CAMPUR KODE PADA REMAJA
DI PESANTREN AR-RAUDHATUL HASANAH
PAYA BUNDUNG MEDAN
SKRIPSI
Oleh
YUNI WULANDARI
060701018
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
MEDAN
CAMPUR KODE PADA REMAJA
DI PESANTREN AR-RAUDHATUL HASANAH
PAYA BUNDUNG MEDAN
Oleh
YUNI WULANDARI
060701018
Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan telah disetujui oleh
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Gustianingsih, M. Hum Dra. Rosliana Lubis
NIP. 19640828 198903 2 001 NIP. 19630524 198903 2 002
Departemen Sastra Indonesia
Ketua
Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skipsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi
berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Medan, Oktober 2010
CAMPUR KODE PADA REMAJA DI PESANTREN AR-RAUDHATUL HASANAH
PAYA BUNDUNG MEDAN
Oleh
YUNI WULANDARI
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Campur Kode pada Remaja di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan”. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak catat, teknik pancing dan teknik catat seperti yang disampaikan oleh Sudaryanto (1993: 135-137). Data kemudian dianalisis berdasarkan metode padan dan teknik pilah unsur penentu dengan landasan teori Suwito dan Chaer mengenai campur kode. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk campur kode pada remaja pesantren Ar-Raudhatul Hasanah. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa komunikasi pada remaja pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan sangat berpotensi untuk terjadinya campur kode khususnya dalam proses pembelajaran bahasa kedua dan ketiga. Demikian juga dengan pola campur kode yang dikemukakan oleh Suwito dan Dani yang diperoleh dari data lapangan berbentuk: Nomina (bahasa Arab) + adjektiva (bahasa Arab), verba (bahasa Arab) + adjektiva (bahasa Arab), Penjelas (bahasa Arab) + adjektiva (bahasa Arab), preposisi (bahasa Arab) + nomina (bahasa Indonesia), se-nya (bahasa Indonesia) + adjektiva (bahasa Arab), nomina (bahasa Indonesia) + perulangan adjektiva (bahasa Arab), ungkapan dalam bentuk frase verba (bahasa Arab) + preposisi (bahasa Indonesia), dan klausa→ Nomina (bahasa Indonesia) + Verba (bahasa Arab) + Nomina (bahasa Indonesia). Melalui penelitian ini dapat disarankan untuk peneliti selanjutnya dapat meneliti campur kode yang terjadi dalam ruang lingkup yang lebih luas dan penelitian juga dapat dikembangkan dengan teori alih kode yang erat hubungannya dengan campur kode.
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini.
Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi
ini, baik berupa bantuan moril seperti doa, dukungan, nasihat, dan petunjuk praktis, maupun
bantuan material. Penulis mengucapkan terima kasih dengan setulus hati kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M. A., sebagai Dekan Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum., sebagai Ketua Departemen Sastra
Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Mascahaya, M. Hum., sebagai sekretaris Departemen Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Gustianingsih, M. Hum., sebagai pembimbing I dan Ibu Dra. Rosliana
Lubis, sebagai pembimbing II yang telah bersedia membantu, membimbing dan
mengajari penulis dari penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara,
khususnya staf pengajar Departemen Sastra Indonesia yang telah mengajarkan
berbagai materi perkuliahan selama penulis mengikuti perkuliahan.
6. Kabiro Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan yang banyak
membantu penulis selama masa penelitian, semua Bapak dan Ibu guru dan staf
yang membantu penulis dalam mengumpulkan data.
7. Teristimewa untuk orang tua penulis, Bapak Zulchairi dan Ibu Raidayani yang
kesungguhan penulis persembahkan semua ini sebagai tanda sayang dan terima
kasih atas bantuan yang telah diberikan, baik berupa bantuan moril seperti doa,
dukungan, nasihat, dan petunjuk praktis, maupun bantuan material dukungan yang
telah diberikan selama ini.
8. Saudara penulis yaitu Adelia Chairunisa sebagai adik yang selalu memberi
dukungan doa dan semangat kepada penulis.
9. Teman-teman di Departemen Sastra Indonesia stambuk 2006 atas semua bantuan
dan dukungan mereka kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini walaupun telah
berusaha menyajikan yang terbaik. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Penulis,
DAFTAR ISI
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep ... 6
2.1.1. Campur Kode ... 6
2.1.2. Remaja ... 7
2.1.3. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 7
3.2. Populasi dan Sampel ... 14
3.2.1. Populasi ... 14
3.2.2. Sampel ... 14
3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 15
3.4. Metode dan Teknik Analisis Data ... 16
BAB IV CAMPUR KODE PADA REMAJA DI PESANTREN AR-RAUDHATUL HASANAH PAYA BUNDUNG MEDAN
4.2 Pola Campur Kode pada Remaja di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah ... 38
CAMPUR KODE PADA REMAJA DI PESANTREN AR-RAUDHATUL HASANAH
PAYA BUNDUNG MEDAN
Oleh
YUNI WULANDARI
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Campur Kode pada Remaja di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan”. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak catat, teknik pancing dan teknik catat seperti yang disampaikan oleh Sudaryanto (1993: 135-137). Data kemudian dianalisis berdasarkan metode padan dan teknik pilah unsur penentu dengan landasan teori Suwito dan Chaer mengenai campur kode. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk campur kode pada remaja pesantren Ar-Raudhatul Hasanah. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa komunikasi pada remaja pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan sangat berpotensi untuk terjadinya campur kode khususnya dalam proses pembelajaran bahasa kedua dan ketiga. Demikian juga dengan pola campur kode yang dikemukakan oleh Suwito dan Dani yang diperoleh dari data lapangan berbentuk: Nomina (bahasa Arab) + adjektiva (bahasa Arab), verba (bahasa Arab) + adjektiva (bahasa Arab), Penjelas (bahasa Arab) + adjektiva (bahasa Arab), preposisi (bahasa Arab) + nomina (bahasa Indonesia), se-nya (bahasa Indonesia) + adjektiva (bahasa Arab), nomina (bahasa Indonesia) + perulangan adjektiva (bahasa Arab), ungkapan dalam bentuk frase verba (bahasa Arab) + preposisi (bahasa Indonesia), dan klausa→ Nomina (bahasa Indonesia) + Verba (bahasa Arab) + Nomina (bahasa Indonesia). Melalui penelitian ini dapat disarankan untuk peneliti selanjutnya dapat meneliti campur kode yang terjadi dalam ruang lingkup yang lebih luas dan penelitian juga dapat dikembangkan dengan teori alih kode yang erat hubungannya dengan campur kode.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia mengalami kontak
dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing.
Menyadari kenyataan tersebut, masyarakat sadar bahwa pentingnya mempelajari bahasa asing
yang dirasakan berguna bagi bermacam bidang kehidupan seperti agama, ilmu pengetahuan,
perdagangan maupun ekonomi.
Bahasa merupakan suatu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia,
sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu dengan
pemiliknya. Bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu
kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa. Oleh karena itu, bahasa
adalah alat untuk menyampaikan isi, pikirian, alat untuk berinteraksi, alat untuk
mengekspresikan diri, dan alat untuk menampung kebudayaan.
Kemajuan ilmu dan teknologi juga menuntut setiap orang untuk terus menerus
melakukan usaha peningkatan diri. Penguasaan bahasa asing menjadi salah satu aspek
penting sebagai modal utama keunggulan sumber daya manusia berkualitas. Bilingualisme
adalah penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan
orang lain secara bergantian (Fishman, 1975 : 73). Untuk dapat menggunakan dua bahasa
seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Bahasa pertama adalah bahasa ibu (B1), dan
bahasa kedua adalah bahasa lain (B2). Weinrich (dalam Chaer dan Agustina 1995: 87)
mengatakan menguasai dua bahasa dapat berarti menguasai dua sistem kode, dua dialek atau
Membicarakan suatu bahasa tidak terlepas membicarakan katagori kebahasaan yaitu
variasi bahasa. Bahasa merupakan suatu kebulatan yang terjadi dari beberapa unsur.
Unsur-unsur ini disebut variasi bahasa. Selanjutnnya varasi bahasa memiliki beberapa keanggotaan
yang disebut varian. Tiap-tiap varian bahasa inilah yang disebut dengan kode. Hal ini
menunjukkan adanya semacam hierarki kebahasaan yang dimulai dari bahasa sebagai level
yang paling atas disusul dengan kode yang terdiri dari varian-varian dan ragam-ragam. Istilah
kode dalam hal ini dimasudkan untuk menyebut salah satu varian dalam hierarki bahasa.
