• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Perencanaan Wilayah Kecamatan Tarutung Berbasis Kemampuan Lahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Strategi Perencanaan Wilayah Kecamatan Tarutung Berbasis Kemampuan Lahan"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PERENCANAAN WILAYAH KECAMATAN

TARUTUNG BERBASIS KEMAMPUAN LAHAN

TESIS

Oleh

VIKTOR FREDDY SIAGIAN

097003005/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2011

S

E K O L AH

P A

S C

(2)

STRATEGI PERENCANAAN WILAYAH KECAMATAN

TARUTUNG BERBASIS KEMAMPUAN LAHAN

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

VIKTOR FREDDY SIAGIAN

097003005/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : STRATEGI PERENCANAAN WILAYAH KECAMATAN TARUTUNG BERBASIS KEMAMPUAN

LAHAN

Nama Mahasiswa : Viktor Freddy Siagian Nomor Pokok : 097003005

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Rahmanta, M.Si) K e t u a

(Ir. Supriadi, M.S) (Drs. Rujiman. M.A) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(4)

Tanggal lulus : 18 Agustus 2011

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Rahmanta, M.Si

Anggota : 1. Drs. Rujiman, MA

2. Ir. Supriadi, MS

3. Prof. Dr. lic,re,reg, Sirojuzilam, SE

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Strategi Perencanaan Wilayah

Kecamatan Tarutung Berbasis Kemampuan Lahan adalah karya saya sendiri dan

belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Medan, Agustus 2011

(6)

STRATEGI PERENCANAAN WILAYAH KECAMATAN TARUTUNG BERBASIS KEMAMPUAN LAHAN

ABSTRAK

Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat wilayah tersebut. Kecamatan Tarutung terus mengupayakan terjadinya perubahan atau dinamika yang ada dalam masyarakat melalui kegiatan pembangunan. Kemampuan lahan merupakan salah satu survei sumberdaya lahan yang bertujuan mengetahui kemampuan lahan Kecamatan Tarutung dan menentukan penggunaan lahan beserta pengelolaannya yang tepat sehingga dapat dicapai produktivitas yang optimal atau sedikit menimbulkan kerusakan lahan. Kelas kemampuan sangat bermanfaat untuk penilaian awal sebagai dasar perencanaan Tujuan penelitian menganalisis kelas kemampuan lahan dan strategi perencanaan wilayah Kecamatan Tarutung.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengharkatan (scoring) untuk mengevaluasi kemampuan lahan. Analisis SWOT menganalisis strategi perencanaan wilayah Kota Tarutung berbasis kemampuan lahan yang mengidentifikasi berbagai faktor untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan tantangan (threats).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum berdasarkan evaluasi sumberdaya lahan di Kecamatan Tarutung menunjukkan sebagian besar lahan termasuk dalam kemampuan lahan kelas I (Pertanian sangat intensif). Berdasarkan analisis Strengths Weaknesses Opportunitie Threats (SWOT) dirumuskan enam strategi pengembangan wilayah Kecamatan Tarutung berbasis evaluasi kemampuan lahan. strategi pertama yang dilakukan dalam pengembangan wilayah di Kecamatan Tarutung yakni dengan mengoptimalkan potensi lahan belum terbangun dalam memacu tumbuhnya sektor-sektor unggulan, strategi kedua adalah memanfaatkan lahan belum terbangun dengan kebijakan penggunaan lahan dalam konteks otonomi daerah, strategi ketiga adalah memaksimalkan penggunaan lahan dengan menjalin kerjasama dengan daerah sekitar, strategi keempat adalah memanfaatkan potensi lahan untuk pembangunan jalan sehingga dapat memfasilitasi pertumbuhan sektor-sektor unggulan, strategi kelima adalah memanfaatkan lahan permukiman dengan teknologi SIG dan strategi keenam adalah mengimplementasikan teknologi SIG dalam pemanfaatan kemampuan lahan pertanian.

(7)

LAND CAPABILITY-BASED REGIONAL PLANNING STRATEGY OF TARUTUNG SUBDISTRICT

ABSTRACT

Regional development is a regional dynamics to achieve a progress as desired by the people of the region. Tarutung Subdistrict keeps on trying to realize the changes or dynamics found in the community members through development activities. Land capability is one of the land resource surveys conducted to find out the land capability of Tarutung Subdistrict and to determine its land use and appropriate management to achieve an optimum productivity that it can reduce land degradation. The level of capability is an advantage to get a preliminary evaluation as the basis for planning activity. Therefore, the purpose of this study was to analyze the level of land capability and regional planning strategy for Tarutung Subdistrict.

This study employed scoring research method to evaluate the land capability. SWOT Analysis was used to analyze the land capability-based regional planning strategy of Tarutung Subdistrict that identified various factors to formulate the strategy. This analysis was based on the logic that can maximize the strengths and opportunities, yet simultaneously can minimize the weaknesses and threats.

In general, the result of this study based on the land resource evaluation done at Tarutung Subdistrict showed that most of the land belonged to land capability Class I (very intensive agricultural activities). Based on SWOT analysis, 6 (six) land capacity-based regional development strategies of Tarutung Subdistrict were formulated as follows: first strategy is to optimalize the potentials of the undeveloped land in promoting the growth of leading sectors, second strategy is to use the undeveloped land under the land use policy in the context of local autonomy, third strategy is to maximize the use of land by cooperating with the neighboring regions, fourth strategy is to use the land potential for road construction that it can facilitate the growth of leading sectors, fifth strategy is to use the residential land through SIG technology, and sixth strategy is to implement the SIG technology in using the agricultural land capability

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat

dan rahmat-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan

pada Bulan April s/d Juni 2011 ini adalah Strategi Pengembangan Wilayah Kecamatan

Tarutung Berbasis Kemampuan Lahan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Ir.Rahmanta, M. Si selaku Ketua Komisi Pembimbing.

2. Bapak Ir. Supriadi, M.S dan Drs. Rujiman, M.A sebagai Anggota Komisi

Pembimbing.

3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan

Ir.Jeluddin Daud sebagai Komisi Pembanding.

4. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE dan Ir. Supriadi, M.S selaku Ketua dan

Sekretaris Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, beserta segenap staf pengajar

dan staf manajemen Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE selaku Bupati dan

Wakil Bupati Tapanuli Utara, Drs. Sanggam Hutagalung, MM selaku Sekretaris

Daerah Tapanuli Utara, Drs. John Harry, MMA selaku Kepala Dinas Pertanian dan

Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara dan segenap jajaran Dinas Pertanian dan

Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara.

6. Rekan-rekan PWD angkatan 2009 atas segala doa, dukungan dan kerjasamanya.

7. Yusuf, Putra, Arman Siregar, istri tercinta dan pihak-pihak lainnya yang tidak bisa

disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

Akhirnya ucapan terima kasih yang setinggi-tinginya atas doa, dukungan dan

pengertian dari seluruh keluarga di rumah.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Medan, Agustus 2011

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada Tanggal 04 Desember 1975 dari ayah (Alm)

N.A.B Siagian, BA dan ibu Helmi Lubis. Penulis merupakan putra kedelapan dari delapan

bersaudara. Pendidikan Sarjana ditempuh pada Fakultas Pertanian USU Medan dan lulus

Tahun 1999.

