• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak Tutur Ilokusi Dalam Novel Tanah Tabu Karya Anindita S. Thayf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tindak Tutur Ilokusi Dalam Novel Tanah Tabu Karya Anindita S. Thayf"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL

TANAH TABU KARYA ANINDITA S. THAYF

SKRIPSI

OLEH

MERI KRISTINA GULTOM

060701043

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL TANAH

TABU KARYA ANINDITA S. THAYF

Oleh

MERI KRISTINA GULTOM

060701043

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana dan

telah disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Asrul Siregar, M.Hum. Dra. Rosliana Lubis

NIP. 19590502 198601 1 001 NIP. 19630524 198903 2

002

Departemen Sastra Indonesia

Ketua

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M. Si.

(3)

PERNYATAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini

dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak

benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang

saya peroleh.

Medan, Mei 2011

(4)

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL TANAH TABU KARYA

ANINDITA S. THAYF

MERI KRISTINA GULTOM

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Tindak Tutur Ilokusi dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf.” Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak bebas libat cakap (SBLC) yang dilanjutkan dengan pencatatan dan klasifikasi serta metode padan dan teknik pilah unsur penentu (PUP) dengan daya pilah pembeda reaksi dipilih dalam menganalisis data dengan menggunakan teks percakapan yang terdapat dalam novel Tanah Tabu. Data dianalisis dengan menggunakan teori pragmatik yang dikemukakan oleh J.R. Searle. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan jenis tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam novel

Tanah Tabu serta mengungkapkan fungsi tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah

menganugerahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul yang dipilih oleh penulis adalah “Tindak Tutur Ilokusi dalam

Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf.”

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak

akan selesai tanpa ada dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak

menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak di bawah ini.

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai Ketua Departemen

Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., sebagai Sekretaris Departemen Sastra

Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Asrul Siregar, M. Hum., sebagai Pembimbing I yang telah banyak

memberi masukan dan saran kepada penulis, baik dalam perkuliahan, maupun

sewaktu dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Rosliana Lubis, sebagai Pembimbing II yang telah banyak

memberikan saran dan masukan kepada penulis dari penyusunan proposal

hingga penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas ilmu, waktu, tenaga dan

(6)

6. Bapak Drs. T. Aiyub Sulaiman sebagai dosen wali penulis yang telah banyak

memberikan arahan kepada penulis selama menjalani masa perkuliahan.

7. Bapak dan ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal dan

pengetahuan, serta penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Saudari

Tika, yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen

Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

8. Teristimewa kedua orang tua penulis, Pambalen Gultom dan Mian Siregar,

yang tidak hanya medukung secara moral dan material, namun juga secara

spiritual di dalam doa. Dengan kesungguhan hati penulis persembahkan

skripsi ini sebagai tanda sayang dan terima kasih atas segala yang telah

diberikan selama ini.

9. Abang dan kakak penulis yang banyak memberikan dorongan dalam

penulisan skripsi ini, serta saudara sepupu penulis Sondang Sianturi dan

Nidia Gultom yang banyak memberikan semangat kepada penulis dalam

penulisan skripsi ini.

10.Sahabat-sahabat penulis Fitriani, Dewi, Lidia, Marlina, Nelly, Monica,

Triana, Vera dan teman-teman seangkatan ‘06 yang tidak dapat disebutkan

namanya satu-persatu, yang mendorong penulis untuk menghasilkan yang

terbaik, khususnya mereka yang hadir secara langsung saat penulis

mempertahankan proposal dan skripsi ini.

11.Adik-adik angkatan ‘07, 08, 09, serta kakak dan abang angkatan ’05 yang

tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu, yang banyak memberikan

(7)

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat

kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun

penyajiannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari

berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan kiranya skripsi ini dapat menjadi sumber

acuan bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan

dengan pragmatik.

Medan, Mei 2011

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ……….. i

ABSTRAK ………. ii

PRAKATA ………iii

DAFTAR ISI ….……….. vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……… 1

1.1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.1.2 Masalah ………. 5

1.2 Batasan Masalah ……… 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 5

1.3.1 Tujuan Penelitian ……….. 5

1.3.2 Manfaat Penelitian ………. 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori ……….7

2.1.1 Konsep ……… 7

2.1.1.1 Tindak Tutur ………7

2.1.1.2 Tindak Tutur Ilokusi ………...8

(9)

2.1.2 Landasan Teori …….………. 9

2.1.2.1 Pragmatik ………... 9

2.1.2.2 Tindak Tutur ………...10

2.1.2.3 Konteks ……… ………14

2.1.2.4 Aspek-aspek Situasi Tuturan ………....16

2.1.2.5 Fungsi Tindak Ilokusi ……….. 18

2.2 Tinjauan Pustaka ………19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi danWaktu Penelitian .………22

3.2 Populasi dan Sampel ………. 22

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………. 23

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ………. 24

BAB IV TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL TANAH TABU KARYA ANINDITA S. THAYF 4.1 Jenis Tindak Tutur Ilokusi yang terdapat dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf ……….. 27

4.1.1 Tindak Tutur Representatif ……….. 27

4.1.2 Tindak Tutur Komisif ……….. 34

4.1.3 Tindak Tutur Direktif ……… 38

(10)

4.2 Fungsi Tindak tutur Ilokusi yang terdapat dalam Novel Tanah Tabu

karya Anindita S. Thayf ………... 49

4.2.1 Fungsi Tindak Ilokusi Kompetitif ……… 50

4.2.2 Fungsi Tindak Ilokusi Meyenangkan ………... 51

4.2.3 Fungsi Tindak Ilokusi Bekerja sama ……….... 54

4.2.4 Fungsi Tindak Ilokusi Bertentangan ………. ………... 55

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ……….. 58

5.2 Saran ………. 59

DAFTAR PUSTAKA ……….. 60

(11)

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL TANAH TABU KARYA

ANINDITA S. THAYF

MERI KRISTINA GULTOM

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Tindak Tutur Ilokusi dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf.” Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak bebas libat cakap (SBLC) yang dilanjutkan dengan pencatatan dan klasifikasi serta metode padan dan teknik pilah unsur penentu (PUP) dengan daya pilah pembeda reaksi dipilih dalam menganalisis data dengan menggunakan teks percakapan yang terdapat dalam novel Tanah Tabu. Data dianalisis dengan menggunakan teori pragmatik yang dikemukakan oleh J.R. Searle. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan jenis tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam novel

Tanah Tabu serta mengungkapkan fungsi tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

1.1.1 Latar Belakang

Bahasa sebagai alat komunikasi yang bersifat arbitrer, menunjukkan bahwa

bahasa tersebut memiliki perkembangan yang luas. Bahasa dalam kehidupan

sehari-hari sangat berperan aktif karena bahasa memiliki fungsi yang sangat penting dalam

kehidupan manusia. Manusia tidak dapat memeroleh pengalaman jika tidak disertai

dengan bahasa. Bahasa dapat dikatakan sebagai identitas diri dari orang atau penutur

bahasa tersebut.

Bahasa dalam bentuk tuturan yang dihasilkan oleh manusia dapat

diekpresikan melalui bentuk lisan maupun tulisan. Dalam media lisan, pihak yang

melakukan tindak tutur adalah penutur (pembicara) dan mitra tuturnya (penyimak),

sedangkan dalam media tulis, tuturan disampaikan oleh penulis (penutur) kepada

mitra tuturnya, yaitu pembaca. Sementara, untuk tuturan melalui media penutur dapat

mengekspresikan tuturannya baik lisan maupun tulisan dengan memanfaatkan media

massa.

Media massa terdiri atas media elekronik dan media cetak. Media elektronik

berupa media lisan, sedangkan media cetak berupa media tulis. Media tulis yang

banyak dikenal masyarakat baik kalangan remaja maupun dewasa salah satunya

adalah novel. Ketertarikan masyarakat terhadap novel dikarenakan unsur cerita

(13)

Dalam novel terdapat tindak tutur percakapan yang membangun cerita yang

disusun oleh pengarang. Tindak tutur merupakan salah satu bidang kajian yang

terdapat dalam bidang pragmatik. Pragmatik merupakan kajian bahasa yang

mencakup tataran makrolinguistik. Hal ini berarti bahwa pragmatik mengkaji

hubungan unsur-unsur bahasa yang dikaitkan dengan pemakai bahasa, tidak hanya

pada aspek kebahasaan dalam lingkup ke dalam saja. Tataran pragmatik lebih tinggi

cakupannya. Secara umum, pragmatik diartikan sebagai kajian bahasa yang telah

dikaitkan dengan pengguna bahasa.