Weinrich (dalam Chaer dan Agustina, 1995 : 87) mengatakan bahasa dan kode mempunyai
hubungan timbal balik artinya bahasa adalah kode dan sebuah kode dapat saja berupa bahasa.
Untuk memperkuat pendapat ini penulis mengutip pendapat sarjana linguistik seperti
Harimurti Kridalaksana (1982) mengatakan kode merupakan :
1. Lambang atau sistem ungkapan yang dipakai untuk menggambarkan makna
tertentu. Bahasa manusia adalah sejenis kode.
2. Sistem bahasa dalam masyarakat.
3. Variasi tertentu dalam suatu bahasa.
Situasi kebahasaan, perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan serta teknologi
yang semakin canggih, baik berasal dari dalam negeri maupun luar negeri mengakibatkan
terjadinya campur kode dalam berbahasa. Campur kode sering dilakukan oleh masyarakat
umum Indonesia dalam bentuk lisan maupun tulisan, khususnya remaja pesantren
Ar-Raudhatul Hasanah.
Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang
berjalan antara umur dua belas tahun sampai dua puluh satu tahun. Pesantren adalah salah
satu lembaga pendidikan modern yang mempelajari pengetahuan agama dan pengetahuan
Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah adalah salah satu pendidikan untuk santri dan
santriwati yang memiliki kemampuan berbahasa, baik itu bahasa Arab, bahasa Inggris dan
bahasa Indonesia. Remaja pesantren Ar-Raudhatul Hasanah diwajibkan menggunakan bahasa
Arab dan bahasa Inggris, sebagian dari remaja pesantren banyak yang menggunakan dua
bahasa yakni bahasa Indonesia (B1) dan bahasa kedua adalah bahasa Arab (B2).
Dalam penelitian ini penulis melihat peristiwa kebahasaan yang terjadi di dalam
pesantren Ar-Raudhatul Hasanah, yakni penggunaan dua bahasa atau lebih secara bergantian
dengan memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa lain secara konsisten
yang disebut dengan campur kode. Campur kode sebagai salah satu fenomena yang terjadi
pada pembelajaran B2 tidak mungkin dihindarkan.
Penggunaan serpihan-serpihan dari bahasa lain yang bisa berupa kata, frase, dan
dalam berbahasa Indonesia menyelipkan bahasa daerahnya, bisa dikatakan telah melakukan
campur kode. Peristiwa campur kode ini secara sederhana dapat terjadi pada setiap penutur
bahasa yang mampu menggunakan bahasa lain di luar bahasa ibunya baik secara sempurna
maupun tidak. Peristiwa ini lazim terjadi pada masyarakat yang bilingual (Chaer dan
Agustina, 1995 : 164-165).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah bentuk campur kode pada remaja di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
Paya Bundung Medan ?
2. Bagimanakah pola campur kode pada remaja di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
1.3 Batasan Masalah
Suatu penelitian harus dibatasi agar penelitian terarah dan tujuan penelitian tercapai.
Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini, campur kode yang terjadi pada
remaja yaitu santriwati kelas 3 SMP di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung
Medan.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Menjelaskan bentuk campur kode yang terjadi pada remaja di pesantren
Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan.
2. Menjelaskan pola campur kode pada di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya
Bundung Medan.
1.4.2 Manfaat Penelitan
1. Penelitian ini dijadikan sebagai pengetahuan baru bagi masyarakat, khususya bagi
mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia agar semakin berminat menggali kembali
peristiwa kebahasaan yang terjadi di sekitar kita.
2. Penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah penelitian terhadap
pemakaian bahasa tulis melalui pendekatan sosiolinguistik dan menjadi acuan bagi
penelitian selanjutnya.
3. Memberi informasi kepada pembaca tentang campur kode yang terdapat di
4. Memberikan sumbangan pikiran untuk pengajaran bahasa Indonesia serta menjadi
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Menurut KBBI (2003: 588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses
atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
lain. Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa konsep yaitu konsep campur
kode dan remaja di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah. Penelitian ini berfokus pada campur
kode unsur leksikal dalam sebuah kalimat.
2.1.1 Campur Kode
Campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan
unsur-unsur bahasa yang satu kedalam bahasa lain secara konsisten. Campur kode terjadi
apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu
tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Menurut Chaer dan Agustina (2004: 116)
campur kode itu dapat berupa serpihan kata, frase, dan klausa suatu bahasa di dalam bahasa
lain yang digunakan. Intinya, ada satu bahasa yang digunakan, tetapi di dalamnya terdapat
serpihan-serpihan dari bahasa lain. Hal ini biasanya berhubungan dengan karekteristik
penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan maupun rasa keagamaan.
2.1.2 Remaja
Usia remaja dapat dikelompokkan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke
diantara anak-anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja seringkali dikenal dengan fase
“mencari jati diri” atau fase “topan dan badai”. Remaja masih belum mampu menguasai dan
memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya.
2.1.3 Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
Pesantren adalah salah satu model pendidikan yang sudah lama didirikan dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Pesantren sering disebut dengan pondok yaitu sekolah
Islam yang berasrama. Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam
pengetahuan tentang Al-Qur’an dan Sunnah Rasul dengan mempelajari bahasa Arab.
Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah merupakan salah satu pesantren yang modern yang
berada di jalan Jamin Ginting, Paya Bundung Medan. Santri dan santriwati pesantren
Ar-Raudhatul Hasanah dididik dengan baik oleh para ustadz ‘guru laki-laki’ dan ustadzah ‘guru
perempuan’ dan para santri harus mengikuti peraturan-peraturan yang sudah ditentukan, baik
dari cara berpakaian, perilaku maupun berbahasa.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Bilingualisme
Istilah bilingualisme dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Dari
istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami yaitu berkaitan dengan penggunaan dua
bahasa, sedangkan bilingual atau dwibahasawan berkaitan dengan orang yang dapat berbicara
dalam dua bahasa. Untuk dapat menentukan seseorang itu bilingual atau tidak ada
batasan-batasan mengenai bilingualisme yang dikemukakan oleh beberapa pakar.
Weinrich (dalam Umar, 1993: 8) mengartikan kedwibahasaan sebagai praktik
penggunaan dua bahasa secara bergantian. Dalam hal ini tidak diisyaratkan tingkat
diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan
orang lain secara bergantian. Nababan ( 1991: 27) mengemukakan pendapatnya tentang
bilingualisme dan bilingualitas. Ia mengatakan langsung sebagai berikut :
Kalau kita melihat seseorang memakai dua bahasa dalam pergaulan dengan orang lain, dia berdwibahasa dalam arti dia melaksanakan kedwibahasaan yang kita akan sebut bilingualisme. Jadi, bilingualisme adalah kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain. Jika kita berpikir tentang kesanggupan atau kemampuan seseorang berdwibahasa, yaitu pemakai dua bahasa, kita akan sebut ini biligualitas (dari bahasa Inggris bilinguality).
Bloomfield (dalam Chaer dan Agustin, 1995: 113) mengatakan bahwa bilingualisme
adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya.
Jadi, menurut Bloomfield seseorang disebut bilingual apabila dapat menggunakan bahasa
pertama (B1) dan bahasa kedua (B2) dengan derajat yang sama baiknya.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bilingualisme adalah
kemampuan penutur dalam memahami, mengerti, atau menggunakan dua bahasa atau lebih.
2.2.2 Campur Kode
Campur kode merupakan peristiwa yang lazim terjadi dalam masyarakat yang bilingual
atau berdwibahasa, bahkan yang multilingual. Nababan (1984: 32) mengatakan bahwa
campur kode adalah suatu keadaan berbahasa lain apabila orang mencampur dua atau lebih
bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi
berbahasa lain yang menuntut adanya pencampuran bahasa tersebut. Sementara itu, Chaer
dan Agustina (2004: 114) mengatakan kesamaan yang ada antara alih kode dan campur kode
adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam suatu
masyarakat tutur.
Banyak pendapat mengenai alih kode dan campur kode. Pada alih kode setiap bahasa
dilakukan dengan sadar dan sengaja dengan sebab-sebab tertentu, sedangkan dalam campur
kode ada sebuah kode utama dan kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan
keotonomiannya, kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa
serpihan-serpihan (pieces) saja tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode.
