Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Oleh:
Agung Aditya Putra
0511010107/FE/IE
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN”
JAWA TIMUR
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT serta sholawat dan salam
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Dengan rahmat, taufik serta
hidayah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Analisis Ekonomi Regional Pada Satuan Wilayah
Pembangunan (SWP) II Propinsi Jawa Timur” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dengan segala keterbatasan, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu segala masukan dan saran yang bersifat
menyempurnakan bagi skripsi ini, Penulis akan menerima dengan baik.
Atas terselesaikannya skripsi ini, peneliti menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.
Bapak Drs.EC. Wiwin Priana, MT, selaku dosen pembimbing yang
membantu Penulis dengan sabar dalam menyelesaikan skripsi ini dan selaku
dosen wali yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan
mendampingi peneliti selama menempuh pendidikan didalam perkuliahan.
2.
Bapak Prof.Dr.Ir.Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3.
Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, Msi, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
yang banyak memberikan dorongan moril dan spiritual atas terselesaikannya
skripsi ini.
6.
Seluruh Teman-temanku dan Seseorang yang Penulis sayangi yang juga
telah membantu memberikan semangat kepada Penulis sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
Semoga penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik
sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi.
Wassallamu’alaikum Wr.Wb
Surabaya, 21 Mei 2010
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
ABSTRAKSI ...
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ...
1
1.2
Rumusan Masalah ...
8
1.3
Tujuan Penelitian ...
8
1.4
Manfaat Penelitian ...
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ...
10
2.2 Landasan Teori Ekonomi Pembangunan ...
14
2.2.1 Teori Ekonomi Regional ...
14
2.2.2 Produk Domestik Regional Bruto ... 20
2.2.2.1 Pendekatan Perhitungan PDRB ...
21
2.2.2.2 PDRB Perkapita ...
24
2.2.3.2 Perubahan Klasifikasi Sektor ...
29
2.2.3.3 Alasan Pergeseran Tahun Dasar 1983 ke
1993...
30
2.2.4 Satuan Wilayah Pembangunan...
36
2.3 Kerangka
Pikir
... 37
2.4 Hipotesis
... 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...
41
3.2 Jenis Dan Sumber Data ...
49
3.2.1 Jenis Data ...
49
3.2.2 Sumber Data ...
49
3.3 Teknik Pengumpulan Data ...
50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ...
51
4.1.1 Gambaran Umum Satuan Wilayah Pembangunan (II)....
51
4.1.1.1 Kondisi Umum Kabupaten Sampang...
51
4.1.1.2 Kondisi Umum Kabupaten Pamekasan...
52
4.2.3 Perkembangan PDRB Sektoral Kabupaten Pamekasan..
59
4.2.4 Perkembangan PDRB Sektoral Kabupaten Sumenep ...
60
4.3
Hasil dan Pembahasan ...
61
4.3.1
Analisis
Shift-share ...
61
4.3.2 Analisis Shift-share untuk Potensi Regional...
63
4.3.2.1
Analisis
Shift-share untuk Potensi Regional
Kabupaten Sampang... 64
4.3.2.2
Analisis
Shift-share untuk Potensi Regional
Kabupaten Pamekasan ... 66
4.3.2.3
Analisis
Shift-share untuk Potensi Regional
Kabupaten Sumenep... 67
4.3.3 Analisis Shift-share untuk Propotional Shift...
69
4.3.3.1
Analisis
Shift-share untuk Propotional Shift
Kabupaten Sampang... 69
4.3.3.2
Analisis
Shift-share untuk Propotional Shift
Kabupaten Pamekasan ... 70
4.3.3.4
Analisis
Shift-share untuk Propotional Shift
Kabupaten Sumenep... 72
Kabupaten Pamekasan ... 75
4.3.4.3
Analisis
Shift-share untuk Defferential Shift
Kabupaten Sumenep... 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
... 78
5.2 Saran ...
81
Agung Aditya Putra
ABSTRAKSI
Agar pembangunan daerah dan tujuannya berhasil maka pemerintah daerah
perlu berfungsi dengan baik pula. Oleh karena itu pembangunan daerah merupakan
usaha mengembangkan dan memperkuat pemerintah daerah dalam rangka makin
mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis serta bertanggung jawab.
Mengembangkan metode untuk menganalisa perekonomian suatu daerah penting
sekali artinya dalam usaha untuk mengumpulkan lebih banyak mengenai sifat-sifat
perekonomian suatu daerah dan mengenai proses pertumbuhan perekonomian daerah.
Atas dasar pemikiran tersebut penelitian bertujuan untuk mengetahui sektor-sektor
unggulan untuk dijadikan prioritas pembangunan dengan mengambil studi pada
Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) II Propinsi Jawa Timur.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari
lembaga-lembaga terkait. Dalam menganalisis sektor-sektor yang akan dijadikan unggulan
agar dapat terarah pada pokok permasalahannya digunakan uji Shift-Share dengan
definisi oprasional meliputi Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur, Produk
Domestik Regional Bruto Kabupaten Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) II .
Hasil analisa menunjukan dengan uji Shift-Share pada tiap kabupaten terdiri
dari Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri
Pengolahan, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, Sektor Konstruksi, Sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, Sektor
Keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan serta Jasa-jasa. Sehingga dapat ditentukan
sektor yang dapat mendorong atau menghambat pertumbuhan Jawa Timur, sektor
yang memiliki pertumbuhan lebih cepat atau lambat Jawa Timur, serta sektor yang
tumbuhnya cepat atau mempunyai keuntungan lokasional yang baik di banding sektor
yang sama di daerah lain.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industrialisasi merupakan alur pokok pembangunan nasional dan pembangunan daerah yang bertujuan mewujudkan masyarakat yang maju dan mandiri. Selain berperan strategis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi secara berkelanjutan dan meningkatkan produktifitas masyarakat, juga berperan menciptakan lapangan usaha serta memperluas lapangan usaha serta memperluas kesempatan kerja, meningkatkan serta meratakan pendapatan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan. (Rasyid, 2007 : 2).
Pembangunan industri, sebagai motor penggerak perekonomian, akan terus didorong perannya karena telah terbukti memberi kontribusi yang berarti terhadap pembangunan nasional. Mengingat perannya yang strategis, sektor industri khususnya industri manufaktur, perlu ditingkatkan kinerjanya. Berbagai upaya perbaikan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi terhadap kemerosotan kinerja sektor industri telah dilakukan, namun kinerja itu tampaknya belum sepenuhnya pulih. Hal ini disebabkan adanya permasalahan yang membutuhkan perhatian dan perlu segera diatasi. (Wahyudi, 2008 : 3).
bahan baku dan industri penunjang di dalam negeri merupakan masalah utama yang dihadapi. Kondisi ini berakibat pada lemahnya keterkaitan antara industri hulu dan hilir, sehingga struktur industri secara keseluruhan menjadi rentan. Dampaknya tercermin dari besarnya ketergantungan komponen impor bahan baku dan setengah jadi pada industri kimia, otomotif, dan elektronika. (Kuncoro, 2000 : 2-3).
Masalah lain yang menuntut perhatian bersama adalah lemahnya penguasaan teknologi industri. Fakta di pasar menunjukkan bahwa sebagian besar produk lokal dihasilkan oleh industri berbasis teknologi rendah, yakni industri yang menghasilkan nilai tambah relatif rendah. Kondisi ini juga disebabkan oleh belum terpadunya pengembangan iptek di lembaga-lembaga penelitian yang tersebar di berbagai instansi dengan dunia industri. Ketertinggalan atas penguasaan teknologi membuat daya saing produk industri lemah dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Di pasar lokal, daya saing produk kita semakin terancam akibat belum meluasnya penerapan standarisasi nasional. (Mashudi, 2001 : 9).
pemerintah ikut campur dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kapabilitas nasional. (Porter, 1990 : 15).
