• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN MESIN PENCACAH HIJAUAN PAKAN (CHOPPER) TIPE VERTIKAL WONOSARI I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGUJIAN MESIN PENCACAH HIJAUAN PAKAN (CHOPPER) TIPE VERTIKAL WONOSARI I"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE TESTING OF FORAGE FEED CHOPPER WONOSARI VERTICAL TYPE I

By IHWAN FADLI

Testing machine has the purpose to evaluate the products designed by whether qualified technically and product specifically with the established standards. Forage chopper vertical Wonosari type I is a machine designed and produced by workshop local farm in Wonosari village, subdistrict of Pekalongan, district of Lampung Timur that has never test so that no available information on the performance of the machine. This research aimed at testing performance of forage chopper vertical Wonosari type I by observation covering uniformity, capacity of machine work, pulse, and consumption fuel.

The method used was a Completely Randomized Design (CRD) with two factorial. The first factor is the three engine speeds with levels (800, 1400 and 1800 rpm), while the second factor is combined of feed freshness (fresh, withered a day and withered two days). Every treatment were repeated three times so the total there are 27 treatment. Parameter that was statistically tested is uniformity of 2 – 5 cm chopped size then continued by F test, LSD 5% and 1%. measurement at speeds of 800, 1400 and 1800 rpm, were 50.02; 71.48; and 76.54 times/min. The work capacity of the machine at speed of 1400 rpm was 834 kg/hour with the 2.17 liters/hour consumption fuel.

(2)

ABSTRAK

PENGUJIAN MESIN PENCACAH HIJAUAN PAKAN (CHOPPER) TIPE VERTIKAL WONOSARI I

Oleh IHWAN FADLI

Pengujian mesin memiliki tujuan untuk mengevaluasi produk-produk hasil rancangan apakah memenuhi syarat teknis dan spesifikasi produk dengan standar yang telah ditetapkan. Mesin pencacah hijauan Wonosari I merupakan mesin hasil rancangan bengkel pertanian tepatnya di Desa Wonosari, Kecamatan Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur yang belum pernah dilakukan pengujian sehingga belum diketahui informasi mengenai kinerja dari mesin tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kinerja mesin pencacah hijauan pakan (chopper) tipe vertikal Wonosari I dengan pengamatan meliputi keseragaman cacahan, kapasitas kerja mesin, denyut nadi operator dan konsumsi bahan bakar.

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengap (RAL) dengan dua faktorial. Faktor pertama adalah tiga kecepatan mesin dengan taraf yaitu 800, 1400 dan 1800 rpm, sedangkan faktor kedua adalah tingkat kesegaran pakan yaitu segar, layu sehari dan dua hari. Tiap perlakuan diulang tiga kali sehingga total ada 27 perlakuan. Parameter yang diuji secara statistik adalah keseragaman cacahan ukuran 2 – 5 cm dan kemudian dilanjutan dengan uji nilai F, BNT 5% dan 1%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacahan ukuran 2 – 5 cm paling banyak didapat pada kecepatan 1400 rpm untuk batang jagung segar dan layu sehari yaitu dengan persentase masing-masing 32,19% dan 39,69%, sedangkan untuk batang jagung layu dua hari menggunakan kecepatan 1800 rpm yaitu dengan persentase sebesar 30,12%. Hasil perhitungan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa keseragaman cacahan ukuran 2 – 5 cm berbeda. Pengukuran denyut nadi pada kecepatan 800, 1400 dan 1800 rpm yaitu sebesar 50,02; 71,48; dan 76,54 kali/menit. Kapasitas kerja mesin pada kecepatan 1400 rpm adalah 834 kg/jam dengan konsumsi bahan bakar 2,17 liter/jam.

(3)

PENGUJIAN MESIN PENCACAH HIJAUAN PAKAN (CHOPPER) TIPE VERTIKAL WONOSARI I

(Skripsi)

Oleh IHWAN FADLI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

In everything you do, take Allah first.

Dry your eyes, dry your eyes,

life is always hard.

Tidak ada sesuatu yang lebih

menyemangatkan anda daripada

sedikit tantangan.

“Thomas Caryle”

Aku telah memutuskan untuk mati dalam

mencapai sebuah kesuksesan, dan

Aku tak mau mati konyol dalam kegagalan.

“The Good Father”

Imajinasi anda lebih tinggi daripada apapun.

(9)

i

Kupersembahkan Karya Tulisku Ini Untuk:

Ayahanda dan Ibunda Tercinta

Yang tanpa henti

Dalam setiap nafas & sujudnya mendoakan aku,

Dalam usahanya untuk melakukan apapun

demi diriku.

Terima kasih untuk kerja kerasnya

tanpa peduli hujan,panas,lelah

hanya untuk satu tujuan

Memberikan yang terbaik untuk diriku

Hingga aku bisa seperti sekarang ini.

Dan juga untuk

Kakak dan Adikku Tersayang

Terima kasih atas segala kasih sayang, doa, perhatian dan

dukungan moril-batin serta pengertian yang telah kalian

berikan kepadaku selama ini

(10)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung Timur pada tanggal 5 Februari 1991 sebagai anak

kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Amri Yahya dan Ibu Yuniah. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK ABA Taman Fajar pada

tahun 1998, pendidikan dasar di SD Negeri 2 Tanjung Inten pada tahun 2003, pendidikan lanjutan di SMP Negeri tahun 2006, dan dilanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Purbolinggo, Lampung Timur pada tahun 2009.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2009 melalui jalur SNMPTN. Selain aktif menjalani kewajibannya sebagai mahasiswa di bidang akademik, penulis juga aktif

mengikuti kegiatan organisasi antara lain Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian Unila (Himatektan) tahun 2009 dan 2010. Tahun 2013 penulis melaksanakan

Praktik Umum (PU) dengan judul “Mempelajari Proses Pengolahan dan

Pelumatan Buah Kelapa Sawit (Digesting) di PTPN VII UU Rejosari, Natar,

Lampung Selatan”dan pada tahun 2014 mengaplikasikan segala ilmu

(11)

iii

SANWACANA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah yang Maha Kuasa atas rakhmat dan

hidayahNya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengujian Mesin Pencacah Hijauan Pakan (Chopper) Tipe

Vertikal Wonosari I”sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Teknologi Pertanian (S.TP.) di Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak mulai dari pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. Oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Budianto Lanya, M.T., selaku pembimbing akademik yang telah bersedia memberikan bimbingan, kritik dan saran dalam proses penyusunan

skripsi.

2. Bapak Dr. Ir. Tamrin, M.S., selaku pembimbing kedua yang telah banyak

memberikan saran, masukan dan bimbingannya dalam perancangan penelitian dan penulisan skripsi.

3. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku dosen penguji sekaligus Ketua

(12)

iv 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.Sc., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

5. Staf dan karyawan Jurusan Teknik Pertanian yang telah banyak membantu

penulis.

6. Bapak Sucipto dan sekeluarga yang telah bersedia memberikan kesempatan bagi penulis untuk melasanakan penelitian di rumahnya.

7. Semua teman-teman Teknik Pertanian angkatan 2009. Terima kasih atas kebersamaan, kekeluargaan dan kekompakannya selama di dalam dan di luar

kampus hijau tercinta ini. We are The Big Family Forever.

