimintakan
pertanggung-jawaban secara paksa dengan menggunakan instrument hukum pidana yang nota
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Koperasi merupakan perkumpulan orang-orang yang mengutamakan
pelayanan dan kebutuhan ekonomi para anggotanya. Hal ini berarti bahwa
koperasi harus mengabadikan diri pada kesejahteraan bersama atas dasar
perkikemanusiaan dan bukan kepada kebendaan dan koperasi dapat
mengangkat warga miskin dan lemah menjadi warga kelas menegah.
Dalam rangka mensejahterakan anggotanya, maka sebelum mendirikan
koperasi, suatu koperasi harus memiliki modal awal. Permodalam koperasi
terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman, dan di dalam prakteknya
selain modal sendiri dan pinjaman tersebut, ada modal lain yang dapat
diperoleh oleh koperasi, yaitu dari simpanan sukarela, modal lancar dan
modal kerja serta modal pemilik.
2. Pengurus merupakan perangkat organisasi koperasi setingkat di bawah
kekuasaan Rapat Anggota. Dialah yang mempunyai kewenangan untuk
mewakili koperasi sebagai Badan Hukum, baik dimuka Pengadilan
maupun di luar Pengadilan. Dalam UU No. 25 Tahun 1992, tentang
Pengurus Koperasi Indonesia ini, diatur didalam Pasal 29 sampai dengan
Pasal 37. Pengurus Koperasi dipilih dari dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota, untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun, dengan
kemungkinan dapat dipilih kembali. Sedangkan koperasi yang
beranggotakan badan-badan hukum koperasi, pengurusnya dipilih dari
3. Sebagai perangkat organisasi yang diberikan wewenang untuk melakukan
tindakan dan upaya hukum untuk dan atas nama koperasi yang
bersangkutan, pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan
pengelolaan koperasi dan usahanya kepada rapat anggota dan rapat
anggota luar biasa. Dalam hal terjadi pembubaran koperasi, jika koperasi
menanggung kerugian, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, pengurus baik bersama-sama maupun
sendiri-sendiri menanggung kerugian yang diderita koperasi karena
tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya.
B. Saran
1. Perlu untuk terus menggalakkan dan meningkatkan peran koperasi sebagai
lembaga yang dapat memberdayakan ekonomi masyarakat. Eksistensi
koperasi di daerah-daerah perlu mendapatkan pembekalan dalam
operasionalisasinya agar dapat dikelola secara lebih profesional.
2. Pengurus merupakan salah satu unsur terpenting dalam koperasi, oleh
karenanya kualitas dan kredibilitas pengurus yang akan dipilih untuk
mewakili dan menjalankan koperasi harus benar-benar diperhitungkan
oleh setiap anggota koperasi agar hal-hal yang dapat dapat berimplikasi
negatif terhadap koperasi melalui tangan pengurus dan tidak kredibel
dapat dihindarkan.
3. Dalam hal terjadinya pembubaran koperasi perlu adanya suatu badan
khusus yang dapat melakukan investigasi terhadap sebab musabab
terhadap kerugian yang mungkin ada dalam proses pembubaran koperasi
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KOPERASI
A. Latar Belakang atau Sejarah Berdirinya Koperasi
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang
selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan
koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup
kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai
dengan iklim lingkungannya.10
Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan
pada kegiatan simpan-pinjam11
10
Ahmed, Riazuddin, Cooperative Movement in South East Asia Obstacles to Development. Dalam Dr. Mauritz Bonow (Ed). The Role of Cooperatives in Social and Economic Development. London: International Cooperative Alliance, 1964), hal. 57.
11
Ibnoe Soedjono, The Role of Cooperatives in The Indonesian Society. Dalam H.J. Esdert (ED). Can Cooperatives Become the Motive Force in the Economic of Indonesia? (Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung, 1983), hal. 7
maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang
menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan
kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang
untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan
usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk
koperasi yang memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini
mengambil langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan
terlebih dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi
barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam
dan sebagainya.12
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja
patih di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang
simpan-pinjam. Untuk memodali koperasi simpan-pinjam tersebut di samping banyak
menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid yang
dipegangnya.13
Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan
berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam
yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di
bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka tokotoko koperasi.
Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka
uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya.
Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti melailah ia
mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R. Aria
Wiriatmadja. Dalam hubungan ini kegiatan simpanpinjam yang dapat berkembang
ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari
zakat.
12
Masngudi. Peranan Koperasi Sebagai Lembaga Pengantar Keuangan. Tidak diterbitkan. Disertasi Doktor pada Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 1989, hal. 1-2.
13
dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia
Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi
dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat
perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan
Ketetapan Raja No. 431 yang berisi antara lain:
1. Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil;
2. Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda;
3. Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal; dan di samping itu diperlukan
biaya meterai f 50.
Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng
Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat
(SKN) yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager
adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji
Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di mana
branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota.
Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode
“nahdlatuttijar”. Proses permohonan badan hukum direncanakan akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri.
Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no
431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya koperasi.
Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu
penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai
reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’
keperluan penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi.
Hasil dari penelitian menyatakan tentang perlunya penduduk Bumi putera
berkoperasi dan untuk mendorong keperluan rakyat yang bersangkutan.
Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat (Volkscredit Wezen). Berkaitan dengan
masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan
“Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo,
dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi.
Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah
pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres
koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebt menyatakan bahwa untuk
meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai
macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada
umumnya.
Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930
didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:14
1. memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia
mengenai seluk beluk perdagangan;
2. dalam rangka peraturan koerasi No. 91, melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan
penerangannya;
3. memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan pengangkutan,
cara-cara pengangkutan, dan hal ihwal lainnya yang menyangkut
perusahaan-perusahaan
14
4. penerapan tentang organisasi perusahaan
5. menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia
Selanjutnya pada tahun 1933 diterbitkan Peraturan Perkoperasian dalam
berntuk Gouvernmentsbesluit No. 21 yang termuat di dalam Staatsblad no.
108/1933 yang menggantikan Koninklijke Besluit no. 431 tahun 1915. Peraturan
Perkoperasian 1933 ini diperuntukkan bagi orang-orang Eropa dan golongan
Timur Asing. Dengan demikian di Indonesia pada waktu itu berlaku 2 Peraturan
Perkopersian, yakni Peraturan Perkoperasian tahun 1927 yang diperuntukan bagi
golongan Bumi Putera dan Peraturan Perkoperasian tahun 1933 yang berlaku bagi
golongan Eropa dan Timur Asing.
Kongres Muhamadiyah pada tahun 1935 dan 1938 memutuskan tekadnya
untuk mengembangkan koperasi di seluruh wilayah Indonesia, terutama di
lingkungan warganya. Diharapkan para warga Muhammadiyah dapat memelopori
dan bersama-sama anggota masyarakat yang lain untuk mendirikan dan
mengembangkan koperasi. Berbagai koperasi dibidang produksi mulai tumbuh
dan berkembang antara lain koperasi batik yang diperlopori oleh H. Zarkasi, H.
Samanhudi dan K.H. Idris.
Perkembangan koperasi semenjak berdirinya Jawatan Koperasi tahun 1930
menunjukkan suatu tingkat perkembangan yang terus meningkat. Jikalau pada
tahun 1930 jumlah koperasi 39 buah, maka pada tahun 1939 jumlahnya menjadi
574 buah dengan jumlah anggota pada tahun 1930 sebanyak 7.848 orang
kemudian berkembang menjadi 52.555 orang. Sedang kegiatannya dari 574
koperasi tersebut diantaranya 423 kopersi (=77%) adalah koperasi yang bergerak
ataupun produksi. Dari 423 koperasi simpan-pinjam tersebut diantaranya 19 buah
adalah koperasi lumbung.15
Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang dikarenakan
masalah ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran “Kumiai” (koperasi).
