ABSTRACT
ROLES OF SCHOOL COMMITTEE IN IMPROVING QUALITY OF EDUCATION SERVICES
A Case Study in Public Senior High School (SMAN) 2 Tumijajar Tulangbawang Barat District
By
I PUTU EKA AMERTA
This study aimed to describe and analyze the roles of the school committee in improving the quality of education services in SMAN 2 Tumijajar, Tulangbawang Barat District. This study was conducted using a qualitative approach with a case study design. Data were collected through interview, observation and documentation. The informants werethe principal, school committee,teachers, students, and parents of the students of SMAN 2 Tumijajar. Data analysis was performed using the following steps; data collection, data reduction, data presentation, and conclusion. Validity of the data was carried out by checking credibility of the data using triangulation. This study was conducted using the following stages:pre-field research, field research, and report of the research results. Results of this study showed that the roles of the school committee asconsideration giver, supporter, controller, and liaison had not run optimallyin improving the quality of education services in SMAN 2 Tumijajar. This study indicates that, to improve the quality of education services in the school, the school committee as an independent organization needs support from and cooperation with various parties to improve professionalism and competence of its members.
ABSTRAK
PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN PENDIDIKAN
(Studi Kasus di SMAN 2 Tumijajar Kabupaten Tulangbawang Barat)
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis tentang peran komite sekolah dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar Kabupaten Tulangbawang Barat. Penelitian dilaksanakan menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi dengan informan: kepala sekolah, komite sekolah, guru, siswa dan orang tua wali murid SMAN 2 Tumijajar. Analisis data dilakukan dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan pengecekan kredibilitas data dengan triangulasi. Tahapan penelitian ini adalah tahap pralapangan, penelitian, dan pelaporan hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran komite sekolah (pemberi pertimbangan, pendukung, pengontrol, dan penghubung) belum berjalan secara maksimal.
PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN PENDIDIKAN
(Studi Kasus di SMAN 2 Tumijajar Kabupaten Tulangbawang Barat)
Oleh
I PUTU EKA AMERTA
Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
MOTTO
Belajarlah Dengan Penuh Disiplin, Dengan Bertanya, Bekerja, dan Berbakti, Guru Penguasa Kebenaran Akan Mengajarkan
Kepadamu Ilmu Budi Pekerti.
PERSEMBAHAN
Dengan kerendahan hati dan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, kupersembahkan tesis ini kepada orang yang kucintai dan kusayangi:
Ibuku Ni Nyoman Suweniasih IstrikuTitin Rahayu
Anakku Dinda Mutiara Hati
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Resturahayu Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur pada tanggal 10 Mei 1973, anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal penulis; SDN 1 Rama Nirwana, Seputihraman lulus Tahun 1986; SMPN 1 Seputihraman Lampung Tengah lulus Tahun 1989; SMAN 1 Kotagajah Lampung Tengah lulus Tahun 1992; Fakultas Ekonomi Universitas Lampung lulus Tahun 1997. Tahun 2006 sampai dengan sekarang bekerja sebagai guru di SMAN 2 Tumijajar Kabupaten Tulangbawang Barat
Tumijajar, Februari 2015
SANWACANA
Pujisyukur kehadirat Tuhan Yang MahaEsa, karena berkatrahmat, karunia, dan
cintakasih-Nya tesis dengan judul Peran Komite Sekolah Dalam Peningkatan Mutu
Pelayanan Pendidikan studi kasus di SMAN 2 TumijajarKabupaten Tulangbawang
Barat ini dapat penulis selesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi pada program studi Magister Manajemen Pendidikan pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapatdiselesaikan berkat dukungan, arahan,
bantuan,bimbingan dan perhatian dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan
kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Rektor Universitas Lampung.
2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. s elaku Direktur Program Pascasarjana Universitas
Lampung sekaligus selaku pembimbing I dalam penyusunan tesis ini.
3. Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung.
4. Dr. Irawan Suntoro, M.S. selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen
Pendidikan Universitas Lampung.
5. Dr. Riswanti Rini, M. Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sekaligus sebagai
7. Dr. Abdurrahman, M. Si. selaku penguji utama tesis ini
8. Hasan Hariri, MBA., Ph.D. selaku dosen pembahas dalam seminar tesis ini.
9. Seluruh dosen dan staf Program Studi Magister Manajemen Pendidikan
Universitas Lampung.
10.Suharto, S. Pd., M.M. selaku Kepala SMAN 2 Tumijajar.
11.Pengurus Komite Sekolah, Dewan Guru dan Staf Tata Usaha serta Siswa/Siswi
SMAN 2 Tumijajar Tulangbawang Barat
12.Teman-teman mahasiswa angkatan 2013 Magister Manajemen Pendidikan
Universitas Lampung.
Kepada semua pihak yang telahmemberikan saran dan masukan, penulis ucapkan
terimaksih. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Tumijajar, Februari 2015
DAFTAR ISI
2.3 Partisipasi Masyarakat Terhadap Sekolah ... 29
2.4 Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan ... 34
4.4.1 Peran Komite SMAN 2 Tumijajar ... 95
4.4.2 Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pertimbangan (advisory agency) Dalam Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan ... 97
4.4.3 Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pendukung (supporting agency) Dalam Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan ... 99
4.4.4 Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pengawas (controlling agency) Dalam Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan ... 101
4.4.5 Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Mediator (mediator agency) Dalam Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan ... 103
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 106
5.1 Simpulan ... 106
5.2 Implikasi... 108
5.3 Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA ... 112
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 46
3.1 Komponen Dalam Analisis Data ... 57
4.2 Diagram Konteks Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pertimbangan ... 85
4.3 Diagram Konteks Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pendukung ... 87
4.4 Diagram Konteks Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pengontrol ... 88
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Jadwal Penelitian ... 114
2. Pedoman Wawancara ... 115
3. Transkrip Wawancara dengan Kepala SMAN 2 Tumijajar ... 119
4. Transkrip Wawancara dengan Pengurus Komite SMAN 2 Tumijajar ... 122
5. Transkrip Wawancara dengan Guru SMAN 2 Tumijajar ... 129
6. Transkrip Wawancara dengan Siswa SMAN 2 Tumijajar ... 136
7. Transkrip Wawancara dengan Orang Tua Siswa SMAN 2 Tumijajar ... 138
8. Hasil Observasi Penelitian ... 140
9. Struktur Organisasi SMAN 2 Tumijajar ... 143
10. Denah Lokasi Ruangan SMAN 2 Tumijajar ... 144
11. Surat Keputusan Pengurus Komite SMAN 2 Tumijajar ... 145
12. Surat Keterangan Penelitian ... 148
13. Surat Keputusan Kepmendiknas Nomor: 044/U/2002 ... 149
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Kegiatan dan Pembiayaan Penyelenggaraan dan Peningkatan Mutu ... 5
3.1 Daftar Informan Penelitian ... 51
3.2 Indikator Observasi ... 52
3.3 Taksonomi Domain Penelitian ... 53
3.4 Dokumentasi Penelitian ... 55
4.1 Perkembangan Jumlah Siswa ... 66
4.2 Data Keadaan Siswa ... 66
4.3 Daftar Prestasi Sekolah ... 68
4.4 Peranan Komite Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan ... 83
4.5 Temuan Penelitian Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pertimbangan ... 84
4.6 Temuan Penelitian Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pendukung ... 86
4.7 Temuan Penelitian Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pengontrol ... 88
4.8 Temuan Penelitian Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Penghubung ... 89
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Mutu pendidikan berkaitan erat dengan proses pendidikan. Tanpa proses pelayanan
pendidikan yang bermutu tidak mungkin diperoleh produk layanan yang bermutu.
