• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Sistem Monitoring Lingkungan Biofisik Padi Sawah Dengan Berbagai Sistem Irigasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Sistem Monitoring Lingkungan Biofisik Padi Sawah Dengan Berbagai Sistem Irigasi"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING LINGKUNGAN

BIOFISIK PADI SAWAH DENGAN BERBAGAI SISTEM

IRIGASI

BRIZA SIBARANI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Sistem Monitoring Lingkungan Biofisik Padi Sawah dengan Berbagai Sistem Irigasi adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

BRIZA SIBARANI. Pengembangan Sistem Monitoring Lingkungan Biofisik Padi Sawah dengan Berbagai Sistem Irigasi. Dibimbing oleh CHUSNUL ARIF.

Tujuan penelitian ini yaitu memantau kondisi lingkungan biofisik lahan padi sawah, menganalisis kebutuhan air irigasi, dan keseimbangan air di lahan berdasarkan data lingkungan biofisik. Penelitian dilakukan selama lima bulan, dari bulan Maret - Juli 2015 di Desa Cikarawang dan Laboratorium Mekanika dan Fisika Tanah Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, IPB. Pada penelitian ini sistem irigasi dibagi menjadi tiga rezim air, yaitu rezim air tergenang (RT) untuk budidaya sistem konvensional, rezim air basah (RB), dan rezim air kering (RK) untuk budidaya System of Rice Intensification (SRI). Sampel tanah dari lahan diuji tekstur dan kurva retensi airnya. Pemantauan parameter lingkungan biofisik dilakukan dengan menggunakan sensor dan data logger yang spesifik. Data yang didapatkan digunakan untuk menganalisis keseimbangan air di lahan. Hasil penelitian menunjukkan lingkungan biofisik pada lahan sawah uji selama 88 hari setelah tanam (HST) dapat dipantau secara baik. Keseimbangan air di lahan menunjukkan bahwa air irigasi pada RK lebih kecil 31.2% dari RB dan RT. Akan tetapi penghematan tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas lahan. Produktivitas lahan terbesar diperoleh pada RT sebesar 4.16 ton/ha.

Kata Kunci : kebutuhan air, lahan padi, lingkungan biofisik, neraca air, rezim air

ABSTRACT

BRIZA SIBARANI. Development of Environmental Biophysics Monitoring System for Paddy Fields with Various Irrigation Systems. Supervised by CHUSNUL ARIF.

The objectives of this research were to monitor the environment biophysics in a paddy field, to analyze the needs or irrigation, and to analyze the water balance in the field based on environment biophysics data. The research was conducted in 5 months (March – July 2015) at Cikarawang village and Soil Physics and Mechanics Laboratory, Civil and Environmental Departement, IPB. In this research, the irrigation systems were divided on three water regime; continuously flooded regime (RT) for conventional system cultivation, wet regime (RB), and dry regime (RK) for System of Rice Intensification (SRI). The structure and water retention curve of the soil sample taken was tested. The monitoring of environmental biophysics parameters was conducted by using a specific sensor and data logger, and these data were used to analyze the water balance in the field. The result of the research showed that the environmental biophysics at the paddy field during in 88 days after sow can be monitored. The water balance in the field showed that RK need less water 31.2% than RB and RT. But it didn’t make the same effect on land productivity was used 4.16 ton/ha.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING LINGKUNGAN

BIOFISIK PADI SAWAH DENGAN BERBAGAI SISTEM

IRIGASI

BRIZA SIBARANI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul

“Pengembangan Sistem Monitoring Lingkungan Biofisik Padi Sawah dengan

Berbagai Sistem Irigasi”. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada

semua pihak yang telah berperan serta dalam membantu secara langsung maupun tidak langsung, khususnya kepada:

1. Dr. Chusnul Arif, S.TP., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saran.

2. Orang tua dan keluarga besar atas do’a, motivasi, restu dan kasih sayang yang begitu besar.

3. Dr. Satyanto Krido Saptomo, S.TP., M.Si dan Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng sebagai penguji dalam ujian skripsi.

4. Dr. Rudiyanto, S.TP., M.Sc atas kesempatan yang diberikan untuk ikut terlibat dalam penelitian ini.

5. Staf Laboratorium Wageningen IPB, staf Laboratorium Mekanika dan Fisika Tanah IPB dan staf lahan penelitian Desa Cikarawang untuk tempat yang luar biasa.

6. Bapak ii dan Bapak Nin yang telah membantu selama proses penanaman hingga panen.

7. Rekan-rekan satu bimbingan tugas akhir (Aulia Azizah, Ulya Rufako, Dyah Manggandari, Chau A. Chariem dan Rilsan Malkhi).

8. Febri Mulyani, S.T, Claudia R. Munthe, S.T, Kak Aini dan Agy yang telah membantu dalam penelitian.

9. Sahabat-sahabat terbaik penulis Ranty, Tresna dan sahabat-sahabat SMA (Dolvina, Resti, Mia, Winda, Anisa dan Riri) yang selalu memberikan semangat dan dukungannya.

10.Rekan-rekan 17 (Risda, Ulya, Nana, Octa, Marin, Sisca, Aul, Citra, Sukma,

As’ad, Agy, Mora, Jundi, Ryan, Wahdah, Ilham S) serta rekan-rekan di

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor Angkatan 48 (SIL 48) atas dukungannya.

Disadari bahwa dalam skripsi ini terdapat banyak sekali kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun diharapkan dapat diberikan untuk perbaikan penulis selanjutnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)
(12)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE PENELITIAN 3

Waktu dan Tempat 3

Alat dan Bahan 3

Persiapan Penelitian 4

Analisis Data 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Kalibrasi Sensor GS-3 dan Sensor E-Tape 12

Website Sistem Informasi 13

Pemantauan Pertumbuhan Tanaman 14

Pemantauan Perubahan Dinamis pada Parameter Meteorologi 16 Pemantauan Perubahan Dinamis pada Parameter Tanah 19

