• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII DI SMP TAMAN SISWA GEDONGTATAAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII DI SMP TAMAN SISWA GEDONGTATAAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PADA SISWA

KELAS VIII DI SMP TAMAN SISWA GEDONGTATAAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(Skripsi)

Oleh Esti Prihantini

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Imu Pendidikan

Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PADA SISWA

KELAS VIII DI SMP TAMAN SISWA GEDONGTATAAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

Esti Prihantini

Rendahnya hasil belajar fisika siswa kelas VIII SMP Taman Siswa Gedong Tataan

disebabkan oleh kurangnya minat belajar siswa. Pembelajaran yang monoton atau

yang hanya menggunakan metode ceramah di kelas, siswa tidak dilibatkan secara

aktif dalam kegiatan pembelajaran membuat siswa kurang menyukai pelajaran

fisika. Penelitian ini difokuskan pada upaya peningkatan motivasi dan hasil belajar

siswa melalui penerapan model pembelajaran kontekstual. Penelitian ini

dilaksanakan di salah satu SMP di Gedong tataan.

Dengan diterapkannya model pembelajaran kontekstual dapat memberikan

pengalaman bagi siswa agar dapat benar-benar memahami materi yang diberikan.

Pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan motivasi belajar karena membawa

siswa kepada fenomena nyata. Motivasi belajar siswa diukur dengan mengarah

pada empat kondisi motivasional yaitu perhatian (attention), relevansi (relevance),

(3)

Gedong Tataan Tahun Pelajaran 2012/2013.

Pada penelitian ini, motivasi dan hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Hal

ini terlihat pada pertemuan dari siklus I sampai siklus III yang mengalami

peningkatan. Nilai rata-rata motivasi siswa selama pembelajaran pada siklus I

adalah 60 dengan kategori rendah, pada siklus II meningkat sebesar 10,00 menjadi

70,00 dengan kategori sedang, dan pada siklus III motivasi siswa kembali

meningkat sebesar 5,00 menjadi 75,00 dengan kategori Tinggi.

Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah 59,32 dengan kategori tidak

tuntas atau tidak mencapai KKM yaitu 65. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada

siklus II adalah 62,12. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II meningkat

sebesar 2,72 dibandingkan dengan siklus I. Rata-rata hasil belajar siswa pada

siklus III lebih tinggi dibandingkan dengan siklus-siklus sebelumnya. Rata-rata

hasil belajar siswa pada siklus III ini adalah 76 yang meningkat sebesar 13,88 dari

siklus sebelumnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual dapat

meningkatkan hasil dan membangkitkan motivasi belajar siswa.

Kata Kunci: Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning),

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……….. xii

DAFTAR TABEL ……….. xiv

DAFTAR GAMBAR ………. xv

DAFTAR LAMPIRAN ………. xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1

B. Rumusan Masalah ………... 3

C. Tujuan Penelitian ………. 4

D. Manfaat Penelitian ……….. 4

E. Ruang Lingkup Penelitia ………. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori ……….. 6

1. Pembelajaran Kontekstual ……… 6

2. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual di Kelas . 9 3. Tahap Pembelajaran Kontekstual ... 19

B. Pengetian Belajar Dan Hasil Belajar ……… 20

1. Pengertian Belajar ………. 20

2. Pengertian Hasil Belajar ……… 21

(8)

xiii

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian ………. 29

B. Setting Penelitian ……….. 31

C. Faktor Yang Diselidiki ………. 31

D. Sumber Data ………. 31

E. Teknik Pengumpulan Data ……… 31

F. Teknik Analisis Data ………. 33

G. Prosedur Penelitian ... 35

H. Instrumen Penelitian ... 38

I. Teknik Analisis Data ... 38

J. Indikator Kinerja ... 39

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHAAN A. Hasil Penelitian ... 40

B. Pembahasan ... ... 50

V. KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 57

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan pembelajaran yang

wajib diperoleh untuk siswa tingkat SMP. Maka dari itu, pada pembelajaran

IPA diperlukan penyajian materi yang menarik serta melibatkan pengalaman

siswa. IPA (Fisika) bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan yang

berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga

merupakan suatu proses penemuan. (Permendiknas no.22, 2007)

Kemampuan kognitif siswa merupakan hal yang penting untuk ditingkatkan

dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan pemerintah.

Berdasarkan pengalaman peneliti selama mengajar di SMP Taman Siswa

Gedong Tataan, pada umumnya siswa menganggap IPA merupakan

pembelajaran yang sulit dipahami dan tidak menarik. Hal ini disampaikan

siswa karena banyaknya konsep-konsep IPA yang perlu dipelajari siswa,

sedangkan pembelajaran yang dilaksanakan monoton karena proses KBM

hanya menggunakan metode ceramah, sehingga kurang melibatkan

pengalaman belajar siswa. Hal ini mengakibatkan motivasi dan hasil belajar

(10)

2

Untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa yang masih rendah,

diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat, yang dapat mengoptimalkan

proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan selama ini masih

terpusat pada guru. Siswa belum terbiasa menyelesaikan suatu permasalahan.

Model pembelajaran yang diharapkan untuk mengatasi permasalahan di atas,

adalah model pembelajaran yang lebih melibatkan siswa dan mengedepankan

aktivitas siswa.

Pada pelaksanaan proses pembelajarn IPA (fisika) diharapkan menggunakan

model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif adalah

dengan menerapkan model pembelajar kontekstual. Pembelajaran Kontekstual

adalah konsep pembelajaran yang mendorong guru untuk menghubungkan

antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan juga

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pada kelas-kelas

tinggi para guru mendorong siswa untuk membaca, menulis dan berpikir,

dengan cara kritis dan meminta siswa untuk fokus pada persoalan-persoalan

kontroversial di lingkungan atau masyarakat (misalnya melakukan penelitian

di perpustakaan, melakukan survey lapangan dan mewawancarai pejabat).

pengajaran secara kontekstual juga dapat memotivasikan pelajar, untuk

membuat perkaitan antara pengetahuan dengan aplikasinya dalam kehidupan

harian mereka, sebagai ahli keluarga, warga masyarakat dan pekerja.

Landasan filosofi pendekatan kontekstual adalah kontruktivisme, yaitu filisofi

(11)

mengkonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru

lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya.

