PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PBL
DENGAN KOOPERATIF TIPE STAD
Rika Ridayanti1, Rini Asnawati2, Haninda Bharata2 rika.ridayanti@rocketmail.com SMAN 2 Pringsewu in academic year of 2013/2014 that was distributed into nine classes.The samples of this research were students of X IPA 4 and X IPA 5 class. The conclusion of this research was student’s mathematical problem solving skill which used cooperative learning STAD of type was higher than problem based learning.
Penelitian deskriptif ini bertujuan mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan problem based learning dan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN 2 Pringsewu tahun pelajaran 2013/2014 yang terdistribusi dalam sembilan kelas. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas X IPA 4 dan X IPA 5. Kesimpulan penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dari pada problem based learning.
PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PBL
DENGAN KOOPERATIF TIPE STAD
( Studi pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 2 Pringsewu Tahun Pelajaran 2013/2014)
(Skripsi)
Oleh
RIKA RIDAYANTI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA A Pembelajaran Matematika ... 6
B. Model Pembelajaran Problem Based Learning ... 8
C. Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD ... 12
D. Kemampuan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 14
E. Penelitian Yang Relevan ... 16
E. Kerangka Pikir ... 17
F. Anggapan Dasar ... 19
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 20
B. Tempat Penelitian ... 20
C. Subjek Penelitian ... 20
xiii
E. Data Penelitian ... 22
F. Teknik Pengumpulan Data ……….. 22
1. Observasi Partispatif ... 22
2. Metode Tes ... 22
3. Wawancara ... 22
4. Dokumentasi ... 23
G. Instrumen Penelitian ... 23
1. Instrument Tes ………. 23
a. Validitas ... 24
b. Realibilitas ... 25
c. Tingkat Kesukaran ... 26
d. Daya Pembeda ... 27
H. Teknik Analisis Data ... 29
1. Data Proses Belajar Siswa ... 29
2. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis siswa ... 30
I. Keabsahan Data ... 30
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 32
B. Pembahasan ... 37
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 62
B. Saran ... 62
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A.Perangkat Pembelajaran
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas STAD ... 66
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas PBL ... 86
A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas STAD ... 106
A.4 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas PBL ... 119
B.Instrumen Penelitian B.1 Kisi-Kisi Soal-Soal Posttest ... 135
B.2 Soal Posttest ... 137
B.3 Kunci Jawaban Soal Posttest ... 138
B.4 Form Penilaian Posttest ... 143
C.Analisis Data C.1 Analisis Validitas Butir Soal Tes Hasil Uji Coba ... 145
C.2 Analisis Reliabilitas Hasil Tes Uji Coba ... 146
C.3 Analisis Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Hasil Tes Uji Coba ... 148
C.4 Data Nilai Posttest Kelas STAD ... 149
C.5 Data Nilai Posttest Kelas PBL ... 151
C.6 Pencapaian Indikator Kemampuan Representasi Matematis Kelas STAD ... 153
xvi
D. Lembar Observasi Hasil Proses Belajar ... 155
1. Hasil Proses Belajar Kelas STAD ... 155
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Fase-Fase Problem Based Learning ... 10
3.1 Validitas Butir Item Soal ... 25
3.2 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 27
3.3 Tingkat Kesukaran Butir Item Soal ... 27
3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 28
3.5 Daya Pembeda Butir Item Soal ... 28
3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 29
3.7 Kriteria Penantuan Tingkat Kemampuan Siswa ... 30
4.1 Rekapitulasi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 35
MOTO
Persembahan
Dengan Mengucap Syukur Kepada Allah SWT
atas Rahmat dan Nikmat yang tak terhitung, serta Shalawat dan Salam kepada
Rasulullah Muhammad SAW.
Kupersembahkan karya kecil ini dengan keikhlasan hati dan mengharap Ridho Allah
SWT, sebagai tanda bakti, cinta dan kasih sayangku kepada:
Ayahku (Huzairi) dan Ibuku (Nuridawati) tercinta
yang sudah, menjaga, mengasuh, mendidik, membimbing dengan tulus dan
ikhlas dengan pengorbanan yang luar biasa demi kebahagiaan dan
keberhasilanku serta memberikan kasih sayang yang tak pernah putus
Abangku (Denny Ridayansyah) dan adiku (A. Rivai) tercinta
yang telah memberikan dukungan
, dan selalu mendo’akanku
serta semangatnya
padaku.
Para Dosen, Guru, dan Pendidikku
yang telah membimbingku dan memberikan banyak ilmu yang sangat berharga
kepadaku serta mengajariku dengan tulus ikhlas dan penuh kesabaran.
Semua Sahabat dan teman
yang tulus menyayangiku dengan segala kekuranganku.
dan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung, pada tanggal 21 September 1992.
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Huzairi dan
Ibu Nuridawati
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Dwi Tunggal pada
tahun 1998. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Kartika II-5 pada
tahun 2004, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 14 Bandar Lampung
pada tahun 2007, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 14 Bandar
Lampung pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas
Lampung pada tahun 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan mengambil program studi Pendidikan
Matematika.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik pada tahun 2013 di
desa Mulya Asri, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang
Barat. Selain itu, penulis menjalankan Program Pengalaman Lapang (PPL) di
SANWACANA
Alhamdulillahi Robbil „Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Perbandingan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa antara Model Problem Based
Learning dengan Kooperatif tipe Stad (Studi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Pringsewu Tahun Pelajaran 2013/2014)” sebagai syarat untuk mencapai gelar
sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Lampung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih yang tulus ikhlas kepada:
1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung,
beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA yang telah
xi 3. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi dan memberikan bimbingan,
sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi, sehingga
skripsi ini menjadi lebih baik.
5. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian,
motivasi, dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.
6. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku dosen pembahas sekaligus
pembimbing akademik yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran
kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu dosen pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
8. Bapak Jumiran, S.Pd, selaku Kepala SMA Negeri 2 Pringsewu beserta
Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan izin dan kemudahan
selama penelitian.
9. Ibu Sumarni, S.Pd., selaku guru mitra dan guru mata pelajaran matematika
kelas X SMA Negeri 2 Pringsewu yang telah banyak membantu penulis
selama melakukan penelitian.
