• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak Tutur Dalam Novel Pertemuan Dua Hati Karya NH. Dini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tindak Tutur Dalam Novel Pertemuan Dua Hati Karya NH. Dini"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Bambang. 1994. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Malang: Airlangga.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Depatemen Pendidikan Nasional.2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

Dini, N.h. 2003. Pertemuan Dua Hati. Jakarta: Gramedia

Mulyana, 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana

Pangaribuan, Tagor. 2008. Paradigma Bahasa. Yogyakarta: Graha Ilmu

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.

Jakarta: Erlangga.

Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: IKIP Press.

Siregar, Asrul. 1997. Pragmatik Dalam Linguistik. Medan: FIB USU.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana

University Press.

Tarigan, Hendri Guntur. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa

Skripsi

(2)

Merlyn. 2013. “Tindak Tutur Asertid dan Direkif dalam Novel Perahu

Kertas Karya Dewi Lestari”. Medan. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Tampubolon,Rina Desliah. 2013. “ Tindak Tutur dalam Iklan Radio 105.8 Delta Fm Medan”. Medan. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara

Nurcahaya, Vera. 2010. “Tuturan Pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba”. Medan. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Website

(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Penelitian

Adapun waktu yang diperlukan penulis dalam melakukan penelitian

adalah selama empat minggu. Waktu penelitian ini sesuai dengan rencana

penelitian skripsi yang telah dilampirkan.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel berasal dari sumber data. Sumber data dalam

penelitian ini adalah sebuah novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini.

Populasi adalah sekelompok orang, benda, atau hal yang menjadi sumber

pengambilan sampel, suatu kumpulan yang memenuhi syarat tertentu yang

berkaitan dengan masalah penelitian (KBBI, 2007:889). Sampel adalah sebagian

dari pemakaian bahasa yang mewakili dari satu populasi (Sudaryanto, 1990:157).

Berdasarkan dari pengertian populasi diatas, maka yang menjadi populasi

dalam penelitian ini adalah tindak tutur secara keseluruhan yang ada di dalam

novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini. Dalam penelitian ini peneliti

mengambil sebanyak sepuluh sampel percakapan yang diambil secara acak pada

novel karya Nh. Dini tersebut.

(4)

Data pada analisis wacana selalu berupa teks, baik lisan maupun tulisan.

Sumber data dalam penelitian ini adalah data tulis yang terdapat dalam novel

tersebut.

Pada penelitian ini data diperoleh dengan menggunakan metode simak.

Metode ini dinamakan demikian karena pelaksanaan metode ini adalah dengan

menyimak peggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Metode simak ini

diwujudkan dengan menggunakan teknik catat. Teknik catat digunakan untuk

mencatat data-data yang dibutuhkan.

3.4 Metode dan Teknik Pengkajian Data

Setelah semua data dikumpulkan, kemudian data-data tersebut dianalisis

untuk menyelesaikan permasalahan penelitian yang telah ditetapkan.

Dalam menganalisis data digunakan metode padan. Dalam hal ini peneliti

terlebih dahulu membaca dan mendeskripsikan (memaparkan atau

menggambarkan dengan kata-kata secara jelas dan terperinci) novel karya Nh.

Dini lalu menganalisis teks novel yang berupa percakapan, kemudian menentukan

jenis tindak tuturnya.

Contoh. Data percakapan dalam novel pertemuan dua hati.

Anak: ”Di sana lebih banyak pohon buah ya, bu”

Ibu : ”Karena kebanyakan rumah di sana punya pekarangan”

Anak: ”Di rumah kita malahan ada tiga macam: golek, lalijiwo, lalu apa Bu, satunya lagi?”

Ibu: ”Gadung, di tempat kakek lebih banyak lagi. Hampir semua jenis mangga ada.”

Anak: ”karena tempat kakek lebih luas dari rumah kita disana”

Ibu: ”Di sana itu bukan rumah kita sayang. Sekarang di semarang inilah rumah kita.”

(5)

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin

dan Searle, maka data tuturan diatas akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel

Tuturan

Jenis Tindak Tutur Menurut Austin Jenis Tindak Tutur Ilokusi Menurut Searle

Lokusi Ilokusi Perlokusi

(6)

jenis pohon

mangga yang tumbuh di sepanjang jalan. Mereka berbincang sambil

memperhatikan halaman rumah orang kota yang jarang ditumbuhi buah-buahan.

Si anak bungsu mulai membandingkan tempat tinggalnya yang sekarang dengan

(7)

Pada tuturan (1) menyatakan bahwa <anak> memberitahukan kepada

ibunya bahwa di sana lebih banyak pohon buah. Tuturan tersebut disampaikan

secara sengaja oleh <anak> yang disebut dengan tindak lokusi. Selain tindak

lokusi, tuturan (1) juga mempunyai maksud yang ingin disampaikannya, yaitu

memberitahu di sana tempat mereka tinggal dahulu lebih banyak pohon buahnya

dari pada di daerah tempat tinggalnya yang sekarang. Tindak ini disebut dengan

tindak ilokusi. Dari tuturan tersebut kemudian timbul efek oleh lawan tutur ketika

mendengar perkataan dari lawan bicaranya tersebut yang disebut tindak

perlokusi. Tindak tersebut muncul pada tuturan (2) dengan memberikan jawaban

oleh <ibu> atas pernyataan tersebut.

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <ibu> menyahut pernyataan

anaknya tentang apa yang dilihat dan dibandingkan si <anak>. Tindak ilokusi

pada tuturan (2) adalah <ibu> bermaksud menjelaskan bahwa rumah di desa lebih

banyak yang memiliki pekarangan, sehingga banyak ditumbuhi pepohonan. <ibu>

memberikan pemahaman tentang kehidupan di desa dan kota yang jauh berbeda.

Tindak perlokusinya, yaitu muncul pada tuturan (3) dengan memberikan respon

tambahan oleh <anak> mengenai lingkungan hidup tempat mereka sekarang

tinggal.

Tindak lokusi pada tuturan (3) yaitu <anak> merespon kembali penjelasan

dari ibunya dengan menyebutkan berbagai jenis pohon buah yang ada di

rumahnya dahulu. Tindak ilokusi pada tuturan (3) yaitu menyatakan bahwa di

rumahnya ada tiga macam pohon buah dan bertanya kembali karena lupa dengan

(8)

dan merasa bahwa lingkungan rumah yang terdahulu lebih menyenangkan dari

pada yang sekarang. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (4) dengan respon

jawaban dari pertanyaan <anak>.

Tindak lokusi pada tuturan (4) <ibu> menyatakan pada <anak> bahwa di

rumah kakek lebih banyak lagi pohon buah. Tindak ilokusi pada tuturan (4) <ibu>

merespon pertanyaan <anak> dan menyatakan bahwa di rumah kakek lebih

banyak lagi pohon buah. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (5) dengan respon

dari <anak> mengenai pernyataan <ibu> sebelumnya.

Tindak lokusi pada tuturan (5) <anak> merespon pernyataan <ibu>

mencoba untuk mengungkapkan isi hatinya tentang kecintaan <anak> tinggal

dirumah yang lama. <anak> selalu menganggap rumah lama dikampung jauh

lebih menyenangkan. Tindak ilokusi pada tuturan (5) adalah bermaksud

menyatakan isi pemikiran nya tentang keinginan hatinya menetap di kampung

tempat tinggal mereka terdahulu. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (6)

dengan respon dan penjelasan dari <ibu>

Tindak lokusi pada tuturan (6) yaitu <ibu> merespon pernyataan yang dari

isi pemikiran anaknya. <ibu> ingin memberikan penjelasan secara perlahan agar

anaknya dapat mengerti dan menerima secara perlahan kehidupan baru mereka

dikota. Tindak ilokusi tuturan (6) yaitu <ibu > bermaksud menjelaskan bahwa di

sana bukan lah rumah mereka lagi, melainkan mereka sudah pindah kerumah yang

baru. <ibu> mengerti bahwa tak mudah <anak> bersosialisai dan melupakan

kenangan di kampung tempat mereka tinggal selama bertahun-tahun. Tindak

(9)

terdiam dam terus mengingat kenangan di kampung tempat mereka tinggal

dahulu. Bagi <anak> seluruh kehidupan di kampung tempat mereka tinggal

dahulu jauh lebih baik dari pada yang sekarang.