Thelander dan Fasold (dalam Chaer dan Agustina 2005: 115) memberikan pendapat
mengenai campur kode. Thelander menjelaskan bahwa apabila di dalam suatu peristiwa tutur,
klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid
clause, hybrid pharases) dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung
fungsi sendiri-sendiri, peristiwa yang terjadi adalah campur kode. Sementara itu, Fasold
menjelaskan bahwa seseorang menggunakan satu kata atau frase satu bahasa dan dia
memasukkan kata tersebut dalam bahasa lain yang digunakannya dalam komunikasi, maka ia
telah melakukan campur kode.
Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, Suwito (1985: 78)
membedakan campur kode menjadi beberapa macam, yaitu :
1. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata.
Kata adalah satuan bebas yang paling kecil yang dapat berdiri sendiri dan
mempunyai arti. Kata dapat dibagi atas empat bagian yaitu :
1. Kata benda atau nomina
Contoh: Saya memiliki dua orang sister di rumah
2. Kata kerja atau verba
Contoh : Rina crying di ruang kelas
3. Kata sifat atau adjektiva
Contoh : Wajah anak itu beatiful
4. Kata tugas
2. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frase
Frase adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih
yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa (Ramlan, 1995: 151).
Berdasarkan jenis atau kategori frase dibagi menjadi:
1. Frase nominal
Contoh : Saya menemui dosen di english centre kemarin sore
2. Frase verbal
Contoh : Ali positive thinking dalam mengerjakan suatu pekerjaan
2. Frase adjektival
Contoh : Tina mendapat nilai very good dari guru kimia
3. Frase preposisi
Contoh : Lina mengerjakan tugas at house
3. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster.
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster artinya penyisipan bentuk baster
(Hybrid) atau kata campuran menjadi serpihan dari kata yang dimasukinya.
Contoh : Fauzi men support adiknya dalam belajar
4. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata.
Penyisipan unsur yang berwujud perulangan kata maksudnya penyisipan
perulangan kata ke dalam bahasa inti atau bahasa utama dari suatu kalimat.
Contoh : Sinta sering shoping-shoping bersama teman kampus
5. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom.
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom yaitu penyisipan
kata-kata kiasan dari suatu bahasa menjadi serpihan dari bahasa inti yang
dimasukinya.
6.Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa.
Klausa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari subjek dan predikat baik
disertai objek, pelengkap, dan keterangan ataupun tidak.
Contoh : Ayah playing foodball
Dalam penelitian mengenai bentuk-bentuk campur kode ini peneliti mengambil
pendapat Suwito sebagai acuan karena hanya pendapat ahli tersebut yang sesuai dengan
penelitian peneliti.
Poplack 1980 (dalam Dani 2007: 200) memanfaatkan data dari percakapan
penutur-penutur dwibahasa Spanyol-Inggris di Amerika Serikat yang sejalan dengan pendapat
Suwito. Contoh dari kajian Poplack (1980: 615) sebagai berikut:
1)I went to the chiquita house.
2)I went to la casa chiquita.
(Saya telah pergi ke rumah yang kecil itu)
Pada contoh pertama salah karena kata adjektiva chiquita memisahkan unit sintaksis
pada contoh yaitu berpola FN + FN. Peraturan pola FN +FN, kata adjektiva bahasa Spanyol
chiquita tidak boleh hadir dengan kata nomina house dalam bahasa Inggris. Frase nomina
pada contoh pertama diganti dengan frase nomina bahasa Spanyol seperti contoh kedua.
2.3 Tinjauan Pustaka
Menurut KBBI (2003: 1198) tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat
(sesudah menyelidiki atau mempelajari). Pustaka adalah kitab, buku, primbon. Berdasarkan
tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam
penelitian ini, adapun sumber tesebut adalah sebagai berikut :
Tarihoran (2000) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Campur Kode dalam
majalah Tempo dan latar belakang penutur menggunakan campur kode. Dikemukannya
bahwa bentuk-bentuk campur kode yang terdapat dalam majalah Tempo berupa penyisipan
unsur-unsur kebahasaan yang berbentuk kata, frase, dan klausa. Peneliti juga berpendapat
bahwa peranan dan fungsi kebahasaan sangat menentukan di dalam melakukan campur kode
tersebut. Peranan yang dimaksud siapa yang menggunakan bahasa itu, sedangkan fungsi
kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai penutur dan tuturannya.
Siregar (2003) yang mengkaji campur kode dalam rapat organisasi Kesatuan Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia Komisariat di Universitas Sumatra Utara mengatakan bahwa
unsur-unsur yang disisipkan dalam campur kode dalam rapat organisasi tersebut terdiri atas
frase, bentuk blaster, dan pengulangan kata dalam bahasa Arab. Jenis kata yang disisipkan
tersebut adalah kata benda (nomina), kata kerja (verba), kata sifat (adjektiva), dan kata ganti
(pronomina).
Para peneliti sebelumya membahas terjadinya campur kode akibat situasi formal dan
informal, maupun akibat faktor kebiasaan. Namun, pada penelitian ini campur kode yang
terjadi diteliti dari sisi keterbatasan kemampuan linguistik yang masih sangat sederhana
dalam situasi formal yakni saat proses belajar mengajar di sekolah. Campur kode yang akan
diteliti dikhususkan pada remaja yang duduk di bangku SMP kelas 3, di pesantren
BAB III
METODE PENELITAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1 Lokasi Penelitian
Lokasi merupakan letak atau tempat (KBBI, 2005: 680). Yang menjadi lokasi
penelitan penulis adalah di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah.
3.1.2 Waktu Penelitan
Penelitian ini akan dilakukan dari bulan Juli – Agustus 2010.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi menurut Arikunto (1998: 130) adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila
seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Berdasarkan pendapat tersebut maka yang
menjadi populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang duduk dibangku kelas 3 SMP yang
berjumlah 200 orang.
3.2.2 Sampel
Sampel penelitian menurut Arikunto (1998: 120) adalah sebagian atau wakil populasi
yang diteliti. Sampel penelitian ini ditentukan dengan menggunakan Simple Random Sample
(sampel acak sederhana). Sebuah sampel dari populasi mempunyai kesempatan yang sama
untuk dipilih sebagai sampel. Jumlah populasi sebanyak 200 orang yaitu santri dan santriwati
yang terbagi dalam delapan kelas yang masing-masing santri terdiri dari 94 orang dan 106
orang santriwati satu kelas. Menurut Arikunto (1998: 120) apabila populasi lebih 100, maka
mengambil sampel 10 % dari 106 jumlah santriwati maka yang didapat adalah 106 10 00
=10,6
siswa. Jadi, peneliti hanya mengambil empat kelas secara acak tiap kelas 10 orang, sehingga
sampel dalam penelitian ini adalah 10 x 4 = 40 orang santriwati atau 40 orang responden.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode penelitian adalah cara kerja yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam penelitian diperlukan data yang dijadikan bahan baku untuk penelitian.
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk membahas masalah pertama dalam
penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap. Menurut Sudaryanto (1993: 133)
metode simak adalah suatu metode dengan cara menyimak suatu bahasa. Peneliti menyimak
mitra bicara yang dijadikan sebagai bahan penelitian yaitu dengan memperhatikan bahasa
yang digunakan mitra bicara. Metode cakap merupakan metode yang dilakukan dengan
percakapan dan kontak langsung antara penelitian dengan mitra bicara.
Sesuai dengan jenis data yang digunakan, teknik yang dipakai dalam pengumpulan
data adalah teknik pancing dan teknik catat (Sudaryanto, 1993: 135-137). Teknik pancing
dilakukan untuk memancing informan dengan memperoleh data yang diinginkan. Sewaktu
percakapan berlangsung diikuti oleh pencatatan. Teknik catat dapat membantu dalam proses
pengumpulan data yang diperoleh dari informan.
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk membahas masalah kedua yaitu
metode survei. Metode survei adalah metode penyediaan data yang dilakukan dengan
penyebaran kuesioner atau daftar tanyaan yang terstruktur dan rinci untuk memperoleh
informasi dari sejumlah besar informan yang dapat mewakili populasi penelitian. Kuesioner
survei berisi daftar pertanyaan yang bersifat terbuka. Pertanyaan bersifat terbuka maksudnya
informan menjawab pertanyaan peneliti yang sesuai dan berbentuk esai, seperti:
SW: Keadaan pesantren baik-baik saja
PN : Bagaimanakah peraturan di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah?