8. Sahabat-sahabat PU dan KKN atas keakraban, pembelajaran dan bantuannya.

9. Sony dan Iyan yang telah membantu saya selama melaksanakan penelitian. 10.Teman-teman Sri Sedono Sandi, Andi Saptono, Galang, Aryo, dan semuanya

yang tak bisa disebutkan satu per satu. Kalian Luar Biasa.

11.Teman-teman Tep 10, 11 (anak kontrakan Nadzir, Afip, Iwan, Nanda, Rizky 11) dan semuanya. Keep Solidarity dan semoga kita semua kelak jadi orang yang sukses dunia akhirat.

12.Teman-teman Metro Guntur, Tian, Lek Bro, Alfi, Aris dan semuanya.

Akhir kata penulis berdoa semoga Allah membalas segala kebaikannya dan

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, seluruh civitas akademika Teknik Pertanian Universitas Lampung dan semua pembaca. Amiin.

Bandar Lampung, 8 Januari 2015

Penulis

(13)
(14)

vi

D. Prosedur Penelitian ... 26

E. Parameter Pengukuran ... 30

1. Keseragaman Hasil Cacahan ... 30

2. Kapasitas Kerja Pencacahan ... 30

3. Denyut Nadi Opeator ... 31

4. Konsumsi Bahan Bakar ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Mekanisme Kerja Mesin Pencacah Tipe Vertikal ... 33

B. Perhitungan Analisis sidik Ragam ... 33

C. Kadar Air Batang Jagung atau Tebon ... 34

D. Keseragaman Hasil Cacahan ... 35

E. Penghitungan Kapasitas Pencacahan ... 38

F. Pengukuran Denyut Nadi Operator ... 39

G. Konsumsi Bahan bakar... 40

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

A. Kesimpulan ... 42

B. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN ... 47

Tabel 5 – 21 ... 48

(15)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nadi kerja menurut tingkat beban kerja ... 16

2. Perhitungan kecepatan putar tiap poros ... 27

3. Perlakuan kecepatan putar dan tingkat kesegaran bahan ... 27

4. Perhitungan nilai uji F ... 34

Lampiran 5. Cacahan batang jagung segar ... 48

6. Cacahan batang jagung layu 1 hari ... 48

7. Cacahan batang jagung layu dua hari... 49

8. Data berat cacahan 2 – 5 cm tiap ulangan ... 49

9. Kapasitas kerja menggunakan batang jagung segar ... 51

10. Kapasitas kerja menggunakan batang jagung layu sehari ... 51

11. Kapasitas kerja menggunakan batang jagung layu dua hari ... 52

12. Pengukuran denyut nadi pada hari pertama ... 52

13. Pengukuran denyut nadi pada hari kedua... 53

14. Pengukuran denyut nadi pada hari ketiga ... 53

15. Pengukuran konsumsi bahan bakar ... 54

16. Kadar air batang jagung segar ... 54

17. Kadar air daun jagung segar ... 55

18. Kadar air batang jagung layu sehari ... 55

(16)

viii 20. Kadar air batang jagung layu dua hari ... 56

(17)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tanaman Jagung... ..8

2. Silase ... 12

3. Mesin pencacah hijauan tipe DS12/05 ... 13

4. Silase daun singkong ... 20

5. Kandang kambing ... 20

6. Hopper ... 22

7. Pisau pemotong ... 22

8. Pisau pencacah ... 23

9. Blower 1 tampak atas ... 23

10. Blower 1 tampak samping ... 24

11. Blower 2 ... 24

12. Mesin pencacah hijauan dengan kondisi pisau tertutup ... 25

13. Mesin pencacah hijauan dengan kondisi pisau terbuka ... 25

14. Pulley diesel dan pemotong ... 26

15. Pulley pencacah ... 26

16. Diagram alir penelitian ... 28

17. Mesin pencacah yang akan diuji ... 30

18. Keseragaman rata-rata cacahan batang jagung segar ... 35

19. Keseragaman cacahan batang jagung layu sehari ... 36

(18)

x

21. Kapasitas kerja pencacahan... 39

22. Denyut nadi operator ... 40

23. Konsumsi bahan bakar mesin pencacah ... 41

Lampiran 24. Tebon jagung ... 58

25. Tebon jagung siap cacah ... 58

26. Pencacahan bahan ... 58

27. Hasil cacahan batang jagung ... 59

28. Daun jagung setelah oven ... 59

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor peternakan memilik potensi yang besar untuk dikembangkan di Indonesia.

Bagaimana tidak, volume impor sektor peternakan di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 1.124.737 ton dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 1.190.630 ton (Billah, 2012). Hal ini menggambarkan tingginya kebutuhan pangan hewani

penduduk negeri ini yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi lokal. Salah satu peternakan yang cukup banyak dibudidayakan adalah kambing. Populasi

kambing di Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 17.906.000 ekor dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 18.576.000 ekor, sedangkan untuk produksi daging kambing, khususnya di Lampung pada tahun 2012 sebesar 2.406 ton dan menurun

menjadi 2.399 ton pada tahun 2013 (Badan Pusat Statistik, 2014).

Salah satu faktor penting dalam usaha peternakan adalah penyediaan pakan karena menyangkut kelangsungan hidup ternak. Pakan kambing itu jenisnya bervariasi

mulai dari rerumputan, daun-daunan dan limbah hasil pertanian seperti batang jagung, ampas tahu, onggok dan lain-lain. Pemberian pakan ternak kambing harus disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi kambing itu sendiri. Kambing

(20)

2

adalah pada saat kemarau keberadaan jenis pakan hijauan sangat langka

dikarenakan tersedia melimpah hanya pada musim penghujan.

Salah satu teknologi yang saat ini sedang digandrungi para peternak untuk

menyiasati langkanya pakan hijauan dimusim kemarau adalah dengan cara membuat silase sebagai alternatif pakan hijauan. Silase adalah pakan hijauan yang diawetkan dengan cara difermentasi. Tujuan pembuatan silase adalah

sebagai cadangan makanan ternak pada musim kemarau. Bahan-bahan yang dapat dijadikan silase antara lain rerumputan, daun-daunan, batang jagung, dan jerami.

Silase dibuat dengan cara mencacah bahan hijauan menjadi ukuran yang kecil-kecil, kemudian menyimpannya ke dalam ruang yang kedap udara. Pencacahan

bahan bisa dilakukan secara manual menggunakan parang dan sabit. Kekurangan dari cara ini adalah ukuran hasil cacahan yang tidak seragam dan juga

efektivitasnya yang rendah, sedangkan keseragaman ukuran sangat diperlukan

untuk memudahkan pada saat pencampuran bahan dan juga penyimpanan (Sulisto, 2003). Pencacahan secara manual tentu saja sulit sekali diterapkan pada

peternakan skala besar yang menuntut penyediaan pakan yang benar-benar ekstra

seiring dengan pertumbuhan ternak. Oleh karena itu dalam pembuatan silase skala besar, sangat diperlukan mesin pencacah yang mampu menyeragamkan

ukuran dengan kapasitas dan efektivitas yang tinggi.

Beberapa mesin pencacah telah dikembangkan oleh Balai Besar Pengembangan

Mektan dan salah satunya adalah mesin pencacah hijauan tipe vertikal BS-1 yang digunakan untuk memotong batang jagung, pucuk tebu dan rumput gajah dengan ukuran 2 – 5 cm. Kapasitas pencacahan dari alat ini adalah 805 kg/jam.

