commit to user
i
EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-MANDIRI PERKOTAAN (PNPM-MP)
(Studi Kasus di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo)
Skripsi
Ditujukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
YESSY PUSPITO SARI NIM. F 0106086
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul:
EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT-MANDIRI PERKOTAAN (PNPM-MP) TAHUN 2009
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima baik oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta guna melengkapi tugas-tugas
dan syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi
Pembangunan.
commit to user
iv
MOTTO
Keunggulan pemenang bukan dalam kelahiran yang mulia, IQ tinggi, atau dalam bakat. Keunggulan pemenang hanya berada dalam sikap, bukan kecakapan. Sikap adalah kriteria untuk sukses. Tetapi Anda tidak bisa membeli sikap dengan uang sejuta dolar. Sikap tidak dijual.
(Denis Waitley)
Jangan kecewa apabila hasil yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, Percaya bahwa semuanya adalah kesuksesan, bukan kegagalan. Mengapa saya punya banyak kesuksesan? Karena saya tahu banyak usaha yang gagal. (Thomas Alfa Edison)
Jangan pernah menyerah dengan keadaan. Karena bukan keadaan yang
mengendalikan kita, tapi kita yang harus mengendalikan keadaan.
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk: Yang paling utama
Tuhanku Yang Maha Esa ALLAH SWT
Serta:
Ibu dan Bapak tercinta yang telah mencurahkan segala kasih sayangnya, segala pengorbanannya, harapan dan doa yang telah mereka berikan kepada saya.
Terima kasih.
Almamater yang aku banggakan
Sahabat-sahabatku yang berbagi suka dan duka bersama.
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
curahan ilmu, rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya selaku penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “EVALUASI PROGRAM
NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN
(PNPM-MP) TAHUN 2009 (Studi Kasus di Kecamatan Kartasura Kabupaten
Sukoharjo)”, dalam rangka memenuhi syarat kelulusan untuk memperoleh gelar
sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Sebela Maret Surakarta.
Sungguh suatu kehormatan yang besar bagi penulis atas segala bantuan dan
dorongan dari semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Maka dari itu dengan kesadaran dan rasa hormat yang tinggi, penulis sampaikan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Dwi Prasetyani, SE, M.Si, selaku dosen pembimbing, terima kasih atas
commit to user
vii
4. Bapak Mulyanto, ME., selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas
segala nasehat yang telah diberikan dan bersedia mendengarkan segala curhatan
saya selama ini.
5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen serta staf pengajar yang telah memberikan ilmu dan
waktunya kepada penulis selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Bapak Sriyono, S.Sos, selaku Camat Kartasura yang telah memberikan ijin
sepenuhnya kepada penulis dalam melakukan penelitian.
7. Bapak Suyono, SH, MH, selaku Kepala Bappeda Kabupaten Sukoharjo yang
telah memberikan surat kuasa untuk melakukan penelitian di wilayah Kabupaten
Sukoharjo.
8. Semua pihak yang telah membantu selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna karena
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
penelitian ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surakarta, Oktober 2010
Penulis,
commit to user
viii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xv
ABSTRAK ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan ... 13
B. Kemiskinan ... 15
commit to user
ix
2. Kemiskinan di Negara Berkembang ... 17
3. Ukuran Kemiskinan ... 18
4. Faktor Penyebab Kemiskinan ... 19
5. Alternatif Penanggulangan Kemiskinan ... 23
C. Indikator Kesenjangan Distribusi Pendapatan ... 26
D. Indikator Kemiskinan ... 27
E. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) ... 29
1. Tujuan PNPM ... 31
2. Prinsip Dasar ... 32
3. Sasaran PNPM ... 34
4. Strategi Pelaksanaan ... 34
5. Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat ... 35
6. Tahap PNPM ... 36
7. Komponen Kegiatan ... 38
F. Penelitian Sebelumnya ... 39
G. Kerangka Pemikiran ... 41
H. Hipotesis ... 42
BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 43
B. Sumber Data ... 43
C. Definisi Operasional Variabel ... 44
commit to user
x
E. Alat Analisis ... 53
1. Analisis Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) ... 53
2. Analisis Program Padat Karya (Fisik) ... 55
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ……… 57
1. Aspek Geografis ………... 58
2. Aspek Demografi ……… 59
3. Aspek Sosial ……… 61
4. Kondisi Perekonomian ……… 63
B. Deskripsi Karakteristik Sosial-Ekonomi Sasaran PNPM-MP …….. 67
1. Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) ... 67
2. Program Padat Karya (Fisik) ... 70
C. Analisis Data ... 78
1. Analisis Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) ... 78
a. Indikator Peningkatan Pendapatan ... 79
b. Indikator Pengurangan Kemiskinan ... 81
c. Indikator Efisiensi Penyaluran Program ... 82
d. Indikator Kelangsungan Dana ... 85
2. Analisis Program Padat Karya (Fisik) ... 87
a. Indikator Peningkatan Pendapatan ... 87
b. Indikator Pengurangan Kemiskian ... 88
commit to user
xi
d. Indikator Kelangsungan Dana ... 91
3. Skoring Program ... 92
a. Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) ... 92
b. Program Padat Karya (Fisik) ... 93
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 96
B. Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut
Daerah Tahun 1996-2008 ... 4
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Miskin per Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo
Tahun 2009 ... 6
Tabel 3.1 Penentuan Sampel menggunakan Model Stratified Random
Sampling ... 51
Tabel 3.2 Distribusi Populasi dan Sampel Program Kerja Mandiri (Ekonomi
Bergulir) di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 52
Tabel 3.3 Distribusi Populasi dan Sampel Program Padat Karya (fisik)
di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 52
Tabel 4.1 Deskripsi Letak, Batas dan Keadaan Alam di Kecamatan
Kartasura ... 58
Tabel 4.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Kepadatan, Rata-rata per Jiwa
di Kecamatan Kartasura Tahun 2008 ... 59
Tabel 4.3 Komposisi penduduk Kecamatan Kartasura Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Semua Kelompok Umur Tahun 2009 ... 62
Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Kecamatan Kartasura Berdasarkan Kelompok
Umur Tahun 2005-2008 ... 63
Tabel 4.5 Komposisi Penduduk yang Bekerja Menurut Sektor di Kecamatan
commit to user
xiii
Tabel 4.6 Distribusi PDRB Kecamatan terhadap PDRB Kabupaten Sukoharjo
Tahun 2005-2008 (dalam %) ... 66
Tabel 4.7 Variabel Demografi Responden Ekonomi Bergulir di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ... 67
Tabel 4.8 Variabel Sosial-Ekonomi Responden Program Ekonomi Bergulir
Di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 69
Tabel 4.9 Variabel Demografi Responden Padat Karya di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ... 71
Tabel 4.10 Pendidikan Responden Padat Karya di Kecamatan Kartasura
Tahun 2009 ... 72
Tabel 4.11 Profesi Responden Program Padat Karya di Kecamatan Kartasura
Tahun 2009 ... 73
Tabel 4.12 Jangka Waktu Bekerja dalam Program Padat Karya (Fisik) di
Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 74
Tabel 4.13 Motivasi Mengikuti Program Padat Karya (Fisik) di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ... 75
Tabel 4.14 Persepsi Responden terhadap Program Fisik di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ... 76
Tabel 4.15 Indikator Peningkatan Pendapatan Program Ekonomi Bergulir
di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 79
Tabel 4.16 Indikator Pengurangan Kemiskinan Program Ekonomi Bergulir
commit to user
xiv
Tabel 4.17 Tambahan Pendapatan Bersih Usaha Responden Program Ekonomi
Bergulir di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 83
Tabel 4.18 Efisiensi Penyaluran Program Ekonomi Bergulir di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ... 84
Tabel 4.19 Kelangsungan Dana Program Ekonomi Bergulir di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ... 86
Tabel 4.20 Indikator Peningkatan Pendapatan Program Padat Karya (fisik) di
Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 87
Tabel 4.21 Indikator Pengurangan Kemiskinan Program Padat Karya (Fisik)
Di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 89
Tabel 4.22 Indikator Efisiensi Penyaluran Program Fisik di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ... 90
Tabel 4.23 Kelangsungan Dana Program Padat Karya di Kecamatan Kartasura
Tahun 2009 ... 91
Tabel 4.24 Skor Program Ekonomi Bergulir di Kecamatan Kartasura Tahun
2009 ... 92
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan ... 22
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Tabel Hasil Kuisioner Program Ekonomi Bergulir
2. Tabel Hasil Kuisioner Program Padat Karya (Fisik)
3. Persepsi Responden/pemanfaat terhadap Program Padat Karya (Fisik)
4. Kuisioner A (untuk Program Ekonomi Bergulir)
commit to user
xvi ABSTRAK
EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-MANDIRI PERKOTAAN (PNPM-MP) tahun 2009
(Studi Kasus di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo)
Yessy Puspito Sari NIM. F0106086
Masalah kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dihadapi Indonesia. Pemerintah saat ini berkonsentrasi penuh dalam program penanggulangan kemiskinan, salah satunya adalah dengan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yang sekarang berubah menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak PNPM-MP dalam meningkatkan pendapatan peserta program, menurunkan kemiskinan, mengetahui bagaimana efisiensi penyaluran program dan kelangsungan dananya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan metode survei yang dilakukan di 12 desa Kecamatan Kartasura dengan jumlah responden sebanyak 98 orang.
