• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Peran Dan Tanggung Jawab PPATK Sebagai Financial Intelegence Unit Dalam Sistem Perbankan Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Yuridis Peran Dan Tanggung Jawab PPATK Sebagai Financial Intelegence Unit Dalam Sistem Perbankan Indonesia"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPATK SEBAGAI FINANCIAL INTELIGENCE UNIT DALAM

SISTEM PERBANKAN INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Perkuliahan Untuk Mendapatkan

Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

NIM : 070200066 MUAMMAR ZIA NST

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS YURIDIS PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPATK SEBAGAI FINANCIAL INTELIGENCE UNIT DALAM

SISTEM PERBANKAN INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Perkuliahan Untuk Mendapatkan

Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

NIM : 070200066 MUAMMAR ZIA NST

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui Oleh Ketua Departemen

(WINDHA, SH. M.Hum) NIP : 197501122005012002

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof. Dr. BISMAR NST, SH. MH) (Dr.MAHMUL SIREGAR,SH.M.Hum) NIP. 19560329 1986011001 NIP.197302202002121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Wr.Wb.

Segala puji dan syukur Penulis ucapkan atas kehadiratan Allah SWT, yang berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi yang berjudul “ANALISIS YURIDIS PERAN DAN

TANGGUNG JAWAB PPATK SEBAGAI FINANCIAL INTELIGENCE

UNIT DALAM SISTEM PERBANKAN INDONESIA”. ini dimaksudkan

untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulisan skripsi ini merupakan hasil pelajaran yang Penulis terima

selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga dari data-data yang didapat dari perpustakaan, internet, dan buku-buku

literatur lainnya.

Dalam penulisan skripsi ini Penulis menjumpai banyak hambatan ataupun rintangan baik dalam mencari data ataupun dalam penyelesaian penulisannya. Di

samping itu, penulis juga banyak mendapat saran, bimbingan, dan pengarahan baik yang bersifat moril maupun materil, serta dorongan dan semangat dari

(4)

Dalam kesempatan ini tak lupa dihaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil dan terutama dihaturkan rasa terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada :

1. Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya yang telah diberikan-Nya. 2. Kedua orang tua Penulis, SAHLAN EFFENDI NASUTION, dan

SUPRIANI yang telah banyak mencurahkan cinta dan kasih sayangnya buat Penulis, yang memberikan bantuan tak terhingga nilainya, sehingga Penulis dapat melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi sampai selesai. (teladan,

semangatmu, harapanmu, kebanggaanmu dan do’amu membuatku mampu menyelesaikan studiku). Thank yau so much, I love you full.

3. Bapak Prof. RUNTUNG SITEPU, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu WINDHA, SH. M.Hum, selaku Ketua Jurusan kekhususan Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. BISMAR NASUTION, SH. MH selaku Guru besar dan Dosen Hukum Ekonomi, serta Pembimbing I. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan serta dukungannya yang sangat berguna dan

bermanfaat bagi Penulis.

(5)

7. Bapak RAMLI SIREGAR, SH. M.Hum selaku Dosen Wali selama mengikuti perkuliahan dari awal hingga akhir perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh Dosen dan Staf pengajar yang telah mendidik dan membimbing mulai dari semester awal hingga Penulis menyelesaiakan perkuliahan di

kampus tercinta ini.

9. Buat adik – adikku tersayang, Arby Hasbi Nst, Wahyuni Nst, Muhammad Yusuf Affandi Nst, dan Ratna Sabrina Nst yang senantiasa selalu membuat

Penulis tetap bersemangat untuk menyelesaikan perkuliahan.

10.Tak lupa buat opungku, Jermina Siregar atas segala doanya, semoga kalian

dilimpahkan kesehatan selalu oleh Allah SWT. Dan buat semua keluarga besar Penulis yang tidak bisa Penulis sebutkan satu-persatu terima kasih atas doa, dukungan dan semangat yang diberikan buat Penulis sehingga Penulis

dapat menyelesaikan studi di Perguruan Tinggi.

11.Tentu yang tidak akan pernah saya lupakan kawan-kawan pengurus HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) FH-USU, Herry Febrian, Ragil Muhammad,

Bin Ars Lubis, dll yang telah membantu saya selama menjalankan perkuliahan.

12.Kepada teman-teman kos Ajo dan mantan kos Ajo, Ardiansyah Hsb, Andang Budi Purwono, Abdul Hadi Siregar, Muhammad Ridho Qhadafi, Ridho Rizky Htb, Surya Nugroho, Rahmat Ali Putra, Reza Putra Pathony, dan

(6)

membantu dan mengganggu saya dalam menyelesaikan perkuliahan, thanks

buat nasihat dan masukannya kawan.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membaca. Penulis

menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan begitu banyak kekurangannya. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritiknya yang membangun dari semua pihak demi perbaikan dan kesempurnaan tulisan ini.

Semoga ALLAH SWT melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua dan membalas segala kebaikan dan jasa semua pihak yang telah membantu

secara ikhlas, dan semoga mendapat balasan yang setimpal.

Amin….

Billahitaufik Walhidayah

Wassalamu Alaikum Wr.Wb.

Penulis,

Medan, 15 November 2012

(7)

ABSTRAKSI

Perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan, menjadikan bank sebagai sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang. Hal ini disebabkan karena bank sebagai penyedia jasa keuangan banyak menawarkan jasa–jasa instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal–usul suatu dana. Melihat begitu pentingnya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang tersebut, maka di dalam negara harus dibentuk suatu lembaga Financial Inteligence unit yang di Indonesia dikenal dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau Istilah asingnya The Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre

(INTRAC) yang lahir pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkannya Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian. PPATK sebagai suatu badan yang berwenang melakukan analisis terhadap segala transaksi keuangan mencurigakan yang merupakan indikasi terjadinya tindak pidana pencucian uang, dan merupakan salah satu infrastruktur terpenting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan Pencucian Uang.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini meliputi pengaturan hukum PPATK sebagai Financial Inteligence unit Indonesia dan peran dan tanggung jawab PPATK dalam mencegah tindak pidana pencucian uang dalam sistem perbankan Indonesia.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pengumpulan data secara pustaka (library research) disertai dengan mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan, internet dan sumber lainnya, kemudian diseleksi data-data yang layak untuk mendukung penulisan.

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... 1

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II PENGATURAN HUKUM PENCUCIAN UANG DALAM SISTIM PERBANKAN INDONESIA ... 20

A. Sejarah dan Perkembangan Praktik Pencucian Uang ... 20

B. Pengertian Pencucian Uang ... 23

C. Objek Pencucian Uang ………... 29

D. Tahapan dalam Praktik Pencucian Uang ... 30

E. Modus Operandi Dalam Pencucian Uang ... 33

F. Akibat Yang ditimbulkan dari Praktik Pencucian Uang ... 42

(9)

A. Perkembangan Financial Inteligence Unit di Indonesia ……. 48 B. PPATK Sebagai Financial Inteligence Unit Indonesia …….. 54

1. Tugas dan Wewenang PPATK ………. 57

2. Peran PPATK sebagai Financial Inteligence Unit

di Indonesia ... 65

C. Lembaga Perbankan sebagai Sarana Pencucian Uang ... 68 D. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer)

pada Perbankan ... 71

E. Transaksi Keuangan yang Mencurigakan ... 81 F. Sistem Pelaporan dalam Mekanisme PPATK ... 85

BAB IV PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPATK SEBAGAI FINANCIAL INTELIGENCE UNIT DALAM

PEMBERANTASAN PRAKTIK PENCUCIAN UANG

DALAM SISTEM PERBANKAN INDONESIA ... 92

A. Peran PPATK dalam Sistem Perbankan Indonesia ... 92

B. Tanggung Jawab PPATK dalam Sistem Perbankan

Indonesia ……… 100

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………... 103 B. Saran ………... 104

