LAMPIRAN A
DATA DAN CONTOH PEHITUNGAN
TABEL 1.A DATA PENGUKURAN SERAPAN AIR
CAMPURAN Holding Time Mb
Contoh perhitungan :
Pada campuran (100% : 0%) dengan holding time 2 jam
1. Dik : Mb = 9,91 gram
Mk = 9,39 gram
Dit : Serapan Air = ... ?
Contoh perhitungan :
Pada campuran (60% : 40%) dengan holding time 4 jam
Dik : Mb = 7,85 gram
Mk = 5,79 gram
Vt = 4,554 cm3
ρair = 1 gr/cm3 Dit : Porositas = ...?
Contoh perhitungan :
Pada campuran (80% : 20%) dengan holding time 3 jam
Dik : F = 300 kgf
A = 1,89 cm2
Dit : P = ...?
Contoh perhitungan
Pada campuran (70% : 30%) holding time 4 jam
Titik 1
Titik 2
119 1,91 38,12
120 1,84 36,75
121 1,77 35,48
122 1,71 34,11
123 1,65 32,94
124 1,58 31,67
125 1,52 30,49
126 1,47 29,42
127 1,42 28,44
128 1,37 27,37
129 1,32 26,39
87 2,83 56,59
88 2,82 56,49
89 2,81 56,30
90 2,81 56,1
91 2,8 55,91
92 2,76 55,22
93 2,71 54,25
94 2,66 53,17
95 2,6 52,00
96 2,54 50,82
97 2,48 49,55
98 2,41 48,28
99 2,35 46,92
100 2,28 45,55
101 2,21 44,18
102 2,14 42,81
TABEL 7.A DATA VARIASI MASSA CAMPURAN
* Perhitungan variasi massa campuran dilakukan untuk perhitungan 1 sampel.
CAMPURAN
Total Massa
Campuran
(gram)
Massa Tanah Lempung
(gram) Massa Arang Aktif
100% : 0% 12 100 0
90% : 10% 12 10,8 1,2
80% : 20% 12 9,6 2,4
70% : 30% 12 8,4 3,6
60% : 40% 12 7,2 4,8
Contoh perhitungan :
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI PENELITIAN
1. Bahan
a. Tanah Lempung 200 mesh
c. H2SO4 6%
2. Peralatan
a. Mortar dan Lumpang
b. Ayakan 200 mesh
d. Magnetic and hot plate stirer
e. Neraca
g. Cawan keramik
h. Aluminium foil
j. pH meter digital
k. Cetakan 3 cm x 3 cm x 1 cm
m. Sampel sebelum dan sesudah disintering
n. Maekawa Testing Machine Tokyo Japan Type MR-20-CT
p. Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX)
r. Wadah Sampel
LAMPIRAN C
GAMBAR TAMPILAN SEM TANAH DESA IRAONOGEBA KECAMATAN MOROÓ KABUPATEN NIAS BARAT PADA
PERBESARAN (A) 5 RIBU KALI ; (B) 10 RIBU KALI ; (C) 15 RIBU KALI DAN (D) 30 RIBU KALI
(B)
Element Line Type Wt% Wt% Sigma Atomic % Standard Label
O K series 49.75 0.26 64.54 SiO2
Na K series 1.16 0.07 1.05 Albite
Mg K series 1.66 0.07 1.42 MgO
Al K series 13.15 0.13 10.12 Al2O3
Si K series 26.03 0.19 19.24 SiO2
K K series 3.42 0.09 1.81 KBr
Ti K series 0.37 0.07 0.16 Ti
Fe K series 4.46 0.18 1.66 Fe
DAFTAR PUSTAKA
Ebele,E.2014.Development of Ceramic Filters for HouseHold Water Treatment in
Nigeria. International Journal of Scientific Research. Volume 2 No. 6-10.
Nigeria : The Federal University of Technology.
Mega, I.M. et.al.2010. Buku Ajar Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan.
Denpasar : Universitas Udayana.
Murray, H.H.2006.Applied Clay Mineralogy.Published by Elseviere.
Nasution,T.I., Susilawati, Zebua, F., Nainggolan, H., Nainggolan,
I..2015.Manufacture of Water Vapour Filter Based on Natural Pahae Zeolit
Used for Hydrogen Fueled Motor Cycle. Applied Mechanics and
Materials.754-755:789-793.
Rytwo, G.2008.Clay Mineral as an Ancient Nanotechnology : Histrorical Uses of
Clay Organic Interactions and Future Possible Perspectives.Enviromental
Sciences Department Tel Hai Academic College : 15-17.
Sahara, E.2011.Regenerasi Lempung Bentonit dengan NH4+ Jenuh yang
Diaktivasi Panas dan Daya Adsorpsinya terhadap Cr(III).Jurnal Kimia.5
(1) : 81-87.
Sebayang, P., Muljadi, Tetuko, A.P.2009.Pembuatan Bahan Filter Keramik
Berpori Berbasis Zeolit Alam dan Arang Sekam Padi.Teknologi
Indonesia.32(2) : 99-105.
Sembiring, A.D.2010.Pemanfaatan Limbah Padat Pulp untuk Bahan Baku
Pembuatan Keramik Berpori yang Diaplikasikan Sebagai Filter Gas Buang
Kendaraan Bermotor dengan Bahan Bakar Premium.[Disertasi].Medan :
Universitas Sumatera Utara.Program Pasca Sarjana.
Sembiring, M.T., Sinaga, T.S. Arang Aktif (Pengenalan dan Proses
Pembuatannya). Medan. USU Digital Library
Sinta, I.D.,Suarya, P. Santi, S.R.2015.Adsorpsi Ion Fosfat oleh Lempung
Studart, A.R, Gonzebach, U.T., Tervoort, E., Gauckler, L.J.2006.Processing
Routes to Macroporous Ceramic : A Review.Journal of American Ceramic
Society.89(6) : 1771-1789.
Suriawan, M.C.V dan Nindhia, T.G.T.2010.Studi Hubungan Struktur Mikro dan
Keaktifan Zeolit Alam Akibat Proses Pengasaman.Jurnal Ilmiah Teknik
Mesin Cakra.4(2) :129-131.
Yanti, P.H. dan Mukhtar, A.2015.Karakterisasi Lempung Alam Desa Gema
Teraktivasi Fisika. Jurnal Universitas Riau. 1-5.
Zebua, F.2015. Pemanfaatan Zeolit Alam Pahae Modifikasi Sebagai Filter Uap
Air pada Proses Elektrolisa.[Tesis]. Medan : Universitas Sumatera.
Program Pasca Sarjana.
Zhang, H., Gu, W., Li, M.J., Li, Z.Y., Hu, Z.Y., Tao, W.Q.2014. Experimental
Study on the Kinetics of Water Vapour Sorption on the Inner Surface of
Silica Nano-porous Materials.International Journal of Heat and Mass
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Tempat Penelitian
Proses penelitian, pembuatan sampel,dan pengujian dilakukan di
- Laboratorium Kimia Dasar FMIPA USU Medan (preparasi sampel,
aktivasi kimia, pengujian sifat fisis)
- Laboratorium Fisika Terpadu USU Medan (uji daya adsorpsi)
- Laboratorium Material Unimed Medan (pengujian SEM-EDX keramik)
- PUSLABFOR POLRI Jakarta (pengujian SEM-EDX tanah lempung)
- Laboratorium Material PTKI ( pencetakan,aktivasi fisika dan pengujian
sifat mekanik)
3.2Peralatan dan Bahan Penelitian 3.2.1 Peralatan
- Mortar dan Lumpang
Fungsi : untuk menggerus dan menghaluskan lempung
- Ayakan 200 mesh
Fungsi : untuk mengayak lempung dan arang aktif agar didapatkan
lempung dan arang aktif dengan ukuran butir 200 mesh.
- pH meter digital
Fungsi : untuk mengukur pH lempung sebelum dan setelah diaktivasi
kimia.
- Beker glass 2L
Fungsi : sebagai wadah ketika lempung diaktivasi dengan H2SO4 6%.
- Gelas ukur
Fungsi : untuk mengukur volume larutan.