Pada Tahun 2006 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan

pada Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara sebagai Penyuluh

Pertanian Lapangan (PPL), pada tahun yang sama penulis dialihtugaskan pada Badan

Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan dengan jabatan yang sama. Pada Tahun

2009 penulis ditugaskan menjadi Kepala Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan

Tarutung. Pada Tahun 2010 penulis ditugaskan pada Dinas Pertanian dan Perkebunan

Kabupaten Tapanuli Utara sebagai Kasubbag Program, selanjutnya di tahun yang sama

penulis dialihtugaskan menjadi Kaseksi Produksi Tanaman Perkebunan hinggga pada saat

ini. Penulis mengikuti Seleksi Tahun 2009 dan diterima pada Program Studi Perencanaan

Wilayah Daerah (PWD) di USU. Penulis menikah dengan Diana Hotmauli Hutauruk dan

saat ini telah dikaruniakan 2 (dua) orang anak, Suluh Tianggur Siagian dan Daniel

(10)

DAFTAR ISI

2.2.Teori Pengembangan Wilayah... 6

2.3. Perencanaan Wilayah ... ... 11

2.4. Kemampuan Lahan ... .... 12

2.5. Penelitian sebelumnya... 13

2.6. Kerangka Konseptual ... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

3.2. Variabel Penelitian... 17

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 17

3.3.1. Observasi Lapangan ... ... 17

(11)

3.3.3. Studi Kepustakaan ... ... 18

3.3.4. Studi Interpretasi ... ... 18

3.4. Alat Penelitian ... 19

3.4.1. Alat Pengumpulan Data ... 19

3.4.2. Alat Laboratorium ... ... 19

3.5. Metode Analisa Data ... 19

3.6. Analisis SWOT ... 22

3.7. Definisi Variabel Operasional ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Utara... 25

4.2. Gambaran Umum Kecamatan Tarutung... 32

4.3. Identifikasi Kelas Kemampuan Lahan... 35

4.4. Strategi Perencanaan... ... 41

4.5. Perumusan Strategi ... 50

4.6. Arahan Penggunaan Lahan ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1. Kesimpulan ... 54

5.2. Saran ... 55

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Kriteria Pengharkatan Kedalaman Efektif Tanah ... 20

3.2. Kriteria Pengharkatan Tekstur Tanah ... 21

3.3. Kriteria Pengharkatan Permeabilitas Tanah ... .. 21

3.4. Kriteria Pengharkatan Tingkat Kelerengan ... ... 21

3.5. Kriteria Pengharkatan Tingkat Bahaya Banjir ... ... 22

3.6. Kriteria Pengharkatan Sebaran Batuan ... 22

4.1. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarkan Tingkat Ketinggian di Atas Permukaan Laut ... ... 27

4.2. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarka Tingkat Kemiringan/ Lereng Tanah ... ... 28

4.3. Banyaknya Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Tapanuli Utara ... .... 30

4.4. Banyaknya Desa/Kelurahan, Jumlah penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Tarutung ... ... 34

4.5. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan Faktor Kelas Kemampuan... . 36

4.6. Kriteria Tekstur ... ... 37

4.7. Kriteria Kedalaman Efektif ... 37

4.8. Kriteria Lereng Permukaan ... .... 38

4.9. Kemampuan Lahan Kecamatan Tarutung ... ... 39

4.10. Analisis Faktor Internal Pengembangan Wilayah Kecamatan Tarutung ... 45

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1. Analisis SWOT ... 23

4.1. Peta Administratif Kabupaten Tapanuli Utara ... .... 26

4.2. Peta Kemiringan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara ... 29

4.3. Peta Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara. 31 4.4. Peta Administrasi Kecamatan Tarutung ... 33

4.5. Peta Penyebaran Penduduk Kecamatan Tarutung ... 35

4.6. Peta Kelas Kemampuan Lahan Kecamatan Tarutung ... 41

4.7. Peta Eksisiting Penggunaan Lahan Kecamatan Tarutung ... 44

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Peta Kontur Kecamatan Tarutung ... ... 58

2. Peta Rawan Longsor Kecamatan Tarutung... .. 59

3. Peta Kondisi Batuan/Geologi Kecamatan Tarutung... ... 60

4. Peta Curah Hujan Kecamatan Tarutung... ... 61

5. Peta Jenis Tanah Kecamatan Tarutung ... ... 62

6. Peta Kedalaman Efektif tanah KecamatanTarutung... ... 63

7. Peta Tingkat Kelerengan Kecamatan Tarutung ... ... 64

(15)

STRATEGI PERENCANAAN WILAYAH KECAMATAN TARUTUNG BERBASIS KEMAMPUAN LAHAN

ABSTRAK

Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat wilayah tersebut. Kecamatan Tarutung terus mengupayakan terjadinya perubahan atau dinamika yang ada dalam masyarakat melalui kegiatan pembangunan. Kemampuan lahan merupakan salah satu survei sumberdaya lahan yang bertujuan mengetahui kemampuan lahan Kecamatan Tarutung dan menentukan penggunaan lahan beserta pengelolaannya yang tepat sehingga dapat dicapai produktivitas yang optimal atau sedikit menimbulkan kerusakan lahan. Kelas kemampuan sangat bermanfaat untuk penilaian awal sebagai dasar perencanaan Tujuan penelitian menganalisis kelas kemampuan lahan dan strategi perencanaan wilayah Kecamatan Tarutung.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengharkatan (scoring) untuk mengevaluasi kemampuan lahan. Analisis SWOT menganalisis strategi perencanaan wilayah Kota Tarutung berbasis kemampuan lahan yang mengidentifikasi berbagai faktor untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan tantangan (threats).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum berdasarkan evaluasi sumberdaya lahan di Kecamatan Tarutung menunjukkan sebagian besar lahan termasuk dalam kemampuan lahan kelas I (Pertanian sangat intensif). Berdasarkan analisis Strengths Weaknesses Opportunitie Threats (SWOT) dirumuskan enam strategi pengembangan wilayah Kecamatan Tarutung berbasis evaluasi kemampuan lahan. strategi pertama yang dilakukan dalam pengembangan wilayah di Kecamatan Tarutung yakni dengan mengoptimalkan potensi lahan belum terbangun dalam memacu tumbuhnya sektor-sektor unggulan, strategi kedua adalah memanfaatkan lahan belum terbangun dengan kebijakan penggunaan lahan dalam konteks otonomi daerah, strategi ketiga adalah memaksimalkan penggunaan lahan dengan menjalin kerjasama dengan daerah sekitar, strategi keempat adalah memanfaatkan potensi lahan untuk pembangunan jalan sehingga dapat memfasilitasi pertumbuhan sektor-sektor unggulan, strategi kelima adalah memanfaatkan lahan permukiman dengan teknologi SIG dan strategi keenam adalah mengimplementasikan teknologi SIG dalam pemanfaatan kemampuan lahan pertanian.

(16)

LAND CAPABILITY-BASED REGIONAL PLANNING STRATEGY OF TARUTUNG SUBDISTRICT

ABSTRACT

Regional development is a regional dynamics to achieve a progress as desired by the people of the region. Tarutung Subdistrict keeps on trying to realize the changes or dynamics found in the community members through development activities. Land capability is one of the land resource surveys conducted to find out the land capability of Tarutung Subdistrict and to determine its land use and appropriate management to achieve an optimum productivity that it can reduce land degradation. The level of capability is an advantage to get a preliminary evaluation as the basis for planning activity. Therefore, the purpose of this study was to analyze the level of land capability and regional planning strategy for Tarutung Subdistrict.

This study employed scoring research method to evaluate the land capability. SWOT Analysis was used to analyze the land capability-based regional planning strategy of Tarutung Subdistrict that identified various factors to formulate the strategy. This analysis was based on the logic that can maximize the strengths and opportunities, yet simultaneously can minimize the weaknesses and threats.

In general, the result of this study based on the land resource evaluation done at Tarutung Subdistrict showed that most of the land belonged to land capability Class I (very intensive agricultural activities). Based on SWOT analysis, 6 (six) land capacity-based regional development strategies of Tarutung Subdistrict were formulated as follows: first strategy is to optimalize the potentials of the undeveloped land in promoting the growth of leading sectors, second strategy is to use the undeveloped land under the land use policy in the context of local autonomy, third strategy is to maximize the use of land by cooperating with the neighboring regions, fourth strategy is to use the land potential for road construction that it can facilitate the growth of leading sectors, fifth strategy is to use the residential land through SIG technology, and sixth strategy is to implement the SIG technology in using the agricultural land capability

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka akan semakin meningkat pula

kebutuhan akan lahan dan langkanya lahan-lahan pertanian yang subur dan potensial,

serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan sektor non

pertanian diperlukan adanya tekhnologi yang tepat guna dalam upaya mengoptimalkan

penggunaan sumberdaya lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan

sumberdaya lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data informasi

yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta

persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan terutama tanaman-tanaman yang

mempunyai arti ekonomi cukup baik.

Kota Tarutung merupakan ibukota Kabupaten Tapanuli Utara dan terletak di

Kecamatan Tarutung. Potensi-potensi Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

saat ini baik yang sudah digali maupun belum digali merupakan modal dasar bagi

pengembangan wilayah Kabupaten Tapanuli Utara. Potensi-potensi yang ada bila tidak

mendapat perhatian khusus, selamanya akan menjadi potensi saja bukan keluaran

produknya yang sangat penting. Salah satu potensi yang di miliki oleh Kabupaten

Tapanuli Utara adalah potensi pertanian dan perkebunan.