Tindak tutur sebagai wujud peristiwa komunikasi bukanlah peristiwa yang

terjadi dengan sendirinya, melainkan mempunyai fungsi, mengandung maksud, dan

tujuan tertentu serta dapat menimbulkan pengaruh atau akibat pada mitra tutur.

Komunikasi dengan bahasa membuat setiap orang dapat menyesuaikan diri

dengan lingkungannya. Dengan bahasa pula orang dapat mempelajari kebiasan,

adat-istiadat, kebudayaan dan latar belakang peserta komunikasi masing-masing.

Komunikasi merupakan proses di mana seseorang menyampaikan

rangsangan-rangsangan (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah

tingkah laku orang lain. Komunikasi juga diartikan sebagai pengiriman atau

penerimaan pesan atau informasi antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang

dimaksudkan dapat dipahami.

Dalam setiap tindak tutur, penutur menuturkan kalimat yang unik karena

penutur barusaha menyesuaikan ujaran dengan konteksnya. Dengan demikian, teori

tindak tutur lebih cenderung meneliti tentang makna kalimat dan bukan teori yang

(14)

Penelitian ini berjudul Tindak Tutur Ilokusi dalam Novel Tanah Tabu karya

Anindita S. Thayf. Novel ini adalah pemenang I Sayembara Novel DKJ (Dewan

Kesenian Jakarta) tahun 2008 dan diterbitkan kali pertama oleh PT Gramedia

Pustaka Utama pada Mei 2009. Anindita Siswanto Thayf lahir di Makassar, 5 April

1978. Jatuh cinta pertama kali dengan buku sejak usia taman kanak-kanak sampai

sekarang. Mengawali kegiatan menulis karena suka berkhayal. Memilih jadi penulis

karena sudah bosan menunggu lamaran kerjanya diterima.

Anindita S. Thayf adalah lulusan Teknik Elektro Universitas Hasanuddin,

Makassar, ia kerap dilanda grogi kalau diminta bicara di depan umum. Guna

mendukung kegiatan berkhayalnya dan proses menulisnya, kini dia tinggal di Lereng

Merapi yang sepi dan dikelilingi kebun salak pondoh bersama suami.

Novel Tanah Tabu ini adalah karya pertama dari Anindita S. Thayf. Novel ini

bertutur tentang realita pedih kaum perempuan Papua, yaitu tentang perjalanan hidup

tiga perempuan suku Dani dari tiga generasi yakni Mabel, Mace, dan Leksi.

Masing-masing mempunyai nasib serupa tapi tak sama. Mabel, seorang nenek, pernah

menikah dua kali dan kedua pernikahanya kandas. Sedangkan Mace, adalah menantu

dari Mabel yang terpaksa kehilangan anak pertamanya Lukas akibat penyakit kurang

gizi (busung lapar). Anak kedua Mace yakni Leksi, sama sekali belum pernah

melihat sosok Johanis, ayahnya (putra Mabel). Johanis memilih menghilang karena

tak sanggup menerima kenyataan istrinya diperkosa sekelompok laki-laki biadab.

Dan Leksi, si kecil yang kini duduk di bangku sekolah dasar, harus menerima

kenyataan pahit, tumbuh tanpa pernah melihat apalagi merasakan kasih sayang

(15)

Bentuk percakapan dalam novel Tanah Tabu tidak terlepas dari tindak tutur

atau maksud yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada si pembaca. Dalam

menelaah tindak tutur harus benar-benar disadari betapa pentingnya konteks

ucapan/ungkapan. Teori tindak tutur adalah bagian dari pragmatik dan pragmatik itu

sendiri merupakan bagian dari performansi linguistik.

Dalam setiap situasi ujaran/tuturan haruslah ada pihak pembicara (penulis)

dan penyimak (pembaca). Keterangan ini mengandung implikasi bahwa pragmatik

tidak hanya terbatas pada bahasa lisan tetapi juga mencakup bahasa tulis. Setiap

situasi tutur atau ucapan tentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula. Dengan

kata lain, kedua belah pihak pembicara maupun penyimak terlibat dalam suatu

kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu.

Dalam penelitian ini peneliti memilih tindak tutur sebagai bahan kajian serta

novel Tanah Tabu sebagai objek penelitian, karena dalam novel ini terdapat

percakapan yang mengandung tindak tutur ilokusi yang terasa sukar menentukan apa

daya ilokusinya, serta penelitian tindak tutur terhadap novel ini juga belum pernah

dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk

mengetahui tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Tanah Tabu dengan

(16)

1.1.2 Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis tindak tutur ilokusi apa saja yang digunakan dalam novel Tanah

Tabu?

2. Fungsi tindak tutur ilokusi apa saja yang digunakan dalam novel Tanah

Tabu?

1.2Batasan Masalah

Suatu penelitian haruslah dibatasi supaya penelitian terarah dan tujuan

penelitian tercapai. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada jenis tindak tutur

ilokusi yaitu representatif, komisif, direktif, ekspresif dan deklaratif yang terdapat

pada percakapan-percakapan dalam novel Tanah Tabu, sedangkan fungsi tindak tutur

ilokusi yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu fungsi kompetitif, menyenangkan,

bekerja sama, dan bertentangan.

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengungkapkan jenis tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel

Tanah Tabu.

2. Mengungkapkan fungsi tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam novel

(17)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah :

1. Hasil penelitian ini dapat memberikan penjelasan tentang makna

pragmatik dalam novel Tanah Tabu khususnya tindak tutur.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya,

khususnya yang ingin mengkaji tentang tindak tutur dalam novel, dan

menjadi acuan untuk peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih lanjut

tentang karya Anindita S. Thayf.

3. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi suatu karya yang

meningkatkan apresiasi karya sastra seperti novel dikalangan mahasiswa

(18)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dan Landasan Teori

2.1.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di

luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

(Kridalaksana, 2001: 117). Tindak tutur merupakan salah satu bagian dari ilmu

pragmatik. Oleh sebab itu, konsep penelitian ini adalah tindak tutur, tindak tutur

ilokusi, dan novel Tanah Tabu.

2.1.1.1 Tindak Tutur

Teori tindak tutur adalah pandangan yang mempertegas bahwa ungkapan

suatu bahasa dapat dipahami dengan baik apabila dikaitkan dengan situasi konteks

terjadinya ungkapan tersebut.

Istilah tindak tutur muncul karena di dalam mengucapkan sesuatu penutur

tidak semata-mata menyatakan tuturan tetapi dapat mengandung maksud dibalik

tuturan itu. (Purwo 1990:16) mendefenisikan tuturan sebagai ujaran kalimat pada

konteks yang sesungguhnya.

Menurut Chaer (2004:50) tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat

psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur

dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat makna atau arti

(19)

Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh dapat disimpulkan bahwa tindak

tutur adalah aktivitas tindakan dengan menuturkan sesuatu. Misalnya, tindakan

mengusir dapat dilakukan dengan tuturan “ Maaf mas, sekarang sudah jam sepuluh”

Maksud tuturan ini adalah tindakan mengusir bukan menunjukkan waktu.

2.1.1.2 Tindak Tutur Ilokusi

J. L. Austin merupakan tokoh yang pertama memperkenalkan teori tindak

tutur. Ia mengatakan bahwa secara analitis dapat dijelaskan atas 3 macam tindak

bahasa yang terjadi secara serentak, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak

perlokusi.

Tindak ilokusi adalah salah satu dari teori Austin. Tindak tutur ilokusi adalah

pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji pertanyaan, dan sebagainya. Ini erat

hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan.

Chaer (2004:53) mengatakan bahwa tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur

yang biasanya diidentifikasikan dengan kalmat performatif yang eksplisit. Tindak

tutur ilokusi biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih,

menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan. Dengan kata lain ilokusi berati melakukan

tindakan dalam mengatakan sesuatu (Leech, 1993:316).

Tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan

fungsi atau daya tuturan (Rustono, 1999:37). Tindak ilokusi tidak mudah

diidentifikasi karena tindak ilokusi ini berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa,

kapan dan di mana tindak tutur dilakukan sehingga dalam tindak tutur ilokusi perlu

disertakan konteks tuturan dalam situasi tuturan.

Contoh tindak tutur ilokusi :

(20)

2.1.1.3 Novel Tanah Tabu

Novel Tanah Tabu merupakan novel pemenang Sayembara I Novel DKJ

(Dewan Kesenian Jakarta) tahun 2008 dan diterbitkan kali pertama oleh PT

Gramedia Pustaka Utama pada Mei 2009 yang ditulis oleh Anndita S. Thayf.