(10)

ABSTRAKSI

Perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan, menjadikan bank sebagai sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang. Hal ini disebabkan karena bank sebagai penyedia jasa keuangan banyak menawarkan jasa–jasa instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal–usul suatu dana. Melihat begitu pentingnya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang tersebut, maka di dalam negara harus dibentuk suatu lembaga Financial Inteligence unit yang di Indonesia dikenal dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau Istilah asingnya The Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre

(INTRAC) yang lahir pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkannya Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian. PPATK sebagai suatu badan yang berwenang melakukan analisis terhadap segala transaksi keuangan mencurigakan yang merupakan indikasi terjadinya tindak pidana pencucian uang, dan merupakan salah satu infrastruktur terpenting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan Pencucian Uang.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini meliputi pengaturan hukum PPATK sebagai Financial Inteligence unit Indonesia dan peran dan tanggung jawab PPATK dalam mencegah tindak pidana pencucian uang dalam sistem perbankan Indonesia.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pengumpulan data secara pustaka (library research) disertai dengan mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan, internet dan sumber lainnya, kemudian diseleksi data-data yang layak untuk mendukung penulisan.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional

merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besarnya dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap perekonomian suatu negara,

sehingga negara-negara di dunia dan organisasi internasional merasa tergugah dan termotivasi untuk menaruh perhatian yang lebih serius terhadap pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang. Hal ini tidak lain karena kejahatan

pencucian uang (money laundering) tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi sistem perekonomian, dan pengaruhnya tersebut

merupakan dampak negatif bagi perekonomian itu sendiri. Di dalam praktek

money laundering itu diketahui banyak dana-dana potensial yang tidak

dimanfaatkan secara optimal karena pelaku money laundering sering melakukan

steril investment” misalnya dalam bentuk investasi di bidang properti pada negara-negara yang mereka anggap aman walaupun dengan melakukan hal itu

hasil yang diperoleh jauh lebih rendah.1

Perkembangan teknologi semakin maju pesat, membawa pengaruh terhadap perkembangan diberbagai sektor, baik di bidang politik, ekonomi, sosial

budaya, salah satu yang turut berkembang adalah masalah kriminalitas, namun perangkat hukum untuk mencegah dan memberantas kriminalitas itu sendiri

1

(12)

belum memadai dan masih tertinggal jauh, sehingga berbagai jenis kejahatan baik yang dilakukan perorangan, kelompok ataupun korporasi dengan mudah terjadi, dan menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah yang besar, kejahatan kejahatan

tersebut tidak hanya dilakukan dalam batas wilayah suatu negara, namun meluas melintasi batas wilayah negara lain sehingga sering disebut sebagai transnational

crime, dalam kejahatan transnasional harta kekayaan hasil dari kejahatan biasanya oleh pelaku disembunyikan, kemudian dikeluarkan lagi seolah-olah dari hasil legal.2

Negara Indonesia memiliki banyak faktor yang menguntungkan untuk melakukan money laundering, sehingga tidak ragu negara Indonesia dicap sebagai

negara yang tidak koperatif memerangi jenis kejahatan pencucian uang. Antara lain dapat ditunjuk dengan negara Indonesia yang menganut sistem devisa bebas, sistem kerahasiaan bank, negara Indonesia masih membutuhkan likuiditas atau

belum adanya perangkat yuridis yang tegas bagi anti pencucian uang. Oleh karena itu pada tahun 2001 tepatnya tanggal 22 Juni 2001 Financial Action Task Force

(FATF) memasukkan Indonesia disamping 19 negara lainnya kedalam daftar

hitam Non Cooperative Countries or Territories (NCCTs) atau kawasan yang tidak koperatif dalam menangani kasus money laundering. Kesembilan belas

negara lain itu adalah Mesir, Rusia, Hongaria, Israel, Lebanon, Filipina, Myanmar, Nauru, Nigeria, Niue, Cook Island, Republik Dominika, Guatemala, St. Kitts and Nevis, St. Vincent dan Grenadines serta Ukraina.3

2

Tb.Irman S, Hukum Pembuktian Pencucian Uang. Cetakan Pertama (Bandung: MQS Publishing, 2006), hal.1.

3

(13)

Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan dewasa ini, banyak bank telah menjadi sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang mengingat sektor inilah yang banyak menawarkan jasa instrumen

dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul suatu dana. Dengan adanya globalisasi

perbankan, dana hasil kejahatan mengalir atau bergerak melampaui batas yurisdiksi negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang pada umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan.4

Berdasarkan statistik IMF, hasil kejahatan yang dicuci melalui bank-bank diperkirakan hampir mencapai US $ 1.500 miliar per tahun. Sementara itu

menurut Associated Press, kegiatan pencucian uang hasil perdagangan obat bius, prostitusi, korupsi dan kejahatan lainnya sebagian besar diproses melalui perbankan untuk kemudian dikonversikan menjadi dana legal dan diperkirakan

kegiatan ini mampu menyerap nilai US $ 600 miliar per tahun.5

Selain itu, menurut Financial Action Task Force (FATF), diperkirakan atas jumlah uang yang dicuci setiap tahun diseluruh dunia dari perdagangan gelap

narkoba (illicit drugs trade) berkisar antara US $ 300 miliar dan US $ 500 miliar.6

4

Adrian Sutedi, “Hukum Perbankan : Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan”. Cetakan Kedua (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 18.

Selanjutnya dikatakan bahwa batas bawah dari perkiraan tersebut, yakni jumlah

yang dihasilkan melalui narcotics trafficking, arms trafficking, bank fraud,

5

Yunus Husein. “Money Laundering: Sampai Dimana Langkah Negara Kita”.Dalam

Pengembangan Perbankan, Mei-Juni 2001, hal. 31-40 6

(14)

counterfeiting dan sejenisnya melalui money laundering diseluruh dunia yang per tahun mencapai US $600 miliar.7

Jika negara Indonesia dan negara lainnya tidak menangani money

laundering secara sungguh sungguh, maka lembaga internasional akan tetap

memberikan tindakan punitive approach yang makin keras. Tidak tertutup

kemungkinan diberi sanksi berupa hambatan terhadap transaksi perbankan seperti transfer, L/C, pinjaman luar negeri, dan lain lain.

Dalam pandangan umum pencucian uang sering kali hanya dihubungkan

dengan bank, lembaga pemberi kredit atau pedagang valas. Namun perlu diketahui bahwa selain produk tradisional perbankan seperti tabungan/deposito,

transfer serta kredit pembiayaan, pada kenyataannya produk dan jasa yang ditawarkan juga menarik bagi para pencuci uang. Lembaga keuangan maupun lembaga non keuangan lain yang sering digunakan oleh pencuci uang, dengan

melibatkan banyak pihak lain tanpa disadari oleh yang bersangkutan, antara lain Perusahaan Efek, Perusahaan Asuransi dan broker Asuransi, Money Broker, Dana Pensiun dan Usaha Pembiayaan, Akuntan, Pengacara, Notaris, Surveyor, Agen

Real Estate, Kasino dan permainan judi lainnya, Pedagang Logam mulia, Dealer barang barang Antik, Dealer Mobil serta penjual barang barang mewah dan

berharga.8

Atas dasar inilah baru pada tahun 2002 Indonesia mengeluarkan Undang Undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana

telah diubah dengan Undang Undang No. 25 Tahun 2003. Undang Undang ini

7

N.H.T. Siahaan, Op. Cit, hal. 1. 8

(15)

juga mengilhami dibentuknya suatu lembaga untuk memberantas tindak pidana pencucian uang yaitu Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pada Februari 2005 barulah Indonesia berhasil keluar dari NCCTs

setelah Indonesia mengeluarkan Undang Undang tersebut diatas dan melakukan upaya upaya lainnya yang sesuai dengan The 40 FATF Recommendation.

