• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Kemampuan Dan Potensi Lahan Di Kabupaten Buru Provinsi Maluku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Kemampuan Dan Potensi Lahan Di Kabupaten Buru Provinsi Maluku"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS

KEMAMPUAN DAN POTENSI LAHAN DI KABUPATEN BURU

PROVINSI MALUKU

RIFYAN RUMAN

A156130031

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Kemampuan dan Potensi Lahan Di Kabupaten Buru Provinsi Maluku adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

RINGKASAN

RIFYAN RUMAN. Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Kemampuan dan Potensi Lahan Di Kabupaten Buru Provinsi Maluku. Dibimbing oleh SETIA HADI dan BABA BARUS.

Pemanfaatan potensi sumber daya alam lokal merupakan modal dasar dan devisa utama bagi Kabupaten Buru untuk meningkatkan kontribusi penerimaan pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat melalui optimalisasi potensi sumberdaya alam yang bertumpu pada basis ekonomi kerakyatan, mutlak menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Dengan ditetapkannya Kabupaten Buru sebagai lumbung pangan kawasan timur Indonesia di Provinsi Maluku sangatlah beralasan untuk dijadikan starting point dalam memacu akselerasi pertumbuhan ekonomi di Maluku. Hal ini karena selain Kabupaten Buru memiliki potensi lahan yang cukup luas juga memiliki letak yang sangat strategis dalam menghubungkan Provinsi Maluku dengan wilayah-wilayah sekitarnya baik secara eksternal maupun internal.

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pegamatan langsung di lapang dan wawancara, serta data sekunder dilakukan di wilayah penelitian dan dari instansi terkait. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kemampuan lahan yang dihasilkan dari evaluasi peta sistem lahan dan peta lereng sehingga menghasilkan peta kemampuan lahan Kabupaten Buru. Analisis Potensi lahan menggunakan peta kemampuan lahan yang ditumpang tindihkan dengan peta penggunaan lahan yang dapat dimanfaatkan (semak belukar, semak belukar rawa, lahan terbuka) untuk pengembangan pertanian di Kabupaten Buru. Analisis keterkaitan antara kelas kemampuan lahan, penggunaan lahan dan pola ruang menggunakan matriks keselarasan yang dihasilkan dari tumpang tindih antara ketiga variabel tersebut. Keterkaitan antara kelas kemampuan lahan, penggunaan lahan dan pola ruang dikelaskan dalam dua kategori : selaras dan tidak selaras. Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA) untuk mengetahui komoditas unggulan. Proses penyusunan arahan pengembangan wilayah ini dilakukan dengan menggunakan peta keselarasan pada analisis sebelumnya dengan mempertimbangkan kelas kemampuan lahan dan penggunaan lahan yang ada. Untuk analisis ketimpangan pelayanan fasilitas digunakan untuk menentukan program pembangunan yang mendukung aktifitas masyarakat di Kabupaten Buru.

(6)
(7)

SUMMARY

RIFYAN RUMAN. Referral Regional Development Based Capability and Potential Land in Buru Regency of Maluku Province. Advisors: SETIA HADI and BABA BARUS.

Utilization of potential local natural resources is the authorized capital and main foreign exchange for Buru Regency to increase the contribution of local revenue and incomes through the optimization of potential resources, which is based on populist economics, and is absolutely the attention of government and society. With the enactment of Buru regency as a barn of eastern Indonesia in Maluku province, it is reasonable to be a starting point in promoting the acceleration of economic growth in Maluku. Aside from having a quite wide potential area, Buru also has a very strategic location in connecting Maluku Province with adjacent areas both externally and internally.

The data used in the study are primary and secondary data. The primary data were obtained from direct observation in the field and interviews, as well as secondary data were conducted in the area of research and related institutions. Data analysis method used is the analysis of land capability resulting from the evaluation of the land system and slope maps resulting land capability map of Buru. Analysis of potential land used land capability map superimposed with land use map that could be utilized (scrub, scrub swamp, open land) for the development of agriculture in Buru. Analysis of the linkage between the classes of land capability, land use and spatial patterns used alignment matrix generated from the overlap between these three variables. The linkage between the classes of land capability, land use and spatial patterns is classified into two categories: aligned and unaligned. Location Quotient (LQ) and Shift Share Analysis (SSA) were used to determine the main commodity. The preparation process of referral regional development is done using the alignment map on a previous analysis by considering the class of land capability and existing land use. For the analysis of inequality, facilities and services were used to determine a development program that supports community activities in Buru.

(8)

patterns showed an increase of spatial pattern area in protected forest area into 167.057 ha (34.55%), which comes from the area with the ability VIII outside the forest area and from production and restricted forests, preserved forest increased to 12.543 ha (2.59 %). Dryland agriculture development areas increased to 26.069 ha (5.39%) sourced from areas with capability classes of III and IV. As for wetlands agricultural development decreased to 13.987 ha (2.89%) because after the evaluation, the development area are on lands with high capability class and slope limiting factor. Referrals development program generated based on the facts discovered can be the basis for consideration in the regional development to overcome the disparities between sub-districts in Buru. In addition, the analysis that must also be considered is the potential of other sectors such as fisheries, mining and other supporting economic growth and development in Buru.

(9)

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS KEMAMPUAN

DAN POTENSI LAHAN DI KABUPATEN BURU

PROVINSI MALUKU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(12)
(13)

Judul Tesis : Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Kemampuan dan Potensi Lahan Di Kabupaten Buru Provinsi Maluku

Nama : Rifyan Ruman NRP : A156130031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Setia Hadi, MS Ketua

Dr Ir Baba Barus, M.Sc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah pengembangan wilayah dengan judul Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Kemampuan dan Potensi Lahan Di Kabupaten Buru Provinsi Maluku.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr Ir Setia Hadi, MS dan Bapak Dr Ir Baba Barus M.Sc selaku komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini.

2. Dr Ir Widiatmaka, DAA selaku penguji luar komisi atas segala masukan dan arahan dalam penyempurnaan tesis ini

3. Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

4. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.

5. Pemerintah Kabupaten Buru yang telah memberi izin dan membantu penulis dalam melakukan penelitian di lokasi

6. Rekan-rekan PWL reguler dan Bappenas angkatan 2013 dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.

Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada kedua orang tuaku tercinta beserta seluruh keluarga, atas segala do’a, dukungan, kasih sayang dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini. Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan.

Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Terimaksih.

(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Kerangka Pemikiran 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Kalsifikasi Kemampuan Lahan 5

Kemampuan Lahan dalam Tingkat Sub-Kelas 7

Kemampuan Lahan dalam Tingkat Unit (Satuan Pengelolaan) 7

Evaluasi Lahan Berbasis Kemampuan Lahan 7

Penetapan Komoditas Unggulan 8

Konsep Pengembangan Wilayah 9

Strategi Pembangunan Wilayah 10

3 METODE PENELITIAN 12

Waktu dan Lokasi Penelitian 12

Jenis dan Sumber Data 12

Metode Analisis Data 12

Analisis Kemampuan dan Potensi Lahan 12

Analisis Keterkaitan Kemampuan Lahan, Penggunaan Lahan dan

Pola Ruang 13

Komoditas Pertanian Unggulan Wilayah 14

Arahan Pengembangan Wilayah 16

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH 17

Kondisi Geografi 17

Kondisi Fisiografi dan Topografi Wilayah 17

Klimatologi 17

Geologi 18

Penggunaan Lahan 18

Kependudukan dan Ketenagakerjaan 19

Kependudukan 19

Ketenagakerjaan 20

Sosial 21

Pendidikan 21

Kesehatan 22

Gambaran Sektor Pertanian 23

Tanaman Pangan 23

(17)

Kehutanan 25

Peternakan 25

Perikanan 26

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 27

Identifikasi Kelas Kemampuan Lahan dan Potensi Lahan 27

Kelas Kemampuan Lahan 27

Potensi Lahan Kabupaten Buru 30

Analisis Keterkaitan Kemampuan Lahan, Penggunaan Lahan dan

Pola Ruang 31

Keterkaitan Kemampuan Lahan dan Penggunaan Lahan 31 Keterkaitan Kemampuan Lahan dan Pola Ruang 33 Keterkaitan Penggunaan Lahan dan Pola Ruang 34 Keterkaitan Kemampuan Lahan, Penggunaan Lahan dan Pola Ruang 36

Penentuan Komoditas Unggulan (LQ dan SSA) 37

Arahan Pengembangan Wilayah 39

Pola Ruang dan Arahan Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Buru 39

