• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wewenang Dan Tanggung Jawab Direksi Dalam Prinsip Corporate Opportunity Yang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Wewenang Dan Tanggung Jawab Direksi Dalam Prinsip Corporate Opportunity Yang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI

DALAM PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY YANG

DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

NOMOR 40 TAHUN 2007

TESIS

Oleh

MARIA N SIHOMBING

097011062/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI

DALAM PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY YANG

DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

NOMOR 40 TAHUN 2007

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Ilmu pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MARIA N SIHOMBING

097011062/MKn

 

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Telah diuji pada

Tanggal 14 Juli 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. DR. Bismar Nasution, SH, MH

Anggota : 1. Prof. DR. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLi

2. DR. T. Keizerina Devi A, SH, CN. MHum

3. Prof. DR. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

(4)

ABSTRAK

Direksi adalah organ yang diberi kepercayaan (fiduciary) untuk menjalankan dan mengelola perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan Direksi mengendalikan operasi kegiatan perseroan sehari-hari dalam batas-batas yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Anggaran Dasar dan RUPS serta di bawah pengawasan Dewan Komisaris. Direksi sebagai organ penting dalam Perseroan selaku pengurus dan perwakilan perseroan, harus bertindak secara hati-hati, patut dan bertindak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab sesuai dengan anggaran dasar perseroan sebagaimana dengan maksud dan tujuan perseroan yang dipimpinnya. Apabila dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya, serta wewenang, Direksi melakukan perbuatan melawan hukum yang mengandung benturan kepentingan atas kepentingan pribadi dan kpentingan perseroan, Direksi tersebut harus lebih mendahulukan kepentingan perseroan. Direksi dapat mengambil kepentingan tersebut, sepanjang tidak merugikan perseroan, artinya tidak ada menimbulkan kerugian terhadap perseroan atas tindakan yang diperbuat oleh Direksi.

Berkaitan dengan hal-hal yang diatas objek permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana wewenang dan tanggung jawab Direksi dalam Prinsip Corporate

Opportunity yang Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, bagaimana penerapan prinsip, batasan-batasan dan pembuktian

Corporate Opportunity tersebut.

Dalam rangka membahas masalah tersebut, jenis penelitian tesis yang digunakan untuk mengkaji penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu bersumber pada materi peraturan perundang-undangan, teori-teori, serta konsep yang berhubungan dengan aspek hukum perusahaan dan bersifat deskriptif analistis, yakni mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.

Seorang direksi dikategorikam melakukan pengelolaan perseroan yang salah, apanila seorang direksi melakukan pelanggaran Code Of Conduct dalam RUPS, tidak melaksanakan Duty Of Care dan Duty Of Loyalty yang terdapat dalam prinsip perusahaan dan Direksi tersebut memiliki itikad buruk dan melakukan korupsi dalam pengelolaan perseroan. Batasan –batasan prinsip Corporate Opportunity mencakup,

Code of Conduct, Standar of Care dan Fiduciary Duty yang didalamnya termasuk duty of care dan duty of loyalty. Sedangkan penerapan prinsip Corporate Opportunity

terhadap wewenang dan tanggung jawab Direksi tersebut mencakup Duty of Skill and

Care, Duty of Loyalty, dan Duty of Disclosure.

(5)

peluang bisnis dianggap milik perseroan, jika peluang bisnis tersebut berhubungan erat dengan aktifitas perseroan atau prospek aktifitas perseroan. (3) The fairness test, dimana pengadilan akan mempertimbangkan semua fakta untuk melihat bahwa orang dalam perseroan dengan tidak fair mengambil alih peluang bisnis perseroan. (4)

Combination test, dimana beberapa pengadilan menerapkan test dua tahap yaitu

kombinasi antara the line of business test dan fairness test).

Permasalahan tirnbul ketika keputusan bisnis yarng diambil Direksi ternyata merugikan perusahaan, padahal dalam mengambil keputusan tersebut, Direksi telah melakukan dengan jujur dan itikad yang baik. Untuk melindungi para Direksi yang beritikad baik tersebut maka muncul prinsip business judgement rule yang merupakan salah satu prinsip yang sangat populer untuk menjamin keadilan bagi para Direksi yatrg mempunyai itikad baik. Penerapannya, yaitu untuk mencapai keadilan, khususnya bagi para Direksi sebuah Perseroan dalam mengambil keputusan bisnis.

Dengan adanya doktrin business judgement rule memberikan suatu pembelaan terhadap direksi, apabila direksi telah dikatakan: (1) Menaati semua ketentuan yang terdapat dalam Pasal 97 ayat (5) tersebut; (2) Menaati semua ketentuan bisnisnya dan telah sesuai dengan Standar Of Conduct yang tertuang didalam RUPS; (3) Code Of

Conduct telah terpenuhi dengan baik apabila telah terpenuhnya fiduciary duty dan

terlaksananya duty of care and duty of loyalty yang terdapat dalam prinsip atau teori

business judgement rule, yaitu kebijakan yang dibuat direksi yang didasarkan dengan

prinsip yang rasional, kebijakan tersebut terbaik untuk perusahaan dan tidak mengandung benturan kepentingan. Maka, apabila hal tersebut telah dilaksanakan dengan itikad baik, direksi dianggap bebas dari pertanggungjawaban atas kerugian yang ditimbulkan, kecuali korupsi.

 

(6)

ABSTRACT

Managing director is an organ who is given a trust (fiduciary) to run and manage a company in accordance with the mission and purpose of the company. The director leads the daily operational activities of the company within the limits determined in Law No. 40/2007 on Limited Liability Company, Statutes and General Meeting of Shareholders (RUPS) as well as under the supervision of Board of Commissioners. Director as an important organ in a company in his capacity as the management and company’s representative must act carefully, properly with good intention and full of responsibility in accordance with the statutes of the company which is in line with the mission and purpose of the company he manages. If when performing his duty, responsibility and authority, the director does something against the law related to any conflict between vested interest and company’s interest, the director must prioritizes the company’s interest. The director can take the interest as long as it does not inflict loss to the company meaning that what has been done by the director does not inflict any loss to the company.

Related to the information above, the research problems in this thesis were what director’s authority and responsibility in the Principle of Corporate Opportunity are if viewed from Law NO.40/2007 on Limited Liability Company, and how the principle, limitations and authentication of the Corporate Opportunity are applied.

The data for this normative juridical study were based on the regulation of legislation, theories, and the concepts which were related to the legal aspect of company. As an analytical descriptive study, this study described a population or certain area, nature, characteristics or factors systematically, factually, and accurately.

A director is categorized to have done a wrong company management, if he violates the Code of Conduct in General Meeting of Shareholders, does not perform Duty of Care and duty of Loyalty found in the principle of company and the director does not have good intention and does a criminal act of corruption when managing the company. The definition of the principle of Corporate Opportunity covers Code of Conduct, Standard of Care and Fiduciary Duty including duty of care and duty of loyalty. While the application of the principle of Corporate Opportunity to the authority and responsibility of the Director includes Duty of Skill and Care, Duty of Loyalty and Duty of Disclosure.

(7)

unfairly takes over the business opportunity of the company, (4) Combination test where several courts of law apply a two-stage test as the combination between the line of business test and fairness test.

The problem emerges when the business decision taken by the Director inflicts loss to the company, whereas the Director has done it honestly and with good intention. To protect the Directors with good intention, the principle of business judgment rule which is one of the very popular principles to guarantee justice for the directors with good intention is issued. Its application is related to obtain justice especially for the directors of a company in taking a business decision.