Kecamatan Tarutung merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Tapanuli

(18)

misalnya sebagai lahan permukiman, lahan pertanian, dan sebagainya. Kecamatan

Tarutung posisinya cukup strategis karena terletak 1,2 Km dari pusat Kabupaten

Tapanuli Utara (Kecamatan Tarutung Dalam Angka, BPS Tahun 2010).

Agar harapan tersebut dapat berwujud maka diperlukan suatu usaha agar dapat

mengetahui secara pasti tentang potensi wilayah di Kecamatan Tarutung Kabupaten

Tapanuli Utara dengan cara mengetahui kemampuan lahan di daerah tersebut yang

selanjutnya dapat dilakukan strategi perencanaan wilayah di Kecamatan Tarutung.

Pembukaan suatu wilayah yang baru sebaiknya didahului dengan survei dan

evaluasi tentang kemampuan lahan, sehingga di wilayah itu dapat digolongkan

menurut penggunaannya yang tepat (Soeranegara, dalam Jamulyo dan Sunarto, 1996).

Kemampuan lahan merupakan salah satu survei sumberdaya lahan yang bertujuan

mengetahui kemampuan lahan suatu daerah dan menentukan penggunaan lahan

beserta pengelolaanya yang tepat sehingga dapat dicapai produktivitas yang optimal

atau sedikit menimbulkan kerusakan lahan.

Berkaitan dengan hal tersebut penulis tertarik untuk mengambil judul “Strategi

Perencanaan Wilayah Kecamatan Tarutung Berbasis Kemampuan Lahan”.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana kelas kemampuan lahan di wilayah Kecamatan Tarutung Kabupaten

Tapanuli Utara ?

2. Bagaimana strategi perencanaan wilayah Kecamatan Tarutung berbasis

kemampuan lahan ?

(19)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kelas kemampuan lahan di wilayah Kecamatan Tarutung Kabupaten

Tapanuli Utara

2. Menganalisis strategi perencanaan wilayah Kecamatan Tarutung berbasis

kemampuan lahan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk menyumbang pikiran bagi pemerintah daerah setempat yang berkaitan

dengan kegiatan perencanaan kawasan.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Utara

dalam penyusunan kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan penggunaan lahan.

3. Sebagai menambah referensi pengetahuan bagi pembaca mengenai potensi wilayah

Kabupaten Tapanuli Utara khususnya yang berkaitan dengan perencanaan wilayah

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perencanaan Wilayah

Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah dan

perencanaan aktivitas pada ruang wilayah. Perencanaan ruang wilayah biasanya

dituangkan dalam perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan aktivitas

biasanya tertuang dalam rencana pembangunan wilayah, baik jangka panjang, jangka

menengah maupun jangka pendek. Perencanaan wilayah sebaiknya dimulai dengan

penetapan visi dan misi wilayah (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).

Visi adalah cita-cita tentang masa depan wilayah yang diinginkan. Visi

seringkali bersifat abstrak tetapi ingin menciptakan ciri khas wilayah yang ideal

sehingga berfungsi sebagai pemberi inspirasi dan dorongan dalam perencanaan

pembangunan wilayah. Misi adalah kondisi antara atau suatu tahapan untuk mencapai

visi tersebut.

Misi adalah kondisi ideal yang setingkat di bawah visi tetapi lebih realistik

untuk mencapainya. Dalam kondisi ideal, perencanaan wilayah sebaiknya dimulai

setelah tersusunnya rencana tata ruang wilayah, karena tata ruang wilayah merupakan

landasan sekaligus sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah. Akan tetapi dalam

praktiknya, cukup banyak daerah yang belum memiliki rencana tata ruang, tetapi

berdasarkan undang-undang harus menyusun rencana pembangunan wilayahnya

(21)

masih berlaku, penyusunan rencana pembangunan daerah haruslah mengacu pada

rencana tata ruang tersebut.

Kajian literatur regional planning sebagai pendekatan dalam pengembangan

wilayah melalui sistem perwilayahan pembangunan, antara lain adalah teori tentang

kutub pertumbuhan, tempat pusat dan konsepsi simpul jasa distribusi. Konsep kutub

pertumbuhan dan pusat pertumbuhan telah dipergunakan baik di negara maju maupun

negara sedang berkembang. Konsep tersebut dipergunakan untuk mempercepat

perkembangan daerah terbelakang melalui pemusatan investasi dalam suatu daerah

tertentu, sehingga terjadi keuntungan ekonomi pada daerah pengaruh (Hansen, 1972:

Richardson, 1976 dalam Warsilan, 1993).

Perencanaan wilayah di berbagai negara tidak sama, tergantung kepada

kehidupan ekonomi dan masalah yang dihadapi. Secara historis setidaknya terdapat

tiga pendekatan perencanaan wilayah (Jayadinata, 1999), yaitu:

1. Perencanaan wilayah yang memusatkan perhatiannya kepada masalah kota yang

bersifat sosial. Pelaksanaannya meliputi perbaikan bagian kota yang keadaan

yang telah rusak dan tidak memenuhi standar, pemugaran kota, pembuatan kota

satelit untuk membantu meringankan kota industri yang terlalu padat

penduduknya. Titik berat perencanaan wilayah semacam ini ditujukan pada kota

yang besar dan wilayah sekelilingnya (hinterland) yang dapat menunjang kota

dalam perencanaan kota dan wilayah.

2. Perencanaan wilayah yang memusatkan perhatiannya kepada wilayah yang

(22)

khusus). Dalam wilayah seperti ini, pemerintah perlu mengatur intensif

pembiayaan, pengaturan rangsangan untuk prasarana industri, pengaturan konsesi

pajak dan sebagainya, sehingga industri tertentu dapat berlokasi di wilayah itu.

3. Perencanaan wilayah yang memperhatikan wilayah pedesaan, dengan

pengembangan tanah bagi sektor pertanian dan rekreasi (perencanaan pedesaan

dan wilayah). Hal ini dilakukan untuk memperkecil perbedaan kemakmuran

antara pedesaan dan perkotaan.

Untuk meratakan pembangunan, harus digunakan pendekatan perwilayahan

atau regionalisasi, yaitu pembagian wilayah nasional dalam satuan wilayah geografi,

sehingga setiap bagian mempunyai sifat tertentu yang khas (dapat juga menurut satuan

daerah tata praja atau daerah administrasi). Di samping itu, diperlukan desentralisasi

yaitu kebijaksanaan yang diputuskan oleh pemerintah regional dan lokal. Dalam

desentralisasi itu harus terdapat koordinasi yang baik.

2.2. Teori Pengembangan Wilayah

Dalam banyak kepustakaan tentang pembangunan, terdapat beberapa

pendekatan dan teori. Menyebut beberapa diantaranya adalah growth theory, rural

development theory, agro first theory, basic needs theory, dan lain sebagainya.

Teori-teori pembangunan itu memuat berbagai pendekatan ilmu sosial yang berusaha

menangani masalah keterbelakangan. Teori pembangunan benar-benar lepas landas

hanya setelah diketahui bahwa persoalan pembangunan di Dunia Ketiga bersifat

khusus dan secara kualitatif berbeda dari “transisi orisinil”. Sepanjang evolusinya,

(23)

tidak akan ada definisi baku dan final mengenai pembangunan, yang ada hanyalah

usulan mengenai apa yang seharusnya diimplikasikan oleh pembangunan dalam

konteks tertentu (Hettne, 2001).

Salah satu teori pembangunan wilayah adalah pertumbuhan tak berimbang

(unbalanced growth) yang dikembangkan oleh Hirscham dan Myrdal. Pengembangan

wilayah merupakan proses perumusan dan pengimplementasian tujuan-tujuan

pembangunan dalam skala supra urban. Pembangunan wilayah pada dasarnya

dilakukan dengan menggunakan sumber daya alam secara optimal melalui

pengembangan ekonomi lokal, yaitu berdasarkan kepada kegiatan ekonomi dasar yang

terjadi pada suatu wilayah.

Teori pertumbuhan tak berimbang memandang bahwa suatu wilayah tidak

dapat berkembang bila ada keseimbangan, sehingga harus terjadi ketidakseimbangan.

Penanaman investasi tidak mungkin dilakukan pada setiap sektor di suatu wilayah

secara merata, tetapi harus dilakukan pada sektor-sektor unggulan yang diharapkan

dapat menarik kemajuan sektor lainnya. Sektor yang diunggulkan tersebut dinamakan

sebagai leading sektor.

Sesungguhnya teori pembangunan terkait erat dengan strategi pembangunan,

yakni perubahan struktur ekonomi dan pranata sosial yang diupayakan untuk

menemukan solusi yang konsisten dan langgeng bagi persoalan yang dihadapi para

pembuat keputusan dalam suatu masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya,

muncul berbagai pendekatan menyangkut tema-tema kajian tentang pembangunan.

