• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EKONOMI REGIONAL PADA SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN (SWP) II PROPINSI JAWA TIMUR (KAB. SAMPANG, KAB. PAMEKASAN DAN KAB. SUMENEP).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS EKONOMI REGIONAL PADA SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN (SWP) II PROPINSI JAWA TIMUR (KAB. SAMPANG, KAB. PAMEKASAN DAN KAB. SUMENEP)."

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Oleh:

Agung Aditya Putra

0511010107/FE/IE

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT serta sholawat dan salam

kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Dengan rahmat, taufik serta

hidayah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “Analisis Ekonomi Regional Pada Satuan Wilayah

Pembangunan (SWP) II Propinsi Jawa Timur” sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dengan segala keterbatasan, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari sempurna, oleh karena itu segala masukan dan saran yang bersifat

menyempurnakan bagi skripsi ini, Penulis akan menerima dengan baik.

Atas terselesaikannya skripsi ini, peneliti menyampaikan rasa hormat dan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1.

Bapak Drs.EC. Wiwin Priana, MT, selaku dosen pembimbing yang

membantu Penulis dengan sabar dalam menyelesaikan skripsi ini dan selaku

dosen wali yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan

mendampingi peneliti selama menempuh pendidikan didalam perkuliahan.

2.

Bapak Prof.Dr.Ir.Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3.

Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, Msi, selaku Dekan Fakultas Ekonomi

(3)

yang banyak memberikan dorongan moril dan spiritual atas terselesaikannya

skripsi ini.

6.

Seluruh Teman-temanku dan Seseorang yang Penulis sayangi yang juga

telah membantu memberikan semangat kepada Penulis sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan.

Semoga penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik

sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi.

Wassallamu’alaikum Wr.Wb

Surabaya, 21 Mei 2010

(4)

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAKSI ...

xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang ...

1

1.2

Rumusan Masalah ...

8

1.3

Tujuan Penelitian ...

8

1.4

Manfaat Penelitian ...

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ...

10

2.2 Landasan Teori Ekonomi Pembangunan ...

14

2.2.1 Teori Ekonomi Regional ...

14

2.2.2 Produk Domestik Regional Bruto ... 20

2.2.2.1 Pendekatan Perhitungan PDRB ...

21

2.2.2.2 PDRB Perkapita ...

24

(5)

2.2.3.2 Perubahan Klasifikasi Sektor ...

29

2.2.3.3 Alasan Pergeseran Tahun Dasar 1983 ke

1993...

30

2.2.4 Satuan Wilayah Pembangunan...

36

2.3 Kerangka

Pikir

... 37

2.4 Hipotesis

... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...

41

3.2 Jenis Dan Sumber Data ...

49

3.2.1 Jenis Data ...

49

3.2.2 Sumber Data ...

49

3.3 Teknik Pengumpulan Data ...

50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ...

51

4.1.1 Gambaran Umum Satuan Wilayah Pembangunan (II)....

51

4.1.1.1 Kondisi Umum Kabupaten Sampang...

51

4.1.1.2 Kondisi Umum Kabupaten Pamekasan...

52

(6)

4.2.3 Perkembangan PDRB Sektoral Kabupaten Pamekasan..

59

4.2.4 Perkembangan PDRB Sektoral Kabupaten Sumenep ...

60

4.3

Hasil dan Pembahasan ...

61

4.3.1

Analisis

Shift-share ...

61

4.3.2 Analisis Shift-share untuk Potensi Regional...

63

4.3.2.1

Analisis

Shift-share untuk Potensi Regional

Kabupaten Sampang... 64

4.3.2.2

Analisis

Shift-share untuk Potensi Regional

Kabupaten Pamekasan ... 66

4.3.2.3

Analisis

Shift-share untuk Potensi Regional

Kabupaten Sumenep... 67

4.3.3 Analisis Shift-share untuk Propotional Shift...

69

4.3.3.1

Analisis

Shift-share untuk Propotional Shift

Kabupaten Sampang... 69

4.3.3.2

Analisis

Shift-share untuk Propotional Shift

Kabupaten Pamekasan ... 70

4.3.3.4

Analisis

Shift-share untuk Propotional Shift

Kabupaten Sumenep... 72

(7)

Kabupaten Pamekasan ... 75

4.3.4.3

Analisis

Shift-share untuk Defferential Shift

Kabupaten Sumenep... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

... 78

5.2 Saran ...

81

(8)

Agung Aditya Putra

ABSTRAKSI

Agar pembangunan daerah dan tujuannya berhasil maka pemerintah daerah

perlu berfungsi dengan baik pula. Oleh karena itu pembangunan daerah merupakan

usaha mengembangkan dan memperkuat pemerintah daerah dalam rangka makin

mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis serta bertanggung jawab.

Mengembangkan metode untuk menganalisa perekonomian suatu daerah penting

sekali artinya dalam usaha untuk mengumpulkan lebih banyak mengenai sifat-sifat

perekonomian suatu daerah dan mengenai proses pertumbuhan perekonomian daerah.

Atas dasar pemikiran tersebut penelitian bertujuan untuk mengetahui sektor-sektor

unggulan untuk dijadikan prioritas pembangunan dengan mengambil studi pada

Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) II Propinsi Jawa Timur.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari

lembaga-lembaga terkait. Dalam menganalisis sektor-sektor yang akan dijadikan unggulan

agar dapat terarah pada pokok permasalahannya digunakan uji Shift-Share dengan

definisi oprasional meliputi Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur, Produk

Domestik Regional Bruto Kabupaten Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) II .

Hasil analisa menunjukan dengan uji Shift-Share pada tiap kabupaten terdiri

dari Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri

Pengolahan, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, Sektor Konstruksi, Sektor

Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, Sektor

Keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan serta Jasa-jasa. Sehingga dapat ditentukan

sektor yang dapat mendorong atau menghambat pertumbuhan Jawa Timur, sektor

yang memiliki pertumbuhan lebih cepat atau lambat Jawa Timur, serta sektor yang

tumbuhnya cepat atau mempunyai keuntungan lokasional yang baik di banding sektor

yang sama di daerah lain.

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industrialisasi merupakan alur pokok pembangunan nasional dan pembangunan daerah yang bertujuan mewujudkan masyarakat yang maju dan mandiri. Selain berperan strategis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi secara berkelanjutan dan meningkatkan produktifitas masyarakat, juga berperan menciptakan lapangan usaha serta memperluas lapangan usaha serta memperluas kesempatan kerja, meningkatkan serta meratakan pendapatan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan. (Rasyid, 2007 : 2).

Pembangunan industri, sebagai motor penggerak perekonomian, akan terus didorong perannya karena telah terbukti memberi kontribusi yang berarti terhadap pembangunan nasional. Mengingat perannya yang strategis, sektor industri khususnya industri manufaktur, perlu ditingkatkan kinerjanya. Berbagai upaya perbaikan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi terhadap kemerosotan kinerja sektor industri telah dilakukan, namun kinerja itu tampaknya belum sepenuhnya pulih. Hal ini disebabkan adanya permasalahan yang membutuhkan perhatian dan perlu segera diatasi. (Wahyudi, 2008 : 3).

(10)

bahan baku dan industri penunjang di dalam negeri merupakan masalah utama yang dihadapi. Kondisi ini berakibat pada lemahnya keterkaitan antara industri hulu dan hilir, sehingga struktur industri secara keseluruhan menjadi rentan. Dampaknya tercermin dari besarnya ketergantungan komponen impor bahan baku dan setengah jadi pada industri kimia, otomotif, dan elektronika. (Kuncoro, 2000 : 2-3).

Masalah lain yang menuntut perhatian bersama adalah lemahnya penguasaan teknologi industri. Fakta di pasar menunjukkan bahwa sebagian besar produk lokal dihasilkan oleh industri berbasis teknologi rendah, yakni industri yang menghasilkan nilai tambah relatif rendah. Kondisi ini juga disebabkan oleh belum terpadunya pengembangan iptek di lembaga-lembaga penelitian yang tersebar di berbagai instansi dengan dunia industri. Ketertinggalan atas penguasaan teknologi membuat daya saing produk industri lemah dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Di pasar lokal, daya saing produk kita semakin terancam akibat belum meluasnya penerapan standarisasi nasional. (Mashudi, 2001 : 9).

(11)

pemerintah ikut campur dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kapabilitas nasional. (Porter, 1990 : 15).

