• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PBL DENGAN KOOPERATIF TIPE STAD ( Studi pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 2 Pringsewu Tahun Pelajaran 2013/2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PBL DENGAN KOOPERATIF TIPE STAD ( Studi pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 2 Pringsewu Tahun Pelajaran 2013/2014)"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PBL

DENGAN KOOPERATIF TIPE STAD

Rika Ridayanti1, Rini Asnawati2, Haninda Bharata2 rika.ridayanti@rocketmail.com SMAN 2 Pringsewu in academic year of 2013/2014 that was distributed into nine classes.The samples of this research were students of X IPA 4 and X IPA 5 class. The conclusion of this research was student’s mathematical problem solving skill which used cooperative learning STAD of type was higher than problem based learning.

Penelitian deskriptif ini bertujuan mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan problem based learning dan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN 2 Pringsewu tahun pelajaran 2013/2014 yang terdistribusi dalam sembilan kelas. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas X IPA 4 dan X IPA 5. Kesimpulan penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dari pada problem based learning.

(2)
(3)

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PBL

DENGAN KOOPERATIF TIPE STAD

( Studi pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 2 Pringsewu Tahun Pelajaran 2013/2014)

(Skripsi)

Oleh

RIKA RIDAYANTI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A Pembelajaran Matematika ... 6

B. Model Pembelajaran Problem Based Learning ... 8

C. Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD ... 12

D. Kemampuan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 14

E. Penelitian Yang Relevan ... 16

E. Kerangka Pikir ... 17

F. Anggapan Dasar ... 19

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 20

B. Tempat Penelitian ... 20

C. Subjek Penelitian ... 20

(5)

xiii

E. Data Penelitian ... 22

F. Teknik Pengumpulan Data ……….. 22

1. Observasi Partispatif ... 22

2. Metode Tes ... 22

3. Wawancara ... 22

4. Dokumentasi ... 23

G. Instrumen Penelitian ... 23

1. Instrument Tes ………. 23

a. Validitas ... 24

b. Realibilitas ... 25

c. Tingkat Kesukaran ... 26

d. Daya Pembeda ... 27

H. Teknik Analisis Data ... 29

1. Data Proses Belajar Siswa ... 29

2. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis siswa ... 30

I. Keabsahan Data ... 30

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 32

B. Pembahasan ... 37

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 62

B. Saran ... 62

(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A.Perangkat Pembelajaran

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas STAD ... 66

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas PBL ... 86

A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas STAD ... 106

A.4 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas PBL ... 119

B.Instrumen Penelitian B.1 Kisi-Kisi Soal-Soal Posttest ... 135

B.2 Soal Posttest ... 137

B.3 Kunci Jawaban Soal Posttest ... 138

B.4 Form Penilaian Posttest ... 143

C.Analisis Data C.1 Analisis Validitas Butir Soal Tes Hasil Uji Coba ... 145

C.2 Analisis Reliabilitas Hasil Tes Uji Coba ... 146

C.3 Analisis Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Hasil Tes Uji Coba ... 148

C.4 Data Nilai Posttest Kelas STAD ... 149

C.5 Data Nilai Posttest Kelas PBL ... 151

C.6 Pencapaian Indikator Kemampuan Representasi Matematis Kelas STAD ... 153

(7)

xvi

D. Lembar Observasi Hasil Proses Belajar ... 155

1. Hasil Proses Belajar Kelas STAD ... 155

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Fase-Fase Problem Based Learning ... 10

3.1 Validitas Butir Item Soal ... 25

3.2 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 27

3.3 Tingkat Kesukaran Butir Item Soal ... 27

3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 28

3.5 Daya Pembeda Butir Item Soal ... 28

3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 29

3.7 Kriteria Penantuan Tingkat Kemampuan Siswa ... 30

4.1 Rekapitulasi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 35

(9)
(10)
(11)

MOTO

(12)

Persembahan

Dengan Mengucap Syukur Kepada Allah SWT

atas Rahmat dan Nikmat yang tak terhitung, serta Shalawat dan Salam kepada

Rasulullah Muhammad SAW.

Kupersembahkan karya kecil ini dengan keikhlasan hati dan mengharap Ridho Allah

SWT, sebagai tanda bakti, cinta dan kasih sayangku kepada:

Ayahku (Huzairi) dan Ibuku (Nuridawati) tercinta

yang sudah, menjaga, mengasuh, mendidik, membimbing dengan tulus dan

ikhlas dengan pengorbanan yang luar biasa demi kebahagiaan dan

keberhasilanku serta memberikan kasih sayang yang tak pernah putus

Abangku (Denny Ridayansyah) dan adiku (A. Rivai) tercinta

yang telah memberikan dukungan

, dan selalu mendo’akanku

serta semangatnya

padaku.

Para Dosen, Guru, dan Pendidikku

yang telah membimbingku dan memberikan banyak ilmu yang sangat berharga

kepadaku serta mengajariku dengan tulus ikhlas dan penuh kesabaran.

Semua Sahabat dan teman

yang tulus menyayangiku dengan segala kekuranganku.

dan

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung, pada tanggal 21 September 1992.

Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Huzairi dan

Ibu Nuridawati

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Dwi Tunggal pada

tahun 1998. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Kartika II-5 pada

tahun 2004, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 14 Bandar Lampung

pada tahun 2007, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 14 Bandar

Lampung pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas

Lampung pada tahun 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan mengambil program studi Pendidikan

Matematika.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik pada tahun 2013 di

desa Mulya Asri, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang

Barat. Selain itu, penulis menjalankan Program Pengalaman Lapang (PPL) di

(14)

SANWACANA

Alhamdulillahi Robbil „Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Perbandingan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa antara Model Problem Based

Learning dengan Kooperatif tipe Stad (Studi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Pringsewu Tahun Pelajaran 2013/2014)” sebagai syarat untuk mencapai gelar

sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini

tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih yang tulus ikhlas kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung,

beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA yang telah

(15)

xi 3. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah

bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi dan memberikan bimbingan,

sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi, sehingga

skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian,

motivasi, dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

6. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku dosen pembahas sekaligus

pembimbing akademik yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran

kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu dosen pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

8. Bapak Jumiran, S.Pd, selaku Kepala SMA Negeri 2 Pringsewu beserta

Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan izin dan kemudahan

selama penelitian.