Untuk memerangi kegiatan-kegiatan pencucian uang disebuah negara, pada umumnya dibentuk oleh negara itu lembaga khusus yang nama generiknya disebut dengan Financial Inteligence Unit (FIU). Suatu FIU adalah suatu lembaga

yang menerima informasi keuangan, menganalisis atau memproses informasi tersebut, dan menyampaikan hasil informasi tersebut kepada otoritas yang

berwenang untuk menunjang upaya-upaya memberantas kegiatan pencucian uang. Pada tahun1996, baru ada beberapa saja FIU di dunia, tetapi pada saat ini terdapat 69 yurisdiksi negara yang memiliki FIU diseluruh dunia. Negara-negara yang

telah memiliki FIU tergabung dalam apa yang disebut dengan Egmont Group of FIU.9

FIU Indonesia yang dimiliki Indonesia diberi nama Pusat Pelaporan Dan

Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang bertindak sebagai Pemegang Peranan kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana Pencucian uang di

Indonesia. Untuk pertama kalinya Presiden RI telah menunjuk Yunus Husein dan I Gede Sadguna masing-masing sebagai kepala dan wakil kepala PPATK. PPATK dipermulaannya telah memperoleh bantuan teknis dari AusAID dan USAID.

Selain itu pada tanggal 15 Januari 2003 telah ditandatangani perjanjian dengan

9

(16)

Asian Development Bank untuk memperoleh bantuan teknis dalam melaksanakan Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003.

Secara Yuridis memerangi tindak pidana pencucian uang diawali dengan diundangkannya Undang-Undang No.15 Tahun 2002, Undang-Undang No. 25

Tahun 2003 dan yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP-TPPU). PPATK merupakan Lembaga independen yang diberi tugas dan wewenang dalam

rangka pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Dua tugas utamanya yaitu: mendeteksi terjadinya tindak pidana pencucian uang dan

membantu penegakan hukum yang berkaitan dengan pencucian uang dan tindak pidana asal (predicate crimes).

Pemegang peranan kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana

pencucian uang di Inonesia ada di tangan Pusat Pelaporan Transaksi Analisis Keuangan selanjutnya disingkat PPATK. Karena, jika PPATK tidak menjalankan

fungsinya dengan benar, maka efektivitas dari pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tidak akan tercapai.10

Berdasarkan Pemaparan diatas, kiranya cocok untuk dibahas sejauhmana

peran dan tanggung jawab PPATK dalam memberantas pencucian uang (money

laundering), khususnya dalam bidang Perbankan. Oleh karena itu untuk

membahas hal tersebut dipilih judul skripsi ini, yaitu “Analisis Yuridis Peran dan

10

(17)

Tanggung Jawab PPATK Sebagai Financial Inteligence Unit dalam Sistem Perbankan Indonesia”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hukum PPATK sebagai financial inteligence unit

di Indonesia

2. Bagaimana peran dan tanggung jawab PPATK dalam mencegah tindak

pidana pencucian uang dalam sistem perbankan Indonesia

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menjawab permasalahan yang diangkat dalam penulisan tentang analisis yuridis peran dan tanggung jawab PPATK sebagai financial inteligence unit di sistem

perbankan Indonesia yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan memahami peraturan perundang-undangan

berkenaan dengan kedudukan PPATK sebagai Financial Inteligence Unit.

2. Untuk dapat mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab PPATK dalam upaya memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang

(18)

Manfaat penulisan skripsi ini secara praktis, diharapkan pembahasan terhadap masalah ini akan memberikan penambahan pemahaman dan pandangan yang baru mengenai PPATK dan money laundering dan dapat menjadi pedoman

dan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum dan pemerintah dalam mencegah dan memberantas kejahatan money laundering.

Sementara secara akademis sebagai karya Tugas Akhir dalam menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar kesarjanaan yakni Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Disamping itu Skripsi ini

juga diharapkan bermanfaat dalam rangka pengembangan khazanah pengetahuan ilmu hukum, khususnya mengenai penegakan dan pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang.

D. Keaslian Penulisan

Untuk mengetahui orisinilitas penulisan, sebelum melakukan penulisan Skripsi berjudul “Analisis yuridis peran dan tanggung jawab PPATK sebagai financial intekigence unit dalam sistem perbankan Indonesia”, penulis telebih

dahulu melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui surat tertanggal 26 November 2011, menyatakan ada beberapa judul yang memiliki

sedikit kesamaan. Adapun judul skripsi tersebut antara lain :

(19)

2. Pencegahan dan pemberantasan pencucian uang dengan penerapan Know

Your Costumer Principles pada perbankan Indonesia (Studi kasus pada

Bank Indonesia dan PPATK Jakarta serta PT. Bank Tabungan Negara

persero cabang Medan)

3. Kajian hukum terhadap posisi Pusat Pelaporan Analisis Transaksi

Keuangan dalam pemberantasan praktek money laundering

Surat dari perpustakaan Fakultas Hukum Usu tersebut kemudian dijadikan dasar bagi Dr Windha SH, M.Hum (ketua departemen hukum Ekonomi) untuk

menerima judul yg diajukan oleh penulis, karena substansi yg terdapat dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul diatas.

Penulis juga menelusuri berbagai judul karya Ilmiah melalui media intenet, dan sepanjang penelusuran yang penulis lakukan, belum ada penulis lain yang pernah mengangkat topik tersebut. Sekalipun ada, hal itu adalah diluar

sepengetahuan penulis dan tentu saja substansinya berbeda dengan substansi dalam skripsi ini. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran penulis yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori dan

aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak, maupun media elektronik. Oleh karena itu, penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya

asli penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

(20)

Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang

diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga

seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Sedangkan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP-TPPU) Pasal 1 angka 1, Pencucian Uang

adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 1 angka 2 UU PP-TPPU menyebutkan bahwa :

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disebut PPATK adalah lembaga Independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan

memberantas tindak pidana pencucian uang.

Pasal 1 angka 7 UU TPPU menjelaskan mengenai Transaksi Keuangan Mencurigakan, yaitu :

a) Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan,

b) Transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai ketentuan Undang undang ini,

(21)

Sedangkan di dalam UU PP-TPPU menjelaskan mengenai Transaksi Keuangan Mencurigakan pada pasal 1 angka 5 yaitu :

a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau

kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;

b. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan

tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan

menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau

d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

Pasal 1 angka 5 UU TPPU menjelaskan mengenai Penyedia Jasa Keuangan, yaitu setiap orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan atau jasa

lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana

pensiun, perusahaan asuransi dan kantor pos.

