• Tidak ada hasil yang ditemukan

Preparasi Nanosilika Dari Abu Ketel Dengan Metode Kopresipitasi Sebagai Aditif Membran Elektrolit Berbasis Kitosan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Preparasi Nanosilika Dari Abu Ketel Dengan Metode Kopresipitasi Sebagai Aditif Membran Elektrolit Berbasis Kitosan"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PREPARASI NANOSILIKA DARI ABU KETEL DENGAN

METODE KOPRESIPITASI SEBAGAI ADITIF MEMBRAN

ELEKTROLIT BERBASIS KITOSAN

WAHYU KAMAL SETIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Preparasi Nanosilika dari Abu Ketel dengan Metode Kopresipitasi sebagai Aditif Membran Elektrolit Berbasis Kitosan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

WAHYU KAMAL SETIAWAN. Preparasi Nanosilika dari Abu Ketel dengan Metode Kopresipitasi sebagai Aditif Membran Elektrolit Berbasis Kitosan. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI dan SUPRIHATIN.

Abu ketel merupakan salah satu jenis limbah padat industri gula yang memiliki kandungan senyawa anorganik tinggi terutama silika. Nanosilika merupakan persenyawaan silika dengan ukuran berskala nano yang dapat diproduksi dari abu ketel. Salah satu metode produksi nanosilika adalah presipitasi. Presipitasi umumnya menghasilkan partikel nano dengan distribusi ukuran yang heterogen sehingga perlu dilakukan modifikasi proses agar partikel nanosilika yang dihasilkan memiliki ukuran yang lebih homogen. Sel bahan bakar sangat baik sebagai alternatif penghasil energi saat ini. Inovasi penggunaan polimer yang murah dan ramah lingkungan sedang aktif dilakukan. Kitosan memiliki karakteristik yang kurang baik saat digunakan sebagai membran elektrolit pada sistem sel bahan bakar sehingga perlu ditambahkan senyawa aditif. Salah satu aditif yang dapat digunakan adalah silika berukuran nano. Ukuran partikel dalam skala nano dapat meningkatkan reaktivitas silika sehingga kinerja membran elektrolit dapat ditingkatkan.

(5)

Nanosilika hasil kopresipitasi beras dipilih sebagai aditif membran elektrolit berbasis kitosan karena memiliki ukuran yang paling kecil dan distribusi ukuran partikel yang lebih baik. Struktur silika yang amorf dapat meningkatkan sifat fisik mekanik membran kitosan. Produksi membran kitosan-nanosilika dilakukan dengan teknik pencetakan dengan pelat kaca. Karakteristik membran yang diamati adalah gugus fungsi, daya serap air/metanol, kapasitas penukar ion, dan konduktivitas ionik. Berdasarkan karakterisasi yang telah dilakukan, aditif berupa nanosilika dengan konsentrasi 3% memberikan efek yang positif terhadap karakteristik membran kitosan. Daya serap air/metanol diketahui sebesar 28.40%/25.95% dengan kapasitas penukar ion 1.06 meq/gram dan konduktivitas ionik 1.02×10-4 S/cm. Semakin tinggi konsentrasi nanosilika yang ditambahkan pada membran kitosan maka daya serap air/metanol, kapasitas penukar ion dan konduktivitas ionik akan turun. Dengan karakteristik tersebut membran kitosan dengan aditif nanosilika 3% dapat diaplikasikan sebagai membran elektrolit pada sistem sel bahan bakar.

(6)

SUMMARY

WAHYU KAMAL SETIAWAN. Preparation of Nanosilica from Boiler Ash by Co-Precipitation Method as Additive for Electrolyte Membrane Based Chitosan. Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI and SUPRIHATIN.

Boiler ash known as solid waste of sugar industry which has high silica content. Nanosilica can be produced from boiler ash by precipitation method. Precipitation generally produce nanoparticles with a heterogeneous size distribution so that the process needs to be modified. Fuel cells as an good alternative energy producers today. The use of polymers which are cheaper and more environmental friendly for ion exchange membrane being actively carried out. Chitosan has unfavorable characteristics when used as an electrolyte membrane fuel cell systems so that it needs to be added additive compound. One of the additives that can be used is nano-sized silica. Nano sized of particle can improve the reactivity of the silica so that the performance of membrane can be improved.

This study aims to produce nanosilica from boiler ash in order to apply it as an additive for electrolyte membrane based chitosan. The study was divided into two stages, the first stage focused on the synthesis and characterize nanosilica with co-precipitation method while the second stage focused on the synthesis and characterize chitosan membranes with additives nanosilica. The first stage successfully synthesize nanosilica with three different methods, namely precipitation, co-precipitation with rice flour and co-precipitation with agar powder. Precipitation produces nanosilica with average particle size 269.42 nm with polydispersity index 0.9190. Nanosilica crystallinity of precipitation was known by 33.22% with a dominant crystalline phase cristobalite. Observation by SEM (Scanning Electron Microscopy) showed that the particle precipitation nanosilica were not uniform in size and tend to blend with each other. The use of dispersing agents in precipitation was able to reduce particle size and control inter-particle aggregation nanosilica. In addition co-precipitation also known to alter the crystallinity and crystal size nanosilica. Agar powder on the precipitation process was able to reduce the particle size of nanosilica to 225.22 nm with polydispersity index of 0.6520. Nanosilica crystallinity increased to 59.53% with predominant crystalline phase cristobalite. Nanosilica were synthesized using precipitation method with the addition of rice flour had characteristics that were best seen from the parameters of size, size distribution, crystal size, structure/ crystalline phase, crystallinity and morphology. Nanosilica of rice co-precipitation process had an average particle size of 185.45 nm with a polydispersity index of 0.2540 with 28.76% crystallinity and crystalline phases cristobalite dominant. Analysis of particle morphology by SEM (Scanning Electron Microscopy) showed nanosilica of rice co-precipitation had uniform appearance, spread seen and tiny size.

(7)

observed characteristics of the membrane were functional groups, water absorption/methanol, ion exchange capacity, and ionic conductivity. Based on the characterization has been done, additive of nanosilica a concentration of 3% gave a positive effect on the characteristics of chitosan membrane. Absorptive capacity of water/methanol was known by 28.40% / 25.95% with an ion exchange capacity of 1.06 meq/g and an ionic conductivity of 1.02×10-4 S/cm. High concentration of nanosilica on chitosan membrane would reduce absorption of water/methanol, ion exchange capacity and ionic conductivity. Based on the analysis, the chitosan membrane with the addition of 3% chitosan can be applied as an electrolyte membrane on fuel cell system.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

PREPARASI NANOSILIKA DARI ABU KETEL DENGAN

METODE KOPRESIPITASI SEBAGAI ADITIF MEMBRAN

ELEKTROLIT BERBASIS KITOSAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah Penanganan Limbah Padat Industri Gula, dengan judul Preparasi Nanosilika dari Abu Ketel dengan Metode Kopresipitasi sebagai Aditif Membran Elektrolit Berbasis Kitosan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti dan Prof. Dr. Ir. Suprihatin Dipl Ing selaku pembimbing, serta Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc.Agr dan Dr. Ir. Andes Ismayana, STP, MT yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada segenap staf Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Laboratorium Biomaterial Membran Departemen Fisika, Laboratorium Balitbang Kehutanan Gunung Batu Bogor dan Laboratorium Zoologi LIPI Cibinong yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(13)

DAFTAR ISI

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 4

Prosedur Penilitian 5

Nanosilika sebagai Aditif Membran Elektrolit 17

(14)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik abu ketel 7

2 Karakteristik silika abu ketel 8

3 Karakteristik nanosilika abu ketel 8

4 Ukuran kristal nanosilika dengan teknik produksi berbeda 15 5 Karakteristik nanosilika hasil kopresipitasi dengan tepung beras 18

6 Karakteristik membran kitosan-nanosilika 18

7 Analisis gugus fungsi membran kitosan-nanosilika 20

DAFTAR GAMBAR

1 Distribusi ukuran partikel nanosilika dengan teknik produksi berbeda 9 2 Peran ganda pati dalam produksi nanopartikel (Visinescu et al. 2010) 10 3 Mekanisme kerja agarosa dan agaropektin dalam produksi nanosilika 11

4 Pola difraksi nanosilika hasil presipitasi 12

5 Pola difraksi nanosilika hasil kopresipitasi dengan bubuk agar 13 6 Pola difraksi nanosilika hasil kopresipitasi dengan tepung beras 14 7 Morfologi nanosilika dengan metode produksi yang berbeda 16 8 Penampakan membran kitosan dengan aditif nanosilika 19 9 Spektrum FTIR membran kitosan dengan aditif nanosilika 20 10Daya serap air/metanol membran kitosan dengan aditif nanosilika 21 11Kapasitas penukar ion membran kitosan dengan aditif nanosilika 22 12Konduktivitas ionik membran kitosan dengan aditif nanosilika 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Proses produksi silika dari abu ketel 27

(15)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Abu ketel merupakan salah satu bentuk limbah padat yang dihasilkan oleh aktivitas produksi industri gula. Abu ketel merupakan hasil perubahan kimiawi dari pembakaran ampas tebu murni pada suhu 550°-600°C selama 4-8 jam. Abu ketel banyak mengandung unsur mineral anorganik yang masih dapat dimanfaatkan kembali. Unsur mineral anorganik yang paling dominan dalam abu ketel adalah silika (SiO2) dengan kadar maksimum hingga 70.97% (Hernawati dan Indarto 2010). Jumlah abu ketel yang dihasilkan dari proses produksi gula tergantung pada efektivitas pembakaran dalam boiler. Industri gula skala besar dapat menghasilkan 1.5-2% dari total batang tebu giling atau sekitar 1.7-2.3 juta ton per tahun (Ismayana 2014). Pemanfaatan abu ketel yang telah dilakukan industri adalah tambahan pupuk organik, penutup jalan rusak, dan urugan tanah longsor (Ismayana 2014).