9. Ibu Sumarni, S.Pd., selaku guru mitra dan guru mata pelajaran matematika

kelas X SMA Negeri 2 Pringsewu yang telah banyak membantu penulis

selama melakukan penelitian.

10. Ayah (Huzairi) dan Ibu (Nuridawati) tercinta, atas perhatian dan kasih sayang

yang telah diberikan selama ini yang tidak pernah lelah untuk selalu

(16)

xii 11. Abangku Denny Ridayansyah dan Adikku A.Rivai serta keluarga besarku

yang telah memberikan doa, semangat, dan motivasi kepadaku.

12. Sahabat-sahabat seperjuanganku dalam penelitian, Engla Octavia Aidi, Anggi

Oktaviarini, Dessy P Herdiyen, Elfira PW, Khairuntika, dan Ardiyanti.

13. Sahabat-sahabat seperjuanganku Pendidikan Matematika 2010 A dan B yang

memberikan persaudaraan dan kebersamaannya selama ini : Zuma, Agustin,

Clara, Gesca, Mella, Febby, Sovian, Perdan, Woro, Liza, Resti, Noviana,

Nando, Iisy,

14.Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 Kelas A, kakak-kakakku angkatan

2007, 2008, dan 2009 serta adik-adikku angkatan 2011, 2012, dan 2013 terima

kasih atas kebersamaannya.

15. Sahabat-sahabat KKN Tematik Unila dan PPL SMA Negeri 2 Tulang

Bawang Tengah, kelompok terbaik sepanjang masa (Anggiat, Mukhroni,

Fortina Delana, Eka, Luthfia, Ratri Sekar, dan Rahmawati), atas kebersamaan

yang penuh makna dan kenangan, semoga tali persaudaraan ini tetap terjaga

selamanya.

16. Sahabat-Sahabat terbaikku, Nurul Husna, Silvia D.M, Nabilah Karimah, Hani

Prastika, Maharani, Chairinta Bunga, Suzan Dwika, Desitarani, Imaniar,

Annisa Rhafirna yang telah memberikan semangat dan doa‟a.

17. Siswa-siswi SMA Negeri 2 Tulang Bawang Tengah serta SMA Negeri 2

Pringsewu.

18. Almamater tercinta yang telah mendewasakanku.

(17)

xiii Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada

penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga

skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung, September 2014

Penulis,

(18)
(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran matematika merupakan proses komunikasi antara siswa dengan

guru dan siswa dengan siswa dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir agar

siswa memiliki kemampuan matematis yang baik. Adapun tujuan pembelajaran

matematika menurut BSNP dalam mencapai kemampuan matematis yang baik,

antara lain: 1) Memahami konsep matematika dan mengaplikasikan konsep tepat

dalam pemecahan masalah; 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat serta

melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi; 3) Memecahkan

masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, menyelesaikan model

dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Dari tujuan pembelajaran matematika

menurut BSNP, kemampuan matematis yang dapat dikembangkan dari

pembelajaran matematika salah satunya adalah kemampuan pemecahan masalah

matematis.

Kemampuan pemecahan masalah matematis, merupakan salah satu kemampun

yang penting dalam pembelajaran matematika. Pentingnya kemampuan

pemecahan masalah matematis bagi siswa yaitu dapat mempermudah siswa dalam

menyelesaikan masalah matematika dikehidupannya yang terus berubah secara

(20)

2

untuk memiliki kemampuan pemecahan masalah. Untuk itu siswa harus

menguasai kemampuan pemecahan masalah matematis yang baik, tetapi pada

kenyataannya hal itu belum tercapai dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari survey

TIMSS dan PISA. Pada TIMSS (Trends in Internaional Mathematics and Science

Study) tahun 2011 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 38 dari 42 negara. Nilai rata-rata skor pencapaian prestasi matematika yang diperoleh

adalah 386 dengan standar rata-rata yang digunakan TIMSS adalah 500. Nilai ini

turun 11 poin dari rata-rata skor pencapaian prestasi matematika tahun 2007 yaitu

397. Pada PISA (Programme for Internasional Student Asessment) tahun 2009, Indonesia hanya menduduki rangking 61 dari 65 peserta pada rata-rata skor 371,

padahal rata-rata skor international adalah 496. Hasil survey tersebut

mengindikasikan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa di indonesia

masih rendah. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah ini juga terjadi pada

subjek penelitian yaitu SMAN 2 Pringsewu. Hal ini berdasarkan observasi dan

hasil wawancara dengan guru bidang studi matematika bahwa kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa masih dikatakan buruk. Terlihat pada

pembelajaran matematika yang berlangsung, siswa mengalami kesulitan saat

menyelesaikan soal-soal tentang pemecahan masalah matematika yang diberikan

oleh guru. Berdasarkan hal tersebut, maka kemampuan pemecahan masalah perlu

ditingkatkan.

Untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah yang baik perlu adanya

komunikasi antar siswa dalam pembelajaran matematika, sehingga memberi

(21)

3

secara mandiri. Untuk itu pola interaksi pembelajaran harus berpusat pada siswa.

Pola interaksi pembelajaran ditentukan oleh model pembelajaran yang digunakan.

Model pembelajaran yang dianjurkan oleh pemerintah dalam kurikulum 2013

antara lain model pembelajaran kooperatif dan Problem Based Learning. Model

pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran berkelompok secara

kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Salah

satu model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran kooperatif tipe

STAD.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang

terdiri dari mengajar, belajar dalam kelompok, tes dan pemberian penghargaan

terhadap kelompok. Pada pembelajaran model kooperatif tipe STAD ini siswa

cenderung aktif dalam kegiatan pembelajaran, kemampuan kerjasama siswa dapat

terbangun, dan diperoleh informasi bahwa pembelajaran model kooperatif tipe

STAD ini sudah digunakan oleh guru matematika di sekolah SMAN 2 Pringsewu

sejak kurikulum 2013 diberlakukan pada tahun 2013-2014. Sedangkan pada

model Problem Based Learning, siswa dihadapkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan nyata kemudian siswa dituntut untuk menyelesaikan

masalah-masalah tersebut dengan konsep matematis. Dalam proses menyelesaikan

masalah-masalah tersebut, siswa dilatih untuk menyelesikan masalah matematika

dengan baik. Siswa tidak bekerja sendirian tetapi siswa bekerja secara kelompok.