- Magnetic and Hot Plate Stirer
Fungsi : untuk mengaduk campuran lempung dan H2SO4 agar homogen.
- Neraca digital
Fungsi : untuk menimbang massa lempung yang akan diaktivasi.
- Aluminium foil
Fungsi : untuk menutup wadah beker glass 2 L yang berisi larutan
lempung.
- Kertas saringan, corong dan kaki tiga
Fungsi : untuk menyaring larutan lempung dan H2SO4
- Kertas label
Fungsi : untuk memberi label pada sampel yang telah dibuat.
- SEM-EDX ( Scanning Electron Microscopy Energy Dispersive X-ray
Spectrometer)
Fungsi : untuk mengamati dan menguji morfologi permukaan, ukuran
diameter pori dan kandungan unsur keramik.
- Hardness Tester Matsuzawa Seiki Co,LTD No, 71C4
Fungsi : untuk menguji nilai kekerasan sampel.
- Maekawa Testing Machine Tokyo Japan Type MR-20-CT
Fungsi : sebagai alat cetak tekan sampel.
- Sensor hidrogen TGS821
Fungsi : untuk mengukur konsentrasi hidrogen serta tegangan keluaran.
- KIT filter
Fungsi : sebagai alat untuk menguji daya adsorpsi uap air.
- PSA ( Power Supply Adaptor)
Fungsi : sebagai sumber tegangan untuk alat sensor hidrogen.
- Kabel Penjepit
Fungsi : sebagai penghubung rangkaian sensor hidrogen dan multimeter.
- Stopwatch
Fungsi : untuk mengukur waktu.
- Cetakan (3 cm x3 cm x1 cm)
- Cawan porselen
Fungsi : sebagai wadah ketika lempung diaktivasi fisika dan wadah sampel
ketika dibakar pada tanur.
- Tanur
Fungsi : sebagai tempat pembakaran sampel.
- Alat lain-lain
Fungsi : sebagai alat pendukung eksperimen.
3.2.2 Bahan
1. Lempung dari Desa Iraonogeba Kecamatan Moroó Kabupaten Nias
Barat.
2. Arang aktif Aquasorb ® 1000.
3. Aquadest
4. H2SO4 dengan konsentrasi 6%.
3.3Prosedur Penelitian
Pertama-tama lempung yang telah diperoleh dijemur pada terik sinar matahari
untuk menghilangkan kadar air yang ada pada lempung selama 7 hari. Apabila
lempung telah mengering dan mengeras, maka lempung kemudian digerus atau
diremukkan dengan menggunakan mortar dan lumpang agar didapat ukuran
lempung yang semakin halus. Arang aktif yang masih berupa granula juga harus
digerus agar menjadi semakin halus. Lempung dan arang aktif yang telah digerus
kemudian diayak dengan menggunakan ayakan berukuran 200 mesh untuk
menyeragamkan ukuran butiran. Lempung yang terbentuk kemudian diukur pH
awal sebelum diaktivasi dengan menggunakan pH meter digital. Setelah didapat
lempung yang berukuran 200 mesh maka lempung akan diaktivasi secara kimia
dengan menggunakan larutan H2SO4 6% dengan menggunakan perbandingan
massa lempung per volume H2SO4 yaitu sebesar 3 gr : 1 mL. Campuran lempung
dan H2SO4 kemudian diaduk dengan menggunakan magnetic dan hot plate stirer
dengan kecepatan putaran stirer 350 rpm dan suhu hot plate 800C selama 2
saring dan corong untuk membuang cairan yang terdapat pada lempung. Lempung
yang telah disaring kemudian diukur pH nya dengan menggunakan pH meter
digital untuk mendapatkan nilai pH setelah diaktivasi. Lempung yang telah
diaktivasi diketahui adalah lempung yang bersifat asam oleh sebab itu pH
lempung akan dinetralkan kembali sesuai dengan pH awal sebelum diaktivasi.
Penetralan pH dilakukan dengan mencuci lempung dengan aquadest berulang kali
sampai didapat pH lempung yang sama dengan lempung yang belum diaktivasi.
Setelah didapat lempung yang pH nya sama dengan sebelum diaktivasi, maka
lempung kemudian akan diaktivasi fisika dengan memanaskan lempung pada
suhu 3000C. Lempung kemudian siap untuk dicampur dengan arang aktif.
Pencampuran lempung dan arang aktif dilakukan dengan variasi campuran
lempung dan arang aktif : 100% : 0% ; 90% : 10% ; 80% : 20% ; 70% : 30% dan
60% : 40%. Campuran ini kemudian dicetak pada cetakan berukuran 3 cm x 3 cm
x 1 cm dengan menggunakan teknik slip casting/cor. Sampel yang telah dicetak
kemudian dibiarkan diam di suhu ruangan selama 7 hari untuk menghilangkan
kadar airnya. Sampel yang telah mengering kemudian disimpan pada wadah
tertutup rapat dan diberi label sesuai variasi campuran dan akan disintering
dengan variasi holding time. Setelah sampel terbentuk maka sampel siap untuk
disintering dengan menggunakan tanur pada suhu sintering 10000C dengan variasi
holding time 2 jam ; 3 jam dan 4 jam. Sampel yang disintering kemudian
didiamkan 1 malam sampai sampel mencapai suhu kamar. Sampel yang telah
terbentuk ini kemudian siap untuk diuji yaitu pengujian fisis (serapan air dan
porositas) ; pengujian mekanis (kuat tekan dan kekerasan) ; morfologi permukaan,
ukuran diameter pori, kandungan unsur (SEM-EDX) dan pengujian daya adsorpsi
3.4Diagram Alir Penelitian
Diagram alir merupakan sebuah diagram dengan simbol-simbol grafis yang
menyatakan aliran algoritma atau proses yang menampilkan langkah-langkah
yang disimbulkan dalam bentuk kotak beserta urutannya dengan menghubungkan
langkah-langkah tersebut menggunakan tanda panah. Diagram alir penelitian ini
menunjukkan langkah-langkah mulai dari preparasi sampel, proses aktivasi (kimia
dan fisika), proses pencampuran dan pencetakan, sintering sampel hingga
pengujian sampel untuk mendapatkan data penelitian yang pada akhirnya
START
Tanah lempung
Dikeringkan selama 7 hari di bawah terik matahari.
Peremukan (crushing)
Diayak dengan ukuran 200 mesh.
Diaktivasi kimia dengan larutan H2SO4 6 % dengan perbandingan massa lempung dan
volume H2SO4 1 gr : 3 mL . Diaduk dengan magnetic and hot plate stirer dengan kecepatan 350 rpm selama
2 jam dengan suhu 800C
Didiamkan selama 2 jam.
Disaring larutan dengan menggunakan kertas saringan
Dicuci berulang kali dengan menggunakan larutan aquades sampai di dapat pH lempung yang sama
dengan pH sebelum dilakukan aktivasi kimia.
Diaktivasi fisika dengan suhu 3000 C.
Arang Aktif
Peremukan (crushing)
Dicetak sampel dengan teknik slip casting dengan ukuran cetakan 3 cm x 3 cm x 1 cm.
Dibakar sampel dengan suhu sintering 10000
C dengan variasi holding time 2 jam, 3 jam dan 4 jam.
Pengujian
Sifat Mekanis
Sifat Fisis Morfologi permukaan
Porositas Daya Serap
Air Kekerasan Kuat tekan SEM-EDX
Data
Analisa Data
SELESAI
Daya Adsorpsi Dicampur lempung dan arang aktif dengan variasi campuran lempung dan arang aktif 100% : 0% ;
90% : 10% ; 80% : 20% ; 70% : 30% dan 60% : 40%.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian Sifat Fisis Keramik Berpori 4.1.1 Serapan Air
Pengujian serapan air dilakukan dengan mengukur massa kering sampel
setelah dibakar dan massa basah sampel setelah direndam selama 24 jam dan
didiamkan selama 5 jam setelah diangkat dari perendaman . Hasil pengujian
serapan air ditunjukkan oleh gambar 4.1.