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah
proses pemberian layanan pendidikan yang masih jauh dari harapan. Di satu pihak
pemberian layanan pendidikan belum menemukan cara yang paling tepat, di pihak lain
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta semakin tingginya
kehidupan masyarakat dan tuntutan kebutuhan hidup sosial masyarakat sebagai pelanggan
pendidikan. Pelayanan pendidikan yang bermutu adalah pemberian layanan jasa
pendidikan di sekolah yang dapat memberikan kepuasan kepada siswa di sekolah dan
masyarakat atau orang tua siswa. Pelayanan pendidikan di sekolah adalah menjadi peran
dari komite sekolah bersama dengan sekolah. Demikian juga dengan pelayanan
pendidikan di SMAN 2 Tumijajar.
Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Tumijajar beralamat di Jalan Ki Hajar Dewantara
Nomor 24 Desa Margomulyo Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulangbawang Barat
berdiri sejak Tahun 2007 dengan Surat Keputusan Bupati Tulang Bawang Nomor:
dan menerima peserta didik baru mulai Tahun Pelajaran 2007/2008. Sejak didirikan dan
mulai menerima peserta didik, sekolah telah membentuk komite sekolah sebagai wadah
dan aspirasi masyarakat dalam memajukan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar Kabupaten
Tulangbawang Barat. Komite sekolah merupakan suatu badan yang mewadahi peran serta
masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, efisiensi dan pengawasan
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. Badan ini bersifat mandiri dan tidak
mempunyai hubungan hirarkis dengan sekolah maupun lembaga pemerintah lainnya.
Keberadaan komite sekolah diperkuat dari aspek yuridis yaitu Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 56 menyebutkan bahwa: ”Komite
sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan
mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan
tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan” dan Kepmendiknas Nomor. 044/U/2002 tentang dewan pendidikan dan
komite sekolah. Komite sekolah dibentuk sebagai bagian dari penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS), dan mempunyai kewenangan untuk mengelola dirinya sendiri.
Pengelolaan sekolah ini dijalankan dengan asas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas,
artinya dalam pengelolaan sekolah kepala sekolah bekerja sama dengan masyarakat
sekolah. Oleh sebab itu, diperlukan wadah yang dapat dipakai oleh masyarakat sekolah
untuk mengemban amanat tersebut yaitu komite sekolah.
Melalui paradigma Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), sekolah diberi kesempatan
seluas-luasnya untuk mengurus dan mengatur pelaksanaan pendidikan pada
masing-masing sekolah, dengan kondisi seperti itu, komite sekolah diharapkan dapat
pembelajaran yang sejalan dengan kondisi dan permasalahan lingkungan masing-masing
sekolah. Komite sekolah melaksanakan peran dan fungsinya sebagai partner dari kepala
sekolah, untuk mengelola berbagai sumber daya pendidikan yang ada dalam rangka
melaksanakan pengelolaan dan peningkatan mutu pendidikan, memberikan fasilitas dan
dukungan bagi guru dan siswa, sehingga pembelajaran menjadi efektif.
Komite sekolah SMAN 2 Tumijajar pertama kali dibentuk oleh sekolah yang terdiri dari
unsur orang tua/wali peserta didik, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, dunia
usaha/industri, organisasi profesi tenaga pendidikan, dan wakil peserta didik. Keberadaan
komite sekolah di SMAN 2 Tumijajar dalam memajukan dan meningkatkan mutu layanan
pendidikan memiliki peran yang sangat startegis. Adapun peran Komite Sekolah adalah :
1) memberi pertimbangan (Advesory Agency), yaitu komite sekolah memberikan
pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di sekolah. 2)
memberi dukungan (Supporting Agency), yaitu komite sekolah memberikan dukungan
baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam pengembangan pendidikan
di sekolah. 3) sebagai pengontrol (Controlling Agency), yaitu komite sekolah mengontrol
pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah. 4) sebagai mediator (Mediator Agency), yaitu
komite sekolah sebagai mediator antara masyarakat dan sekolah untuk mendukung
kebijakan pendidikan di satuan pendidikan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan
di sekolah. Komite sekolah juga mempunyai fungsi antara lain: 1) mendorong tumbuhnya
perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
2) melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia
industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. 3)
menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan
kepada satuan pendidikan. 5) mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam
pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan. 6)
menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan. 7) melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan. (Depdiknas, 2001:17)
Sejak dibentuk Tahun 2007 komite sekolah SMAN 2 Tumijajar telah berupaya
memberikan layanan pendidikan kepada siswa, orang tua/wali murid, masyarakat serta
dunia usaha/industri dan pemerintah. Beberapa layanan pendidikan yang telah diberikan
melalui peran komite sekolah yaitu; (1) sebagai badan pertimbangan; memberikan
pertimbangan dalam penyusunan visi, misi, tujuan, dan kebijakan sekolah, memberi
pertimbangan dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS). (2)
sebagai badan pendukung; memberi dukungan finansial, tenaga dan pemikiran dalam
pengembangan pendidikan, memberikan dukungan berupa pengadaan dan perbaikan
sarana dan prasarana pembelajaran seperti membangun ruang kelas baru, gedung
laboratorium, lapangan olah raga, pagar sekolah, pengadaan meubeler, komputer, alat-alat
olah raga serta upaya peningkatan kompetensi guru dan pegawai melalui pembiayaan
kegiatan MGMP, workshop, seminar, pelatihan dan IHT, peningkatan kesejahteraan guru
melalui pemberian insentif jam mengajar kepada semua guru. Di bidang kesiswaan komite
sekolah juga berupaya meningkatkan layanan pendidikan melalui pembiayaan kegiatan
ekstrakurikuler yang meliputi bidang PMR, Pramuka, Rohis, Seni, Paski, Olahraga, KIR
dan OSIS serta pemberian beasiswa kepada siswa yang berprestasi.
Berikut adalah dukungan finansial komite sekolah dalam penyelenggaraan dan
Tabel. 1.1 Kegiatan dan Pembiayaan Penyelenggaraan dan Peningkatan Mutu.