Setelah itu tiap kelompok mempresentasikan hasil pembelajarannya. Dengan

(22)

4

STAD sangat cocok digunakan dalam pembelajaran matematika disekolah SMAN

2 Pringsewu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

yang mengikuti pembelajaran PBL dengan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe STAD?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa yang menggunakan model PBL dan model pembelajaran

Kooperatif tipe STAD di kelas X SMA Negeri 2 Pringsewu tahun pelajaran

2013/2014

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang pembelajaran matematika dengan mengunakan model PBL dan

pembelajaran model kooperatif tipe STAD serta pengaruhnya terhadap

pemecahan masalah matematis siswa.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan informasi kepada guru dalam

memilih model pembelajaran untuk meningkatkan pemecahan masalah

matematis siswa. Dan bagi peniliti lain pnelitian ini dapat dijadikan referensi

(23)

5

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari kesalah pahaman dalam penelitian maka ditentukan ruang

lingkup penelitian sebagai berikut:

1. Model PBL adalah model pembelajaran yang melibatkan siswanya dalam

pemecahan suatu masalah melalui tahap-tahapan seperti orientasi peserta

didik pada masalah, mengorganisasi peserta didik, membimbing penyelidikan

individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil,

menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah.

2. Pembelajaran model kooperatif Tipe STAD adalah tipe pembelajaran

kooperatif, dimana siswa bekerja sama dalam satu kelompok kecil (4 sampai 5

orang) yang heterogen, untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran di

kelas. Tipe STAD ini terdiri dari 5 komponen utama, yaitu persentasi kelas,

kegiatan kelompok, evaluasi, pemberian skor individu dan penghargaan

kelompok.

3. Kemampuan pemecahan masalah adalah krmampuan siswa dalam

menyelesaikan soal-soal matematika yang melalui 4 tahap yaitu, memahami

masalah, merencanakan strategi, melaksanakan strategi, dan memeriksa

kembali hasil yang diperoleh.

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Matematika

Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

masing-masing orang mempunyai pendapat yang tidak sama. Sebagian orang

beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau

menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi /materi pelajaran.

Belajar menurut Chaplin dalam Syah (2004: 90) yang membatasi belajar dengan

dua macam rumusan, yaitu:

1) Rumusan pertama berbunyi: belajar adalah perolehan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat dari latihan dan pengalaman.

2) Rumusan kedua berbunyi: belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.

Sedangkan menurut Slameto (2010: 2) belajar pada hakikatnya adalah suatu

proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksinya dengan lingkungan. Sedangkan menurut Komalasari (2010: 311)

belajar adalah suatu kegiatan dimana seseorang membuat atau menghasilkan suatu

perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan

(25)

7

Dari pendapat yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa Belajar

merupakan suatu proses perubahan prilaku atau pribadi seseorang berdasarkan

praktek dan pembelajaran tertentu.

Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan

guru dan siswa atau suatu dasar hubungan timbal balik yang berlangsung di situasi

edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Langkah-langkah proses pembelajaran

menurut Moh. Uzer Usman (2002: 5) meliputi:

(1) Merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

(2) Menentukan materi pelajaran yang sesui dengan tujuan pembelajaran. (3) Menentukan metode mengajar.

(4) Menentukan alat peraga pengajaran yang dapat digunakan untuk mempermudah penyampaian materi.

(5) Menentukan alat evaluasi yang dapat mengukur tercapai tidaknya tujuan pembelajaran.

Lebih spesifik, Erman Suherman, dkk (2003: 8) mengartikan pembelajaran adalah

proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa,

dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi

siswa yang bersangkutan. Selain itu, masih menurut Erman Suherman bahwa

matematika merupakan suatu ilmu yang mendasari perkembangan teknologi

modern, mempunyai peran yang penting dalam berbagai disiplin ilmu dan

memajukan daya pikir manusia. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran matematika merupakan proses komunikasi antara siswa dengan

guru dan siswa dengan siswa dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir agar

siswa memiliki kemampuan, pengetahuan dan keterampilan matematis yang

bertujuan mempersiapkan siswa menghadapi perubahan di sekelilingnya yang

(26)

8

B. Model Pembelajaran Problem Based Learing (PBL)

Belajar berbasis masalah (Problem Based Learning = PBL) merupakan suatu

strategi untuk menampilkan situasi dunia nyata yang signifikan, terkontekstual,

dan memberikan sumber, bimbingan, dan petunjuk pada pembelajar saat mereka

mengembangkan isi pengetahuan dan ketrampilan memecahkan masalah.

Pembelajaran berbasis masalah pertama kali diperkenalkan pada awal tahun

1970-an di Universitas Mc Master Fakultas Kedokter1970-an K1970-anada, sebagai satu upaya

untuk menemukan solusi dalam diagnosis dengan membuat

pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan situasi yang ada. (Rusman, 2010: 242). Menurut

Schmidt (Rusman, 2011: 231) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah

didasarkan pada teori belajar konstruktivisme dengan ciri-ciri yang pertma bahwa

pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan

lingkungan belajar yang kedua pergulatan dengan masalah dan proses inquiry

masalah menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi belajar, sedangkan yg

terakhir pengetahuan terjadi melalui proses kolaborasi negoisasi sosial dan

evaluasi terhadap keberadaan sudut pandang.

Menurut Trianto (2009: 91) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara

stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan

lingkungan. Lingkungan memberikan masukan pada siswa berupa bantuan dan

masalah, sedangkan system saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara

efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta

dicari pemecahannya dengan baik. Sedangkan Nurhadi (2009: 16) menyatakan

(27)

9

keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan

konsep yang esensial dari materi pelajaran. Problem Based Learning didasarkan

pada premis-premis bahwa situasi bermasalah yang membinggungkan atau tidak

jelas akan membangkitkan rasa ingin tahu siswa sehingga membuat mereka

tertarik untuk menyelidiki. Menurut Sternberg (Yamin, 2013: 84-86) merancang

model pemecahan masalah masalah adalah sebagai berikut:

a. Pengidentifikasi masalah: sekilas pandang orang mudah mengenal masalah

akan tetapi sering pula kaget dengan permasalahan.

b. Pendefinisian masalah dan representasinya: seseorang dituntut untuk

mendefinisikan masalah dengan tepat dan mempresentasikannya dengan baik.