Tiap orang harus mengkontruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan bukan

sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus

menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang yang ingin tahu amat berperan

dalam perkembangan pengetahuannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer

begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan

sendiri oleh masing-masing orang.

Dari latar belakang yang telah dikemukakan tersebut, membuat penulis

tertarik untuk melakukan penelitian penerapan model pembelajaran

kontekstual pada pembelajaran fisika untuk melihat pengaruhnya terhadap

aktivitas dan kemampuan kognitif belajar siswa khususnya pada bahasan

tekanan hidrostatik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang di kemukakan diatas, maka rumusan

masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah peningkatan motivasi belajar siswa setelah diterapkan

model pembelajaran kontekstual?

2. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa dengan diterapkanya model

(12)

4

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Meningkatkan motivasi belajar fisika siswa setelah diterapkan model

pembelajaran kontekstual pada materi tekanan hidrostatik.

2. Meningkatkan hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran

kontekstual.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, yaitu:

1. Bagi guru, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dalam

pemelihan model pembelajaran yang sesuai dan dapat meningkatkan

kualitas pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi belajar siswa.

2. Bagi peneliti lain, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan

masukan dan kajian untuk penelitian lebih lanjut.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Agar penelitian ini lebih terarah dan memberikan gambaran yang jelas

mengenai masalah yang diteliti, maka ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam

hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya. Yaitu, pada saat

pembelajaran dimulai guru mengemukan masalah yang digali dari siswa

yang berhubungan dengan pokok bahasan yang diperoleh siswa dari

artikel melalui penugasan dari guru. Dan guru memberikan pertanyaan

(13)

2. Motivasi belajar pada penelitian ini hanya menganalisis motivasi hasil

belajar siswa yang merupakan gambaran motivasi dari siswa dengan

menggunakan angket motivasi setelah perlakuan diberikan. Indikator

motivasi yang diukur, yaitu (a) frekuensi kegiatan, (b) persistensinya pada

tujuan kegiatan, (c) ketabahan, keuletan dan kemampuanya dalam

menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan, (d) devosi

(pengabdian) dan pengorbanan untuk mencapai tujuan, (e) tingkat

aspirasinya (maksut, rencana, cita-cita dan sasaran).

3. Hasil belajar adalah nilai yang diperoleh siswa setelah mengikuti

pembelajaran menggunakan pembelajaran kontekstual yang dicerminkan

pada hasil tes pada setiap akhir siklus yang dibatasi pada aspek kognitif.

4. Materi pembelajaran yang diberikan pada penelitian tindakan kelas ini

(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

1. Pembelajaran Kontekstual

Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and

Learning merupakan konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata

pelajaran dengan situasi dunia nyata dan motivasi siswa membuat hubungan

antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai

anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (Trianto, 2007:101).

Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami

apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia

nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai

anggota keluarga, warga Negara, siswa dan tenaga kerja (Trianto,2007:102).

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan

yang erat dengan pengalaman sesungguhnya (Trianto, 2007:10).

Pembelajaran kontekstual menekankan pada berfikir tingkat lebih tinggi,

transfer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisaan dan

(15)

Disamping itu, telah di identifikasi enam unsur kunci kontekstual seperti

berikut ini (Trianto,2007:102)

a. Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penghargaan pribadi siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari.

Pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan hidup mereka.

b. Penerapan Pengetahuan: kemampuan untuk melihat bagaimana apa yang dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi-fungsi pada

masa sekarang dan akan datang.

c. Berfikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk menggunakan berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu atau

memecahkan suatu masalah.

d. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: konten pengajaran berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar local, negara

bagian, nasional, asosiasi dan/atau industri.

e. Responsive terhadap budaya: pendidik harus memahami dan menghormati nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan siswa, sesama

rekan pendidik dan masyarakat tempat mereka mendidik. Berbagai macam

budaya perorangan dan kelompok mempengaruhi pembelajaran.

Budaya-budaya ini, mempengaruhi bagaimana pendidik mengajar. Paling tidak

empat perspektif seharusnya dipertimbangkan: individu siswa, kelompok

siswa, tatanan sekolah, dan tatanan masyarakat yang lebih besar.

f. Penilaian autentik: penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar yang sesungguhnya yang

(16)

8

proyek dan kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubric, ceklis, dan

panduan pengamatan disamping memberikan kesempatan kepada siswa

ikut aktif berperan-serta dalam menilai pembelajaran mereka sendiri dan

penggunaan untuk memperbaiki keterampilan menulis mereka.

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu

guru dalam mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata, dan

memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajarinya

dengan kehidupan nyata mereka, dengan konsep ini, hasil pembelajaran

diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih

alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer

pengetahuan dari guru ke siswa. Sesuatu yang baru datang dari menemukan

sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola

dengan pendekatan kontekstua (Direktorat PSMP, 2007:3).

Beberapa model pembelajaran yang berkaitan dengan pembelajaran

kontekstual (C-STARS : College Education, 2001) meliputi :

1. Authentic Instruction, yaitu model pembelajaran yang memungkinkan para

siswa untuk belajar dalam konteks yang bermakna. Pembelajaran

kontekstual mendorong keterampilan berpikir dan memecahkan masalah

yang penting dalam lingkungan hidup nyata.

2. Pembelajaran berbasis inkuiri (Inquary Based Learning), pembelajaran

semacam ini memberi kesempatan untuk pembelajaran bermakna. Siswa

dilibatkan dalam penyelidikan langsung baik di dalam kelas maupun di luar

(17)

3. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), pembelajaran

ini menggunakan permasalahan nyata sebagai sesuatu konteks bagi siswa

untuk belajar berpikir kritis maupun belajar memecahkan masalah, serta

untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial.

4. Service Learning (SL), merupakan model pengajaran yang

menggabungkan pelajaran masyarakat dengan kesempatan baik berbasis

suatu sekolah yang berstruktur untuk refleksi tentang pelayanan maupun

hubungan antar pengalaman pelayanan dan pembelajaran akademik.

