TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL
TANAH TABU KARYA ANINDITA S. THAYF
SKRIPSI
OLEH
MERI KRISTINA GULTOM
060701043
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL TANAH
TABU KARYA ANINDITA S. THAYF
Oleh
MERI KRISTINA GULTOM
060701043
Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana dan
telah disetujui oleh
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Asrul Siregar, M.Hum. Dra. Rosliana Lubis
NIP. 19590502 198601 1 001 NIP. 19630524 198903 2
002
Departemen Sastra Indonesia
Ketua
Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M. Si.
PERNYATAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak
benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang
saya peroleh.
Medan, Mei 2011
TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL TANAH TABU KARYA
ANINDITA S. THAYF
MERI KRISTINA GULTOM
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Tindak Tutur Ilokusi dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf.” Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak bebas libat cakap (SBLC) yang dilanjutkan dengan pencatatan dan klasifikasi serta metode padan dan teknik pilah unsur penentu (PUP) dengan daya pilah pembeda reaksi dipilih dalam menganalisis data dengan menggunakan teks percakapan yang terdapat dalam novel Tanah Tabu. Data dianalisis dengan menggunakan teori pragmatik yang dikemukakan oleh J.R. Searle. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan jenis tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam novel
Tanah Tabu serta mengungkapkan fungsi tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
menganugerahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul yang dipilih oleh penulis adalah “Tindak Tutur Ilokusi dalam
Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf.”
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak
akan selesai tanpa ada dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak
menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak di bawah ini.
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai Ketua Departemen
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., sebagai Sekretaris Departemen Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Asrul Siregar, M. Hum., sebagai Pembimbing I yang telah banyak
memberi masukan dan saran kepada penulis, baik dalam perkuliahan, maupun
sewaktu dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Rosliana Lubis, sebagai Pembimbing II yang telah banyak
memberikan saran dan masukan kepada penulis dari penyusunan proposal
hingga penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas ilmu, waktu, tenaga dan
6. Bapak Drs. T. Aiyub Sulaiman sebagai dosen wali penulis yang telah banyak
memberikan arahan kepada penulis selama menjalani masa perkuliahan.
7. Bapak dan ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal dan
pengetahuan, serta penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Saudari
Tika, yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
8. Teristimewa kedua orang tua penulis, Pambalen Gultom dan Mian Siregar,
yang tidak hanya medukung secara moral dan material, namun juga secara
spiritual di dalam doa. Dengan kesungguhan hati penulis persembahkan
skripsi ini sebagai tanda sayang dan terima kasih atas segala yang telah
diberikan selama ini.
9. Abang dan kakak penulis yang banyak memberikan dorongan dalam
penulisan skripsi ini, serta saudara sepupu penulis Sondang Sianturi dan
Nidia Gultom yang banyak memberikan semangat kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.
10.Sahabat-sahabat penulis Fitriani, Dewi, Lidia, Marlina, Nelly, Monica,
Triana, Vera dan teman-teman seangkatan ‘06 yang tidak dapat disebutkan
namanya satu-persatu, yang mendorong penulis untuk menghasilkan yang
terbaik, khususnya mereka yang hadir secara langsung saat penulis
mempertahankan proposal dan skripsi ini.
11.Adik-adik angkatan ‘07, 08, 09, serta kakak dan abang angkatan ’05 yang
tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu, yang banyak memberikan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun
penyajiannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan kiranya skripsi ini dapat menjadi sumber
acuan bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan
dengan pragmatik.
Medan, Mei 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ……….. i
ABSTRAK ………. ii
PRAKATA ………iii
DAFTAR ISI ….……….. vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……… 1
1.1.1 Latar Belakang ……….. 1
1.1.2 Masalah ………. 5
1.2 Batasan Masalah ……… 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 5
1.3.1 Tujuan Penelitian ……….. 5
1.3.2 Manfaat Penelitian ………. 6
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori ……….7
2.1.1 Konsep ……… 7
2.1.1.1 Tindak Tutur ………7
2.1.1.2 Tindak Tutur Ilokusi ………...8
2.1.2 Landasan Teori …….………. 9
2.1.2.1 Pragmatik ………... 9
2.1.2.2 Tindak Tutur ………...10
2.1.2.3 Konteks ……… ………14
2.1.2.4 Aspek-aspek Situasi Tuturan ………....16
2.1.2.5 Fungsi Tindak Ilokusi ……….. 18
2.2 Tinjauan Pustaka ………19
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi danWaktu Penelitian .………22
3.2 Populasi dan Sampel ………. 22
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………. 23
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ………. 24
BAB IV TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL TANAH TABU KARYA ANINDITA S. THAYF 4.1 Jenis Tindak Tutur Ilokusi yang terdapat dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf ……….. 27
4.1.1 Tindak Tutur Representatif ……….. 27
4.1.2 Tindak Tutur Komisif ……….. 34
4.1.3 Tindak Tutur Direktif ……… 38
4.2 Fungsi Tindak tutur Ilokusi yang terdapat dalam Novel Tanah Tabu
karya Anindita S. Thayf ………... 49
4.2.1 Fungsi Tindak Ilokusi Kompetitif ……… 50
4.2.2 Fungsi Tindak Ilokusi Meyenangkan ………... 51
4.2.3 Fungsi Tindak Ilokusi Bekerja sama ……….... 54
4.2.4 Fungsi Tindak Ilokusi Bertentangan ………. ………... 55
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ……….. 58
5.2 Saran ………. 59
DAFTAR PUSTAKA ……….. 60
TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL TANAH TABU KARYA
ANINDITA S. THAYF
MERI KRISTINA GULTOM
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Tindak Tutur Ilokusi dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf.” Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak bebas libat cakap (SBLC) yang dilanjutkan dengan pencatatan dan klasifikasi serta metode padan dan teknik pilah unsur penentu (PUP) dengan daya pilah pembeda reaksi dipilih dalam menganalisis data dengan menggunakan teks percakapan yang terdapat dalam novel Tanah Tabu. Data dianalisis dengan menggunakan teori pragmatik yang dikemukakan oleh J.R. Searle. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan jenis tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam novel
Tanah Tabu serta mengungkapkan fungsi tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
1.1.1 Latar Belakang
Bahasa sebagai alat komunikasi yang bersifat arbitrer, menunjukkan bahwa
bahasa tersebut memiliki perkembangan yang luas. Bahasa dalam kehidupan
sehari-hari sangat berperan aktif karena bahasa memiliki fungsi yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Manusia tidak dapat memeroleh pengalaman jika tidak disertai
dengan bahasa. Bahasa dapat dikatakan sebagai identitas diri dari orang atau penutur
bahasa tersebut.
Bahasa dalam bentuk tuturan yang dihasilkan oleh manusia dapat
diekpresikan melalui bentuk lisan maupun tulisan. Dalam media lisan, pihak yang
melakukan tindak tutur adalah penutur (pembicara) dan mitra tuturnya (penyimak),
sedangkan dalam media tulis, tuturan disampaikan oleh penulis (penutur) kepada
mitra tuturnya, yaitu pembaca. Sementara, untuk tuturan melalui media penutur dapat
mengekspresikan tuturannya baik lisan maupun tulisan dengan memanfaatkan media
massa.
Media massa terdiri atas media elekronik dan media cetak. Media elektronik
berupa media lisan, sedangkan media cetak berupa media tulis. Media tulis yang
banyak dikenal masyarakat baik kalangan remaja maupun dewasa salah satunya
adalah novel. Ketertarikan masyarakat terhadap novel dikarenakan unsur cerita
Dalam novel terdapat tindak tutur percakapan yang membangun cerita yang
disusun oleh pengarang. Tindak tutur merupakan salah satu bidang kajian yang
terdapat dalam bidang pragmatik. Pragmatik merupakan kajian bahasa yang
mencakup tataran makrolinguistik. Hal ini berarti bahwa pragmatik mengkaji
hubungan unsur-unsur bahasa yang dikaitkan dengan pemakai bahasa, tidak hanya
pada aspek kebahasaan dalam lingkup ke dalam saja. Tataran pragmatik lebih tinggi
cakupannya. Secara umum, pragmatik diartikan sebagai kajian bahasa yang telah
dikaitkan dengan pengguna bahasa.