With the doctrine of business judgment rule, a defense is given to the directors if they: (1) obey all of the stipulations found in Article 97 Paragraph 5; (2) obey all of the business stipulations in accordance with the Standard of Conduct stated in the RUPS; (3) Code of Conduct has been well met if fiduciary duty has been met and duty of care and duty of loyalty found in the principle or theory of business judgment rule have been implemented. Business judgment rule is a policy made by a director based on a rational principle. This policy without conflict of interest is the best for the company. Therefore, if the interest has been implemented with good intention, the director is regarded being free from any responsibility for the loss inflicted except corruption.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat TuhanYang Maha Esa, oleh Rahmat

dan Kasih KaruniaNya sehingga dapat melakukan dan menyelesaikan penelitian dan

penulisan tesis ini dengan baik. Banyak hal yang terjadi dialami saat menyelesaikan

penulisan tesis ini.

Adapun tujuan dibuat penulisan tesis ini untuk memenuhi sebagian

syarat-syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Studi

Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Adapun judul tesis ini adalah: WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

DIREKSI DALAM PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY YANG DITINJAU

DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG

PERSEROAN TERBATAS.

Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini masih terdapat banyak

kekurangan dan kesalahan, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan

yang bersifat masukan yang membangun demi melengkapi kesempurnaan dalam

penulisan tesis ini.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan

dan penyelesaian tesis ini terutama kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku

(9)

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. DR. Runtung, S.H,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. DR. M. Yamin, S.H,M.S,C.N, selaku Ketua Program Studi Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan juga selaku

Anggota Komisi Penguji yang telah memberikan saran dan kritik dalam penelitian

tesis ini;

4. Ibu DR. T. Keizerina Devi A, S.H,C.N,M.Hum, selaku Sekretaris Program

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus

Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dukungan, serta saran

dan kritik dari awal penelitian, sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan

perkuliahan;

5. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.H, selaku Komisi Pembimbing Utama

yang telah memberikan bimbingan dukungan, serta saran dan kritik dari awal

penelitian.

6. Ibu Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H, M.Li selaku Komisi Pembimbing yang

dalam kesibukannya rela meluangkan waktunya untuk memberikan kontribusi

pemikiran, bimbingan serta arahan yang sangat tepat dalam penyusunan tesis ini;

7. Bapak Notaris Syafnil Gani, S.H,M.Hum, selaku Anggota Komisi Penguji yang

telah banyak memberikan kontribusi pemikiran dan arahan dalam penyelesaian

(10)

8. Para Guru Besar serta seluruh Dosen Staf Pengajar Progran Studi Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis selama mengikuti proses

perkuliahan;

9. Orangtuaku yang ku cintai dan ku banggakan, H. Sihombing dan P.br Siagian

yang selalu menemaniku dalam doa dan memberikan dorongan, baik berupa

materil maupun moril dengan harapan agar suatu saat penulis dapat menjadi

teladan bagi adik – adiknya dalam mencapai pendidikan yang tinggi untuk bekal

masa depan nantinya.

10.Seluruh Rekan Staf dan Pegawai Sekretariat Program Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas bantuan dan informasinya yang

diberikan kepada penulis dalam proses penyelesaian perkuliahan hingga

penelitian tesis ini;

11.Para sahabat seperjuangan Kelas Reguler A, B dan C Program Studi Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tahun 2009.

12.Seluruh Keluarga Op. Halomoan Sihombing Lumbantoruan dan Op. Masita

Siagian, terima kasih atas doa dan dukungannya selama masa pendidikan dan

perjalanan studi ini.

13.Sahabat-Sahabatku, Israfenny Simangunsong, Candra Siagian, Ketrin

Pangaribuan, Nurita Simarmata, Gank Gerobak Jambi, Komunitas SMU Negeri 2

Balige Medan dan Sekitarnya, Kostan Juanda, terima kasih buat dukungan dan

(11)

14.Buat Abangku Edward Alvonso beserta seluruh keluarga, thanks buat motivasi

dan curhatannya selama ini ya abangku!

15.Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang

telah terlibat langsung maupun tidak langsung yang telah membantu penulis

dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

Akhirnya, penulis mengharapkan agar tesis ini dapat bermanfaat bagi dunia

pendidikan dalam pengembangan keilmuan terutama bagi penulis dalam memperkaya

khasanah ilmu pengetahuan hukum di masa mendatang.

Dari semua ucapan terima kasih yang penulis ucapkan, hanya kepada Tuhan

Yesus Kristus karena atas KehendakNya lah, penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Terimakasih. Tuhan Memberkati.

Medan, Juni 2011

Penulis,

(12)

RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

Nama : Maria N Sihombing

Tempat/Tanggal Lahir : Balige/ 30 Desember 1985

Jenis Kelamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Mulia Raja Gang Mawar No. 12 Kompleks

Tanah Lapang Sisingamangaraja Balige

Kabupaten Toba Samosir 22311

Alamat Domisili : Jalan Ir. H. Juanda Baru No. 77 A Medan

E-mail : lumbantoruan.maria_85@yahoo.com

Nama Ayah : Hasudungan Sihombing

Nama Ibu : Purnama Siagian

Anak : Ke- 4 dari 7 bersaudara

No. Handphone : +6281366394261

B. Pendidikan

1992 - 1998 : SD HKBP NO. 2 BALIGE di Balige

1998 – 2001 : SLTP NEGERI 1 BALIGE di Balige

2001 – 2004 : SMU NEGERI 2 BALIGE di Balige

2004 – 2008 : STRATA SATU (S-1) FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JAMBI di Jambi

2009 – 2011 : STRATA DUA (S-2) MAGISTER

KENOTARIATAN UNIVERITAS SUMATERA

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR ISTILAH ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian... 11

F. Kerangka Teori... 12

1. Kerangka Teori... 12

2. Kerangka Konsepsi ... 19

G. Metodologi Penelitian ... 20

1. Jenis Penelitian... 20

2. Sumber Data Penelitian... 21

3. Teknik Pengumpulan Data... 22

(14)

5. Analisis Data ... 26

BAB II PENERAPAN PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY YANG TERHADAP DIREKSI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS   A. Organ-Organ Perseroan Terbatas... 27

a. Rapat Pemegang Umum Saham... 27

b. Direksi ... 32

c. Dewan Komisaris ... 40

B. Wewenang dan Tanggung Jawab Direksi Yang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ... 46

a. Wewenang Direksi Perseroan ... 46

b. Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas ...55

C. Penerapan Prinsip Corporate Opportunity Terhadap Direksi Yang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ... 65

a. Duty Of Skill And Care ...66

b. Duty Of Loyalty ...68

(15)

BAB III BATASAN-BATASAN PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY YANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Prinsip-Prinsip Hukum Perseroan dan Pengaturannya

Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas ...71

a. Fiduciary Duty ...71

b. Corporate Opportunity ...72

c. Business Judgement Rule ...72

d. Piercing The Corporate Veil ...73

e. Derivative Action ...75

f. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas ...76

g. Ultra Vires ...77

h. Self Dealing ...78

i. Corporate Ratification ...79

B. Pengertian dan Pengaturan Prinsip Corporate Opportunity Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007... 81

C. Batasan – Batasan Prinsip Corporate Opportunity Dalam Hukum Indonesia yang Ditinjau dari UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ... 89

a. Code Of Conduct... 91

b. Standar of Care ... 95

(16)

BAB IV PEMBUKTIAN PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY TERHADAP DIREKSI DALAM MENGELOLA PERSEROAN TERBATAS YANG DITINJAU DARI UNDANG–UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Kriteria dan Larangan Prinsip Corporate Opportunity... 106

B. Beberapa Kasus tentang Oportunitas

Perseroan (Corporate Opportunity) ...112

C. Pembuktian Prinsip Corporate Opportunity terhadap Direksi

Dalam Mengelola Perseroan Terbatas Yang Ditinjau Dari Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ...113

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 131

B. Saran ... 133

DAFTAR PUSTAKA ... 134

(17)

DAFTAR ISTILAH

Artifical Person : Manusia Semu.