Di Provinsi Jawa Timur, industri manufaktur terkonsentrasi di koridor Surabaya-Malang (Surabaya, Malang, Mojokerto, Gresik, Pasuruan dan Sidoarjo) dimana koridor Surabaya-Malang memberikan kontribusi sekitar 50% dari output sektor industri manufaktur di Jawa Timur, selain itu sektor industri manufaktur di provinsi Jawa Timur juga terkonsentrasi di Kediri dan Jember. Provinsi Jawa Timur memiliki peranan yang penting dalam sektor industri manufaktur di Indonesia. Industri manufaktur di Jawa Timur menyumbang sekitar 20 % dari nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor industri manufaktur di Indonesia dan sekitar 25 % tenaga kerja yang bekerja di sektor industri manufaktur Indonesia. Provinsi Jawa Timur merupakan pusat industri pembuatan dan perbaikan kapal laut, industri rel dan kereta api serta terkonsentrasinya pabrik gula. (Dick, 1993 : 230-255).

(12)

Kota Surabaya memberikan kontribusi terbesar yaitu sekitar 18 % dari tenaga kerja industri manufaktur Jawa Timur dan 19 % dari output industri manufaktur di Jawa Timur. (Landiyanto, 2008 : 15-16).

Pada Kota Surabaya terdapat dua kawasan industri, yaitu kawasan industri Rungkut yang dikelola oleh PT. SIER dan kawasan industri Tandes yang dikelola oleh PT. Sari Mulya Permai. Data pada tahun 1994 menunjukkan bahwa 39,6 % pendapatan industri manufaktur besar dan menengah Kota Surabaya terkonsentrasi pada kecamatan Rungkut tempat berlokasinya kawasan industri SIER (Surabaya

industrial Estate Rungkut). Selain itu, data tahun 1994 juga

menunjukkan bahwa 17,8 % pendapatan industri manufaktur kota Surabaya berada pada kecamatan Tandes tempat berlokasinya kawasan industri yang dikelola PT. Sari Mulya Permai. (Dick, 1993 : 325-343).

(13)

industri manufaktur di Kota Surabaya menyumbang nilai tambah nominal tinggi dalam kurun waktu 2004-2008 terkonsentrasi pada subsektor industri makanan, minuman dan tembakau dan subsektor industri barang dari logam, mesin dan peralatan. (Anonim, 2006 : 22).

Peningkatan pendapatan industri manufaktur di Kota Surabaya juga didukung oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya. Dorongan peningkatan kinerja industri terkait dengan perbaikan kinerja pada ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya pada tahun 2004 mencapai 6,80 %, dan terus meningkat pada tahun 2005 menjadi 7,35 %. Pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya pada tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 6,64 %, pada tahun 2007 Pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya mengalami peningkatan sebesar 6,74 %, dan pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya mengalami penurunan sebesar 6,28 %. (Anonim, 2007 : 13).

(14)

wilayah kecamatan Tandes (Tandes, Asemrowo dan Sukomanunggal). Periode tahun 2005-2007 menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor industri manufaktur di Kota Surabaya telah meningkat. Hal ini dapat dilihat peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor industri manufaktur di Kota Surabaya dari 152.901 pekerja pada tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 139.439 pekerja pada tahun 2005 pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 154.780 pekerja. Pada tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 227.399 pekerja yang didorong oleh perkembangan industri Kota Surabaya akibat penghematan urbanisasi. Penghematan urbanisasi memunculkan fenomena yang disebut dengan aglomerasi perkotaan yang menyebabkan terjadinya perluasan wilayah metropolitan (extended

metropolitan regions) dan mendorong industrialisasi pada suatu

wilayah. Pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 146.939 pekerja. (Kuncoro, 2006 : 76-77).

Atas dasar uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengamati masalah pendapatan industri manufaktur di kota Surabaya dan mengkaji lebih dalam lagi tentang ”Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan Industri Manufaktur Di Kota Surabaya”.

1.2. Perumusan Masalah

(15)

a. Apakah Jumlah Perusahaan Industri Manufaktur, Kredit Modal Kerja, Jumlah Tenaga Kerja, dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Pendapatan Industri Manufaktur di Kota Surabaya ?

b. Diantara variabel Jumlah Perusahaan Industri Manufaktur, Kredit Modal Kerja, Jumlah Tenaga Kerja, dan Pertumbuhan Ekonomi manakah yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap Pendapatan Industri Manufaktur di Kota Surabaya ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah di kemukakan sebelumnya, maka perlu diketahui tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui apakah variabel Jumlah Perusahaan Industri Manufaktur, Kredit Modal Kerja, Jumlah Tenaga Kerja, dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Pendapatan Industri Manufaktur di Kota Surabaya ?

(16)

1.4. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, maka hasilnya diharapkan dapat diambil manfaat sebagai berikut :

a. Bagi Pengembangan Keilmuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu yang berharga bagi pihak universitas khususnya Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur sekaligus sebagai koleksi pembendaharaan referensi dan tambahan wacana pengetahuan untuk perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.

b. Bagi Sektor Industri

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau masukan terhadap industri manufaktur di Kota Surabaya serta sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan ekonomi industri yang berhubungan dengan masalah pendapatan industri manufaktur.

c. Bagi Peneliti

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang

dapat dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian yang

berkaitan dengan analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

pendapatan industri manufaktur di Kota Surabaya, antara lain :

a. Fransiska (2001 : 10), dengan judul penelitian “Peranan Penanaman Modal Asing Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Pada Sektor Industri Manufaktur Di Kota Surabaya”. Dari analisa

uji F disimpulkan bahwa variabel bebas yang

b. terdiri dari PMA (X1), jumlah industri manufaktur (X2), tingkat

inflasi (X3) dan angkatan kerja (X4) berpengaruh secara nyata

terhadap variabel terikat yaitu penyerapan tenaga kerja (Y)

dengan F hitung = 12,086 > F tabel = 3,48. Sedangkan dari analisa uji

t, menunjukkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari PMA (X1)

berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat yaitu

penyerapan tenaga kerja (Y) dimana t hitung (X1) = 6,813 > t tabel =

2,228. Variabel jumlah industri manufaktur (X2) berpengaruh

secara nyata terhadap variabel terikat yaitu penyerapan tenaga

kerja (Y) dimana t hitung (X2) = 2,512 < t tabel = 2,228. Variabel

(18)

variabel terikat yaitu penyerapan tenaga kerja (Y) dimana t hitung

(X3) = 1,875 < t tabel = 2,228. Hal ini karena walaupun terjadi

inflasi pengusaha tetap membutuhkan modal untuk menambah

produksi disebabkan keuntungan besar. Variabel angkatan kerja

(X4) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat

penyerapan tenaga kerja (Y) dimana t hitung (X4) = 2,319 > t tabel =

2,262.

c. Mashudi (2002 : 9), dengan judul jurnal penelitian “Pengaruh Modal, Pendidikan dan Tenaga kerja Terhadap Pendapatan

Pengusaha Sepatu Sandal Kulit di Kabupaten Magetan”. Dari

analisa uji F disimpulkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari

proporsi modal (X1), tingkat pendidikan (X2), dan jumlah tenaga

kerja (X3) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat

yaitu pendapatan pengusaha sepatu sandal kulit (Y) dengan F hitung

= 11,077 > F tabel = 3,69. Sedangkan dari analisa uji t,

menunjukkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari proporsi

modal (X1) tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel

terikat yaitu pendapatan pengusaha sepatu sandal kulit (Y)

dimana t hitung (X1) = 7,709 > t tabel = 0,05. Variabel tingkat

pendidikan (X2) berpengaruh secara nyata terhadap variabel

terikat yaitu pendapatan pengusaha sepatu sandal kulit (Y)

dimana t hitung (X2) = 5,225 > t tabel = 0,05. Sedangkan variabel

(19)

variabel terikat yaitu pendapatan pengusaha sepatu sandal kulit

(Y) dimana t hitung (X3) = 3,137 > t tabel = 0,05.

d. Prakoso (2003 : 65), dengan judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada

Sektor Industri Manufaktur Di Jawa Timur,” Dari analisa uji F

disimpulkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari investasi (X1),

jumlah industri manufaktur (X2), nilai produksi (X3), tingkat upah

(X4), berpengaruh secara nyata terhadap terhadap variabel terikat

yaitu penyerapan tenaga kerja (Y) dengan F hitung = 31,915 > F tabel

= 3,59. Sedangkan dari analisa uji t, menunjukkan bahwa variabel

bebas yang terdiri dari investasi (X1) tidak berpengaruh secara

nyata terhadap variabel terikat yaitu penyerapan tenaga kerja (Y)

dimana t hitung (X1) = 1,472 < t tabel = 2,228. Hal tersebut karena

untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri

manufaktur, pemerintah kurang berusaha untuk mengembangkan

potensi-potensi yang dapat memberikan kontribusi terhadap

penyerapan tenaga kerja pada sektor industri manufaktur di Jawa

Timur. Variabel jumlah industri manufaktur (X2) berpengaruh

secara nyata terhadap variabel terikat yaitu penyerapan tenaga

kerja (Y) dimana t hitung (X2) = 2,810 > t tabel = 2,228. Variabel

nilai produksi (X3) berpengaruh secara nyata terhadap variabel

terikat yaitu penyerapan tenaga kerja (Y) dimana t hitung (X3) =

(20)

berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat yaitu

penyerapan tenaga kerja (Y) dimana t hitung (X4) = 3,407 > t tabel =

2,228.

e. Lestari (2004 : 9), dengan judul penelitian “Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri Manufaktur Di Kota

Surabaya”. Dari analisa uji F disimpulkan bahwa variabel bebas

yang terdiri dari pendapatan perkapita (X1), tingkat suku bunga

(X2) dan jumlah tenaga kerja (X3) berpengaruh secara nyata

terhadap variabel terikat yaitu pertumbuhan industri manufaktur

(Y) dengan F hitung 64,879 > F tabel 4,76. Sedangkan dari analisa uji

t, menunjukkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari

pendapatan perkapita (X1) berpengaruh secara nyata terhadap

variabel terikat yaitu pertumbuhan industri manufaktur (Y)

dimana t hitung (X1) = 11,152 > t tabel 2,447. Variabel tingkat suku

bunga (X2) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat

yaitu pertumbuhan industri manufaktur (Y) dimana t hitung (X2) =

2,502 > t tabel 2,447. Sedangkan variabel jumlah tenaga kerja (X3)

tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat yaitu

pertumbuhan industri manufaktur (Y) dimana t hitung (X3) =

-1,4587 < t tabel -2,447. Hal tersebut dikarenakan semakin produktif

tenaga kerja maka upah yang diminta juga semakin tinggi

(21)

f. Wigatiningsih (2005 : 55), dengan judul penelitian “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Industri Manufaktur di

Jawa Timur”. Dari analisa uji F disimpulkan bahwa variabel

bebas yang terdiri dari nilai investasi (X1), jumlah tenaga kerja

(X2) dan jumlah industri manufaktur (X3) berpengaruh secara

nyata terhadap variabel terikat yaitu pendapatan industri

manufaktur (Y) dengan F hitung = 7,401 > F tabel = 3,59. Sedangkan

dari analisa uji t, menunjukkan bahwa variabel bebas yang terdiri

dari nilai investasi (X1) berpengaruh secara nyata terhadap

variabel terikat yaitu pendapatan industri manufaktur (Y) dimana

t hitung (X1) = 2,231 > t tabel = 2,201. Variabel jumlah tenaga kerja

(X2) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat yaitu

pendapatan industri manufaktur (Y) dimana t hitung (X2) = 2,225 >

t tabel = 2,201. Hal tersebut dikarenakan semakin banyak jumlah

tenaga tidak akan mempengaruhi pendapatan industri manufaktur

karena tingkat produktifitasnya masih rendah dalam melakukan

proses produksi. Sedangkan variabel jumlah industri manufaktur

(X3) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat yaitu

pendapatan industri manufaktur (Y) dimana t hitung (X3) = 2,960 >

t tabel = 2,201.

g. Andini (2006 : 50), dengan judul penelitian “Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Industri Manufaktur di

(22)

variabel bebas yang terdiri dari nilai investasi (X1), jumlah tenaga

kerja (X2), pendapatan perkapita (X3), dan jumlah industri

manufaktur (X4) berpengaruh secara nyata terhadap variabel

terikat yaitu pendapatan industri manufaktur di Kabupaten

Nganjuk (Y), dengan F hitung 19,24 > F tabel 3,48. Sedangkan dari

analisa uji t, menunjukkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari

nilai investasi (X1) berpengaruh secara nyata terhadap variabel

terikat yaitu pendapatan industri manufaktur di Kabupaten

Nganjuk (Y) dimana t hitung (X1) = 39,206 > t tabel = 2,228.

Variabel jumlah tenaga kerja (X2) berpengaruh secara nyata

terhadap variabel terikat yaitu pendapatan industri manufaktur di

Kabupaten Nganjuk (Y) dimana t hitung (X2) = 3,049 > t tabel =

2,228. Variabel pendapatan perkapita (X3) berpengaruh secara

nyata terhadap variabel terikat yaitu pendapatan industri

manufaktur di Kabupaten Nganjuk (Y) dimana t hitung (X3) = 2,657

> t tabel = 2,228. Sedangkan variabel jumlah industri manufaktur

(X4) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat yaitu

pendapatan industri manufaktur di Kabupaten Nganjuk (Y)

dimana t hitung (X3) = -0,204 < t tabel = -2,228. Hal tersebut

diakibatkan karena mutu secara kuantitas maupun kualitas produk

yang dihasilkan masih rendah sehingga pendapatan industri

(23)

h. Irfan (2007 : 4), dengan judul jurnal penelitian“Tingkat Efisiensi Industri Makanan dan Minuman, Tembakau, Tekstil dan Kulit di

Daerah Istimewa Yogyakarta“.Variabel yang digunakan jumlah

biaya industri, jumlah tenaga kerja, nilai barang yang dihasilkan,

pendapatan jasa industri dan pendapatan lainnya. Berdasarkan

analisis Data Envelopment Analysis (DEA) disimpulkan bahwa

sebagian besar industri-industri di Daerah Istimewa Yogyakarta

mempunyai tingkat efisiensi yang berbeda. Dengan menggunakan

DEA dapat diketahui input mana yang harus diminimumkan dan

output yang mana yang harus ditingkatkan pada industri makanan

dan minuman, tembakau, tekstil dan kulit.

i. Rasyid (2007 : 2), dengan judul jurnalpenelitian “Kinerja Sektor Industri Manufaktur Di Jawa Timur Pasca Krisis Ekonomi :

Evaluasi Produktivitas Dan Skala Produksi“. Fungsi

produktivitas yang diturunkan dari fungsi produksi Constant

Elasticity of Substitution (CES) digunakan sebagai model

estimasi. Melalui metode prinsip kuadrat terkecil, diperoleh

hasil penting mengenai kaitannya dengan koefisien elastisitas

substitusi dan hasil skala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

hasil skala tidaklah konstan tetapi meningkat dan elastisitas

substitusi adalah relatif rendah. Di samping itu ditunjukkan

(24)

teknologi memiliki pengaruh signifikan terhadap produktivitas

tenaga kerja.

j. Sawitri (2007 : 1), dengan judul jurnal penelitian “Alat Pengendalian, Evaluasi Dan Sistem Umpan Balik Pada Industri

Manufaktur Dan Jasa“. Dengan metode survey ke manajer suatu

unit bisnis, pusat laba atau divisional dalam baik perusahaan

manufaktur maupun jasa yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.

Melaui analisis varians (ANOVA) menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan yang signifikan akan alat pengendalian evaluasi dan

sistem umpan balik di industri manufaktur dan jasa.

k. Landiyanto (2008 : 1), dengan judul jurnal penelitian “Konsentrasi Spasial Industri Manufaktur (Tinjauan Empiris di

Kota Surabaya)”. Disimpulkan bahwa pada industri manufaktur,

konsentrasi spasial ditentukan oleh biaya upah, biaya transportasi

dan akses pasar serta ekstenalitas dari konsentrasi spasial yang

berkaitan dengan penghematan lokalisasi dan penghematan

urbanisasi. Berdasarkan analisis LQ, Ellison Glaeser Indeks dan

Maurel Sedillot Indeks diketahui bahwa Industri manufaktur di

kota Surabaya terkonsentrasi di kecamatan Rungkut, Tandes dan

Sawahan sedangkan subsektor unggulan kota Surabaya adalah

industri makanan dan minuman, tembakau, logam, mesin dan

(25)

2.1.1. Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada kesempatan kali ini

berbeda dengan penelitian–penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian

yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan penelitian yang

dilakukan sekarang terletak pada kurun waktu, ruang lingkup, tempat

penelitian dan jumlah variabel yang digunakan untuk penelitian.

Berdasarkan penelitian terdahulu seperti yang telah disebutkan

diatas, yang juga merupakan dasar acuan untuk penelitian kali ini

dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap

Pendapatan Industri Manufaktur Di Kota Surabaya”, dengan variabel

terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendapatan Industri

Manufaktur (Y), sedangkan variabel bebas yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari Jumlah Perusahaan Industri Manufaktur (X1),

Kredit Modal Kerja (X2), Jumlah Tenaga Kerja (X3), dan Pertumbuhan

Ekonomi (X4).

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pendapatan

2.2.1.1. Pengertian Pendapatan

Pendapatan adalah hasil dari terjemahan bahasa Inggris “Income”

yang di artikan sebagai pendapatan. Menurut pengertian yang sempit

pendapatan meliputi operasional yaitu pendapatan yang timbul atau

(26)

timbul dari laba atau rugi penjualan aktiva tetap atau investasi tidak

termasuk pendapatan. Sedangkan pendapatan pada industri manufaktur

merupakan pendapatan bruto yaitu pendapatan diperoleh dari nilai

produksi industri manufaktur pertahun, yang merupakan harga dari

produksi industri manufaktur yang sudah dikelola menjadi barang jadi

dan siap dipasarkan pada konsumen. Pendapatan tersebut dapat

diperoleh dengan menghitung jumlah produksi industri manufaktur

dikalikan dengan harga produk industri manufaktur.

Pendapatan adalah barang atau jasa yang dapat dikonsumsi

selama periode tertentu. Dengan demikian dapat terlihat pendapatan

mempunyai pengaruh terhadap konsumsi dan tabungan. Dengan adanya

peningkatan pendapatan maka konsumsi meningkat dan tabungan akan

meningkat pula. (Nisjar dan Winardi, 1997 : 28).

Pendapatan menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh

seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya

satu tahun) sedangkan pendapatan itu sendiri terdiri dari: upah, atau

penerimaan tenaga kerja, pendapatan dari kekayaan seperti: sewa,

bunga, deviden serta pembayaran transfer atau penerimaan dari

pemerintah seperti: tunjangan sosial atau asuransi. (Samuelson dan Nordhaus, 1992 : 258).

Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa

(27)

seseorang atau faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses

poduksi dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).

2.2.2. Pengertian Umum Industri 2.2.2.1. Definisi Industri

Industri adalah usaha produktif terutama dalam bidang produksi

atau perusahaan tertentu untuk menyelenggarakan jasa-jasa misalnya

transportasi dan peralatan perhubungan yang menggunakan modal

tenaga kerja dalam jumlah relatif besar. (Nisjar dan Winardi, 1997 : 181).

Industri adalah tiap usaha yang merupakan unit produksi yang

membuat barang atau mengerjakan suatu barang atau bahan untuk

masyarakat disuatu tempat tertentu. (Arsyad, 1992 : 57).

Menurut Undang-Undang RI No. 5 tahun 1984 pasal 1 tentang

perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,

bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi menjadi barang yang

bernilai lebih tinggi, untuk penggunaannya termasuk kegiatan rancang

bangun dan perekayasa industri. (Anonim, 1994 : 21).

Berdasarkan pengertian tersebut diatas ternyata ada suatu

kesamaan yaitu mengenai proses produksi yang merupakan rangkaian

kegiatan dalam meningkatkan guna atau manfaat dari suatu bahan baku.

Industri juga berarti sebagai keseluruhan dari perusahaan-perusahaan

(28)

2.2.2.2. Klasifikasi Industri

Aktivitas yang dijalankan industri sangat beraneka ragam.

Apabila digolongkan akan diperoleh delapan kelompok utama yaitu :

a. Industri perburuan

b. Industri pengumpulan bahan dari hutan

c. Industri penambangan mineral

d. Industri peternakan

e. Industri pertanian

f. Industri manufaktur

g. Industri perdagangan

h. Industri jasa. (Kuncoro, 2001 : 195).

Kemudian oleh Kuncoro macam-macam industri utama tersebut

diatas dikelompokkan berdasarkan fungsi industri yang terdiri dari

empat kelas yaitu :

a. Industri Ekstratif

Yaitu kegiatan ekonomi yang berurusan dengan pengurusan

sumber daya alam yang cadangannya tidak diusahakan atau tidak

mungkin diusahakan pembaharuannya misal perburuan

pengumpulan bahan, pertambangan dan bentuk-bentuk pertanian.

b. Industri Reproduktif

Yaitu yang produksinya tidak akan habis, terus mengalir karena

barang-barang yang dihasilkan dan dipungut akan diganti dengan

(29)

c. Industri Manufaktur

Yaitu industri yang memproduksi barang-barang dagang dari

bahan–bahan industri lain, misalnya produk peleburan,

penyulingan makanan kaleng dan lain-lain.

d. Industri Fasilitas

Yaitu industri yang menangani urusan-urusan yang berhubungan

dengan perdagangan dan jasa seperti transportasi, penyuluhan,

distribusi barang dan pelayanan kepada konsumen.

(Kuncoro, 2001 : 196).

Menurut Winardi, macam-macam industri terdiri dari :

a. Industri muda

b. Industri yang sedang tumbuh

c. Industri yang stabil

d. Industri tua

e. Industri yang sedang mengalami kemunduran. (Winardi, 1993 : 119).

Dalam pengelompokan jenis industri nasional menurut

Departemen Perindustrian secara garis besar maka industri dapat

digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu :

a. Industri Dasar

Yaitu meliputi dua sub kelompok. Sub kelompok pertama adalah

industri mesin dan logam dasar serta elektronik. Sedangkan sub

(30)

misi yaitu pertumbuhan ekonomi dan penguat struktur. Teknologi

yang dipergunakan adalah teknologi maju dan teruji serta tidak

padat karya.

b. Industri Hilir

Yaitu aneka industri, dengan misi pertumbuhan ekonomi dan

pemerataan. Sedangkan teknologi yang dipergunakan adalah

teknologi maju, teruji serta tidak padat karya.

c. Indutri Kecil

Yaitu dengan misi pemerataan dengan menggunakan teknologi

madya atau sederhana serta padat karya. (Anonim, 1994 : 56). Ada beberapa kriteria dalam penggolongan industri yang

berdasarkan jumlah orang yang bekerja serta jumlah investasi yang

ditanamkan diantaranya yaitu :

a. Industri Besar

Yaitu kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang

mempekerjakan lebih dari 100 orang, pada umumnya industri

yang dapat modal atau capital intensive serta menggunakan

teknologi tinggi dan kurang menyerap tenaga kerja. Sasaran

utama yang ingin dicapai adalah peningkatan pertumbuhan

ekonomi dalam jangka panjang dan mempunyai investasi lebih

(31)

b. Industri Menengah

Yaitu perusahaan-perusahaan industri yang mempekerjakan

sekitar 20 sampai dengan 99 orang yang pada umumnya investasi

antara Rp.70.000.000,00 sampai dengan Rp.100.000.000,00.

c. Industri Kecil

Yaitu kumpulan dari unit–unit perusahaan yang mempekerjakan

antara 5 sampai dengan 9 orang yang berdasarkan keterampilan

dengan mempunyai investasi maksimal tidak boleh lebih dari

Rp.70.000.000,00. (Arsyad, 1992 : 306).

2.2.3. Jumlah PerusahaanIndustriManufaktur 2.2.3.1 Pengertian PerusahaanIndustriManufaktur

Sektor industri pengolahan adalah mencakup semua perusahaan

atau usaha yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar menjadi

barang jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang

yang lebih tinggi nilainya. Termasuk ke dalam sektor ini adalah

perusahaan yang melakukan kegiatan jasa industri penunjang perakitan

(assembling) dari bagian suatu industri. (Anonim, 2005 : 255).

Perusahaan manufaktur didefinisikan sebagai industri yang mambuat

produk dari bahan mentah (raw material) atau komponen menjadi bahan

jadi atau komponen lainnya, dengan menggunakan tenaga mesin atau

tenaga manusia, yang dilakukan secara sistematis dangan cara pembagian

(32)

Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa industri

manufaktur (manufacturing industry) atau perusahaaan industri

pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan

mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, dan dengan

tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi atau barang

yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan

sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Termasuk ini adalah

kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan.

2.2.3.2. Karakteristik Umum PerusahaanIndustriManufaktur

Apapun hasil produknya, dari definisi diatas dapat ditarik

karakteristik umum perusahaan manufaktur sebagai barikut :

a. Mengubah satu bentuk bahan menjadi bentuk produk lainnya,

baik berupa komponen yang kemudian diserahkan ke pihak

manufaktur lain untuk dirakit, ataupun produk jadi yang siap

untuk digunakan oleh konsumen.

b. Proses tersebut melibatkan panggunaan mesin dan tenaga manusia,

dan dilakukan secara bertahap sehingga diperlukan perencanaan

dan pengendalian agar diperoleh hasil yang optimal.

c. Bahan mentah atau bahan setengah jadi yang diperlukan oleh

manufaktur tersebut harus dikelola dengan optimal agar

(33)

2.2.3.3. Klasifikasi Umum PerusahaanIndustri Manufaktur

Adapun klasifikasi industri manufaktur/pengolahan adalah

sebagai berikut :

a. Industri makanan, minuman dan tembakau

b. Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit

c. Industri kayu dan sejenisnya

d. Industri kertas, percetakan dan penerbitan

e. Industri kimia, minyak bumi, karet dan plastik

f. Industri barang galian non logam, kecuali minyak bumi dan batu

bara

g. Industri logam dasar

h. Industri barang dari logam, mesin dan peralatan

i. Industri pengolahan lainnya. (Anonim, 2000 : 71).

2.2.3.4. Hubungan Jumlah Perusahaan Industri Manufaktur dengan Pendapatan Industri Manufaktur

Jika jumlah perusahaan industri manufaktur yang ada semakin

bertambah maka hal ini menandakan bahwa perkembangan usaha

perusahaan industri manufaktur akan semakin meningkat dan secara

tidak langsung produksi yang dihasilkan juga akan meningkat sehingga

hal tersebut akan berpengaruh terhadap meningkatnya pendapatan yang

(34)

2.2.4. Kredit

2.2.4.1. Pengertian Kredit

Menurut Kohler, dalam bukunya “A Dictionary for accountants”

Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau

mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan

dilakukan, ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati.

(Kohler, 2001 : 175).

Dalam bahasa latin kredit disebut “credere” yang artinya percaya.

Maksudnya si pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit, bahwa

kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai dengan

perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit berarti menerima

kepercayaan, Sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar

kembali pinjaman tersebut sesuai dengan jangka waktunya. (Kasmir, 2003 : 101).

Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pemberian

atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayaran akan

tangguhan pada jangka waktu yang telah disepakati.

(Mulyono, 2004 : 10).

Pengertian kredit menurut Undang-Undang Perbankan No.10

tahun 1998 adalah peyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

(35)

mawajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka

waktu tertentu dengan pemberian bunga. (Kasmir, 2003 : 102).

Kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban

untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu

yang akan datang, karena penyerahan barang-barang sekarang.

(Suyatno, dkk, 1999 : 13).

Kredit artinya penyediaan uang atau barang atau jasa kepada

pihak lain, tanpa imbalan secara langsung, tetapi dengan kepercayaan

bahwa pihak penerima uang atau barang tersebut akan mengembalikan

utangnya sesudah jangka waktu tertentu. (Harijanto, 1996 : 8).

Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan kredit adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dapat berdasarkan kesepakatan

pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

yang diberi pinjaman untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut

setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

2.2.4.2. Fungsi Kredit

a. Kredit dapat meningkatkan manfaat dari sumber dana atau modal.

Hal ini dapat diungkapkan bila sumber dana yang berasal dari

masyarakat yang disalurkan kepada bank berupa simpanan yang

terdiri dari tabungan, sertifikat deposito, deposito berjangka dan

giro yang selanjutnya akumulasi dari dana-dana tersebut akan

(36)

maka sumber dana tersebut dapat meningkatkan manfaat bagi

dunia usaha.

b. Kredit dapat meningkatkan jumlah peredaran uang. Artinya kredit

yang disalurkan oleh bank melalui rekening koran pada dunia

usaha akan menciptakan uang giral yang dapat diambil melalui

cek atau pun giro. Hal tersebut akan dapat meningkatkan

peredaran uang baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan

demikian kredit dapat menciptakan kegairahan berusaha pada

dunia usaha.

c. Kredit merupakan sarana didalam stabilitas ekonomi, yang artinya

bahwa penggunaan kredit harus didasarkan pada hal-hal yang

produktif yang dapat menyerap tenaga kerja yang bermuara pada

peningkatan taraf hidup rakyat untuk kemakmuran. Oleh karena

itu penggunaan kredit haruslah tepat pada sektor-sektor yang

mempunyai prioritas tinggi.

d. Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional. Hal ini

terbukti dari banyak bank-bank dari negara maju yang

beroperasional di negara-negara berkembang dan membantu

dalam hal modal melalui perkreditan. Selain itu dalam hubungan

ekonomi internasional kelompok negara maju selaku donor dapat

memberi kredit kepada negara yang sedang berkembang guna

meningkatkan kemajuan perekonomian negara tersebut. Dalam

(37)

mendapat bantuan dari CGI (Consultative Group On Indonesia).

(Harijanto, 1999 : 90).

2.2.4.3. Tujuan Kredit

Dalam membahas tujuan kredit, kita tidak dapat melepas diri dari

falsafah yang dianut oleh suatu negara keuntungan atau profitability

merupakan tujuan dari pemberian kredit yang terjelma dalam bentuk

bunga yang diterima dan karena Pancasila adalah sebagai dasar falsafah

negara kita, maka tujuan dan pembarian kredit tidak semata-mata

mencari keuntungan semata, melainkan disesuaikan dengan tujuan

negara kita yang diberikan oleh suatu bank, khususnya bank

pemerintahan yang akan mengembangkan tugas sebagai agent of

development adalah untuk :

a. Mencari Keuntungan

Tujuan utama pemberian kredit adalah untuk memperoleh

keuntungan. Hasil keuntungan ini diperoleh dalam bentuk bunga

yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya adminitrasi

kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini sangat

penting untuk kelangsungan hidup bank, disamping itu keuntugan

juga bisa memperbesar usaha bank.

b. Membantu Usaha Nasabah

Tujuan selanjutnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang

(38)

kerja. Dengan dana tersebut maka pihak debitur akan dapat

mengembangkan dan memperluas usahanya. Dalam hal ini baik

bank ataupun nasabah sama-sama diuntungkan.

c. Membantu Pemerintah

Tujuan lainnya adalah membantu pemerintah dalam berbagai

bidang, antara lain sebagai berikut :

1. Penerimaan pajak dari keuntungan yang diperoleh nasabah

dari bank.

2. Membantu kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit

pembangunan usaha baru atau perluasan usaha yang akan

membutuhkan tenaga kerja baru, sehingga dapat menyedot

tenaga kerja yang masih menganggur.

3. Meningkatkan jumlah barang dan jasa, jelas sekali bahwa

sebagian besar kredit yang disalurkan akan dapat

meningkatkan produksi barang dan jasa yang beredar di

masyarakat, sehingga akhirnya masyarakat akan memiliki

banyak pilihan.

4. Menghemat devisa negara, terutama untuk produk-produk

yang sebelumnya di impor dan apabila sudah dapat di

produksi sendiri didalam negeri fasilitas kredit yang ada jelas

akan menghemat devisa negara.

5. Meningkatkan devisa negara, apabila produk yang dibiayai

(39)

2.2.4.4. Unsur-Unsur Kredit

Dalam kata kredit mengandung berbagai maksud atau dengan

kata lain didalam kata kredit terkandung unsur-unsur yang direkatkan

menjadi satu. Sehingga jika kita berbicara tentang kredit maka termasuk

membicarakan unsur-unsur yang terkandung didalamnya.

Adapun unsur-unsur ynag terkandung didalam pemberian suatu

fasilitas kredit adalah sebagai berikut:

a. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bagi si pemberi

kredit bahwa kredit yang diberikan benar-benar diterima kembali

di masa yang akan datang sesuai dengan jangka waktu kredit.

Kepercayaan diberikan oleh bank sebagia dasar utama yang

melandasi mengapa suatau kredit berani dikucurkan. Oleh karena

itu sebelum kredit dikucurkan maka harus dilakukan penelitian

dan penyelidikan lebih dahulu secara mendalam tentang kondisi

nasabah, baik secara intern maupun ekstern. Penelitian dan

penyelidikan tentang kondisi pemohon kredit sekarang dan masa

lalu, untuk menilai kesungguhan dan etika baik nasabah terhadap

bank.

b. Kesepakatan

Disamping unsur percaya didalam kredit juga mengandung

unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima

(40)

dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan

kewajibannya masing-masing. Kesepakatan ini dituangkan dalam

akad kredit dan ditandatangani oleh kedua belah pihak sebelum

kredit tersebut dikucurkan.

c. Jangka Waktu

Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu,

jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah

disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek

(dibawah 1 tahun), jangka menengah (1-3 tahun), atau jangka

panjang (diatas 3 tahun). Jangka waktu merupakan batas waktu

pengembalian angsuran kredit yang sudah disepakati kedua belah

pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini dapat diperpanjang

sesuai kebutuhan.

d. Resiko

Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian kredit

akan memungkinkan munculnya suatu resiko tidak tertagihnya

atau macet pemberian suatu kredit. Semakin panjang suatu jangka

waktu kredit, maka semakin besar resikonya, demikian pula

sebaliknya. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang

disengaja maupun resiko yang tidak disengaja. Misalnya karena

bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur

kesengajaan lainya sehinga nasabah tidak mampu lagi melunasi

(41)

e. Balas Jasa

Bagi bank balas jasa adalah merupakan keuntugan atau

pendapatan atas pemberian suatu kredit. Dalam bank jenis

kovensional balas jasa kita kenal dengan nama bunga. Disamping

balas jasa dalam bentuk bunga, bank juga membebankan kepada

nasabah biaya adminitrasi kredit yang juga merupakaan

keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah

balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil. (Kasmir, 2003 : 103-104).

2.2.4.5. Kebijakan Perkreditan

Peranan kredit bagi debitur maupaun bank sangat penting dan

kerjasama tersebut harus memberikan keuntungan bagi keduanya. Agar

kedua belah pihak memperoleh manfaat sebesar-besarnya dan dapat

tumbuh berkembang dengan baik, Pemerintah dalam hal ini Bank

Indonesia mengeluarkan berbagai aturan yang dimaksudkan agar

penyaluran kredit bank dilakukan secara sehat. Regulasi atau peraturan

yang di tunjukan untuk perbankan sebagian besar diterapkan di bidang

perkreditan. Peraturan atau regulasi tersebut, antara lain :

a. Peraturan atau regulasi berkaitan dengan penyaluran kredit, antara

lain kewajiban bagi bank umum untuk menyalurkan kredit ke

usaha kecil (KUK), mewajibkan setiap bank membuat rencana

(42)

dijalani berakhir harus diganti dengan satu tahun di depan,

sehingga perencanaan tersebut selalu menggambarkan business

plan dalam tiga tahunan).

b. Peraturan atau regulasi berkaitan dengan pengelolaan kredit,

antara lain regulasitentang tata cara penyaluran kredit yang sehat

misalnya yang diatur dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1992

tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang No.10 tahun 1998 dan SK Direksi Bank Indonesia No.

27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang kewajiban

membuat pedoman pemberian kredit.

c. Peraturan atau regulasi berkaitan dengan penyediaan modal untuk

menyerap risiko kredit, antara lain ketentuan penyediaan modal

minimum (CAR) sebesar 8% yang akan terus ditingkatkan

menjadi 12-17% sesuai rekomendasi BIS (Bank for International

settlement).

d. Peraturan atau regulasi berkaitan dengan pembatasan penyaluran

kredit, antara lain pembatasan maksimum kredit yang diberikan

(BMPK), Pembatasan kepada pihak-pihak yang terkait dengan

bank, pembatasan kepada debitur besar.

e. Peraturan atau regulasi lainnya yang berkaitan dengan

pengelolaan risiko kredit yang saat ini masih berupa draft antara

lain Undang-Undang Perkreditan, Pedoman Penerapan

(43)

kewajiban setiap bank untuk mempunyai pedoman yang dapat

dipergunakan untuk mengukur, menilai dan menetapkan besarnya

risiko kredit yang dapat diterima bank, serta menetapkan unit

kerja yang secara terus menerus memonitor perkembangan risiko

kredit tersebut. (Suhardjono, 2005 : 17-18).

2.2.4.6. Penilaian Kredit

Penilaian ini sering juga disebut dengan analis kredit yng

dilaksanakan oleh pejabat bank untuk seorang nasabah yang akan

mengajukan permohonan kredit. Proses penilaian kredit dipengaruhi

oleh beberapa faktor antara lain :

a. Jumlah kredit yang diminta oleh nasabah

b. Penggunaan kredit oleh nasabah

c. Perangkat teknologi bank

d. Dokumen hubungan histories antara nasabah dengan bank.

Proses penilaian ini berkaitan dengan analisis nasabah

dikemudian hari supaya tidak menimbulkan kesulitan artinya pada

waktu kredit jatuh tempo nasabah dapat memenuhi kewajibannya

dengan baik atau dengan kata lain nasabah tidak default artinya

kegagalan nasabah dalam membayar kembali kredit yang diterima.

(44)

2.2.4.7. Jenis-Jenis kredit

Beragam jenis usaha menyebabkan pula kebutuhan akan dana.

Kebutuhan dana yang beragam menyebabkan jenis kredit juga menjadi

beragam. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dana yang diinginkan

oleh nasabah.

Didalam prakteknya kredit yang diberikan bank umum dan bank

perkreditan rakyat untuk masyarakat terdiri dari berbagai jenis. Secara

umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain :

a. Dilihat dari segi kegunaannya

1. Kredit Investasi

Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang

biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau

membangun proyek, pabrik baru atau untuk keperluan

rehabilitasi. Sebagai contoh misalnya untuk membangun

pabrik atau membeli mesin-mesin.

2. Kredit Modal Kerja

Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk

keperluan meningkatkan produksi dalam kegiatan

operasinalnya. Sebagai contoh misalnya untuk membeli

bahan baku, membayar gaji pegawai, atau biaya lainya

(45)

b. Dilihat dari segi tujuan kredit

1. Kredit Produktif

Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha produksi

atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan

barang atau jasa. Sebagai contoh kredit untuk membangun

pabrik yang nantinya akan menghasilkan barang dan kredit

pertanian akan menghasilkan produk pertanian, kredit

pertambangan akan menghasilkan barang tambang dan

kredit industri akan menghasilkan barang-barang Industri.

2. Kredit Konsumtif

Kredit yang digunakan untuk konsumsi pribadi. Dalam

kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang

dihasilkan karena memang digunakan atau dipakai oleh

seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh yaitu kredit

untuk perumahan, kredit untuk mobil pribadi, kredit

perabotan rumah tangga dan kredit konsumtif lainnya.

3. Kredit Perdagangan

Merupakan kredit yang akan diberikan kepada pedagang

dan digunakan untuk membiayai aktifitas perdagangannya

seperti untuk membeli barang dagangan tersebut. Kredit ini

sering diberikan kepada supplier atau agen-agen

perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah

(46)

c. Dilihat dari segi jangka waktu

1. Kredit Jangka Pendek

Kredit yang mememiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun

atau paling lama 1 tahun biasanya digunakan untuk

keperluan modal kerja. Sebagai contoh misalnya kredit

perternakan ayam.

2. Kredit Jangka Menengah

Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1-3 tahun dan

biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi.

Sebagai contoh misalnya kredit untuk pertanian seperti

jeruk, atau perternakan kambing.

3. Kredit Jangka Panjang

Kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit

jangka panjang waktu pengembaliannya adalah diatas 3-5

tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang

seperti perkebunan karet, kelapa sawit atau manufaktur dan

untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.

d. Dilihat dari segi jaminan

1. Kredit Dengan Jaminan

Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan. Jaminan

tersebut dapat berbentuk barang berwujud ataupun barang

yang tidak berwujud. Artinya setiap yang dikeluarkan akan

(47)

tertentu jaminannya harus melebihi jumlah kredit yang

diajukan oleh si calon debitur.

2. Kredit Tanpa Jaminan

Kredit yang diberikan tanpa adanya jaminan barang atau

usaha, karakter serta loyalitas atau nama baik si calon

debitur selama berhubungan dengan bank atau pihak lain.

e. Dilihat dari sektor usaha

1. Kredit Pertanian

Kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau

pertanian. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka

pendek atau jangka panjang.

2. Kredit Perternakan

Kredit yang diberikan untuk sektor perternakan baik jangka

pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek

misalnya perternakan ayam dan jangka panjang untuk

ternak kambing atau ternak sapi.

3. Kredit Industri

Kredit yang diberikan untuk membiayai industri, baik

Industri kecil, Industri menengah, maupun industri besar.

4. Kredit Pertambangan

Kredit yang diberikan kepada usaha tambang. Jenis usaha

tambang yang dibiayai biasanya dalam jangka panjang,

(48)

5. Kredit Pendidikan

Kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan

prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk

mahasiswa.

6. Kredit Profesi

Kredit yang diberikan kepada kalangan para professional

seperti dosen, dokter, atau pengacara.

7. Kredit Perumahan

Kredit yang digunakan untuk membiayai pembangunan

atau pembelian perumahan dan biasanya berjangka waktu

panjang. (Kasmir, 2003 : 109-112).

2.2.4.8. Kredit Modal Kerja

Modal mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan

ekonomi maupun pertumbuhan ekonomi karena dengan adanya

pemberian modal yang cukup maka akan dapat digunakan untuk

meningkatkan produktivitas. Dengan kata lain, pemberian modal atau

kredit akan memungkinkan perusahaan-perusahaan tersebut untuk terus

berkembang, mendapatkan keuntungan lebih banyak, mendapatkan

penghasilan dan menciptakan lapangan pekerjaan lebih banyak,

(49)

Dengan demikian apabila pemberian modal atau kredit yang

cukup maka akan dapat digunakan untuk meningkatkan produktifitas

yang akan memungkinkan perusahaan-perusahaan atau industri untuk

terus berkembang, sehingga akan mendapat keuntungan lebih banyak

dan sudah pasti akan menciptakan lapangan pekerjaan baru yang pada

akhirnya taraf hidup masyarakat lebih bisa ditingkatkan.

2.2.4.9. Pengertian Kredit Modal Kerja

Kredit modal kerja adalah kredit yang digunakan untuk

membiayai atau memenuhi kebutuhan modal kerja para nasabah, dalam

kredit modal kerja biasanya berjangka pendek dan disesuaikan dengan

jangka waktu perputaran modal kerja nasabah. (Susilo dkk, 2000 : 73). Kredit modal kerja adalah pemberian kredit kerja pada

pemborong atau rekan yang tergolong pengusaha atau perusahaan

golongan ekonomi lemah, memperoleh kontrak pembelian pemerintah

yang sumber dana pembiayaannya berasal dari bank-bank pemerintah.

(Suyatno dkk, 1990 : 52).

Kredit modal kerja yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada

debiturnya untuk memenuhi kebutuhan modal kerjanya. (Mulyono,

(50)

2.2.4.10. Macam-Macam Kredit Modal Kerja

Terdapat beberapa macam kredit modal kerja ditinjau dari jangka

waktunya yaitu sebagai berikut :

1. Kredit Modal Kerja Revolving

Yaitu apabila kegiatan usaha debitur dapat diharapkan

berlangsung secara continue dalam jangka panjang dan pihak

bank cukup mempercayai kemampuan dan kemauan nasabah,

maka fasilitas kredit modal kerja nasabah dapat diperpanjang

setiap periodenya tanpa harus mengajukan permohonan kredit

baru.

2. Kredit Modal Kerja Einmaleg

Yaitu apabila volume kegiatan debitur sangat berfluktuasi dari

waktu ke waktu dan atau pihak bank kurang mempercayai

kemampuan dan kemauan nasabah. Fasilitas kredit modal kerja

ini hanya diberikan satu kali. (Mulyono, 1993 : 27).

2.2.4.11. Hubungan Kredit Modal Kerja dengan Pendapatan Industri Manufaktur

Jika kredit modal kerja yang disalurkan pada industri manufaktur

meningkat, maka akan dapat memperluas usaha/lapangan kerja industri

manufaktur sehingga dapat menambah faktor–faktor produksi seperti

(mesin, material, tenaga kerja, dan lain-lainnya) sehingga jumlah

(51)

langsung akan mengakibatkan pendapatan meningkat dan keuntungan

yang maksimal bisa dicapai.

2.2.5. Jumlah Tenaga Kerja 2.2.5.1. Pengertian Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia

kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara satu dengan negara

lain. Batas usia yang dianut oleh negara Indonesia adalah minimum 10

tahun tergolong sebagai tenaga kerja. (Dumairy, 1997 : 74).

Tenaga kerja (man power) adalah kemampuan manusia untuk

mengeluarkan usaha tiap satuan waktu guna menghasilkan barang dan

jasa, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. (Suroto, 1992 : 17). Tenaga kerja yaitu penduduk pada usia kerja yaitu antara 15

sampai 64 tahun. Penduduk pada usia kerja ini digolongkan menjadi

dua yaitu angkatan kerja (labour force) dan bukan angkatan kerja.

(Suparmoko, 1992 : 114).

Tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia untuk sanggup

bekerja. Pengertian tenaga kerja ini meliputi mereka yang bekerja untuk

diri sendiri ataupun untuk anggota keluarga yang tidak menerima

bayaran berupa upah ataupun mereka yang bersedia dan mampu untuk

bekerja, dalam arti mereka menganggur dengan terpaksa karena tidak

(52)

Tenaga kerja adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang

bekerja, sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti

bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan yang disebut

terakhir (pencari kerja, bersekolah dan mengurus rumah tangga)

walaupun sedang tidak bekerja, mereka dianggap fisik mampu dan

sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. (Simanjuntak, 1995 : 2).

2.2.5.2. Pengertian Angkatan Kerja

Angkatan kerja adalah bagian penduduk yang mampu dan

bersedia melakukan pekerjaan. Kata “mampu” disini menunjukkan

kepada tiga hal, yaitu :

a. Mampu fisik, yaitu sudah cukup umur, jasmani, sudah cukup kuat

dan tidak mempunyai cacat mental.

b. Mampu mental, yaitu mempunyai mental yang sehat dan tidak

memiliki kelainan untuk melakukan pekerjaan normal.

c. Mampu yuridis, yaitu tidak kehilangan kebebasan dan bersedia

untuk memiliki dan melakukan pekerjaan. Kata “bersedia” berarti

orang yang bersangkutan dapat secara aktif mampu dan pasif atas

kemauannya sendiri mencari pekerjaan. (Dumairy, 1997 : 75). Angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan penduduk

yang belum bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang mencari

pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Sedangkan penduduk yang

(53)

barang dan jasa untuk memperoleh penghasilan, baik bekerja penuh

maupun tidak bekerja penuh. (Suparmoko, 1992 : 67).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang

bekerja atau mempunyai pekerjaan, namun untuk sementara sedang

tidak mencari pekerjaan.

2.2.5.3. Pengertian Bukan Angkatan Kerja

Bukan Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang tidak

bekerja atau sedang mencari pekerjaan. (Sumarsono, 2003 : 116). Bukan Angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam

usia yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak

mencari pekerjaan. Mereka ini adalah bagian dari tenaga yang

sesungguhnya tidak terlihat dalam kegiatan produktif yaitu

memproduksi barang dan jasa yang bukan angkatan kerja disini dapat di

golongkan menjadi 3 golongan, yaitu:

a. Golongan yang bersekolah, yaitu mereka yang kegiatannya hanya

sekolah.

b. Golongan yang mengurus rumah tangga, yaitu mereka yang

mengurus rumah tangga tanpa memperoleh upah.

c. Golongan lain, yaitu :

1. Penerima pendapatan yaitu mereka yang tidak melakukan

(54)

seperti: tunjangan pensiun, bunga atas pinjaman atau sewa

atas hak milik.

2. Mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain.

Konsep memilah-milah tenaga kerja seperti ini disebut

pendekatan angkatan kerja (labour force approach), yang

diperkenalkan oleh International Labour Organization

[image:54.612.131.525.242.654.2]

(ILO). (Dumairy, 1997 : 74).

Gambar 1 : Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja

Sumber : Simanjuntak J. Payaman, 1995, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Penerbit LPFE UI, Jakarta,

Penduduk

Tenaga Kerja Bukan Tenaga Kerja

Bukan Angkatan Kerja Angkatan Kerja

Penerima Pendapatan Mengurus

Rumah Tangga Sekolah

Setengah Pengangguran Bekerja Penuh

Bekerja Pengangguran

Penghasilan Rendah Produktifitas Rendah

(55)

Keterangan :

Jumlah penduduk dan angkatan kerja, serta laju pertumbuhan

penduduk yang tinggi sebenarnya tidak perlu menjadi masalah bila daya

dukung yang efektif di negara itu cukup kuat untuk memenuhi berbagai

macam kebutuhan masyarakat termasuk penyediaan kesempatan kerja.

Penduduk disuatu negara bisa menjadi tenaga kerja atau bukan

tenaga kerja. Tenaga kerja dapat dibagi menjadi angkatan kerja dan

bukan angkatan kerja, sekalipun mereka adalah angkatan kerja tidak

semua angkatan kerja akan bekerja, ada juga yang menganggur.

Penduduk yang telah bekerja juga tidak selalu bekerja penuh, ada

penduduk yang bekerja setengah menganggur, dapat dilihat dan

setengah pengangguran kentara karena jam kerja yang sedikit dan

pengangguran tidak kentara karena produktivitas rendah ataupun

penghasilan yang rendah.

Bukan angkatan kerja dalam hal ini disebabkan oleh beberapa hal

karena masih duduk dibangku sekolah, mengurus rumah tangga bagi

mereka yang telah berkeluarga, penerima pendapatan atau orang yang

tidak produktif tetapi mendapatkan imbalan seperti, pensiunan

pendapatan dari jasa sewa, bunga simpanan dan lain sebagainya.

(56)

2.2.5.4. Permintaan Tenaga Kerja

Permintaan tenaga kerja adalah kebutuhan yang sudah didasarkan

atas kesediaan membayarkan upah tertentu sebagai imbalan pemberian

kerja bermaksud menggunakan atau meminta sekian orang karyawan

dengan kesediaan membayar upah sekian rupiah setiap waktu. Jadi,

dalam permintaan ini sudah ikut dipertimbangkan tinggi rendahnya

upah yang berlaku dalam masyarakat atau yang dibayarkan kepada

[image:56.612.148.506.290.609.2]

tenaga kerja yang bersangkutan. (Suroto, 1992 : 21).

Gambar 2 : Kurva Permintaan Tenaga Kerja Upah

VMPPL

D

w1

w

w2

D = MPPL X P

0

A N B Penempatan

(57)

Keterangan :

Garis DD melukiskan nilai hasil marginal karyawan (Value

marginal physical pruduct of VMPPL) untuk setiap tingkat penempatan.

Bila misalnya jumlah karyawan yang dipekerjakan sebanyak OA = 100

orang, maka nilai hasil kerja orang yang ke 100 dinamakan VMPPL nya

dan besarnya sama dengan : MPPL X P = W1. Nilai ini lebih besar dari

tingkat upah yang sedang berlaku (W). Oleh karena itu laba perusahaan

akan bertambah dengan menambah tenaga kerja baru. Pengusaha dapat

terus menambah laba perusahaan dengan mempekerjakan orang hingga

ON. Dititik N pengusaha mencapai laba maksimum dan nilai MPPL X P

sama dengan upah yang dibayarkan kepada karyawan.

2.2.5.5 Penawaran Tenaga Kerja

Persediaan tenaga kerja adalah istilah yang biasanya juga belum

dihubungkan dengan faktor upah. Sedangkan dalam istilah penawaran

tenaga kerja sudah ikut dipertimbangkan faktor upahnya. Dalam hal ini

pencari kerja bersedia menerima pekerjaan itu atau menawarkan

tenaganya apabila kepadanya diberikan upah sekian rupiah setiap

(58)
[image:58.612.161.503.128.463.2]

Gambar 3 : Kurva Penawaran Tenaga kerja

Upah Ns (Pe = 2.0)

W2

Ns (Pe = 1.0)

W1

0

N1 Tenaga kerja

Sumber : Nopirin, 1992, Ekonomi Moneter, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, Halaman 16.

Keterangan :

Pada harga harapan Pe = 1.0. Upah nominal adalah W1 maka

jumlah tenaga kerja yang ditawarkan adalah N1. Apabila harga harapan

naik menjadi Pe = 2.0; tingkat upah w2 akan memberikan upah riil yang

sama, sehingga jumlah tenaga kerja yang ditawarkan tetap pada N1.

Jumlah tenaga kerja yang ditawarkan akan naik apabila upah riilnya

naik, yakni apabila upah nominal naik menjadi W2 sedang yang

(59)
[image:59.612.127.507.149.489.2]

Gambar 4 : Keseimbangan dalam Pasar Tenaga Kerja

Upah Nominal

WL NS (P1)

W1

W2 ND (P1)

N2 N1 N3 L Tenaga Kerja

Sumber : Nopirin, 1992, Ekonomi Moneter, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, Halaman 16.

Keterangan :

Keseimbangan dalam pasar tenaga kerja akan terjadi pada tingkat

upah riil dimana jumlah tenaga kerja yang diminta sama dengan yang

ditawarkan. Pada gambar 3 keseimbangan terjadi pada tingkat upah

(nominal) W1 dengan jumlah tenaga kerja N1 pada harga P1. Jika upah

nominal turun menjadi W2, dengan harga tetap P1 berarti upah riil turun,

jumlah tenaga kerja yang diminta (N3) melebihi yang ditawarkan (N2).

Kelebihan jumlah tenaga kerja yang diminta ini akan mendorong

tingkat upah naik sampai ke W1 kembali dimana tingkat upah riil juga

(60)

2.2.5.6. Hubungan Jumlah Tenaga Kerja dengan Pendapatan Industri Manufaktur

Tenaga Kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat

penting dalam meningkatkan pendapatan industri manufaktur karena

semakin banyak jumlah tenaga kerja dipakai maka produktivitas untuk

setiap proses produksi dalam menciptakan serta memperbesar nilai

suatu barang akan meningkat maka hasil produksinya juga semakin

besar sehingga pada akhirnya akan menambah pendapatan yang akan

diterima oleh industri manufaktur.

2.2.6. Pertumbuhan Ekonomi

2.2.6.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yaitu perkembangan kegiatan dalam

perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan

dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.

(Sukirno, 2004 : 9).

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka

panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai

barang ekonomi kepada penduduknya. (Todaro, 2004 : 99).

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan pendapatan nasional

secara berarti (dengan meningkatnya pendapatan perkapita) dalam suatu

(61)

Melalui penjelasan tentang pengertian pertumbuhan ekonomi

diatas, pertumbuhan ekonomi mempunyai tiga komponen yaitu :

a. Pertumbuhan suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus

menerus persediaan barang.

b. Teknologi maju merupakan faktor-faktor dalam pertumbuhan

ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan

dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk.

c. Penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya

penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi dengan inovasi

yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat

dimanfaatkan secara tepat. (Jhingan, 1991 : 72).

2.2.6.2. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,

Gambar

Gambar 1 : Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja
Gambar 2 : Kurva Permintaan Tenaga Kerja
Gambar 3 : Kurva Penawaran Tenaga kerja
Gambar 4 : Keseimbangan dalam Pasar Tenaga Kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta

TABEL 21 JUMLAH TUTOR KEAKSARAAN YANG MEMILIKI NUPTK MENURUT KUALIFIKASI PENDIDIKAN TAHUN 2013

M.. total angsuran, jangka waktu pembayaran pembiayaan oleh anggota, jaminan dan hal-hal yang terkait dengan suatu perjanjian yang telah dibuat antara BMT

We had some hypotheses in this research: (1) refl ection of diffi cult life experience plays a role in achieving one’s wisdom, (2) wisdom is infl uenced by refl ection, refl

Return Saham Pada Periode Bullish dan Bearish Indeks Harga Saham.. Gabungan, Jurnal Akuntansi dan Keuangan ,

Saldo piutang rata-rata adalah saldo rata-rata piutang bersih (setelah dikurangi piutang tak tertagih) ditambah saldo akhir dibagi dua. Perputaran piutang pada

Teaching and Learning writing on Descriptive Text (A Case Study on Ten Grade of Senior High 1 Luragung in Academic Year 2015/2016). Thesis Language Education Programme, Graduate

Hasil penelitian efek hepatoprotektif serbuk kering teripang emas ( Stichopus variegatus ) dapat disimpulkan bahwa pemberian serbuk kering teripang emas ( Stichopus