• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SISTEM PATRILINEAL TERHADAP KESETARAAN GENDER DALAM MASYARAKAT BALI DI DESA TRIMULYO MATARAM LAMPUNG TENGAH TAHUN 2014/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH SISTEM PATRILINEAL TERHADAP KESETARAAN GENDER DALAM MASYARAKAT BALI DI DESA TRIMULYO MATARAM LAMPUNG TENGAH TAHUN 2014/2015"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH SISTEM PATRILINEAL TERHADAP KESETARAAN GENDER DALAM MASYARAKAT BALI DI DESA TRIMULYO

MATARAM LAMPUNG TENGAH TAHUN 2014/2015

Oleh

(Ketut Linda Wati Dewi, Hermi Yanzi, Yunisca Nurmalisa)

Tujuan penelitian ini adalah menguji dan menjelaskan pengaruh sistem patrilineal terhadap kesetaraan gender dalam masyarakat Bali di Desa Trimulyo Mataram Seputih Mataram lampung Tengah Tahun 2014/2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan sampel berjumlah 44 responden. Teknik pokok pengumpulan data dengan menggunakan angket dan observasi langsung serta teknik penunjang menggunakan wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan rumus chi kuadrat.

Berdasarkan analisis data dan pembahasan pengujian yang dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara sistem patrilineal terhadap kesetaraan gender dalam masyarakat Bali di Desa Trimulyo Mataram Seputih Mataram Lampung Tengah tahun 2014/2015. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh sistem patrilineal terhadap kesetaraan gender dalam masyarakat Bali, oleh karena itu kepada orang tua seharusnya memberikan perlakuan yang adil dan bijaksana terhadap hak-hak anak. Saran yang dapat diberikan penulis yaitu kepada kepala dusun dan kepala adat di Desa Trimulyo Mataram diharapkan mampu mengarahkan, membimbing dan memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk bersikap adil terhadap hak-hak anak.

(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF PATRILINEAL SYSTEM TO THE GENDER EQUIVALENT OF BALINESE PEOPLE IN TRIMURYO MATARAM SEPUTIH MATARAM LAMPUNG TENGAH

(Ketut Linda Wati Dewi, Hermi Yanzi, Yunisca Nurmalisa)

The purpose of the research is to examine and to explain the influence of patrilineal system to the gender equivalent of Balinese people in Trimuryo Mataram Central Lampung on 2014/2015. The method had used in the research was descriptive method and quantitative approach with the population of sample 44 respondents. The main technique of collecting data used questionnaire and direct observation and the supported technique were interview and documentation. The data analysis technique used chi quadrate.

According to the data analysis and the discussion of the test, it could be conclude that the significant influence betweenpatrilineal systems to the gender equivalent of Balinese people in Trimuryo Mataram Central Lampung on 2014/2015. The result of the research showed that there was the influenceof patrilineal system to the gender equivalent of Balinese people. With the result, that the parents should give the fair and wise treatment to the rights of their children. The suggestion which has been giving by the researcher to the orchard headman and the customs and traditions headman of village Trimulyo Mataram is hopefully can be the steering, guiding, and giving the knowledge to the inhabitants to be fair of the kids’ rights.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ketut Linda Wati Dewi, dilahirkan di Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah, pada tanggal 18 Agustus 1992 yang merupakan putri keempat dari 5 bersaudara dari pasangan Wayan Sarma dan Wayan Sulandri. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis antara lain:

1. Sekolah Dasar Negeri 3 Trimulyo Mataram Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2005

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2008

3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2010

(8)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda bakti dan sayangku

kepada:

Kedua orang tuaku tercinta Ayahanda Wayan Sarma dan Ibunda Wayan Sulandri yang telah membesarkanku dengan penuh kasih

sayang dan kesabaran yang luar biasa dalam mendidik, membimbing, memberikan semangat, dan senantiasa berdoa demi

keberhasilanku

Kakakku tersayang Wayan Yuliana, Made Ani Lestari dan Komang Pujiana yang telah memberikan kasih sayang, doa dan

dukungannya

Adikku tersayang Putu Andika, Gede Pasek Sugiarta, kaka ipar, keponakan dan Saudara-saudaraku tersayang, terima kasih atas semangat serta dukungan yang besar dan selalu menyemangatiku

Para pendidik yang saya hormati, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan

(9)

MOTO

“Tiada Awan di Langit Yang Tetap Selamanya. Tiada Mungkin

Akan Terus-menerus Terang Cuaca. Sehabis Malam Gelap Gulita

Lahir Pagi Membawa Keindahan. Kehidupan Manusia Serupa

Alam”.

(Raden Adjeng Kartini)

Keberhasilan Akan Tercapai Ketika Kita Mampu Mengalahkan

Kelemahan Yang Ada Pada Diri Kita Sendiri

(Ketut Linda Wati Dewi)

Ing Ngarsa Sang tuladha (di depan memberi teladan)

Ing Madya Mangun Karsa (di tengah membangkitkan kehendak)

Tut Wuri Handayani (di belakang menggerakan)

(10)

SANWANCANA

Om Awignam Astu Namo Sidham,

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan YME, atas asung kerta waranugrahanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pengaruh Sistem Patrilineal Terhadap Kesetaraan Gender Dalam Masyarakat Bali di Desa Trimulyo Mataram Seputih Mataram Lampung Tengah Tahun 2014/2015” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung.

(11)

2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan kerja sama Fakutas Keguruan dan Imu Pendidikan Universitas Lampung. 3. Bapak Drs. Hi. Buchori Asyik, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Umum

dan Keuangan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum, selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas lampung.

5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

6. Bapak Drs. Holilloh, M.Si selaku pembahas I dan Bapak Susilo S.Pd., M.Pd selaku pembahas II.

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

8. Bapak dan Ibu staf tata usaha dan karyawan Universitas Lampung.

(12)

11.Bapak Wayan Ratne, Bpk. Wayan Yongki, Ketua RT 07 – 10 yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian dan membantu penulis mengumpulkan data penelitian.

12.Masyarakat Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram Seputih Mataram Lampung Tengah yang telah membantu penulis dalam mengadakan penelitian.

13.Kedua orang tuaku tercinta terimakasih atas doa, senyum, airmata, bahagia, dukungan, kasih sayang yang telah diberikan dan semua pengorbanannya untuk saya yang tiada pernah bisa dinilai dari segi apapun.

14.Seluruh keluarga yang telah mendoakan keberhasilan saya kelak, Kakak -kakaku (Wayan Yuliana, Made Ani Lestari dan Komang pujiana) adikku tersayang Putu Andika dan Keponakan-keponakan saya tercinta (Kadek Evan Zilqween Pradita, Putu Evita Cantika Daray dan Wayan Egi Pratama) terima kasih atas segala yang telah diberikan kepada saya. 15.Saudara-saudara dari Ayah dan Ibu, terima kasih atas do’a dan

dukungannya.

16.Keluarga besar UKM Hindu Unversitas Lampung yang menjadi tempat belajar berorganisasi, diskusi, bercengkrama terimakasih atas bantuan dan motivasinya.

(13)

Surya Agus Cahyani, Teteh, Intan Retno Kartiani serta seluruh teman-teman seperjuangan saya di Prodi PPKn khususnya angkatan 2011 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas do’anya.

18.Kakak tinggkat angkatan 2010 terutama Mba Evi, Mba Dian. Mba Desak, Bang Muklas, Ka Agus dan Adik tingkat angkatan 2012, 2013, dan 2014 saya ucapkan terimakasih atas do’a, saran, dukungan serta motivasinya

yang selalu kalian berikan kepadaku.

19.Anak-anak Kosan (Mba Hilma, Lian, Eka, Mba Intan) yang sering mengingatkan dalam semua hal untuk kebaikanku.