Di Provinsi Jawa Timur, industri manufaktur terkonsentrasi di koridor Surabaya-Malang (Surabaya, Malang, Mojokerto, Gresik, Pasuruan dan Sidoarjo) dimana koridor Surabaya-Malang memberikan kontribusi sekitar 50% dari output sektor industri manufaktur di Jawa Timur, selain itu sektor industri manufaktur di provinsi Jawa Timur juga terkonsentrasi di Kediri dan Jember. Provinsi Jawa Timur memiliki peranan yang penting dalam sektor industri manufaktur di Indonesia. Industri manufaktur di Jawa Timur menyumbang sekitar 20 % dari nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor industri manufaktur di Indonesia dan sekitar 25 % tenaga kerja yang bekerja di sektor industri manufaktur Indonesia. Provinsi Jawa Timur merupakan pusat industri pembuatan dan perbaikan kapal laut, industri rel dan kereta api serta terkonsentrasinya pabrik gula. (Dick, 1993 : 230-255).
Kota Surabaya memberikan kontribusi terbesar yaitu sekitar 18 % dari tenaga kerja industri manufaktur Jawa Timur dan 19 % dari output industri manufaktur di Jawa Timur. (Landiyanto, 2008 : 15-16).
Pada Kota Surabaya terdapat dua kawasan industri, yaitu kawasan industri Rungkut yang dikelola oleh PT. SIER dan kawasan industri Tandes yang dikelola oleh PT. Sari Mulya Permai. Data pada tahun 1994 menunjukkan bahwa 39,6 % pendapatan industri manufaktur besar dan menengah Kota Surabaya terkonsentrasi pada kecamatan Rungkut tempat berlokasinya kawasan industri SIER (Surabaya
industrial Estate Rungkut). Selain itu, data tahun 1994 juga
menunjukkan bahwa 17,8 % pendapatan industri manufaktur kota Surabaya berada pada kecamatan Tandes tempat berlokasinya kawasan industri yang dikelola PT. Sari Mulya Permai. (Dick, 1993 : 325-343).
industri manufaktur di Kota Surabaya menyumbang nilai tambah nominal tinggi dalam kurun waktu 2004-2008 terkonsentrasi pada subsektor industri makanan, minuman dan tembakau dan subsektor industri barang dari logam, mesin dan peralatan. (Anonim, 2006 : 22).
Peningkatan pendapatan industri manufaktur di Kota Surabaya juga didukung oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya. Dorongan peningkatan kinerja industri terkait dengan perbaikan kinerja pada ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya pada tahun 2004 mencapai 6,80 %, dan terus meningkat pada tahun 2005 menjadi 7,35 %. Pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya pada tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 6,64 %, pada tahun 2007 Pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya mengalami peningkatan sebesar 6,74 %, dan pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya mengalami penurunan sebesar 6,28 %. (Anonim, 2007 : 13).
wilayah kecamatan Tandes (Tandes, Asemrowo dan Sukomanunggal). Periode tahun 2005-2007 menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor industri manufaktur di Kota Surabaya telah meningkat. Hal ini dapat dilihat peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor industri manufaktur di Kota Surabaya dari 152.901 pekerja pada tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 139.439 pekerja pada tahun 2005 pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 154.780 pekerja. Pada tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 227.399 pekerja yang didorong oleh perkembangan industri Kota Surabaya akibat penghematan urbanisasi. Penghematan urbanisasi memunculkan fenomena yang disebut dengan aglomerasi perkotaan yang menyebabkan terjadinya perluasan wilayah metropolitan (extended
metropolitan regions) dan mendorong industrialisasi pada suatu
wilayah. Pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 146.939 pekerja. (Kuncoro, 2006 : 76-77).
Atas dasar uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengamati masalah pendapatan industri manufaktur di kota Surabaya dan mengkaji lebih dalam lagi tentang ”Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan Industri Manufaktur Di Kota Surabaya”.
1.2. Perumusan Masalah
a. Apakah Jumlah Perusahaan Industri Manufaktur, Kredit Modal Kerja, Jumlah Tenaga Kerja, dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Pendapatan Industri Manufaktur di Kota Surabaya ?
b. Diantara variabel Jumlah Perusahaan Industri Manufaktur, Kredit Modal Kerja, Jumlah Tenaga Kerja, dan Pertumbuhan Ekonomi manakah yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap Pendapatan Industri Manufaktur di Kota Surabaya ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah di kemukakan sebelumnya, maka perlu diketahui tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui apakah variabel Jumlah Perusahaan Industri Manufaktur, Kredit Modal Kerja, Jumlah Tenaga Kerja, dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Pendapatan Industri Manufaktur di Kota Surabaya ?
1.4. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, maka hasilnya diharapkan dapat diambil manfaat sebagai berikut :
a. Bagi Pengembangan Keilmuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu yang berharga bagi pihak universitas khususnya Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur sekaligus sebagai koleksi pembendaharaan referensi dan tambahan wacana pengetahuan untuk perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.
b. Bagi Sektor Industri
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau masukan terhadap industri manufaktur di Kota Surabaya serta sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan ekonomi industri yang berhubungan dengan masalah pendapatan industri manufaktur.
c. Bagi Peneliti
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang
dapat dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian yang
berkaitan dengan analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pendapatan industri manufaktur di Kota Surabaya, antara lain :
a. Fransiska (2001 : 10), dengan judul penelitian “Peranan Penanaman Modal Asing Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Pada Sektor Industri Manufaktur Di Kota Surabaya”. Dari analisa
uji F disimpulkan bahwa variabel bebas yang
b. terdiri dari PMA (X1), jumlah industri manufaktur (X2), tingkat
inflasi (X3) dan angkatan kerja (X4) berpengaruh secara nyata
terhadap variabel terikat yaitu penyerapan tenaga kerja (Y)
dengan F hitung = 12,086 > F tabel = 3,48. Sedangkan dari analisa uji
t, menunjukkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari PMA (X1)
berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat yaitu
penyerapan tenaga kerja (Y) dimana t hitung (X1) = 6,813 > t tabel =
2,228. Variabel jumlah industri manufaktur (X2) berpengaruh
secara nyata terhadap variabel terikat yaitu penyerapan tenaga
kerja (Y) dimana t hitung (X2) = 2,512 < t tabel = 2,228. Variabel
variabel terikat yaitu penyerapan tenaga kerja (Y) dimana t hitung
(X3) = 1,875 < t tabel = 2,228. Hal ini karena walaupun terjadi
inflasi pengusaha tetap membutuhkan modal untuk menambah
produksi disebabkan keuntungan besar. Variabel angkatan kerja
(X4) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat
penyerapan tenaga kerja (Y) dimana t hitung (X4) = 2,319 > t tabel =
2,262.
c. Mashudi (2002 : 9), dengan judul jurnal penelitian “Pengaruh Modal, Pendidikan dan Tenaga kerja Terhadap Pendapatan
Pengusaha Sepatu Sandal Kulit di Kabupaten Magetan”. Dari
analisa uji F disimpulkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari
proporsi modal (X1), tingkat pendidikan (X2), dan jumlah tenaga
kerja (X3) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat
yaitu pendapatan pengusaha sepatu sandal kulit (Y) dengan F hitung
= 11,077 > F tabel = 3,69. Sedangkan dari analisa uji t,
menunjukkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari proporsi
modal (X1) tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel
terikat yaitu pendapatan pengusaha sepatu sandal kulit (Y)
dimana t hitung (X1) = 7,709 > t tabel = 0,05. Variabel tingkat
pendidikan (X2) berpengaruh secara nyata terhadap variabel
terikat yaitu pendapatan pengusaha sepatu sandal kulit (Y)
dimana t hitung (X2) = 5,225 > t tabel = 0,05. Sedangkan variabel
variabel terikat yaitu pendapatan pengusaha sepatu sandal kulit
(Y) dimana t hitung (X3) = 3,137 > t tabel = 0,05.