Pemerintah pada waktu itu melalui kebijaksanaan dari atas menganjurkan
berdirinya “Kumiai” di desa-desa yang tujuannya untuk melakukan kegiatan
distribusi barang yang jumlahnya semakin hari semakin kurang karena situasi
perang dan tekanan ekonomi Internasional (misalnya gula pasir, minyak tanah,
beras, rokok dan sebagainya). Di lain pihak Pemerintah pendudukan bala tentara
Jepang memerlukan barang-barang yang dinilai penting untuk dikirim ke Jepang
(misalnya biji jarak, hasil-hasil bumi yang lain, besi tua dan sebagainya) yang
untuk itu masyarakat agar menyetorkannya melalui “Kumiai”. Kumiai (koperasi) Pada masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih dikenal
menjadi istilah “Kumiai”. Pemerintahan bala tentara Jepang di di Indonesia
menetapkan bahwa semua Badan-badan Pemerintahan dan kekuasaan hukum serta
Undang-undang dari Pemerintah yang terdahulu tetap diakui sementara waktu,
asal saja tidak bertentangandengan Peraturan Pemerintah Militer. Berdasarkan
atas ketentuan tersebut, maka Peraturan Perkoperasian tahun 1927 masih tetap
berlaku. Akan tetapi berdasarkan Undang-undang No. 23 dari Pemerintahan bala
tentara Jepang di Indonesia mengatur tentang pendirian perkumpulan dan
penmyelenggaraan persidangan. Sebagai akibat daripada peraturan tersebut, maka
jikalau masyarat ingin mendirikan suatu perkumpulan koperasi harus mendapat
izin Residen (Shuchokan).
15
dijadikan alat kebijaksanaan dari Pemerintah bala tentara Jepang sejalan dengan
kepentingannya. Peranan koperasi sebagaimana dilaksanakan pada zaman
Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang tersebut sangat merugikan bagi
para anggota dan masyarakat pada umumnya.
B. Dasar Hukum Koperasi dan Pengertian Koperasi
Koperasi secara etimologis terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu, co dan
operation, yang mengandung arti bekerja sama untuk mencapai tujuan.6 Oleh
karena itu, koperasi adalah “suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang
atau badan usaha yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota
dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi
kesejahteraan jasmaniah para anggota.
Dasar hukum keberadaan Koperasi di Indonesia adalah Undang –
Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Pasal 33 Undang – Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Sedangkan menurut
Pasal 1 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian di Indonesia adalah: “Badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum
koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan”.
Landasan hukum koperasi di Indonesia sangat kuat dikarenakan koperasi
ini telah mendapatkan tempat yang pasti. Namun demikian perlu disadari bahwa
perubahan sistem hukum dapat berjalan lebih cepat dari pada perubahan alam
belum berkembang secepat yang diinginkan meskipun memiliki landasan hukum
yang kuat.
Tujuan Koperasi sebagaimana dikemukan dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian di Indonesia adalah:
“Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.
Mengingat arti koperasi sebagaimana tersebut di atas maka koperasi
mempunyai peranan yang cukup besar dalam menyusun usaha bersama dari
orang-orang yang mempunyai kemampuan ekonomi terbatas. Usaha bersama dari
orang-orang yang memenuhi kebutuhan yang dirasakan bersama, yang pada
akhirnya mengangkat harga diri, meningkatkan kedudukan serta kemampuan
untuk mempertahankan diri dan membebaskan diri dari kesulitan.
C. Prinsip-prinsip Hukum Koperasi
Dalam Bab III, bagian Kedua, Pasal (5) UU No 25 tahun 1992 diuraikan bahwa:
1. Koperasi melaksanakan prinsip koperasi sebagai berikut
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan
besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
2. Dalam mengembangkan koperasi, maka Koperasi melaksanakan pula
prinsip koperasi sebagai berikut :
a. Pendidikan Perkoperasian
b. Kerja sama antar koperasi
Dalam Penjelasan dari Pasal (5) UU No. 25 Tahun 1992 tersebut, diuraikan bahwa prinsip koperasi adalah merupakan satu kesatuan dan tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Dengan melaksanakan keseluruhan
prinsip tersebut, koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus
sebagai gerakkan ekonomi rakyat yang berwatak sosial.
Prinsip koperasi ini merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai
badan usaha dan merupakan ciri khas serta jati diri koperasi. Dengan adanya
prinsip tersebut, koperasi dapat dibedakan dari badan usaha lainnya, karena
adanya:
1. Sifat kesuka relaan dalam keanggotaan koperasi.
Sifat ini mengandung arti bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh
dipaksakan oleh siapapun.