20.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga amal yang baik yang telah Bapak/Ibu/saudara/saudari serta teman-teman berikan akan selalu mendapatkan pahala dan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, Februari 2015 Penyusun

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

5. Ruang Lingkup Waktu Penelitian... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis ... 15

1. Pengertian Pegaruh... 15

2. Pengertian Sistem ... 16

2.1 Sistem Kekerabatan ... 17

(15)

3.1 Patrilineal Menurut Masyarakat Bali ... 30

4. Kesetaraan Gender ... 30

4.1 Kesetaraan Gender Menurut Agama Hindu ... 34

B. Kerangka Pikir ... 40

D. Definisi Konseptual dan Operasional ... 45

1. Definisi Konseptual ... 45

2. Definisi Operasional ... 46

E. Rencana Pengukuran Variabel... 48

F. Teknik Pengumpulan Data ... 49 A.Langkah-langkah Penelitian ... 56

1. Persiapan Pengajuan Judul ... 56

2. Penelitian Pendahuluan ... 57

3. Pengajuan Rencana penelitian ... 57

4. Pelaksanaan Penelitian ... 58

a. Persiapan Administrasi ... 58

b. Penyusunan Alat Pengumpulan Data ... 58

5. Pelaksanaan Uji Coba Angkat ... 59

a. Analisis Uji Coba Validitas Angket ... 59

b. Analisis Uji Coba Reliabilitas ... 59

(16)

a. Jumlah Penduduk ... 66

a. Indikator Pemahaman Masyarakat ... 69

b. Indikator Perlakuan dan Pengakuan Terhadap Hak Perempuan ... 72

c. Indikator Perbedaan dan Persamaan Antara Perempuan dan Laki-laki ... 74

d. Indikator Sistem Waris ... 76

e. Indikator Pendidikan ... 78

f. Indikator Kepemilikan Barang ... 80

g. Penyajian Data Pengaruh Sistem patrilineal (X) ... 83

h. Penyajian data Kesetaraan Gender Dalam Masyarakat Bali (Y) ... 86

D.Pengujian ... 90

1. Pengujian Pengaruh ... 90

2. Pengujian Tingkat Keeratan Pengaruh ... 92

a. Pembahasan ... 94

1. Variabel Sistem Patrilineal ... 96

1.1Indikator Perbedaan Antara Anak Perempuan dan Laki-laki ... 95

1.2Indikator Persamaan Antara Anak Perempuan dan Laki-lak ... 95

1.3Indikator Hak Kepemilikan Barang ... 96

1.4Indikator Pendidikan ... 96

1.5Indikator Sistem Waris ... 97

1.6Indikator Perlakuan atau Pengakuan Terhadap Hak Perempuan ... 97

1.7Indikator Pemahaman Masyarakat ... 98

2. Pengaruh Sistem Patrilineal Terhadap Kesetaraan Gender ... 100

2.1Sistem Patrilineal ... 100

2.2Kesetaraan Gender Dalam Masyarakat Bali ... 102

V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan... 106

2. Saran... 107 DAFTAR PUSTAKA

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Hasil wawancara dengan warga atau tokoh adat masyarakat

tentang kesenjangan terhadap kesamaan hak gender di Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram Seputih Mataram Lampung

Tengah... 8

2. Kondisi masyarakat seka-duka Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram Seputih Mataram Lampung Tengah... 43

3. Jumlah sampel penelitian di lingkungan Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram Seputih Mataram Lampung Tengah... 44

4. Hasil uji coba angket 10 orang di luar reponden item genap (X) ... 60

5. Hasil uji coba angket 10 orang di luar responden item ganjil (Y) ... . 61

6. Distribusi antara item soal kelompok ganjil (X) dengan item genap (Y) ... 62

7. Jumlah penduduk dan jumlah kepala keluarga... 66

8. Jumlah tempat ibadah... 67

9. Jumlah sarana pendidikan... 67

10.Distribusi frekuensi indikator pemahaman masyarakat... 70

11.Distribusi frekuensi indikator perlakuan atau pengakuan terhadap hak perempuan... 73

12.Distribusi frekuensi indikator perbedaan dan persamaan antara perempuan dan laki-laki... 75

13.Distribusi frekuensi indikator sistem waris... 77

14.Distribusi frekuensi indikator pendidikan... 79

15.Distribusi frekuensi indikator kepemilikan barang... 81

16.Distribusi frekuensi dari variabel pengaruh sistem patrilineal... 84

17.Distribusi frekuensi dari variabel kesetaraan gender dalam masyarakat Bali... 88

18.Daftar kontingensi pengaruh sistem patrilineal terhadap Kesetaraan gender dalam masyarakat Bali... 90

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Izin Penelitian Pendahuluan 2. Surat Izin Penelitian

3. Surat Keterangan Dekan FKIP

4. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian 5. Kisi-kisi Angket

6. Angket Penelitian

7. Distribusi Skor Sebaran Angket Indikator Pemahaman Masyarakat 8. Distribusi Hasil Skor Sebaran Angket Indikator Pehaman Masyarakat 9. Distribusi Skor Sebaran Angket Indikator Perlakuan atau Pengakuan

Terhadap Hak Perempuan

10.Distribusi Hasil Skor Sebaran Angket Indikator Perlakuan atau Pengakuan Terhadap Hak Perempuan

11.Distribusi Skor Sebaran Angket Indikator Perbedaan dan Persamaan Antara Perempuan dan Laki-laki

12.Distribusi Hasil Skor Sebaran Angket Indikator Perbedaan dan Persamaan Antara Perempuan dan Laki-laki

13.Distribusi Skor Sebaran Angket Indikator Sistem Waris 14.Distribusi Hasil Skor Sebaran Angket Indikator Sistem Waris 15.Distribusi Skor Sebaran Angket Indikator Pendidikan

16.Distribusi Hasil Skor Sebaran Angket Indikator Pendidikan

(19)

DAFTAR GAMBAR

(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

(21)

Sistem kekerabatan merupakan serangkaian aturan yang mengatur penggolongan orang-orang sekerabat. Istilah kekerabatan digunakan untuk menunjukkan identitas para kerabat sehubungan dengan penggolongan kedudukan mereka dalam hubungan kekerabatan masing-masing dengan ego. Maka, hubungan sosial yang menyangkut kedudukan, hak, dan kewajiban antara ego dan kerabat-kerabatnya dapat dilakukan dengan mudah dan tertib sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut Hazairin dalam (Hukum Adat di Indonesia 2013: 5) Sistem kekerabatan dibedakan menjadi tiga:

a. Sistem kekerabatan patrilineal, yaitu sistem kekerabatan yang mengambil garis kekerabatan dari pihak laki-laki (ayah)

b. Sistem kekerabatan matrilineal, yaitu sistem kekerabatan yang mengambil garis kekerabatan dari pihak perempuan (ibu)

c. Sistem kekerabatan parental (bilateral), yaitu sistem kekerabatan yang mengambil garis kekerabatan baik dari pihak ayah maupun ibu.

(22)

Salah satu hal penting di negara Indonesia yang menganut sistem demokrasi salah satunya adalah adanya kesetaraan gender. Kesetaraan gender merupakan hal penting di negara Indonesia yang menganut sistem demokrasi. Negara demokrasi merupakan negara yang memberikan kebebasan kepada setiap individu untuk mengeluarkan pendapat dan pemikiranya. Pada prinsipnya negara mengakui persamaan hak dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki. Seperti, yang tertuang di dalam salah satu sila dalam Pancasila, yaitu sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Disebutkan manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya hak dan kewajiban-kewajiban asasinya. Setiap manusia memiliki hak asasi, seperti hak untuk hidup, hak untuk memiliki sesuatu dan hak tentang kebebasan. Hak asasi merupakan hak yang dimiliki oleh setiap individu yang merupakan sunnatullah atau sudah kehendak Tuhan dan dimliki atau dibawa sejak dari lahir.

Hak asasi Dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang

(23)

Setiap orang atau individu tanpa membedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, kedudukan sosial, warna kulit dan jenis kelamin baik itu perempuan maupun laki-laki memiliki kesempatan yang sama dan memiliki hak-hak yang sama dalam hidupnya serta mendapat perlakuan yang sama baik di depan hukum maupun dimasyarakat. Dihadapan Tuhan, semua manusia adalah sama derajat, kedudukan, atau tingkatannya. Yang membedakan nantinya adalah tingkat ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan. Persamaan atau tingkatan manusia ini berimplikasi pada adanya pengakuan akan kesetaraan atau kesederajatan manusia. Jadi, kesetaraan atau kesederajatan tidak sekedar bermakna adanya persamaan kedudukan manusia. Kesederajatan adalah suatu sikap mengakui adanya persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban sebagai sesama manusia. Implikasi selanjutnya adalah perlunya jaminan akan hak-hak itu agar setiap manusia bisa merealisasikan serta perlunya merumuskan sejumlah kewajiban-kewajiban agar semua bisa melaksanakan agar tercipta tertib kehidupan tanpa membeda-bedakan baik itu laki-laki maupun perempuan. Namun berbeda halnya dengan masyarakat Bali di dusun Tirtayoga yang menganut sistem patrilinieal.