Didalam Pasal 2 UU PP-TPPU menjelaskan mengenai pengertian dari

(22)

b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika;

e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran;

g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian;

j. kepabeanan; k. cukai;

l. perdagangan orang;

m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme;

o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan;

r. penipuan; s. pemalsuan uang;

t. perjudian; u. prostitusi;

v. di bidang perpajakan;

w. di bidang kehutanan;

(23)

y. di bidang kelautan dan perikanan; atau

z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum

Indonesia.

(2). Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme,

organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.

Financial Inteligence Unit atau yang biasa disingkat FIU adalah lembaga permanen yang khusus menangani masalah pencucian uang yang keberadaannya diatur secara implisit dalam empat puluh rekomendasi (Forty Reccomendation)

dari Financial Action Task Force (FATF). Lembaga ini mutlak perlu dan merupakan salah satu infrastruktur terpenting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang di tiap negara.

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU PP-TPPU, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat PPATK adalah lembaga

independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang. PPATK adalah suatu lembaga independen yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bertanggung jawab kepada Presiden.

(24)

menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Penulisan skripsi ini berkisar tentang peran PPATK dalam mengatasi

kejahatan money laundering terutama dalam bidang perbankan. PPATK sebagaimana dimandatkan dalam UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan

dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP-TPPU) adalah lembaga independen dibawah Presiden Republik Indonesia yang mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang serta

mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;

2. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; 3. pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan

4. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang

berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

Dalam pergaulan global di masyarakat internasional, PPATK dikenal sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit yang merupakan unit intelijen keuangan dalam rezim Anti Pencucian Uang dan Kontra Pendanaan Terorisme

(AML/CFT Regime) di Indonesia. PPATK merupakan anggota dari

(25)

F. Metode Penulisan

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini ,disini penulis menentukan metode apa yang diterapkan 11

1. Tipe penelitian

agar tujuannya lebih terarah dan dapat

dipertanggungjawabkan. Dapat diartikan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, kemudian menjadi penyidikan atau penelitian berlangsung menurut cara tertentu.

Adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini adalah sebagai berikut :

Tipe penelitian bahan hukum yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Dalam hal penelitian hukum normatif, penulis melakukan

penelitian terhadap peraturan perundang-undangan. Pengumpulan bahan dilakukan melalui studi kepustakaan (library research) yakni dengan mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan

skripsi ini. Metode penelitian hukum normatif ini dipilih adalah mengetahui bagaimana Peran dan Tanggung Jawab PPATK sebagai Financial Inteligence

Unit dalam Pemberantasan Praktik Pencucian Uang dalam Sistem Perbankan Indonesia.

2. Pendekatan masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni metode penelitian hukum normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan

11

(26)

perundang-undangan. Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

3. Bahan Hukum

Bahan hukum yang dipergunakan dalam skripsi ini antara lain :

a. Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU

PP-TPPU), dan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil seminar, makalah, tesis maupun pendapat dari kalangan pakar hukum yang terkait dengan pembahasan tentang PPATK

dan Money Laundering.

c. Bahan hukum tersier (bahan hukum penunjang) adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum

primer dan sekunder seperti kamus hukum maupun kamus bahasa Indonesia. 4. Prosedur pengumpulan bahan hukum

Pengumpulan bahan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan. Untuk memperoleh

(27)

menganalisis secara sistematis buku-buku, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

5. Analisis data

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu

data diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif yang mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif digunakan guna mendapatkan

data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data yang akan diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

Analisis data dilakukan dengan:

1. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

2. Memilih kaedah-kaedah hukum yang sesuai dengan penelitian.

3. Menarik kesimpulan dengan menjawab setiap permasalahan yang diteliti.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memenuhi makna dan memperoleh

manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain dapat dilihat sebagai berikut :

(28)

Terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II: PENGATURAN HUKUM PENCUCIAN UANG DI INDONESIA Berisi mengenai sejarah dan perkembangan praktik pencucian

uang, pengertian pencucian uang, objek pencucian uang, tahapan modus operandi dan akibat yang ditimbulkan dari praktik pencucian uang.

BAB III : FINANCIAL INTELIGENCE UNIT

Berisi mengenai perkembangan Financial Inteligence Unit di

Indonesia beserta tugas dan wewenang PPATK, peran PPATK. Dan juga memberikan penjelasan mengenai Lembaga perbankan sebagai sarana pencucian uang, transaksi keuangan yang

mencurigakan, dan Sistem pelaporan dalam mekanisme PPATK.

BAB IV: PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPATK SEBAGAI

FINANCIAL INTELIGENCE UNIT DALAM

PEMBERANTASAN PRAKTIK PENCUCIAN UANG DALAM SISTEM PERBANKAN INDONESIA

(29)
(30)

BAB II

PENGATURAN HUKUM PENCUCIAN UANG DALAM SISTIM PERBANKAN INDONESIA

A. Sejarah dan Perkembangan Praktik Pencucian Uang

Sebelum mengemukakan pengertian money laundering terlebih dahulu

dikemukakan perkembangan kejahatan dan kaitan dengan kejahatan pencucian uang sebagai salah satu jenis kejahatan yang mendunia. Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun

kecanggihannya. Demikian juga dengan ancamannya terhadap keamanan dunia. Akibatnya keejahatan tersebut dapat menghambat kemajuan suatu negara, baik

dari aspek sosial, ekonomi maupun budaya.12

Problematika pencucian uang sudah meminta perhatian dunia internasional karena dimensi dan implikasinya yang melanggar batas-batas negara13. Al Capone, penjahat terbesar di Amerika masa lalu, mencuci uang hitam dari usaha kejahatannya dengan memakai si genius Meyer Lansky, seorang Polandia. Lansky

seorang akuntan, mencuci uang kejahatan Al Capone melalui usaha binatu (Laundry). Demikianlah asal muasal muncul nama Money Laundering14

12

M.Arief Amrullah, Tindak Pidana Pencucian Uang, (Malang:Bayumedia Publishing), hal. 2.

.

13

Adrian Sutedi, Hukum Perbankan : Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, dan Kepailitan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal. 17.

14

Ibid., hal. 17

(31)

Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan

pencucian pakaian atau disebut Laundromat yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat. Usaha pencucian itu berkembang maju, dan berbagai perolehan uang hasil

kejahatan seperti dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke usaha pencucian pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras illegal, hasil perjudian, dan hasil usaha pelacuran15

Money Laundering dapat diistilahkan dengan pencucian uang atau

pemutihan uang, pendulangan uang atau disebut juga dengan pembersihan uang

dari hasil transaksi gelap (kotor). Money Laundering merupakan salah satu aspek perbuatan kriminal. Dikatakan demikian karena sifat kriminalitas money

laundering ialah berkaitan dengan latar belakang dari perolehan sejumlah uang yang sifatnya gelap, haram atau kotor, lalu sejumlah uang kotor ini dikelola dengan aktifitas-aktifitas tertentu dengan membentuk usaha, mentransfer atau

mengkonversikannya ke bank atau valuta asing sebagai langkah untuk menghilangkan latar belakang dari dana kotor tersebut.

.