Gambar 4.1 Grafik Variasi Campuran vs Serapan air
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa nilai serapan air maksimum terjadi pada
keramik berpori campuran tanah lempung dan arang aktif 80% : 20% yang
disintering pada suhu 10000C dengan holding time 2 jam yaitu sebesar 36,27%
sedangkan nilai serapan air minimum terjadi pada campuran tanah lempung dan
arang aktif 100% :0% yang disintering pada suhu 10000C dengan holding time 4
jam yaitu sebesar 3,51%.
Grafik Serapan Air vs Variasi Campuran
2 JAM
3 JAM
Untuk melihat pengaruh penambahan arang aktif pada campuran keramik
berpori maka harus dilihat pada holding time yang sama. Pada variasi holding
time 2 jam dapat diketahui bahwa nilai serapan air mengalami kenaikan pada
campuran 100% : 0% , 90% : 10% hingga mencapai titik maksimum serapan air
pada campuran 80% : 20 % dan akhirnya mengalami penurunan pada variasi
campuran 70% : 30% dan 60% : 40%. Hal ini menunjukkan bahwa pada
pembakaran sampel dengan suhu sintering 10000C dan holding time 2 jam
campuran 80% : 20% adalah campuran optimal yang menandakan bahwa apabila
arang aktif ditambahkan 20% dari total campuran maka dapat diduga bahwa nilai
serapan air akan mengalami penurunan. Penyebab dari penurunan nilai daya serap
ini adalah akibat dari proses karbonisasi yaitu proses mengurainya karbon yang
terdapat pada arang aktif ketika mengalami proses sintering dan berikatan dengan
oksigen (O2) pada udara bebas membentuk karbondioksida (CO2) serta
menimbulkan jejak keporian pada keramik.
Pada variasi holding time 3 jam, nilai serapan air menunjukkan kenaikan
nilai pada semua variasi campuran (100% : 0%, 90% :10%, 80% : 20%, 70% :
30% dan 60% : 40%). Hal ini menandakan bahwa penambahan arang aktif pada
campuran dengan holding time selama 3 jam dapat menambah nilai serapan air
pada sampel. Demikian juga pada variasi holding time 4 jam, terjadi kenaikan
nilai pada semua variasi campuran, sehingga penambahan arang aktif pada sampel
dapat dikatakan berbanding lurus dengan nilai serapan air.
Hubungan antara holding time dengan nilai serapan air sampel dapat
dilihat pada variasi campuran yang sama. Pada variasi campuran tanah lempung
dan arang aktif 100% : 0%, 80% : 20% dan 70% : 30% terjadi penurunan serapan
air seiring dengan penambahan waktu holding time. Dapat dilihat bahwa pada
masing-masing variasi campuran nilai serapan air terbesar berada pada sampel
yang disintering dengan holding time 2 jam sedangkan sampel dengan nilai
serapan air terendah adalah sampel yang disintering dengan holding time 4 jam.
Dari hubungan ini dapat digambarkan bahwa pengaruh penambahan holding
timepada variasi campuran 100% : 0%, 80% : 20% dan 70% : 30 adalah hubungan
Pada variasi campuran 90% : 10% dan 60% dan 40% terjadi
ketidaktentuan nilai dimana pada campuran 90% : 10% terjadi kenaikan dan
penurunan nilai serapan air yang tidak teratur, sedangkan pada campuran 60% :
40% terjadai kenaikan nilai serapan air seiring dengan penambahan lamanya
holding ini. Hal ini disebabkan ketidakmerataan/ketidakhomogenan pencampuran
tanah lempung dan arang aktif pada saat pencampuran serta pengaruh dari panas
yang tidak merata ketika proses sintering.
4.1.2 Porositas
Pengujian porositas keramik berpori dilakukan dengan mengukur massa
kering sampel setelah dibakar, massa basah sampel setelah direndam selama 24
jam dan didiamkan selama 5 jam setelah diangkat dari perendaman dan mengukur
volume sampel setelah dibakar. Hasil pengujian porositas keramik ditunjukkan
oleh Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Grafik Variasi Campuran vs Porositas
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa nilai maksimum porositas pada keramik berpori
campuran tanah lempung dan arang aktif 80% : 20% yang disintering pada suhu
10000C dengan holding time 2 jam yaitu sebesar 50,73% sedangkan nilai
minimum porositas ada pada campuran tanah lempung dan arang aktif 100% : 0%
12.96 13.08
Grafik Porositas vs Variasi Campuran
2 JAM
3 JAM
yang disintering pada suhu 10000C dengan holding time 4 jam yaitu sebesar
5,37%.
Pengaruh dari campuran tanah lempung dan arang aktif dapat dilihat pada
keramik yang disintering dengan holding time yang sama. Pada holding time 2
jam dapat dilihat bahwa nilai porositas mengalami kenaikan dimulai dari variasi
campuran 100% : 0 ; 90% : 10% hingga mencapai titik tertinggi nilai porositas
pada campuran 80% : 20%. Hal ini menandakan bahwa penambahan arang aktif
sebesar 20% dari total campuran total merupakan campuran optimum untuk
mendapatkan nilai keporian keramik yang tinggi. Sama halnya dengan pengujian
serapan air, keporian memiliki nilai tertinggi pada variasi campuran ini.Dari hal
ini dapat diatrik kesimpulan bahwa nilai serapan air dari keramik berpori
berbanding lurus dengan nilai porositasnya. Pada holding time 3 jam dan 4 jam
dapat diketahui juga bahwa nilai porositas cenderung mengalami kenaikan seiring
dengan penambahan arang aktif pada campuran. Kecenderungan kenaikan nilai
porositas ini menandakan bahwa penambahan arang aktif pada campuran
berbanding lurus dengan nilai porositasnya.
Pengaruh holding time terhadap porositas dapat diambil dengan melihat
kecenderungan nilai porositas pada variasi campuran yang sama. Pada variasi
campuran 100% : 0%; 80% : 20% dan 70% : 30% terjadi kecenderungan
penurunan nilai porositas seiring dengan penambahan lamanya waktu holding
time. Kesimpulannya, nilai porositas keramik ternyata berbanding terbalik dengan
holding time. Namun pada campuran 90% : 10% dan 60% :40% terjadi
ketidaktentuan kecenderungan nilai porositas yang sama halnya dengan hasil
pengujian serapan air. Hasil pengujian porositas ini sesuai dengan hasil pengujian
serapan air.
Keramik pada komposisi optimum (campuran 80% : 20% dengan holding
time 2 jam) merupakan keramik makropori dikarenakan mempunyai nilai
4.2 Hasil Pengujian Sifat Mekanis Keramik Berpori 4.2..1 Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan keramik berpori dilakukan dengan mengukur kuat
tekan maksimal yang dapat ditahan oleh keramik dan luas permukaan tekan
keramik. Hasil pengujian keramik berpori ditunjukkan oleh gambar 4.3.
Gambar 4.3 Grafik Variasi Campuran vs Kuat Tekan
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa nilai maksimum kuat tekan keramik berpori
campuran tanah lempung dan arang aktif terjadi pada campuran tanah lempung
dan arang aktif 100% : 0% yang disintering dengan holding time selama 4 jam
yaitu sebesar 30,29 MPa, sedangkan nilai minimum kuat tekan keramik berpori
terjadi pada campuran tanah lempung dan arang aktif 80% : 20% yang disintering
dengan holding time selama 2 jam yaitu sebesar 9,8 MPa.
Pengaruh dari penambahan arang aktif pada campuran dapat dilihat pada
holding time yang sama. Pada holding time 2 jam dapat dilihat bahwa penurunan
nilai kuat tekan terjadi pada campuran lempung dan arang aktif 100% : 0 ; 90% :
10% hingga mencapai titik terendah nilai kuat tekan pada campuran 80% : 20%
dan kemudian nilainya mengalami kenaikan kembali pada campuran 70% : 30%
dan 60% : 40%. Hal ini disebabkan bahwa campuran lempung dan arang aktif
Grafik Kuat Tekan vs Variasi Campuran
2 JAM
3 JAM
karbonisasi, sehingga proses karbonisasi yang optimum terjadi pada campuran ini
adalh yang paling banyak. Alasan ini dikuatkan dengan data pengujian porositas
dan serapan air yang menunjukkan bahwa campuran 80% : 20% memiliki nilai
porositas dan serapan air yang terbesar yang pada akhirnya mengakibatkan
penurunan sifat mekanis kuat tekan. Pada holding time 3 jam dan 4 jam dapat
dilihat bahwa nilai kuat tekan mengalami penurunan dimulai dari campuran 100%
: 0% hingga akhirnya mencapai nilai terendah pada campuran 60% : 40%. Dari
penurunan nilai kuat tekan ini dapat diambil kesimpulan bahwa penambahan
arang aktif pada keramik berpori dapat mengakibatkan penurunan nilai kuat tekan
atau dengan kata lain bahwa penambahan arang aktif berbanding terbalik dengan
nilai kuat tekan keramik berpori.