(24)

pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu upaya merumuskan dan

mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan program

pembangunan yang di dalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan

mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang

optimal dan berkelanjutan (Nugroho dan Dahuri, 2004).

Perencanaan pembangunan wilayah semakin relevan dalam

mengimplementasikan kebijakan ekonomi dalam aspek kewilayahan. Hoover dan

Giarratani (dalam Nugroho dan Dahuri, 2004), menyimpulkan tiga pilar penting dalam

proses pembangunan wilayah, yaitu:

1. Keunggulan komparatif (imperfect mobility of factor). Pilar ini berhubungan

dengan keadaan dtemukannya sumber-sumber daya tertentu yang secara fisik

relatif sulit atau memiliki hambatan untuk digerakkan antar wilayah. Hal ini

disebabkan adanya faktor-faktor lokal (bersifat khas atau endemik, misalnya

iklim dan budaya) yang mengikat mekanisme produksi sumber daya tersebut

sehingga wilayah memiliki komparatif. Sejauh ini karakteristik tersebut

senantiasa berhubungan dengan produksi komoditas dari sumber daya alam,

antara lain pertanian, perikanan, pertambangan, kehutanan, dan kelompok usaha

sektor primer lainnya.

2. Aglomerasi (imperfect divisibility). Pilar aglomerasi merupakan fenomena

eksternal yang berpengaruh terhadap pelaku ekonomi berupa meningkatnya

(25)

biaya-biaya produksi akibat penurunan jarak dalam pengangkutan bahan baku dan

distribusi produk.

3. Biaya transpor (imperfect mobility of good and service). Pilar ini adalah yang

paling kasat mata mempengaruhi aktivitas perekonomian. Implikasinya adalah

biaya yang terkait dengan jarak dan lokasi tidak dapat lagi diabaikan dalam

proses produksi dan pembangunan wilayah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wilayah

antara lain dipengaruhi oleh aspek-aspek keputusan lokasional, terbentuknya sistem

perkotaan, dan mekanisme aglomerasi. Istilah pertumbuhan wilayah dan

perkembangan wilayah sesungguhnya tidak bermakna sama. Pertumbuhan dan

perkembangan wilayah merupakan suatu proses kontiniu hasil dari berbagai

pengambilan keputusan di dalam ataupun yang mempengaruhi suatu wilayah.

Pertumbuhan dan perkembangan wilayah dapat digambarkan melalui lima

tahapan.

1. Wilayah dicirikan oleh adanya industri yang dominan. Pertumbuhan wilayah

sangat bergantung pada produk yang dihasilkan oleh industri tersebut, antara lain

minyak, hasil perkebunan dan pertanian, dan produk-produk primer lainnya.

Industri demikian dimiliki oleh banyak negara dalam awal pertumbuhannya.

2. Tahapan ekspor kompleks. Tahapan ini menggambarkan bahwa wilayah telah

mampu mengekpsor selain komoditas dominan juga komoditas kaitannya.

Misalnya, komoditas dominan yang diekspor sebelumnya adalah minyak bumi

(26)

teknologi penambangan (kaitan ke belakang) dan produk-produk turunan dari

minyak bumi (kaitan ke depan) misalnya premium, solar dan bahan baku plastik.

3. Tahapan kematangan ekonomi. Tahapan ketiga ini menunjukkan bahwa aktivitas

ekonomi wilayah telah terdiversifikasi dengan munculnya industri substitusi

impor, yakni industri yang memproduksi barang dan jasa yang sebelumnya harus

diimpor dari luar wilayah. Tahapan ketiga ini juga memberikan tanda

kemandirian wilayah dibandingkan wilayah lainnya.

4. Tahapan pembentukan metropolis (regional metropolis). Tahapan ini

memperlihatkan bahwa wilayah telah menjadi pusat kegiatan ekonomi untuk

mempengaruhi dan melayani kebutuhan barang dan jasa wilayah pinggiran.

Dalam tahapan ini pengertian wilayah fungsional dapat diartikan bahwa aktivitas

ekonomi wilayah lokal berfungsi sebagai pengikat dan pengendali kota-kota lain.

Selain itu, volume aktivitas ekonomi ekspor sangat besar yang diiringi dengan

kenaikan impor yang sangat signifikan.

5. Tahapan kemajuan teknis dan profesional (technical professional virtuosity).

Tahapan ini memperlihatkan bahwa wilayah telah memberikan peran yang sangat

nyata terhadap perekonomian nasional. Dalam wilayah berkembang produk dan

proses-proses produksi yang relatif canggih, baru, efisien dan terspesialisasi.

Aktivitas ekonomi telah mengandalkan inovasi, modifikasi, dan imitasi yang

mengarah kepada pemenuhan kepuasan individual dibanding kepentingan

(27)

system), mengaitkan satu aktivitas dengan aktivitas ekonomi lainnya (Nugroho

dan Dahuri, 2004).

Dalam kerangka pengembangan wilayah, perlu dibatasi pengertian “wilayah”

yakni ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan

beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan

Ruang, wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait

yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek

fungsional. Dalam kerangka pembangunan nasional, perencanaan pengembangan

wilayah dimaksudkan untuk memperkecil perbedaan pertumbuhan kemakmuran antar

wilayah atau antar daerah. Di samping itu, diusahakan untuk memperkecil perbedaan

kemakmuran antara perkotaan dan pedesaan (Jayadinata, 1999).

2.3. Pembangunan Wilayah

Pembangunan wilayah, meliputi perkotaan dan perdesaan sebagai pusat dan

lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Dari segi pemerintahan,

pembangunan daerah merupakan usaha untuk mengembangkan dan memperkuat

pemerintahan daerah untuk makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis,

serasi dan bertanggung jawab. Pembangunan daerah di Indonesia memiliki dua aspek

yaitu: bertujuan memacu pertumbuhan ekonomi dan sosial di daerah yang relatif

terbelakang, dan untuk lebih memperbaiki dan meningkatkan kemampuan daerah

dalam melaksanakan pembangunan melalui kemampuan menyusun perencanaan

(28)

Pembangunan merupakan proses alami untuk mewujudkan cita-cita bernegara,

yaitu terwujudnya masyarakat makmur sejahtera secara adil dan merata. Proses alami

tersebut harus diciptakan melalui intervensi pemerintah melalui serangkaian

kebijaksanaan pembangunan yang akan mendorong terciptanya kondisi yang

memungkinkan rakyat berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan. Proses

pembangunan yang memihak rakyat merupakan upaya sinergi dalam langkah

pemberdayaan masyarakat. Peran pemerintah adalah sebagai katalisator dalam

mewujudkan langkah pemberdayaan masyarakat. Dalam kerangka itu pembangunan

harus dipandang sebagai suatu rangkaian proses perubahan yang berjalan secara

berkesinambungan untuk mewujudkan pencapaian tujuan (Sumodiningrat, 1999 dalam

Sari, 2008).

Secara historis kegagalan program-program pembangunan didalam mencapai

tujuannya bukanlah semata-mata kegagalan dalam pelaksanaan pembangunan itu

sendiri. Teori-teori pembangunan selalu berkembang dan mengalami koreksi, sehingga

selalu melahirkan pergeseran tentang nilai-nilai yang dianggap benar dan baik dalam

proses pembangunan. Pembangunan wilayah bukan hanya fenomena dalam dimensi

lokal dan regional, namun merupakan bagian tak terpisahkan dari kepentingan skala

nasional bahkan global (Rustiadi et al., 2007).

2.4. Kemampuan Lahan

Lahan yang dimanfaatkan oleh manusia pada dasarnya mempunyai

kemampuan yang berbeda. Untuk mengetahui kemampuan suatu lahan maka perlu

(29)

Capability Classification) adalah penilaian lahan (komponen - komponen lahan) secara

sistematik dan pengelompokkanya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat –

sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaanya secara lestari.

Kemampuan disini dipandang sebagi kapasitas lahan itu sendiri untuk suatu macam

atau tingkat penggunaan umum.

Salah satu konsep yang dapat dilakukan dalam strategi pengembangan wilayah

berbasis evaluasi lahan adalah melakukan evaluasi kelas kemampuan lahan. Menurut

Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) Evaluasi kemampuan lahan merupakan

penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Penggunaan

lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, di samping dapat menimbulkan

terjadinya kerusakan lahan juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah

sosial lain. Setelah dilakukan evaluasi kelas kemampuan lahan maka akan didapat

lokasi-lokasi tertentu yang sesuai untuk pengembangan pertanian, kawasan

permukiman, pembangunan jalan, jembatan dan fasilitas-fasilitas lainnya.