16

Pencucian uang merupakan sarana bagi pelaku kejahatan untuk

melegalkan uang hasil kejahatan dalam rangka menghilangkan jejak. Selain itu ternyata jumlah uang yang dicuci sangat besar, ini artinya hasil kejahatan tersebut

telah mempengaruhi neraca keuangan nasional bahkan global dan menimbulkan

15

Ibid., hal. 17 16

(32)

kerugian yang sangat besar. Bahaya selanjutnya pencucian uang membuat para pelaku kejahatan terutama organized crime untuk mengembangkan jaringan dengan uang yang telah dicuci tersebut. Selain itu membuat para pelaku kejahatan

seperti korupsi, narkotika dan kejahatan perbankan leluasa menggunakannya sehingga dengan demikian kejahatan-kejahatan tersebut akan semakin marak.17

Dalam perkembangannya, tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah

merambah ke berbagai sektor. Untuk mengantisipasi hal itu, Financial Action

Task Force (FATF) on Money Laundering telah mengeluarkan standar

internasional yang menjadi ukuran bagi setiap negara/jurisdiksi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang dikenal dengan Revised 40 Recommendations dan 9 Special

Recommendations (Revised 40+9) FATF, antara lain mengenai perluasan Pihak

Pelapor (Reporting Parties) yang mencakup pedagang permata dan

perhiasan/logam mulia dan pedagang kendaraan bermotor. Dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang perlu dilakukan kerja sama regional dan internasional melalui forum bilateral atau multilateral agar intensitas tindak

17

(33)

pidana yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasi.18

B. Pengertian Pencucian Uang

Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan,

membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan

sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.19 Sesuai dengan Pasal 2 Undang Undang No. 25 Tahun 2003, tindak pidana yang menjadi pemicu

terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, penyelundupan barang/tenaga kerja/imigran, perbankan, narkotika, psikotropika, perdagangan budak/wanita/anak/senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan,

dan penipuan.20

Istilah pencucian uang berasal dari bahasa Inggris, yakni money

laundering, memang tidak ada definisi yang universal, karena baik negara-negara maju maupun negara-negara dunia ketiga masing-masing mempunyai definisi sendiri-sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda. Namun para

ahli hukum di Indonesia sepakat mengartikan money laundering dengan pencucian uang.

18

2012. 19

UU No.25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang 20

(34)

Apa yang dimaksud dengan pencucian uang atau money laundering? Tidak atau belum ada definisi yang universal dan komprehensif mengenai apa yang dimaksud dengan pencucian uang atau money laundering.21

Basle Committee, pada tahun 1988 mengeluarkan suatu pernyataan yang

kiranya dapat dipandang mencakup beberapa elemen penting dari money

laundering, dikatakan demikian :

Pengertian pencucian

uang telah (money laundering) banyak dikemukakan oleh para ahli hukum.

Criminal and their associates use the financial system to make payment and transfer of fund from one account to another, to hide the source and beneficial ownership of money and to provide storage for bank-notes trough a safe-deposite facility. This activitiess are commonly reffered to as money laundering (IMF 1994).22

Menurut Neil jensen, money laundering diartikan sebagai proses perubahan keuntungan dari kegiatan-kegiatan yang melawan hukum menjadi aset

keuangan dan terlihat seolah-olah diperoleh dari sumber yang bersifat legal.23

Menurut Welling dalam Brent Fisse, David Fraser & Graeme Coss mengemukakan bahwa money laundering adalah :

The process by which one conceals the existence, illegal source, or

illegal application of income, and then disguises that income to make it appear

legitimate”.24

Fraser mengemukakan bahwa : “Money laundering is quite simply the

process through which “dirty” money as proceeds of crime is wash through

21

Sutan Remy Sjahdeni, Op.Cit., hal. 1 22

N.H.T Siahaan, Op.Cit., hal. 6 23

Ibid., hal. 6 24

(35)

“clean” or legitimate sources and enterprises so that the “bad guy” may more

safety ejoy their ill-gotten gains”.25

Pamela H. Bucy dalam bukunya yan berjudul White Collar Crime : Cases

and Materials memberikan definisi money laundering sebagai berikut, “Money

laundering is concealment of the existence, nature of illegal source of illicit funds

in such a manner that the funds will appear legitimate if discovered”.26

Chaikin mengemukakan bahwa : “The process by which one conceals or

disguises that true nature, source, disposition, movement, or ownership of money

for whatever reason”.27

Demikian juga dengan Department of justice Kanada mengemukakan

bahwa : “Money laundering is the conversion of transfer of property, knowing

that such property is derived from criminal activity, for the purpose of concealing

the illicit nature and origin of the property from goverment authorities”.28

Dalam Black’s Law Dictinonary disebutkan, bahwa money laundering atau pencucian uang disebutkan sebagai “term used to describe investment or

other transfer of money flowing from racketeering, drug transaction, and other

illegal sources into legitimate channels so that its original source cannot be

traced.”29

Sementara itu, pengertian money laundering lainnya dapat diamati dari pengertian yang terdapat dalam United Nations Conventions on Against Illicit

25

Ibid 26

Ibid, hal. 20 27

Ibid 28

Ibid 29

(36)

Trafic in Narcotic and Drug and Psychotropic Substances of 1988, yang membuat pengertian money laundering adalah

The convertion or transfer property, knowing that such property is

derived from any serious (indictable) offence or offences, or from act of participation in such offence or offences, for the purpose of concealing or disguising the illicit of property or of assisting any person who is involved in the commission of such an offence or offences to evade the legal consequences of his action; or the concealment or disguise of the true nature, source, location, disposition, movement, rights with respect to or ownership of property, knowing that such property is derived from a serious (indictable) offence or offences or from an act of participation in such an offence or offences”.30

Financial Action task Force on Money Laundering (FATF) yang dibentuk

oleh negara G-7 summit di Paris tahun 1982 juga tidak memberikan definisi

mengenai apa yang dimaksudkan dengan money laundering, tetapi memberikan uraian mengenai money laundering sebagai berikut :

The goal of a large number of criminal acts is to generate a profit for the individual or group that carries out the act. Money laundering is the processing of these criminal proceeds to disguise their illegal origin. This process is if critical importance, as it enables the criminal to enjoy these profits without jeopardizing their course.

Illegal arms sales, smuggling and activiyies of organized crime, including for example drug trafficking and prostitutions rings, can generate huge sums. Embezzlement, insider trading, bribery and computer fraud schemes can also produce large profits and cxreate the intencive to “legitimase” the ill-gotten gains through money laundering.

When the criminal activity generates substantial profit, the individual or group involved must find a way to control the funds without attracting attention to the underlying activity or the person involved. Criminals do this by disguishing the source, changing the form, or moving the funds to a place where they are less likely it attract attention.31

Dari beberapa definisi pencucian uang, dapat disimpulkan bahwa

pencucian uang adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau

30

Ibid., hal. 17. 31

(37)

organisasi kejahatan terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak kejahatan, dengan maksud menyembuyikan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak

kejahatan dengan cara terutama memasukkan uang tersebut kedalam sistem keuangan (financial system) sehingga apabila uang tersebut kemudian dikeluarkan

dari sistem keuangan itu maka keuangan itu telah berubah menjadi uang yang sah.32

Secara umum pencucian uang merupakan metode untuk menyembunyikan,

memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi kejahatan, kejahatan ekonomi, korupsi, perdagangan narkotika, dan

kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas kejahatan. Money laundering atau pencucian uang pada intinya melibatkan aset (pendapatan/kekayaan) yang disamarkan sehingga dapat dipergunakan tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut

berasal dari kegiatan yang ilegal. Melalui money laundering pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kegiatan yang melawan hukum diubah menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah/legal.