Beneficiary : Pihak yang memberikan kepercayaan yang harus

dipegang untuk kepentingannya.

Best Interest : Yang terbaik bagi perseroan

Business Judgement Rule : Keputusan bisnis oleh direksi mengenai aktivitas

perseroan yang tidak boleh diganggu gugat oleh

siapapun meskipun putusan tersebut salah atau merugikan perseroan

Conflict of Interest : Konflik kepentingan

Code of Conduct : Pedoman perilaku yang mengedepankan etika profesi

Corporate Opportunity : Oportuitas perseroan

Derivative Action : Gugatan dervatif dalam perseroan terbatas

Dubius : Penafsiran mendua

Duty of Care : Kehati-hatian

Duty of Loyalty : Kewajiban untuk loyal

Duty of Skill : Kewajiban memiliki keahlian

Fiduciary Duty : Prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang

dipercayakan kepada orang atau pihak lain (perseroan)

kepada Direksi baik dalam menjalankan fungsinya sebagai manajemen maupun sebagai representasi.

Fraud : Kecurangan

Good Faith : Itikad baik

Gross Negligence : Kelalaian berat

Library Research : Penelitian kepustakaan

Mandatory : Kewajiban

Personal Standi in Judicio : Subjek hukum mandiri

Piercing The Corporate Veil : Penyingkapan tirai perseroan

Sel Dealing : Transaksi dengan perseroan

Stakeholder : Pihak yang berkepentingan

(18)

ABSTRAK

Direksi adalah organ yang diberi kepercayaan (fiduciary) untuk menjalankan dan mengelola perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan Direksi mengendalikan operasi kegiatan perseroan sehari-hari dalam batas-batas yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Anggaran Dasar dan RUPS serta di bawah pengawasan Dewan Komisaris. Direksi sebagai organ penting dalam Perseroan selaku pengurus dan perwakilan perseroan, harus bertindak secara hati-hati, patut dan bertindak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab sesuai dengan anggaran dasar perseroan sebagaimana dengan maksud dan tujuan perseroan yang dipimpinnya. Apabila dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya, serta wewenang, Direksi melakukan perbuatan melawan hukum yang mengandung benturan kepentingan atas kepentingan pribadi dan kpentingan perseroan, Direksi tersebut harus lebih mendahulukan kepentingan perseroan. Direksi dapat mengambil kepentingan tersebut, sepanjang tidak merugikan perseroan, artinya tidak ada menimbulkan kerugian terhadap perseroan atas tindakan yang diperbuat oleh Direksi.

Berkaitan dengan hal-hal yang diatas objek permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana wewenang dan tanggung jawab Direksi dalam Prinsip Corporate

Opportunity yang Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, bagaimana penerapan prinsip, batasan-batasan dan pembuktian

Corporate Opportunity tersebut.

Dalam rangka membahas masalah tersebut, jenis penelitian tesis yang digunakan untuk mengkaji penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu bersumber pada materi peraturan perundang-undangan, teori-teori, serta konsep yang berhubungan dengan aspek hukum perusahaan dan bersifat deskriptif analistis, yakni mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.

Seorang direksi dikategorikam melakukan pengelolaan perseroan yang salah, apanila seorang direksi melakukan pelanggaran Code Of Conduct dalam RUPS, tidak melaksanakan Duty Of Care dan Duty Of Loyalty yang terdapat dalam prinsip perusahaan dan Direksi tersebut memiliki itikad buruk dan melakukan korupsi dalam pengelolaan perseroan. Batasan –batasan prinsip Corporate Opportunity mencakup,

Code of Conduct, Standar of Care dan Fiduciary Duty yang didalamnya termasuk duty of care dan duty of loyalty. Sedangkan penerapan prinsip Corporate Opportunity

terhadap wewenang dan tanggung jawab Direksi tersebut mencakup Duty of Skill and

Care, Duty of Loyalty, dan Duty of Disclosure.

(19)

peluang bisnis dianggap milik perseroan, jika peluang bisnis tersebut berhubungan erat dengan aktifitas perseroan atau prospek aktifitas perseroan. (3) The fairness test, dimana pengadilan akan mempertimbangkan semua fakta untuk melihat bahwa orang dalam perseroan dengan tidak fair mengambil alih peluang bisnis perseroan. (4)

Combination test, dimana beberapa pengadilan menerapkan test dua tahap yaitu

kombinasi antara the line of business test dan fairness test).

Permasalahan tirnbul ketika keputusan bisnis yarng diambil Direksi ternyata merugikan perusahaan, padahal dalam mengambil keputusan tersebut, Direksi telah melakukan dengan jujur dan itikad yang baik. Untuk melindungi para Direksi yang beritikad baik tersebut maka muncul prinsip business judgement rule yang merupakan salah satu prinsip yang sangat populer untuk menjamin keadilan bagi para Direksi yatrg mempunyai itikad baik. Penerapannya, yaitu untuk mencapai keadilan, khususnya bagi para Direksi sebuah Perseroan dalam mengambil keputusan bisnis.

Dengan adanya doktrin business judgement rule memberikan suatu pembelaan terhadap direksi, apabila direksi telah dikatakan: (1) Menaati semua ketentuan yang terdapat dalam Pasal 97 ayat (5) tersebut; (2) Menaati semua ketentuan bisnisnya dan telah sesuai dengan Standar Of Conduct yang tertuang didalam RUPS; (3) Code Of

Conduct telah terpenuhi dengan baik apabila telah terpenuhnya fiduciary duty dan

terlaksananya duty of care and duty of loyalty yang terdapat dalam prinsip atau teori

business judgement rule, yaitu kebijakan yang dibuat direksi yang didasarkan dengan

prinsip yang rasional, kebijakan tersebut terbaik untuk perusahaan dan tidak mengandung benturan kepentingan. Maka, apabila hal tersebut telah dilaksanakan dengan itikad baik, direksi dianggap bebas dari pertanggungjawaban atas kerugian yang ditimbulkan, kecuali korupsi.

 

(20)

ABSTRACT

Managing director is an organ who is given a trust (fiduciary) to run and manage a company in accordance with the mission and purpose of the company. The director leads the daily operational activities of the company within the limits determined in Law No. 40/2007 on Limited Liability Company, Statutes and General Meeting of Shareholders (RUPS) as well as under the supervision of Board of Commissioners. Director as an important organ in a company in his capacity as the management and company’s representative must act carefully, properly with good intention and full of responsibility in accordance with the statutes of the company which is in line with the mission and purpose of the company he manages. If when performing his duty, responsibility and authority, the director does something against the law related to any conflict between vested interest and company’s interest, the director must prioritizes the company’s interest. The director can take the interest as long as it does not inflict loss to the company meaning that what has been done by the director does not inflict any loss to the company.