Penelitian ini menggunakan alat analisis yang telah dirumuskan dalam Manual Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan yang dibuat oleh ESCAP
(Economic and Social Commision for Asia and Pasific), yang terdiri dari empat
indikator yaitu Income Indicator (AI), Poverty Reduction (PR), Efficiency in
Programme Delivery (EP), dan Financial Viability (FV). Untuk mempermudah
penelitian, maka penelitian dibedakan menjadi dua program yaitu program kerja mandiri yang mencakup program ekonomi/dana bergulir dan program padat karya atau program yang berupa fisik (contoh membangun jembatan atau jalan).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah mengikuti program PNPM-MP pendapatan peserta program ekonomi bergulir meningkat 23,8% dan berdampaak pada peningkatan pendapatan rumah tangga rata-rata sebesar 10,4%. Sedangkan pendapatan peserta program fisik mengalami penurunan sebesar 0,03%. Jumlah peserta program ekonomi bergulir dan fisik yang tergolong miskin menurun masing-masing 70,1% dan 3%. Efisiensi penyaluran program ekonomi bergulir sebesar 22%, lebih rendah dari program fisik yaitu 77%. Kelangsungan dana untuk program ekonomi bergulir dan fisik masing-masing 11,4% dan 2%. Skor keseluruhan untuk program ekonomi bergulir 30,73 dan program fisik diperoleh sebesar 16,38. Kesimpulannya adalah program ekonomi bergulir lebih berhasil dalam menanggulangi kemiskinan di wilayah sampel dibanding program fisik.
commit to user
xvii
ketegasan dalam mengatasi kredit macet. Dalam program padat karya swadaya adalah nilai utama sehingga perlu ditingkatkan.
Kata kunci: PNPM-MP, ESCAP, Ekonomi Bergulir, Program Fisik, income
commit to user BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara-negara miskin mendapat perhatian utama yang terfokus pada
permasalahan yang kompleks antara pertumbuhan versus distribusi
pendapatan. Kedua hal tersebut sama-sama penting, namun hampir selalu
sangat sulit untuk diwujudkan secara bersamaan. Pengutamaan yang satu akan
mengorbankan yang lain. Pembangunan ekonomi mensyaratkan GNP yang
tinggi. Untuk itu pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan pilihan yang harus
diambil. Namun, yang menjadi masalah bukan hanya soal bagaimana caranya
memicu pertumbuhan, tetapi juga siapa yang melakukan dan berhak
menikmati hasil-hasilnya.
Beberapa negara berkembang yang cukup berhasil mencapai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi mulai menyadari bahwa
pertumbuhan yang tinggi tersebut ternyata belum bisa memberikan manfaat
yang berarti bagi anggota masyarakat paling miskin dan membutuhkan
perbaikan taraf hidup. Standar hidup ratusan juta penduduk di negara
berkembang seperti di Asia, Afrika, dan di Amerika Latin memang belum
mengalami perbaikan yang berarti. Jika dihitung secara riil, standar hidup
mereka justru mengalami kemerosotan yang tajam.
Tingkat pengangguran dan semi pengangguran di daerah perkotaan
dan pedesaan meningkat bahkan ini terjadi di negara-negara yang tingkat
commit to user
pertumbuhan ekonominya mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh
semakin terabaikannya distribusi pendapatan. Banyak orang yang mulai
merasa bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah gagal memberantas
atau sekedar mengurangi kemiskinan absolut yang semakin parah.
Kemiskinan massal yang terjadi di negara-negara yang baru merdeka
setelah Perang Dunia II lebih fokus pada keterbelakangan dari perekonomian
negara tersebut sebagai akar masalahnya (Kuncoro, 2004: 157). Penduduk
negara tersebut miskin karena hanya tergantung pada sektor pertanian yang
subsisten, metode produksi yang tradisional, yang seringkali diikuti dengan
sikap apatis terhadap lingkungan.
Masyarakat di negara maju maupun negara berkembang sekarang ini
banyak yang mulai menuntut untuk melakukan peninjauan kembali atas tradisi
pengutamaan GNP sebagai sasaran kegiatan ekonomi yang utama. Upaya
pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan pun mulai dijadikankan
sebagai fokus utama pembangunan.
Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menjadi pokok
masalah Bangsa Indonesia saat ini adalah pengangguran dan kemiskinan.
Masalah kemiskinan yang membelenggu penduduk miskin telah menggugah
perhatian masyarakat dunia, sehingga kemiskinan menjadi salah satu masalah
sentral dalam Millenium Development Goals atau MDGs (UNDP, 2003).
Kemiskinan diyakini sebagai akar permasalahan hilangnya martabat manusia,
hilangnya keadilan, tidak berjalannya demokrasi, dan terjadinya degradasi
commit to user
Faktor penyebab kemiskinan ada dua, yaitu faktor eksternal dan
internal. Kenaikan BBM adalah salah satu yang memicu terjadinya inflasi,
sehingga sangat menekan taraf hidup sebagian besar masyarakat. Rendahnya
kualitas sumber daya manusia pada keluarga miskin serta kondisi lainnya yang
membuat mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya. Pola
pengentasan kemiskinan yang cenderung kurang mendidik seperti BLT
(Bantuan Langsung Tunai) yang banyak menuai koreksi dari masyarakat, juga
memberi andil terhadap banyaknya masyarakat terutama kelompok dalam
kategori hampir miskin yang ingin tetap miskin agar mendapat bantuan.