Masalah yang terstruktur dengan baik memiliki jalan-jalan yang jelas menuju

solusi.

c. Perumusan strategi: setelah masalah didefinisikan secara efektif, maka

seseorang harus menyusun atau merencanakan strategi penyelesaiannya.

Strategi mungkin melibatkan analisis atau mungkin berperan sebagai

tambahan, strategi juga melibatkan proses pelengkap yang disebut sintesis.

d. Pengorganisasian informasi: tahap ini adalah pengumpulan informasi dan

membuat struktur informasi serta mengintegrasikan dengan informasi

lainnya.kadang-kadang manusia gagal menyelesaikan masalah bukan lantaran

tidak mampu menyelesaikannnya , namun karena tidak menyadari informasi

apa yang mereka miliki atau solusi yang cocok.

e. Pengolahan sumber daya: beberapa hal yang mencakup sumber daya adalah

(28)

10

menghabiskan banyak uang, dipergunakam dalam peralatan dan ruang yang

digunakan.

f. Pemonitoran: pemecahan masalah tidak kalah penting adalah memonitor

langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan, satu langkah keliru

maka tujuannya tidak tepat.

g. Pengevaluasian: dalam proses penyelesaian, evaluasi merupakan langkah akhir

untuk mengukur tercapainya hasil yang sempurna atau tidaknya.

Menurut Herman (2007: 49) pembelajaran berbasis masalah mempunyai 5

karakteristik antara lain memposisikan siswa sebagai self-directed problem solver

(pemecah masalah) melalui kegiatan kolaboratif, mendorong siswa untuk mampu

menemukan masalah dan mengelaborasinya dengan mengajukan dugaan-dugaan

dan merencanakan penyelesaian, memfasilitasi siswa untuk mengekspolarasi

berbagai alternatif penyelesaian dan impikasinya serta mengumpulkan dan

mendistribusikan informasi dan melatih siswa untuk terampil menyajikan temuan,

serta membiasakan siswa untuk merefleksikan tentang efektivitas cara berpikir

mereka dan menyelesaikan masalah.

Langkah yang lebih praktis dalam Problem Based Learning dirumuskan oleh Nurhadi, dkk (2004: 60) yang terdiri dari 5 tahapan utama yaitu orientasi siswa

pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan

individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya,

menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Seperti yang

(29)

11

Tabel 2.1 Fase – Fase Problem Based Learning Fase-fase

Problem Based Learning

Perilaku guru 1. Orientasi siswa pada

masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah 2. Mengorganisasi siswa

untuk belajar

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

3. Membimbing

penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk membagi tugas dengan temannya.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

Kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning menurut Trianto (2009 :

15) yaitu:

a. menekankan pengertian (pemahaman), bukan fakta b. meningkatkan tanggung jawab pada belajar diri sendiri

c. mengembangkan pemahaman yang lebih tinggi danketrampilan yang lebih baik

d. meningkatkan ketrampilan interpersonal dan teamwork e. meningkatkan

f. sikap memotivasi diri

g. memberikan fasilitas hubungan antar siswa h. meningkatkan taraf belajar

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran Problem Based Learning tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik. Pembelajaran

berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu peserta didik

(30)

12

intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dan

pengalaman nyata atau stimulasi, dan menjadi pembelajaran yang otonom dan

mandiri.

C. Pembelajaran model Kooperatiftipe STAD

STAD (Student Team Achievemen Division) dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin. Dalam pembelajaran ini siswa

dibagi dalam beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orng siswa

dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Didalamnya ada proses belajar dalam

kelompok kecil yang dapat meningkatkan aktivitas belajar, dan meniptakan

suasana belajar kooperatif.

menurut Slavin (1995: 71) tahap-tahap dalam pembelajaran model kooperatif tipe

STAD adalah sebagai berikut:

a. Presentasi Kelas

Materi pelajaran disampaikan pada presentasi kelas, bisa menggunakan

pengajaran langsung atau diskusi yang dipimpin oleh guru. Pada pendahuluan

ditekankan pada apa yang dipelajari siswa dalam tugas kelompok. Hal ini penting

karena akan membantu siswa dalam melaksanakan tes, dan skor tes mereka akan

dihitung untuk memperoleh poin kelompok.

b. Belajar Kelompok

Kelompok siswa yang akan dibentuk terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk tiap

kelompok yang dibentuk berdasarkan perbedaan kemampuan dan jenis kelamin.

Siswa belajar dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh

(31)

13

digunakan dalam menyelesaikan tugas tersebut sesuai dengan kemampuan yang

dimiliki oleh tiap anggotanya. Setiap anggota kelompok harus saling membantu

dan bertanggungjawab atas keberhasilan kelompoknya.

c. Tes

Setelah melakukan beberapa kali pertemuan dalam setiap siklus, siswa diberikan

tes individu. Pada saat tes siswa tidak boleh membantu satu sama lain. Tes ini

dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa.

d. Poin Peningkatan Individu

Setiap siswa diberi skor dasar berdasarkan skor tes awal, kemudian siswa diberi

skor untuk tes akhir. Poin peningkatan individu diberikan berdasarkan selisih

antara skor tes akhir dengan skor tes awal. kriteria pemberian poin peningkatan

menurut Slavin (1995:71)

e . Penghargaan Kelompok

Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan poin peningkatan kelompok.

Menurut Ruhadi (2008 : 43-51) setiap model pembelajaran, memiliki kelebihan

tersendiri, begitu juga denga penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Ada beberapa kelebihan dalam menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD

yaitu aktivitas guru dan siswa selama kegiatan belajar mengajar terjadi interaksi

atau kerjasama, siswa cenderung aktif dalam menghargai pendapat orang lain,

mendorong siswa untuk mengargai pendapat orang lain, kemampuan kerjasama

siswa dapat terbangun, dan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas

(32)

14

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa STAD (Student Team Achievemen Division) merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dimana siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat-lima orang yang

merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku. Guru

menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan

bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.

D. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Masalah menurut Hudojo (1990: 32) mengemukakan bahwa masalah sebagai

pernyataan kepada seseorang dimana orang tersebut tidak mempunyai

aturan/hukum tertentu yang segera dapat digunakan untuk menemukan jawaban

dari pernyataan tersebut. Dalam kegiatan belajar mengajar disekolah masalah

yang diberikan kepada siswa biasanya diramu dalam bentuk soal. Soal ini dapat

berupa latihan, soal ulangan, maupun soal yang berkaitan dengan persoalan

sehari-hari yang penyelesaiannya membutuhkan persoalan matematika.