Related to the information above, the research problems in this thesis were what director’s authority and responsibility in the Principle of Corporate Opportunity are if viewed from Law NO.40/2007 on Limited Liability Company, and how the principle, limitations and authentication of the Corporate Opportunity are applied.

The data for this normative juridical study were based on the regulation of legislation, theories, and the concepts which were related to the legal aspect of company. As an analytical descriptive study, this study described a population or certain area, nature, characteristics or factors systematically, factually, and accurately.

A director is categorized to have done a wrong company management, if he violates the Code of Conduct in General Meeting of Shareholders, does not perform Duty of Care and duty of Loyalty found in the principle of company and the director does not have good intention and does a criminal act of corruption when managing the company. The definition of the principle of Corporate Opportunity covers Code of Conduct, Standard of Care and Fiduciary Duty including duty of care and duty of loyalty. While the application of the principle of Corporate Opportunity to the authority and responsibility of the Director includes Duty of Skill and Care, Duty of Loyalty and Duty of Disclosure.

(21)

unfairly takes over the business opportunity of the company, (4) Combination test where several courts of law apply a two-stage test as the combination between the line of business test and fairness test.

The problem emerges when the business decision taken by the Director inflicts loss to the company, whereas the Director has done it honestly and with good intention. To protect the Directors with good intention, the principle of business judgment rule which is one of the very popular principles to guarantee justice for the directors with good intention is issued. Its application is related to obtain justice especially for the directors of a company in taking a business decision.

With the doctrine of business judgment rule, a defense is given to the directors if they: (1) obey all of the stipulations found in Article 97 Paragraph 5; (2) obey all of the business stipulations in accordance with the Standard of Conduct stated in the RUPS; (3) Code of Conduct has been well met if fiduciary duty has been met and duty of care and duty of loyalty found in the principle or theory of business judgment rule have been implemented. Business judgment rule is a policy made by a director based on a rational principle. This policy without conflict of interest is the best for the company. Therefore, if the interest has been implemented with good intention, the director is regarded being free from any responsibility for the loss inflicted except corruption.

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya, sistem hukum itu ada hubungannya timbal balik dengan

lingkungannya, sehingga bersifat terbuka, berubah dan mudah diserang, tetapi karena

struktur yang memberi ciri pada sistem, maka dapat bertahan sebagai kesatuan.1

Pada awalnya, Perseroan Terbatas diatur dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang (KUHD), yakni Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36

sampai dengan Psal 56 berikut segala perubahaannya, terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971, kemudian diikuti dengan keluarnya Undang-Undang-Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dan perubahannya terakhir dengan

keluarnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas yang berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007, maka segala

ketentuan yang mengenai ketentuan mengenai Perseroan Terbatas dalam KUHD, UU

No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, sebagaimana disebutkan di atas

dinyatakan tidak berlaku lagi dan telah dicabut, sebagaimana yang disebutkan dalam

Ketentuan Penutup Pasal 160 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.

        1

(23)

Pengertian Perseroan Terbatas (naamloze vennootschap), menurut Pasal 1

ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah:

“badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan

perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”

Badan Hukum adalah suatu badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari

anggota-anggotanya, dianggap sebagai subjek hukum mempunyai tanggung jawab

dan memiliki hak-hak serta kewajiban seperti yang dimiliki seseorang. Pribadi hukum

ini memiliki kekayaan tersendiri, mempunyai pengurus atau pengelola dan dapat

bertindak sendiri sebagai pihak di dalam suatu perjanjian.2

Perseroan Terbatas sebagai himpunan modal (capital asssosiaties)

memerlukan peratuRan yang lengkap dan sangat kompleks, maka dengan memiliki

hukum perseroan yang memadai dapat menjawab tantangan itu.3 Perseroan Terbatas

lahir dari suatu proses hukum secara mutlak, perseroan harus berdasarkan Keputusan

Pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak dan Hak asasi Manusia, sehingga

perseroan yang didirikan mendapatkan pengesahan dari Menteri sebagai status badan

hukum yang sah. Dalam Pasal 7 ayat (2) Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan :

        2

Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, Sendi-sendi Hukum Perdata, (Jakarta : Rajawali, 1953), hal. 51.

3

(24)

“Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya

Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.”

Kedudukannya sebagai badan hukum dibuktikan berdasar Akta pendirian

yang dibuat dengan akta otentik dihadapan Notaris yang didalamnya terdapat

anggaran dasar (AD) Perseroan, bila anggaran dasar (AD) tersebut telah mendapat

pengesahan oleh Menteri maka Perseroan yang didirikan menjadi subjek hukum

korporasi.

Dengan status Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, maka sejak saat itu

hukum memperlakukan pemilik atau pemegang saham dan pengurus atau Direksi,

terpisah dari PT itu sendiri yang dikenal dengan istilah “separate legal personality”

yaitu sebagai individu yang berdiri sendiri.4

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan:

“Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham; Direksi; dan

Dewan Komisaris.”

Direksi merupakan satu-satunya organ dalam perseroan yang melaksanakan

fungsi perseroan.5 Direksi merupakan organ yang bertindak untuk melakukan

pengurusan dan pengawasan suatu perseroan yang berkewajiban untuk meningkatkan

nilai ekonomis suatu perseroan termasuk pengurusan sehari-hari, sehingga Direksi

        4

I. G. Rai Widjaja, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Usaha Hukum Perusahaan, (Bekasi: Megapoin, 2006), hal. 131.

5

(25)

harus diberikan kewenangan-kewenangan yang mendukung untuk tercapainya hasil

yang ingin dicapai dalam Perseroan, dan juga diembankan tanggung jawab selaku

wakil dan salah satu pengurus Perseroan.

Direksi dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan

untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di dalam

maupun di luar pengadilan.6 Tugas dan fungsi utama Direksi, menjalankan dan

melaksanakan “pengurusan’ Perseroan. Jadi, Perseroan diurus, dikelola dan dimanage

oleh Direksi.7

Direksi ini bertindak untuk dan atas nama Perseroan, sehingga bertanggung

jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan dan

sebagai wakil dari Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan

anggaran dasar (AD).

Berdasarkan Pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, Direksi sebagai pengurus perseroan bukan hanya sekedar

pelaksana dari peseroan sebagaimana yang dimuat dalam RUPS, namun juga

mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh terhadap perseroan.

Sebagai salah satu organ perseroan seperti layaknya manusia yang

mempunyai kedudukan, kewenangan dan kapasitas yang telah ditentukan dalam

anggaran dasar (AD) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas (UU PT). Dalam menjalankan tugas sebagai perwakilan Perseroan dan tugas

        6

Munir Fuady (Munir Fuady I), Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktik, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 52.

7

(26)

pengurusan, Direksi Perseroan harus melakukan tugas dan tanggung jawabnya

dengan cara-cara yang baik, layak dan beritikad baik dan penuh tanggung jawab.