SW: Peraturan di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah wajib menggunakan
pakaian muslimah, bersikap yang santun dengan sesamanya.
PN : Bahasa apakah yang digunakan di pesantren?
Jawaban SW:
Bahasa yang digunakan adalah [allughotularobiyatu] ‘bahasa Arab’ dan
bahasa Inggris.
PN : Bagaimanakah pelajaran [fii] pesantren?
Bagaimanakah pelajaran ‘di’ pesantren?
Jawaban SW:
Pelajarannya [so’bun] ‘susah’ [jiddan] ‘sangat’
Pelajarannya ‘sangat susah’
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul kemudian akan dianalisis dengan teknik atau metode yang
sesuai. Dalam penelitian ini, teknik yang dilakukan yaitu dengan metode padan yaitu alat
penentunya di luar atau terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan.
Metode padan dapat dilakukan dengan metode pilah. Campur kode yang terjadi pada remaja
akan diketahui berkat daya pilah yang akan digunakan oleh peneliti. Dalam hal ini bahasa
Indonesia sebagai bahasa dasar dan bahasa Arab sebagai bahasa yang dipadankan yang
berupa serpihan-serpihan (pieces). Dengan metode padan maka campur kode antara bahasa
Indonesia (B1) dengan bahasa Arab (B2) dapat dipadankan dalam satu kalimat.
Teknik dasar yang digunakan penelitian ini adalah teknik pilah. Disebut demikian
Daya pilah sebagai pembeda referen digunakan untuk membagi satuan lingual kata menjadi
berbagai jenis, maka perbedaan referen yang ditunjuk oleh kata itu harus diketahui lebih
dahulu. Untuk mengetahui perbedaan referen itu, daya pilah yang bersifat mental yang
dimiliki oleh setiap peneliti harus digunakan. Dengan daya pilah itu, dapat diketahui bahwa
referen itu ada yang berupa kata benda, kerja, dan sifat. Demikian juga dalam penentuan jenis
frase ataupun kalimat.
Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, Suwito (1985: 78)
membedakan campur kode menjadi enam macam, ditambah dengan unsur serpihan yang
dicampurkan dalam bahasa Arab yang didapat berdasarkan atas data lapangan sekaligus
menjawab pertanyaan 1 dan 2 pada masalah penelitian adalah sebagai berikut:
2. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata.
Kata adalah satuan bebas yang paling kecil yang dapat berdiri sendiri dan
mempunyai arti. Kata dapat dibagi atas empat bagian yaitu :
2. Kata benda atau nomina
Contoh: Saya membaca [kitaabun] ‘buku’
Dalam contoh di atas terdapat campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur
kata benda. Kata tersebut adalah [kitaabun] ‘buku’.
2. Kata kerja atau verba
Contoh : Dia [yata’allamu] ‘belajar’
Dalam contoh di atas terdapat campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur
kata kerja. Kata tersebut adalah [yata’allamu] ‘belajar’.
3. Kata sifat atau adjektiva
Contoh : Wanita itu [jamiilatun] ‘cantik’
Dalam contoh di atas terdapat campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur
4. Kata tugas
Contoh : Toni adalah siswa yang bodoh [laakin] ‘tetapi’ dia sangat rajin
Dalam contoh di atas terdapat campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur
kata tugas. Kata tersebut adalah [laakin] ‘tetapi’.
3. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frase
Frase adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih
yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa (Ramlan, 1995: 151).
Berdasarkan jenis atau kategori frase dibagi menjadi:
4. Frase nominal
Contoh : Rani masuk[ baru] pada hari senin
Dalam contoh di atas terdapat campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur
frase nomina. Kata tersebut adalah [madrasatun/h] yang artinya ‘sekolah’,
jadi frase nomina pada contoh di atas adalah [madrasatun/h] baru ‘sekolah
baru’. Pola frase nominal yang disisipkan kedalam kalimat di atas adalah nomina
(bahasa Arab), jadi polanya berbentuk nomina (bahasa Arab) + adjektiva (bahasa
Indonesia).
2. Frase verbal
Contoh : Andi [ baik] dalam mengerjakan persoalan
Dalam contoh di atas terdapat campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur
frase verba. Kata tersebut adalah [aklun] yang artinya ‘berpikir’, jadi frase
verba pada contoh di atas adalah [aklun] baik ‘berpikir baik’. Pola frase verbal
yang disisipkan kedalam kalimat di atas adalah verba (bahasa Arab), jadi polanya
berbentuk verba (bahasa Arab) + adjektiva (bahasa Indonesia).
3. Frase adjektival
Dalam contoh di atas terdapat campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur
frase adjektiva. Kata tersebut adalah [hasanun] yang artinya ‘baik’, jadi frase
adjektiva pada contoh di atas adalah sangat [hasanun] ‘sangat baik’. Pola frase
adjektival yang disisipkan kedalam kalimat di atas adalah adjektiva (bahasa Arab),
jadi pola tersebut berbentuk penjelas (bahasa Indonesia) + adjektiva (bahasa
Arab).
4. Frase preposisi
Contoh : Lusi adalah murid pindahan [ sekolah Darma Agung]
Dalam contoh di atas terdapat campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur
frase preposisi. Frase tersebut adalah [min] yang artinya ‘dari’. Pola frase
preposisi yang disisipkan kedalam kalimat di atas adalah preposisi (bahasa Arab),
jadi pola tersebut berbentuk preposisi (bahasa Arab) + nomina (bahasa Indonesia).
3. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster.
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster artinya penyisipan bentuk baster
(Hybrid) atau kata campuran menjadi serpihan dari kata yang dimasukinya.
Contoh : Feny mengerjakan laporan dengan [se nya]
Dalam contoh di atas terdapat campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur
berbentuk baster. Kata tersebut adalah [hasanun] yang artinya ‘sebaiknya’.
Pola berwujud baster yang disisipkan kedalam kalimat di atas adalah adjektiva
(bahasa Arab), jadi polanya berbentuk konfiks se-nya (bahasa Indonesia) +
adjektiva (bahasa Arab).
4. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata.
Penyisipan unsur yang berwujud perulangan kata maksudnya penyisipan
perulangan kata ke dalam bahasa inti atau bahasa utama dari suatu kalimat.
Dalam contoh di atas terdapat campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur
perulangan kata. Kata tersebut adalah - [mahlan-mahlan] yang artinya
‘pelan-pelan’. Pola perulangan kata yang disisipkan kedalam kalimat di atas
adalah perulangan adjektiva (bahasa Arab), jadi polanya berbentuk nomina
(bahasa Indonesia) + perulangan adjektiva (bahasa Arab).
5. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom.
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom yaitu penyisipan
kata-kata kiasan dari suatu bahasa menjadi serpihan dari bahasa inti yang
dimasukinya.
Contoh: [ sampai ke negeri China]
Dalam contoh di atas terdapat campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur
ungkapan atau idiom. Kata tersebut adalah [utlubul ilma] yang artinya
‘tuntutlah ilmu’. Pola ungkapan yang disisipkan kedalam kalimat di atas adalah
verba (bahasa Arab) + preposisi (bahasa Indonesia).
6. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa.
Klausa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari subjek dan predikat baik
disertai objek, pelengkap, dan keterangan ataupun tidak.
Contoh : [Ibu nasi]
Dalam contoh di atas terdapat campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur
klausa. Kata tersebut adalah [tatbakhu] yang artinya ‘memasak’. Pola klausa
yang disisipkan kedalam kalimat di atas adalah verba (bahasa Arab), jadi polanya
berbentuk nomina (bahasa Indonesia) + verba (bahasa Arab) + nomina (bahasa
Poplack 1980 (dalam Dani 2007: 200) memanfaatkan data dari percakapan
penutur-penutur dwibahasa Spanyol-Inggris di Amerika Serikat yang sejalan dengan pendapat
Suwito. Contoh dari kajian Poplack (1980: 615) sebagai berikut:
1)I went to the chiquita house.
2)I went to la casa chiquita.
(Saya telah pergi ke rumah yang kecil itu)
Menurut Poplack (1980), pada contoh pertama salah karena kata adjektiva chiquita
memisahkan unit sintaksis pada contoh yaitu berpola FN + FN. Peraturan pola FN +FN, kata
adjektiva bahasa Spanyol chiquita tidak boleh hadir dengan kata nomina house dalam bahasa
Inggris. Frase nomina pada contoh pertama diganti dengan frase nomina bahasa Spanyol
seperti contoh kedua.