(21)

3

dkk, 2006). Bengkel-bengkel pertanian lokal juga telah merancang mesin

pencacah hijauan yang salah satunya ada di peternakan kambing desa Sumberrejo. Mesin ini belum pernah dilakukan uji kinerja, sehingga tidak diketahui seberapa

besar kapasitas kerja, keseragaman ukuran cacahan, dan konsumsi bahan

bakarnya. Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai mesin pencacah atau chopper untuk mengetahui kinerja dari mesin ini.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kinerja mesin pencacah hijauan (chopper) tipe vertikal Wonosari I dengan parameter pengukuran keseragaman hasil

cacahan, kapasitas kerja mesin, denyut nadi operator dan konsumsi bahan bakar dalam proses pembuatan silase.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan kepada peternak mengenai perlakuan yang baik dalam menggunakan mesin dan juga bahan

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pakan

Faktor terpenting dalam usaha peternakan salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan pakan. Menurut Suminar (2011) pakan memiliki kebutuhan yang

paling tinggi yakni 60 – 70% dari total biaya produksi. Tingginya biaya tersebut maka mengharuskan peternak untuk menjadikan pakan sebagai hal yang harus diperhatikan dalam usaha peternakan. Khususnya pada peternakan ruminansia

yang pakannya merupakan jenis hijauan. Pakan jenis ini harus diberikan setiap harinya sebesar 10% dari bobot badan ternak.

Pakan memiliki pengertian segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak baik sebagian atau seluruhnya yang berasal dari bahan organik/anorganik yang tidak mengganggu kesehatan ternak. Pakan yang baik memiliki pengaruh yang

positif terhadap pertumbuhan ternak. Bahan pakan itu sendiri terdiri dari 2 macam yaitu pakan kasar (hijauan) dan pakan konsentrat. Pakan kasar adalah

jenis pakan yang mengandung serat kasar sebesar 18% atau lebih, sedangkan konsentrat merupakan pakan yang mengandung sumber energi dan protein bagi ternak. Pola pertumbuhan ternak sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas

(23)

5

Pemberian pakan yang baik kepada ternak tentu akan berkontribusi pada

produksinya yang relatif lebih tinggi (Purnomoadi, 2003).

Beberapa contoh pakan yang mengandung sumber energi yaitu rumput,

daun-daunan, onggok, dedak, padi, dedak gandum, jagung, sorghum dan singkong. Sumber protein didapatkan dari legum, bungkil kedelai, bungkil kelapa, ampas

tahu dan lain-lain. Mineral diperoleh dari garam dapur, kapur, tepung tulang, dan mineral mix dan yang terakhir yaitu vitamin didapatkan dari jagung kuning, hijauan segar, wortel dan mineral mix. Contoh beberapa tanaman lain yang juga

bisa dijadikan sebagai pakan adalah rumput gajah, rumput raja, kaliandra, turi, gamal (gliricidia sepium), indigofera, waru, nangka, albesia, murbai dan lain-lain

(Rur, 2007). Selain harus mengandung zat-zat gizi seperti diatas, pakan juga harus mengandung zat-zat anti nutrisi seperti tannin, lignin, dan senyawa-senyawa sekunder lain dikarenakan pemenuhan nutrisi ini sangat perlu diperhatikan dalam

rangka menyusun formula pakan yang efisien dan sesuai dengan kebutuhan ternak agar mampu berproduksi tinggi (Haryanto,2012).

Efisiensi penggunaan pakan harus benar-benar diterapkan oleh peternak. Sebagai

penyumbang kebutuhan terbesar dalam total biaya produksi, secara logistik pakan harus tersedia setiap saat (daily basis) selama masa produksi. Biaya pakan ini

bahkan bisa meningkat dengan tajam apabila bahan yang digunakan tidak berbasis pada sumber daya lokal. Oleh karena itu, untuk menghemat biaya pakan maka peternak harus diarahkan pada penggunaan pakan berbahan baku inkonvensional

(24)

6

B. Pakan Limbah Pertanian

Limbah pertanian merupakan sumber pakan yang berasal dari limbah tanaman

pangan yang produksinya tergantung dari jenis dan juga jumlah luas areal

penanaman di suatu wilayah. Pakan (limbah pertanian) yang memiliki serat tinggi

dan protein rendah adalah jerami jagung, jerami padi, jerami kacang dan lain-lain, sedangkan limbah dengan serat kasar tinggi dan protein tinggi diantaranya dedak padi dan dedak jagung. Adanya peningkatan luas lahan pertanian turut

memberikan andil pada naiknya produksi limbah pertanian (Matitaputty dan Kuncoro, 2010).

Perhitungan produksi limbah pertanian dapat dicari dengan cara mengalikan luas areal dengan produksi bahan kering. Produksi limbah pertanian berdasarkan Total Digestible Nutrient (TDN) dan Protein Kasar (PK) diperoleh dari produksi Bahan

Kering (BK) dikali dengan kandungan TDN dan PK dari masing-masing limbah pertanian. Jumlah produksi limbah pertanian di Indonesia yang dapat dijadikan

sebagai pakan ternak ruminansia sebesar 51.546.297,3 ton BK dengan urutan paling banyak adalah jerami padi (85,81%), kemudian diikuti oleh jerami jagung (5,84%), jerami kacang tanah (2,84%), jerami kedelai (2,84%), pucuk ubi kayu

(2,29%) dan jerami ubi jalar (0,68%). Perbandingan produksi limbah pertanian antar propinsi di Indonesia dapat dihitung dengan Indeks Konsentrasi Pakan (IKP)

limbah pertanian yaitu nisbah produksi limbah pertanian propinsi terhadap produksi limbah pertanian propinsi dalam nasioal. IKP memiliki kategori nilai indeks > 1,0 adalah tinggi atau di atas rata-rata, IKP 0,5 – 1,0 termasuk rata-rata

(25)

7

terbesar dengan IKP > 1,0 secara berurutan adalah propinsi Jawa Barat (17,17%),

Jawa Timur (17,07%), Jawa Tengah (14,38%), Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara (6,80%), Lampung (4,72%), dan Sumatera Selatan (4,13%) atau sebanyak

71,52% produksi limbah pertanian di Indonesia berasal dari tujuh propinsi tersebut (Ditjen Peternakan dan Fakultas Peternakan UGM, 1982 dalam Syamsu dkk, 2003).