Anindita Siswanto Thayf lahir di Makassar, 5 April 1978. Jatuh cinta pertama kali

dengan buku sejak usia taman kanak-kanak sampai sekarang. Mengawali kegiatan

menulis karena suka bekhayal. Novel Tanah Tabu bertutur tentang realita pedih

kaum perempuan Papua, yaitu tentang perjalanan hidup tiga perempuan suku Dani

dari tiga generasi yakni Mabel, Mace, dan Leksi.

2.1.2 Landasan Teori

2.1.2.1. Pragmatik

Pragmatik sama halnya dengan semantik yang sama-sama mengkaji tentang

makna-makna satuan lingual, hanya saja semantik mempelajari makna secara

internal, sedangkan pragmatik mempelajari makna secara eksternal, karena telaah

semantik adalah makna yang bebas konteks, sedangkan makna yang dikaji oleh

pragmatik adalah makna yang terikat konteks.

Menurut Kridalaksana (2001:176) disebutkan bahwa pragmatik adalah : (1)

syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam

komunikasi; (2) aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang

memberikan sumbangan kepada makna ujaran.

Dalam pragmatik juga dilakukan kajian tentang deiksis, praanggapan,

implikatur, tndak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana (Levinson, 1983 dalam

(21)

Dalam penelitian ini yang dibicarakan mengenai pragmatik yang terbatas

pada kajian tindak tutur yang merupakan bagian dari suatu percakapan dan

konteksnya yang mempunyai peranan penting dalam percakapan.

2.1.2.2 Tindak Tutur

Teori tindak tutur adalah pandangan yang mempertegas bahwa ungkapan

suatu bahasa dapat dipahami dengan baik apabila dikaitkan dengan situasi konteks

terjadinya ungkapan tersebut.

Dalam percakapan terjadi tindak tutur. Istilah tindak tutur berasal dari bahasa

Inggris “speech act” yang berarti ‘tindak tutur’. Namun, ada sebagian pakar

pragmatik Indonesia (seperti Purwo) yang menerjemahkannya menjadi tindak ujaran.

Dalam hal pengertian istilah Indonesia tampaknya tidak ada perbedaan antara kedua

istilah ini (Siregar, 1997:36). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan salah satu

istilah saja yaitu Tindak tutur.

Menurut Searle (1969), dalam komunikasi bahasa terdapat tindak tutur. Ia

berpendapat bahwa komunikasi bahasa bukan sekedar lambang, kata, atau kalimat,

tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau

kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur. Lebih tegasnya, tindak tutur adalah

produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan

terkecil dari komunikasi bahasa. Sebagaimana komunikasi bahasa yang dapat

berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah, begitu juga tindak tutur dapat

berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah (Rani, 2004:158)

J.L.Austin merupakan tokoh teori tindak tutur pertama yang memperkenalkan

konsep tindak tutur melalui bukunya How to do thing with words. Menurut Austin,

(22)

performatif dan tuturan yang bersifat konstantif. Selanjutnya, dinyatakan bahwa

semua tuturan pada dasarnya bersifat performatif, yang berarti bahwa dua hal terjadi

secara bersamaan ketika orang mengucapkannya. Teori tindak tutur Austin

selanjutnya mengalami perkembangan setelah Searle dalam bukunya Speech Act: An

Essay in the Philisophy of Language. Ia mengatakan bahwa secara pragmatis

setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni

tindak lokusi (locutionry act), tindak ilokusi (ilocutionary act) dan tindak perlokusi

(perlocutionary act) (Chaer dan Leonie, 2004: 53), yaitu:

1. Tindak tutur lokusi, adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam

arti “berkata”, atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan

dapat dipahami.

2. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan

dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak tutur ilokusi biasanya

berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh,

menawarkan, dan menjanjikan.

3. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya

ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik

dari orang lain.

Teori tindak tutur Austin merupakan teori tindak tutur yang berdasarkan

pembicara, sedangkan Searle melihat tindak tutur berdasarkan pendengar. Jadi,

Searle berusaha melihat bagaimana nilai ilokusi itu ditangkap dan dipahami

pendengar. Searle membuat klasifikasi dasar tuturan yang membentuk tindak tutur

ilokusi menjadi lima jenis tindak tutur, yaitu (1) Representatif; (2) Direktif; (3)

(23)

Berdasarkan pedapat Searle bahwa jenis tindak tutur ilokusi ada lima, yaitu:

1. Tindak Tutur Representatif

Menurut Yule (2006:92), tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang

menyatakan keyakinan penutur tentang ihwal realita eksternal. Tindak tutur ini

berfungsi memberi tahu orang-orang mengenai sesuatu. Artinya, pada tindak tutur

jenis representatif penutur berupaya agar kata-kata atau tuturan yang dihasilkan

sesuai dengan jenis realita dunia. Searle (dalam Leech:1993), menyebutkan tindak

tutur jenis ini sebagai tindak tutur asertif, yang mengidentifikasikan dari segi

semantik karena bersifat proposisional. Selain itu, yang bertanggung jawab terhadap

kesesuaian antara kata-kata atau tuturan dengan fakta duniawi terletak pada pihak

penutur. Yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur representatif ini, adalah

tuturan-tuturan yang bersifat penegasan, pernyataan, pelaporan dan pemerian.

2. Tindak Tutur Komisif

Yule (2006) memberi pemahaman bahwa tindak tutur komisif, penutur

menindaklanjuti atau memenuhi apa yang dituturkan. Tuturan semacam ini

mengekspresikan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Dalam penggunaan tindak

tutur komisif, penutur bertanggung jawab atas kebenaran apa yang dituturkan. Leech

(1993) mengatakan jenis tindak tutur ini memiliki fungsi menyenangkan.

Menyenangkan maksudnya adalah menyenangkan pihak pendengarnya karena dia

tidak mengacu kepada kepentingan penutur. Jenis tindak tutur yang termasuk ke

dalam jenis tindak tutur ini menurut Yule (2006:94) adalah perjanjian, ancaman,

(24)

3. Tindak Tutur Direktif

Dalam tindak tutur direktif mengandung hal yang bersifat keinginan pihak

penutur kepada orang lain untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, tindak tutur

direktif merupakan ekspresi dari apa yang penutur inginkan (Yule, 2006:93). Jenis

tindak tutur yang termasuk dalam tindak tutur jenis direktif adalah perintah,

permintaan, pemberian saran. Dalam hal ini pendengar bertanggung jawab untuk

menyelesaikan apa yang akan dilakukannya terhadap keinginan penutur.

4. Tindak Tutur Ekspresif

Yule (2006:93) berpendapat bahwa dalam tindak tutur ekspresif terdapat

pernyataan yang menggambarkan apa yang penutur rasakan. Tindak tutur ini

mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis penutur terhadap suatu keadaan,

meliputi mengucapkan terima kasih, terkejut, mengucapkan selamat datang,

mengucapkan selamat, gembira, khawatir, sombong dan rasa tidak suka.

5. Tindak Tutur Deklaratif

Berdasarkan pendapat Yule (2006:93) dapat diketahui bahwa dalam tindak

tutur deklaratif terdapat perubahan dunia sebagai akibat dari tuturan itu, misalnya

ketika kita mengundurkan diri dengan mengatakan ‘saya mengundurkan diri’,

memecat seseorang dengan mengatakan ‘Anda dipecat’, atau menikahi seseorang

dengan menyatakan ‘Saya bersedia’. Yang termasuk ke dalam jenis ini antara lain,

memecat, menyatakan perang, menikahkan, membebastugaskan (Hasibuan,

(25)

2.1.2.3Konteks

Konteks berhubungan dengan situasi berbahasa (speech situasion). Konteks

mempunyai pengaruh kuat pada penafsiran makna kata. Konteks adalah sesuatu yang

menyertai atau bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa

(Rani, 2004:190). Konteks berhubungan dengan interaksi linguistik dalam ujaran

atau lebih yang melibatkan pihak, yakni penutur dan lawan tutur dengan satu pokok

tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer dan Leonie, 2004: 47).

Suatu konteks harus memenuhi delapan komponen yang diakronimkan sebagai

S-P-E-A-K-I-N-G Hymes (dalam Chaer dan Leonie, 2004: 48-49). Komponen tersebut

adalah :

1. S (Setting and Scene), setting berkenaan dengan tempat dan waktu

tuturan berlangsung, scene adalah situasi tempat dan waktu.