Klasifikasi kemampuan lahan terdiri dari 3 kategori utama yaitu kelas, subkelas

dan satuan kemampuan (Arsyad, 1989).

2.5. Penelitian Sebelumnya

Ejasta (1997) dalam penelitiannya “Kualitas, Kemampuan dan Penggunaan

Lahan pada Bentuk Lahan Asal Denudasional di Kecamatan Dawan Kabupaten Daerah

Tingkat II Kelungkung”. Metode yang digunakan adalah teknik interpretasi foto udara,

analisis peta dan pengamatan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan kualitas lahan

(30)

yang produktif, kemampuan lahannya dari kelas V sampai kelas VII. Unit lahan dari

bentuk lahan asal denudasional yang digunakan untuk tanaman perkebunan dan yang

merupakan semak belukar kemampuan lahan sesuai dengan penggunaan lahannya, dan

unit lahan yang digunakan untuk tanaman semusim ditemukan tidak sesuai.

Wirosuprojo (2006) dalam penelitiannya “Klasifikasi Lahan untuk Perencanaan

Penggunaan Lahan di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan metode survei dengan cara mengumpulkan data-data

karakteristik lahan (tanah, lereng, banjir, erosi, keairan) pada setiap bentuklahan.

Pengukuran dilakukan berdasarkan pada pengambilan sampel secara dengan unit dan

evaluasi satuan bentuk lahan. Analisis data dilakukan dengan cara menilai karakteristik

lahan pada setiap satuan bentuk lahan dengan kriteria klasifikasi lahan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kelas kemampuan lahan I hingga IV merupakan lahan potensial

untuk budidaya pertanian yang menempati bentuk lahan vulkanik meliputi dataran

aluvial gunung api, dataran lereng kaki gunung api dan lereng bawah gunung api.

Kelas kemampuan lahanV dan VI merupakan lahan potensial untuk penggunaan hutan

dan perkebunan yang menempati lereng tengah dan atas gunung api serta perbukitan

terisolasi, perbukitan denudasional. Kelas kemampuan lahan VII dan VIII merupakan

lahan untuk pelestarian fungsi lindung bawahan sehingga sangat sesuai untuk hutan

lindung. Arahan rencana penggunaan lahan secara umum di daerah penelitian dapat

diaplikasikan untuk identifikasi fungsi kawasan budidaya dan lindung.

Susanti (2000) dalam penelitiannya yang berjudul “Kemampuan Lahan di

(31)

kemampuan lahan dan menentukan faktor penghambat. Metode yang digunakan adalah

metode survei dengan menggunakan cara stratified random sampling yaitu

pengambilan sampling secara acak dengan strata wilayah. Pedoman klasifikasi

modifikasi Sitanala Arsyad (1989) dengan parameter yang digunakan: kedalaman

efektif tanah, drainase tanah, permeabilitas, tekstur, bahan organik, kemiringan lereng,

kenampakan erosi dan sebaran batuan serta ancaman banjir dan genangan. Hasil yang

diperoleh adalah peta kemampuan lahan dan evaluasi lahan terhadap penggunaan

lahan.

Rahayu (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kemampuan

Lahan terhadap Produktifitas Pertanian di Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri”

bertujuan mengetahui tingkat kemampuan lahan, mengetahui faktor-faktor pembatas

yang mempengaruhi kelas kemampuan lahan terhadap produktifitas pertanian di

daerah penelitian. Hasil yang diperoleh Peta analisis kemampuan lahan skala 1 :

50.000

2.6. Kerangka Konseptual

Kecamatan Tarutung dievaluasi sumber daya lahannya melalui peta-peta yang

berhubungan dengan penelitian sehingga dapat ditentukan kelas kemampuan lahannya.

Dengan menganalisa kemampuan lahan di Kecamatan Tarutung melalui analisis

SWOT, maka diharapkan dapat menjawab perumusan masalah yang dihadapi

Pemerintah Kecamatan Tarutung yaitu berupa Strategi perencanaan wilayah

(32)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian Kecamatan Tarutung

Kelas Kemampuan Lahan

Strategi Perencanaan Wilayah Evaluasi Sumber Daya Lahan - Peta Tanah - Peta CH - Peta Lereng - Peta Admin - Peta Geologi - Peta Eksisting

- Peta Kedalaman Efektif

Karakteristik Lahan

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di Wilayah Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli

Utara dan dilaksanakan pada bulan Maret s/d Juli 2011.

3.2. Variabel Penelitian

Variabel adalah gejala-gejala yang menunjukkan variasi baik dalam jenisnya

maupun alam tingkatannya (Sutrisno, 2000). Dalam penelitian ini variabel yang

digunakan antara lain:

1. Iklim

2. Kemiringan Lereng

3. Kedalaman Tanah

4. Tekstur Tanah

5. Permeabilitas Tanah

6. Kondisi Batuan

7. Ancaman Banjir

3.3. Teknik Pengumpulan Data

3.3.1. Observasi Lapangan

Teknik ini dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan langsung

(34)

Lapangan dilakukan untuk melakukan cek lapangan terhadap data-data yang di peroleh

dari instansi yang berkaitan maupun data sekunder lainnya.

3.3.2. Studi Dokumentasi

Menurut Sumaatmadja, (1981) menjelaskan bahwa penggunaan sumber

dokumentasi dalam penelitian dilakukan dengan cara melakukan seleksi terhadap

dokumen-dokumen yang relevan dengan tujuan penelitian. Melalui studi dokumentasi

ini di peroleh data sekunder yang terdapat di instansi-instansi yang berkaitan seperti

BAPPEDA. Data Sekunder yang dikumpulkan antara lain:

a. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000

b. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000

c. Peta Bentuk Lahan Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000

d Peta Tanah Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000

e. Peta Kedalaman Efektif Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000

f. Peta Administrasi Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000

3.3.3. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari kepustakaan yang sesuai

dengan apa yang sedang kita lakukan (Sumaatmadja, 1981)

3.3.4. Studi Interpretasi

Metode ini dilakukan dengan cara menginterpretasikan peta.

(35)

3.4. Alat Penelitian

3.4.1. Alat Pengumpul Data

Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan populasi. Populasi

merupakan himpunan individu atau objek yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas,

jadi populasi adalah semua objek yang akan diselidiki (Bintarto dan Surastopo, 1978).

Dalam penelitian ini tentu akan berhadapan dengan sekelompok subyek, karena

luasnya subyek penelitian maka perlu dibagi atau ditentukan daerah yang akan

dijadikan subyek penelitian tersebut. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian

ini adalah satuan lahan yang terdapat di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli

Utara. Dari populasi tersebut ditentukan sampel yang merupakan sebagian dari

populasi, Jadi sampel merupakan sejumlah satuan lahan yang dipilih sebagai wakil

dari populasi yang ada.

3.4.2. Alat Laboratorium

Alat laboratorium ini berupa perangkat komputer yang meliputi: 1 set

komputer, Hardisk, Ploppy disk, Printer, Scanner dan perangkat lunak yaitu sistem

Arc/View versi 3.3 yang digunakan untuk membuat peta tematik dan melakukann

verlay peta-peta tematik tersebut. Alat ini juga digunakan untuk penulisan dan

pengolahan penulisan data.

3.5. Metode Analisis Data

Analisis data atau pengolahan data merupakan salah satu langkah yang paling

(36)

dalam pengambilan kesimpulan. Suatu kesimpulan biasanya di ambil dari pengolahan

data (analisa data) yang telah dibuat sebelumnya.

Dalam penyusunan tesis ini metode analisis data yang digunakan adalah :

Metode pengharkatan (scoring) untuk mengevaluasi kemampuan lahan.

