STRATEGI PERENCANAAN WILAYAH KECAMATAN
TARUTUNG BERBASIS KEMAMPUAN LAHAN
TESIS
Oleh
VIKTOR FREDDY SIAGIAN
097003005/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2011
SE K O L AH
P A
S C
STRATEGI PERENCANAAN WILAYAH KECAMATAN
TARUTUNG BERBASIS KEMAMPUAN LAHAN
Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
VIKTOR FREDDY SIAGIAN
097003005/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : STRATEGI PERENCANAAN WILAYAH KECAMATAN TARUTUNG BERBASIS KEMAMPUAN
LAHAN
Nama Mahasiswa : Viktor Freddy Siagian Nomor Pokok : 097003005
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Rahmanta, M.Si) K e t u a
(Ir. Supriadi, M.S) (Drs. Rujiman. M.A) Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
Tanggal lulus : 18 Agustus 2011
Telah diuji pada
Tanggal : 18 Agustus 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Rahmanta, M.Si
Anggota : 1. Drs. Rujiman, MA
2. Ir. Supriadi, MS
3. Prof. Dr. lic,re,reg, Sirojuzilam, SE
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Strategi Perencanaan Wilayah
Kecamatan Tarutung Berbasis Kemampuan Lahan adalah karya saya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Medan, Agustus 2011
STRATEGI PERENCANAAN WILAYAH KECAMATAN TARUTUNG BERBASIS KEMAMPUAN LAHAN
ABSTRAK
Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat wilayah tersebut. Kecamatan Tarutung terus mengupayakan terjadinya perubahan atau dinamika yang ada dalam masyarakat melalui kegiatan pembangunan. Kemampuan lahan merupakan salah satu survei sumberdaya lahan yang bertujuan mengetahui kemampuan lahan Kecamatan Tarutung dan menentukan penggunaan lahan beserta pengelolaannya yang tepat sehingga dapat dicapai produktivitas yang optimal atau sedikit menimbulkan kerusakan lahan. Kelas kemampuan sangat bermanfaat untuk penilaian awal sebagai dasar perencanaan Tujuan penelitian menganalisis kelas kemampuan lahan dan strategi perencanaan wilayah Kecamatan Tarutung.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengharkatan (scoring) untuk mengevaluasi kemampuan lahan. Analisis SWOT menganalisis strategi perencanaan wilayah Kota Tarutung berbasis kemampuan lahan yang mengidentifikasi berbagai faktor untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan tantangan (threats).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum berdasarkan evaluasi sumberdaya lahan di Kecamatan Tarutung menunjukkan sebagian besar lahan termasuk dalam kemampuan lahan kelas I (Pertanian sangat intensif). Berdasarkan analisis Strengths Weaknesses Opportunitie Threats (SWOT) dirumuskan enam strategi pengembangan wilayah Kecamatan Tarutung berbasis evaluasi kemampuan lahan. strategi pertama yang dilakukan dalam pengembangan wilayah di Kecamatan Tarutung yakni dengan mengoptimalkan potensi lahan belum terbangun dalam memacu tumbuhnya sektor-sektor unggulan, strategi kedua adalah memanfaatkan lahan belum terbangun dengan kebijakan penggunaan lahan dalam konteks otonomi daerah, strategi ketiga adalah memaksimalkan penggunaan lahan dengan menjalin kerjasama dengan daerah sekitar, strategi keempat adalah memanfaatkan potensi lahan untuk pembangunan jalan sehingga dapat memfasilitasi pertumbuhan sektor-sektor unggulan, strategi kelima adalah memanfaatkan lahan permukiman dengan teknologi SIG dan strategi keenam adalah mengimplementasikan teknologi SIG dalam pemanfaatan kemampuan lahan pertanian.
LAND CAPABILITY-BASED REGIONAL PLANNING STRATEGY OF TARUTUNG SUBDISTRICT
ABSTRACT
Regional development is a regional dynamics to achieve a progress as desired by the people of the region. Tarutung Subdistrict keeps on trying to realize the changes or dynamics found in the community members through development activities. Land capability is one of the land resource surveys conducted to find out the land capability of Tarutung Subdistrict and to determine its land use and appropriate management to achieve an optimum productivity that it can reduce land degradation. The level of capability is an advantage to get a preliminary evaluation as the basis for planning activity. Therefore, the purpose of this study was to analyze the level of land capability and regional planning strategy for Tarutung Subdistrict.
This study employed scoring research method to evaluate the land capability. SWOT Analysis was used to analyze the land capability-based regional planning strategy of Tarutung Subdistrict that identified various factors to formulate the strategy. This analysis was based on the logic that can maximize the strengths and opportunities, yet simultaneously can minimize the weaknesses and threats.
In general, the result of this study based on the land resource evaluation done at Tarutung Subdistrict showed that most of the land belonged to land capability Class I (very intensive agricultural activities). Based on SWOT analysis, 6 (six) land capacity-based regional development strategies of Tarutung Subdistrict were formulated as follows: first strategy is to optimalize the potentials of the undeveloped land in promoting the growth of leading sectors, second strategy is to use the undeveloped land under the land use policy in the context of local autonomy, third strategy is to maximize the use of land by cooperating with the neighboring regions, fourth strategy is to use the land potential for road construction that it can facilitate the growth of leading sectors, fifth strategy is to use the residential land through SIG technology, and sixth strategy is to implement the SIG technology in using the agricultural land capability
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat
dan rahmat-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan
pada Bulan April s/d Juni 2011 ini adalah Strategi Pengembangan Wilayah Kecamatan
Tarutung Berbasis Kemampuan Lahan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr. Ir.Rahmanta, M. Si selaku Ketua Komisi Pembimbing.
2. Bapak Ir. Supriadi, M.S dan Drs. Rujiman, M.A sebagai Anggota Komisi
Pembimbing.
3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan
Ir.Jeluddin Daud sebagai Komisi Pembanding.
4. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE dan Ir. Supriadi, M.S selaku Ketua dan
Sekretaris Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, beserta segenap staf pengajar
dan staf manajemen Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE selaku Bupati dan
Wakil Bupati Tapanuli Utara, Drs. Sanggam Hutagalung, MM selaku Sekretaris
Daerah Tapanuli Utara, Drs. John Harry, MMA selaku Kepala Dinas Pertanian dan
Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara dan segenap jajaran Dinas Pertanian dan
Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara.
6. Rekan-rekan PWD angkatan 2009 atas segala doa, dukungan dan kerjasamanya.
7. Yusuf, Putra, Arman Siregar, istri tercinta dan pihak-pihak lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
Akhirnya ucapan terima kasih yang setinggi-tinginya atas doa, dukungan dan
pengertian dari seluruh keluarga di rumah.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Medan, Agustus 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada Tanggal 04 Desember 1975 dari ayah (Alm)
N.A.B Siagian, BA dan ibu Helmi Lubis. Penulis merupakan putra kedelapan dari delapan
bersaudara. Pendidikan Sarjana ditempuh pada Fakultas Pertanian USU Medan dan lulus
Tahun 1999.