Pelajaran 2011/2012 sampai dengan Tahun Pelajaran 2013/2014 terus mengalami
peningkatan. Dukungan pembiayaan ini diharapkan mampu meningkatkan mutu layanan
pendidikan di SMAN 2 Tumijajar baik di bidang akademik maupun nonakademik. Di
bidang akademik, prestasi yang telah dicapai SMAN 2 Tumijajar adalah juara tiga lomba
olimpiade tingkat kabupaten, tingkat kelulusan siswa peserta ujian nasional mencapai
yang lebih tinggi. Prestasi non akademik yang telah dicapai adalah juara satu lomba PMR,
Pramuka, Seni, dan olahraga di tingkat kabupaten. (3) peran komite sekolah sebagai badan
pengawasan yaitu melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan. Pengawasan dilakukan secara langsung dan
belum secara tertulis. (4) peran komite sekolah sebagai mediator antara masyarakat dan
sekolah untuk mendukung kebijakan pendidikan dalam meningkatkan mutu layanan di
SMAN 2 Tumijajar, melakukan kerjasama dengan masyarakat berkenaan dengan
pelayanan pendidikan yang bermutu. menampung aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan, menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar. Peran komite SMAN 2 Tumijajar
memang telah dilaksanakan tetapi perlu terus ditingkatkan karena kebutuhan pendidikan
terus berkembang. Peningkatan peran komite SMAN 2 Tumijajar adalah tantangan untuk
terus meningkatkan mutu layanan pendidikan dalam memenuhi dan memuaskan kebutuhan
pelanggan.
Kondisi riil komite sekolah sebagai lembaga otonom telah melaksanakan peran yang telah
ditentukan, namun peran tersebut perlu terus dioptimalkan dengan pelaksanaan
transformasi konsep komite sekolah secara bertahap dari waktu ke waktu, mulai pada
tingkat menyadarkan perlunya peran dan fungsi komite sekolah baik kepada masyarakat
maupun penyelenggara pendidikan sebagai peluang partisipasi masyarakat di bidang
pendidikan. Tingkat berikutnya menyebarluaskan konsep pelibatan publik dalam komite
sekolah kepada masyarakat dan penyelenggara pendidikan. Selanjutnya adalah
penyelenggara pendidikan melakukan konsultasi ke masyarakat untuk mendapat masukan
dalam proses menetapkan kebijakannya, kerjasama segenap potensi yang ada di
memutuskan kebijakan. Pada tingkat tertinggi adalah tercapainya rasa saling memiliki
bahwa komite sekolah sebagai wadah pemecahan masalah bersama yang dihadapi dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan salah satu misinya adalah memberdayakan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi daerah dalam konteks Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian masyarakat berperan dalam peningkatan mutu
pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program
pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah. Pembinaan pendidikan dasar
dan menengah adalah mewujudkan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah dengan
memperkenalkan dewan pendidikan di tingkat kabupaten/kota serta pemberdayaan atau
pembentukan komite sekolah di tingkat sekolah.
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 54 menyebutkan bahwa: (1)
Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran perorangan, kelompok, keluarga,
organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai
sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. Pada Pasal 56 menyebutkan bahwa di
masyarakat ada dewan pendidikan dan komite sekolah / madrasah yang berperan sebagai
berikut: (1) Masyarakat berperan dalam peningkatan perannya yang meliputi perencanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite
sekolah, (2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan
propinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. (3) Komite sekolah
sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan
memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta
pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Dengan kata lain dalam
penyelenggaraan pendidikan, sekolah perlu meningkatkan peran serta masyarakat dengan
mengajak semua pihak-pihak terkait dan memanfaatkan potensi yang ada, sehingga semua
potensi itu dikembangkan secara maksimal sesuai dengan kapabilitas masing-masing.
Kebersamaan merupakan potensi yang sangat vital untuk membangun masyarakat untuk
menciptakan demokrasi pendidikan.
Sinergi antara komite sekolah dengan pengelola sekolah akan melahirkan tanggung jawab
bersama antara sekolah dan masyarakat sebagai mitra kerja membangun pendidikan.
Masyarakat dapat menyalurkan berbagai ide dan partisipasinya dalam memajukan
pendidikan di daerahnya. Konsep desentralisasi dalam pendidikan muncul sejalan dengan
perkembangan pola pikir masyarakat sebagai salah satu dampak pembangunan pendidikan.
Pemberian otonomi yang lebih luas kepada daerah melahirkan konsep gagasan untuk
mengembangkan sistem desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan nasional.
Berdasarkan penelitian awal pada SMA Negeri 2 Tumijajar Kabupaten Tulangbawang
Barat tentang komite sekolah diperoleh informasi/data bahwa : (1) Komite Sekolah sudah
terbentuk sejak Tahun Pelajaran 2007/2008; (2) Komite sekolah telah melaksanakan peran
yang telah ditentukan, tetapi peran komite sekolah perlu terus ditingkatkan untuk
peningkatan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan. Komite Sekolah SMAN 2 Tumijajar seharusnya memiliki peran yang sangat
(Supporting Agency) sebagai pengontrol (Controlling Agency) dan sebagai mediator di
satuan pendidikan sehingga dapat meningkatkan mutu layanan pendidikan di sekolah.
Bertitik tolak dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang peran
komite sekolah dalam peningkatan mutu layanan pendidikan pada satuan pendidikan SMA
Negeri 2 Tumijajar. Keunikan dari penelitian ini adalah SMA Negeri 2 Tumijajar sebagai
unit sekolah baru bersama dengan komite sekolah mampu memberikan layanan
pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana pendidikan seperti ruang belajar,
perpustakaan, laboratorium IPA, laboratorium komputer, lapangan olahraga, tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan, mampu menyelenggarakan berbagai kegiatan lomba,
serta mampu meraih prestasi baik akademik maupun nonakademik dibandingkan dengan
sekolah-sekolah lain yang setara di Kabupaten Tulangbawang Barat. Berdasarkan uraian
di atas, peran komite sekolah sangat strategis dalam membantu meningkatkan mutu
layanan pendidikan.
1.2 Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian, fokus penelitian ini adalah peran komite sekolah
dalam peningkatan mutu layanan pendidikan di SMA Negeri 2 Tumijajar Kabupaten
Tulangbawang Barat yang meliputi:
1.2.1 Peran komite sekolah sebagai pemberi pertimbangan (Advesory Agency)
1.2.2 Peran komite sekolah sebagai pendukung (Supporting Agency)
1.2.3 Peran komite sekolah sebagai pengontrol (Controlling Agency)
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian, bagaimanakah peran komite sekolah dalam peningkatan
mutu pelayanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar. Adapun Pertanyaan dalam penelitian
ini adalah:
1.3.1 Bagaimanakah peran komite sekolah sebagai pemberi pertimbangan (Advesory
Agency) dalam peningkatan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar ?
1.3.2 Bagimanakah peran komite sekolah sebagai pendukung (Supporting Agency)
dalam peningkatan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar?
1.3.3 Bagaimanakah peran komite sekolah sebagai pengontrol (Controlling Agency)
dalam peningkatan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar?
1.3.4 Bagaimanakah peran komite sekolah sebagai mediator (Mediator Agency)
dalam peningkatan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar?
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang peran komite
sekolah dalam peningkatan mutu layanan pendidikan di SMAN 2 Tumijajar:
1.4.1 Peran komite sekolah sebagai pemberi pertimbangan (Advesory Agency) di
SMAN 2 Tumijajar.
1.4.2 Peran komite sekolah sebagai pemberi dukungan (Supporting Agency) di
SMAN 2 Tumijajar.
1.4.3 Peran komite sekolah sebagai pengontrol (Controlling Agency) di SMAN 2
Tumijajar.