3.5 Metode dan Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis disajikan dengan metode informal dan formal. Pelaksanaan

kedua metode tersebut dibantu dengan teknik yang merupakan perpaduan dari

kedua metode tersebut, yaitu penggunaan katakata dan tanda-tanda atau lambang

(Sudaryanto, 1993: 145). Penyajian hasil analisis juga mengikuti proses deduktif

(10)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Jenis Tindak Tutur yang Digunakan dalam novel Pertemuan Dua Hati

Setelah data terkumpul makan akan dianalisis dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

Data Percakapan 1:

Bu Suci: ”Raharjo! Pergilah ke rumah Waskito sepulang dari sekolah nanti! Tanyakan mengapa dia lama tidak masuk!”

Bu Suci: ”Raharjo? Kamu tidak tahu rumah Waskito?” Raharjo: ”Tahu, Bu.”

Bu Suci: ”Lalu? Terlalu jauh buat kamu?”

Raharjo: ”Oh, tidak Bu! Saya selalu melaluinya kalau berangkat atau

pulang!”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati, halaman 26)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Raharjo. Pagi itu Bu Suci sedang memulai pelajaran di kelasnya

dengan santai. Hari itu anak didiknya yang bernama Waskito belum juga masuk

(11)

mengenal waskito agar dapat melihat keadaan Waskito yang sudah dua hari tidak

masuk sekolah.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin

dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 1

Tuturan

(12)

4. Lalu?

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = 2 kali

Raharjo: ”Dia anak orang kaya Bu”

(13)

mengetahui bahwa orang kaya tidak perlu ditakuti.” Raharjo: ”Biar Waskito tidak masuk Bu, kami malah senang!”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati, halaman 27)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Raharjo. Di dalam ruang kelas pada pagi itu Bu Suci menanyai

murid yang mengetahui rumah Waskito, karena Waskito sudah beberapa hari

tidak masuk kelas. Bu Suci sangat heran karena seluruh murid di kelas terlihat

sangat tidak menyukai Waskito. Mereka selalu menghindar ketika ditanyai perihal

Waskito. Menurut mereka Waskito adalah anak yang sangat nakal.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin

dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 2

Tuturan

Jenis Tuturan Menurut Austin Jenis Tindak Tutur Ilokusi Menurut Searle Lokusi Ilokusi Perlokusi

(14)

kalian

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = 1 kali

Tindak Tutur Direktif = 1 kali

Tindak Tutur Ekspresif = 1 kali

Tindak Tutur Deklaratif = -

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 3

(15)

Murid: ”Saya dan teman yang lainnya Bu”

Bu Suci: ”Bagaimana terjadi? Kalian bergelut? Bertengkar kemudian berkelahi?”

Murid: ”Tidak Bu, kalau saya memang bertengkar lalu dipukul. Tapi kebanyakan tanpa ada yang dipersoalkan Bu, tiba-tiba dia memukul”

(sumber: nover Pertemuan Dua Hati karya halaman 28)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Murid. Masih di dalam ruangan kelas, Bu Suci ingin

mengetahui apa penyebab murid-muridnya tidak menyukai Waskito. Bu suci

semakin heran karena seluruh murid mengatakan Waskito adalah anak yang jahat.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin

dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 3

Tuturan

(16)

kelainan. Suka memukul, menyakiti siapa saja

(17)

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = 4 kali

Tindak Tutur Direktif = 1 kali

Tindak Tutur Ekspresif = -

Tindak Tutur Deklaratif = -

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 4

Bu Suci: ”Siapa lagi yang pernah berurusan dengan Waskito?” Murid: ”Saya dilempari batu-batu besar Bu. Untung tidak kena, tetapi

lampu sepeda saya pecah. Saya kena marah di rumah.” Bu Suci: ”Kamu katakan bahwa Waskito yang memecahkannya?” Murid: ”Saya bilang tabrakan dengan teman.”

Bu Suci: ”Mengapa?”

Murid: ”Bapak tidak suka saya buat perkara di sekolah.”

(sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 29)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Murid. Di ruang kelas pada waktu itu seluruh anak mengelukan

tentang kenakalan Waskito. Di ruang kelas tersebut Bu Suci mencari tahu tentang

(18)

karena seluruh siswa mulai mengungkapkan apa yang pernah dialami oleh

mereka.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin

dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 4

Tuturan

(19)

4. Saya bilang

5. Mengapa? Menanyakan mengapa

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = 3 kali

Tindak Tutur Direktif = -

Tindak Tutur Ekspresif = 3 kali

Tindak Tutur Deklaratif = -

(20)

Data Percakapan 5

Nenek: ”Tua-tua masih praktek jeng, hanya dua kali seminggu. Dia

bergantian dengan dokter muda, muridnya sendiri. Sekalian menolong, hasilnya buat tambah-tambah belanja”

Bu Suci: ”Di samping itu Bapak tidak bekerja di mana-mana lagi, Bu?” Nenek: ” masih. Setiap pagi ke Rumah Sakit Karyadi. Gaji pemerintah

jeng!” Katanya hanya supaya tidak ketinggalan metode-metode baru. Diminta ke rumah sakit lain yang lebih dapat menghasilkan uang, tetapi sudah lelah.

Katanya biar yang muda-muda saja, yang penting sekarang mengajar.”

(sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 36)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Nenek. Pada suatu sore yang telah ditentukan, Bu Suci

berkunjung ke rumah kakek dan nenek Waskito. Bu Suci bertemu dengan kakek

dan nenek Waskito yang usianya sebaya dengan orang tua Bu Suci. Si kakek

sebentar menyalam Bu Suci, lalu kembali masuk ke kamar praktek dokter.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin

dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 5

Tuturan

(21)
(22)

muda saja, yang penting sekarang mengajar

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = 1 kali

Tindak Tutur Direktif = -

Tindak Tutur Ekspresif = 1 kali

Tindak Tutur Deklaratif = -

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 6

Waskito: “Tidak Bu! Saya di sini saja!” Bu Suci: ”Mengapa?”

Waskito: “Tidak Bu!”

Bu Suci: “Baiklah! Saya kira, saya tahu mengapa kamu tidak mau

pindah!”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 54)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

(23)

memperhatikan setiap siswa yang hadir di dalam ruangan. Kala itu Bu Suci sudah

mulai menghapal nama-nama muridnya. Hari itu Bu suci menyuruh murid-murid

untuk berpindah-pindah tempat sesuai arahan dari Bu Suci. Bu Suci mengatur

tempat duduk agar murid dapat menyerap pelajaran dengan maksimal sesuai

dengan teman sebangku yang diharapkan dapat memberikan pengaruh yang baik.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin

dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 6

Tuturan

Jenis Tindak Tutur Menurut Austin Jenis Tindak Tutur Ilokusi Menurut Searle

Lokusi Ilokusi Perlokusi

1. Tidak Bu!

(24)

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = -

Tindak Tutur Direktif = -

Tindak Tutur Ekspresif = 3 kali

Tindak Tutur Deklaratif = 1 kali

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 7

Bu Suci: ”Raharjo! Buku bacaan akan dipergunakan kelas lain setelah istirahat ini. Kamu cepat mengembalikan ke lemari kantor ya!” ”Waskito! Tolong bawakan buku-buku tugas! Saya tidak dapat membawanya sendiri”

Waskito: “ini Bu” (meletakkan buku tugas di meja Bu Suci) Bu Suci: “Terima kasih! Nanti akan saya periksa.”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 55)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Waskito. Ketika lonceng istirahat berbunyi, buku bacaan

dikumpulkan kembali. Di meja ada setumpuk buku tugas, harus dibawa ke kantor

sekolah. Saat itu Bu Suci ingin mencoba melakukan pendekatan terhadap Waskito

(25)

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin

dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 7

Tuturan

(26)

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = -

Tindak Tutur Direktif = 1 kali

Tindak Tutur Ekspresif = 2 kali

Tindak Tutur Deklaratif = -

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 8

Murid: ”Bu Suci! Waskito kambuh Bu! Dia mengamuk! Dia mau

membakar kelas!”