Metode ini dilakukan dengan cara menilai potensi lahan dengan memberikan nilai

pada masing-masing karakteristik lahan, sehingga dapat di hitung nilainya dan dapat

ditentukan harkatnya. Penilaian kemampuan lahan dengan pengharkatan ini dianggap

mempunyai kualitas yang berbeda perencanaan. Dalam metode pengharkatan untuk

menentukan klasifikasi kemampuan lahan terdapat faktor menguntungkan dan faktor

merugikan, dimana faktor-faktor tersebut selanjutnya di nilai (di harkat). Berikut

pedoman dan kriteria yang digunakan untuk menentukan harkat faktor -faktor

kemampuan lahan:

a. Faktor Menguntungkan

1) Kedalaman Efektif Tanah

Tabel 3.1. Kriteria Pengharkatan Kedalaman Efektif Tanah

No Kedalaman Tanah Keterangan Harkat

1 Sumber : Jamulyo dan Sunarto, 1996

2) Tekstur Tanah

Tabel 3.2. Kriteria Pengharkatan Tekstur Tanah

No Tekstur Tanah Harkat

(37)

2 Sumber: Jamulyo dan Sunarto, 1996

3) Permeabilitas Tanah

Tabel 3.3. Kriteria Pengharkatan Permeabilitas Tanah

No Permeabilitas (cm/jam) Keterangan Harkat

1 Sumber : Jamulyo dan Sunarto, 1996

4) Lereng

Tabel 3.4. Kriteria Pengharkatan Tingkat Kelerengan

No Lereng (%) Keterangan Harkat Sumber : Jamulyo dan Sunarto, 1996

b. Faktor Merugikan

1) Banjir

Tabel 3.5. Kriteria pengharkatan Tingkat Bahaya Banjir

(38)

2) Batu Permukaan

Tabel 3.6. Kriteria Pengharkatan Sebaran Batuan

No Batu Harkat Sumber : Jamulyo dan Sunarto, 1996

3.6. Analisis SWOT

Analisis SWOT menganalisis strategi perencanaan wilayah Kota Tarutung

berbasis kemampuan lahan yang mengidentifikasi berbagai faktor untuk merumuskan

strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan

(strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan

kelemahan (weaknesses) dan tantangan (threats).

Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang

(opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan

kelemahan (weaknesses). Selanjutnya untuk mengetahui hasil analisis berada di posisi

mana, dapat dilihat pada gambar berikut ini (Rangkuti, 2000).

3. Mendukung stratrgi turn around 1. Mendukung strategi agresif

BERBAGAI PELUANG

(39)

4. Mendukung strategi defensif 2. Mendukung strategi diversifikasi

Gambar 3.1. Analisis SWOT

Kuadran 1 : Merupakan situasi yang sangat menguntungkan, organisasi memiliki

peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada.

Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung

kebijakan yang agresif.

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, organisasi masih memiliki

kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus digunakan adalah

menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang.

Kuadran 3 : Organisasi menghadapi peluang yang sangat besar, tetapi di lain pihak

harus menghadapi beberapa kendala/kelemahan interal. Fokus strategi

organisasi adalah meminimalkan masalah-masalah internal organisasi.

Kuadran 4 : Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, organisasi

menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan.

3.7. Definisi Variabel Operasioanl

1. Strategi perencanaan wilayah merupakan strategi Pemerintah Kecamatan Tarutung

(40)

2. Kemampuan lahan merupakan sifat dakhil/inheren lahan yang menyatakan

kesanggupannya untuk memberikan hasil pertanian pada tingkat produksi tertentu.

3. Penggunaan lahan merupakan pemanfaatan lahan yang selama ini dilaksanakan

oleh Pemerintah Kecamatan Tarutung dalam pembangungan wilayahnya.

(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Utara

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu daerah Kabupaten di Provinsi

Sumatera Utara terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara

berada pada ketinggian antara 300-1500 meter di atas permukaan laut. Topografi dan

kontur tanah Kabupaten Tapanuli Utara beraneka ragam yaitu tergolong datar (3,16

persen), landai (26,86 persen), miring (25,63 persen) dan terjal (44,35 persen).

Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara sekitar 3.800,31 Km2 terdiri dari luas

dataran 3.793,71 Km2 dan luas perairan Danau Toba 6,60 Km2. Secara geografis

Kabupaten Tapanuli Utara terletak di antara 1o20’ – 2o41’ Lintang Utara dan 98o05’ –

99o

Secara administratif, batas-batas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara dapat

dilihat pada gambar 4.1. Peta Administrasi Kabupaten Tapanuli Utara sebagai berikut: 16’ Bujur Timur. Ibukota Kabupaten Tapanuli Utara adalah Tarutung.

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan

3. Sebelah Timur berbatasan dengan abupaten Labuhan Batu.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli

(42)

Gambar 4.1. Peta Admisnitrasi Kabupaten Tapanuli Utara

Kabupaten Tapanuli Utara beriklim tropis dan memiliki suhu udara berkisar

12,7o C sampai dengan 25o C, dengan kelembaban udara rata-rata 88 persen. Seperti

daerah lainnya, di Kabupaten Tapanuli Utara terdapat dua musim, yaitu musim

penghujan dan musim kemarau. Musim hujan pertama mulai bulan Agustus sampai

dengan bulan Januari, sedangkan musim hujan kedua mulai bulan Maret sampai

(43)

Sebagian besar wilayah Kabupaten Tapanuli Utara terletak di daerah dataran

tinggi yang berada 300 meter hingga 1.500 meter di atas permukaan laut dengan

perbandingan luas daerah ketinggian sebagai berikut:

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarkan Tingkat Ketinggian di Atas Permukaan Laut

No. Tingkat Ketinggian (Meter di atas Permukaan

Laut)

Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara dalam Angka, 2010

Daerah ketinggian Kabupaten Tapanuli Utara yang berada antara 501 sampai

dengan 1.000 meter di atas permukaan laut, yakni mencapai 38,96 persen. Daerah

ketinggian antara 1.001 sampai dengan 1.400 meter di atas permukaan laut mencapai

57,08 persen. Sedangkan daerah ketinggian > 1.400 meter di atas permukaan laut

terdapat 0,34 persen.

Pada Gambar 4.2 peta kemirigan lahan Kabupaten Tapanuli Utara dapat

dikategorikan atas lahan datar (dengan tingkat kemiringan lahan mencapai dua persen);

lahan landai (tingkat kemiringan lahan antara 2,1 hingga 15 persen); lahan miring

(tingkat kemiringan lahan antara 15,1 hingga 40 persen); serta lahan terjal (tingkat

(44)

Tabel 4.2. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarkan Tingkat Kemiringan/Lereng Tanah

No. Tingkat Kemiringan Luas Wilayah (Km2) Persentase (%)

1. Datar 119,76 3,15

2. Landai 1.019,03 26,81

3. Miring 972,3 25,58

4. Terjal 1.682,62 44,45

Total 3.800,31 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara dalam Angka, 2010

Wilayah dengan tingkat kemiringan tanah 2, 1 – 15% (landai) di Kabupaten

Tapanuli Utara mencapai 26,81 persen; disusul kemudian lahan curam (tingkat

kemiringan 40,1 %) mencapai 44,45 persen. Sedangkan lahan miring (tingkat

kemiringan 15,1 – 40% ) berkisar 25,58 persen. Dan lahan datar (tingkat kemiringan

2%) mencapai 3,15 persen.

Secara administrasi Kabupaten Tapanuli Utara terdiri dari 15 Kecamatan dan

243 desa/kelurahan (232 desa dan 11 kelurahan), memiliki total penduduk 312.300

(45)

Gambar 4.2. Peta Kemiringan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara

Berdasarkan pembagian desa/kelurahan di Kabupaten Tapanuli Utara, yang

terbanyak berada di Kecamatan Tarutung sebanyak 31 desa/kelurahan, disusul

kemudian Kecamatan Sipahutar sebanyak 23 desa dan Kecamatan Pangaribuan

(46)

Tabel 4.3. Banyaknya Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Tapanuli Utara

No. Kecamatan Banyaknya Desa/

Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara dalam Angka, 2010

Pada Gambar 4.3 peta jumlah penduduk per kecamatan di Kabupaten Tapanuli

Utara dapat diketahui penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Siborong-borong

yang berjumlah 40.669 jiwa dan Kecamatan Tarutung sebagai ibukota Kabupaten yang

berjumlah 39.859 jiwa. Jumlah penduduk yang terendah terdapat di Kecamatan

Purbatua berjumlah 6.463 jiwa.