1.4.4 Peran komite sekolah sebagai mediator (Mediator Agency) di SMAN 2
1.5. Kegunaan Penelitian 1.5.1 Kegunaan Teoritis
1.5.1.1Memberikan sumbangan ilmu dan pengetahuan tentang peran dan fungsi komite
sekolah
1.5.1.2Sebagai bahan kajian lebih lanjut dalam rangka perencanaan pendidikan dan
pengembangan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
1.5.2 Kegunaan Praktis
1.5.2.1Sekolah: sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk membuat suatu perencanaan
pendidikan dalam membenahi kualitas pendidikan melalui peningkatan peran
komite sekolah.
1.5.2.2Komite Sekolah: dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan
perencanaan dan penyelenggaraan pendidikan mengenai peran komite sekolah
khususnya pada SMA Negeri 2 Tumijajar.
1.5.2.3Dinas Pendidikan: Memberikan kontribusi dalam penyelenggaraan dan
peningkatan mutu pendidikan dengan melibatkan peran serta masyarakat melalui
Komite Sekolah.
1.5.2.4Peneliti: Untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi Magister
Manajemen Pendidikan pada FKIP Universitas Lampung
1.6 Definisi Istilah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penelitian ini menggunakan beberapa istilah
1.6.1 Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat
dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisien pengelolaan
pendidikan di satuan pendidikan,
1.6.2 Peran komite sekolah sebagai pemberi pertimbangan (AdvesoryAgency) adalah
sebuah peran dan fungsi dalam memberikan masukan, pertimbangan dan
rekomendasi kepada satuan pendidikan.
1.6.3 Peran komite sekolah sebagai pendukung (Supporting Agency) adalah sebuah
peran dan fungsi pendukung baik berupa finansial, pemikiran maupun tenaga
dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, minimal dalam
mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu
1.6.4 Peran komite sekolah sebagai pengontrol (Controlling Agency) adalah peran
melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan dari satuan pendidikan
1.6.5 Peran komite sekolah sebagai mediator adalah peran komite sekolah sebagai
mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan
1.6.6 Peranan adalah ikut serta dalam suatu kegiatan ataupun aktivitas yang
dilaksanakan dalam peningkatan kualitas pendidikan oleh satuan pendidikan
1.6.7 Penyelenggaraan pendidikan adalah pelayanan pendidikan pada satuan
pendidikan sekolah dengan mengacu pada standar pelayanan minimal yang
meliputi ; (1) kurikulum, (2) peserta didik, (3) sarana, (4) organisasi, (5)
1.6.8 Manajemen mutu terpadu pendidikan adalah sistem yang berlandaskan pada
kepuasan pelanggan sebagai sasaran utama, memberikan pelayanan (service)
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan (customer).
1.6.9 Manajemen berbasis sekolah adalah manajemen yang memberikan otonomi
lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif
yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala
sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu
sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
1.6.10 Partsipasi masyarakat adalah kerjasama yang erat antara perencana di sekolah
dengan masyarakat sekitar sekolah dalam menyusun rencana strategis,
melaksanakan, melestarikan, dan mengembangkan kualitas sekolah.
1.6.11 Mutu pelayanan pendidikan adalah adanya jaminan proses atau layanan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan dan mampu memenuhi keinginan para siswa, masyarakat,
pemerintah dan dunia usaha.
1.6.12 SMA Negeri 2 Tumijajar adalah suatu lembaga pendidikan pada tingkat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
Pembahasan dalam bab ini akan difokuskan pada beberapa subbab tentang teori yaitu:
(1) Manajemen Berbasis Sekolah; (2) Komite Sekolah; (3) Partisipasi Masyarakat
Terhadap Sekolah; (4) Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan; (5) Mutu Layanan
Pendidikan; (6) Penelitian Yang Relevan; dan (7) Kerangka Pikir Penelitian.
2.1 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari School Based
Management, pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara
mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder)
yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan
untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional. Konsep MBS dalam pengelolaan pendidikan bertujuan
mengembalikan sekolah kepada pemiliknya yaitu masyarakat, yang diharapkan akan
merasa bertanggung jawab kembali sepenuhnya terhadap pendidikan yang
diselenggarakan pada satuan pendidikan. Dari sisi moral adalah bahwa hanya sekolah
dan masyarakatlah yang paling mengetahui berbagai persoalan pendidikan yang dapat
seharusnya menjadi pelaku utama dalam membangun pendidikan yang bermutu dan
relevan dengan kebutuhan masyarakatnya.
Menurut Haryadi dalam Sobahi, dkk (2010:124) MBS adalah “Adanya otonomi dan
pengambilan keputusan partisipatif. Artinya MBS memberikan otonomi yang lebih
luas kepada masing-masing sekolah secara individual dalam menjalankan program
sekolahnya dan dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi. Selain itu
dalam menyelesaikan masalah dan dalam pengambilan keputusan harus melibatkan
partisipasi setiap konstituen sekolah seperti siswa, guru, tenaga administrasi, orang tua,
masyarakat lingkungan dan tokoh masyarakat”.
Menurut Asmani (2012:22) Manajemen Berbasis Sekolah diartikan sebagai model
manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong
pengambilan keputusan pertisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga
sekolah (guru, peserta didik, kepala sekolah, karyawan, orang tua peserta didik, dan
masyarakat yang berhubungan dengan program sekolah), sehingga rasa memiliki warga
sekolah dapat meningkat yang mengakibatkan peningkatan rasa tanggung jawab dan
dedikasi warga sekolah. Sekolah menjadi lebih mandiri dan lebih profesional, dapat
menyusun dan menentukan strategi penyelenggaraan program sekolah, dan mampu
menentukan arah pembangunan pendidikan di sekolah yang sesuai dengan tuntutan
masyarakat akan kualitas layanan pendidikan di sekolah.
Menurut Mulyasa (2006:24) mendefinisikan MBS sebagai paradigma baru pendidikan,
kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah lebih leluasa
mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan
prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan
efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat
dan penyederhanaan birokrasi, sedangkan peningkatan mutu diperoleh melalui
partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas,
peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah. Sedangkan peningkatan
pemerataan diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan
pemerintah berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Dengan manajemen berbasis
sekolah, pemecahan masalah internal sekolah baik yang menyangkut proses
pembelajaran maupun sumber daya pendukungnya cukup dibicarakan di dalam sekolah
dengan masyarakat, sehingga tidak perlu diangkat ke tingkat pemerintah daerah. Tugas
pemerintah adalah memberikan fasilitas dan bantuan pada saat sekolah dan masyarakat
menemui jalan buntu dalam suatu pemecahan masalah.
Menurut Edmond dalam Dwiningrum (2011:8) MBS merupakan alternatif baru dalam
pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas
sekolah. Sedangkan Nurcholis dalam Dwiningrum (2011:8) mengatakan MBS adalah
bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. Hasbullah (2007:
80) menyebutkan manajemen pendidikan berbasis sekolah pada dasarnya dimaksudkan
untuk mengurangi peran pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan, tetapi
memberikan kesempatan kepada masyarakat seluas-luasnya memberikan konstribusi
berupa gagasan dan pelaksanaan pendidikan di tempat mereka masing-masing.
membantu serta turut mengontrol pengelolaan pendidikan, dan MBS menuntut
perubahan prilaku kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi menjadi lebih
professional dalam pengelolaan sekolah. Dalam MBS, pemberdayaan dimaksudkan
untuk memperbaiki kinerja sekolah agar dapat mencapai tujuan secara optimal, efektif
dan efisien. Untuk memberdayakan sekolah harus ditempuh upaya memberdayakan
peserta didik dan masyarakat setempat.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, secara umum manajemen berbasis
sekolah dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih
besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang
melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah,
karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) sehingga dapat meningkatkan mutu
layanan pendidikan di sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional untuk
mencapai kepuasan pelanggan.