Tindak tutur sebagai wujud peristiwa komunikasi bukanlah peristiwa yang
terjadi dengan sendirinya, melainkan mempunyai fungsi, mengandung maksud, dan
tujuan tertentu serta dapat menimbulkan pengaruh atau akibat pada mitra tutur.
Komunikasi dengan bahasa membuat setiap orang dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Dengan bahasa pula orang dapat mempelajari kebiasan,
adat-istiadat, kebudayaan dan latar belakang peserta komunikasi masing-masing.
Komunikasi merupakan proses di mana seseorang menyampaikan
rangsangan-rangsangan (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah
tingkah laku orang lain. Komunikasi juga diartikan sebagai pengiriman atau
penerimaan pesan atau informasi antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang
dimaksudkan dapat dipahami.
Dalam setiap tindak tutur, penutur menuturkan kalimat yang unik karena
penutur barusaha menyesuaikan ujaran dengan konteksnya. Dengan demikian, teori
tindak tutur lebih cenderung meneliti tentang makna kalimat dan bukan teori yang
Penelitian ini berjudul Tindak Tutur Ilokusi dalam Novel Tanah Tabu karya
Anindita S. Thayf. Novel ini adalah pemenang I Sayembara Novel DKJ (Dewan
Kesenian Jakarta) tahun 2008 dan diterbitkan kali pertama oleh PT Gramedia
Pustaka Utama pada Mei 2009. Anindita Siswanto Thayf lahir di Makassar, 5 April
1978. Jatuh cinta pertama kali dengan buku sejak usia taman kanak-kanak sampai
sekarang. Mengawali kegiatan menulis karena suka berkhayal. Memilih jadi penulis
karena sudah bosan menunggu lamaran kerjanya diterima.
Anindita S. Thayf adalah lulusan Teknik Elektro Universitas Hasanuddin,
Makassar, ia kerap dilanda grogi kalau diminta bicara di depan umum. Guna
mendukung kegiatan berkhayalnya dan proses menulisnya, kini dia tinggal di Lereng
Merapi yang sepi dan dikelilingi kebun salak pondoh bersama suami.
Novel Tanah Tabu ini adalah karya pertama dari Anindita S. Thayf. Novel ini
bertutur tentang realita pedih kaum perempuan Papua, yaitu tentang perjalanan hidup
tiga perempuan suku Dani dari tiga generasi yakni Mabel, Mace, dan Leksi.
Masing-masing mempunyai nasib serupa tapi tak sama. Mabel, seorang nenek, pernah
menikah dua kali dan kedua pernikahanya kandas. Sedangkan Mace, adalah menantu
dari Mabel yang terpaksa kehilangan anak pertamanya Lukas akibat penyakit kurang
gizi (busung lapar). Anak kedua Mace yakni Leksi, sama sekali belum pernah
melihat sosok Johanis, ayahnya (putra Mabel). Johanis memilih menghilang karena
tak sanggup menerima kenyataan istrinya diperkosa sekelompok laki-laki biadab.
Dan Leksi, si kecil yang kini duduk di bangku sekolah dasar, harus menerima
kenyataan pahit, tumbuh tanpa pernah melihat apalagi merasakan kasih sayang
Bentuk percakapan dalam novel Tanah Tabu tidak terlepas dari tindak tutur
atau maksud yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada si pembaca. Dalam
menelaah tindak tutur harus benar-benar disadari betapa pentingnya konteks
ucapan/ungkapan. Teori tindak tutur adalah bagian dari pragmatik dan pragmatik itu
sendiri merupakan bagian dari performansi linguistik.
Dalam setiap situasi ujaran/tuturan haruslah ada pihak pembicara (penulis)
dan penyimak (pembaca). Keterangan ini mengandung implikasi bahwa pragmatik
tidak hanya terbatas pada bahasa lisan tetapi juga mencakup bahasa tulis. Setiap
situasi tutur atau ucapan tentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula. Dengan
kata lain, kedua belah pihak pembicara maupun penyimak terlibat dalam suatu
kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu.
Dalam penelitian ini peneliti memilih tindak tutur sebagai bahan kajian serta
novel Tanah Tabu sebagai objek penelitian, karena dalam novel ini terdapat
percakapan yang mengandung tindak tutur ilokusi yang terasa sukar menentukan apa
daya ilokusinya, serta penelitian tindak tutur terhadap novel ini juga belum pernah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk
mengetahui tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Tanah Tabu dengan
1.1.2 Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis tindak tutur ilokusi apa saja yang digunakan dalam novel Tanah
Tabu?
2. Fungsi tindak tutur ilokusi apa saja yang digunakan dalam novel Tanah
Tabu?
1.2Batasan Masalah
Suatu penelitian haruslah dibatasi supaya penelitian terarah dan tujuan
penelitian tercapai. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada jenis tindak tutur
ilokusi yaitu representatif, komisif, direktif, ekspresif dan deklaratif yang terdapat
pada percakapan-percakapan dalam novel Tanah Tabu, sedangkan fungsi tindak tutur
ilokusi yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu fungsi kompetitif, menyenangkan,
bekerja sama, dan bertentangan.
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengungkapkan jenis tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel
Tanah Tabu.
2. Mengungkapkan fungsi tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam novel
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah :
1. Hasil penelitian ini dapat memberikan penjelasan tentang makna
pragmatik dalam novel Tanah Tabu khususnya tindak tutur.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya,
khususnya yang ingin mengkaji tentang tindak tutur dalam novel, dan
menjadi acuan untuk peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih lanjut
tentang karya Anindita S. Thayf.
3. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi suatu karya yang
meningkatkan apresiasi karya sastra seperti novel dikalangan mahasiswa
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep dan Landasan Teori
2.1.1 Konsep
Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di
luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain
(Kridalaksana, 2001: 117). Tindak tutur merupakan salah satu bagian dari ilmu
pragmatik. Oleh sebab itu, konsep penelitian ini adalah tindak tutur, tindak tutur
ilokusi, dan novel Tanah Tabu.
2.1.1.1 Tindak Tutur
Teori tindak tutur adalah pandangan yang mempertegas bahwa ungkapan
suatu bahasa dapat dipahami dengan baik apabila dikaitkan dengan situasi konteks
terjadinya ungkapan tersebut.
Istilah tindak tutur muncul karena di dalam mengucapkan sesuatu penutur
tidak semata-mata menyatakan tuturan tetapi dapat mengandung maksud dibalik
tuturan itu. (Purwo 1990:16) mendefenisikan tuturan sebagai ujaran kalimat pada
konteks yang sesungguhnya.
Menurut Chaer (2004:50) tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat
psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur
dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat makna atau arti
Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh dapat disimpulkan bahwa tindak
tutur adalah aktivitas tindakan dengan menuturkan sesuatu. Misalnya, tindakan
mengusir dapat dilakukan dengan tuturan “ Maaf mas, sekarang sudah jam sepuluh”
Maksud tuturan ini adalah tindakan mengusir bukan menunjukkan waktu.
2.1.1.2 Tindak Tutur Ilokusi
J. L. Austin merupakan tokoh yang pertama memperkenalkan teori tindak
tutur. Ia mengatakan bahwa secara analitis dapat dijelaskan atas 3 macam tindak
bahasa yang terjadi secara serentak, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak
perlokusi.
Tindak ilokusi adalah salah satu dari teori Austin. Tindak tutur ilokusi adalah
pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji pertanyaan, dan sebagainya. Ini erat
hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan.
Chaer (2004:53) mengatakan bahwa tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur
yang biasanya diidentifikasikan dengan kalmat performatif yang eksplisit. Tindak
tutur ilokusi biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih,
menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan. Dengan kata lain ilokusi berati melakukan
tindakan dalam mengatakan sesuatu (Leech, 1993:316).
Tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan
fungsi atau daya tuturan (Rustono, 1999:37). Tindak ilokusi tidak mudah
diidentifikasi karena tindak ilokusi ini berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa,
kapan dan di mana tindak tutur dilakukan sehingga dalam tindak tutur ilokusi perlu
disertakan konteks tuturan dalam situasi tuturan.