d. Prakoso (2003 : 65), dengan judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada
Sektor Industri Manufaktur Di Jawa Timur,” Dari analisa uji F
disimpulkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari investasi (X1),
jumlah industri manufaktur (X2), nilai produksi (X3), tingkat upah
(X4), berpengaruh secara nyata terhadap terhadap variabel terikat
yaitu penyerapan tenaga kerja (Y) dengan F hitung = 31,915 > F tabel
= 3,59. Sedangkan dari analisa uji t, menunjukkan bahwa variabel
bebas yang terdiri dari investasi (X1) tidak berpengaruh secara
nyata terhadap variabel terikat yaitu penyerapan tenaga kerja (Y)
dimana t hitung (X1) = 1,472 < t tabel = 2,228. Hal tersebut karena
untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri
manufaktur, pemerintah kurang berusaha untuk mengembangkan
potensi-potensi yang dapat memberikan kontribusi terhadap
penyerapan tenaga kerja pada sektor industri manufaktur di Jawa
Timur. Variabel jumlah industri manufaktur (X2) berpengaruh
secara nyata terhadap variabel terikat yaitu penyerapan tenaga
kerja (Y) dimana t hitung (X2) = 2,810 > t tabel = 2,228. Variabel
nilai produksi (X3) berpengaruh secara nyata terhadap variabel
terikat yaitu penyerapan tenaga kerja (Y) dimana t hitung (X3) =
berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat yaitu
penyerapan tenaga kerja (Y) dimana t hitung (X4) = 3,407 > t tabel =
2,228.
e. Lestari (2004 : 9), dengan judul penelitian “Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri Manufaktur Di Kota
Surabaya”. Dari analisa uji F disimpulkan bahwa variabel bebas
yang terdiri dari pendapatan perkapita (X1), tingkat suku bunga
(X2) dan jumlah tenaga kerja (X3) berpengaruh secara nyata
terhadap variabel terikat yaitu pertumbuhan industri manufaktur
(Y) dengan F hitung 64,879 > F tabel 4,76. Sedangkan dari analisa uji
t, menunjukkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari
pendapatan perkapita (X1) berpengaruh secara nyata terhadap
variabel terikat yaitu pertumbuhan industri manufaktur (Y)
dimana t hitung (X1) = 11,152 > t tabel 2,447. Variabel tingkat suku
bunga (X2) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat
yaitu pertumbuhan industri manufaktur (Y) dimana t hitung (X2) =
2,502 > t tabel 2,447. Sedangkan variabel jumlah tenaga kerja (X3)
tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat yaitu
pertumbuhan industri manufaktur (Y) dimana t hitung (X3) =
-1,4587 < t tabel -2,447. Hal tersebut dikarenakan semakin produktif
tenaga kerja maka upah yang diminta juga semakin tinggi
f. Wigatiningsih (2005 : 55), dengan judul penelitian “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Industri Manufaktur di
Jawa Timur”. Dari analisa uji F disimpulkan bahwa variabel
bebas yang terdiri dari nilai investasi (X1), jumlah tenaga kerja
(X2) dan jumlah industri manufaktur (X3) berpengaruh secara
nyata terhadap variabel terikat yaitu pendapatan industri
manufaktur (Y) dengan F hitung = 7,401 > F tabel = 3,59. Sedangkan
dari analisa uji t, menunjukkan bahwa variabel bebas yang terdiri
dari nilai investasi (X1) berpengaruh secara nyata terhadap
variabel terikat yaitu pendapatan industri manufaktur (Y) dimana
t hitung (X1) = 2,231 > t tabel = 2,201. Variabel jumlah tenaga kerja
(X2) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat yaitu
pendapatan industri manufaktur (Y) dimana t hitung (X2) = 2,225 >
t tabel = 2,201. Hal tersebut dikarenakan semakin banyak jumlah
tenaga tidak akan mempengaruhi pendapatan industri manufaktur
karena tingkat produktifitasnya masih rendah dalam melakukan
proses produksi. Sedangkan variabel jumlah industri manufaktur
(X3) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat yaitu
pendapatan industri manufaktur (Y) dimana t hitung (X3) = 2,960 >
t tabel = 2,201.
g. Andini (2006 : 50), dengan judul penelitian “Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Industri Manufaktur di
variabel bebas yang terdiri dari nilai investasi (X1), jumlah tenaga
kerja (X2), pendapatan perkapita (X3), dan jumlah industri
manufaktur (X4) berpengaruh secara nyata terhadap variabel
terikat yaitu pendapatan industri manufaktur di Kabupaten
Nganjuk (Y), dengan F hitung 19,24 > F tabel 3,48. Sedangkan dari
analisa uji t, menunjukkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari
nilai investasi (X1) berpengaruh secara nyata terhadap variabel
terikat yaitu pendapatan industri manufaktur di Kabupaten
Nganjuk (Y) dimana t hitung (X1) = 39,206 > t tabel = 2,228.
Variabel jumlah tenaga kerja (X2) berpengaruh secara nyata
terhadap variabel terikat yaitu pendapatan industri manufaktur di
Kabupaten Nganjuk (Y) dimana t hitung (X2) = 3,049 > t tabel =
2,228. Variabel pendapatan perkapita (X3) berpengaruh secara
nyata terhadap variabel terikat yaitu pendapatan industri
manufaktur di Kabupaten Nganjuk (Y) dimana t hitung (X3) = 2,657
> t tabel = 2,228. Sedangkan variabel jumlah industri manufaktur
(X4) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat yaitu
pendapatan industri manufaktur di Kabupaten Nganjuk (Y)
dimana t hitung (X3) = -0,204 < t tabel = -2,228. Hal tersebut
diakibatkan karena mutu secara kuantitas maupun kualitas produk
yang dihasilkan masih rendah sehingga pendapatan industri
h. Irfan (2007 : 4), dengan judul jurnal penelitian“Tingkat Efisiensi Industri Makanan dan Minuman, Tembakau, Tekstil dan Kulit di
Daerah Istimewa Yogyakarta“.Variabel yang digunakan jumlah
biaya industri, jumlah tenaga kerja, nilai barang yang dihasilkan,
pendapatan jasa industri dan pendapatan lainnya. Berdasarkan
analisis Data Envelopment Analysis (DEA) disimpulkan bahwa
sebagian besar industri-industri di Daerah Istimewa Yogyakarta
mempunyai tingkat efisiensi yang berbeda. Dengan menggunakan
DEA dapat diketahui input mana yang harus diminimumkan dan
output yang mana yang harus ditingkatkan pada industri makanan
dan minuman, tembakau, tekstil dan kulit.
i. Rasyid (2007 : 2), dengan judul jurnalpenelitian “Kinerja Sektor Industri Manufaktur Di Jawa Timur Pasca Krisis Ekonomi :
Evaluasi Produktivitas Dan Skala Produksi“. Fungsi
produktivitas yang diturunkan dari fungsi produksi Constant
Elasticity of Substitution (CES) digunakan sebagai model
estimasi. Melalui metode prinsip kuadrat terkecil, diperoleh
hasil penting mengenai kaitannya dengan koefisien elastisitas
substitusi dan hasil skala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hasil skala tidaklah konstan tetapi meningkat dan elastisitas
substitusi adalah relatif rendah. Di samping itu ditunjukkan
teknologi memiliki pengaruh signifikan terhadap produktivitas
tenaga kerja.
j. Sawitri (2007 : 1), dengan judul jurnal penelitian “Alat Pengendalian, Evaluasi Dan Sistem Umpan Balik Pada Industri
Manufaktur Dan Jasa“. Dengan metode survey ke manajer suatu
unit bisnis, pusat laba atau divisional dalam baik perusahaan
manufaktur maupun jasa yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Melaui analisis varians (ANOVA) menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan akan alat pengendalian evaluasi dan
sistem umpan balik di industri manufaktur dan jasa.
k. Landiyanto (2008 : 1), dengan judul jurnal penelitian “Konsentrasi Spasial Industri Manufaktur (Tinjauan Empiris di
Kota Surabaya)”. Disimpulkan bahwa pada industri manufaktur,
konsentrasi spasial ditentukan oleh biaya upah, biaya transportasi
dan akses pasar serta ekstenalitas dari konsentrasi spasial yang
berkaitan dengan penghematan lokalisasi dan penghematan
urbanisasi. Berdasarkan analisis LQ, Ellison Glaeser Indeks dan
Maurel Sedillot Indeks diketahui bahwa Industri manufaktur di
kota Surabaya terkonsentrasi di kecamatan Rungkut, Tandes dan
Sawahan sedangkan subsektor unggulan kota Surabaya adalah
industri makanan dan minuman, tembakau, logam, mesin dan
2.1.1. Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada kesempatan kali ini
berbeda dengan penelitian–penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian
yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan penelitian yang
dilakukan sekarang terletak pada kurun waktu, ruang lingkup, tempat
penelitian dan jumlah variabel yang digunakan untuk penelitian.