Kecamatan terluas berada di Kecamatan Garoga yang luas wilayahnya

mencapai 567,58 km2, dan Kecamatan Adian Koting dengan luas wilayah 502,90 km2,

(47)

Gambar 4.3. Peta Jumlah Penduduk Perkecamatan Di Kab. Tapanuli Utara

Dilihat berdasarkan tingkat kepadatan penduduk, Kecamatan Tarutung

merupakan wilayah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk terpadat yakni 370,16

jiwa per km2. Sedangkan Kecamatan yang terjarang penduduknya adalah Kecamatan

Adian Koting dan Garoga, masing-masing 26,84 jiwa per km2 dan 28,98 jiwa per km2

Kabupaten Tapanuli Utara dikenal sebagai daerah penghasil berbagai

buah-buahan dan bunga-bungaan, dan mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah

(48)

dalam perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara. Peranan sektor pertanian terhadap

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tapanuli Utara adalah sekitar

62,58%. Sektor pertanian ini dikelompokkan menjadi beberapa sub sektor, yakni sub

sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan.

4.2. Gambaran Umum Kecamatan Tarutung

Kecamatan Tarutung merupakan salah satu daerah kecamatan di Kabupaten

Tapanuli Utara.Luas wilayah Kecamatan Tarutung sekitar 107,68 Km2. Secara

geografis Kecamatan Tarutung terletak di antara 1o54’ – 2o07’ Lintang Utara dan

98o52’ – 99o

Secara administratif wilayah Kecamatan Tarutung dapat kita lihat pada Gambar

4.4 peta Administratif Kecamatan Tarutung di mana batas-batas wilayahnya sebagai

berikut:

04’ Bujur Timur.

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sipoholon

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pahae Julu

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Adian Koting.

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Siatas Barita dan Sipahutar.

Penduduk terbanyak di Kecamatan Tarutung terdapat di Desa Hutatoruan VII

yang berjumlah 4.970 jiwa dan Desa Hutatoruan X sebagai yang berjumlah 4.470 jiwa.

Jumlah penduduk yang terendah terdapat di Desa Hutatoruan III berjumlah 313 jiwa.

Desa terluas berada di Desa Jambur Nauli yang luas wilayahnya mencapai 8,76

(49)

dengan luas wilayah 8,25 km2, sedangkan terendah di Desa Hutatoruan XI Muara

seluas 0,2 km2

Gambar 4.4. Peta Administrasi Kecamatan Tarutung .

Dilihat berdasarkan tingkat kepadatan penduduk pada Gambar 4.5 peta

Penyebaran Penduduk Kecamatan Tarutung Desa Hutatoruan XI merupakan wilayah

yang memiliki tingkat kepadatan penduduk terpadat yakni 4.575,96 jiwa per km2.

Sedangkan desa yang terjarang penduduknya adalah Desa Siandor-andor dan

(50)

Tabel 4.4. Banyaknya Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Tarutung

No. Kecamatan Jumlah

23. Hutagalung Siwaluompu 1.194 3,20 373,13

24. Siraja Oloan 1.210 3,75 322,67

(51)

Gambar 4.5. Peta Penyebaran Penduduk Kecamatan Tarutung

4.3. Identifikasi Kelas Kemampuan Lahan

Sistem klasifikasi kemampuan lahan mengacu pada sistem yang digunakan

Amerika Serikat (United States Departement of Agriculture). Pengelompokan kelas

kemampuan lahan dalam sistem tersebut dilakukan secara kualitatif dan merupakan

pendekatan pertama dari pendekatan dua tahap menurut FAO (1976). Sistem ini

mengenal tiga kategori, yaitu kelas, sub-kelas dan unit. Penggolongan kedalam kelas,

(52)

pertanian secara umum tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang. Dalam

sistem ini sifat kimia tanah tidak digunakan sebagai pembeda karena sifat kimia tanah

sangat mudah berubah, sehingga kurang relevan untuk digunakan. Sifat-sifat

tanah/lahan yang digunakan sebagai pembeda hanyalah sifat-sifat fisik/morfologi tanah

yang dapat dapat diamati di lapangan (Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007).

Dalam tingkat kelas, kemampuan lahan menunjukkan kesamaan besarnya

faktor-faktor penghambat. Tanah dikelompokkan kedalam kelas I sampai kelas VIII, di

mana semakin tinggi kelasnya kualitas lahan semakin jelek, berarti resiko kerusakan

dan besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan penggunaan lahan yang dapat

diterapkan semakin terbatas. Tanah kelas I sampai dengan IV merupakan lahan yang

sesuai untuk pertanian. Sedangkan kelas V sampai VIII tidak sesuai dengan usaha

pertanian atau diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk pengelolaannya (Tabel 4.5).

Tabel 4.5. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan Faktor Kelas Kemampuan Sumber: Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007

(*): dapat mempunyai sembarang sifat faktor penghambat dari kelas lebih rendah (**): permukaan tanah selalu tergenang air

Karakteristik lahan dalam klasifikasi kemampuan lahan merupakan

(53)

lereng permukaan, drainase, kedalaman efektif tanah, tingkat erosi yang terjadi, liat

masam (cat clay), batuan di permukaan tanah, ancaman banjir atau genangan air yang

tetap dan iklim. Faktor-faktor tersebut digolongkan berdasarkan besarnya intensitas

faktor penghambat atau ancaman (Arsyad dalam Hardjowigeno, 2007).

Beberapa faktor yang menentukan kelas kemampuan lahan menurut

Haedjowigeno dan Widiatmaka, (2007) adalah:

Tabel 4.6. Kriteria Tekstur

Tekstur (t)

t1 : halus : liat berdebu, liat

t2 : agak halus : liat berpasir, lempung liat

berdebu, lempung berliat, lempung liat berpasir

t3 : sedang : debu, lempung berdebu,

lempung

t4 : agak kasar : lempung berpasir

t5 : kasar : pasir berlempung, pasir

Sumber: Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007

Tabel 4.7. Kriteria Kedalaman Efektif

Kedalaman efektif (k)

K0 : dalam : > 90 cm

K1 : sedang : 90 – 50 cm

K2 : dangkal : 50 – 25 cm

K3 : sangat dangkal : < 25 cm

Sumber: Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007

Tabel 4.8. Kriteria Lereng Permukaan

Lereng Permukaan (i)

(54)

I0(G) > 65 % : sangat curam Sumber: Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007

Analisis kemampuan lahan di Kecamatan Tarutung, diperoleh dengan cara

mencocokkan karakteristik dan kualitas lahan dengan beberapa kriteria kemampuan

lahan yang terdapat pada Tabel 4.5 sampai dengan Tabel 4.8. Setelah didapatkan

satuan lahan maka langkah selanjutnya memasukan kriteria kemampuan lahan untuk

membuat kelas kemampuan lahan di Kecamatan Tarutung.

Berdasarkan hasil pembuatan kelas kemampuan lahan di Kecamatan Tarutung

didapat bahwa sebagian besar lahan di Kecamatan Tarutung berada pada Kelas I

dengan luas 4.913 Ha (45,63%), Kelas II seluas 2.933 Ha (27,24%), Kelas III dengan

luas 2.535 Ha (23,54%) dan Kelas IV luasnya kecil 387 Ha (3,59 %). Pada lahan

Kelas II yang menjadi faktor pembatas adalah lereng (i1) dan tekstur (t1) sesuai

dengan kondisi di Kecamatan Tarutung didominasi kelerangan (3–8% =

landai/berombak) dan tekstur tanah liat berdebu (Tabel 4.9).

Tabel 4.9. Kemampuan Lahan Kecamatan Tarutung

No Kemampuan

I, Parbaju Toruan, Hutatoruan IV, Hutatoruan VII, Parbaju Tonga, Hutagalung SW, Siraja Oloan, Partbaju Julu, Jambar Nauli, Sitampurung

4.913 Pertanian

sangat intensif

2 Kelas II Hutapea Banuarea, Parbubu Dolok,

Sosunggulon, Hutatoruan VI. Partali Toruan, Simamora, Partali Julu, Parbubu Pea

2.933 Pertanian

intensif

(55)

Hutatoruan V, Hutatoruan VIII, Hutatoruan IX, Aek Siam Simun, Sihujar

sedang

4 Kelas IV Hutatoruan III, Hutatoruan X,

Hutatoruan XI, Hutauruk

3.87 Pertanian

terbatas

Pada Lahan Kelas I tidak mempunyai faktor pembatas yang dapat menurunkan

kelasnya dalam kriteria klasifikasi kemampuan lahan. Lahan kelas III di Kecamatan

Tarutung mempunyai faktor pembatas lereng (i2) (8–15% = agak miring

bergelombang) dan Kedalaman efektif (k1) (sedang: 90–50 cm). Lahan kelas IV

mempunyai faktor pembatas Kedalaman efektif (k2) (dangkal: 50–25 cm). Secara

umum di Kecamatan Tarutung mempunyai karakteristik lahan sebagai faktor pembatas

adalah Kelerangan, Tekstur dan Kedalaman efektif tanah.