Pfaff 1979 (dalam Dani 2007: 201) mengatakan bahwa kata adjektiva dan kata
nomina yang hibrid harus sepadan dengan susunan stuktur permukaan pada contoh bahasa
yang utama. Untuk pencampuran kode seperti dalam contoh pertama, Pfaff (dalam Dani
2007: 201) menambah unsur frase dalam campur kode bahasa Spanyol-Inggris. Contoh kedua
menggunakan frase la casa chiquita yang gramatikal.
Berdasarkan bentuk campur kode yang dikemukakan oleh Suwito ditambah data
lapangan campur kode bahasa Arab dapat dipaparkan pola sebagai berikut:
1. Nomina (bahasa Arab) + Adjektiva (bahasa Indonesia).
2. Verba (bahasa Arab) + Adjektiva (bahasa Indonesia).
3. Penjelas (bahasa Indonesia) + Adjektiva (bahasa Arab).
4. Preposisi (bahasa Arab) + Nomina (bahasa Indonesia).
5. Se-nya (bahasa Indonesia) + Adjektiva (bahasa Arab).
6. Nomina (bahasa Indonesia) + Perulangan Adjektiva (bahasa Arab).
8. Klausa → Nomina (bahasa Indonesia) + Verba (bahasa Arab) + Nomina (bahasa
BAB IV
CAMPUR KODE PADA REMAJA
DI PESANTREN AR-RAUDHATUL HASANAH
PAYA BUNDUNG MEDAN
4.1 Bentuk-Bentuk Campur Kode
Campur kode pada remaja di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan
berupa unsur-unsur yang berasal dari bahasa asing (outercode mixing), yaitu campur kode
antara bahasa Indonesia dengan bahasa Arab. Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang
terlibat di dalamnya, Suwito (1985: 78) membedakan campur kode menjadi enam macam,
ditambah dengan unsur serpihan yang dicampurkan dalam bahasa Arab yang didapat
berdasarkan atas data lapangan adalah sebagai berikut:
4.1.1 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Kata
Dalam penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata ini, sebuah kata dari bahasa asing
yakni bahasa Arab menyisip ke dalam bahasa inti yaitu bahasa Indonesia. Jenis kata yang
ditemukan dalam penelitian ini adalah kata benda (nomina), kata kerja (verba), kata sifat
(adjektiva). Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata tersebut dapat dilihat pada kata di
1. Kata Benda atau Nomina
Kata benda atau nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda,
dan konsep atau pengertian (Alwi, 2005: 514). Kata benda atau nomina yang berasal dari
bahasa Arab banyak ditemukan dalam komunikasi di dalam kelas saat proses belajar sedang
berlangsung. Kata benda dalam komunikasi tersebut dibedakan atas beberapa macam, yaitu:
a. Kata benda atau nomina yang menyatakan sapaan
Contoh pada data percakapan 1:
(1) Hadir [utadzatun/h]
Contoh pada data percakapan 2:
(2) Saya memiliki dua [qolamun]
Contoh pada data percakapan 2:
(3) [ummun] menyuruh saya belajar dengan giat
Kata-kata bahasa Arab yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas adalah
kata [ustadzatun/h] ‘guru perempuan’, [qolamun] ‘pena’, [ummun] ‘ibu’. Kata-kata
tersebut merupakan jenis nomina yang sama-sama menyatakan sapaan atau hubungan
kekerabatan.
b. Kata benda atau nomina yang menyatakan pelaku atau orang yang melakukan suatu
pekerjaan.
Contoh pada data percakapan 3:
(5) Mira yang jadi [faaizatun/h] saat perlombaan tenis meja
Contoh pada data percakapan 2:
(6) Dia dipanggil ke ruangan [roiisulmudaris] karena tidak mengerjakan tugasnya
Data 4 sampai dengan data 6 terdapat penyisipan kata-kata bahasa Arab yang
termasuk kategori kata benda yang menyatakan pelaku atau orang yang melakukan suatu
pekerjaan. Kata-kata tersebut adalah kata [taajirun] ‘pedagang’, [faaizatun/h]
‘pemenang’, [roiisulmudaris] ‘kepala sekolah’.
c. Kata benda atau nomina yang menyatakan nama benda
Contoh pada data percakapan 3:
(7) Bagan batu adalah nama [qoryatun/h]
Contoh pada data percakapan 1:
(8) Guru saya pergi ke sekolah naik [jawwaalatun/h]
Contoh pada data percakapan 2:
(9) Saya sudah mengerjakan sampai sepuluh [kaliimatun/h]
Contoh pada data percakapan 1:
(10) Kita membuat seperti yang di [mitsaalun] tersebut
Contoh 7 sampai dengan contoh 10 terdapat penyisipan kata-kata bahasa Arab yang
[qoryatun/h] ‘kota’, [jawwaalatun/h] ‘sepeda motor’, [kaliimatun/h] ‘kalimat’,
[mitsaalun] ‘contoh’.
d. Kata benda atau nomina yang menyatakan hal atau proses yang dapat dilihat pada data.
Contoh pada data percakapan 3:
(11) [afwan] saya sudah melanggar bahasa
Contoh pada data percakapan 6:
(12) Waktu untuk [aklunnahaari] sudah selesai, kita akan masuk ke ruang kelas
Contoh pada data percakapan 6:
(13) Sepulang sekolah Rani pergi [tabaddho’] bersama temannya
Contoh pada data percakapan 5:
(14) Jam keenam kita akan belajar [ilmufarooid] dengan ustadz Bukhori
Adapun kata-kata yang menyisip pada data 11 sampai dengan data 14 adalah kata
[afwan] ‘maaf’, [aklunnahaari] ‘makan siang’, [tabaddho’] ‘belanja’,
[ilmufarooid] ‘ilmu ahli waris’. Jadi, data 1 sampai dengan 14 adalah data campur kode
dalam bentuk nomina seperti yang dikemukakan oleh Suwito (1985: 78) bahwa nomina
berhubungan dengan kata benda unsur yang dibendakan unik untuk menyatakan benda
sapaan, pelaku atau orang yang melakukan suatu pekerjaan, nama benda, dan kata benda
yang menyatakan hal atau proses, seperti: [ustadzatun/h] ‘guru perempuan’,
[qolamun] ‘pena’, [ummun] ‘ibu’, [taajirun] ‘pedagang’, [faaizatun/h] ‘pemenang’,
‘sepeda motor’, [kaliimatun/h] ‘kalimat’, [mitsaalun] ‘contoh’, [afwan] ‘maaf’,
[aklunnahaari] ‘makan siang’, [tabaddho’] ‘belanja’, [ilmufarooid] ‘ilmu
ahli waris’.
2. Kata Kerja atau Verba
Kata kerja atau verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan (aksi), atau
keadaan yang bukan sifat atau kualitas (Alwi, 2005: 260). Verba, khususnya yang bermakna
keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti paling. Verba juga dapat bergabung
dengan kata-kata yang menyatakan kesangatan.
Kata kerja atau verba yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia dalam penelitian ini
adalah:
a. Kata kerja atau verba yang menyatakan aksi atau perbuatan
Contoh pada data percakapan 5:
(15) Lusi [taknusu] ruangan kelas
Contoh pada data percakapan 5:
(16) Dia [tastaiiru] buku catatan saya
Contoh pada data percakapan 6:
(17) Guru fisika [yaghdhobu] dengan muridnya
Kata-kata bahasa Arab yang menyisip pada data 15 sampai dengan 17 adalah kata
b. Kata kerja atau verba yang menyatakan keadaan digunakan untuk di dalam kalimat yang
subjeknya berperan sebagai sesuatu yang tengah berada dalam situasi.
Contoh pada data percakapan 6:
(18) Nisa [tanziilu] dari tangga mesjid
Contoh pada data percakapan 6:
(19) Dia [tata’ajjabu] karena dipukul oleh teman kelasnya
Contoh pada data percakapan 6:
(20) Kami [nakhoofu] dengan guru fisika karena sangat kejam dalam mengajar
Kata-kata bahasa Arab yang menyisip pada data tersebut adalah kata [tanziilu]
‘turun’, [tata’ajjabu] ‘terkejut’, [nakhoofu] ‘takut’. Jadi, data 15 sampai dengan 20
adalah data campur kode dalam bentuk verba seperti yang dikemukakan oleh Suwito (1985:
78) bahwa verba berhubungan dengan kata kerja unsur mengerjakan untuk menyatakan aksi
atau perbuatan dan kata kerja yang menyatakan keadaan digunakan untuk subjek yang
berperan sebagai sesuatu yang tengah berada dalam situasi, seperti: [taknusu]
‘menyapu’, [tastaiiru] ‘meminjam’, [yaghdhobu] ‘marah’, [tanziilu] ‘turun’,
[tata’ajjabu] ‘terkejut’, [nakhoofu] ‘takut’.