Ketimpangan Pelayanan Fasilitas untuk Mendukung Pengembangan

Wilayah 42

Arahan Program Pembangunan 48

6 SIMPULAN dan SARAN 52

Simpulan 52

Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 53

LAMPIRAN 56

RIWAYAT HIDUP 61

DAFTAR TABEL

1. Kriteria Penggunaan Lahan yang Dipekenankan Pada Setiap Kelas

Kemampuan Lahan 14

2. Luas Daerah Kecamatan Terhadap Luas Kabupaten Buru 17 3. Sebaran Luas Penggunaan Lahan Wilayah Kabupaten Buru 19 4. Distribusi Persentase Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kab. Buru 20 5. Penduduk Unit Transmigrasi di Kecamatan Waeapo Kabupaten Buru 20 6. Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas Menurut Jenis Kegiatan Utama dan

Jenis Kelamin di Kabupaten Buru 21

7. Penduduk Usia 7 sampai 24 Tahun yang Masih Sekolah Menurut

Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Buru 21 8. Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Menurut Kemampuan

Membaca dan Menulis di Kabupaten Buru 21

9. Presentase Penduduk Berumur 7 sampai 24 Tahun Menurut Jenis Kelamin

dan Partisipasi Sekolah di Kabupaten Buru 22

(18)

12. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan

di Kabupaten Buru 24

13. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Sayuran

di Kabupaten Buru 24

14. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Buah

di Kabupaten Buru 24

15. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan

di Kabupaten Buru 25

16. Luas Kawasan Hutan di Kabupaten Buru 25

17. Populasi, Jumlah yang Dipotong dan Produksi Daging

Ternak/Unggas di Kabupaten Buru 26

18. Rumah Tangga Perikanan Menurut Kecamatan di Kabupaten Buru 26

19. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan 27

20. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kelas dan Sub Kelas Kemampuan Lahan 29 21. Hubungan antara Kemampuan Lahan dengan Penggunaan Lahan 32 22. Hubungan antara Kemampuan Lahan dengan Pola Ruang 33 23. Hubungan antara Penggunaan Lahan dengan Pola Ruang 35 24. Rekapitulasi Keterkaitan antara Kemampuan Lahan, Penggunaan Lahan

dan Pola Ruang 36

25. Keterkaitan Kemampuan Lahan, Penggunaan Lahan dan Pola Ruang 36

26. Pola Umum Hasil Tumpang Tindih 36

27. Hasil Analisis LQ dan SSA Kabupaten Buru Per Kecamatan 38 28. Luas Kawasan Berdasarkan Pola Ruang RTRW Kabupaten Buru Tahun

2008-2028 40

29. Luas Kawasan Arahan Pemanfaatan Ruang Kabupaten Buru 41 30. Panjang Jalan (km) Menurut Kondisi Jalan dan Kecamatan di Kab. Buru 43 31. Rasio Pelayanan Jalan (km) Kondisi Baik Menurut Kecamatan

di Kabupaten Buru 44

32. Sebaran Fasilitas Pendidikan dan Hasil Penetapan Hirarki di Kab. Buru 44 33. Sebaran Fasilitas Kesehatan dan Hasil Penetapan Hirarki di Kab Buru 47 34. Rasio Tenaga Kesehatan Per 1000 Penduduk di Kabupaten Buru 48

35. Matriks Arahan Program Pembangunan 49

36. Hasil Sintesis Arahan Program Pembangunan 50

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pikir Penelitian 4

2. Skema Hubungan antara Kelas Kemampuan Lahan dengan Intensitas dan

Macam Penggunaan Lahan 5

3. Peta Lokasi Penelitian 12

4. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Buru 19

5. Produksi Padi Sawah Kabupaten Buru Tahun 2009 – 2012 23

6. Peta Kemampuan Lahan Kabupaten Buru 28

7. Presentase Luas Total Kelas Kemampuan Lahan di Setiap Kecamatan

Pada Kabupaten Buru 29

8. Peta Potensi Lahan di Kabupaten Buru 30

(19)

10. Peta Hubungan Kemampuan Lahan dan Penggunaan Lahan 32 11. Peta Hubungan Kemampuan Lahan dan Pola Ruang 34 12. Peta Hubungan Pola Ruang dan Penggunaan Lahan 35 13. Peta Hubungan Kemampuan Lahan, Pola Ruang dan Penggunaan Lahan 37 14. Peta Sebaran Komoditas Unggulan di Kabupaten Buru 39

15. Peta Pola Ruang Kabupaten Buru 39

16. Peta Arahan Pemanfaatan Ruang Kabupaten Buru 41

17. Peta Jaringan Jalan Kabupaten Buru 43

18. Peta Hirarki Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Buru 45 19. Peta Hirarki Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Buru 47 20. Penyebaran Tenaga Kesehatan Per Kecamatan di Kabupaten Buru 48

21. Peta Arahan Program Pembangunan 51

DAFTAR LAMPIRAN

1. Penggolongan Besarnya Intensitas Faktor Penghambat dalam Kriteria Klasifikasi Kelas Kemampuan pada Tingkat Sub-Kelas

Mengikuti Arsyad (2010) 57

2. Contoh Kelas Kemampuan Lahan 58

3. Contoh Penilaian Keselarasan Kelas Kemampuan Lahan,

Penggunaan Lahan dan Pola Ruang 59

(20)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang terpusat pada daerah perkotaan memacu perpindahan penduduk dari daerah sekitarnya sehingga berpengaruh terhadap jumlah dan penyebaran penduduk. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan perkembangan aktifitas ekonomi, maka akibatnya adalah meningkatnya kebutuhan akan ruang dan/atau lahan untuk pengembangan permukiman serta kebutuhan lain, misalnya prasarana dan sarana. Untuk memenuhi kebutuhan lahan ini, maka terjadi perubahan penggunaan lahan, umumnya dari lahan pertanian kepada penggunaan non pertanian. Peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan yang terbatas akan berakibat terhadap menurunnya kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan, baik lahan, air, maupun udara (Aliati, 2007).

Hal tersebut diatas juga memicu kebutuhan lahan yang meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan kebutuhan tersebut merupakan kondisi lazim sebagai konsekuensi logis dari pembangunan (Pribadi et al., 2006 dalam Fajarini, 2014).

Lahan adalah lingkungan fisik yang mencakup tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi potensi penggunaan lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Lahan merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki karakteristik unik, yakni (i) sediaan/luas relatif tetap karena perubahan luas akibat proses alami (sedimentasi) dan proses artifisial (reklamasi) sangat kecil; (ii) memiliki sifat fisik (jenis batuan, kandungan mineral, topografi, dsb.) dengan kesesuaian dalam menampung kegiatan masyarakat yang cenderung spesifik. Oleh karena itu lahan perlu diarahkan dan dimanfaatkan untuk kegiatan yang paling sesuai dengan sifat fisiknya serta dikelola agar mampu menampung kegiatan masyarakat yang terus berkembang (Dardak, 2005).

Pemanfaatan sumberdaya lahan secara optimal sesuai daya dukung lingkungan, berpengaruh terhadap dinamika penggunaan dan penataan peruntukan lahan sesuai fungsinya. Dinamika pemanfaatan lahan yang tidak terkendali dan diatur, berdampak terhadap perubahan biofisik bentang lahan yang cenderung destruktif yang melampaui toleransi batas ambang (Pratiwi, 2015).

(21)

Perencanaan penggunaan lahan yang berbasis komoditas unggulan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan terkait dengan efektifitas pemanfaatan lahan, sebab dengan adanya perencanaan penggunaan lahan tersebut akan diketahui alokasi lahan yang sesuai dengan peruntukannya (Rahman, 2015). Dalam mengembangkan komoditas-komoditas unggulan tersebut juga perlu diketahui potensi dan karakteristik lahan. Lahan mempunyai kemampuan beragam dari segi biofisik, ditentukan oleh karakter bentuk permukaan, kemiringan, ketinggian tempat, serta sifat tanah seperti tekstur, struktur, tingkat kemasaman dan sifat kimia lainnya. Produktivitas suatu komoditas sangat ditentukan oleh karakteristik lahan tersebut sebagai tempat tumbuh dan berkembang, dan setiap komoditas mempunyai persyaratan tumbuh yang berbeda (Setiawan, 2010). Syafruddin et al., (2004) mengemukakan bahwa untuk membangun sektor pertanian yang kuat, berproduksi tinggi, efisien, berdaya saing tinggi, dan berkelanjutan perlu dilakukan penataan sistem pertanian dan penetapan komoditas unggulan di setiap wilayah pengembangan disertai kebijakan pemerintah daerah yang tepat.