Tujuan penerapan MBS adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum
baik itu menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikulum, kualitas sumber daya
manusia baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya, dan kualitas pelayanan
pendidikan secara umum. Menurut Kathleen dalam Sobahi, dkk (2010:128) Penerapan
MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat sebagai berikut:
1. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
2. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
4. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
5. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua siswa dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batas pengeluaran, dan biaya-biaya program sekolah.
6. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS
akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciri-ciri MBS dapat dilihat dari
sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah,
pengelolaan SDM, proses belajar mengajar, dan sumber daya.
Menurut Rini (2011:9) Tujuan MBS adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.
4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai
MBS menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat sekolah setempat. Implementasi MBS akan berhasil melalui
strategi-straregi sebagai berikut:
1. Sekolah harus memiliki otonomi terhadap kekuasaan dan kewenangan, pengembangan pengetahuan yang berkesinambungan, akses informasi ke segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap orang yang berhasil.
2. Adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses pengambilan keputusan terhadap kurikulum dan instruksional serta noninstruksional
3. Adanya kepemimpinan kepala sekolah yang mampu menggerakkan dan mendayagunakan setiap sumber daya sekolah yang efektif.
5. Semua pihak harus memahami peran dan tanggungjawabnya secara sunggung-sungguh
6. Adanya guidelines dari departemen terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif.
7. Sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan pertanggungjawaban setiap tahunnya.
8. Penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kenerja sekolah dan lebih khusus meningkatkan pencapaian belajar siswa.
9. Implementasi diawali dengan sosialisasi dari konsep MBS, identifikasi peran masing-masing, mengadakan pelatihan-pelatihan tehadap peran barunya, implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan di lapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan.
Secara konsepsional manajemen berbasis sekolah diharapkan membawa dampak
terhadap peningkatan kerja sekolah dalam hal mutu, efisiensi manajemen keuangan,
pemerataan kesempatan dan pencapaian tujuan. Menurut Asmani (2012:20)
Konsekwensi penerapan manajemen berbasis sekolah menjadi tanggung jawab dan
ditangani oleh sekolah secara profesional, yang meliputi aspek-aspek: 1) perencanaan
dan evaluasi program sekolah, 2) pengelolaan kurikulum yang bersifat inklusif, 3)
pengelolaan proses belajar mengajar, 4) pengelolaan ketenagaan, 5) pengelolaan
perlengkapan dan peralatan, 6) pengelolaan keuangan, 7) pelayanan peserta didik, 8)
hubungan sekolah dengan masyarakat, 9) pengelolaan iklim sekolah.
Konsep manajemen berbasis sekolah dalam prakteknya menggambarkan sifat-sifat
otonomi sekolah yang merujuk pada perlunya memperhatikan kondisi dan potensi
kelembagaan setempat dalam mengelola sekolah. Ciri-ciri manajemen berbasis
sekolah: 1) upaya meningkatkan peran serta komite sekolah, masyarakat, dunia usaha
dan dunia industri untuk mendukung kinerja sekolah, 2) program sekolah disusun dan
dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan proses belajar dan mengajar
(kurikulum), bukan kepentingan administratif saja. 3) menerapkan prinsip efektivitas
4) mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan
kondisi lingkungan sekolah. 5) menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung
jawab terhadap masyarakat. 6) meningkatkan profesionalisme personil sekolah. 7)
meningkatnya kemandirian sekolah di segala bidang. 8) adanya keterlibatan semua
unsur terkait dengan perencanaan program sekolah. 9) adanya keterbukaan dalam
pengelolaan anggaran pendidikan sekolah.
Berdasarkan uraian tersebut di atas bahwa konsep manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah memberi wawasan pemahaman kepada kita bahwa tanggung jawab
peningkatan kualitas pendidikan secara mikro telah bergeser dari birokrasi pusat ke unit
pengelola yang lebih dasar yaitu sekolah. Oleh karena itu sekolah harus berjuang untuk
menjadi pusat mutu dan mendorong sekolah agar dapat memberikan pelayanan
pendidikan yang bermutu dalam mencapai visi dan misi untuk memenuhi kebutuhan
masa depan siswanya.
2.2 Komite Sekolah
Komite sekolah merupakan suatu badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam
rangka meningkatkan mutu, pemerataan, efisiensi dan pengawasan pengelolaan
pendidikan di satuan pendidikan. Badan ini bersifat mandiri dan tidak mempunyai
hubungan hirarkis dengan sekolah maupun lembaga pemerintah lainnya. Keberadaan
komite sekolah diperkuat dari aspek yuridis yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 56 menyebutkan bahwa: ”Komite
sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan
mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan
pendidikan” dan Kepmendiknas Nomor. 044/U/2002 tentang dewan pendidikan dan
komite sekolah.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa salah satu misinya adalah memberdayakan peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi daerah dalam konteks
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian masyarakat berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan
evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah.
Pembinaan pendidikan dasar dan menengah adalah mewujudkan manajemen
pendidikan yang berbasis sekolah dengan memperkenalkan dewan pendidikan di
tingkat kabupaten/kota serta pemberdayaan atau pembentukan komite sekolah di
tingkat sekolah.
Sekolah memiliki otonomi dan ruang gerak yang lebih besar dalam penyelenggaraan
pendidikan. Melalui paradigma Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sekolah diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk mengurus dan mengatur pelaksanaan pendidikan pada
masing-masing sekolah. Dengan kondisi seperti itu, komite sekolah diharapkan dapat
melaksanakan perannya sebagai penunjang dalam pelaksanaan proses pembelajaran
yang sejalan dengan kondisi dan permasalahan lingkungan masing-masing sekolah.
Komite sekolah dapat melaksanakan perannya sebagai partner dari kepala sekolah
dalam mengadakan sumber daya pendidikan dalam rangka melaksanakan pengelolaan
dan peningkatan mutu pendidikan dengan memberikan fasilitas dan dukungan bagi
Komite sekolah dibentuk sebagai bagian dari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS), dan mempunyai kewenangan untuk mengelola dirinya sendiri. Pengelolaan
sekolah ini dijalankan dengan asas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas, artinya
dalam pengelolaan sekolah dewan pendidikan khususnya kepala sekolah bekerja sama
dengan masyarakat sekolah. Oleh sebab itu, diperlukan wadah yang bisa dipakai oleh
masyarakat sekolah untuk mengemban amanat tersebut yaitu komite sekolah.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 56
ayat 3 menyatakan bahwa : Komite Sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri
dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan
pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan
pendidikan pada tingkat pendidikan. Esensi dari partisipasi komite sekolah adalah
peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan perencanaan sekolah yang dapat
mengubah pola pikir, keterampilan, dan distribusi kewenangan atas individual dan
masyarakat yang dapat memperluas kapasitas manusia meningkatkan taraf hidup dalam
sistem manajemen pemberdayaan sekolah. Peran komite sekolah adalah membuat
orang-orang yang duduk sebagai pengurus dan anggota komite menjalankan perannya
untuk membantu penyelenggaraan pendidikan. Misalnya memobilisasi dana masyarakat
ataupun dalam bentuk sumbangan lainnya seperti memberikan pertimbangan dan
pemikiran.