2. P (Participants), pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan.

3. E (end), merujuk pada waktu dan tujuan tuturan.

4. A (act sequence), mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran.

5. K (keys), mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu

pesan disampaikan dengan senang hati, serius, mengejek, dan

bergurau.

6. I (instrumentalies), mengacu pada jalur bahasa yang digunakan.

7. N (norm of interaction and interpretation), mengacu pada tingkah

laku yang khas dan sikap yang berkaitan dengan peristiwa tutur.

8. G (genre), mengacu pada jenis penyampaian.

Setting and scene. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur

(26)

psikologis pembicara. Waktu, tempat dan situasi tuturan yang berbeda dapat

menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di lapangan

sepakbola pada waktu ada pertandingan sepakbola dalam situasi yang ramai tentu

berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang

membaca dan dalam keadaan sunyi, anda harus berbicara seperlahan mungkin.

Paticipants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa

pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima pesan.

Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara atau

pendengar; tetapi dalam khotbah di mesjid, khotib sebagai pembicara dan jemaah

sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat

menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan

menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orangtua

atau gurunya, bila dibandingkan berbicara dengan teman-temannya.

Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang

terjadi di ruang pengadilan bermaksud menyelesaikan suatu kasus perkara; namun

partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin

membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa

tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.

Act sequence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini

berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaanya, dan

hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam

kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga

(27)

Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan

disampaikan dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong,

dengan mengejek. Hal ini dapat juga ditujukan dengan gerak tubuh dan isyarat.

Instrumentalies, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur

lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalies ini juga mengacu pada

kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek, fragam, atau register.

Norm of Interaction and Interpretation, mengacu pada norma atau aturan

dalam bernteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya.

Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.

Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi,

pepatah, doa, dan sebagainya.

2.1.2.4 Aspek-aspek Situasi Tuturan

Pragmatik merupakan kajian yang mengkaji makna dalam hubungannya

dengan situasi ujar. Dengan demikian bagi penutur dan mitra tutur hendaknya

memperhatikan aspek situasi tutur di dalam komunikasinya agar antara penutur dan

mitra tutur dapat saling mengerti atas tuturannya.

Leech (1993:19-21) membagi aspek situasi tutur atas lima bagian, yaitu: (1)

penutur dan mitra tutur; (2) konteks tutur; (3) tindak tutur sebagai tindakan atau

kegiatan; (4) tujuan tuturan; (5) tuturan sebagai produk tindak verbal.

1. Penutur dan Mitra tutur

Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan fungsi

pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah

(28)

peristiwa tutur peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti, yang

semula berperan penutur pada tahap tutur berikutnya dapat menjadi mitra tutur,

demikian sebaliknya. Aspek-aspek yang terkait dengan komponen penutur dan mitra

tutur antara lain usia, latar belakang sosial, ekonomi, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, dan tingkat keakraban.

2. Konteks Tuturan

Dalam tata bahasa konteks tuturan itu mencakupi semua aspek fisik atau latar

sosial yang relevan dengan tuturan yang diekspresi. Konteks yang bersifat fisik, yaitu

fisik tuturan dengan tuturan lain, biasa disebut ko-teks. Sementara itu, konteks latar

sosial lazim dinamakan konteks. Di dalam pragmatik konteks itu berarti semua latar

belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya.

Konteks ini berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin

dinyatakan oleh penutur.

3. Tujuan Tuturan

Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan

tindakan bertutur. Komponen ini menjadikan hal yang melatarbelakangi tuturan.

Karena semua tuturan memiliki suatu tujuan.

4. Tindak Tutur sebagai bentuk Tindakan atau Aktivitas

Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas adalah bahwa tindak tutur

itu merupakan tindakan juga. Tindak tutur sebagai suatu tindakan tidak ubahnya

sebagai tindakan mencubit dan menendang. Hanya saja, bagian tubuh yang berperan

berbeda. Pada tindakan mencubit tanganlah yang berperan, pada tindakan

menendang kakilah yang berperan, sedangkan pada tindakan bertutur alat ucaplah

(29)

5. Tuturan Sebagai Produk Tindak Verbal

Tuturan itu merupakan hasil suatu tindakan. Tindakan manusia itu dibedakan

menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal. Berbicara atau bertutur

itu adalah tindakan verbal. Oleh karena tercipta melalui tindakan verbal, tuturan itu

merupakan produk tindak verbal. Tindakan verbal adalah tindak mengekpresikan

kata-kata atau bahasa.

2.1.2.5 Fungsi Tindak Ilokusi

Manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya menggunakan bahasa

sebagai alat komunikasinya. Untuk itu, fungsi bahasa bagi manusia yaitu untuk

berinteraksi dengan masyarakat penting sekali. Fungsi bahasa dalam masyarakat

tidak hanya memiliki satu fungsi saja akan tetapi ada beberapa fungsi lain, salah

satunya yaitu fungsi ilokusi.

Searle (dalam Leech yang diindonesiakan Oka 1993: 162), bahwa fungsi

ilokusi dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis sesuai dengan hubungan

fungsi-fungsi tersebut dengan tujuan-tujuan sosial berupa pemeliharaan perilaku yang sopan

dan terhormat. Adapun fungsi tindak ilokusi antara lain kompetitif, menyenangkan,

bekerja sama, dan bertentangan.

1. Fungsi Kompetitif

Fungsi kompetitif adalah tuturan yang tidak bertatakrama (discourteous),

misalnya meminta pinjaman dengan nada memaksa, sehingga di sini melibatkan

sopan santun. Tujuan ilokusi bersama dengan tujuan sosial. Pada ilokusi yang

(30)

mengurangi ketidak harmonisan; misalnya memerintah, meminta, menuntut, dan

mengemis.

2. Fungsi Menyenangkan

Fungsi menyenangkan adalah tuturan yang bertatakrama. Tujuan ilokusi

sejalan dengan tujuan social. Pada fungsi ini, sopan santun lebih positif bentuknya

dan bertujuan mencari kesempatan untuk beramah tamah; misalnya menawarkan,

mengajak atau mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, dan

mengucapkan selamat.

3. Fungsi Bekerja sama

Fungsi kerja sama adalah tidak melibatkan sopan santun karena pada fungsi

ini sopan santun tidak relevan. Tujuan ilokusinya tidak melibatkan tujuan sosial;

misalnya menyatakan, melaporkan, mengumumkan, dan mengajarkan.

4. Fungsi Bertentangan

Fungsi bertentangan adalah unsure sopan santun tidak ada sama sekali karena

fungsi ini pada dasarnya bertujuan menimbulkan kemarahan. Tujuan ilokusi

bertentangan dengan tujuan sosial; misalnya mengancam, menuduh, menyumpahi,

dan memarahi.

2.2Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki,

mempelajari), perbuatan meninjau (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:1198),

sedangkan pustaka adalah kitab, buku, primbon (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(31)

Jadi, tinjauan pustaka adalah hal-hal atau pengetahuan yang berhubungan

dengan penelitian sebagai bahan referensi yang mendukung penelitian, atau

menjelaskan hasil-hasil dari penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik yang

diteliti agar semakin jelas permasalahan penelitian yang akan dipecahkan.

Penelitian tentang tindak tutur yang relevan sebagai sumber adalah sebagai berikut:

Hasibuan (2005) mengkaji tentang Perangkat Tindak Tutur dan Siasat

Kesantunan Berbahasa dalam Bahasa Mandailing. Ia mengemukakan jenis-jenis

tindak tutur versi Searle, yaitu representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan

deklaratif. Beliau juga membahas tentang tindak tutur langsung dan tidak langsung.

Maharani (2007) dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur Percakapan

pada Komik Asterix. Ia membahas tentang jenis-jenis tindak tutur percakapan

berdasarkan teori J.L.Austin yaitu tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi serta analisis

pasangan berdampingan yang terdapat dalam percakapan komik Asterix seri ke-20.

Malau (2009) dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur dalam Seri Cerita

Kenangan Agenteuil Hidup Memisahkan Diri karya NH. Dini. Ia membahas tentang

jenis-jenis tindak tutur berdasarkan teori Searle, yaitu tindak tutur representatif,

tindak tutur komisif, tindak tutur direktif, tindak tutur deklaratif dan tindak tutur

ekspresif. Tindak tutur dalam Seri Cerita Argenteuil Hidup Memisahkan Diri

disimpulkan bahwa hanya terdapat empat jenis tindak tutur saja yaitu tindak tutur

represetatif, tindak tutur komisif, tindak tutur direktif, dan tindak tutur deklaratif.

sedangkan, tindak tutur ekspresif tidak ada ditemukan

Yani (2006) dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur Ilokusi dalam

Wacana Komik di Majalah Annida. Ia membahas tentang jenis tindak tutur ilokusi

(32)

tindak tutur direktif, tindak tutur deklaratif, dan tindak tutur ekspresif. Selain

membahas tentang jenis tindak tutur ia juga membahas tentang fungsi tindak tutur

ilokusi yang ada dalam wana komik di majalah Annida.