Produksi partikel nanosilika dapat menggunakan perlakuan fisik dengan penghancuran disertai panas tinggi (Paul et al. 2007; Khalil et al. 2011) ataupun menggunakan proses kimiawi (Pukird et al. 2009; Siswanto et al. 2012; Rafiee dan Shahebrahimi 2012; Music et al. 2011; Hariharan dan Sivakumar 2013; Le et al. 2013). Metode produksi nanosilika yang sering digunakan adalah presipitasi kimia dengan keunggulan efisiensi dalam penggunaan energi dan waktu proses. Namun penggunaan metode presipitasi belum menghasilkan partikel nanosilika yang homogen karena reaksi berlangsung spontan sehingga sangat sulit untuk mengontrol proses kristalisasi (Ismayana 2014). Selain itu, presipitasi untuk fabrikasi nanosilika diketahui menghasilkan partikel dengan derajat kristalinitas yang rendah (Thuadaij dan Nuntiya 2008; Music et al. 2011; Hariharan dan Sivakumar 2013; Le et al. 2013; Ismayana 2014). Upaya yang dapat dilakukan untuk menghasilkan partikel nanosilika dengan distribusi ukuran yang seragam adalah dengan menambahkan agen pendispersi berbasis surfaktan anionik, polimer sintetik, ataupun polimer alami seperti polisakarida. Polisakarida merupakan salah satu jenis agen pendispersi yang memiliki ketersediaannya yang relatif tinggi dan mudah dalam hal penanganan residu. Polisakarida yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung beras dan tepung agar. Ramimogadham et al. (2013) menggunakan tepung beras sebagai pengontrol ukuran dalam produksi nano ZnO. Dalam penelitiannya disebutkan beras sebagai soft biotemplate mampu menggeser distribusi ukuran partikel menjadi lebih kecil. Nawawi et al. (2013) mampu memproduksi nanoalumina dengan agen pendispersi agarose. Agarosa terbukti mampu mencegah terjadinya aglomerasi partikel alumina dengan ukuran 8-16 nm. Konsentrasi polisakarida yang digunakan dalam proses produksi akan sangat berpengaruh pada kemampuannya dalam mengontrol ukuran partikel. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nidhin et al. (2013) untuk beberapa jenis agen pendispersi berbasis polisakarida, konsentrasi terbaik untuk penggunaan polisakarida adalah sebesar 25% (b/b).

(16)

2

bakar. Sel bahan bakar dikenal sebagai perangkat alat yang dapat menghasilkan listrik langsung melalui proses elektrokimia, dimana gas hidrogen (H2) akan digunakan sebagai bahan bakar dan oksigen akan digunakan sebagai oksidator. Salah satu jenis sel bahan bakar yang sering digunakan adalah Direct Methanol Fuel Cells (DMFC). Membran merupakan salah satu komponen utama pada sel bahan bakar, yang berfungsi memisahkan reaktan dan juga sebagai sarana transportasi ion hidrogen yang dihasilkan anoda. Karakteristik yang diharapkan dari membran DMFC antara lain konduktivitas ionik tinggi, stabilitas kimia dan mekanik yang baik, kompatibilitas dengan lapisan katalis serta mudah dalam perakitan.

Isu lingkungan yang berkembang saat ini mendorong penggunaan bahan alam untuk berbagai bidang. Membran elektrolit berbasis polimer alam saat ini juga banyak dikembangkan. Polimer alam seperti kitosan cukup berpotensi dalam aplikasi membran sel bahan bakar. Kitosan mudah didapat, dan memiliki stabilitas termal yang tinggi, namun modifikasi pada bahan tersebut perlu dilakukan agar menghasilkan material yang bermuatan sehingga dapat digunakan sebagai membran polimer elektrolit (Pramono et al. 2012). Kitosan memiliki konduktivitas yang rendah sehingga sering digunakan aditif berbahan metal oksida untuk meningkatkan konduktivitasnya sehingga dapat diaplikasikan pada sistem sel bahan bakar berbasis metanol.

Aditif memiliki peran penting untuk meningkatkan karakteristik dan kinerja membran elektrolit. Salah satu aditif yang dapat digunakan adalah silika dalam bentuk nanopartikel. Zulfikar et al. (2009) menggunakan silika dalam bentuk TEOS (tetraortosilikat) sebagai aditif membran kitosan. Hartanto et al. (2007) berhasil memproduksi membran polieter eter keton dengan aditif silika. Penambahan 3% SiO2 ke dalam membran elektrolit berbasis polieter eter keton terbukti dapat menaikkan konduktivitas dan menurunkan permeabilitas. Silika dengan konsentrasi 3% juga diaplikasikan pada membran akrilonitril stiren butadiena (Dewi 2008) dan membran polistiren akrilonitril (Suka 2010). Penggunaan silika dalam bentuk nanopartikel diharapkan mampu meningkatkan karakteristik membran yang lebih baik daripada silika pada umumnya.

Perumusan Masalah

(17)

3

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Produksi nanosilika dari abu ketel industri gula.

2. Modifikasi teknik presipitasi dengan agen pendispersi polisakarida sehingga dapat menghasilkan partikel nanosilika dengan karakteristik yang lebih baik. 3. Aplikasi nanosilika abu ketel sebagai senyawa aditif pada membran

elektrolit berbasis kitosan.

4. Meningkatkan kinerja membran elektrolit berbasis kitosan dengan penambahan aditif nanosilika abu ketel.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Nanosilika dapat diproduksi dari abu ketel industri gula.

2. Kopresipitasi mampu menghasilkan nanosilika dengan karakteristik lebih baik daripada nanosilika hasil presipitasi dilihat dari distribusi ukuran partikel, polidispersitas, kristalinitas, ukuran kristal, dan morfologi. 3. Nanosilika dengan karakteristik terbaik hasil produksi dapat diaplikasikan

pada membran kitosan sebagai aditif.

4. Nanosilika yang ditambahkan dengan konsentrasi tertentu mampu memperbaiki karakteristik membran kitosan sebagai membran elektrolit dilihat dari parameter daya serap air/metanol, kapasitas penukar ion, dan konduktivitas ionik.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan stimulus bagi industri gula untuk mengembangkan limbah abu ketel menjadi nanosilika yang bernilai tambah tinggi. Nanosilika yang diproduksi dapat diaplikasikan pada sistem sel bahan bakar berbasis metanol dan sangat potensial untuk lebih dikembangkan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi:

1. Produksi partikel nanosilika dari abu ketel industri gula dilakukan dengan metode presipitasi dan kopresipitasi.

2. Karakteristik nanosilika yang dianalisis meliputi distribusi ukuran partikel, pola difraksi, kristalinitas, ukuran kristal dan morfologi.

3. Produksi membran kitosan dilakukan dengan teknik solvent casting sedangkan konsentrasi nanosilika yang divariasikan.

(18)

4

2

METODE

Abu ketel merupakan material potensial yang sangat baik dikembangkan karena mengandung silika yang relatif tinggi hingga ± 70 persen. Silika yang diproduksi dari abu ketel industri gula masih memiliki kemurnian rendah sehingga perlu dilakukan preparasi menjadi partikel nano untuk meningkatkan sifat dan karasteristiknya. Nanosilika yang dihasilkan dapat diaplikasikan menjadi komponen membran dalam Direct Methanol Fuel Cell (DMCF). Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan nanosilika yang dipreparasi dari abu ketel industri gula sebagai aditif membran elektrolit berbasis kitosan. Penelitian terdiri atas dua tahap yaitu produksi nanosilika dan aplikasi nanosilika sebagai aditif membran. Metode produksi nanosilika yang digunakan menggunakan metode presipitasi (Thuadaij dan Nuntiya 2008; Hariharan dan Sivakumar 2013) dengan modifikasi menggunakan agen pendispersi berbasis polisakarida. Penggunaan teknik kopresipitasi terbukti mampu memproduksi partikel nano metal oksida dengan agregasi yang baik (Manful et al. 2008). Polisakarida yang digunakan adalah beras (Ramimogadham et al. 2013) dan agar (Nawawi et al. 2013) dengan konsentrasi 25% (b/b) silika (Nidhin et al. 2007). Metode produksi membran elektrolit menggunakan metode pencetakan. Metode ini dipilih karena relatif mudah dalam perakitannya serta menggunakan bahan-bahan yang mudah diperoleh. Konsentrasi nanosilika yang digunakan yakni 0, 3, 5, 10, 15 % (b/b) kitosan.

Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi abu ketel yang diperoleh dari PT Gunung Madu Plantation (GMP), natrium hidroksida (Merck/teknis), asam sulfat(Merck/PA), amonium hidroksida (Merck/PA) untuk produksi silika, kitosan dari Departemen THP FPIK IPB (DA 87%), asam asetat (Merck/PA), metanol (Merck/PA), beras dan agar diperoleh dari pasar Dramaga Bogor.

Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan meliputi peralatan refluks, peralatan analisis nanosilika meliputi PSA Vasco Particle Size Analyzer, SEM Jeol JSM-5000 dan Shimadzu XRD-7000 X-Ray Diffractometer Maxima X, pelat kaca untuk cetakan membran ukuran 10 cm × 15 cm, Sonic Waterbath Branson 500, LCR-meter HIOKI 3325 LCR Hitester, FTIR ABB MB3000.

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

(19)

5 Fisika FMIPA IPB; Laboratorium Terpadu Balitbang Kehutanan Gunung Batu Bogor; Laboratorium Zoologi LIPI Cibinong. Penelitian dilakukan dari bulan Mei-November 2014.

Prosedur Penilitian

Preparasi Bahan

Abu ketel dicuci dengan akuades kemudian dikeringkan dalam oven 105°C selama 5 jam. Abu kering diabukan pada suhu 700°C selama 6 jam untuk menghilangkan mineral-mineral dan senyawa pengotor lain. Abu ketel yang telah diabukan disimpan pada desikator untuk mempertahankan kadar air (Thuadaij dan Nuntiya 2008).

Produksi Nanosilika

Sebanyak 10 gram abu ketel diekstrak dalam 80 ml NaOH selama 3 jam. Larutan disaring dan dicuci menggunakan air panas 20 ml. Filtrat didinginkan sampai mencapai suhu ruang kemudian ditambahkan H2SO4 5 N sampai pH 2 dan ditambahkan NH4OH sampai pH 7. Sol yang terbentuk selanjutnya melalui proses aging selama 3.5 jam pada suhu ruang kemudian dikeringkan pada suhu 105°C selama 12 jam (Thuadaij dan Nuntiya 2008; Hariharan dan Sivakumar 2013, Ismayana 2014).

Silika murni hasil produksi dihidrolisis pada larutan HCl 3 N selama 6 jam. Selanjutnya disaring dan dipisahkan padatan yang mengendap, dicuci dengan akuades berulang-ulang sampai pH netral. Padatan hasil refluks selanjutnya dilarutkan dalam NaOH 2.5 N dan diputar dengan magnetic stirrer. Setelah 1 jam, ditambahkan agen pendispersi secara perlahan 25% (b/b) silika (Nidhin et al. 2013). Pengadukan dilakukan selama 8 jam, kemudian dititrasi dengan H2SO4 5 M sampai pH netral. Sol yang terbentuk kemudian dicuci dengan air hangat, kemudian dicuci kembali dengan akuades. Sol dikeringkan selanjutnya diabukan dengan tanur 700°C selama 4 jam.

Karakterisasi Nanosilika

Distribusi ukuran partikel nanosilika diamati dengan Vasco Particle Size Analyzer. Sebanyak 0.1 gram bubuk nanosilika didispersikan dalam akuades dan diputar dengan magnetic stirrer selama 10 menit, kemudian disonikasi selama 1-2 menit. Pemindaian partikel nanosilika dilakukan dengan PSA selama 2-5 menit (Ismayana 2014).

(20)

6

SEM Jeol JSM 5000 digunakan untuk karakterisasi morfologi nanosilika. Sedikit sampel diambil dan dilapis dengan emas, untuk selanjutnya dipindai dengan perbesaran mulai 150-7500 kali. Perbesaran rendah digunakan untuk mengamati keseragaman ukuran agregasi partikel sedangkan perbesaran tinggi digunakan untuk mengamati bentuk partikel.

Preparasi Membran Elektrolit Kitosan-Nanosilika

Kitosan dilarutkan dalam larutan asam asetat 2% (b/b) dengan konsentrasi 3 % (b/b). Nanosilika sebanyak 0, 3, 5, 10 dan 15 % (b/b) kitosan (Hartanto et al. 2007) ditambahkan ke dalam larutan kitosan dan diaduk sampai tercampur sempurna selanjutnya disonikasi selama 45 menit. Larutan kemudian dicetak pada pelat kaca ukuran 10 cm × 15 cm dan dikeringkan dalam oven pada suhu 50°C selama 24 jam. Membran yang telah kering selanjutnya disimpan dalam desikator sebelum digunakan.

Karakterisasi Membran Elektrolit Kitosan-Nanosilika

Analisis gugus fungsi membran

Membran kitosan-silika diletakkan pada cell holder kertas uji FTIR selanjutnya diamati spektrumnya dengan FTIR ABB 3000 dengan rentang panjang gelombang 400-4000 nm dengan 10 kali pemindaian. Pembacaan panjang gelombang didasarkan pada library yang terdapat pada alat. Analisis gugus fungsi mengacu pada beberapa hasil penelitian sebelumnya.

Daya serap air dan metanol

Sampel membran dipotong ukuran 1 cm × 1 cm selanjutnya dikeringkan dalam oven, kemudian ditimbang, didapat berat kering membran (Wkering). Kemudian sampel membran tersebut direndam dalam air/metanol 1M selama 24 jam pada suhu kamar. Kemudian sampel membran yang telah direndam air/metanol 1 M ditimbang dan didapatkan berat basah (Wbasah) membran (Hartanto et al. 2007). Daya serap terhadap air/metanol dihitung menggunakan persamaan:

Daya serap=WbasahW-Wkering

kering ×100%

Kapasitas penukar ion

(21)

7

KPI=bobot membran MNaOH×VNaOH

Konduktivitas ionik

Sampel membran dipotong ukuran 4 cm × 1 cm selanjutnya diukur ketebalannya menggunakan mikrometer. Pengukuran konduktivitas dilakukan dengan LCR-meter HIOKI 3255. Membran dijepit di antara 2 elektrode karbon dan dihubungkan dengan kutub positif dan negatif sehingga dapat terbaca nilai konduktannya. Perhitungan konduktivitas mengikuti persamaan:

σ=GAL

� merupakan konduktivitas (S/cm), G besarnya konduktans (S) dengan L tebal

(cm) membran dan A luasan membran (cm2). L/A dianggap sebagai tetapan

karena bernilai sama untuk masing-masing sampel.

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transformasi Abu Ketel-Silika-Nanosilika

Abu ketel sebagai bahan baku produksi nanosilika dibakar pada suhu ±700°C selama 6 jam untuk menghilangkan senyawa organik dan pengotor lain. Perubahan karakteristik abu ketel terjadi setelah dilakukan pembakaran suhu tinggi (Tabel 1). Secara fisik, warna abu berubah dari hitam menjadi putih yang mengindikasikan hilangnya unsur karbon. Analisis XRD yang dilakukan menunjukkan adanya kenaikan kristalinitas abu setelah proses pembakaran dari 50.26% menjadi 97.56%. Rendemen silika juga meningkat akibat hilangnya komponen organik dari 82.76% menjadi 99.00%. Selain perubahan rendemen, terjadi pula perubahan fase kristal silika yang terkandung dalam abu ketel dari kuarsa menjadi kristobalit. Fase kristobalit akan muncul pada saat pembakaran suhu tinggi 700-1100 °C.

Tabel 1 Karakteristik abu ketel

Parameter Abu ketel segar Abu ketel hasil pengabuan 700°C

Bentuk bubuk kasar bubuk halus

Warna hitam putih kecoklatan

Kandungan silika (%) 82.76 99.00

Kristalinitas (%) 50.26 97.56

(22)

8

Ekstraksi silika dilakukan dengan hidrolisis abu ketel dalam natrium hidroksida pada suhu 90-100°C selama 3.5 jam. Silika dalam abu ketel akan bereaksi dengan natrium hidroksida membentuk natrium silikat. Silikon dioksida dipisahkan dari sistem larutan natrium silikat dengan teknik presipitasi. Keasaman larutan diatur sehingga diperoleh sistem sol. Sol yang diperoleh melalui proses penuaan untuk menyempurnakan proses pembentukan droplet. Sol dikeringkan dan diperoleh silika dengan penampakan serpihan berwarna putih (Tabel 2). Kristalinitas silika hasil produksi lebih rendah dibandingkan abu ketel. Penurunan kristalinitas diakibatkan oleh proses pembentukan silika dengan presipitasi yang cenderung spontan dan menghasilkan partikel yang lebih amorf. Fase kristal silika masih didominasi kristobalit serupa dengan analisis yang dilakukan pada abu ketel hasil pembakaran.