Limbah pertanian seperti jerami padi, daun dan pucuk tebu memiliki kualitas yang rendah dikarenakan kadar selulosa dan lignin yang tinggi serta kandungan nutrisi

mineral esensial dan vitaminnya masih rendah. Oleh sebab itu perlu dilakukan perlakuan fisik untuk meningkatkan kualitas limbah seperti memperluas

permukaan bahan dan melunakkan bahan dengan mekanisme pemotongan

(chopping), penghancuran, penggilingan (grinding), dan pembuatan pelet. Selain perlakuan fisik terdapat juga perlakuan biologis sebagai upaya untuk meringankan

kerja mikroba rumen. Limbah pada proses ini mendapat aktivitas enzimatis oleh mikroba di luar rumen. Jenis mikroba yang dapat ditambahkan pada perlakuan biologis antara lain jamur dan ragi. Adanya teknologi di atas dapat dijadikan

sebagai langkah dalam usaha diversifikasi pemanfaatan produk samping (by-product) dari kegiatan agroindustri dan biomas limbah hasil pertanian. Harapan

kedepannya dengan adanya teknologi ini dapat mendorong perkembangan agribisnis pakan ternak ruminansia secara integratif dalam suatu sistem produksi terpadu dengan pola pertanian berbasis daur ulang limbah yang ramah lingkungan

(26)

8

C. Tanaman Jagung

Salah satu tanaman pangan strategis dan ekonomis yang memberikan harapan

besar untuk dapat dimanfaatkan limbahnya adalah tanaman jagung (Gambar 1). Jagung merupakan sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras yang

dalam beberapa tahun terakhir ini kebutuhannya sebagai bahan baku ternak terus meningkat tiap tahun dengan laju kenaikan sebesar 20%, sedangkan untuk kebutuhan pangan justru cenderung menurun. Keberadaan limbah tanaman

jagung diharapkan dapat mengatasi masalah kekurangan pakan ternak ruminansia pada musim kemarau. Pendayagunaan limbah tanaman jagung dipandang perlu

dilakukan sebagai upaya untuk mengolah limbah berlebihan setelah musim panen agar tidak terbuang percuma dan dapat dijadikan sebagai cadangan makanan ternak bila memasuki musim paceklik (Karimuna dkk, 2009).

Gambar 1. Tanaman jagung

Selama ini penduduk Indonesia menanam jagung hanya untuk dipanen bijinya sehingga menyisakan limbah tanaman setelah musim panen yang bila

(27)

9

Limbah tanaman jagung terdiri beberapa bagian yaitu batang dengan proporsi

50%, daun 20%, tongkol 20%, dan klobot 10% (Putra, 2011). Tanaman jagung yang dimanfaatkan bersama dengan bijinya untuk dijadikan silase nantinya akan

menghasilkan kandungan karbohidrat terlarut sebagai nutrisi untuk pertumbuhan bakteri selama proses ensilase. Batang, daun, tongkol dan klobot jagung

merupakan sumber serat yang dapat dijadikan bahan tambahan dan juga alternatif

pengganti hijauan pakan ternak. Kombinasi dari beberapa bagian tanaman jagung di atas apabila dibuat silase akan berpotensi menggantikan silase ransum komplit

(Hidayah, 2012).

Potensi hasil samping tanaman jagung seperti daun, tongkol, dedak jagung diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi penyediaan pakan hijauan

disamping rumput, leguminosa, dan jerami padi. Bagian tanaman jagung terdiri dari batang, daun, dan buah jagungnya. Batang jagung memiliki ruas yang

jumlahnya bervariasi antara 10 – 40 ruas yang umumnya tidak bercabang. Tanaman jagung memiliki panjang batang berkisar antara 60 – 300 cm

(tergantung tipe jagung), sedangkan panjang daunnya bervariasi mulai dari 30 –

150 cm dengan lebar 4 – 5 cm. Buah jagung yang telah dipanen memiliki komposisi klobot dengan persentase (9,70%), biji jagung 75,40% dan tongkol

jagung 14,40%. Jagung manis memiliki komposisi yang berbeda yaitu persentase klobot lebih tinggi 36% serta tongkol dan biji 64% dikarenakan tanaman ini

dipanen saat masih muda. Kandungan protein tanaman jagung yang dipanen pada umur 60 – 70 hari tidak kalah dengan rumput raja yaitu rata-rata sebesar 12,57% lebih tinggi dibanding rumput raja yang hanya 10,63%, sedangkan untuk

(28)

10

dibanding rumput raja sebesar 13,60%. Lemak yang terkandung dari kedua bahan

diatas relatif rendah sebesar 3% (Kushartono dan Iriani, 2003). Limbah jagung yang biasa disebut dengan tebon jagung juga mengandung banyak karbohidrat

terlarut yang akan mendukung perkembangbiakan mikroorganisme penghasil asam laktat dapat berjalan dengan baik sehingga proses penurunan pH menjadi asam erjadi lebih cepa dan ercapai fase s abil (Rif’an, 2009).

Nutrisi yang terkandung dalam limbah tanaman jagung memang bervariasi tetapi tidak cukup tinggi untuk diberikan sebagai pakan tunggal sehingga agar menjadi

pakan yang optimal perlu adanya peningkatan kualitas dan juga suplementasi dengan bahan lain. Ada beberapa istilah lokal/Indonesia dari bagian-bagian tanaman jagung yang perlu diketahui sehingga nantinya tidak terjadi kesalahan

dalam menyusun ransum/pakan konsentrat untuk ruminansia diantaranya: 1. Tebon jagung adalah seluruh tanaman jagung terdiri dari batang,

daun-daunan dan buah jagung muda yang biasanya dipanen pada umur 45 – 65 hari. Sebagian petani juga ada yang menyebut tebon jagung tanpa

memasukkan jagung muda ke dalamnya.

2. Jerami jagung/brangkasan adalah bagian batang dan daun jagung yang dibiarkan mengering di ladang setelah buah jagungnya dipanen.

3. Kulit buah jagung/klobot adalah kulit luar yang membungkus biji jagung. 4. Tongkol jagung/janggel adalah sisa hasil dari perontokkan biji jagung.

5. Tumpi adalah hasil samping dari proses perontokkan/pemipilan biji jagung selain tongkol dan merupakan bagian pangkal dari biji jagung.

6. Homini (empok) adalah hasil samping dari industri jagung semolina yaitu

(29)

11

Limbah tanaman jagung memang dapat dijadikan sebagai pakan ternak

ruminansia yang cukup potensial tetapi memiliki kekurangan yakni kandungan nutrisinya masih rendah sehingga diperlukan pencampuran dengan bahan lain

agar nutrisinya bertambah. Pengayaan atau peningkatan kualitas dan kuantitas limbah tanaman jagung dapat diupayakan dengan cara fermentasi, amoniasi, pembuatan hay dan juga silase. Teknologi tersebut selain menambah nutrisi

pakan dapat juga memperpanjang umur simpan sehingga nantinya dapat dijadikan pakan hijauan ketika musim kemarau (Umiyasih dan Wina, 2008).

D. Silase

Teknologi penanganan pascapanen dipandang perlu untuk memudahkan membuat

bahan pakan yang murah, sederhana, dan mempunyai fungsi ganda seperti

teknologi pakan anaerobik silase. Pembuatan silase lebih menjanjikan diterapkan pada bidang peternakan, selain karena untuk pengawetan pakan, juga bertujuan

agar bahan baku pascapanen yang berkadar air tinggi secara langsung dapat digunakan sehingga secara aplikasi pembuatan silase dapat memotong jalur produksi pakan menjadi lebih singkat (Allaily dkk, 2011).

Beberapa teknologi pakan ruminansia diantaranya cincangan hijauan, pembuatan hay, amoniasi, silase, biofermenetasi mikroba rumen, pengolahan jerami padi

dengan probiotik, teknologi pakan pemacu, dan pakan lengkap. Umumnya yang lebih banyak dikenal oleh masyarakat adalah pembuatan silase (Mulyono, 2011).

