• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-MANDIRI PERKOTAAN (PNPM-MP)

(Studi Kasus di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo)

Skripsi

Ditujukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas

Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

YESSY PUSPITO SARI NIM. F 0106086

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul:

EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT-MANDIRI PERKOTAAN (PNPM-MP) TAHUN 2009

(3)

commit to user

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima baik oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas

Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta guna melengkapi tugas-tugas

dan syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi

Pembangunan.

(4)

commit to user

iv

MOTTO

Keunggulan pemenang bukan dalam kelahiran yang mulia, IQ tinggi, atau dalam bakat. Keunggulan pemenang hanya berada dalam sikap, bukan kecakapan. Sikap adalah kriteria untuk sukses. Tetapi Anda tidak bisa membeli sikap dengan uang sejuta dolar. Sikap tidak dijual.

(Denis Waitley)

Jangan kecewa apabila hasil yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, Percaya bahwa semuanya adalah kesuksesan, bukan kegagalan. Mengapa saya punya banyak kesuksesan? Karena saya tahu banyak usaha yang gagal. (Thomas Alfa Edison)

Jangan pernah menyerah dengan keadaan. Karena bukan keadaan yang

mengendalikan kita, tapi kita yang harus mengendalikan keadaan.

(5)

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk: Yang paling utama

Tuhanku Yang Maha Esa ALLAH SWT

Serta:

Ibu dan Bapak tercinta yang telah mencurahkan segala kasih sayangnya, segala pengorbanannya, harapan dan doa yang telah mereka berikan kepada saya.

Terima kasih.

Almamater yang aku banggakan

Sahabat-sahabatku yang berbagi suka dan duka bersama.

(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

curahan ilmu, rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya selaku penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “EVALUASI PROGRAM

NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN

(PNPM-MP) TAHUN 2009 (Studi Kasus di Kecamatan Kartasura Kabupaten

Sukoharjo)”, dalam rangka memenuhi syarat kelulusan untuk memperoleh gelar

sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Sebela Maret Surakarta.

Sungguh suatu kehormatan yang besar bagi penulis atas segala bantuan dan

dorongan dari semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Maka dari itu dengan kesadaran dan rasa hormat yang tinggi, penulis sampaikan

terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Dwi Prasetyani, SE, M.Si, selaku dosen pembimbing, terima kasih atas

(7)

commit to user

vii

4. Bapak Mulyanto, ME., selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas

segala nasehat yang telah diberikan dan bersedia mendengarkan segala curhatan

saya selama ini.

5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen serta staf pengajar yang telah memberikan ilmu dan

waktunya kepada penulis selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Bapak Sriyono, S.Sos, selaku Camat Kartasura yang telah memberikan ijin

sepenuhnya kepada penulis dalam melakukan penelitian.

7. Bapak Suyono, SH, MH, selaku Kepala Bappeda Kabupaten Sukoharjo yang

telah memberikan surat kuasa untuk melakukan penelitian di wilayah Kabupaten

Sukoharjo.

8. Semua pihak yang telah membantu selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna karena

keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk

penelitian ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat

bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surakarta, Oktober 2010

Penulis,

(8)

commit to user

viii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

ABSTRAK ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan ... 13

B. Kemiskinan ... 15

(9)

commit to user

ix

2. Kemiskinan di Negara Berkembang ... 17

3. Ukuran Kemiskinan ... 18

4. Faktor Penyebab Kemiskinan ... 19

5. Alternatif Penanggulangan Kemiskinan ... 23

C. Indikator Kesenjangan Distribusi Pendapatan ... 26

D. Indikator Kemiskinan ... 27

E. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) ... 29

1. Tujuan PNPM ... 31

2. Prinsip Dasar ... 32

3. Sasaran PNPM ... 34

4. Strategi Pelaksanaan ... 34

5. Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat ... 35

6. Tahap PNPM ... 36

7. Komponen Kegiatan ... 38

F. Penelitian Sebelumnya ... 39

G. Kerangka Pemikiran ... 41

H. Hipotesis ... 42

BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 43

B. Sumber Data ... 43

C. Definisi Operasional Variabel ... 44

(10)

commit to user

x

E. Alat Analisis ... 53

1. Analisis Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) ... 53

2. Analisis Program Padat Karya (Fisik) ... 55

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ……… 57

1. Aspek Geografis ………... 58

2. Aspek Demografi ……… 59

3. Aspek Sosial ……… 61

4. Kondisi Perekonomian ……… 63

B. Deskripsi Karakteristik Sosial-Ekonomi Sasaran PNPM-MP …….. 67

1. Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) ... 67

2. Program Padat Karya (Fisik) ... 70

C. Analisis Data ... 78

1. Analisis Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) ... 78

a. Indikator Peningkatan Pendapatan ... 79

b. Indikator Pengurangan Kemiskinan ... 81

c. Indikator Efisiensi Penyaluran Program ... 82

d. Indikator Kelangsungan Dana ... 85

2. Analisis Program Padat Karya (Fisik) ... 87

a. Indikator Peningkatan Pendapatan ... 87

b. Indikator Pengurangan Kemiskian ... 88

(11)

commit to user

xi

d. Indikator Kelangsungan Dana ... 91

3. Skoring Program ... 92

a. Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) ... 92

b. Program Padat Karya (Fisik) ... 93

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA

(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut

Daerah Tahun 1996-2008 ... 4

Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Miskin per Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo

Tahun 2009 ... 6

Tabel 3.1 Penentuan Sampel menggunakan Model Stratified Random

Sampling ... 51

Tabel 3.2 Distribusi Populasi dan Sampel Program Kerja Mandiri (Ekonomi

Bergulir) di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 52

Tabel 3.3 Distribusi Populasi dan Sampel Program Padat Karya (fisik)

di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 52

Tabel 4.1 Deskripsi Letak, Batas dan Keadaan Alam di Kecamatan

Kartasura ... 58

Tabel 4.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Kepadatan, Rata-rata per Jiwa

di Kecamatan Kartasura Tahun 2008 ... 59

Tabel 4.3 Komposisi penduduk Kecamatan Kartasura Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Semua Kelompok Umur Tahun 2009 ... 62

Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Kecamatan Kartasura Berdasarkan Kelompok

Umur Tahun 2005-2008 ... 63

Tabel 4.5 Komposisi Penduduk yang Bekerja Menurut Sektor di Kecamatan

(13)

commit to user

xiii

Tabel 4.6 Distribusi PDRB Kecamatan terhadap PDRB Kabupaten Sukoharjo

Tahun 2005-2008 (dalam %) ... 66

Tabel 4.7 Variabel Demografi Responden Ekonomi Bergulir di Kecamatan

Kartasura Tahun 2009 ... 67

Tabel 4.8 Variabel Sosial-Ekonomi Responden Program Ekonomi Bergulir

Di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 69

Tabel 4.9 Variabel Demografi Responden Padat Karya di Kecamatan

Kartasura Tahun 2009 ... 71

Tabel 4.10 Pendidikan Responden Padat Karya di Kecamatan Kartasura

Tahun 2009 ... 72

Tabel 4.11 Profesi Responden Program Padat Karya di Kecamatan Kartasura

Tahun 2009 ... 73

Tabel 4.12 Jangka Waktu Bekerja dalam Program Padat Karya (Fisik) di

Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 74

Tabel 4.13 Motivasi Mengikuti Program Padat Karya (Fisik) di Kecamatan

Kartasura Tahun 2009 ... 75

Tabel 4.14 Persepsi Responden terhadap Program Fisik di Kecamatan

Kartasura Tahun 2009 ... 76

Tabel 4.15 Indikator Peningkatan Pendapatan Program Ekonomi Bergulir

di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 79

Tabel 4.16 Indikator Pengurangan Kemiskinan Program Ekonomi Bergulir

(14)

commit to user

xiv

Tabel 4.17 Tambahan Pendapatan Bersih Usaha Responden Program Ekonomi

Bergulir di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 83

Tabel 4.18 Efisiensi Penyaluran Program Ekonomi Bergulir di Kecamatan

Kartasura Tahun 2009 ... 84

Tabel 4.19 Kelangsungan Dana Program Ekonomi Bergulir di Kecamatan

Kartasura Tahun 2009 ... 86

Tabel 4.20 Indikator Peningkatan Pendapatan Program Padat Karya (fisik) di

Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 87

Tabel 4.21 Indikator Pengurangan Kemiskinan Program Padat Karya (Fisik)

Di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 89

Tabel 4.22 Indikator Efisiensi Penyaluran Program Fisik di Kecamatan

Kartasura Tahun 2009 ... 90

Tabel 4.23 Kelangsungan Dana Program Padat Karya di Kecamatan Kartasura

Tahun 2009 ... 91

Tabel 4.24 Skor Program Ekonomi Bergulir di Kecamatan Kartasura Tahun

2009 ... 92

(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan ... 22

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel Hasil Kuisioner Program Ekonomi Bergulir

2. Tabel Hasil Kuisioner Program Padat Karya (Fisik)

3. Persepsi Responden/pemanfaat terhadap Program Padat Karya (Fisik)

4. Kuisioner A (untuk Program Ekonomi Bergulir)

(17)

commit to user

xvi ABSTRAK

EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-MANDIRI PERKOTAAN (PNPM-MP) tahun 2009

(Studi Kasus di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo)

Yessy Puspito Sari NIM. F0106086

Masalah kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dihadapi Indonesia. Pemerintah saat ini berkonsentrasi penuh dalam program penanggulangan kemiskinan, salah satunya adalah dengan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yang sekarang berubah menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak PNPM-MP dalam meningkatkan pendapatan peserta program, menurunkan kemiskinan, mengetahui bagaimana efisiensi penyaluran program dan kelangsungan dananya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan metode survei yang dilakukan di 12 desa Kecamatan Kartasura dengan jumlah responden sebanyak 98 orang.

Penelitian ini menggunakan alat analisis yang telah dirumuskan dalam Manual Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan yang dibuat oleh ESCAP

(Economic and Social Commision for Asia and Pasific), yang terdiri dari empat

indikator yaitu Income Indicator (AI), Poverty Reduction (PR), Efficiency in

Programme Delivery (EP), dan Financial Viability (FV). Untuk mempermudah

penelitian, maka penelitian dibedakan menjadi dua program yaitu program kerja mandiri yang mencakup program ekonomi/dana bergulir dan program padat karya atau program yang berupa fisik (contoh membangun jembatan atau jalan).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah mengikuti program PNPM-MP pendapatan peserta program ekonomi bergulir meningkat 23,8% dan berdampaak pada peningkatan pendapatan rumah tangga rata-rata sebesar 10,4%. Sedangkan pendapatan peserta program fisik mengalami penurunan sebesar 0,03%. Jumlah peserta program ekonomi bergulir dan fisik yang tergolong miskin menurun masing-masing 70,1% dan 3%. Efisiensi penyaluran program ekonomi bergulir sebesar 22%, lebih rendah dari program fisik yaitu 77%. Kelangsungan dana untuk program ekonomi bergulir dan fisik masing-masing 11,4% dan 2%. Skor keseluruhan untuk program ekonomi bergulir 30,73 dan program fisik diperoleh sebesar 16,38. Kesimpulannya adalah program ekonomi bergulir lebih berhasil dalam menanggulangi kemiskinan di wilayah sampel dibanding program fisik.

(18)

commit to user

xvii

ketegasan dalam mengatasi kredit macet. Dalam program padat karya swadaya adalah nilai utama sehingga perlu ditingkatkan.

Kata kunci: PNPM-MP, ESCAP, Ekonomi Bergulir, Program Fisik, income

(19)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara-negara miskin mendapat perhatian utama yang terfokus pada

permasalahan yang kompleks antara pertumbuhan versus distribusi

pendapatan. Kedua hal tersebut sama-sama penting, namun hampir selalu

sangat sulit untuk diwujudkan secara bersamaan. Pengutamaan yang satu akan

mengorbankan yang lain. Pembangunan ekonomi mensyaratkan GNP yang

tinggi. Untuk itu pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan pilihan yang harus

diambil. Namun, yang menjadi masalah bukan hanya soal bagaimana caranya

memicu pertumbuhan, tetapi juga siapa yang melakukan dan berhak

menikmati hasil-hasilnya.

Beberapa negara berkembang yang cukup berhasil mencapai tingkat

pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi mulai menyadari bahwa

pertumbuhan yang tinggi tersebut ternyata belum bisa memberikan manfaat

yang berarti bagi anggota masyarakat paling miskin dan membutuhkan

perbaikan taraf hidup. Standar hidup ratusan juta penduduk di negara

berkembang seperti di Asia, Afrika, dan di Amerika Latin memang belum

mengalami perbaikan yang berarti. Jika dihitung secara riil, standar hidup

mereka justru mengalami kemerosotan yang tajam.

Tingkat pengangguran dan semi pengangguran di daerah perkotaan

dan pedesaan meningkat bahkan ini terjadi di negara-negara yang tingkat

(20)

commit to user

pertumbuhan ekonominya mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh

semakin terabaikannya distribusi pendapatan. Banyak orang yang mulai

merasa bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah gagal memberantas

atau sekedar mengurangi kemiskinan absolut yang semakin parah.

Kemiskinan massal yang terjadi di negara-negara yang baru merdeka

setelah Perang Dunia II lebih fokus pada keterbelakangan dari perekonomian

negara tersebut sebagai akar masalahnya (Kuncoro, 2004: 157). Penduduk

negara tersebut miskin karena hanya tergantung pada sektor pertanian yang

subsisten, metode produksi yang tradisional, yang seringkali diikuti dengan

sikap apatis terhadap lingkungan.

Masyarakat di negara maju maupun negara berkembang sekarang ini

banyak yang mulai menuntut untuk melakukan peninjauan kembali atas tradisi

pengutamaan GNP sebagai sasaran kegiatan ekonomi yang utama. Upaya

pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan pun mulai dijadikankan

sebagai fokus utama pembangunan.

Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menjadi pokok

masalah Bangsa Indonesia saat ini adalah pengangguran dan kemiskinan.

Masalah kemiskinan yang membelenggu penduduk miskin telah menggugah

perhatian masyarakat dunia, sehingga kemiskinan menjadi salah satu masalah

sentral dalam Millenium Development Goals atau MDGs (UNDP, 2003).

Kemiskinan diyakini sebagai akar permasalahan hilangnya martabat manusia,

hilangnya keadilan, tidak berjalannya demokrasi, dan terjadinya degradasi

(21)

commit to user

Faktor penyebab kemiskinan ada dua, yaitu faktor eksternal dan

internal. Kenaikan BBM adalah salah satu yang memicu terjadinya inflasi,

sehingga sangat menekan taraf hidup sebagian besar masyarakat. Rendahnya

kualitas sumber daya manusia pada keluarga miskin serta kondisi lainnya yang

membuat mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya. Pola

pengentasan kemiskinan yang cenderung kurang mendidik seperti BLT

(Bantuan Langsung Tunai) yang banyak menuai koreksi dari masyarakat, juga

memberi andil terhadap banyaknya masyarakat terutama kelompok dalam

kategori hampir miskin yang ingin tetap miskin agar mendapat bantuan.

Kemiskinan telah menjadi perhatian utama seluruh lapisan masyarakat

di Indonesia. Bahkan pemerintah sejak orde baru sampai sekarang berupaya

untuk mengatasinya. Salah satu upaya pemerintah untuk pengentasan

kemiskinan dan pemerataan pendapatan adalah dengan penetapan otonomi

daerah. Sebagai daerah otonom, kabupaten/kota diharapkan akan mempunyai

kesempatan yang lebih luas dalam mengembangkan pembangunan daerahnya,

sehingga diharapkan akan tercipta kondisi yang kondusif untuk mendukung

terselenggaranya akselerasi dan proses manajemen pembangunan yang lebih

baik lagi. Dalam posisi ini pemerintah daerah sebagai pelaku utama sehingga

pemerintah daerah akan lebih terdorong untuk tanggap terhadap masalah dan

kebutuhan daerahnya, khususnya dalam upaya pengentasan kemiskinan yang

merupakan permasalahan utama yang harus diatasi. Untuk itu diperlukan

(22)

commit to user

Ketetapan RI No XV/MPR/1998 tentang peyelenggaraan daerah yang

dijabarkan dalam UU No. 22 Tahun 1999 diganti dengan UU No. 32 Tahun

2004, karena undang-undang terdahulu sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan

otonomi daerah. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa otonomi

daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat sesuai dengan peraturan perundang-undanganan. Jadi pemerintah

daerah harus menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan tujuan utama untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat,pelayanan umum dan daya saing

daerahnya.

Tabel 1.1

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun 1996-2008

Tahun

Jumlah Penduduk Miskin

(Juta) Presentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

(23)

commit to user

Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan tingkat kemiskinan di

Indonesia pada tahun 1996 sampai 2008. Dari data diatas dapat diketahui

bahwa pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin di Indonesia

meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada

tahun 1996 menjadi 47,97 juta di tahun 1999 atau dalam bentuk presentasenya

meningkat dari 17,47% menjadi 23,43%. Berbeda dengan periode tahun

2000-2005 yang jumlah penduduk miskin cenderung menurun cukup besar dari

19,14% pada tahun 2000 menjadi 15,97% pada tahun 2005.

Pada tahun 2006 terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin, yaitu dari

35,10 juta (15,97%) pada tahun 2005 menjadi 39,30 juta (17,75%) pada tahun

2006. Penduduk miskin di pedesaan bertambah 2,11 juta, sementara di daerah

perkotaan bertambah 2,09 juta orang. Peningkatan jumlah penduduk miskin

tersebut terjadi karena harga barang-barang kebutuhan pokok selama periode

tersebut naik sangat tinggi, sehingga mengakibatkan penduduk yang tergolong

tidak miskin namun penghasilannya berada di sekitar garis kemiskinan banyak

yang bergeser menjadi miskin.

Tahun 2007-2008 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin yang

cukup besar yaitu dari 37,17 juta (16,58%) menjadi 34,96 juta (15,42%) pada

tahun 2008.

Penduduk di Kabupaten Sukoharjo berdasarkan data Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) pada akhir tahun 2009,

sebanyak 353.412 warga Sukoharjo termasuk kategori miskin, berarti 41%

(24)

commit to user

miskin. Tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo tersebut

disebabkan oleh kurang meratanya pendidikan, kesehatan maupun kesempatan

kerja. Selain itu, rendahnya pengembangan industri kecil maupun industri

menengah sebagai salah satu indikasi rendahnya kemandirian serta daya saing

ekonomi juga menjadi penyebab tingginya angka kemiskinan.

Tabel 1.2 di bawah ini adalah data jumlah total warga dan warga

miskin per kecamatan di Kabupaten Sukoharjo sampai akhir 2009.

Tabel 1.2

Jumlah Penduduk Miskin per Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009

Kecamatan Jumlah

Berdasarkan tabel 1.2 di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk

yang tergolong miskin sebanyak 353.412 jiwa atau 41,04% warga Sukoharjo

dari 854.007 jiwa pada tahun 2009. Jumlah penduduk miskin tahun 2008

(25)

commit to user

dibandingkan dengan tahun 2007, penduduk miskin di Sukoharjo pada tahun

2008 mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu dari 30,98% menjadi

43,27% atau meningkat sebanyak 12,29%. Peningkatan jumlah penduduk

miskin yang cukup besar dari tahun 2007 ke 2008 terjadi karena dibukanya

penambahan data untuk mengisi kuota Jaminan Kesehatan Masyarakat

(Jamkesmas). Untuk tahun 2006 presensentase penduduk miskin hanya

sebesar 28,93% dari total penduduk Sukoharjo seperti pada tabel 1.2 diatas.

Tabel 1.2 juga menunjukkan bahwa pada tahun 2009 penduduk miskin

yang terbesar terdapat di Kecamatan Baki. Sementara di Kecamatan Kartasura

jumlah penduduk miskin sebesar 2,66% atau berjumlah 21.322 jiwa dari

seluruh penduduk Sukoharjo atau merupakan jumlah terkecil dari seluruh

kecamatan di Sukoharjo.

Penanggulangan kemiskinan merupakan sebuah langkah kebijakan

yang harus dilaksanakan mengingat jumlah penduduk miskin di Indonesia

yang masih cukup besar. Krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1998 telah

berkembang menjadi krisis multidimensi di berbagai aspek sehingga

memberikan kondisi iklim yang tidak pasti dalam kegiatan perekonomian

yang kemudian menurunkan pendapatan per kapita dan pertumbuhan

ekonomi. Realita ini yang menyebabkan kemiskinan semakin membesar dan

membutuhkan penanganan yang serius dari pemerintah. Bentuk dari

kepedulian pemerintah pusat terhadap masalah kemiskinan telah diwujudkan

dengan pembentukan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) melalui

(26)

commit to user

KPK dengan tujuan untuk memberikan arahan, dorongan dan dukungan

kepada pemerintah kabupaten/kota dalam pengentasan Kemiskinan.

Upaya yang telah dilakukan dalam rangka penanggulangan

kemiskinan, antara melalui program jaring pengaman sosial dan program

penanggulangan kemiskinan baik melalui kebijakan struktural, regional

maupun khusus. Program penanggulangan kemiskinan yang pernah

dilaksanakan, yaitu; P4K, KUBE, TPSP-KUD, UEDSP, Program

Pengembangan Kecamatan (PPK), Pembangunan Prasarana Pendukung Desa

Tertinggal (P3DT), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP),

Pemberdayaan Desa Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE),

P2MPD, dan program pembangunan sektoral telah berhasil memperkecil

dampak krisis ekonomi dan mengurangi kemiskinan (Santosa, dkk. 2003:145).

Program penanggulangan kemiskinan yang saat ini sedang digalakkan

oleh pemerintah salah satunya adalah Program Pemerintah Pemberdayaan

Masyarakat (PNPM) Mandiri yang mulai diresmikan Pemerintah Indonesia

pada tanggal 30 April 2007 di Kota Palu-Sulawesi Tengah. PNPM sendiri

pada hakekatnya adalah gerakan nasional dalam wujud pembangunan berbasis

masyarakat yang menjadi kerangka kebijakan serta acuan dan pedoman bagi

pelaksanaan berbagai program pemberdayaan masyarakat dalam rangka

penanggulangan kemiskinan.

Pemberdayaan masyarakat dipahami sebagai strategi untuk mencapai

tujuan meningkatnya kesejahteraan masyarakat terutama keluarga miskin.

(27)

commit to user

wilayah maupun kelompok masyarakat, prinsip dasar, strategi, pendekatan,

indikator, mekanisme, dan prosedur yang diperlukan untuk mempercepat

penanggulangan kemiskinan dan mempercepat penciptaan lapangan kerja.

Nilai-nilai positif yang hendak dicapai dari program ini salah satunya

adalah kejujuran, yang sampai saat ini masih merupakan hal mudah diucapkan

namun sulit untuk dilaksanakan. PNPM Mandiri mengharapkan kejujuran dari

masyarakat, karena mereka lah yang mengelola sepenuhnya program ini.

Dalam program ini peran masyarakat sangat dioptimalkan, karena orang-orang

yang terjun didalamnya melibatkan unsur masyarakat sepenuhnya.

PNPM Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) dilahirkan dari embrio yang

berbentuk P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan). Sebelum

adanya PNPM Mandiri Perkotaan, pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007

dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar

pengembangan pemberdayaan masyarakat di pedesaan beserta program

pendukungnya seperti PNPM Generasi, Program Penanggulangan Kemiskinan

di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat

di perkotaan.

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)

dilaksanakan sejak Tahun 1999 sebagai salah satu upaya untuk membangun

kemandirian masyarakat bersama pemerintah dalam menanggulangi

kemiskinan secara berkelanjutan. Melalui P2KP fase 1 sampai fase 3 telah

terbentuk 6.168 BKM/ Badan Keswadayaan Masyarakat yang merupakan

(28)

commit to user

pengembangan (modal sosial) masyarakat. Masyarakat dalam BKM telah

menyusun PJM Pronangkis (Perencanaan Jangka Menengah Program

Penanggulangan Kemiskinan) secara partisipatif, sebagai prakarsa

menanggulangi kemiskinan di wilayahnya secara mandiri. Jadi dapat

disimpulkan bahwa P2KP adalah salah satu motor program PNPM Mandiri di

wilayah perkotaan, disamping PPK (Program Pemberdayaan Kecamatan).

PNPM Mandiri Perkotaan (PNPM-P2KP) di Kabupaten Sukoharjo

diluncurkan perdana pada tanggal 17 Januari 2008, di Balai Desa Pabelan

Kecamatan Kartasura. Sampai tahun 2008 pelaku maupun masyarakat P2KP

berjumlah 5.170 anggota dan relawan. Penanggulangan kemiskinan di

Kabupaten Sukoharjo melalui P2KP bukan merupakan satu-satunya program

penanggulangan kemiskinan, tetapi melalui program ini Pemerintah berupaya

untuk mengurangi kemiskinan khususnya di wilayah perkotaan.

Pemerintah berupaya untuk semakin menajamkan program

penanggulangan kemiskinan di Indonesia dengan mencari metode evaluasi

dan monitoring yang tepat agar kualitas pelaksanaan program penanggulangan

kemiskinan menjadi semakin baik di masa datang. Dengan indikator-indikator

yang obyektif dan terukur para pengambil keputusan menjadi lebih mudah

melakukan perbaikan-perbaikan dari berbagai segi agar program

penanggulangan kemiskinan menjadi lebih berkelanjutan (sustainable) dan

tidak bersifat charity. Dengan demikian kegagalan suatu program di masa lalu

bukan berarti telah gagal dalam segala aspeknya sehingga harus diganti

(29)

commit to user

bahwa jika program dianggap telah gagal berarti program itu sudah tidak perlu

diingat-ingat lagi, dan perlu program baru untuk mengganti program lama

(Santosa dkk., 2003:145).

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka penelitian ini akan

menganalisa apakah pelaksanaan program PNPM-MP berdampak terhadap

peningkatan pendapatan dan penurunan tingkat kemiskinan. Serta bagaimana

efisiensi penyaluran program dan kelangsungan dana PNPM-MP sebagai

keberhasilan program.

B. Perumusaan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalah sebagai berikut:

1. Apakah terjadi peningkatan pendapatan bagi individu penerima program

PNPM-MP dan dampaknya terhadap pendapatan rumah tangga di

Kecamatan Kartasura?

2. Apakah terjadi pengurangan jumlah penduduk miskin setelah mengikuti

program PNPM-MP di Kecamatan Kartasura?

3. Bagaimana tingkat efisiensi penyaluran program PNPM-MP bagi Rumah

Tangga Miskin di Kecamatan Kartasura?

4. Bagaimana kelangsungan dana untuk program PNPM-MP di Kecamatan

(30)

commit to user C. Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai program penanggulangan kemiskinan di

Kabupaten Sukoharjo memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui apakah terjadi peningkatan pendapatan individu penerima

program PNPM-MP dan dampaknya terhadap pendapatan rumah tangga di

Kecamatan Kartasura.

2. Mengetahui apakah terjadi pengurangan jumlah penduduk miskin setelah

mengikuti program PNPM-MP di Kecamatan Kartasura.

3. Mengetahui efisiensi penyaluran program PNPM-MP bagi Rumah Tangga

Miskin di Kecamatan Kartasura.

4. Mengetahui kelangsungan dana untuk program PNPM-MP di Kecamatan

Kartasura.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan

pertimbangan bagi pemerintah daerah Sukoharjo dalam menyusun

perencanaan dan kebijakan-kebijakan pembangunan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan dan ilmu tentang

program penanggulangan kemiskinan.

3. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

(31)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembangunan

Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari

sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang

lebih bersifat statis dalam kurun waktu cukup lama untuk menciptakan dan

mempertahankan kenaikan tahunan atas GNP-nya pada tingkat, katakanlah 5

persen hingga 7 persen, atau bahkan lebih tinggi lagi, jika hal itu memang

memungkinkan (Todaro, 2000:17).

Pembangunan ekonomi diartikan sebagai proses yang menyebabkan

pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

panjang, seperti yang diungkapkan oleh Meier dan Baldwin. Dari definisi

tersebut mengandung tiga unsur (Suryana, 2000:3), yaitu:

1. Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses, berarti perubahan yang terus

menerus yang di dalamnya telah mengandung unsur-unsur kekuatan

sendiri untuk investasi baru.

2. Usaha meningkatkan pendapatan per kapita.

3. Kenaikan pendapatan per kapita harus berlangsung dalam jangka panjang.

Awalnya upaya pembangunan di negara berkembang identik dengan

upaya untuk meningkatkan pendapatan per kapita, atau biasa disebut dengan

strategi pertumbuhan ekonomi. Banyak yang beranggapan bahwa yang

(32)

commit to user

membedakan negara maju dengan Negara yang Sedang Berkembang (NSB)

adalah dari pendapatan rakyatnya. Dengan ditingkatkannya pendapatan per

kapita diharapkan mampu mengatasi masalah pengangguran, kemiskinan, dan

ketimpangan distribusi pendapatan yang dihadapi NSB, misalnya dengan

”dampak merembes ke bawah” (tricle down effect).

Pada akhir dasawarsa 1960-an, banyak NSB yang mulai menyadari

bahwa ’pertumbuhan’ (growth) tidak identik dengan ’pembangunan’

(development). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan melampaui

negara-negara maju pada tahap awal pembangunan memang dapat dicapai, namun

dibarengi dengan masalah-masalah sperti pengangguran, kemiskinan, di

perdesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidaksinambungan

struktural. Fakta ini memperkuat keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi

merupakan syarat yang diperlukan (necessary) tetapi tidak mencukupi

(sufficient) bagi proses pembangunan (Esmara dan Meier). Dengan kata lain

pembangunan ekonomi tidak lagi memuja GNP sebagai sasaran

pembangunan, tetapi pembangunan ekonomi diwujudkan dalam upaya

meniadakan, atau setidaknya mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan

ketimpangan (Seers, 1973).

Model pembangunan yang berorientasi pada penciptaan lapangan

kerja, sasaran yang harus dicapai adalah pada peningkatan dalam kesempatan

kerja produktif dan meningkatkan produksi. Model pembangunan ini

(33)

commit to user

pedesaan melalui pembangunan pedesaan, padat karya di perkotaan, dan

pemanfaatan fasilitas-fasilitas berupa pendidikan, jasa kredit, dan lain-lain.

Model pembangunan lain adalah yang berorientasi pada penghapusan

kemiskinan. Tujuan strategi ini adalah mengurangi atau menghapuskan

kemiskinan, peningkatan kesempatan kerja produktif dan peningkatan GNP

kelompok miskin. Strategi ini dapat dilakukan dengan redistribusi kekayaan

harta produktif melalui kebijakan fiskal dan kredit, pemanfaatan

fasilitas-fasilitas, reorientasi produksi melalui proyek padat karya dan realokasi sumber

daya produktif yang menguntungkan golongan miskin melalui pengalihan

investasi dan konsumsi serta penekanan sektor tradisional dan informal di

perkotaan (Suryana, 2000:71).

B. Kemiskinan

1. Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan didefinisikan sebagai standar hidup yang rendah, yaitu

adanya suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar

kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Secara ekonomis, kemiskinan juga dapat diartikan sebagai kekurangan

sumberdaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan

sekelompok orang. Kemiskinan memberi gambaran situasi serba

kekurangan seperti terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya

pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya

(34)

commit to user

kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Ketidakmampuan

penduduk miskin disebabkan mereka tidak memiliki aset sebagai sumber

pendapatan dan juga karena struktur sosial ekonomi yang tidak membuka

peluang orang miskin ke luar dari lingkungan kemiskinan yang tak

berujung pangkal (Mubyarto, 1997).

Komite Penanggulangan Kemiskinan (2005) mendefinisikan

kemiskinan dari pendekatan hak, yaitu kondisi dimana seseorang atau

sekelompok orang, laki-laki atau perempuan, tidak terpenuhi hak-hak

dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan

yang bermartabat. Dengan ini kemiskinan tidak lagi dipahami hanya

sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan

hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang

dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.

Di negara-negara miskin dan berkembang memiliki masalah

kemiskinan yang rumit apabila dibandingkan dengan negara-negara maju.

Tidak jarang masalah kemiskinan dihubungkan dengan distribusi

pemerataan pendapatan, karena pembangunan ekonomi yang terus

menerus tidak selalu dapat mengurangi tingkat kemiskinan atau

pertumbuhan ekonomi tidak berkorelasi positif terhadap distribusi

(35)

commit to user 2. Kemiskinan di negara berkembang

Kemiskinan dan ketimpangan pendapatan sangat erat dikaitkan

dengan negara yang sedang bekembang, berikut ini adalah karakteristik

atau ciri-cri umum negara berkembang:

1) Standar hidup yang relatif rendah, debagai akibat dari tingkat

pendapatan yang rendah, ketimpangan pendapaan yang parah, kurang

memadainya pelayanan kesehatan dan sistem pendidikan.

2) Tingkat produkivitas yang rendah.

3) Tingkat pertumbuhan penduduk serta beban ketergantungan yang

tinggi.

4) Angka pengangguran, terbuka maupun terselubung , yang sangat tinggi

dan akan terus bertambah tinggi, sementara penyediaan lapangan kerja

semakin terbatas.

5) ketergantungan pendapatan yang sangat besar kepada produksi sektor

pertanian serta sektor produk-produk primer (bahan-bahan mentah).

6) Pasar yang tidak sempurna, dan informasi yang tersedia pun sangat

terbatas.

7) Dominasi, ketergantungan, dan kerapuhan ang parah pada hampir

semua aspek hubungan internasional.

Untuk mengatasi masalah di atas diperlukan pembangunan, baik

(36)

commit to user 3. Ukuran Kemiskinan

Para ahli ekonomi mengelompokkan kemiskinan menjadi dua,

yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

a. Kemiskinan absolut

Kemiskinan absolut diartikan sebagai suatu keadaan dimana

tingkat pendapatan dari seseorang tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan, pemukiman,

kesehatan, dan pendidikan. Ukuran ini terkait dengan batasan pada

kebutuhan pokok atau kebutuhan minimum. Jadi, konsep kemiskinan

pada umumnya selalu dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan,

kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau

kebutuhan dasar ( basic need).

b. Kemiskinan relatif

Kemiskinan relatif berkaitan dengan distribusi pendapatan yang

mengukur ketidakmerataan. Dalam kemiskinan relatif, seseorang

yang telah mampu memenuhi kebutuhan minimumnya belum tentu

disebut tidak miskin, karena apabila dibandingkan dengan penduduk

sekitarnya, ia memiliki pendapatan yang lebih rendah.

Semakin besar ketimpangan antara tingkat hidup orang kaya dan

miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin

(Kincaid, 1975). Sehingga Bank Dunia (world bank) membagi aspek

(37)

commit to user

a. Jika 40 persen jumlah penduduk berpendapatan rendah menerima

kurang dari 12 persen pendapatan nasionalnya maka pembagian

pembangunan sangat timpang.

b. Apabila 40 persen lapisan penduduk berpendapatan rendah

menikmati antara 12-17 persen pendapatan nasional dianggap

sedang.

c. Jika 40 persen dari penduduk berpendapatan menengah menikmati

lebih dari 17 persen pendapatan nasional maka dianggap rendah.

Pengukuran tingkat kemiskinan dapat dilakukan dengan

Headcount Index (HCI), yaitu pengukuran tingkat kemiskinan yang

sederhana dengan menghitung jumlah orang miskin sebagai proporsi

dari populasi, disertai dengan poverty gap (Meier). Poverty gap

digunakan untuk mengatasi kelemahan headcount index yang

menghitung transfer yang akan membawa pendapatan setiap penduduk

miskin sampai di atas garis kemiskinan sehingga kemiskinan dapat

dilupakan.

4. Faktor Penyebab Kemiskinan

Dipandang dari sudut ekonomi, penyebab kemiskinan dapat

dilihat dari beberapa sisi, yaitu:

a. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan

(38)

commit to user

timpang. Penduduk miskin memiliki sumber daya terbatas dan

kualitasnya rendah.

b. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya

manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti

produktivutasnya rendah, dan menyebabkan upahnya rendah.

Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya

tingkat pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya

diskriminasi, atau karena keturunan.

c. Kemiskinan muncul karena akibat perbedaan akses dalam modal.

Sektor pertanian merupakan pusat kemiskinan di Indonesia ada

tiga faktor penyebab utama antara lain:

a. Tingkat produktivitas yang rendah disebabkan oleh jumlah pekerja di

sektor tersebut terlalu banyak sedangkan tanah, kapital, dan

teknologi terbatas serta tingkat pendidikan petani yang rata-ratanya

sangat rendah.

b. Daya saing petani atau dasar tukar domestik (term of trade) komoditi

pertaian terhadap out put industri semakin lemah.

c. Tingkat diversifikasi usaha disektor pertanian ke jenis-jenis komoditi

non food yang memiliki prospek pasar (terutama ekspor) dan harga

(39)

commit to user

Menurut World Bank (2003), penyebab dasar kemiskinan adalah:

a. Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal.

b. Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan

prasarana.

c. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor.

d. Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan

sistem yang kurang mendukung.

e. Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor

ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern).

f. Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam

masyarakat.

g. Budaya hidup yang dikaikan dengan kemampuan seseorang

mengelola sumber daya alam dan lingkungannya.

h. Tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good

governance).

i. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak

berwawasan lingkungan.

Negara berkembang sampai kini masih saja memiliki ciri-ciri

terutama sulitnya mengelola pasar dalam negerinya menjadi pasar

persaingan yang lebih sempurna. Ketika mereka tidak dapat mengelola

pembangunan ekonomi, maka kecenderungan kekurangan kapital dapat

(40)

commit to user

rendahnya tabungan dan investasi mengalami penurunan sehingga

melingkar ulang menuju kurangnya modal. Demikian seterusnya,

berputar. Oleh karena itu, setiap usaha memerangi kemiskinan

seharusnya diarahkan untuk memotong lingkaran dan perangkap

kemiskinan ini (Kuncoro, 2000:130).

Definisi dari lingkaran setan kemiskinan (The Vicious Circle)

adalah suatu rangkaian kekuatan yang mempengaruhi satu sama lain

sedemikian rupa, sehingga menimbulkan keadaan suatu negara akan

tetap miskin dan akan mengalami banyak kesulitan untuk mencapai

pembangunan pada tingkat yang sangat tinggi .

Ketidaksempurnaan pasar,

Keterbelakangan,

Ketertinggalan

Kekurangan Modal

Investasi rendah produktivitas rendah

Tabungan rendah Pendapatan rendah

Gambar 2.1

(41)

commit to user

Negara miskin dan berkembang mengalami perangkap

kemiskinan dan stagnasi adalah tidak benar. Alasannya yang pertama

yaitu variabel-variabel yang digunakan dalam lingkaran perangkap

kemiskinan sebagai penghambat dalam pembangunan memiliki peran

yang kurang penting dalam menentukan laju pembangunan serta

interaksi antar variabel tidak sesuai dengan faktanya. Kedua, fakta dari

negara-negara maju di Asia seperti Singapure, Cina, Brunei dulunya

adalah negara yang miskin.

Sedangkan Meier dan Baldwin mengemukakan bahwa lingkaran

perangkap kemiskinan itu timbul dari hubungan yang saling

mempengaruhi di antara keadaan masyarakat yang masih terbelakang

dan tradisional serta kekayaan alam yang masih belum dikembangkan

(Suryana, 2000:43).

Agar negara-negara berkembang dapat melepaskan diri dari

lingkaran tersebut, perlu dilaksanakan program pembangunan seimbang,

yaitu dalam waktu bersamaan dilaksanakan penanaman modal di

berbagai industri yang mempunyai kaitan erat satu sama lain (Suryana,

2000:70).

5. Alternatif Penanggulangan Kemiskinan

Pengalaman di Negara-negara Asia menunjukkan adanya

berbagai mobilisasi perekonomian perdesaan untuk memerangi

(42)

commit to user

kerja yang masih belum didayagunakan (idle) dalam rumah tangga

petani gurem agar terjadi pembentukan modal di pedesaan

(Nurkse,1951). Ide bahwa tenaga kerja yang masih belum

didayagunakan pada rumah tangga petani kecil dan guren merupakan

sumberdaya yang tersembunyi dan merupakan potensi tabungan.

Selain dengan pendayagunaan tenaga kerja, cara untuk

menanggulangi kemiskinan juga dapat dilakukan dengan

menitikberatkan pada transfer sumber daya pertanian ke industri

melalui mekanisme pasar (Lewis, 1954; Fei dan Ranis, 1964). Ide

bahwa penawaran tenaga kerja yang tidak terbatas dan rumah tangga

petani kecil dapat meningkatkan tabungan dan formasi modal lewat

proses pasar, mulanya tidak berkaitan sama sekali dengan mobilisasi

pedesaan.

Cara yang ketiga yaitu dengan menyoroti potensi pesatnya

pertumbuhan dalam sektor pertanian yang dibuka dengan kemajuan

teknologi dan kemungkinan sektor pertanian menjadi sektor yang

memimpin (Schultz, 1963 ; Mellor, 1976). Model ini dikenal dengan

nama Model Pertumbuhan Berbasis Teknologi, atau Rural-Led

Development. Beberapa permasalahan dalam strategi pembangunan

(43)

commit to user

Kebijakan penanggulangan kemiskinan secara umum dapat

dibagi atas dua kelompok, yaitu:

a. Kebijakan yang secara tidak langsung meliputi upaya menciptakan

ketentraman dan kestabilan ekonomi,sosial dan politik. Selain itu

juga mengendalikan jumlah penduduk, melestarikan lingkungan

hidup dan menyiapkan kelompok masyarakat miskin melalui

kegiatan pelatihan.

b. Kebijakan langsung, seperti penyediakan data dasar (base data)

dalam penentuan kelompok sasaran, penyediaan kebutuhan dasar

(pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan), menciptakan

kesempatan kerja, program pembangunan wilayah.

Strategi program penanggulangan kemiskinan dalam era

otonomi daerah yaitu (Departemen Keuangan, 2001):

a. Upaya penanggulangan harus bersifat desentralistik, bottom-up dan

lokal spesifik, artinya penanggulangan kemiskinan harus

dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat lokal sesuai kondisi

setempat dengan mengupayakan perluasan kesempatan kerja dan

pemberdayaan ekonomi rakyat di tingkat akar rumput.

b. Upaya penanggulangan kemiskinan dalam era otonomi daerah juga

harus diikuti dengan perbaikan akses penduduk miskin terhadap

(44)

commit to user

c. Upaya penanggulangan kemiskinan harus dilakukan dengan

pendekatan pembangunan ekonomi rumah tangga, artinya harus

dimulai dengan menjadikan rumah tangga berorientasi ekonomi

dan selanjutnya penduduk miskin bisa mengatasi sendiri

masalahnya sehingga keluar dari jeratan kemiskinan.

C. Indikator Kesenjangan Distribusi Pendapatan

Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui kesenjangan

distribusi pendapatan adalah rasio gini (gini ratio) dan kriteria Bank Dunia

(BPS, 1994). Nilai gini ratio berkisar antara nol dan satu. Bila rasio gini sama

dengan nol berarti distribusi pendapatan amat merata sekali karena setiap

golongan penduduk menerima bagian pendapatan yang sama. Namun, bila

rasio gini sama dengan satu menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan

distribusi pendapatan yang sempurna karena seluruh pendapatan hanya

dinikmati oleh satu orang saja. Jadi, semakin tinggi nilai rasio gini maka

semakin timpang distribusi pendapatan suatu negara. Dan sebaliknya, semakin

rendah nilai rasio gini berarti semakin merata distribusi pendapatannya.

Kriteria Bank Dunia mendasarkan penilaian distribusi pendapatan atas

pendapatan yang diterima oleh 40 persen penduduk berpendapatan terendah.

Kesenjangan distribusi pendapatan dikategorikan:

1) Tinggi, bila 40 persen penduduk perpenghasilan terendah menerima

(45)

commit to user

2) Sedang, bila 40 persen penduduk berpenghasilan terendah menerima

12-17 persen bagian pendapatan.

3) Rendah, bila 40 persen penduduk berpenghasilan terendah menerima lebih

dari 17 persen bagian pendapatan.

Mengenai keadaan distribusi pendapatan di beberapa negara,

analisanya memberi gambaran mengenai distribusi pendapatan relatif maupun

distribusi pendapatan mutlak. Yang dimaksud distribusi pendapatan relatif

adalah perbandingan jumlah pendapatan yang diterima oleh berbagai golongan

penerima pendapatan, dan penggolongan ini didasarkan kepada besarnya

pendapatan yang mereka terima. Sementara distribusi pendapatan mutlak

adalah presentasi jumlah penduduk yang pendapatannya mencapai suatu

tingkat pendapatan tertentu atau kurang daripadanya. Diantara negara-negara

berkembang terdapat negara-negara yang distribusi pendapatannya lebih baik

dari pada distribusi pendapatan rata-rata di negara-negara maju. Dan

sebaliknya, terdapat negara-negara berkembang yang masalah

ketidakmerataan pendapatan mereka sangat serius. Keadaan distribusi

pendapatan mutlak di berbagai negara berkembang dengan melihat jumlah

penduduk yang menerima pendapatan di bawah ’garis kemiskinan’.