Kemiskinan telah menjadi perhatian utama seluruh lapisan masyarakat
di Indonesia. Bahkan pemerintah sejak orde baru sampai sekarang berupaya
untuk mengatasinya. Salah satu upaya pemerintah untuk pengentasan
kemiskinan dan pemerataan pendapatan adalah dengan penetapan otonomi
daerah. Sebagai daerah otonom, kabupaten/kota diharapkan akan mempunyai
kesempatan yang lebih luas dalam mengembangkan pembangunan daerahnya,
sehingga diharapkan akan tercipta kondisi yang kondusif untuk mendukung
terselenggaranya akselerasi dan proses manajemen pembangunan yang lebih
baik lagi. Dalam posisi ini pemerintah daerah sebagai pelaku utama sehingga
pemerintah daerah akan lebih terdorong untuk tanggap terhadap masalah dan
kebutuhan daerahnya, khususnya dalam upaya pengentasan kemiskinan yang
merupakan permasalahan utama yang harus diatasi. Untuk itu diperlukan
commit to user
Ketetapan RI No XV/MPR/1998 tentang peyelenggaraan daerah yang
dijabarkan dalam UU No. 22 Tahun 1999 diganti dengan UU No. 32 Tahun
2004, karena undang-undang terdahulu sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan
otonomi daerah. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undanganan. Jadi pemerintah
daerah harus menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan tujuan utama untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat,pelayanan umum dan daya saing
daerahnya.
Tabel 1.1
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun 1996-2008
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin
(Juta) Presentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
commit to user
Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan tingkat kemiskinan di
Indonesia pada tahun 1996 sampai 2008. Dari data diatas dapat diketahui
bahwa pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin di Indonesia
meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada
tahun 1996 menjadi 47,97 juta di tahun 1999 atau dalam bentuk presentasenya
meningkat dari 17,47% menjadi 23,43%. Berbeda dengan periode tahun
2000-2005 yang jumlah penduduk miskin cenderung menurun cukup besar dari
19,14% pada tahun 2000 menjadi 15,97% pada tahun 2005.
Pada tahun 2006 terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin, yaitu dari
35,10 juta (15,97%) pada tahun 2005 menjadi 39,30 juta (17,75%) pada tahun
2006. Penduduk miskin di pedesaan bertambah 2,11 juta, sementara di daerah
perkotaan bertambah 2,09 juta orang. Peningkatan jumlah penduduk miskin
tersebut terjadi karena harga barang-barang kebutuhan pokok selama periode
tersebut naik sangat tinggi, sehingga mengakibatkan penduduk yang tergolong
tidak miskin namun penghasilannya berada di sekitar garis kemiskinan banyak
yang bergeser menjadi miskin.
Tahun 2007-2008 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin yang
cukup besar yaitu dari 37,17 juta (16,58%) menjadi 34,96 juta (15,42%) pada
tahun 2008.
Penduduk di Kabupaten Sukoharjo berdasarkan data Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) pada akhir tahun 2009,
sebanyak 353.412 warga Sukoharjo termasuk kategori miskin, berarti 41%
commit to user
miskin. Tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo tersebut
disebabkan oleh kurang meratanya pendidikan, kesehatan maupun kesempatan
kerja. Selain itu, rendahnya pengembangan industri kecil maupun industri
menengah sebagai salah satu indikasi rendahnya kemandirian serta daya saing
ekonomi juga menjadi penyebab tingginya angka kemiskinan.
Tabel 1.2 di bawah ini adalah data jumlah total warga dan warga
miskin per kecamatan di Kabupaten Sukoharjo sampai akhir 2009.
Tabel 1.2
Jumlah Penduduk Miskin per Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009
Kecamatan Jumlah
Berdasarkan tabel 1.2 di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
yang tergolong miskin sebanyak 353.412 jiwa atau 41,04% warga Sukoharjo
dari 854.007 jiwa pada tahun 2009. Jumlah penduduk miskin tahun 2008
commit to user
dibandingkan dengan tahun 2007, penduduk miskin di Sukoharjo pada tahun
2008 mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu dari 30,98% menjadi
43,27% atau meningkat sebanyak 12,29%. Peningkatan jumlah penduduk
miskin yang cukup besar dari tahun 2007 ke 2008 terjadi karena dibukanya
penambahan data untuk mengisi kuota Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas). Untuk tahun 2006 presensentase penduduk miskin hanya
sebesar 28,93% dari total penduduk Sukoharjo seperti pada tabel 1.2 diatas.
Tabel 1.2 juga menunjukkan bahwa pada tahun 2009 penduduk miskin
yang terbesar terdapat di Kecamatan Baki. Sementara di Kecamatan Kartasura
jumlah penduduk miskin sebesar 2,66% atau berjumlah 21.322 jiwa dari
seluruh penduduk Sukoharjo atau merupakan jumlah terkecil dari seluruh
kecamatan di Sukoharjo.
Penanggulangan kemiskinan merupakan sebuah langkah kebijakan
yang harus dilaksanakan mengingat jumlah penduduk miskin di Indonesia
yang masih cukup besar. Krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1998 telah
berkembang menjadi krisis multidimensi di berbagai aspek sehingga
memberikan kondisi iklim yang tidak pasti dalam kegiatan perekonomian
yang kemudian menurunkan pendapatan per kapita dan pertumbuhan
ekonomi. Realita ini yang menyebabkan kemiskinan semakin membesar dan
membutuhkan penanganan yang serius dari pemerintah. Bentuk dari
kepedulian pemerintah pusat terhadap masalah kemiskinan telah diwujudkan
dengan pembentukan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) melalui
commit to user
KPK dengan tujuan untuk memberikan arahan, dorongan dan dukungan
kepada pemerintah kabupaten/kota dalam pengentasan Kemiskinan.
Upaya yang telah dilakukan dalam rangka penanggulangan
kemiskinan, antara melalui program jaring pengaman sosial dan program
penanggulangan kemiskinan baik melalui kebijakan struktural, regional
maupun khusus. Program penanggulangan kemiskinan yang pernah
dilaksanakan, yaitu; P4K, KUBE, TPSP-KUD, UEDSP, Program
Pengembangan Kecamatan (PPK), Pembangunan Prasarana Pendukung Desa
Tertinggal (P3DT), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP),
Pemberdayaan Desa Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE),
P2MPD, dan program pembangunan sektoral telah berhasil memperkecil
dampak krisis ekonomi dan mengurangi kemiskinan (Santosa, dkk. 2003:145).
Program penanggulangan kemiskinan yang saat ini sedang digalakkan
oleh pemerintah salah satunya adalah Program Pemerintah Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri yang mulai diresmikan Pemerintah Indonesia
pada tanggal 30 April 2007 di Kota Palu-Sulawesi Tengah. PNPM sendiri
pada hakekatnya adalah gerakan nasional dalam wujud pembangunan berbasis
masyarakat yang menjadi kerangka kebijakan serta acuan dan pedoman bagi
pelaksanaan berbagai program pemberdayaan masyarakat dalam rangka
penanggulangan kemiskinan.
Pemberdayaan masyarakat dipahami sebagai strategi untuk mencapai
tujuan meningkatnya kesejahteraan masyarakat terutama keluarga miskin.
commit to user
wilayah maupun kelompok masyarakat, prinsip dasar, strategi, pendekatan,
indikator, mekanisme, dan prosedur yang diperlukan untuk mempercepat
penanggulangan kemiskinan dan mempercepat penciptaan lapangan kerja.