Bu Suci: ”Mengapa begitu? Apa yang menyebabkan dia marah? Kalian bertengkar?”

Murid: ”Tidak Bu! Tidak tahu apa yang terjadi, saya kembali dari kamar kecil dan mendengar Waskito berteriak-teriak seperti dulu! Dia mengatakan sangat membenci kami semua”

(sumber: novel Pertemuan Dua Hati Halaman 68)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Murid. Selama tiga bulan Bu Suci bekerja menjadi guru di

sekolah barunya, keadaa dapat dikatakan tenang. Baik persoalan Waskito dan

(27)

Tiba-tiba keadaan berubah. Saat itu guru-guru sedang beristirahat di kantor,

menunggu lonceng masuk kembali. Seorang murid terengah-engah datang dan

menghampiri.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin

dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 8

Tuturan

(28)

dulu! Dia mengatakan sangat membenci kami semua

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = 2 kali

Tindak Tutur Direktif = -

Tindak Tutur Ekspresif = 1 kali

Tindak Tutur Deklaratif = -

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 9

Bu Suci: ”Buku-buku tugas harus dibungkus dengan sampul yang sama. Waskito! Tolong ambilkan gulungan kertas yang ada di meja Bu Suci di kantor!”

Waskito: ”Baik Bu” (berdiri dan pergi)

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 72)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

(29)

berdentang, Bu Suci masuk kelas dan melihat Waskito sudah berpindah tempat

duduk, tepat di depan meja guru. Suasan terlihat lebih damai dari biasanya.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin

dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 9

(30)

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = -

Tindak Tutur Direktif = 1 kali

Tindak Tutur Ekspresif = 1 kali

Tindak Tutur Deklaratif = -

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 10

Bu Suci: ”Jadi kamu tidak pernah berpergian bersama teman-teman

sebayamu?”

Waskito: ”Tidak Bu! Kecuali kalau mencuri-curi seperti waktu membolos”

Bu Suci: ”Kalau membolos, dengan siapa kamu pergi?”

Waskito: ”Dengan anak-anak kampung. Siapa saja yang mau diajak buat teman.”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 77)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Waskito. Pada waktu jam istirahat Bu Suci selalu membiasakan

(31)

berbincang-bincang mengenai kehidupan Waskito, dan Waskito mulai

menunjukkan kemajuan dengan mulai berbicara jujur kepada Bu Suci.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin

dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 10

Tuturan

(32)

4. Dengan

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = 2 kali

Tindak Tutur Direktif = -

Tindak Tutur Ekspresif = 2 kali

Tindak Tutur Deklaratif = -

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 11

Bu Suci: ”Kamu bisa berenang? Seumpama jatuh ke sungai?”

(33)

Katanya kolam renang umum selalu kotor. Harus tunggu sampai kami buat kolam sendiri”

Bu Suci: ”Akan membuat kolam renang?” Waskito: ”Ya katanya begitu”

(sumber: novel pertemuan dua hati halaman 77)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Waskito. Masih di ruang kelas, Bu Suci merasa iba karena

Waskito tidak memiliki teman di sekolah. Bu Suci berbincang-bincang dengan

murid sukarnya tersebut, berharap agar ia merasa nyaman dengan Bu Suci dan

perlahan Bu Suci bisa mengarahkan Waskito menjadi anak yang disukai oleh

banya teman.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin

dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 11

Tuturan

(34)

2. Dulu

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = 1 kali

Tindak Tutur Direktif = -

(35)

Tindak Tutur Deklaratif = 1 kali

Tindak Tutur Komisif = -

4.2 Analisis Makna dari Tindak Tutur dalam Dialog Novel Pertemuan

Dua Hati.

Setelah jenis-jenis tindak tutur ditemukan, kemudian akan dilanjutkan

dengan analisis makna pragmatik sebagai berikut:

Data Percakapan 1:

(1) Bu Suci: ”Raharjo! Pergilah ke rumah Waskito sepulang dari sekolah nanti! Tanyakan mengapa dia lama tidak masuk!”

(2) Bu Suci: ”Raharjo? Kamu tidak tahu rumah Waskito?” (3) Raharjo: ”Tahu, Bu.”

(4) Bu Suci: ”Lalu? Terlalu jauh buat kamu?”

(5) Raharjo: ”Oh, tidak Bu! Saya selalu melaluinya kalau berangkat atau pulang!”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati, halaman 26)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu

Bu Suci dan Raharjo. Setelah beberapa hari menjadi guru baru di sekolah yang

baru, pagi itu Bu Suci sedang memulai pelajaran di kelasnya dengan santai. Hari

(36)

terhitung dua hari lamanya. Ia mulai bertanya kepada murid yang mengenal

waskito agar dapat melihat keadaan Waskito yang sudah dua hari tidak masuk

sekolah.

Pada tuturan (1) menyatakan bahwa <Bu Suci> mengatakan kepada Raharjo

agar pergi ke rumah Waskito untuk menanyakan mengapa Waskito tidak masuk

sekolah. Tuturan disampaikan secara sengaja oleh <Bu Suci> yang disebut dengan

tindak lokusi. Selain tindak lokusi, tuturan (1) juga mempunyai maksud yang

ingin disampaikannya, yaitu <Bu Suci> ingin menyuruh Raharjo sebagai ketua

kelas agar dapat pergi melihat keadaan Waskito. Tindak ini disebut sebagai tindak

ilokusi. Dari tuturan tersebut timbul efek oleh lawan tutur, yaitu <Raharjo> hanya

terdiam dan memalingkan pandangan dengan maksud tidak ingin pergi

menjumpai ataupun berurusan dengan Waskito.

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Bu Suci> bertanya kembali apakah

<Raharjo> tidak mengetahui rumah Waskito. Tindak ilokusi pada tuturan (2) yaitu

<Bu Suci> meminta Raharjo menjawab pertanyaannya dan memintanya agar tidak

hanya terdiam. Tindak perlokusinya muncul pada tuturan (3) yaitu <Raharjo>

memberikan jawaban kepada <Bu Suci> dengan berat hati karena ia sangat

menakuti sosok Waskito yang sangat nakal dan sukar.

Tindak lokusi pada tuturan (3) menyatakan bahwa <Raharjo> mengetahui

rumah Waskito. Tindak ilokusi pada tuturan (3) adalah <Raharjo> menjawab

pertanyaan dengan singkat dan berharap agar <Bu Suci> tidak menyuruhnya

(37)

yaitu setelah mendengar penyataan muridnya itu <Bu Suci> merasakan

kejanggalan dan kembali bertanya kepada <Raharjo>.

Tindak lokusi pada tuturan (4) yaitu <Bu Suci> bertanya kepada <Raharjo>

apakah rumah Waskito terlalu jauh, karena terlihat dari wajah <Raharjo> bahwa ia

sangat tidak ingin berurusan dengan Waskito. Tindak ilokusinya adalah meminta

<Raharjo> agar menjawab dan memberikan penjelasan tentang sikapnya yang

tidak bersahabat ketika ditanyai mengenai Waskito. Tindak perlokusinya muncul

pada tuturan (5) yaitu <Raharjo> menjawab pertanyaan dengan jujur.

Tindak lokusi pada tuturan (5) adalah <Raharjo> menyatakan kejujuran bahwa

rumahnya tidak jauh dari rumahnya dan selalu dilewati setiap mau berangkat

ataupun pulang dari sekolah. Tindak ilokusinya ialah <Raharjo> ingin

memberikan penjelasan bahwa rumah Waskito sebenarnya tidaklah jauh. Tindak

perlokusinya adalah <Bu Suci> heran karena Raharjo keberatan jika ditanyai

tentang Waskito dan tidak mengeti mengapa Raharjo bertindak seolah tidak

mengetahui rumah Waskito.