D. Indikator Kemiskinan

Indikator kemiskinan umumnya menggunakan kriteria garis

kemiskinan (poverty line) untuk mengukur kemiskinan absolut. Semua ukuran

(46)

commit to user

tersebut sangat penting terutama dalam hal pengukuran kemiskinan yang

didasarkan konsumsi. Garis kemiskinan yang didasarkan pada konsumsi

(consumption-based poverty line) terdiri dari dua elemen, yaitu yang

pengeluaran yang diperlukan untuk membeli standar gizi minimum dan

kebutuhan dasar lainnya. Kedua, jumlah kebutuhan lain yang sangat

bervariasi, yang mencerminkan biaya partisipasi dalam kehidupan masyarakat

sehari-hari.

Garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda.

Ini disebabkan oleh adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup.

BPS menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per

kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan

makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan

patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum

bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka

barang dan jasa. Dengan kata lain BPS menggunakan dua macam pendekatan,

yaitu: pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan

head count index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang

sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan

sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Head Count

Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut.

Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di

bawah garis kemiskinan yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan

(47)

commit to user

mempengaruhi penentuan pemilihan komoditi. Harga, selera, dan pendapatan

akan mempengaruhi pilihan komoditi yang akan dikonsumsi dan besarnya

nilai pengeluaran nonmakanan. Artinya, pengeluaran proporsi non makanan

merupakan fungsi harga-harga, selera dan pendapatan.

Besar kecilnya penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis

Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki

rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.

Berdasarkan data dari Susenas selama Maret 2008-Maret 2009, Garis

Kemiskinan naik sebesar 9,65 persen, yaitu dari Rp182.636,- per kapita per

bulan pada Maret 2008 menjadi Rp200.262,- per kapita per bulan pada Maret

2009.

E. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

Program PNPM yang diluncurkan oleh Presiden RI tanggal 30 April

2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah sesungguhnya merupakan salah satu

upaya pemerintah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan

perluasan kesempatan kerja melalui konsolidasi program-program

pemberdayaan masyarakat yang ada di berbagai kementriam/lembaga.

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) pada

hakekatnya adalah gerakan nasional dalam wujud pembangunan berbasis

masyarakat yang menjadi kerangka kebijakan serta acuan dan pedoman bagi

pelaksanaan berbagai program pemberdayaan masyarakat dalam rangka

(48)

commit to user

strategi untuk mencapai tujuan meningkatnya kesejahteraan masyarakat

terutama keluarga miskin. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi

dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program,

penyediaan, dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi

masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.

Harmonisasi kebijakan melalui PNPM untuk perbaikan pemilihan

sasaran baik wilayah maupun kelompok masyarakat, prinsip dasar, strategi,

pendekatan, indikator, mekanisme, dan prosedur yang diperlukan untuk

mempercepat penanggulangan kemiskinan dan mempercepat penciptaan

lapangan kerja.

Pemberdayaan terjadi pada saat masyarakat mampu mengdentifikasi

masalah/penyebab kemiskinan dan alternatif penyelesaiannya, mampu

mengidentifikasi sumber daya yang tersedia di wilayahnya, mampu

memutuskan tindakan yang harus dilaksanakan (peningkatan kemampuan

masyarakat berorganisasi dalam skala kelompok dan menjadi mitra

pemerintah dalam pembangunan desa/kelurahan).

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri terdiri

dari PNPM Mandiri Pedesaan, PNPM mandiri Perkotaan, serta PNPM

Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal.

Pemerintah Indonesia telah membuat kebijakan untuk melaksanakan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), dengan P2KP

(Program Penganggulangan Kemiskinan di Perkotaan) sebagai salah satu

(49)

commit to user

Pengembangan Kecamatan). PNPM pada dasarnya merupakan program

payung (umbrella policy) untuk mensinergikan berbagai program

pemberdayaan masyarakat, yang dimulai dengan sinergi P2KP dengan PPK.

1. Tujuan PNPM

Tujuan dari PNPM sendiri adalah untuk mewujudkan harmonisasi

dan sinergi berbagai program pemberdayaan. Dengan PNPM diharapkan

peranan Pemerintah Daerah dan Instansi sektoral semakin nyata dan

terpacu menerapkan model pembangunan partisipatif serta memperkuat

kemitraan masyarakat dengan pemerintah dan kelompok peduli setempat

dalam penanggulangan kemiskinan. Selain itu, juga diharapkan capaian

manfaat program kepada kelompok sasaran (masyarakat miskin) semakin

efektif.

Tujuan umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

(PNPM) adalah sebagai upaya untuk mempercepat pengurangan

kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan. Sedangkan secara khusus

bertujuan untuk, sebagai berikut:

a) Meningkatkan penghasilan kelompok masyarakat miskin.

b) Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat termasuk masyarakat

miskin, kelompok perempuan, dan kelompok lainnya yang selama ini

terpinggirkan.

c) Menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat terutama masyarakat

(50)

commit to user

d) Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap berbagai pelayanan

dasar.

e) Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap kegiatan ekonomi

produktif serta akses terhadap modal, pasar, informasi dan inovasi.

f) Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat.

g) Memperbaiki distribusi pendapatan masyarakat.

h) Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan layanan

masyarakat terutama masyarakat miskin.

2. Prinsip Dasar

Sesuai dengan Pedoman Umum, PNPM Mandiri mempunyai

prinsip atau nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan

dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil

dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PNPM Mandiri. Prinsip-prinsip

tersebut meliputi:

a) Bertumpu pada pembangunan manusia, artinya masyarakat hendaknya

memilih kegiatan yang berdampak langsung terhadap upaya

pembangunan manusia daripada pembangunan fisik semata.

b) Otonomi, artinya masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur

diri secara mandiri dan bertanggung jawab, tanpa intervensi negatif

dari luar.

c) Desentralisasi, artinya memberikan ruang yang lebih luas kepada

(51)

commit to user

kewilayahan yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah

sesuai dengan kapasitas masyarakat.

d) Berorientasi pada masyarakat miskin, segala keputusan yang diambil

berpihak pada masyarakat miskin.

e) Partisipasi, masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur

tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi,

perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian kegiatan yang memberikan

sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materiil.

f) Kesetaraan dan keadilan gender, masyarakat baik laki-laki dan

perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan

program dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan,

kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan pada saat

situasi konflik.

g) Demokratis, masyarakat mengambil keputusan pembangunan secara

musyawarah dan mufakat.

h) Transparansi dan Akuntabel, masyarakat memiliki akses terhadap

segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga

pengelolaan kepada kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan

dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun

administratif.

i) Prioritas, masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan

mempertimbangkan apa yang paling penting dan didahulukan serta

(52)

commit to user

j) Keberlanjutan, dalam setiap pengambilan keputusan atau tindakan

pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,

pengendalian dan pemeliharaan kegiatan harus telah

mempertimbangkan sistem pelestariannya.

3. Sasaran PNPM

a) Terbangunnya kelembagaan masyarakat (BKM) yang aspiratif,

representatif, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan

berkembangnya partisipasi dan kemandirian masyarakat.

b) Tersediannya Perencanaan Jangka Menengah Program

Penanggulangan Kemiskinan (PJM-Pronangkis) sebagai wadah sinergi

berbagai program penanggulangan kemiskinan yang sesuai dengan

aspirasi dan kebutuhan masyarakat.

c) Meningkatnya akses dan pelayanan kebutuhan dasar bagi warga

miskin perkotaan menuju capaian sasaran Indeks Pembangunan

Manusia – Millenium Development Goals (IPM-MDGs)

4. Strategi Pelaksanaan

a) Melembagakan pola pembangunan partisipatif yang berpihak pada

masyarakat miskin dan berkeadilan, melalui pembangunan lembaga

masyarakat (BKM) representatif, akuntabel, dan mampu menyuarakan

(53)

commit to user

serta perencanaan partisipasif dalam menyusun PJM Pronangkis

berbasis IPM-MDGs.

b) Menyediakan BLM secara transparan untuk mendanai kegiatan

penanggulangan kemiskinan yang mudah dilakukan oleh masyarakat

dan membuka kesempatan kerja, melalui: pembangunan ekonomi

lokal, pembangunan sarana/prasarana lingkungan dan pembangunan

SDM/pelatihan-pelatihan).

c) Memperkuat keberlanjutan program dengan menumbuhkan rasa

memiliki dikalangan masyarakat melalui proses penyadaran kritis dan

pengelolaan hasil-hasilnya. Selain itu, juga meningkatkan kemampuan

perangkat pemerintah dalam perencanaan, penganggaran, dan

pengembangan paska proyek dan meningkatkan efektifitas

perancanaan dan penganggaran yang lebih pro-poor dan berkeadilan.

5. Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat

Secara umum manfaat yang akan diperoleh melalui pendekatan

pemberdayaan masyarkat adalah penyediaan barang jasa skala kecil, tidak

kompleks, dikerjakan melalui kerjasama lokal (common pool, public, dan

civic goods). Kondisi kegagalan pasar akibat pasar yang idak sempurna

dapat diatasi jika program dilaksanakan dengan pendekatan pemberdayaan

yaitu dengan tersedianya komplemen aktivitas publik.

Dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat maka diharapkan

(54)

commit to user

dibandingkan proyek sektoral karena adanya ownership masyarakat.

Efisiensi yang lebih dan efektifitas yang tinggi (penghematan 30-40

persen) akan lebih dirasakan apabila dibandingkan dengan menggunakan

kontraktor.

Pemberdayaan masyarakat mendorong terjadi internalisasi

pembangunan untuk masyarakat miskin dan marjinal penciptaan lapangan

kerja. Serta partisipasi penduduk miskin dalam pembangunan,

pembentukan modal sosial, tata pemerintahan yang baik.

6. Tahap PNPM

Dalam upaya mencapai tujuan PNPM, strategi yang diterapkan

adalah melalui pemberdayaan masyarakat seutuhnya dengan

mendayagunakan seluruh potensi dan sumberdaya lokal termasuk

sumberdaya manusia, alam, teknologi, sosial, kelembagaan dan

keberlanjutan, yaitu dengan berbagai tahap sebagai berikut:

a. Tahap Internalisasi

1) Tahap pembelajaran bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk

memahami pengelolaan pembangunan partisipatif.

2) Bantuan pendanaan merupakan faltor utama penggerak proses

pemberdayaan.

(55)

commit to user

b. Tahap Pelembagaan

1) Proses pelembagaan pembangunan partisipatif; pendanaan mikro

berbasis masyarakat; peningkatan kapasitas masyarakat dan

pemerintah lokal.

2) Bantuan pendanaan lebih bersifat stimulan.

3) Peran fasilitator/konsultan terfokus pada peningkatan kapasitas.

4) Masyarakat, pemerintah daerah, konsultan dan fasilitator

merupakan mitra sejajar.

5) Perencanaan partisipatif mulai terintregasi ke dalam sistem

perencanaan pembangunan reguler.

c. Tahap Keberlanjutan

1) Tahap persiapan masyarakat untuk mampu melanjutkan

pengelolaan pembangunan secara mandiri.

2) Masyarakat mampu menghasilkan keputusan yang rasional yang

adil, serta mampu membangun kemitraan dengan berbagai pihak.

3) Swadaya masyrakat merupakan faktor utama penggerak

pembangunan.

4) Pemerintah Daerah lebih tanggap dalam peningkatan kesejahteraan

(56)

commit to user 7. Komponen Kegiatan

b. Pengembangan Masyarakat, tujuannya adalah meningkatkan kapasitas

masyarakat dan kelembagaannya melalui penguatan pendamping yang

tepat. Peningkatan Kapasitas Pemerintahan, tujuannya adalah sebagai

berikut:

1) Memperkuat lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat yang

dipercaya oleh masyarakat untuk mengelola kegiatan PNPM.

2) Memfasilitasi penyelenggaraan kaji ulang produk hukum yang

berkaitan dengan pembangunan masyarakat desa/kelurahan.

3) Memperkuat forum-forum desa/kelurahan dan kecamatan.

c. Bantuan manajemen dan Pengembangan program, tujuannya adalah

mendukung pemerintah dalam pengelolaan program, termasuk

pengendalian mutu, studi dan evaluasi, serta pengembangan program

berdasarkan pembelajaran yang didapat selama pelaksanaan.

d. Bantuan Dana, tujuannya adalah memfasitasi proses dan mendanai

usulan kegiatan, yang terdiri dari: dana BLM, dana untuk PNPM

Generasi, dan dana Pendukung.

Dalam pelaksanaan PNPM di lapangan perlu adanya sinergi dari

masyarakat, pemerintah daerah dan kelompok peduli (swasta, asosiasi,

perguruan tinggi, media, LSM, dll) serta kemitraan diantara ketiganya. Untuk

itu agar semua pihak terlibat dalam program tersebut maka sosialisasi ke

(57)

commit to user F. Penelitian Sebelumnya

1. Evaluasi Dampak Program Penanggulangan Kemiskinan Bersasaran

di Propinsi D.I. Jogjakarta

Penelitian ini ditulis oleh Awan Santosa, Dadit G. Hidayat, dan

Puthut Indriyono dari Universitas Gadjah Mada yang dimuat dalam Jurnal

Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.18, No. 2, 2003, hal 144-160.

Penelitian ini merupakan ujicoba metode ESCAP (Economic and Social

Commision for Asian and Pasific) yang digunakan untuk mengevaluasi

program penanggulangan kemiskinan di Yogyakarta secara kuantitatif.

Program yang dievaluasi meliputi progran Inpres Desa Tertinggal (IDT),

Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan Proyek Penanggulangan

Kemiskinan Perkotaan (P2KP), yang ketiganya dikategorikan sebagai

prgram kerja mandiri, dan proyek pembangunan fisik dala program PPK

yang dikategorikan sebagai program padat karya.

Dalam penelitian ini kesimpulan yang dapat diambil untuk

program kerja mandiri, pendapatan rumah tangga meningkat sebesar

32,33% atau 3,87% untuk individu penerima program. Sedangkan

pendapatan peserta program padat karya menurun sebesar 2%.

Untuk jumlah penduduk miskin peserta program kerja mandiri

menurun sebesar 26,1%, sedangkan untuk program padat karya tidak

terjadi penurunan atau tetap. Efisiensi penyaluran program dari Program

Gambar

Gambar 2.1
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Tabel 3.1 Penentuan Sampel menggunakan
Tabel 3.3 Distribusi Populasi dan Sampel Program Padat Karya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tabel di atas dapat kita lihat jawaban responden mengenai pembangunan dan pengembangan sosial masyarakat, yang dilakukan oleh Program Penanggulangan Kemiskinan di

Tujuan dari PNPM Mandiri Perkotaan adalah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara nasional melalui pemberian bantuan modal untuk pengembangan kegiatan usaha produktif

Program Pengentasan Kemiskinan 

Tujuan dari PNPM Mandiri Perkotaan adalah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara nasional melalui pemberian bantuan modal untuk pengembangan kegiatan usaha produktif

Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan Kemiskinan (Studi Impelmentasi program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan di Kelurahan Bandulan Kecamatan Sukun Kota Malang), Tesis

Bertolak dari latar belakang penelitian yang dijadikan pernyataan masalah (problem statemen), yaitu Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) pada Bidang

Kegiatan yang diprioritaskan dalam PNPM Perkotaan adalah kegiatan yang memberikan dampak langsung dalam pemecahan akar masalah kemiskinan dan dalam pelaksanaannya, kegiatan tersebut

Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun model model pemberdayaan masyarakat pada program penanggulangan kemiskinan perkotaan (P2K) di Banjarmasin dengan