Penelitian tentang karya Anindita S. Thayf belum pernah dilakukan

berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian khususnya tindak tutur yang terdapat dalam novel Tanah Tabu

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian bahasa dapat dilakukan di lapangan maupun melalui

kepustakaan. Keduanya dianggap sebagai lokasi penelitian (Djajasudarma, 1993:3).

Di lapangan akan melibatkan hubungan peneliti dengan penutur bahasa yang diteliti,

sedangkan di perpustakaan (kepustakaan) melibatkan hubungan peneliti dengan

buku-buku sebagai sumber data. Penelitian ini dilakukan di perpustakaan dan tempat

khusus peneliti, yakni untuk membaca dan menyimak tindak tutur percakapan yang

terdapat dalam novel yang diteliti.

Penelitian tentang tindak tutur yang terdapat dalam novel Tanah Tabu ini

dilakukan selama waktu yang diperlukan peneliti dalam meneliti.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah sekelompok orang, benda atau hal yang menjadi sumber

pengambilan sampel, suatu kumpulan yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan

dengan masalah penelitian (KBBI, 2005:889), sedangkan sampel adalah bagian kecil

yang mewakili kelompok atau keseluruhan yang lebih besar, pencontoh (KBBI,

2005:991).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua teks percakapan yang terdapat

dalam novel Tanah Tabu. Setelah populasi dirumuskan dengan jelas, barulah kita

(34)

perlu mengambil sebagian saja dari populasi yang sering disebut sebagai sampel

(Malo, 1985:151). Oleh karena jumlah data yang banyak, maka penulis mengambil

sampel dari populasi yang tersedia. Dalam pengambilan sampel peneliti

menggunakan penarikan sampel secara random sederhana (simple random sampling)

dengan cara mengundi elemen atau anggota populasi. Populasi yang ditemukan oleh

peneliti juga digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini sumber data satu-satunya berasal dari novel Tanah Tabu

karya Anindita S. Thayf. Jadi, novel ini merupakan objek penelitian, terutama

mengenai percakapan-percakapan yang terdapat di dalamnya. Data buku yang

menjadi objek kajian ini adalah :

Judul : Tanah Tabu

No. ISBN : 978-979-22-4567-7

Penulis : Anindita S. Thayf

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tanggal Terbit : Mei-2009

Jumlah Halaman : 240

Berat Buku : -

Jenis Cover : Soft Cover

Dimensi (LxP) : -

Kategori : Sastra

Bonus : -

(35)

Metode adalah cara yang harus dilakukan, sementara itu teknik adalah cara

melaksanakan metode. Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang

digunakan adalah metode simak. Disebut metode simak atau penyimakan karena

memang berupa penyimakan, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto,

1993:133). Peneliti melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap

sumber data. Jadi, terdapat aspek penyeleksian dalam pengambilan data dari sumber

data.

Teknik yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap dan teknik

catat (Sudaryanto, 1993:134-135). Teknik simak bebas libat cakap (SBLC) yaitu

peneliti sebagai pemerhati dengan penuh minat, tekun memperhatikan calon data

yang terbentuk dan muncul dari peristiwa kebahasaan yang ada di luar dirinya

(Sudaryanto, 1993:136).

Setelah dilakukan teknik SBLC secara cermat dan teliti, kemudian dilakukan

teknik catat yaitu pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan

klasifikasi. Pencatatan dilakukan langsung ketika teknik pertama selesai digunakan

dengan alat tulis tertentu.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode dan teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah metode padan dan teknik yang sesuai adalah teknik pilah unsur penentu

(PUP) dengan daya pilah pembeda reaksi. Alat penentu metode padan berada di luar,

terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan,

sedangkan teknik pilah unsur penentu (PUP) dengan daya pilah unsur pembeda

reaksi dipergunakan untuk mengetahui reaksi yang timbul pada mitra wicara yang

(36)

menuruti atau menentang apa yang diucapkan oleh si pembicara, (2) berkata dengan

isi yang informatif, (3) tergerak emosinya, (4) diam tetapi menyimak dan berusaha

mengerti apa yang diucapkan oleh si pembicara, dan reaksi yang lain lagi

(Sudaryanto, 1993: 13-25).

Contoh:

“Sudah! Pergi sana. Main di luar saja. Jangan mengganggu di sini,” usir Mabel sambil mengibaskan sebelah tangannya yang bebas tetapi mengeluarkan aroma yang sangat khas. (hlm. 12).

Contoh percakapan di atas ditelaah dengan menggunakan teori tindak tutur

yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Menurut Searle tindak tutur dibagi

menjadi lima, yaitu :

1. Tindak tutur refresentatif

2. Tindak tutur komisif

3. Tindak tutur direktif

4. Tindak tutur ekspresif, dan

5. Tindak tutur deklaratif

Pendengar menuruti apa yang diucapkan si pembicara. Mitra tutur (Leksi)

menafsirkan bahwa dia harus melakukan apa yang dikatakan oleh penutur. Dalam hal

ini mitra wicara (Leski) bertanggung jawab untuk mematuhi keinginan penutur

(Mabel, Omanya). Pendengar menuruti apa yang diucapkan si pembicara Mitra Tutur

(Leksi) menafsirkan bahwa dia harus melakukan apa yang dikatakan oleh penutur.

Dalam hal ini, mitra wicara (Leksi) bertanggung jawab untuk mematuhi keinginan

(37)

saat memasak. Setelah Leksi memastikan apa yang dimasak oleh Mabelnya dia pun

segera pergi berlalu.

Teknik lanjutan yang digunakan dengan metode padan ini adalah teknik

hubung banding menyamakan. Hal yang hendak disamakan adalah persepsi

partisipan. Dengan demikian penutur (Mabel, Omanya Leksi) dan mitra tutur (Leksi)

pada rangkaian tuturan di atas mempunyai persepsi yang sama terhadap isi pesan,

yaitu penutur menyuruh mitra tutur untuk pergi main ke luar. Oleh karena itu,

percakapan tersebut termasuk tindak tutur yang berupa perintah.

Fungsi tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Tanah Tabu ini,

misalnya dalam contoh berikut:

“Bisakah kau jadi anak manis hari ini, Nak? Dengarkan kata kakak-kakak itu. Mereka akan mengajarkan apa yang kita tidak tahu. Jadi perhatikan baik-baik,” bisik Mabel saat melihatku yang duduk disisinya mulai banyak bergerak. (hlm. 31).

Dari cotoh di atas dapat diketahui bahwa fungsi ilokusi yang dikandung

adalah fungsi ilokusi kompetitif. Fungsi ilokusi kompetitif tuturan meminta. Di sini

Mabel meminta Leksi untuk menjadi anak manis, maksudnya bersikap tenang kala

mendengarkan penjelasan dari kakak-kakak yang datang ke daerah mereka yang akan

mengadakan pertemuan di aula kantor kepala distrik. Penjelasan tentang penyakit

(38)

BAB IV

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL TANAH TABU

KARYA ANINDITA S. THAYF

4.1 Jenis Tindak Tutur Ilokusi yang terdapat dalam Novel Tanah Tabu karya

Anindita S. Thayf

4.1.1 Tindak Tutur Representatif

Menurut Yule (2006:92) dinyatakan bahwa tindak tutur representatif

merupakan tindak tutur yang menyatakan keyakinan penutur tentang ikhwal realita

eksternal. Tindak tutur ini berfungsi memberi tahu orang-orang mengenai sesuatu.

Artinya, pada tindak tutur jenis representatif penutur berupaya agar kata-kata atau

tuturan yang dihasilkan sesuai dengan realita dunia. Searle (dalam Leech, 1993)

menyebutkan tindak tutur jenis ini sebagai tidak tutur asertif, yang

mengidentifikasikan dari segi semantik karena bersifat proposisional. Selain itu, yang

bertanggung jawab terhadap kesatuan hubungan antara kata-kata atau tuturan dengan

fakta duniawi terletak pada pihak penutur. Yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur

representatif antara lain penegasan, pernyataan, pelaporan, pemerian.