(24)

Dalam masyarakat Bali tidak hanya harta warisan yang tidak diperoleh oleh kaum perempuan tetapi pendidikan juga selalu yang diutamakan adalah anak laki-laki. Perempuan dalam masyarakat Bali seperti didiskriminasi selalu dinomerduakan sehingga kesadaran akan kesetaraan gender dalam masyarakat Bali sangat kurang.

Berkaitan dengan dua konsep di atas, maka dalam keragaman diperlukan adanya kesetaraan atau kesederajatan. Artinya, meskipun individu maupun masyarakat adalah beragam dan berbeda-beda, tetapi mereka memiliki dan diakui akan kedudukan hak-hak dan kewajiban yang sama sebagai sesama baik dalam kehidupan pribadi maupun kemasyarakatan. Terlebih lagi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, jaminan atau kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dari berbagai ragam masyarakat di dalamnya sangat diperlukan.

Menurut Pasal 27 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 telah menyebutkan dengan tegas bahwa semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama. Sedangkan gender berasal dari kata bahasa inggris yang berarti jenis kelamin. Gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”. Gender merujuk pada peranan dan tanggung jawab

(25)

sosial karena merupakan tuntutan masyarakat yang sudah menjadi budaya dan norma sosial masyarakat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan dan membedakan antara peran jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Melihat dari arti kedua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa kesetaraan gender merupakan kesetaraan atau kesederajatan yang dimiliki oleh perempuan maupun laki-laki yang sama-sama memiliki hak untuk diperlakukan sama, dimana perempuan juga memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan bakat serta potensi yang dimilikinya tanpa adanya diskriminasi dan anggapan bahwa perempuan itu lemah.

(26)

tumpang tindih antara adat dan hak asasi perempuan, hal inilah perlu pemahaman dan penyadaran bagi semua pihak agar kehidupan yang harmonis baik sesama suku maupun antar suku terwujud sebagaimana yang diharapkan pada pemaknaan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.

Peranan perempuan sangatlah besar dalam berbagai bidang, baik dalam bidang pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, bahkan peranan perempuan telah kita rasakan diranah politik. Melihat besarnya peranan perempuan terhadap kemajuan suatu bangsa sehingga sudah sepatutnya perempuan layak disejajarkan dengan laki-laki dan tidak lagi menjadi kaum yang dinomorduakan. Untuk itu agar dapat diakui bahwa perempuan memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki kaum perempuan harus memiliki pribadi yang kuat, mandiri, cerdas, trampil serta berpendidikan. Untuk memiliki semua itu kaum perempuan harus mengenyam pendidikan hingga keperguruan tinggi sehingga kaum perempuan dapat mengembangkan potensi serta bakat yang dimilikinya. Dan itu artinya perempuan dapat memajukan bangsa dan negara melalui SDM Yang dimilikinya.

(27)

Tabel 1.1: Hasil wawancara dengan warga atau tokoh adat masyarakat tentang kesenjangan terhadap kesamaan hak gender di Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram Seputih Mataram Lampung Tengah Tahun 2014.

No Aspek Kesetaraan Kesenjangan

Tidak Terjadi Terjadi

1 Pendidikan 

2 Hak waris 

3 Pergaulan di luar 

4 Peran adat 

5 Pemberian barang 

Sumber: Data adat Dusun Titrayoga Desa Trimulyo Mataram, 2014

(28)

barang yang lebih mahal sedangkan anak perempuan dibelikan barang lebih murah dari barang yang dibelikan kepada anak laki-laki.

(29)
(30)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Masyarakat suku Bali menganut sistem patrilineal.

2. Dampak masyarakat Bali menganut sistem kekerabatan patrilineal. 3. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap kesetaraan gender. 4. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang hak asasi perempuan. 5. Keterkaitan antara sistem patrilineal dengan tingkat kesadaran

masyarakat akan kesetaraan gender.

6. Pengaruh sistem patrilineal terhadap kemajuan pendidikan pada kaum perempuan.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah tersebut maka pembatasan masalah dalam penelitian ini dibatasi pada:

Pengaruh Sistem Patrilineal Terhadap Kesetaraan Gender di Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

(31)

E. Tujuan dan kegunaan penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan:

Untuk mendeskripsikan tentang kesetaraan gender kepada masyarakat dan menanamkan pemahaman kesadaran tentang kesetaraan gender serta menemukan pengaruh dan dampak sistem patrilineal terhadap kesetaraan gender.

2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis

(32)

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis ilmu penelitian ini berguna untuk memberikan informasi bagi masyarakat Bali tentang pentingnya kesadaran akan kesetaraan gendar dalam kehidupan bermasyarakat dan memberikan pemahaman pada masyarakat Bali tentang persamaan hak perempuan dan laki-laki adalah sama baik di hadapan Negara maupun Tuhan.

F. Ruang Lingkup penelitian 1. Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup ilmu penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu pendidikan khususnya tentang kesamaan derajat dan HAM dengan wilayah kajian pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai moral pancasila.

2. Ruang Lingkup Subyek Penelitian

Ruang lingkup subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat di Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram Seputih Mataram Lampung Tengah.

3. Ruang Lingkup Obyek Penelitian

(33)

4. Ruang Lingkup Tempat atau wilayah

Ruang lingkup wilayah penelitian ini dilaksanakan di Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah.

5. Ruang Lingkup Waktu Penelitian

(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritis 1. Pengertian Pengaruh

Pengaruh merupakan sesuatu atau hal yang dapat memberikan dampak-dampak yang dapat menimbulkan hal yang baik (positif) atau kemajuan bahkan menimbulkan kemunduran atau hal yang tidak baik (negatif). Badudu dan Zain dalam (Proser Penelitian 2010: 18) menjelaskan bahwa “pengaruh adalah kemampuan yang dapat menyebabkan sesuatu terjadi dan membentuk atau mengubahnya menjadi sesuatu yang lain”.

Menurut Nurcahyanti dalam (Prosedur Penelitian 2010: 21) pengaruh didefinisikan sebagai hubungan sebab-akibat yang ditimbulkan oleh dua hal. Sehingga, pengaruh adalah daya yang timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang dapat menyebabkan sesuatu terjadi atau mengubah yang sudah ada menjadi sesuatu yang lain sebagai hubungan sebab-akibat.

Menurut Surakhmad dalam (Metodologi Penelitian Kuantitatif 2011: 7) menyatakan bahwa “pengaruh adalah kekuatan yang muncul dari suatu benda atau orang dan juga gejala dalam yang dapat memberikan perubahan terhadap apa-apa yang ada di sekelilingnya”.

(35)

ciri lebih kosmopolitan, inovatif, kompeten, dan aksesibel dibanding pihak yang dipengaruhi”.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaruh merupakan suatu daya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu, baik itu orang maupun benda serta segala sesuatu yang ada di alam sehingga mempengaruhi apa saja yang ada di sekitarnya baik itu dapat menimbulkan hal yang positif maupun hal yang negatif.

Pengaruh dapat dilihat dari ada atau tidaknya perubahan. Artinya, suatu daya dikatakan memberikan pengaruh ketika mampu mengubah keadaan menjadi berbeda dari sebelumnya. Ada dua jenis pengaruh, yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Dikatakan sesuatu berpengaruh positif jika sesuatu tersebut memberikan perubahan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya dan berpengaruh negatif jika sebaliknya.

2. Pengertian Sistem

(36)

Pengertian Sistem Menurut Indrajit dalam (Manusia Dalam Kebudayaan dan Masyarakat 2011: 24) mengemukakan bahwa sistem mengandung arti kumpulan-kumpulan dari komponen-komponen yang dimiliki unsur keterkaitan antara satu dengan lainnya. Menentukan sistem dalam sebuah rangkaian kegiatan merupakan hal yang sangat penting karena tahapan yang satu dengan tahapan yang lain saling mempengaruhi. Dengan adanya sistem maka suatu kegiatan akan terstuktur dengan baik.

Menurut Jogianto dalam (Manusia Dalam Kebudayaan dan Masyarakat 2011: 24) mengemukakan bahwa sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. sistem ini menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan yang nyata adalah suatu objek nyata, seperti tempat, benda, dan orang-orang yang betul-betul ada dan terjadi.