2. Adanya prinsip demokrasi.
Prinsip ini menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakuakn atas
kehendak keputusan para anggotanya. Kalau dikaji secara mendalam,
prinsip atau asa koperasi tersebut merupakan penerimaan dari rumusan
prinsip-prinsip seperti dirumuskan oleh international cooperative alliance
(I.C.A) ata aliansi koperasi internasional.
Prinsip koperasi ini merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai
prinsip tersebut, koperasi dapat dibedakan dari badan usaha lainnya, karena
adanya:16
1. Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi.
Sifat ini mengandung arti bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh
dipaksakan siapapun, sifat kesuka relaan ini juga mengandung arti bahwa
seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasi sesuai dengan
syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi.
2. Adanya prinsip demikrasi.
Prinsip ini menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas
kehendak dan keputusan para anggotanya.
3. Pembagian sisa hasil usaha berdasar atas prinsip keadilan dan asas
kekeluargaan.
Sisa hasil usaha koperasi tidak dibagi semata-mata atas dasar modal yang
dimiliki anggota dalam koperasi, tetapi juga atas dasar perimbangan jasa
usaha mereka terhadap koperasi.
4. Koperasi bukan merupakan akumulasi modal.
Meskipun koperasi bukan merupakan suatu akumulasi modal, tetapi
koperasi memerlukan modal pula untuk menjalankan kegiata usahanya.
5. Prinsip Kemandirian dari koperasi.
Ini mengandung arti bahwa koperasi harus dapat berdiri sendiri, tanpa
bergantung kepada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada
pertimbangan, keputusan, kemampuan dan usaha sendiri.
16
6. Selain lima prinsip tersebut, dalam pengembangan dirinya koperasi juga
melaksanakan prinsip-prinsip pendidikan perkoperasian dan bekerja sama
dengan antar koperasi.
D. Koperasi Sebagai Badan Hukum
Badan hukum merupakan terjemahan istilah hukum belanda, yaitu
rechtspersoon. Meskipun demikian dalam kalangan hukum ada juga yang menyarankan atau telah mempergunakan istilah lain untuk menggantikan istilah
badan hukum, misalnya istilah purusa hukum (Oetarid Sadino), awak huum (St.
K. Malikul Adil), pribadi hukum (Soerjono Soekanto, Purwacaraka) dan
sebagainya.17
17
Chaidir Ali, Badan Hukum, (Bandung: Alumni, 1999), 14.
Dalam bahasa asing, istilah badan hukum selain merupakan terjemhan dari
istilah rechtspersoon (Belanda), juga merupakan terjemahan peristilahan: persona moralis (latin), legal persons (Inggris). Di negeri Belanda, istilah rechtspersoon
sebenarnya masih relative istilah baru. Dalam BW Belanda, istilah rechtspersoon
baru diperkenalkan pada permulaan abad ke XX, yaitu pada saat diadakannya
undang-undang tentang kanak-kanak (kinderwetten). Dalam BW Indonesia atau KUH Perdata, tidak terdapat peraturan umum yang mengatur tentang
rechtspersoon itu dalam Bab IX buku III KUH Perdata; meskipun maksudnya yaitu antara lain mengatur kepribadian hukum (rechtspersoonlijkheid), yaitu badan hukum itu memiliki kedudukan sebagai subjek hukum. Istilah lain untuk
Selain batasan pengertian pokok badan hukum di atas tadi, ada sarjana
yang mengemukakan batasan apa badan hukum, seperti antara lain menurut
Maijiers, badan hukum adalah meliputi sesuatu yang menjadi pendukung hak dan
kewajiban. Menurut Logeman, badan hukum adalah suatu personafikasi
(personafikatie), yaitu suatu perwujudan atau penjelmaan (bestendigheid) dari hak dan kewajiban. Hukum organisasi (organisatierecht) menentukan strutktur intern (innerlijkstruktur) dari personafikatie itu.18
Menurut E. Utrecht, badan hukum (rechtspersoon), yaitu badan yang menurut hukum berkuasa atau berwenang menjadi pendukung hak, selanjutnya
dijelaskan bahwa badan hukum ialah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa,
atau lebih tepat yang bukan manusia.19
Menurut R. Subekti, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau
perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti
seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat
di depan hakim. Sedangkan R. Soemitro mengemukakan bahwa badan hukum Badan hukum sebagai gejala
kemasyarakatan adalah suatu gejala yang riil, merupakan fakta benar-benar, dalam
pergaulan hukum, biarpun tidak berwujud manusia atau benda yang dibuat dari
besi, kayu, dan sebagainya. Yang menjadi penting bagi pergaulan hukum ialah hal
badan hukum itu mempunyai kekayaan (vermogen) yang sama sekali terpisah dari kekayaan anggotanya, yaitu dalam hal badan hukum itu berupa korporasi. Hak
dan kewajiban badan hukum sama sekali tidak terpisah dari hak dan kewajiban
anggotanya. Bagi bidang perekonomian, terutama lapangan perdagangan, gejala
ini sangat penting.
18
Ibid, hal. 18.
19
ialah suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti
seorang pribadi.20
1. Perkumpulan (organisasi)
Dari pendapat-pendapat di atas, dapatlah disimpulkan tentang pengertian
badan hukum sebagai subjek hukum itu mencakup hal berikut, yaitu:
2. Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan hukum (rechtsbetreking)
3. Mempunyai harta kekayaan tersendiri
4. Mempunyai pengurus
5. Mempunyai hak dan kewajiban
6. Dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan.
Untuk menentukan agar sesuatu perkumpulan atau badan usaha itu dapat
dikatakan mempunyai kedudukan sebagai badan hukum (rechts persoon), harus memenuhi beberapa syarat. Adapun syarat-syarat yang harus diepnuhi pada suatu
badan hukum, yaitu:21
1. Telah dipenuhi syarat-syarat yang dimintakan oleh doktrin
Menurut Ali Ridho sebagai ahli hukum, mengemukakan bahwa yang
diminta doktrin yang dapat dipakai sebagai criteria untuk menentukan
adanya suatu badan hukum, harus memenuhisyarat-syarat:22
a. Adanya harta kekayaan yang terpisah, harta kekayaan ini sengaja
diadakan dan memang perlu sebagai alat untuk mengejar suatu tujuan
tertentu dalam hubungan hukumnya
20
Ibid
21
Syamsul Arifin dkk, Hukum dan Koperasi, (Cooperation and Law), (Medan: Universitas Medan Area Fakultas Hukum, 1985), hal. 72.
22
b. Mempunyai tujuan tertentu. Tujuan tertentu itu dapat merupakan
tujuan yang idiil atau komersil terlepas dari kepentingan para
anggotanya. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan sendiri
oleh badan hukum dengan perantaraan organisasinya.
c. Mempunyai kepentingan sendiri. Dalam mengejar tujuannya, badan
hukum itu mempunyai kepentingan sendiri, kepentingan yang tidak
lain adalah merupakan hak-hak subjektif sebagai akibat daripada
peristiwa-peristiwa hukum, maka kepentingan itu dilindungi oleh
hukum.
d. Adanya organisasi yang teratur. Dalam pergaulan hukum, badan
hukum diterima sebagai persoon di samping manusia. Badan hukum
yang meruapakan suatu kesatuan sendiri yang hanya dapat bertindak
hukum dengan organnya, dibentuk oleh manusia, merupakan badan
yang mempunyai anggota atau merupakan badan yang tidak
mempunyai anggota seperti yayasan.
2. Telah dipenuhi syarat yang dimintakan oleh peraturan
perundang-undangan
Syarat ini dapat dilakukan dengan melihat peraturan hukum positif yang
disyaratkan undang-undang bagi adanya badan hukum itu. Satu-satunya
peraturan yang merupakan ketentuan umum mengenai badan hukum ialah
pada Bab IX KUH Perdata, yaitu Pasal 1653 sampai Pasal 1665. Pasal
-Pasal tersebut menyebutkan antara lain:
b. Adanya perkumpulan yang dapat melakukan tindakan-tindakan
perdata, seperti halnya dengan manusia
c. Mengikat pihak ketiga dengan sebaliknya.
d. Tidak terikatnya para anggotanya secara pribadi untuk
perikatan-perikatan perkumpulan dan ada tujuan yang tertentu.
3. Syarat-syarat berdasarkan hukum kebiasaan dan yurisprudensi
Kebiasaan dan yurisprudensi ini merupakan sumber hukum yang formal.
Sehingga apabila tidak ditemukan syarat-syarat badan hukum dalam
perundang-undangan dan doktrin, orang berusaha mencarinya dalam
kebiasaan dan yurisprudensi. Sebagai contohnya adalah yayasan, di
Indonesia sebelum adanya perundang-undangan yang mengatur mengenai
yayasan, maka hukum kebiasaan dan yurisprudensi yang telah
memperkokoh eksistensi yayasan dalam pergaulan hukum sebagai suatu
badan hukum
Eksistensi koperasi di Indonesia tercermin dalam Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 33 ayat (1) dengan penjelasannya, bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang
sesuai itu adalah koperasi.
Eksistensi koperasi sebagai Badan Hukum kedudukannya diperoleh
melalui suatu prosedur hukum koperasi yang diatur berdasarkan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan peraturan pelaksanaannya,
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dan
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi sebagai pengganti Keputusan Menteri
Negara Koperasi dan UKM Nomor 104/ Kep./M.KUKM/III/2004. Keputusan
Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor
36/Kep/M/II/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan dan Peleburan
Koperasi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran
Koperasi oleh Pemerintah.
Di bidang akta untuk pendirian dan perubahan Anggaran Dasar mengalami
dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 98/
Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi sebagai
peraturan pelaksanaan yang mengatur masalah akta yang memang dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tidak diatur, sehingga dengan dikeluarkannya
keputusan tersebut dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi
masyarakat yang akan membentuk koperasi, dan adanya hubungan kemitraan
dengan pihak ketiga yang lebih kondusif dalam kegiatan usahanya.23
Koperasi memperoleh status sebagai badan hukum setelah akta
pendiriannya disahkan oleh Menteri Koperasi dan UKM. Dengan demikian
koperasi sebagai subyek hukum yang mempunyai hak untuk melaksanakan
perbuatan hukum seperti jual beli, sewa menyewa, hutang piutang, dan
mengadakan perjanjian. Bersamaan dengan itu, hak dan tanggung jawab anggota
adalah sendiri-sendiri atau berdiri sendiri.24
Eksistensi koperasi sebagai badan usaha tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dimana telah
23
http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/EDISI%2028/eksistensi_koperasi.pdf. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.
24
menetapkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang
seorang atau badan hukum koperasi yang melakukan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip koperasi, yaitu keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka,
pengelolaan dilaksanakan secara demokratis, pembagian sisa hasil usaha
dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing
anggota, pemberian balas jasa terhadap modal, kemandirian, serta melaksanakan
pendidikan perkoperasian dan kerjasama antar koperasi.25
Berikut ini diuraikan prosedur mendapatkan badan hukum koperasi,
sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 9 sampai Pasal 14 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, yaitu:
Koperasi sebagai lembaga usaha yang berbadan hukum dalam
operasionalnya dijalankan dengan berdasarkan manajemen koperasi, yang terdiri
dari Rapat Anggota, Pengurus dan Badan Pemeriksa, dan beberapa Penasehat dari
instansi koperasi.
26
1. Fase pembentukan/pendirian
Koperasi sebagai suatu badan usaha, adalah merupakan suatu bentuk
perhimpunan orang-orang dan/atau badan hukum koperasi dengan
kepentingan yang sama.
Oleh karena koperasi ini biasanya didirikan oleh orang-orang yang
mempunyai alat dan kemampuan yang terbatas, yang mempunyai
keinginan untuk memperbaiki taraf hidup dengan cara bergotong royong,
maka prosedur atau persyaratan pendiriannyapun diusahakan sesederhana
25
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
26
mungkin, tidak berbelit-belit, dengan persyaratan modal yang relatif kecil,
dan tanpa dipungut biaya yang tinggi.
Persyaratan untuk mendirikan koperasi yang biasanya telah tertuang dalam
undang-undang ataupun peraturan koperasi antara lain adalah sebagai
berikut:
a. Orang-orang yang akan mendirikan koperasi harus mempunyai
kepentingan ekonomi yang sama
b. Orang-orang yang mendirikan koperasi harus mempunyai tujuan yang
sama
c. Harus memenuhi syarat jumlah mínimum anggota, seperti telah
ditentukan oleh pemerintah.
d. Harus memenuhi persyaratan wilayah tertentu, seperti telah ditentukan
oleh pemerintah
e. Harus telah dibuat konsep anggaran dasar koperasi.