Manusia yang pada hakekatnya merupakan subjek dan objek pembangunan

guna terwujudnya cita-cita masyarakat adil dan makmur tentu saja mempunyai tugas,

peran dan tanggung jawab yang besar guna perwujudan cita-cita termaksud. Karena

pada akhirnya, manusia harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, orang lain

dan akhirnya pada lingkungannya demi kebaikan dan kepentingan bersama.8

Walau tidak ada suatu rumusan yang jelas dan pasti mengenai kedudukan

Direksi dalam suatu perseroan, yang jelas, Direksi merupakan badan perseroan yang

paling tinggi, karena Direksi berhak dan berwenang untuk menjalankan perusahaan,

bertindak untuk dan atas nama perseroan (baik di dalam maupun di luar pengadilan)

dan bertanggung jawab atas pengurusan dan jalannya perseroan untuk kepentingan

dan tujuan perseroan.9

Tugas-tugas yang bersumber kepada perundang-undangan yang berlaku,

sejauh merupakan hukum memaksa (madatary law, dwingend recht) wajib dilakukan

oleh Direksi. Dalam hal ini, pihak Direksi dianggap bersalah jika terjadi 3 (tiga)

kategori sebagai berikut:

1. Tidak melakukan yang diharuskan oleh perundang-undangan.

2. Melakukan apa yang dilarang oleh perundang-undangan.

        8

Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Semarang : Mandar Maju, 2000), hal. 101.

9

(27)

3. Melakukan secara tidak sempurna, yakni tidak seperti yang dipersyaratkan

oleh perundang-undangan.10

Ketika kesalahan atau kelalaian itu datang, maka resiko harus dapat

dipertanggungjawabkan. Setiap orang yang hidup pasti akan mengalami dan akan

menghadapi risiko atas hidupnya sendiri, hal ini diakibatkan ketidaktahuannya

mengenai peristiwa yang akan ia alami secara pasti. Sehingga, manusia itu harus

dapat mempertanggungjawabkan dan mencari jalan keluar atas kejadian yang

mengakibatkan resiko yang terjadi atas hidupnya sendiri atau atas perbuatan yang

telah dilakukan.

Menurut L. Athearn, risiko merupakan aspek utama dari kehidupan pada

umumnya dan merupakan faktor utama yang penting dalam asuransi. Sebab risiko itu

merupakan kemunginan penyimpangan harapan yang tidak menguntungkan, yakni

ketidakpastian suatu peristiwa yang tidak diinginkan.11

Tanggung jawab pribadi Direksi adalah keadaan dimana Direksi tidak

melakukan fiduciary duty dalam kepemimpinannya sehingga merugikan perseroan

dan pemegang saham, dan dalam hal ini ukuran saham tidak lagi menjadi patokan

batasan nilai tanggung jawab tersebut, sehingga harta-harta milik pribadi Direksi

dapat juga terikut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.12 Dipandang

        10

Munir Fuady (Munir Fuady II), Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 60.

11

Sri Rejeki Hartono (1), Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta : Sinar Grafika, 1997), hal. 60.

12

(28)

secara sekilas hukum perseroan mengisyaratkan bahwa Direksi harus mengelola

perseroan dengan kehati-hatian (care) yang semestinya sebagaimana halnya para

pengemudi harus mengendarai mobilnya dengan penuh kehati-hatian.13

Keberadaan Direksi dalam perseroan terbatas ibarat nyawa bagi perseroan.

Tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya Direksi. Sebaliknya tidak mungkin ada

Direksi tanpa adanya perseroan. Oleh karena itu, keberadaan Direksi bagi perseroan

terbatas sangat penting.14

Berkenaan dengan masalah penerapan kewajiban berhati-hati (duty of care)

dalam pelaksanaan pengurusan Perseroan, perlu dikemukakan prinsip yang berlaku

umum, yang disebut dengan “risiko pertimbangan bisnis” (business judgement

risk).15 Maksudnya, bila Direksi benar-benar jujur dan memiliki itikad baik dalam

melaksanakan tanggung jawab pengurusan Perseroan, dan dapat membuktikannya

maka Direksi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kesalahan tersebut. Hal

ini berhubungan dengan prinsip Corporate Opportunity dalam Hukum Perseroan

Terbatas yang diatur dalam Pasal 97 ayat (2) yang menyatakan:

“Pengurusan sebagimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap

anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.”

Dan Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas yang menyebutkan:

        13

Bismar Nasution, “Pertanggungjawaban Direksi,” http://bismar.wordpress.com/2009/12/23, diakses tanggal 20 Pebruari 2011.

14

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Alumni, 2004), hal. 131. 

15

(29)

“Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila:

a. terjadi perkara di Pengadilan dengan anggota Direksi yang bersangkutan;

b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan

dengan Perseroan.”

Direksi dapat digugat secara pribadi ke pengadilan negeri jika perseroan

mengalami kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaiannnya, misalnya

dalam hal terjadinya suatu kepailitan perseroan yang diakibatkan oleh kesalahan dan

kelalaian Direksi, pertanggungjawaban Direksi terjadi secara tanggung renteng atas

kerugian dan kepailitan perseroan bila harta kekayaan perseroan tidak mencukupi

untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut.

Corporate Opportunity merupakan suatu doktrin yang mengajarkan bahwa

seorang direktur, komisaris atau pegawai perseroan lainnya ataupun pemegang saham

utama, tidak diperkenankan mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan

pribadi manakala tindakan yang dilakukannya tersebut sebenarnya merupakan

perbuatan yang semestinya dilakukan oleh perseroan dalam menjalankan bisnisnya

itu. Dengan demikian, manakala tindakan tersebut merupakan kesempatan

(opportunity) bagi perseroan dalam menjalankan bisnisnya, Direksi tidak boleh

mengambil kesempatan tersebut untuk kepentingan pribadinya.16

Transaksi kesempatan perseroan (Corporate Opportunity) mengajarkan

bahwa bahwa akibat dari adanya fiduciary duty dari Direksi, maka Direksi haruslah

        16

(30)

terlebih dahulu mengutamakan kepentingan perseroan daripada kepentingan pribadi.

Dengan demikian, jika perusahaan mempunyai kesempatan (opportunity) untuk

melakukan suatu transakasi yang sama dengan pihak ketiga sementara pihak Direksi

juga ingin melakukan transaksi yang sama dengan pihak ketiga, maka pihak Direksi

perusahaan harus mengutamakan kepentingan perseroan terlebih dahulu dengan

mempersilahkan perusahaan untuk melakukan transaksi tersebut, dan Direksi harus

mengalah untuk itu. Dengan kepentingan perseroan (sehingga harus lebih

diutamakan) oleh Direksi dimaksudkan adalah setiap hak (right), kekayaan

(property), kepentingan (interest), dan pengharapan (expectancy) yang dimiliki oleh

perseroan atau yang menurut prinsip keadilan seharusnya kepunyaan perseroan.17

Pelanggaran terhadap Corporate Opportunity Doctrine mengakibatkan

perseroan memperoleh ganti rugi seimbang dengan kehilangan keuntungan yang

diharapkan seandainya perseroan memperoleh peluang bisnis tersebut.18

Dengan adanya pengaturan prinsip oportunitas perusahaan ini (Corporate

Opportunity), seorang Direksi harus dapat menunjukan kepengurusan dan

pelaksanaan kegiatan usaha dengan itikad baik dan tindak kehati-hatian dalam

menjalankan perseroan, namun tidak memberikan kejelasan sejauh mana penerapan

prinsip tindakan itu dibenarkan atau dikatakan sebagai itikad baik dan telah hati-hati

dalam menjalankan perseroan yang dipegang oleh Direksi Perseroan? Dan bagaimana

        17

Ibid, hal. 63. 18

(31)

tindakan oportunitas perusahaan yang dilarang oleh hukum sesuai dengan tinjauan

aturan hukum yang telah dibentuk oleh pemerintah?

Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, maka untuk dapat lebih

mengetahui tanggung jawab Direksi , maka perlu untuk dilakukan penelitian lebih

lanjut dengan membuat penelitian yang berjudul “WEWENANG DAN TANGGUNG

JAWAB DIREKSI DALAM PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY YANG

DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG

PERSEROAN TERBATAS”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, perumusan

masalah yang menjadi dasar pembahasan dalam tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Penerapan Prinsip Corporate Opportunity Terhadap Direksi Dalam

Mengelola Perseroan Yang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

Tentang Perseroan Terbatas?

2. Bagaimana Batasan-Batasan prinsip Corporate Opportunity Yang Ditinjau Dari

Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?

3. Bagaimana Pembuktian Corporate Opportunity Terhadap Direksi Perseroan Yang

Ditinjau Dari Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas?

(32)

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan dari

penelitian tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip Corporate Opportunity terhadap

Direksi dalam mengelola perseroan yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

2. Untuk mengetahui bagaimana batasan-batasan prinsip Corporate Opportunity

yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas.

3. Untuk mengetahui bagaimana pembuktian Corporate Opportunity terhadap

Direksi perseroan yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tesis ini memiliki manfaat teoritis dan praktis yang didasarkan pada

tujuan penelitian. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu

hukum dan juga masukan bagi penyempurnaan pranata hukum khususnya dalam

lapangan hukum perusahaaan dan hukum bisnis yang berlaku di Indonesia yaitu

mengenai Penerapan Prinsip Corporate Opportunity Terhadap Direksi dalam

(33)

Diharapkan dapat memberikan masukan kepada para penegak hukum dan

pembuat peraturan perundang–undangan untuk menyempurnakan kembali

peraturan-peraturan di bidang hukum perusahaan, agar tercipta suatu unifikasi

hukum di dalam masyarakat.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang di dapat dari penelusuran kepustakaan di

lingkungan Universitas Sumatera Utara, ternyata penelitian tentang “Wewenang Dan

Tanggung Jawab Direksi Dalam Prinsip Corporate Opportunity Yang Ditinjau Dari

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”, belum pernah

ditemukan judul atau penelitian tentang judul diatas sebelumnya. Dengan demikian

penelitian ini adalah asli adanya dan secara akademis dapat dipetanggungjawabkan.

Ada beberapa judul penelitian yang berkaitan dengan prinsip hukum perusahaan yang

dibahas yang pernah dilakukan, antara lain:

1. T. Suhaimi, NIM : 077005060, mahasiswa Magister Hukum Program

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul,“ Penentuan Kategori

Mala Inse dan Mala in Prohibita dalam ketentuan Undang-Undang Nomomr 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,” dengan perumusan masalah yang

dibahas:

1. Bagaimana ketentuan fiduciary duty dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun

(34)

2. Bagaimana pengaturan pengelolaan perseroan dan Business Judgement Rule

dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?

3. Bagaimana penentuan standar kaeori Mala Inse dan Mala In Prohibita bagi

tindakan Direksi dalam pengelolaan perseroann menurut Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?

2. Rudi Dogar Harahap, NIM : 067005078, mahasiswa Magister Hukum Program

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Penerapan Business

Judgement Rule dalam pertanggungjawaban Direksi Bank yang berbadan hukum

Perseroan Terbatas”, dengan perumusan masalah yang dibahas:

1. Bagaimana pengelolaan Bank dikaitkan dengan manajemen risiko?

2. Bagaimana batasan Businesss Judgement Rule dalam pengelolaan Perseroan

Terbatas oleh Direksi?

3. Bagaimana penerapan prinsip-prinsip Business Judgement Rule dalam

pertanggungjawaban direktur bank Direktur Terbatas?

Jika diperbandingkan dengan penelitian yang dilakukan dengan penelitian ini,

baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Dengan demikian, maka

penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara

ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

(35)

Kata teori pada dasarnya banyak digunakan, sebanyak seperti dalam

kehidupan sehari-hari. Misalnya menurut kamus Concise Oxford Dictionary sebagai

suatu indikator dari makna sehari-hari, anggapan yang menjelaskan tentang suatu,

khususnya yang berdasarkan pada prinsip-prinsip independen suatu fenomena dan

lain – lain yang perlu dijelaskan. Bagi semua ahli, teori adalah seperangkat gagasan

yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria

tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan

teori yang lebih umum.19

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran/butir-butir pendapat, teori, tesis

mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem), yang menjadi bahan

perbandingan, Pemegangan teoristis.20 Seiring dengan perkembangan masyarakat

pada umumnya, peraturan hukum juga mengalami perkembangan kontinuitas

perkembangan ilmu hukum selain bergantung pasca metodelogi, aktivitas penelitian

dan imajinasi penelitian.21

Dalam pengelolaan perseroan atau perusahaan, para anggota Direksi dan

komisaris sebagai salah satu organ vital dalam perusahaan tersebut merupakan

pemegang amanah (fiduciary) yang harus berperilaku sebagaimana layaknya

pemegang kepercayaan.22

        19

Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, (Bandung : Refika Aditama, 2007), hal. 23.

20

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 27. 21

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 2005), hal. 6.

22

(36)

Sebagai badan hukum atau artificial person, perseroan terbatas mampu

bertindak melakukan perbuatan hukum melalui “wakilnya”. Untuk itu ada yang

disebut “agent” yaitu orang yang mewakili Perseroan serta bertinndak untuk dan atas

nama Perseroan. Karena itu perseroan juga merupakan subjek hukum, yaitu subjek

hukum yang mandiri. Dia bisa mempunyai hak dan kewajiban dalam hubungan

hukum sama seperti manusia biasa atau natural person atau naturalijke persoon, dia

bisa menggugat ataupun digugat, bisa membuat keputusan dan bisa mempunyai hak

dan kewajiban, utang-piutang, mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia.23

Allots memandang bahwa hukum sebagai sistem merupakan proses

komunikasi, oleh karena itu hukum menjadi subjek bagi persoalan yang sama dalam

memindahkan dan menerima pesan, seperti sistem komunikasi yang lain. Ciri yang

membedakan hukum adalah keberadaan sebagai fungsi yang otonom dan

membedakan kelompok sosial atau masyarakat politis. Ini dihasilkan/dikenakan oleh

mereka yang mempunyai kompetensi dan kekuasaan yang sah itu. Suatu sistem

hukum tidak hanya terdiri dari norma-norma tetapi juga lembaga-lembaga termasuk

fasilitas dan proses. 24

Dalam kaitan teori yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah teori organ

yakni teori yang lahir sebagai reaksi terhadap teori fiksi yang dikemukakan oleh Otto

Von Gierke. Pada pokoknya teori ini mengemukakan bahwa badan hukum

merupakan suatu badan yang membentuk suatu kehendaknya melalui perantaraan

        23

Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 50. 24

(37)

alat-alat atau organ-organ badan tersebut, misalnya anggota-anggotanya atau

pengurusnya, seperti manusia melakukan segala perbuatannya dengan organ-organ

tubuhnya. Menurut teori ini, badan hukum benar-benar ada, berfungsi sama seperti

manusia, dan perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan badan hukum itu

sendiri. Tujuan badan hukum adalah tujuan yang kolektif, terlepas dari tujuan

individu-individu yang menjadi organ-organnya.25

Perseroan Terbatas merupakan badan hukum namun tidak dapat melakukan

perbuatan-perbuatan hukum dengan sendirinya tanpa organ-organ perseroan yang

bertindak untuk dan atas nama perseroan dan tanggung jawab badan hukum.