Contoh tindak tutur ilokusi :
2.1.1.3 Novel Tanah Tabu
Novel Tanah Tabu merupakan novel pemenang Sayembara I Novel DKJ
(Dewan Kesenian Jakarta) tahun 2008 dan diterbitkan kali pertama oleh PT
Gramedia Pustaka Utama pada Mei 2009 yang ditulis oleh Anndita S. Thayf.
Anindita Siswanto Thayf lahir di Makassar, 5 April 1978. Jatuh cinta pertama kali
dengan buku sejak usia taman kanak-kanak sampai sekarang. Mengawali kegiatan
menulis karena suka bekhayal. Novel Tanah Tabu bertutur tentang realita pedih
kaum perempuan Papua, yaitu tentang perjalanan hidup tiga perempuan suku Dani
dari tiga generasi yakni Mabel, Mace, dan Leksi.
2.1.2 Landasan Teori
2.1.2.1. Pragmatik
Pragmatik sama halnya dengan semantik yang sama-sama mengkaji tentang
makna-makna satuan lingual, hanya saja semantik mempelajari makna secara
internal, sedangkan pragmatik mempelajari makna secara eksternal, karena telaah
semantik adalah makna yang bebas konteks, sedangkan makna yang dikaji oleh
pragmatik adalah makna yang terikat konteks.
Menurut Kridalaksana (2001:176) disebutkan bahwa pragmatik adalah : (1)
syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam
komunikasi; (2) aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang
memberikan sumbangan kepada makna ujaran.
Dalam pragmatik juga dilakukan kajian tentang deiksis, praanggapan,
implikatur, tndak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana (Levinson, 1983 dalam
Dalam penelitian ini yang dibicarakan mengenai pragmatik yang terbatas
pada kajian tindak tutur yang merupakan bagian dari suatu percakapan dan
konteksnya yang mempunyai peranan penting dalam percakapan.
2.1.2.2 Tindak Tutur
Teori tindak tutur adalah pandangan yang mempertegas bahwa ungkapan
suatu bahasa dapat dipahami dengan baik apabila dikaitkan dengan situasi konteks
terjadinya ungkapan tersebut.
Dalam percakapan terjadi tindak tutur. Istilah tindak tutur berasal dari bahasa
Inggris “speech act” yang berarti ‘tindak tutur’. Namun, ada sebagian pakar
pragmatik Indonesia (seperti Purwo) yang menerjemahkannya menjadi tindak ujaran.
Dalam hal pengertian istilah Indonesia tampaknya tidak ada perbedaan antara kedua
istilah ini (Siregar, 1997:36). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan salah satu
istilah saja yaitu Tindak tutur.
Menurut Searle (1969), dalam komunikasi bahasa terdapat tindak tutur. Ia
berpendapat bahwa komunikasi bahasa bukan sekedar lambang, kata, atau kalimat,
tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau
kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur. Lebih tegasnya, tindak tutur adalah
produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan
terkecil dari komunikasi bahasa. Sebagaimana komunikasi bahasa yang dapat
berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah, begitu juga tindak tutur dapat
berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah (Rani, 2004:158)
J.L.Austin merupakan tokoh teori tindak tutur pertama yang memperkenalkan
konsep tindak tutur melalui bukunya How to do thing with words. Menurut Austin,
performatif dan tuturan yang bersifat konstantif. Selanjutnya, dinyatakan bahwa
semua tuturan pada dasarnya bersifat performatif, yang berarti bahwa dua hal terjadi
secara bersamaan ketika orang mengucapkannya. Teori tindak tutur Austin
selanjutnya mengalami perkembangan setelah Searle dalam bukunya Speech Act: An
Essay in the Philisophy of Language. Ia mengatakan bahwa secara pragmatis
setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni
tindak lokusi (locutionry act), tindak ilokusi (ilocutionary act) dan tindak perlokusi
(perlocutionary act) (Chaer dan Leonie, 2004: 53), yaitu:
1. Tindak tutur lokusi, adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam
arti “berkata”, atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan
dapat dipahami.
2. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan
dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak tutur ilokusi biasanya
berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh,
menawarkan, dan menjanjikan.
3. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya
ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik
dari orang lain.
Teori tindak tutur Austin merupakan teori tindak tutur yang berdasarkan
pembicara, sedangkan Searle melihat tindak tutur berdasarkan pendengar. Jadi,
Searle berusaha melihat bagaimana nilai ilokusi itu ditangkap dan dipahami
pendengar. Searle membuat klasifikasi dasar tuturan yang membentuk tindak tutur
ilokusi menjadi lima jenis tindak tutur, yaitu (1) Representatif; (2) Direktif; (3)
Berdasarkan pedapat Searle bahwa jenis tindak tutur ilokusi ada lima, yaitu:
1. Tindak Tutur Representatif
Menurut Yule (2006:92), tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang
menyatakan keyakinan penutur tentang ihwal realita eksternal. Tindak tutur ini
berfungsi memberi tahu orang-orang mengenai sesuatu. Artinya, pada tindak tutur
jenis representatif penutur berupaya agar kata-kata atau tuturan yang dihasilkan
sesuai dengan jenis realita dunia. Searle (dalam Leech:1993), menyebutkan tindak
tutur jenis ini sebagai tindak tutur asertif, yang mengidentifikasikan dari segi
semantik karena bersifat proposisional. Selain itu, yang bertanggung jawab terhadap
kesesuaian antara kata-kata atau tuturan dengan fakta duniawi terletak pada pihak
penutur. Yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur representatif ini, adalah
tuturan-tuturan yang bersifat penegasan, pernyataan, pelaporan dan pemerian.
2. Tindak Tutur Komisif
Yule (2006) memberi pemahaman bahwa tindak tutur komisif, penutur
menindaklanjuti atau memenuhi apa yang dituturkan. Tuturan semacam ini
mengekspresikan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Dalam penggunaan tindak
tutur komisif, penutur bertanggung jawab atas kebenaran apa yang dituturkan. Leech
(1993) mengatakan jenis tindak tutur ini memiliki fungsi menyenangkan.
Menyenangkan maksudnya adalah menyenangkan pihak pendengarnya karena dia
tidak mengacu kepada kepentingan penutur. Jenis tindak tutur yang termasuk ke
dalam jenis tindak tutur ini menurut Yule (2006:94) adalah perjanjian, ancaman,
3. Tindak Tutur Direktif
Dalam tindak tutur direktif mengandung hal yang bersifat keinginan pihak
penutur kepada orang lain untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, tindak tutur
direktif merupakan ekspresi dari apa yang penutur inginkan (Yule, 2006:93). Jenis
tindak tutur yang termasuk dalam tindak tutur jenis direktif adalah perintah,
permintaan, pemberian saran. Dalam hal ini pendengar bertanggung jawab untuk
menyelesaikan apa yang akan dilakukannya terhadap keinginan penutur.
4. Tindak Tutur Ekspresif
Yule (2006:93) berpendapat bahwa dalam tindak tutur ekspresif terdapat
pernyataan yang menggambarkan apa yang penutur rasakan. Tindak tutur ini
mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis penutur terhadap suatu keadaan,
meliputi mengucapkan terima kasih, terkejut, mengucapkan selamat datang,
mengucapkan selamat, gembira, khawatir, sombong dan rasa tidak suka.
5. Tindak Tutur Deklaratif
Berdasarkan pendapat Yule (2006:93) dapat diketahui bahwa dalam tindak
tutur deklaratif terdapat perubahan dunia sebagai akibat dari tuturan itu, misalnya
ketika kita mengundurkan diri dengan mengatakan ‘saya mengundurkan diri’,
memecat seseorang dengan mengatakan ‘Anda dipecat’, atau menikahi seseorang
dengan menyatakan ‘Saya bersedia’. Yang termasuk ke dalam jenis ini antara lain,
memecat, menyatakan perang, menikahkan, membebastugaskan (Hasibuan,
2.1.2.3Konteks
Konteks berhubungan dengan situasi berbahasa (speech situasion). Konteks
mempunyai pengaruh kuat pada penafsiran makna kata. Konteks adalah sesuatu yang
menyertai atau bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa
(Rani, 2004:190). Konteks berhubungan dengan interaksi linguistik dalam ujaran
atau lebih yang melibatkan pihak, yakni penutur dan lawan tutur dengan satu pokok
tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer dan Leonie, 2004: 47).