Hubungan antara holding time dengan nilai kuat tekan dapat dilihat pada
masing-masing variasi campuran. Ketidaktentuan nilai kuat tekan terjadi pada
campuran 90% : 10% dimana nilai kuat tekan pada 2 jam sebesar 24,75 MPa
mengalami penurunan ketika waktu holding time mengalami penambahan menjadi
3 jam yaitu sebesar 17,03 MPa dan mengalami kenaikan kembali pada holding
time 4 jam yaitu sebesar 17,89%. Hal ini diakibatkan adanya proses pencampuran
lempung dan arang aktif yang tidak homogen sehingga penyebaran arang aktif
tidak merata pada setiap bagian keramik. Demikian juga pada campuran 60% :
40% terjadi ketidaktentuan penurunan nilai kuat tekan seiring penambahan waktu
holding time. Nilai kuat tekan pada holding time 2 jam sebesar 11,37 MPa
mengalami penurunan pada holding time 3 jam yaitu sebesar 11,36 MPa dan
kemudian mengalami penurunan kembali pada holding time 4 jam yaitu sebesar
9,40 MPa. Ketidaktentuan ini terjadi karena penyebaran panas yang tidak merata
pada saat proses sintering sehingga proses karbonisasi masih terjadi.Pada
campuran 100% : 0% ; 80% : 20% dan 70% : 30% dapat dilihat bahwa semakin
lama waktu penahanan holding time pada keramik berpori maka nilai kuat tekan
keramik akan semakin bertambah. Dari hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa
4.2.2 Kekerasan
Pengujian kekerasan keramik berpori dilakukan dengan mengukur
kekerasan pada tiga titik keramik serta diukur panjang diagonal horizontal (a) dan
panjang diagonal vertikal (b) lalu dicari panjang diagonal sampel (d) dengan
menggunakan beban tertentu pada tiap sampel, kemudian hasil pengukuran
kekerasan di ketiga titik diambil nilai rata-ratanya. Hasil pengujian kekerasan
keramik ditunjukkan oleh Gambar 4.4 :
Grafik 4.4 Grafik Variasi Campuran vs Kekerasan
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa nilai kekerasan maksimum yang terjadi pada
keramik berpori terjadi pada campuran tanah lempung dan arang aktif 100% : 0%
yang disintering dengan holding time selama 4 jam yaitu sebesar 2765,17 MPa
sedangkan nilai kekerasan minimum terjadi pada campuran tanah lempung dan
arang aktif 80% : 20% yang disintering dengan holding time selama 2 jam yaitu
sebesar 184,73 MPa.
Hubungan antara penambahan arang aktif pada campuran dengan nilai
kekerasan dapat dilihat pada masing-masing holding time. Pada holding time 2
Grafik Kekerasan vs Variasi Campuran
2 JAM
3 JAM
1996,06 MPa mengalami penurunan pada campuran 90% : 10% yaitu menjadi
1498,90 MPa hingga mencapai titik terendah nilai kekerasan pada 80% : 20%
yaitu 184,73 MPa dan kemudian nilai kekerasan mengalami kenaikan pada
campuran 90% : 10% yaitu 278,81 MPa dan campuran 414,25 MPa. Hal ini
terjadi karena pada komposisi 80% : 20% terjadi proses karbonisasi optimum
sehingga pori-pori yang terbentuk semakin banyak dan pada akhirnya
menurunkan nilai kekerasan. Pada holding time 3 jam dan 4 jam terjadi penurunan
nilai kekerasan dimulai dari campuran 100% : 0% hingga mencapai nilai terendah
pada campuran 60% : 40%. Dari hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa
penambahan arang aktif pada campuran mengakibatkan penurunan nilai kekerasan
pada keramik berpori. Hasil pengujian porositas, serapan air dan kuat tekan juga
menyatakan hal yang sama.
Hubungan antara holding time dengan nilai kekerasan dapat dilihat pada
masing masing campuran lempung dan arang aktif. Pada campuran 90% : 10%
terjadi ketidaktentuan nilai kekerasan dimana nilai kekerasan pada holding time 2
jam sebesar 1.489,80 MPa mengalami penurunan pada holding time 3 jam
menjadi 1372 MPa dan kembali mengalami kenaikan pada holding time 4 jam
menjadi 1.503,52 MPa. Ketidaktentuan ini terjadi karena pencampuran yang tidak
merata atau homogen antara arang aktif dan lempung. Ketidaktentuan lain terjadi
pada campuran 60% : 40% dimana nilai kekerasan mengalami penurunan seiring
penambahan waktu holding time. Hal ini diakibatkan ketidakmerataan penyebaran
panas ketika proses sintering sehingga pada keramik masih terjadi proses
karabonisasi. Kesimpulan dari hubungan antara holding time dengan nilai
kekerasan dapat diambil dari variasi campuran 100% : 0% ; 80% : 20% dan 70% :
30%. Pada variasi campuran tersebut nilai kekerasan semakin bertambah seiring
penamabahan waktu lamanya holding time.
Dari hasil pengujian sifat fisis (serapan air dan porositas) dan hasil
pengujian sifat mekanis (kuat tekan dan kekerasan), diambil sampel 80% : 20%
pada holding time 2 jam sebagai sampel terbaik dikarenakan sampel ini memiliki
nilai serapan dan porositas terbesar serta nilai kuat tekan dan kekerasan yang
serapan air dan porositas terkecil serta kuat tekan dan kekerasan terbesar pada
campuran tanah lempung dan arang aktif.
4.3 Hasil Karakterisasi Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX)
Karakterisasi dengan Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive X-Ray
(SEM-EDX) dilakukan untuk mengamati morfolgi permukaan, ukuran pori serta
kandungan unsur yang terdapat pada sampel.
4.3.1 Morfologi Permukaan
Karakterisasi morfologi permukaan dilakukan dengan menggunakan
Scanning Electron Microscope (SEM). Sampel yang dikarakterisasi diambil
seberat kurang lebih 5 gram dari tiap sampel. Karakterisasi morfologi permukaan
ini dilakukan pada sampel dengan campuran lempung dan arang aktif 80% : 20%
dengan holding time 2 jam sebagai sampel terbaik dan sampel dengan campuran
lempung dan arang aktif 90% : 10% dengan holding time 4 jam sebagai sampel
pembanding. Sampel yang akan dikarakterisasi akan diperbesar sesuai dengan
perbesaran yang diperlukan. Dari hasil karakterisasi permukaan dapat dilihat
Gambar 4. 5 Hasil Pengamatan SEM untuk Sampel dengan Campuran 80% : 20% dengan Holding Time 2 Jam pada Perbesaran 500 kali.
Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 merupakan hasil pengamatan SEM pada
perbesaran yang sama yaitu sebesar 500 kali dapat dilakukan perbandingan antara
sampel campuran 80% : 20% dengan holding time 2 jam dengan sampel campuran
90% : 10% dengan holding time 4 jam. Pada sampel 80% : 20% dengan holding
time 2 jam dapat dilihat bahwa persebaran pori-pori yang ditimbulkan akibat
proses karbonisasi terlihat lebih banyak dan merata dibandingkan sampel
campuran 90% : 10% dengan holding time 4 jam yang memiliki pori-pori yang
lebih sedikit dan tidak tersebar merata. Hal ini sesuai dengan data hasil pengujian
porositas yang menyatakan bahwa porositas dari sampel campuran 80% : 20%
dengan 2 jam lebih baik daripada sampel campuran 90% : 10% dengan holding
time 4 jam.