33

Di

Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana

34

32

Adrian Sutedi, op.cit., hal. 21 33

Ibid., hal. 21 34

(38)

1. Tindak pidana pencucian ua mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, menbayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan

uang uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tinda

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan. (Pasal 3 UU PP-TPPU No. 8 Tahun 2010).

2. Tindak pidana pencucian ua

yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran,

hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal tersebut dianggap juga

sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 5 UU PP-TPPU No. 8 Tahun 2010).

Dalam Pasal 4 UU PP-TPPU No. 8 Tahun 2010, dikenakan pula bagi mereka ya

(39)

pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan pencucian uang.

Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah cukup berat,

yakni dimulai dari hukuma denda paling banyak 10 miliar35

C. Objek Pencucian Uang

Menurut Sarah N. Welling (hal. 2001), money laundering dimulai dengan adanya “uang haram” atau “uang kotor” (dirty money).36 Uang dapat menjadi kotor dengan dua cara, pertama, melalui penggelapan pajak yaitu memperoleh uang secara legal, tetapi jumlah yang dilaporkan kepada pemerintah untuk

keperluan pajak lebih sedikit daripada yang sebenarnya diperoleh.37 Dan yang kedua yaitu memperoleh uang melalui cara-cara yang melanggar hukum, seperti penjualan obat-obat terlarang atau perdagangan narkoba secara gelap (drug sales

atau drug trafficking), perjudian (gambling), penyuapan (bribery), terorisme (terrorism), pelacuran (prostitution), perdagangan senjata (arms trafficking),

penyelundupan minuman keras, tembakau dan pornografi (smuggling of

contraband alcohol, tobacco, pornography), penyelundupan imigran gelap

(illegal immigration rackets atau people smuggling), dan kejahatan kerah putih

(whitecollar crime).38

35

2012 36

Adrian Sutedi, op.cit., hal. 21. 37

Ibid., hal. 22 38

(40)

Praktik-praktik money laundering memang mula-mula dilakukan hanya terhadap uang yang diperoleh dari lalu lintas perdagangan narkotika dan obat-obatan sejenis itu (narkoba) atau yang dikenal sebagai illegal drug trafficking.

Namun kemudian, money laundering dilakukan terhadap uang-uang yang diperoleh dari sumber-sumber kejahatan lain seperti yang dikemukakan diatas.

Sebenarnya, sumber pengumpulan uang haram secara internasional yang berasal dari drug trafficking bukanlah yang utama. Porsi utama dari uang haram itu berasal dari tax evasion, flight capital, dan irregular or hidden economies yang

dibedakan dari the overly criminal economies. Flight capital termasuk flight

capital atas uang yang disediakan oleh Negara maju (developed countries) bagi Negara berkembang (developing countries) dalam bentuk bantuan keuangan

(financial aid), yang tidak dibelanjakan atau diinvestasikan di negara yang

bersangkutan, tetapi kemudian kembali kepada negara-negara berkembang

tersebut sebagai illegal exported capital. Uang inilah yang sering ditempatkan di bank luar negeri yang justru telah memberikan kredit tersebut.39

D. Tahapan dalam Praktik Pencucian Uang

Secara sederhana, proses pencucian uang dapat dikelompokkan pada tiga

kegiatan, yakni placement, layering dan integration.40

a. Placement merupakan fase menempatkan uang yang dihasilkan dari suatu

aktivitas kejahatan misalnya dengan pemecahan sejumlah besar uang tunai

menjadi jumlah kecil yang tidak mencolok untuk ditempatkan dalam sistem

39

Ibid., hal. 22 40

(41)

keuangan baik dengan menggunakan rekening simpanan bank, atau dipergunakan untuk membeli sejumlah instrumen keuangan (cheques, money

orders) yang akan ditagihkan dan selanjutnya didepositokan di rekening bank yang berada di lokasi lain. Placement dapat pula dilakukan dengan pergerakan fisik dari uang tunai, baik melalui penyelundupan uang tunai dari suatu negara

ke negara lain, dan menggabungkan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah. Proses

placement ini merupakan titik paling lemah dari perbuatan pencucian uang. b. Layering, diartikan sebagai memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya

yaitu aktivitas kejahatan yang terkait melalui beberapa tahapan transaksi

keuangan. Dalam hal ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk

menyamarkan/menyembunyikan sumber uang “haram” tersebut. Layering dapat pula dilakukan melalui pembukaan sebanyak mungkin ke rekening-rekening perusahaan-perusahaan fiktif dengan memanfaatkan ketentuan

rahasia bank.

c. Integration, yaitu upaya untuk menetapkan suatu landasan sebagai suatu

“legitimate explanation” bagi hasil kejahatan. Disini uang yang ‘dicuci’ melalui placement maupun layering dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas

(42)

dengan bentuk yang sejalan dengan aturan hukum. Proses integration ini terjadi apabila proses layering berhasil dengan baik.

Dalam UU PP-TPPU pengertian tindak pidana pencucian uang diatur dalam Pasal 3 sampai Pasal 6. Pasal 3 menyebutkan, bahwa Setiap Orang yang

menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta

Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan

atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).41

Sementara itu Pasal 4 Undang-undang yang sama mengatur, bahwa Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta

Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana

Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

42

Pasal 5 UU PP-TPPU mengatur bahwa :Setiap Orang yang menerima atau

menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,

41

UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberanasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal 3.

42

(43)

penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda

paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak Pelapor

yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.43

Didalam Pasal 6 UU PP-TPPU disebutkan Dalam hal tindak pidana

Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personil

Pengendali Korporasi. Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana Pencucian Uang:

a. dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi;

b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi;

c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.44

E. Modus Operandi Dalam Pencucian Uang

Secara umum ada tiga metode konvensional yang biasa dilakukan oleh

para pelaku pencucian uang yaitu 45

1. Penyelundupan Uang

:

43

Ibid., Pasal 5. 44

Ibid., pasal 6. 45

(44)

Penyelundupan uang adalah suatu metode dimana para pelaku pencucian uang melakukan suatu transfer pendapatan yang illegal secara rahasia ke sebuah Negara atau teritori. Transfer disini dilakukan secara tunai bukan secara

elektronik.

2. Melalui institusi keuangan

Metode ini adalah dengan menggunakan institusi keuangan seperti bank untuk membantu melakukan pencucian uang terutama dalam hal memindahkan uang hasil kejahatan ke Negara atau daerah lain. Beragam fasilitas yangt diberikan

oleh institusi keuangan seperti pembukaan rekening, kredit, penukaran mata uang, dan transfer uang telah membuat para pelaku pencucian uang menggunakan

institusi ini sebagai alat untuk mencuci uangnya. Adanya ekonomi global dan pasar modal yang terintegrasi juga membuat para pelaku pencucian uang dapat melakukan transfer antar Negara dengan lebih aman dan mudah. Metode ini

semakin popular mengingat adanya prinsip kerahasiaan bank, sehingga identitas mereka aman dari penyelidikan

3. Melalui institusi non-keuangan

Metode yang paling umum dilakukan dibidang ini adalah dengan membeli berbagai barang berharga dan property atau dengan melakukan kegiatan bisnis

seperti restoran, hotel dan toko. Metode ini juga sudah mulai susah dilakukan karena selain berbagai rekomendasi di bidang keuangan, FATF danberbagai konvensi internasional juga telah membuat rekomendasi annti money laundering

(45)

juga institusi non keuangan, pribadi atau entity seperti Auditor, akuntan dan konsultan eksternal, agen property, notaries, dan legal profesi lainnya, serta dealer barang-barang berharga. Selain itu, perbaikan dari 40 Rekomendasi FATF juga

telah mewajibkan perusahaan financial maupun profesi untuk memenuhi kewajiban anti pencucian uang.