Analisis Keseimbangan Air 20

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

(13)

ii

DAFTAR TABEL

1 Laju perkolasi sesuai dengan tekstur tanah 11

2 Keseimbangan Air di Lahan 20

DAFTAR GAMBAR

1 Sistem irigasi rezim air tergenang (RT) (Sujono 2011) 4 2 Sistem irigasi rezim air basah (RB) (Sujono 2011) 5

3 Sistem irigasi rezim air kering (RK) 5

4 Peralatan sistem monitoring yang digunakan di lahan 6

5 Prosedur penelitian 7

6 Hasil kalibrasi sensor GS-3: (a) RT (b) RB (c) RK 13 7 Hasil kalibrasi E-Tape: (a) RT (b) RB (c) RK 13

8 Website untuk sawah SRI di Cikarawang 14

9 Kalender data gambar tanaman selama periode tanam 14

10 Fase tanaman saat awal tanam hingga panen 15

11 Hubungan radiasi matahari dengan evapotranspirasi acuan

harian selama 88 HST 16

12 Kondisi kelembaban tanah dan hujan 17

13 Suhu udara dan kelembaban relatif selama 88 HST 18 14 Nilai kecepatan angin harian selama 88 HST 18

15 Nilai retensi air tanah 19

16 Suhu tanah pada masing-masing rezim air selam 88 HST 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Segitiga tekstur tanah 23

2 Rezim air dan drainase selama 88 HST 24

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan sumber makanan utama mayoritas masyarakat Indonesia. Demi memenuhi permintaan akan beras yang tinggi, maka budidaya tanaman padi yang merupakan penghasil beras terus dikembangkan. Hambatan utama dalam pengembangan budidaya tanaman padi ialah masalah pengairan yang disebabkan penggunaan air sebagai salah satu faktor produksi yang cukup tinggi dan menghabiskan biaya yang besar. Pemberian air secara kontinu juga dapat memberikan dampak yang kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman dan cenderung mengarah pada pemborosan penggunaan air (Freddrick dan Setiawan 2012). Tetapi dalam perkembangannya secara umum semakin lama kondisi tanah pertanian di Indonesia semakin rendah tingkat kesuburannya yang berdampak kepada semakin menurunnya tingkat produksi pertanian. Salah satu alternatif terbaik bagi pertanian di Indonesia dalam peningkatan hasil padi yaitu melalui pola pertanian dengan dua budidaya sistem irigasi yaitu System of Rice Intensification (SRI) dan sistem Konvensional (Kementerian Pertanian 2014).

Budidaya SRI mengutamakan metode hemat air disertai metode pengelolaan tanaman yang baik dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi hingga 30-100% bila dibandingkan dengan metode irigasi konvensional (tergenang kontinu) di daerah lainnya (Huda 2012). Budidaya SRI diterapkan dengan tujuan yaitu untuk memperbaiki perakaran padi dengan cara pengaturan pengairan, menerapkan tanam tunggal, waktu tanam dini dan memperbaiki kualitas tanah (Syamsudin 2009). Saat ini untuk petani masih kesulitan dalam mengadopsi SRI, dimana budidaya ini menjelaskan manajemen membutuhkan sumber daya terampil yang membutuhkan presisi tinggi dalam penanganan sumber daya pertanian (Rao 2011).

Kedua budidaya diberikan air irigasi yang berbeda dan tentu saja memiliki kendala masing-masing dalam pengerjaannya seperti, pengaturan dan pengawasan tinggi muka air pada lahan. Untuk itu dalam mempermudah kegiatan pengaturan dan pengawasan tersebut perlu dilakukan pemantauan lingkungan biofisik untuk mengetahui tanaman dan lingkungannya sehingga dapat diberikan penanganan yang tepat. Selain itu, kualitas lingkungan biofisik dikatakan baik jika interaksi antar komponen (tanah, air, iklim dan lain-lain) berlangsung seimbang. Kulitas lingkungan yang menurun disuatu pertanian akan sangat berpengaruh terhadap produk, sehingga daya saing di pasar menjadi menurun (Freddrick dan Setiawan 2012).

Perumusan Masalah

(15)

2

tanaman dan lingkungannya sehingga tumbuh optimal. Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mengetahui kondisi lingkungan biofisik padi sawah dengan rezim air yang berbeda, yaitu rezim air tergenang (RT) untuk budidaya sistem konvensional, rezim air basah (RB) dan rezim air kering (RK) untuk budidaya SRI.

2. Bagaimana mengetahui kebutuhan air dan keseimbangan air di lahan pada ketiga rezim air tersebut berdasarkan data lingkungan biofisik.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui kondisi lingkungan biofisik pada padi sawah dengan rezim air yang berbeda, yaitu rezim air tergenang (RT) untuk budidaya sistem konvensional, rezim air basah (RB) dan rezim air kering (RK) untuk budidaya SRI.

2. Menganalisis kebutuhan air dan keseimbangan air di lahan pada ketiga rezim air tesebut berdasarkan data lingkungan biofisik.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan informasi mengenai kondisi lingkungan biofisik pada padi sawah dengan rezim air yang berbeda, yaitu rezim air tergenang (RT) untuk budidaya sistem konvensional, rezim air basah (RB) dan rezim air kering (RK) untuk budidaya SRI.

2. Memberikan informasi mengenai kebutuhan air dan keseimbangan air di lahan pada ketiga rezim air tesebut berdasarkan data lingkungan biofisik. 3. Sebagai masukan bagi pihak terkait dalam memantau dan menangani

kondisi lingkungan pada padi sawah dengan berbagai rezim air sehingga dapat tumbuh optimal.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini:

1. Penelitian dilakukan pada lahan percobaan padi sawah di Blok Patapaan desa Cikarawang - Bogor.

(16)

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dalam rentang waktu lima bulan, selama bulan Maret hingga Juli 2015 dengan lokasi penelitian yaitu di Desa Cikarawang dan Laboratorium Mekanika dan Fisika Tanah Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fateta IPB. Pengolahan data dilakukan di lingkungan kampus Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor, Jawa Barat.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan:

1. Sensor radiasi matahari (PYR Solar Radiation)

Alat ini berfungsi untuk mengukur sinar matahari yang terdapat di lahan uji (MJ/m2/hari).

2. Sensor Hujan (ECRN-100 Precipitation)

Alat ini berfungsi untuk mengukur hujan harian yang terdapat di lahan (mm/hari).

3. Sensor suhu dan kelembaban udara (EHT RH/Temp)

Alat ini berfungsi untuk mengukur kelembaban serta suhu udara di lahan uji (°C).

4. Sensor kecepatan angin (Davis Cup Anemometer)

Alat ini berfungsi untuk mengukur kecepatan angin yang terdapat di lahan (m/s).

5. Sensor tinggi muka air (Millivolt (0-3000 mV input)

Alat ini berfungsi untuk mengontrol tinggi muka air lahan sesuai dengan kondisi yang telah ditentukan (mm/hari).

6. Sensor suhu dan kelembaban tanah (GS3 Moisture/Temp/EC)

Alat ini berfungsi untuk mengukur kelembaban tanah (m3/m3) dan suhu tanah (°C) yang terdapat di lahan uji.

7. Field Router

Alat ini berfungsi sebagai server yang terhubung ke internet dan dapat diakses melalui alamat web yang telah ada yaitu http://x-ability.jp/FieldRouter/vbox0076/ selain itu Field Router berguna pula untuk menyimpan gambar kondisi lahan sebagai pembanding.

8. Data logger EM50

Alat ini befungsi untuk menyimpan data yang terbaca oleh sensor. 9. Neraca analitik

Alat ini berfungsi untuk menimbang berat tanah (g). 10.Cawan

Alat ini berfungsi sebagai wadah untuk menyimpan tanah. 11.Gelas ukur 1000ml

Alat ini berfungsi untuk mengukur volume segala benda, baik benda cair maupun benda padat pada berbagai ukuran volume.

12.Tabung reaksi

(17)

4

13.Thermometer

Alat ini berfungsi sebagai pengukur suhu tanah (°C). 14.Ring sampel tanah

Alat ini berfungsi untuk mengambil sampel yang berda di lahan uji. 15.Stirer

Alat ini berfungsi untuk mengaduk tanah dengan bahan lain hingga homogen.

16.Buchner funnels

Alat ini berfungsi untuk menyaring bahan kasar dengan cairan penyaring atau pelarut.

17.Piston

Alat ini berfungsi sebagai penghilangan buble pada alat vacum agar proses dalam melakukan hanging method tidak terganggu.

18.Universal oven

Alat ini berfungsi untuk mengeringkan tanah. 19.Pipet volumetrik

Alat ini berfungsi untuk memindahkan larutan dengan satu ukuran volume. 20.Software ECH2O Utility

Berfungsi untuk mengkalibrasi data yang di dapat dari sensor. 21.Air destilasi

22.H2O2 30%

23.Sodium silikat 8%

Persiapan Penelitian

Prosedur penelitian ini diawali dengan persiapan penelitian yaitu penentuan lokasi, persiapan alat dan bahan yang akan digunakan dan survey lokasi. Kemudian, dilakukan persiapan lahan dengan melakukan pembajakan pada lahan, pembagian lahan menjadi tiga petakan, pemupukan, pemasangan alat, mengkalibrasi sensor dan penanaman dengan jarak tanam 30x30 cm. Selanjutnya, setiap petakan yang telah dibagi dibedakan kondisinya kedalam tiga rezim air yaitu untuk petak pertama ialah rezim air tergenang (RT) dengan ketinggian muka air 2 cm selama 80 HST (hari setelah tanam), petak kedua adalah rezim air basah (RB) dengan ketinggian muka air 0 cm pada 21-100 HST dan petak ketiga adalah rezim air kering (RK) dengan ketinggian muka air -5 cm pada 31-100 HST (Gambar 1).

(18)

5

Gambar 2 Sistem irigasi rezim air basah (RB) (Sujono 2011)

Gambar 3 Sistem irigasi rezim air kering (RK)

Tanah yang digunakan adalah berjenis tanah liat maka tinggi muka air hanya dipertahankan 20 mm untuk RT. Ini berarti kehilangan air akibat penguapan harus diganti dan air irigasi harus diberikan untuk mempertahankan kedalaman hingga 20 mm. Dengan kata lain, pada sistem ini dilakukan penggenangan terus menerus dari tanam hingga menjelang panen atau hingga 80 HST (Sujono 2011).

Teknologi SRI terkenal dengan kondisi tanah yang macak-macak atau tanah dalam keadaan jenuh sejak tanam hingga menjelang panen. Dalam hal ini, pemberian air dilakukan dengan kedalaman maksimum 20 mm dan minimum 0 mm (Sujono 2011) pada RB.

Tinggi muka air pada rezim air kering (RK) diatur dengan ketinggian air setinggi 1 cm pada 0-20 HST kemudian diturunkan menjadi 0 cm pada 21-30 HST dan terakhir menjadi -5 cm pada 31-100 HST.

(19)

6

Keterangan: 1. Sensor radiasi, 2. Sensor kecepatan angin, 3. Sensor kelembaban dan suhu udara, 4. Sensor hujan, 5. Data logger sensor meteorologi, 6. Panel surya, 7. Field Router, 8. Data logger sensor tanah, 9. Sensor tinggi muka air dalam case, 10. Sensor kelembaban tanah.

Gambar 4 Peralatan sistem monitoring yang digunakan di lahan

Gambar 4 merupakan peralatan sistem monitoring yang digunakan di lahan. Sensor dihubungkan ke data logger yang gunanya untuk menyimpan data. Pengukuran suhu lingkungan, hujan, radiasi sinar matahari, evapotranspirasi, suhu dan kelembaban tanah dilakukan oleh sensor yang dilakukan secara otomatis dengan interval setiap 30 menit. Pembacaan sensor untuk masing-masing parameter akan disimpan pada data logger yang kemudian ditransmisikan ke server. Setelah mengunduh data sensor, data tersebut harus dikonversi menggunakan perangkat lunak utilitas ECH2O Utility dari situs Decagon Inc http://www.decagon.com/. Selain itu, website ini juga menyajikan tingkat baterai setiap data logger, sehingga dapat memperkirakan waktu yang tepat untuk pergi ke lapangan untuk mengganti baterai. Field Router ditetapkan untuk secara

(20)

7

otomatis bekerja dari pukul 12:00-12:30 WIB (waktu setempat) diatur oleh timer untuk mengumpulkan data dari kedua data logger, dan kemudian mengirim data serta gambar tanaman ke server melalui sambungan GSM. Pengguna bisa dengan mudah memperoleh data dengan mengakses situs web pengamatan SRI http://x-ability.jp/FieldRouter/vbox0076/. Prosedur penelitian disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Prosedur penelitian

Kalibrasi Sensor GS-3 dan E-Tape

Pada umumnya setiap sensor yang akan digunakan harus dilakukan kalibrasi. Kalibrasi berguna agar tidak terjadi perbedaan hasil pengukuran pada alat atau sensor yang digunakan. Sehingga hasil yang didapatkan dari proses pengukuran pada alat lebih akurat. Oleh karena itu, sebelum menggunakan sensor kelembaban tanah dan sensor tinggi muka air dilakukan kalibrasi terlebih dahulu.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengalibrasi sensor kelembaban tanah adalah tanah terganggu yang telah diambil dari lahan uji dihomogenkan terlebih dahulu. Tanah yang dihomogenkan sebelumnya dibagi ke dalam 5 kali

Selesai

ETc Radiasi Matahari,

Kecepatan Angin, Suhu & Kelembaban

Udara

Mulai

ETo

Nilai Kc

Hujan, Tinggi Muka Air, Irigasi,

Drainase

Analisis Keseimbangan Air

Studi Literatur

Pengujian Sifat Fisika Tanah

(21)

8

ulangan dengan pemberian air yang berbeda-beda. Masing-masing tanah yang telah diberi air kemudian didiamkan selama sehari di dalam wadah hingga homogen lalu ditimbang untuk mendapatkan berat basah dan berat wadah (kadar air). Selanjutnya, tanah yang telah didiamkan selama sehari diukur dengan menggunakan sensor kelembaban tanah (GS-3) dari sensor tersebut didapatkan hasil kelembaban tanah dari masing-masing sampel tanah. Tanah yang telah diukur dimasukkan ke dalam oven untuk dikeringkan selama 24 jam. Setelah proses pengovenan tanah dan wadahnya ditimbang kembali untuk mendapatkan berat kering tanah.

Metode untuk mengalibrasi sensor tinggi muka air adalah sensor tersebut dilakukan 5 kali pengulangan dengan cara mengisi air pada wadah. Kemudian sensor dimasukkan ke dalam wadah tersebut dengan ketinggian berbeda-beda setiap pengulangan yaitu 10 mm, 15 mm, 20 mm, 25 mm, dan 30 mm. Selanjutnya nilai pada sensor dapat terbaca pada software ECH2O Utility.

Pengolahan Data

Seluruh data sensor yang tersimpan di data logger di unduh dengan menggunakan software ECH2O Utility. Data yang tersimpan merupakan data dengan interval selama 30 menit setiap harinya. Data yang telah di unduh dipindahkan seluruhnya ke software Ms. Excel. Setiap parameter dihitung nilai rata-rata harian, nilai kumulatif harian, nilai makisimum harian dan nilai minimum hariannya. Nilai harian pada masing-masing parameter yang telah didapat kemudian di plotkan ke dalam sebuah grafik.

Pengujian Tekstur Tanah

Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir, fraksi debu dan fraksi liat (Hanafiah 2008). Tujuan dari uji tekstur tanah adalah untuk mengetahui dan menentukan kelas tekstur pada tanah. Dalam menetapkan tekstur tanah ada tiga metode yang digunakan yaitu metode lapang, hydrometer, dan pipet. Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah metode hydrometer mengacu pada Sapei et al (1990).

Uji Konduktivitas Hidrolik

Tanah sampel tidak terganggu dijenuhkan selama 1 hari dengan ring sample atau silinder contoh. Diameter dalam dan luas penampang silinder contoh dan pipa gelas diukur. Setelah sumbat karet dengan lubang dari pipa gelas di pasang pada dasar silinder contoh, bola-bola gelas kecil diletakkan diatasnya.

Air dimasukkan pada pipa gelas dengan perbedaan head 10 cm. Jumlah air diukur yang mengalir melewati silinder contoh selama waktu tertentu (t detik). Pengukuran dilakukan dengan 5 kali ulangan. Ukur suhu air (ToC) dan konduktivitas hidrolik dari silinder contoh.

K a tA log hh )...(1)

(22)

9

selama 5 kali pengulangan (dt), h1 adalah tinggi total falling head (cm), dan h2

adalah tinggi dari alas hingga silinder yang berisi sampel tanah (cm).

Kurva Retensi Air dengan Hanging Method

Peralatan yang digunakan dalam pengujian terlebih dahulu divakum selama 1 jam. Tujuannya adalah untuk menghilangkan gelembung udara (buble) yang ada di dalam alat. Tutup lubang pada penutup buchner funnels dipasang di dalam air untuk menghilangkan dan memperkecil peluang masuknya gelembung udara pada penutup. Drip nomor 1 dan 2 dikondisikan dalam keadaan tertutup.

Pembuangan gelembung udara pada selang tabung mariot juga perlu dilakukan. Gelembung udara diamati dan selang dirunut ke arah atas agar gelembung udara dapat terbuang keluar dari selang. Pada saat perunutan tersebut, drip nomor 3 dan 4 dalam keadaan terbuka.

Setelah selesai, silinder contoh dipasang di atas buchner funnels dan air pada tanah dialirkan ke tabung reaksi. Ketinggian buchner funnels dipindahkan setelah 24 jam dan air yang tertampung di tabung reaksi ditimbang terlebih dahulu. Ketinggian (head) yang digunakan 0, 10, 20, 30, 50, 70 dan 100 cm.

Analisis Data

Hujan

Linsley dan Franzini (1979) mendefinisikan presipitasi meliputi semua air yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi. Seyhan (1990) menyatakan bentuk-bentuk presipitasi vertikal antara lain hujan, hujan gerimis, salju, hujan es batu dan sleet (campuran hujan dan salju). Hujan terjadi karena ada penguapan air dari permukaan bumi seperti laut, danau, sungai, tanah, dan tanaman. Pengukuran curah hujan dilakukan oleh sensor hujan ECRN-100 Precipitation, dimana data yang didapatkan kemudian dapat diunggah melalui software ECH2O Utility yang sebelumnya telah dikonversi oleh software tersebut.

Kelembaban Tanah

Kelembaban tanah menggambarkan kondisi tanah di lahan bersifat jenuh atau tidak jenuh. Pengukuran kelembaban tanah dilakukan oleh sensor EHT RH/Temp, dimana data yang didapatkan kemudian dapat diunggah melalui software ECH2O Utility.

Zona Perakaran

Pengukuran zona perakaran dilakukan dengan mengukur panjang akar pada tanaman padi di lahan. Hasil dari zona perakaran dikali kelembaban tanah akan menghasilkan nilai air yang tersimpan (Arif et al 2012).

Sdata =

ɵ

x RZ...(2)

Dimana Sdata adalah air yang tersimpan (mm),

ɵ

adalah kelembaban tanah

(m3/m3), dan RZ adalah zona perakaran (roat zone) (mm).

Hasil yang didapatkan dari Sdata tersebut digunakan untuk menghitung

(23)

10

Smodel(i) = (S model (i-1) + P + I) – (ETc – Q – DP)...(3)

Dimana Smodel(i) adalah air yang tersimpan pada hari tersebut (mm), Smodel

(i-1) adalah air yang tersimpan pada hari sebelumnya (mm), P adalah hujan

(mm/hari), I adalah irigasi (mm/hari), ETc adalah evapotranspirasi tanaman (mm/hari), Q adalah drainase (mm/hari), dan DP adalah laju perkolasi (mm/hari).

Sedangkan irigasi (I), drainase (Q), dan evapotranspirasi tanaman (ETc) diestimasi dengan solver pada Ms. Excel dengan kondisi berikut ini (Arif et al 2012).

Fungsi tujuan:

Minimalisasi: ∑ │error│...(4) Error = Sdata - Smodel...(5)

Kondisi batas:

I ≥ ...(6)

Q ≥ ...(7)

ETcmin≤ ETc ≤ ETcmax...(8)

Dimana ETcmin dan ETcmax adalah evapotranspirasi tanaman minimum dan

maksimum. Nilai ETcmin ditentukan dengan mengalikan ETodan Kc minimum

per fase mengacu pada Sujono et al 2006. Nilai ETcmax ditentukan dengan

mengalikan ETo dan Kc maksimum per fase mengacu pada Sujono et al 2006 (Arif et al 2012).

Nilai awal:

a. Nilai irigasi awal diberikan dengan kondisi berikut ini: 1. Apabila P = 0, maka irigasi awal adalah:

I = ETo x Kc...(9) 2. Apabila ETc – P < 0, maka irigasi awal adalah:

I = 0...(10) 3. Apabila kondisi 1 dan 2 tidak terpenuhi, maka irigasi awal adalah:

I = ETc – P...(11) b. Nilai drainase awal diberikan dengan kondisi berikut ini:

1. Apabila P ≥ ETo + P, maka drainase awal adalah:

(24)

11

c. Nilai evapotranspirasi tanaman awal diberikan dengan rumus berikut ini: ETc = ETo x (Kc Nilai Tengah FAO)...(13)

Nilai perkolasi dihitung dengan menggunakan dua kondisi berdasarkan nilai retensi air tanah pada kondisi kapasitas lapang nilai kelembaban tanah pada kondisi kapasitas lapang sebesar 0.5 m3/m3 sehingga perkolasi dihitung dengan kondisi sebagai berikut (Arif et al 2012):

1.

ɵ

≥ 0.5 → DP ...(14)

Kondisi pertama menjelaskan bahwa apabila nilai kadar air lebih besar atau sama dengan 0.5 m3/m3 maka nilai perkolasi di lahan sebesar 2 mm/hari (Arif et al 2012).

2.

ɵ

≤ 5 → DP ...(15)

Kondisi kedua menjelaskan bahwa apabila nilai kadar air lebih kecil atau sama dengan 0.5 m3/m3 maka nilai perkolasi di lahan sebesar 0 mm/hari (Arif et al 2012).

Tabel 1 Laju perkolasi sesuai dengan tekstur tanah

Tekstur tanah Perkolasi (mm/hari)

Lempung berpasir 3 – 6

Lempung berpasir 2 – 3

Liat berlempung 1 – 2

Sumber : Rice Irrigation in Japan. OTCA, 1973 di dalam Moh Ardani, 1997

Evapotranspirasi Acuan (ETo)

Untuk perhitungan evapotranspirasi, data meteorologi yang ada dikumpulkan. Kemudian besaran evapotranspirasi acuan dihitung dengan menggunakan metode Penman-Monteith dan parameter yang diperlukan adalah radiasi, suhu, kelembaban dan kecepatan angin. Persamaan Penman-Monteith dirumuskan pada persamaan (16) (Allen et al 1998).

...(16)

Dimana ETo adalah evapotranspirasi acuan (mm/hari), Rn adalah radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari), T adalah suhu (°C), u2 adalah

kecepatan angin (m/s), es adalah tekanan uap jenuh (kPa), ea adalah tekanan uap

aktual kPa), adalah kurva kemiringan tekanan uap kPa/°C), RH adalah

kelembaban relatif (%), dan γ adalah konstanta pyschometric (kPa/°C).

(25)

12

yang berdasarkan pada tahap pertumbuhan. Nilai Kc tersedia untuk setiap tahap pertumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 3. Persamaan untuk perhitungan nilai ETc awal dapat dilihat pada persamaan (17).

ETc = ETo . Kc...(17) Dimana ETc adalah evapotranspirasi tanaman (mm/hari), ETo adalah evapotranspirasi acuan (mm/hari) dan Kc adalah koefisien pertanaman yang tidak memiliki satuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini berlokasi di lahan sawah uji blok Patapaan, Desa Cikarawang

– Dramaga, Kabupaten Bogor. Di tempat ini tanaman padi ditanam pada lahan seluas 422.2 m2, yang terdiri dari luas lahan pantau seluas 237.0 m2. Untuk lahan pengulangan pada lahan seluas 185.2m2.

Kalibrasi Sensor GS-3 dan Sensor E-Tape

Nilai kalibrasi sensor kelembaban tanah (GS-3) pada setiap kondisi tanah untuk maisng-masing rezim air ditunjukkan pada Gambar 6. Pada Gambar 6 nilai R2 menunjukkan bahwa seiring meningkatnya kadar air diikuti dengan menigkatnya nilai kelembaban tanah. Nilai kadar air yang didapatkan berkisar antara 0.2 m3/m3 hingga 0.8 m3/m3 dengan nilai kelembaban tanah berkisar antara 0.3 m3/m3 hingga 0.6 m3/m3 untuk RT, 0.2 m3/m3 hingga 0.7 m3/m3 untuk RB, dan 0.3 m3/m3 hingga 0.8 m3/m3 untuk RK.

(26)

13

(a) (b)

(c)

Gambar 6 Hasil kalibrasi sensor GS-3: (a) RT (b) RB (c) RK

(a) (b)

(c)

Gambar 7 Hasil kalibrasi E-Tape: (a) RT (b) RB (c) RK

Website Sistem Informasi

Data dapat diakses dengan cara mengklik gambar, dan kemudian terhubung ke lokasi tertentu. Selain itu, ada "I", "M", dan "S" Simbol-simbol yang mewakili status akuisisi gambar, data meteorologi dan data tanah. Jika semua simbol-simbol

y = 0,727x + 0,235

Kelembaban tanah (m3/m3)

(27)

14

muncul untuk hari tertentu, itu berarti bahwa Field Router dapat mengirim semua data pada hari tersebut.

Gambar 8 Website untuk sawah SRI di Cikarawang

Alamat web Field Monitoring System (FMS) untuk sawah SRI di desa Cikarawang adalah http://x-ability.jp/FieldRouter/vbox0076/. Di sini, seluruh data meteorologi dan data tanah serta data gambar dapat diakses (Gambar 8). Dalam website ini, lokasi link GPS tersedia juga, sehingga pengguna mengetahui lokasi FMS. Data yang disajikan dalam grafis merupakan data mentah dari masing-masing parameter meteorologi dan tanah. Data meteorologi dapat diidentifikasi dengan "EM50MIno", sementara data tanah dapat diidentifikasi dengan "EM50SIL".

Pemantauan Pertumbuhan Tanaman

Gambar harian kondisi tanaman dikirim oleh Field Router melalui koneksi GSM ke server. Tampilan gambar kondisi tanaman selama periode tanam disajikan pada kalender gambar (Gambar 9). Sebagai contoh pada bulan Mei 2015, ada 2 gambar tanaman gagal dikirim ke server karena masalah pengurasan baterai atau koneksi GSM.

(28)

15

Parameter lingkungan yang diperoleh dari sensor-sensor yang telah disebutkan sebelumnya adalah kelembaban dan suhu udara, curah hujan, kecepatan angin, radiasi matahari, kelembaban tanah dan tinggi muka air. Selain dengan membandingkan keenam parameter tersebut kondisi lingkungan di lahan dan pengelolaan sistem irigasi dapat dipantau dengan melihat foto yang terdapat pada Field Router. Foto tersebut disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Fase tanaman saat awal tanam hingga panen

Gambar tanaman yang mewakili setiap fase tumbuh pada tanaman ditangkap dan dikirim ke server seperti yang disajikan pada Gambar 10. Dari kelima gambar di atas dapat dilihat bahwa kelimanya memiliki perbedaan. Pada fase tanam kondisi rezim air relatif sama dengan tinggi muka air yaitu 2 cm, ini karena pada bulan tersebut adalah awal tanam sehingga tinggi muka air masih disamakan. Kemudian pada foto kedua diambil pada fase awal dimana rata-rata tinggi tanaman setinggi 25-30 cm dengan kondisi rezim air sudah dibedakan yakni untuk rezim air tergenang (RT) tinggi muka air sebesar 2 cm selama 80 HST, untuk rezim air basah (RB) tinggi muka air sebesar 1 cm pada 20 HST dan untuk rezim air kering (RK) tinggi muka air sebesar 0 cm pada 20 HST.

(29)

16

Pemantauan Perubahan Dinamis pada Parameter Meteorologi

Hubungan Radiasi Matahari dengan Evapotranspirasi Acuan

Nilai evapotranspirasi merupakan gambaran penguapan air baik dari tanaman dan tanah, dihitung berdasarkan metode Penman-Monteith sesuai dengan ketentuan FAO (Allen et al 1998) namun dilakukan secara langsung oleh stasiun cuaca Davis Vantage Pro2. Ketika tanah dijaga dalam kondisi selalu tergenang, evapotranspirasi merupakan fungsi energi yang tersedia untuk evaporasi air. Kebutuhan evapotrasnpirasi selama musim penghujan ialah 4-5 mm/hari sedangkan selama musim kemarau dibutuhkan 6-7 mm/ hari pada sawah irigasi (Lakitan 1994). Grafik radiasi matahari dan evapotranspirasi di lahan percobaan selama 88 HST disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Hubungan radiasi matahari dengan evapotranspirasi acuan harian selama 88 HST

Gambar 11 menunjukkan radiasi sinar matahari di lokasi penanaman cukup fluktuatif setiap harinya. Nilai radiasi tertinggi tercatat sebesar 36.9 MJ/m2/hari pada 41 HST, nilai terendah tercatat sebesar 12.6 MJ/m2/hari pada 76 HST.

Nilai radiasi sinar matahari akan mempengaruhi nilai evapotranspirasi, nilai sinar radiasi matahari yang tinggi akan menyebabkan kenaikan nilai evapotranspirasi dan begitu juga sebaliknya. Evapotranspirasi yang terjadi selama 88 HST, nilai maksimum yang didapat ialah sebesar 7.29 mm/hari pada 88 HST, sedangkan nilai evapotranspirasi harian rata – rata sebesar 5.3 mm/hari selama 88 HST.

Kondisi Kelembaban Tanah dan Hujan

Padi tumbuh di daerah tropis atau subtropis pada 45°LU sampai 45°LS dengan cuaca panas, kelembaban tinggi, musim hujan 4 bulan dan memerlukan rata-rata hujan 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun (Siregar 1981). Sedangkan, dalam kondisi alami, kelebihan air kurang bermasalah jika dibandingkan dengan kekeringan. Menurut Thornthwaite (1957), kekeringan didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang membutuhkan air untuk transpirasi dan penguapan langsung melalui jumlah air yang tersedia di tanah. Oleh sebab itu, kelembaban tanah diatur secara baik agar tidak terjadi kekeringan maupun

(30)

17

kelebihan air. Kondisi kelembaban tanah dan hujan pada masing-masing rezim air di lokasi penanaman selama 88 HST disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Kondisi kelembaban tanah dan hujan

Berdasarkan Gambar 12 diketahui bahwa selama 88 HST yang diamati tidak semua hari mengalami hujan dan tidak semua hari memiliki hujan yang tinggi. Jumlah hujan bulanan per 30 HST 205 mm/bulan, 105 mm/bulan, dan 73 mm/bulan. Dibandingkan dengan kebutuhan rata-rata tanaman padi untuk pertumbuhan yaitu 200 mm/bulan, maka angka curah hujan pada lokasi penanaman lebih rendah pada 31-88 HST. Hujan yang terjadi di wilayah penelitian berpengaruh terhadap perubahan kelembaban tanah di lahan karena intensitasnya yang terbilang sedang pada beberapa hari setelah tanam. Pada RT nilai kelembaban tanah minimal tercatat sebesar 0.450 m3/m3 pada 88 HST dan nilai maksimal sebesar 0.648 m3/m3 pada 1 HST. Pada RB nilai kelembaban tanah minimal tercatat sebesar 0.381 m3/m3 pada 88 HST sedangkan nilai maksimal 0.606 m3/m3 pada 2 dan 3 HST. Pada RK nilai kelembaban tanah minimal sebesar 0.352 m3/m3 pada 84 HST sedangkan nilai maksimal sebesar 0.612 m3/m3 pada 63 HST. Hal ini sesuai dengan definisi apabila nilai yang didapatkansemakin kecil maka tanah akan semakin kering.

Suhu Udara dan Kelembaban Udara

Suhu mengindikasikan kapasitas untuk menghantarkan panas melalui konduksi. Suhu lingkungan tidak hanya mempengaruhi durasi tetapi juga pola pertumbuhan tanaman padi. Suhu lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan padi ialah 32- 4˚C Hasil panen yang lebih baik didapatkan pada wilayah dengan suhu lebih rendah pada akhir masa tanam. Padi sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu, pada suhu rendah akan menginisiasi terbentuknya malai, bila suhu dibawah 15°C di malam hari dapat menyebabkan buliran steril. Dengan kisaran kelembaban nisbi optimum untuk padi antara 50 – 90%. Indonesia beriklim tropis tanah basah, kelembaban nisbi bukan merupakan kendala bagi usaha peningkatan produksi padi. Tetapi di daratan tinggi kelembaban lebih dari 95% dapat mengganggu penyerbukan tanaman (Kartasapoetra 1990).

(31)

18

Gambar 13 Suhu udara dan kelembaban relatif selama 88 HST

Berdasarkan grafik suhu udara dan kelembaban relatif tersebut, suhu udara tertinggi yang tercatat selama 88 HST adalah sebesar 27.3°C pada 53 HST dan suhu terendah yang tercatat sebesar 22.6°C pada 88 HST dan suhu rata-rata tercatat sebesar 26.1°C selama 88 HST. Kelembaban relatif tertinggi sebesar 97% pada 88 HST dan kelembaban relatif terendah sebesar 84% pada 57 dan 83 HST serta kelembaban relatif rata-rata sebesar 88.9%.

Kecepatan Angin

Angin juga akan berpengaruh terhadap proses penyerbukan bunga padi. Karena itu lokasi sawah harus terbuka dan tidak terhalang sehingga angin dapat bertiup dengan bebas. Pada bulan kering maupun bulan lembab peningkatan kecepatan angin yang diikuti dengan menurunnya kelembaban udara akan mendukung pemencaran konidium. Berdasarkan data aktual untuk memencarkan konidium hanya memerlukan kecepatan angin 0.28 m/dt pada suhu 25ºC (Tantawi 2007).

Gambar 14 Nilai kecepatan angin harian selama 88 HST

(32)

19

Pemantauan Perubahan Dinamis pada Parameter Tanah

Tekstur Tanah dan Retensi Tanah

Tekstur tanah yang digunakan adalah tekstur tanah berjenis tanah liat (clay). Tanah-tanah bertekstur liat, karena lebih halus maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi (Hardjowigeno 2010).

Retensi air tanah merupakan kemampuan tanah untuk menahan air yang ada di dalamnya. Semakin tinggi nilai retensi air tanah menyebabkan semakin besar kemampuan tanah untuk menahan air tanah, sehingga kadar air tanah semakin tinggi. Selain dipengaruhi oleh retensi, kadar air tanah juga dipengaruhi oleh kedalaman tempat beradanya air tanah tersebut (Sutanto 2005).

Gambar 15 Nilai retensi air tanah

Gambar 15 menunjukkan bahwa semakin tinggi h maka kadar air yang terkandung semakin rendah. Kadar air dalam tanah banyak jenisnya namun air yang dapat diserap tanaman hanyalah air pada tahap tersedia. Artinya air tersedia ini berada antara tahap air pada kapasitas lapang dan titik layu permanen. Ketersediaan air ini berkaitan dengan asupan dan pengeluaran, asupan air untuk tanaman adalah melalui penambahan dari luar atau hujan dan air tanah maka dari itu perlu dilakukan pengelolaan air pada kapasitas lapang agar tanaman masih berada di zona aman untuk pertumbuhannya.

Kondisi Lingkungan Tanah

Menurut Ma’shum dan Mansur (2003), laju reaksi kimia yang terjadi dan

aktivitas mikrobial tanah akan terganggu apabila suhu tanah tidak sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga pertumbuhan tanaman dapat menjadi terganggu. Laju optimum aktivitas biota tanah yang menguntungkan terjadi pada suhu 18 – 30 °C. Grafik suhu tanah pada masing-masing plot dapat dilihat pada Gambar 16.

(33)

20

Gambar 16 Suhu tanah pada masing-masing rezim air selam 88 HST Berdasarkan Gambar 16 dapat diketahui bahwa suhu tanah rata-rata pada masing-masing rezim air berkisar antara 26.5°C untuk RT, 26.0°C untuk RB, dan 28.8°C untuk RK. Kisaran suhu antara 23.8-29.4°C sangat membantu tumbuhan untuk tumbuh dengan optimal karena suhu untuk terjadinya laju aktivitas biota tanah dapat terpenuhi.

Analisis Keseimbangan Air

Metode pengukuran efisiensi pemberian air irigasi dilakukan dengan metode inflow-outflow yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Keseimbangan Air di Lahan

Sistem Irigasi Inflow (mm) Outflow (mm) Error (mm) Hujan Irigasi ETc Drainase Perkolasi

RT 398.0 510.4 503.9 253.2 166 14.8

RB 398.0 447.3 519.0 213.7 140 27.3

RK 398.0 434.6 526.4 226.0 142 61.8

Analisis keseimbangan air dilakukan untuk mendapatkan suatu kondisi yang optimum dari rencana rezim air dengan komponen utama inflow (hujan yang jatuh di daerah tangkapan hujan dan irigasi yang masuk) dengan outflow yang dipengaruhi oleh drainase, perkolasi dan evapotranspirasi tanaman. Berdasarkan Tabel 2 keseimbangan air di lahan menunjukkan bahwa air irigasi pada RK lebih kecil 31.2% dari RB dan RT yaitu sebesar 36.7% dan 32.1% secara berturut-turut. Akan tetapi penghematan tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas lahan. Produktivitas lahan terbesar diperoleh pada RT sebesar 4.16 ton/ha. Nilai error yang didapatkan pada masing-masing rezim air merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan solver pada Ms. Excel. Besarnya nilai error pada RK yaitu sebesar 61.8 mm menunjukan bahwa adanya ketidak seimbangan antara aliran masuk dengan aliran yang keluar.

(34)

21

2. Kebutuhan air untuk masing-masing rezim air berbeda-beda. Sistem pemberian air pada rezim air tergenang (RT) paling banyak membutuhkan air. Keseimbangan air di lahan menunjukkan bahwa air irigasi pada RK lebih kecil 31.2% dari RB dan RT, akan tetapi penghematan tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas lahan karena produktivitas lahan terbesar diperoleh pada RT yaitu 4.16 ton/ha.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai berbagai sistem irigasi dengan menggunakan tinggi muka air yang berbeda untuk mengetahui kebutuhan air irigasi pada masing-masing rezim air dan keseimbangan air yang lebih optimal dengan keadaan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Allen RG, Pereira LS, Raes D, Smith M. 1998. Crop Evapotranspiration (guidelines for computing crop water requirements). FAO Irrigation and Drainage Paper No. 56.

Ardani M. 1997. Potensi dan Optimasi Pemanfaatan Airtanah Sumur TW-01 Pada Lahan Kering di Desa Babakan Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Jawa Barat. [Thesis]. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Arif C, Setiawan BI, Sofiyuddin HS, Martief IM, Mizoguchi M, Doi R. 2012. Estimating crop coefficient in intermittent irrigation paddy fields using Excel Solver. Rice Science, 19 (2): 143-152.

Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Doorenbos J Pruitt WO. 1977. Crop water requirements. FAO Irrigation and Drainage Paper No. 24. Food and Agriculture Organizer of the U.N. Rome. Freddrick T. , B. I. Setiawan. 2012. Monitoring of Micro-Environments on Sri

Rice Field In Nosc Sukabumi. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hanafiah AK. 2008. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

(35)

22

Ikhwali MF. 2013. Analisis Perubahan Kapasitas Simpan Air Pada Sub DAS Ciesek, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kalsim DK, Yushar, Subari, Deon M, Sofuyuddin HA. 2007. Rancangan Operasional Irigasi untuk Pengembangan SRI (Irrigation Operational Design for SRI Development), Paper disajikan dalam seminar KNIICID, Bandung.

Kartasapoetra GA. 1990. Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman, Bumi Aksara. Jakarta.

[KP]. 2012. Pedoman Teknis Pengembangan System Of Rice Intensification. Jakarta.

Lakitan B. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Linsley RK, JB. Franzini. 1979. Teknik Sumber Daya Air. Penerjemah Djoko S.

Erlangga. Jakarta

Ma’shum , Mansur. 2003. Biologi Tanah. Departemen Pendidikan Nasional:

Jakarta.

Nasasari I. 2014.Analisis Kesetimbangan Air di Daerah Aliran Sungai Brantas, Jawa Timur. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.

Rao R. 2011. Estimation of Efficiency, Sustainability and Constraints in SRI (System of Rice Intensification) vis-a-vis Traditional Methods of Paddy Cultivation in North Coastal Zone of Andhra Pradesh. Agricultural Economics Research Review (24): 325-331.

Sapei A , Dhalihar MA, Fujit K, Miyauchi S, Sudou S. 1990. Pengukuran Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Tanah. IPB. Bogor.

Seyhan E.1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Siregar H. 1981. Budidaya tanaman padi di Indonesia. PT. Sastra Hudaya. Jakarta. Sujono J, Nurrochmad F, Jayadi R. 2006. Growing more paddy with less water.

Research Report, Departemen Civil and Environmental Engineering, Faculty of Engineering . Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sujono, J. 2011. Koefisien Tanaman Padi Sawah Pada Sistem Irigasi Hemat Air. Agritech, 31 (4), Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik : Universitas Gadjah Mada.

Sutanto R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. (ID) : Kanisius. Yogyakarta.

Syamsudin TS, Aktaviyani S. 2009. Penerapan Pemupukan Pada Pertanian Padi Organik Dengan Metode System Of Rice Intensification (Sri) Di Desa Sukakarsa Kabupaten Tasikmalaya. Agroland 16 (1): 1 – 8.

Tantawi AR. 2007. Hubungan Kecepatan Angin Dan Kelembaban Udara Terhadap Pemencaran Konidium Cercospora Nicotianae Pada Tembakau. Agritrop.

Thornthwaite CW and JR. Mather. 1957. Instruction and Tables for Computing Potensial Evapaotranspiration and Water Balanced. Publ. In. Clim. Vol X. No.3. Centerton, New Jersey.

(36)

23

Lampiran 1 Segitiga tekstur tanah

Sumber: Hardjowigeno (2010)

Clay

Keterangan :

United States Departement of Agricultural (USDA)

1. Clay 2. Silty clay 3. Silty clya loam 4. Sandy clay 5. Sandy clay loam 6. Clay loam 7. Silt 8. Silt loam 9. Loam 10. Sand 11. Loamy sand 12. Sandy loam

(37)

24

Lampiran 2 Rezim air dan drainase selama 88 HST

\

RT (mm/hari) RB (mm/hari) RK (mm/hari)

0,0

Drainase RT (mm/hari) Drainase RB (mm/hari)

(38)

25

Lampiran 3 Koefisien tanaman padi di lahan selama 88 HST Tabel 3 Perbandingan nilai Kc pada tiap fase

Periode Pertumbuhan Prosida FAO A* B**

Tahap Awal (1 - 15 HST) 1.20 1.10 0.32 0.67

Tahap Pengembangan (16 - 40 HST) 1.33 1.15 0.71 0.95 Tahap Reproduksi (41 - 70 HST) 1.30 1.30 1.58 1.84

Tahap Akhir (71 - 88 HST) 1.30 0.59 1.19 1.01

(39)

26

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Sistem irigasi rezim air tergenang (RT) (Sujono 2011)
Gambar 2 Sistem irigasi rezim air basah (RB) (Sujono 2011)
Gambar 4 Peralatan sistem monitoring yang digunakan di lahan
Gambar 5 Prosedur penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemaksaan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangga dengan orang lain dan/atau tujuan tertentu, yang mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak

Enkripsi, dekripsi dan pembuatan kunci untuk teknik enkripsi asimetris memerlukan komputasi yang lebih intensif dibandingkan enkripsi simetris, karena

Class Diagram Sistem Informasi Media Penyampaian Aspirasi Masyarakat Kepada Anggota Dewan Kabupaten Kudus .... Sequence Diagram Verifikasi Login

Nabi Sulaiman dianugerahi oleh Allah berbagai macam kelebihan sehingga menjadi inspirasi terhadap penegakan nilai-nilai kepemimpinan karena diambil berdasarkan

Atau wakaf produksi juga dapat didefenisikan yaitu harta yang digunakan untuk kepentingan produksi baik dibidang pertanian, Perindustrian, perdagangan dan jasa yang

Misalnya, pada anggota geng motor tidak ada tanda-tanda konsep diri positif menurut William dan Phillip (1976) dalam Rakhmat (2004: 105) yang meliputi yakin akan kemampuannya da-

Diharapkan telkom speedy hendaknya lebih memperhatikan variabel sales promotion karena dalam penelitian ini merupakan variabel yang paling kecil dalam mempengaruhi

Dalam penelitian ini hasil yang dapat diperoleh dalam bentuk berupa laporan tabel data tipe motor dan daerah mana saja yang direkomendasikan untuk lebih menonjokan produk motor