Sedangkan menurut Slameto (1986: 13) mengemukakan bahwa: “dalam proses

belajar mengajar matematika, peneyelesaian masalah merupakan proses dan

keterampilan intelektual dasar penting yang harus diperhatikan oleh para guru

matematika”.

Uraian tersebut memberikan gambaran kepada kita gambaran bahwa jalan untuk

melatih siswa dalam mempelajari matematika dengan memberikan masalah,

masalah yang diberikan kepada siswa membutuhkan pemecahan masalah yang

biasa disebut pemecahan masalah. Untuk memperoleh kemampuan dalam

(33)

15

memecahkan berbagai masalah. Pentingnya kemampuan penyelesaian masalah

oleh siswa dalam matematika ditegaskan juga oleh Menurut Hudoyo (Usman,

2007:342) bahwa seseorang pengajar yang tidak menguasai berbagai cara

penyampaian materi pelajaran, ia hanya mengajar terselesaikannya bahan yang

diajarkan tanpa memperhatikan kemampuan dan kesiapan peserta didik. Hal ini

akan dapat menimbulkan kesulitan peserta didik dalam memahami pengajaran

matematika bahkan mungkin menjadi prustasi dalam diri peserta didik. Jika hal

itu terjadi berarti proses belajar matematika tidak berlansung efektif dan tentu

peserta didik menjadi gagal dalam belajar matematika. Disamping hal tersebut,

dalam memilih metode/pendekatan yang paling cocok untuk digunakan dalam

mengajar, khususnya dalam mengajar matematika perlu pula memperhatikan topik

apa yang hendak diajarkan.

Gagne dalam Suherman, (2003: 34) mengemukakan belajar pemecahan masalah

adalah tingkat tertinggi dari hierarki belajar maka harus dikuasai oleh siswa,

bahkan tercermin dalam konsep kurikulum berbasis kompetensi. Tuntutan akan

kemampuan pemecahan masalah dipertegas secara eksplisit dalam kurikulum

tersebut yaitu, sebagai kompetensi dasar yang harus dikembangkan dan

diintegrasikan pada sejumlah materi yang sesuai. Dengan demikian, kemampuan

pemecahan masalah merupakan komponen penting dalam mempelajari

matematika sehingga dengan sendirinya siswa mampu dan memiliki kemampuan

dasar yang kemudian siswa dapat membuat strategi dalam memecahkan masalah

yang lebih efektif. Adanya hal ini John Dewey (Nasution, 1997:121)

mengemukakan beberapa langkah-langkah memecahkan masalah yang harus

(34)

16

1. Mengidenfikasi dan merumuskan masalah 2. Mengemukakan hipotesis

3. Mengumpulkan data

4. Menguji hipotesis

5. Mengambil kesimpulan

Untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah seseorang harus

memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah. Siswa

dikatakan dapat memecahkan masalah apabila siswa mampu mengidentifikasi

serta menyelesaikan soal dengan tahapan-tahapan dalam berbagai bentuk, serta

memahami bagaimana ide tematik saling terkait satu sama lain.

Dari uraian diatas pemecahan masalah dalam matematika disimpulkan bahwa

penyelesaian masalah yang melalui proses belajar mengajar matematika dapat

membantu siswa dalam meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya pada

aspek penerapan, analisis, sintetis, dan analisis.

E. Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain peneliatan yang

dilakukan oleh Harismawan (2011 : 32) yang berjudul perbandingan hasil belajar

matematika menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pembelajaran

berbasis masalah. Hasil yang diperoleh bahwa hasil belajar siswa dengan

pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa

dengan pembelajaran berbasis masalah. Hal ini disebabkan pembelajaran

kooperatif tipe STAD lebih dimengerti oleh siswa karena guru sudah menjelaskan

terlebih dahulu kepada siswa, sedangkan pada pembelajaran berbasis masalah

siswa belum terbiasa dengan belajar memecahkan soal tanpa ada penjelasan yang

(35)

17

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Saputra (2013: 10) yang berjudul

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dengan pembelajaran berbasis

masalah. Hasil yang diperoleh bahwa hasil belajar siswa lebih baik yang

menggunakan pembealajaran berbasis masalah dibandingkan dengan

pembealajaran konvensional.

F. Kerangka Pikir

Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah lemahnya

proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang dilatih untuk

bisa memecahkan masalah dalam menemukan konsep-konsep pembelajaran

secara mandiri. Akibatnya pemahaman siswa terhadap materi tersebut kurang

baik. Lebih jauh lagi kemampuan siswa untuk mengubah suatu bentuk gagasan

matematika menjadi bentuk yang lain sangat rendah. Siswa hanya terbiasa

menyelesaikan soal-soal rutin yang diberikan oleh guru sehingga kemampuan

pemecahan masalah menjadi rendah. Penggunaan model pembelajaran yang

benar oleh siswa akan membantu siswa dalam menyederhanakan masalah dan

mememecahkan masalah tersebut secara lebih efektif.

Solusi masalah di atas adalah dengan menggunakan langkah pembelajaran yang

tepat dalam kemampuan memecahkan masalah matematis. Beberapa solusi yang

dapat digunakan adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

dan Problem Based Learning (PBL). Model Kooperatif tipe STAD merupakan model yang biasa digunakan di SMAN 2 Pringsewu sejak kurikulum 2013 berlaku

dan model pembelajaran paling sederhana, dimana siswa ditempatkan dalam

kelompok belajar beranggotakan tiga sampai empat orang yang merupakan

(36)

18

pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim, untuk memastikanbahwa seluruh

anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut diberikan kuis, diakhiri dengan

pemberian penghargaan. Pada pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa dituntut

untuk belajar dalam kelompok-kelompok kecil, saling bekerja sama dalam

menyelesaikan masalah yang diberikan guru, ciri pembelajaran kooperatif tipe

STAD diantaranya terdapat penghargaan dalam pembelajaran yang lebih

berorientasi pada kelompok dari pada individu.

Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) mengarahkan

siswa untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah yang diberikan sesuai

dengan materi pelajaran. Pembelajaran ini membantu guru menghubungkan

antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan

dalam kehidupannya. Ciri pembelajaran berbasis masalah (soal-soal) yang

autentik; pembelajaran berbasis masalah diorganisasikan disekitar situasi

kehidupan nyata; terjadi pemusatan antar disiplin; melakukan penyelidikan

autentik atau mengumpulkan data-data yang relevan dengan masalah (soal);

melakukan kerja sama serta menghasilkan karya dan dipamerkan (presentasi).

Kegiatan pembelajaran pada model ini membuat siswa lebih aktif serta dapat

meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan permasalahan matematis

siswa.

Keduanya menekankan pada identifikasi masalah namun pada Kooperatif tipe

STAD sudah biasa digunakan di sekolah tersebut sejak kurikulum 2013 berlaku

dan model ini juga model pembelajaran yang paling sederhana, sedangkan pada

(37)

19

model PBL ini merupakan model pembelajaran yang selalu dimulai pada suatu

permasalahan. Dengan demikian, peneliti berasumsi bahwa kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa yang belajar menggunakan model

pembelajaran PBL akan lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran yang

menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD.

G. Anggapan Dasar.

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Semua siswa kelas X semester ganjil SMAN 2 Pringsewu tahun pelajaran

2013/2014 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum 2013

2. Faktor lain yang mempengaruhi pemecahan masalah matematis siswa selain

(38)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan

jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ini hanya

berusaha menggambarkan secara jelas terhadap pertanyaan penelitian yang telah

ditentukan sebelum peneliti terjun ke lapangan.

B. Tempat Penelitian

Penelitian ini bertempat di kelas X IPA 4 dan X IPA 5 SMA Negeri 2 Pringsewu

yang dimulai dari tanggal 22 April 2014 s.d. 6 Mei 2014. Dalam tiap minggu ada

dua kali pertemuan yaitu hari selsa (4 jam pelajaran), dan hari Kamis (4 jam

pelajaran) dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPA 4 dan X IPA 5, dimana

peneliti hanya menggunakan dua kelas dengan menggunakan model pembelajaran

yang berbeda dari sembilan kelas yang ada di SMA Negeri 2 Pringsewu. Pada

kelas X IPA 4 menggunakan model pembelajaran PBL dan X IPA 5

(39)

21

D. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Perencanaan

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan sebagai berikut :

a. Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian, untuk

mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian.

b. Menentukan subjek penelitian.

Siswa kelas X IPA 4 dan X IPA 5 SMAN 2 Pringsewu

c. Menetapkan materi pelajaran yaitu Statistika dan membuat perangkat

pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang disusun menggunakan model

pembelajaran PBL dan Kooperatif tipe STAD

d. Membuat instrumen penelitian.

- Lembar Observasi Partisipatif

- Tes

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) yang telah disusun menggunakan model pembelajaran PBL dan

Kooperatif tipe STAD

3. Tahap Pengumpulan Data

4. Tahap Analisis Data

(40)

22

E. Data Penelitian

Data pada penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah siswa yang

diperoleh melalui hasil posttest pada materi statistika terhadap kelas yang dipilih sebagai subjek penelitian.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini, yaitu:

1. Observasi Partisipatif

Obervasi partisipatif adalah observasi dimana peneliti ikut terlibat dalam proses

belajar siswa kelas X IPA 4 dan X IPA 5 SMA Negeri 2 Pringsewu. Dalam

penelitian ini peneliti berperan menjadi guru, peneliti dapat mengamati bagaimana

perilaku siswa selama proses belajar dan membantu siswa dalam proses belajar

dan lain-lain.

2. Metode Tes

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes.

Tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk uraian dan bersifat diagnosis,

yaitu tes yang mengungkap kemampuan pemecahan masalah siswa. Tes diberikan

ketika materi statistika selesai atau di akhir pembelajaran (post-test).

3. Wawancara

wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan

ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik

tertentu. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara tidak terstruktur yang

bertujuan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti.

Jenis-jenis pertanyaan wawancara sebagai berikut:

(41)

23

Apakah kalian dapat mengikuti pelajaran ini dengan baik?

Apakah kalian mengerti materi yang dipelajari saat menggunakan model

pembelajaran ini?

4. Dokumentasi

Dokumen dalam penelitian ini adalah hasil ujian semester ganjil matematika kelas

X SMA Negeri 2 Pringsewu, tujuan mengambil data dokumentasi adalah untuk

kelengkapan dari penggunaan metode observasi dan wawancara.

G. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa instrumen penelitian, yaitu:

1. Instrumen Tes

Tes dalam penelitian ini adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematis

berbentuk soal uraian. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa

dalam memahami materi yang diberikan. Tes diberikan sesudah pembelajaran (

post-test) pada kelas PBL dan Kooperatif tipe STAD. Tes yang diberikan sesudah perlakuan dimaksudkan untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa. Penyusunan tes diawali dengan pembuatan kisi-kisi

soal, kemudian dilanjutkan dengan menyusun soal beserta kunci jawaban dan

aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal. Soal untuk mengukur

kemampuan pemecahan masalah matematis disusun dalam bentuk tes uraian.

Soal yang diberikan disusun berdasarkan indikator kemampuan pemecahan

masalah matematis. Sebelum soal tes digunakan, terlebih dahulu diujicobakan

pada kelas di luar subjek penelitian, yaitu pada kelas XI. Untuk mendapatkan data

(42)

24

kualifikasi soal yang layak digunakan untuk tes. Oleh karena itu, dilakukan uji

validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.

(a) Validitas

Alat ukur dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang seharusnya diukur.

Dengan kata lain validitas berkaitan dengan ketepatan suatu alat ukur. Untuk

menghitung koefisien validitas butir tes ini didasarkan pada pendapat Widoyoko

(2013:137) menyatakan bahwa untuk mengetahui validitas butir digunakan rumus

korelasi product moment dengan angka kasar, yaitu:

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi suatu butir

N = jumlah subyek X = skor butir Y = skor total

Penafsiran harga koefisien korelasi dilakukan dengan membandingkan harga

dengan harga rxy kritik. Adapun harga kritik untuk validitas butir instrumen adalah

0,3. Widoyoko (2013:143) mengatakan bahwa apabila rxy 0,3 maka nomor butir

tersebut dapat dikatakan valid. Sebaliknya apabila rxy 0,3 maka nomor butir

tersebut dikatakan tidak valid. Interpretasi hasil perhitungan validitas butir tes

tertera pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Rangkuman Validitas Butir Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

No.