Tabel 2 Karakteristik silika abu ketel

Parameter Spesifikasi

Bentuk serpih

Warna putih

Kristalinitas (%) 76.34

Fase kristal dominan kristobalit

Ukuran partikel (nm) 2000-3000 a)

a)Ismayana (2014)

Produksi partikel nanosilika menggunakan teknik presipitasi dan ko-presipitasi. Dalam beberapa riset produksi nanosilika dari bahan abu umumnya digunakan asam kuat dalam proses hidrolisis silika mencapai 6 N. Dalam penelitian ini, digunakan konsentrasi asam kuat lebih rendah 3 N terkait dengan efisiensi biaya, minimalisasi cemaran dan kemudahan dalam penanganannya. Kopresipitasi merupakan modifikasi proses presipitasi. Modifikasi yang dilakukan adalah dengan menambahkan agen pendispersi berbasis polisakarida. Polisakarida memiliki beberapa peranan dalam produksi nanopartikel yaitu mengontrol ukuran partikel, mencegah aglomerasi secara spontan, menyediakan struktur yang stabil dari degradasi kimia, dan berperan sebagai pembentuk pori (Nawawi et al. 2013). Karakteristik nanosilika abu ketel hasil proses produksi dengan teknik presipitasi dan kopresipitasi tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik nanosilika abu ketel

Parameter Spesifikasi Ukuran partikel rata-rata (nm) 185-280

(23)

9 Nanosilika yang berhasil diproduksi memiliki penampakan fisik berupa bubuk halus berwarna putih. Kristalinitas nanosilika cenderung lebih rendah daripada silika akibat penggunaan teknik presipitasi dan agen pendispersi dalam proses produksi. Kristalinitas yang rendah pada nanosilika ini membuat strukturnya menjadi mesokristal hingga semikristal. Fase kristal masih didominasi kristobalit yang menunjukkan tidak adanya efek proses produksi terhadap fase kristal silika. Ukuran partikel yang ditunjukkan oleh nanosilika jauh lebih kecil daripada silika berkurang hingga 90%. Secara umum perubahan karakteristik yang terjadi akibat produksi silika menjadi nanosilika lebih pada ukuran partikel, kristalinitas, struktur dan ukuran kristal dan morfologi.

Distribusi Ukuran Partikel Nanosilika

Distribusi ukuran partikel berkaitan dengan nilai indeks polidispersitas. Indeks polidispersitas merupakan ukuran dari distribusi massa molekul dalam sampel. Nilai ini menunjukkan hasil perhitungan dari massa rata-rata molekul dibagi dengan jumlah rata-rata massa molekul. Semakin mendekati titik nol maka distribusinya semakin baik (Haryono et al. 2012). Indeks polidispersitas lebih kecil dari 0.3 menunjukkan bahwa sampel memiliki distribusi sempit dan formula nanopartikel yang seragam (Dewandari et al. 2013). Indeks polidispersitas dapat diamati dengan menggunakan media pendispersi. Nanosilika menggunakan media pendispersi air untuk amatan polidipersitas.

Gambar 1 Distribusi ukuran partikel nanosilika dengan teknik produksi berbeda

Penggunaan metode produksi berpengaruh pada homogenitas ukuran partikel nanosilika. Pada Gambar 1 terlihat bahwa terjadi pergeseran nilai distribusi ukuran partikel. Ukuran rata-rata dan polidispersitas partikel nanosilika menurun mulai dari penggunaan metode presipitasi, agen pendispersi agar-agar sampai pada agen pendispersi beras. Lebar kurva semakin sempit dengan

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

(24)

10

penggunaan polisakarida dalam poses presipitasi menunjukkan turunnya rentang ukuran dan dispersitas partikel dalam media pendispersi. Nanosilika hasil presipitasi memiliki ukuran maksimum 9774.96 nm dan ukuran minimum 28.19 nm. Rentang ukuran partikel nanosilika bergeser dan lebih sempit pada saat digunakan agar sebagai agen pendispersi dengan ukuran partikel terbesar 4676.59 nm dan terkecil 23.45 nm. Kurva distribusi ukuran makin bergeser dan makin sempit saat digunakan beras sebagai agen pendispersi dengan ukuran partikel terbesar 1288.58 nm dan terkecil 29.52 nm.

Presipitasi/sol-gel dapat memproduksi nanosilika dengan ukuran rata-rata partikel 269.42 nm dengan indeks polidispersitas 0.9190. Nilai indeks polidispersitas yang tinggi mengindikasikan partikel nanosilika yang dihasilkan dengan teknik presipitasi memiliki distribusi ukuran partikel yang kurang baik. Hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain reaksi kimia yang berlangsung spontan, kondisi proses penuaan dan pengeringan. Proses penuaan sol silika cenderung menghasilkan ukuran droplet yang tidak seragam sehingga bila dikeringkan dengan udara kering akan menghasilkan serbuk nanosilika dengan keberagaman ukuran partikel yang tinggi. Perubahan ukuran partikel silika dari skala mikron menjadi skala nano diakibatkan proses pemutusan ikatan-ikatan silika menjadi ukuran yang lebih kecil oleh asam klorida dan panas yang digunakan dalam proses refluks. Ekstraksi dengan asam klorida mampu memperkecil ukuran nanosilika namun belum mampu mencegah terjadinya aglomerasi partikel secara spontan (Ismayana 2014).

(25)

11 dengan teknik lainnya. Indeks polidispersitas yang cukup rendah kurang dari 0.3 menunjukkan bahwa nanosilika yang telah diproduksi memiliki keseragaman ukuran yang baik. Indeks polidispersitas yang rendah pada nanosilika juga menunjukkan bahwa proses agregasi partikel oleh beras sebagai agen pendispersi pada proses produksi berjalan baik sehingga aglomerasi antar partikel dapat dicegah. Polidispersitas yang rendah juga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam hal penggunaan dan aplikasi karenan nanosilika hasil produksi ini terdispersi sangat baik dalam media air.

Beras memiliki granula pati yang tersusun atas molekul amilosa dan amilopektin. Dalam produksi nanosilika, matriks karbon berbentuk heliks pada amilosa memiliki peran dalam memberikan bentuk morfologi serta keseragaman ukuran nanopartikel (Ramimogadham et al. 2013). Sedangkan amilopektin berperan penting pada agregasi partikel. Hal ini terkait dengan adanya gugus hidroksil pada amilopektin. Gugus hidroksil amilopektin memiliki kemampuan untuk berasosiasi ke dalam intra ataupun intermolekul sehingga dapat menyelaraskan transisi ion Si2+ dan menjaga adanya agregasi yang tinggi antar partikel silika (Gambar 2).

Ukuran rata-rata nanosilika hasil produksi dengan agen pendispersi agar adalah 252.22 nm dengan indeks polidispersitas 0.6520. Nanosilika yang terbentuk masih belum memiliki distribusi ukuran yang baik. Faktor penting yang berpengaruh adalah karakteristik dan sifat polisakarida yang digunakan dalam proses presipitasi. Agar dan beras termasuk polisakarida dengan susunan granula berbeda. Agar memiliki granula yang tersusun atas agarosa dan agaropektin (Gambar 3). Agarosa memiliki peran yang hampir sama dengan amilosa. Agaropektin memiliki kemampuan kembang dalam air yang cukup tinggi. Pada saat digunakan sebagai agen pendispersi produksi nanosilika, agar mampu mengikat struktur ikatan silika namun pada saat pemanasan, granula mengembang sehingga ukuran partikel meningkat. Pengembangan granula agar ini mengganggu terbentuknya sol silika dengan ukuran droplet yang seragam sebelum proses pengeringan.

(26)

12

Pola Difraksi Nanosilika

Posisi puncak yang ditunjukkan pola difraksi nanosilika akan menunjukkan struktur dan fase kristal. Terdapat beberapa fase kristal silika yaitu kuarsa, kristobalit dan tridimit. Kuarsa adalah mineral utama dari silika, dengan struktur atom tetrahedral, dimana satu atom silikon dikelilingi empat atom oksigen. SiO2 dengan fasa kuarsa memiliki nilai koefisien ekspansi termal 11×10-6/°C. Pada kondisi suhu kamar, silika tersusun bentuk heksagonal namun pada suhu 875°C kestabilan susunan tertrahedral silika berubah. Fase kristal silika pada suhu rendah disebut kuarsa, sedangkan pada suhu tinggi terbentuk fase kristal yang disebut kristobalit. Perubahan fase kuarsa ke fase tridimit memerlukan perubahan besar dalam susunan kristalnya. Sedangkan kristobalit mengalami suatu perubahan struktur yang lebih baik tetapi bukan pematahan. Sedangkan tridimit mengalami dua perubahan pada jangkauan metastabilnya, yaitu yang pertama pada temperatur 117°C dan temperatur 163°C. Masing-masing fase kristal silika memiliki posisi puncak yang berbeda. Berdasarkan NIOSH Manual of Analytical Methods edisi keempat, puncak fase kuarsa dapat teridentifikasi pada sudut 2θ 26.66°, 20.85° dan 50.16°. Fase kristobalit dapat teramati pada titik puncak 21.93°, 36.11° dan 31.16° sedangkan fase tridimit memiliki puncak 21.63°, 20.50° dan 23.38°.

Pola difraksi nanosilika hasil presipitasi memiliki nilai 2θ dengan intensitas tinggi pada 32.03°, 33.90°, 19.06°, dan 28.07° (Gambar 4). Intensitas tertinggi terletak pada titik 32.03° yang mengindikasikan fase krital kristobalit (Ismayana 2014). Titik 2θ 19.06° dan 28.07° menujukkan adanya fase tridimit (Ismayana 2014) sedangkan titik puncak 33.90° menunjukkan adanya fase mullit (Popovic 2007). Adanya dominasi fase kristobalit menunjukkan bahwa nanosilika hasil produksi dengan teknik presipitasi memiliki kestabilan termal yang baik secara kualitatif (Sembiring dan Karo-Karo 2007).

(27)

13

Nanosilika yang dihasilkan dengan teknik kopresipitasi dengan agen pendispersi bubuk agar memiliki pola difraksi yang serupa dengan nanosilika presipitasi dengan intensitas yang lebih tinggi. Titik puncak dengan intensitas tertinggi terdapat pada 31.99°, 33.86°, 19.01°, dan 28.04° (Gambar 5). Fase kristal dominan adalah kristobalit, ditambah dengan fase kristal silika lainnya seperti tridimit dan mullit. Tidak ditemukannya karakter titik puncak persenyawaan agar pada difraktogram menunjukkan bahwa agen pendispersi telah hilang akibat adanya proses pembakaran suhu 700°C. Proses pengecilan ukuran silika dengan teknik kopresipitasi-agen pendispersi agar terbukti tidak mengubah fase kristal silika. Pengecilan ukuran dengan teknik ini hanya mengubah intensitas difraksi partikel menjadi lebih tinggi.

Gambar 5 Pola difraksi nanosilika hasil kopresipitasi dengan bubuk agar Sedangkan nanosilika hasil produksi dengan agen pendispersi beras memiliki peak terkuat pada sudut 2θ 22-23° (Gambar 6) yang mengindikasikan fase silika amorf. Fase silika amorf dapat berupa opal-A, opal CT ataupun opal C. Nanosilika hasil produksi dengan agen pendispersi beras juga menunjukkan pola difraksi kristobalit ditunjukkan adanya intensitas tinggi pada 2θ 31.58°, tridimit pada 19.16° dan mullite pada 33.97°. Dalam difraktogram juga tidak menunjukkan karakter peak persenyawaan beras. Hal ini berarti bahwa agen pendispersi beras yang digunakan dalam teknik kopresipitasi telah dapat dihilangkan serupa dengan penjelasan sebelumnya.

(28)

14

dipengaruhi oleh komposisi amilosa dalam beras. Presentase amilosa dalam bubuk beras yang digunakan rendah dan amorf sehingga berpengaruh pada aktivitasnya sebagai agen pendispersi dalam proses kopresipitasi.

Gambar 6 Pola difraksi nanosilika hasil kopresipitasi dengan tepung beras

Derajat Kristalinitas Nanosilika

Derajat kristalinitas menunjukkan proporsi fase kristalin yang ada dalam bahan. Produksi nanosilika menggunakan metode presipitasi menghasilkan partikel dengan kristalinitas 33.22% dengan fase silika dominan kristobalit. Tepung beras yang digunakan sebagai agen pendispersi mampu menurunkan kristalinitas partikel hingga 28.76%. Sedangkan tepung agar justru mampu menaikkan kristalinitas partikel hingga 59.53%. Besar kecilnya kristalinitas ini akan berpengaruh pada fungsi nanosilika untuk aplikasi tertentu.

Naik turunnya kristalinitas ini terkait dengan karakteristik fisiokimia dari agen pendispersi yang digunakan. Tepung beras secara kimiawi tersusun atas gugus amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan senyawa mayor yang membentuk kristalinitas beras. Manful et al. (2008) menyatakan bahwa tepung beras memiliki kristalinitas relatif rendah sebesar 24%. Granula beras mengembang dalam air dan struktur semikristalinnya berubah menjadi molekul amilosa yang lebih kecil. Molekul amilosa yang lebih kecil dapat membentuk kompleks dengan Si2+ karena tingginya keberadaan gugus fungsional. Ion Si2+ yang berasosiasi dengan amilosa akan memacu pertumbuhan kristal. Ketika molekul amilosa dihilangkan, gaya Van der Walls antar molekul silika akan mendorong terbentuknya nanokristal dengan sendirinya menyerupai kristalinitas beras.

(29)

15 Sama halnya dengan amilosa, agarose memiliki peran dalam pembentukan kristal agar. Dengan mekanisme yang sama, molekul agarose dalam air akan berikatan dengan ion Si2+ membentuk struktur kristal. Kuantitas agarosa dalam komposisi kimia agar akan berpengaruh pada kristalinitas metal oksida yang terbentuk.

Ukuran Kristal

Walaupun memiliki derajat kristalinitas yang cukup rendah, namun kristal yang terbentuk dari proses produksi memiliki ukuran yang relatif kecil. Ukuran kristal diperoleh dengan menghitung rata-rata ukuran kristal dengan intensitas tinggi. Ukuran kristal dihitung menggunakan persamaan Scherrer (Nawawi et al. 2013):

D=βcosθ

dimana D ukuran kristal (nm), k adalah konstanta Scherrer (0.9), λ panjang gelombang Cu (0.154 nm), β full width at half maximum (FWHM), θ sudut difraksi. Semakin sempit sudut yang dibentuk oleh peak dalam difraktogram maka ukuran kristalnya akan semakin kecil.

Jika ukuran kristal dirata-ratakan maka ukuran kristal tertinggi dimiliki oleh nanosilika presipitasi dengan ukuran kristal rata-rata 27.17 nm diikuti oleh nanosilika kopresipitasi agar 26.80 nm dan nanosilika kopresipitasi beras 22.44 nm. Ukuran kristal ketiga sampel nanosilika lebih kecil daripada ukuran kristal silika sebesar 91.53 nm. Secara umum ketiga metode produksi nanosilika mampu memperkecil ukuran kristal silika sebesar 70-75%.

Tabel 4 Ukuran kristal nanosilika dengan teknik produksi berbeda

Silikaa Nanosilika

bAngka yang bercetak tebal menunjukkan puncak 2θ dan ukuran kristal dengan intensitas tertinggi

(30)

16

Morfologi Nanosilika

Adanya polisakarida dalam proses presipitasi mampu membentuk partikel nanosilika yang unik sesuai jenis polisakarida yang digunakan. Bentuk partikel nanosilika hasil produksi dengan metode presipitasi, agen pendispersi tepung beras, dan tepung agar berturut-turut adalah poligonal, serpih, dan bunga (Gambar 6). Morfologi yang teramati merupakan satu atau beberapa partikel nanosilika yang diambil secara acak dengan perbesaran 150 kali dan 7500 kali. Perbesaran 150 kali digunakan untuk mengamati sebaran ukuran partikel sedangkan perbesaran 7500 kali digunakan untuk mengamati morfologi partikel tunggal.

(a) Presipitasi

(b) Kopresipitasi dengan tepung beras

(c) Kopresipitasi dengan bubuk agar

(31)

17 Presipitasi cenderung menghasilkan nanosilika dengan morfologi poligonal (Ismayana 2014). Bentuk nanoflake pada nanosilika hasil kopresipitasi-beras sejalan dengan Ramimogadham et al. (2013) yang menghasilkan partikel nano ZnO dengan morfologi serpih dengan bubuk beras sebagai pengontrol ukuran. Berdasarkan tampilan gambar hasil amatan SEM, partikel nanosilika presipitasi tampak memiliki ukuran yang tidak seragam dan cenderung bergabung satu sama lain. Partikel nanosilika hasil kopresipitasi beras memiliki penampakan dengan agregasi partikel yang baik dan ukuran partikel cenderung lebih kecil. Sedangkan partikel nanosilika hasil kopresipitasi agar masih tampak bergabung namun dengan ukuran partikel yang lebih kecil.

Hasil pengamatan dengan SEM ini memperkuat analisis distribusi ukuran dan polidispersitas yang dilakukan sebelumnya. Agregasi partikel yang baik terkait dengan teknik produksi yang dilakukan. Presipitasi cenderung reaksi spontan yang menghasilkan partikel yang tidak seragam dan amorf. Penggunaan polisakarida mampu memperbaiki proses agregasi partikel nanosilika sehingga menghasilkan nanosilika dengan ukuran yang lebih kecil dan distribusi ukuran yang lebih baik.

Nanosilika sebagai Aditif Membran Elektrolit

Membran memiliki peranan penting pada sistem sel bahan bakar tipe Direct Methanol Fuel Cell (DMFC). Membran memiliki peran dalam transfer proton (H+) dari anoda menuju katoda yang dihasilkan dari proses reaksi antara metanol dan air. Proton yang dialirkan menuju katode digunakan untuk konversi udara (O2) menjadi air (H2O). Bukan hanya sebagai penukar proton, membran elektrolit ini menjadi media aliran elektron untuk menyempurnakan reaksi di katoda. Selain itu membran juga berperan sebagai penghalang selektif untuk menghalangi permeasi metanol yang dapat menurunkan kinerja sel bahan bakar. Karakteristik membran elektrolit yang baik umumnya memiliki daya serap air/metanol kurang dari 30%, permeabilitas metanol yang rendah, serta kapasitas penukar ion dan konduktivitas ionik yang tinggi.

Membran berbahan polimer tunggal umumnya memiliki karakteristik yang kurang baik sehingga dibutuhkan modifikasi dengan penambahan senyawa aditif. Senyawa metal oksida dikenal sebagai aditif anorganik yang sering digunakan untuk membran sel bahan bakar. Salah satu metal oksida yang dapat digunakan sebagai aditif adalah SiO2 (silika). Pada konsentrasi tertentu, silika memiliki kemampuan untuk meningkatkan konduktivitas ionik membran. Penggunaan silika berukuran nano dengan reaktivitas yang lebih tinggi diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja membran elektrolit.

(32)

18

Tabel 5 Karakteristik nanosilika hasil kopresipitasi dengan tepung beras

Parameter Spesifikasi

Penampakan fisik bubuk halus

Warna putih

Ukuran partikel rata-rata (nm) 185 Indeks polidispersitas (medium air) 0.256

Struktur kristal amorf

Kristalinitas 28%

Fase kristal dominan kristobalit

Morfologi nanoflake

Silika amorf merupakan material anorganik yang sering digunakan sebagai perangkat semikonduktor untuk memisahkan area konduktif yang berbeda. Kemampuan ini berkaitan dengan sifat dan karakteristik silika amorf yaitu memiliki ketahanan mekanik dan kekuatan dielektrisitas yang tinggi serta selektif untuk modifikasi kimia. Fase kristobalit dalam silika akan memberikan kestabilan termal pada membran jika diaplikasikan pada sistem sel bahan bakar bersuhu tinggi.

Membran Kitosan-Nanosilika

Membran kitosan-nanosilika yang dihasilkan memiliki penampakan menyerupai plastik berwarna kuning jernih dengan ketebalan rata-rata 0.005 cm dan ukuran awal 10×15 cm2. Warna membran dipengaruhi oleh karakteristik larutan polimer yang digunakan. Larutan kitosan 3% dalam asam asetat 2% memiliki penampakan kuning jernih sehingga warna membran yang dihasilkan juga kuning jernih (Gambar 8). Dispersi nanosilika dalam larutan kitosan sangat baik pada konsentrasi 3-5% sehingga membran yang dihasilkan memiliki penampakan aditif yang merata. Nanosilika 10-15% tidak terdispersi merata dalam larutan polimer sehingga pada saat proses pencetakan membran tidak tersebar merata. Penggunaan nanosilika 3-5% pada membran kitosan tidak menunjukkan perbedaan penampakan yang signifikan dibandingkan dengan membran kitosan tanpa aditif. Penampakan berbeda pada membran terlihat pada saat konsentrasi nanosilika ditingkatkan 10% dan 15%, terlihat adanya partikel putih tersebar di permukaan membran.

Tabel 6 Karakteristik membran kitosan-nanosilika

aKarakteristik Aditif membran/nanosilika (%) Nafion 117b

0 3 5 10 15

WU (%) 20.44 28.40 25.39 20.20 17.42 19

MU (%) 16.40 25.95 21.45 16.21 13.31 9.6

(33)

19

Membran kitosan-nanosilika dapat digunakan sebagai membran elektrolit dalam sistem bahan bakar apabila memiliki karakteristik membran elektrolit yang umum digunakan. Parameter yang dipersyaratkan antara lain daya serap air/metanol, kapasitas tukar ion, konduktivitas ionik, permeabilitas metanol. Membran elektrolit komersial yang sering digunakan adalah Nafion 117 yang diproduksi oleh Dupont. Nafion 117 memiliki karakteristik yang baik sebagai membran elektrolit namun memiliki kelemahan dalam hal permeabilitas metanol.

Kitosan+nanosilika 0% Kitosan+nanosilika 3% Kitosan+nanosilika 5%

Kitosan+nanosilika 10% Kitosan+nanosilika 15%

Gambar 8 Penampakan membran kitosan dengan aditif nanosilika

Jika dibandingkan dengan Nafion 117, membran yang telah diproduksi memiliki beberapa karakteristik yang lebih baik dari Nafion 117 yaitu nilai KPI dan water/methanol uptake yang nialinya lebih tinggi (Tabel 6). Konduktivitas ionik membran kitosan-nanosilika lebih rendah dibandingkan dengan Nafion 117. Secara umum membran kitosan-nanosilika masih dapat diaplikasikan sebagai membran elektrolit dalam sistem sel bahan bakar walaupun masih diperlukan peningkatan nilai konduktivitas ionik.

Struktur Membran

(34)

20

Tabel 7 Analisis gugus fungsi membran kitosan-nanosilika

Jenis serapan Serapan membran kitosan (cm-1)

0% nanosilika 3% nanosilika 10% nanosilika

Si-O-C - 617.18 624.89

Si-OH - 894.91 902.61

Uluran Si-O-Si - 1072.34 1072.34

Tekukan CH2 1419.50 1411.79 1411.79

CO-NH2 - 1643.23 1643.23

Uluran CH 2877.58 2877.58 2877.58

Uluran OH 3425.33 3471.61 3394.47

Bock dan Su (1970) dalam Music et al. (2011) menyatakan bahwa spektrum IR pada 377, 465, 800, 950, 1100 dan 1190 cm-1 mengindikasikan adanya struktur kristalin dari silika (kristobalit, tridimit, kuarsa). Pada membran kitosan-nanosilika hanya ditemukan adanya spektrum IR pada 956 dan 1100 yang menunjukkan silika yang digunakan memiliki kristalinitas rendah. Berdasarkan analisis XRD yang dilakukan sebelumnya nanosilika yang digunakan memiliki kristalinitas 28% dengan fase kristal dominan kristobalit.

Gambar 9 Spektrum FTIR membran kitosan dengan aditif nanosilika

Daya Serap Air/Metanol

Daya serap air/metanol menggambarkan kemampuan membran untuk mengikat gugus polar. Penggunaan nanosilika sebagai aditif berpengaruh terhadap besar kecilnya daya serap air/metanol membran. Membran kitosan memiliki

(35)

21 kemampuan serap air sebesar 20.44% dan daya serap metanol sebesar 16.40%. Kemampuan membran kitosan untuk menyerap air dan metanol dipengaruhi sifat polimer kitosan yang memiliki gugus hidrofilik sehingga mampu mengikat gugus polar dalam air dan metanol.

Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa penambahan nanosilika berpengaruh signifikan terhadap daya serap air/metanol membran kitosan dibuktikan dengan analisis varian (Lampiran 8). Nanosilika 3% meningkatkan kemampuan membran kitosan menyerap air/metanol. Nanosilika dengan konsentrasi 3% terdispersi baik dalam larutan polimer (kitosan 3% dalam asetat 2%) dan tersebar merata pada permukaan membran. Daya higroskopis silika sangat baik dan ketika partikel silika mengisi pori membran maka air/metanol yang diserap akan lebih banyak. Saat konsentrasi nanosilika ditingkatkan, daya serap air/metanol cenderung turun. Nanosilika dengan konsentrasi lebih dari 3% tidak terdispersi dengan baik dalam larutan polimer dan cenderung terkonsentrasi pada satu titik tertentu pada saat dicetak menjadi lembaran membran. Nanosilika yang terkumpul cenderung menghalangi pori membran sehingga daya serap membran kitosan terhadap air/metanol menurun.

Gambar 10 Daya serap air/metanol membran kitosan dengan aditif nanosilika Membran elektrolit yang baik harus memiliki daya serap air/metanol lebih kecil dari 30% (Smitha et al 2003). Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 8), membran kitosan dengan variasi konsentrasi nanosilika memiliki nilai daya serap air/metanol yang berbeda nyata satu sama lain (α=0.05). Daya serap air/metanol tertinggi dimiliki oleh membran kitosan-nanosilika 3% sedangkan daya serap/air metanol terendah dimiliki oleh membran kitosan. Walaupun terjadi perubahan ketika dilakukan penambahan nanosilika, namun nilai daya serap air/metanol membran kitosan masih dalam kualifikasi membran elektrolit.

0

(36)

22

Kapasitas Penukar Ion

Membran kitosan memiliki kapasitas penukar ion yang rendah yakni sebesar 0.59 meq/gram. Kitosan memiliki gugus NH2 yang akan terprotonisasi dalam air menjadi ion NH3+. Banyaknya ion NH3+ dipengaruhi oleh kemampuan kitosan dalam mengikat proton (H+). Adanya gugus SiO

2 dalam larutan kitosan akan meningkatkan kapasitas penukar ion. SiO2 akan terionisasi membentuk ion Si4+ dan akan meningkatkan nilai tukar ion membran kitosan.

Berdasarkan analisis varian (α=0.05) yang telah dilakukan, adanya nanosilika dalam membran kitosan secara signifikan dapat berpengaruh pada nilai kapaitas penukar ion (Lampiran 9). Penambahan nanosilika 3% dapat meningkatkan kapasitas tukar ion membran kitosan 1.06 meq/gram. Jika konsentrasi nanosilika ditingkatkan sampai 15% cenderung akan menurunkan kapasitas tukar ion membran kitosan hingga 0.43 meq/gram (Gambar 11). Jumlah SiO2 yang terlalu banyak dalam larutan kitosan akan memicu terbentuknya asam silikat yang akan mengganggu terjadinya pertukaran proton pada membran. Selain itu konsentrasi nanosilika yang terlalu tinggi juga cenderung memicu terjadinya aglomerasi partikel dalam larutan polimer sehingga akan mengurangi daya serap air membran. Ion dapat ditranspor jika membran memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan mediumnya dalam hal ini air/metanol. Interaksi yang lebih baik menunjukkan transpor ion yang lebih baik.

0.00

Gambar 11 Kapasitas penukar ion membran kitosan dengan aditif nanosilika

(37)

23

Konduktivitas Ionik

Membran kitosan dalam penelitian ini memiliki konduktivitas ionik yang kurang baik 0.97×10-6 S/cm. Nilai konduktivitas ini dihitung pada saat membran kitosan terhidrasi. Dari beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya, membran kitosan memeng memiliki konduktivitas yang rendah: 2.37×10-7 S/cm (Zulfikar et al. 2009), 3.16×10-7 S/cm (Wafiroh et al. 2014). Ketika dilakukan penambahan nanosilika 3%, konduktivitas ionik meningkat signifikan (α=0.05) sebesar 1.02×10-4 S/cm. Pada saat konsentrasi nanosilika ditingkatkan menjadi 5% konduktivitas membran kitosan meningkat 1.72×10-5 S/cm namun masih lebih rendah daripada membran kitosan dengan nanosilika 3%. Nilai konduktivitas akan semakin menurun (α=0.05) jika konsentrasi aditif yang ditambahkan melebihi 5%. Nilai konduktivitas terendah sebesar 0.43×10-6 S/cm terjadi saat konsentrasi nanosilika yang ditambahkan ke dalam membran kitosan sebesar 15%.

0.97

(38)

24

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nanosilika dapat diproduksi dari abu ketel industri gula dengan metode presipitasi dan kopresipitasi. Nanosilika hasil presipitasi memiliki ukuran partikel yang tidak seragam dengan agregasi antar partikel yang kurang baik. Modifikasi proses presipitasi dengan berbasis polisakarida berupa tepung beras dan bubuk agar terbukti mampu memperbaiki karakteristik nanosilika dengan cara menurunkan ukuran partikel, mengontrol agregasi antar partikel, menurunkan ukuran kristal dan mengubah kristalinitas nanosilika. Tepung beras yang digunakan dalam presipitasi menghasilkan nanosilika dengan karakteristik paling baik, yaitu ukuran partikel 185.45 nm, indeks polidispersitas 0.2540, ukuran kristal 22.44 nm, kristalinitas 28.76% dan morfologi partikel berupa serpihan.

Silika dengan ukuran nano, distribusi ukuran yang baik, kristalinitas rendah dapat diaplikasikan sebagai aditif membran elektrolit berbasis kitosan. Nanosilika yang ditambahkan pada membran kitosan dengan konsentrasi 3% menunjukkan karakteristik paling baik sebagai membran elektrolit dilihat dari parameter daya serap air/metanol, kapasitas penukar ion dan konduktivitas ionik. Daya serap air/metanol membran kitosan-nanosilika 3% sesuai kualifikasi membran elektrolit kurang dari 30%. Kapasitas penukar ion membran kitosan-nanosilika 3% relatif tinggi 1.06 meq/gram lebih tinggi daripada membran berbahan polimer komersil yang sering digunakan berupa Nafion 0.97 meq/gram. Konduktivitas ionik terbaik diketahui sebesar 1.02×10-4 S/cm, masih dalam kategori membran elektrolit dengan konduktivitas ionik rendah namun masih dapat digunakan.

Saran

1) Polisakarida dengan kandungan amilosa lebih tinggi dapat digunakan sebagai agen pendispersi dalam proses presipitasi.

2) Pengamatan terhadap ukuran sol yang terbentuk perlu dilakukan untuk mengetahui mekanisme polisakarida sebagai agen pendispersi dalam proses presipitasi

3) Penggunaan analisis mikroskopi yang lebih baik seperti TEM (Transmission Electron Microscopy) akan memberikan gambaran morfologi dan ukuran individu partikel yang lebih detail.

(39)

25

DAFTAR PUSTAKA

Dewandari KT, Yuliani S, Yasni S. 2013. Ekstraksi dan karakterisasi nanopartikel ekstrak sirih merah (Piper crocatum). Jurnal Pascapanen. 10(2):58-65. Dewi EL. 2008. Produksi dan karakteristik nanokomposit membran abs

tersulfonasi sebagai material polielektrolit. Jurnal nanosains & nanoteknologi. 2(1):27-31.

Hariharan V dan Sivakumar G. 2013. Studies on synthesized nanosilica obtained from bagasse ash. International Journal of ChemTech Research. 5(3):1263-1266.

Hartanto S, Sri H, Lin M, dan Latifah. 2007. Pengaruh silika pada membran elektrolit berbasis polieter eter keton. Jurnal Sains Material Indonesia 8(3):205-208.

Haryono A, Restu WK, Harmani SB. 2012. Preparasi dan karakterisasi nanopartikel alumina fosfat. Jurnal Sains Materi Indonesia. 14(1):51-55. Hernawati NS, Indarto DP. 2010. Pabrik silika dari abu ampas tebu dengan proses

presipitasi [tugas akhir]. Surabaya(ID):Institut Teknologi Surabaya.

Ismayana A. 2014. Perancangan peoses co-composting dan nanoteknologi untuk penanganan limbah padat industri gula [disertasi]. Bogor(ID): Insitut Pertanian Bogor.

Khalil HPSA, Fizree HM, Jawaid M, dan Alattas OS. 2011. Preparation and characterization of nano-structured materials from oil palm ash: a bio-agricultural waste from oil palm mill. BioResources 6(4):4537-4546. Le VH, Thuc CNH, Thuc H. 2013. Synthesis of silica nanoparticles from

Vietnamese rice husk by sol–gel method. Nanoscale Research Letters. 8(58):1-10.

Manful JT, Grimm CC, Gayin J, Coker RD. Effect of variable porboiling on cristallinity of rice samples. Cereal Chem. 85(1):92-95.

Music S, Filipovic-Vincenkovic N, Sekovanic L. 2011. Precipitation of amorphous SiO2 particles and their properties. Brazilian Journal of Chemical Engineering. 28(1):89-94.

Nawawi MA, Mastuli MS, halim NHA, Abidin NAZ. 2013. Synthesis of alumina nanoparticles using agarose template. IJEIT. 3(1):337-340.

Nidhin M, Indumathy R, Sheeram KJ, Nair BU. 2008. Synthesis of iron oxide nanoparticles of narrow size distribution on polysaccharide template. Bull mater Sci. 31(1):93-96.

Paul KT, Satpathy SK, Manna L, Chakraborty KK, Nando GB. 2007. Preparation and characterization of nano structured materials from fly ash: a waste from thermal power station, by high energy ball milling. Nanoscale Res Lett 2:397–404.

Popovic J, Tkalcec E, Grzeta B, Kurajica S, Schmauch J. 2007. American Mineralogist Database. 92:408-411.

(40)

26

Pramono E, Prabowo PSA, Purnawan C, Wulansari J. 2012. Pembuatan dan karakterisasi kitosan vanilin sebagai membran polimer elektrolit. ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia. 8(1):73-81.

Pukird S, Chamninok P, Samran S, Kasian P, Noipa K, dan Chow L. 2009. Synthesis and characterization of SiO2 nanowires prepared from rice husk ash. Journal of metals, material, and mineral. 19(2): 33-37.

Rafiee E, Shahebrahimi S. 2012. Nano silica with high surface area from rice husk as a support for 12-tungstophosphoric acid: an efficient nano catalyst in some organic reactions. Chinese Journal of Catalysis 33(8): 1326-1333. Ramimogadham D, Hussein MZB, Taufiq-Yap YH. 2013. Hydrothermal

synthesis of zinc oxide nanoparticles using rice as soft biotemplate. Chemistry Central Journal. 7(136):1-10.

Sembiring S, Karo-Karo P. 2007. Pengaruh suhu sintering terhadap karakteristik termal dan mikrostruktur silika sekam padi. J Sain MIPA. 13(3):233-239. Siswanto, Hamzah M, Mahendra A, Fausiah. 2012. Perekayasaan nanosilika

berbahan baku silika lokal sebagai filler kompon karet rubber air bag peluncur kapal dari galangan. Disajikan dalam Prosiding InSINas 29-30 November 2012.

Smitha B, Sridhar S, Khan AA. 2003. Synthesis and characterization of proton conducting polymer membranes for fuel cells. Journal of Membran Science. 225:63-76.

Suka IW, Simanjuntak W, Dewi EL. 2010. Pembuatan membran polimer elektrolit berbasis polistiren akrilonitril (san) untuk aplikasi direct methanol fuel cell. Jurnal Natur Indonesia. 13(1):1-6

Thuadaij N, Nuntiya A. 2008. Preparation of nanosilica powder from rice husk ash by precipitation method. Chiang Mai J. Sci. 35(1):206-211.

Visinescu D, Tirsoaga A, Patrinoiu G, Tudose M, Paraschiv C, Ianculescu A, Carp O. 2010. Green synthetic strategies of oxide materials:polysaccharides-assisted synthesis. Rev Roum Chim. 55(11-12):1017-1026.

Wafiroh S, Widati AA, Setyawati H, Buono GP. 2014. Synthesis and characterization of hybrid zeolite, a chitosan sulfonated membrane for proton exchange membrane fuel cell (PEMFC). J. Chem. Pharm. Res. 6(9):71-76.

Zulfikar M. Ali, Wahyuningrum D dan Berghuis N.T. 2009. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap sifat membran komposit kitosan-silika untuk sel bahan bakar, Prosiding Seminar Kimia Bersama UKM-ITB VIII Bandung.

(41)

27

Abu bagasse 10 gram

Boiling (80 ml NaOH 2.5 N) 3 jam

Penyaringan Padatan

Filtrat

Titrasi H2SO4 sampai pH 2

Titrasi NH4OHsampai pH 7

Aging 3.5 jam

Pengeringan 105°C 20 jam

(42)

28

Casting

Kitosan 1.5 %

Stirring dengan nanosilika

(0, 3, 5, 10, 15 % b/b)

Ultrasonik 30’

Membran elektrolit Pengeringan 40°C Silika murni

15 gram

Hidrolisis dalam 100 ml HCl 3N 6 jam

Penyaringan Filtrat

Endapan ± 1 g

Pencucian sampai pH 7

Stirring dalam

NaOH 2.5 N 8 jam

Titrasi H2SO4 sampai

pH netral

Pengeringan 50°C 48 jam Pencucian

Pengabuan 700°C 4 jam

Nanosilika

Agen pendispersi 25% (b/b) silika

(43)

29 Lampiran 3 Hasil analisis distribusi ukuran nanosilika dengan PSA

(44)
(45)
(46)

32

Lampiran 4 Penentuan daya serap air membran kitosan-nanosilika

*Membran Ulangan Bobot membran serap air Daya

(%) Rata-rata Kering

(gram)

Basah (gram)

Chi 1 0.0066 0.0083 21.0174 20.4444

2 0.0075 0.0094 20.2128 3 0.0078 0.0097 20.1031

Chi+nS3% 1 0.0081 0.0113 28.2877 28.3977

2 0.0070 0.0098 28.4254 3 0.0084 0.0117 28.4799

Chi+nS5% 1 0.0092 0.0123 25.3089 25.3924

2 0.0096 0.0129 25.3876 3 0.0078 0.0104 25.4808

Chi+nS10% 1 0.0095 0.0119 20.1681 20.1997

2 0.0118 0.0147 20.0680 3 0.0099 0.0124 20.3629

Chi+nS15% 1 0.0174 0.0210 17.2619 17.4176

2 0.0106 0.0129 17.6357 3 0.0100 0.0121 17.3554

*)Chi: kitosan; nS:nanosilika

Contoh perhitungan:

Penentuan daya serap air membran kitosan ulangan ke-1

Daya serap =WbasahW-Wkering

kering ×100%

(47)

33 Lampiran 5 Penentuan daya serap metanol membran kitosan-nanosilika

*Membran Ulangan

Bobot membran Daya serap metanol

(%)

Rata-rata Kering

(gram)

Basah (gram)

Chi 1 0.0085 0.0099 16.4706 16.4018

2 0.0086 0.0100 16.2791 3 0.0079 0.0092 16.4557

Chi+nS3% 1 0.0075 0.0095 26.0000 25.9548

2 0.0074 0.0093 26.0339 3 0.0074 0.0093 25.8305

Chi+nS5% 1 0.0100 0.0121 21.2000 21.4515

2 0.0098 0.0119 21.6410 3 0.0093 0.0112 21.5135

Chi+nS10% 1 0.0114 0.0132 16.2901 16.2125

2 0.0105 0.0122 16.1619 3 0.0103 0.0119 16.1854

Chi+nS15% 1 0.0133 0.0150 13.2075 13.3065

2 0.0133 0.0150 13.2075 3 0.0146 0.0166 13.5043

*)Chi: kitosan; nS:nanosilika

Contoh perhitungan:

Penentuan daya serap metanol membran kitosan ulangan ke-1

Daya serap =WbasahW-Wkering

kering ×100%

(48)

34

Lampiran 6 Penentuan kapasitas penukar ion membran kitosan-nanosilika

*Membran membran Bobot (gram)

Volume NaOH

M NaOH

KPI (meq/gram)

Rata-rata (meq/gram)

Chi 0.24 3.0 0.05 0.63 0.59

0.24 2.7 0.05 0.56

0.24 2.8 0.05 0.58

Chi+nS3% 0.28 6.0 0.05 1.07 1.06

0.22 4.6 0.05 1.05

0.22 4.7 0.05 1.07

Chi+nS5% 0.20 3.6 0.05 0.90 0.86

0.28 4.6 0.05 0.82

0.28 4.6 0.05 0.82

Chi+nS10% 0.25 2.5 0.05 0.50 0.53

0.28 3.0 0.05 0.54

0.25 2.7 0.05 0.54

Chi+nS15% 0.36 3.0 0.05 0.42 0.43

0.30 2.6 0.05 0.43

0.30 2.6 0.05 0.43

*)Chi: kitosan; nS:nanosilika

Contoh perhitungan:

Penentuan kapasitas penukar ion membran kitosan ulangan ke-1

(49)

35 Lampiran 7 Penentuan konduktivitas ionik membran kitosan-nanosilika

*Membran Konduktans

(S) (/cm) L/A Konduktivitas (×10-6 S/cm) (×10Rata-rata -6 S/cm)

Chi 1.23×10-3 0.0008 0.9814 0.9724

1.22×10-3 0.0008 0.9761 1.20×10-3 0.0008 0.9597

Chi+nS3% 1.28×10-1 0.0008 102.7624 102.9408 1.30×10-1 0.0008 103.6216

1.28×10-1 0.0008 102.4384

Chi+nS5% 2.16×10-2 0.0008 17.2422 17.2161

2.15×10-2 0.0008 17.2025 2.15×10-2 0.0008 17.2035

Chi+nS10% 1.96×10-3 0.0008 1.5692 1.5540

1.96×10-3 0.0008 1.5647 1.91×10-3 0.0008 1.5280

Chi+nS15% 5.41×10-4 0.0008 0.4327 0.4325

5.40×10-4 0.0008 0.4320 5.41×10-4 0.0008 0.4328 *)Chi: kitosan; nS:nanosilika

Contoh perhitungan:

Penentuan kapasitas penukar ion membran kitosan ulangan ke-1

(50)

36

Lampiran 8 Analisis varian dan uji lanjut data daya serap air/metanol

Anova daya serap air α=0.05

SS df MS F Sig.

Between

Groups 235.235 4 58.809 899.844 .000

Within Groups .654 10 .065

Total 235.888 14

Uji Duncan daya serap air

Konsentrasi N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

0.15 3 17.4177

0.10 3 20.1997

0.00 3 20.4444

0.05 3 25.3924

0.03 3 28.3977

Sig. 1.000 .268 1.000 1.000

Anova daya serap metanol α=0.05

SS df MS F Sig.

Between

Groups 302.271 4 75.568 3.474E3 .000

Within Groups .217 10 .022

Total 302.488 14

Uji Duncan daya serap metanol

Konsentrasi N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

0.15 3 13.3064

0.10 3 16.2125

0.00 3 16.4018

0.05 3 21.4515

0.03 3 25.9548

(51)

37 Lampiran 9 Analisis varian dan uji lanjut data kapasitas penukar ion

Anova α=0.05

SS df MS F Sig.

Between

Groups .810 4 .202 244.907 .000

Within Groups .008 10 .001

Total .818 14

Uji Duncan

Konsentrasi N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5

0.15 3 .4267

0.10 3 .5267

0.00 3 .5900

0.05 3 .8467

0.03 3 1.0633

(52)

38

Lampiran 10 Analisis varian dan uji lanjut data konduktivitas ionik

Anova α=0.05

SS df MS F Sig.

Between

Groups 23595.756 4 5898.939 7.865E4 .000

Within Groups .750 10 .075

Total 23596.506 14

Uji Duncan

Konsentrasi N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5

0.15 3 .4325

0.00 3 .9724

0.10 3 1.5540

0.05 3 17.2161

0.03 3 1.0294E2

Gambar

Tabel 1 Karakteristik abu ketel
Gambar 2 Peran ganda pati dalam produksi nanopartikel (Visinescu et al. 2010)
Gambar 3 Mekanisme kerja agarosa dan agaropektin dalam produksi nanosilika
Gambar 4 Pola difraksi nanosilika hasil presipitasi
+7

Referensi

Dokumen terkait