Pada Tahun 2006 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan
pada Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara sebagai Penyuluh
Pertanian Lapangan (PPL), pada tahun yang sama penulis dialihtugaskan pada Badan
Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan dengan jabatan yang sama. Pada Tahun
2009 penulis ditugaskan menjadi Kepala Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan
Tarutung. Pada Tahun 2010 penulis ditugaskan pada Dinas Pertanian dan Perkebunan
Kabupaten Tapanuli Utara sebagai Kasubbag Program, selanjutnya di tahun yang sama
penulis dialihtugaskan menjadi Kaseksi Produksi Tanaman Perkebunan hinggga pada saat
ini. Penulis mengikuti Seleksi Tahun 2009 dan diterima pada Program Studi Perencanaan
Wilayah Daerah (PWD) di USU. Penulis menikah dengan Diana Hotmauli Hutauruk dan
saat ini telah dikaruniakan 2 (dua) orang anak, Suluh Tianggur Siagian dan Daniel
DAFTAR ISI
2.2.Teori Pengembangan Wilayah... 6
2.3. Perencanaan Wilayah ... ... 11
2.4. Kemampuan Lahan ... .... 12
2.5. Penelitian sebelumnya... 13
2.6. Kerangka Konseptual ... 15
BAB III METODE PENELITIAN ... 17
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17
3.2. Variabel Penelitian... 17
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 17
3.3.1. Observasi Lapangan ... ... 17
3.3.3. Studi Kepustakaan ... ... 18
3.3.4. Studi Interpretasi ... ... 18
3.4. Alat Penelitian ... 19
3.4.1. Alat Pengumpulan Data ... 19
3.4.2. Alat Laboratorium ... ... 19
3.5. Metode Analisa Data ... 19
3.6. Analisis SWOT ... 22
3.7. Definisi Variabel Operasional ... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Utara... 25
4.2. Gambaran Umum Kecamatan Tarutung... 32
4.3. Identifikasi Kelas Kemampuan Lahan... 35
4.4. Strategi Perencanaan... ... 41
4.5. Perumusan Strategi ... 50
4.6. Arahan Penggunaan Lahan ... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
5.1. Kesimpulan ... 54
5.2. Saran ... 55
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Kriteria Pengharkatan Kedalaman Efektif Tanah ... 20
3.2. Kriteria Pengharkatan Tekstur Tanah ... 21
3.3. Kriteria Pengharkatan Permeabilitas Tanah ... .. 21
3.4. Kriteria Pengharkatan Tingkat Kelerengan ... ... 21
3.5. Kriteria Pengharkatan Tingkat Bahaya Banjir ... ... 22
3.6. Kriteria Pengharkatan Sebaran Batuan ... 22
4.1. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarkan Tingkat Ketinggian di Atas Permukaan Laut ... ... 27
4.2. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarka Tingkat Kemiringan/ Lereng Tanah ... ... 28
4.3. Banyaknya Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Tapanuli Utara ... .... 30
4.4. Banyaknya Desa/Kelurahan, Jumlah penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Tarutung ... ... 34
4.5. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan Faktor Kelas Kemampuan... . 36
4.6. Kriteria Tekstur ... ... 37
4.7. Kriteria Kedalaman Efektif ... 37
4.8. Kriteria Lereng Permukaan ... .... 38
4.9. Kemampuan Lahan Kecamatan Tarutung ... ... 39
4.10. Analisis Faktor Internal Pengembangan Wilayah Kecamatan Tarutung ... 45
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
3.1. Analisis SWOT ... 23
4.1. Peta Administratif Kabupaten Tapanuli Utara ... .... 26
4.2. Peta Kemiringan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara ... 29
4.3. Peta Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara. 31 4.4. Peta Administrasi Kecamatan Tarutung ... 33
4.5. Peta Penyebaran Penduduk Kecamatan Tarutung ... 35
4.6. Peta Kelas Kemampuan Lahan Kecamatan Tarutung ... 41
4.7. Peta Eksisiting Penggunaan Lahan Kecamatan Tarutung ... 44
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Peta Kontur Kecamatan Tarutung ... ... 58
2. Peta Rawan Longsor Kecamatan Tarutung... .. 59
3. Peta Kondisi Batuan/Geologi Kecamatan Tarutung... ... 60
4. Peta Curah Hujan Kecamatan Tarutung... ... 61
5. Peta Jenis Tanah Kecamatan Tarutung ... ... 62
6. Peta Kedalaman Efektif tanah KecamatanTarutung... ... 63
7. Peta Tingkat Kelerengan Kecamatan Tarutung ... ... 64
STRATEGI PERENCANAAN WILAYAH KECAMATAN TARUTUNG BERBASIS KEMAMPUAN LAHAN
ABSTRAK
Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat wilayah tersebut. Kecamatan Tarutung terus mengupayakan terjadinya perubahan atau dinamika yang ada dalam masyarakat melalui kegiatan pembangunan. Kemampuan lahan merupakan salah satu survei sumberdaya lahan yang bertujuan mengetahui kemampuan lahan Kecamatan Tarutung dan menentukan penggunaan lahan beserta pengelolaannya yang tepat sehingga dapat dicapai produktivitas yang optimal atau sedikit menimbulkan kerusakan lahan. Kelas kemampuan sangat bermanfaat untuk penilaian awal sebagai dasar perencanaan Tujuan penelitian menganalisis kelas kemampuan lahan dan strategi perencanaan wilayah Kecamatan Tarutung.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengharkatan (scoring) untuk mengevaluasi kemampuan lahan. Analisis SWOT menganalisis strategi perencanaan wilayah Kota Tarutung berbasis kemampuan lahan yang mengidentifikasi berbagai faktor untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan tantangan (threats).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum berdasarkan evaluasi sumberdaya lahan di Kecamatan Tarutung menunjukkan sebagian besar lahan termasuk dalam kemampuan lahan kelas I (Pertanian sangat intensif). Berdasarkan analisis Strengths Weaknesses Opportunitie Threats (SWOT) dirumuskan enam strategi pengembangan wilayah Kecamatan Tarutung berbasis evaluasi kemampuan lahan. strategi pertama yang dilakukan dalam pengembangan wilayah di Kecamatan Tarutung yakni dengan mengoptimalkan potensi lahan belum terbangun dalam memacu tumbuhnya sektor-sektor unggulan, strategi kedua adalah memanfaatkan lahan belum terbangun dengan kebijakan penggunaan lahan dalam konteks otonomi daerah, strategi ketiga adalah memaksimalkan penggunaan lahan dengan menjalin kerjasama dengan daerah sekitar, strategi keempat adalah memanfaatkan potensi lahan untuk pembangunan jalan sehingga dapat memfasilitasi pertumbuhan sektor-sektor unggulan, strategi kelima adalah memanfaatkan lahan permukiman dengan teknologi SIG dan strategi keenam adalah mengimplementasikan teknologi SIG dalam pemanfaatan kemampuan lahan pertanian.
LAND CAPABILITY-BASED REGIONAL PLANNING STRATEGY OF TARUTUNG SUBDISTRICT
ABSTRACT
Regional development is a regional dynamics to achieve a progress as desired by the people of the region. Tarutung Subdistrict keeps on trying to realize the changes or dynamics found in the community members through development activities. Land capability is one of the land resource surveys conducted to find out the land capability of Tarutung Subdistrict and to determine its land use and appropriate management to achieve an optimum productivity that it can reduce land degradation. The level of capability is an advantage to get a preliminary evaluation as the basis for planning activity. Therefore, the purpose of this study was to analyze the level of land capability and regional planning strategy for Tarutung Subdistrict.
This study employed scoring research method to evaluate the land capability. SWOT Analysis was used to analyze the land capability-based regional planning strategy of Tarutung Subdistrict that identified various factors to formulate the strategy. This analysis was based on the logic that can maximize the strengths and opportunities, yet simultaneously can minimize the weaknesses and threats.
In general, the result of this study based on the land resource evaluation done at Tarutung Subdistrict showed that most of the land belonged to land capability Class I (very intensive agricultural activities). Based on SWOT analysis, 6 (six) land capacity-based regional development strategies of Tarutung Subdistrict were formulated as follows: first strategy is to optimalize the potentials of the undeveloped land in promoting the growth of leading sectors, second strategy is to use the undeveloped land under the land use policy in the context of local autonomy, third strategy is to maximize the use of land by cooperating with the neighboring regions, fourth strategy is to use the land potential for road construction that it can facilitate the growth of leading sectors, fifth strategy is to use the residential land through SIG technology, and sixth strategy is to implement the SIG technology in using the agricultural land capability
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka akan semakin meningkat pula
kebutuhan akan lahan dan langkanya lahan-lahan pertanian yang subur dan potensial,
serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan sektor non
pertanian diperlukan adanya tekhnologi yang tepat guna dalam upaya mengoptimalkan
penggunaan sumberdaya lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan
sumberdaya lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data informasi
yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta
persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan terutama tanaman-tanaman yang
mempunyai arti ekonomi cukup baik.
Kota Tarutung merupakan ibukota Kabupaten Tapanuli Utara dan terletak di
Kecamatan Tarutung. Potensi-potensi Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara
saat ini baik yang sudah digali maupun belum digali merupakan modal dasar bagi
pengembangan wilayah Kabupaten Tapanuli Utara. Potensi-potensi yang ada bila tidak
mendapat perhatian khusus, selamanya akan menjadi potensi saja bukan keluaran
produknya yang sangat penting. Salah satu potensi yang di miliki oleh Kabupaten
Tapanuli Utara adalah potensi pertanian dan perkebunan.
Kecamatan Tarutung merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Tapanuli
misalnya sebagai lahan permukiman, lahan pertanian, dan sebagainya. Kecamatan
Tarutung posisinya cukup strategis karena terletak 1,2 Km dari pusat Kabupaten
Tapanuli Utara (Kecamatan Tarutung Dalam Angka, BPS Tahun 2010).
Agar harapan tersebut dapat berwujud maka diperlukan suatu usaha agar dapat
mengetahui secara pasti tentang potensi wilayah di Kecamatan Tarutung Kabupaten
Tapanuli Utara dengan cara mengetahui kemampuan lahan di daerah tersebut yang
selanjutnya dapat dilakukan strategi perencanaan wilayah di Kecamatan Tarutung.
Pembukaan suatu wilayah yang baru sebaiknya didahului dengan survei dan
evaluasi tentang kemampuan lahan, sehingga di wilayah itu dapat digolongkan
menurut penggunaannya yang tepat (Soeranegara, dalam Jamulyo dan Sunarto, 1996).
Kemampuan lahan merupakan salah satu survei sumberdaya lahan yang bertujuan
mengetahui kemampuan lahan suatu daerah dan menentukan penggunaan lahan
beserta pengelolaanya yang tepat sehingga dapat dicapai produktivitas yang optimal
atau sedikit menimbulkan kerusakan lahan.
Berkaitan dengan hal tersebut penulis tertarik untuk mengambil judul “Strategi
Perencanaan Wilayah Kecamatan Tarutung Berbasis Kemampuan Lahan”.
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana kelas kemampuan lahan di wilayah Kecamatan Tarutung Kabupaten
Tapanuli Utara ?
2. Bagaimana strategi perencanaan wilayah Kecamatan Tarutung berbasis
kemampuan lahan ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis kelas kemampuan lahan di wilayah Kecamatan Tarutung Kabupaten
Tapanuli Utara
2. Menganalisis strategi perencanaan wilayah Kecamatan Tarutung berbasis
kemampuan lahan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Untuk menyumbang pikiran bagi pemerintah daerah setempat yang berkaitan
dengan kegiatan perencanaan kawasan.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Utara
dalam penyusunan kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan penggunaan lahan.
3. Sebagai menambah referensi pengetahuan bagi pembaca mengenai potensi wilayah
Kabupaten Tapanuli Utara khususnya yang berkaitan dengan perencanaan wilayah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perencanaan Wilayah
Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah dan
perencanaan aktivitas pada ruang wilayah. Perencanaan ruang wilayah biasanya
dituangkan dalam perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan aktivitas
biasanya tertuang dalam rencana pembangunan wilayah, baik jangka panjang, jangka
menengah maupun jangka pendek. Perencanaan wilayah sebaiknya dimulai dengan
penetapan visi dan misi wilayah (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).
Visi adalah cita-cita tentang masa depan wilayah yang diinginkan. Visi
seringkali bersifat abstrak tetapi ingin menciptakan ciri khas wilayah yang ideal
sehingga berfungsi sebagai pemberi inspirasi dan dorongan dalam perencanaan
pembangunan wilayah. Misi adalah kondisi antara atau suatu tahapan untuk mencapai
visi tersebut.
Misi adalah kondisi ideal yang setingkat di bawah visi tetapi lebih realistik
untuk mencapainya. Dalam kondisi ideal, perencanaan wilayah sebaiknya dimulai
setelah tersusunnya rencana tata ruang wilayah, karena tata ruang wilayah merupakan
landasan sekaligus sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah. Akan tetapi dalam
praktiknya, cukup banyak daerah yang belum memiliki rencana tata ruang, tetapi
berdasarkan undang-undang harus menyusun rencana pembangunan wilayahnya
masih berlaku, penyusunan rencana pembangunan daerah haruslah mengacu pada
rencana tata ruang tersebut.
Kajian literatur regional planning sebagai pendekatan dalam pengembangan
wilayah melalui sistem perwilayahan pembangunan, antara lain adalah teori tentang
kutub pertumbuhan, tempat pusat dan konsepsi simpul jasa distribusi. Konsep kutub
pertumbuhan dan pusat pertumbuhan telah dipergunakan baik di negara maju maupun
negara sedang berkembang. Konsep tersebut dipergunakan untuk mempercepat
perkembangan daerah terbelakang melalui pemusatan investasi dalam suatu daerah
tertentu, sehingga terjadi keuntungan ekonomi pada daerah pengaruh (Hansen, 1972:
Richardson, 1976 dalam Warsilan, 1993).
Perencanaan wilayah di berbagai negara tidak sama, tergantung kepada
kehidupan ekonomi dan masalah yang dihadapi. Secara historis setidaknya terdapat
tiga pendekatan perencanaan wilayah (Jayadinata, 1999), yaitu:
1. Perencanaan wilayah yang memusatkan perhatiannya kepada masalah kota yang
bersifat sosial. Pelaksanaannya meliputi perbaikan bagian kota yang keadaan
yang telah rusak dan tidak memenuhi standar, pemugaran kota, pembuatan kota
satelit untuk membantu meringankan kota industri yang terlalu padat
penduduknya. Titik berat perencanaan wilayah semacam ini ditujukan pada kota
yang besar dan wilayah sekelilingnya (hinterland) yang dapat menunjang kota
dalam perencanaan kota dan wilayah.
2. Perencanaan wilayah yang memusatkan perhatiannya kepada wilayah yang
khusus). Dalam wilayah seperti ini, pemerintah perlu mengatur intensif
pembiayaan, pengaturan rangsangan untuk prasarana industri, pengaturan konsesi
pajak dan sebagainya, sehingga industri tertentu dapat berlokasi di wilayah itu.
3. Perencanaan wilayah yang memperhatikan wilayah pedesaan, dengan
pengembangan tanah bagi sektor pertanian dan rekreasi (perencanaan pedesaan
dan wilayah). Hal ini dilakukan untuk memperkecil perbedaan kemakmuran
antara pedesaan dan perkotaan.
Untuk meratakan pembangunan, harus digunakan pendekatan perwilayahan
atau regionalisasi, yaitu pembagian wilayah nasional dalam satuan wilayah geografi,
sehingga setiap bagian mempunyai sifat tertentu yang khas (dapat juga menurut satuan
daerah tata praja atau daerah administrasi). Di samping itu, diperlukan desentralisasi
yaitu kebijaksanaan yang diputuskan oleh pemerintah regional dan lokal. Dalam
desentralisasi itu harus terdapat koordinasi yang baik.
2.2. Teori Pengembangan Wilayah
Dalam banyak kepustakaan tentang pembangunan, terdapat beberapa
pendekatan dan teori. Menyebut beberapa diantaranya adalah growth theory, rural
development theory, agro first theory, basic needs theory, dan lain sebagainya.
Teori-teori pembangunan itu memuat berbagai pendekatan ilmu sosial yang berusaha
menangani masalah keterbelakangan. Teori pembangunan benar-benar lepas landas
hanya setelah diketahui bahwa persoalan pembangunan di Dunia Ketiga bersifat
khusus dan secara kualitatif berbeda dari “transisi orisinil”. Sepanjang evolusinya,
tidak akan ada definisi baku dan final mengenai pembangunan, yang ada hanyalah
usulan mengenai apa yang seharusnya diimplikasikan oleh pembangunan dalam
konteks tertentu (Hettne, 2001).
Salah satu teori pembangunan wilayah adalah pertumbuhan tak berimbang
(unbalanced growth) yang dikembangkan oleh Hirscham dan Myrdal. Pengembangan
wilayah merupakan proses perumusan dan pengimplementasian tujuan-tujuan
pembangunan dalam skala supra urban. Pembangunan wilayah pada dasarnya
dilakukan dengan menggunakan sumber daya alam secara optimal melalui
pengembangan ekonomi lokal, yaitu berdasarkan kepada kegiatan ekonomi dasar yang
terjadi pada suatu wilayah.
Teori pertumbuhan tak berimbang memandang bahwa suatu wilayah tidak
dapat berkembang bila ada keseimbangan, sehingga harus terjadi ketidakseimbangan.
Penanaman investasi tidak mungkin dilakukan pada setiap sektor di suatu wilayah
secara merata, tetapi harus dilakukan pada sektor-sektor unggulan yang diharapkan
dapat menarik kemajuan sektor lainnya. Sektor yang diunggulkan tersebut dinamakan
sebagai leading sektor.
Sesungguhnya teori pembangunan terkait erat dengan strategi pembangunan,
yakni perubahan struktur ekonomi dan pranata sosial yang diupayakan untuk
menemukan solusi yang konsisten dan langgeng bagi persoalan yang dihadapi para
pembuat keputusan dalam suatu masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya,
muncul berbagai pendekatan menyangkut tema-tema kajian tentang pembangunan.
pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu upaya merumuskan dan
mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan program
pembangunan yang di dalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan
mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang
optimal dan berkelanjutan (Nugroho dan Dahuri, 2004).
Perencanaan pembangunan wilayah semakin relevan dalam
mengimplementasikan kebijakan ekonomi dalam aspek kewilayahan. Hoover dan
Giarratani (dalam Nugroho dan Dahuri, 2004), menyimpulkan tiga pilar penting dalam
proses pembangunan wilayah, yaitu:
1. Keunggulan komparatif (imperfect mobility of factor). Pilar ini berhubungan
dengan keadaan dtemukannya sumber-sumber daya tertentu yang secara fisik
relatif sulit atau memiliki hambatan untuk digerakkan antar wilayah. Hal ini
disebabkan adanya faktor-faktor lokal (bersifat khas atau endemik, misalnya
iklim dan budaya) yang mengikat mekanisme produksi sumber daya tersebut
sehingga wilayah memiliki komparatif. Sejauh ini karakteristik tersebut
senantiasa berhubungan dengan produksi komoditas dari sumber daya alam,
antara lain pertanian, perikanan, pertambangan, kehutanan, dan kelompok usaha
sektor primer lainnya.
2. Aglomerasi (imperfect divisibility). Pilar aglomerasi merupakan fenomena
eksternal yang berpengaruh terhadap pelaku ekonomi berupa meningkatnya
biaya-biaya produksi akibat penurunan jarak dalam pengangkutan bahan baku dan
distribusi produk.
3. Biaya transpor (imperfect mobility of good and service). Pilar ini adalah yang
paling kasat mata mempengaruhi aktivitas perekonomian. Implikasinya adalah
biaya yang terkait dengan jarak dan lokasi tidak dapat lagi diabaikan dalam
proses produksi dan pembangunan wilayah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wilayah
antara lain dipengaruhi oleh aspek-aspek keputusan lokasional, terbentuknya sistem
perkotaan, dan mekanisme aglomerasi. Istilah pertumbuhan wilayah dan
perkembangan wilayah sesungguhnya tidak bermakna sama. Pertumbuhan dan
perkembangan wilayah merupakan suatu proses kontiniu hasil dari berbagai
pengambilan keputusan di dalam ataupun yang mempengaruhi suatu wilayah.
Pertumbuhan dan perkembangan wilayah dapat digambarkan melalui lima
tahapan.
1. Wilayah dicirikan oleh adanya industri yang dominan. Pertumbuhan wilayah
sangat bergantung pada produk yang dihasilkan oleh industri tersebut, antara lain
minyak, hasil perkebunan dan pertanian, dan produk-produk primer lainnya.
Industri demikian dimiliki oleh banyak negara dalam awal pertumbuhannya.
2. Tahapan ekspor kompleks. Tahapan ini menggambarkan bahwa wilayah telah
mampu mengekpsor selain komoditas dominan juga komoditas kaitannya.
Misalnya, komoditas dominan yang diekspor sebelumnya adalah minyak bumi
teknologi penambangan (kaitan ke belakang) dan produk-produk turunan dari
minyak bumi (kaitan ke depan) misalnya premium, solar dan bahan baku plastik.
3. Tahapan kematangan ekonomi. Tahapan ketiga ini menunjukkan bahwa aktivitas
ekonomi wilayah telah terdiversifikasi dengan munculnya industri substitusi
impor, yakni industri yang memproduksi barang dan jasa yang sebelumnya harus
diimpor dari luar wilayah. Tahapan ketiga ini juga memberikan tanda
kemandirian wilayah dibandingkan wilayah lainnya.
4. Tahapan pembentukan metropolis (regional metropolis). Tahapan ini
memperlihatkan bahwa wilayah telah menjadi pusat kegiatan ekonomi untuk
mempengaruhi dan melayani kebutuhan barang dan jasa wilayah pinggiran.
Dalam tahapan ini pengertian wilayah fungsional dapat diartikan bahwa aktivitas
ekonomi wilayah lokal berfungsi sebagai pengikat dan pengendali kota-kota lain.
Selain itu, volume aktivitas ekonomi ekspor sangat besar yang diiringi dengan
kenaikan impor yang sangat signifikan.
5. Tahapan kemajuan teknis dan profesional (technical professional virtuosity).
Tahapan ini memperlihatkan bahwa wilayah telah memberikan peran yang sangat
nyata terhadap perekonomian nasional. Dalam wilayah berkembang produk dan
proses-proses produksi yang relatif canggih, baru, efisien dan terspesialisasi.
Aktivitas ekonomi telah mengandalkan inovasi, modifikasi, dan imitasi yang
mengarah kepada pemenuhan kepuasan individual dibanding kepentingan
system), mengaitkan satu aktivitas dengan aktivitas ekonomi lainnya (Nugroho
dan Dahuri, 2004).
Dalam kerangka pengembangan wilayah, perlu dibatasi pengertian “wilayah”
yakni ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan
beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang, wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait
yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek
fungsional. Dalam kerangka pembangunan nasional, perencanaan pengembangan
wilayah dimaksudkan untuk memperkecil perbedaan pertumbuhan kemakmuran antar
wilayah atau antar daerah. Di samping itu, diusahakan untuk memperkecil perbedaan
kemakmuran antara perkotaan dan pedesaan (Jayadinata, 1999).
2.3. Pembangunan Wilayah
Pembangunan wilayah, meliputi perkotaan dan perdesaan sebagai pusat dan
lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Dari segi pemerintahan,
pembangunan daerah merupakan usaha untuk mengembangkan dan memperkuat
pemerintahan daerah untuk makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis,
serasi dan bertanggung jawab. Pembangunan daerah di Indonesia memiliki dua aspek
yaitu: bertujuan memacu pertumbuhan ekonomi dan sosial di daerah yang relatif
terbelakang, dan untuk lebih memperbaiki dan meningkatkan kemampuan daerah
dalam melaksanakan pembangunan melalui kemampuan menyusun perencanaan
Pembangunan merupakan proses alami untuk mewujudkan cita-cita bernegara,
yaitu terwujudnya masyarakat makmur sejahtera secara adil dan merata. Proses alami
tersebut harus diciptakan melalui intervensi pemerintah melalui serangkaian
kebijaksanaan pembangunan yang akan mendorong terciptanya kondisi yang
memungkinkan rakyat berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan. Proses
pembangunan yang memihak rakyat merupakan upaya sinergi dalam langkah
pemberdayaan masyarakat. Peran pemerintah adalah sebagai katalisator dalam
mewujudkan langkah pemberdayaan masyarakat. Dalam kerangka itu pembangunan
harus dipandang sebagai suatu rangkaian proses perubahan yang berjalan secara
berkesinambungan untuk mewujudkan pencapaian tujuan (Sumodiningrat, 1999 dalam
Sari, 2008).
Secara historis kegagalan program-program pembangunan didalam mencapai
tujuannya bukanlah semata-mata kegagalan dalam pelaksanaan pembangunan itu
sendiri. Teori-teori pembangunan selalu berkembang dan mengalami koreksi, sehingga
selalu melahirkan pergeseran tentang nilai-nilai yang dianggap benar dan baik dalam
proses pembangunan. Pembangunan wilayah bukan hanya fenomena dalam dimensi
lokal dan regional, namun merupakan bagian tak terpisahkan dari kepentingan skala
nasional bahkan global (Rustiadi et al., 2007).
2.4. Kemampuan Lahan
Lahan yang dimanfaatkan oleh manusia pada dasarnya mempunyai
kemampuan yang berbeda. Untuk mengetahui kemampuan suatu lahan maka perlu
Capability Classification) adalah penilaian lahan (komponen - komponen lahan) secara
sistematik dan pengelompokkanya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat –
sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaanya secara lestari.
Kemampuan disini dipandang sebagi kapasitas lahan itu sendiri untuk suatu macam
atau tingkat penggunaan umum.
Salah satu konsep yang dapat dilakukan dalam strategi pengembangan wilayah
berbasis evaluasi lahan adalah melakukan evaluasi kelas kemampuan lahan. Menurut
Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) Evaluasi kemampuan lahan merupakan
penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Penggunaan
lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, di samping dapat menimbulkan
terjadinya kerusakan lahan juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah
sosial lain. Setelah dilakukan evaluasi kelas kemampuan lahan maka akan didapat
lokasi-lokasi tertentu yang sesuai untuk pengembangan pertanian, kawasan
permukiman, pembangunan jalan, jembatan dan fasilitas-fasilitas lainnya.
Klasifikasi kemampuan lahan terdiri dari 3 kategori utama yaitu kelas, subkelas
dan satuan kemampuan (Arsyad, 1989).
2.5. Penelitian Sebelumnya
Ejasta (1997) dalam penelitiannya “Kualitas, Kemampuan dan Penggunaan
Lahan pada Bentuk Lahan Asal Denudasional di Kecamatan Dawan Kabupaten Daerah
Tingkat II Kelungkung”. Metode yang digunakan adalah teknik interpretasi foto udara,
analisis peta dan pengamatan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan kualitas lahan
yang produktif, kemampuan lahannya dari kelas V sampai kelas VII. Unit lahan dari
bentuk lahan asal denudasional yang digunakan untuk tanaman perkebunan dan yang
merupakan semak belukar kemampuan lahan sesuai dengan penggunaan lahannya, dan
unit lahan yang digunakan untuk tanaman semusim ditemukan tidak sesuai.
Wirosuprojo (2006) dalam penelitiannya “Klasifikasi Lahan untuk Perencanaan
Penggunaan Lahan di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode survei dengan cara mengumpulkan data-data
karakteristik lahan (tanah, lereng, banjir, erosi, keairan) pada setiap bentuklahan.
Pengukuran dilakukan berdasarkan pada pengambilan sampel secara dengan unit dan
evaluasi satuan bentuk lahan. Analisis data dilakukan dengan cara menilai karakteristik
lahan pada setiap satuan bentuk lahan dengan kriteria klasifikasi lahan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kelas kemampuan lahan I hingga IV merupakan lahan potensial
untuk budidaya pertanian yang menempati bentuk lahan vulkanik meliputi dataran
aluvial gunung api, dataran lereng kaki gunung api dan lereng bawah gunung api.
Kelas kemampuan lahanV dan VI merupakan lahan potensial untuk penggunaan hutan
dan perkebunan yang menempati lereng tengah dan atas gunung api serta perbukitan
terisolasi, perbukitan denudasional. Kelas kemampuan lahan VII dan VIII merupakan
lahan untuk pelestarian fungsi lindung bawahan sehingga sangat sesuai untuk hutan
lindung. Arahan rencana penggunaan lahan secara umum di daerah penelitian dapat
diaplikasikan untuk identifikasi fungsi kawasan budidaya dan lindung.
Susanti (2000) dalam penelitiannya yang berjudul “Kemampuan Lahan di
kemampuan lahan dan menentukan faktor penghambat. Metode yang digunakan adalah
metode survei dengan menggunakan cara stratified random sampling yaitu
pengambilan sampling secara acak dengan strata wilayah. Pedoman klasifikasi
modifikasi Sitanala Arsyad (1989) dengan parameter yang digunakan: kedalaman
efektif tanah, drainase tanah, permeabilitas, tekstur, bahan organik, kemiringan lereng,
kenampakan erosi dan sebaran batuan serta ancaman banjir dan genangan. Hasil yang
diperoleh adalah peta kemampuan lahan dan evaluasi lahan terhadap penggunaan
lahan.
Rahayu (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kemampuan
Lahan terhadap Produktifitas Pertanian di Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri”
bertujuan mengetahui tingkat kemampuan lahan, mengetahui faktor-faktor pembatas
yang mempengaruhi kelas kemampuan lahan terhadap produktifitas pertanian di
daerah penelitian. Hasil yang diperoleh Peta analisis kemampuan lahan skala 1 :
50.000
2.6. Kerangka Konseptual
Kecamatan Tarutung dievaluasi sumber daya lahannya melalui peta-peta yang
berhubungan dengan penelitian sehingga dapat ditentukan kelas kemampuan lahannya.
Dengan menganalisa kemampuan lahan di Kecamatan Tarutung melalui analisis
SWOT, maka diharapkan dapat menjawab perumusan masalah yang dihadapi
Pemerintah Kecamatan Tarutung yaitu berupa Strategi perencanaan wilayah
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian Kecamatan Tarutung
Kelas Kemampuan Lahan
Strategi Perencanaan Wilayah Evaluasi Sumber Daya Lahan - Peta Tanah - Peta CH - Peta Lereng - Peta Admin - Peta Geologi - Peta Eksisting
- Peta Kedalaman Efektif
Karakteristik Lahan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian berada di Wilayah Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli
Utara dan dilaksanakan pada bulan Maret s/d Juli 2011.
3.2. Variabel Penelitian
Variabel adalah gejala-gejala yang menunjukkan variasi baik dalam jenisnya
maupun alam tingkatannya (Sutrisno, 2000). Dalam penelitian ini variabel yang
digunakan antara lain:
1. Iklim
2. Kemiringan Lereng
3. Kedalaman Tanah
4. Tekstur Tanah
5. Permeabilitas Tanah
6. Kondisi Batuan
7. Ancaman Banjir
3.3. Teknik Pengumpulan Data
3.3.1. Observasi Lapangan
Teknik ini dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan langsung
Lapangan dilakukan untuk melakukan cek lapangan terhadap data-data yang di peroleh
dari instansi yang berkaitan maupun data sekunder lainnya.
3.3.2. Studi Dokumentasi
Menurut Sumaatmadja, (1981) menjelaskan bahwa penggunaan sumber
dokumentasi dalam penelitian dilakukan dengan cara melakukan seleksi terhadap
dokumen-dokumen yang relevan dengan tujuan penelitian. Melalui studi dokumentasi
ini di peroleh data sekunder yang terdapat di instansi-instansi yang berkaitan seperti
BAPPEDA. Data Sekunder yang dikumpulkan antara lain:
a. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000
b. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000
c. Peta Bentuk Lahan Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000
d Peta Tanah Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000
e. Peta Kedalaman Efektif Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000
f. Peta Administrasi Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000
3.3.3. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari kepustakaan yang sesuai
dengan apa yang sedang kita lakukan (Sumaatmadja, 1981)
3.3.4. Studi Interpretasi
Metode ini dilakukan dengan cara menginterpretasikan peta.
3.4. Alat Penelitian
3.4.1. Alat Pengumpul Data
Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan populasi. Populasi
merupakan himpunan individu atau objek yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas,
jadi populasi adalah semua objek yang akan diselidiki (Bintarto dan Surastopo, 1978).
Dalam penelitian ini tentu akan berhadapan dengan sekelompok subyek, karena
luasnya subyek penelitian maka perlu dibagi atau ditentukan daerah yang akan
dijadikan subyek penelitian tersebut. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian
ini adalah satuan lahan yang terdapat di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli
Utara. Dari populasi tersebut ditentukan sampel yang merupakan sebagian dari
populasi, Jadi sampel merupakan sejumlah satuan lahan yang dipilih sebagai wakil
dari populasi yang ada.
3.4.2. Alat Laboratorium
Alat laboratorium ini berupa perangkat komputer yang meliputi: 1 set
komputer, Hardisk, Ploppy disk, Printer, Scanner dan perangkat lunak yaitu sistem
Arc/View versi 3.3 yang digunakan untuk membuat peta tematik dan melakukann
verlay peta-peta tematik tersebut. Alat ini juga digunakan untuk penulisan dan
pengolahan penulisan data.
3.5. Metode Analisis Data
Analisis data atau pengolahan data merupakan salah satu langkah yang paling
dalam pengambilan kesimpulan. Suatu kesimpulan biasanya di ambil dari pengolahan
data (analisa data) yang telah dibuat sebelumnya.
Dalam penyusunan tesis ini metode analisis data yang digunakan adalah :
Metode pengharkatan (scoring) untuk mengevaluasi kemampuan lahan.
Metode ini dilakukan dengan cara menilai potensi lahan dengan memberikan nilai
pada masing-masing karakteristik lahan, sehingga dapat di hitung nilainya dan dapat
ditentukan harkatnya. Penilaian kemampuan lahan dengan pengharkatan ini dianggap
mempunyai kualitas yang berbeda perencanaan. Dalam metode pengharkatan untuk
menentukan klasifikasi kemampuan lahan terdapat faktor menguntungkan dan faktor
merugikan, dimana faktor-faktor tersebut selanjutnya di nilai (di harkat). Berikut
pedoman dan kriteria yang digunakan untuk menentukan harkat faktor -faktor
kemampuan lahan:
a. Faktor Menguntungkan
1) Kedalaman Efektif Tanah
Tabel 3.1. Kriteria Pengharkatan Kedalaman Efektif Tanah
No Kedalaman Tanah Keterangan Harkat
1 Sumber : Jamulyo dan Sunarto, 1996
2) Tekstur Tanah
Tabel 3.2. Kriteria Pengharkatan Tekstur Tanah
No Tekstur Tanah Harkat
2 Sumber: Jamulyo dan Sunarto, 1996
3) Permeabilitas Tanah
Tabel 3.3. Kriteria Pengharkatan Permeabilitas Tanah
No Permeabilitas (cm/jam) Keterangan Harkat
1 Sumber : Jamulyo dan Sunarto, 1996
4) Lereng
Tabel 3.4. Kriteria Pengharkatan Tingkat Kelerengan
No Lereng (%) Keterangan Harkat Sumber : Jamulyo dan Sunarto, 1996
b. Faktor Merugikan
1) Banjir
Tabel 3.5. Kriteria pengharkatan Tingkat Bahaya Banjir
2) Batu Permukaan
Tabel 3.6. Kriteria Pengharkatan Sebaran Batuan
No Batu Harkat Sumber : Jamulyo dan Sunarto, 1996
3.6. Analisis SWOT
Analisis SWOT menganalisis strategi perencanaan wilayah Kota Tarutung
berbasis kemampuan lahan yang mengidentifikasi berbagai faktor untuk merumuskan
strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
(strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (weaknesses) dan tantangan (threats).
Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang
(opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan
kelemahan (weaknesses). Selanjutnya untuk mengetahui hasil analisis berada di posisi
mana, dapat dilihat pada gambar berikut ini (Rangkuti, 2000).
3. Mendukung stratrgi turn around 1. Mendukung strategi agresif
BERBAGAI PELUANG
4. Mendukung strategi defensif 2. Mendukung strategi diversifikasi
Gambar 3.1. Analisis SWOT
Kuadran 1 : Merupakan situasi yang sangat menguntungkan, organisasi memiliki
peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada.
Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung
kebijakan yang agresif.
Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, organisasi masih memiliki
kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus digunakan adalah
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang.
Kuadran 3 : Organisasi menghadapi peluang yang sangat besar, tetapi di lain pihak
harus menghadapi beberapa kendala/kelemahan interal. Fokus strategi
organisasi adalah meminimalkan masalah-masalah internal organisasi.
Kuadran 4 : Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, organisasi
menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan.
3.7. Definisi Variabel Operasioanl
1. Strategi perencanaan wilayah merupakan strategi Pemerintah Kecamatan Tarutung
2. Kemampuan lahan merupakan sifat dakhil/inheren lahan yang menyatakan
kesanggupannya untuk memberikan hasil pertanian pada tingkat produksi tertentu.
3. Penggunaan lahan merupakan pemanfaatan lahan yang selama ini dilaksanakan
oleh Pemerintah Kecamatan Tarutung dalam pembangungan wilayahnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Utara
Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu daerah Kabupaten di Provinsi
Sumatera Utara terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara
berada pada ketinggian antara 300-1500 meter di atas permukaan laut. Topografi dan
kontur tanah Kabupaten Tapanuli Utara beraneka ragam yaitu tergolong datar (3,16
persen), landai (26,86 persen), miring (25,63 persen) dan terjal (44,35 persen).
Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara sekitar 3.800,31 Km2 terdiri dari luas
dataran 3.793,71 Km2 dan luas perairan Danau Toba 6,60 Km2. Secara geografis
Kabupaten Tapanuli Utara terletak di antara 1o20’ – 2o41’ Lintang Utara dan 98o05’ –
99o
Secara administratif, batas-batas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara dapat
dilihat pada gambar 4.1. Peta Administrasi Kabupaten Tapanuli Utara sebagai berikut: 16’ Bujur Timur. Ibukota Kabupaten Tapanuli Utara adalah Tarutung.
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan
3. Sebelah Timur berbatasan dengan abupaten Labuhan Batu.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli
Gambar 4.1. Peta Admisnitrasi Kabupaten Tapanuli Utara
Kabupaten Tapanuli Utara beriklim tropis dan memiliki suhu udara berkisar
12,7o C sampai dengan 25o C, dengan kelembaban udara rata-rata 88 persen. Seperti
daerah lainnya, di Kabupaten Tapanuli Utara terdapat dua musim, yaitu musim
penghujan dan musim kemarau. Musim hujan pertama mulai bulan Agustus sampai
dengan bulan Januari, sedangkan musim hujan kedua mulai bulan Maret sampai
Sebagian besar wilayah Kabupaten Tapanuli Utara terletak di daerah dataran
tinggi yang berada 300 meter hingga 1.500 meter di atas permukaan laut dengan
perbandingan luas daerah ketinggian sebagai berikut:
Tabel 4.1. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarkan Tingkat Ketinggian di Atas Permukaan Laut
No. Tingkat Ketinggian (Meter di atas Permukaan
Laut)
Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara dalam Angka, 2010
Daerah ketinggian Kabupaten Tapanuli Utara yang berada antara 501 sampai
dengan 1.000 meter di atas permukaan laut, yakni mencapai 38,96 persen. Daerah
ketinggian antara 1.001 sampai dengan 1.400 meter di atas permukaan laut mencapai
57,08 persen. Sedangkan daerah ketinggian > 1.400 meter di atas permukaan laut
terdapat 0,34 persen.
Pada Gambar 4.2 peta kemirigan lahan Kabupaten Tapanuli Utara dapat
dikategorikan atas lahan datar (dengan tingkat kemiringan lahan mencapai dua persen);
lahan landai (tingkat kemiringan lahan antara 2,1 hingga 15 persen); lahan miring
(tingkat kemiringan lahan antara 15,1 hingga 40 persen); serta lahan terjal (tingkat
Tabel 4.2. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarkan Tingkat Kemiringan/Lereng Tanah
No. Tingkat Kemiringan Luas Wilayah (Km2) Persentase (%)
1. Datar 119,76 3,15
2. Landai 1.019,03 26,81
3. Miring 972,3 25,58
4. Terjal 1.682,62 44,45
Total 3.800,31 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara dalam Angka, 2010
Wilayah dengan tingkat kemiringan tanah 2, 1 – 15% (landai) di Kabupaten
Tapanuli Utara mencapai 26,81 persen; disusul kemudian lahan curam (tingkat
kemiringan 40,1 %) mencapai 44,45 persen. Sedangkan lahan miring (tingkat
kemiringan 15,1 – 40% ) berkisar 25,58 persen. Dan lahan datar (tingkat kemiringan
2%) mencapai 3,15 persen.
Secara administrasi Kabupaten Tapanuli Utara terdiri dari 15 Kecamatan dan
243 desa/kelurahan (232 desa dan 11 kelurahan), memiliki total penduduk 312.300
Gambar 4.2. Peta Kemiringan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara
Berdasarkan pembagian desa/kelurahan di Kabupaten Tapanuli Utara, yang
terbanyak berada di Kecamatan Tarutung sebanyak 31 desa/kelurahan, disusul
kemudian Kecamatan Sipahutar sebanyak 23 desa dan Kecamatan Pangaribuan
Tabel 4.3. Banyaknya Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Tapanuli Utara
No. Kecamatan Banyaknya Desa/
Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara dalam Angka, 2010
Pada Gambar 4.3 peta jumlah penduduk per kecamatan di Kabupaten Tapanuli
Utara dapat diketahui penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Siborong-borong
yang berjumlah 40.669 jiwa dan Kecamatan Tarutung sebagai ibukota Kabupaten yang
berjumlah 39.859 jiwa. Jumlah penduduk yang terendah terdapat di Kecamatan
Purbatua berjumlah 6.463 jiwa.
Kecamatan terluas berada di Kecamatan Garoga yang luas wilayahnya
mencapai 567,58 km2, dan Kecamatan Adian Koting dengan luas wilayah 502,90 km2,
Gambar 4.3. Peta Jumlah Penduduk Perkecamatan Di Kab. Tapanuli Utara
Dilihat berdasarkan tingkat kepadatan penduduk, Kecamatan Tarutung
merupakan wilayah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk terpadat yakni 370,16
jiwa per km2. Sedangkan Kecamatan yang terjarang penduduknya adalah Kecamatan
Adian Koting dan Garoga, masing-masing 26,84 jiwa per km2 dan 28,98 jiwa per km2
Kabupaten Tapanuli Utara dikenal sebagai daerah penghasil berbagai
buah-buahan dan bunga-bungaan, dan mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah
dalam perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara. Peranan sektor pertanian terhadap
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tapanuli Utara adalah sekitar
62,58%. Sektor pertanian ini dikelompokkan menjadi beberapa sub sektor, yakni sub
sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan.
4.2. Gambaran Umum Kecamatan Tarutung
Kecamatan Tarutung merupakan salah satu daerah kecamatan di Kabupaten
Tapanuli Utara.Luas wilayah Kecamatan Tarutung sekitar 107,68 Km2. Secara
geografis Kecamatan Tarutung terletak di antara 1o54’ – 2o07’ Lintang Utara dan
98o52’ – 99o
Secara administratif wilayah Kecamatan Tarutung dapat kita lihat pada Gambar
4.4 peta Administratif Kecamatan Tarutung di mana batas-batas wilayahnya sebagai
berikut:
04’ Bujur Timur.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sipoholon
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pahae Julu
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Adian Koting.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Siatas Barita dan Sipahutar.
Penduduk terbanyak di Kecamatan Tarutung terdapat di Desa Hutatoruan VII
yang berjumlah 4.970 jiwa dan Desa Hutatoruan X sebagai yang berjumlah 4.470 jiwa.
Jumlah penduduk yang terendah terdapat di Desa Hutatoruan III berjumlah 313 jiwa.
Desa terluas berada di Desa Jambur Nauli yang luas wilayahnya mencapai 8,76
dengan luas wilayah 8,25 km2, sedangkan terendah di Desa Hutatoruan XI Muara
seluas 0,2 km2
Gambar 4.4. Peta Administrasi Kecamatan Tarutung .
Dilihat berdasarkan tingkat kepadatan penduduk pada Gambar 4.5 peta
Penyebaran Penduduk Kecamatan Tarutung Desa Hutatoruan XI merupakan wilayah
yang memiliki tingkat kepadatan penduduk terpadat yakni 4.575,96 jiwa per km2.
Sedangkan desa yang terjarang penduduknya adalah Desa Siandor-andor dan
Tabel 4.4. Banyaknya Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Tarutung
No. Kecamatan Jumlah
23. Hutagalung Siwaluompu 1.194 3,20 373,13
24. Siraja Oloan 1.210 3,75 322,67
Gambar 4.5. Peta Penyebaran Penduduk Kecamatan Tarutung
4.3. Identifikasi Kelas Kemampuan Lahan
Sistem klasifikasi kemampuan lahan mengacu pada sistem yang digunakan
Amerika Serikat (United States Departement of Agriculture). Pengelompokan kelas
kemampuan lahan dalam sistem tersebut dilakukan secara kualitatif dan merupakan
pendekatan pertama dari pendekatan dua tahap menurut FAO (1976). Sistem ini
mengenal tiga kategori, yaitu kelas, sub-kelas dan unit. Penggolongan kedalam kelas,
pertanian secara umum tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang. Dalam
sistem ini sifat kimia tanah tidak digunakan sebagai pembeda karena sifat kimia tanah
sangat mudah berubah, sehingga kurang relevan untuk digunakan. Sifat-sifat
tanah/lahan yang digunakan sebagai pembeda hanyalah sifat-sifat fisik/morfologi tanah
yang dapat dapat diamati di lapangan (Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007).
Dalam tingkat kelas, kemampuan lahan menunjukkan kesamaan besarnya
faktor-faktor penghambat. Tanah dikelompokkan kedalam kelas I sampai kelas VIII, di
mana semakin tinggi kelasnya kualitas lahan semakin jelek, berarti resiko kerusakan
dan besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan penggunaan lahan yang dapat
diterapkan semakin terbatas. Tanah kelas I sampai dengan IV merupakan lahan yang
sesuai untuk pertanian. Sedangkan kelas V sampai VIII tidak sesuai dengan usaha
pertanian atau diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk pengelolaannya (Tabel 4.5).
Tabel 4.5. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan Faktor Kelas Kemampuan Sumber: Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007
(*): dapat mempunyai sembarang sifat faktor penghambat dari kelas lebih rendah (**): permukaan tanah selalu tergenang air
Karakteristik lahan dalam klasifikasi kemampuan lahan merupakan
lereng permukaan, drainase, kedalaman efektif tanah, tingkat erosi yang terjadi, liat
masam (cat clay), batuan di permukaan tanah, ancaman banjir atau genangan air yang
tetap dan iklim. Faktor-faktor tersebut digolongkan berdasarkan besarnya intensitas
faktor penghambat atau ancaman (Arsyad dalam Hardjowigeno, 2007).
Beberapa faktor yang menentukan kelas kemampuan lahan menurut
Haedjowigeno dan Widiatmaka, (2007) adalah:
Tabel 4.6. Kriteria Tekstur
Tekstur (t)
t1 : halus : liat berdebu, liat
t2 : agak halus : liat berpasir, lempung liat
berdebu, lempung berliat, lempung liat berpasir
t3 : sedang : debu, lempung berdebu,
lempung
t4 : agak kasar : lempung berpasir
t5 : kasar : pasir berlempung, pasir
Sumber: Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007
Tabel 4.7. Kriteria Kedalaman Efektif
Kedalaman efektif (k)
K0 : dalam : > 90 cm
K1 : sedang : 90 – 50 cm
K2 : dangkal : 50 – 25 cm
K3 : sangat dangkal : < 25 cm
Sumber: Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007
Tabel 4.8. Kriteria Lereng Permukaan
Lereng Permukaan (i)
I0(G) > 65 % : sangat curam Sumber: Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007
Analisis kemampuan lahan di Kecamatan Tarutung, diperoleh dengan cara
mencocokkan karakteristik dan kualitas lahan dengan beberapa kriteria kemampuan
lahan yang terdapat pada Tabel 4.5 sampai dengan Tabel 4.8. Setelah didapatkan
satuan lahan maka langkah selanjutnya memasukan kriteria kemampuan lahan untuk
membuat kelas kemampuan lahan di Kecamatan Tarutung.
Berdasarkan hasil pembuatan kelas kemampuan lahan di Kecamatan Tarutung
didapat bahwa sebagian besar lahan di Kecamatan Tarutung berada pada Kelas I
dengan luas 4.913 Ha (45,63%), Kelas II seluas 2.933 Ha (27,24%), Kelas III dengan
luas 2.535 Ha (23,54%) dan Kelas IV luasnya kecil 387 Ha (3,59 %). Pada lahan
Kelas II yang menjadi faktor pembatas adalah lereng (i1) dan tekstur (t1) sesuai
dengan kondisi di Kecamatan Tarutung didominasi kelerangan (3–8% =
landai/berombak) dan tekstur tanah liat berdebu (Tabel 4.9).
Tabel 4.9. Kemampuan Lahan Kecamatan Tarutung
No Kemampuan
I, Parbaju Toruan, Hutatoruan IV, Hutatoruan VII, Parbaju Tonga, Hutagalung SW, Siraja Oloan, Partbaju Julu, Jambar Nauli, Sitampurung
4.913 Pertanian
sangat intensif
2 Kelas II Hutapea Banuarea, Parbubu Dolok,
Sosunggulon, Hutatoruan VI. Partali Toruan, Simamora, Partali Julu, Parbubu Pea
2.933 Pertanian
intensif
Hutatoruan V, Hutatoruan VIII, Hutatoruan IX, Aek Siam Simun, Sihujar
sedang
4 Kelas IV Hutatoruan III, Hutatoruan X,
Hutatoruan XI, Hutauruk
3.87 Pertanian
terbatas
Pada Lahan Kelas I tidak mempunyai faktor pembatas yang dapat menurunkan
kelasnya dalam kriteria klasifikasi kemampuan lahan. Lahan kelas III di Kecamatan
Tarutung mempunyai faktor pembatas lereng (i2) (8–15% = agak miring
bergelombang) dan Kedalaman efektif (k1) (sedang: 90–50 cm). Lahan kelas IV
mempunyai faktor pembatas Kedalaman efektif (k2) (dangkal: 50–25 cm). Secara
umum di Kecamatan Tarutung mempunyai karakteristik lahan sebagai faktor pembatas
adalah Kelerangan, Tekstur dan Kedalaman efektif tanah.
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) lahan yang berada pada Kelas I
berarti lahan tersebut sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa
memerlukan tindakan pengawetan yang khusus. Lahannya datar, solumnya dalam,
bertekstur agak halus atau sedang dan responsif terhadap pemupukan sehingga
penggunaan sesuai untuk pertanian sangat intensif. Di Kecamatan Tarutung terdapat
lahan kelas I seluas 4.913 Ha, hal tersebut menunjukkan bahwa 45,63% lahan yang
ada di Kecamatan Tarutung sangat mempunyai kemampuan dalam pertanian sangat
intensif. Lahan kelas II mempunyai faktor pembatas sehingga kelas kemampuan
lahannya turun, tetapi masih dapat digunakan untuk pertanian intensif. Faktor
pembatas yang ada dapat diperbaiki sesuai tingkat pembatasnya. Pengawetan tanah
yang tingkatnya sedang, pengolahan sesuai kontur, pergiliran tanaman, pembuatan
lahan seluas 2.933 Ha (kelas II) di Kecamatan Tarutung atau 27,24% dari luas wilayah
yang dapat digunakan untuk pertanian intensif dengan melakukan usaha-usaha untuk
mengantisipasi faktor pembatas yang ada. Lahan kelas III mempunyai faktor
penghambat yang agak berat yang mengurangi jenis tanaman yang dapat diusahakan,
atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang khusus atau kedua-duanya. Tetapi
lahan ini masih mampu diusahakan untuk pertanian dengan tingkat sedang. Terdapat
lahan seluas 2.535 Ha di Kecamatan Tarutung yang termasuk dalam kelas tersebut.
Lahan kelas IV mempunyai penghambat berat yang membatasi pilihan tanaman
yang dapat diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat berhati-hati, atau
kedua-duanya. Oleh sebab itu lahan tersebut mempunyai kemampuan untuk komoditas
tanaman pertanian tertentu saja.
Pada Gambar 4.6 peta Kelas Kemampuan Lahan di Kecamatan Tarutung
diketahui bahwa sebagian besar desa termasuk dalam kemampuan lahan kelas I
(pertanian sangat intensif) seperti Desa Parbubu II, Parbubu I dan seterusnya. Pada
lahan kelas II (pertanian intensif) berada di Desa Hutapea Banuare, Parbubu Dolok
dan seterusnya. Sedangkan desa yang berada pada kemampuan lahan kelas IV
(pertanian terbatas) termasuk pada desa yang mempunyai tingkat kepadatan tinggi
Gambar 4.6. Peta Kelas Kemampuan Lahan
4.3. Strategi Perencanaan
Dalam menyusun suatu strategi pengembangan wilayah, sebelumnya perlu
dilakukan suatu analisa yang mendalam. Pada penelitian ini metode analisis data yang
digunakan adalah dengan Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and
Threats Analysis), yaitu analisis potensi/kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman/kendala. Analisis ini diawali dengan inventarisasi dan klasifikasi terhadap
wilayah di Kecamatan Tarutung, maupun secara eksternal yang berasal dari
lingkungan di luar Kecamatan Tarutung.
Analisis Data Input
Proses analisis dimulai dengan pendalaman atau identifikasi lingkungan
strategis, kemudian dilanjutkan dengan analisis faktor internal dan faktor eksternal.
Proses analisis akan menghasilkan beberapa asumsi atau peluang strategis untuk
mendapatkan faktor-faktor kunci keberhasilan (Utami, 2008).
Analisis Lingkungan Strategis yang mempengaruhi kinerja dalam proses
perencanaan dan pengembangan wilayah di Kecamatan Tarutung dibagi atas faktor
internal dan eksternal. Faktor internal, mencakup kekuatan (S = Strengths) dan
kelemahan (W = Weakness). Sementara yang tergolong dalam faktor eksternal adalah
peluang (O = Opportunities) dan ancaman (T = Threaths). Dari hasil pengamatan dan
wawancara di lapangan, diperoleh daftar faktor internal dan eksternal dalam usaha
pengembangan wilayah di Kecamatan Tarutung sebagaimana berikut:
Faktor Internal
Faktor internal yang merupakan suatu kekuatan untuk pengembangan wilayah
adalah:
1. Luas lahan kelas I (pertanian sangat intensif) seluas 4.913 Ha.
2. Kecamatan Tarutung termasuk daerah pertanian, sehingga potensi pengembangan
sektor industri pengolahan sebagai sektor unggulan masih besar.
3. Luas wilayah Kecamatan Tarutung seluas 107,68 Km2
1. Kecamatan Tarutung merupakan wilayah ibu kota Kabupaten Tapanuli Utara
sehingga pengembangan sektor di luar pertanian akan berkembang.
2. Pertambahan penduduk yang terus meningkat akan mengakibatkan pertambahan
lahan terbangun.
3. Adanya alih fungsi lahan pertanian untuk permukiman
Analisis Faktor Internal
Hasil analisis Gambar 4.7 peta Eksisting Penggunaan Lahan menunjukkan
lahan belum tebangun masih luas.Luas lahan kelas I (pertanian sangat intensif) cukup
Gambar 4.7. Peta Eksisting Penggunaan Lahan
Kecamatan Tarutung termasuk daerah pertanian, sehingga potensi
pengembangan sektor industri pengolahan sebagai sektor unggulan masih besar, dan
luas wilayah Kecamatan Tarutung yang sedang (107,68 Km2
Tabel 4.10. Analisis Faktor Internal Pengembangan Wilayah Kecamatan Tarutung
) memudahkan dalam
perencanaan pengembangan wilayah. Kecamatan Tarutung merupakan wilayah ibu
kota Kabupaten Tapanuli Utara sehingga pengembangan sektor di luar pertanian akan
berkembang, pertambahan penduduk yang terus meningkat akan mengakibatkan
pertambahan lahan terbangun dan perubahan penggunaan lahan pertanian untuk
permukiman. Faktor–faktor tersebut merupakan bagian dari kekuatan dan kelemahan
yang perlu diperhitungkan atau mempengaruhi dalam pengembangan wilayah Adapun
secara rinci hasil analisis faktor internal pada Tabel 4.10.
1. Faktor Internal Strategis Bobot Rating Skor 1. Kekuatan
a. Luas lahan kelas I (pertanian sangat intensif) cukup besar 4.913 Ha.
b. Kecamatan Tarutung termasuk daerah pertanian, sehingga peluang pengembangan sektor industri pengolahan sebagai sektor unggulan masih besar.
c. Luas wilayah Kecamatan Tarutung seluas 107,68 Km2
a. Kecamatan Tarutung merupakan wilayah ibu kota Kabupaten Tapanuli Utara sehingga pengembangan sektor di luar pertanian akan berkembang.