• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANGKUMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANGKUMAN"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

LO MODUL 3 BLOK 16 :

1. Anatomi Faal Hidung dan Sinus Paranasal 2. Penyebab nyeri pipi dan rhinorea

3. Rhinitis ( akut, kronik (vasomotor, alergi)) 4. Sinusitis ( maksilaris, frontalis)

5. Pemilihan terapi

1.

ANATOMI-FISIOLOGI HIDUNG, SINUS PARANASALIS

ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG ANATOMI HIDUNG

Ada 3 struktur penting dari anatomi hidung, yaitu :

Dorsum Nasi (Batang Hidung)

Bagian kaudal dorsum nasi merupakan bagian lunak dari batang hidung yang tersusun oleh kartilago lateralis dan kartilago alaris. Jaringan ikat yang keras menghubungkan antara kulit dengan perikondrium pada kartilago alaris. Bagian kranial dorsum nasi merupakan bagian keras dari batang hidung yang tersusun oleh os nasalis kanan & kiri dan prosesus frontalis ossis maksila.

(2)

Fungsi septum nasi antara lain menopang dorsum nasi (batang hidung) dan membagi dua kavum nasi. Bagian anterior septum nasi tersusun oleh tulang rawan yaitu kartilago quadrangularis. Bagian posterior septum nasi tersusun oleh lamina perpendikularis os ethmoidalis dan vomer. Kelainan septum nasi yang paling sering kita temukan adalah deviasi septi.

Kavum Nasi

Ada 6 batas kavum nasi, yaitu :

1. Batas medial kavum nasi yaitu septum nasi.

2. Batas lateral kavum nasi yaitu konka nasi superior, meatus nasi superior, konka nasi medius, meatus nasi medius, konka nasi inferior, dan meatus nasi inferior.

3. Batas anterior kavum nasi yaitu nares (introitus kavum nasi). 4. Batas posterior kavum nasi yaitu koane.

5. Batas superior kavum nasi yaitu lamina kribrosa. 6. Batas inferior kavum nasi yaitu palatum durum.

1. Hidung Luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke bawah: 1. Pangkal hidung (bridge)

2. Dorsum nasi 3. Puncak hidung 4. Ala nasi 5. Kolumela

6. Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot – otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :

- Superior : os frontal, os nasal, os maksila

- Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan kartilago alaris minor

Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior menjadi fleksibel.

Perdarahan:

1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A. Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).

(3)

2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris interna, cabang dari A. Karotis interna)

3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)

Persarafan :

1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis) 2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)

2. Kavum Nasi

Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial media. Batas – batas kavum nasi :

1. Posterior : berhubungan dengan nasofaring

2. Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale dan sebagian os vomer 3. Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal, bentuknya konkaf dan

bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.

4. Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna = kolumela.

5. Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.

Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang – kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini.

Perdarahan :

Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama – sama arteri.

Persarafan :

1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N. Etmoidalis anterior 2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum masuk melalui

foramen sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus.

(4)

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat – obatan.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan pendarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung. Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagian dari atas ke bawah : pangkal hidung, (bridge), dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi, kolumela, dan lubang hidung.

FISIOLOGI HIDUNG

1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :

a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

(5)

b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.

3. Sebagai penyaring dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh : a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b. Silia

c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.

d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime. 4. Indra penghirup

Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.

5. Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.

6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASALIS

(6)

Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung : sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.

Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.

Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk.

Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid.

Fungsi sinus paranasal adalah :

 Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara sehingga bisa untuk

perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan tulang akan terdesak.  Sebagai pengatur udara (air conditioning).

 Peringan cranium.  Resonansi suara.

 Membantu produksi mukus.

Sinus Maksilaris

(7)

 Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang apexnya pada pars zygomaticus maxillae.

 Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang dewasa.

 Berhubungan dengan :

a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga jika dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.

b. Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar. c. Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.

Sinus Ethmoidalis

 Terbentuk pada usia fetus bulan IV.

 Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari 7-15 cellulae,  dindingnya tipis.

 Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung dan mata

 Berhubungan dengan :

a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa. Jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial (meningitis, encefalitis dsb).

b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita sehingga terjadi Brill Hematoma.

c. Nervus Optikus.

d. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.

Sinus Frontalis

 Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.

 Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.

 Volume pada orang dewasa ± 7cc.

 Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).

 Berhubungan dengan :

a. Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta. b. Orbita, dibatasi oleh tulang compacta.

c. Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.

Sinus Sfenoidalis

(8)

 Terletak pada corpus, alas dan Processus os sfenoidalis.

 Volume pada orang dewasa ± 7 cc.

 Berhubungan dengan :

a. Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii. b. Glandula pituitari, chiasma n.opticum. c. Tranctus olfactorius.

d. Arteri basillaris brain stem (batang otak)

2.

rhinorea

RHINORREA

Definisi Rhinorrea

Rhinorea merupakan istilah kedokteran yang berarti hidung berair. Rhinorea berasal dari bahasa yunani, yakni rhinos yang berarti hidung, dan rhoia yang berarti suatu aliran sehingga diartikan suatu aliran yang berasal dari hidung. Rhinorea bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu gejala yang jarang berdiri sendiri.

Penyebab Rhinorrea

Rhinorea dapat disebabkan oleh beberapa kondisi berikut :

 Adanya infeksi virus dan atau bakteri pada mukosa saluran nafas atas, terutama mukosa hidung.

 Adanya allergen, terutama allergen inhalant yang mengiritasi mukosa hidung, asap rokok, cuaca dingin, dan sebagainya.

 Adanya partikel/benda asing seperti biji-bijian, manik-manik pada cavum nasi.

 Trauma mekanik pada mukosa hidung ataupun trauma pada kepala.

Patomekanisme Rhinorrea

Rhinorea secara umum terjadi karena adanya reaksi inflamasi yang terjadi karena adanya infeksi dari virus dan ataupun bakteri, partikel/benda asing, serta trauma pada mukosa hidung. Seperti yang kita ketahui, hal-hal tersebut

akan menyebabkan reaksi inflamasi yang mengakibatkan pelepasan mediator-mediator kimiawi. Pelepasan mediator-mediator tersebut akan mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah, meningkatkan permeabilitas kapiler, dan meningkatkan sekresi dari sel-sel goblet yang terdapat pada mukosa hidung.

(9)

Pada rhinorre yang disebabkan oleh allergen, akan terjadi hipersensitifitas tipe 1 yang mana akan mengeluarkan mediator-mediator kimia yang memiliki efek sama seperti reaksi inflamasi, yang pada akhirnya juga meningkatkan sekresi dari sel-sel goblet. Trauma pada kepala akan mengakibatkan rhinorea cairan serebrospinal.

Rhinorrea dapat klasifikasikan berdasarkan jenis cairannya, yakni : mucus, seromukus, dan purulent. Berikut beberapa penyakit dengan jenis cairan rhinorea yang dihasilkannya :

3.

Rhinitis ( akut, kronik (vasomotor, alergi, dll))

RINITIS

Rinitis didefinisikan sebagai peradangan dari membran hidung yang ditandai dengan gejala kompleks yang terdiri dari kombinasi beberapa gejala berikut : bersin, hidung tersumbat, hidung gatal dan rinore. Mata, telinga, sinus dan tenggorokan juga dapat terlibat. Rinitis alergi merupakan penyebab tersering dari rinitis.

(10)

Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:

- Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan

sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.

- Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

RHINITIS AKUT DEFINISI

Rhinitis akut adalah radang akut mukosa nasi yang ditandai dengan gejala-gejala rhinorea, obstruksi nasi, bersin-bersin dan disertai gejala umum malaise dan suhu tubuh naik.

ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI Etiologi

Etiologi ada 2 jenis mikroorganisme yang menimbulkan rhinitis akut: 1. Virus ditentukan oleh Kruse tahun 1914

2. Bakteri terutama Haemophylus Influensa, Steptococcus, Pneumococcus, dan sebagainya.

Pertama kali terjadi invasi virus yang merusak pertahanan mukosa, kemudian bakteri mengadakan infeksi sekunder. Penularan lewat droplet infeksi dan kontak langsung dengan penderita. Di samping virulensi , faktor predisposisi memegang peranan penting.