Nilai-nilai positif yang hendak dicapai dari program ini salah satunya
adalah kejujuran, yang sampai saat ini masih merupakan hal mudah diucapkan
namun sulit untuk dilaksanakan. PNPM Mandiri mengharapkan kejujuran dari
masyarakat, karena mereka lah yang mengelola sepenuhnya program ini.
Dalam program ini peran masyarakat sangat dioptimalkan, karena orang-orang
yang terjun didalamnya melibatkan unsur masyarakat sepenuhnya.
PNPM Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) dilahirkan dari embrio yang
berbentuk P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan). Sebelum
adanya PNPM Mandiri Perkotaan, pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007
dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar
pengembangan pemberdayaan masyarakat di pedesaan beserta program
pendukungnya seperti PNPM Generasi, Program Penanggulangan Kemiskinan
di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat
di perkotaan.
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
dilaksanakan sejak Tahun 1999 sebagai salah satu upaya untuk membangun
kemandirian masyarakat bersama pemerintah dalam menanggulangi
kemiskinan secara berkelanjutan. Melalui P2KP fase 1 sampai fase 3 telah
terbentuk 6.168 BKM/ Badan Keswadayaan Masyarakat yang merupakan
commit to user
pengembangan (modal sosial) masyarakat. Masyarakat dalam BKM telah
menyusun PJM Pronangkis (Perencanaan Jangka Menengah Program
Penanggulangan Kemiskinan) secara partisipatif, sebagai prakarsa
menanggulangi kemiskinan di wilayahnya secara mandiri. Jadi dapat
disimpulkan bahwa P2KP adalah salah satu motor program PNPM Mandiri di
wilayah perkotaan, disamping PPK (Program Pemberdayaan Kecamatan).
PNPM Mandiri Perkotaan (PNPM-P2KP) di Kabupaten Sukoharjo
diluncurkan perdana pada tanggal 17 Januari 2008, di Balai Desa Pabelan
Kecamatan Kartasura. Sampai tahun 2008 pelaku maupun masyarakat P2KP
berjumlah 5.170 anggota dan relawan. Penanggulangan kemiskinan di
Kabupaten Sukoharjo melalui P2KP bukan merupakan satu-satunya program
penanggulangan kemiskinan, tetapi melalui program ini Pemerintah berupaya
untuk mengurangi kemiskinan khususnya di wilayah perkotaan.
Pemerintah berupaya untuk semakin menajamkan program
penanggulangan kemiskinan di Indonesia dengan mencari metode evaluasi
dan monitoring yang tepat agar kualitas pelaksanaan program penanggulangan
kemiskinan menjadi semakin baik di masa datang. Dengan indikator-indikator
yang obyektif dan terukur para pengambil keputusan menjadi lebih mudah
melakukan perbaikan-perbaikan dari berbagai segi agar program
penanggulangan kemiskinan menjadi lebih berkelanjutan (sustainable) dan
tidak bersifat charity. Dengan demikian kegagalan suatu program di masa lalu
bukan berarti telah gagal dalam segala aspeknya sehingga harus diganti
commit to user
bahwa jika program dianggap telah gagal berarti program itu sudah tidak perlu
diingat-ingat lagi, dan perlu program baru untuk mengganti program lama
(Santosa dkk., 2003:145).
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka penelitian ini akan
menganalisa apakah pelaksanaan program PNPM-MP berdampak terhadap
peningkatan pendapatan dan penurunan tingkat kemiskinan. Serta bagaimana
efisiensi penyaluran program dan kelangsungan dana PNPM-MP sebagai
keberhasilan program.
B. Perumusaan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalah sebagai berikut:
1. Apakah terjadi peningkatan pendapatan bagi individu penerima program
PNPM-MP dan dampaknya terhadap pendapatan rumah tangga di
Kecamatan Kartasura?
2. Apakah terjadi pengurangan jumlah penduduk miskin setelah mengikuti
program PNPM-MP di Kecamatan Kartasura?
3. Bagaimana tingkat efisiensi penyaluran program PNPM-MP bagi Rumah
Tangga Miskin di Kecamatan Kartasura?
4. Bagaimana kelangsungan dana untuk program PNPM-MP di Kecamatan
commit to user C. Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai program penanggulangan kemiskinan di
Kabupaten Sukoharjo memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui apakah terjadi peningkatan pendapatan individu penerima
program PNPM-MP dan dampaknya terhadap pendapatan rumah tangga di
Kecamatan Kartasura.
2. Mengetahui apakah terjadi pengurangan jumlah penduduk miskin setelah
mengikuti program PNPM-MP di Kecamatan Kartasura.
3. Mengetahui efisiensi penyaluran program PNPM-MP bagi Rumah Tangga
Miskin di Kecamatan Kartasura.
4. Mengetahui kelangsungan dana untuk program PNPM-MP di Kecamatan
Kartasura.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan
pertimbangan bagi pemerintah daerah Sukoharjo dalam menyusun
perencanaan dan kebijakan-kebijakan pembangunan.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan dan ilmu tentang
program penanggulangan kemiskinan.
3. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembangunan
Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari
sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang
lebih bersifat statis dalam kurun waktu cukup lama untuk menciptakan dan
mempertahankan kenaikan tahunan atas GNP-nya pada tingkat, katakanlah 5
persen hingga 7 persen, atau bahkan lebih tinggi lagi, jika hal itu memang
memungkinkan (Todaro, 2000:17).
Pembangunan ekonomi diartikan sebagai proses yang menyebabkan
pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka
panjang, seperti yang diungkapkan oleh Meier dan Baldwin. Dari definisi
tersebut mengandung tiga unsur (Suryana, 2000:3), yaitu:
1. Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses, berarti perubahan yang terus
menerus yang di dalamnya telah mengandung unsur-unsur kekuatan
sendiri untuk investasi baru.
2. Usaha meningkatkan pendapatan per kapita.
3. Kenaikan pendapatan per kapita harus berlangsung dalam jangka panjang.
Awalnya upaya pembangunan di negara berkembang identik dengan
upaya untuk meningkatkan pendapatan per kapita, atau biasa disebut dengan
strategi pertumbuhan ekonomi. Banyak yang beranggapan bahwa yang
commit to user
membedakan negara maju dengan Negara yang Sedang Berkembang (NSB)
adalah dari pendapatan rakyatnya. Dengan ditingkatkannya pendapatan per
kapita diharapkan mampu mengatasi masalah pengangguran, kemiskinan, dan
ketimpangan distribusi pendapatan yang dihadapi NSB, misalnya dengan
”dampak merembes ke bawah” (tricle down effect).
Pada akhir dasawarsa 1960-an, banyak NSB yang mulai menyadari
bahwa ’pertumbuhan’ (growth) tidak identik dengan ’pembangunan’
(development). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan melampaui
negara-negara maju pada tahap awal pembangunan memang dapat dicapai, namun
dibarengi dengan masalah-masalah sperti pengangguran, kemiskinan, di
perdesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidaksinambungan
struktural. Fakta ini memperkuat keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi
merupakan syarat yang diperlukan (necessary) tetapi tidak mencukupi
(sufficient) bagi proses pembangunan (Esmara dan Meier). Dengan kata lain
pembangunan ekonomi tidak lagi memuja GNP sebagai sasaran
pembangunan, tetapi pembangunan ekonomi diwujudkan dalam upaya
meniadakan, atau setidaknya mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan
ketimpangan (Seers, 1973).