5. Pembelajaran Berbasis Kerja (Work Based Learning), merupakan model

pembelajaran yang melibatkan siswa dalam praktek langsung di lapangan,

sehingga ilmu yang diperoleh merupakan teori yang langsung

dipraktekkan di tempat kerja.

Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa

dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari,

dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni:

Kontruktivisme(constructivism),inkuiri(inquiry),bertanya(questioning),

masyarakat belajar(learning community), pemodelan (modeling),

refleksi (reflection) dan penilaian yang sebenarnya (authentic assestment).

2. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual di Kelas

Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai

(18)

10

a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan

cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri

pengetahuan dan keterampilan barunya.

b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.

c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).

e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

f. Lakukan reflekasi diakhir pertemuan.

g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

a. Teori Belajar Penemuan (inquiry)

(Dahar, 1989) disebutkan bahwa salah satu model instruksional kognitif

yang sangat berpengaruh adalah model dari (Bruner, 1996) yang dikenal

dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap,

bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif

oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik,

berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan

yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar

bermakna.

Dalam pembelajaran, siswa hendaknya belajar dengan berpartisipasi

secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka

memiliki pengalaman dan melakukan eksperimen untuk menemukan

(19)

menyatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan

menunjukkan kebaikan, antara lain:

1. Pengetahuan itu bertahan lebih lama dibandingkan dengan

pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara yang lain;

2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik

daripada hasil belajar lainnya. Artinya, bahwa konsep-konsep dan

prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah

diterapkan pada situasi-situasi baru;

3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa

dan kemampuan untuk berpikir secara bebas.

b. Teori Belajar Konstruktivisme

Dalam teori belajar konstruktivisme pengetahuan dikonstruksi dalam

pikiran anak. Pembelajaran merupakan proses aktif, artinya pengetahuan

baru tidak terbentuk dengan diberikan pada siswa dalam ”bentuk jadi”

tetapi pengetahuan dibentuk oleh siswa sendiri dengan berinteraksi

terhadap lingkungannya melalui proses asimilasi dan akomodasi.

Konstruktivisme adalah teori belajar yang menyatakan bahwa orang

menyusun atau membangun pemahaman mereka dari

pengalaman-pengalaman baru berdasarkan pengetahuan awal dan kepercayaan mereka

(Direktorat PSMP,2007:5). Ide pokoknya adalah siswa secara aktif

membangun pengetahuan mereka sendiri, dimana otak siswa sebagai

mediator yaitu memproses masukan dari dunia luar dan menentukan apa

(20)

12

Dasar pemikiran konstruktivisme dalam proses belajar yaitu:

a. Murid-murid tidak menerima begitu saja pengetahuan yang didapatkan

dan menyimpannya di kepala, melainkan mereka juga menerima

informasi dari sekelilingnya. Kemudian siswa membangun sendiri

pandangan-pandangan terhadap ilmu yang mereka dapatkan.

b. Semua pengetahuan disimpan dan digunakan kembali oleh setiap

orang untuk memperbaharui pengalaman dan pengetahuannya.

Pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan pembelajaran yang

memandang bahwa siswa belajar sains dengan cara mengkonstruksi

pengertian atau pemahaman baru tentang fenomena dari pengalaman yang

telah dimiliki sebelumnya. Pada pendekatan pembelajaran konstruktivisme

ditekankan bahwa siswa belajar sains melalui keaktifan untuk membangun

pengetahuannya sendiri, membandingkan informasi baru dengan

pemahaman yang telah dimiliki dan menggunakan semua pengetahuan

atau pengalaman itu untuk bekerja melalui perbedaan-perbedaan yang ada

pada pengetahuan baru dan lama untuk mencapai pemahaman baru.

Tugas guru dalam pembelajaran konstruktivisme adalah memfasilitasi

proses pembelajaran dengan:

1. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.

2. Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya

sendiri,

3. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam

(21)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran konstruktivis merupakan pembelajaran yang dikemas

menjadi proses “mengkonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan. Dalam

proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka

melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran

dirancang dalam bentuk siswa bekerja, praktik mengerjakan sesuatu, berlatih

secara fisik, mendemonstrasikan, menciptakan gagasan, dan sebagainya.

c. Bertanya (Questioning).

Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.

Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap

individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan

seseorang dalam berpikir (Sanjaya, 2005:120).

Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya.

Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran kontekstual. Bertanya

dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,

membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.

Depdiknas (2002:14) dijelaskan kegiatan bertanya berguna untuk: (1)

Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis. (2) Mengecek

pemahaman siswa. (3) Membangkitkan respon kepada siswa. (4)

Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa.(5) Memfokuskan perhatian

(22)

14

lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa. (7) Untuk menyegarkan kembali

ingatan siswa.

Melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan

siswa untuk menemukan setiap materi yang disampaikan dalam

pembelajaran kontekstual. Kemampuan guru untuk bertanya sangat

diperlukan, karena dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran kegiatan

bertanya selalu digunakan.

d. Masyarakat belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar dalam kontekstual menyarankan agar hasil

pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerjasama

itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar

secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah

(Sanjaya, 2005:120). Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sarring

dengan orang lain, antar teman, antar kelompok, yang sudah tahu

memberitahu yang sudah tahu, yang punya pengalaman berbagi

pengalaman dengan orang lain. Masyarakat belajar adalah masyarakat

yang saling membagi.

Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa

menjadi sumber belajar, dan berarti setiap orang akan sangat kaya dengan

pengetahuan dan pengalaman. Metode pembelajaran dengan teknik

learning community ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas.

(23)

adalah: (1) Pembentukan kelompok kecil; (2) Pembentukan kelompok

besar; (3) Mendatangkan ahli ke kelas (tokoh, olahragawan, dokter,

perawat, petani, pengurus organisasi, polisi, tukang kayu, dsb); (4) Bekerja

dengan kelas sederajat; (5) Bekerja dengan kelompok dengan kelas di

atasnya; (6) Bekerja dengan masyarakat.

e. Permodelan (Modeling)

Permodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu

sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa (Sanjaya, 2005:121).

Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan

sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru

olahraga memberikan contoh bagaimana cara memainkan alat mosik, guru

biologi memberikan contoh bagaimana cara menggunakan termometer dan

sebagainya.

Pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu memerlukan model

yang dapat ditiru. Dalam pendekatan kontekstual guru bukan satu-satunya

model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Model juga dapat

didatangkan dari luar. Seorang penutur asli bahasa inggris sekali waktu

dapat dihadirkan dikelas untuk menjadi model cara berujar, cara bertutur

kata, gerak tubuh ketika bicara, dan sebagainya. Penggunaan model akan

(24)

16

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir

kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan pada masa yang lalu.

Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur

pengetahuan yang baru yang baru atau revisi dari pengetahuan

sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian aktivitas, atau

pengetahuan yang baru diterima (Depdiknas, 2002:12).

Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan yang

diperoleh diperluas melalui konteks pembelajaran yang kemudian

diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan

antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan baru.

Sehingga siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya

tentang materi yang dipelajarinya. Pengetahuan itu mengendap dibenak

siswa, kemudian mempelajarinya, maka siswa akan memperoleh ide-ide

baru.

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari

yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau

peristiwa pembelajaran yang telah dilakukannya. Melalui refleksi,

pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa

yang pada akhirnya akan menjadi bagian pengetahuan yang dimilikinya

(Sanjaya, 2005:122). Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru

dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah: (1) Perenungan atas

(25)

pengetahuan sebelumnya; (2) Perenungan merupakan respons atas

kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diperolehnya; (3)

Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang

baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat,

atau unjuk kerja.

Refleksi dapat membuat siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna

bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Kunci dari semua itu

adalah, bagaimana pengetahuan itu mengendap di benaknya. Kesadaran

seperti ini perlu ditanamkan kepada siswa agar bersikap terbuka terhadap

pengetahuan baru. Biarkan siswa secara bebas menafsir pengalamannya

sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang penagalaman belajarnya.

g. Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).

(Sanjaya, 2005: 122) menjelaskan penilaian nyata atau sebenarnya adalah

proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang

perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini perlu dilakukan

untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak. Apakah

pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap

perkembangan baik intelektual maupun mental siswa

Gambaran perkembangan pengalaman belajar siswa perlu diketahui guru

setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses pembelajaran

siswa. Prinsip-prinsip dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika

(26)

18

1. Penilaian autentik bukan menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan belajar siswa.

2. Penilaian autentik dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil.

3. Guru menjadi penilai yang konstruktif (constructive evaluator) yang dapat merefleksikan bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa menghubungkan apa yang mereka ketahui dengan berbagai konteks, dan bagaimana perkembangan belajar siswa dalam berbagai konteks belajar.

4. Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian diri (self assessment) dan penilaian sesama (peer assesment).

5. Penilaian autentuk mengukur keterampilan dan peformansi dengan kriteria yang jelas (peformant-based).

6. Penilaian autentik dilakukan dengan berbagai alat secara berkesinambungan sebagai bagian integral dari proses pembelajaran.

7. Penilaian autentik dapat dimanfaatkan oleh siswa, orang tua dan sekolah untuk mendiagnosis kesulitan belajar, umpan balik pembelajaran, dan/ atau untuk menentukan prestasi siswa.

Karakteristik anthentic assessment dalam (Depdiknas, 2002:20) adalah:

(1) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlansung; (2)

Bisa digunakan untuk formatif dan sumatif; (3) Yang diukur keterampilan

dan performansi, bukan mengingat fakta; (4) Berkesinambungan; (5)

Terintegral; (6) Dapat digunakan sebagai feed back.

Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa dalam

penilaian autentik adalah: Proyek/kegiatan dan laporan, PR, kuis, karya

wisata, presentasi atau penampilan siswa, demontrasi, laporan, jurnal, hasil

tes tulis, dan karya tulis. Penilaian yang autentik dilakukan secara

terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara terus

(27)

3. Tahap Pembelajaran Kontekstual

Terdapat beberapa tahap dalam pembelajaran kontekstual, yaitu tahap kontak,

tahap kuriositi, tahap elaborasi, tahap dekontekstualisasi,dan evaluasi.

(Nenwigh, 2007:10).

a. Tahap kontak (Contact Phase), merupakan tahap dimana dikemukakan suatu wacana, isu atau masalah yang digali dari siswa yang terkait dengan pokok bahasan, topik, atau konsep yang akan dibahas. Isu tersebut biasanya diperoleh siswa dari artikel melalui penugasan dari guru.

b. Tahap kuriositi (Curiosity Phase), merupakan tahap dimana siswa diberikan pertanyaan yang dapat membangkitkan kuriositi atau keingintahuan siswa tentang masalah atau fenomena yang terjadi pada masyarakat, sesuai dengan pokok bahasan, topik atau konsep yang akan dibahas.

c. Tahap Elaborasi (Elaboration Phase), pada tahap ini terdiri dari eksplorasi, pembentukan konsep, aplikasi konsep dan pemantapan konsep. Pada tahap eksplorari dan pembentukan konsep, guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pilihan strategi belajar tertentu sesuai dengan pedagogi materi subjek atau pedagogi materi pelajarannya.

d. Tahap Dekontekstualisasi (Nexus Phase), pada tahap ini konsep yang telah dipahami siswa melalui suatu konteks, selanjutnya digunakan untuk menganalisis konteks lainnya.

(28)

20

Siswa menganalisis hasil praktikum

Secara skematis, tahap-tahap pembelajaran kontekstual digambarkan

[image:28.595.164.462.145.533.2]

dalam bagan berikut:

Gambar 2.1. Tahap-tahap Pembelajaran kontekstual

B. Pengetian Belajar dan Hasil Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalaman individu itu sendiri didalam interaksi dengan lingkungannya Guru mengemukakan masalah yang digali dari siswa

yang berhubungan dengan pokok bahasan

Guru memberikan pertanyaan yang dapat

membangkitkan keinginan siswa

Guru melaksanakan pembelajaran, siswa melakukan

eksperimen/praktikum untuk mengaplikasikan konsep

(29)

(Aunurrahman, 2009:35). Siswa itu sendiri yang mencari pengalamannya,

sehingga belajar bukanlah pewarisan pasif dari guru kepada siswa tetapi

pencarian yang bermakna oleh siswa. Seperti yang dikemukakan oleh Gagne

bahwa :

Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman yang merupan interaksi antara individu dengan lingkungannya, dengan demikian belajar merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki seseorang sehingga pengertianya dikembangkan (Dahar, 1989:11).