10. Ayah (Huzairi) dan Ibu (Nuridawati) tercinta, atas perhatian dan kasih sayang
yang telah diberikan selama ini yang tidak pernah lelah untuk selalu
xii 11. Abangku Denny Ridayansyah dan Adikku A.Rivai serta keluarga besarku
yang telah memberikan doa, semangat, dan motivasi kepadaku.
12. Sahabat-sahabat seperjuanganku dalam penelitian, Engla Octavia Aidi, Anggi
Oktaviarini, Dessy P Herdiyen, Elfira PW, Khairuntika, dan Ardiyanti.
13. Sahabat-sahabat seperjuanganku Pendidikan Matematika 2010 A dan B yang
memberikan persaudaraan dan kebersamaannya selama ini : Zuma, Agustin,
Clara, Gesca, Mella, Febby, Sovian, Perdan, Woro, Liza, Resti, Noviana,
Nando, Iisy,
14.Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 Kelas A, kakak-kakakku angkatan
2007, 2008, dan 2009 serta adik-adikku angkatan 2011, 2012, dan 2013 terima
kasih atas kebersamaannya.
15. Sahabat-sahabat KKN Tematik Unila dan PPL SMA Negeri 2 Tulang
Bawang Tengah, kelompok terbaik sepanjang masa (Anggiat, Mukhroni,
Fortina Delana, Eka, Luthfia, Ratri Sekar, dan Rahmawati), atas kebersamaan
yang penuh makna dan kenangan, semoga tali persaudaraan ini tetap terjaga
selamanya.
16. Sahabat-Sahabat terbaikku, Nurul Husna, Silvia D.M, Nabilah Karimah, Hani
Prastika, Maharani, Chairinta Bunga, Suzan Dwika, Desitarani, Imaniar,
Annisa Rhafirna yang telah memberikan semangat dan doa‟a.
17. Siswa-siswi SMA Negeri 2 Tulang Bawang Tengah serta SMA Negeri 2
Pringsewu.
18. Almamater tercinta yang telah mendewasakanku.
xiii Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada
penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga
skripsi ini bermanfaat.
Bandar Lampung, September 2014
Penulis,
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran matematika merupakan proses komunikasi antara siswa dengan
guru dan siswa dengan siswa dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir agar
siswa memiliki kemampuan matematis yang baik. Adapun tujuan pembelajaran
matematika menurut BSNP dalam mencapai kemampuan matematis yang baik,
antara lain: 1) Memahami konsep matematika dan mengaplikasikan konsep tepat
dalam pemecahan masalah; 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat serta
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi; 3) Memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, menyelesaikan model
dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Dari tujuan pembelajaran matematika
menurut BSNP, kemampuan matematis yang dapat dikembangkan dari
pembelajaran matematika salah satunya adalah kemampuan pemecahan masalah
matematis.
Kemampuan pemecahan masalah matematis, merupakan salah satu kemampun
yang penting dalam pembelajaran matematika. Pentingnya kemampuan
pemecahan masalah matematis bagi siswa yaitu dapat mempermudah siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika dikehidupannya yang terus berubah secara
2
untuk memiliki kemampuan pemecahan masalah. Untuk itu siswa harus
menguasai kemampuan pemecahan masalah matematis yang baik, tetapi pada
kenyataannya hal itu belum tercapai dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari survey
TIMSS dan PISA. Pada TIMSS (Trends in Internaional Mathematics and Science
Study) tahun 2011 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 38 dari 42 negara. Nilai rata-rata skor pencapaian prestasi matematika yang diperoleh
adalah 386 dengan standar rata-rata yang digunakan TIMSS adalah 500. Nilai ini
turun 11 poin dari rata-rata skor pencapaian prestasi matematika tahun 2007 yaitu
397. Pada PISA (Programme for Internasional Student Asessment) tahun 2009, Indonesia hanya menduduki rangking 61 dari 65 peserta pada rata-rata skor 371,
padahal rata-rata skor international adalah 496. Hasil survey tersebut
mengindikasikan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa di indonesia
masih rendah. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah ini juga terjadi pada
subjek penelitian yaitu SMAN 2 Pringsewu. Hal ini berdasarkan observasi dan
hasil wawancara dengan guru bidang studi matematika bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa masih dikatakan buruk. Terlihat pada
pembelajaran matematika yang berlangsung, siswa mengalami kesulitan saat
menyelesaikan soal-soal tentang pemecahan masalah matematika yang diberikan
oleh guru. Berdasarkan hal tersebut, maka kemampuan pemecahan masalah perlu
ditingkatkan.
Untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah yang baik perlu adanya
komunikasi antar siswa dalam pembelajaran matematika, sehingga memberi
3
secara mandiri. Untuk itu pola interaksi pembelajaran harus berpusat pada siswa.
Pola interaksi pembelajaran ditentukan oleh model pembelajaran yang digunakan.
Model pembelajaran yang dianjurkan oleh pemerintah dalam kurikulum 2013
antara lain model pembelajaran kooperatif dan Problem Based Learning. Model
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran berkelompok secara
kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Salah
satu model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran kooperatif tipe
STAD.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang
terdiri dari mengajar, belajar dalam kelompok, tes dan pemberian penghargaan
terhadap kelompok. Pada pembelajaran model kooperatif tipe STAD ini siswa
cenderung aktif dalam kegiatan pembelajaran, kemampuan kerjasama siswa dapat
terbangun, dan diperoleh informasi bahwa pembelajaran model kooperatif tipe
STAD ini sudah digunakan oleh guru matematika di sekolah SMAN 2 Pringsewu
sejak kurikulum 2013 diberlakukan pada tahun 2013-2014. Sedangkan pada
model Problem Based Learning, siswa dihadapkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan nyata kemudian siswa dituntut untuk menyelesaikan
masalah-masalah tersebut dengan konsep matematis. Dalam proses menyelesaikan
masalah-masalah tersebut, siswa dilatih untuk menyelesikan masalah matematika
dengan baik. Siswa tidak bekerja sendirian tetapi siswa bekerja secara kelompok.