(30)

12

pakan silase dalam suatu tempat disebut silo. Prinsip pembuatan silase (Gambar

2) biasa disebut dengan ensilase yaitu mempercepat proses terjadinya kondisi anaerob dan suasana asam. Proses ensilase akan menghasilkan asam laktat yang

akan menjadikan pakan hijauan bersifat asam sehingga menjadi awet dikarenakan semua mikrobia termasuk mikrobia pembusuk akan mati. Suasana asam pada proses ensilase akan berakhir setelah pH mencapai ± 4 (Sumarsih, 2006).

Gambar 2. Silase

Pembuatan silase ternyata lebih murah dalam perhitungan biaya pakan sehari-hari. Perhitungan ini berdasarkan pada estimasi penggantian tenaga kerja selama

mencari pakan hijauan dengan mempertimbangkan jarak dan waktu yang ditempuh oleh peternak, kecuali bahan pakan yang harus membeli. Silase

memiliki harga yang lebih rendah dari pakan lain dikarenakan faktor ramban yang

terdapat pada pakan sehari-hari. Banyak peternak yang belum bisa melepasakan dari kebiasaan mencari pakan hijauan sehari-hari baik pada musim hujan maupun

(31)

13

silase belum pernah dilakukan karena keterbatasan informasi dan peralatan yang

masih mahal (Hidayati dkk, 2013).

E. Mesin Pencacah Hijauan

Mesin pencacah yang sekarang ini sering digunakan oleh masyarakat untuk

mencacah pakan adalah mesin pencacah pakan hijauan atau chopper tipe vertikal. Sistem kerjanya adalah memotong bahan menggunakan pisau yang berputar vertikal dengan arah gerak bahan. Mesin pencacah dijalankan oleh motor diesel

atau motor bensin sebagai sumber tenaga penggeraknya. Salah satu mesin pencacah buatan lokal antara lain tipe DS 12/05 (Gambar 3) yang dikembangkan oleh BBP Mektan. Tenaga penggeraknya menggunakan motor bensin 5,5 hp.

Berdasarkan hasil uji lapang menunjukkan kapasitas rata-rata pencacahan sebesar 392,57 kg/jam, efisiensi pencacahan 86,7% dan konsumsi bahan bakar 1,42

liter/jam dengan menggunakan jerami sebagai bahannya (Budiman dkk, 2006).

(32)

14

Mesin pencacah tipe vertikal terdiri dari tiga kelas yakni kecil dengan kapasitas

300 – 800 kg/jam, menengah (kapasitas 800 – 1500 kg/jam) dan besar yang memiliki kapasitas di atas 1500 kg/jam (Badan Standardisasi Nasional, 2013).

Cara penggunaan mesin cacah yaitu bahan dimasukkan ke dalam hopper secara manual dan bahan akan langsung bersentuhan dengan pisau pemotong yang melekat pada poros yang berputar sehingga memotong bahan sesuai dengan

ukuran yang diinginkan. Efisiensi dan tingkat pemotongan pisau dipengaruhi oleh sifat fisik dan mekanik bahan serta parameter pisau pemotong. Sifat mekanik dan

fisik dari setiap bahan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan, tahap

pertumbuhan bahan (kondisi muda atau tua dari suatu tanaman), dan juga kadar

air bahan. Hambatan pemotongan yang tejadi pada tanaman muda jauh lebih rendah daripada tanaman yang tua (Sitkei, 1986 dalam Adgidzi, 2007).

F. Beban Kerja Operator

Kecelakaan kerja banyak terjadi disebabkan lima faktor yang saling berhubungan yaitu kondisi kerja, kelalaian manusia, tindakan tidak aman (unsafe acts),

kecelakaan dan cedera. Faktor-faktor tersebut diibaratkan seperti katu domino

yang disusun dengan cara diberdirikan. Apabila satu kartu terjatuh maka akan menimpa kartu lainnya dan kelima kartu tersebut akan roboh secara bersamaan.

Oleh karena itu faktor kesehatan dan keselamatan kerja (K3) manusia menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Tindakan-tindakan tidak aman yang dilakukan

(33)

15

menjalankan mesin dalam bidang pekerjaan industri. Konsentrasi yang optimal

dapat tercapai apabila didukung oleh lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisik perkerja. Hal-hal yang mempengaruhi kondisi kerja antara lain beban kerja,

suhu lingkungan kerja dan lama pekerjaan tersebut dilakukan (Haditia, 2012).

Beban kerja adalah beban yang harus ditanggung oleh pekerja/operator dalam

suatu pekerjaan. Beban kerja yang ditanggung oleh pekerja dapat berupa fisik dan mental ataupun sosial yang menjadi tanggungjawabnya. Beban kerja fisik adalah pekerjaan fisik seperti halnya memikul, mengangkat, berlari, mencangkul dan

lain-lain, sedangkan beban mental dapat berupa rasa tertekan, adanya masalah pekerjaan dengan teman atau atasan, masalah pribadi, pekerjaan yang belum

terselesaikan, pekerjaan yang monoton dan juga gangguan penyakit kronis (Utami, 2012).

Beban kerja dari operator dapat ditentukan apakah sudah sesuai dengan fisik

operator atau belum dengan cara mengukur denyut nadinya. Denyut nadi

merupakan frekuensi irama denyut atau detak jantung dari seorang manusia yang dapat dipalpasi atau diraba pada permukaa kulit bagian-bagian tubuh tertentu

(Siswantiningsih, 2010). Kelelahan kerja adalah menurunnya kapasitas dan ketahanan kerja operator dikarenakan beban yang ditanggungnya. Kelelahan

kerja dipengaruhi oleh beban kerja dan kondisi fisik pekerja (Hariyati, 2011).

Seseorang yang melakukan kerja akan mengalami peningkatan denyut jantung dan tingkat konsumsi oksigen sampai memenuhi kebutuhan. Peningkatan ini

(34)

16

energi memberi beban kepada sistem pernapasan dan sistem kardiovaskular.

Terbebaninya sistem pernapasan oleh kerja fisik dikarenakan adanya peningkatan ventilation (inhalation dan exhalation) untuk mensuplai kebutuhan oksigen pada

otot yang melakukan pekerjaan, sedangkan terbebaninya sistem kardiovaskular dikarenakan jantung harus memompa lebih cepat untuk memberikan oksigen pada otot yang sedang bekerja melalui pembuluh darah. Pemenuhan kebutuhan energi

terlebih dahulu disuplai oleh otot sehingga peningkatan denyut jantung dan konsumsi oksigen tidak terjadi secara tiba-tiba. Begitu pula saat seseorang

berhenti melakukan kerja, kecepatan denyut jantung dan konsumsi oksigen akan menurun secara perlahan-lahan hingga kondisi normal (Astuti, 2007). Denyut

nadi seseorang dapat dijadikan indeks beban kerja yang pembagiannya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nadi kerja menurut tingkat beban kerja

Beban kerja Nadi kerja/menit

Sangat Ringan < 75

Sumber : (Suma’mur PK, 1989 dalam Rejeki dkk, 2011).

G. Pengujian Alat dan Mesin

Pengujian alat dan mesin peranian adalah salah satu aspek penting untuk

pengembangan mesin pertanian. Hal ini diarahkan untuk pengawasan mutu dan

(35)

17

cara uji, persyaratan teknis minimum dan sertifikasi. Tujuan dilakukannya

pengujian antara lain:

1. Menjamin kualitas alsintan yang beredar dimasyarakat sebagai salah satu

upaya untuk melindungi konsumen.