Suatu konteks harus memenuhi delapan komponen yang diakronimkan sebagai
S-P-E-A-K-I-N-G Hymes (dalam Chaer dan Leonie, 2004: 48-49). Komponen tersebut
adalah :
1. S (Setting and Scene), setting berkenaan dengan tempat dan waktu
tuturan berlangsung, scene adalah situasi tempat dan waktu.
2. P (Participants), pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan.
3. E (end), merujuk pada waktu dan tujuan tuturan.
4. A (act sequence), mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran.
5. K (keys), mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu
pesan disampaikan dengan senang hati, serius, mengejek, dan
bergurau.
6. I (instrumentalies), mengacu pada jalur bahasa yang digunakan.
7. N (norm of interaction and interpretation), mengacu pada tingkah
laku yang khas dan sikap yang berkaitan dengan peristiwa tutur.
8. G (genre), mengacu pada jenis penyampaian.
Setting and scene. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur
psikologis pembicara. Waktu, tempat dan situasi tuturan yang berbeda dapat
menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di lapangan
sepakbola pada waktu ada pertandingan sepakbola dalam situasi yang ramai tentu
berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang
membaca dan dalam keadaan sunyi, anda harus berbicara seperlahan mungkin.
Paticipants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa
pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima pesan.
Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara atau
pendengar; tetapi dalam khotbah di mesjid, khotib sebagai pembicara dan jemaah
sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat
menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan
menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orangtua
atau gurunya, bila dibandingkan berbicara dengan teman-temannya.
Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang
terjadi di ruang pengadilan bermaksud menyelesaikan suatu kasus perkara; namun
partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin
membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa
tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.
Act sequence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini
berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaanya, dan
hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam
kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga
Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan
disampaikan dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong,
dengan mengejek. Hal ini dapat juga ditujukan dengan gerak tubuh dan isyarat.
Instrumentalies, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur
lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalies ini juga mengacu pada
kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek, fragam, atau register.
Norm of Interaction and Interpretation, mengacu pada norma atau aturan
dalam bernteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya.
Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.
Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi,
pepatah, doa, dan sebagainya.
2.1.2.4 Aspek-aspek Situasi Tuturan
Pragmatik merupakan kajian yang mengkaji makna dalam hubungannya
dengan situasi ujar. Dengan demikian bagi penutur dan mitra tutur hendaknya
memperhatikan aspek situasi tutur di dalam komunikasinya agar antara penutur dan
mitra tutur dapat saling mengerti atas tuturannya.
Leech (1993:19-21) membagi aspek situasi tutur atas lima bagian, yaitu: (1)
penutur dan mitra tutur; (2) konteks tutur; (3) tindak tutur sebagai tindakan atau
kegiatan; (4) tujuan tuturan; (5) tuturan sebagai produk tindak verbal.
1. Penutur dan Mitra tutur
Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan fungsi
pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah
peristiwa tutur peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti, yang
semula berperan penutur pada tahap tutur berikutnya dapat menjadi mitra tutur,
demikian sebaliknya. Aspek-aspek yang terkait dengan komponen penutur dan mitra
tutur antara lain usia, latar belakang sosial, ekonomi, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan tingkat keakraban.
2. Konteks Tuturan
Dalam tata bahasa konteks tuturan itu mencakupi semua aspek fisik atau latar
sosial yang relevan dengan tuturan yang diekspresi. Konteks yang bersifat fisik, yaitu
fisik tuturan dengan tuturan lain, biasa disebut ko-teks. Sementara itu, konteks latar
sosial lazim dinamakan konteks. Di dalam pragmatik konteks itu berarti semua latar
belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya.
Konteks ini berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin
dinyatakan oleh penutur.
3. Tujuan Tuturan
Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan
tindakan bertutur. Komponen ini menjadikan hal yang melatarbelakangi tuturan.
Karena semua tuturan memiliki suatu tujuan.
4. Tindak Tutur sebagai bentuk Tindakan atau Aktivitas
Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas adalah bahwa tindak tutur
itu merupakan tindakan juga. Tindak tutur sebagai suatu tindakan tidak ubahnya
sebagai tindakan mencubit dan menendang. Hanya saja, bagian tubuh yang berperan
berbeda. Pada tindakan mencubit tanganlah yang berperan, pada tindakan
menendang kakilah yang berperan, sedangkan pada tindakan bertutur alat ucaplah
5. Tuturan Sebagai Produk Tindak Verbal
Tuturan itu merupakan hasil suatu tindakan. Tindakan manusia itu dibedakan
menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal. Berbicara atau bertutur
itu adalah tindakan verbal. Oleh karena tercipta melalui tindakan verbal, tuturan itu
merupakan produk tindak verbal. Tindakan verbal adalah tindak mengekpresikan
kata-kata atau bahasa.
2.1.2.5 Fungsi Tindak Ilokusi
Manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasinya. Untuk itu, fungsi bahasa bagi manusia yaitu untuk
berinteraksi dengan masyarakat penting sekali. Fungsi bahasa dalam masyarakat
tidak hanya memiliki satu fungsi saja akan tetapi ada beberapa fungsi lain, salah
satunya yaitu fungsi ilokusi.
Searle (dalam Leech yang diindonesiakan Oka 1993: 162), bahwa fungsi
ilokusi dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis sesuai dengan hubungan
fungsi-fungsi tersebut dengan tujuan-tujuan sosial berupa pemeliharaan perilaku yang sopan
dan terhormat. Adapun fungsi tindak ilokusi antara lain kompetitif, menyenangkan,
bekerja sama, dan bertentangan.
1. Fungsi Kompetitif
Fungsi kompetitif adalah tuturan yang tidak bertatakrama (discourteous),
misalnya meminta pinjaman dengan nada memaksa, sehingga di sini melibatkan
sopan santun. Tujuan ilokusi bersama dengan tujuan sosial. Pada ilokusi yang
mengurangi ketidak harmonisan; misalnya memerintah, meminta, menuntut, dan
mengemis.
2. Fungsi Menyenangkan
Fungsi menyenangkan adalah tuturan yang bertatakrama. Tujuan ilokusi
sejalan dengan tujuan social. Pada fungsi ini, sopan santun lebih positif bentuknya
dan bertujuan mencari kesempatan untuk beramah tamah; misalnya menawarkan,
mengajak atau mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, dan
mengucapkan selamat.
3. Fungsi Bekerja sama
Fungsi kerja sama adalah tidak melibatkan sopan santun karena pada fungsi
ini sopan santun tidak relevan. Tujuan ilokusinya tidak melibatkan tujuan sosial;
misalnya menyatakan, melaporkan, mengumumkan, dan mengajarkan.
4. Fungsi Bertentangan
Fungsi bertentangan adalah unsure sopan santun tidak ada sama sekali karena
fungsi ini pada dasarnya bertujuan menimbulkan kemarahan. Tujuan ilokusi
bertentangan dengan tujuan sosial; misalnya mengancam, menuduh, menyumpahi,
dan memarahi.
2.2Tinjauan Pustaka
Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki,
mempelajari), perbuatan meninjau (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:1198),
sedangkan pustaka adalah kitab, buku, primbon (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jadi, tinjauan pustaka adalah hal-hal atau pengetahuan yang berhubungan
dengan penelitian sebagai bahan referensi yang mendukung penelitian, atau
menjelaskan hasil-hasil dari penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik yang
diteliti agar semakin jelas permasalahan penelitian yang akan dipecahkan.
Penelitian tentang tindak tutur yang relevan sebagai sumber adalah sebagai berikut:
Hasibuan (2005) mengkaji tentang Perangkat Tindak Tutur dan Siasat
Kesantunan Berbahasa dalam Bahasa Mandailing. Ia mengemukakan jenis-jenis
tindak tutur versi Searle, yaitu representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan
deklaratif. Beliau juga membahas tentang tindak tutur langsung dan tidak langsung.
Maharani (2007) dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur Percakapan
pada Komik Asterix. Ia membahas tentang jenis-jenis tindak tutur percakapan
berdasarkan teori J.L.Austin yaitu tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi serta analisis
pasangan berdampingan yang terdapat dalam percakapan komik Asterix seri ke-20.