Secara umum ada tiga “metode baru” pencucian uang dengan menggunakan teknologi, yaitu 46

1. Menggunakan Electronic Money (uang elektronik) :

Menurut Bank For Internatonal Settlement, Electronic Money (E-Money) adalah “nilai yang tersimpan” atau produk “prepaid” dimana catatan dari dana

atau nilai milik konsumen tersimpan dalam sebuah alat elektronik milik konsumen.

E-money mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan uang

tradisional yaitu :

a) E-Money menggunakan sebuah kartu atau alat yang dapat menyimpan dana dalam jumlah sangat besar, sehingga tidak memerlukan tempat atau container

yang besar untuk membawanya.

b) E-Money mudah untuk ditransfer kapan saja dan dimana saja dengan bantuan

internet.

46

(46)

c) E-Money lebih sulit dilacak karena tidak memiliki nomor seri seperti uang tradisional. Selain itu teknologi penyandian yang terdapat dalam proses transfer E-Money semakin mempersulit untuk mengetahui asal-usulnya.

Dengan adanya ketiga kelebihan tersebut membuat para pelaku yang biasa melakukan penyelundupan uang berpindah dengan fasilitas ini. Mereka dapat

melakukan pencucian uang sejumlah uang kemana saja dan kapan saja, karena E-Money tidak membutuhkan intermediary untuk memindahkannya.

2. Internet Bank

Internet Bank (I-Bank) adalah bank virtual yang menawarkan berbagai fasilitas layaknya bank biasa dimana saja dan kapan saja melalui Internet.

Beberapa fasilitas yang ditawarkan antara lain pembayaran langsung, transfer e-money, pengeluaran cek, pembelian surat berharga dan pembukaan dan penutupan rekening.

Ada beberapa keunggulan dari I-Bank sebagai alat untuk melakukan pencucian uang, yaitu :

a) Sangat mudah diakses kapan saja dan dimana saja.

b) Tidak perlu kontak langsung antara konsumen dengan I-Bank.

c) I-Bank menyediakan fasilitas keuangan Internasional, dan setiap transaksi

dilakukan dengan nyaman dan aman. 3. Internet Casino (Internet Gambling)

Saat ini banyak sekali situs casino yang didirikan di kepulauan Karibia.

(47)

inilah yang dimanfaatkan oleh para pelaku pencucian uang karena semenjak timbulnya gerakan anti Money Laundering di dunia, mereka tidak bias lagi mencuci uangnya di tradisional casino karena tradisional casino sudah

menerapkan prinsip-prinsip anti pencucian uang.

Terdapat beberapa modus operandi kejahatan pencucian uang menurut A.S

Mahmoedin dalam bukunya Analisis Kejahatan Perbankan, yang umumnya dilakukan melalui cara-cara antara lain 47

1. Melalui kerja sama modal,

:

Uang hasil kejahatan secara tunai dibawa ke luar negeri. Uang tersebut masuk kembali dalam bentuk kerja sama modal (joint venture project).

Keuntungan investasi tersebut diinvestasikan lagi dalam berbagai usaha lain. Keuntungan usaha lain ini dinikmati sebagai uang yang sudah bersih, karena tampaknya diolah secara legal, bahkan sudah dikenakan pajak.

2. Melalui agunan kredit,

Uang tunai diselundupkan ke luar negeri, lalu disimpan di bank Negara

tertentu yang prosedur perbankannya terlalu lunak. Dari bank tersebut ditransfer ke bank Swiss dalam bentuk deposito. Kemudian dilakukan peminjaman ke suatu bank di Eropa dengan jaminan deposito tersebut. Uang hasil kejahatan ditanamkan

kembali ke Negara asal uang haram tadi. 3. Melalui perjalanan luar negeri,

47

(48)

Uang tunai ditransfer ke luar negeri melalui bank asing yang ada dinegaranya. Lalu uang tersebut dicairkan kembali dan dibawa kembali ke Negara asalnya oleh orang tertentu, seolah-olah uang tersebut berasal dari luar negeri.

4. Melalui penyamaran usaha dalam negeri,

Dengan uang tersebut didirikanlah perusahaan samara, tidak

dipermasalahkan apakah uang tersebut berhasil atau tidak, namun kesannya usaha tersebut telah menghasilkan uang “bersih”.

5. Melalui penyamaran perjudian,

Dengan uang tersebut didirikanlah usaha perjudian. Tidak menjadi masalah apakah menang atau kalah, namun akan dibuat kesan “menang”,

sehingga ada alasan asal usul uang tersebut. Seandainya di Indonesia masih ada SDSB, Nalo, Lotre, dan lain-lain yang sejenisnya, kepada pemilik uang haram dapat ditawarkan nomor yang menang dengan harga yang lebih mahal, sehingga

uang tersebut memberikan kesan kepada yang bersangkutan sebagai hasil kemenangan kegiatan perjudian tersebut.

6. Melalui penyamaran dokumen,

Uang tersebut secara fisik tidak kemana-mana, namun keberadaannya didukung oleh berbagai dokumen palsu atau dokumen yang diada-adakan, seperti

membuat double invoice dalam jual beli dan ekspor impor, agar terkesan uang itu sebagai hasil kegiatan luar negeri.

(49)

Uang tunai dibawa keluar negeri dengan berbagai cara, lalu uang tersebut dimasukkan kembali sebagai pinjaman luar negeri. Hal ini seakan-akan memberikan kesan bahwa pelaku memperoleh bantuan kredit dari luar negeri.

8. Melalui rekayasa pinjaman luar negeri,

Uang secara fisik tidak kemana-mana, namun kemudian dibuat suatu

dokumen seakan-akan ada bantuan atau pinjaman dari luar negeri. Jadi pada kasus ini sama sekali tidak ada pihak pemberi pinjaman. Yang ada hanya dokumen pinjaman, yang kemungkinan besar adalah dokumen palsu.

Meskipun praktik pencucian uang merupakan suatu fenomena global dan penanganannya melalui proses kerjasama internasional, namun pelaku pencucian

uang masih selalu saja menemukan cara dan sarananya untuk tumbuh dan berkembang terus menerus. Cara dan teknik yang digunakan dalam praktek pencucian uang sangat bervariasi, yang antara lain diterapkan oleh pelaku

pencucian uang pada sektor perbankan dan non perbankan dengan memanfaatkan fasilitator profesional, pendirian perusahaan gadungan, investasi di bidang real

estate, pembelian produk asuransi dan perusahaan sekuritas, serta penyalahgunaan

corporate vehicle.48

Begitupun, secara umum ada tiga metode pencucian uang yang bertujuan

untuk manipulasi dan mengubah status dana illegal (hasil kejahatan) menjadi dana legal.

49

48

Edy Nasution,” Memahami Praktik Pencucian Uang Hasil Kejahatan”,

(50)

1. Pertama, Buy and sell yang dilakukan melalui transaksi jual-beli barang dan jasa. Sebagai contoh misalnya real estate atau properti lainnya dapat dibeli dan dijual kepada co conspirator yang menyetujui untuk membeli atau

menjual dengan harga yang lebih tinggi daripada harga yang sebenarnya dengan manksud untuk memperoleh fee atau discount. Kelebihan harga

dibayar dengan dana legal yang kemudian “dicuci” melalui transaksi bisnis. Dengan cara ini setiap asset, barang atau jasa dapat diubah bentuknya sehingga seolah-olah menjadi hasil yang legal melalui rekening pribadi atau

perusahaan yang ada di suatu bank.