Setelah itu tiap kelompok mempresentasikan hasil pembelajarannya. Dengan
4
STAD sangat cocok digunakan dalam pembelajaran matematika disekolah SMAN
2 Pringsewu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
yang mengikuti pembelajaran PBL dengan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe STAD?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa yang menggunakan model PBL dan model pembelajaran
Kooperatif tipe STAD di kelas X SMA Negeri 2 Pringsewu tahun pelajaran
2013/2014
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang pembelajaran matematika dengan mengunakan model PBL dan
pembelajaran model kooperatif tipe STAD serta pengaruhnya terhadap
pemecahan masalah matematis siswa.
2. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan informasi kepada guru dalam
memilih model pembelajaran untuk meningkatkan pemecahan masalah
matematis siswa. Dan bagi peniliti lain pnelitian ini dapat dijadikan referensi
5
E. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari kesalah pahaman dalam penelitian maka ditentukan ruang
lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Model PBL adalah model pembelajaran yang melibatkan siswanya dalam
pemecahan suatu masalah melalui tahap-tahapan seperti orientasi peserta
didik pada masalah, mengorganisasi peserta didik, membimbing penyelidikan
individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil,
menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah.
2. Pembelajaran model kooperatif Tipe STAD adalah tipe pembelajaran
kooperatif, dimana siswa bekerja sama dalam satu kelompok kecil (4 sampai 5
orang) yang heterogen, untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran di
kelas. Tipe STAD ini terdiri dari 5 komponen utama, yaitu persentasi kelas,
kegiatan kelompok, evaluasi, pemberian skor individu dan penghargaan
kelompok.
3. Kemampuan pemecahan masalah adalah krmampuan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal matematika yang melalui 4 tahap yaitu, memahami
masalah, merencanakan strategi, melaksanakan strategi, dan memeriksa
kembali hasil yang diperoleh.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Matematika
Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,
masing-masing orang mempunyai pendapat yang tidak sama. Sebagian orang
beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau
menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi /materi pelajaran.
Belajar menurut Chaplin dalam Syah (2004: 90) yang membatasi belajar dengan
dua macam rumusan, yaitu:
1) Rumusan pertama berbunyi: belajar adalah perolehan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat dari latihan dan pengalaman.
2) Rumusan kedua berbunyi: belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.
Sedangkan menurut Slameto (2010: 2) belajar pada hakikatnya adalah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksinya dengan lingkungan. Sedangkan menurut Komalasari (2010: 311)
belajar adalah suatu kegiatan dimana seseorang membuat atau menghasilkan suatu
perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan
7
Dari pendapat yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa Belajar
merupakan suatu proses perubahan prilaku atau pribadi seseorang berdasarkan
praktek dan pembelajaran tertentu.
Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan
guru dan siswa atau suatu dasar hubungan timbal balik yang berlangsung di situasi
edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Langkah-langkah proses pembelajaran
menurut Moh. Uzer Usman (2002: 5) meliputi:
(1) Merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
(2) Menentukan materi pelajaran yang sesui dengan tujuan pembelajaran. (3) Menentukan metode mengajar.
(4) Menentukan alat peraga pengajaran yang dapat digunakan untuk mempermudah penyampaian materi.
(5) Menentukan alat evaluasi yang dapat mengukur tercapai tidaknya tujuan pembelajaran.
Lebih spesifik, Erman Suherman, dkk (2003: 8) mengartikan pembelajaran adalah
proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa,
dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi
siswa yang bersangkutan. Selain itu, masih menurut Erman Suherman bahwa
matematika merupakan suatu ilmu yang mendasari perkembangan teknologi
modern, mempunyai peran yang penting dalam berbagai disiplin ilmu dan
memajukan daya pikir manusia. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika merupakan proses komunikasi antara siswa dengan
guru dan siswa dengan siswa dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir agar
siswa memiliki kemampuan, pengetahuan dan keterampilan matematis yang
bertujuan mempersiapkan siswa menghadapi perubahan di sekelilingnya yang
8
B. Model Pembelajaran Problem Based Learing (PBL)
Belajar berbasis masalah (Problem Based Learning = PBL) merupakan suatu
strategi untuk menampilkan situasi dunia nyata yang signifikan, terkontekstual,
dan memberikan sumber, bimbingan, dan petunjuk pada pembelajar saat mereka
mengembangkan isi pengetahuan dan ketrampilan memecahkan masalah.
Pembelajaran berbasis masalah pertama kali diperkenalkan pada awal tahun
1970-an di Universitas Mc Master Fakultas Kedokter1970-an K1970-anada, sebagai satu upaya
untuk menemukan solusi dalam diagnosis dengan membuat
pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan situasi yang ada. (Rusman, 2010: 242). Menurut
Schmidt (Rusman, 2011: 231) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah
didasarkan pada teori belajar konstruktivisme dengan ciri-ciri yang pertma bahwa
pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan
lingkungan belajar yang kedua pergulatan dengan masalah dan proses inquiry
masalah menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi belajar, sedangkan yg
terakhir pengetahuan terjadi melalui proses kolaborasi negoisasi sosial dan
evaluasi terhadap keberadaan sudut pandang.
Menurut Trianto (2009: 91) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara
stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan
lingkungan. Lingkungan memberikan masukan pada siswa berupa bantuan dan
masalah, sedangkan system saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara
efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta
dicari pemecahannya dengan baik. Sedangkan Nurhadi (2009: 16) menyatakan
9
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensial dari materi pelajaran. Problem Based Learning didasarkan
pada premis-premis bahwa situasi bermasalah yang membinggungkan atau tidak
jelas akan membangkitkan rasa ingin tahu siswa sehingga membuat mereka
tertarik untuk menyelidiki. Menurut Sternberg (Yamin, 2013: 84-86) merancang
model pemecahan masalah masalah adalah sebagai berikut:
a. Pengidentifikasi masalah: sekilas pandang orang mudah mengenal masalah
akan tetapi sering pula kaget dengan permasalahan.
b. Pendefinisian masalah dan representasinya: seseorang dituntut untuk
mendefinisikan masalah dengan tepat dan mempresentasikannya dengan baik.