Menurut Lani Sidharta dalam (Antropologi dan Kebijakan Publik 2012: 64) Sistem adalah himpunan dari bagian-bagian yang saling berhubungan yang secara bersama mencapai tujuan-tujuan yang sama”.

Menurut Murdick, R.G dalam (Antopologi dan Kebijakan Publik 2012: 64) Suatu sistem adalah seperangkat elemen yang membentuk kumpulan atau prosedur-prosedur/bagan-bagan pengolahan yang mencari suatu tujuan bagian atau tujuan bersama dengan mengoperasikan data dan/atau barang pada waktu rujukan tertentu untuk menghasilkan informasi dan/atau energi dan/atau barang.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem merupakan suatu tahapan-tahapan yang terstruktur yang setiap tahapan-tahapan saling mempengaruhi melalui prosedur-prosedur yang ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu.

2.1 Sistem kekerabatan

(37)

kewajiban antara ego dan kerabat-kerabatnya dapat dilakukan dengan mudah dan tata tertib sesuai dengan aturan yang berlaku.

Kekerabatan merupakan unit sosial di mana anggota-anggotanya mempunyai hubungan keturunan (hubungan darah). Seseorang dianggap sebagai kerabat oleh orang lain karena dianggap masih keturunan atau mempuyai hubungan darah dengan ego (seseorang yang menjadi pusat perhatian dalam suatu rangkaian hubungan baik dengan seorang maupun dengan sejumlah orang lain).

Menurut G. Murdock dalam (Hukum Adat Di Indonesia 2013: 43) “Sistem kekerabatan dijelaskan bukan hanya saja karena adanya ikatan perkawinan atau karena adanya hubungan keluarga, tetapi karena adanya hubungan darah”.

Menurut Keesing dalam Ali Imron dalam (Hukum Adat Di Indonesia 2013: 27) “Sistem kekerabatan adalah hubungan berdasarkan pada model hubungan yang dipandang ada antara seorang ayah dengan anak serta antara seorang ibu dengan anak”.

(38)

hubungan darah yang bersumber dari orang tua atau leluhur yang sama. orang-orang yang seketurunan dinamakan kelompok consanguine. Sedangkan yang karena adanya hubungan perkawinan dinamakan kelompok effine.

Sistem kekerabatan menurut Soerjono Soekanto (2013: 240) dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Sistem kekerabatan patrilineal, yaitu sistem kekerabatan yang mengambil garis kekerabatan dari pihak laki-laki (ayah). Oleh karena itu perkawinan dalam sistem ini akan mengakibatkan si isteri tersebut akan menjadi warga masyarakat dari pihak suaminya.

2. Sistem kekerabatan matrilineal, yaitu sistem kekerabatan yang mengambil garis kekerabatan dari pihak perempuan (ibu). Oleh karena itu dalam perkawinan si isteri tetap tinggal dalam clan atau golongan famili (keluarganya). Disini berlaku, bahwa si suami tidak masuk dalam clan atau golongan si isteri, melainkan tetap tinggal dalam clannya sendiri

3. Sistem kekerabatan parental (bilateral), yaitu sistem kekerabatan yang mengambil garis kekerabatan baik dari pihak ayah maupun ibu, dan prinsip garis keturunan parental dibangun atas dua sisi (pihak ayah dan ibu) perkawinan itu mengakibatkan bahwa baik pihak suami maupun pihak isteri, masing-masing menjadi anggota kerabat dari kedua belah pihak. Artinya bahwa setelah perkawinan, si suami menjadi anggota keluarga isterinya dan si isteri menjadi anggota keluarga suaminya. Demikian juga halnya terhadap anak-anak yang (akan)lahir dari perkawinan itu.

Terdapat empat fungsi penting sistem kekerabatan menurut Marzali (Hukum Adat di Indonesia 2010: 11) yaitu: menarik garis pemisah antara yang merupakan kerabat dan yang bukan kerabat, menentukan hubungan kekerabatan seseorang dengan yang lain secara tepat, mengukur jauh dekatnya hubungan kekerabatan individu dengan yang lain, menentukan bagaimana individu bertingkah laku terhadap individu lain sesuai dengan aturan-aturan kekerabatan yang telah disepakati bersama.

2.2 Sistem Kekerabatan Masyarakat Bali

(39)

dianutnya sistem kekerabatan tersebut, maka dalam suatu perkawinan, si istri akan masuk dan menetap dalam lingkungan keluarga suaminya dan seorang anak laki-laki dipandang mempunyai kedudukan yang lebih utama dibandingkan anak perempuan. Akibatnya, pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak laki-laki sering “merasa” belum memiliki keturunan.

Penting juga disebutkan bahwa klan (soroh) dalam masyarakat Bali yang cenderung mengarah ke sistem kasta atau wangsa, pada masa lalu sangat dipengaruhi hukum adat di Bali, seperti tercermin dari adanya larangan perkawinan antarwangsa yang disebut asupundung dan anglangkahi karangulu, yang pada tahun 1951 telah dihapuskan.

Masyarakat Bali terkenal dengan adat dan budayanya. Nilai adat dan budaya ini merupakan suatu ketentuan yang harus diikuti bagi masyarakat Bali. Sebagaimana warga negara Indonesia, masyarakat Bali juga tunduk akan hukum negara, yaitu perundang-undangan Republik Indonesia. Di samping tunduk kepada hukum negara, bagi masyarakat Bali juga sangat tunduk akan hukum adat, bahkan bidang-bidang tertentu, huku adat Bali justru berlaku dengan sangat kuat.

(40)

sehingga sulit untuk membedakan antara hukum adat dan hukum agama ini seolah menyatu atau saling keterkaitan.

Masyarakat Bali yang menganut sistem patrilineal cenderung pihak laki-laki menguasai dalam tiga aspek yaitu: Aspek pendidikan, hak waris dan kepemilikan barang. Dalam aspek pendidikan masyarakat Bali cenderung mengutamakan pihak laki-laki, kaum perempuan seperti dinomerduakan karena sebagian besar anak laki-laki yang diprioritaskan dalam mengenyam pendidikan hingga keperguruan tinggi, kemudian dalam aspek hak waris pihak laki-laki yang akan menjadi ahli waris yang utama, kaum perempuan sebagian besar tidak mendapatkan harta warisan kemudian dalam aspek kepemilikan barang pihak laki-laki sebagian besar diberikan barang yang mereka inginkan sedangkan kaum perempuan terkadang tidak diberikan dan jika diberikan biasanya barang tersebut lebih rendah jenis dan harganya dibandingkan yang diberikan kepada anak laki-laki. Hal demikian terjadi karena pengaruh adat yang masih kental, kemudian pihak laki-lakilah nanti yang akan menjadi penerus keturunan dan menjaga serta tinggal dengan orang tua.

(41)

disebut jaba wangsa (tidak berkasta). Dari kekuatan sosial kekerabatannya dapat pula dibedakan atas klen pande, pasek, bugangga dan sebagainya.

Tata kehidupan masyarakat Bali khususnya, secara umum terbagi menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Sistem kekerabatan yang terbentuk menurut adat yang berlaku, dan dipengaruhi oleh adanya klen-klen keluarga; seperti kelompok kekerabatan disebut Dedia (keturunan), pekurenan, kelompok kekerabatan yang terbentuk sebagai akibat adanya perkawinan dari anak-anak yang berasal dari suatu keluarga inti.

2. Sistem kemasyarakatan merupakan kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah/ territorial administrasi (perbekelan/kelurahan) yang pada umumnya terpecah lagi menjadi kesatuan sosial yang lebih kecil yaitu banjar dan territorial adat. Banjar mengatur hal-hal yang bersifat keagamaan, adat dan masyarakat lainnya.

Sistem kemasyarakatan yang ada ini maka warga desa bisa masuk menjadi dua keanggotaan warga desa atau satu yaitu sistem pemerintahan desa dinas sebagai wilayah administratif dan desa pakraman.

2. 3 Sistem Perkawinan menurut Adat Bali

(42)

Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan diartikan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974).

Menurut Gde Pudja dalam (Perkawinan Pada Gelahang di Bali 2013: 15) mengemukakan bahwa perkawinan menurut agama Hindu adalah ikatan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita sebagai suami istri dalam rangka mengatur hubungan seks yang layak guna mendapatkan keturunan laki-laki dalam rangka menyelamatkan arwah orang tuanya.