Model pembangunan yang berorientasi pada penciptaan lapangan
kerja, sasaran yang harus dicapai adalah pada peningkatan dalam kesempatan
kerja produktif dan meningkatkan produksi. Model pembangunan ini
commit to user
pedesaan melalui pembangunan pedesaan, padat karya di perkotaan, dan
pemanfaatan fasilitas-fasilitas berupa pendidikan, jasa kredit, dan lain-lain.
Model pembangunan lain adalah yang berorientasi pada penghapusan
kemiskinan. Tujuan strategi ini adalah mengurangi atau menghapuskan
kemiskinan, peningkatan kesempatan kerja produktif dan peningkatan GNP
kelompok miskin. Strategi ini dapat dilakukan dengan redistribusi kekayaan
harta produktif melalui kebijakan fiskal dan kredit, pemanfaatan
fasilitas-fasilitas, reorientasi produksi melalui proyek padat karya dan realokasi sumber
daya produktif yang menguntungkan golongan miskin melalui pengalihan
investasi dan konsumsi serta penekanan sektor tradisional dan informal di
perkotaan (Suryana, 2000:71).
B. Kemiskinan
1. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan didefinisikan sebagai standar hidup yang rendah, yaitu
adanya suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar
kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Secara ekonomis, kemiskinan juga dapat diartikan sebagai kekurangan
sumberdaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
sekelompok orang. Kemiskinan memberi gambaran situasi serba
kekurangan seperti terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya
pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya
commit to user
kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Ketidakmampuan
penduduk miskin disebabkan mereka tidak memiliki aset sebagai sumber
pendapatan dan juga karena struktur sosial ekonomi yang tidak membuka
peluang orang miskin ke luar dari lingkungan kemiskinan yang tak
berujung pangkal (Mubyarto, 1997).
Komite Penanggulangan Kemiskinan (2005) mendefinisikan
kemiskinan dari pendekatan hak, yaitu kondisi dimana seseorang atau
sekelompok orang, laki-laki atau perempuan, tidak terpenuhi hak-hak
dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan
yang bermartabat. Dengan ini kemiskinan tidak lagi dipahami hanya
sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan
hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang
dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Di negara-negara miskin dan berkembang memiliki masalah
kemiskinan yang rumit apabila dibandingkan dengan negara-negara maju.
Tidak jarang masalah kemiskinan dihubungkan dengan distribusi
pemerataan pendapatan, karena pembangunan ekonomi yang terus
menerus tidak selalu dapat mengurangi tingkat kemiskinan atau
pertumbuhan ekonomi tidak berkorelasi positif terhadap distribusi
commit to user 2. Kemiskinan di negara berkembang
Kemiskinan dan ketimpangan pendapatan sangat erat dikaitkan
dengan negara yang sedang bekembang, berikut ini adalah karakteristik
atau ciri-cri umum negara berkembang:
1) Standar hidup yang relatif rendah, debagai akibat dari tingkat
pendapatan yang rendah, ketimpangan pendapaan yang parah, kurang
memadainya pelayanan kesehatan dan sistem pendidikan.
2) Tingkat produkivitas yang rendah.
3) Tingkat pertumbuhan penduduk serta beban ketergantungan yang
tinggi.
4) Angka pengangguran, terbuka maupun terselubung , yang sangat tinggi
dan akan terus bertambah tinggi, sementara penyediaan lapangan kerja
semakin terbatas.
5) ketergantungan pendapatan yang sangat besar kepada produksi sektor
pertanian serta sektor produk-produk primer (bahan-bahan mentah).
6) Pasar yang tidak sempurna, dan informasi yang tersedia pun sangat
terbatas.
7) Dominasi, ketergantungan, dan kerapuhan ang parah pada hampir
semua aspek hubungan internasional.
Untuk mengatasi masalah di atas diperlukan pembangunan, baik
commit to user 3. Ukuran Kemiskinan
Para ahli ekonomi mengelompokkan kemiskinan menjadi dua,
yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.
a. Kemiskinan absolut
Kemiskinan absolut diartikan sebagai suatu keadaan dimana
tingkat pendapatan dari seseorang tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan, pemukiman,
kesehatan, dan pendidikan. Ukuran ini terkait dengan batasan pada
kebutuhan pokok atau kebutuhan minimum. Jadi, konsep kemiskinan
pada umumnya selalu dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan,
kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau
kebutuhan dasar ( basic need).
b. Kemiskinan relatif
Kemiskinan relatif berkaitan dengan distribusi pendapatan yang
mengukur ketidakmerataan. Dalam kemiskinan relatif, seseorang
yang telah mampu memenuhi kebutuhan minimumnya belum tentu
disebut tidak miskin, karena apabila dibandingkan dengan penduduk
sekitarnya, ia memiliki pendapatan yang lebih rendah.
Semakin besar ketimpangan antara tingkat hidup orang kaya dan
miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin
(Kincaid, 1975). Sehingga Bank Dunia (world bank) membagi aspek
commit to user
a. Jika 40 persen jumlah penduduk berpendapatan rendah menerima
kurang dari 12 persen pendapatan nasionalnya maka pembagian
pembangunan sangat timpang.
b. Apabila 40 persen lapisan penduduk berpendapatan rendah
menikmati antara 12-17 persen pendapatan nasional dianggap
sedang.
c. Jika 40 persen dari penduduk berpendapatan menengah menikmati
lebih dari 17 persen pendapatan nasional maka dianggap rendah.
Pengukuran tingkat kemiskinan dapat dilakukan dengan
Headcount Index (HCI), yaitu pengukuran tingkat kemiskinan yang
sederhana dengan menghitung jumlah orang miskin sebagai proporsi
dari populasi, disertai dengan poverty gap (Meier). Poverty gap
digunakan untuk mengatasi kelemahan headcount index yang
menghitung transfer yang akan membawa pendapatan setiap penduduk
miskin sampai di atas garis kemiskinan sehingga kemiskinan dapat
dilupakan.
4. Faktor Penyebab Kemiskinan
Dipandang dari sudut ekonomi, penyebab kemiskinan dapat
dilihat dari beberapa sisi, yaitu:
a. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan
commit to user
timpang. Penduduk miskin memiliki sumber daya terbatas dan
kualitasnya rendah.
b. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya
manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti
produktivutasnya rendah, dan menyebabkan upahnya rendah.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya
tingkat pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya
diskriminasi, atau karena keturunan.
c. Kemiskinan muncul karena akibat perbedaan akses dalam modal.
Sektor pertanian merupakan pusat kemiskinan di Indonesia ada
tiga faktor penyebab utama antara lain:
a. Tingkat produktivitas yang rendah disebabkan oleh jumlah pekerja di
sektor tersebut terlalu banyak sedangkan tanah, kapital, dan
teknologi terbatas serta tingkat pendidikan petani yang rata-ratanya
sangat rendah.
b. Daya saing petani atau dasar tukar domestik (term of trade) komoditi
pertaian terhadap out put industri semakin lemah.
c. Tingkat diversifikasi usaha disektor pertanian ke jenis-jenis komoditi
non food yang memiliki prospek pasar (terutama ekspor) dan harga
commit to user
Menurut World Bank (2003), penyebab dasar kemiskinan adalah:
a. Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal.
b. Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan
prasarana.
c. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor.
d. Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan
sistem yang kurang mendukung.
e. Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor
ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern).
f. Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam
masyarakat.
g. Budaya hidup yang dikaikan dengan kemampuan seseorang
mengelola sumber daya alam dan lingkungannya.
h. Tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good
governance).
i. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak
berwawasan lingkungan.