Masalah yang terstruktur dengan baik memiliki jalan-jalan yang jelas menuju
solusi.
c. Perumusan strategi: setelah masalah didefinisikan secara efektif, maka
seseorang harus menyusun atau merencanakan strategi penyelesaiannya.
Strategi mungkin melibatkan analisis atau mungkin berperan sebagai
tambahan, strategi juga melibatkan proses pelengkap yang disebut sintesis.
d. Pengorganisasian informasi: tahap ini adalah pengumpulan informasi dan
membuat struktur informasi serta mengintegrasikan dengan informasi
lainnya.kadang-kadang manusia gagal menyelesaikan masalah bukan lantaran
tidak mampu menyelesaikannnya , namun karena tidak menyadari informasi
apa yang mereka miliki atau solusi yang cocok.
e. Pengolahan sumber daya: beberapa hal yang mencakup sumber daya adalah
10
menghabiskan banyak uang, dipergunakam dalam peralatan dan ruang yang
digunakan.
f. Pemonitoran: pemecahan masalah tidak kalah penting adalah memonitor
langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan, satu langkah keliru
maka tujuannya tidak tepat.
g. Pengevaluasian: dalam proses penyelesaian, evaluasi merupakan langkah akhir
untuk mengukur tercapainya hasil yang sempurna atau tidaknya.
Menurut Herman (2007: 49) pembelajaran berbasis masalah mempunyai 5
karakteristik antara lain memposisikan siswa sebagai self-directed problem solver
(pemecah masalah) melalui kegiatan kolaboratif, mendorong siswa untuk mampu
menemukan masalah dan mengelaborasinya dengan mengajukan dugaan-dugaan
dan merencanakan penyelesaian, memfasilitasi siswa untuk mengekspolarasi
berbagai alternatif penyelesaian dan impikasinya serta mengumpulkan dan
mendistribusikan informasi dan melatih siswa untuk terampil menyajikan temuan,
serta membiasakan siswa untuk merefleksikan tentang efektivitas cara berpikir
mereka dan menyelesaikan masalah.
Langkah yang lebih praktis dalam Problem Based Learning dirumuskan oleh Nurhadi, dkk (2004: 60) yang terdiri dari 5 tahapan utama yaitu orientasi siswa
pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya,
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Seperti yang
11
Tabel 2.1 Fase – Fase Problem Based Learning Fase-fase
Problem Based Learning
Perilaku guru 1. Orientasi siswa pada
masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah 2. Mengorganisasi siswa
untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
3. Membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk membagi tugas dengan temannya.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
Kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning menurut Trianto (2009 :
15) yaitu:
a. menekankan pengertian (pemahaman), bukan fakta b. meningkatkan tanggung jawab pada belajar diri sendiri
c. mengembangkan pemahaman yang lebih tinggi danketrampilan yang lebih baik
d. meningkatkan ketrampilan interpersonal dan teamwork e. meningkatkan
f. sikap memotivasi diri
g. memberikan fasilitas hubungan antar siswa h. meningkatkan taraf belajar
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran Problem Based Learning tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik. Pembelajaran
berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu peserta didik
12
intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dan
pengalaman nyata atau stimulasi, dan menjadi pembelajaran yang otonom dan
mandiri.
C. Pembelajaran model Kooperatiftipe STAD
STAD (Student Team Achievemen Division) dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin. Dalam pembelajaran ini siswa
dibagi dalam beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orng siswa
dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Didalamnya ada proses belajar dalam
kelompok kecil yang dapat meningkatkan aktivitas belajar, dan meniptakan
suasana belajar kooperatif.
menurut Slavin (1995: 71) tahap-tahap dalam pembelajaran model kooperatif tipe
STAD adalah sebagai berikut:
a. Presentasi Kelas
Materi pelajaran disampaikan pada presentasi kelas, bisa menggunakan
pengajaran langsung atau diskusi yang dipimpin oleh guru. Pada pendahuluan
ditekankan pada apa yang dipelajari siswa dalam tugas kelompok. Hal ini penting
karena akan membantu siswa dalam melaksanakan tes, dan skor tes mereka akan
dihitung untuk memperoleh poin kelompok.
b. Belajar Kelompok
Kelompok siswa yang akan dibentuk terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk tiap
kelompok yang dibentuk berdasarkan perbedaan kemampuan dan jenis kelamin.
Siswa belajar dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh
13
digunakan dalam menyelesaikan tugas tersebut sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki oleh tiap anggotanya. Setiap anggota kelompok harus saling membantu
dan bertanggungjawab atas keberhasilan kelompoknya.
c. Tes
Setelah melakukan beberapa kali pertemuan dalam setiap siklus, siswa diberikan
tes individu. Pada saat tes siswa tidak boleh membantu satu sama lain. Tes ini
dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa.
d. Poin Peningkatan Individu
Setiap siswa diberi skor dasar berdasarkan skor tes awal, kemudian siswa diberi
skor untuk tes akhir. Poin peningkatan individu diberikan berdasarkan selisih
antara skor tes akhir dengan skor tes awal. kriteria pemberian poin peningkatan
menurut Slavin (1995:71)
e . Penghargaan Kelompok
Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan poin peningkatan kelompok.
Menurut Ruhadi (2008 : 43-51) setiap model pembelajaran, memiliki kelebihan
tersendiri, begitu juga denga penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Ada beberapa kelebihan dalam menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD
yaitu aktivitas guru dan siswa selama kegiatan belajar mengajar terjadi interaksi
atau kerjasama, siswa cenderung aktif dalam menghargai pendapat orang lain,
mendorong siswa untuk mengargai pendapat orang lain, kemampuan kerjasama
siswa dapat terbangun, dan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas
14
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa STAD (Student Team Achievemen Division) merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dimana siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat-lima orang yang
merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku. Guru
menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan
bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.
D. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Masalah menurut Hudojo (1990: 32) mengemukakan bahwa masalah sebagai
pernyataan kepada seseorang dimana orang tersebut tidak mempunyai
aturan/hukum tertentu yang segera dapat digunakan untuk menemukan jawaban
dari pernyataan tersebut. Dalam kegiatan belajar mengajar disekolah masalah
yang diberikan kepada siswa biasanya diramu dalam bentuk soal. Soal ini dapat
berupa latihan, soal ulangan, maupun soal yang berkaitan dengan persoalan
sehari-hari yang penyelesaiannya membutuhkan persoalan matematika.