Belajar menurut Jersild (Sagala, 2010:112) adalah “ Modification of behafior

trough experience and training” yaitu perubahan tingkah laku dalam

pendidikan karena pengalaman dan latihan atau karena mengalami latihan.

2. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar berupa kapabilitas setelah belajar orang memiliki keterampilan,

pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilaitas tersebut adalah dari

(1). Stimulasi yang berasal dari lingkungan; (2). Proses kognitif yang

dilakukan oleh pembelajar. Dengan demikian belajar adalah seperangkat

proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati

pengolahan informasi, menjadi kapasitas baru (Damyati, 99:10)

Penilaian hasil belajar memberikan informasi sejauh mana keberhasilan

seorang siswa dalam belajar. Bloom (Arikunto, 2003:117) mengklasifikasikan

tingkah laku siswa sebagai hasil belajar yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan

(30)

22

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif yaitu sekelompok tingkah laku yang dipengaruhi oleh

kemampuan berfikir sehingga, ranah kognitif juga dapat disebut sebagai

bidang kemampuan intelektual. Hasil belajar ranah kognitif berkenaan dengan

hasil belajar intelektual, yang dinyatakan dengan nilai yang diperoleh siswa

setelah menempuh tes. (Munaf, 2001:68) menyatakan bahwa domain kognitif

ini sebagai gambaran kemampuan intelektual, meliputi :

1. Knowledge (hafalan/ C1)

Hafalan merupakan kemampuan menyatakan atau mengingat kembali

fakta, konsep, prinsip, prosedur atau istilah yang telah dipelajari. Tingkatan

ini merupakan tingkatan yang paling rendah namun menjadi persyaratan

bagi tingkatan yang selanjutnya. Kemampuan yang dimiliki hanya

kemampuan menangkap informasi kemudian menyatakan kembali

informasi tersebut tanpa harus memahaminya. Contoh kata kerja yang

digunakan yaitu menyebutkan, mendefinisikan, mengingat, mengenal, dan

menggambarkan.

2. Comprehension (Pemahaman/C2)

Pemahaman merupakan salah satu jenjang kemampuan dalam proses

berfikir dimana siswa dituntut untuk memahami, yang berarti mengetahui

sesuatu hal dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pada tingkatan ini,

selain hafal siswa juga harus memahami makna yang terkandung

didalamnya serta dapat menjelaskan konsep dengan kata-kata

sendiri. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menyajikan, membedakan,

(31)

menentukan, menjelaskan, dan menginterpretasikan.

3. Application (Penerapan/C3)

Penerapan merupakan kemampuan menggunkan konsep dalam situasi baru

atau pada situasi konkret atau diterapkan untuk menyelesaikan suatu

masalah. Tingkatan ini merupakan jenjang yang lebih tinggi dari

pemahaman. Kemampuan yang diperoleh berupa kemampuan untuk

menerapkan prinsip, konsep, teori, hukum maupun metode yang

dipelajarinya untuk menyelesaikan suatu maslah. Contoh kata kerja yang

digunakan yaitu mengaplikasikan, menghitung , dan menunjukan.

4. Analisys (Analisis/C4)

Analisis merupakan kemampuan untuk menganalisa atau merinci suatu

situasi atau pengetahuan menurut komponen yang lebih kecil atau lebih

terurai dan memahami hubungan diantara bagian yang satu dengan bagian

yang lain. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menganalisa,

membandingkan, mengaplikasikan, menggunakan, menerapkan,

mengeneralisasi, menghubungkan, memilih, menghitung, menemukan,

dan mengembangkan.

5. Synthesis (Sintesis/C5)

Sintesis merupakan kemampuan untuk memproduksi atau menghasilkan

sesuatu yang baru dari bagian-bagian yang terpisah sehingga menjadi suatu

keseluruhan yang terpadu, atau menggabungkan bagian-bagian sehingga

terbentuk pola yang berkaitan secara logis, atau mengambil kesimpulan dari

peristiwa-peristiwa yang ada hubungannya satu dengan yang lainnya.

(32)

24

Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menilai, menafsirkan, menaksir,

dan memutuskan.

b. Ranah Afektif

Pada ranah afektif berkaitan dengan perkembangan emosional individu

misalnya sikap, apresiasi, dan motivasi. Ranah afektif dibagi kedalam lima

kategori yaitu:

1. Penerimaan (receiving)

Mengacu pada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan terhadap

stimulus yang tepat. Misalnya siswa mampu mendengarkan penjelasan

dari guru secara seksama tanpa memberikan respon yang lebih dari itu.

Contoh kata kerja yang digunakan yaitu memilih, mengikuti, memberi,

dan mematuhi.

2. Pemberian Respon (Responding)

Mengacu pada partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran. Kemampuan ini

meliputi keinginan dan kesenangan menangggapi sesuatu stimulus.

Misalkan dalam pembelajaran, siswa memberikan pertanyaan terhadap

hal-hal yang belum dipahaminya, siswa menjawab pertanyaan guru dan

mau bekerja sama dalam penyelidikan. Contoh kata kerja yang digunakan

yaitu menjawab, membantu, megajukan, menyambut dan mendukung.

3. Nilai (Valuing)

Mengacu pada nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimuls tertentu.

Reaksi-reaksi yang dapat muncul seperti menerima, menolak, atau tidak

menghiraukan. Contoh sikap yang ditunjukan misalnya siswa dapat

(33)

kegiatan pembelajaran. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu meyakini,

melengkapi, dan memperjelas.

4. Pengorganisasian (Organizing)

Meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi suatu system nilai. Sikap-sikap

yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal

dan membentuk suatu sistem nilai internal. Sikap yang ditunjukan misalnya

kemampuan dalam menimbang dampak positif dan negatif dalam sutu

perlakuan. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menganut, megubah,

menata, dan mengklasifikasikan.

5. Karakteristik (Characterizing)

Mengacu pada keterpaduan semua system nilai yang dimiliki seseorang

mempengaruhi pola kepribadian atau tingkah lakunya. Misalnya mau

mengubah pendapatnya jika pendapat tersebut tidak sesuai dengan bukti-

bukti yang ditunjukan. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu

mempengarui, mendengarkan, dan melayani.

c. Ranah Psikomotorik

Ranah Psikomotorik berkaitan dengan keterampilan manual fisik (skill).