Contoh 1. Data Percakapan 2

“Aku masak tumis bunga pepaya. Kau pasti suka kan?” Ujar Mabel tanpa melihatku. Aku mengeluarkan suara senang dan segera berlalu. Aku tidak pernah membuat Mabel-ku marah. Tidak pernah sekalipun…. (Tanah Tabu, 12)

(39)

Pada tuturan tersebut percakapan dilakukan oleh Mabel kepada Kwee. Mabel

sebagai penutur dan Kwee sebagai mitra tutur. Waktu pertuturan berlangsung ketika

Mabel sedang memasak dan tempatnya adalah dapur. Tujuan pertuturan adalah

menyampaikan kepada kwee bahwa Mabel sedang memasak tumis bunga pepaya

yang disukai oleh Kwee. Bentuk ujaran adalah percakapan biasa dengan ragam

dialek yang tidak resmi. Jalur bahasa yang digunakan adalah jalur lisan.

Data percakapan tersebut adalah percakapan antara Mabel dan Kwee. Dari

percakapan diketahui bahwa reaksi mitra wicara (Kwee) yaitu diam tetapi menyimak

dan berusaha mengerti apa yang diucapkan oleh si pembicara (Mabel). Percakapan

ini juga memberi kepastian kepada Kwee bahwa dia pasti akan menyukai masakan

tumis bunga pepaya yang dimasak oleh Mabel. Dengan menggunakan teknik lanjutan

teknik hubungan banding menyamakan yaitu diketahui bahwa partisipan mempunyai

persepsi yang sama yaitu tentang tumis bunga pepaya. Oleh karena itu, percakapan

tersebut termasuk tindak tutur ilokusi representatif yang berupa pernyataan.

Contoh 2. Data Percakapan 3

“Sebab di sekolah itu ada yang namanya Bapak Guru dan Bapak Kepala Sekolah, Kwee. Mereka bisa marah dan menghukum siapa saja yang tidak mematuhi peraturan.”begitu jelas Leksi ketika melihatku mencoba membuntuti langkahnya diam-diam dari belakang. (Tanah Tabu, 16)

Konteks :

Percakapan dalam tuturan tersebut dilakukan oleh Leksi kepada Kwee. Leksi

sebagai penutur dan Kwee sebagai mitra tutur (pendengar). Percakapan berlangsung

di suatu tempat yaitu di tengah jalan yang ramai menuju sekolah Leksi yang dipenuhi

(40)

berupa percakapan lisan dengan ragam dialek. Percakapan tersebut berhubungan

dengan maksud atau topik tentang Bapak Guru dan Bapak Kepala Sekolah yang

marah dan menghukum siapa saja yang tidak mematuhi peraturan.

Pertuturan tersebut meupakan percakapan yang dilakukan oleh Leksi kepada

Kwee. Dari percakapan yang terjadi dapat diketahui bahwa reaksi mitra tutur (Kwee)

yang timbul adalah diam tetapi menyimak dan berusaha mengerti apa yang

diucapkan oleh si pembicara yaitu Leksi. Penutur berusaha menyampaikan sesuatu

yang sesuai dengan kenyataan. Leksi berusaha menyampaikan kepada Kwee bahwa

dia tidak dapat ikut belajar bersama dengan Leksi di sekolah karena di sekolah ada

yang namanya Bapak Guru dan Bapak Kepala Sekolah yang siap memarahi siapa

saja yang tidak menuruti peraturan yang dibuat oleh sekolah. Setelah diketahui reaksi

mitra tutur selanjutnya dilakukan analisis menggunakan terknik lanjutan yaitu

dengan teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa kedua partisipan

atau pihak-pihak yang terlibat dalam percakapan mempunyai persepsi yang sama

yaitu bahwa di sekolah ada namanya Bapak Guru dan Bapak Kepala Sekolah yang

siap menghukum dan memarahi siapa saja yang tidak mematuhi peraturan. Oleh

karena itu, dari percakapan tersebut dapat diketahui bahwa percakapan tersebut

termasuk tindak tutur ilokusi repsresentatif yang berupa pelaporan.

Contoh 3. Data Percakapan 4

“Kau akan pintar membaca, menulis, dan berhitung, Nak. Dengan begitu, tidak ada lagi penjaga warung yang akan mengambil uang gula-gulamu,” ungkap Mabel manis. (Tanah Tabu, 17)

(41)

Leksi dan Mabel adalah partisipan dalam percakapan di atas. Penutur adalah

Mabel sedangkan Leksi adalah mitra tutur atau pendengar. Tempat berlangsungnya

pertuturan adalah rumah dengan situasi saat menyuruh Leksi pergi ke sekolah di

mana Leksi sangat tidak suka disuruh untuk pergi ke sekolah. Bentuk ujaran

berlangsung dengan percakapan biasa secara lisan dengan ragam dialek yang tidak

resmi. Percakapan tersebut berhubungan dengan maksud atau topik tentang manfaat

dari bersekolah.

Peristiwa yang terjadi adalah peristiwa tentang percakapan yang berlangsung

antara Mabel dengan Leksi. Dari percakapan yang berlangsung dapat diketahui

bahwa reaksi mitra tutur (pendengar) adalah diam dengan setia menyimak serta

berusaha mengerti apa maksud yang diucapkan oleh si pembicara (Mabel). Penutur

beusaha menyampaikan segala sesuatu sesuai dengan kenyataan. Mabel berusaha

menyimpulkan bahwa dengan bersekolah Leksi akan dapat menjadi anak yang pintar

yaitu pintar membaca, menulis dan berhitung sehingga nanti tidak ada lagi penjaga

warung yang akan mengambil uang gula-gulanya. Setelah diketahui reaksi dari mitra

tutur selajutnya dilakukan teknik hubung banding menyamakan yaitu menyamakan

persepsi di antara partisipan yaitu mempunyai persepsi yang sama tentang manfaat

dari bersekolah yaitu akan membuat pintar membaca, menulis dan berhitung. Dengan

diketahui reaksi dari mitra tutur maka percakapan tersebut termasuk ke dalam jenis

tindak tutur ilokusi representatif yang berupa penyimpulan.

Contoh 4. Data Percakapan 11

(42)

Bagaimana? Aku berceloteh ringan sambil terus mengekori langkahnya dari kamar menuju dapur untuk mengambil sarapan. (Tanah Tabu, 20)

Konteks :

Partisipan dalam percakapan tersebut adalah antara Leksi dan Mace. Leksi

bersifat sebagai penutur sedangkan Mace (Lisbeth) ibunya Leksi merupakan mitra

tutur atau pendengar. Tempat berlangsungnya pertuturan adalah kamar dengan

situasi tidak begitu ramai saat waktu sedang mengambil sarapan. Bentuk ujaran

berlangsung dengan percakapan biasa secara lisan dengan ragam dialek yang tidak

resmi. Percakapan tersebut berhubungan dengan maksud atau topik tentang

keinginan Mace untuk melihat Leksi memakai baju abu-abu yang sering dipakai oleh

anak SMA yang sering berpapsan dengannya di pasar.

Percakapan dilakukan antara Leksi dengan Mace. Dari percakapan yang

berlangsung dapat diketahui reaksi antara mitra wicara (pendengar) kepada penutur

yaitu berkata atau menjawab dengan isi yang bersifat informatif. Penutur dalam hal

ini berusaha menyatakan sesuatu yang sesuai dengan kenyataan. Penutur yaitu Leksi

berusaha memerikan keinginannya kepada Mace yang memaksanya untuk sekolah.

Akhirnya Leksi memberanikan diri bertanya tentang keinginannya untuk dibelikan

saja rok abu-abu itu. Ia ingin tahu apakah Mace akan melihatnya dengan rasa bangga

atau tidak. Dengan melihat reaksi dari pendengar selanjutnya dilakukan analisis

dengan menggunakan teknik lanjutan yaitu teknik hubung banding menyamakan

dapat diketahui bahwa persepsi di antara penutur dan mitra tutur adalah sama yaitu

keinginan untuk memakai baju putih dan rok abu-abu. Dengan demikian percakapan

yang berlangsung tersebut termasuk tindak tutur ilokusi representatif yang berupa

(43)

Contoh 5. Data Percakapan 25

“Semua makanan itulah yang membuatku bisa segemuk ini, walaupun hanya bisa makan keladi, sagu, ubi, atau sesekali daging kalau ada yang berpesta. Karena itu, aku akan bekerja sekeras mungkin untuk membelikanmu roti, keju, dan susu. Sabar saja, Nak. Aku akan membuatmu segemuk dia.” Lalu mata Mabel menatap Kwee dengan pandangan penuh arti. (Tanah Tabu, 35)

Konteks :

Waktu tuturan berlangsung ketika sebelum tidur dengan tempat tuturan

adalah kamar. Partisipan atau pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan adalah Mabel

dan Leksi. Mabel sebagai penutur sedangkan Leksi sebagai mitra tutur. Maksud dan

tujuan serta topik pembicaraan adalah tentang makanan yang sering dulu dimakan

oleh Mabel sehingga membuat dia gemuk. Bentuk ujaran merupakan percakapan

biasa secara lisan dengan ragam dialek yang tidak resmi.