Sedangkan menurut Slameto (1986: 13) mengemukakan bahwa: “dalam proses
belajar mengajar matematika, peneyelesaian masalah merupakan proses dan
keterampilan intelektual dasar penting yang harus diperhatikan oleh para guru
matematika”.
Uraian tersebut memberikan gambaran kepada kita gambaran bahwa jalan untuk
melatih siswa dalam mempelajari matematika dengan memberikan masalah,
masalah yang diberikan kepada siswa membutuhkan pemecahan masalah yang
biasa disebut pemecahan masalah. Untuk memperoleh kemampuan dalam
15
memecahkan berbagai masalah. Pentingnya kemampuan penyelesaian masalah
oleh siswa dalam matematika ditegaskan juga oleh Menurut Hudoyo (Usman,
2007:342) bahwa seseorang pengajar yang tidak menguasai berbagai cara
penyampaian materi pelajaran, ia hanya mengajar terselesaikannya bahan yang
diajarkan tanpa memperhatikan kemampuan dan kesiapan peserta didik. Hal ini
akan dapat menimbulkan kesulitan peserta didik dalam memahami pengajaran
matematika bahkan mungkin menjadi prustasi dalam diri peserta didik. Jika hal
itu terjadi berarti proses belajar matematika tidak berlansung efektif dan tentu
peserta didik menjadi gagal dalam belajar matematika. Disamping hal tersebut,
dalam memilih metode/pendekatan yang paling cocok untuk digunakan dalam
mengajar, khususnya dalam mengajar matematika perlu pula memperhatikan topik
apa yang hendak diajarkan.
Gagne dalam Suherman, (2003: 34) mengemukakan belajar pemecahan masalah
adalah tingkat tertinggi dari hierarki belajar maka harus dikuasai oleh siswa,
bahkan tercermin dalam konsep kurikulum berbasis kompetensi. Tuntutan akan
kemampuan pemecahan masalah dipertegas secara eksplisit dalam kurikulum
tersebut yaitu, sebagai kompetensi dasar yang harus dikembangkan dan
diintegrasikan pada sejumlah materi yang sesuai. Dengan demikian, kemampuan
pemecahan masalah merupakan komponen penting dalam mempelajari
matematika sehingga dengan sendirinya siswa mampu dan memiliki kemampuan
dasar yang kemudian siswa dapat membuat strategi dalam memecahkan masalah
yang lebih efektif. Adanya hal ini John Dewey (Nasution, 1997:121)
mengemukakan beberapa langkah-langkah memecahkan masalah yang harus
16
1. Mengidenfikasi dan merumuskan masalah 2. Mengemukakan hipotesis
3. Mengumpulkan data
4. Menguji hipotesis
5. Mengambil kesimpulan
Untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah seseorang harus
memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah. Siswa
dikatakan dapat memecahkan masalah apabila siswa mampu mengidentifikasi
serta menyelesaikan soal dengan tahapan-tahapan dalam berbagai bentuk, serta
memahami bagaimana ide tematik saling terkait satu sama lain.
Dari uraian diatas pemecahan masalah dalam matematika disimpulkan bahwa
penyelesaian masalah yang melalui proses belajar mengajar matematika dapat
membantu siswa dalam meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya pada
aspek penerapan, analisis, sintetis, dan analisis.
E. Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain peneliatan yang
dilakukan oleh Harismawan (2011 : 32) yang berjudul perbandingan hasil belajar
matematika menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pembelajaran
berbasis masalah. Hasil yang diperoleh bahwa hasil belajar siswa dengan
pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa
dengan pembelajaran berbasis masalah. Hal ini disebabkan pembelajaran
kooperatif tipe STAD lebih dimengerti oleh siswa karena guru sudah menjelaskan
terlebih dahulu kepada siswa, sedangkan pada pembelajaran berbasis masalah
siswa belum terbiasa dengan belajar memecahkan soal tanpa ada penjelasan yang
17
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Saputra (2013: 10) yang berjudul
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dengan pembelajaran berbasis
masalah. Hasil yang diperoleh bahwa hasil belajar siswa lebih baik yang
menggunakan pembealajaran berbasis masalah dibandingkan dengan
pembealajaran konvensional.
F. Kerangka Pikir
Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah lemahnya
proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang dilatih untuk
bisa memecahkan masalah dalam menemukan konsep-konsep pembelajaran
secara mandiri. Akibatnya pemahaman siswa terhadap materi tersebut kurang
baik. Lebih jauh lagi kemampuan siswa untuk mengubah suatu bentuk gagasan
matematika menjadi bentuk yang lain sangat rendah. Siswa hanya terbiasa
menyelesaikan soal-soal rutin yang diberikan oleh guru sehingga kemampuan
pemecahan masalah menjadi rendah. Penggunaan model pembelajaran yang
benar oleh siswa akan membantu siswa dalam menyederhanakan masalah dan
mememecahkan masalah tersebut secara lebih efektif.
Solusi masalah di atas adalah dengan menggunakan langkah pembelajaran yang
tepat dalam kemampuan memecahkan masalah matematis. Beberapa solusi yang
dapat digunakan adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dan Problem Based Learning (PBL). Model Kooperatif tipe STAD merupakan model yang biasa digunakan di SMAN 2 Pringsewu sejak kurikulum 2013 berlaku
dan model pembelajaran paling sederhana, dimana siswa ditempatkan dalam
kelompok belajar beranggotakan tiga sampai empat orang yang merupakan
18
pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim, untuk memastikanbahwa seluruh
anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut diberikan kuis, diakhiri dengan
pemberian penghargaan. Pada pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa dituntut
untuk belajar dalam kelompok-kelompok kecil, saling bekerja sama dalam
menyelesaikan masalah yang diberikan guru, ciri pembelajaran kooperatif tipe
STAD diantaranya terdapat penghargaan dalam pembelajaran yang lebih
berorientasi pada kelompok dari pada individu.
Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) mengarahkan
siswa untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah yang diberikan sesuai
dengan materi pelajaran. Pembelajaran ini membantu guru menghubungkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan
dalam kehidupannya. Ciri pembelajaran berbasis masalah (soal-soal) yang
autentik; pembelajaran berbasis masalah diorganisasikan disekitar situasi
kehidupan nyata; terjadi pemusatan antar disiplin; melakukan penyelidikan
autentik atau mengumpulkan data-data yang relevan dengan masalah (soal);
melakukan kerja sama serta menghasilkan karya dan dipamerkan (presentasi).
Kegiatan pembelajaran pada model ini membuat siswa lebih aktif serta dapat
meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan permasalahan matematis
siswa.
Keduanya menekankan pada identifikasi masalah namun pada Kooperatif tipe
STAD sudah biasa digunakan di sekolah tersebut sejak kurikulum 2013 berlaku
dan model ini juga model pembelajaran yang paling sederhana, sedangkan pada
19
model PBL ini merupakan model pembelajaran yang selalu dimulai pada suatu
permasalahan. Dengan demikian, peneliti berasumsi bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa yang belajar menggunakan model
pembelajaran PBL akan lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran yang
menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD.
G. Anggapan Dasar.
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Semua siswa kelas X semester ganjil SMAN 2 Pringsewu tahun pelajaran
2013/2014 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum 2013
2. Faktor lain yang mempengaruhi pemecahan masalah matematis siswa selain
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan
jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ini hanya
berusaha menggambarkan secara jelas terhadap pertanyaan penelitian yang telah
ditentukan sebelum peneliti terjun ke lapangan.
B. Tempat Penelitian
Penelitian ini bertempat di kelas X IPA 4 dan X IPA 5 SMA Negeri 2 Pringsewu
yang dimulai dari tanggal 22 April 2014 s.d. 6 Mei 2014. Dalam tiap minggu ada
dua kali pertemuan yaitu hari selsa (4 jam pelajaran), dan hari Kamis (4 jam
pelajaran) dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang.
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPA 4 dan X IPA 5, dimana
peneliti hanya menggunakan dua kelas dengan menggunakan model pembelajaran
yang berbeda dari sembilan kelas yang ada di SMA Negeri 2 Pringsewu. Pada
kelas X IPA 4 menggunakan model pembelajaran PBL dan X IPA 5
21
D. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan
Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan sebagai berikut :
a. Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian, untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian.
b. Menentukan subjek penelitian.
Siswa kelas X IPA 4 dan X IPA 5 SMAN 2 Pringsewu
c. Menetapkan materi pelajaran yaitu Statistika dan membuat perangkat
pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang disusun menggunakan model
pembelajaran PBL dan Kooperatif tipe STAD
d. Membuat instrumen penelitian.
- Lembar Observasi Partisipatif
- Tes
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang telah disusun menggunakan model pembelajaran PBL dan
Kooperatif tipe STAD
3. Tahap Pengumpulan Data
4. Tahap Analisis Data
22
E. Data Penelitian
Data pada penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah siswa yang
diperoleh melalui hasil posttest pada materi statistika terhadap kelas yang dipilih sebagai subjek penelitian.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini, yaitu:
1. Observasi Partisipatif
Obervasi partisipatif adalah observasi dimana peneliti ikut terlibat dalam proses
belajar siswa kelas X IPA 4 dan X IPA 5 SMA Negeri 2 Pringsewu. Dalam
penelitian ini peneliti berperan menjadi guru, peneliti dapat mengamati bagaimana
perilaku siswa selama proses belajar dan membantu siswa dalam proses belajar
dan lain-lain.
2. Metode Tes
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes.
Tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk uraian dan bersifat diagnosis,
yaitu tes yang mengungkap kemampuan pemecahan masalah siswa. Tes diberikan
ketika materi statistika selesai atau di akhir pembelajaran (post-test).
3. Wawancara
wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik
tertentu. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara tidak terstruktur yang
bertujuan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti.
Jenis-jenis pertanyaan wawancara sebagai berikut:
23
Apakah kalian dapat mengikuti pelajaran ini dengan baik?
Apakah kalian mengerti materi yang dipelajari saat menggunakan model
pembelajaran ini?
4. Dokumentasi
Dokumen dalam penelitian ini adalah hasil ujian semester ganjil matematika kelas
X SMA Negeri 2 Pringsewu, tujuan mengambil data dokumentasi adalah untuk
kelengkapan dari penggunaan metode observasi dan wawancara.
G. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa instrumen penelitian, yaitu:
1. Instrumen Tes
Tes dalam penelitian ini adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematis
berbentuk soal uraian. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa
dalam memahami materi yang diberikan. Tes diberikan sesudah pembelajaran (
post-test) pada kelas PBL dan Kooperatif tipe STAD. Tes yang diberikan sesudah perlakuan dimaksudkan untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa. Penyusunan tes diawali dengan pembuatan kisi-kisi
soal, kemudian dilanjutkan dengan menyusun soal beserta kunci jawaban dan
aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal. Soal untuk mengukur
kemampuan pemecahan masalah matematis disusun dalam bentuk tes uraian.
Soal yang diberikan disusun berdasarkan indikator kemampuan pemecahan
masalah matematis. Sebelum soal tes digunakan, terlebih dahulu diujicobakan
pada kelas di luar subjek penelitian, yaitu pada kelas XI. Untuk mendapatkan data
24
kualifikasi soal yang layak digunakan untuk tes. Oleh karena itu, dilakukan uji
validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.
(a) Validitas
Alat ukur dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang seharusnya diukur.
Dengan kata lain validitas berkaitan dengan ketepatan suatu alat ukur. Untuk
menghitung koefisien validitas butir tes ini didasarkan pada pendapat Widoyoko
(2013:137) menyatakan bahwa untuk mengetahui validitas butir digunakan rumus
korelasi product moment dengan angka kasar, yaitu:
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi suatu butir
N = jumlah subyek X = skor butir Y = skor total
Penafsiran harga koefisien korelasi dilakukan dengan membandingkan harga
dengan harga rxy kritik. Adapun harga kritik untuk validitas butir instrumen adalah
0,3. Widoyoko (2013:143) mengatakan bahwa apabila rxy 0,3 maka nomor butir
tersebut dapat dikatakan valid. Sebaliknya apabila rxy 0,3 maka nomor butir
tersebut dikatakan tidak valid. Interpretasi hasil perhitungan validitas butir tes
tertera pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Rangkuman Validitas Butir Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
No.