Data Percakapan 2

(1) Raharjo: ”Dia anak orang kaya Bu”

(2) Bu Suci: ”Hanya itu? Apa lagi lain-lainnya? Tentunya kalian sudah mengetahui bahwa orang kaya tidak perlu ditakuti.”

(38)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Raharjo. Di dalam ruang kelas pada pagi itu Bu Suci menanyai

murid yang mengetahui rumah Waskito, karena Waskito sudah beberapa hari

tidak masuk kelas. Bu Suci sangat heran karena seluruh murid di kelas terlihat

sangat tidak menyukai Waskito. Mereka selalu menghindar ketika ditanyai perihal

Waskito. Menurut mereka Waskito adalah anak yang sangat nakal. Bu suci

semakin penasaran siapa sebenarnya Waskito, karena sejak pertama mengajar di

sekolah tersebut nama Waskito yang tercantum di daftar hadir tidak pernah hadir

di ruang kelas.

Pada tuturan (1) tindak lokusi yang terjadi, yaitu <Raharjo> memberi

pernyataan bahwa Waskito adalah anak orang kaya sombong dan teman sekelas

tidak ada yang menyukai Waskito. Tindak ilokusi pada tuturan (2) ialah

<Raharjo> memberitahu kepada <Bu Suci> tentang status sosial Waskito agar

<Bu Suci> mengetahui tentang Waskito yang menurut Raharjo dan teman-teman

sekelas adalah murid yang sangat nakal. Tindak perlokusinya muncul pada tuturan

(2) yaitu <Bu Suci> melayangkan pandangan ke seluruh penjuru lalu bertanya

serta menasehati murid-muidnya agar tidak boleh bersikap menjauhi seseorang

hanya karena status sosial sebagai orang kaya, walaupun ia terbilang sombong.

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Bu Suci> menanyakan apakah

(39)

(2) yaitu memberi nasihat murid-muridnya agar tidak menakuti sosok orang kaya

yang mereka maksud, karena orang kaya bukan lah sosok yang harus ditakuti.

<Bu Suci> menasihati agar murid-murinya tidak saling membenci. Tindak

perlokusinya muncul pada tuturan (3) yaitu murid di kelas tidak setuju dengan

nasihat <Bu Suci>.

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Raharjo> menyatakan rasa

ketidaksukaannya terhadap Waskito. Ia berharap tidak bertemu dengan Waskito di

sekolah dan ingin Waskito pindah saja dari kelasnya. Tindak ilokusinya pada

tuturan (3) adalah <Raharjo> membantah nasihat <Bu Suci> agar tidak

membenci Waskito. <Raharjo> menyatakan rasa kesal yang mendalam terhadap

Waskito. Tindak perlokusinya adalah <Bu Suci> terkejut karena <Raharjo>

membantah <Bu Suci> dan <Bu Suci> semakin heran mengapa murid-muridnya

sampai sangat membenci Waskito.

Data Percakapan 3

(1) Murid: ”Waskito jahat atau nakal, saya tidak tahu Bu! Tapi dia mempunyai kelainan. Suka memukul, menyakiti siapa saja.” (2) Bu Suci: ”Siapa yang pernah dipukul? Disakiti?”

(3) Murid: ”Saya dan teman yang lainnya Bu”

(4) Bu Suci: ”Bagaimana terjadi? Kalian bergelut? Bertengkar kemudian berkelahi?”

(40)

(sumber: nover Pertemuan Dua Hati karya halaman 28)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Murid. Masih di dalam ruangan kelas, Bu Suci ingin

mengetahui apa penyebab murid-muridnya tidak menyukai Waskito. Bu suci

semakin heran karena seluruh murid mengatakan Waskito adalah anak yang jahat.

Tindak lokusi yang terdapat pada tuturan (1), yaitu <Murid> menyatakan

bahwa Waskito mempunyai kelainan. Ia suka memukul dan mengamuk tanpa

sebab. Penyebab teman-teman tidak menyukai Waskito adalah karena kekasaran

Waskito terhadap teman-temannya. Tindak ilokusi pada tuturan (1) adalah

<Murid> memberitahu <Bu Suci> tentang kekesalannya atas tindakan Waskito

yang brutal. <Murid> menjelaskan mengapa seluruh teman di kelas membenci

Waskito. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (2), yaitu <Bu Suci> bertanya

kepada <Murid> untuk menjelaskan siapa saja yang pernah disakiti oleh Waskito.

Tindak lokusi yang terdapat pada tuturan (2) adalah <Bu Suci> bertanya

kepada <Murid> siapa saja yang pernah disakiti oleh Waskito. Tindak ilokusinya

adalah <Bu Suci> ingin mengetahui siapa saja yang pernah disakiti. <Bu Suci>

ingin melihat seberapa banyak anak yang telah dipukul dan disakiti oleh

Waskito>. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (3), yaitu hamper seluruh murid

(41)

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Murid> mengangkat tangan

bersama teman-teman yang lain dan mengatakan bahwa ia dan teman-teman yang

lain pernah disakiti. Tindak ilokusi tuturan (3) adalah <Murid> memberitahu agar

<Bu Suci> mengetahui bahwa banyak orang yang telah disakiti oleh Waskito.

Tindak perlokusi muncul pada tuturan (4), yaitu <Bu Suci> bertanya bagaimana

semua itu bias terjadi.

Tindak lokusi yang terdapat pada tuturan (4) adalah <Bu Suci> bertanya

bagaimana kebrutalan Waskito bias terjadi dan seperti apa Waskito menyakiti

teman-temannya. Tindak ilokusi tuturan (4) adalah <Bu Suci> ngin mendapat

jawaban dan mengetahui secara jelas kronologis kejadian, agar <Bu Suci> dapat

mengambil kesimpulan dan segera mengambil tindakan untuk mengatasi masalah

tersebut. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (5), yaitu <Murid> menceritakan

kejadian bagaimana Waskito betindak kasar kepadanya.

Tindak lokusi yang terdapat pada tuturan (5) adalah <Murid> menyatakan

bahwa memang ia bertengkar dengan Waskito lalu dipukul tetapi kebanyakan

Waskito memukul teman-teman tanpa ada sebabnya. Tindak ilokusi yang terdapat

pada tuturan (5) adalah <Murid> menceritakan dan mengeluhkan tindakan

Waskito yang bisa saja mengamuk dan memukul tanpa sebab yang jelas. Tindak

perlokusinya ialah <Bu Suci> hanya terdiam sambil memikirkan jalan keluar dari

(42)

Data Percakapan 4

(1) Bu Suci: ”Siapa lagi yang pernah berurusan dengan Waskito?”

(2) Murid: ”Saya dilempari batu-batu besar Bu. Untung tidak kena, tetapi lampu sepeda saya pecah. Saya kena marah di rumah.”

(3) Bu Suci: ”Kamu katakan bahwa Waskito yang memecahkannya?”

(4) Murid: ”Saya bilang tabrakan dengan teman.”

(5) Bu Suci: ”Mengapa?”

(6) Murid: ”Bapak tidak suka saya buat perkara di sekolah.” (sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 29)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Murid. Di ruang kelas pada waktu itu seluruh anak mengelukan

tentang kenakalan Waskito. Di ruang kelas tersebut Bu Suci mencari tahu tentang

apa saja yang pernah dilakukan oleh Waskito. Pagi itu suasana kelas agak gaduh

karena seluruh siswa mulai mengungkapkan apa yang pernah dialami oleh

mereka.