4.3.2 Ukuran Diameter Pori
Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 merupakan hasil pengamatan SEM yang
menunjukkan ukuran diameter pori. Sampel yang diuji adalah sampel keramik
berpori dengan campuran 80% : 20% dengan holding time 2 jam dan sampel
dengan campuran 90% : 10% dengan holding time 4 jam pada perbesaran yang
sama yaitu 1.500 kali.
Gambar 4.7 Hasil Pengamatan SEM untuk Sampel dengan Campuran 80% : 20% dengan Holding Time 2 Jam pada Perbesaran 1500 kali Beserta Ukuran
Gambar 4.8 Hasil Pengamatan SEM untuk Sampel denganCampuran 90% : 10% dengan Holding Time 4 Jam pada Perbesaran 1500 kali Beserta Ukuran
Pori
Pada perbesaran 1.500 kali dilakukan pengukuran diameter pori pada tiap
tiap sampel pada 3 pori yang berbeda dan diukur nilai rata-rata diameter pori pada
sampel. Pada sampel campuran 80% : 20 % dengan holding time 2 jam nilai
rata-rata diameter pori yang didapat adalah 8,606 µm sedangkan nilai rata-rata-rata-rata
diameter pori dari sampel campuran 90% : 10% dengan holding time 4 jam adalah
10,687 µm. Dari hasil ini ternyata didapat bahwa ukuran pori dari sampel
campuran 90% : 10% dengan holding time ternyata lebih besar dibandingkan
ukuran pori sampel campuran 80% : 20% dengan holding time 4 jam. Penyebab
dari hal ini adalah sampel campuran 80% : 20% dengan holding time 2 jam lebih
banyak mengandung arang aktif, sehingga pada proses sintering yang
mengakibatkan karbonisasi renik yang yang dihasilkan lebih tersebar merata dan
ukuran nya lebih halus dibandingkan sampel campuran 90% : 10% dengan
holding time 4 jam yang lebih memiliki sedikit kandungan arang aktif. Besarnya
ukuran pori ini juga dapat membuat semakin banyak uap air yang dilewatkan
disimpulkan bahwa keramik dengan campuran 80% : 20% dengan holding time 2
jam serta keramik dengan campuran 90% : 10% dengan holding time 4 jam
merupakan jenis macroporous ceramic dikarenakan keramik tersebut memiliki
ukuran pori lebih besar dari 50 nm (d >50 nm).
4.3.3 Kandungan Unsur
Karakterisasi unsur yang terdapat pada keramik berpori dilakukan dengan
menggunakan Energy Dispersive X-Ray (EDX). Unsur yang ditembak dengan
sinar X akan memantulkan kembali sinar dengan spektrum dan panjang
gelombang tertentu yang kemudian akan dibaca pada hasil keluaran berupa
puncak puncak gelombang dan akhirnya unsur unsur yang terdapat pada sampel
akan dapat ditentukan. Unsur unsur yang didapat kemudian akan menampilkan
hasil pembacaan konsentrasi pada keadaan tidak normal berdasarkan massa total
(unn. C [wt.%]), konsentrasi pada keadaan normal berdasarkan massa total (nor. C
[wt.%]) serta konsentrasi unsur berdasarkan massa atomik (Atom. C [at.%])
Dari hasil pembacaan unsur EDX dapat dilihat bahwa 9 unsur yang terdeteksi
pada sampel campuran 80% : 20% dengan holding time 2 jam yang terbaca pada
keadaan tidak normal (unn. C[wt.%]) yaitu O = 58,11% ; Si = 24,04% ; Al =
12,33% ; Na = 3,06% ; K = 2,51% ; Ca = 2,22 % ; Fe = 2,01% ; Mg = 1,60% dan
C = 1,54%. Unsur O, Si, Al, Fe, K, Mg dan Na yang terdapat pada keramik yang
telah disintering ini ternyata dapat ditemukan juga sebagai unsur yang sama yang
terdapat pada tanah lempung. Namun unsur Ti yang pada awalnya terdapat pada
tanah lempung yang belum diaktivasi ternyata hilang bila dibandingkan dengan
kandungan unsur pada keramik yang telah disintering. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa proses aktivasi kimia dan fisika pada tanah lempung dapat menghilangkan
kandungan unsur pengotor Ti pada keramik. Unsur Ca dan C yang terbaca pada
keramik campuran 80% : 20% dengan holding time 2 jam dapat diduga berasal
dari kandungan unsur arang aktif karena tidak terdapat pada pembacaan
kandungan unsur tanah lempung.
Keberadaan unsur O yang paling banyak berasal dari ikatannya dengan Si
yang membentuk SiO2 serta dari oksigen yang terperangkap pada pori-pori
keramik. Hal ini juga dapat mengindikasikan bahwa dari hasil analisa unsur
keramik dengan campuran 80% : 20% dengan holding time 2 jam memiliki
porositas yang tinggi yang sesuai dengan hasil pengujian sifat fisis porositas
keramik.
Unsur karbon (C) pada keadan tidak normal (unn. C[wt.%]) yang memiliki
konsentrasi 1,54% menandakan bahwa proses pengikatan arang aktif dengan
Pembacaan unsur pada keadaan tidak normal (unn.C[wt.%]) pada keramik dengan
campuran 90% : 10% dengan holding time 4 jam menunjukkan bahwa terdapat 8
unsur yang terdeteksi pada keramik yaitu O = 29,20% ; Si = 19,71% ; Al =
14,06% ; C = 6,56% ; K = 3,23% ; Fe = 3,50% ; Mg = 1,51% dan Na = 0,68%.
Dapat dilihat bahwa ternyata unsur Ti yang dijumpai pada tanah lempung sebelum
diaktivasi telah hilang dan tidak terbaca pada keramik campuran 90% : 10%
dengan holding time 4 jam. Hal ini sama seperti pada pembacaan unsur pada
campuran 80% : 20% dengan holding time 2 jam yang menandakan proses
aktivasi telah mampu menghilangkan unsur pengotor pada tanah lempung.
Bila dibandingkan dengan keramik campuran 80% : 20% dengan holding
time 2 jam maka dapat dilihat bahwa konsentrasi dari unsur O dan Si jumlahnya
lebih banyak dan konsentrasi Al jumlahnya lebih sedikit daripada keramik dengan
campuran 90% : 10% dengan holding time 4 jam. Hal ini dikarenakan bahwa
pembacaan unsur EDX campuran 90% : 10% dengan holding time 4 jam pada
keadaan tidak normal(unn. C[wt.%] tidaklah sempurna karena total konsentrasi
unsur pada variasi ini adalah 77,67% yang artinya masih ada unsur yang tidak
terbaca oleh mesin EDX. Hal ini dipengaruhi oleh proses preparasi sampel
sebelum pembacaan EDX yang kurang sempurna. Dapat dilihat pula bahwa unsur
Ca yang terbaca pada campuran 80% : 20% dengan holding time 2 jam ternyata
tidak ditemukan pada keramik campuran 90% : 10% dengan holding time 4 jam.
Hal ini juga diakibatkan pada preparasi sampel pada pengamatan SEM yang
kurang sempurna.
Konsentrasi O yang bernilai 29,20% pada keadaan tidak normal (unn. C
[wt.%]) juga dapat mengindikasikan bahwa nilai keporian pada campuran 90% :
10% dengan holding time 4 jam adalah bernilai kecil dibandingkan sampel
campuran 80% : 20% dengan holding time 2 jam. Hal ini sesuai dengan pengujian
sifat fisis porositas sampel yang juga bernilai kecil. Konsentrasi karbon (C)
sebagai unsur keempat (6,56%) menunjukkan bahwa proses pengikatan arang
Kesimpulan yang dapat diambil dari pengujian EDX adalah unsur
penyusun utama dari keramik setelah disintering adalah oksigen (O), silika (Si)
dan aluminium (Al), besi (Fe), kalium (K), magnesium (Mg) dan natrium (Na).