Butir Soal rxy Interpretasi Validitas
1a 0,74 Valid
1b 0,56 Valid
2 0,81 Valid
3a 0,82 Valid
25
Berdasarkan hasil uji coba pada tingkat validitas butir tes, diperoleh semua soal
valid, jadi tidak perlu dilakukan revisi ulang. Perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran C.1
(b) Reliabilitas
Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam
menilai apa yang dinilainya. Instrumen disebut reliabel apabila hasil pengukuran
dengan instrumen tersebut adalah sama apabila pengukuran tersebut dilakukan
pada orang yang sama pada waktu yang berlainan atau pada orang-orang yang
berlainan (tetapi mempunyai kondisi yang sama) pada waktu yang sama atau
waktu yang berlainan. Arikunto (2006:195) menyatakan bahwa untuk
meng-hitung reliabilitas dapat digunakan rumus alpha, yaitu:
r = nilai reliabilitas instrumen (tes)
n
= banyaknya butir soal (item)2
i = jumlah varians dari tiap-tiap item tes
σt2 = varians total
N = banyaknya data = jumlah semua data
= jumlah kuadrat semua data
Harga r11 yang diperoleh diimplementasikan dengan indeks reliabilitas. Arikunto
(2006:195), mengatakan bahwa kriteria indeks reliabilitas adalah sebagai berikut:
a. Antara 0,800 sampai dengan 1,000: sangat tinggi b. Antara 0,600 sampai dengan 0,800: tinggi c. Antara 0,400 sampai dengan 0,600: cukup d. Antara 0,200 sampai dengan 0,400: rendah
26
Tes dikatakan baik apabila memiliki nilai reliabilitas ≥ 0,600. Kriteria yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah antara 0,600 sampai dengan 1,000. Setelah
menghitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh nilai r11= 0,76. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2.
Berdasarkan pendapat Arikunto (2006), harga
11
r tersebut telah memenuhi kriteria
reliabilitas. Oleh karena itu, instrumen tes penyelesaian soal kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa tersebut sudah layak digunakan untuk
mengumpulkan data.
(c) Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir
soal. Suatu tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, yaitu tidak
terlalu sukar, dan tidak terlalu mudah seperti yang diungkapkan Sudijono
(2008:372). Perhitungan tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus
sebagai berikut.
Keterangan:
TK : tingkat kesukaran suatu butir soal
JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh
IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu
butir soal
Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria
27
Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran
Nilai Interpretasi
Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang memiliki
intepretasi sedang, yaitu memiliki nilai tingkat kesukaran 0.30 TK 0.70. Soal
yang memiliki interpretasi mudah dan sukar perlu direvisi, sedangkan soal yang
memiliki interpretasi sangat mudah dan sangat sukar dibuang. Interpretasi hasil
perhitungan tingkat kesukaran tes tertera pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Rangkuman Uji Tingkat Kesukaran Tes Penyelesaian Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis siswa
No.
Butir Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
1a 0,67 Sedang
1b 0,69 Sedang
2 0,50 Sedang
3a 0,54 Sedang
3b 0,31 Sedang
Berdasarkan hasil uji coba pada tingkat kesukaran, kelima soal memiliki
interpretasi sedang. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.3
(d) Daya Pembeda
Daya pembeda suatu butir tes adalah kemampuan suatu butir untuk membedakan
antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Untuk
menghitung daya pembeda, terlebih dahulu mengurutkan siswa yang memperoleh
nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah. Karena banyak
28
212) diambil 50% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas)
dan 50% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah). Daya
pembeda butir dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya tingkat diskriminasi
atau angka yang menunjukkan besar kecilnya daya pembeda. Menurut Sudijono
(2008:389-390) rumus yang akan digunakan untuk menghitung daya beda adalah
sebagai berikut.
Keterangan :
DP : Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu JA : Rata-rata kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : Rata-rata kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : Skor maksimum butir soal yang diolah
Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang
tertera dalam Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Nilai Interpretasi
Interpretasi hasil perhitungan daya pembeda tertera pada Tabel 3.5
Tabel 3.5 Rangkuman Uji Daya Pembeda Tes Penyelesaian Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis siswa. No.
Butir Soal Daya Pembeda Interpretasi
1a 0,30 Baik
1b 0,40 Baik
2 1,40 Sangat Baik
3a 1,30 Sangat Baik
29
Berdasarkan hasil uji coba daya pembeda, diperoleh dua soal dengan interpretasi
baik dan tiga soal dengan interpretasi sangat baik. Perhitungan selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran C.3
Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Penyelesaian Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa.
No.
Soal Validitas Reliabilitas
Tingkat
Dari tabel rekapitulasi hasil uji coba di atas, terlihat bahwa ada dua soal yaitu soal
nomor 1a dan 1b masuk dalam kategori soal yang baik, dengan interpretasi
validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda yang layak digunakan
dalam pengambilan data. Sedangkan soal nomor 2, 3a dan 3b masuk dalam
kategori sangat baik, dengan interpretasi validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran,
dan daya pembeda yang juga layak dalam pengambilan data.
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data Proses Belajar Siswa
Data proses belajar siswa diperoleh selama kegiatan pembelajaran berlangsung
melalui observasi. Setiap siswa selama proses pembelajaran diamati keaktifannya
dalam proses pembelajaran dengan memberi tanda (√) pada lembar observasi jika
30
2. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis siswa
Data kemampuan pemecahan masalah matematis siswa diperoleh dari hasil
posttest. Posttest ini berfungsi untuk mengetahui tinggi, sedang dan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Untuk keperluan
mengklarifi-kasi kualitas kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dikelompokkan
menjadi kategori sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang dengan
menggunakan skala lima menurut Suherman (1990: 272) yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.7. Kriteria Penentuan Tingkat Kemampuan Siswa
No
Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa
Interval Skor Tes 1 Sangat Tinggi 81 sampai dengan 100 2 Tinggi 61 sampai dengan 80 3 Sedang 41 sampai dengan 60 4 Rendah 21 sampai dengan 40 5 Sangat Rendah 0 sampai dengan 20 I. Keabsahan Data
Dalam penelitian ini digunakan keabsahan konstruk (Construct validity).