Menurut Hasbullah (2006:95), pemberdayaan komite sekolah secara optimal, termasuk
dalam mengawasi penggunaan keuangan, transparansi alokasi dana pendidikan lebih
akan semakin memungkinkan, lahirnya ide-ide cemerlang, dan kreatif semua pihak
terkait (stakeholder) pendidikan. Konsep pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan
sekolah yang terkandung di dalamnya memerlukan pemahaman berbagai pihak terkait,
dimana posisinya dan apa manfaatnya. Posisi komite sekolah berada di tengah-tengah
antara orang tua murid, murid, guru, masyarakat setempat, dan kalangan swasta di satu
pihak dengan pihak sekolah sebagai institusi, kepala sekolah, dinas pendidikan, dan
pemerintah daerah di pihak lainnya. Komite sekolah menjembatani kepentingan
keduanya. Penyelenggaraan pendidikan adalah pelayanan pendidikan pada satuan
pendidikan sekolah dengan mengacu pada standar pelayanan minimal meliputi :
kurikulum, peserta didik, ketenagaan, sarana, organisasi, pembiayaan, manajemen
sekolah, dan peranserta masyarakat. Pemberdayaan manajemen komite sekolah adalah
suatu pengaturan atau pemanfaatan potensi yang ada pada badan mandiri yang
mewadahi peranserta masyarakat dalam rangka peningkatan mutu, pemerataan, dan
efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan.
Sagala (2008:191) menyatakan peranserta masyarakat mendukung manajemen sekolah
adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari, bahkan menjadi keharusan, di mana agar
peran serta masyarakat menjadi suatu sistem yang terorganisasi. Komite sekolah juga
merupakan wadah bagi orang tua atau masyarakat yang peduli pendidikan untuk
membantu memajukan pendidikan di sekolah seperti membantu menyediakan fasilitas
pembelajaran, meningkatkan kesejahteraan guru. Intinya tugas komite sekolah dapat
membantu mempercepat atau mengoptimalkan upaya peningkatan mutu pendidikan,
dan memberikan pemahaman kepada masyarakat sekitar tentang program-program
Menurut Rini (2011:66) komite sekolah dibentuk merupakan hasil dari peran serta
masyarakat dalam memajukan pendidikan yang merupakan kunci dari pelaksanaan
MBS. Pembentukan komite sekolah merupakan wadah peran serta masyarakat dalam
dunia pendidikan yang merupakan akibat dari diberlakukannya otonomi pendidikan dan
kebijakan penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002, tujuan pembentukan
komite sekolah adalah :
a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam
melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan
pendidikan.
b. Meningkatkan tanggung jawab dan peranserta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan
c. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam
penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.
Peran komite sekolah secara kontekstual sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 044/U/2002 adalah :
a. Pemberi Pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan
kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
b. Badan Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial,
pemikiran , maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan
pendidikan.
c. Badan Pengontrol (controling agency) dalam rangka transparansi dan
d. Mediator antara pemerintah dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Departemen Pendidikan Nasional (2001:17), menguraikan tujuh peran komite sekolah
terhadap penyelenggaraan sekolah, yakni :
1. Membantu meningkatkan kelancaran penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar di sekolah baik sarana, prasarana maupun teknis pendidikan.
2. Melakukan pembinaan sikap dan prilaku siswa. Membantu usaha pemantapan
sekolah dalam mewujudkan pembinaan dan pengembangan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, pendidikan demokrasi sejak dini (kehidupan berbangsa
dan bernegara, pendidikan pendahuluan bela negara, kewarganegaraan,
berorganisasi, dan kepemimpinan), keterampilan dan kewirausahaan, kesegaran
jasmani dan berolah raga, daya kreasi dan cipta, serta apresiasi seni dan budaya.
3. Mencari sumber pendanaan untuk membantu siswa yang tidak mampu.
4. Melakukan penilaian sekolah untuk pengembangan pelaksanaan kurikulum,
baik intrakulikuler maupun ekstrakulikuler dan pelaksanaan manajemen
sekolah, kepala/wakil kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan.
5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan manajemen sekolah
6. Melakukan pembahasan tentang usulan Rancangan Anggaran Pendapatan
Belanja Sekolah (RAPBS)
7. Meminta sekolah agar mengadakan pertemuan untuk kepentingan tertentu.
Dalam penjabaran kegiatan operasional dari tujuh peran di atas komite sekolah selaku
pemberi pertimbangan melaksanakan berbagai kegiatan seperti :
a. Mengadakan pendataan kondisi sosial ekonomi keluarga peserta didik dan
b. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada sekolah dalam penyusunan
Visi, Misi tujuan, kebijakan dan kegiatan sekolah.
c. Menganalisis hasil pendataan sebagai bahan pemberian masukan, pertimbangan
dan rekomendasi kepala sekolah.
d. Menyampaikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi secara tertulis kepada
sekolah dengan tembusan Kepala Dinas Pendidikan dan Dewan Pendidikan.
e. Memberikan pertimbangan kepada sekolah dalam rangka pengembangan
kurikulum muatan lokal, dan meningkatkan proses pembelajaran dan
pengajaran yang menyenangkan..
f. Memverifikasi RAPBS yang diajukan oleh kepala sekolah, memberikan
pengesahan terhadap RAPBS setelah proses verifikasi dalam rapat pleno komite
sekolah.
Peran pemberian dukungan komite sekolah melaksanakan beberapa kegiatan yaitu:
memberikan dukungan kepada sekolah untuk secara preventif dalam memberantas
penyebarluasan narkoba di sekolah, serta pemeriksaan kesehatan siswa.
a. Memberikan dukungan kepada sekolah dalam pelaksanaan kegiatan
ekstrakurikuler.
b. Mencari bantuan dana dari dunia industri untuk biaya pembebasan uang sekolah
bagi siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu.
c. Melaksanakan konsep subsidi silang dalam penarikan iuran dari orang tua
siswa.
Sedangkan dalam peran sebagai pengontrol komite sekolah melakukan beberapa hal
a. Meminta penjabaran kepada sekolah tentang hasil belajar siswa.
b. Menyebarkan kuisioner untuk memberoleh masukan, saran, dan ide kreatif dari
masyarakat.
c. Menyampaikan laporan kepada sekolah secara tertulis tentang hasil pengamatan
Komite Sekolah terhadap sekolah.
Peran sebagai penghubung/mediator komite sekolah melaksanakan berbagai kegiatan
seperti;
a. Membantu sekolah dalam menciptakan hubungan dan kerja sama antara sekolah
dengan orang tua dan masyarakat.
b. Mengadakan rapat atau pertemuan secara rutin atau insidental dengan kepala
sekolah dan dewan guru.
c. Mengadakan kunjungan atau silaturahmi ke sekolah, atau dengan dewan guru di
sekolah.
d. Bekerja sama dengan sekolah dalam kegiatan penelusuran alumni.
e. Membina hubungan dan kerja sama yang harmonis dengan seluruh stake holder
pendidikan dengan dunia usaha/dunia industri.
f. Mengadakan penjajakan kerja sama atau MOU dengan lembaga lain untuk
memajukan sekolah.
g. Mengadakan kegiatan inovatif untuk meningkatkan kesadaran dan kemitraan
masyarakat, misalnya panggung hiburan untuk sekolah dan masyarakat.
h. Mengadakan rapat atau pertemuan secara berkala dan insidental dengan orang
Komite Sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya, melakukan akuntabilitas sebagai
berikut :
1. Komite Sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah
kepada stakeholder secara periodik, baik yang berupa keberhasilan maupun
kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran program sekolah.
2. Menyampaikan laporan pertanggung jawaban bantuan masyarakat baik berupa
materi (dana, barang tak bergerak maupun bergerak), maupun non materi
(tenaga, pikiran) kepada masyarakat dan pemerintah setempat
Sedangkan fungsi Komite Sekolah adalah :
a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia
usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu.
c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan
pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan
pendidikan mengenai :
1. kebijakan dan program pendidikan
2. rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah (RAPBS).
3. kriteria kinerja satuan pendidikan
4. kriteria tenaga pendidikan
5. kriteria fasilitas pendidikan
e. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna
mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
f. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan
g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
2.3 Partisipasi Masyarakat Terhadap Sekolah
Partisipasi masyarakat dalam pendidikan adalah keikutsertaan masyarakat dalam
memberikan gagasan, kritik membangun, dukungan dan pelaksanaan kebijakan
pendidikan. Terjadinya sinergi dan integrasi dukungan dari berbagai sumber daya
pendidikan perlu adanya suatu badan yang bersifat independen dengan asas keadilan
dan kemanusiaan, tetapi mempunyai sumbangan yang berarti terhadap mutu
pendidikan.
Menurut Fattah (2004: 114) ukuran partsipasi masyarakat adalah keikutsertaan
masyarakat menanggung biaya sekolah baik yang masuk katagori bantuan
pembangunan maupun iuran bulanan peserta didik. Partisipasi yang berlaku universal
adalah kerjasama yang erat antara perencana di sekolah dengan masyarakat sekitar
sekolah dalam menyusun rencana strategis, melaksanakan, melestarikan, dan
mengembangkan kualitas sekolah. Kedudukan masyarakat dalam manajemen sekolah
Menurut Upholf dalam Sagala (2011:238) partisipasi mengandung tiga dimensi yakni
konteks, tujuan dan lingkungan. Partisipasi berkembang menjadi: 1) partisipasi dalam
mengambil kebijakan dan keputusan, 2) partisipasi dalam melaksanakan, 3) partisipasi
memperoleh keuntungan, dan 4) pastisipasi dalam mengevaluasi.
Menurut Mulyasa (2006:50) hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya
merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan
pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Hubungan sekolah dengan masyarakat
bertujuan antara lain untuk memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan anak,
memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat,
menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.
Menurut Ihsan (2003:90) bahwa orang tua anak meletakkan dasar-dasar pendidikan di
dalam rumah tangga terutama dalam segi pembentukan kepribadian, nilai-nilai luhur
moral dan agama sejak kelahirannya. Kemudian dilanjutkan dan dikembangkan
dengan berbagai materi pendidikan berupa ilmu dan keterampilan yang dilakukan oleh
sekolah. Orang tua siswa menilai dan mengawasi hasil didikan sekolah dalam
kehidupan sehari-hari. Kemudian pendidikan di lingkungan masyarakat ikut pula
berperan serta mengontrol, menyalurkan dan membina serta meningkatkannya, karena
masyarakat adalah lingkungan pemakai atau the user dari produk pendidikan yang
diberikan oleh rumah tangga dan sekolah.
Hubungan keluarga, sekolah, dan masyarakat harus terjalin secara sinergis untuk
belajar siswa di sekolah. Dalam paradigma lama, hubungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat dipandang sebagai institusi yang terpisah-pisah. Pihak keluarga dan
masyarakat dipandang tabu untuk ikut campur tangan dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah, apalagi sampai masuk ke wilayah kewenangan profesional para
guru. Dewasa ini, paradigma lama ini dalam batas-batas tertentu telah ditinggalkan,
keluarga memiliki hak untuk mengetahui tentang apa saja yang diajarkan oleh guru di
sekolah. Orang tua siswa memiliki hak untuk mengetahui dengan metode apa
anak-anaknya diajar oleh guru-guru mereka. Sekolah harus membina hubungan dengan
masyarakat di mana dalam pembinaan pendidikan terdapat tiga macam tanggung jawab
yang dilakukan yaitu orang tua, sekolah, dan masyarakat. Ketiga komponen ini secara
tidak langsung telah melaksanakan kerjasama yang erat dalam pelaksanaan pendidikan.
Perlunya hubungan yang harmonis antara sekolah dengan masyarakat yang diwadahi
dalam organisasi komite sekolah, sangat diharapkan mampu mengoptimalkan peran
serta orang tua dan masyarakat dalam memajukan program pendidikan dalam bentuk
seperti ; orang tua dan masyarakat membantu menyediadakan fasilitas pendidikan,
memberikan bantuan dana serta pemikiran atau sumbang saran yang diperlukan untuk
kemajuan sekolah. Orang tua dan masyarakat diharapkan dapat memberikan informasi
kepada sekolah tentang potensi yang dimiliki anaknya serta memupuk pengertian
orang tua dan masyarakat tentang program pendidikan yang sedang diperlukan oleh
masyarakat. Masyarakat berkewajiban untuk memberikan dukungan terhadap tujuan,
program, kebutuhan sekolah atau pendidikan. Sebaliknya sekolah harus mengetahui
Sekolah dan masyarakat harus terbina suatu hubungan yang harmonis, dengan
hubungan yang harmonis diharapkan dapat menumbuhkan saling pengertian dan saling
menbantu antara sekolah, orang tua, masyarakat dan lembaga-lembaga lain yang ada di
masyarakat, termasuk dunia kerja dalam menyukseskan dan meningkatkan mutu
pendidikan. Masyarakat harus diberikan kesempatan untuk ikut berperanserta
memajukan sekolah serta mengikutkan orang tua dan tokoh masyarakat dalam
merencanakan dan mengawasi program sekolah. Jika hubungan sekolah dengan
masyarakat berjalan dengan baik, rasa tanggung jawab dan partisipasi masyarakat
untuk memajukan sekolah akan semakin tinggi dan semakin baik.
Rappaport dalam Wrihatnolo dan Dwijowijoto (2007:177) menyatakan bahwa
pemberdayaan diartikan sebagai suatu proses, suatu mekanisme, dalam hal ini,
individu, organisasi dan masyarakat menjadi ahli akan masalah yang mereka hadapi.