Butir Soal rxy Interpretasi Validitas

1a 0,74 Valid

1b 0,56 Valid

2 0,81 Valid

3a 0,82 Valid

(43)

25

Berdasarkan hasil uji coba pada tingkat validitas butir tes, diperoleh semua soal

valid, jadi tidak perlu dilakukan revisi ulang. Perhitungan selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran C.1

(b) Reliabilitas

Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam

menilai apa yang dinilainya. Instrumen disebut reliabel apabila hasil pengukuran

dengan instrumen tersebut adalah sama apabila pengukuran tersebut dilakukan

pada orang yang sama pada waktu yang berlainan atau pada orang-orang yang

berlainan (tetapi mempunyai kondisi yang sama) pada waktu yang sama atau

waktu yang berlainan. Arikunto (2006:195) menyatakan bahwa untuk

meng-hitung reliabilitas dapat digunakan rumus alpha, yaitu:

r = nilai reliabilitas instrumen (tes)

n

= banyaknya butir soal (item)

2

i = jumlah varians dari tiap-tiap item tes

σt2 = varians total

N = banyaknya data = jumlah semua data

= jumlah kuadrat semua data

Harga r11 yang diperoleh diimplementasikan dengan indeks reliabilitas. Arikunto

(2006:195), mengatakan bahwa kriteria indeks reliabilitas adalah sebagai berikut:

a. Antara 0,800 sampai dengan 1,000: sangat tinggi b. Antara 0,600 sampai dengan 0,800: tinggi c. Antara 0,400 sampai dengan 0,600: cukup d. Antara 0,200 sampai dengan 0,400: rendah

(44)

26

Tes dikatakan baik apabila memiliki nilai reliabilitas ≥ 0,600. Kriteria yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah antara 0,600 sampai dengan 1,000. Setelah

menghitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh nilai r11= 0,76. Perhitungan

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2.

Berdasarkan pendapat Arikunto (2006), harga

11

r tersebut telah memenuhi kriteria

reliabilitas. Oleh karena itu, instrumen tes penyelesaian soal kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa tersebut sudah layak digunakan untuk

mengumpulkan data.

(c) Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir

soal. Suatu tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, yaitu tidak

terlalu sukar, dan tidak terlalu mudah seperti yang diungkapkan Sudijono

(2008:372). Perhitungan tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus

sebagai berikut.

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu

butir soal

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria

(45)

27

Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang memiliki

intepretasi sedang, yaitu memiliki nilai tingkat kesukaran 0.30 TK 0.70. Soal

yang memiliki interpretasi mudah dan sukar perlu direvisi, sedangkan soal yang

memiliki interpretasi sangat mudah dan sangat sukar dibuang. Interpretasi hasil

perhitungan tingkat kesukaran tes tertera pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Rangkuman Uji Tingkat Kesukaran Tes Penyelesaian Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis siswa

No.

Butir Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1a 0,67 Sedang

1b 0,69 Sedang

2 0,50 Sedang

3a 0,54 Sedang

3b 0,31 Sedang

Berdasarkan hasil uji coba pada tingkat kesukaran, kelima soal memiliki

interpretasi sedang. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.3

(d) Daya Pembeda

Daya pembeda suatu butir tes adalah kemampuan suatu butir untuk membedakan

antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Untuk

menghitung daya pembeda, terlebih dahulu mengurutkan siswa yang memperoleh

nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah. Karena banyak

(46)

28

212) diambil 50% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas)

dan 50% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah). Daya

pembeda butir dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya tingkat diskriminasi

atau angka yang menunjukkan besar kecilnya daya pembeda. Menurut Sudijono

(2008:389-390) rumus yang akan digunakan untuk menghitung daya beda adalah

sebagai berikut.

Keterangan :

DP : Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu JA : Rata-rata kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : Rata-rata kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : Skor maksimum butir soal yang diolah

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang

tertera dalam Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

Interpretasi hasil perhitungan daya pembeda tertera pada Tabel 3.5

Tabel 3.5 Rangkuman Uji Daya Pembeda Tes Penyelesaian Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis siswa. No.

Butir Soal Daya Pembeda Interpretasi

1a 0,30 Baik

1b 0,40 Baik

2 1,40 Sangat Baik

3a 1,30 Sangat Baik

(47)

29

Berdasarkan hasil uji coba daya pembeda, diperoleh dua soal dengan interpretasi

baik dan tiga soal dengan interpretasi sangat baik. Perhitungan selengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran C.3

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Penyelesaian Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa.

No.

Soal Validitas Reliabilitas

Tingkat

Dari tabel rekapitulasi hasil uji coba di atas, terlihat bahwa ada dua soal yaitu soal

nomor 1a dan 1b masuk dalam kategori soal yang baik, dengan interpretasi

validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda yang layak digunakan

dalam pengambilan data. Sedangkan soal nomor 2, 3a dan 3b masuk dalam

kategori sangat baik, dengan interpretasi validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran,

dan daya pembeda yang juga layak dalam pengambilan data.

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data Proses Belajar Siswa

Data proses belajar siswa diperoleh selama kegiatan pembelajaran berlangsung

melalui observasi. Setiap siswa selama proses pembelajaran diamati keaktifannya

dalam proses pembelajaran dengan memberi tanda (√) pada lembar observasi jika

(48)

30

2. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis siswa

Data kemampuan pemecahan masalah matematis siswa diperoleh dari hasil

posttest. Posttest ini berfungsi untuk mengetahui tinggi, sedang dan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Untuk keperluan

mengklarifi-kasi kualitas kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dikelompokkan

menjadi kategori sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang dengan

menggunakan skala lima menurut Suherman (1990: 272) yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.7. Kriteria Penentuan Tingkat Kemampuan Siswa

No

Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa

Interval Skor Tes 1 Sangat Tinggi 81 sampai dengan 100 2 Tinggi 61 sampai dengan 80 3 Sedang 41 sampai dengan 60 4 Rendah 21 sampai dengan 40 5 Sangat Rendah 0 sampai dengan 20 I. Keabsahan Data

Dalam penelitian ini digunakan keabsahan konstruk (Construct validity).

Keab-sahan konstruk adalah keabKeab-sahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian

bahwa yang berukur benar-benar merupakan variabel yang ingin di ukur.