Sesudah melangsungkan perkawinan pasangan suami istri ini disebut alakirabi, masomahan, atau makurenan. Kuren, somah, rabi, dapat berarti suami istri biasanya rai. Raka-rai dapat berarti suami istri. Tujuan perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, dapat diketahui dari ketentuan pasal 1, yang menyebutkan bahwa tujuan perkawinan adalah “membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

(43)

mengantar seseorang yaitu roh yang sedang menderita di neraka, dan untuk menyelamatkan itu seorang anak dengan segala akibatnya harus mempunyai putra dan bila tidak berputra harus menggantikannya dengan anak yang lain. Keluarga yang menderita di akhirat adalah roh-roh leluhur yang terkatung-katung di neraka sebelum dilakukan pitra yadnya oleh cucu atau putranya.

Sejalan dengan sistem kekerabatan yang dianut, di Bali dikenal adanya dua bentuk perkawinan, yaitu:

1. Perkawinan Biasa

Sesuai namanya perkawinan biasa atau nganten biasa, bentuk perkawinan ini paling umum (banyak atau biasa) dilangsungkan oleh warga masyarkat adat Bali. Perkawinan biasa adalah perkawinan yang dilangsungkan antara seorang laki-laki dengan seorng perempuan, dan pihak perempuan meninggalkan rumahnya, untuk melangsungkan upacara perkawinan di tempat kediaman suaminya, dan kemudian bertangung jawab penuh meneruskan kewajiban (swadarma) orang tua serta leluhur suaminya, secara sekala (alam nyata) maupun niskala (alam gaib). Perkawinan ini dianggap perkawinan biasa karena dilangsungkan sesuai dengan sistem kekerabatan yang dianut di Bali, yaitu patrilineal (kebapaan).

2. Perkawinan Nyentana

(44)

berkedudukan sebagai kapurusa, sedangkan dalam perkawinan nyentana, mempelai wanita yang berkedudukan sebagai kapurusa. Perkawinan nyentana adalah perkawinan yang dilangsungkan antara seorang laki-laki meninggalkan rumahnya, untuk melangsungkan upacara perkawinan di tempat kediaman istrinya, dan kemudian bertanggung jawab penuh meneruskan kewajiban (swadarma) orang tua serta leluhur istrinya, secara sekala (alam nyata) maupun niscala (alam gaib). Dalam perkawinan biasa pihak wanita yang meninggalkan keluarganya, sedangkan dalam perkawinan nyentana pihak laki-lakilah yang meninggalkan keluarganya dan masuk menjadi anggota keluarga istrinya. Dalam perkawinan nyentana anak laki-laki tersebut secara hukum dianggap ninggal kedaton “putus hubungan” dengan keluarganya, sehingga segala haknya untuk meneruskan warisan menurut hukum adat Bali juga dianggap gugur.

Cara melangsungkan perkawinan dalam masyarakab Bali yaitu: 1. Perkawinan memadik

(45)

2. Sistem Ngerorod

Telah dijelaskan di atas bahwa perkawinan memadik dipilih apabila selama dalam proses megelanan berjalan mulus dan apabila selama dalam proses megelanan mereka tidak direstui oleh orang tua salah satu pihak, maka ngerangkat atau ngerorod (lari bersamaan), adalah pilihan terbaik untuk melangsungkan perkawinan.

2. 4 Sistem Waris Dalam Masyarakat Bali

Menurut I Ketut Antara (Revitalisasi Pasidikaran di Bali 2013 : 34) hukum kekeluarga di Bali umumnya berdasarkan patriarchaat: hubungan seorang anak dengan keluarga (clan) bapaknya menjadi dasar tunggal bagi susunan keluarganya. Keluarga dari pancar laki (Purusa) adalah yang paling penting dalam penghidupannya. Keluarga dari bapak harus mendapatkan perhatian lebih dahulu dari pada keluarga dari pihak ibunya. Jadi dalam hal ini si anak otomatis mengikuti atau mewarisi kasta bapaknya termasuk sanggah atau pemerajan (tempat suci).

(46)

waris maka warisan akan jatuh ketangan anak laki-laki dari saudara laki-laki pewaris. Hal ini bukan berarti hubungan dengan keluarga perempuan tidak ada artinya. Jika keluarga dari pancar lelaki sudah tidak ada lagi, keluarga dari pancar wadu dapat juga menerima warisannya atau memelihara anak itu, tetapi hubungan dengan keluarga pancar wadu baru mendapat perhatian sesudah hubungan dengan keluarga bapaknya sudah tidak ada lagi.

Menurut Gde Pudja dalam (Perkawinan Pada Gelahang di Bali 2013: 45) masyarakat Bali yang menganut sistem patrilineal terdapat persyaratan-persyaratan sebagai ahli waris adalah:

1. Ahli waris harus mempunyai hubungan darah, yaitu misalnya anak perkawinan sendiri.

2. Anak itu harus laki-laki.

Bila tidak ada anak barulah jatuh kepada anak yang bukan sedarah yang karena hukum ia berhak menjadi ahli waris misalnya anak angkat.

3. Bila tidak ada anak dan tidak ada anak angkat, hukum Hindu membuka kemungkinan adanya penggantian, melalui penggantian atas kelompok ahli waris dengan hak keutamaan kepada kelompok dengan hak penggantian lainnya yang memenuhi syarat menurut hukum Hindu.

Hukum waris di dalam masyarakat adat Bali sebagian besar beranggapan bahwa kaum perempuan sering ditindas dan tidak dihargai terutama persoalan pembagian warisan. Hal ini disebabkan sistem kekekuargaan yang dianut di Bali.

3. Patrilineal

(47)

garis keturunan yang ditarik dari pihak ayah. Patrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah. Dimana jika terjadi masalah maka yang bertanggungjawab adalah pihak laki-laki.

Menurut Koentjaraningrat (Hukum Adat Di Indonesia 2013: 124) menjelaskan, bahwa prinsip garis keturunan patrilineal yaitu menghitung hubungan kekerabatan melalui orang laki-laki saja, dan karena itu mengakibatkan bahwa bagi tiap-tiap individu dalam masyarakat semua kaum kerabat ayahnya masuk di dalam batas hubungan kekerabatannya, sedangkan semua kaum kerabat ibunya jatuh di luar batas itu.

Terdapat beberapa alasan atau argumentasi yang melandasi sistem hukum adat

waris masyarakat patrilineal, sehingga keturunan laki-laki saja yang berhak

mewarisi harta peninggalan pewaris yang meninggal dunia, sedangkan anak

perempuan sama sekali tidak mewarisi, alasan tersebut seperti:

1. Silsilah keluarga didasarkan pada anak laki-laki. Anak perempuan tidak

dapat melanjutkan silsilah (keturunan keluarga).

2. Dalam rumah tangga, istri bukan kepala keluarga. Anak-anak memakai

nama keluarga (marga) ayah. Istri digolongkan ke dalam keluarga (marga)

suaminya.

3. Dalam adat, wanita tidak dapat mewakili orang tua (ayahnya) karena ia termasuk anggota keluarganya.

4. Dalam adat Kalimbubu (laki-laki) dianggap anggota keluarga sebagai orang tua (ibu).

5. Apabila terjadi perceraian, suami isteri, maka pemeliharaan anak-anak

menjadi tanggung jawab ayahnya. Anak laki-laki kelak merupakan ahli

(48)

Ahli waris atau para ahli waris dalam sistem hukum adat waris di tanah patrilineal terdiri atas:

a. Anak laki-laki

Yaitu semua anak yang sah yang berhak mewarisi seluruh harta kekayaan, baik harta mata pencaharian maupun harta pusaka. Jumlah harta kekayaan pewaris di bagi sama di antara para ahli waris.

b. Anak angkat

merupakan ahli waris yang kedudukannya sama seperti halnya anak sah, namun anak angkat ini hanya menjadi ahli waris terhadap harta pencaharian/harta bersama orang tua angkatnya. Sedangkan harta pusaka, anak angkat tidak berhak.

c. Ayah dan Ibu serta saudara-saudara sekandung si pewaris

Apabila anak laki-laki yang sah maupun anak angkat tidak ada, maka yang menjadi ahli waris adalah Ayah dan Ibu serta saudara-saudara kandung si pewaris yang mewarisi bersama-sama.

d. Keluarga terdekat dalam derajat yang tidak menentu

Apabila anak laki-laki yang sah, anak angkat, maupun saudara-saudara sekandung pewaris dan Ayah-Ibu pewaris tidak ada maka yang tampil sebagai ahli waris adalah keluarga mereka dalam derajat yang tidak menentu.