Negara berkembang sampai kini masih saja memiliki ciri-ciri
terutama sulitnya mengelola pasar dalam negerinya menjadi pasar
persaingan yang lebih sempurna. Ketika mereka tidak dapat mengelola
pembangunan ekonomi, maka kecenderungan kekurangan kapital dapat
commit to user
rendahnya tabungan dan investasi mengalami penurunan sehingga
melingkar ulang menuju kurangnya modal. Demikian seterusnya,
berputar. Oleh karena itu, setiap usaha memerangi kemiskinan
seharusnya diarahkan untuk memotong lingkaran dan perangkap
kemiskinan ini (Kuncoro, 2000:130).
Definisi dari lingkaran setan kemiskinan (The Vicious Circle)
adalah suatu rangkaian kekuatan yang mempengaruhi satu sama lain
sedemikian rupa, sehingga menimbulkan keadaan suatu negara akan
tetap miskin dan akan mengalami banyak kesulitan untuk mencapai
pembangunan pada tingkat yang sangat tinggi .
Ketidaksempurnaan pasar,
Keterbelakangan,
Ketertinggalan
Kekurangan Modal
Investasi rendah produktivitas rendah
Tabungan rendah Pendapatan rendah
Gambar 2.1
commit to user
Negara miskin dan berkembang mengalami perangkap
kemiskinan dan stagnasi adalah tidak benar. Alasannya yang pertama
yaitu variabel-variabel yang digunakan dalam lingkaran perangkap
kemiskinan sebagai penghambat dalam pembangunan memiliki peran
yang kurang penting dalam menentukan laju pembangunan serta
interaksi antar variabel tidak sesuai dengan faktanya. Kedua, fakta dari
negara-negara maju di Asia seperti Singapure, Cina, Brunei dulunya
adalah negara yang miskin.
Sedangkan Meier dan Baldwin mengemukakan bahwa lingkaran
perangkap kemiskinan itu timbul dari hubungan yang saling
mempengaruhi di antara keadaan masyarakat yang masih terbelakang
dan tradisional serta kekayaan alam yang masih belum dikembangkan
(Suryana, 2000:43).
Agar negara-negara berkembang dapat melepaskan diri dari
lingkaran tersebut, perlu dilaksanakan program pembangunan seimbang,
yaitu dalam waktu bersamaan dilaksanakan penanaman modal di
berbagai industri yang mempunyai kaitan erat satu sama lain (Suryana,
2000:70).
5. Alternatif Penanggulangan Kemiskinan
Pengalaman di Negara-negara Asia menunjukkan adanya
berbagai mobilisasi perekonomian perdesaan untuk memerangi
commit to user
kerja yang masih belum didayagunakan (idle) dalam rumah tangga
petani gurem agar terjadi pembentukan modal di pedesaan
(Nurkse,1951). Ide bahwa tenaga kerja yang masih belum
didayagunakan pada rumah tangga petani kecil dan guren merupakan
sumberdaya yang tersembunyi dan merupakan potensi tabungan.
Selain dengan pendayagunaan tenaga kerja, cara untuk
menanggulangi kemiskinan juga dapat dilakukan dengan
menitikberatkan pada transfer sumber daya pertanian ke industri
melalui mekanisme pasar (Lewis, 1954; Fei dan Ranis, 1964). Ide
bahwa penawaran tenaga kerja yang tidak terbatas dan rumah tangga
petani kecil dapat meningkatkan tabungan dan formasi modal lewat
proses pasar, mulanya tidak berkaitan sama sekali dengan mobilisasi
pedesaan.
Cara yang ketiga yaitu dengan menyoroti potensi pesatnya
pertumbuhan dalam sektor pertanian yang dibuka dengan kemajuan
teknologi dan kemungkinan sektor pertanian menjadi sektor yang
memimpin (Schultz, 1963 ; Mellor, 1976). Model ini dikenal dengan
nama Model Pertumbuhan Berbasis Teknologi, atau Rural-Led
Development. Beberapa permasalahan dalam strategi pembangunan
commit to user
Kebijakan penanggulangan kemiskinan secara umum dapat
dibagi atas dua kelompok, yaitu:
a. Kebijakan yang secara tidak langsung meliputi upaya menciptakan
ketentraman dan kestabilan ekonomi,sosial dan politik. Selain itu
juga mengendalikan jumlah penduduk, melestarikan lingkungan
hidup dan menyiapkan kelompok masyarakat miskin melalui
kegiatan pelatihan.
b. Kebijakan langsung, seperti penyediakan data dasar (base data)
dalam penentuan kelompok sasaran, penyediaan kebutuhan dasar
(pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan), menciptakan
kesempatan kerja, program pembangunan wilayah.
Strategi program penanggulangan kemiskinan dalam era
otonomi daerah yaitu (Departemen Keuangan, 2001):
a. Upaya penanggulangan harus bersifat desentralistik, bottom-up dan
lokal spesifik, artinya penanggulangan kemiskinan harus
dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat lokal sesuai kondisi
setempat dengan mengupayakan perluasan kesempatan kerja dan
pemberdayaan ekonomi rakyat di tingkat akar rumput.
b. Upaya penanggulangan kemiskinan dalam era otonomi daerah juga
harus diikuti dengan perbaikan akses penduduk miskin terhadap
commit to user
c. Upaya penanggulangan kemiskinan harus dilakukan dengan
pendekatan pembangunan ekonomi rumah tangga, artinya harus
dimulai dengan menjadikan rumah tangga berorientasi ekonomi
dan selanjutnya penduduk miskin bisa mengatasi sendiri
masalahnya sehingga keluar dari jeratan kemiskinan.
C. Indikator Kesenjangan Distribusi Pendapatan
Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui kesenjangan
distribusi pendapatan adalah rasio gini (gini ratio) dan kriteria Bank Dunia
(BPS, 1994). Nilai gini ratio berkisar antara nol dan satu. Bila rasio gini sama
dengan nol berarti distribusi pendapatan amat merata sekali karena setiap
golongan penduduk menerima bagian pendapatan yang sama. Namun, bila
rasio gini sama dengan satu menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan
distribusi pendapatan yang sempurna karena seluruh pendapatan hanya
dinikmati oleh satu orang saja. Jadi, semakin tinggi nilai rasio gini maka
semakin timpang distribusi pendapatan suatu negara. Dan sebaliknya, semakin
rendah nilai rasio gini berarti semakin merata distribusi pendapatannya.
Kriteria Bank Dunia mendasarkan penilaian distribusi pendapatan atas
pendapatan yang diterima oleh 40 persen penduduk berpendapatan terendah.
Kesenjangan distribusi pendapatan dikategorikan:
1) Tinggi, bila 40 persen penduduk perpenghasilan terendah menerima
commit to user
2) Sedang, bila 40 persen penduduk berpenghasilan terendah menerima
12-17 persen bagian pendapatan.
3) Rendah, bila 40 persen penduduk berpenghasilan terendah menerima lebih
dari 17 persen bagian pendapatan.