Predisposisi

1. Faktor luar (enviroment)

a. Pengaruh atmosfer yaitu angin, suhu udara, humidity, hujan dan sebagainya. Humudity optimal 45%, terlalu kering misalnya salju. Mukosa kering, terlalu lembab, keringat banyak, berangin-angin, kedinginan. Common cold virus hidup lebih baik pada humidity tinggi.

b. Ventilasi ruangan kurang yaitu ruangan kecil, tertutup, penuh orang-orang sakit, serumah ketularan.

(11)

c. Debu dan gas.

d. Yang terpenting adalah faktor dingin atau perubahan temperatur dari panas ke dingin yang mendadak, karena dingin menimbulkan reflex vasokonstrinsik  iskemia jaringan, daya tahan terhadap infeksi menurun.

2 Faktor dalam

a. daya tahan tubuh yang menurun

- kelelahan, bekerja terlalu keras, belajar sampai larut malam - kurang makanan bergizi

- defisiensi vitamin A, C, dan D b. daya tahan lokal cavum nasi - alergi hidung

- obstruksi nasi kronis contoh adenoid, septum deviasi 3. Penyakit excanthemata

Rhinit akut merupkan gejala prodromal misalnya morbili, variola, varecolla, dan scarlet fever.

PATOLOGI

Pada stadium permulaan terjadi vasokonstrinsik yang akan diikuti vasodilatasi, udem dan meningkatnya aktifitas kelenjar seromucious dan goblet sel, kemudian terjadi infiltrasi leukosit dan desguamasi epitel. Secret mula-mula encer, jernih kemudian berubah menjadi kental dan lekat (mukoid) berwarna kuning mengandung nanah dan bakteri (makopurulent). Toksin yang berbentuk terbentuk terserap dalam darah dan lymphe, menimbulkan gejala-gejala umum. Pada stadium resolusi terjadi proliferasi sel epithel yang telah rusak dan mukosa menjadi normal kembali.

GAMBARAN KLINIS

1. Stadium prodromal, pada hari pertama - rasa panas dan kering pada cavum nasi - bersin-bersin

- hidung buntu

- pilek encer jernih seperti air

Pemeriksaan (rhinoscopia anterior/RA)  cavum nasi sempit, terdapat secret serous dan mukosa udem dan hyperemi

2. Stadium akut, hari kedua sampai keempat - bersin-bersin berkurang

- obstruksi nasi bertambah, akibat obstruksi nasi akut terjadi hyposmia, gangguan gustateris, rasa makanan tidak enak

(12)

- pilek kental kuning

- badan tak enak, sumer-sumer

Pemeriksaan  cavum nasi lebih sempit, secret mukopurulent. Mukosa lebih udem hyperemis 3. Stadium Penyembuhan (resolusi) hari Kelima sampai ketujuh

Gejala-gejala ditas berkurang (udem dan hyperemis berkurang, obstruksi berkurang, secret berkung dan mongering) kadang-kadang rhinitis akut didahului gejala nasopharingitis (disamping itu ada gejala lain menyertai yaitu pharyngitis akut dan laryngitis akut. Sehingga timbul gejala panas, batuk, dan pilek. Tetapi adanya pharyngitis atau laryngitis akut tidak selalu didahului oleh rhinitis akut. Dapat pharyngitis timbul dulu atau laryngitis dulu, jadi manifestasi penyakit dapat dimulai dimana-mana (hidung, pharing, laryng)

DIAGNOSA BANDING

Rhinitis akut pada stadium prodromal mempunyai gejala yang mirip dengan syndrome alergi yaitu: bersin-bersin, rhinorea dan obstruksi nasi. Perbedaannya:

Rhinitis Akut Syndrome alergi

Waktu dan gejala 1-2 hari (prodromal) Lama berminggu-minggu, bulan, tahun,

semusim.

Berulang-ulang: pagi sakit, siang sembuh, besoknya kumat lagi

Sifat secret Mengental sesudah 3-4 hari Encer terus

Gejala Umum Ada (panas, Malaise) Tidak ada

Alergen Tidak ada Ada (anamnesa, skin tes pada rhinitis

allergen)

TERAPI

1. Lokal

Tetes hidung sel HCl Ephedrin 1% dalam glucose 5% tau P.Z berfungsi melebarkan cavum nasi, meatus dan propilaksis terhadap sinusitis

2. Umum

a. Hindari tubuh kedinginan - mandi air hangat - makan hangat

- pakaian hangat, jangan terbuka - tidur memakai selimut

(13)

- lantai dingin memakai sandal b. Systemik dengan acetosal

- sebagai analgetik dan antipiretik

- mempunyai efek Cortison anti radang menghilangkan odema, cara kerja merangsang cortex adrenalis memproduksi cortisone

- keuntungan lain dapat dipakai untuk pencegahan segera, minum asetosal sesudah kedinginan/kehujanan yaitu setengah jam sesudah kedinginan, sesudah 2 jam tidak ada efek lagi. - asetosal dapat menghangatkan badan karena menimbulkan vasodilatasi perifer

PROPILAKSIS

1. hindari kontak dengan penderita

2. meningkatkan daya tahan tubuh dengan hindari kelelahan dan diet bergizi 3. hidari dingin dengan minum asetosal

4. rumah sakit dengan sinar ultra violet membunuh virus

KOMPLIKASI

1. Otitis media akut 2. Sinusitis paranasalis

3. Infeksi traktus respiratorius bagian bawah seperti laring, tracho bronchitis, pneumonia 4. Akibat tidak langsung pada penyakit-penyakti lain yaitu jangung dan asma bronchial

PROGNOSA

Rhinitis akut merupakan “self limiting disease” umumnya sembuh dalam 7 -10 hari. Tapi dapat lebih lama 3 minggu bila ada pharingitis, laryngitis atau komplikasi lain.

A. Rinitis Akut

Rintis Akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Penyakit ini sering ditemukan, dan merupakan manifestasi dari rinitis simpleks (common cold), influensa, beberapa penyakit eksantem (seperti morbilli, varisela, pertusis), dan beberapa penyakit infeksi spesifik.

(14)

Juga penyakit ini dapat timbul sebagai reaksi sekunder akibat iritasi lokal atau trauma.

1. Rinitis Simpleks (Pilek, Selesma, Common Cold, Coryza) a. Definisi

Penyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia.

Sinonim Rinitis akut adalah Acute Nasal Catarrh; Acute Coryza; Cold in the Head. Acute viral nasopharyngitis, atau Acute Coryza, biasanya dikenal sebagai common cold, adalah sangat tinggi penularannya, penyakit infeksi virus dari sistem pernapasan atas, terutama semata disebabkan oleh picornavirus atau coronavirus. Rinitis akut merupakan infeksi saluran napas atas terutama hidung, umumnya disebabkan oleh virus. Sebagian besar yang mencakup virus, meliputi rhinovirus, Respiratory syncytial viruses (RSV), virus parainfluenza, virus influenza, dan adenovirus.

b. Etiologi

Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting ialah Rhinovirus. Virus-virus lainnya adalah Myxovirus, virus Coxsackle dan virus ECHO. Rhinovirus, dikenal ada lebih dari 100 serotipe, adalah penyebab commond cold pada orang dewasa; sekitar 20 – 40 % kasus

commond cold disebabkan virus ini, terutama pada musim gugur. Sedangkan Coronavirus,

seperti 229E, OC43 dan B814 merupakan penyebab sekitar 10 – 15 % dari commond cold dan

influenza sebagai penyebab sekitar 10 – 15 % dari commond cold pada orang dewasa; virus ini menonjol pada musim dingin dan awal musim semi, pada saat prevalensi rhinovirus rendah.