4.4 Hasil Pengujian Daya Adsorpsi Uap Air
Pengujian daya adsorpsi uap air dilakukan dengan menggunakan kit filter yang
dilengkapi dengan sensor hidrogen TGS821 yang hasil pembacaanya akan
ditampilkan di layar monitor. Pengujian dilakukan dengan menempatkan sampel
yang akan diuji pada chamber yang akan dilalui oleh hidrogen, uap air dan
oksigen, lalu sensor hidrogen akan membaca konsentrasi hidrogen yang
dilewatkan. Semakin banyak hidrogen yang dilewatkan oleh sampel menandakan
bahwa uap air telah banyak diadsopsi oleh sampel dan demikian juga
sebaliknya.Pengujian juga dilakukan dengan membaca hasil tegangan keluaran
yang terukur. Semakin banyak konsentrasi hidrogen maka hasil tegangan keluaran
akan semakin besar. Hasil pembacaan yang muncul pada monitor berupa
banyaknya konsentrasi hidrogen yang terbaca sensor (%) dan tegangan keluaran
yang dihasilkan (Volt). Nilai maksimal dari konsentrasi adalah 100% dan nilai
maksimal dari tegangan keluaran yang dihasilkan adalah 5 Volt.
Gambar 4.11 Grafik Waktu Pengujian Daya Adsorpsi Uap Air Berdasarkan
0
Grafik Konsentrasi Hidrogen vs Waktu
80% : 20% + Holding Time 2 Jam
Gambar 4.11 menunjukkan bahwa keramik dengan campuran 80% : 20% dengan
holding time 2 jam ternyata lebih banyak melewatkan hidrogen dibandingkan
keramik dengan campuran 90% : 10% dengan holding time 4 jam. Konsentrasi
hidrogen maksimal yang dilewatkan oleh sampel campuran 80% : 20% dengan
holding time 2 jam adalah sebesar 61,87% pada menit ke 98 sedangkan sampel
campuran 90% : 10% dengan holding time 4 jam hanya melewatkan hidrogen
maksimal sebesar 57,08% pada menit ke 77. Banyaknya hidrogen yang terbaca
oleh sensor hidrogen ini menandakan bahwa uap air telah banyak diadsorpsi oleh
keramik dengan campuran tanah lempung dan arang aktif, sehingga dapat
disimpulkan bahwa keramik ini sudah termasuk keramik berpori yang baik dalam
aplikasinya sebagai uap air.
Waktu pengujian pada keramik campuran 80% : 20% dengan holding time
2 jam ternyata lebih lama dibandingkan keramik campuran 90% : 10% dengan
holding time 4 jam. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa pori-pori pada keramik
campuran 80% : 20% dengan holding time 2 jam memerlukan waktu yang lebih
lama untuk dapat terisi penuh dalam mengadsorpsi uap air yang dapat juga
disimpulkan sebagai kesimpulan bahwa pori-pori yang terdapat pada keramik
campuran 80 % : 20% dengan holding time 2 jam lebih banyak dibandingkan
(serapan air dan porositas) yang paling baik namun sifat mekaniknya (kuat tekan
Gambar 4.12 Grafik Waktu Pengujian Daya Adsorpsi Uap Air Berdasarkan Tegangan Keluaran
Gambar 4.12 menunjukkan bahwa pembacaan tegangan pada keluaran dari
keramik dengan campuran 80% : 20% dengan holding time 2 jam ternyata lebih
tinggi dari keramik dengan campuran 90% : 10% dengan holding time 4 jam.
Pembacaan tegangan pada keluaran terbesar pada keramik dengan campuran 80%
: 20% dengan holding time 2 jam adalah sebesar 3,09 Volt pada menit ke 98
sedangkan pembacaan tegangan keluaran terbesar pada keramik dengan campuran
90% : 10% dengan holding time 4 jam adalah sebesar 2,85 Volt pada menit ke 75.
Besarnya tegangan keluaran berhubungan dengan banyaknya konsentrasi
hidrogen yang dilewatkan oleh keramik. Semakin banyak hidrogen yang
dilewatkan pada keramik maka semakin besar pula nilai tegangan keluaran yang
dibaca oleh sensor.
Grafik Tegangan Keluaran vs Waktu
80% : 20% + Holding Time 2 Jam
BAB V
campuran tanah lempung dan arang aktif 80% :20%.
3. Nilai holding time optimum keramik berpori berbahan dasar tanah
lempung dan arang aktif sebagai filter uap air adalah 2 jam.
4. Pengaruh variasi campuran berbanding lurus dengan sifat fisis (serapan air
dan porositas), tetapi pengaruh variasi campuran berbanding terbalik
dengan sifat mekanis (kuat tekan dan kekerasan).
Pengaruh variasi holding time berbanding terbalik dengan sifat fisis
(serapan air dan porositas), tetapi pengaruh variasi holding time
berbanding lurus dengan sifat mekanis (kuat tekan dan kekerasan).
Hasil pembacaan SEM menunjukkan bahwa pada campuran optimum
penyebaran pori semakin merata dan ukuran diameter pori rata-rata =8,606
µm, sedangkan hasil analisa unsur EDX menunjukkan campuran optimum
memiliki unsur O = 58,11% ; Si = 24,04% ; Al = 12,33% ; Na = 3,06% ; K
= 2,51% ; Ca = 2,22 % ; Fe = 2,01% ; Mg = 1,60% dan C = 1,54%
sebagai unsur penyusun keramik.
5. Hasil pengujian daya adsorpsi uap air juga menunjukkan bahwa pada
variasi optimum konsentrasi hidrogen maksimum yang dilewatkan =
61,87% pada menit ke 77 serta tegangan keluaran maksimum yang dibaca
5.2Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pengujian homogenitas
pencampuran agar menjamin pencampuran tanah lempung dan arang aktif
yang lebih merata.
2. Untuk penelitian selanjutnya perlu ditambahkan variasi campuran yang
lebih besar dari 60% : 40% (misalnya 70% :30% ; 80% : 20% dst.) pada
holding time 3 jam dan 4 jam untuk mendapatkan campuran optimum
pada holding time 3 jam dan 4 jam.
3. Untuk proses sintering sebaiknya alat tanur diperiksa agar dapat menjamin
penyebaran panas ketika sintering yang lebih merata.
4. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pengamatan tentang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Lempung (Tanah liat)
Lempung atau tanah liat adalah partikel mineral berkerangka dasar silikat yang
berdiameter kurang dari 4 milimeter. Lempung mengandung leburan silika
dan/atau aluminium yang halus. Unsur-unsur ini : silika, oksigen dan aluminium
adalah unsur yang paling banyak menyusun kerak bumi. Lempung terbentuk oleh
proses pelapukan batuan silika oleh asam karbonat dan sebagian dihasilkan dari
aktivitas panas bumi. Lempung membentuk gumpalan keras saat kering dan
lengket apabila basah terkena air. Sifat ini ditentukan oleh jenis mineral lempung
yang mendominasinya. Mineral lempung digolongkan berdasarkan susunan
lapisan oksida silikon dan oksida aluminium yang membentuk kristalnya. Kata
“lempung” memiliki definisi yang saling bertentangan (Bergaya, 2000). Pada satu
sisi kata lempung digunakan sebagai definisi segala partikel tanah yang lebih kecil
dari 2µm, tetapi di sisi lain termasuk juga kelompok besar microcrystalline.
Menurut ahli mineralogi, mineral lempung adalah mineral silikat berlapis
(pilosilikat) atau mineral lain yang bersifat liat (plasticity) dan mengalami
pengerasan saat dipanaskan atau dalam keadaan kering. Istilah lempung
digunakan di Amerika Serikat dan International Society of Soil Science untuk
menyatakan suatu batuan atau partikel mineral yang terdapat pada tanah (soil)
dengan diameter kurang dari 0,002 mm. Sedangkan menurut sedimentologis,
partikel lempung berukuran kurang dari 0,004 mm.
Seringkali, clay disamakan dengan lempung, padahal clay berbeda dengan
lempung. Lempung dan clay adalah fraksi-fraksi butiran yang membentuk tekstur
tanah. Menurut Haridjadja (1980) tekstur tanah adalah distribusi besar butir-butir
tanah atau perbandingan secara relatif dari besar butir-butir tanah. Butir-butir
tersebut adalah pasir, debu dan liat. Gabungan dari ketiga fraksi tersebut
dinyatakan dalam persen dan disebut sebagai kelas tekstur. Pada umumnya tanah
berbeda-beda (Braja,1993). Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah.