2. Kedua, offshore conversions dimana dana ilegal dialihkan ke wilayah tax

haven country dan kemudian disimpan di bank atau lembaga keuangan lain

yang ada di wilayah tersebut. Selanjutnya dana ilegal tersebut digunakan antara lain untuk membeli asset dan investasi (fund investments). Di wilayah

seperti (tax haven country) ini cenderung memiliki hokum perpajakan yang lebih longgar, ketentuan rahasia bank yang cukup ketat dan prosedur bisnis yang sangat mudah sehingga memungkinkan adanya perlindungan bagi

kerahasiaan suatu transaksi bisnis, pembentukan perusahaan dan kegiatan usaha trust fund. Kerahasiaan inilah yang memberikan ruang gerak yang

cukup leluasa bagi pergerakan “dana kotor” (dirty money) melalui berbagai pusat keuangan di dunia. Pada offshore conversions ini biasanya dibantu oleh pengacara, akuntan dan pengelola dana dengan memanfaatkan “celah hukum”

(51)

3. Ketiga, legitimate business conversion yang digunakan melalui bisnis atau kegiatan usaha yang sah sebagai sarana untuk memindahkan dan memanfaatkan dana ilegal. Dana-dana hasil kejahatan dikonversikan melalui

transfer, cek, atau instrumen pembayaran lainnya, yang kemudian disimpan di rekening bank, atau ditransfer kembali ke rekening bank lain. Metode ini

memungkinkan pelaku kejahatan menjalankan usaha atau bekerjasama dengan mitra bisnisnya dan menggunakan rekening perusahaan tertentu sebagai tempat penampungan dana hasil kejahatan.

Pada era globalisasi ekonomi seperti sekarang ini, yang ditandai dengan terintegrasinya sistem perdagangan dunia sebagai salah satu implikasi dari

kemajuan di bidang teknologi informasi yang begitu pesat khususnya di sektor keuangan, sehingga memungkinkan “pengguna jasa keuangan” untuk melakukan transaksi keuangan dengan mudah dan cepat melampaui batas-batas yurisdiksi

suatu negara. Kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi keuangan tersebut telah dimanfaatkan oleh para pencuci uang (money launderers) untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan yang mereka peroleh dari

hasil tindak pidana misalnya dengan cara memasukkan dana-dana ilegal tersebut ke dalam bisnis legal melalui international banking system atau melalui jaringan

bisnis di internet sehingga asal-usulnya menjadi sulit dilacak oleh penegak hukum.50

50

(52)

Terkait perbankan, perbankan merupakan suatu bentuk usaha yang memiliki keleluasaan dalam menghimpun dan menyalurkan dana sehingga sangat strategis untuk digunakan sebagai sarana pencucian uang, baik melalui placement,

layering, maupun integration. Selain itu transfer dana secara elektronis juga dapat dimanfaatkan oleh pencuci uang untuk mengalihkan dana secara cepat dan

relative murah serta aman ke rekening pihak lain, baik di dalam maupun di luar negeri.51

Perbankan juga sangat rentan bagi tindak pidana yang terorganisasi

sehingga sangat strategis untuk dimanfaatkan. Tindak pidana yang terorganisasi biasanya bersembunyi dibalik suatu perusahaan atau nama lain (nominees) dengan

melakukan perdagangan internasional palsu dan berskala besar dengan maksud untuk memindahkan uang yang tidak sah dari suatu Negara ke Negara lain. Perusahaan yang digunakan untuk menyembunyikan kegiatan tindak pidana

tersebut biasanya meminta kredit/pembiayaan dari bank untuk menyamarkan aktivitas pencucian uang. Modus operandi lainnya antara lain dengan

menggunakan faktur (invoice) palsu yang di-mark-up atau L/C palsu sebagai upaya untuk menyulitkan pengusutan dikemudian hari.52

F. Akibat yang ditimbulkan dari Praktik Pencucian Uang

Secara langsung pencucian uang tidak merugikan orang tertentu atau perusahaan tertentu. Sepintas lalu tampaknya pencucian uang tidak ada korbannya. Pencucian uang tidak seperti halnya perampokan, pencurian atau

51

Adrian Sutedi, op.cit., hal. 30 52

(53)

pembunuhan yang ada korbannya dan menimbulkan kerugian bagi korbannya. Billy Steel mengemukakan mengenai money laundering “it seems to be a

victimless crime”.53

Di zaman orde baru di indonesia yaitu pada waktu Soeharto masih berkuasa sebagai presiden Republik Indonesia, pemerintah pada waktu itu tidak

pernah menyetujui untuk mengkriminalisasi pencucian uang dengan membuat undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang. Alasannya adalah karena pelarangan perbuatan pencucian uang akan menghambat penanaman modal asing

yang sangat diperlukan bagi pembangunan Indonesia. Dengan kata lain, kriminalisasi perbuatan pencucian uang justru merugikan masyarakat indonesia

karena akan menghambat pembangunan.

Masyarakat dunia pada umumnya berpendapat sebaliknya, bahwa kegiatan pencucian uang atau money laundering yang dilakukan oleh organisasi-organisasi

kejahatan sangat merugikan masyarakat. John McDowell dan Gary Novis dari

Bureau of International narcotics and law Enforcement Affairs, US Department of

state, mengemukakan “money laundering has potencially devastating economic,

security, and social consequences”.54

Menurut pemerintah Kanada dalam sebuah kertas kerja berjudul electronic

money laundering : an environtment scan yang dikeluarkan oleh Department of

53

Billy Steel, money laundering-what is money laundering, Billy’s money laundering

information,

54

(54)

Justice Kanada pada oktober 1998, ada beberapa dampak negatif yang ditumbulkan oleh kegiatan money laundering terhadap masyarakat. Konsekuensi-konsekuensi yang dapat ditimbulkan berupa :55

a. Money laundering mem

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu usaha yang dilakukan UNY dalam mewujudkan tenaga pendidik yang berkompeten dengan memasukkan program Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) sebagai mata

• Syed Naquib al-Attas menyatakan bahawa kedatangan Islam ke alam Melayu adalah dibawa oleh orang Arab sama ada melalui perdagangan atau dakwah yang dibawa oleh para ahli sufi

4) Pendengar RRI Jayapura mempunyai tingkat kesukaan yang cukup tinggi terhadap program-program yang disiarkan oleh RRI meskipun dalam beberapa hal mereka

Perbuatan Gagasan.. Ary Ginanjar dalam bukunya ESQ mengatakan bahwa pembentukan karakter tidak hanya sebatas menetapkan visi dan misi saja akan tetap aktualisasi dari

Bentuk self-regulation lain seperti kemampuan siswa menilai pemahamannya sendiri juga terbukti dapat membantu siswa memahami bacaan lebih baik, seperti yang telah

Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh promosi jabatan dan disiplin kerja pada swalayan mitra di kartasura dan apakah promosi jabatan dan disiplin

Hasil uji statistik rank spearman diperoleh angka signifikan atau nilai probabilitas (0,001) jauh lebih rendah standart signifikan 0,05 atau (p value <

Dari analisis regresi linear ganda dapat diketahui bahwa koefisien regresi masing-masing variabel bebas bernilai positif, sehingga dapat dikatakan bahwa variabel