Tindak lokusi pada tuturan (1), yaitu <Bu Suci> menanyakan siapa saja

yang pernah berurusan dengan Waskito. Tindak ilokusi pada tuturan (1) adalah

<Bu Suci> ingin mengetahui seberapa banyak orang yang disakiti Waskito dan

ingin mendengar kesaksian dari orang-orang yang pernah berurusan dengan

Waskito. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (2), yaitu <Murid> menceritakan

(43)

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Murid> menyatakan bahwa ia

pernah dilempari batu-batu besar oleh Waskito. Penyebab kemarahannya tidak

jelas. Tindak ilokusi tuturan (2) adalah <Murid> memberitahu dan bersaksi

kepada <Bu Suci> bahwa ia pernah dilempari batu besar. Untungnya tidak

melukai tubuhnya hanya saja lampu sepedanya rusak. Akibat ulah Waskito

<Murid> dimarahi oleh orang tuanya. Tindak perlokusi terdapat pada tuturan (3),

yaitu < Bu Suci> bertanya apakah <Murid> menceritakan kejadian tersebut

kepada orang tuanya.

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Bu Suci> bertanya apakah

<Muid> memberitahu kepada orang tuanya bahwasannya yang memecahkan

lampu sepedanya adalah Waskito. Tindak ilokusi tuturan (3) adalah <Bu Suci>

ingin mengetahui apakah <Murid> berkata jujur kepada orang tuanya. Tindak

perlokusi muncul pada tuturan (4) <Murid> menjawab pertanyaan <Bu Suci> dan

mengatakan bahwa ia tidak berkata jujur

Tindak lokusi pada tuturan (4) adalah <Murid> mengatakan kepada <Bu

Suci> bahwa ia tidak berkata yang sejujurnya kepada orang tuanya. Tindak ilokusi

tuturan (4) adalah <Murid> memberitahu kepada <Bu Suci> bahwa ia hanya

mengatakan bahwa lampu sepeda pecah karena bertabrakan dengan teman.

<Murid> tidak berkata jujur kepada orang tuanya. Tindak perlokusinya muncul

pada tuturan (5), yaitu <Bu Suci> bertanya mengapa.

Tindak lokusi pada tuturan (5) adalah <Bu Suci> bertanya mengapa

(44)

<Bu Suci> ingin mengetahui alasan mengapa <Murid> tidak berkata dengan jujur.

Tindak perlokusi muncul pada tuturan (6), yaitu <Murid> menyatakan alasannya.

Tindak lokusi pada tuturan (6) adalah <Murid> menyatakan bahwa orang

tuanya tidak menyukai jika ia berbuat masalah apa pun di sekolah. Tindak ilokusi

tuturan (6) adalah <Murid> memberitahu alasan mengapa ia tidak berkata jujur. Ia

takut jika orang tuanya marah besar. Tindak perlokusinya adalah <Bu Suci> mulai

berpikir tentang perlakuan Waskito.

Data Percakapan 5

(1) Nenek: ”Tua-tua masih praktek jeng, hanya dua kali seminggu. Dia bergantian dengan dokter muda, muridnya sendiri. Sekalian menolong, hasilnya buat tambah-tambah belanja”

(2) Bu Suci: ”Di samping itu Bapak tidak bekerja di mana-mana lagi, Bu?”

(3) Nenek: ” masih. Setiap pagi ke Rumah Sakit Karyadi. Gaji pemerintah jeng!” Katanya hanya supaya tidak ketinggalan metode-metode baru. Diminta ke rumah sakit lain yang lebih dapat menghasilkan uang, tetapi sudah lelah.

Katanya biar yang muda-muda saja, yang penting sekarang mengajar.”

(sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 36)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Nenek. Pada suatu sore yang telah ditentukan, Bu Suci

(45)

dan nenek Waskito yang usianya sebaya dengan orang tua Bu Suci. Si kakek

sebentar menyalam Bu Suci, lalu kembali masuk ke kamar praktek dokter.

Tindak lokusi pada tuturan (1) adalah <Nenek> menyatakan kepada <Bu

Suci> bahwa suaminya walaupun sudah tua masih praktek sebagai dokter. Tindak

ilokusi tuturan (1) adalah <Nenek> memberitahu tentang status sosial suaminya

yang masih bekerja sebagai dokter. Suaminya masih aktif dua minggu sekali

untuk praktek walaupun sudah tua. <Nenek> memperkenalkan diri dan

kehidupannya agar terlihat leih akrab dengan <Bu Suci>. Tindak perlokusi

muncul pada tuturan (2) bertanya apakah hanya itu saja yang dikerjakan oleh

suaminya.

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Bu Suci> bertanya apakah hanya

praktek dan membantu dokter muda saja yg dikerjakan olah suaminya. Tindak

ilokusi tuturan (2) <Bu Suci> ingin mengetahui lebih dalam tentang seluruh

kehidupan Waskito, termasuk Nenek dan suaminya. Tindak perlokusi muncul

pada tuturan (3), yaitu <Nenek> dengan senang hati menceritakan tentang

keseharian suaminya.

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Nenek> mengatakan bahwa selain

bekerja di tempat praktek, suaminya juga masih bekerja di Rumah Sakit Karyadi.

Supaya tidak ketinggalan metode-metode baru. Tindak ilokusi pada tuturan (3)

adalah <Nenek> memberitahu bahwa suaminya masih bekerja di Rumah Sakit

Karyadi agar tidak tertinggal metode-metode baru. <Nenek> menceritakan bahwa

(46)

penolong orang sakit. Tindak perlokusinya adalah <Bu Suci> menilai baik

kehidupan <Nenek>.

Data Percakapan 6

(1) Waskito: “Tidak Bu! Saya di sini saja!”

(2) Bu Suci: ”Mengapa?”

(3) Waskito: ”Tidak Bu!”

(4) Bu Suci: “Baiklah! Saya kira, saya tahu mengapa kamu tidak mau pindah!”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 54)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Waskito. Di dalam ruangan kelas, seperti biasa Bu Suci

memperhatikan setiap siswa yang hadir di dalam ruangan. Kala itu Bu Suci sudah

mulai menghapal nama-nama muridnya. Bu suci menyuruh murid-murid untuk

berpindah-pindah tempat sesuai arahan dari Bu Suci. Bu Suci mengatur tempat

duduk agarmurid dapat menyerap pelajaran dengan maksimal sesuai dengan

teman sebangku yang diharapkan dapat memberikan pengaruh yang baik.

Tindak lokusi yang terdapat pada tuturan (1) adalah <Waskito>

menyatakan kepada <Bu Suci> bahwa ia tidak mau pindah tempat duduk karena

ia tidak suka diatur oleh siapa pun di sekolah. Tindak ilokusi tuturan (1) adalah

<Waskito> membantah perkataan <Bu Suci> untuk berpindah tempat duduk.

(47)

Tindak perlokusi muncul pada tuturan (2), yaitu < Bu Suci> mencoba bersabar

menghadapi <Waskito

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Bu Suci> bertanya mengapa

<Waskito> tidak ingin berpindah tempat duduk. Tindak ilokusi tuturan (2) adalah

<Bu Suci> ingin mengetahui alasan <Waskito> tidak mau pindah tempat duduk.

Tindak perlokusi nya adalah <Waskito> menghiraukan <Bu Suci> dengan

pandangan mata tajam.

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Waskito> mengatakan tidak

kepada <Bu Suci>, tanpa alasan yang jelas. Tindak ilokusi tuturan (3) adalah

<Waskito> membantah perkataan <Bu Suci> untuk berpindah dari tempat duduk.

<Waskito> tidak menghiraukan ucapan <Bu Suci> dengan hanya berdiam diri di

tempat duduknya. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (4), yaitu <Bu Suci>

mencoba mengahadapi <Waskito> dengan besar hati.

Tindak lokusi pada tuturan (4) adalah <Bu Suci> mengatakan bahwa ia

mengetahui alasan mengapa <Waskito> tidak ingin pindah tempat duduk. Tindak

ilokusi tuturan (4) adalah <Bu Suci> pasrah dan mencoba mengikuti kemauan

<Waskito>, seolah mengerti mengapa <Waskito> tidak ingin pindah.