Jika persyaratan tersebut telah ada, maka orang-orang yang memprakarsai
pembentukan koperasi tersebut mengundang untuk rapat pertama, sebagai rapat
pendirian koperasi. Konsep anggaran dasar koperasi seharusnya telah
dipersiapkan terlebih dahulu oleh panitia pendiri, yang nantinya dibahas dan
disahkan dalam rapat pendirian. Dalam rapat pendirian ini selain disahkan
anggaran dasar koperasi, juga dibentuk pengurus dan pengawas. Setelah
perangkat organisasi koperasi terbentuk dalam rapat pendirian tersebut, maka
untuk selanjutnya pengurus koperasi (yang juga pendiri) mempunyai kewjaiban
mengajukan permohonan pengesahan kepada pejabat yang berwenang secara
akta pendirian koperasi ini tertuang Anggaran Dasar Koperasi yang telah disahkan
dalam rapat pendirian, serta tertuang pula nama-nama anggota pengurus (yang
pertama) yang diberikan kewenangan untuk melakukan kepengurusan dan
mengajukan permohonan pengesahan kepada pejabat yang berwenang.
2. Fase pengesahan
Atas dasar permohonan pengesahan yang disampaikan oleh pengurus
koperasi (juga merupakan pendiri) secara tertulis tersebut, maka dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengesahan,
pejabat yang bersangkutan harus memberikan putusan apakah permohonan
tersebut diterima atau tidak.
Jika permohonan pengesahan ini ditolak, alasan-alasan penolakan
diberitahukan secara tertulis kepada para pendiri dalam jangka waktu paling
lambat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengesahan, para pendiri/
pengurus dapat mengajukan permohonan ulang paling lama 1 (satu) bulan sejak
diterimanya penolakan permohonan tersebut. Keputusan terhadap pengajuan
permohonan ulang ini, diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan
sejak diterimanya pengajuan permohonan ulang tersebut.
Namun jika permohonan pengesahan tersebut diterima, maka sejak saat itu
koperasi berstatus sebagai badan hukum. Pengesahan ini ditandai dengan
diumumkannya akta pendirian koperasi tersebut (yang di dalamnya termuat pula
anggaran dasarnya), ke dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Dengan diperolehnya status sebagai badan hukum, maka secara hukum,
koperasi tersebut telah diakui keberadaannya seperti orang (person) yang
harta kekayaan, melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti: membuat
perjanjian, menggugat dan digugat di muka pengadilan, dan sebagainya, sehingga
dengan demikian, sebagai suatu badan hukum maka koperasi adalah juga
merupakan subjek hukum.
Namun demikian, sebagai suatu subjek hukum, koperasi adalah meruakan subjek
hukum abstrak, yang keberadaannya atas rekayasa manusia untuk memenuhi
kebutuhan ekonomisnya. Karena merupakan subjek hukum abstrak, maka di
dalam menjalankan/ melakukan perbuatan-perbuatan hukum, koperasi diwakili
oleh perangkat organisasi yang ada padanya dalam hal ini adalah pengurus.
E. Harta Kekayaan Koperasi
Kekayaan koperasi pada dasarnya tidak berbeda dengan bentuk usaha
lainnya, yaitu:
1. Modal yang berasal dari simpanan, yaitu
2. Modal Penyertaan
3. Modal yang dipupuk dari cadangan koperasi
4. Modal yang berupa sisa hasil usaha tahun berjalan dan tahun sebelumnya
yang belum dibagikan
Pengertian modal dalam sebuah organisasi perusahaan termasuk badan
koperasi adalah sama, yaitu modal yang digunakan untuk menjalankan usaha.
Mengutip pendapat dari Adam Smith penulis the wealth of nations (1776), modal
(capital) diartikan sebagai bagian dari nilai kekayaan yang dapat mendatangkan
penghasilan.27
27
Tom Gunadi, Sistem Perekonomian Menurut Pancasila dan UUD 1945, (Bandung: Angkasa, 1981), hal. 250.