Mengenai keadaan distribusi pendapatan di beberapa negara,
analisanya memberi gambaran mengenai distribusi pendapatan relatif maupun
distribusi pendapatan mutlak. Yang dimaksud distribusi pendapatan relatif
adalah perbandingan jumlah pendapatan yang diterima oleh berbagai golongan
penerima pendapatan, dan penggolongan ini didasarkan kepada besarnya
pendapatan yang mereka terima. Sementara distribusi pendapatan mutlak
adalah presentasi jumlah penduduk yang pendapatannya mencapai suatu
tingkat pendapatan tertentu atau kurang daripadanya. Diantara negara-negara
berkembang terdapat negara-negara yang distribusi pendapatannya lebih baik
dari pada distribusi pendapatan rata-rata di negara-negara maju. Dan
sebaliknya, terdapat negara-negara berkembang yang masalah
ketidakmerataan pendapatan mereka sangat serius. Keadaan distribusi
pendapatan mutlak di berbagai negara berkembang dengan melihat jumlah
penduduk yang menerima pendapatan di bawah ’garis kemiskinan’.
D. Indikator Kemiskinan
Indikator kemiskinan umumnya menggunakan kriteria garis
kemiskinan (poverty line) untuk mengukur kemiskinan absolut. Semua ukuran
commit to user
tersebut sangat penting terutama dalam hal pengukuran kemiskinan yang
didasarkan konsumsi. Garis kemiskinan yang didasarkan pada konsumsi
(consumption-based poverty line) terdiri dari dua elemen, yaitu yang
pengeluaran yang diperlukan untuk membeli standar gizi minimum dan
kebutuhan dasar lainnya. Kedua, jumlah kebutuhan lain yang sangat
bervariasi, yang mencerminkan biaya partisipasi dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari.
Garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda.
Ini disebabkan oleh adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup.
BPS menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per
kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan
makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan
patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum
bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka
barang dan jasa. Dengan kata lain BPS menggunakan dua macam pendekatan,
yaitu: pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan
head count index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang
sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan
sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Head Count
Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut.
Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di
bawah garis kemiskinan yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan
commit to user
mempengaruhi penentuan pemilihan komoditi. Harga, selera, dan pendapatan
akan mempengaruhi pilihan komoditi yang akan dikonsumsi dan besarnya
nilai pengeluaran nonmakanan. Artinya, pengeluaran proporsi non makanan
merupakan fungsi harga-harga, selera dan pendapatan.
Besar kecilnya penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis
Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki
rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
Berdasarkan data dari Susenas selama Maret 2008-Maret 2009, Garis
Kemiskinan naik sebesar 9,65 persen, yaitu dari Rp182.636,- per kapita per
bulan pada Maret 2008 menjadi Rp200.262,- per kapita per bulan pada Maret
2009.
E. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Program PNPM yang diluncurkan oleh Presiden RI tanggal 30 April
2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah sesungguhnya merupakan salah satu
upaya pemerintah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan
perluasan kesempatan kerja melalui konsolidasi program-program
pemberdayaan masyarakat yang ada di berbagai kementriam/lembaga.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) pada
hakekatnya adalah gerakan nasional dalam wujud pembangunan berbasis
masyarakat yang menjadi kerangka kebijakan serta acuan dan pedoman bagi
pelaksanaan berbagai program pemberdayaan masyarakat dalam rangka
commit to user
strategi untuk mencapai tujuan meningkatnya kesejahteraan masyarakat
terutama keluarga miskin. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi
dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program,
penyediaan, dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi
masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.
Harmonisasi kebijakan melalui PNPM untuk perbaikan pemilihan
sasaran baik wilayah maupun kelompok masyarakat, prinsip dasar, strategi,
pendekatan, indikator, mekanisme, dan prosedur yang diperlukan untuk
mempercepat penanggulangan kemiskinan dan mempercepat penciptaan
lapangan kerja.
Pemberdayaan terjadi pada saat masyarakat mampu mengdentifikasi
masalah/penyebab kemiskinan dan alternatif penyelesaiannya, mampu
mengidentifikasi sumber daya yang tersedia di wilayahnya, mampu
memutuskan tindakan yang harus dilaksanakan (peningkatan kemampuan
masyarakat berorganisasi dalam skala kelompok dan menjadi mitra
pemerintah dalam pembangunan desa/kelurahan).
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri terdiri
dari PNPM Mandiri Pedesaan, PNPM mandiri Perkotaan, serta PNPM
Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal.
Pemerintah Indonesia telah membuat kebijakan untuk melaksanakan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), dengan P2KP
(Program Penganggulangan Kemiskinan di Perkotaan) sebagai salah satu
commit to user
Pengembangan Kecamatan). PNPM pada dasarnya merupakan program
payung (umbrella policy) untuk mensinergikan berbagai program
pemberdayaan masyarakat, yang dimulai dengan sinergi P2KP dengan PPK.
1. Tujuan PNPM
Tujuan dari PNPM sendiri adalah untuk mewujudkan harmonisasi
dan sinergi berbagai program pemberdayaan. Dengan PNPM diharapkan
peranan Pemerintah Daerah dan Instansi sektoral semakin nyata dan
terpacu menerapkan model pembangunan partisipatif serta memperkuat
kemitraan masyarakat dengan pemerintah dan kelompok peduli setempat
dalam penanggulangan kemiskinan. Selain itu, juga diharapkan capaian
manfaat program kepada kelompok sasaran (masyarakat miskin) semakin
efektif.
Tujuan umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) adalah sebagai upaya untuk mempercepat pengurangan
kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan. Sedangkan secara khusus
bertujuan untuk, sebagai berikut:
a) Meningkatkan penghasilan kelompok masyarakat miskin.
b) Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat termasuk masyarakat
miskin, kelompok perempuan, dan kelompok lainnya yang selama ini
terpinggirkan.
c) Menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat terutama masyarakat
commit to user
d) Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap berbagai pelayanan
dasar.
e) Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap kegiatan ekonomi
produktif serta akses terhadap modal, pasar, informasi dan inovasi.
f) Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat.
g) Memperbaiki distribusi pendapatan masyarakat.
h) Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan layanan
masyarakat terutama masyarakat miskin.
2. Prinsip Dasar
Sesuai dengan Pedoman Umum, PNPM Mandiri mempunyai
prinsip atau nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan
dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil
dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PNPM Mandiri. Prinsip-prinsip
tersebut meliputi:
a) Bertumpu pada pembangunan manusia, artinya masyarakat hendaknya
memilih kegiatan yang berdampak langsung terhadap upaya
pembangunan manusia daripada pembangunan fisik semata.
b) Otonomi, artinya masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur
diri secara mandiri dan bertanggung jawab, tanpa intervensi negatif
dari luar.
c) Desentralisasi, artinya memberikan ruang yang lebih luas kepada
commit to user
kewilayahan yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah
sesuai dengan kapasitas masyarakat.
d) Berorientasi pada masyarakat miskin, segala keputusan yang diambil
berpihak pada masyarakat miskin.
e) Partisipasi, masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur
tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi,
perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian kegiatan yang memberikan
sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materiil.
f) Kesetaraan dan keadilan gender, masyarakat baik laki-laki dan
perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan
program dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan,
kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan pada saat
situasi konflik.
g) Demokratis, masyarakat mengambil keputusan pembangunan secara
musyawarah dan mufakat.
h) Transparansi dan Akuntabel, masyarakat memiliki akses terhadap
segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga
pengelolaan kepada kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan
dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun
administratif.
i) Prioritas, masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan
mempertimbangkan apa yang paling penting dan didahulukan serta
commit to user
j) Keberlanjutan, dalam setiap pengambilan keputusan atau tindakan
pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian dan pemeliharaan kegiatan harus telah
mempertimbangkan sistem pelestariannya.