Data Percakapan 7

(48)

istirahat ini. Kamu cepat mengembalikan ke lemari kantor ya!”. ”Waskito! Tolong bawakan buku-buku tugas! Saya tidak dapat membawanya sendiri”

(2) Waskito:”ini Bu” (meletakkan buku tugas di meja Bu Suci ) (3) Bu Suci: ”Terima kasih! Nanti akan saya periksa.”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 55)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Waskito. Ketika lonceng istirahat berbunyi, buku bacaan

dikumpulkan kembali. Di meja ada setumpuk buku tugas, harus dibawa ke kantor

sekolah. Saat itu Bu Suci ingin mencoba melakukan pendekatan terhadap Waskito

dengan menyuruhnya untuk membantu membawa buku tugas.

Tindak lokusi pada tuturan (1) adalah <Bu Suci> mengatakan kepada

<Waskito> untuk membantu membawa buku tugas ke kantor sekolah. Tindak

ilokusi tuturan (1) adalah <Bu Suci> memerintahkan <Waskito> untuk membantu

membawa buku tugas ke kantor. <Bu Suci> bermaksud untuk melakukan

pendekatan kepada <Waskito> dan berharap <Waskito> dapat mematuhi

perkataannya. Tindak perkokusi muncul pada tuturan (2) <Waskito> meletakkan

buku tugas di meja <Bu Suci>

Tindak lokusi pada tutuan (2) adalah <Waskito> mengatakan ini Bu

kepada <Bu Suci> dan meletakkan buku tugas di meja <Bu Suci>. Tindak ilokusi

pada tuturan (2) adalah <Waskito> mematuhi perintah <Bu Suci> untuk pertama

kalinya. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (3), yaitu <Bu suci> merasa

(49)

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Bu Suci> mengucapkan terima

kasih kepada <Waskito>. Tindak ilokusi pada tuturan (3) adalah <Bu Suci>

berterima kasih kerena <Waskito> sudah mematuhi perintahnya. <Bu Suci>

merasa senang karena <Waskito> sudah menunjukkan sedikit kemajuan dengan

telah mengikuti perintah <Bu Suci>. Tindak perlokusinya adalah <Waskito>

mengangguk kan kepala lalu pergi.

Data Percakapan 8

(1) Murid: ”Bu Suci! Waskito kambuh Bu! Dia mengamuk! Dia mau

membakar kelas!”

(2) Bu Suci: ”Mengapa begitu? Apa yang menyebabkan dia marah?

Kalian bertengkar?”

(3) Murid: ”Tidak Bu! Tidak tahu apa yang terjadi, saya kembali dari kamar kecil dan mendengar Waskito berteriak-teriak seperti dulu! Dia mengatakan sangat membenci kami semua”

(sumber: novel Pertemuan Dua Hati Halaman 68)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Murid. Selama tiga bulan Bu Suci bekerja menjadi guru di

sekolah barunya, keadaa dapat dikatakan tenang. Baik persoalan Waskito dan

(50)

Tiba-tiba keadaan berubah. Saat itu guru-guru sedang beristirahat di kantor,

menunggu lonceng masuk kembali. Seorang murid terengah-engah datang dan

menghampiri.

Tindak lokusi yang terdapat pada tuturan (1) adalah <Murid> berkata

kepada <Bu Suci> bahwa Waskito sedang mengamuk. <Murid> takut bahwa

Waskito akan berbuat kasar kembali kepada murid-murid disekitarnya. Tindak

ilokusi pada tuturan (1) adalah <Murid> ingin memberitahu kepada <Bu Suci>

bahwa Waskito sedang berbuat ulah dan mengingikan <Bu Suci> untuk segera

menghampiri Waskito agar dapat menghentikannya. Tindak perlokusi muncul

pada tuturan (2) <Bu Suci> terkejut dan segera berlari menghampiri Waskito.

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Bu Suci> bertanya kepada

<Murid> apa penyebab kemarahan Waskito. Tindak ilokusi tuturan (2) adalah

<Bu Suci> ingin mengetahui mengapa Waskito bias mengamuk dan berbuat ulah,

setelah beberasa minggu terakhir Waskito mengalami perubahan yang baik.

Tindak perlokusi muncul pada tuturan (3), yaitu <Murid> menjelaskan secara

terburu-buru sambil mengiring <Bu Suci> ke tempat Waskito berada.

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Murid> berkata kepada <Bu Suci>

bahwa <Murid> tidak mengetahui mengapa Waskito bisa mengamuk, ia hanya

mendengar teriakan Waskito dan mengatakan ia benci dengan semua orang yang

ada di sekolah. Tindak ilokusi tuturan (3) adalah <Murid> memberitahu kepada

<Bu Suci> apa yang ia ketahui saat kejadian tersebut. <Murid> ingin <Bu Suci>

(51)

Suci> merespon baik dan segera menghampiri Waskito untuk menenangkan dan

mencari tahu mengapa semua bisa terjadi.

Data Percakapan 9

(1) Bu Suci: ”Buku-buku tugas harus dibungkus dengan sampul yang sama. Waskito! Tolong ambilkan gulungan kertas yang ada di meja Bu Suci di kantor!”

(2) Waskito: ”baik Bu” (berdiri dan pergi) (Sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 72)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Waskito. Pada pagi hari ketika lonceng pelajaran pertama

berdentang, Bu Suci masuk kelas dan melihat Waskito sudah berpindah tempat

duduk, tepat di depan meja guru. Suasana terlihat lebih damai dari biasanya.

Tindak lokusi pada tuturan (1) adalah <Bu Suci> mengatakan kepada

<Waskito> untuk mengambil gulungan kertas yang ada di meja kantor. Tindak

ilokusi pada tuturan (1) adalah < Bu Suci> memerintahkan <Waskito> untuk

mengambil gulungan kertas. <Bu Suci> berharap agar <Waskito> dapat menuruti

perintahnya, dan dapat berubah menjadi anak berpribadi yang baik. Tindak

perlokusi muncul pada tuturan (2), yaitu <Waskito> segera berdiri dan pergi untuk

(52)

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Waskito> mengatakan kepada <Bu

Suci> bahwa ia akan mengambil gulungan kertas sesuai yang diperintahkan oleh

<Bu Suci>. Tindak ilokusi pada tuturan (2) adalah <Waskito> mengikuti

perkatakaan <Bu Suci> untuk mengambil gulungan kertas. Tindak perlokusinya

adalah <Bu Suci> sangat senang dengan perubahan yang terjadi dalam diri

<Waskito>.

Data Percakapan 10

(1) Bu Suci: ”Jadi kamu tidak pernah berpergian bersama teman-teman sebayamu?”

(2) Waskito: ”Tidak Bu! Kecuali kalau mencuri-curi seperti waktu membolos”

(3) Bu Suci: ”Kalau membolos, dengan siapa kamu pergi?”

(4) Waskito: ”Dengan anak-anak kampung. Siapa saja yang mau diajak buat teman.”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 77)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Waskito. Pada waktu jam istirahat Bu Suci selalu membiasakan

untuk mendekatkan diri kepada waskito. Saat itu di ruang kelas mereka

berbincang-bincang mengenai kehidupan Waskito, dan Waskito mulai

(53)

Tindak lokusi yang terdapat pada tuturan (1) adalah <Bu Suci> bertanya

kepada <Waskito> apakah <Waskito> tidak pernah berpergian bersama

teman-temannya. Tindak ilokusi pada tuturan (1) adalah <Bu Suci> ingin mengetahui

mengapa <Waskito> tidak memiliki teman dekat untuk bermain. <Bu Suci> ingin

mengetahui keseharian <Waskito> bermain dengan siapa saja. Tindak perlokusi

muncul pada tuturan (2), yaitu <Waskito> menjawab pertanyaan dan

menceritakan kebiasaannya kepada <Bu Suci>

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Waskito> mengatakan bahwa ia

tidak pernah bermain dengan teman sebaya atau teman di sekolahnya. Tindak

ilokusi pada tuturan (2) adalah <Waskito> memberitahu kepada <Bu Suci> bahwa

ia tidak pernah bermain dengan teman sebaya nya. <Waskito> hanya bermain

ketika ia sedang bolos sekolah, karena jika sudah waktunya pulang sekolah dia

tidak diperbolehkan untuk bermain lagi. Tindak perlokusi muncul pada tuturan

(3), yaitu <Bu Suci> merasa tersentuh dan bertanya dengan siapa <Waskito>

bolos.