3. Kata Sifat atau Adjektiva
Kata sifat atau adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus
tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Penyisipan kata sifat dalam
Contoh pada data percakapan 2:
(21) Cuaca hari ini [bariidun] banget
Contoh pada data percakapan 6:
(22) Wajahnya sok [jamiilatun/h]
Contoh pada data percakapan 5:
(23) Jam tangannya yang berwarna [asfaarun] hilang saat jam istirahat
Contoh pada data percakapan 4:
(24) Saya [atta’ajjabu] saat dipanggil dengan guru biologi
Kata-kata bahasa Arab yang menyisip dalam contoh di atas adalah kata [bariidun]
‘dingin’, dan [jamiilatun/h] ‘cantik’ digunakan untuk menyatakan penilaian pada kata
benda. Penilaian ini baik mengenai keadaan sikap batin maupun lahir.
Pada data 23 terdapat kata [asfaarun] yang artinya kuning termasuk dalam
adjektiva yang menyatakan warna pada kata benda. Data 24 adalah kata [ata’ajjabu]
‘kaget’ yang menyatakan perasaan batin digunakan pada kata benda atau frase benda yang
menyatakan orang atau yang diorangkan. Jadi, data 21 sampai dengan 24 adalah data campur
kode dalam bentuk adjektiva seperti yang dikemukakan oleh Suwito (1985: 78) bahwa
adjektiva berhubungan dengan kata sifat yang menyatakan penilaian pada kata benda, baik
mengenai penilaian keadaan sikap batin maupun lahir dan kata sifat yang menyatakan warna
pada kata benda dan menyatakan perasaan batin pada kata benda atau frase benda yang
menyatakan orang atau yang diorangkan seperti: [bariidun] ‘dingin’, [jamiilatun/h]
4. Kata Tugas
Salah satu bagian dari kata tugas adalah kata sambung atau konjungsi. Kata sambung
atau konjungsi adalah kata yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata
dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa (Alwi, 2005: 587).
Contoh pada data percakapan 3:
(25) Jam kedua kita pelajaran tajwid [auw] pelajaran biologi?
Contoh pada data percakapan 3:
(26) Kamu belajar [auw] main-main?
Kata yang menyisip dalam campur kode di atas adalah kata [auw] ‘atau’. Kata
[auw] merupakan jenis kata sambung atau konjungsi koordinatif yang menyatakan hubungan
pemilihan.
Contoh pada data percakapan 3:
(27) Hari ini Ibu tidak masuk karena ada rapat guru [laakin] tetap belajar, jangan ada yang
ribut!
Kata yang menyisip dalam campur kode di atas adalah kata [laakin] ‘tetapi’. Kata
[laakin] merupakan jenis kata sambung atau konjungsi koordinatif yang menyatakan
hubungan perlawanan atau pertentangan. Jadi, data 25 sampai dengan 27 adalah data campur
kode dalam bentuk kata tugas seperti yang dikemukakan oleh Suwito (1985: 78) bahwa kata
tugas adalah kata sambung atau konjungsi yaitu konjungsi koordinatif yang menyatakan
hubungan pemilihan dan hubungan perlawanan atau pertentangan, seperti: [auw] ‘atau’,
4.1.2 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Frase
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frase maksudnya penyisipan frase dari bahasa
Indonesia ke dalam bahasa Arab yang merupakan bahasa inti. Selama masa penalitian jenis
frase yang ditemukan berupa frase nomina atau benda, frase adjektiva atau sifat, frase verba
atau kerja dan frase preposisi. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frase dapat dilihat pada
data berikut:
1. Frase Nomina
Frase nomina adalah frase yang memiliki distribusi yang sama dengan kata nomina
(Ramlan, 1995: 158).
Contoh pada data percakapan 3:
(28) Adeisma memakai [qomiisun] [jadiidun] di hari senin.
Contoh pada data percakapan 3:
(29) Siti masuk [qismu] [allughoh] karena melanggar bahasa.
Contoh pada data percakapan 5:
(30) Teman-teman yang datang di [yaumu] [alwilaadatu/h] Salsa sangat banyak.
Pada contoh di atas terdapat penyisipan frase nomina bahasa Arab seperti
[qomiisun] [jadiidun] ‘baju baru’, [qismu] [allughoh] ‘pusat bahasa’ dan
[yaumu] [alwilaadatu/h] ‘pesta ulang tahun’. Ketiga frase tersebut termasuk frase
nomina yang menyatakan hal yang dapat dilihat.
Contoh pada data percakapan 5:
(31) Tas sekolah santriwati seperti [mahfazotun] [almasyu]
Pada contoh di atas terdapat penyisipan frase nomina bahasa Arab yaitu
[mahfazotun] [almasyu] diantara kata-kata Indonesia dalam kalimat bahasa Indonesia
yang artinya tas perjalanan.
2. Frase Verba
Frase verba adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata verbal
(Ramlan, 1995: 168).
Penyisipan jenis frase verba dapat dilihat pada data percakapan 5:
(32) Bagaimanakah dengan [aklun] [hasanun] ?
Contoh pada data percakapan 6:
(33) Novi selalu [aklun] [qobiihun]
Frase bahasa Arab di atas adalah [aklun] [hasanun] ‘berpikir baik’ dan
[aklun] [qobiihun] ‘berpikir buruk’ yang keduanya merupakan frase verba yang
menyatakan sikap.
3. Frase Adjektiva
Frase adjektiva adalah frase yang memiliki distribusi yang sama dengan kata
adjektiva (Ramlan, 1995: 176).
Frase adjektiva yang ditemukan pada penelitian ini dapat dilihat pada data percakapan
(34) Dilarang membuang sampah sembarangan di dalam kelas!. Karena membuat pandangan
yang [qobiihun] [jiddan].
Contoh pada data percakapan 6:
(35) Mengapa cuaca hari ini [bariidun] [jiddan] ?
Contoh pada data percakapan 6:
(36) Aku dapat nilai [hasanun] [jiddan] pada pelajaran bahasa Inggris.
Frase Adjektiva bahasa Arab yang menyisip pada contoh di atas adalah [qobiihun]
[jiddan] ‘sangat buruk’, [bariidun] [jiddan] ‘sangat dingin’, dan [hasanun]
[jiddan] ‘sangat baik’. Keseluruhan dari contoh frase tersebut adalah frase adjektiva yang
menyatakan sifat buruk, sifat dingin dan sifat baik.
4. Frase Preposisi
Frase preposisi adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata
depan.
Penyisipan frase preposisi dalam bahasa Arab dapat dilihat pada data percakapan 4:
(37) Niar jatuh [min] tangga asrama
Contoh pada data percakapan 6:
(38) Ibu guru menerangkan pelajaran bahasa Indonesia [fii] ruang kelas
Contoh pada data percakapan 6:
Frase preposisi bahasa Arab yang menyisip pada contoh di atas adalah [min] ‘dari’,
[fii] ‘di’, [ilaa] ‘ke’. Frase tersebut termasuk kategori frase preposisi yang menyatakan
suatu tempat yang dituju.
4.1.3 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Bentuk Baster
Istilah bentuk baster dalam penelitian ini mengacu pada bentuk campuran antara
bahasa Indonesia dan bahasa Arab yang digunakan dalam kalimat bahasa Indonesia yang
merupakan inti. Berdasarkan data yang diperoleh, bentuk baster yang didapat selama masa
penelitian adalah sebagai berikut:
1. awalan + kata
2. kata + enklitik
3. frase + enklitik
1. Awalan + Kata
Contoh pada data percakapan 5:
(40) Kita harus men- [bahtsun] buku perpustakaan yang hilang
Bentuk baster yang menyisip pada contoh 40 di atas adalah me- [bahtsun] yang
berasal dari bentuk baster dari awalan me- dan kata [bahtsun]. Awalan me- berasal dari
bahasa Indonesia dan kata [bahtsun] ‘cari’ berasal dari bahasa Arab. Jadi arti
men-[bahtsun] adalah mencari.