Ranah Psikomotorik dibagi menjadi lima kategori, yaitu :

1. Peniruan (Imitation)

Kemampuan ini dimulai dengan mengamati atau gerakan kemudian

memberikan respon serupa dengan yang diamati. Misalnya kemampuan

(34)

26

Contoh kata kerja yang digunakan yaitu mengaktifkan, menyesuaikan, dan

menggabungkan.

2. Manipulasi (Manipulation)

Kemampuan inimerupakan kemampuan mengikuti pengarahan intruksi,

penampilan, gerakan-dan gerakan pilihan yang menetapkan suatu

penampilan. Misalkan mampu melakukan kegiatan penyelidikan sesuai

dengan prosedur yang dibacanya. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu

mengoreksi, merancang, dan memilah.

3. Ketelitian (Prencision)

Kemampuan ini lebih menekankan pada kecermatan, proporsi dan

kepastian yang lebih tinggi.

Misalkan pada saat menggunakan alat ukur, memperhatikan skala alat

ukur yang digunakan dan satuan yang digunakan juga dalam mengambil

data. Orang yang memiliki ketepatan biasanya melakukan pengamatan

berulang kali untuk mendapatkan hasil yang lebih pasti. Contoh kata kerja

yang digunakan yaitu menyusun dengan tepat, mengaduk, mengatur, dan

membuat bagan.

4. Artikulasi (Articulation)

Merupakan kemampuan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan

membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau

konsistensi internal diantara gerakan-gerakan yang berbeda. Contoh yang

ditunjukan menulis dengan rapih dan jelas, mengetik dengan cepat dan

tepat dan menggunakan alat-alat sesuai dengan ketentuannya. Contoh kata

(35)

5. Pengalamiahan (Naturalization)

Menekankan pada kemampuan yang lebih tinggi secara alami, sehingga

gerakan yang dilakukan dapat secara rutin dan tidak memerlukan

pemikiran terlebih dahulu. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu

mengalihkan , menggantikan, memindahkan dan mendorong.

Hasil belajar aspek psikomotorik dapat diukur melalui pengamtan langsung

dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran

berlangsung dengan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi adalah

lembar yang digunakan untuk mengobservasi kemunculan aspek-aspek

keterampilan yang diamati. Lembar observasi berbentuk daftar periksa/ check

list atau skala penilaian (rating scale).

3. Motivasi Belajar

Motivasi belajar adalah kondisi-kondisi yang memberi dorongan pada

individu dalam belajar untuk mencapai hasil yang lebih baik dari sebelumnya.

Motivasi dalam kegiatan belajar dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya

penggerak di dalam diri seseorang yang menimbulkan kegiatan belajar,

menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada

kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar dapat

tercapai. Seseorang yang memiliki motivasi belajar yang kuat akan

menghadapi tugas dengan tabah dan penuh semangat (Sardiman, 2010).

Menurut Sardiman (2007) hasil belajar akan menjadi optimal,kalau ada

(36)

28

pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha

belajar bagi siswa. Bukti bahwa seseorang telah belajar adalah adanya

perubahan tingkah laku pada orang tersebut dari tidak mengerti menjadi

mengerti dan dari tidak tahu tahu. Hasil dari proses pembelajaran tersebut

disebut hasil belajar. Hasil belajar seorang siswa ditunjukkan oleh nilai rapor

yang dapat diketahui pada setiap akhir semester. Hasil belajar pada seorang

siswa tidak hanya dipengaruhi dari segi kepintaran tetapi dari ketiadaan

motivasi terhadap siswa tersebut.

Motivasi juga dapat dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan

kondisi-kondisi tertentu, sehingga mau dan ingin melakukan sesuatu dan bila

tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan

perasaan tidak suka itu, jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari

luar, tetapi motivasi itu adalah tumbuh didalam diri seseorang. (Sardiman,

2010). Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

(37)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas.

Wiraatmaja (2008:12) menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas adalah

sebuah bentuk inkuiri reflektif yang dilakukan secara kemitraan mengenai

situasi sosial tertentu untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari: a)

kegiatan praktek sosial pendidikan mereka; b) pemahaman mereka mengenai

kegiatan-kegiatan praktek pendidikan; c) situasi yang memeungkinkan

terlaksananya kegiatan praktek ini. Secara ringkas menurut Wiraatmaja

(2008:13), penelitian tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat

mengorganisasikan kegiatan praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari

mereka sendiri, dapat mencobakan suatu gagasan perbaikan dalam praktek

pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu.Penelitian

tindakan sebagai upaya refleksi dari para praktisi untuk meningkatkan

(38)

30

Karakteristik penelitian kualitatif:

a. Berlangsung dalam latar alamiah, tempat kejadian dan perilaku manusia

berlangsung.

b. Teori atau hipotesis tidak secara apriori diharuskan

c. Peneliti adalah instrumen utama penelitian dalam pengumpulan data

d. Data yang dihasilkan bersifat deskriptif, dalam kata-kata

e. Fokus diarahkan kepada persepsi dan pengalaman partisipan

f. Proses sama pentingnya dengan produk, perhatian peneliti diarahkan

kepada pemahaman bagaimana berlangsungnya kejadian.

g. Perhatian kepada partikular, bukan membuat generalisasi

h. Memunculkan desain, peneliti mencoba merekonstruksikan penafsiran dan

pemahaman dengan sumber data manusia

i. Data tidak dikuntifikasi karena apresiasi terhadap nuansa dari majemuknya

keadaan

j. Objektivitas dan kebenaran dijunjung tinggi.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas

Tahap pelaksanaan PTK (tim pelatih proyek PGSM, 1999:26):

a. Pengembangan fokus masalah penelitian

b. Perencanaan tindakan perbaikan

c. Pelaksanaan tindakan perbaikan, obserfasi dan interpretasi

d. Analisas dan refleksi

(39)

Banyak sedikitnya jumlah siklus dalam PTK tergantung pada terselesaikanya

masalah yang diteliti dan munculnya faktor-faktor lain yang berkaitan dengan

masalah itu (tim pelatih proyek PGSM, 1999:46)

B. Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII SMP Taman Siswa Gedong Tataan

semester genap tahun pelajaran 2012-2013, dengan jumlah siswa 25 orang

yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan.

C. Faktor yang Diselidiki

Untuk menjawab permasalahan di atas, ada beberapa faktor yang harus

diselidiki. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor siswa: dengan melihat peningkatan motivasi belajar dan hasil

belajar siswa

2. Faktor guru: untuk mengukur apakah pelaksanaan pembelajaran telah

sesuai dengan teori yang ada.

D. Sumber Data

1. Siswa sebagai sumber data motivasi belajar dan hasil belajar siswa.

2. Guru sebagai sumber data keterlaksanaan model pembelajaran

(40)

32

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan untuk

memperoleh data-data empiris yang dapat dipergunakan untuk dapat mencapai

tujuan penelitian. Sedangkan alat yang digunakan untuk memperoleh data

disebut instrument penelitian. Instrument yang digunakan pada penelitian ini

adalah tes hasil belajar, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan lembar observasi.

Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Tes Hasil Belajar

Menurut Arikunto (2001: 127) tes adalah serentetan pertanyaan atau

latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,

pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh

individu atau kelompok. Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar

siswa pada ranah kognitif. Aspek kognitif yang akan di ukur berdasarkan

taksonomi Bloom. Instrumen tes yang digunakan adalah tes tertulis dalam

bentuk pilihan ganda yang disusun berdasarkan indikator sesuai Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Langkah-langkah penyusunan instrumen hasil belajar ranah kognitif adalah

sebagai berikut:

a. Menentukan konsep dan sub konsep berdasarkan Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran fisika

(41)

c. Membuat soal berdasarkan kisi-kisi instrumen yang telah dibuat

d. Membuat kunci jawaban dan penskoran

e. Melakukan Judgement terhadap instrumen penelitian yang telah dibuat

f. Melakukan revisi soal

g. Uji coba intrumen penelitian terhadap siswa.

2. Observasi

Observasi dilakukan oleh beberapa observer, terdiri dari dua jenis

observasi, observasi aktivitas belajar siswa dan observasi keterlaksanaan

model pembelajaran kontekstual.

3. Diskusi

Diskusi antara guru dengan observer mengenai kegiatan pembelajaran

yang telah dilaksanakan dalam kegiatan refleksi.

F. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh akan di analisis secara deskriptif, ditentukan persentase

masing-masing indikator keberhasilan yang telah ditetapkan.

1. Aktivitas belajar siswa: di analisis apakah jumlah siswa yang aktif telah

menunjukan ketercapaian indikator keberhasilan pada setiap aspek

(42)

34

2. Prestasi belajar siswa: di analisis apakah jumlah siswa memperoleh nilai

mencapai KKM untuk kompetensi yang di ujikan telah menunjukan

ketercapaian indikator keberhasilan atau belum, disusun profil peningkatan

prestasi belajar setiap individu siswa.

a. Penilaian prestasi belajar siswa

Prestasi belajar siswa ditentukan dengan cara berikut:

) 100 0 ( 100 skala x soal jumlah benar dijawab yang soal jumlah Nilai Arifin (2009:232)

b. Rata-rata nilai kelas

Rata-rata diperoleh dengan menjumlahkan seluruh nilai dibagi dengan

banyaknya subjek. Secara sederhana rumusnya adalah

N X X

_

X Rata rata

_

;

N=Banyaknya subjek; X jumlah seluruh nilai

(43)

c. Ketuntasan hasil belajar kelas

Ketuntasan secara klasikal dihitung dengan menggunakan rumus:

Ketuntasan x 100% tes

mengikuti yang

siswa

KKM mencapai

yang siswa

(Mulyasa, 2004:102)

3. Keterlaksanaan model pembelajaran Kontekstual: dipersentasekan

komponen yang terpenuhi terhadap seluruh komponen yang seharusnya

terlaksana.

G. Prosedur Penelitian

1. Siklus Pertama

a. Perencanaan

1) Melakukan observasi awal di SMP Taman Siswa Gedong Tataan

2) Rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) materi ”Tekanan”.

3) Skenario pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun.

4) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) sesuai RPP dan skenario

pembelajaran.

5) Alat bantu pembelajaran, berupa alat dan bahan yang digunakan untuk

percobaaan dan media pembelajaran.

(44)

36

Lembar observasi aktivitas belajar siswa yang telah dibimbingkan

dengan dosen pembimbing skripsi.

Lembar observasi keterlaksanaan kegiatan pembelajaran

kontekstual oleh guru yang telah dibimbingkan dengan dosen

pembimbing skripsi.

b. Pelaksanaan Tindakan

Kegiatan dalam tahap ini adalah melaksanakan RPP dan skenario

pembelajaran yang telah direncanakan dikelas yang menjadi tempat

penelitian tindakan kelas dilakukan.

Langkah yang dilakukan pada pembelajaran kontekstual adalah sebagai

berikut:

1. Kegiatan Awal

Tahap Kontak

Pada kegiatan ini guru mengemukakan suatu wacana, isu atau

masalah yang digali dari siswa terkait dengan pokok bahasan, topik

atau konsep yang akan dibahas.

2. Kegiatan Inti

Tahap kuriositi

Guru memberikan pertanyaan untuk membangkitkan keingintahuan

siswa tentang masalah atau fenomena yang terjadi pada masyarakat

(45)

Guru memancing siswa untuk berdiskusi dan menjawab pertanyaan.

Guru mengaitkan jawaban dengan materi yang diberikan.

Tahap Elaborasi

Guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pilihan

strategi belajar tertentu sesuai dengan pedagogi materi subjek atau

pedagogi materi pelajaranya. Guru membagi siswa kedalam beberapa

kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 3-4 orang. Siswa

melakukan praktikum untuk menemukan jawaban.

Tahap Dekontekstualisasi (nexus)

Siswa melakukan diskusi untuk membahas hasil praktikum guru

mengarahkan dan membimbing siswa. Siswa mempresentasikan hasil

diskusi,

3. Kegiatan Akhir

Evaluasi

Guru merefleksikan hasil kegiatan belajar mengajar. Guru

mengadakan post test untuk melihat keberhasilan siswa.