Kelas tekstur tanah dikelompokkan berdasarkan perbandingan banyaknya
butir-butir pasir, debu dan liat. Tanah-tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas
permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara.
Tanah-tanah bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga
kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi
(Hardjowigeno,1995). Braja (1993) menyatakan bahwa kelas tekstur dapat
ditetapkan denganmenggunakan diagram segi tiga tekstur menurut USDA dalam
Gambar 2.1. Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari butiran tanah yang
meliputi:
a. Pasir : butiran dengan diameter 2,0 s.d. 0,05 mm
b. Debu : butiran dengan diameter 0,05 s.d. 0,002 mm
c. Clay : butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm
Gambar 2.1 Segitiga Tekstur Tanah
Paling tidak ada dua alasan yang menjadikan mineral lempung sangat aktif
kecil (skala nano) dan (b) Fakta bahwa partikel tersebut bermuatan elektrik, yang
akhirnya membuat interaksi elektrostatisnya relatif kuat.
2.2Jenis-jenis Lempung
Klasifikasi lempung ada beberapa jenis yaitu :
a) Klasifikasi lempung berdasarkan batuan induk pelapukannya
1) Lempung primer atau lempung residual terbentuk dari permukaan batuan
induk.Sangat jarang dijumpai dibandingkan dengan lempung sekunder
(yang dipindahkan atau diendapkan), tetapi pada umumnya lebih putih dari
lempung sekunder dan bebas dari bahan pengotor. Karena lempung ini
berasal dari pelapukan yang dibawa oleh air tanah dan tidak berpindah
tempat, maka ukuran partikelnya akan bermacam-macam dan lempung ini
biasanya tidaklah plastis dan sangat kaku. Kebanyakan kaolin adalah
lempung primer.
2) Lempung sekunder adalah jenis lempung yang telah mengalami
perpindahan lokasi yang dibawa dari banyak sumber oleh air (aluvial),
atau angin (aeolian) atau oleh gletser (glacial). Banyak tipe lempung
sekunder yang mengandung bahan organik (carbonaceous) dan bahan
pengotor lain (besi, pasir kuarsa, mika dan lain lain). Beberapa jenis kaolin
yang bersifat plastis adalah golongan lempung sekunder. Contoh lempung
sekunder yang lain adalah : ball lempung, stoneware lempung,
firelempung, earthenware lempung, slip lempungs dan volcanic lempung.
b) Klasifikasi lempung berdasarkan susunan lapisan tetrahedral dan oktehedral.
1) Lempung tipe 1 : 1
Lempung tipe ini terdiri dari 1 lembar silika yang berbentuk tetrahedral
dan 1 lembar alumina atau magnesium oksida yang berbentuk oktahedral.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah kaolinite.
2) Lempung tipe 2 : 1
Lempung tipe ini terdiri dari 1 lembar silika yang berbentuk tetrahedral
dan 2 lembar alumina atau magnesium oksida yang berbentuk oktahedral.
Gambar 2.2 Diagram Struktur Lapisan Oktahedron
Gambar 2.3 Diagram Struktur Lapisan Tetrahedron
Struktur dasar kristal pada mineral lempung terdiri atas satu atau dua
lapisan silikon dioksida dengan satu lembaran aluminium oksida atau magnesium
oksida. Di dalam lapisan silika, unit dasarnya adalah silika tetrahderon.Pada
struktur silika tetrahedron, atom silika terikat pada 4 atom oksigen. Jika tiap
tetrahedron membagi 3 dari 4 oksigen lain maka akan terbentuk struktur
heksagonal yang disebut lapisan tetrahedral. Unit dasar alumina atau magnesium
adalah oktahedron. Oktahedron ini dibentuk oleh aluminium atau magnesium dan
ion hodroxide. Atom aluminium atau magnesium terikat pada 6 atom oksigen.
Tiap oktahedron membagi seluruh 6 atom oksigennya untuk membentuk struktur
heksagonal yang disebut lapisan oktahedral. Dalam lapisan ini bisa terdapat atom
aluminium saja, magnesium saja atau keduanya.
c) Klasifikasi lempung berdasarkan kandungan mineral dan komposisi
1) Mineral Kaolin
dan satu lembar lapisan oktahedral. Kedua lapisan ini bergabung
membentuk sebuah unit dimana ujung-ujung dari lapisan silika tetrahedron
bergabung dengan lapisan oktahedron. Semua puncak oksigen dari lapisan
silika tetrahedron menunjuk ke arah yang sama sehingga gugus
oksigen/hidroksil (yang dapat saja muncul untuk menyeimbangkan
muatannya) digunakan secara bersama oleh silikon pada lapisan
tetrahedral dan oleh aluminium pada lapisan oktahedral. Rumus struktural
dari kaolinite adalah Al4Si4O10(OH)8 dan komposisi kimia secara teoritis
yaitu SiO2 = 46,54 %, Al2O3 =39,50 %dan H2O = 13,96 %.
Mineral-mineral dari kelompok kaolin seperti kaolinite, dickite, nacrite dan
halloysite mengandung lapisan tipe 1 : 1 yang merupakan kombinasi
lapisan oktahedral dan tetrahedral yang terus bersambung pada arah
sumbu a dan b dan saling tumpang tindih pada arah sumbu c. Ketebalan
unit lapisan ini adalah 7,13 A0.
O
OH
Al
Si
2) Mineral Smectite
Mineral umum yang termasuk golongan smectite yaitu natrium
montmorillonite, kalsium monmorillonite, nontronite (besi
montmorillonite), hectorite (litium montmorillonite) dan beidellite
(aluminium montmorillonite). Mineral smectite merupakan komposisi
gabungan dari dua lapisan silika tetrahedral dengan satu lapisan oktahedral
sebagai pusat dan membentuk lapisan mineral tipe 2 : 1. Molekul air dan
kation – kation mengisi ruang antara lapisan 2 : 1.
Rumus teoritis smectite adalah (OH)4Si8Al4O20.NH2O
(antarlapisan) dan komposisi teoritis tanpa materi antarlapisan adalah SiO2
= 66,7 %, Al2O3 = 28,3 % dan H2O = 5 %. Bagaimanapun juga, pada
smectite terdapat materi/unsur pengganti yang harus diperhatikan pada
lapisan oktahedral dan beberapa pada lapisan tetrahedral. Pada lapisan
tetrahedral terdapat penggantian silikon menjadi aluminium hingga 15 %
(Grim, 1968) dan pada lapisan oktahedral aluminium digantikan
magnesium dan besi.
3) Mineral Illite
Illite adalah mineral mika tanah liat yang dinamakan oleh Grim et. al
(1937). Strukturnya adalah lapisan 2 : 1 dimana kation antar lapisannya
adalah kalium. Ukuran, muatan dan bilangan koordinasi dari kalium
menyesuaikan diri pada cincin heksagonal oksigen yang berbatasan
dengan lapisan silika tetrahedral. Hal ini memberikan sambungan yang
kuat dari ikatan ionik yang menahan tiap-tiap lapisan secara bersama-sama
pada strukturnya dan mencegah molekul air untuk mengisi posisi
antarlapisan seperti pada smectite. Illite berbeda dengan muscovite yang
mengkristal secara baik yaitu lebih sedikit penggantian Si4+ menjadi Al3+
pada lapisan tetrahedral. Pada muscovite, ¼ dari ion Si 4+ digantikan oleh
Al3+ sedangkan pada illite hanya 1/6 saja. Pada lapisan oktahedral dapat
juga terjadi penggantian ion Al3+ oleh Mg2+ dan Fe2+. Jarak antarbidang
d(001) dari illite adalah 10 Ao.