Perkins dan Zimmermen, dalam Wrihatnolo dan Dwijowijoto (2007:179) pada tingkat
masyarakat pemberdayaan berarti tindakan kolektif untuk meningkatkan kualitas hidup
suatu masyarakat dan hubungan antara organisasi masyarakat. Wrihatnolo dan
Dwijowijoto (2007:2) dalam manajemen pemberdayaan menyatakan bahwa
pemberdayaan adalah sebuah proses yang mempunyai tiga tahapan : yaitu penyadaran,
pengkapasitasan dan pendayaan. Penyadaran, di mana pada tahap ini target yang
hendak diberdayakan diberi pencerahan dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa
mereka mempunyai hak untuk mempunyai sesuatu. Prinsip dasarnya adalah membuat
target bahwa mereka perlu membangun ”demand” diberdayakan dan proses
Mulyasa (2006:32) dalam Manajemen berbasis sekolah mendefenisikan pemberdayaan
sebagai alat penting untuk memperbaiki kinerja organisasi melalui penyebaran
pembuatan keputusan dan tanggung jawab. Pemberdayaan merupakan cara yang
praktis dan produktif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari kepala sekolah, guru
dan pegawai. Pemberdayaan dimaksud untuk memperbaiki kinerja sekolah agar dapat
mencapai tujuan secara optimal, efektif dan efisien. Pada sisi lain untuk
memberdayakan sekolah harus pula ditempuh upaya-upaya memberdayakan peserta
didik dan masyarakat setempat.
Mulyasa (2006:33) mengatakan pemberdayaan berhubungan dengan upaya peningkatan
kemampuan masyarakat untuk melakukan kontrol atas diri dan lingkungannya dengan
memperhatikan prinsip-prinsip, (a) melakukan pembangunan yang bersifat lokal, (b)
mengutamakan dan merupakan aksi sosial, (c) menggunakan pendekatan organisasi
kemasyarakatan setempat.
Berdasarkan berbagai pengertian partisipasi masyarakat terhadap sekolah tersebut di
atas bahwa kedudukan masyarakat dalam manajemen sekolah amat penting untuk
memberikan layanan pendidikan yang bermutu. Sedangkan pemberdayaan adalah
upaya menggalang potensi yang ada di masyarakat secara praktis dan produktif untuk
mencapai tujuan dengan pemberian daya dan kekuatan untuk mampu melaksanakan
ataupun target yang ingin dicapai. Pada dasarnya pemberdayaan terjadi melalui
beberapa tahap, antara lain : masyarakat mengembangkan sebuah kesadaran awal
bahwa mereka dapat melakukan tindakan untuk meningkatkan kehidupannya dan
mereka akan mengalami pengurangan perasaan ketidakmampuan dan mengalami
peningkatan kepercayaan diri. Kemudian seiring dengan tumbuhnya kepercayaan diri,
masyarakat bekerjasama untuk berlatih lebih banyak mengambil keputusan dan
memilih sumber-sumber daya yang akan berdampak pada kesejahteraan mereka.
Pemahaman tentang memberdayakan masyarakat ini adalah dengan memberikan
pendidikan praktis, latihan kepemimpinan dan akses ke sumber-sumber daya dan
dilaksanakan oleh dan dengan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat harus membuat
masyarakat menjadi swadiri mampu mengurusi dirinya sendiri, swadana mampu
membiayai keperluan sendiri, swasembada mampu memenuhi kebutuhannya sendiri
secara berkelanjutan dalam memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu.
2.4 Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan
Penerapan manajemen mutu dalam pendidikan lebih populer dengan sebutan Total
Quality Education (TQE). Dasar dari manajemen ini dikembangkan dari konsep Total
Quality management (TQM), yang pada mulanya diterapkan pada dunia bisnis
kemudian diterapkan pada dunia pendidikan. Secara filosofis, konsep ini menekankan
pada pencarian secara konsisten terhadap perbaikan yang berkelanjutan untuk mencapai
kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Strategi yang dikembangkan dalam penggunaan
manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan adalah, institusi pendidikan
memposisikan dirinya sebagai institusi jasa, yakni institusi yang memberikan
pelayanan (service) sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan (customer).
Manajemen mutu terpadu pendidikan berlandaskan pada kepuasan pelanggan sebagai
customer) yaitu pengelola institusi pendidikan seperti kepala sekolah, guru, staff dan
pelanggan luar (external cutomer) yaitu masyarakat, pemerintah dan dunia industri.
Jadi, suatu institusi pendidikan disebut bermutu apabila antara pelanggan internal dan
eksternal telah terjalin kepuasan atas jasa yang diberikan.
Sallis (2010:7) Total Quality Management dalam dunia pendidikan ada beberapa hal
pokok yang perlu diperhatikan; pertama, perbaikan secara terus menerus (continous
improvement). Konsep ini mengandung pengertian bahwa pihak pengelola senantiasa
melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan secara terus menerus untuk menjamin
semua komponen penyelenggara pendidikan telah mencapai standar mutu yang
ditetapkan. Kedua, menentukan standar mutu (quality assurance). Konsep ini
digunakan untuk menetapkan standar mutu dari semua komponen yang bekerja dalam
transformasi lulusan institusi pendidikan, standar mutu materi kurikulum, standar
evaluasi dan standar mutu proses pembelajaran. Ketiga, perubahan kultur (change of
culture). Konsep ini bertujuan membentuk budaya organisasi yang menghargai mutu
dan menjadikan mutu sebagai orientasi semua komponen organisasional. Keempat,
perubahan organisasi (upside-down organanization). Jika visi dan misi serta tujuan
organisasi sudah berubah atau mengalami perkembangan, maka sangat dimungkinkan
terjadinya perubahan organisaassi. Perubahan organisasi bukan berarti perubahan
wadah organisasi, melainkan sistem atau struktur organisasi yang melambangkan
hubungan-hubungan kerja. Kelima, mempertahankan hubungan dengan pelanggan
(keeping close to the customer). Karena organisasi pendidikan menghendaki kepuasan
pelanggan, maka perluya mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan, agar
yang diperlukan, terutama berdasarkan perubahan sifat dan pola tuntutan serta
kebutuhan pelanggan.
TQM adalah suatu makna dan standar mutu dalam pendidikan. Ia memberikan suatu
filosofi perangkat alat untuk memperbaiki mutu. Mutu dalam konteks Total Quality
Manajemen (TQM ) adalah sebuah filosofi dan metodologi yang membantu institusi
untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam menghadapi
tekanan-tekanan ekternal yang berlebihan. Prinsip dasar dalam TQM adalah pelanggan dan
kepentingannya harus diutamakan.
Menurut Crosby dalam Nasution (2005:39), ada empat belas langkah untuk perbaikan
mutu terdiri atas:
12.Mengakui/menerima para karyawan yang berpartisipasi 13.Mendirikan dewan-dewan mutu
14.Mengulangi setiap tahap tersebut, karena perbaikan kualitas adalah proses yang tidak pernah berakhir.
Menurut Deming dalam Nasution (2005:33), ada 14 poin cara menjamin
pengembangan mutu yang dikenal dengan Deming’s Fourteen Point, yaitu:
1. Ciptakan sebuah usaha peningkatan produk dan jasa, dengan tujuan agar bisa kompetitif dan tetap berjalan.
2. Adopsilah falsafah baru. Manajemen harus memahami adanya era ekonomi baru dan siap menghadapi tangtangan.