Malau (2009) dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur dalam Seri Cerita
Kenangan Agenteuil Hidup Memisahkan Diri karya NH. Dini. Ia membahas tentang
jenis-jenis tindak tutur berdasarkan teori Searle, yaitu tindak tutur representatif,
tindak tutur komisif, tindak tutur direktif, tindak tutur deklaratif dan tindak tutur
ekspresif. Tindak tutur dalam Seri Cerita Argenteuil Hidup Memisahkan Diri
disimpulkan bahwa hanya terdapat empat jenis tindak tutur saja yaitu tindak tutur
represetatif, tindak tutur komisif, tindak tutur direktif, dan tindak tutur deklaratif.
sedangkan, tindak tutur ekspresif tidak ada ditemukan
Yani (2006) dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur Ilokusi dalam
Wacana Komik di Majalah Annida. Ia membahas tentang jenis tindak tutur ilokusi
tindak tutur direktif, tindak tutur deklaratif, dan tindak tutur ekspresif. Selain
membahas tentang jenis tindak tutur ia juga membahas tentang fungsi tindak tutur
ilokusi yang ada dalam wana komik di majalah Annida.
Penelitian tentang karya Anindita S. Thayf belum pernah dilakukan
berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian khususnya tindak tutur yang terdapat dalam novel Tanah Tabu
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian bahasa dapat dilakukan di lapangan maupun melalui
kepustakaan. Keduanya dianggap sebagai lokasi penelitian (Djajasudarma, 1993:3).
Di lapangan akan melibatkan hubungan peneliti dengan penutur bahasa yang diteliti,
sedangkan di perpustakaan (kepustakaan) melibatkan hubungan peneliti dengan
buku-buku sebagai sumber data. Penelitian ini dilakukan di perpustakaan dan tempat
khusus peneliti, yakni untuk membaca dan menyimak tindak tutur percakapan yang
terdapat dalam novel yang diteliti.
Penelitian tentang tindak tutur yang terdapat dalam novel Tanah Tabu ini
dilakukan selama waktu yang diperlukan peneliti dalam meneliti.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi adalah sekelompok orang, benda atau hal yang menjadi sumber
pengambilan sampel, suatu kumpulan yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan
dengan masalah penelitian (KBBI, 2005:889), sedangkan sampel adalah bagian kecil
yang mewakili kelompok atau keseluruhan yang lebih besar, pencontoh (KBBI,
2005:991).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua teks percakapan yang terdapat
dalam novel Tanah Tabu. Setelah populasi dirumuskan dengan jelas, barulah kita
perlu mengambil sebagian saja dari populasi yang sering disebut sebagai sampel
(Malo, 1985:151). Oleh karena jumlah data yang banyak, maka penulis mengambil
sampel dari populasi yang tersedia. Dalam pengambilan sampel peneliti
menggunakan penarikan sampel secara random sederhana (simple random sampling)
dengan cara mengundi elemen atau anggota populasi. Populasi yang ditemukan oleh
peneliti juga digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini sumber data satu-satunya berasal dari novel Tanah Tabu
karya Anindita S. Thayf. Jadi, novel ini merupakan objek penelitian, terutama
mengenai percakapan-percakapan yang terdapat di dalamnya. Data buku yang
menjadi objek kajian ini adalah :
Judul : Tanah Tabu
No. ISBN : 978-979-22-4567-7
Penulis : Anindita S. Thayf
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tanggal Terbit : Mei-2009
Jumlah Halaman : 240
Berat Buku : -
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi (LxP) : -
Kategori : Sastra
Bonus : -
Metode adalah cara yang harus dilakukan, sementara itu teknik adalah cara
melaksanakan metode. Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang
digunakan adalah metode simak. Disebut metode simak atau penyimakan karena
memang berupa penyimakan, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto,
1993:133). Peneliti melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap
sumber data. Jadi, terdapat aspek penyeleksian dalam pengambilan data dari sumber
data.
Teknik yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap dan teknik
catat (Sudaryanto, 1993:134-135). Teknik simak bebas libat cakap (SBLC) yaitu
peneliti sebagai pemerhati dengan penuh minat, tekun memperhatikan calon data
yang terbentuk dan muncul dari peristiwa kebahasaan yang ada di luar dirinya
(Sudaryanto, 1993:136).
Setelah dilakukan teknik SBLC secara cermat dan teliti, kemudian dilakukan
teknik catat yaitu pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan
klasifikasi. Pencatatan dilakukan langsung ketika teknik pertama selesai digunakan
dengan alat tulis tertentu.
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode dan teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah metode padan dan teknik yang sesuai adalah teknik pilah unsur penentu
(PUP) dengan daya pilah pembeda reaksi. Alat penentu metode padan berada di luar,
terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan,
sedangkan teknik pilah unsur penentu (PUP) dengan daya pilah unsur pembeda
reaksi dipergunakan untuk mengetahui reaksi yang timbul pada mitra wicara yang
menuruti atau menentang apa yang diucapkan oleh si pembicara, (2) berkata dengan
isi yang informatif, (3) tergerak emosinya, (4) diam tetapi menyimak dan berusaha
mengerti apa yang diucapkan oleh si pembicara, dan reaksi yang lain lagi
(Sudaryanto, 1993: 13-25).
Contoh:
“Sudah! Pergi sana. Main di luar saja. Jangan mengganggu di sini,” usir Mabel sambil mengibaskan sebelah tangannya yang bebas tetapi mengeluarkan aroma yang sangat khas. (hlm. 12).
Contoh percakapan di atas ditelaah dengan menggunakan teori tindak tutur
yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Menurut Searle tindak tutur dibagi
menjadi lima, yaitu :
1. Tindak tutur refresentatif
2. Tindak tutur komisif
3. Tindak tutur direktif
4. Tindak tutur ekspresif, dan
5. Tindak tutur deklaratif
Pendengar menuruti apa yang diucapkan si pembicara. Mitra tutur (Leksi)
menafsirkan bahwa dia harus melakukan apa yang dikatakan oleh penutur. Dalam hal
ini mitra wicara (Leski) bertanggung jawab untuk mematuhi keinginan penutur
(Mabel, Omanya). Pendengar menuruti apa yang diucapkan si pembicara Mitra Tutur
(Leksi) menafsirkan bahwa dia harus melakukan apa yang dikatakan oleh penutur.
Dalam hal ini, mitra wicara (Leksi) bertanggung jawab untuk mematuhi keinginan
saat memasak. Setelah Leksi memastikan apa yang dimasak oleh Mabelnya dia pun
segera pergi berlalu.
Teknik lanjutan yang digunakan dengan metode padan ini adalah teknik
hubung banding menyamakan. Hal yang hendak disamakan adalah persepsi
partisipan. Dengan demikian penutur (Mabel, Omanya Leksi) dan mitra tutur (Leksi)
pada rangkaian tuturan di atas mempunyai persepsi yang sama terhadap isi pesan,
yaitu penutur menyuruh mitra tutur untuk pergi main ke luar. Oleh karena itu,
percakapan tersebut termasuk tindak tutur yang berupa perintah.
Fungsi tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Tanah Tabu ini,
misalnya dalam contoh berikut:
“Bisakah kau jadi anak manis hari ini, Nak? Dengarkan kata kakak-kakak itu. Mereka akan mengajarkan apa yang kita tidak tahu. Jadi perhatikan baik-baik,” bisik Mabel saat melihatku yang duduk disisinya mulai banyak bergerak. (hlm. 31).
Dari cotoh di atas dapat diketahui bahwa fungsi ilokusi yang dikandung
adalah fungsi ilokusi kompetitif. Fungsi ilokusi kompetitif tuturan meminta. Di sini
Mabel meminta Leksi untuk menjadi anak manis, maksudnya bersikap tenang kala
mendengarkan penjelasan dari kakak-kakak yang datang ke daerah mereka yang akan
mengadakan pertemuan di aula kantor kepala distrik. Penjelasan tentang penyakit
BAB IV
TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL TANAH TABU
KARYA ANINDITA S. THAYF
4.1 Jenis Tindak Tutur Ilokusi yang terdapat dalam Novel Tanah Tabu karya
Anindita S. Thayf
4.1.1 Tindak Tutur Representatif
Menurut Yule (2006:92) dinyatakan bahwa tindak tutur representatif
merupakan tindak tutur yang menyatakan keyakinan penutur tentang ikhwal realita
eksternal. Tindak tutur ini berfungsi memberi tahu orang-orang mengenai sesuatu.
Artinya, pada tindak tutur jenis representatif penutur berupaya agar kata-kata atau
tuturan yang dihasilkan sesuai dengan realita dunia. Searle (dalam Leech, 1993)
menyebutkan tindak tutur jenis ini sebagai tidak tutur asertif, yang
mengidentifikasikan dari segi semantik karena bersifat proposisional. Selain itu, yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan hubungan antara kata-kata atau tuturan dengan
fakta duniawi terletak pada pihak penutur. Yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur
representatif antara lain penegasan, pernyataan, pelaporan, pemerian.
Contoh 1. Data Percakapan 2
“Aku masak tumis bunga pepaya. Kau pasti suka kan?” Ujar Mabel tanpa melihatku. Aku mengeluarkan suara senang dan segera berlalu. Aku tidak pernah membuat Mabel-ku marah. Tidak pernah sekalipun…. (Tanah Tabu, 12)
Pada tuturan tersebut percakapan dilakukan oleh Mabel kepada Kwee. Mabel
sebagai penutur dan Kwee sebagai mitra tutur. Waktu pertuturan berlangsung ketika
Mabel sedang memasak dan tempatnya adalah dapur. Tujuan pertuturan adalah
menyampaikan kepada kwee bahwa Mabel sedang memasak tumis bunga pepaya
yang disukai oleh Kwee. Bentuk ujaran adalah percakapan biasa dengan ragam
dialek yang tidak resmi. Jalur bahasa yang digunakan adalah jalur lisan.
Data percakapan tersebut adalah percakapan antara Mabel dan Kwee. Dari
percakapan diketahui bahwa reaksi mitra wicara (Kwee) yaitu diam tetapi menyimak
dan berusaha mengerti apa yang diucapkan oleh si pembicara (Mabel). Percakapan
ini juga memberi kepastian kepada Kwee bahwa dia pasti akan menyukai masakan
tumis bunga pepaya yang dimasak oleh Mabel. Dengan menggunakan teknik lanjutan
teknik hubungan banding menyamakan yaitu diketahui bahwa partisipan mempunyai
persepsi yang sama yaitu tentang tumis bunga pepaya. Oleh karena itu, percakapan
tersebut termasuk tindak tutur ilokusi representatif yang berupa pernyataan.
Contoh 2. Data Percakapan 3
“Sebab di sekolah itu ada yang namanya Bapak Guru dan Bapak Kepala Sekolah, Kwee. Mereka bisa marah dan menghukum siapa saja yang tidak mematuhi peraturan.”begitu jelas Leksi ketika melihatku mencoba membuntuti langkahnya diam-diam dari belakang. (Tanah Tabu, 16)
Konteks :
Percakapan dalam tuturan tersebut dilakukan oleh Leksi kepada Kwee. Leksi
sebagai penutur dan Kwee sebagai mitra tutur (pendengar). Percakapan berlangsung
di suatu tempat yaitu di tengah jalan yang ramai menuju sekolah Leksi yang dipenuhi
berupa percakapan lisan dengan ragam dialek. Percakapan tersebut berhubungan
dengan maksud atau topik tentang Bapak Guru dan Bapak Kepala Sekolah yang
marah dan menghukum siapa saja yang tidak mematuhi peraturan.
Pertuturan tersebut meupakan percakapan yang dilakukan oleh Leksi kepada
Kwee. Dari percakapan yang terjadi dapat diketahui bahwa reaksi mitra tutur (Kwee)
yang timbul adalah diam tetapi menyimak dan berusaha mengerti apa yang
diucapkan oleh si pembicara yaitu Leksi. Penutur berusaha menyampaikan sesuatu
yang sesuai dengan kenyataan. Leksi berusaha menyampaikan kepada Kwee bahwa
dia tidak dapat ikut belajar bersama dengan Leksi di sekolah karena di sekolah ada
yang namanya Bapak Guru dan Bapak Kepala Sekolah yang siap memarahi siapa
saja yang tidak menuruti peraturan yang dibuat oleh sekolah. Setelah diketahui reaksi
mitra tutur selanjutnya dilakukan analisis menggunakan terknik lanjutan yaitu
dengan teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa kedua partisipan
atau pihak-pihak yang terlibat dalam percakapan mempunyai persepsi yang sama
yaitu bahwa di sekolah ada namanya Bapak Guru dan Bapak Kepala Sekolah yang
siap menghukum dan memarahi siapa saja yang tidak mematuhi peraturan. Oleh
karena itu, dari percakapan tersebut dapat diketahui bahwa percakapan tersebut
termasuk tindak tutur ilokusi repsresentatif yang berupa pelaporan.
Contoh 3. Data Percakapan 4
“Kau akan pintar membaca, menulis, dan berhitung, Nak. Dengan begitu, tidak ada lagi penjaga warung yang akan mengambil uang gula-gulamu,” ungkap Mabel manis. (Tanah Tabu, 17)
Leksi dan Mabel adalah partisipan dalam percakapan di atas. Penutur adalah
Mabel sedangkan Leksi adalah mitra tutur atau pendengar. Tempat berlangsungnya
pertuturan adalah rumah dengan situasi saat menyuruh Leksi pergi ke sekolah di
mana Leksi sangat tidak suka disuruh untuk pergi ke sekolah. Bentuk ujaran
berlangsung dengan percakapan biasa secara lisan dengan ragam dialek yang tidak
resmi. Percakapan tersebut berhubungan dengan maksud atau topik tentang manfaat
dari bersekolah.
Peristiwa yang terjadi adalah peristiwa tentang percakapan yang berlangsung
antara Mabel dengan Leksi. Dari percakapan yang berlangsung dapat diketahui
bahwa reaksi mitra tutur (pendengar) adalah diam dengan setia menyimak serta
berusaha mengerti apa maksud yang diucapkan oleh si pembicara (Mabel). Penutur
beusaha menyampaikan segala sesuatu sesuai dengan kenyataan. Mabel berusaha
menyimpulkan bahwa dengan bersekolah Leksi akan dapat menjadi anak yang pintar
yaitu pintar membaca, menulis dan berhitung sehingga nanti tidak ada lagi penjaga
warung yang akan mengambil uang gula-gulanya. Setelah diketahui reaksi dari mitra
tutur selajutnya dilakukan teknik hubung banding menyamakan yaitu menyamakan
persepsi di antara partisipan yaitu mempunyai persepsi yang sama tentang manfaat
dari bersekolah yaitu akan membuat pintar membaca, menulis dan berhitung. Dengan
diketahui reaksi dari mitra tutur maka percakapan tersebut termasuk ke dalam jenis
tindak tutur ilokusi representatif yang berupa penyimpulan.
Contoh 4. Data Percakapan 11
Bagaimana? Aku berceloteh ringan sambil terus mengekori langkahnya dari kamar menuju dapur untuk mengambil sarapan. (Tanah Tabu, 20)
Konteks :
Partisipan dalam percakapan tersebut adalah antara Leksi dan Mace. Leksi
bersifat sebagai penutur sedangkan Mace (Lisbeth) ibunya Leksi merupakan mitra
tutur atau pendengar. Tempat berlangsungnya pertuturan adalah kamar dengan
situasi tidak begitu ramai saat waktu sedang mengambil sarapan. Bentuk ujaran
berlangsung dengan percakapan biasa secara lisan dengan ragam dialek yang tidak
resmi. Percakapan tersebut berhubungan dengan maksud atau topik tentang
keinginan Mace untuk melihat Leksi memakai baju abu-abu yang sering dipakai oleh
anak SMA yang sering berpapsan dengannya di pasar.
Percakapan dilakukan antara Leksi dengan Mace. Dari percakapan yang
berlangsung dapat diketahui reaksi antara mitra wicara (pendengar) kepada penutur
yaitu berkata atau menjawab dengan isi yang bersifat informatif. Penutur dalam hal
ini berusaha menyatakan sesuatu yang sesuai dengan kenyataan. Penutur yaitu Leksi
berusaha memerikan keinginannya kepada Mace yang memaksanya untuk sekolah.
Akhirnya Leksi memberanikan diri bertanya tentang keinginannya untuk dibelikan
saja rok abu-abu itu. Ia ingin tahu apakah Mace akan melihatnya dengan rasa bangga
atau tidak. Dengan melihat reaksi dari pendengar selanjutnya dilakukan analisis
dengan menggunakan teknik lanjutan yaitu teknik hubung banding menyamakan
dapat diketahui bahwa persepsi di antara penutur dan mitra tutur adalah sama yaitu
keinginan untuk memakai baju putih dan rok abu-abu. Dengan demikian percakapan
yang berlangsung tersebut termasuk tindak tutur ilokusi representatif yang berupa
Contoh 5. Data Percakapan 25
“Semua makanan itulah yang membuatku bisa segemuk ini, walaupun hanya bisa makan keladi, sagu, ubi, atau sesekali daging kalau ada yang berpesta. Karena itu, aku akan bekerja sekeras mungkin untuk membelikanmu roti, keju, dan susu. Sabar saja, Nak. Aku akan membuatmu segemuk dia.” Lalu mata Mabel menatap Kwee dengan pandangan penuh arti. (Tanah Tabu, 35)
Konteks :
Waktu tuturan berlangsung ketika sebelum tidur dengan tempat tuturan
adalah kamar. Partisipan atau pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan adalah Mabel
dan Leksi. Mabel sebagai penutur sedangkan Leksi sebagai mitra tutur. Maksud dan
tujuan serta topik pembicaraan adalah tentang makanan yang sering dulu dimakan
oleh Mabel sehingga membuat dia gemuk. Bentuk ujaran merupakan percakapan
biasa secara lisan dengan ragam dialek yang tidak resmi.
Contoh tersebut adalah percakapan yang dilakukan oleh Mabel dan Leksi.
Dari prcakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra wicara
(Leksi) yaitu diam dengan menyimak serta berusaha mengerti apa yang diucapkan
oleh si penutur (Mabel). Penutur berusaha menyakinkan mitra tutur dengan
mengucapkan sesuatu sesuai dengan kenyataan. Percakapan ini memberi pengertian
kepada Leksi tentang jenis makanan yang sulu sering dimakan oleh Mabel yang
membuat dia gemuk yaitu roti, keju,dan susu yang membuat Leksi semakin ingin
mencicipi makanan tersebut. Dengan menggunakan teknik hubung banding
menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan mempunyai persepsi yang sama yaitu
tentang manfaat dari roti, keju dan susu yang dapat membuat gemuk. Oleh karena
itu, percakapan tersebut termasuk dalam tindak tutur ilokusi representatif yang
Contoh 6. Data Percakapan 91
“Tapi harga seekor ayam sangat mahal. Seratus ribu untuk seekor ayam kampung,” gumam mace seakan ditujukan kepada dirinya sendiri. Tangannya terus sibuk mengikat sayur.
“Ampun! Sebegitu mahalkah?”
“Memang mahal dari dulu. Apalagi sekarang semua barang de1 pu2 harga naik.(Tanah Tabu, 80).
Konteks :
Pertuturan berlangsung di sebuah Pasar. Partisipan dalam percakapan ini
adalah Mace dengan seorang pembeli(wanita). Mace bertindak sebagai penutur dan
pembeli tersebut sebagai pendengar. Pembicaraan tersebut membicarakan tentang
kebutuhan rumah tangga yang serba mahal. Bentuk percakapan merupakan
percakapan biasa dengan ragam lisan yang tidak resmi dengan ragam dialek.
Dari data percakapan di atas dapat diketahui bahwa reaksi yang ditimbulkan
oleh mitra tutur (seorang wanita pembeli) adalah berkata dengan isi yang informatif.
Penutur berusaha menyampaikan sesuatu sesuai dengan kenyataan. Wanita tersebut
berkata tentang kebutuhan yang serba mahal yaitu dengan berkata Sebegitu
mahalkah?. Mace menegaskan bahwa memang mahal dari dulu, seperti harga seekor
ayam yaitu seratus ribu. Dengan menggunakan teknik lanjutan hubung banding
menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan dalam hal ni mempunyai persepsi
yang sama yaitu harga kebutuhan semua serba mahal. Oleh karena itu, percakapan
ini merupakan tindak tutur representatif yang berupa penegasan. Penegasan dalam
hal ini adalah penegasan tentang harga kebutuhan yang mahal.
1 dia 2
4.1.2 Tindak Tutur Komisif
Yule (2006) memberi pemahaman bahwa tindak tutur komisif, penutur
menindaklanjuti atau memenuhi apa yang dituturkan. Tuturan semacam ini
mengekspresikan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Dalam penggunaan tindak
tutur komisif, penutur bertanggung jawab atas kebenaran apa yang dituturkan. Leech
(1993) mengatakan jenis tindak tutur ini memiliki fungsi menyenangkan.
Menyenangkan maksudnya adalah menyenangkan pihak pendengarnya karena dia
tidak mengacu kepada kepentingan penutur. Jenis tindak tutur yang termasuk ke
dalam jenis tindak tutur ini menurut Yule (2006:94) adalah perjanjian, ancaman,
penolakan dan jaminan .
Contoh 7. Data Percakapan 187
“Kaye hanya sakit panas. Tapi kau tenang saja. Sekarang ada Mama yang mengurus di dalam. Hari ini dia mungkin tidak ke kebun.” (Tanah Tabu, 148)
Konteks :
Partisipan dalam percakapan adalah Leksi degan Yosi. Leksi sebagai mitra
tutur sedangkan Yosi bertindak sebagai penutur. Percakapan tersebut berlangsung
sebelum Leksi berangkat sekolah ketika Yosi sedang menyapu halaman. Percakapan
tersebut membicarakan tentang kabar adeknya Yosi yang sedang sakit. Bentuk
percakapan adalah percakapan biasa dengan ragam lisan yang tidak resmi.
Dari percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra
wicara (Leksi) yaitu diam dan menyimak. Penutur menindaklanjuti atau memenuhi
apa yang dituturkan. Tuturan dalam percakapan tersebut mengekspresikan apa yang
Penutur berusaha menyenangkan hati mitra tutur (Leksi) dengan menjamin bahwa
adeknya (Kaye) hanya sakit panas dan ada Mama yang akan mengurusnya sehingga
mereka dapat bermain bersama lagi. Dengan menggunakan teknik lanjutan hubung
banding menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan mempunyai persepsi yang
sama yaitu jaminan bahwa adeknya Yosi tidak apa-apa hanya sakit panas saja.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa tindak tutur tersebut termasuk dalam jenis
tindak tutur ilokusi komisif yang berupa jaminan.
Contoh 8. Data Percakapan 188
“Nanti saja kita main lagi kalau Kaye sudah sembuh. Aku yakin, besok dia pasti sudah tidak panas,” begitu janji Yosi sebelum tangis Kaye memanggilnya kembali ke dalam rumah (Tanah Tabu, 148)
Konteks :
Percakapan tersebut berlangsung ketika adek Yosi (Kaye) menangis saat dia
dan Leksi sedang bermain bersama. Partisipan dalam percakapan adalah Leksi
dengan Yosi. Pembicaraan bermaksud untuk menyampaikan bahwa jika adeknya
Yosi sudah sembuh maka dia bersama Leksi akan bermain lagi bersama. Bentuk
percakapan adalah percakapan biasa dengan ragam lisan yang tidak resmi.
Dari percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra
wicara (Leksi) yaitu diam dan menyimak. Penutur menindaklanjuti atau memenuhi
apa yang dituturkan. Tuturan dalam percakapan tersebut mengekspresikan apa yang
dimaksudkan oleh penutur yaitu bertanggung jawab atas kebenaran yang dituturkan.
Penutur berusaha menyenangkan hati mitra tutur (Leksi) dengan berjanji bahwa jika
adeknya (Kaye) sudah sembuh dan tidak sakit panas lagi maka dia akan bermain
menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan mempunyai persepsi yang sama yaitu
tentang janji Yosi yang akan bermain bersama lagi jika Kaye sudah sembuh dan
tidak panas lagi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tindak tutur tersebut
termasuk dalam jenis tindak tutur ilokusi komisif yang berupa perjajian.
Contoh 9. Data percakapan 193
“Sudahlah, Kori! Kau ini. Hentikan cerita itu.”