(15)

Virus saluran pernafasan lain juga diketahui dapat menyebabkan commond cold pada orang dewasa. Pada bayi dan anak-anak, virus parainfluenza, Respiratory syncytial viruses (RSV), influenza, adenovirus, enterovirus tertentu dan coronavirus menyebabkan penyakit seperti

commond cold. Hampir setengah dari commond cold belum diketahui etiologinya. Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit menahun dan lain-lain).

c. Epidemiologi

Infeksi saluran pernapasan atas adalah penyakit infeksi paling umum antara dewasa yang mempunyai 2 – 4 kali terinfeksi pernapasan tiap tahun. Anak-anak mungkin punya 6 – 10 colds

dalam 1 tahun (dan sampai 12 kali colds dalam 1 tahun untuk anak-anak sekolah). Pada Amerika Serikat, insiden colds meningkat pada musim gugur dan dingin, dengan infeksi paling terjadi di antara September – April. Penyakit yang sering terjadi dapat mempunyai dampak yang besar terhadap ekonomi dunia. Perusahaan asuransi dan jawatan kesehatan pemerintah di seluruh dunia menyajikan angka-angka yang cukup mengesankan. Statistik berupa beberapa ratus juta serangan common cold setiap tahunnya di Amerika Serikat dan laporan serupa di berbagai negara lain, di dapat dengan cara melakukan ekstrapolasi angka absensi di sekolah, angkatan bersenjata, dan industri raksasa kokoh. Namun pada mayoritas yang mengarah pada statistik tersebut, diagnosis “common cold” dibuat oleh pasien sendiri dan tidak oleh dokter.

Ras. Tidak ada perbedaan ras dengan yang mudah terpengaruh infeksi atau perjalanan penyakit telah dideskripsikan antara perbedaan ras.

Jenis Kelamin. Beberapa laporan menunjukkan seorang laki-laki lebih banyak infeksi pada anak lebih muda kurang dari 3 tahun, yang berpindah ke seorang wanita lebih banyak pada anak tua kurang dari 3 tahun. Adalah terbukti tidak ada perbedaan ukuran infeksi pada orang dewasa.

Usia. Infeksi rhinovirus ialah paling umum pada anak-anak, dengan berkurangnya angka kejadian yang mendekati orang dewasa. Anak merupakan alat transmisi infeksi, biasanya infeksi melalui ke anggota keluarga setelah kontak virus di TK, fasilitas permainan dan sekolah.

(16)

Distribusi Penyakit. Tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun muncul sebagai KLB (kejadian luar biasa). Di daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim gugur, musim dingin dan musim semi; di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan. Sebagian besar orang, kecuali mereka yang tinggal di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa terserang satu hingga 6 kali setiap tahunnya. Insidensi penyakit tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan akan menurun secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur.

d. Penularan

Diduga melalui kontak langsung atau melalui droplet, yang lebih penting lagi penularan tidak langsung dapat terjadi melalui tangan dan barang-barang yang baru saja terkontaminasi oleh kotoran hidung dan mulut dari orang yang terinfeksi. Rhinovirus, RSV dan kemungkinan virus-virus lainnya ditularkan melalui tangan yang terkontaminasi dan membawa virus-virus ini ke membran mukosa mata dan hidung.

e. Patologi

Selama langkah awal, selaput lendir ialah kering, merah, dan bengkak, yang menyebabkan sumbatan pada hidung dan mewujudkan sulit bernafas; kondisi ini segera diikuti oleh serous atau pengeluaran mucus serous, yang pada akhirnya mungkin menjadi bernanah. Pemeriksaan mikroskopik terhadap jaringan hidung dan nasofaring menunjukkan edema dan hipersekresi dengan sedikit infiltrasi sel. Dapat ditemukan deskuamasi epitel, khususnya epitel bersilia, seperti yang terjadi pada infeksi influenza.

f. Gejala

Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering dan gatal didalam hidung. Segera timbul menggigil dan malaise, disertai dengan bersin dan ingus encer. Pada saat ini biasanya tidak disertai demam. Sering terasa nyeri kepala ringan atau perasaan penuh di antara kedua mata. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat dan ingus encer, yang biasanya disertai dengan demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak.

Penyakit ini akan berkembang pesat dalam waktu 48 jam dan ditandai dengan suara serak, mata berair, ingus encer dan berkurang atau hilangnya penciuman dan pengecapan. Gejala yang paling mengganggu pada pasien ini ialah hidung yang tersumbat. Rasa nyeri yang tidak terlalu berat disekitar dahi, mata dan kadang-kadang pipi, berhubungan dengan pembengkakan mukosa hidung.

(17)

Perjalanan penyakit common cold dapat bervariasi. Penyakit ini dapat mereda dalam 3-4 hari, tetapi sering terjadi infeksi sekunder oleh bakteri yang mengakibatkan penyakit bertambah 6-8 hari lagi. Jika hal ini terjadi, ingus menjadi berwarna kuning, purulen atau mukopurulen. Sering disertai dengan batuk produktif, karena ingus masuk ke dalam laring. Mukosa sinus ikut terkena dalam reaksi peradangan pada common cold. Selanjutnya akan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri, sehingga sekret menjadi kental dansumbatan di hidung bertambah. Ingus purulen dapat terjadi jika diikuti oleh infeksi sekunder bakteri. Vertigo, tuli sementara dan otitis media dapat terjadi jika tuba eustachius tertutup Bila tidak terdapat komplikasi, gejala kemudian akan berkurang dan penderita akan sembuh sesudah 5 – 10 hari. Komplikasi yang mungkin ditemukan adalah sinusitis, otitis, media, faringtis, bronkitis dan pneumonia.

g. Diagnosis Banding  Influenza  Adenovirus  Bronchitis  Coxsackievirus  Infeksi mononucleosis  Rinitis alergi  Sinusitis akut

 Infeksi saluran pernapasan atas

 Virus parainfluenza

 Respiratory syncytial virus infection

h. Diagnosis

Bersin berulang, dengan gejala catarrhal, dinyatakan diagnosis sangat mudah. Kita ingat, bagaimanapun, bahwa gejala catarrhal yang sama ini adalah antara bukti yang pertama campak dan influenza.

Dari anamnesis dapat ditemukan :

 Rasa panas, kering, dan gatal di hidung atau nasofaring

Sneezing (bersin)

Rhinorrhea (hidung beringus)

 Hidung tersumbat

(18)

 Adanya demam dan nyeri kepala ringan

Pemeriksaan fisik terhadap pasien pada hari-hari pertama menunjukkan mukosa hidung yang hiperemis tetapi tidak terlalu membengkak. Pada jam-jam pertama mukosa menjadi kering dan kadang-kadang seperti mengkilat. Kemudian mukosa menjadi edem dan mengeluarkan ingus yang encer atau mukoid. Pada keadaan ini mukosa pucat, sembab dan basah menyerupai keadaan alergi. Dianggap alergi bila pada pewarnaan sekret hidung ditemukan banyak eosinofil. Sering tampak kemerahan dan ekskoriasi pada nares anterior.

i. Terapi

Tidak ada terapi yang spesifik untuk rinitis simpleks. Di samping istirahat diberikan obat-obatan simtomatis, seperti analgetik, antipretik dan obat dekongestan. Antibiotik hanya diberikan bila terdapat komplikasi.

Dekongestan oral mengurangi sekret hidung yang banyak, membuat pasien merasa lebih nyaman, namun tidak menyembuhkan. Tetes hidung efedrin 1 % sangat menolong, bila hidung tersumbat. Oleh karena lisozim dinonaktifkan dalam suasana basa, maka setiap obat hidung harus mempunyai pH asam untuk mencegah terjadinya aktivitas silia dan lisozim. Pemberian obat simtomatik oral sangat efektif dengan diberikan 4 jam sekali, suatu kapsul yang terdiri dari :

 Efedrin sulfat 0,015 g

 Pentobarbital 0,015 g

 Asam asetil salisilat* 0,300 g

*dapat digantikan dengan 300 mg Asetaminofen.

Preparat analgetik-antipiretik dapat meringankan gejala, dimana antipiretik terpilih adalah asetaminofen.

j. Pencegahan

Tidak ada vaksin efektif melawan colds, dan infeksi tidak mempertimbangkan imunitas. Pencegahan tergantung kepada :

(19)

 Lebih sering mencuci tangan, terutama sebelum menyentuh wajah.

 Memperkecil kontak dengan orang-orang yang telah terinfeksi

 Tidak berbagi sapu tangan, alat makan, atau gelas minum.

 Menutup mulut ketika batuk dan bersin

k. Komplikasi

Komplikasinya yaitu dapat mengantarkan ke opportunistic coinfections atau superinfections

seperti bronkitis akut, bronkiolitis, croup, pneumonia, sinusitis, dan otitis media. Orang-orang dengan penyakit paru-paru kronik seperti asma dan COPD adalah lebih rentan terjadi. Colds

mungkin menyebabkan eksaserbasi akut dari asma, emfisema atau bronkitis kronik.

B. Rinitis Kronis

Yang termasuk dalam rinitis kronis adalah rinitis hipertrofi, rinitis sika (sicca) dan rintis spesifik. Meskipun penyebabnya bukan radang, kadang-kadang rinitis alergi, rinitis vasomotor dan rinitis medikamentosa dimasukkan juga dalam rinitis kronis.

1. Rinitis Hipertrofi a. Definisi

Rinitis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus, atau sebagai lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor. Proses infeksi dan iritasi yang kronis akan dapat menyebabkan hipertrofi konka nasalis. Septum deviasi juga dapat menyebabkan penyakit ini secara kontralateral. Gejala utama rinitis hipertrofi adalah hidung tersumbat. Keadaan ini memerlukan tindakan koreksi karena pengobatan dengan medikamentosa saja sering tidak memberi hasil yang memuaskan. Tindakan yang paling ringan seperti kauter sampai pemakaian laser dapat dilakukan untuk mengatasi keluhan hidung tersumbat akibat hipertrofi konka.

b. Gejala

Gejala utama adalah sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak, mukopurulen dan sering ada keluhan nyeri kepala. Pada pemeriksaan akan ditemukan konka yang hipertrofi, terutama konka inferior. Permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa yang juga hipertrofi.

(20)

Akibatnya saluran udara sangat sempit. Sekret mukopurulen yang banyak biasanya ditemukan di antara konka inferior dan septum, dan di dasar rongga hidung.

c. Terapi

Harus dicari faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya rinitis hipertrofi dan kemudian memberikan pengobatan yang sesuai. Beberapa teknik operasi yang dapat digunakan adalah:

Kauterisasi Konka Dengan Zat Kimia

Kauterisasi konka dengan zat kimia adalah teknik yang paling sederhana. Zat kimia yang biasanya digunakan adalah nitras argenti atau asam triklor asetat. Bahan kimia ini dioleskan sepanjang konka yang mengalami hipertrofi.

Conchotomy Inferior Total

Letakkan gunting konka dengan satu mata pisau di bawah konka dan yang lain diatasnya, lepaskan jaringan tulang dan jaringan lunak konka. Elektrokauter dapat dilakukan pada sisi pemotongan untuk menghentikan perdarahan, diikuti dengan tampon hidung. Keuntungan utama teknik ini adalah ditujukan pada hipertrofi tulang maupun mukosa sepanjang konka. Kerugiannya adalah risiko perdarahan dan krusta pasca operasi

Conchotomy Inferior Parsial

Diletakkan elevator di bawah konka kemudian patahkan ke medial, lalu letakkan klem lurus sepanjang permukaan anterior inferior konka yang akan dibuang. Klem dibiarkan dulu sedikitnya satu menit untuk hemostatis dan memungkinkan penilaian konka yang hipertrofi untuk reseksi. Gunakan gunting konka untuk mengeksisi jaringan tulang dan jaringan lunak sepanjang batas anterior inferior konka. Elektrokauter dapat dilakukan pada sisi pemotongan untuk hemostatis. Keuntungan dengan cara ini adalah pembuangan langsung tulang dan mukosa yang hipertrofi. Kerugiannya adalah perdarahan serta terbentuknya krusta. Reseksi parsial konka inferior dengan endoskopi adalah cara terbaik untuk memperbaiki obstruksi hidung akibat hipertrofi konka inferior.  Turbinoplasti Inferior

Gunakan elevator untuk mematahkan dan menggerakkankonka inferior. Lalu dibuat insisi sepanjang ujung anterior konka pada insersi lateral, kemudian diperpanjang ke bawah sampai setengah panjang anterior konka. Buat sebuah liang dengan elevator Freer sepanjang tulang konka ke arah posterior sejauh mungkin kemudian eksisi tulang konka dengan menggunakan senar. Gulung flap mukoperiosteal yang tersisa dari medial ke

(21)

lateral untuk membentuk konka baru dan letakkan tampon yang dilepaskan setelah 24 jam.

Tujuan teknik ini adalah mengangkat tulang tetapi menyisakan bagian medial dan beberapa permukaan lateral mukosa. Keuntungan teknik ini adalah risiko perdarahan dan krusta lebih sedikit daripada teknik bedah reseksi lainnya. Prosedur ini menyisakan sebagian mukosa konka dan lebih ditujukan pada obstruksi konka bagian posterior.  Reseksi Submukosa

Insisi sepanjang permukaan inferior konka, kemudian elevasi bagian medial dan lateral flap mukoperiosteal ke arah superior dan inferior untuk mendapatkan tulang konka. Lalu reseksi bagian tulang dari sepertiga anterior konka. Variasi instrumen seperti gunting, takahashi forceps, rongeurs dapat digunakan, dan buang sisa-sisa fraktur pada posterior. Turunkan kembali flap mukoperiosteum, kemudian tampon dapat diletakkan untuk fiksasi flap selama fase penyembuhan.

Pelepasan konka bagian tulang memungkinkan konka inferior mengarah ke lateral secara alami. Keuntungan teknik ini adalah risiko perdarahan dan krusta lebih sedikit daripada teknik bedah reseksi lainnya serta menyisakan sebagian mukosa konka. Kerugiannya adalah sulit dilakukan dan tidak ditujukan untuk konka bagian posterior bila obstruksi.

Diatermi Submukosa

Diatermi submukosa konka inferior mulai populer sejak 1989, walaupun sudah pernah dilaporkan pada tahun 1987. Diyakini bahwa arus koagulatif menghasilkan nekrosis jaringan dan fibrosis yang terjadi menyebabkan penyusutan dari jaringan lunak konka. Keuntungannya adalah penyembuhan biasanya lebih cepat dan banyak ahli menggunakan diatermi submukosa sebagai pilihan karena komplikasi yang relatif sedikit. Di samping itu dapat dilakukan dengan anestesi lokal, peralatan tidak mahal dan aman, namun tidak efektif untuk jangka panjang.

Outfracture Lateral

Letakkan elevator Freer atau Boise di bawah konka kemudian tulang konka dipatahkan ke arah atas dan medial. Lalu elevator diletakkan di atas permukaan medial konka dan diberikan tekanan untuk mematahkan konka ke arah luar. Dipastikan bahwa fraktur tulang konka di seluruh panjangnya. Tampon biasanya tidak dibutuhkan tapi dapat berguna untuk mempertahankan konka ke lateral.

(22)

Tindakan ini mengurangi ukuran konka dan volume rongga hidung menjadi lebih luas. Keuntungan cara ini adalah komplikasi seperti perdarahan lebih sedikit serta lebih sedikit krusta pasca operasi. Kerugiannya adalah tidak ditujukan pada hipertrofi mukosa konka, serta perbaikan aliran udara hidung hanya sementara bila hanya prosedur ini yang dilakukan. Bila dilakukan dengan teknik lain yang mengurangi hipertrofi mukosa, dapat diperoleh pengurangan obstruksi rongga hidung yang lebih efektif.

Pematahan Multipel Tulang Konka Submukosa

Teknik operasi pematahan multipel tulang konka submukosal ini merupakan modifikasi dari simple out-fracture konka. Dengan cara ini mukosa tidak dilukai, dan dilakukan lateralisasi tulang konka, sehingga terbentuk jaringan ikat submukosa, dan setelah osteoklas bekerja, diharapkan fragmen tulang yang dipatahkan semakin mengecil. Operasi dapat dilakukan dalam narkosis atau dapat juga dengan anestesi lokal. Persiapan operasi dengan pemberian vasokonstriksi lokal sangat membantu yaitu dengan pemasangan tampon hidung dengan lidokain 2% dan adrenalin 1:200.000. Untuk mengurangi perdarahan pada awal tindakan dilakukan infiltrasi submukosa konka dengan campuran larutan adrenalin 1:200.000 pada bagian anterior konka sampai

menyentuh tulang konka. Dilakukan insisi tegak lurus pada

daerah tusukan infiltrasi lebih kurang 0,5 cm agar respatorium dapat dimasukkan. Bebaskan permukaan medial tulang konka dari jaringan lunak dengan menggunakan respatorium konka sampai ke posterior. Pematahan tulang konka secara berulang dimulai dari bagian posterior maju setiap 0,5 cm ke arah anterior sehingga terdapat 6-8 fragmen patah tulang konka.

Perdarahan yang terjadi biasanya tidak banyak dan dipasang tampon anterior untuk dipertahankan 3 hari. Keuntungan teknik operasi ini ialah caranya mudah, waktu operasi singkat dan penyulit saat operasi serta dampak pasca operasi sangat minimal. Kerugian teknik ini memerlukan kehati-hatian pada waktu melepas tulang konka dengan jaringan lunak konka agar tidak robek karena dilakukan dengan metode buta.

Elektrokauter

Elektrokauter dapat dilakukan dengan kontak linear mukosa atau submukosa.4,11 Untuk kauter permukaan, elektrode kabel atau jarum dapat digunakan. Kauter submukosa dapat dilakukan dengan elektrode unipolar atau bipolar yang menginduksi fibrosis dan kontraktur yang menghasilkan pengurangan volume. Teknik unipolar menyebabkan koagulasi jaringan di sekeliling elektrode, sedangkan teknik bipolar menghasilkan

(23)

koagulasi nekrosis di antara jarum elektrode. Pada teknik bipolar, masukkan ujung kauter konka bipolar ke dalam konka anterior inferior lalu berikan arus.

Pada teknik unipolar, masukkan jarum spinal 22 sepanjang tepi konka anterior inferior lalu berikan arus, biasanya dengan unit elektrokauter Bovie. Hindari kontak dengan ala, kolumela atau septum, yang dapat menyebabkan luka jaringan perifer. Hindari pula kontak langsung dan kauterisasi tulang konka karena dapat menyebabkan nekrosis tulang. Keuntungan cara ini risiko perdarahan rendah sedangakan kerugiannya adalah krusta pada tempat insersi kauter dan sering terjadi edema konka pada minggu pertama pasca operasi.

Ablasi Frekuensi Radio

Ablasi frekuensi radio menghasilkan perubahan ionik pada jaringan dan menginduksi nekrosis jaringan. Fibrosis submukosa yang dihasilkan melengketkan mukosa ke periosteum konka, mengurangi aliran darah ke konka. Kontraktur yang terjadi menyebabkan reduksi volume konka inferior tanpa kerusakan pada mukosa diatasnya. Suhu target dapat diatur pada 60-90oC untuk menghindarkan kerusakan jaringan sekitar. Sebelum operasi berikan lidokain 4% topikal sepanjang konka, dan kemudian disuntikkan lidokain 1-2%. Injeksi lidokain dengan epinefrin (1:100.000) juga dapat dipakai. Ujung probe dimasukkan ke bagian anterior dan sepanjang pertengahan konka. Jumlah energi yang diberikan pada konka inferior bervariasi. Generator frekuensi radio memungkinkan pengaturan suhu target, besar arus, lama pemberian arus, dan total energi yang diberikan. Pemberian sampai sebesar 900 Joule per konka (pada dua lokasi probe yang berbeda pada konka) telah dilaporkan tanpa menyebabkan nekrosis mukosa.

(24)

Keuntungan teknik ini adalah mempertahankan mukosa, mengurangi risiko perdarahan dan pembentukan krusta pasca operasi. Prosedur ini juga dapat dilakukan dengan anestesi lokal di klinik dan dapat diulangi bila hasil yang optimal belum diperoleh.  Cryosurgery

Cryosurgery menyebabkan pembentukan kristal es intraselular, menghasilkan denaturasi protein inti dan membran sel. Hal ini menyebabkan destruksi membran sel, trombosis pembuluh darah, iskemia jaringan, dan destruksi jaringan. Peralatan yang digunakan adalah unit cryosurgery nitrous oxide. Letakkan cryoprobe pada permukaan konka dan turunkan suhu serta bekukan permukaan kontak. Suhu yang digunakan antara -45 sampai – 85oC. Lindungi alanasi, kolumela dan septum dari kontak dengan ujung probe untuk menghindari kerusakan jaringan tersebut.

Keuntungan teknik ini adalah dapat dilakukan dengan anestesi lokal pada klinik. Sedangkan kerugiannya adalah penyembuhan yang lama sehingga membutuhkan waktu sampai 6 minggu.

Laser conchotomy

Laser conchotomy yang digunakan adalah laser CO2, Nd: YAG (neodymium: yttrium-aluminium-garnet) dan dioda.Jaringan divaporisasi sepanjang ¼ sampai ½ bagian anterior inferior konka.4 Teknik laser CO2 melibatkan penggunaan beberapa titik laser (densitas energi laser 6.100 Joule/cm2 per lesi) pada puncak konka di bawah mikroskop operasi. Pada prosedur laser Nd:YAG, radiasi tenaga rendah (densitas Power microdebrider). Power microdebrider merupakan metode yang aman, sederhana dan efektif untuk penatalaksanaan rinitis hipertrofi kronis. Teknik ini terutama berguna sebagai tambahan pada septoplasti endoskopi atau sinosurgery, dan merupakan pilihan

(25)

bedah dengan teknik invasif minimal. Namun, studi lebih lanjut dengan desain prospektif dibutuhkan untuk memperkuat bukti yang telah ada.

Coblation

Prosedur ini menggunakan Coblation-Channeling untuk sekaligus membuang dan menyusutkan jaringan submukosa. Teknik ini menciptakan kanal dengan mengablasi jaringan. Untuk penyusutan jaringan, lesi nekrotik submukosa diciptakan di sekitar kanal tersebut. Terapi ganda ini menyebabkan pengurangan obstruksi hidung yang segera.

Pasca operatif bila dilakukan reseksi tulang atau mukosa, tampon pasca operasi harus diberikan, yang biasanya dilepaskan dalam 24 jam pasca operasi. Perdarahan pasca-operatif biasanya dapat diatasi dengan dekongestan topikal, bahan hemostatik seperti surgical, atau tampon hidung. Perdarahan yang menetap mungkin membutuhkan operasi ulang dan mungkin juga dibutuhkan endoskopi. Penatalaksanaan Lanjutan beritahukan pasien untuk menghindari mengangkat beban berat atau aktivitas berat selama beberapa minggu setelah operasi (biasanya 2-3 minggu). Selama itu pasien juga harus menghindari obat-obatan dengan efek antikoagulasi. Cuci hidung dengan NaCl harus digunakan untuk meminimalkan kekeringan hidung dan krusta pasca operasi. Hal ini harus dilanjutkan sampai mukosa sembuh sempurna, kemudian pengobatan lanjutan seperti glukokortikoid topikal dapat dilanjutkan.

d. Komplikasi Pasca Operasi

Perdarahan

Komplikasi ini adalah yang paling sering terjadi dengan insidensi sebesar 1% sampai 2%. Umumnya perdarahan berhenti secara spontan dalam beberapa hari. Dapat pula terjadi perdarahan berat yang membutuhkan transfusi, dengan insidens sebesar kurang dari 1%. Perdarahan ditangani dengan cara yang sama dengan penanganan epistaksis. Bila setelah beberapa lama perdarahan belum berhenti, sumber perdarahan harus dicari. Tampon yang ada harus dikeluarkan dari hidung dan klot darah diisap, lalu diberikan nasal dekongestan topikal dengan menggunakan kapas.

(26)

Jaringan parut

Pembentukan synechia dari konka inferior sampai ke septum atau konka media jarang terjadi pasca turbinektomi. Namun dapat juga terjadi bila mukosa septum terkelupas di dekat tepi konka setelah reseksi. Akan terjadi clot darah diantaranya yang kemudian akan membentuk synechia. Kemungkinan pembentukan synechia sulit diprediksi, namun dapat dicegah bila dilakukan monitoring yang tepat pasca operasi. Bila synechia sudah terbentuk, penanganan tergantung pada gejala yang timbul. Umumnya jaringan parut ini perlu dibuang, namun dengan hanya menginsisi synechia saja kurang efisien. Hampir semua kasus membutuhkan eksisi dari kedua permukaan mukosa.

2. Rinitis Sika

Pada rinitis sika ditemukan mukosa yang kering, terutama pada bagian depan septum dan ujung depan konka inferior. Krusta biasanya sedikit atau tidak ada. Pasien biasanya mengeluh adanya iritasi atau rasa kering di hidung yang kadang-kadang disertai dengan epistaksis. Penyakit ini biasanya ditemukan pada orang tua dan pada orang yang bekerja di lingkugan yang berdebu, panas dan kering. Juga ditemukan pada pasien yang menderita anemia, pemium alkohl dan gizi buruk. Pengobatan tergantung pada penyebabnya. Dapat diberikan pengobatan lokal, berupa obat cuci hidung.

3. Rinitis Spesifik

Rinitis karena infeksi spesifik antara lain rinitis difteri, rinitis atrofi, rinitis sifilis, rinitis tuberkulosis, rinitis karena jamur dan lain-lain.

RINITIS ATROFI

Rinitis atropi merupakan infeksi hidung kronik, yang ditandai oleh adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka. Secara klinis mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk.

Wanita lebih sering terkena, terutama usia dewasa muda. Sering ditemukan pada masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah dan sanitasi lingkungan yang buruk. Pada pemeriksaan histopatologi tampak metaplasia epitel torak bersilia menjadi epitel kubik atau gepeng berlapis, silia menghilang, lapisan submukosa menjadi lebih tipis, kelenjar-kelenjar berdegenerasi atau atrofi.

Etiologi

(27)

1. Infeksi oleh kuman spesifik. Yang sering ditemukan adalah spesies Klebsiela, terutama Klebsiela ozaena. Kuman lainnya yang juga seing ditemukan adalah Stafilokokus, Streptokokus dan pseudomonas aeruginosa.

2. Defisiensi FE.

3. Defisiensi vitamin A. 4. Sinusitis kronik. 5. Kelainan hormonal.

6. Penyakit kolagen, yang termasuk penyakit autoimun.

Gejala dan tanda klinis

Keluhan biasanya berupa napas berbau, ada ingus kental berwarna hijau, asa kerak (krusta) hijau, ada gangguan penghidu, sakit kepala dan hidung merasa tersumbat.

Pada pemeriksaan hidung didapatkan rongga hidung sangat lapang, konka inferior dan media menjadi hipotrofi atau atrofi, ada sekret purulen dan kusta berwarna hijau. Pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan histopatologik yang berasal dari biopsi konka media, pemeriksaan mikrobiologi dan uji resistensi kuman dan tomografi komputer (CT scan) sinus paranasal.

Pengobatan

Oleh karena etiologinya multifaktoral, maka pengobatannya belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk mengatasi etiologi dan menghilangkan gejala. Pengobatan yang diberikan dapat bersifat konservatif atau kalau tidak dapat menolong dilakukan pembedahan.

Pengobatan konservatif. Diberikan anti-biotika berspektrum luas atau sesuai dengan uji resistensi kuman,dengan dosis yang adekuat. Lama pengobatan bervariasi tergantung dari hilangnya tanda klinis berupa sekret purulen kehijauan.

Untuk membantu menghilangkan bau busuk akibat proses infeksi serta sekret purulen dan krusta, dapat dipakai obat cuci hidung. Larutan yang digunakan adalah larutan garam hipertonik. Larutan tersebut harus diencerkan dengan perbandingan 1 sendok makan larutan dicampur 9 sendok makan air hangat. Larutan dihirup (dimasukkan) ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi dengan menghembuskan kuat-kuat atau yang masuk melalui nasofaring dikeluarkan melalui mulut, dilakukan 2 kali sehari. Jika sukar mendapatkan larutan di atas dapat dilakukan pencucian rongga hidung dengan 100 cc air hangat yang dicampur dengan 1 sendok makan (15cc) larutan Betadin, atau larutan garam dapur setengah sendok teh dicampur segelas air hangat. Dapat diberikan vitamin A 3x50.000 unit dan preparat Fe selama 2 minggu.

Pengobatan operatif. Jika dengan pengobatan konservatif tidak ada perbaikan, maka dilakukan operasi. Teknik operasi antara lain operasi penutupan lubang hidung atau penyempitan lubang hidung dengan implantasi atau dengan jabir osteoperiosteal. Tindakan ini diharapkan akan mengurangi turbulensi

(28)

udara dan pengeringan sekret, inflamasi mukosa berkurang, sehingga mukosa akan kembali normal. Penutupan rongga hidung dapat dilakukan pada nares anterior atau pada koana selama 2 tahun. Untuk menutup koana dipakai flap palatum.

Akhir-akhir ini bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) sering dilakukan pada kasus rinitis atrofi. Dengan melakukan pengangkatan sekat-sekat tulang yang mengalami osteomielitis, diharapkan infeksi tereradikasi, fungsi ventilasi dan drainase sinus kembali normal, sehingga terjadi regenerasi mukosa.

RHINITIS INFEKSI RINITIS DIFTERI

Penyakit ini disebabkan oleh Corynecbacterium diphteriae, dapat terjadi primer pada hidung atau sekunder dari tenggorok, dapat ditemukan dalam keadaan akut atau kronik. Dugaan adanya rinitis difteri harus dipikirkan pada penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap. Penyakit ini semakin jarang ditemukan, karena cakupan program imunisasi yang semakin meningkat.

Gejala rinitis difteri akut ialah demam, toksemia, terdapat limfadenitis dan mungkin ada paralisis otot pernapasan. Pada hidung ada sekret yang bercampur darah, mungkin ditemukan pseudimembran putih yang mudah berdarah dan ada krusta coklat di nares anterior dan rongga hidung. Jika perjalanan penyakitnya menjadi kronik, gejala biasanya lebih ringan dan mungkin dapat sembuh sendiri, tetapi dalam keadaan kronik, masih dapat menulari.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan kuman dari sekret hidung. Sebagai terapi diberikan ADS, penisilin lokal dan intramuskuler. Pasien harus diisolasi sampai hasil pemeriksaan kuman negatif.

RINITIS JAMUR

Dapat terjadi bersama dengan sinusitis dan bersifat invasif atau non-invasif dapat menyerupai rinolith dengan inflamasi mukosa yang lebih berat. Rinolith ini sebenarnya adalah bola jamur (fungus ball). Biasanya tidak terjadi destruksi kartilago dan tulang.

Tipe invasif ditandai dengan ditemukannya hifa jamur pada lamina propria. Jika terjadi invasi jamur pada submukosa dapat mengakibatkan perforasi septum atau hidung pelana. Jamur sebagai penyebab dapat dilihat dengan pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan sediaan langsung atau kultur jamur, misalnya Aspergillus , Candida, Histoplasma, Fussarium dan Mucor.

Pada pemeriksaan hidung terlihat adanya sekret mukopurulen, mungkin terlihat mukus atau perforasi pada septum disertai dengan jaringan nekrotik berwarna kehitaman (black eschar). Untuk rinitis jamur non-invasif, terapinya adalah mengangkat seluruh bola jamur. Pemberian obat jamur sistemik maupun topikal tidak diperlukan. Terapi untuk rinitis jamur invasif adalah mengeradikasi agen

(29)

penyebabnya dengan pemberian anti jamur oral dan topikal. Cuci hidung dan pembersihan hidung secara rutin dilakukan untuk mengangkat krusta. Bagian yang terinfeksi dapat pula diolesi dengan gentian violet. Untuk infeksi jamur invasif, kadang-kadang diperlukan debridement seluruh jaringan yang nekrotik dan tidak sehat. Kalau jaringan nekrotik sangat luas, dapat terjadi destruksi yang memerlukan tindakan rekonstruksi.

RINITIS TUBERKULOSA

Rinitis tuberkulosa merupakan kejadian infeksi tuberkulosa ekstra pulmoner. Seiring dengan peningkatan kasus tuberkulosis (new emerging disease) yang berhubungan dengan kasus HIV-AIDS, penyakit ini harus diwaspadai keberadaannya. Tuberkulosis pada hidung berbentuk noduler atau ulkus, terutama mengenai tulang rawan septum dan dapat mengakibatkan perforasi.

Pada pemeriksaan klinis terdapat sekret mukopurulen dan krusta, sehingga menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya basil tahan asam (BTA) pada sekret hidung. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sel datia Langhans dan limfositosis. Pengobatannya diberikan OAT dan obat cuci hidung.

RINITIS SIFILIS

Penyakit ini sudah jarang ditemukan. Penyebab rinitis sifilis adalah kuman Trepanoma pallidum. Pada rinitis sifilis yang primer dan sekunder gejalanya serupa dengan rinitis akut lainnya, hanya mungkin dapat terlihat adanya bercak/bintik pada mukosa. Pada rinitis sifilis tersier dapat ditemukan gumma atau ulkus, yang terutama mengenai septum nasi dan dapat mengakibatkan perforasi septum.

Pada pemeriksaan klinis didapatkan sekret mukopurulen yang berbau dan krusta. Mungkin terlihat perforasi septum atau hidung pelana. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan mikrobiologik dan biopsi. Sebagai pengobatan diberikan penisilin dan obat cuci hidung. Krusta harus dibersihkan secara rutin.

INFEKSI HIDUNG KRONIS

JAMUR

Aspergilosis. Infeksi yang disebabkan salah satu dari enam spesies Aspergillus; aspergilosis seringkali terjadi sebagai paru kronik. Namun dapat pula terjadi sebagai infeksi granulomatosa kronik pada sinius paranasalis, hidung, telinga tengah dan liang telinga. Pada pasien yang tidak berdaya atau

(30)

mengalami imunosuppresi, dapat terjadi infeksi hidung atau sinus akut. Secret mukopurulent khas berwarna hijau kecoklatan. Karena oganisme dapat merupakan bagian dari flora normal orofaring,maka pengambilan sample jaringan harus dalam keadaan yang steril agar biakan dapat mempunyai nilai diagnostic. Aspergilosis kronik, non-invasif diobati dengan debridement dan anti jamur topical.pada bentuk yang akut, dan mengancam nyawa, terapi terpilihadalah debridement dan anti jamur sistemik termasuk amfoterisin-B.

Mukormikosis. Mukormikosis adalah infeksi oportunistik yang ganas, disebabkan oleh anggota Ordo Mucorales, terutama Rhizopus oryzae yang ditemukan ditanah, rabuk, buah-buahan dan makanan berkanji. Keadaan dimana organism ini menjadi patogenik pada manusia (jarang) yaitu pada penderita asidosis diabetic, atau yang lebih jarang pada kondisi tidak berdaya atau imunosupresi lainnya. Inhalasi mikroorganisme menyebabkan inkokulasi pada konka nasalis dan atau sinus etmoidalis, selanjutnya menyebar sepanjang pembuluh darah kedaerah retro orbita dan serebrum. Pasien datang dengan nyeri kepala, demam, oftalmoplegia interna dan eksterna, sinus paranasalis, dan secret hidung yang pekat, gelap dan berdarah.sindroma ini dicirikan oleh suatu konka yag khas berwarna hitam atau merah bata. Hifa tidak bersekat dapat terlihat dengan mikroskop. Pengobatan terdiri dari pemberian segera amfoterisin-B intravena atau bahkan intratekal, debridement jaringan nekrotik, dan penanganan kondisi primernya.

Kandida. Candida, bersama dengan histoplasmosis, coxidiodomikosis, sporotrikosis, serokosporamikosis dan blastomikosis jarang menyerang hidung.

BAKTERI

Keterlibatan hidung pada penyakit-penyakit berikut ini sebagai bagian dari penyakit-penyakit sistemik.

Tuberculosis. Meskipun tuberculosis primer pada hidung jarang di amerika serikat, namun keterlibatan hidung kadang-kadang dapat ditemukan pada pasien dengan tuberculosis paru aktif. Diagnosis dimulai dengan radiogram dada. Jika negative, dapat dilakukan sediaan apus dan biakan dari sputum dan secret hidung yang ikut dibiopsi. Jika specimen-specimen ini positif atau Mycobacterium tubercolosis, maka suatu rangkaian pengobatan anti tuberculosis yang tepat harus diberikan.

Lepra. Lebih umum di Negara-negara tropis, namun ditemukan pula di amerika serikat, terutama di texas, Hawaii, California, lucianna, florida dan ney York. Dengan perkembanganyang mirip rhinoscleroma, hidung dapat merupakan tempat infeksi primer atau menjadi bagian dari penyakit sistemik. Gejala awal berupa sumbatan, pembentukan krusta dan perdarahan krusta. Saluran pernafasan atas lebih sering terlibat dalam bentuk lepromatousa daripada bentuk tuberculoid atau bentuk dimorfus dari lepra.

Mycobacterium leprae selalu melibatkan hidung sebelum menyebar ke faring dan laring.

Rhynoscleroma. Rhinoscleroma adalah penyakit granulomatosa hidung yang endemic di eropa selatan dan tengah dan beberapa daerah asia. Walaupun sebelumnya jarang ditemukan di amerika serikat,

(31)

namun insidens rhynoscleroma telah meningkat di daerah barat dan barat daya. Gangguan yang disebabkan oleh Klebsiella rhynoslceromatosis, ini terutama melibatkan hidung namun kemudian dapat meluas ke daerah pernafasanatas termasuk laring. Penyakit berjalan lambat, dimulai sebagai rekasi radang akut dini dengan rhynorea purulent yang berbau busuk. Selanjutnya terbentuk krusta hidung dan nodula-nodula keras, tumbuh lambat dan tidak peka, yang akhirnya dapat menyumbat hidung. Hidung bawah dan bibir atas menjadi menonjol bila tidak diobati, menimbulkan deformitas yang luas.

Diagnosis berdasarkan perjalanan klinis dan pemeriksaan patologi specimen yang memperlihatkan sel Mikulicz yang khas dan bakteri berbentuk batang dalam sitoplasma. Juga ditemukan granuloma dan fibrosis.perlu diberikan terapi antibiotic. Tindakan bedah hanya diindikasikan untuk memperbaiki jaringan parut berat yang terbentuk.

RHINITIS CHRONICA-ATROFICANS NON FOETIDA

Ada dua jenis yaitu 1. Foetida (Ozaena) 2. Non Foetida

Penyebabnya diduga karena cavum nasi terlalu lebar/luas, misalnya setelah 1. conchotomi yang berlebihan misalnya R.H

2. Exrractie polyp, pada polyp yang sangat besar atau multiple/banyak 3. Radiasi

Perbedaan dengan ozaea ialah pada penyakit ini tidak ada gejala anosmia dan secret tidak berbau.

RHINITIS CHRONICA ATROFICANS OZENA

ETIOLOGI

Sampai saat ini belum diketahui

FAKTOR PREDISPOSISI

1. Infeksi Coccobacillus ozaenae dan Klebsiella ozaenae 2. Herediter

3. Malnutrisi/avitaminosis A

4. gangguan horamonal pada wanita muda 5. Deficiensy Fe

Saaat ini factor-faktor ini dianggap tidak berdiri sendiri-sendiri, tapi bersama-sama menimbulkan dan menyebabkan penyakit ini.

(32)

PATOLOGI

Histology rhinitis chronica atroficans ini ditandai adanya endarteritis dan periateritis arterioles lumen menebal  obliterasi/menutup atrofi mukosa concha nasi, kelenjar dan saraf.

INSIDENS

Banyak ditemukan pada wanita muda/pubertas. Wanita laki-laki 5:1

GEJALA DAN TANDA

1. keluhan utama hawa nafas berbau (foetor nasi) yang dirasakan oleh orang-orang sekitarny, sedangkan penderita sendiri tidak membau. Sebab ada anosmia.

2. hidung buntu (obstruksi nasi) karena banyak crustae (secret yang kering) dalam cavum nasi dan gangguan aliran udara (aerodinamika/aerodynamic)

3. faring (tenggorok) terasa kering.

R.A cavum nasi tampai luas oleh karena atrofi mukosa cavum nasi mukosa tampak licin, sekre kental, crustae kering hijau kehitaman. Bau busuk karena pembusuka protein dalam secret/krustae.

DIAGNOSA BANDING

Perlu dibedakan dengan sinusitis maksilaris chronica karena sama-sama ada feoteo nasi, tetapi pada sinusitis maksilaris chronica biasanya unilateral, choncae nasi oedem dan hyperemi, cavum nasi justru sempit.

TERAPI

Karena penyebabkan belum jelas, maka pengobatan ditujukan pada faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab 1. INH 1 x 400 mg 2. Vitamin A 150.000 -200.000 U 3. Estrogen 4. Preparat Fe RHINITIS DIPHTHERICA DEFINISI

Radang akut yang spesifik mukosa cavum nasi dengan coryne bacterium diphtherica, khas ditandai dengan pembentukan pseudomembran

(33)

ETIOLOGI

Di sebabkan Corynebacterium diphteriae, dapat terjadi primer pada hidunga atau sekunder dari tenggorok, dapat ditemukan dalam keadaan akut atau kronik.

GAMBARAN KLINIK

Keluhan: Pilek campur darah (secret hemoragis) Demam

Toksemia Limfanedinitis

Kadan terdapat paralisis otot pernapasan Pemeriksaan:

pseudomembran dalam mukosa cavum nasi melekat pada mukosa (tampak pada concha inferior, septum bagian depan, dasar cavum nasi bagian depan) bila dilepas mudah berdarah. Kadang-kadang berbau busuk (nekrosis mukosa)

Diagnosa Pasti

Hapusan secret hidung (nose swab) dikultur untuk mengetahui jenis bakteri

DIAGNOSA BANDING

1. Corpus alicnum cavum nasi secret hidung hemoragis biasanya unilateral 2. ADS 20.000 IU

3. Dermatitis Vestibulum nasi/kebiasaan anak korek-korek hidung.

TERAPI

1. Isolasi

2. Antibiotik penicillin procain 300.000 sampai 600.000 IU selama 10 hari.

KOMPLIKASI DAN PROGNOSA

Prognosa umumnya baik karena lymphe cavum nasi sedikti sehingga toksin tidak menyebar (komplikasi dan gejala umum tidak ada)

Kerugian : Dapat menyebar ke nasofaring-faring-laring (periksa faring tiap hari) karena gejala ringan, tidak berobat, tidak mau masuk rumah sakit (isolasi) berbahaya menular pada orang lain.

(34)

PENDAHULUAN

Rinitis alergi adalah peradangan pada membran mukosa hidung, reaksi peradangan yang diperantarai IgE, ditandai dengan obstruksi hidung, sekret hidung cair, bersin-bersin, dan gatal pada hidung dan mata. Rinitis alergi mewakili permasalahan kesehatan dunia mengenai sekitar 10 – 25% populasi dunia, dengan peningkatan prevalensi selama dekade terakhir. Rinitis alergi merupakan kondisi kronik tersering pada anak dan diperkirakan mempengaruhi 40% anak-anak. Sebagai konsekuensinya, rinitis alergi berpengaruh pada kualitas hidup, bersama-sama dengan komorbiditas beragam dan pertimbangan beban sosial-ekonomi, rinitis alergi dianggap sebagai gangguan pernafasan utama. Tingkat keparahan rinitis alergi diklasifikasikan berdasarkan pengaruh penyakit terhadap kualitas hidup seseorang. Diagnosis rinitis alergi melibatkan anamnesa dan pemeriksaan klinis yang cermat, lokal dan sistemik khususnya saluran nafas bawah.

DEFINISI

Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.(1)

KLASIFIKASI

Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu : 1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya.

Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :

1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu 2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi :

1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas(1,7)

(35)

Penyebab rinitis alergi berbeda-beda bergantung pada apakah gejalanya musiman, perenial, ataupun sporadik/episodik. Beberapa pasien sensitif pada alergen multipel, dan mungkin mendapat rinitis alergi perenial dengan eksaserbasi musiman. Ketika alergi makanan dapat menyebabkan rinitis, khususnya pada anak-anak, hal tersebut ternyata jarang menyebabkan rinitis alergi karena tidak adanya gejala kulit dan gastrointestinal. Untuk rinitis alergi musiman, pencetusnya biasanya serbuksari (pollen) dan spora jamur. Sedangkan untuk rinitis alergi perenial pencetusnya bulu binatang, kecoa, tikus, tungau, kasur kapuk, selimut, karpet, sofa, tumpukan baju dan buku-buku. Alergen inhalan selalu menjadi penyebab. Serbuksari dari pohon dan rumput, spora jamur, debu rumah, debris dari serangga atau tungau rumah adalah penyebab yang sering. Alergi makanan jarang menjadi penyebab yang penting. Predisposisi genetik memainkan bagian penting. Kemungkinan berkembangnya alergi pada anak-anak adalah masing-masing 20% dan 47%, jika satu atau kedua orang tua menderita alergi.

PATOFISIOLOGI

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu :

1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak

kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Munculnya segera dalam 5-30 menit, setelah terpapar dengan alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari bersin-bersin, rinore karena hambatan hidung dan atau bronkospasme. Hal ini berhubungan dengan pelepasan amin vasoaktif seperti histamin.

2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam

dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Muncul dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa pemaparan tambahan. Hal ini berhubungan dengan infiltrasi sel-sel peradangan, eosinofil, neutrofil, basofil, monosit dan CD4 + sel T pada tempat deposisi antigen yang menyebabkan pembengkakan, kongesti dan sekret kental.(1,3)

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Kompleks antigen yang telah diproses dipresentasikan pada sel T helper (Th0). APC melepaskan sitokin seperti IL1 yang akan mengaktifkan Th0 ubtuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL13. IL4 dan IL13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan mediator yang tersensitisasi. Bila

Referensi

Dokumen terkait

Berangkat dari judul penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini mencoba untuk mengetahui tentang ada atau tidaknya hubungan antara hasil belajar mata

Peta Lokasi Pumping Test Sumur Dalam Kota Denpasar (10 titik data primer dan 5 titik data sekunder) Sumber : Hasil pemetaan.. Peta Kontur Air Tanah Tertekan Kota Denpasar

Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkanoleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang

selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberi kesempatan untuk

Pada fraktur femur, pasien biasanya datang dengan gejala trauma hebat disertai pembengkakan pada daerah tungkai atas dan tidak dapat menggerakkan tungkai..

Klien : ( menarik nafas) Yang paling utama ialah sikap saya : ( menarik nafas) Yang paling utama ialah sikap saya sendiri iaitu masalah kewangan sebab saya ni memang sendiri

Sementara deaerators mekanis yang paling efisien menurunkan oksigen hingga ke tingkat yang sangat rendah (0,005 mg/liter), namun jumlah oksigen yang sangat kecil

Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan para pakar hukum Islam atau dapat digunakan oleh praktisi hukum Islam dan pihak berwenang