4) Chlorite
Chlorite umumnya muncul dalam bentuk serpihan dan juga di dalam
lempung yang bercampur dengan lapisan batu bara. Mineral liat chlorite
berbeda dengan chlorite yang mengkristal secara baik dalam hal adanya
susunan acak dari lapisannya dan juga adanya hidrasi. Chlorite adalah
mineral dengan tipe lapisan 2 : 1 dengan satu lapisan brusit (Mg(OH)2)
pada antarlapisannya. Banyak jenis kation pengganti pada chlorite, namun
yang paling umum adalah Mg2+, Fe2+, Al3+ dan Fe3+. Komposisi umum
chlorite yaitu (OH)4(SiAl)8(MgFe)6O20. Lapisan yang menyerupai brusit
pada posisi antarlapisan mempunyai komposisi (MgAl)6(OH)12. Jarak
antar bidang d(001) dari chlorite kurang lebih 14 Ao.
5) Palygorskite (Attapulgite) : Sepiolite
Istilah palygorskite dan attapulgite adalah sinonim, tetapi Komite
Nomenklatur Internasional (International Nomenclature Committee) telah
mengumumkan bahwa nama yang lebih baik digunakan adalah
palygorskite. Bagaimanapun, istilah attapulgite masih digunakan terutam
oleh mereka yang bekerja di bidang pertambangan, pengolahan dan
penggunaan mineral liat. Palygorskite dan sepiolite adalh silika tipe
lapisan 2 : 1. Lapisan tetrahedral dihubungkan tak terbatas pada dua
dimensi. Namun, jenis tanah liat ini berbeda secara struktur dari mineral
liat yang lain yaitu bahwa lapisan oktahedralnya sambung menyambung
hanya pada satu dimensi dan lapisan tetrahedralnyadibagi menjadi
pita-pita oleh pembalikan perodik dari baris-baris tetrahedron. Pada
palygorskite, dimensi dari salurannya kira-kira antara 4 Ao sampai 6 Ao
dan pada sepiolite kira-kira 4 Ao sampai 9,5 Ao. Kedua jenis mineral liat
ini adalah jenis magnesium silika tetapi palygorskite mempunyai
kandungan alumina lebih tinggi. Rumus umum palygorskite adalah
(OH2)4Mg5Si8O20.4H2O. Rumus umum untuk sepiolite adalah
(OH2)4(OH)4Mg8Si12O30.8H2O.
Pada penelitian ini tanah lempung yang digunakan adalah tanah lempung dari
Desa Iraonogeba Kecamatan Moroó Kabupaten Nias Barat Provinsi Sumatera
Utara yang dalam bahasa derah setempat sering juga disebut dengan gambo.
Pemilihan jenis lempung ini didasarkan atas karakteristik dari tanah lempung ini
yaitu berwarna putih keabu-abuan dan tidak mudah kering ketika musim kemarau.
Tanah lempung ini pada umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
periuk tanah yang dalam bahasa daerah setempat disebut dengan bowoa tanö.
Karakteristik dari jenis tanah lempung ini telah dilakukan dengan melakukan
pengamatan morfologi permukaan SEM dan kandungan unsur dengan
menggunakan EDX. Hasil pengamatan morfologi permukaan dari tanah lempung
ini memperlihatkan bahwa ukuran butiran yang beragam karena belum dilakukan
pengayakan ketika pengamatan SEM dan memiliki pori-pori yang beragam
bentuk serta ukurannya.Dari hasil pembacaan kandungan unsur dapat dilihat
bahwa unsur-unsur yang terdapat pada tanah lempung ini adalah unsur O =
49,75% ; Si = 26,03% ; Al = 13,15% ; Fe = 4,46% ; K = 3,42% ; Mg = 1,66% ;
Na = 1,16% ; Ti = 0,37%. (Lampiran C)
2.3Arang Aktif
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon,
dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada
suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi
kebocoran udara di dalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung
karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang selain
digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben
(penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan
ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi
dengan aktivator bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur
tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan
kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif.
sangat halus, diameter pori mencapai 1000A0, digunakan dalam fase cair,
berfungsi untuk memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan
bau yang tidak diharapkan, membebaskan pelarut dari zat-zat penganggu dan
kegunaan lain yaitu pada industri kimia. Diperoleh dari serbuk-serbuk gergaji,
ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan
mempunyai struktur yang lemah. Arang aktif sebagai penyerap uap, biasanya
berbentuk granular atau pellet yang sangat keras diameter pori berkisar antara
10-200 A0 , tipe pori lebih halus, digunakan dalam fase gas, berfungsi untuk
memperoleh kembali pelarut, katalis, pemisahan dan pemurnian gas. Diperoleh
dari tempurung kelapa, tulang, batubata atau bahan baku yang mempunyai bahan
baku yang mempunyai struktur keras.
Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal ini, ada
beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu :
1. Sifat Adsorben
Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang
sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing- masing berikatan
secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar.
Selain kompisisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting
diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil
pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan
demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi,
dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Jumlah atau
dosis arang aktif yang digunakan, juga diperhatikan.
2. Sifat Serapan
Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi kemampuannya
untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing- masing senyawa. Adsorpsi akan
bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari stuktur
yang sama, seperti dalam deret homolog. Adsorpsi juga dipengaruhi oleh gugus
fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan.
3. Temperatur
Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk menyelidiki.temperatur pada saat
mengenai temperatur yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang mempengaruhi
temperatur proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa
serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti
terjadi perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada
titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar
atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih kecil.
4. pH (Derajat Keasaman)
Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu
dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam
mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH
asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan
berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.
5. Waktu Singgung
Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk
mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan
jumlah arang yang digunakan. Selain ditentukan oleh dosis arang aktif,
pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan
untuk memberi kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan
senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan
waktu singgung yang lebih lama.
Pada penelitian ini arang aktif yang digunakan adalah arang aktif
Aquasorb® 1000. Arang aktif Aquasorb ® 1000 adalah media kerja yang
berbentuk butiran-butiran karbon aktif yang dibuat dengan aktivasi uap dari
batubara bitumen yang mutunya diseleksi. Produk arang aktif ini memiliki bahan
adsorbent dengan nilai densitas yang tinggi dan menghasilkan volume
pengaktivasi yang maksimum. Arang aktif ini memiliki karakteristik antara lain
sebagai berikut luas permukaan = 950 m2/g ; total volume pori = 0,88 cm3/g ;
apparent density = 500 kg/m3 ; pH = 8 ; ball pan hardness number = 96%.
2.4Keramik
Keramik didefinisikan sebagai seni dan ilmu membuat dan menggunakan partikel
padat yang mempunyai bagian material inorganik nonmetalik sebagai komponen
terpentingnya (Kingery et al., 1976). Keramik adalah bahan yang keras, memiliki
senyawa polikristalin, biasanya inorganik, termasuk silika, metalik oksida, karbida
dan bahan bahan hidrida, sulfida dan seleneida. Oksida seperti Al2O3, MgO, SiO2
dan ZrO2 mengandung bahan metalik dan unsur nonmetalik serta garam ionik
seperti NaCl, CsCl dan ZnS.
Keramik berasal dari bahasa Yunani keramos/keramikos yang berarti
periuk atau belanga yang terbuat dari tanah yang dibakar. Keramik adalah semua
benda-benda yang terbuat dari tanah liat/lempung yang mengalami suatu proses
pengerasan dengan pembakaran suhu tinggi. Pengertian keramik yang lebih luas
dan umum adalah “bahan yang dibakar tinggi” termasuk di dalamnya semen,
gips, metal dan lainnya. Sebelum diproses menjadi keramik, segi penting sifat
bubuk mineralnya adalah ukuran partikel (yang mengganti sifat akhir) serta
distribusi sifat partikel (mempengaruhi rapatan).
Secara umum keramik merupakan paduan antara logam dan non logam ,
senyawa paduan tersebut memiliki ikatan ionik dan ikatan kovalen yang memiliki
sifat-sifat sebagai berikut :
a. Sifat Mekanik
Keramik merupakan material yang kuat, keras dan juga tahan
korosi.Selain itu keramik memiliki kerapatan yang rendah dan juga titik lelehnya
yang tinggi.Keterbatasan utama keramik adalah kerapuhannya, yakni
kecenderungan untuk patah tiba-tiba dengan deformasi plastik yang sedikit. Di
dalam keramik, karena kombinasi dari ikatan ion dan kovalen,
partikel-partikelnya tidak mudah bergeser.
Faktor rapuh terjadi bila pembentukan dan propagasi keretakan yang