Kabupaten Buru merupakan salah satu bagian dari Provinsi Maluku yang dimekarkan sejak bulan Oktober Tahun 1999 dan mengalami pemekaran lagi menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Buru dan Kabupaten Buru Selatan pada tahun 2008. Dalam Rencana Struktur Tata Ruang Provinsi (RSTRP) Maluku, Kabupaten Buru telah ditetapkan sebagai kawasan Prioritas, yakni Merupakan kawasan tumbuh cepat berbasis pertanian. Good Will Pemerintah Provinsi Maluku ini didukung dengan potensi sumberdaya alam Kabupaten Buru yang cukup besar sehingga diharapkan dapat menjadi motor penggerak ekonomi wilayah ini.

Kabupaten Buru juga sebagai lumbung pangan diharapkan untuk segera membangun dan menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Diantara berbagai kebutuhan yang sangat penting dalam meningkatkan investasi adalah pembangunan dermaga Namlea, sarana jalan yang menghubungkan kota kabupaten dan kota kecamatan maupun desa. Dengan demikian penelitian tentang Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Potensi dan Kemampuan Lahan di Kabupaten Buru Provinsi Maluku perlu dilakukan.

Perumusan Masalah

Analisis fisik dan lingkungan telah banyak digunakan untuk mengenali karakteristik sumber daya alam di suatu wilayah atau kawasan. Analisis tersebut dapat dilakukan dengan menelaah kemampuan dan kesesuaian lahan. Tujuannya, agar penggunaan lahan dalam pengembangan wilayah dan/atau kawasan dapat berjalan secara optimal dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem (Nashiha et al., 2015).

(22)

pengembangan dalam suatu permukiman yang lebih produktif guna meminimalisir kesenjangan antara kota dan desa. Model ini akan dikembangkan dengan sistem keterkaitan (linkage) dengan tujuan untuk memberikan arahan pengembangan yang optimal dalam mendukung perkembangan wilayah Kabupaten Buru baik dalam sistem keterkaitan internal (antar pusat-pusat kegiatan di dalam Kabupaten Buru) maupun sistem keterkaitan eksternal yang menghubungkan Kabupaten Buru dengan kawasan-kawasan lain disekitarnya.

Pemanfaatan potensi sumber daya alam lokal merupakan modal dasar dan devisa utama bagi Kabupaten Buru untuk meningkatkan kontribusi penerimaan pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat melalui optimalisasi potensi sumberdaya alam yang bertumpu pada basis ekonomi kerakyatan, mutlak menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Dengan ditetapkannya Kabupaten Buru sebagai lumbung pangan kawasan timur Indonesia di Provinsi Maluku sangatlah beralasan untuk dijadikan starting point dalam memacu akselerasi pertumbuhan ekonomi di Maluku. Hal ini karena selain Kabupaten Buru memiliki potensi lahan yang cukup luas juga memiliki letak yang sangat strategis dalam menghubungkan Provinsi Maluku dengan wilayah-wilayah sekitarnya baik secara eksternal maupun internal.

Dari beberapa uraian di atas, maka yang menjadi pertanyaan untuk dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan dan potensi lahan di Kabupaten Buru ? 2. Bagaimana keselarasan antara kemampuan lahan, penggunaan

lahan dan pola ruang di Kabupaten Buru ?

3. Jenis komoditas pertanian apa saja yang menjadi unggulan di wilayah Kabupaten Buru ?

4. Bagaimana arahan program pengembangan wilayah di Kabupaten Buru ?

Tujuan Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kemampuan dan potensi lahan di Kabupaten Buru. 2. Menganalisis keselarasan antara kemampuan lahan, penggunaan

lahan dan pola ruang di Kabupaten Buru.

3. Mengetahui komoditas unggulan dari wilayah di Kabupaten Buru 4. Membuat arahan pengembangan wilayah di Kabupaten Buru. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi dan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah dalam upaya menyusun strategi untuk mengatasi disparitas pengembangan antar wilayah.

2. Sebagai bahan masukan dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah.

(23)

Kerangka Pemikiran

Adapun kerangka pikir penelitian ini adalah seperti pada diagram alir berikut :

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

Pertambahan jumlah penduduk

Perkembangan aktifitas sosial, ekonomi dan pembangunan infrastruktur

Pembangunan dan Pengembangan Wilayah

Pola Ruang RTRW Kemampuan lahan

Potensi lahan Penggunaan lahan aktual

Arahan pengembangan wilayah berbasis kemampuan dan

potensi lahan

(24)

2 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kemampuan Lahan

Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya kedalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari. Kemampuan lahan dipandang sebagai kapasitas lahan itu sendiri untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum. Kemampuan lahan adalah istilah yang sudah lebih dahulu dan lebih lama digunakan oleh US Soil Conservation Service, di dalam sistem klasifikasi yang telah banyak juga digunakan diberbagai negara baik dalam bentuk aslinya dengan delapan kelas atau dalam bentuk yang telah dirubah (Arsyad, 2006).

Dalam sistem klasifikasi kemampuan lahan ini, lahan dikelompokkan kedalam tiga kategori utama yaitu kelas, subkelas dan satuan kemampuan atau satuan pengelolaan. Pengelompokan ke dalam kelas didasarkan pada intensitas faktor penghambat. Tanah dikelompokan ke dalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf Romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari kelas I sampai kelas VIII. Hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan tanah disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Skema Hubungan antara Kelas Kemampuan Lahan dengan Intensitas dan Macam Penggunaan Lahan (Arsyad, 2006)

Kelas Kemampuan I

Lahan kelas I sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus. Lahannya datar, solumnya dalam, bertekstur agak halus atau sedang, drainase baik, mudah diolah dan responsif terhadap pemupukan. Lahan kelas I tidak mempunyai penghambat atau ancaman kerusakan, sehingga dapat digarap untuk usaha tani tanaman semusim dengan aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan struktur tanah yang baik diperlukan guna menjaga kesuburan dan mempertinggi produktifitas. Kelas Kemampuan II

Lahan Kelas II mempunyai beberapa penghambat yang dapat mengurangi pilihan jenis tanaman yang diusahakan atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang tingkatnya sedang, seperti pengolahan menurut kontur, pergiliran tanamandengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, pembuatan guludan, disamping tindakan-tindakan pemupukan. Faktor penghambat lahan kelas II adalah salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut: (1) lereng melandai, (2) kepekaan erosi atau erosi yang telah terjadi adalah sedang, (3) kedalaman tanah

(25)

agak kurang ideal, (4) struktur tanah agak kurang baik, (5) sedikit gangguan salinitas atau Na tetapi mudah diperbaiki, (6) kadang-kadang tergenang atau banjir, (7) drainase yang buruk mudah diperbaiki dengan saluran drainase, dan (8) iklim sedikit menghambat.

Kelas Kemampuan III

Lahan kelas III memunyai penghambat yang agak berat, yang mengurangi pilihan jenis tanaman yang dapat diusahakan, atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang khusus, atau kedua-duanya. Tindakan pengawetan tanah yang perlu dilakukan antara lain adalah penanaman dalam strip, pembuatan teras, pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah dengan waktu untuk tanaman tersebut lebih lama, disamping usaha-usaha untuk memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah. Faktor penghambat lahan kelas III adalah salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut: (1) lereng agak curam, (2) kepekaan erosi agak tinggi atau erosi yang telah terjadi cukup berat, (3) sering tergenang banjir, (4) permeabilitas sangat lambat, (5) masih sering tergenang meskipun drainase telah diperbaiki, (6) dangkal, (7) daya menahan air rendah, (8) kesuburan tanah rendah dan tidak mudah diperbaiki, (9) salinitas kandungan Na sedang, (10) penghambat iklim sedang.

Kelas Kemampuan IV

Lahan kelas IV mempunyai penghambat yang berat yang membatasi pilihan tanaman yang dapat diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat berhati-hati, atau kedua-duanya. Penggunaan lahan kelas IV sangat terbatas karena salah satu atau kombinasi dari penghambat berikut: (1) lereng curam, (2) kepekaan erosi besar, (3) erosi yang terjadi berat, (4) tanah dangkal, (5) daya menahan air rendah, (6) sering tergenang banjir yang menimbulkan kerusakan pada tanaman, (7) drainase terhambat dan masih sering tergenang meskipun telah dibuat saluran drainase, (8) salinitas atau kandungan Na agak tinggi, (9) penghambat iklim sedang.