2. Kata + Enklitik
(41) Feny [wajhun] –nya terluka karena jatuh dari sepeda motor
Contoh pada data percakapan 6:
(42) Yanti [lisaanun] -nya sangat baik
Bentuk baster yang menyisip pada contoh 41 adalah kata [wajhun] -nya. Kata
[wajhun] ‘wajah’ berasal dari bahasa Arab dan enklitik –nya berasal dari bahasa Indonesia.
Kata [wajhun] merupakan kata nomina atau benda yang menyatakan hal menyatakan
milik atau kepunyaan. Jadi, [wajhun] –nya artinya wajahnya.
Pada contoh 42 juga dijumpai bentuk baster yaitu kata [lisaanun] –nya. Kata
[lisaanun] ‘pengucapan’ berasal dari bahasa Arab dan enklitik –nya berasal dari bahasa
Indonesia. Kata [lisaanun] termasuk kata kerja yang menyatakan aksi atau perbuatan,
sedangkan enklitik –nya dalam bahasa Indonesia adalah kata ganti yang menyatakan milik
atau kepunyaan. Jadi, [lisaanun] –nya artinya pengucapannya.
3. Frase + Enklitik
Contoh pada data percakapan 6:
(43) [khidzaaun] [jadiidun] –nya kekecilan sewaktu dipakai pergi ke sekolah
Pada data 43 dijumpai bentuk baster yang terdiri dari frase [khidzaaun]
[jadiidun] dan enklitik –nya. Frase [khidzaaun] [jadiidun] ‘sepatu baru’ berasal dari
bahasa Arab dan enklitik –nya berasal dari bahasa Indonesia. Frase [khidzaaun]
[jadiidun] termasuk frase nomina yang menyatakan nama benda, sedangkan enklitik –nya
dalam bahasa Indonesia berfungsi sebagai kata ganti dan mengandung makna milik atau
4.1.4 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Perulangan Kata
Dalam penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata adalah bahasa Arab
dimasukkan ke dalam kalimat bahasa Indonesia. Selama masa penelitian, hanya terdapat
beberapa bentuk perulangan kata adjektiva (kata sifat), dan kata verba (kata kerja).
Penyisipan tersebut dapat dilihat dalam data percakapan 6:
(44) Guru kita menggunakan mobil dengan - [mahlan-mahlan]
Contoh pada data percakapan 6:
(45) Ayu - [godhobun-godhobun] di ruangan kelasnya
Contoh pada data percakapan 6:
(46) Dia sering - [istabdho’-istabdho’] bersama temannya
Pada contoh 44 dan 45 di atas terdapat penyisipan perulangan kata yaitu -
[mahlan-mahlan] ‘pelan-pelan’ dan - [godhobun-godhobun] ‘marah-marah’.
Perulangan kata - [mahlan-mahlan] dan - [godhobun-godhobun] berasal
dari bahasa Arab dan berbentuk perulangan kata adjektiva (kata sifat).
Pada contoh 46 di atas terdapat penyisipan perulangan kata yaitu -
[istabdho’-istabdho’] ‘belanja-belanja’. Perulangan kata - [istabdho’-istabdho’]
berasal dari bahasa Arab dan berbentuk perulangan kata verba (kata kerja).
4.1.5 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Ungkapan atau Idiom
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom adalah penyisipan kiasan
Bentuk ungkapan dalam bahasa Arab dimasukkan ke dalam bahasa Indonesia yang
merupakan bahasa inti. Penyisipan tersebut dapat dilihat pada contoh data percakapan 2:
(47) [utlub] [al-Ilma] sampai ke negeri China
Bentuk ungkapan yang menyisip pada contoh kalimat di atas adalah [utlub]
[al-Ilma] yang artinya tuntutlah ilmu.
4.1.6 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Klausa
Klausa merupakan satuan gramatikal yang terdiri dari subjek dan predikat baik
disertai objek, pelengkap, dan keterangan ataupun tidak (Ramlan, 1995: 89).
Contoh pada data percakapan 6:
(48) Santi [tata’allamu] bahasa Arab
Klausa bahasa Arab yang menyisip pada contoh di atas adalah [tata’allamu]
‘belajar’. Klausa tersebut termasuk klausa verbal. Hal ini dapat dilihat dari unsur predikat
4.2 Pola Campur Kode pada Remaja di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, Suwito (1985: 78)
membedakan campur kode menjadi delapan pola, ditambah dengan unsur serpihan yang
dicampurkan dalam bahasa Arab yang didapat berdasarkan atas data lapangan adalah sebagai
berikut:
4.2.1 Nomina (bahasa Arab) + Adjektiva (bahasa Indonesia)
Nomina atau kata benda adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda,
dan konsep atau pengertian. Adjektiva atau kata sifat adalah kata yang memberikan
keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat.
Adapun contoh pola campur kode adalah sebagai berikut:
Contoh pada data percakapan 6:
(5) Rina masuk [ baru] pada hari rabu
Contoh pada data percakapan 3:
(6) Susi memakai [ bagus] di sore hari
Pada contoh 5 dan 6 termasuk frase nomina dalam bahasa Arab yaitu frase yang
memiliki distribusi yang sama dengan kata nomina. Kata tersebut adalah
[madrasatun/h] ‘sekolah’ dan [qomiisun] ‘baju’. Pola frase nomina yang disisipkan pada
kalimat di atas [madrasatun/h] ‘sekolah’ adalah nomina (bahasa Arab) dan
[qomiisun] ‘baju’ adalah nomina (bahasa Arab), jadi pola tersebut berbentuk menjadi nomina
(bahasa Arab) + adjektiva (bahasa Indonesia).
Verba atau kata kerja adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan (aksi), atau
keadaan yang bukan sifat atau kualitas, sedangkan adjektiva atau kata sifat adalah kata yang
memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina
dalam kalimat.
Contoh pola campur kode pada data percakapan 3:
(7) Ibu Lusi [ baik] dalam mengerjakan persoalan
Contoh pola campur kode pada data percakapan 4:
(8) Fanni [ buruk] di depan gurunya
Pada contoh 7 termasuk frase verba dalam bahasa Arab yaitu frase yang memiliki
distribusi yang sama dengan kata verba. Kata tersebut adalah [aklun] ‘berpikir’. Pola
frase verba yang disisipkan pada kalimat di atas [aklun] ‘berpikir’ adalah verba (bahasa
Arab), jadi pola tersebut berbentuk menjadi verba (bahasa Arab) + adjektiva (bahasa
Indonesia).
Pada contoh 8 termasuk frase verba dalam bahasa Arab yaitu frase yang memiliki
distribusi yang sama dengan kata verba. Kata tersebut adalah [ta’malu] ‘berperilaku’.
Pola frase verba yang disisipkan pada contoh 8 di atas [ta’malu] ‘berperilaku’ adalah
verba (bahasa Arab), jadi pola tersebut berbentuk menjadi verba (bahasa Arab) + adjektiva
(bahasa Indonesia).
4.2.3 Penjelas (bahasa Indonesia) + Adjektiva (bahasa Arab)
Penjelas bertujuan untuk menyatakan penilaian yaitu bersifat buruk, bersifat baik,
yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh
nomina dalam kalimat. Adapun contoh pola campur kode adalah sebagai berikut:
Contoh pada data percakapan 4:
(9) Leny [sangat ] jika menggunakan baju itu
Pada contoh 9 termasuk frase adjektiva dalam bahasa Arab yaitu frase yang memiliki
distribusi yang sama dengan kata adjektiva. Kata tersebut adalah [jamiilatun] ‘cantik’.
Pola frase adjektiva yang disisipkan pada kalimat di atas [jamiilatun] ‘cantik’ adalah
adjektiva (bahasa Arab), jadi pola tersebut berbentuk menjadi penjelas (bahasa Indonesia) +
adjektiva (bahasa Arab).
4.2.4 Preposisi (bahasa Arab) + Nomina (bahasa Indonesia)
Preposisi disebut dengan kata depan, menandai berbagai hubungan makna antara
konstituen di depan preposisi dengan konstituen di belakang preposisi, misalnya: pergi
[ilaa] ‘ke’ pasar termasuk preposisi ‘ke’ menyatakan hubungan makna arah antara pergi dan
pasar, sedangkan nomina atau kata benda adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang,
benda, dan konsep atau pengertian.