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) lahan yang berada pada Kelas I

berarti lahan tersebut sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa

memerlukan tindakan pengawetan yang khusus. Lahannya datar, solumnya dalam,

bertekstur agak halus atau sedang dan responsif terhadap pemupukan sehingga

penggunaan sesuai untuk pertanian sangat intensif. Di Kecamatan Tarutung terdapat

lahan kelas I seluas 4.913 Ha, hal tersebut menunjukkan bahwa 45,63% lahan yang

ada di Kecamatan Tarutung sangat mempunyai kemampuan dalam pertanian sangat

intensif. Lahan kelas II mempunyai faktor pembatas sehingga kelas kemampuan

lahannya turun, tetapi masih dapat digunakan untuk pertanian intensif. Faktor

pembatas yang ada dapat diperbaiki sesuai tingkat pembatasnya. Pengawetan tanah

yang tingkatnya sedang, pengolahan sesuai kontur, pergiliran tanaman, pembuatan

(56)

lahan seluas 2.933 Ha (kelas II) di Kecamatan Tarutung atau 27,24% dari luas wilayah

yang dapat digunakan untuk pertanian intensif dengan melakukan usaha-usaha untuk

mengantisipasi faktor pembatas yang ada. Lahan kelas III mempunyai faktor

penghambat yang agak berat yang mengurangi jenis tanaman yang dapat diusahakan,

atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang khusus atau kedua-duanya. Tetapi

lahan ini masih mampu diusahakan untuk pertanian dengan tingkat sedang. Terdapat

lahan seluas 2.535 Ha di Kecamatan Tarutung yang termasuk dalam kelas tersebut.

Lahan kelas IV mempunyai penghambat berat yang membatasi pilihan tanaman

yang dapat diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat berhati-hati, atau

kedua-duanya. Oleh sebab itu lahan tersebut mempunyai kemampuan untuk komoditas

tanaman pertanian tertentu saja.

Pada Gambar 4.6 peta Kelas Kemampuan Lahan di Kecamatan Tarutung

diketahui bahwa sebagian besar desa termasuk dalam kemampuan lahan kelas I

(pertanian sangat intensif) seperti Desa Parbubu II, Parbubu I dan seterusnya. Pada

lahan kelas II (pertanian intensif) berada di Desa Hutapea Banuare, Parbubu Dolok

dan seterusnya. Sedangkan desa yang berada pada kemampuan lahan kelas IV

(pertanian terbatas) termasuk pada desa yang mempunyai tingkat kepadatan tinggi

(57)

Gambar 4.6. Peta Kelas Kemampuan Lahan

4.3. Strategi Perencanaan

Dalam menyusun suatu strategi pengembangan wilayah, sebelumnya perlu

dilakukan suatu analisa yang mendalam. Pada penelitian ini metode analisis data yang

digunakan adalah dengan Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and

Threats Analysis), yaitu analisis potensi/kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman/kendala. Analisis ini diawali dengan inventarisasi dan klasifikasi terhadap

(58)

wilayah di Kecamatan Tarutung, maupun secara eksternal yang berasal dari

lingkungan di luar Kecamatan Tarutung.

Analisis Data Input

Proses analisis dimulai dengan pendalaman atau identifikasi lingkungan

strategis, kemudian dilanjutkan dengan analisis faktor internal dan faktor eksternal.

Proses analisis akan menghasilkan beberapa asumsi atau peluang strategis untuk

mendapatkan faktor-faktor kunci keberhasilan (Utami, 2008).

Analisis Lingkungan Strategis yang mempengaruhi kinerja dalam proses

perencanaan dan pengembangan wilayah di Kecamatan Tarutung dibagi atas faktor

internal dan eksternal. Faktor internal, mencakup kekuatan (S = Strengths) dan

kelemahan (W = Weakness). Sementara yang tergolong dalam faktor eksternal adalah

peluang (O = Opportunities) dan ancaman (T = Threaths). Dari hasil pengamatan dan

wawancara di lapangan, diperoleh daftar faktor internal dan eksternal dalam usaha

pengembangan wilayah di Kecamatan Tarutung sebagaimana berikut:

Faktor Internal

Faktor internal yang merupakan suatu kekuatan untuk pengembangan wilayah

adalah:

1. Luas lahan kelas I (pertanian sangat intensif) seluas 4.913 Ha.

2. Kecamatan Tarutung termasuk daerah pertanian, sehingga potensi pengembangan

sektor industri pengolahan sebagai sektor unggulan masih besar.

3. Luas wilayah Kecamatan Tarutung seluas 107,68 Km2

(59)

1. Kecamatan Tarutung merupakan wilayah ibu kota Kabupaten Tapanuli Utara

sehingga pengembangan sektor di luar pertanian akan berkembang.

2. Pertambahan penduduk yang terus meningkat akan mengakibatkan pertambahan

lahan terbangun.

3. Adanya alih fungsi lahan pertanian untuk permukiman

Analisis Faktor Internal

Hasil analisis Gambar 4.7 peta Eksisting Penggunaan Lahan menunjukkan

lahan belum tebangun masih luas.Luas lahan kelas I (pertanian sangat intensif) cukup

(60)

Gambar 4.7. Peta Eksisting Penggunaan Lahan

Kecamatan Tarutung termasuk daerah pertanian, sehingga potensi

pengembangan sektor industri pengolahan sebagai sektor unggulan masih besar, dan

luas wilayah Kecamatan Tarutung yang sedang (107,68 Km2

Tabel 4.10. Analisis Faktor Internal Pengembangan Wilayah Kecamatan Tarutung

) memudahkan dalam

perencanaan pengembangan wilayah. Kecamatan Tarutung merupakan wilayah ibu

kota Kabupaten Tapanuli Utara sehingga pengembangan sektor di luar pertanian akan

berkembang, pertambahan penduduk yang terus meningkat akan mengakibatkan

pertambahan lahan terbangun dan perubahan penggunaan lahan pertanian untuk

permukiman. Faktor–faktor tersebut merupakan bagian dari kekuatan dan kelemahan

yang perlu diperhitungkan atau mempengaruhi dalam pengembangan wilayah Adapun

secara rinci hasil analisis faktor internal pada Tabel 4.10.

1. Faktor Internal Strategis Bobot Rating Skor 1. Kekuatan

a. Luas lahan kelas I (pertanian sangat intensif) cukup besar 4.913 Ha.

b. Kecamatan Tarutung termasuk daerah pertanian, sehingga peluang pengembangan sektor industri pengolahan sebagai sektor unggulan masih besar.

c. Luas wilayah Kecamatan Tarutung seluas 107,68 Km2

a. Kecamatan Tarutung merupakan wilayah ibu kota Kabupaten Tapanuli Utara sehingga pengembangan sektor di luar pertanian akan berkembang.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian
Tabel 3.1. Kriteria Pengharkatan  Kedalaman Efektif Tanah
Tabel 3.5. Kriteria pengharkatan Tingkat Bahaya Banjir
Tabel 3.6. Kriteria Pengharkatan Sebaran Batuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel yang digunakan sebagai ukuran untuk menentukan potensi komoditas pertanian masing-masing land unit dalam analisis LQ adalah luas lahan yang digunakan untuk

Adapun pertimbangan dalam penelitian ini karena Kecamatan Matesih merupakan kecamatan yang mempunyai potensi sebagai daerah pengembangan untuk area perkebunan, dengan luas lahan

tangkapan air hujan berupa suatu bentang lahan baik berupa lahan pertanian atau atap rumah. e) Sebelum air hujan yang berupa aliran permukaan masuk ke dalam sumur

Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilatarbelakangi karena kurangnya kesadaran terkait pentingnya penentuan potensi unggulan daerah dalam pengembangan wilayah yang

Sesuai dengan hasil tersebut di atas maka aktor (stakeholder) penting dalam pengembangan potensi UMKM berbasis ekonomi kreatif dan pariwisata bahari sebagai sektor unggulan

Dalam melakukan analisa untuk mendapatkan sektor unggulan sehingga dapat dilihat strategi pengembangannya digunakan data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar

Sama halnya dengan produksi sektor lahan terbangun, data yang dibutuhkan dalam ekspor dan impor sektor peternakan ini berupa data ekspor dan impor yang dihasilkan di Kawasan

Adapun untuk fokus atau batasan-batasan materi dalam penelitian ini adalah menganalisa mengenai persebaran guna lahan dan potensi wilayah serta sektor basis di bagian