Contoh tersebut adalah percakapan yang dilakukan oleh Mabel dan Leksi.

Dari prcakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra wicara

(Leksi) yaitu diam dengan menyimak serta berusaha mengerti apa yang diucapkan

oleh si penutur (Mabel). Penutur berusaha menyakinkan mitra tutur dengan

mengucapkan sesuatu sesuai dengan kenyataan. Percakapan ini memberi pengertian

kepada Leksi tentang jenis makanan yang sulu sering dimakan oleh Mabel yang

membuat dia gemuk yaitu roti, keju,dan susu yang membuat Leksi semakin ingin

mencicipi makanan tersebut. Dengan menggunakan teknik hubung banding

menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan mempunyai persepsi yang sama yaitu

tentang manfaat dari roti, keju dan susu yang dapat membuat gemuk. Oleh karena

itu, percakapan tersebut termasuk dalam tindak tutur ilokusi representatif yang

(44)

Contoh 6. Data Percakapan 91

“Tapi harga seekor ayam sangat mahal. Seratus ribu untuk seekor ayam kampung,” gumam mace seakan ditujukan kepada dirinya sendiri. Tangannya terus sibuk mengikat sayur.

“Ampun! Sebegitu mahalkah?”

“Memang mahal dari dulu. Apalagi sekarang semua barang de1 pu2 harga naik.(Tanah Tabu, 80).

Konteks :

Pertuturan berlangsung di sebuah Pasar. Partisipan dalam percakapan ini

adalah Mace dengan seorang pembeli(wanita). Mace bertindak sebagai penutur dan

pembeli tersebut sebagai pendengar. Pembicaraan tersebut membicarakan tentang

kebutuhan rumah tangga yang serba mahal. Bentuk percakapan merupakan

percakapan biasa dengan ragam lisan yang tidak resmi dengan ragam dialek.

Dari data percakapan di atas dapat diketahui bahwa reaksi yang ditimbulkan

oleh mitra tutur (seorang wanita pembeli) adalah berkata dengan isi yang informatif.

Penutur berusaha menyampaikan sesuatu sesuai dengan kenyataan. Wanita tersebut

berkata tentang kebutuhan yang serba mahal yaitu dengan berkata Sebegitu

mahalkah?. Mace menegaskan bahwa memang mahal dari dulu, seperti harga seekor

ayam yaitu seratus ribu. Dengan menggunakan teknik lanjutan hubung banding

menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan dalam hal ni mempunyai persepsi

yang sama yaitu harga kebutuhan semua serba mahal. Oleh karena itu, percakapan

ini merupakan tindak tutur representatif yang berupa penegasan. Penegasan dalam

hal ini adalah penegasan tentang harga kebutuhan yang mahal.

1 dia 2

(45)

4.1.2 Tindak Tutur Komisif

Yule (2006) memberi pemahaman bahwa tindak tutur komisif, penutur

menindaklanjuti atau memenuhi apa yang dituturkan. Tuturan semacam ini

mengekspresikan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Dalam penggunaan tindak

tutur komisif, penutur bertanggung jawab atas kebenaran apa yang dituturkan. Leech

(1993) mengatakan jenis tindak tutur ini memiliki fungsi menyenangkan.

Menyenangkan maksudnya adalah menyenangkan pihak pendengarnya karena dia

tidak mengacu kepada kepentingan penutur. Jenis tindak tutur yang termasuk ke

dalam jenis tindak tutur ini menurut Yule (2006:94) adalah perjanjian, ancaman,

penolakan dan jaminan .

Contoh 7. Data Percakapan 187

“Kaye hanya sakit panas. Tapi kau tenang saja. Sekarang ada Mama yang mengurus di dalam. Hari ini dia mungkin tidak ke kebun.” (Tanah Tabu, 148)

Konteks :

Partisipan dalam percakapan adalah Leksi degan Yosi. Leksi sebagai mitra

tutur sedangkan Yosi bertindak sebagai penutur. Percakapan tersebut berlangsung

sebelum Leksi berangkat sekolah ketika Yosi sedang menyapu halaman. Percakapan

tersebut membicarakan tentang kabar adeknya Yosi yang sedang sakit. Bentuk

percakapan adalah percakapan biasa dengan ragam lisan yang tidak resmi.

Dari percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra

wicara (Leksi) yaitu diam dan menyimak. Penutur menindaklanjuti atau memenuhi

apa yang dituturkan. Tuturan dalam percakapan tersebut mengekspresikan apa yang

(46)

Penutur berusaha menyenangkan hati mitra tutur (Leksi) dengan menjamin bahwa

adeknya (Kaye) hanya sakit panas dan ada Mama yang akan mengurusnya sehingga

mereka dapat bermain bersama lagi. Dengan menggunakan teknik lanjutan hubung

banding menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan mempunyai persepsi yang

sama yaitu jaminan bahwa adeknya Yosi tidak apa-apa hanya sakit panas saja.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa tindak tutur tersebut termasuk dalam jenis

tindak tutur ilokusi komisif yang berupa jaminan.

Contoh 8. Data Percakapan 188

“Nanti saja kita main lagi kalau Kaye sudah sembuh. Aku yakin, besok dia pasti sudah tidak panas,” begitu janji Yosi sebelum tangis Kaye memanggilnya kembali ke dalam rumah (Tanah Tabu, 148)

Konteks :

Percakapan tersebut berlangsung ketika adek Yosi (Kaye) menangis saat dia

dan Leksi sedang bermain bersama. Partisipan dalam percakapan adalah Leksi

dengan Yosi. Pembicaraan bermaksud untuk menyampaikan bahwa jika adeknya

Yosi sudah sembuh maka dia bersama Leksi akan bermain lagi bersama. Bentuk

percakapan adalah percakapan biasa dengan ragam lisan yang tidak resmi.

Dari percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra

wicara (Leksi) yaitu diam dan menyimak. Penutur menindaklanjuti atau memenuhi

apa yang dituturkan. Tuturan dalam percakapan tersebut mengekspresikan apa yang

dimaksudkan oleh penutur yaitu bertanggung jawab atas kebenaran yang dituturkan.

Penutur berusaha menyenangkan hati mitra tutur (Leksi) dengan berjanji bahwa jika

adeknya (Kaye) sudah sembuh dan tidak sakit panas lagi maka dia akan bermain

(47)

menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan mempunyai persepsi yang sama yaitu

tentang janji Yosi yang akan bermain bersama lagi jika Kaye sudah sembuh dan

tidak panas lagi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tindak tutur tersebut

termasuk dalam jenis tindak tutur ilokusi komisif yang berupa perjajian.

Contoh 9. Data percakapan 193

“Sudahlah, Kori! Kau ini. Hentikan cerita itu.”

“Ah, tidak-tidak! Tidak bisa, Anabel. Cucumu harus tahu sedikit tentang masa lalu neneknya.” (Tanah Tabu, 151)

Konteks :

Partisipan dalam percakapan tersebut adalah Kori dan Anabel (Mabel). Kori

sebagai penutur dan Anabel sebagai mitra tutur. Percakapan tersebut membahas

tentang kisah pahit yang dialami oleh Anabel pada masa lalu. Bentuk ujaran

merupakan percakapan biasa dengan ragam dialek yang tidak resmi.

Dari data percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh

mitra wicara adalah berkata dengan isi yang informatif serta penutur

menindaklanjutin apa yang dituturkan. Penutur bertanggung jawab atas kebenaran

yang dituturkan. Penutur berusaha menyampaikan sesuai dengan kenyataan. Penutur

menolak apa yang diinginkan oleh mitra tutur. Dengan menggunakan teknik hubung

banding menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan memiliki persepsi yang sama

yaitu bahwa Kori tetap ingin menyampaikan kisah masa lalu dari Mabel kepada

Leksi (cucu Anabel). Dengan demikian dapat diketahui bahwa percakapan tersebut

(48)

Contoh 10. Data Percakapan 198

“Karena itu, Leksi, berjanjilah kepadaku untuk rajin bersekolah hingga kau kelak menjadi anak pintar yang akan membanggakan Mace3 dan Mabel-mu. Kau mau?” (Tanah Tabu, 163)

Konteks :

Partisipan dalam percakapan tersebut adalah Mama Kori dan Leksi. Mama

Kori sebagai penutur dan Leksi sebagai mitra tutur. Percakapan tersebut membahas

tentang kisah pahit yang dialami oleh Anabel pada masa lalu dan nasehat Mama Kori

kepada Leksi agar Leksi rajin belajar. Bentuk ujaran merupakan percakapan biasa

dengan ragam dialek yang tidak resmi.

Dari percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra

wicara (Leksi) yaitu diam dan menyimak. Penutur menindaklanjuti atau memenuhi

apa yang dituturkan. Tuturan dalam percakapan tersebut mengekspresikan apa yang

dimaksudkan oleh penutur yaitu bertanggung jawab atas kebenaran yang dituturkan.

Penutur menyampaikan kepada mitra tutur agar berjanji belajar dan bersekolah

dengan rajin supaya kelak menjadi anak yang pintar. Dengan menggunakan teknik

lanjutan hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan mempunyai

persepsi yang sama yaitu tentang perjanjian antara Leksi dengan Mama Kori yaitu

perjanjian supaya Leksi bersekolah dengan rajin agar bisa membanggakan Mabel dan

Mace kelak. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tindak tutur tersebut termasuk

dalam jenis tindak tutur ilokusi komisif yang berupa perjajian.

(49)

4.1.3 Tindak Tutur Direktif

Dalam tindak tutur direktif mengandung hal yang bersifat keinginan pihak

penutur kepada orang lain untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, tindak tutur

direktif merupakan ekspresi dari apa yang penutur inginkan (Yule, 2006:93). Jenis

tindak tutur yang termasuk dalam tindak tutur jenis direktif adalah perintah,

permintaan, pemberian saran. Dalam hal ini pendengar bertanggung jawab untuk

menyelesaikan apa yang akan dilakukannya terhadap keinginan penutur.

Contoh 11. Data Percakapan 18

“Kalau ada orang yang datang kepadamu dan bilang ia akan membuatmu jadi lebih kaya, bantingkan saja pintu di depan hidungnya. Tapi kalau orang itu bilang ia akan membuatmu lebih pintar dan maju, suruh dia masuk. Kita boleh menolak uang karena bisa saja ada setan yang bersembunyi di situ. Namun hanya orang bodoh yang menolak diberi ilmu cuma-cuma. Ilmu jauh lebih berharga daripada uang, Nak. Ingat itu,” jawab Mabel tatkala kutanya mengapa sikapnya berubah hangat kepada orang-orang itu. (Tanah Tabu, 30)

Konteks :

Percapakan berlangsung di rumah. Partisipan dalam percakapan adalah Mabel

dan Leksi. Percakapan tersebut membahas tentang jaminan Mabel kepada Leksi

bahwa jika suatu saat nanti ada orang kaya datang untuk membuat Leksi menjadi

kaya seharusnya langsung ditolak, tetpi jika ada orang yang ingin membuat Leksi

menjadi lebih pintar dan maju, langsung diterima saja. Bentuk percakapan adalah

percakapan biasa dengan ragam lisan yang tidak resmi.

Percakapan tersebut merupakan percakapan antara Mabel dengan Leksi.

Mabel sebagai penuturdan Leksi sebagi mitra tutur. Dari percakapan tersebut dapat

(50)

menyimak apa yang diucapkan oleh si pembicara serta mitra wicara berusaha

mengerti. Penutur berkeinginan agar orang lain melakukan sesuatu yaitu

mengharapkan Leksi dapat mengerti bahwa jika nanti ada orang orang kaya yang

datang dan berkata membantu untuk menjadi lebih kaya tidak usah dipercayai, tetapi

jika suatu saat nanti ada yang menawarkan untuk membuat Leksi menjadi anak yang

pintar dan maju langsung diterima saja karena Mabel menjamin bahwa hanya orang

bodoh yang menolak diberi ilmu cuma-cuma. Ilmu jauh lebih berharga daripada

uang. Dengan menggunakan teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui

bahwa partisipan mempunyai persepsi yang sama yaitu meminta mitra wicara untuk

menerima orang yang akan memberikan dia ilmu. Oleh karena itu, percakapan

tersebut merupakan tindak tutur ilokusi yang berupa permintaan.

Contoh 12. Data Percakapan 141

“Selamat Natal, Anabel.’ “Terima kasih, Nyonya.”

“Bukan begitu. Kau harus membalas bilang, ‘Selamat Natal’ juga.” “Baiklah. Selamat Natal juga, Nyonya.”

“Sama-sama, Anabel. Sama-sama.” (Tanah Tabu, 119)

Konteks :

Partisipan dalam percakapan tersebut adalah Anabel (Mabel) dan Nyonya

Hermine (Sepasang suami istri dari Belanda yang menjadikan Mabel sebagai anak

piaraan mereka). Percakapan tersebut berlangsung di rumah Nyonya Hermine ketika

sedang menyambut perayaan hari Natal. Percakapan tersebut membicarakan tentang

ucapan selamat natal. Percakapan berlangsung dengan percakapan biasa dengan

(51)

Dari percakapan yang berlangsung dapat diketahui bahwa Nyonya Hermine

adalah bertindak sebagai penutur dan Anabel (Mabel) sebagai mitra tutur. Dari

percakapan tersebut dapat diketahui rekasi yang ditimbulkan oleh mitra tutur

(Anabel) adalah berkata dengan isi yang informatif. Penutur berharap mitra tutur

melakukan sesuatu yaitu berharap Anabel membalas kembali ucapan Selamat Natal

yang diutarakannya. Anabel membalasnya kembali. Dengan menggunakan teknik

lanjutan teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa kedua

partisipan dalam percakapan tersebut memiliki persepsi yang sama yaitu tentang

Pemberian saran Nyonya Hermine kepada Anabel untuk kembali mengucapkan

selamat Natal juga jika ada yang mengucapkan selamat Natal kepada Anabel

(Mabel). Dengan demikian, percakapan tersebut termasuk ke dalam jenis tindak tutur

ilokusi direktif yang berupa pemberian saran. Pemberian saran yang dimaksudkan

adalah saran tentang mengucapkan selamat Natal kembali kepada orang yang

mengucapkan selamat Natal kepada kita.

Contoh 13. Data Percakapan 138

“Natal adalah saatnya berbagi cinta kasih!” begitu teriak Nyonya Hermine sambil menjadikan kedua tangannya corong,” jadi alangkah baiknya jika Anda membicarakan baik-baik masalah Anda dengan keluarga di rumah.”(Tanah Tabu,117)

Konteks:

Percakapan tersebut berlangsung di pinggir jalan di bawah sebuah pohon

pinang tinggi ketika Anabel dan Mabel keluar dari sebuh toko sepatu. Partisipan

dalam percakapan adalah Nyonya Hermine dan seorang ibu yang berniat bunuh diri

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam skenario film Titanic ditemukan seluruh kategori tindak tutur ilokusi yang meliputi: 47 tuturan representatif, 85 tuturan direktif,

Hasil dari penelitian terdapat sembilan tindak tutur lokusi, Sembilan tindak tutur ilokusi, dan tiga tindak tutur perlokusi pada novel Rembulan Tenggelam Di

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa tindak tutur yang terdapat dalam novel tersebut, yaitu tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi serta klasifikasi dari

Bagi peminat pragmatik dapat meneliti jenis tindak tutur yang lain seperti tindak tutur direktif, tindak tutur deklaratif, dan tindak tutur komisif yang terdapat pada novel

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa tindak tutur yang terdapat dalam novel tersebut, yaitu tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi serta klasifikasi dari

Dalam penelitian ini hanya ditemukan 3 jenis modalitas dalam tindak tutur ilokusi representatif, sehingga untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menemukan data

Di samping itu, penelitian ini juga memfokuskan pada jenis tindak tutur ilokusi direktif karena pada penggunaan kalimat yang berkaitan dengan jenis tindak tutur

Dari hasil penelitian dalam novel “Sepetak Rumah untuk Tuan Biswas” karya V.S Naipaul telah ditemukan berbagai jenis tindak tutur ilokusi komunikatif. Masing-masing