Contoh pola campur kode pada data percakapan 4:
(10) Yuli adalah murid pindahan [ sekolah Darma Agung]
Pada contoh 10 termasuk frase preposisi dalam bahasa Arab yaitu frase yang
mempunyai distribusi yang sama dengan kata depan, kata tersebut adalah [min] ‘dari’.
Pola frase preposisi yang disisipkan pada kalimat di atas [min] ‘dari’ adalah preposisi
(bahasa Arab), jadi pola tersebut berbentuk menjadi preposisi (bahasa Arab) + nomina
4.2.5 Se-nya (bahasa Indonesia) + Adjektiva (bahasa Arab)
Awalan se-nya termasuk unsur-unsur yang berwujud bentuk baster yaitu campuran
antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab yang digunakan dalam kalimat bahasa Indonesia
yang merupakan inti, sedangkan adjektiva atau kata sifat adalah kata yang memberikan
keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat.
Contoh pola campur kode pada data percakapan 4:
(11) Feny mengerjakan laporan dengan [se nya]
Pada contoh 11 termasuk penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster. Kata tersebut
adalah [hasanun] ‘baik’, jadi se nya artinya ‘sebaiknya’. Pola berwujud baster yang
disisipkan pada kalimat di atas se nya adalah konfiks se-nya (bahasa Indonesia) +
adjektiva (bahasa Arab).
4.2.6 Nomina (bahasa Indonesia) + Perulangan Adjektiva (bahasa Arab)
Nomina atau kata benda adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda,
dan konsep atau pengertian, sedangkan perulangan adjektiva bahasa Arab maksudnya
perulangan kata adjektiva menyisip ke dalam bahasa inti atau bahasa utama dari suatu
kalimat. Adapun contoh pola campur kode adalah sebagai berikut:
Contoh pada data percakapan 3:
(12) [Fitri - ]dengan temannya
Pada contoh 12 termasuk penyisipan yang berwujud perulangan kata maksudnya
penyisipan perulangan kata ke dalam bahasa inti atau bahasa utama dari suatu kalimat, kata
kata yang disisipkan pada kalimat di atas - [taghdob-taghdob] adalah nomina
(bahasa Indonesia) + perulangan adjektiva (bahasa Arab).
4.2.7 Ungkapan dalam bentuk frase verba (bahasa Arab) + Preposisi (bahasa Indonesia)
Ungkapan dalam bentuk frase verba maksudnya adalah kata-kata kiasan dari suatu
bahasa menjadi serpihan dari bahasa inti yang dimasukinya. Preposisi atau kata depan yaitu
menandai berbagai hubungan makna antara konstituen di depan preposisi dengan konstituen
di belakang preposisi. Adapun contoh pola campur kode adalah sebagai berikut:
Contoh pada data percakapan 2:
(13) [ sampai ke negeri China]
Pada contoh 13 termasuk penyisipan berwujud ungkapan atau idiom yaitu penyisipan
kata-kata kiasan dari suatu bahasa menjadi serpihan dari bahasa inti yang dimasukinya. Kata
tersebut adalah [utlubu] [al-Ilma] ‘tuntutlah ilmu’. Pola berwujud ungkapan yang
disisipkan pada kalimat tersebut [utlubu] [al-Ilma] adalah verba (bahasa Arab) +
preposisi (bahasa Indonesia).
4.2.8 Klausa → Nomina (bahasa Indonesia) + Verba (bahasa Arab) + Nomina (bahasa
Indonesia)
Klausa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari subjek dan predikat baik disertai
objek, pelengkap, dan keterangan ataupun tidak (Ramlan, 1995: 89).
Nomina atau kata benda adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda,
dan konsep atau pengertian, sedangkan verba atau kata kerja adalah kata yang
(14) [Ibu nasi]
Contoh pola campur kode pada data percakapan 6:
(15) [Pak guru Andi bahasa Arab]
Contoh pola campur kode pada data percakapan 6:
(16) [Eni catatan biologi]
Pada contoh 14 sampai dengan 16 termasuk penyisipan berwujud klausa yaitu
[tatbakhu] ‘memasak’, [yuallim/u] ‘mengajar’, [taktub/u] ‘menulis’. Pola berwujud
klausa yang disisipkan pada kalimat tersebut [tatbakhu] adalah nomina (bahasa
Indonesia) + verba (bahasa Arab) + nomina (bahasa Indonesia).
Jadi pola yang terbentuk menurut Suwito (1985: 78) terbentuk seperti di bawah ini:
1. Nomina (bahasa Arab) + Adjektiva (bahasa Indonesia).
2. Verba (bahasa Arab) + Adjektiva (bahasa Indonesia).
3. Penjelas (bahasa Indonesia) + Adjektiva (bahasa Arab).
4. Preposisi (bahasa Arab) + Nomina (bahasa Indonesia).
5. Se-nya (bahasa Indonesia) + Adjektiva (bahasa Arab).
6. Nomina (bahasa Indonesia) + Perulangan Adjektiva (bahasa Arab).
7. Ungkapan dalam bentuk frase verba (bahasa Arab) + Preposisi (bahasa Indonesia).
8. Klausa → Nomina (bahasa Indonesia) + Verba (bahasa Arab) + Nomina (bahasa
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan diwajibkan para santri dan
santriwati menggunakan bahasa Arab dan Bahasa Inggris, oleh karena itu dalam
berkomunikasi sehari-hari sering terjadi alih kode dan campur kode.
Campur kode dapat terjadi dalam komunikasi remaja yang ada di sekolah ataupun di
luar sekolah. Keadaan campur kode ini terjadi di dalam pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
sebagai sekolah yang menerapkan komunikasi dan pembelajaran dalam bahasa Arab.
Bentuk-bentuk campur kode yang terjadi pada remaja yang duduk di bangku sekolah kelas tiga SMP
di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan adalah penyisipan unsur-unsur
yang berwujud kata, penyisipan unsur-unsur yang berwujud frase, penyisipan unsur-unsur
yang berwujud bentuk baster, penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata,
penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom, penyisipan unsur-unsur yang
berwujud klausa.
Pola campur kode pada remaja di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah adalah sebagai
berikut:
1. Nomina (bahasa Arab) + Adjektiva (bahasa Indonesia).
2. Verba (bahasa Arab) + Adjektiva (bahasa Indonesia).
3. Penjelas (bahasa Indonesia) + Adjektiva (bahasa Arab).
4. Preposisi (bahasa Arab) + Nomina (bahasa Indonesia).
6. Nomina (bahasa Indonesia) + Perulangan Adjektiva (bahasa Arab).
7. Ungkapan dalam bentuk frase verba (bahasa Arab) + Preposisi (bahasa Indonesia).
8. Klausa → Nomina (bahasa Indonesia) + Verba (bahasa Arab) + Nomina (bahasa
Indonesia).
5.2 Saran
Penelitian ini khusus membahas campur kode yang terjadi pada remaja dalam
lingkungan pesantren yang diikat oleh berbagai peraturan. Oleh sebab itu, penulis
menyarankan untuk peneliti selanjutnya dapat meneliti campur kode yang terjadi dalam ruang
lingkup yang lebih luas. Selain itu, penelitian juga dapat dikembangkan dengan teori alih
DAFTAR PUSTAKA
Alwi Hasan, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan
Nasional Balai Pustaka.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Yogyakarta : Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka
Cipta.
Dani, Noor Aina. 2007. Pengantar Psikolinguistik. Malaysia : Sasbadi.
Fishman, J.A. 1975. The Description of Societal Bilingualism. Paris : Mouton.
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kelas Kata Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia.
Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Ramlan, 1995. Sintaksis. Yogyakarta : Karyono
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.
Suwito. 1985. Pengantar Awal Sosiolinguistik. Surakarta: Henary Offset Solo.
Umar, Azhar. 1993. Sosiolinguistik dan Psikolinguistik Suatu Pengantar. Medan : Pustaka
Skripsi
Siregar Sofia, 2003. “Campur Kode antara Bahasa Indonesia dengan Bahasa
Arab dalam Rapat Organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Komisariat
USU”. (Skripsi). Fakultas Sastra USU Medan.
Tarihoran, Muhammad Sofian. 2000. “Analisis Campur Kode dalam Majalah
Tempo”. (Skripsi). Fakultas Sastra USU Medan.
Kamus
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Yunus, Mahmud. 1989. Kamus Arab – Indonesia. Jakarta : P.T. Hidakarya Agung.
Internet
Mappiare. 1982. Pengertian Remaja
`pada tanggal 12/11/2009.
Howard M. Federspiel. Pesantren