Perseroan ini memiliki organ – organ selayaknya manusia untuk melakukan tujuan

pendiriannya, sehingga dapat mencapai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha ynag

ingin dicapai oleh Perseroan. Organ – organ Perseroan mencakup 3 (tiga) bagian,

yaitu:

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang

yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang

ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/ atau anggaran dasar.

2. Direksi

        25

(38)

Menurut Pasal 1 ayat (5) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, Direksi adalah organ perseroan yang berwewenang dan

bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan

Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan

anggaran dasar.

3. Dewan Komisaris

Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas

melakukan pengawasan secara umum dan/ atau khusus sesuai dengan anggaran

dasar serta memberikan nasihat kepada Direksi.

Teori fiduciary duty adalah suatu kewajiban yang ditetapkan undang-undang

bagi seseorang yang memanfaatkan seseorang lain, dimana kepentingan pribadi

seseorang yang diurus oleh pribadi lainnya, yang sifatnya hanya hubungan

atasan-bawahan sesaat.25

Doktrin fiduciary duty berasal dari sistem hukum Common Law yang berasal

dari Inggris dan hingga kin mempengaruhi sistem hukum negara-negara bekas

jajahannya dan juga dianut di Amerika Serikat. Karena hubungan hukum antara

perseroan dan Direksi didasarkan pada doktrin fiduciary duty, maka berdasarkan

doktrin ini Direksi dalam menjalankan kepengurusan mempunyai duty of care dan

duty of loyalty terhadap perseroan.26

        25

Bismar Nasution, Op. Cit, diakses tanggal 17 Februari 2011. 26

(39)

Perseroan Terbatas sebagai salah satu subjek hukum (recht person) memiliki

status, kedudukan,dan kewenangan yang dipersamakan dengan subjek hukum lainnya

seperti manusia yang memiliki maksud dan tujuan dalam proses pendiriannya namun

tidak dapat bertindak secara sendiri. Keberadaan Perseroan Terbatas sebagai status

badan hukum diperoleh ketika Perseroan Terbatas tersebut telah memperoleh

pengesahan dan pejabat yang berwenang, yang memberikan hak-hak, kewajiban serta

harta kekayaan sendiri bagi Perseroan tersebut, terpisah dari hak, kewajiban, dan

harta kekayaan para pendiri Perseroan Terbatas, para pemegang saham dan para

pengurus Perseroan Terbatas.

Hak dan kewajiban tiap anggota badan hukum ditetapkan dalam

peraturan-peraturan yang menjadikan badan hukum atau perkumpulan tersebut didirikan atau

diakui, menurut akta pendirian sendiri, perjanjian sendiri, atau peraturan

perundang-undangan. Para anggota badan hukum sebagai perseorangan tidak bertanggung jawab

atas perjanjian-perjanjian perkumpulannya. Semua hutang perkumpulan itu hanya

dapat dilunasi dengan harta benda perkumpulan.27

Dengan kata lain pertanggungjawaban tersebut adalah pertanggungjawaban

terbatas atau tanggung jawab terbatas berkaitan dengan tindakan pengurus, pemegang

saham maupun perseroan terbatas itu sendiri. Jadi makna terbatas itu sekaligus

mengandung arti keterbatasan, baik dari sudut perseroan terbatas, penanam modal

maupun pengurus perseroan terbatas. Oleh karena itulah tanggung jawab terbatas

        27

(40)

mengandung arti penting sebagai umpan pendorong agar orang bersedia ikut serta

menanamkan modal. Jadi dengan pertanggungjawaban terbatas itu sudah dapat

diramalkan seberapa besar maksimal resiko kerugian yang mungkin diderita.28

Dalam Pasal 97 ayat (3) UUPT menyatakan bahwa:

“Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian

perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya

sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).”

Perseroan dan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU Nomor 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas) merupakan suatu sistem keberadaan organ-organ

Perseroan yang melakukan kegiatan usaha. Keberadaan organ-organ Perseroan ini

memiliki fungsi dan kedudukan yang telah ditentukan, serta memiliki hak dan

kewajiban yang harus dipenuhi dan dilakasanakan dengan itikad baik dan penuh

tanggung jawab. Sehingga, wewenang dan tanggung jawab organ-organ Perseroan,

Direksi dapat dibenarkan atau dipersalahkan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang mengaturnya.

Teori Business Judgement Rule yang merupakan salah satu teori yang sangat

populer untuk menjamin keadilan bagi para Direksi yang mempunyai itikad baik.

Penerapan teori ini mempunyai misi utama, yaitu untuk mencapai keadilan,

khususnya bagi para direktur sebuah perusahaan terbatas dalam melakukan suatu

        28

(41)

keputusan bisnis, artinya tidak terdapat kepentingan pribadi yang dilakukan oleh

Direksi dalam menjalankan perusahaan.

Menurut Plato, keadilan adalah:

“apabila seorang itu menjalankan pekerjaannya dalam hidup ini sesuai dengan

kemampuan yang ada padanya.”

Setiap anggota masyarakat mempunyai tugas-tugasnya sendiri yang khusus dan

hendaknya membatasi pekerjaannya kepada pelaksanaan dari tugas-tugas tersebut.29

Dalam mengurus Perseroan, anggota Direksi tidak boleh “sembrono”

(carelessly) dan lalai (negligence). Apabila ia sembrono dan lalai melaksanakan

kepengurusan, menurut hukum ia telah melanggar kewajiban berjhati-hati (duty care)

atau bertentangan dengan “prudential duty”. Apabila patokan kehati-hatian ini

diabaikan oleh anggota Direksi dalam menjalankan Perseroan, dia dianggap bersalah

melanggar kewajiban mesti melaksanakan pengurusan penuh dengan tanggung jawab.

Tiada maaf bagi seseorang yang menduduki jabatan anggota Direksi dengan gaji dan

tunjangan yang cukup besar, tetapi tidak hati-hati melaksanakan pengurusan

Perseroan.30

Dalam praktek agak sulit untuk membedakan mana suatu perbuatan yang

benar-benar dilakukan dengan itikad baik dan makna perbuatan yang memang sudah

sewajarnya dalam menjalankan tugas yang diembannya, Pada umumnya, setelah

        29

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 256. 30

(42)

terjadi perseroan menderita kerugian yang merupakan suatu akibat, barulah dapat

diketahui baik atau buruknya perbuatan seseorang.31

Berdasarkan ketentuan dalam pasal-pasal 1365 dan 1366 KUHPerdata,

Direksi (artinya semua anggota Direksi) secara pribadi dapat ikut

dipertanggungjawabkan atas kerugian yang diderita pihak ketiga karena perbuatan

melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan.32

2. Kerangka Konsepsi

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut operational definition.33

Dalam pemberian suatu konsep atau pengertian merupakan salah satu unsur

pokok yang penting dalam suatu penelitian hukum, sehingga untuk menghindari

terjadinya salah pengertian atau salah tafsir dan pemahaman yang berbeda mengenai

tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini. Pentingnya defenisi konsepsional

adalah untuk menghindari perbedaan pengertian dan penafsiran mendua (dubius) dari

suatu istilah yang dipakai.34

Maka perlu diuraikan beberapa konsep yang menjadi pemegangan dalam

proses penelitian, yakni :

        31

Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Djambatan, 2007), hal. 86. 32

Ningrum Natasya Sirait, Modul Hukum Perusahaan I, (Medan : Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 12.