Berdasarkan penelitian terdahulu seperti yang telah disebutkan
diatas, yang juga merupakan dasar acuan untuk penelitian kali ini
dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Pendapatan Industri Manufaktur Di Kota Surabaya”, dengan variabel
terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendapatan Industri
Manufaktur (Y), sedangkan variabel bebas yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari Jumlah Perusahaan Industri Manufaktur (X1),
Kredit Modal Kerja (X2), Jumlah Tenaga Kerja (X3), dan Pertumbuhan
Ekonomi (X4).
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pendapatan
2.2.1.1. Pengertian Pendapatan
Pendapatan adalah hasil dari terjemahan bahasa Inggris “Income”
yang di artikan sebagai pendapatan. Menurut pengertian yang sempit
pendapatan meliputi operasional yaitu pendapatan yang timbul atau
timbul dari laba atau rugi penjualan aktiva tetap atau investasi tidak
termasuk pendapatan. Sedangkan pendapatan pada industri manufaktur
merupakan pendapatan bruto yaitu pendapatan diperoleh dari nilai
produksi industri manufaktur pertahun, yang merupakan harga dari
produksi industri manufaktur yang sudah dikelola menjadi barang jadi
dan siap dipasarkan pada konsumen. Pendapatan tersebut dapat
diperoleh dengan menghitung jumlah produksi industri manufaktur
dikalikan dengan harga produk industri manufaktur.
Pendapatan adalah barang atau jasa yang dapat dikonsumsi
selama periode tertentu. Dengan demikian dapat terlihat pendapatan
mempunyai pengaruh terhadap konsumsi dan tabungan. Dengan adanya
peningkatan pendapatan maka konsumsi meningkat dan tabungan akan
meningkat pula. (Nisjar dan Winardi, 1997 : 28).
Pendapatan menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh
seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya
satu tahun) sedangkan pendapatan itu sendiri terdiri dari: upah, atau
penerimaan tenaga kerja, pendapatan dari kekayaan seperti: sewa,
bunga, deviden serta pembayaran transfer atau penerimaan dari
pemerintah seperti: tunjangan sosial atau asuransi. (Samuelson dan Nordhaus, 1992 : 258).
Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
seseorang atau faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses
poduksi dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).
2.2.2. Pengertian Umum Industri 2.2.2.1. Definisi Industri
Industri adalah usaha produktif terutama dalam bidang produksi
atau perusahaan tertentu untuk menyelenggarakan jasa-jasa misalnya
transportasi dan peralatan perhubungan yang menggunakan modal
tenaga kerja dalam jumlah relatif besar. (Nisjar dan Winardi, 1997 : 181).
Industri adalah tiap usaha yang merupakan unit produksi yang
membuat barang atau mengerjakan suatu barang atau bahan untuk
masyarakat disuatu tempat tertentu. (Arsyad, 1992 : 57).
Menurut Undang-Undang RI No. 5 tahun 1984 pasal 1 tentang
perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi menjadi barang yang
bernilai lebih tinggi, untuk penggunaannya termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasa industri. (Anonim, 1994 : 21).
Berdasarkan pengertian tersebut diatas ternyata ada suatu
kesamaan yaitu mengenai proses produksi yang merupakan rangkaian
kegiatan dalam meningkatkan guna atau manfaat dari suatu bahan baku.
Industri juga berarti sebagai keseluruhan dari perusahaan-perusahaan
2.2.2.2. Klasifikasi Industri
Aktivitas yang dijalankan industri sangat beraneka ragam.
Apabila digolongkan akan diperoleh delapan kelompok utama yaitu :
a. Industri perburuan
b. Industri pengumpulan bahan dari hutan
c. Industri penambangan mineral
d. Industri peternakan
e. Industri pertanian
f. Industri manufaktur
g. Industri perdagangan
h. Industri jasa. (Kuncoro, 2001 : 195).
Kemudian oleh Kuncoro macam-macam industri utama tersebut
diatas dikelompokkan berdasarkan fungsi industri yang terdiri dari
empat kelas yaitu :
a. Industri Ekstratif
Yaitu kegiatan ekonomi yang berurusan dengan pengurusan
sumber daya alam yang cadangannya tidak diusahakan atau tidak
mungkin diusahakan pembaharuannya misal perburuan
pengumpulan bahan, pertambangan dan bentuk-bentuk pertanian.
b. Industri Reproduktif
Yaitu yang produksinya tidak akan habis, terus mengalir karena
barang-barang yang dihasilkan dan dipungut akan diganti dengan
c. Industri Manufaktur
Yaitu industri yang memproduksi barang-barang dagang dari
bahan–bahan industri lain, misalnya produk peleburan,
penyulingan makanan kaleng dan lain-lain.
d. Industri Fasilitas
Yaitu industri yang menangani urusan-urusan yang berhubungan
dengan perdagangan dan jasa seperti transportasi, penyuluhan,
distribusi barang dan pelayanan kepada konsumen.
(Kuncoro, 2001 : 196).
Menurut Winardi, macam-macam industri terdiri dari :
a. Industri muda
b. Industri yang sedang tumbuh
c. Industri yang stabil
d. Industri tua
e. Industri yang sedang mengalami kemunduran. (Winardi, 1993 : 119).
Dalam pengelompokan jenis industri nasional menurut
Departemen Perindustrian secara garis besar maka industri dapat
digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu :
a. Industri Dasar
Yaitu meliputi dua sub kelompok. Sub kelompok pertama adalah
industri mesin dan logam dasar serta elektronik. Sedangkan sub
misi yaitu pertumbuhan ekonomi dan penguat struktur. Teknologi
yang dipergunakan adalah teknologi maju dan teruji serta tidak
padat karya.
b. Industri Hilir
Yaitu aneka industri, dengan misi pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan. Sedangkan teknologi yang dipergunakan adalah
teknologi maju, teruji serta tidak padat karya.
c. Indutri Kecil
Yaitu dengan misi pemerataan dengan menggunakan teknologi
madya atau sederhana serta padat karya. (Anonim, 1994 : 56). Ada beberapa kriteria dalam penggolongan industri yang
berdasarkan jumlah orang yang bekerja serta jumlah investasi yang
ditanamkan diantaranya yaitu :
a. Industri Besar
Yaitu kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang
mempekerjakan lebih dari 100 orang, pada umumnya industri
yang dapat modal atau capital intensive serta menggunakan
teknologi tinggi dan kurang menyerap tenaga kerja. Sasaran
utama yang ingin dicapai adalah peningkatan pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang dan mempunyai investasi lebih
b. Industri Menengah
Yaitu perusahaan-perusahaan industri yang mempekerjakan
sekitar 20 sampai dengan 99 orang yang pada umumnya investasi
antara Rp.70.000.000,00 sampai dengan Rp.100.000.000,00.
c. Industri Kecil
Yaitu kumpulan dari unit–unit perusahaan yang mempekerjakan
antara 5 sampai dengan 9 orang yang berdasarkan keterampilan
dengan mempunyai investasi maksimal tidak boleh lebih dari
Rp.70.000.000,00. (Arsyad, 1992 : 306).
2.2.3. Jumlah PerusahaanIndustriManufaktur 2.2.3.1 Pengertian PerusahaanIndustriManufaktur
Sektor industri pengolahan adalah mencakup semua perusahaan
atau usaha yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar menjadi
barang jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang
yang lebih tinggi nilainya. Termasuk ke dalam sektor ini adalah
perusahaan yang melakukan kegiatan jasa industri penunjang perakitan
(assembling) dari bagian suatu industri. (Anonim, 2005 : 255).
Perusahaan manufaktur didefinisikan sebagai industri yang mambuat
produk dari bahan mentah (raw material) atau komponen menjadi bahan
jadi atau komponen lainnya, dengan menggunakan tenaga mesin atau
tenaga manusia, yang dilakukan secara sistematis dangan cara pembagian
Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa industri
manufaktur (manufacturing industry) atau perusahaaan industri
pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan
mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, dan dengan
tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi atau barang
yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan
sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Termasuk ini adalah
kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan.
2.2.3.2. Karakteristik Umum PerusahaanIndustriManufaktur
Apapun hasil produknya, dari definisi diatas dapat ditarik
karakteristik umum perusahaan manufaktur sebagai barikut :
a. Mengubah satu bentuk bahan menjadi bentuk produk lainnya,
baik berupa komponen yang kemudian diserahkan ke pihak
manufaktur lain untuk dirakit, ataupun produk jadi yang siap
untuk digunakan oleh konsumen.
b. Proses tersebut melibatkan panggunaan mesin dan tenaga manusia,
dan dilakukan secara bertahap sehingga diperlukan perencanaan
dan pengendalian agar diperoleh hasil yang optimal.
c. Bahan mentah atau bahan setengah jadi yang diperlukan oleh
manufaktur tersebut harus dikelola dengan optimal agar
2.2.3.3. Klasifikasi Umum PerusahaanIndustri Manufaktur
Adapun klasifikasi industri manufaktur/pengolahan adalah
sebagai berikut :
a. Industri makanan, minuman dan tembakau
b. Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit
c. Industri kayu dan sejenisnya
d. Industri kertas, percetakan dan penerbitan
e. Industri kimia, minyak bumi, karet dan plastik
f. Industri barang galian non logam, kecuali minyak bumi dan batu
bara
g. Industri logam dasar
h. Industri barang dari logam, mesin dan peralatan
i. Industri pengolahan lainnya. (Anonim, 2000 : 71).
2.2.3.4. Hubungan Jumlah Perusahaan Industri Manufaktur dengan Pendapatan Industri Manufaktur
Jika jumlah perusahaan industri manufaktur yang ada semakin
bertambah maka hal ini menandakan bahwa perkembangan usaha
perusahaan industri manufaktur akan semakin meningkat dan secara
tidak langsung produksi yang dihasilkan juga akan meningkat sehingga
hal tersebut akan berpengaruh terhadap meningkatnya pendapatan yang
2.2.4. Kredit
2.2.4.1. Pengertian Kredit
Menurut Kohler, dalam bukunya “A Dictionary for accountants”
Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau
mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan
dilakukan, ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati.
(Kohler, 2001 : 175).
Dalam bahasa latin kredit disebut “credere” yang artinya percaya.
Maksudnya si pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit, bahwa
kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai dengan
perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit berarti menerima
kepercayaan, Sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar
kembali pinjaman tersebut sesuai dengan jangka waktunya. (Kasmir, 2003 : 101).
Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pemberian
atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayaran akan
tangguhan pada jangka waktu yang telah disepakati.
(Mulyono, 2004 : 10).
Pengertian kredit menurut Undang-Undang Perbankan No.10
tahun 1998 adalah peyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
mawajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga. (Kasmir, 2003 : 102).
Kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban
untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu
yang akan datang, karena penyerahan barang-barang sekarang.
(Suyatno, dkk, 1999 : 13).
Kredit artinya penyediaan uang atau barang atau jasa kepada
pihak lain, tanpa imbalan secara langsung, tetapi dengan kepercayaan
bahwa pihak penerima uang atau barang tersebut akan mengembalikan
utangnya sesudah jangka waktu tertentu. (Harijanto, 1996 : 8).
Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat berdasarkan kesepakatan
pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang diberi pinjaman untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
2.2.4.2. Fungsi Kredit
a. Kredit dapat meningkatkan manfaat dari sumber dana atau modal.
Hal ini dapat diungkapkan bila sumber dana yang berasal dari
masyarakat yang disalurkan kepada bank berupa simpanan yang
terdiri dari tabungan, sertifikat deposito, deposito berjangka dan
giro yang selanjutnya akumulasi dari dana-dana tersebut akan
maka sumber dana tersebut dapat meningkatkan manfaat bagi
dunia usaha.
b. Kredit dapat meningkatkan jumlah peredaran uang. Artinya kredit
yang disalurkan oleh bank melalui rekening koran pada dunia
usaha akan menciptakan uang giral yang dapat diambil melalui
cek atau pun giro. Hal tersebut akan dapat meningkatkan
peredaran uang baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan
demikian kredit dapat menciptakan kegairahan berusaha pada
dunia usaha.
c. Kredit merupakan sarana didalam stabilitas ekonomi, yang artinya
bahwa penggunaan kredit harus didasarkan pada hal-hal yang
produktif yang dapat menyerap tenaga kerja yang bermuara pada
peningkatan taraf hidup rakyat untuk kemakmuran. Oleh karena
itu penggunaan kredit haruslah tepat pada sektor-sektor yang
mempunyai prioritas tinggi.
d. Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional. Hal ini
terbukti dari banyak bank-bank dari negara maju yang
beroperasional di negara-negara berkembang dan membantu
dalam hal modal melalui perkreditan. Selain itu dalam hubungan
ekonomi internasional kelompok negara maju selaku donor dapat
memberi kredit kepada negara yang sedang berkembang guna
meningkatkan kemajuan perekonomian negara tersebut. Dalam
mendapat bantuan dari CGI (Consultative Group On Indonesia).
(Harijanto, 1999 : 90).
2.2.4.3. Tujuan Kredit
Dalam membahas tujuan kredit, kita tidak dapat melepas diri dari
falsafah yang dianut oleh suatu negara keuntungan atau profitability
merupakan tujuan dari pemberian kredit yang terjelma dalam bentuk
bunga yang diterima dan karena Pancasila adalah sebagai dasar falsafah
negara kita, maka tujuan dan pembarian kredit tidak semata-mata
mencari keuntungan semata, melainkan disesuaikan dengan tujuan
negara kita yang diberikan oleh suatu bank, khususnya bank
pemerintahan yang akan mengembangkan tugas sebagai agent of
development adalah untuk :
a. Mencari Keuntungan
Tujuan utama pemberian kredit adalah untuk memperoleh
keuntungan. Hasil keuntungan ini diperoleh dalam bentuk bunga
yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya adminitrasi
kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini sangat
penting untuk kelangsungan hidup bank, disamping itu keuntugan
juga bisa memperbesar usaha bank.
b. Membantu Usaha Nasabah
Tujuan selanjutnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang
kerja. Dengan dana tersebut maka pihak debitur akan dapat
mengembangkan dan memperluas usahanya. Dalam hal ini baik
bank ataupun nasabah sama-sama diuntungkan.
c. Membantu Pemerintah
Tujuan lainnya adalah membantu pemerintah dalam berbagai
bidang, antara lain sebagai berikut :
1. Penerimaan pajak dari keuntungan yang diperoleh nasabah
dari bank.
2. Membantu kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit
pembangunan usaha baru atau perluasan usaha yang akan
membutuhkan tenaga kerja baru, sehingga dapat menyedot
tenaga kerja yang masih menganggur.
3. Meningkatkan jumlah barang dan jasa, jelas sekali bahwa
sebagian besar kredit yang disalurkan akan dapat
meningkatkan produksi barang dan jasa yang beredar di
masyarakat, sehingga akhirnya masyarakat akan memiliki
banyak pilihan.
4. Menghemat devisa negara, terutama untuk produk-produk
yang sebelumnya di impor dan apabila sudah dapat di
produksi sendiri didalam negeri fasilitas kredit yang ada jelas
akan menghemat devisa negara.
5. Meningkatkan devisa negara, apabila produk yang dibiayai
2.2.4.4. Unsur-Unsur Kredit
Dalam kata kredit mengandung berbagai maksud atau dengan
kata lain didalam kata kredit terkandung unsur-unsur yang direkatkan
menjadi satu. Sehingga jika kita berbicara tentang kredit maka termasuk
membicarakan unsur-unsur yang terkandung didalamnya.
Adapun unsur-unsur ynag terkandung didalam pemberian suatu
fasilitas kredit adalah sebagai berikut:
a. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bagi si pemberi
kredit bahwa kredit yang diberikan benar-benar diterima kembali
di masa yang akan datang sesuai dengan jangka waktu kredit.
Kepercayaan diberikan oleh bank sebagia dasar utama yang
melandasi mengapa suatau kredit berani dikucurkan. Oleh karena
itu sebelum kredit dikucurkan maka harus dilakukan penelitian
dan penyelidikan lebih dahulu secara mendalam tentang kondisi
nasabah, baik secara intern maupun ekstern. Penelitian dan
penyelidikan tentang kondisi pemohon kredit sekarang dan masa
lalu, untuk menilai kesungguhan dan etika baik nasabah terhadap
bank.
b. Kesepakatan
Disamping unsur percaya didalam kredit juga mengandung
unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima
dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan
kewajibannya masing-masing. Kesepakatan ini dituangkan dalam
akad kredit dan ditandatangani oleh kedua belah pihak sebelum
kredit tersebut dikucurkan.
c. Jangka Waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu,
jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah
disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek
(dibawah 1 tahun), jangka menengah (1-3 tahun), atau jangka
panjang (diatas 3 tahun). Jangka waktu merupakan batas waktu
pengembalian angsuran kredit yang sudah disepakati kedua belah
pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini dapat diperpanjang
sesuai kebutuhan.
d. Resiko
Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian kredit
akan memungkinkan munculnya suatu resiko tidak tertagihnya
atau macet pemberian suatu kredit. Semakin panjang suatu jangka
waktu kredit, maka semakin besar resikonya, demikian pula
sebaliknya. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang
disengaja maupun resiko yang tidak disengaja. Misalnya karena
bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur
kesengajaan lainya sehinga nasabah tidak mampu lagi melunasi
e. Balas Jasa
Bagi bank balas jasa adalah merupakan keuntugan atau
pendapatan atas pemberian suatu kredit. Dalam bank jenis
kovensional balas jasa kita kenal dengan nama bunga. Disamping
balas jasa dalam bentuk bunga, bank juga membebankan kepada
nasabah biaya adminitrasi kredit yang juga merupakaan
keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah
balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil. (Kasmir, 2003 : 103-104).
2.2.4.5. Kebijakan Perkreditan
Peranan kredit bagi debitur maupaun bank sangat penting dan
kerjasama tersebut harus memberikan keuntungan bagi keduanya. Agar
kedua belah pihak memperoleh manfaat sebesar-besarnya dan dapat
tumbuh berkembang dengan baik, Pemerintah dalam hal ini Bank
Indonesia mengeluarkan berbagai aturan yang dimaksudkan agar
penyaluran kredit bank dilakukan secara sehat. Regulasi atau peraturan
yang di tunjukan untuk perbankan sebagian besar diterapkan di bidang
perkreditan. Peraturan atau regulasi tersebut, antara lain :
a. Peraturan atau regulasi berkaitan dengan penyaluran kredit, antara
lain kewajiban bagi bank umum untuk menyalurkan kredit ke
usaha kecil (KUK), mewajibkan setiap bank membuat rencana
dijalani berakhir harus diganti dengan satu tahun di depan,
sehingga perencanaan tersebut selalu menggambarkan business
plan dalam tiga tahunan).
b. Peraturan atau regulasi berkaitan dengan pengelolaan kredit,
antara lain regulasitentang tata cara penyaluran kredit yang sehat
misalnya yang diatur dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1992
tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No.10 tahun 1998 dan SK Direksi Bank Indonesia No.
27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang kewajiban
membuat pedoman pemberian kredit.
c. Peraturan atau regulasi berkaitan dengan penyediaan modal untuk
menyerap risiko kredit, antara lain ketentuan penyediaan modal
minimum (CAR) sebesar 8% yang akan terus ditingkatkan
menjadi 12-17% sesuai rekomendasi BIS (Bank for International
settlement).
d. Peraturan atau regulasi berkaitan dengan pembatasan penyaluran
kredit, antara lain pembatasan maksimum kredit yang diberikan
(BMPK), Pembatasan kepada pihak-pihak yang terkait dengan
bank, pembatasan kepada debitur besar.
e. Peraturan atau regulasi lainnya yang berkaitan dengan
pengelolaan risiko kredit yang saat ini masih berupa draft antara
lain Undang-Undang Perkreditan, Pedoman Penerapan
kewajiban setiap bank untuk mempunyai pedoman yang dapat
dipergunakan untuk mengukur, menilai dan menetapkan besarnya
risiko kredit yang dapat diterima bank, serta menetapkan unit
kerja yang secara terus menerus memonitor perkembangan risiko
kredit tersebut. (Suhardjono, 2005 : 17-18).
2.2.4.6. Penilaian Kredit
Penilaian ini sering juga disebut dengan analis kredit yng
dilaksanakan oleh pejabat bank untuk seorang nasabah yang akan
mengajukan permohonan kredit. Proses penilaian kredit dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain :
a. Jumlah kredit yang diminta oleh nasabah
b. Penggunaan kredit oleh nasabah
c. Perangkat teknologi bank
d. Dokumen hubungan histories antara nasabah dengan bank.
Proses penilaian ini berkaitan dengan analisis nasabah
dikemudian hari supaya tidak menimbulkan kesulitan artinya pada
waktu kredit jatuh tempo nasabah dapat memenuhi kewajibannya
dengan baik atau dengan kata lain nasabah tidak default artinya
kegagalan nasabah dalam membayar kembali kredit yang diterima.
2.2.4.7. Jenis-Jenis kredit
Beragam jenis usaha menyebabkan pula kebutuhan akan dana.
Kebutuhan dana yang beragam menyebabkan jenis kredit juga menjadi
beragam. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dana yang diinginkan
oleh nasabah.
Didalam prakteknya kredit yang diberikan bank umum dan bank
perkreditan rakyat untuk masyarakat terdiri dari berbagai jenis. Secara
umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain :
a. Dilihat dari segi kegunaannya
1. Kredit Investasi
Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang
biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau
membangun proyek, pabrik baru atau untuk keperluan
rehabilitasi. Sebagai contoh misalnya untuk membangun
pabrik atau membeli mesin-mesin.
2. Kredit Modal Kerja
Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk
keperluan meningkatkan produksi dalam kegiatan
operasinalnya. Sebagai contoh misalnya untuk membeli
bahan baku, membayar gaji pegawai, atau biaya lainya
b. Dilihat dari segi tujuan kredit
1. Kredit Produktif
Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha produksi
atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan
barang atau jasa. Sebagai contoh kredit untuk membangun
pabrik yang nantinya akan menghasilkan barang dan kredit
pertanian akan menghasilkan produk pertanian, kredit
pertambangan akan menghasilkan barang tambang dan
kredit industri akan menghasilkan barang-barang Industri.
2. Kredit Konsumtif
Kredit yang digunakan untuk konsumsi pribadi. Dalam
kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang
dihasilkan karena memang digunakan atau dipakai oleh
seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh yaitu kredit
untuk perumahan, kredit untuk mobil pribadi, kredit
perabotan rumah tangga dan kredit konsumtif lainnya.
3. Kredit Perdagangan
Merupakan kredit yang akan diberikan kepada pedagang
dan digunakan untuk membiayai aktifitas perdagangannya
seperti untuk membeli barang dagangan tersebut. Kredit ini
sering diberikan kepada supplier atau agen-agen
perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah
c. Dilihat dari segi jangka waktu
1. Kredit Jangka Pendek
Kredit yang mememiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun
atau paling lama 1 tahun biasanya digunakan untuk
keperluan modal kerja. Sebagai contoh misalnya kredit
perternakan ayam.
2. Kredit Jangka Menengah
Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1-3 tahun dan
biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi.
Sebagai contoh misalnya kredit untuk pertanian seperti
jeruk, atau perternakan kambing.
3. Kredit Jangka Panjang
Kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit
jangka panjang waktu pengembaliannya adalah diatas 3-5
tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang
seperti perkebunan karet, kelapa sawit atau manufaktur dan
untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.
d. Dilihat dari segi jaminan
1. Kredit Dengan Jaminan
Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan. Jaminan
tersebut dapat berbentuk barang berwujud ataupun barang
yang tidak berwujud. Artinya setiap yang dikeluarkan akan
tertentu jaminannya harus melebihi jumlah kredit yang
diajukan oleh si calon debitur.
2. Kredit Tanpa Jaminan
Kredit yang diberikan tanpa adanya jaminan barang atau
usaha, karakter serta loyalitas atau nama baik si calon
debitur selama berhubungan dengan bank atau pihak lain.
e. Dilihat dari sektor usaha
1. Kredit Pertanian
Kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau
pertanian. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka
pendek atau jangka panjang.
2. Kredit Perternakan
Kredit yang diberikan untuk sektor perternakan baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek
misalnya perternakan ayam dan jangka panjang untuk
ternak kambing atau ternak sapi.
3. Kredit Industri
Kredit yang diberikan untuk membiayai industri, baik
Industri kecil, Industri menengah, maupun industri besar.
4. Kredit Pertambangan
Kredit yang diberikan kepada usaha tambang. Jenis usaha
tambang yang dibiayai biasanya dalam jangka panjang,
5. Kredit Pendidikan
Kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan
prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk
mahasiswa.
6. Kredit Profesi
Kredit yang diberikan kepada kalangan para professional
seperti dosen, dokter, atau pengacara.
7. Kredit Perumahan
Kredit yang digunakan untuk membiayai pembangunan
atau pembelian perumahan dan biasanya berjangka waktu
panjang. (Kasmir, 2003 : 109-112).
2.2.4.8. Kredit Modal Kerja
Modal mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan
ekonomi maupun pertumbuhan ekonomi karena dengan adanya
pemberian modal yang cukup maka akan dapat digunakan untuk
meningkatkan produktivitas. Dengan kata lain, pemberian modal atau
kredit akan memungkinkan perusahaan-perusahaan tersebut untuk terus
berkembang, mendapatkan keuntungan lebih banyak, mendapatkan
penghasilan dan menciptakan lapangan pekerjaan lebih banyak,
Dengan demikian apabila pemberian modal atau kredit yang
cukup maka akan dapat digunakan untuk meningkatkan produktifitas
yang akan memungkinkan perusahaan-perusahaan atau industri untuk
terus berkembang, sehingga akan mendapat keuntungan lebih banyak
dan sudah pasti akan menciptakan lapangan pekerjaan baru yang pada
akhirnya taraf hidup masyarakat lebih bisa ditingkatkan.
2.2.4.9. Pengertian Kredit Modal Kerja
Kredit modal kerja adalah kredit yang digunakan untuk
membiayai atau memenuhi kebutuhan modal kerja para nasabah, dalam
kredit modal kerja biasanya berjangka pendek dan disesuaikan dengan
jangka waktu perputaran modal kerja nasabah. (Susilo dkk, 2000 : 73). Kredit modal kerja adalah pemberian kredit kerja pada
pemborong atau rekan yang tergolong pengusaha atau perusahaan
golongan ekonomi lemah, memperoleh kontrak pembelian pemerintah
yang sumber dana pembiayaannya berasal dari bank-bank pemerintah.
(Suyatno dkk, 1990 : 52).
Kredit modal kerja yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada
debiturnya untuk memenuhi kebutuhan modal kerjanya. (Mulyono,
2.2.4.10. Macam-Macam Kredit Modal Kerja
Terdapat beberapa macam kredit modal kerja ditinjau dari jangka
waktunya yaitu sebagai berikut :
1. Kredit Modal Kerja Revolving
Yaitu apabila kegiatan usaha debitur dapat diharapkan
berlangsung secara continue dalam jangka panjang dan pihak
bank cukup mempercayai kemampuan dan kemauan nasabah,
maka fasilitas kredit modal kerja nasabah dapat diperpanjang
setiap periodenya tanpa harus mengajukan permohonan kredit
baru.
2. Kredit Modal Kerja Einmaleg
Yaitu apabila volume kegiatan debitur sangat berfluktuasi dari
waktu ke waktu dan atau pihak bank kurang mempercayai
kemampuan dan kemauan nasabah. Fasilitas kredit modal kerja
ini hanya diberikan satu kali. (Mulyono, 1993 : 27).
2.2.4.11. Hubungan Kredit Modal Kerja dengan Pendapatan Industri Manufaktur
Jika kredit modal kerja yang disalurkan pada industri manufaktur
meningkat, maka akan dapat memperluas usaha/lapangan kerja industri
manufaktur sehingga dapat menambah faktor–faktor produksi seperti
(mesin, material, tenaga kerja, dan lain-lainnya) sehingga jumlah
langsung akan mengakibatkan pendapatan meningkat dan keuntungan
yang maksimal bisa dicapai.
2.2.5. Jumlah Tenaga Kerja 2.2.5.1. Pengertian Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia
kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara satu dengan negara
lain. Batas usia yang dianut oleh negara Indonesia adalah minimum 10
tahun tergolong sebagai tenaga kerja. (Dumairy, 1997 : 74).
Tenaga kerja (man power) adalah kemampuan manusia untuk
mengeluarkan usaha tiap satuan waktu guna menghasilkan barang dan
jasa, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. (Suroto, 1992 : 17). Tenaga kerja yaitu penduduk pada usia kerja yaitu antara 15
sampai 64 tahun. Penduduk pada usia kerja ini digolongkan menjadi
dua yaitu angkatan kerja (labour force) dan bukan angkatan kerja.
(Suparmoko, 1992 : 114).
Tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia untuk sanggup
bekerja. Pengertian tenaga kerja ini meliputi mereka yang bekerja untuk
diri sendiri ataupun untuk anggota keluarga yang tidak menerima
bayaran berupa upah ataupun mereka yang bersedia dan mampu untuk
bekerja, dalam arti mereka menganggur dengan terpaksa karena tidak
Tenaga kerja adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang
bekerja, sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti
bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan yang disebut
terakhir (pencari kerja, bersekolah dan mengurus rumah tangga)
walaupun sedang tidak bekerja, mereka dianggap fisik mampu dan
sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. (Simanjuntak, 1995 : 2).
2.2.5.2. Pengertian Angkatan Kerja
Angkatan kerja adalah bagian penduduk yang mampu dan
bersedia melakukan pekerjaan. Kata “mampu” disini menunjukkan
kepada tiga hal, yaitu :
a. Mampu fisik, yaitu sudah cukup umur, jasmani, sudah cukup kuat
dan tidak mempunyai cacat mental.
b. Mampu mental, yaitu mempunyai mental yang sehat dan tidak
memiliki kelainan untuk melakukan pekerjaan normal.
c. Mampu yuridis, yaitu tidak kehilangan kebebasan dan bersedia
untuk memiliki dan melakukan pekerjaan. Kata “bersedia” berarti
orang yang bersangkutan dapat secara aktif mampu dan pasif atas
kemauannya sendiri mencari pekerjaan. (Dumairy, 1997 : 75). Angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan penduduk
yang belum bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang mencari
pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Sedangkan penduduk yang
barang dan jasa untuk memperoleh penghasilan, baik bekerja penuh
maupun tidak bekerja penuh. (Suparmoko, 1992 : 67).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang
bekerja atau mempunyai pekerjaan, namun untuk sementara sedang
tidak mencari pekerjaan.
2.2.5.3. Pengertian Bukan Angkatan Kerja
Bukan Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang tidak
bekerja atau sedang mencari pekerjaan. (Sumarsono, 2003 : 116). Bukan Angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam
usia yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak
mencari pekerjaan. Mereka ini adalah bagian dari tenaga yang
sesungguhnya tidak terlihat dalam kegiatan produktif yaitu
memproduksi barang dan jasa yang bukan angkatan kerja disini dapat di
golongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Golongan yang bersekolah, yaitu mereka yang kegiatannya hanya
sekolah.
b. Golongan yang mengurus rumah tangga, yaitu mereka yang
mengurus rumah tangga tanpa memperoleh upah.
c. Golongan lain, yaitu :
1. Penerima pendapatan yaitu mereka yang tidak melakukan
seperti: tunjangan pensiun, bunga atas pinjaman atau sewa
atas hak milik.
2. Mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain.
Konsep memilah-milah tenaga kerja seperti ini disebut
pendekatan angkatan kerja (labour force approach), yang
diperkenalkan oleh International Labour Organization
[image:54.612.131.525.242.654.2](ILO). (Dumairy, 1997 : 74).
Gambar 1 : Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja
Sumber : Simanjuntak J. Payaman, 1995, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Penerbit LPFE UI, Jakarta,
Penduduk
Tenaga Kerja Bukan Tenaga Kerja
Bukan Angkatan Kerja Angkatan Kerja
Penerima Pendapatan Mengurus
Rumah Tangga Sekolah
Setengah Pengangguran Bekerja Penuh
Bekerja Pengangguran
Penghasilan Rendah Produktifitas Rendah
Keterangan :
Jumlah penduduk dan angkatan kerja, serta laju pertumbuhan
penduduk yang tinggi sebenarnya tidak perlu menjadi masalah bila daya
dukung yang efektif di negara itu cukup kuat untuk memenuhi berbagai
macam kebutuhan masyarakat termasuk penyediaan kesempatan kerja.
Penduduk disuatu negara bisa menjadi tenaga kerja atau bukan
tenaga kerja. Tenaga kerja dapat dibagi menjadi angkatan kerja dan
bukan angkatan kerja, sekalipun mereka adalah angkatan kerja tidak
semua angkatan kerja akan bekerja, ada juga yang menganggur.
Penduduk yang telah bekerja juga tidak selalu bekerja penuh, ada
penduduk yang bekerja setengah menganggur, dapat dilihat dan
setengah pengangguran kentara karena jam kerja yang sedikit dan
pengangguran tidak kentara karena produktivitas rendah ataupun
penghasilan yang rendah.
Bukan angkatan kerja dalam hal ini disebabkan oleh beberapa hal
karena masih duduk dibangku sekolah, mengurus rumah tangga bagi
mereka yang telah berkeluarga, penerima pendapatan atau orang yang
tidak produktif tetapi mendapatkan imbalan seperti, pensiunan
pendapatan dari jasa sewa, bunga simpanan dan lain sebagainya.
2.2.5.4. Permintaan Tenaga Kerja
Permintaan tenaga kerja adalah kebutuhan yang sudah didasarkan
atas kesediaan membayarkan upah tertentu sebagai imbalan pemberian
kerja bermaksud menggunakan atau meminta sekian orang karyawan
dengan kesediaan membayar upah sekian rupiah setiap waktu. Jadi,
dalam permintaan ini sudah ikut dipertimbangkan tinggi rendahnya
upah yang berlaku dalam masyarakat atau yang dibayarkan kepada
[image:56.612.148.506.290.609.2]tenaga kerja yang bersangkutan. (Suroto, 1992 : 21).
Gambar 2 : Kurva Permintaan Tenaga Kerja Upah
VMPPL
D
w1
w
w2
D = MPPL X P
0
A N B Penempatan
Keterangan :
Garis DD melukiskan nilai hasil marginal karyawan (Value
marginal physical pruduct of VMPPL) untuk setiap tingkat penempatan.
Bila misalnya jumlah karyawan yang dipekerjakan sebanyak OA = 100
orang, maka nilai hasil kerja orang yang ke 100 dinamakan VMPPL nya
dan besarnya sama dengan : MPPL X P = W1. Nilai ini lebih besar dari
tingkat upah yang sedang berlaku (W). Oleh karena itu laba perusahaan
akan bertambah dengan menambah tenaga kerja baru. Pengusaha dapat
terus menambah laba perusahaan dengan mempekerjakan orang hingga
ON. Dititik N pengusaha mencapai laba maksimum dan nilai MPPL X P
sama dengan upah yang dibayarkan kepada karyawan.
2.2.5.5 Penawaran Tenaga Kerja
Persediaan tenaga kerja adalah istilah yang biasanya juga belum
dihubungkan dengan faktor upah. Sedangkan dalam istilah penawaran
tenaga kerja sudah ikut dipertimbangkan faktor upahnya. Dalam hal ini
pencari kerja bersedia menerima pekerjaan itu atau menawarkan
tenaganya apabila kepadanya diberikan upah sekian rupiah setiap
Gambar 3 : Kurva Penawaran Tenaga kerja
Upah Ns (Pe = 2.0)
W2
Ns (Pe = 1.0)
W1
0
N1 Tenaga kerja
Sumber : Nopirin, 1992, Ekonomi Moneter, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, Halaman 16.
Keterangan :
Pada harga harapan Pe = 1.0. Upah nominal adalah W1 maka
jumlah tenaga kerja yang ditawarkan adalah N1. Apabila harga harapan
naik menjadi Pe = 2.0; tingkat upah w2 akan memberikan upah riil yang
sama, sehingga jumlah tenaga kerja yang ditawarkan tetap pada N1.
Jumlah tenaga kerja yang ditawarkan akan naik apabila upah riilnya
naik, yakni apabila upah nominal naik menjadi W2 sedang yang
Gambar 4 : Keseimbangan dalam Pasar Tenaga Kerja
Upah Nominal
WL NS (P1)
W1
W2 ND (P1)
N2 N1 N3 L Tenaga Kerja
Sumber : Nopirin, 1992, Ekonomi Moneter, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, Halaman 16.
Keterangan :
Keseimbangan dalam pasar tenaga kerja akan terjadi pada tingkat
upah riil dimana jumlah tenaga kerja yang diminta sama dengan yang
ditawarkan. Pada gambar 3 keseimbangan terjadi pada tingkat upah
(nominal) W1 dengan jumlah tenaga kerja N1 pada harga P1. Jika upah
nominal turun menjadi W2, dengan harga tetap P1 berarti upah riil turun,
jumlah tenaga kerja yang diminta (N3) melebihi yang ditawarkan (N2).
Kelebihan jumlah tenaga kerja yang diminta ini akan mendorong
tingkat upah naik sampai ke W1 kembali dimana tingkat upah riil juga
2.2.5.6. Hubungan Jumlah Tenaga Kerja dengan Pendapatan Industri Manufaktur
Tenaga Kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat
penting dalam meningkatkan pendapatan industri manufaktur karena
semakin banyak jumlah tenaga kerja dipakai maka produktivitas untuk
setiap proses produksi dalam menciptakan serta memperbesar nilai
suatu barang akan meningkat maka hasil produksinya juga semakin
besar sehingga pada akhirnya akan menambah pendapatan yang akan
diterima oleh industri manufaktur.
2.2.6. Pertumbuhan Ekonomi
2.2.6.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yaitu perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan
dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.
(Sukirno, 2004 : 9).
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka
panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai
barang ekonomi kepada penduduknya. (Todaro, 2004 : 99).
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan pendapatan nasional
secara berarti (dengan meningkatnya pendapatan perkapita) dalam suatu
Melalui penjelasan tentang pengertian pertumbuhan ekonomi
diatas, pertumbuhan ekonomi mempunyai tiga komponen yaitu :
a. Pertumbuhan suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus
menerus persediaan barang.
b. Teknologi maju merupakan faktor-faktor dalam pertumbuhan
ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan
dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk.
c. Penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya
penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi dengan inovasi
yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat
dimanfaatkan secara tepat. (Jhingan, 1991 : 72).
2.2.6.2. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,