2. Siklus Kedua

Pada dasarnya tahap demi tahap pembelajaran pada siklus kedua sama dengan

siklus pertama. Pelaksanaan siklus II ini diawali dengan perbaikan dan

(46)

38

3. Siklus Ketiga

Tahap demi tahap yang dilaksanakan pada siklus ketiga tidak jauh berbeda

dengan siklus-siklus sebelumnya hanya mengadakan pembaharuan pada

kegiatan yang dirasakan kurang pada siklus sebelumnya dan dilakukan

penekanan pada aspek yang masih rendah ketercapaiannya pada siklu-siklus

sebelumnya untuk ditingkatkan lagi.

H. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah:

1. Lembar Kerja Kelompok (LKK) yang digunakan untuk membantu guru

dalam proses pembelajaran.

2. Lembar observasi aktivitas belajar untuk mengetahui aktivitas belajar

siswa.

3. Lembar tes hasil belajar untuk mendapatkan nilai hasil belajar siswa.

4. Lembar observasi guru mengajar untuk evaluasi guru dari siklus I ke

siklus berikutnya.

I. Teknik Analisis Data

Setelah data penelitian diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis data sebagai

berikut:

1. Motivasi belajar siswa: dianalisis apakah jumlah siswa yang termotivasi

telah menunjukkan ketercapaian indikator keberhasilan pada setiap aspek

(47)

2. Hasil belajar siswa: dianalisis apakah jumlah siswa memperoleh nilai

mencapai KKM untuk kompetensi yang diujikan telah menunjukkan

ketercapaian indikator keberhasilan atau belum, disusun profil peningkatan

prestasi setiap individu siswa.

J. Indikator Kinerja

Indikator kinerja pada penelitian ini adalah:

1. Meningkatnya motivasi dan hasil belajar siswa terhadap pelajaran fisika

setelah diterapkannya model pembelajaran kontekstual.

(48)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disimpulkan bahwa penerapan

model pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut:

1. Motivasi siswa ditingkatkan dengan cara memberi kesempatan kepada

siswa untuk memecahkan masalah melalui eksperimen yang diberikan

oleh guru. Motivasi siswa secara umum meningkat dari siklus ke siklus.

Nilai rata-rata motivasi siswa selama pembelajaran pada siklus I adalah 60

dengan kategori rendah, pada siklus II meningkat sebesar 10,00 menjadi

70,00 dengan kategori sedang, dan pada siklus III motivasi siswa kembali

meningkat sebesar 5,00 menjadi 75,00 dengan kategori Tinggi.

Berdasarkan hasil pengolahan data angket akhir motivasi dapat diperoleh

bahwa rata-rata skor motivasi belajar siswa secara keseluruhan adalah

75,00 yang termasuk kategori tinggi.

2. Hasil belajar fisika siswa pada setiap siklusnya mengalami peningkatan,

hasil ini dicapai melalui penyelesaian masalah-masalah IPA. Pada siklus I

rata-rata hasil belajar siswa adalah 59,32 dengan kategori “Tidak Tuntas”,

(49)

kategori ”Tidak Tuntas” pada siklus III rata-rata hasil belajar kembali

menigkat sebesar 13,88 menjadi 76 dengan kategori ”Tuntas”

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan bagi guru

atau guru peneliti yang akan menerapkan model pembelajaran kontekstual

harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Guru harus lebih memahami sintak pada model pembelajaran

kontekstual yang digunakan agar proses pembelajaran berjalan dengan

lancar.

2. Guru harus mampu menyesuaikan pengelolaan waktu dengan RPP,

agar pembelajaran berlangsung dengan baik.

3. Guru harus lebih memotivasi siswa untuk menyelesaikan tugas dengan

baik sehingga siswa dapat memanfaatkan kehadiran guru sebagai

fasilitator.

4. Guru dapat menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsmi. (2001).Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfebeta

Bruner, J. (1996). Vygotsky: An historical and conceptual perspective. Culture,

communication, and cognition: Vygotskian perpectives, 21-34. London:

Cambridge University Press.

C-Stars, College of Education, University of Washington August 2001- April

2002. Indonesia Teacher Training Project- The Washington State

Consortium for CTL.

Dahar, Ratna Wilis. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Depdiknas. (2004). Silabus Kurikulum 2004. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Direktorat Menengah.

Depdiknas. (2002). Pedoman Penyusunan Usulan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Jakarta: Depdiknas.

Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

(51)

Munaf, S. (2001). Evaluasi Pendidikan Fisika. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UPI.

Nentwigh, P. (2007). “Chemie im Context-from Situated Learning and relevant

contexts to a systematic development of basic chemical concepts”. Makalah Simposium Internasional IPN-UYSEG, Kiel Jerman.

Sagala, S. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, W. (2005). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: Kencana Prenada Medis Group.

Sardiman, A.M. (2007). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung: Remaja Rosdakarya.

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Semarang: Unipress.

Wiraatmaja, R. (2008). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Program Pascasarjana UPI dan ROSDA

Gambar

Gambar 2.1. Tahap-tahap Pembelajaran kontekstual

Referensi

Dokumen terkait

Langkah-langkah yang digunakan penulisan dalam penelitian ini adalah pertama dengan melakukan perhitungan atas variabel-variabel rasio keuangan sebagai variabel bebas pembentuk

3.7 Bobot Nilai Kredit dan Predikat Kesehatan Rasio Kredit Terhadap Dana Yang Diterima

Hijauan yang tumbuh pada musim kering memiliki kadar serat yang lebih rendah namun mengandung protein kasar dan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan hijauan

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (Quasi Eksperimental Research). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IVA dan kelas IVB semester gasal

[r]

Alat evaluasi dalam penelitian ini yaitu berupa tes yang digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui penguasaan siswa. Tes adalah instrumen yang.. digunakan untuk mengukur

for the Allied Powers to the Government of Japan as of the opening of business on the said date hereinabove ュpョエゥッョセ、@ セィ。エ・カ・イ@ イゥァィエセ@. and

source CRS (concatenated coordinate operation) = source CRS (coordinate operation step 1) target CRS (coordinate operation step i) = source CRS (coordinate operation step i+1); i =