“Ah, tidak-tidak! Tidak bisa, Anabel. Cucumu harus tahu sedikit tentang masa lalu neneknya.” (Tanah Tabu, 151)
Konteks :
Partisipan dalam percakapan tersebut adalah Kori dan Anabel (Mabel). Kori
sebagai penutur dan Anabel sebagai mitra tutur. Percakapan tersebut membahas
tentang kisah pahit yang dialami oleh Anabel pada masa lalu. Bentuk ujaran
merupakan percakapan biasa dengan ragam dialek yang tidak resmi.
Dari data percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh
mitra wicara adalah berkata dengan isi yang informatif serta penutur
menindaklanjutin apa yang dituturkan. Penutur bertanggung jawab atas kebenaran
yang dituturkan. Penutur berusaha menyampaikan sesuai dengan kenyataan. Penutur
menolak apa yang diinginkan oleh mitra tutur. Dengan menggunakan teknik hubung
banding menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan memiliki persepsi yang sama
yaitu bahwa Kori tetap ingin menyampaikan kisah masa lalu dari Mabel kepada
Leksi (cucu Anabel). Dengan demikian dapat diketahui bahwa percakapan tersebut
Contoh 10. Data Percakapan 198
“Karena itu, Leksi, berjanjilah kepadaku untuk rajin bersekolah hingga kau kelak menjadi anak pintar yang akan membanggakan Mace3 dan Mabel-mu. Kau mau?” (Tanah Tabu, 163)
Konteks :
Partisipan dalam percakapan tersebut adalah Mama Kori dan Leksi. Mama
Kori sebagai penutur dan Leksi sebagai mitra tutur. Percakapan tersebut membahas
tentang kisah pahit yang dialami oleh Anabel pada masa lalu dan nasehat Mama Kori
kepada Leksi agar Leksi rajin belajar. Bentuk ujaran merupakan percakapan biasa
dengan ragam dialek yang tidak resmi.
Dari percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra
wicara (Leksi) yaitu diam dan menyimak. Penutur menindaklanjuti atau memenuhi
apa yang dituturkan. Tuturan dalam percakapan tersebut mengekspresikan apa yang
dimaksudkan oleh penutur yaitu bertanggung jawab atas kebenaran yang dituturkan.
Penutur menyampaikan kepada mitra tutur agar berjanji belajar dan bersekolah
dengan rajin supaya kelak menjadi anak yang pintar. Dengan menggunakan teknik
lanjutan hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan mempunyai
persepsi yang sama yaitu tentang perjanjian antara Leksi dengan Mama Kori yaitu
perjanjian supaya Leksi bersekolah dengan rajin agar bisa membanggakan Mabel dan
Mace kelak. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tindak tutur tersebut termasuk
dalam jenis tindak tutur ilokusi komisif yang berupa perjajian.
4.1.3 Tindak Tutur Direktif
Dalam tindak tutur direktif mengandung hal yang bersifat keinginan pihak
penutur kepada orang lain untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, tindak tutur
direktif merupakan ekspresi dari apa yang penutur inginkan (Yule, 2006:93). Jenis
tindak tutur yang termasuk dalam tindak tutur jenis direktif adalah perintah,
permintaan, pemberian saran. Dalam hal ini pendengar bertanggung jawab untuk
menyelesaikan apa yang akan dilakukannya terhadap keinginan penutur.
Contoh 11. Data Percakapan 18
“Kalau ada orang yang datang kepadamu dan bilang ia akan membuatmu jadi lebih kaya, bantingkan saja pintu di depan hidungnya. Tapi kalau orang itu bilang ia akan membuatmu lebih pintar dan maju, suruh dia masuk. Kita boleh menolak uang karena bisa saja ada setan yang bersembunyi di situ. Namun hanya orang bodoh yang menolak diberi ilmu cuma-cuma. Ilmu jauh lebih berharga daripada uang, Nak. Ingat itu,” jawab Mabel tatkala kutanya mengapa sikapnya berubah hangat kepada orang-orang itu. (Tanah Tabu, 30)
Konteks :
Percapakan berlangsung di rumah. Partisipan dalam percakapan adalah Mabel
dan Leksi. Percakapan tersebut membahas tentang jaminan Mabel kepada Leksi
bahwa jika suatu saat nanti ada orang kaya datang untuk membuat Leksi menjadi
kaya seharusnya langsung ditolak, tetpi jika ada orang yang ingin membuat Leksi
menjadi lebih pintar dan maju, langsung diterima saja. Bentuk percakapan adalah
percakapan biasa dengan ragam lisan yang tidak resmi.
Percakapan tersebut merupakan percakapan antara Mabel dengan Leksi.
Mabel sebagai penuturdan Leksi sebagi mitra tutur. Dari percakapan tersebut dapat
menyimak apa yang diucapkan oleh si pembicara serta mitra wicara berusaha
mengerti. Penutur berkeinginan agar orang lain melakukan sesuatu yaitu
mengharapkan Leksi dapat mengerti bahwa jika nanti ada orang orang kaya yang
datang dan berkata membantu untuk menjadi lebih kaya tidak usah dipercayai, tetapi
jika suatu saat nanti ada yang menawarkan untuk membuat Leksi menjadi anak yang
pintar dan maju langsung diterima saja karena Mabel menjamin bahwa hanya orang
bodoh yang menolak diberi ilmu cuma-cuma. Ilmu jauh lebih berharga daripada
uang. Dengan menggunakan teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui
bahwa partisipan mempunyai persepsi yang sama yaitu meminta mitra wicara untuk
menerima orang yang akan memberikan dia ilmu. Oleh karena itu, percakapan
tersebut merupakan tindak tutur ilokusi yang berupa permintaan.
Contoh 12. Data Percakapan 141
“Selamat Natal, Anabel.’ “Terima kasih, Nyonya.”
“Bukan begitu. Kau harus membalas bilang, ‘Selamat Natal’ juga.” “Baiklah. Selamat Natal juga, Nyonya.”
“Sama-sama, Anabel. Sama-sama.” (Tanah Tabu, 119)
Konteks :
Partisipan dalam percakapan tersebut adalah Anabel (Mabel) dan Nyonya
Hermine (Sepasang suami istri dari Belanda yang menjadikan Mabel sebagai anak
piaraan mereka). Percakapan tersebut berlangsung di rumah Nyonya Hermine ketika
sedang menyambut perayaan hari Natal. Percakapan tersebut membicarakan tentang
ucapan selamat natal. Percakapan berlangsung dengan percakapan biasa dengan
Dari percakapan yang berlangsung dapat diketahui bahwa Nyonya Hermine
adalah bertindak sebagai penutur dan Anabel (Mabel) sebagai mitra tutur. Dari
percakapan tersebut dapat diketahui rekasi yang ditimbulkan oleh mitra tutur
(Anabel) adalah berkata dengan isi yang informatif. Penutur berharap mitra tutur
melakukan sesuatu yaitu berharap Anabel membalas kembali ucapan Selamat Natal
yang diutarakannya. Anabel membalasnya kembali. Dengan menggunakan teknik
lanjutan teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa kedua
partisipan dalam percakapan tersebut memiliki persepsi yang sama yaitu tentang
Pemberian saran Nyonya Hermine kepada Anabel untuk kembali mengucapkan
selamat Natal juga jika ada yang mengucapkan selamat Natal kepada Anabel
(Mabel). Dengan demikian, percakapan tersebut termasuk ke dalam jenis tindak tutur
ilokusi direktif yang berupa pemberian saran. Pemberian saran yang dimaksudkan
adalah saran tentang mengucapkan selamat Natal kembali kepada orang yang
mengucapkan selamat Natal kepada kita.
Contoh 13. Data Percakapan 138
“Natal adalah saatnya berbagi cinta kasih!” begitu teriak Nyonya Hermine sambil menjadikan kedua tangannya corong,” jadi alangkah baiknya jika Anda membicarakan baik-baik masalah Anda dengan keluarga di rumah.”(Tanah Tabu,117)
Konteks:
Percakapan tersebut berlangsung di pinggir jalan di bawah sebuah pohon
pinang tinggi ketika Anabel dan Mabel keluar dari sebuh toko sepatu. Partisipan
dalam percakapan adalah Nyonya Hermine dan seorang ibu yang berniat bunuh diri