33

Samadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 3. 34

(43)

1. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,

didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar

yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan

dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.35

2. Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang saham, Direksi, dan

Komisaris.36

3. Direksi adalah organ perseroan yang berwewenang dan bertanggung jawab penuh

atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, baik di dalam maupun di

luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.37

4. Corporate Opportunity adalah suatu doktrin yang mengajarkan bahwa seorang

direktur, komisaris atau pegawai perseroan lainnya ataupun pemegang saham

utama, tidak diperkenankan mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan

pribadi manakala tindakan yang dilakukannya tersebut sebenarnya merupakan

perbuatan yang semestinya dilakukan oleh perseroan dalam menjalankan

bisnisnya itu. Dengan demikian, manakala tindakan tersebut merupakan

kesempatan (opportunity) bagi perseroan dalam menjalankan bisnisnya, Direksi

tidak boleh mengambil kesempatan tersebut untuk kepentingan pribadinya.38

        35

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.

36

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.

37

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.

38

(44)

G. Metodologi Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka jenis

penelitian tesis yang digunakan untuk mengkaji penelitian ini adalah penelitian

yuridis normatif. Pemilihan jenis penelitian ini mengingat telaah terhadap

permasalahan ini bersumber pada materi peraturan perundang-undangan, teori-teori,

serta konsep yang berhubungan dengan aspek hukum perusahaan . Beranjak dari jenis

penelitian tersebut, diharapkan dapat memperoleh suatu prinsip yang jelas dengan

memberikan kepastian hukum bagi Direksi, sehingga terjadi hubungan yang

seimbang dalam wewenang dan tanggung jawab Direksi tersebut.

Sifat penelitian penulisan ini yaitu deskriptif analistis. Bersifat deskriptif

maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan

sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Penelitian ini pada umumnya bertujuan

untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi

atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor

tertentu.39 Analistis dimaksudkan berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh akan

dilakukan analisis secara cermat bagaimana menjawab permasalahan.40

2. Sumber Data Penelitian

        39

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, 1997), hal. 35.

40

(45)

Dalam penelitian ini, bahan hukum yang dijadikan sebagai rujukan adalah

menggunakan data sekunder, antara lain;

b. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoriatif artinya

mempunyai otoritas. Bahan hukum yang mempunyai kekuatan yang mengikat

bagi pihak – pihak yang berkepentingan, yaitu berupa Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,, serta peraturan lainnya yang ada

kaitannya dengan materi yang akan dibahas dalam penelitian ini.

c. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap

bahan hukum primer yaitu buku-buku ilmu hukum, tesis, disertasi, jurnal hukum,

laporan hukum, makalah dan media cetak atau elektronik.

d. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi penjelasan dan petunjuk

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang relevan untuk

melengkapi data dalam penelitian ini, yaitu kamus umum, kamus hukum,

majalah, internet, serta bahan-bahan di luar bidang hukum yang berkaitan dengan

tesis ini guna melengkapi data.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini, metode pengumpulan data yang dilakukan

(46)

penelitian kepustakaan bertujuan untuk menghimpun data-data yang berasal dari

buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah maupun majalah-majalah

yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang diteliti. Dan penelitian

dengan pendekatan konseptual perundang–undangan (conceptual approach), serta

pendekatan kasus hukum (case law approach) yaitu dengan mempelajari dan

menelaah bahan pustaka, aturan perundang-undangan mengenai perusahaan

khususnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan

kasus-kasus yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan studi dokumen, yaitu dengan mempelajari serta menganalisa bahan

pustaka (data sekunder).

5. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisa kualitatif, yaitu melakukan analisis

terhadap peraturan–peraturan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan

masalah yang dibahas. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dengan cara :

a. menginterprestasikan semua peraturan perundang–undangan yang sesuai dengan

masalah yang dibahas;

b. menelaah dan menilai bahan hukum yang berkaitan dengan masalah yang

(47)

c. mengevaluasi perundang–undangan yang berhubungan masalah yang dibahas

dalam tesis ini.

Sehingga pada tahap akhir akan ditemukan hukum secara konkritnya,

sehingga penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir

secara deduktif yakni dari yang bersifat umum ke khusus, serta dapat dipresentasikan

(48)

BAB II

WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PRINSIP

CORPORATE OPPORTUNITY YANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. ORGAN PERSEROAN TERBATAS

Ketentuan-ketentuan yang memuat persyaratan konstitutif badan hukum dapat

ditemukan dalam anggaran dasar dan/ atau peraturan perundang-undangan yang

menunjuk orang-orang yang mana yang dapat bertindak untuk dan atas nama

tanggung jawab badan hukum.41 Orang-orang tersebut disebut sebagai organ badan

yang merupakan suatu esensial organisasi itu.42

Menurut ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan:

“Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham; Direksi; dan

Dewan Komisaris.”

Jadi, Organ Perseroan Terbatas terbagi atas 3 (tiga) bagian antara lain sebagai berikut:

a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dimaksud dapat dilihat dalam

Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

yang menyatakankan:

        41

Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, (Yogyakarta : FH UII Press, 2006), hal. 49. 42

(49)

“Rapat Pemegang Umum Saham yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ

perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau

Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan undang-undang ini dan/ atau

anggaran dasar.”

1. Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai segala wewenang yang

tidak diberikan kepada Direksi atau komisaris dalam batas yang ditentukan dalam

undang-undang perseroan dan anggaran dasar. Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS) berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan

perseroan dari Direksi dan atau komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

diadakan ditempat kedudukan perseroan atau tepat perseroan melakukan kegiatan

usahanya, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar, tempat tersebut harus

terletak di wilayah Negara Republik Indonesia.43

Setiap pemegang saham mempunyai hak untuk menghadiri Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS). Undang-Undang Perseroan pada masa modern mengatur

ketentuan yang mengatur ketentuan yang menegaskan hak tersebut. Begitu juga

dengan Anggaran Dasar (AD) Perseroan, mengatur ketentuan Perseroan harus

mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) paling tidak satu kali satu

tahun. Pada dasarnya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pemegang

saham melakukan kontrol atas jalannya kepengurusan Perseroan yang dilakukan

        43

Referensi

Dokumen terkait

Riezky Sua Saharja sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) maka tidak dapat bertanggung jawab secara perseroan melainkan yang bertanggung jawab adalah Dewan

(1) Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalarn jangka waktu sebagaimana dimaksud dalm Pasal 79 ayat (5) dan ayat (7)

Namun demikian perbuatan ultra vires bisa juga membebaskan tanggungjawab anggota Direksi apabila perbuatan yang dilakukan tersebut mendapat persetujuan RUPS, dengan

Direksi Jiwasraya pun dapat terbebas dari prinsip piercing the corporate veil apabila yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa kerugian yang diderita oleh Jiwasraya bukan karena

Pengaturan mengenai besarnya jumlah anggota komisaris dapat diatur dalam Anggaran Dasar perseroan, disamping itu Anggaran Dasar perseroan juga dapat mengatur mengenai

Dalam Pasal 1 angka 5 UU Nomor 40 Tahun 2007 dijelaskan bahwa direksi adalah organ perseroaan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroaan untuk

Pelanggaran fiduciary duty oleh direksi dapat dilakukan gugatan yang disebut dengan “gugatan derivatif” (derivative acton), yaitu suatu gugatan perdata yang diajukan oleh 1

Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan, hal