Keab-sahan konstruk adalah keabKeab-sahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian
bahwa yang berukur benar-benar merupakan variabel yang ingin di ukur.
Keab-sahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Dalam
penelitian ini digunakan proses triangulasi, triangulasi yang digunakan pada
pene-litian ini adalah :
1. Triangulasi data
Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, hasil observasi atau
juga hasil wawancara yang dilakukan lebih dari satu subjek yang dianggap
31
2. Triangulasi metode
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode wawancara yang
di-tunjang dengan metode observasi dan dokumentasi pada saat wawancara
dilakukan untuk memperkuat hasil yang ingin dicapai.
3. Triangulasi pengamat
Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan
data. Pada penelitian ini, dosen pembimbing penelitian bertindak sebagai
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Terdapat perbedaaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara
model Problem Based Learning dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
2. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan model pembelajaran
Kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa dengan Problem Based Learning.
3. Rata-rata pencapaian indikator kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada
rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan Problem Based Learning.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan dan penelitian, dikemukakan saran-saran sebagai
berikut:
1. Sekolah diharapkan lebih selektif dalam menentukan jam pelajaran
61
2. Guru dapat menggunakan model Problem Based Learning sebagai salah satu
alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa.
3. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan
mengenai perbandingan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
antara model Problem Based Learning dengan kooperatif tipe STAD hendaknya melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama dan
membuat instrument yang benar dan tepat sesuai dengan indicator kemampuan
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.
Daryanto, MulyoRahardjo, Drs. 2012. Model PembelajaranInovatif. Yogyakarta: Gava Media.
Daryanto, Drs. 2013. InovasiPembelajaranEfektif. Bandung: YramaWidya.
Hake, R. 1999.Analyzing Change/Gain Scores.Area-D-American Educational
Research Association’s Divison D, Measurement and Research
Methodology.[online]. Tersedia: http//www.physics.indiana.edu/-sdi/Analyzing Change-Gain.pdf. [10 November 2013].
Harismawan, T. 2011.
PerbandinganHasilBelajarMatematikaMenggunakanPembelajaranKoopeat iftipe STAD danPembelajaranBerbasisMasalah.Skrips. Bandar Lampung: Unila.
Herman, Tatang. 2007.
PembelajaranBerbasisMasalahuntukMeningkatkanKemampuanBerpikirM
atematis Tingkat
TinggiSiswaSekolahMenengahPertama.DalamEducationist Vol. 01
No.01.[ online]. Tersedia:
http://103.23.244.11/Direktori/JURNAL/EDUCATIONIST/Vol._I_No._1-Januari_2007/6._Tatang_Herman.pdf.
Hudojo, Herman. 2005. PengembanganKurikulumdanPembelajaranMatematika. Malang: UniversitasNegeri Malang.
Komalasari, Kokom. 2010. PembelajaranKontekstual. Bandung:ReflikaAditama
Maulina, Erika. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran TPS TerhadapPemahamanKonsepMatematis.Skripsi. Lampung: Unila. Tidakditerbitkan
Mustikawati, Mega.2013. PenerapanPembelajaranMatematikaDenganStrategi REACT DalamMeningkatkanKemampuanKOmunikasiMatematisSiswa SMP.[online].Tersedia:
http://repository.upi.edu/view/divisions/PMAT/2013.html. [8 Oktober 2013].
63
Nurhadi, dkk. 2003. PembelajaranKonstekstual (Cooperatif Learning di Ruang-ruangKelas). Jakarta: GramediaWidiasarana.
Puspaningtyas, Nicky Dwi. 2012. Penerapan Model PembelajaranKooperatifTipe
Think Pair Share (Tps)
UntukMeningkatkanKemampuanKomunikasiMatematisSiswa. Skripsi. Lampung: Unila. Tidakditerbitkan.
Rusman. 2011. Model-Model pembelajaranMengembangkanProfesionalisme Guru. Jakarta: Grafindo.
Saputra, Heru Jaya. 2014. Penerapan Model PembelajaranBerbasisMasalahUntukMeningkatkanKemampuanPemecaha nMasalahMatematisSiswa.Lampung: Unila. Tidakditerbitkan
Sitinjak, SihartyniNovarita. 2013. Penerapan Model PembelajaranKooperatifTipe CIRC sidorame-medan-ta-20122013-25719.html. [6 November 2013].
Sudijono, Anas. 2008. PengantarEvaluasiPendidikan. Jakarta: Raja GrafindoPersada
Sudjana. 2005. MetodaStatistika. Tarsito: Bandung.
Sugiyanto, Model-Model PembelajaranInofativ, Surakarta: Yuma Pustaka,2010,h:159-160
Suherman, E. dkk. 2003. Common Text Book :StrategiPembelajaranMatematikaKontemporer. Bandung: JICA FMIPA UPI.
Suherman, E.
1990.PetunjukPraktisuntukMelaksanakanEvaluasiPendidikanMatematika. Bandung: Wijayakusumah
Suryabrata, S. 2008. PsikologiPendidikan, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, hal.
233-237.
Slameto.BelajardanFaktor-Faktor Yang Mempengaruhinya.(Jakarta:
RienekaCipta. 2010), h.2
64
Syah, Muhibbin. 2004. PsikologiPendidikandenganPendekatanBaru.Jakarta: RemajaRosdaKarya. hlm. 90
Trianto,2007. Model ModelPembelajaranInovatifBerorientasiKonstukvistik. Jakarta: PrestasiPustakaPublishe. h.13
Trianto.Mendesain Model PembelajaranInovatif-Progresif.(Jakarta: Tim Prestasi Pustaka,2009). h.96
Usman, Sudarmin. 2007.
StrategiPemecahanMasalahDalamPenyelesaianSoalCerita Di SekolahDasar. Malang: UM, hal. 342.
Widoyoko, S. EkoPutro. 2013. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: PustakaPelajar.