3. Sasaran PNPM
a) Terbangunnya kelembagaan masyarakat (BKM) yang aspiratif,
representatif, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan
berkembangnya partisipasi dan kemandirian masyarakat.
b) Tersediannya Perencanaan Jangka Menengah Program
Penanggulangan Kemiskinan (PJM-Pronangkis) sebagai wadah sinergi
berbagai program penanggulangan kemiskinan yang sesuai dengan
aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
c) Meningkatnya akses dan pelayanan kebutuhan dasar bagi warga
miskin perkotaan menuju capaian sasaran Indeks Pembangunan
Manusia – Millenium Development Goals (IPM-MDGs)
4. Strategi Pelaksanaan
a) Melembagakan pola pembangunan partisipatif yang berpihak pada
masyarakat miskin dan berkeadilan, melalui pembangunan lembaga
masyarakat (BKM) representatif, akuntabel, dan mampu menyuarakan
commit to user
serta perencanaan partisipasif dalam menyusun PJM Pronangkis
berbasis IPM-MDGs.
b) Menyediakan BLM secara transparan untuk mendanai kegiatan
penanggulangan kemiskinan yang mudah dilakukan oleh masyarakat
dan membuka kesempatan kerja, melalui: pembangunan ekonomi
lokal, pembangunan sarana/prasarana lingkungan dan pembangunan
SDM/pelatihan-pelatihan).
c) Memperkuat keberlanjutan program dengan menumbuhkan rasa
memiliki dikalangan masyarakat melalui proses penyadaran kritis dan
pengelolaan hasil-hasilnya. Selain itu, juga meningkatkan kemampuan
perangkat pemerintah dalam perencanaan, penganggaran, dan
pengembangan paska proyek dan meningkatkan efektifitas
perancanaan dan penganggaran yang lebih pro-poor dan berkeadilan.
5. Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat
Secara umum manfaat yang akan diperoleh melalui pendekatan
pemberdayaan masyarkat adalah penyediaan barang jasa skala kecil, tidak
kompleks, dikerjakan melalui kerjasama lokal (common pool, public, dan
civic goods). Kondisi kegagalan pasar akibat pasar yang idak sempurna
dapat diatasi jika program dilaksanakan dengan pendekatan pemberdayaan
yaitu dengan tersedianya komplemen aktivitas publik.
Dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat maka diharapkan
commit to user
dibandingkan proyek sektoral karena adanya ownership masyarakat.
Efisiensi yang lebih dan efektifitas yang tinggi (penghematan 30-40
persen) akan lebih dirasakan apabila dibandingkan dengan menggunakan
kontraktor.
Pemberdayaan masyarakat mendorong terjadi internalisasi
pembangunan untuk masyarakat miskin dan marjinal penciptaan lapangan
kerja. Serta partisipasi penduduk miskin dalam pembangunan,
pembentukan modal sosial, tata pemerintahan yang baik.
6. Tahap PNPM
Dalam upaya mencapai tujuan PNPM, strategi yang diterapkan
adalah melalui pemberdayaan masyarakat seutuhnya dengan
mendayagunakan seluruh potensi dan sumberdaya lokal termasuk
sumberdaya manusia, alam, teknologi, sosial, kelembagaan dan
keberlanjutan, yaitu dengan berbagai tahap sebagai berikut:
a. Tahap Internalisasi
1) Tahap pembelajaran bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk
memahami pengelolaan pembangunan partisipatif.
2) Bantuan pendanaan merupakan faltor utama penggerak proses
pemberdayaan.
commit to user
b. Tahap Pelembagaan
1) Proses pelembagaan pembangunan partisipatif; pendanaan mikro
berbasis masyarakat; peningkatan kapasitas masyarakat dan
pemerintah lokal.
2) Bantuan pendanaan lebih bersifat stimulan.
3) Peran fasilitator/konsultan terfokus pada peningkatan kapasitas.
4) Masyarakat, pemerintah daerah, konsultan dan fasilitator
merupakan mitra sejajar.
5) Perencanaan partisipatif mulai terintregasi ke dalam sistem
perencanaan pembangunan reguler.
c. Tahap Keberlanjutan
1) Tahap persiapan masyarakat untuk mampu melanjutkan
pengelolaan pembangunan secara mandiri.
2) Masyarakat mampu menghasilkan keputusan yang rasional yang
adil, serta mampu membangun kemitraan dengan berbagai pihak.
3) Swadaya masyrakat merupakan faktor utama penggerak
pembangunan.
4) Pemerintah Daerah lebih tanggap dalam peningkatan kesejahteraan
commit to user 7. Komponen Kegiatan
b. Pengembangan Masyarakat, tujuannya adalah meningkatkan kapasitas
masyarakat dan kelembagaannya melalui penguatan pendamping yang
tepat. Peningkatan Kapasitas Pemerintahan, tujuannya adalah sebagai
berikut:
1) Memperkuat lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat yang
dipercaya oleh masyarakat untuk mengelola kegiatan PNPM.
2) Memfasilitasi penyelenggaraan kaji ulang produk hukum yang
berkaitan dengan pembangunan masyarakat desa/kelurahan.
3) Memperkuat forum-forum desa/kelurahan dan kecamatan.
c. Bantuan manajemen dan Pengembangan program, tujuannya adalah
mendukung pemerintah dalam pengelolaan program, termasuk
pengendalian mutu, studi dan evaluasi, serta pengembangan program
berdasarkan pembelajaran yang didapat selama pelaksanaan.
d. Bantuan Dana, tujuannya adalah memfasitasi proses dan mendanai
usulan kegiatan, yang terdiri dari: dana BLM, dana untuk PNPM
Generasi, dan dana Pendukung.
Dalam pelaksanaan PNPM di lapangan perlu adanya sinergi dari
masyarakat, pemerintah daerah dan kelompok peduli (swasta, asosiasi,
perguruan tinggi, media, LSM, dll) serta kemitraan diantara ketiganya. Untuk
itu agar semua pihak terlibat dalam program tersebut maka sosialisasi ke
commit to user F. Penelitian Sebelumnya
1. Evaluasi Dampak Program Penanggulangan Kemiskinan Bersasaran
di Propinsi D.I. Jogjakarta
Penelitian ini ditulis oleh Awan Santosa, Dadit G. Hidayat, dan
Puthut Indriyono dari Universitas Gadjah Mada yang dimuat dalam Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.18, No. 2, 2003, hal 144-160.
Penelitian ini merupakan ujicoba metode ESCAP (Economic and Social
Commision for Asian and Pasific) yang digunakan untuk mengevaluasi
program penanggulangan kemiskinan di Yogyakarta secara kuantitatif.
Program yang dievaluasi meliputi progran Inpres Desa Tertinggal (IDT),
Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan Proyek Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan (P2KP), yang ketiganya dikategorikan sebagai
prgram kerja mandiri, dan proyek pembangunan fisik dala program PPK
yang dikategorikan sebagai program padat karya.
Dalam penelitian ini kesimpulan yang dapat diambil untuk
program kerja mandiri, pendapatan rumah tangga meningkat sebesar
32,33% atau 3,87% untuk individu penerima program. Sedangkan
pendapatan peserta program padat karya menurun sebesar 2%.
Untuk jumlah penduduk miskin peserta program kerja mandiri
menurun sebesar 26,1%, sedangkan untuk program padat karya tidak
terjadi penurunan atau tetap. Efisiensi penyaluran program dari Program