(49)

3.1 Patrilineal Menurut Masyarakat Bali

Patrilineal menurut masyarakat Bali yaitu menghitungkan hubungan melalui garis Ayah. Dalam konteks ini, apabila sepasang suami istri tidak mempunyai anak maka pasangan suami istri tersebut melakukan pengangkatan anak, mereka cenderung mengangkat anak laki-laki untuk melanjutkan kelangsungan hubungan kekerabatan mereka atau menjadi penerus keturunan keluarga tersebut. Sepasang suami istri yang tidak mempunyai anak laki-laki hanya mempunyai anak perempuan, akan berusaha mengambil Nyentana (Perkawinan nyeburin) untuk terpeliharanya prinsip patrilineal tersebut, maka pasangan suami istri tersebut akan meminta anak laki-laki yang akan menjadi suami dari anaknya, jika pihak dari laki menyetujui dan orangtua pihak laki-laki juga menyetujui maka pihak laki-laki-laki-laki tersebut akan menjadi penerus keturunan dari mertuanya.

4. Kesetaraan Gender

(50)

diciptakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain.

kesetaraan atau kesederajatan tidak sekedar bermakna adanya persamaan kedudukan manusia. Kesederajatan adalah suatu sikap mengakui adanya persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban sebagai sesama manusia. Implikasi selanjutnya jaminan akan hak-hak itu agar setiap manusia bisa merealisasikan serta perlu merumuskan sejumlah kewajiban-kewajiban agar semua bisa melaksanakan agar tercipta tertib kehidupan.

Menurut Ki Hadjar Dewantara (1977: 238) “bahwa persamaan antara hak laki-laki dan perempuan yang khas dan harus berlaku, yaitu: persamaan hak, persamaan derajat, dan persamaan harga, bukan persamaan sifat hidup atau penghidupannya”. Di dalam keberagaman diperlukan adanya kesetaraan

atau kesederajatan. Artinya, meskipun individu maupun masyarakat adalah beragam dan berbeda-beda, tetapi mereka memiliki dan diakui akan kedudukan, hak-hak dan kewajiban yang sama sebagai sesama baik dalam kehidupan pribadi maupun kemasyarakatan. Terlebih lagi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, jaminan atau kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dari berbagai ragam masyarakat di dalamnya amat diperlukan. Sedangkan gender berasal dari kata bahasa inggris yang berarti jenis kelamin. Gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”. Gender merujuk

(51)

Menurut Mansour Fakih dalam (Pendidikan dan Kebudayaan 1977: 208) mendefinisikan gender sebagai “suatu sifat yang melekat pada kaum laki -laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural”.

Menurut Moore Abdullah dalam (Pendidikan dan Kebudayaan 1977: 208) mengemukakan bahwa gender berbeda dari seks dan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis. Istilah gender dikemukakan oleh parailmuwan sosial dengan maksud untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang mempunyai sifat bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial). Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan.

Menurut John M. Echols & Hassan Sadhily dalam (Kekerasan Dalam Rumah Tangga 2011:19) kata “gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin. Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai gender dapat disimpulkan bahwa gender adalah cara pandang atau persepsi manusia terhadap perempuan atau laki-laki yang bukan didasarkan pada perbedaan jenis kelamin secara kodrati biologis. Ciri-ciri gender yaitu: Bisa berubah, bisa dipertukarkan, tergantung budayanya, tergantung perkembangan zaman, buatan manusia dan berbeda antara satu suku dengan suku lainnya. Peranan gender mengandung ciri-ciri umum yaitu: Ciri-ciri personaliti, peranan sosial dan kedudukan sosial.

(52)

hak-hak yang sama sebagai layaknya manusia, dimana laki-laki dan perempuan dianggap sama dilihat dari kemampuan, kemandirian, dan keterampilan yang dimiliki untuk mendapatkan perlakuan yang sama yaitu sejajar antara laki-laki dan perempuan dengan tidak membedakan hanya dari fisik semata. Kesetaraan gender merupakan kesetaraan atau kesederajatan yang dimiliki oleh perempuan maupun laki-laki yang sama-sama memiliki hak untuk diperlakukan sama, dimana perempuan juga memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan bakat serta potensi yang dimilikinya tanpa adanya diskriminasi dan anggapan bahwa wanita itu lemah.

Laki-laki dan perempuan memiliki dan mendapatkan penghargaan yang setara sebagai manusia di dalam berbagai aspek kehidupan dan sama-sama mendapatkan aspek kehidupan dan sama-sama mendapatkan akses, mampu berpartisipasi dan memiliki kontrol serta memdapatkan manfaat dari intervensi pembangunan.

(53)

3. 1 Kesetaraan gender Menurut Agama hindu

Masyarakat Bali mayoritas beragama Hindu. Lahir menjadi Hindu bukan merupakan suatu hal yang kebetulan, melainkan dari proses kelahiran yang bersumber dari karma (Karma Phala). Manusia lahir kedunia memiliki hak dan martabat yang sama dihadapan Tuhan. Baik laki-laki maupun perempuan adalah suatu anugerah yang terindah dalam suatu keluarga. Linga yoni dalam ajaran agama hindu menggambarkan bahwa dualisme ini sesungguhnya ada dan saling membutuhkan dalam mengembangkan potensi dan provesi masing-masing, baik laki-laki maupun perempuan mendapat kesempatan yang sama seperti kutipan mantra dalam Manawa Dharmasastra, bahwa tuhan menciptakan alam semesta beserta segala isinya dalam wujud “Ardha Nara

Iswari” menjadi sebagian laki-laki dan sebagian perempuan.

Dwidha krtwatmano deham

Ardhena puruso bhawat

Ardhena nari tasyam sa

Wiriyama smrjat prabhuh

(Manawa dharmasastra, 1.32)

Terjemahannya:

Dengan membagi dirinya menjadi sebagian laki-laki dan sebagian

perempuan (Ardha nara Iswari), ia ciptakan Viraja (alam semesta) dari

(54)

Jelas berdasarkan penjelasan sloka di atas penciptaan tanpa adanya unsur perempuan (Feminim) dan laki-laki (Maskulin) tidak akan ada kehidupan dan keluarga didunia ini. Bagaimanapun juga aspek laki-laki dan perempuan merupakan aspek mutlak dalam sebuah penciptaan. Dilihat dari sudut moral agama Hindu, perempuan memiliki peran sentral dalam masyarakat. Laki-laki dan perempuan adalah setara, dan harus bersatu dan bekerjasama dengan erat sebagai dwi tunggal. Seperti halnya para dewa memiliki pasangannya, Dewa Brahma dengan Dewi Saraswati, Dewa Wisnu dengan Dewi Sri Laksmi, Dewa Siwa dengan Dewi Uma.

Berdasarkan Manu Smerti menggambarkan status perempuan dan laki-laki adalah sama, Manawa Darmacastra IX, 96, yaitu: “Untuk menjadi ibu

perempuan diciptakan, dan untuk menjadi ayah laki-laki diciptakan, karena itu upacara keagamaan ditetapkan dalam Weda untuk dilakukan oleh suami dan istri”. Manu Smerti mengumpamakan perempuan seperti bumi/pertiwi/tanah dan laki-laki adalah benih atau bibit, antara bumi dan bibit mempunyai peran dan kedudukan yang sama dalam menciptakan kehidupan. Namun hal warisan perempuan dan laki-laki tidak sama.

Berdasarkan konsep Dharsana khususnya Samkya dan Yoga terdapat proses penciptaan yang diawali dengan pertemuan antara Purusa dengan Predana. Dalam konsep ini yaitu pada bagian yang ada terciptalah sel telur yang disebut Sukla (Sperma) pada laki-laki, dan Swanita (Ovum) pada perempuan.

(55)

langit (bapaknya dunia), perempuan adalah ibu (pertiwi) ibunya dunia sumber segala kehidupan. Sebenarnya perempuan adalah pigur yang luar biasa para dewapun sangat menghormatinya seperti pada penjelasan dalam manawa Dharmasastra dibawah ini:

Yatra naryastu pujyante

Ramante tatra dewatah

Yatraitastu na pujyante

Sarwatalah kriyah.

( Manawa dharmasastra. III. 56)

Terjemahannya:

Dimanapun perempuan dihormati, disanalah para dewa merasa senang,

tetapi dimana meraka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun

yang akan berpahala.

(56)

Ajaran Hindu banyak memberikan gambaran keagungan dan penghormatan bagi perempuan, tak terhitung berapa kitab yang ditulis untuk menghormati kaum perempuan. Hindu merupakan agama yang memberikan peluang bagi perempuan dalam memajukan serta meningkatkan kwalitasnya secara mental maupun spiritual.

Gender menurut Hindu merupakan tujuan mutlak, karena sesuai dengan Rancangan Keputusan Pesamuhan Agung PHDI Pusat Nomor: 5/Kep/P.A. Parisada/XII/2003 tanggal 14 Desember 2003 tentang rekomendasi salah satunya adalah kesetaraan gender. Hindu percaya kepada kekhususan sumbangan yang diberikan perempuan kepada dunia, perempuan memiliki tanggungjawab dan peran yang khusus. Selama anak-anak tidak bisa ditirunkan dari langit, selama itu pula akan ada kewajiban khusus perempuan. Gender dalam buku pengarusutamaan Hindu (2005) adalah sesuatu sifat yang melekat baik pada laki-laki maupun perempuan yang dikontruksi atau dibentuk secara sosial maupun kultural dengan akibat terjalinnya hubungan sosial yang membedakan fungsi peran dan tanggungjawab kedua jenis kelamin itu.

(57)

kenal. Gender dengan sifatnya dibentuk oleh masyarakat tertentu, sehingga setiap masyarakat memiliki tingkat pemahaman yang berbeda, artinya masyarakat yang satu belum tentu berpandangan yang sama dengan masyarakat yang lainnya.

Menurut ajaran agama Hindu, proses ini sebenarnya tidak terlalu menjadi masalah, karena perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan memberikan pandangan saling membutuhkan, mempengaruhi dan menjadi pelengkap. Coba kita bayangkan, akankah ada keluarga/masyarakat jika tidak ada laki-laki dan perempuan dan kemungkinan tidak ada penghuni didunia ini. Dalam agama Hindu hanya ada kepercayaan terhadap kaum laki-laki yang lebih mampu memimpin dan mengarahkan sebuah kegiatan dikeluarga. Dipihak perempuan juga sangat percaya bahwa kaum laki-laki lebih memiliki kemampuan dalam mengharahkan aktifitas sehari-hari dan tidak meremehkan kemampuan perempuan, justru saling mendukung dan menghargai kinerja masing-masing dalam keseharian.

(58)

“Iyam hi yonih prathama yam prapya jagatipate, atmanam sakyate tratum

karmabihsubhalaksanih”. Apan ikang dadi wwang, utama juga iya,

nimintaning mangkana, wenang yatumulung awaknya sangkeng sengsara,

makasadhanang subhakarma, hinganing kotamaning dadi wwang ik.

(Sarascamuscaya, 4)

Terjemahannya:

Menjelma menjadi manusia itu sungguh-sungguh utama sebab demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara, dengan jalan berbuat baik, demikianlah keuntungan menjadi manusia.

(59)

B. Kerangka Fikir

Masyarakat Bali menganut sistem patrilineal, sistem patilineal merupakan suatu adat yang meyakini dan menjalankan alur keturunan berdasarkan garis keturunan ayah. Dalam sistem patrilineal dalam masyarakat Bali kedudukan laki-laki lebih dominan pengaruhnya karena pihak laki-lakilah nanti yang akan menjaga, merawat dan orang tua akan ikut atau tinggal bersama pihak laki-laki, selain itu pihak laki-laki juga menjadi penerus keturunan. Hal demikian berdampak pada pola tingkah laku dan pemikiran masyarakat terhadap kaum perempuan, terdapat kesenjangan yang terjadi dari beberapa aspek yaitu hak waris, pendidikan, kepemilikan barang dan pergaulan di luar.

(60)

Berdasarkan pemikiran di atas, hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dalam penelitian ini dapat digambarkann pada kerangka pikir berikut:

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Fikir

C. Hipotesis

Berdasarkan teori dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis penelitian ini sebagai berikut :

H1: Ada pengaruh sistem kekerabatan patrilinial adat Bali terhadap kesetaraan gender di Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah.

Ho: Tidak ada pengaruh sistem kekerabatan patrilineal terhadap kesetaraan gender di Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah.

Sistem Patrilineal Dalam Masyarakat Bali (X) Indikator:

1. Pemahaman masyarakat 2. Perlakuan atau pengakuan

terhadap hak perempuan 3. Perbedaan dan persamaan hak

antara perempuan dan laki-laki

Kesetaraan Gender Dalam Masyarakat Bali (Y) Indikator:

1.Sistem waris 2.Pendidikan

(61)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Menurut Nanang Martono (2012: 72) penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu seperti kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi atau kecendrungan yang telah berlangsung.

Menurut Nanang Martono (2012: 73), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat hubungan antar fenomena yang diselidiki.

(62)

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif dengan menggunakan uji pengaruh antar variabel-variabel yang akan diteliti. Uji pengaruh sebagai salah satu cara untuk memecahkan suatu masalah atau permasalahan yang dihadapi serta memegang peranan penting dalam penelitian ilmiah.

Menurut Haris Herdiansyah dalam (Metode Penelitian Kuantitatif 2010: 15) esensi dari penelitian kuantitatif adalah “membuktikan”. Hal yang dibuktikan di sini adalah berupa jawaban sementara dari penelitian yang umumnya disebut sebagai hipotesis penelitian, penelitian kuantitatif, seseorang memiliki prediksi jawaban dari variabel yang diangkat, prediksi tersebut kemudian di dukung secara teoritis kemudian diukur dan dibuktikan kebenaranya.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat seka-duka (dalam masyarakat tersebut) di Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram Seputih Mataram Lampung Tengah yang berjumlah 220 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.1 Kondisi masyarakat suka-duka Dusun Tritayoga Desa Trimulyo Mataram Seputih Matram Lampung Tengah Tahun 2014

No Nama Kelompok Masyarakat Jumlah Seka Duka

1 RT 07 44 KK

2 RT 08 53 KK

3 RT 09 61 KK

4 RT 10 62 KK

Jumlah 220 KK

(63)

2. Sampel

Teknik yang digunakan dalam menentukan sampel penelitian ini adalah teknik sampling alokasi proporsional (proportionate random sampling). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat di Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram yang berjumlah 220 KK.

Berdasarkan jumlah populasi sebesar 220 KK, sehingga peneliti mengambil sampel 20 % dari 220 KK dengan perincian sebagai berikut:

X

Sehingga berdasarkan penghitungan dalam penetapan sampel penelitian ini dapat disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.2 Sampel Penelitian di Lingkungan Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram Seputih Mataram Lampung Tengah.

(64)

C. Variabel Penelitian

Di dalam penelitian ini terdapat dua kelompok variabel yaitu: 1. Varibabel bebas (X).

Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengaruh sistem patrilineal pada masyarakat Bali.

2. Variabel Terikat (Y)

Yang menjadi variabel terikat adalah kesetaraan gender (Y)

D. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional 1. Definisi Konseptual

Adapun definisi konseptual variabel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pengaruh sistem patrilineal (X) adalah sesuatu atau hal yang dapat memberikan dampak baik positif maupun negatif dalam sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak ayah dalam masyarakat Bali.

(65)

2. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Pengaruh sistem kekerabatan patrilineal (X) adalah sesuatu atau hal yang dapat memberikan dampak baik positif maupun negatif dalam sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak ayah dalam masyarakat Bali. Adapun indikator-indikator yang dapat dijadikan tolak ukur dalam sistem patrilineal masyarakat Bali : 1. Pemahaman masyarakat

2. Perlakuan atau pengakuan terhadap hak perempuan 3. Perbedaan dan persamaan antara perempuan dan laki-laki

Masyarakat Bali memegang teguh adat yang masih kental. Dimana dalam masyarakat bali yang menganut sistem patrilineal memberikan dampak terhadap masyarakat baik dalam hal pemahaman, perlakuan atau pengakuan serta penghargaan terhadap hak kaum perempuan yang masih cenderung tidak seimbang antara hak laki-laki, dimana seharusnya masyarakat tidak boleh membeda-bedakan antara kaum perempuan maupun laki-laki yang pada hakekatnya sama-sama memiliki hak dan kesempatan yang sama yang telah diakui oleh negara.

(66)

tidak memandang jenis kelamin semua itu dilihat dari kemampuan, kemandirian, dan keterampilan yang dimiliki untuk mendapatkan perlakuan yang sama yaitu sejajar antara laki-laki dan perempuan dengan tidak membedakan hanya dari fisik semata. Perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan haruslah seimbang karena setiap manusia memiliki hak asasi untuk diperlakukan sama, dipandang sama, mempunyai hak-hak yang sama dan memiliki kedudukan yang sama baik di dalam masyarakat, negara maupun Tuhan. Adapun indikator-indikator yang dapat dijadikan tolak ukur dalam kesetaraan gender:

1. Sistem waris 2. Pendidikan

3. Hak kepemilikan barang

(67)

yang diberikan kepada anak laki. Hal demikian terjadi dipengaruhi oleh pemahaman masyarakat yang masih kurang akan kesetaraan gender.

E. Rencana Pengukuran Variabel

Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik scoring pada alternatif jawaban dalam lembaran angket yang disebar ke responden.

1. Pengaruh sistem patrilineal diukur dengan menggunakan angket tertutup. Indikator pengukuran meliputi: pemahaman masyarakat, perlakuan atau pengakuan terhadap hak perempuan dan perbedaan dan persamaan antara perempuan dan laki-laki. Setiap angket mempunyai 3 (tiga) kemungkinan jawaban a, b, dan c yang meliputi:

a. Memilih alternatif a diberikan nilai 3 (tiga); b. Memilih alternatif b diberikan nilai 2 (dua); c. Memilih alternatif c diberikan nilai 1 (satu).

2. Kesetaraan gender diukur dengan menggunakan angket tertutup. Indikator pengukuran meliputi sistem waris, pendidikan, dan hak kepemilikan barang. Setiap angket mempunyai 3 (tiga) kemungkinan jawaban a, b, dan c yang meliputi :

(68)

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Pokok

a. Angket

Dalam penelitian ini digunakan angket tertutup sehingga pesponden hanya menjawabpertanyaan dari alternatif jawaban yang sudah ada, diberikan kepada subjek penelitian untuk menjelaskan Pengaruh Sistem Patrilinial Terhadap Kesetaraan Gender di Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram Seputih Mataram Lampung Tengah.

b. Observasi Langsung

Melakukan pengamatan dan pengambilan data secara langsung terhadap obyek penelitian, subyek penelitian dan keadaan tempat penelitian.

2. Teknik Penunjang a. Wawancara

(69)

b. Dokumentasi

Teknik dokumentasi digunakan untuk mendukung keterangan dan fakta-fakta yang ada hubungannya dengan penelitian.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Untuk memperoleh data yang akurat dalam suatu penelitian, maka alat ukur yang digunakanpun harus valid, artinya alat ukur tersebut harus dapat mengukur secara tepat. Dalam hal ini alat ukur yang dimaksud adalah angket, yang disajikan berdasarkan konstruksi teoritisnya. Untuk validitas angket, peneliti mengadakan uji coba degan melihat indikator variabel X dan Y yang kemudian dikontruksikan menjadi item-item pertanyaan. Serta cara mengetahui validitas angket, peneliti melakukan konsultasi angket dengan dosen ahli penelitian di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Setelah dinyatakan valid maka angket tersebut dapat digunakan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini.

2. Uji Reliabilitas

(70)

a. Menyebarkan angket untuk diujicobakan kepada 10 orang diluar responden

b. Hasil uji coba dikelompokan dalam item ganjil dan item genap; c. Hasil item ganjil dan genap dikorelasikan dengan rumus Product

d. Untuk reliabilitas angket dengan menggunakan rumus Spearman Brown, sebagai berikut:

rxy : Koefisisien Reliabilitas seluruh item

(71)

e. Hasil analisis kemudian dibandingkan dengan tingkat reliabilitas dengan kriteria, sebagai berikut:

0, 90 – 1, 00 : Tinggi

0, 50 – 0, 89 : Sedang

0, 00 – 0, 49 : Rendah

G.Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan fenomena yang terjadi. Fenomena tersebut diteliti secara deskriptif dengan mencari dan mengumpulkan informasi-informasi yang mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian. Informasi-informasi yang berhasil dikumpulkan dalam bentuk uraian, yang memberikan gambaran atas suatu keadaan yang sejelas mungkin.

Untuk mengolah dan menganalisis data, akan digunakan teknik analisis data dengan menggunakan rumus interval:

K NR NT

I  

Keterangan :

I : Interval

NT : Nilai Tinggi

(72)

K : Kategori Interval

Dan selanjutnya disajikan dalam bentuk presentase pada setiap tabel kesimpulan. Rumus presentase yang digunakan adalah sebagai berikut :

%

N : Jumlah perkalian item dengan responden

Teknik untuk mengolah dan menganalisis data dalam penelitian ini digunakan rumus Chi Kuadrat yaitu:

(73)

Eij : Banyaknya data hasil pengamatan

Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan data tersebut sebagai bahan perhitungan, dengan terlebih dahulu menggunakan banyaknya gejala yang diharapkan terjadi dengan rumus :

n xN N Eijjo oj

Keterangan :

Eij : Banyaknya gejala yang diharapkan terjadi

No j : Jumlah data hasil pengamatan

Njo : Jumlah skor yang diperoleh dari item

n : Jumlah responden

Dengan kreteria uji sebagai berikut :

a. Jika X 2 hitung lebih besar atau sama dengan X2 tabel dengan taraf signifikan 5 % maka hipotesis diterima.

b. Jika X 2 hitung lebih kecil atau sama dengan X2 tabel dengan taraf signifikan 5 % maka hipotesis ditolak.

Untuk menguji keeratan maka digunakan rumus kontigensi sebagai berikut:

n

x

x

c

(74)

Keterangan :

C : Koefisien Kontigensi

: Chi Kuadrat

n : Jumlah Sampel

Agar C diperoleh dapat dipakai untuk derajat asosiasi antara faktor-faktor di atas maka harga C dibandingkan koefisien maksimum yang biasa terjadi maka harga maksimum ini dapat dihitung dengan rumus :

m

m

C

maks

1

Keterangan :

maks

C : Koefisien kontigensi maksimum

m : Harga maksimum antara baris dan kolom

n : Bilangan konstant

Gambar

Tabel 1.1:  Hasil wawancara dengan warga atau tokoh adat masyarakat tentang kesenjangan terhadap kesamaan hak gender di Dusun Tirtayoga Desa Trimulyo Mataram Seputih Mataram Lampung Tengah Tahun 2014
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Fikir
Tabel 3.1 Kondisi masyarakat suka-duka Dusun Tritayoga Desa                  Trimulyo Mataram Seputih Matram Lampung Tengah                  Tahun 2014
Tabel 3.2 Sampel Penelitian di  Lingkungan Dusun Tirtayoga Desa

Referensi

Dokumen terkait

Kesetaraan gender adalah k esamaan k ondisi bagi lak i-lak i dan perempuan unt uk memperoleh k esempat an dan hak -hak nya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpart

Konsep dan ruang lingkup gender yang berkaitan dengan kedudukan, peran, hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam dimensi kesetaraan dan keadilan

Misalnya, di dalam masalah waris, Islam membagi harta waris menggunakan pola 2:1 untuk laki-laki dan perempuan, dalam konsep pemisahan ranah keadilan dan kesetaraan gender,

Isu kesetaraan dalam penelitian ini adalah tentang kebijakan dan aturan perusahaan serta perlakuan yang berlaku sama terhadap laki- laki dan perempuan dalam kesempatan atau

Misalnya, di dalam masalah waris, Islam membagi harta waris menggunakan pola 2:1 untuk laki-laki dan perempuan, dalam konsep pemisahan ranah keadilan dan kesetaraan gender,

Pada dasarnya semua orang sepakat bahwa perempuan dan laki-laki berbeda.Namun, gender bukanlah jenis kelamin laki-laki dan perempuan sebagai pemberian Tuhan.Gender

Pada dasarnya semua orang sepakat bahwa perempuan dan laki-laki berbeda.Namun, gender bukanlah jenis kelamin laki-laki dan perempuan sebagai pemberian Tuhan.Gender

Kesetaraan gender adalah satu kondisi dimana perempuan dan laki-laki menikmati status yang setara dan memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkan secara penuh hak-hak asasi dan