Keab-sahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Dalam

penelitian ini digunakan proses triangulasi, triangulasi yang digunakan pada

pene-litian ini adalah :

1. Triangulasi data

Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, hasil observasi atau

juga hasil wawancara yang dilakukan lebih dari satu subjek yang dianggap

(49)

31

2. Triangulasi metode

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode wawancara yang

di-tunjang dengan metode observasi dan dokumentasi pada saat wawancara

dilakukan untuk memperkuat hasil yang ingin dicapai.

3. Triangulasi pengamat

Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan

data. Pada penelitian ini, dosen pembimbing penelitian bertindak sebagai

(50)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai

berikut:

1. Terdapat perbedaaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara

model Problem Based Learning dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

2. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan model pembelajaran

Kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa dengan Problem Based Learning.

3. Rata-rata pencapaian indikator kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada

rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan Problem Based Learning.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan dan penelitian, dikemukakan saran-saran sebagai

berikut:

1. Sekolah diharapkan lebih selektif dalam menentukan jam pelajaran

(51)

61

2. Guru dapat menggunakan model Problem Based Learning sebagai salah satu

alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa.

3. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan

mengenai perbandingan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

antara model Problem Based Learning dengan kooperatif tipe STAD hendaknya melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama dan

membuat instrument yang benar dan tepat sesuai dengan indicator kemampuan

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.

Daryanto, MulyoRahardjo, Drs. 2012. Model PembelajaranInovatif. Yogyakarta: Gava Media.

Daryanto, Drs. 2013. InovasiPembelajaranEfektif. Bandung: YramaWidya.

Hake, R. 1999.Analyzing Change/Gain Scores.Area-D-American Educational

Research Association’s Divison D, Measurement and Research

Methodology.[online]. Tersedia: http//www.physics.indiana.edu/-sdi/Analyzing Change-Gain.pdf. [10 November 2013].

Harismawan, T. 2011.

PerbandinganHasilBelajarMatematikaMenggunakanPembelajaranKoopeat iftipe STAD danPembelajaranBerbasisMasalah.Skrips. Bandar Lampung: Unila.

Herman, Tatang. 2007.

PembelajaranBerbasisMasalahuntukMeningkatkanKemampuanBerpikirM

atematis Tingkat

TinggiSiswaSekolahMenengahPertama.DalamEducationist Vol. 01

No.01.[ online]. Tersedia:

http://103.23.244.11/Direktori/JURNAL/EDUCATIONIST/Vol._I_No._1-Januari_2007/6._Tatang_Herman.pdf.

Hudojo, Herman. 2005. PengembanganKurikulumdanPembelajaranMatematika. Malang: UniversitasNegeri Malang.

Komalasari, Kokom. 2010. PembelajaranKontekstual. Bandung:ReflikaAditama

Maulina, Erika. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran TPS TerhadapPemahamanKonsepMatematis.Skripsi. Lampung: Unila. Tidakditerbitkan

Mustikawati, Mega.2013. PenerapanPembelajaranMatematikaDenganStrategi REACT DalamMeningkatkanKemampuanKOmunikasiMatematisSiswa SMP.[online].Tersedia:

http://repository.upi.edu/view/divisions/PMAT/2013.html. [8 Oktober 2013].

(53)

63

Nurhadi, dkk. 2003. PembelajaranKonstekstual (Cooperatif Learning di Ruang-ruangKelas). Jakarta: GramediaWidiasarana.

Puspaningtyas, Nicky Dwi. 2012. Penerapan Model PembelajaranKooperatifTipe

Think Pair Share (Tps)

UntukMeningkatkanKemampuanKomunikasiMatematisSiswa. Skripsi. Lampung: Unila. Tidakditerbitkan.

Rusman. 2011. Model-Model pembelajaranMengembangkanProfesionalisme Guru. Jakarta: Grafindo.

Saputra, Heru Jaya. 2014. Penerapan Model PembelajaranBerbasisMasalahUntukMeningkatkanKemampuanPemecaha nMasalahMatematisSiswa.Lampung: Unila. Tidakditerbitkan

Sitinjak, SihartyniNovarita. 2013. Penerapan Model PembelajaranKooperatifTipe CIRC sidorame-medan-ta-20122013-25719.html. [6 November 2013].

Sudijono, Anas. 2008. PengantarEvaluasiPendidikan. Jakarta: Raja GrafindoPersada

Sudjana. 2005. MetodaStatistika. Tarsito: Bandung.

Sugiyanto, Model-Model PembelajaranInofativ, Surakarta: Yuma Pustaka,2010,h:159-160

Suherman, E. dkk. 2003. Common Text Book :StrategiPembelajaranMatematikaKontemporer. Bandung: JICA FMIPA UPI.

Suherman, E.

1990.PetunjukPraktisuntukMelaksanakanEvaluasiPendidikanMatematika. Bandung: Wijayakusumah

Suryabrata, S. 2008. PsikologiPendidikan, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, hal.

233-237.

Slameto.BelajardanFaktor-Faktor Yang Mempengaruhinya.(Jakarta:

RienekaCipta. 2010), h.2

(54)

64

Syah, Muhibbin. 2004. PsikologiPendidikandenganPendekatanBaru.Jakarta: RemajaRosdaKarya. hlm. 90

Trianto,2007. Model ModelPembelajaranInovatifBerorientasiKonstukvistik. Jakarta: PrestasiPustakaPublishe. h.13

Trianto.Mendesain Model PembelajaranInovatif-Progresif.(Jakarta: Tim Prestasi Pustaka,2009). h.96

Usman, Sudarmin. 2007.

StrategiPemecahanMasalahDalamPenyelesaianSoalCerita Di SekolahDasar. Malang: UM, hal. 342.

Widoyoko, S. EkoPutro. 2013. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Gambar

Tabel 2.1 Fase – Fase Problem Based Learning
Tabel 3.3 Rangkuman Uji Tingkat Kesukaran Tes Penyelesaian Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis siswa
Tabel 3.4  Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Penyelesaian Soal Kemampuan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Rose Hakai. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe STAD

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada yang

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THREE-STEP INTERVIEW DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS..

Pembelajaran matematika dengan kooperatif tipe jigsaw dapat diterapkan untuk kategori siswa tinggi, sedang, rendah dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe

matematis siswa, terlihat bahwa rata- rata pencapaian indikator kemam- puan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti model pem- belajaran kooperatif tipe TAPPS