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Bu Suci> bertanya kepada

<Waskito> dengan siapa ia pergi bolos sekolah. Tindak ilokusi pada tuturan (3)

adalah <Bu Suci> ingin mengetahui penyebab <Waskito> bolos dan dengan siapa

dia akan pergi. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (4), yaitu <Waskito>

menceritakan ia bolos karena rindu akan bermain bersama teman sebaya.

Tindak lokusi pada tuturan (4) adalah <Waskito> mengatakan bahwa ia

(54)

ilokusi pada tuturan (4) adalah <Waskito> ingin memberitahu <Bu Suci> bahwa

ia begitu rindu bermain bersama teman sebaya, hingga ia bolos untuk bermain

dengan anak kampung. <Waskito> ingin mengungakapkan bahwa jika sudah

waktunya jam pulang sekolah, ia harus segera pulang dan tidak diiznkan untuk

bermain dengan teman sebaya nya. <Waskito> memilih untuk bolos agar dapat

menikmati waktu bermain bersama anak kampung yang mau berteman

dengannya. Tindak perlokusinya adalah <Bu Suci> merasa iba kepada <Waskito>

dan memikirkan cara untuk mendekatkan <Waskito> kepada teman sebayanya

termasuk anak dari <Bu Suci> sendiri.

Data Percakapan 11

Bu Suci: ”Kamu bisa berenang? Seumpama jatuh ke sungai?”

Waskito: ”Dulu saya ingin beljar berenang, tetapi tidak boleh oleh Ibu.

Katanya kolam renang umum selalu kotor. Harus tunggu sampai kami buat kolam sendiri”

Bu Suci: ”Akan membuat kolam renang?” Waskito: ”Ya katanya begitu”

(sumber: novel pertemuan dua hati halaman 77)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan,

yaitu Bu Suci dan Waskito. Masih di ruang kelas, Bu Suci merasa iba karena

(55)

murid sukarnya tersebut, berharap agar ia merasa nyaman dengan Bu Suci dan

perlahan Bu Suci bisa mengarahkan Waskito menjadi anak yang disukai oleh

banya teman.

Tindak lokusi pada tuturan (1) adalah <Bu Suci> bertanya kepada

<Waskito> apakah <Waskito> pandai berenang jika seandainya terjatuh di sungai.

Tindak ilokusi tuturan (1) adalah <Bu Suci> ingin mengetahui apakah <Waskito>

bisa berenang jika seandainya ia jatuh ke sungai dan tidak ada orang di dekatnya.

<Bu Suci> ingin mengetahui apakah <Waskito> bisa menjaga dirinya sendiri.

Tindak perlokusi muncul pada tuturan (2) <Waskito> menjawab pertanyaan <Bu

Suci> dan mengatakan ia tidak bisa berenang.

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Waskito> mengatakan pada <Bu

Suci> bahwa dulu ia ingin beajar berenang tetapi ibunya tidak memperbolehkan

karena menurut ibunya kolam renang umum terlalu kotor untuk <Waskito>.

Tindak ilokusi pada tuturan (2) adalah <Waskito> memberitahu kepada <Bu

Suci> bahwa ia tidak bisa berenang, meskipun sesungguhnya ia sangat ingin

belajar berenang. <Waskito> ingin memeberitahu <Bu Suci> bahwa ibunya tidak

mengizinkannya berenang di tempat umum karena menurut ibunya kolam renang

umum terlalu kotor dan <Waskito> harus menunggu sampai mereka membuat

kolam renang sendiri. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (3), yaitu <Bu Suci>

heran dengan keputusan ibu Waskito yag melarang anaknya untuk berbaur di

(56)

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Bu Suci> bertanya kepada

<Waskito> tentang keinginan orang tuanya yang akan membuat kolam renang

sendiri. Tindak ilokusi pada tuturan (3) adalah <Bu Suci> ingin mengetahui

apakah benar ibu <Waskito> akan membuat kolam renang dan tidak mengizinkan

anaknya untuk bergabung bersama anak-anak yang lain. Tindka perlokusin

muncul pada tuturan (4), yaitu <Waskito> menjawab pertanyaan <Bu Suci>

dengan nada keluhan.

Tindak lokusi pada tuturan (4) adalah <Waskito> berkata kepada <Bu

Suci> bahwa ibunya memang berjanji untuk membuat kolam renang sendiri.

Tindak ilokusi pada tuturan (4) adalah <Waskito> ingin memberitahu kepada <Bu

Suci> bahwa ibunya yang mempersempit ruang lingkupnya untuk tidak

sembarang bergaul. Tindak perlokusinya adalah <Bu Suci> merasa keputusan

ibunya adalah salah dan mulai mencari bagaimana cara agar <Waskito> tidak

(57)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Seperti yang telah diuraikan pada Bab I, Bab II, Bab III, dan Bab IV, maka

dapat diketahui bahwa penelitian ini merupakan penelitian yang mengkaji

tentang tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

Berdasarkan analisis data yang dilakukan penulis, maka dapat diambil

simpulan bahwa percakapan yang terdapat dalam novel Pertemuan Dua Hati

terdapat jenis tindak tutur sesuai dengan yang dikemukakan oleh Austin

(lokusi, ilokusi, perlokusi) serta Searle (Asertif, Direktif, Ekspresif, dan

Deklaratif). Tindak tutur Komisif tidak ditemukan.

Tindak tutur dominan yang terdapat dalam novel Pertemuan Dua Hati

sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Searle yaitu, tindak tutur asertif

(pernyataan, saran, dan keluhan) dan tindak tutur ekspresif (ucapan terima

kasih, kritikan dan pujian)

5.2Saran

Banyak aspek dari novel Pertemuan Dua Hati yang masih dapat diteliti

lebih lanjut. Di antaranya adalah dalam kajian pragmatik dapat dibahas secara

(58)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep

Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu tindak tutur

dan novel Pertemuan Dua Hati.

Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan

keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam

menghadapi situasi tertentu (Chaer, 2004: 16).

Tindak tutur adalah kegiatan melakukan tindakan mengujarkan tuturan

(Rustono, 1999: 31).

Novel Pertemuan Dua Hati adalah novel karya Nh. Dini yang terbit pada

tahun 1986. Novel ini menceritakan tentang Waskito seorang “murid yang sukar”

sehingga ia tidak disukai oleh teman-temannya di sekolah. Waskito sering

membolos, sering memukuli kawan-kawannya dan sering membuat onar di

sekolah. Akan tetapi, berkat keuletan Bu Suci, yakni guru Waskito, akhirnya si

“anak sukar” itu berhasil dibimbing ke arah yang benar.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pragmatik

Definisi pragmatik telah banyak disampaikan para linguis yang menggeluti

pragmatik. Pragmatik ialah studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan

(59)

tidak dapat dilepaskan dari struktur bahasanya (Levinson dalam Rahardi, 2005:

48).

Parker (dalam Rahardi, 2005: 48) menyatakan bahwa pragmatik adalah

cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun

yang dimaksud dengan hal itu adalah bagaimana satuan lingual tertentu digunakan

dalam komunikasi yang sebenarnya. Pakar ini membedakan pragmatik dengan

studi tata bahasa yang dianggapnya sebagai studi seluk-beluk bahasa secara

internal. Menurutnya studi tata bahasa tidak perlu dikaitkan dengan konteks,

sedangkan studi pragmatik mutlak dikaitkan dengan konteks. Berkenaan dengan

itu studi tata bahasa dapat dianggap sebagai studi yang bebas konteks (context

independent). Sebaliknya, studi pemakaian tata bahasa dalam komunikasi yang sebenarnya mutlak dikaitkan dengan konteks yang melatarbelakangi dan

mewadahinya. Studi bahasa yang demikian dapat disebut sebagai studi yang

terikat konteks (context dependent).