2. Memberikan informasi yang penting kepada produsen guna memperbaiki dan mengembangkan alsintannya.

3. Salah satu usaha untuk membatasi beredarnya alsintan impor.

4. Sebagai persyaratan dalam perdagangan mengenai jaminan standar mutu

dan metode pengujian yang berlaku antar negara.

5. Sebagai tolok ukur kemampuan sumber daya manusia dalam menyerap

iptek pada perekayasaan dan rancang bangun alsintan yang membutuhkan ketelitian dan keahlian.

Alsintan yang telah lulus uji akan mendapatkan sertifikat yang bertujuan untuk memberikan jaminan keamananan mutu mesin ke konsumen. Melalui PP 81/2001

bahwa semua alat dan mesin pertanian harus dilakukan pengujian sebelum diedarkan. Pengujian tersebut harus dilakukan oleh lembaga atau badan yang telah terakreditasi. Laboratorium Pengujian Alat dan Mesin Pertanian di Serpong

merupakan laboratorium penguji alat dan mesin pertanian yang sejak tahun 2001 telah merintis implementasi sistem akreditasi berdasarkan SNI

19-17025:2000/ISO-IEC 17025:1999. Sampai sekarang ini lebih dari 25 konsep Standar Nasional Indonesia untuk cara uji dan unjuk kerja minimum alat dan

(36)

18

diperhitungkan untuk penyusunan konsep standar alat dan mesin pertanian

(37)

III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Juni-Agustus 2014 dengan lokasi penelitian bertempat di peternakan kambing di Desa Sumberrejo, Kecamatan Batanghari,

Lampung Timur. Jenis kambing yang dibudidayakan antara lain kambing Etawa (PE) dan Jawa dengan jumlah keseluruhan mencapai 43 ekor. Pemerahan atau pengambilan susu dilakukan setiap hari oleh peternak, sedangkan untuk penjualan

kambing baik Etawa maupun Jawa hanya dilakukan apabila ada permintaan. Susu yang dapat dihasilkan dari peternakan kambing ini yaitu sebesar ± 10 liter tiap

harinya.

Jenis pakan yang diberikan antara lain daun singkong, ampas tahu, batang jagung, dan onggok. Setiap harinya dibutuhkan ± 40 – 50 kg pakan jenis hijauan untuk

diberikan ke seluruh kambing. Peternak mendapatkan jenis pakan seperti daun singkong dan batang jagung yang berasal dari petani baik dari sekitar wilayah

Batanghari maupun luar wilayah seperti Sukadana, Sekampung, Donomulyo dan lain-lain. Pakan hijauan yang telah didapat kemudian dicacah dan selanjutnya

(38)

20

Gambar 1. Silase daun singkong

Pengemasan ini ditujukan agar pakan hijauan dapat disimpan sebagai cadangan makanan. Pakan yang biasa disebut silase ini selain sebagai cadangan makanan bagi kambing, juga dapat dijual ke para peternak yang membutuhkan pakan

dengan harga 300 ribu per kantong plastik ukuran diameter 1,3 m dan tinggi 2 m. Lokasi kandang ternak kambing yang dijadikan sebagai tempat penelitian dapat

dilihat pada Gambar 5.

(39)

21

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tebon atau batang jagung yang telah diambil buah jagungnya. Jenis tanaman jagung yang dipakai dalam

penelitian ini adalah jagung manis dengan tinggi rata-rata 1,5 meter dan umur 70

hari. Tebon ini dipangkas tepat di pangkal batang bagian bawah menggunakan sabit dan kemudian dibawa ke tempat peternakan kambing untuk segera dicacah.

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah penggaris, stopwatch, timbangan digital, timbangan besar, mesin pencacah rumput tipe vertikal Wonosari I, gelas ukur,dan tachometer.

C. Komponen Mesin Pencacah

Mesin pencacah ini terdiri beberapa bagian yakni rangka, lubang pemasukan atau hopper, pisau pemotong, pisau pencacah, ruang pencacah, kipas pendorong atau

blower, roda, saluran outlet dan juga sumber penggerak. Rangka berfungsi

sebagai tempat untuk memasang komponen-komponen mesin di atas dengan cara

dilas dan dikunci dengan baut. Adapun penjelasan komponen-komponen dijelaskan sebagai berikut:

1. Hopper

Hopper berfungsi sebagai tempat untuk memasukkan bahan dengan cara

mendorongnya. Bagian hopper pada mesin ini berbentuk persegi panjang dengan bidang datar sebagai tempat meletakkan bahan yang desainnya dapat dilihat pada

(40)

22

Gambar 3. Hopper

2. Pisau

Pisau pemotong berjumlah 2 buah (Gambar 7) yang berfungsi untuk memotong

bahan, sedangkan pisau pencacah berjumlah 22 buah yang berfungsi untuk mencacah atau menggiling bahan menjadi ukuran-ukuran yang lebih kecil.

Gambar 4. Pisau pemotong

Sumber penggerak dari kedua pisau ini berasal dari poros yang sama-sama digerakkan oleh tenaga diesel melalui pulley dan juga v-belt. Bentuk dan desain

(41)

23

Gambar 5. Pisau pencacah

3. Blower

Selain memutar poros pisau pemotong, putaran dari diesel juga menggerakkan poros pisau pencacah dan juga blower atau kipas untuk mendorong bahan yang jatuh setelah proses pemotongan. Blower pada mesin ini terdapat dua buah yang

letaknya sama yakni pada ujung poros pencacah. Sebuah blower terdapat di ujung poros tepat di bawah pisau pemotong yang bertujuan menghembuskan bahan ke

dalam ruang pencacah yang bentuknya dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.

Gambar 6. Blower 1 tampak atas Baling

(42)

24

Gambar 7. Blower 1 tampak samping

Sebuah blower lagi terletak di ujung poros dekat saluran pengeluaran yang

berfungsi untuk mendorong hasil cacahan untuk dibawa keluar yang dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 8. Blower 2

Baik pisau pemotong ataupun pencacah dan juga blower terdapat dalam ruang

tertutup yang berbentuk silinder. Komponen blower 2 dan juga unit mesin pencacah baik pada kondisi tertutup dan juga terbuka dapat dilihat mulai dari

Gambar 12 dan 13.

(43)

25

Gambar 9. Mesin pencacah dengan kondisi pisau tertutup

Gambar 10. Mesin pencacah dengan kondisi pisau terbuka

4. Pulley dan V-belt

Sistem transmisi untuk menyalurkan daya dari mesin diesel ke poros

menggunakan pulley dan v-belt. Terdapat 3 buah pulley yang digunakan pada mesin ini yaitu sebuah pulley dari mesin diesel dan juga dua buah pulley masing-masing untuk memutar poros pemotong dan pencacah yang dapat dilihat pada

(44)

26

Gambar 11. Pulley diesel dan pemotong

Gambar 12. Pulley pencacah

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan. Pertama adalah menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk percobaan. Tahapan selanjutnya adalah mengukur kecepatan putar tepat di poros pisau pemotong menggunakan

Pulley pencacah Pulley diesel

Pulley diesel Pulley pemotong

V-belt ke pulley pencacah

(45)

27

tachometer. Besarnya kecepatan putar diatur dengan merubah posisi tuas gas

mesin diesel agar sesuai dengan rpm yang telah ditentukan dan kemudian baru dilakukan pencacahan. Perlakuan pada penelitian ini menggunakan tiga

kecepatan yaitu 800, 1400 dan 1800 rpm dengan kondisi bahan berbeda yaitu segar, layu sehari dan layu dua hari. Berikut ini adalah data kecepatan putar poros diesel dan juga pencacah yang dihitung berdasarkan ukuran diameter pulley yang

ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 1. Perhitungan kecepatan putar tiap poros

Poros pemotong (rpm) Poros diesel (rpm) Poros pencacah (rpm)

800 872,73 738,47

1400 1527,27 1292,31

1800 1963,64 1661,54

Sebelum pencacahan dimulai terlebih dilakukan pengambilan sampel bahan untuk

dihitung kadar airnya. Tabel 3 menunjukkan tiap perlakuan dan ulangan dari kecepatan putar dan bahan yang akan dicacah menggunakan chopper, sedangkan diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 16.