Kelas Kemampuan V

Lahan kelas V mempunyai sedikit atau tanpa bahaya erosi, tetapi mempunyai penghambat lain yang praktis sukar dihilangkan, sehingga dapat membatasi penggunaan lahan ini. Akibatnya lahan ini hanya cocok untuk tanaman rumput ternak secara permanen atau dihutankan. Lahan ini datar, akan tetapi sesuai untuk pertanian dan hanya untuk tanaman rumput ternak atau dihutankan. Penggunaan padang rumput harus dijaga agar rumputnya selalu menutup dengan baik. Lahan ini mempunyai penghambat yang sulit sekali diperbaiki, yaitu satu atau lebih sifat-sifat berikut: (1) lereng sangat curam, (2) bahaya erosi atau erosi yang telah terjadi sangat berat, (3) berbatu-batu, (4) dangkal, (5) drainase sangat buruk atau tergenang, (6) daya menahan air rendah, (7) salinitas atau kandungan Na tinggi, dan (9) penghambat iklim besar.

Kelas Kemampuan VII

(26)

lebih besar dari kelas VI, yaitu salah satu atau kombinasi sifat-sifat berikut: (1) lereng terjal, (2) erosi sangat berat, (3) tanah dangkal, (4) berbatu-batu, (5) drainase terhambat, (6) salinitas atau kandungan Na sangat tinggi, dan (7) iklim sangat menghambat.

Kelas Kemampuan VIII

Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk produksi pertanian, dan harus dibiarkan dalam keadaan alami atau dibawah vegetasi hutan. Lahan ini dapat digunakan untuk daerah rekreasi cagar alam atau hutan lindung. Penghambat tidak dapat diperbaiki lagi dari lahan ini adalah salah satu atau lebih sifat-sifat berikut: (1) erosi atau bahaya erosi sangat berat, (2) iklim sangat buruk, (3) tanah selalu tergenang, (4) berbatu-batu, (5) kapasitas menahan air sangat rendah, (6) salinitas atau kandungan Na sangat tinggi, (7) sangat terjal.

Kemampuan Lahan dalam Tingkat Sub-kelas

Sub kelas adalah pembagian lebih lanjut dari kelas berdasarkan faktor penghambat yang sama, Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan kedalam beberapa jenis, yaitu: bahaya erosi (e), genangan air (w), penghambat terhadap perakaran tanaman (s), dan iklim (c). Jenis-jenis faktor penghambat ini ditulis dibelakang angka kelas seperti berikut: IIIe, IIw, IVs, dan sebagainya, yang masing-masing menyatakan lahan kelas III disebabkan oleh faktor erosi (e), lahan kelas II yang disebabkan oleh faktor air (w) dan lahan kelas IV yang disebabkan oleh terhambatnya perakaran tanaman (s).

Kemampuan Lahan dalam Tingkat Unit (Satuan Pengelolaan)

Kemampuan lahan dalam tingkat unit memberi keterangan yang lebih spesifik dan detil daripada sub kelas. Lahan yang termasuk dalam suatu unit kemampuan lahan mempunyai kemampuan dan memerlukan cara pengelolaan yang sama untuk pertumbuhan tanaman. Lahan ini mempunyai sifat yang sama dalam hal: (a) kemampuan memproduksi tanaman pertanian dan rumput makanan ternak, (b) memerlukan tindakan-tidakan konservasi dan pengelolaan yang sama, (c) tanaman yang ditanam pada lahan tersebut dengan pengelolaan yang sama akan memberikan hasil yang kurang lebih sama. Dalam tingkat unit, kemampuan lahan diberi simbol dengan menambahkan angka-angka arab di belakang simbol sub kelas. Angka-angka menunjukkan besarnya tingkat dari faktor penghambat yang ditunjukkan dalam sub kelas, misalnya IIw-1, IIIe-3, IVs-3 dan sebagainya.

Evaluasi Lahan Berbasis Kemampuan Lahan

Perencanaan penggunaan lahan yang bersifat berkelanjutan tentunya mempertimbangkan kondisi fisik wilayah yang ada. Komoditas yang ingin di rencanakan harus sesuai dengan daya dukung dan daya tampung wilayahnya. Evaluasi sumberdaya lahan berbasis evaluasi lahan dan kemampuan lahan merupakan salah satu metode untuk menganalisis daya dukung lingkungan berdasarkan kondisi fisik lingkungan sekitar.

(27)

Manfaat yang mendasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu baik secara umum maupun spesifik serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Kegunaan terperinci dari evaluasi lahan sangat beragam ditinjau dari konteks fisik, ekonomi, sosial dan dari segi intensitas skala dari studi itu sendiri serta tujuannya. Evaluasi kesesuain lahan itu sendiri terdiri dari evauasi kemampuan lahan dan evaluasi kesesuaian lahan.

Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut. Klasifikasi kesesuaian lahan atau kemampuan lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan kesesuaiannya atau kemampuannya untuk tujuan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Penetapan Komoditas Unggulan

Setiap perencanaan pembangunan wilayah memerlukan batasan pratikal yang dapat digunakan secara operasional untuk mengukur tingkat perkembangan wilayah (Rustiadi et al., 2009). Akan tetapi setiap wilayah agar bias berkembang harus mempunyai sektor keunggulan yang bukan didasarkan pada biaya produksi yang murah saja tetapi lebih dari itu, yakni adanya inovasi (innovation). Dengan demikian paradigma baru pengembangan wilayah yang mengarah kepada pembentukan keunggulan daya saing perlu digali dan diterapkan di Indonesia. (Manajemen Teknologi untuk Pengembangan Wilayah, 2001).

Beberapa konsep pengembangan wilayah berbasis sektor unggulan yang dapat diterapkan di suatu daerah, salah satunya adalah pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan. Konsep ini menekankan motor penggerak pembangunan suatu wilayah pada komoditas-komoditas yang dinilai bisa menjadi unggulan, baik ditingkat domestik maupun internasional (BPPT Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi, 2001).

Konsep dan pengertian komoditas unggulan ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand). Dilihat dari sisi penawaran, komoditas ungggulan merupakan komoditas yang paling superior dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi petani suatu wilayah tertentu. Pengertian tersebut lebih dekat dengan pengertian locational advantages. Sedangkan dilihat dari sisi permintaan yang kuat baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional. Dengan pengertian tersebut maka komoditas unggulan bersifat dinamis baik dilihat dari sisi penawaran karena adanya perubahan teknologi maupun dilihat dari sisi permintaan karena ada pergeseran permintaan konsumen (Syafa’at dan Priyanto, 2000 dalam Setiawan, 2010)

(28)

kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budayasetempat) untuk dikembangkan di suatu wilayah (Badan Litbang Pertanian, 2003 dalam Sari, 2008).

Tentunya pewilayahan komoditas unggulan ini harus berdasarkan daya dukung lahan komoditas tersebut. Pewilayahan komoditas pertanian sesuai dengan daya dukung lahan dimaksudkan agar produktivitas lahan yang diusahakan mencapai tingkat optimal. Dalam mendukung kegiatan agribisnis, pengertian produktivitas lahan ditujukan untuk suatu tipe penggunaan lahan (Land Utilization Types) baik secara campuran (multiple land utilization types) maupun individual (compound utilization types) mampu berproduksi optimal (Djaenudin et al., 2002). Selanjutnya Rustiadi et. al (2011) menambahkan bahwa adanya sistem pewilayahan komoditas diharapkan dapat meningkatkan efisiensi sistem produksi dan distribusi komoditas, karena pewilayahan komoditas pada dasarnya adalah suatu upaya memaksimalkan “comparative advantage” setiap wilayah.

Menurut Rustiadi et al. (2011), sektor ekonomi wilayah dapat dibagi dalam dua golongan yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi di dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Sektor basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di wilayahnya sendiri dan kapasitas ekspor wilayah belum berkembang. Metode yang sering dipakai sebagai indikasi sektor basis adalah metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA).

Analisis LQ merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui pemusatan suatu aktivitas di suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas. Metode LQ juga dapat digunakan untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan indikasi sektor basis dan bukan basis karena merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Suatu wilayah yang memiliki nilai koefisien LQ lebih dari satu untuk suatu kegiatan maka wilayah tersebut berpotensi ekspor sehingga dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi wilayahnya serta memiliki daya saing ekonomi dibandingkan dengan wilayah lainnya.

(29)

Konsep Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan kontribusi pada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya dengan penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antar daerah, antar sektor serta pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah.

Sementara itu, pengertian wilayah sangat penting untuk diperhatikan apabila berbicara tentang program-program pembangunan yang terkait dengan pengembangan wilayah dan pengembangan kawasan. Pengembangan kawasan terkait dengan pengembangan fungsi tertentu dari suatu unit wilayah, mencakup fungsi sosial, ekonomi, budaya, politik maupun pertahanan dan keamanan.

Istilah wilayah mengacu pada pengertian unit geografis, secara lebih jelasnya, Rustiadi et al. (2009) mendefinisikan wilayah sebagai suatu unit geografis dengan batas-batas tertentu dimana komponen-komponen di dalamnya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional satu dengan lainnya. Dengan demikian wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana komponen-komponennya memiliki arti didalam pendiskripsian perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pembangunan. Dari definisi tersebut terlihat bahwa tidak ada batasan spesifik dari luasan suatu

wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat “meaningful” untuk perencanaan, pelaksanaan, monitoring, pengendalian maupun evaluasi. Dengan demikian batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis (berubah-ubah), sehingga istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu.

Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan aspek fungsional.

Strategi Pembangunan Wilayah

Ketidakseimbangan pembangunan inter-regional, disamping menyebabkan kapasitas pembangunan regional yang sub-optimal, juga pada gilirannya menihilkan potensi-potensi pertumbuhan pembangunan secara agregat (makro) dan adanya interaksi pembangunan inter-regional yang sinergis (Rustiadi et al., 2004). Ada tiga strategi pengembangan wilayah:

(a)Strategi dan Sisi Pasokan (Supply Side Strategy)

(30)

kawasan. Pada tahap awal strategi ini sebenarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pertumbuhan/produktivitas wilayah, tapi jika tanpa perencanaan yang matang bisa terjadi pengurasan sumberdaya wilayah secara berlebihan. Mungkin pada awalnya akan terjadi pertumbuhan wilayah tetapi pada jangka waktu yang lama yang terjadi justru kerusakan sumberdaya wilayah. Hal ini terutama jika yang diproduksi adalah sumberdaya yang tak terbaharukan.

(b)Strategi Pengembangan Sisi Permintaan (Demand Side Strategy)

Seperti dikatakan di atas jika strategi pembangunan lebih ditekankan pada sisi pendekatan pasokan, pada akhirnya akan terbatas karena adanya keterbatasan dari sisi permintaan. Untuk itu dalam perkembangan selanjutnya, strategi pembangunan kawasan juga haras dikembangkan atas dasar strategi pengembangan sisi permintaan (demand side strategy). Strategi ini dikembangkan melalui upaya mendorong tumbuhnya permintaan akan barang dan jasa secara domestik melalui upaya-upaya peningkatan kesejahteraan (peningkatan tingkat pendapatan, pendidikan, sosial budaya, dan lain-lain) masyarakat kawasan.

(c)Strategi Keterkaitan (Linkages)

Bisa terjadi suatu wilayah dan sisi pasokan relatif tinggi tetapi mempunyai keterbatasan dalam permintaan, atau sebaliknya dan sisi permintaan relatif tinggi tetapi terbatas akan sumber daya/pasokan. Keterbatasan dan kelebihan dari suatu wilayah seharusnya dapat dipertemukan sehingga perekonomian wilayah secara keseluruhan dapat meningkat. Untuk itu strategi yang ketiga adalah strategi keterkaitan (linkages). Strategi berbasis keterkaitan antar kawasan pada awalnya dapat diwujudkan dengan pengembangan keterkaitan fisik antar kawasan dengan membangun berbagai infrastruktur fisik, seperti jaringan transportasi jalan, pelabuhan, jaringan komunikasi dan lainnya yang dapat menciptakan keterkaitan yang sinergis (saling memperkuat) antar kawasan. Tetapi keterkaitan fisik saja tidak cukup, harus disertai dengan pengembangan keterkaitan yang sinergis yang lebih luas, yakni dengan disertai kebijakan-kebijakan yang menciptakan struktur insentif yang mendorong keterkaitan yang sinergis antar kawasan. Pengembangan keterkaitan yang tidak tepat sasaran dapat mendorong backwash yang lebih massif yang pada akhirnya justru memperparah kesenjangan dan ketidakberimbangan pembangunan inter-regional. Oleh karena itu keterkaitan inter-regional yang diharapkan adalah bentuk-bentuk keterkaitan yang sinergis atau yang saling memperkuat, bukan memperlemah.

Sejalan dengan teori tersebut, Lorenzo-Alvarez dalam Mahbubah, 2008 mengemukakan bahwa kebijakan pembangunan pemerintah yang mendorong wilayah miskin dalam rangka menyetarakan standar hidup dengan wilayah maju, maka pemerintah dapat menggunakan tiga instrumen utama berikut : (i) Desentralisasi keuangan, (ii) Perbaikan sistem perdagangan dan (iii) Penyediaan infrastruktur yang tepat.

(31)

3 METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Januari-April 2015. Adapun lokasi penelitian ini terletak pada Kabupaten Buru Provinsi Maluku (Gambar 3). Kabupaten Buru secara geografis terletak di antara 2025’ - 3055’ Lintang Selatan dan 125070’ - 127021’ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Buru 7,595.58 km2 (69.42% luas Pulau Buru) dengan batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Seram

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Buru Selatan - Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Buru

- Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Manipa

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data

Jenis data terdiri atas data sekunder yang dikumpulkan melalui literatur dari dinas/badan/lembaga terkait seperti BPS, Bappeda, dokumen-dokumen perencanaan yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Buru Provinsi Maluku dan lainnya, serta perpustakaan. Jenis data yang dikumpulkan disesuaikan dengan tujuan penelitian.

Metode Analisis Data

Analisis Kemampuan dan Potensi Lahan

(32)

kelas, sub-kelas dan unit didasarkan atas kemampuan lahan tersebut memproduksi komoditas pertanian secara umum tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang. Dalam sistem ini sifat kimia tanah tidak digunakan sebagai pembeda karena sifat kimia tanah sangat mudah berubah, sehingga kurang relevan untuk digunakan. Sifat-sifat tanah/lahan yang digunakan sebagai pembeda hanyalah sifat-sifat fisik/morfologi tanah yang dapat dapat diamati di lapangan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Evaluasi Kemampuan lahan pada dasarnya merupakan evaluasi potensi sumberdaya lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian secara luas yang tidak membicarakan peruntukan jenis tanaman tertentu ataupun tindakan-tindakan pengelolaannya. Klasifikasi kemampuan lahan yang dianalisis adalah klasifikasi kemampuan lahan dalam tingkat kelas dan sub kelas. Terdapat beberapa parameter yang digunakan dalam analisis yaitu kemiringan lereng, drainase tanah, tingkat erosi dan kepekaan erosi, tekstur tanah serta kedalaman tanah.

Indikator untuk menilai kelas kemampuan lahan antara lain: (1) tekstur, (2) lereng permukaan, (3) drainase, (4) kepekaan erosi tanah. Penggolongan besarnya intensitas faktor penghambat dalam kriteria klasifikasi kelas kemampuan pada tingkat sub kelas mengikuti Arsyad (2010) (Lampiran 1).

Data yang digunakan adalah peta sistem lahan yang telah melalui proses pendetilan dengan menambahkan data sekunder, peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dan DEM Kabupaten Buru. Faktor penghambat tekstur, drainase, dan kepekaan erosi tanah diperoleh dari peta sistem lahan. Pengkelasan kelerengan diperoleh dari DEM dengan melakukan re-kelas sesuai dengan kelas yang ada pada lampiran 1. Proses selanjutnya adalah semua peta ditumpangtindihkan sehingga menghasilkan poligon-poligon yang lebih detail, diperoleh dari perpotongan dari poligon-poligon dari peta faktor penghambat. Setiap poligon detail tersebut disebut satuan lahan homogen yang memiliki nilai tekstur, drainase, lereng permukaan dan kepekaan erosi tanah. Contoh matriks sub kelas kemampuan lahan pada satuan lahan homogen sebagaimana disajikan pada lampiran 2. Berdasarkan nilai tersebut setiap poligon ditetapkan kelas kemampuan dan sub kelas kemampuan lahannya. Hasil analisis kemampuan lahan kemudian dipakai untuk menganalisis potensi lahan dengan cara peta tersebut ditumpangtindihkan dengan peta penggunaan lahan yang dapat dimanfaatkan (semak belukar, semak belukar rawa, lahan terbuka) untuk pengembangan pertanian di Kabupaten Buru.

Analisis Keterkaitan Kelas Kemampuan Lahan, Penggunaan Lahan dan Pola Ruang

(33)

Tabel 1 Kriteria Penggunaan Lahan yang Diperkenankan Pada Setiap Kelas Kemampuan Lahan

No Kemampuan lahan Penggunaan lahan yang diperkenankan 1.

Semua jenis penggunaan lahan kecuali Psi

Semua jenis penggunaan lahan kecuali Psi dan Pi (hanya Psd) Pt, semua jenis penggembalaan, semua jenis hutan

Semua jenis penggembalaan (Pgi, Pgsd, Pgt), semua jenis hutan Pgsd, Pgt, semua jenis hutan

Pgt, hutan

Cagar alam dan hutan lindung

Sumber : Klingebiel dan Montgomery (1961, diringkas) dan Fenton (2014), dalam Widiatmaka et al., (2015).

Keterangan: Psi: Pertanian sangat intensif; Pi: Pertanian intensif; Psd: Pertanian intensitas sedang; Pt: Pertanian terbatas; Pgi: Penggembalaan intensif; Pgsd: Penggembalaan sedang; Pgt: Penggembalaan terbatas

Terdapat empat evaluasi keselarasan lahan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:

1) Evaluasi keselarasan penggunaan lahan aktual terhadap kemampuan lahan, evaluasi ini bertujuan untuk melihat keselarasan penggunaan lahan aktual terhadap kelas kemampuan lahan di Kabupaten Buru. Hal ini dilakukan dengan cara menumpangtindihkan peta penggunaan lahan aktual dengan peta kemampuan lahan. Semakin besar ketidakselarasan maka semakin besar pula penyimpangan penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan.

2) Evaluasi keselarasan pola ruang RTRW terhadap kemampuan lahan, evaluasi ini bertujuan untuk melihat keselarasan pola ruang RTRW terhadap kelas kemampuan lahan di Kabupaten Buru. Hal ini dilakukan dengan cara menumpangtindihkan peta pola ruang RTRW dengan peta kemampuan lahan. Semakin besar ketidakselarasan maka semakin besar pula penyimpangan pola ruang RTRW terhadap kemampuan lahan. 3) Evaluasi keselarasan penggunaan lahan aktual terhadap pola ruang

RTRW, evaluasi ini bertujuan untuk melihat tingkat konsistensi antara rencana pola ruang RTRW dengan penggunaan lahan aktual. Selain itu dapat dinilai kemungkinan diterapkannya pola ruang berdasarkan kondisi penggunaan lahan aktual.

4) Evaluasi keselarasan penggunaan lahan aktual dan pola ruang RTRW terhadap kemampuan lahan, evaluasi ini bertujuan untuk melihat interaksi kemampuan lahan, penggunaan lahan aktual dan pola ruang RTRW.

Hasil evaluasi ini kemudian digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menyusun arahan pengembangan wilayah. Evaluasi keselarasan lahan terbagi atas dua kondisi keselarasan yaitu: 1) selaras (S) dan tidak selaras (TS). Penilaian keselarasan ini dilakukan melalui tabel penilaian keselarasan (Lampiran 3).

Komoditas Pertanian Unggulan Wilayah Location Quotient (LQ)

(34)

wilayah lain di pasar nasional atau domestik. Identifikasi sektor basis didekati dengan menggunakan metode indeks Location Quotient (LQ).

Secara umum metode ini digunakan untuk menunjukan lokasi pemusatan/basis suatu aktifitas dan dapat mengidentifikasi sektor unggulan atau keunggulan komparatif suatu wilayah. Location Quontient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu dengan pangsa total aktifitas tersebut dalam total aktifitas wilayah. Asumsi yang digunakan adalah (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktifitas bersifat seragam dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama. Persamaan dari LQ adalah:

LQij =� / X .X / X

..

Dimana:

LQij : Location Quotien

Xij : adalah nilai indikator luas panen/luas tanam/produksi komoditas ke-j

pada

wilayah kecamatan ke-i

Xi : adalah jumlah seluruh indikator aktifitas luas panen/luas tanam/produksi

komoditas di wilayah kecamatan ke-i

Xj : adalah jumlah indikator aktifitas luas panen/ luas tanam/produksi

komoditas ke-j diseluruh wilayah, dan

X. : adalah penjumlahan nilai indikator seluruh aktifitas luas panen/ luas tanam/produksi komoditas diseluruh wilayah

Interpretasi dari hasil analisis pembagian lokasi tersebut adalah sebagai berikut: - Jika nilai LQij > 1, maka kondisi tersebut menunjukkan terjadinya

konsentrasi aktifitas luas panen/ luas tanam/produksi komoditas ke-j di sub wilayah kecamatan ke-i atau terjadi pemusatan aktifitas ke-j di sub wilayah ke-i. Dapat juga diartikan bahwa wilayah ke-i berpotensi untuk mengekspor produk aktifitas ke-j ke wilayah lain

- Jika nilai LQij = 1, maka kecamatan ke-i tersebut mempunyai pangsa aktivitas ke-j yang setara dengan pangsa sektor ke-j diseluruh wilayah. Atau dapat diarikan bahwa produk atau pertukaran produk perdagangan hanya terjadi dalam wilayah. Secara relatif wilayah i hanya mampu memenuhi kebutuhan internalnya tanpa bisa mengekspor ke wilayah lain. - Jika nilai LQij < 1, maka sub wilayah ke-i mempunyai pangsa relatif kecil

dibandingkan dengan pangsa aktifitas ke-j diseluruh wilayah atau pangsa pasar relatif ke-j diwilayah ke-i lebih rendah dari rataan aktifitas ke-j diseluruh wilayah.

Dalam analisis ini, dari nilai LQ yang diperoleh akan diketahui komoditas yang merupakan komoditas unggulan tiap kecamatan di Kabupaten Buru. Asumsi yang digunakan dalam menghitung komoditas unggulan di suatu wilayah adalah terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografi (Rustiadi dan Panuju, 2012.

Shift Share Analysis

(35)

kemampuan berkompetisi aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas (Rustiadi dan Panuju, 2012). Dari hasil analisis SSA akan diperoleh gambaran kinerja aktifitas Kabupaten Buru, yang dapat dijelaskan dari tiga komponen hasil analisis berikut:

a. Komponen Laju Pertumbuhan Total (komponen share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah di Kabupaten Buru pada dua titik waktu yang menunjukan dinamika total wilayah tersebut.

b. Komponen Pergeseran Proporsional (komponen Proportional Shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam Kabupaten Buru yang menunjukan dinamika sektor/aktivitas total dalam Kabupaten Buru.

c. Komponen Pergeseran Diferensial (komponen differential shift). Komponen ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktivitas tersebut dalam Kabupaten Buru.

Komponen ini menggambarkan dinamika

(keunggulan/ketidakunggulan) suatu sektor tertentu di kabupaten/kota tertentu terhadap sektor tersebut di kabupaten/kota lain.

Persamaan Shift Share Analysis adalah sebagai berikut:

��� = �.. � c = komponen differential shift X.. = nilai total sektor dalam

X.i = nilai total sektor tertentu dalam X

ij = nilai sektor tertentu dalam kabupaten/kota ke-i t

1 = tahun akhir t

0 = tahun awal

Arahan Pengembangan Wilayah

Arahan pengembangan wilayah ini diharapkan menjadi saran perbaikan untuk pengembangan wilayah di Kabupaten Buru kedepan. Rumusan arahan ini dilakukan secara deskriptif dengan mempertimbangkan analisis sebelumnya dan analisis ketimpangan pelayanan fasilitas (pendidikan, kesehatan dan jalan).

(36)

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH Kondisi Geografi

Pulau Buru (9,599 km2), panjang (140 km) dan lebar (90 km) dengan puncak bukit/gunung tertingginya adalah Kan Palatmada (2,429 m). Terdapat 3 (tiga) blok pegunungan yang masing-masing dipisahkan oleh struktur kelurusan lembah. Pada bagian barat tapak Kan Palatmada dengan ketinggian diatas 2000 m,dimana dibatasi oleh lembah depresi Sungai Nibe - Danau Rana dan Sungai Wala. Pada blok tengah dengan ketinggian diatas 1000 m yang dibentuk oleh Teluk Kayeli dan Lembah Apu, Blok selatan dibentuk oleh Lembah Kalua dengan gunung Batabual (1,731 m).

Keberadaanya di antara tiga kota penting di Indonesia Timur (Makasar, Manado/Bitung dan Ambon) dan dilalui Sea Line III, telah menempatkan Kabupaten Buru pada posisi yang strategis. Kabupaten Buru mempunyai luas sekitar 7,594.98 Km². Sebagian besar wilayahnya berada pada pulau Buru. Bila ditinjau dari luasnya menurut kecamatan, maka kecamatan terbesar adalah Kecamatan Air Buaya (4,534 Km² atau 59.70 % dari luas kabupaten), kemudian diikuti oleh Kecamatan Waeapo (1,232 Km² atau 16.22 % dari luas kabupaten) dan terkecil terdapat pada Kecamatan Bata Bual (292.60 Km² atau 3.85 % dari luas kabupaten), lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Luas Daerah Kecamatan Terhadap Luas Kabupaten Buru. Kecamatan Luas Area

Bentuk wilayah Kabupaten Buru dikelompokkan berdasarkan pendekatan fisiografi (makro relief), yaitu dataran, pantai, perbukitan dan pegunungan termasuk di dalamnya dataran tinggi (plateau / pedmont) dengan kelerengan yang bervariasi. Kabupaten Buru didominasi oleh kawasan pegunungan dengan elevasi rendah berlereng agak curam dengan kemiringan lereng > 40 % yang meliputi luas 15.43% dari keseluruhan luas daerah ini. Jenis kelerengan lain yang mendominasi kawasan ini adalah elevasi rendah berlereng bergelombang dan agak curam serta elevasi sedang berlereng bergelombang dan agak curam dengan penyebaran lereng di bagian Utara dan Barat rata-rata berlereng curam terutama di sekitar Gunung Kepala Madan. Sedangkan di bagian Timur terutama di sekitar Sungai Waeapo merupakan daerah elevasi rendah dengan jenis lereng landai sampai agak curam.

Klimatologi

(37)

udara yang relatif tinggi. Pada tahun 2012, suhu udara berkisar antara 21.20°C sampai 33.60°C. Suhu udara maksimum terdapat pada bulan September 2012 (33.60°C), sedangkan suhu udara minimum terdapat pada bulan Juni (21.20°C).

Kabupaten Buru mempunyai kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata berkisar antara 81.2 %. Suhu minimum dan maksimum, serta kelembaban udara rata-rata pada tahun 2012. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan topografi, dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu, jumlah curah hujan beragam menurut bulan.

Rata-rata curah hujan selama tahun 2012 berkisar antara 10.00 mm (bulan November) sampai 348.0 mm (bulan Juli). Pada tahun 2012, rata-rata kecepatan angin per bulan di kabupaten Buru berkisar antara 3 hingga 25 knot. Kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Agustus sebesar 25 knot

Geologi

Kondisi Geologi di Kabupaten Buru adalah sebagai berikut :

(1). Satuan Litostratigrafi Kabupaten Buru disusun oleh Batuan Metamorfosa/malihan, yang dituutp oleh batuan sedimen baik selaras maupun tidak selaras di atasnya, sertabatuan terobosan/intrusi yang memotong batuan metamorfosa dan batuan sedimen` diatasnya.

(2). Struktur Geologi Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa batuan tertua di Pulau Buru adalah Kompleks, metamorfosa/malihan regional dinamotermal yang berumur Pra Tersier (Permo). Poros Lipatan (antiklin dan sinklin) yangberarah Barat laut – Tenggara menunjukkan bahwa tekanan gaya Kompressoal berasal dari Timur laut – Barta daya untuk batuan yang berumur Pra Tersier. Kemudian pda tersier pola arah umum perlipatan menjadi Timur – Barat, yang berarti bahwa arah gaya Kompressional berarah Utara – Selatan, hal ini menunjukkan adanya rotasi dari Pra Tersier ke Tersier.

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan merupakan salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan juga. Hal ini dikarenakan dengan di identifikasinya penggunaan lahan, maka dapat diketahui potensi lahan yang akan dikembangkan untuk komoditas unggulan pertanian. Adapun penggunaan lahan yang ada di Kabupaten Buru dapat dilihat pada Gambar 4.

(38)

Gambar 4 Penggunaan Lahan Kabupaten Buru

Tabel 3 Sebaran Luas Penggunaan Lahan Wilayah Kabupaten Buru 2013 Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Hutan Primer 63,657 13.15

Hutan Sekunder 150,692 31.12

Semak Belukar 167,399 34.57

Perkebunan 293 0.06

Pemukiman/Lahan Terbangun 1,382 0.29

Lahan Terbuka 3,020 0.62

Padang Rumput 46,951 9.70

Tubuh Air 1,362 0.28

Hutan Mangrover 5,650 1.17

Semak Belukar Rawa 9,899 2.04

Pertanian Lahan Kering 20,946 4.33

Kebun Campuran 3,712 0.77

Sawah 5,438 1.12

Bandara dan Pelabuhan 79 0.02

Pemukiman Transmigrasi 3,728 0.77

Rawa 7 0.00

Total 484.223 100

Sumber : Peta penggunaan lahan Kabupaten Buru, 2013

Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kependudukan

(39)

jiwa perempuan. Penyebaran penduduk kabupaten Buru kurang merata. Hal ini terlihat dari angka kepadatan penduduk yang berbeda secara signifikan antara daerah satu dengan daerah lainnya. Daerah yang terpadat penduduknya adalah kecamatan Namlea (Tabel 4).

Tabel 4 Distribusi Persentase Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Buru

Kecamatan Persentase penduduk Kepadatan penduduk per km2

Namlea 34.31 41.49

Waeapo 32.25 30.12

Waplau 8.99 34.29

Batabual 6.78 26.67

Air Buaya 17.67 4.48

Sumber : Buru Dalam Angka, 2013

Dataran Waeapo pada awal '70-an menjadi salah satu tempat pemukiman bagi para Tapol/Napol kasus G30S. Dan kemudian pada awal '80-an mulai dibuka untuk unit-unit pemukiman transmigrasi dan sampai sekarang menjadi lumbung padi untuk Pulau Buru. Perkembangan desa yang menjadi pemukiman transmigran di Kabupaten Buru dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Penduduk Unit Transmigrasi di Kecamatan Waeapo Kabupaten Buru

Nama Desa Tahun

Penempatan

Jumlah

KK Keterangan

Desa Waenatat (Ex. Unit A) 1978/1980 675 Sudah Diserahkan Ke PemKab Buru Desa Waegeren (Ex. Unit B) 1978/1980 606 Sudah Diserahkan Ke PemKab Buru Desa Waetele (ex. Unit C) 1981/1981 375 Sudah Diserahkan Ke PemKab Buru Desa Waekasar (Ex. Unit D) 1981/1982 417 Sudah Diserahkan Ke PemKab Buru Desa Parbulu (Ex. Unit E) 1981/1982 412 Sudah Diserahkan Ke PemKab Buru Desa Debowae (Ex. Unit F) 1981/1982 418 Sudah Diserahkan Ke PemKab Buru Desa Waetina (Ex. Unit G) 1982/1983 408 Sudah Diserahkan Ke PemKab Buru Desa Waetina (ex. Unit H) 1982/1983 408 Sudah Diserahkan Ke PemKab Buru Desa Grandeng (Ex. Unit I) 1982/1983 323 Sudah Diserahkan Ke PemKab Buru Desa Waeleman (Ex. Unit J) 1982/1983 320 Sudah Diserahkan Ke PemKab Buru Desa Waeflan (Ex. Unit K) 1995/1996 225 Sudah Diserahkan Ke PemKab Buru Desa Wabloy (Ex. Unit N SP 1) 1999/2000 240 Sudah Diserahkan Ke PemKab Buru Desa Kubalahin (Ex. Unit SP 2) 1999/2000 475 Sudah Diserahkan Ke PemKab Buru Desa Awilinan (Ex. UPT A Karamat) - - Sudah Diserahkan Ke PemKab Buru UPT. M. Debowae (Wamsait) 1998/1999 484 Masih Dibina

Sumber : Buru Dalam Angka, 2013

Ketenagakerjaan

(40)

Tabel 6 Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas Menurut Jenis Kegiatan Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Buru

Jenis Kegiatan Utama Laki-laki Perempuan Jumlah I. Angkatan Kerja 30,734 16,369 47,103

Salah satu faktor pendukung keberhasilan pembangunan di suatu daerah adalah adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui jalur pendidikan, pemerintah berupaya untuk menghasilkan dan meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia sekarang ini lebih diutamakan dengan memberikan kesempatan kepada penduduk untuk mengecap pendidikan yang seluas-luasnya, terutama penduduk pada kelompok umur 7 sampai 24 tahun yaitu kelompok usia sekolah.

Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahun mengumpulkan data mengenai pendidikan, salah satunya melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Beberapa informasi tentang pendidikan yang dikumpulkan dalam Susenas antara lain mengenai penduduk usia sekolah (7–24 tahun), kemampuan baca-tulis, dan status sekolah seperti yang disajikan pada Tabel 7, Tabel 8 dan Tabel 9.

Tabel 7 Penduduk Usia 7 sampai 24 Tahun yang Masih Sekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Buru

Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Laki + Perempuan

7 – 12 97.56 97.37 97.47

13 – 15 85.87 86.12 86.12

16 – 18 78.31 60.84 60.84

19 – 24 18.80 17.25 17.25

Sumber : Buru Dalam Angka, 2013

Tabel 8 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke atas Menurut Kemampuan Membaca dan Menulis di Kabupaten Buru

Kemampuan Baca Tulis Laki-laki Perempuan Laki + Perempuan

(41)

Tabel 9 Persentase Penduduk Berumur 7 sampai 24 Tahun Menurut Jenis Kelamin dan Partisipasi Sekolah di Kabupaten Buru

Jenis Kelamin Tidak/Belum

Kemiskinan dan keterisolasian masih merupakan kendala utama dalam dunia pendidikan. Masyarakat masih lebih mementingkan kebutuhan untuk konsumsi makanan dibandingkan pendidikan apalagi jika untuk memperoleh fasilitas pendidikan dibutuhkan biaya yang tinggi dan akses transportasi yang sulit dijangkau. Tak dapat dipungkiri bahwa ketersediaan fasilitas pendidikan yang mudah dijangkau baik dari segi jarak maupun biaya sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pendidikan penduduk suatu daerah. Sebaran fasilitas pendidikan di Kabupaten Buru dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah Fasilitas Pendidikan Menurut Kecamatan di Kabupaten Buru, 2012

Kecamatan TK SD/MI SLTP/MTs SMA/MA/SMK

Namlea 13 25 10 7

Faktor kesehatan menjadi satu dari tiga indikator penting penunjang pembangunan manusia karena tingkat produktivitas manusia secara langsung dapat tergali secara optimal apabila daya tahan tubuhnya sedang maksimal. Hal ini berarti pada saat seseorang sehat, aktivitas seperti bekerja, bersekolah, mengurus rumah tangga, berolahraga, maupun aktivitas lainnya dapat dilaksanakan dengan lebih baik dibandingkan saat kondisi tubuhnya sedang sakit.

Ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sejalan dengan itu, dari tahun ke tahun pemerintah membangun sarana kesehatan yang dilengkapi dengan fasilitas dan tenaga kesehatan yang diperlukan.

(42)

Tabel 11 Jumlah Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Kabupaten Buru

Sumber : Kabupaten Buru dalam angka, 2013

Gambaran Sektor Pertanian

Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia umumnya dan kabupaten Buru pada khususnya. Peranan sektor pertanian ini dapat dilihat dari kontribusinya pada PDRB Kabupaten Buru yaitu sebesar 44.61 % di tahun 2012, dengan penyerapan tenaga kerja yang relatif cukup besar dibandingkan dengan sektor lainnya. Selain itu, Kabupaten Buru dijadikan lumbung hasil pertanian di Provinsi Maluku.

Tanaman Pangan

Sub sektor tanaman pangan merupakan salah satu sub sektor pada sektor pertanian. Sektor ini mencakup tanaman padi (padi sawah dan padi ladang), jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang kedelai. Luas panen padi sawah di tahun 2012 mencapai 10,425.00 ha dengan produksi mencapai 48,168.5 ton gabah kering giling produksi ini mengalami penurunan daripada tahun sebelumnya yaitu 2011 sebanyak 52,500 ton gabah kering giling. Data lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 12 dan Gambar 5.

Gambar 5 Produksi Padi Sawah Kabupaten Buru Tahun 2009 - 2012 Produksi sayur di Kabupaten Buru terdiri dari cabai, bawang merah, tomat, bayam, kubis, kangkung, labu siam, terong, kacang panjang, dan buncis. Pada tahun 2012 luas panen cabai 88.89 ha, bawang merah 40.94 ha, tomat 107.67 ha.

(43)

Untuk lebih lengkapnya, hasil panen tanaman sayur-sayuran dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 12 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan di Kabupaten Buru

Jenis Tanaman Luas Panen (ha) Produksi (ton)

Tabel 13 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Sayuran di Kabupaten Buru

Jenis Tanaman Luas Panen (ha) Produksi (ton)

Sumber : Kabupaten Buru dalam angka, 2013

Tabel 14 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Buah di Kabupaten Buru

Jenis Tanaman Luas Panen (ha) Produksi (ton)

Sumber : Kabupaten Buru dalam angka, 2013

(44)

buah terbanyak yang dihasilkan di kabupaten Buru adalah pisang yaitu mencapai 694.88 ton, diikuti kemudian oleh durian dan mangga masing-masing mencapai 264.67 ton dan 249.26 ton.

Perkebunan Rakyat

Produksi cengkih, kelapa, coklat, dan jambu mete masih mendominasi di kabupaten Buru. Data lebih rinci disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan di Kabupaten Buru

Jenis Tanaman Luas Panen (ha) Produksi (ton)

Sumber : Kabupaten Buru dalam angka, 2013

Kehutanan

Menurut fungsinya, hutan dibagi menjadi kawasan lindung, kawasan budidaya, dan areal penggunaan lain. Luas kawasan lindung sampai dengan tahun 2012 sebesar 106,580.53 ha. Luas kawasan budidaya mencapai 352,002.63 ha yang terdiri dari hutan produksi terbatas sebesar 111,279.28 ha, hutan produksi tetap 106.895,66 ha, dan hutan produksi yang dapat dikonversi sebesar 133,827.69 ha. Sampai dengan tahun 2012, luas areal penggunaan areal tercatat sebesar 26,505.89 ha (Tabel 16).

Tabel 16 Luas Kawasan Hutan di Kabupaten Buru

Uraian Luas

I. Kawasan Lindung Hutan lindung

a. Hutan Lindung (HL) 99,827.25

b. Suaka Alam dan Pelestarian Alam (SA) 6,753.28 II. Kawasan Budidaya

a. Hutan produksi terbatas 111,279.28

b. Hutan produksi tetap 106,895.66

c. Hutan produksi yang dapat dikonversi 133,827.69 III. Areal Penggunaan Lain (APL) 26,505.89 Sumber : Kabupaten Buru dalam angka, 2013

Peternakan

Gambar

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian
Gambar 4 Penggunaan Lahan Kabupaten Buru
Tabel 5 Penduduk Unit Transmigrasi di Kecamatan Waeapo Kabupaten Buru
Gambar 5 Produksi Padi Sawah Kabupaten Buru Tahun 2009 - 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan dalam memahami setiap prosedur yang berkaitan dengan pelayanan dan rehabilitasi sosial, tanggung jawab yang tinggi dari pegawai dalam menyelesaikan setiap

A 2012-es év tapasztalatai azt mutatják, hogy a fajták (és nem csak a burgonyafajták) alkalmasságát az ökológiai termesztésre mindenképpen érdemes on-farm

Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan dapat di simpulkan bahwa faktor faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk beralih fungsi lahan dalam program

Pemegang Polis atau Tertanggung wajib untuk menjawab semua pertanyaan dengan jujur, benar, dan lengkap sebagai syarat diterbitkannya Polis Penanggung melakukan seleksi risiko dalam

Perlakuan varietas sangat berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi jagung QPM pada berbagai dosis pupuk N 2. Varietas Srikandi

Hati-hati menggunakan perintah ini apabila anda login sebagai root, karena root dengan mudah dapat menghapus seluruh file pada sistem dengan perintah di atas, tidak ada

penelitian yang digunakan adalah difusi cakram (disk diffusion) menurut Kirby- Bauer dengan melakukan pengamatan zona inhibisi yang terbentuk di sekeliling cakram gel

Sepanjang pernikahan komunikasi yang terjalin dengan kelima komponen tersebut akan membuat anak-anak yang patuh pada orang tua sekalipun dalam pernikahan beda budaya