Pragmatik mengkaji maksud penutur dalam menuturkan sebuah satuan

lingual tertentu pada sebuah bahasa, karena yang dikaji di dalam pragmatik adalah

makna, dapat dikatakan bahwa pragmatik dalam banyak hal sejajar dengan

semantik yang juga mengkaji makna. Perbedaan antar kedua adalah bahwa

pragmatik mengkaji makna satuan lingual secara eksternal. Makna yang dikaji

dalam pragmatik bersifat terikat konteks, sedangkan makna yang dikaji dalam

semantik bersifat bebas konteks. Makna yang dikaji dalam semantik bersifat

diadik, sedangkan makna yang dikaji pragmatik bersifat triadik. Pragmatik

(60)

mempelajari bentuk bahasa untuk memahami makna satuan lingual itu (Rahardi,

2005: 50).

2.2.2 Konteks Situasi Tutur

Konteks situasi tutur menurut Wijana (dalam Rahardi, 2005: 50)

mencakup aspek-aspek berikut: (1) penutur dan lawan tutur, (2) konteks tuturan,

(3) tujuan tuturan, (4) tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktifitas, (5) tuturan

sebagai produk tindak verbal.

Secara singkat masing-masing aspek situasi tutur itu dapat diuraikan

sebagai berikut:

(1)Penutur dan lawan tutur di dalam beberapa literatur, khususnya yang

dikemukakan Searle lazim dilambangkan dengan S (speaker) yang berarti

„pembicara atau penutur‟ dan H (hearer) yang dapat diartikan „pendengar atau mitra tutur‟. Digunakannya lambang S dan H itu tidak dengan

sendirinya membatasi cakupan pragmatik semata-mata hanya pada bahasa

ragam lisan saja, melainkan juga dapat mencakup ragam bahasa tulis.

(2) Konteks tuturan telah diartikan bermacam-macam oleh para linguis.

Konteks dapat mencakup aspek-aspek tuturan yang relevan baik secara

fisik maupun nonfisik. Konteks dapat pula diartikan sebagai semua latar

belakang pengetahuan yang diasumsikan sama-sama dimiliki penutur dan

mitra tutur serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang

dimaksudkan penutur itu di dalam proses bertutur.

(3) Tujuan tutur berkaitan erat dengan bentuk tuturan seseorang. Dikatakan

(61)

dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tutur yang jelas dan tertentu

sifatnya. Secara pragmatik, satu bentuk tutur dapat memiliki maksud dan

tujuan yang bermacam-macam. Demikian sebaliknya, satu maksud atau

tujuan tutur dapat diwujudkan dengan bentuk tuturan yang berbeda-beda.

Di sinilah dapat dilihat perbedaan mendasar antara pragmatik yang

berorientasi fungsional dengan tata bahasa yang berorientasi formal atau

struktural.

(4)Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas merupakan bidang yang

ditangani pragmatik. Pragmatik mempelajari tindak verbal yang terdapat

dalam situasi tutur tertentu, dapat dikatakan bahwa yang dibicarakan di

dalam pragmatik itu bersifat konkret karena jelas keberadaan siapa peserta

tuturnya, di mana tempat tuturnya, kapan waktu tuturnya, dan seperti apa

konteks situasi tuturnya secara keseluruhan.

(5) Tuturan dapat dipandang sebagai sebuah produk tindak verbal. Dapat

dikatakan demikian, karena pada dasarnya tuturan yang ada di dalam

sebuah pertuturan itu adalah segala pertimbangan konteks yang

melingkupi dan mewadahinya.

2.2.3 Tindak Tutur

Pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari yang berupa tindakan

bertutur tidak terbatas jumlahnya karena setiap hari seseorang tidak dapat

dipisahkan dari kegiatan berkomunikasi, sehingga tindakan bertutur selalu

(62)

lawan bicaranya. Para ahli dapat mengklasifikasikan tindak tutur dalam berbagai

jenis tindak tutur yang dikelompokkan berdasarkan jenis tuturannya, kategori,

modus dan sudut pandang kelayakan pelakunya.

Tindak tutur dan peristiwa tutur sangat erat terkait. Keduanya merupakan

dua gejala yang terdapat pada satu proses, yakni proses komunikasi. Peristiwa

tutur merupakan peristiwa sosial karena menyangkut pihak-pihak yang bertutur

dalam satu situasi dan tempat tertentu. Peristiwa tutur ini pada dasarnya

merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur yang terorganisasikan untuk

mencapai suatu tujuan. Dengan demikian, tindak tutur selalu berada dalam

peristiwa tutur. Jika peristiwa tutur merupakan gejala sosial seperti disebut di atas,

maka tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan

keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam

menghadapi situasi tertentu. Kalau dalam peristiwa tutur lebih dilihat pada tujuan

peristiwanya, tetapi dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan

dalam tuturannya.

Pada tahun 1962, Austin (dalam Tarigan, 1986: 109) telah membedakan

tiga jenis tindak ujar, yaitu

(1)Tindak lokusi (melakukan tindakan untuk mengatakan sesuatu).

(2)Tindak ilokusi (melakukan sesuatu tindakan dalam mengatakan sesuatu).

(3)Tindak perlokusi (melakukan sesuatu tindakan dengan mengatakan

sesuatu).

(63)

Lokusi: pembicara mengatakan kepada penyimak bahwa X (X adalah kata-kata

tertentu yang diucapkan dengan perasaan, makna, dan acuan tertentu)

Ilokusi: dalam mengatakan X, pembicara menyatakan P.

Perlokusi: dengan mengatakan X, pembicara meyakinkan penyimak bahwa P.

Sejalan dengan yang dikemukakan oleh austin tersebut, Searle (dalam

Rahardi, 2005: 35) menyatakan bahwa dalam praktik penggunaan bahasa terdapat

setidaknya tiga macam tindak tutur. Ketiga macam tindak tutur itu berturut-turut

dapat disebutkan sebagai berikut: (1) Tindak lokusioner (locutionary acts), (2)

Tindak ilokusioner (illocutionary acts), dan (3) Tindak perlokusioner

(perlocutionary acts).

Tindak lokusioner adalah tindak tutur dengan kata, frasa, dan kalimat

sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Tindak

tutur ini dapat disebut sebagai the act of saying something. Dalam tindak

ilokusioner tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan

oleh si penutur. Jadi, tuturan tanganku gatal misalnya, semata-mata hanya

dimaksudkan untuk memberitahu si mitra tutur bahwa pada saat dimunculkn

tuturan itu tangan penutur sedang dalam keadaan gatal.

Tindak ilokusioner adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan

fungsi tertentu pula. Tindak tutur ini dapat dikatakan sebagai the act of doing

something. Tuturan tanganku gatal yang diucapkan penutur bukan semata-mata dimaksudkan untuk memberitahu si mitra tutur bahwa pada saat dituturkannya

Gambar

Tabel
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak tutur percakapan dalam novel Tanah Tabu terdapat empat jenis tindak tutur ilokusi, yaitu (1) tindak tutur ilokusi representatif, (2)

Dalam penelitian ini permasalahan yang diangkat adalah bentuk tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi pada Novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu karya Tere-Liye yang

Pernyataan tersebut sama dengan Rustono (1999:35) bahwa lokusi atau lengkapnya tindak lokusi merupakan tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu. Di

Data dalam penelitian ini adalah kata, frase dan kalimat yang merupakan tindak tutur lokusi dan perlokusi yang terdapat dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan karya Agnes

Berdasarkan hasil penelitian, bentuk tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Eliana karya Tere Liye mencakup kelima tindak tutur ilokusi, yaitu ilokusi representatif,

Secara teoretis, penulisan ini dapat memberikan kontribusi di bidang linguistik khususnya pragmatik yang mengkaji tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam

Terdapat penggunaan tindak tutur dalam penelitian ini yaitu penggunaan bentuk tindak tutur konstatif, performatif, lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam novel Mahkota

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam novel Keluarga Tak Kasat Mata karya Bonaventura Genta terdapat bentuk dan