Tabel 2. Perlakuan kecepatan putar dan tingkat kesegaran bahan

(46)

28

Gambar 13. Diagram alir penelitian Persiapan alat dan bahan

Pengoperasian mesin dan pengukuran kecepatan putar

Pencacahan bahan

Pengambilan sampel bahan untuk dihitung kadar airnya

Pengukuran denyut nadi operator

Penimbangan bahan hasil cacahan Mulai

Penimbangan bahan sebanyak 8 kg untuk dicacah

Pengambilan sampel hasil cacahan

Perhitungan keseragaman, kapasitas, denyut nadi dan konsumsi bahan bakar

(47)

29

Batang jagung segar adalah batang jagung yang dipotong langsung dari lahan

setelah diambil buah jagungnya terlebih dahulu kemudian siap untuk dicacah. Batang jagung layu sehari dan dua hari adalah batang jagung yang dibiarkan di

ruang terbuka selama satu hari dan dua hari. Kadar air pada bahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

m = -

... (1)

m = kadar air basis basah (%) Wo = massa awal bahan (gram) Wt = massa bahan kering (gram).

Pengujian dimulai dengan menimbang bahan sebanyak 8 kg/unit percobaan untuk dicacah dengan kecepatan putar yang berbeda. Setelah pencacahan selesai

kemudian dilakukan pengukuran denyut nadi dari lengan tangan operator selama 1

menit secara manual atau diraba. Hasil cacahan dari tiap percobaan kemudian diambil sampelnya sebanyak 100 gr untuk di pilah satu-satu secara manual dan

dikelompokkan berdasarkan ukuran panjang < 2, 2 – 5, dan > 5 cm. Mesin pencacah yang akan diuji dapat dilihat pada Gambar 17.

(48)

30

b. Tampak depan

Gambar 14. Mesin pencacah yang akan diuji

E. Parameter Pengukuran

1. Keseragaman Hasil Cacahan

Hasil cacahan dari tiap ulangan kemudian dikelompokkan ke dalam tingkatan ukuran dengan panjang < 2 cm, 2 – 5 cm dan > 5 cm. Ukuran yang diinginkan adalah 2 – 5 cm sesuai dengan SNI 7785.1:2003 tentang persyaratan hasil cacahan

mesin pencacah hijauan pakan tipe vertikal. Persentase dapat dihitung dengan rumus:

P1 =

x 100% ... (2)

P2 =

x 100% ... (3)

P3 =

x 100% ... (4)

(49)

31

W2= berat hasil cacahan dengan panjang 2 – 5 cm W3 = berat hasil cacahan dengan panjang > 2 cm.

2. Kapasitas Kerja Pencacahan

Kapasitas kerja mencacah dihitung dengan cara melakukan kerja (mencacah bahan) selama 1 jam kemudian menimbang bahan hasil cacahannya. Berat hasil

yang cacahan yang telah ditimbang inilah kemudian dibagi dengan waktu proses pencacahan yaitu sebesar 1 jam. Adapun rumus untuk menghitung kapasitas

pencacahan yaitu:

Ka = ... (5)

Ka = kapasitas pencacahan (kg/jam) Bk = berat hasil cacahan (kg)

t = waktu pencacahan bahan selama 1 jam (jam)

3. Denyut Nadi Operator

Pengukuran ini dilakukan setelah operator selesai memasukkan bahan ke dalam hopper kemudian diukur tepat di lengan tangan operator selama satu menit. Hari

pertama adalah pada saat pencacahan menngunakan batang jagung segar, hari kedua pada saat menggunakan batang jagung layu sehari dan hari ketiga pada saat

(50)

32

4. Konsumsi Bahan Bakar

Konsumsi bahan bakar dihitung dengan cara membagi volume bahan bakar yang terpakai dibagi dengan lama waktu mesin beroperasi. Volume bahan bakar terpakai dapat dihitung dengan mengukur tinggi akhir dari bahan bakar yang ada

di dalam tangki kemudian dikalikan dengan panjang dan lebar tangki. Tinggi akhir merupakan selisih dari tinggi awal dikurang tinggi akhir bahan bakar di

dalam tangki sebelum mesin dihidupkan dan juga setelah mesin dimatikan. Penghitungan pada pengamatan ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Rumus untuk menghitung pemakaian bahan bakar:

Fc = ... (6)

(51)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Hasil cacahan ukuran 2 – 5 cm paling banyak didapat pada kecepatan 1400

rpm untuk batang jagung segar dan layu sehari yaitu dengan persentase masing-masing 32,19% dan 39,69%, sedangkan untuk batang jagung layu dua hari menggunakan kecepatan 1800 rpm yaitu dengan persentase sebesar

30,12%.

2. Hasil perhitungan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa keseragaman

cacahan ukuran 2 – 5 cm berbeda.

3. Hasil perhitungan denyut nadi menunjukkan bahwa beban kerja seberat 8 kg dengan lama waktu pencacahan ± 1,5 menit pada kecepatan 800 dan 1400 rpm

masuk kategori sangat ringan, sedangkan pada 1800 rpm termasuk ringan. 4. Kapasitas kerja pencacahan dan konsumsi bahan bakar pada kecepatan 1400

rpm yaitu rata-rata sebesar 834 kg/jam dan 2,17 liter/jam.

B. Saran

Sebaiknya perlu ditambahkan mata pisau atau dipertajam lagi mata pisaunya

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Allaily, N. Ramli, dan R. Ridwan. 2011. Kualitas Silase Ransum Komplit Berbahan Baku Pakan Lokal (The Quality of Complete Ration Silage Use Traditional Local Feed Materials). Agripet. Vol. 11, No. 2: 35 – 40.

Astuti, R.D. 2007. Analisa Pengaruh Aktivitas Kerja dan Beban Angkat Terhadap Kelelahan Muskuloskeletal. Gema Teknik. No. 2: 27 – 32. Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Daging Ternak Menurut Provinsi dan

Jenis Ternak (ton). Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. http://www.bps.go.id/ [diakses 10 April 2014].

Billah, T.M., 2013. Statistik Makro Sektor Pertanian 2013. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta. 102 hlm. Budiman, D.A., M. Hidayat, dan Handaka. 2009. Evaluasi Kinerja Mesin

Pencacah Jerami (Chopper) Studi Kasus di KTT Andhini Mukti,

Srandakan, Bantul. Jurnal Enjiniring Pertanian. Vol. VII, No. 1: 11 – 22. Direktorat Jenderal Peternakan dan Fakultas Peternakan UGM. 1982. Laporan

Survei Inventarisasi Limbah Pertanian. Direktorat Jenderal Peternakan dan Fakultas Pertanian UGM, Jakarta. Di dalam Syamsu, J.A., A. Lily, Sofyan, K. Mudikdjo, dan E.G. Sa’id. 2003. Daya Dukung Limbah Pertanian Sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Indonesia. Wartazoa. Vol. 13, No.1: 30 – 37.

Ginting, S.P. 2011. Teknologi Peningkatan Daya Dukung Pakan di Kawasan Hortikultura Untuk Ternak Kambing. Wartazoa. Vol. 21, No. 3: 99 – 107.

Haditia, I.P. 2012. Analisis Pengaruh Suhu Tinggi Lingkungan dan Beban Kerja Terhadap Konsentrasi Pekerja. Skripsi. Program Studi Teknik Industri. Fakultas Teknik. Universitas Indonesia.

(53)

44

Haryanto, B. 2012. Perkembangan Penelitian Nutrisi Ruminansia. Wartazoa. Vol. 22, No. 4: 169 – 177.

Hendriadi, A. 2004. Membangun Kompetensi Laboratorium Pengujian Alat dan Mesin Pertanian. Prosiding Temu Ilmiah Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Balai Besar Pengembangan Mekanisai Pertanian. 55 – 68. Hidayah, P. 2012. Kualitas Silase Tanaman Jagung pada Berbagai Umur

Pemanenan. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Hidayat, M., Harjono, Marsudi, dan G. Andi. 2006. Evaluasi Kinerja Teknis Mesin Pencacah Hijauan Pakan Ternak (Performance Evaluation of Paddy Straw Chopper Machinery). Jurnal Enjiniring Pertanian. Vol. IV, No. 2: 61 – 64.

Hidayati, T., Budiwijono, dan W. Prihanta. 2013. Penerapan Teknologi Silase Untuk Mempertahankan Produksi Susu Kambing Kepada Kelompok Peternak di Dataran Tinggi. Dedikasi. Vol. 10: 13 – 19.

Karimuna, L., Safitri, dan L.O. Sabaruddin. 2009. Pengaruh Jarak Tanam dan Pemangkasan terhadap Kualitas Silase Dua Varietas Jagung (Zea mays L.). Agripet. Vol. 9, No. 1: 17 – 25.

Kushartono, B. dan N. Iriani. 2003. Prospek Pengembangan Tanaman Jagung Sebagai Sumber Hijauan Pakan Ternak. Prosiding Temu Teknis

Fungsional Non Peneliti. Balai Penelitian Ternak Bogor. 26 – 31. Matitaputty, P.R. dan B. Kuntoro. 2010. Potensi dan Strategi Pengembangan

Kawasan Peternakan Ruminansia dan Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB). Jurnal Peternakan. Vol 7, No. 2: 70 – 81.

Mulyono, S. 2011. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya. Jakarta. 132 hlm.

Purnomoadi, A. 2003. Diktat Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. 44 hlm.

Putra, D.K. 2011. Evaluasi Kecernaan Biskuit Daun Jagung Sebagai Pakan Sumber Serat pada Domba. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

(54)

45

Rur, M. 2007. Petunjuk Teknis Beternak Kambing Perah. Balai Penelitian Ternak. Bogor. 74 hlm.

Sirait, J., H. Rijanto, T. Andi, dan S. Kriston. 2010. Petunjuk Teknis Teknik Budidaya dan Pemanfaatan Stenotaphrum secundatum Untuk Ternak Kambing dan Ruminansia Lainnya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak. Sumatra Utara. 23 hlm.

Siswantiningsih, K.A. 2010. Perbedaan Denyut Nadi Sebelum dan Sesudah Bekerja pada Iklim Kerja Panas di Unit Workshop PT Indo Acidatama Tbk Kemiri, Kebakkramat Karanganyar. Laporan Khusus. Program Diploma III Hyperkes dan Keselamatan Kerja. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Sitkei, G.Y. 1986. Mechanics of Agricultural Materials. Developments in Agricultural Engineering. Vol. 8 Elsevier, Hungary. 487 p. Di dalam Adgidzi, D. 2007. Development and Performance Evaluation of a Forage Chopper. Journal of Agricultural Engineering and Technology (JAET). Vol. 15: 12 – 14.

Standar Nasional Indonesia. 2013. Mesin Pencacah Hijauan Pakan Ternak-Syarat Mutu dan Metode Uji-Bagian 1: Tipe Vertikal. Badan

Standardisasi Nasional Indonesia. Jakarta. 16 hlm.

Sulisto. 2003. Uji Kinerja Mesin Pencacah Rumput. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.

Suma’mur, P.K. 1993. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Haji Masagung. Jakarta. Di dalam Rejeki, Y.S., E. Achiraeniwati, dan A. Taufiq. 2011. Evaluasi Pengaruh Sistem Gilir Kerja Terhadap Beban Kerja Fisik Karyawan: Studi Kasus PT Primarindo Asia Infrastructure, Tbk. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sains, Teknologi dan Kesehatan. 439 – 448.

Sumarsih, S. 2006. Pengolahan dan Pengawetan Bahan Pakan (Mk. Teknologi Pengolahan Pakan). Modul Praktikum. Laboratorium Teknologi

Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. 9 hlm. Suminar, D.R. 2011. Jenis Hijauan pakan Pada Peternakan Kambing Rakyat di

Desa Cigobang, Kecamatan Pasaleman, Kabupaten Cirebon, Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

(55)

46

Utami, A.R.D. 2012. Hubungan Antara Beban Kerja dan Intensitas

Kebisingan dengan Kelelahan pada Tenaga Kerja Pemeliharaan Jalan Cisalak Kotabima CV Serayu Indah Cilacap. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Fakultas Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri Semarang.

Gambar

Gambar 1.  Tanaman jagung
Gambar 2.  Silase
Gambar 3.  Mesin pencacah hijauan tipe DS12/05
Tabel 1.  Nadi kerja menurut tingkat beban kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum tujuan instruksional yang hendak dicapai modul ini adalah mengharapkan kalian dapat menentukan determinan dan invers suatu matriks persegi baik matriks ordo 2

Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian dengan judul: “Estimasi Parameter Model Mixed Geographically Weighted Regression MGWR pada Data yang Mengandung Outlier Studi

Para Peneliti Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah menambah pengetahuan tentang estimasi parameter regresi spasial lag dengan metode kuadrat terkecil,

Dengan di temukannya gejala-gejala penyakit pada gigi dan mulut dan metode inferensi yang digunakan forward chaining yang timbul atau tampak maka akan mempermudah dalam

Menurut PP Nomor 60 Tahun 2014, Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja

Pemberian mineral Cr–organik pada comin block tidak berpengaruh pada konsumsi bahan kering (P &gt; 0,05), namun pemberian protein terproteksi secara tunggal ataupun

Peta kendali p multivariat untuk pengamatan bulan Januari 2011 dengan menggunakan batas kendali baru ditampilkan pada Gambar 9 menunjukkan proses produksi dapat dikatakan

Rasio cepat (Quick Ratio) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi/membayar kewajiban (hutang) lancar dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan