• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Nanosilika dari Abu Ketel Industri Gula Mengguakan Metode Ko-presipitasi dengan Template Pati.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sintesis Nanosilika dari Abu Ketel Industri Gula Mengguakan Metode Ko-presipitasi dengan Template Pati."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS NANOSILIKA DARI ABU KETEL INDUSTRI

GULA MENGGUNAKAN METODE KO-PRESIPITASI

DENGAN TEMPLATE PATI

NOVI DIAN RURI ERLINDA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Nanosilika dari Abu Ketel Industri Gula Menggunakan Metode Ko-presipitasi dengan Template Pati adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

NOVI DIAN RURI ERLINDA. Sintesis Nanosilika dari Abu Ketel Industri Gula Mengguakan Metode Ko-presipitasi dengan Template Pati. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI dan ANDES ISMAYANA,

Abu ketel merupakan salah satu hasil samping industri gula yang belum banyak dimanfaatkan. Abu ketel memiliki kandungan silika yang dapat dimanfaatkan sebagai nanosilika. Tujuan penelitian ini adalah sintesis nanosilika dari abu ketel menggunakan metode ko-presipitasi dengan template pati, mengetahui pengaruh template tapioka dan maizena terhadap karakteristik nanosilika, dan memberikan informasi terkait aplikasi yang sesuai. Tahapan penelitian terdiri dari empat tahap yaitu preparasi abu ketel, sintesis silika, sintesis nanosilika, dan karakterisasi nanosilika. Abu ketel mengandung 49,69% silika dan setelah mengalami proses pengabuan pada suhu 7000 C mengandung

78,75% silika. Nanosilika memiliki karakteristik multifase terdiri dari fase quarts, tridimit, dan kristobalit dengan fase dominan kristobalit. Kristalinitas tertinggi nanosilika sebesar 82,070% pada perlakuan tanpa penambahan template dan terendah 49,063% pada penambahan maizena 33,33% (b/b). Kandungan amilosa pada pati memberikan kontribusi pada penurunan kristalinitas nanosilika. Ukuran partikel nanosilika paling homogen diperoleh dengan penambahan maizena yang ditunjukkan oleh PDI (particle dispertion index) dibawah 0,1. Pengamatan dengan SEM menunjukkan morfologi partikel adalah poligonal dan terlihat menyebar. Secara umum penggunaan template pati mampu menggeser distribusi ukuran partikel semakin kecil, kristalinitas semakin kecil, dan ukuran kristal yang semakin kecil. Karakter nanosilika yang dihasilkan dengan penggunaan template pati sesuai untuk aplikasi sebagai silika-polimer nanokomposit dan bahan pengisi untuk penguat keramik.

Kata kunci: abu ketel, ko-presipitasi, nanosilika, pati

ABSTRACT

NOVI DIAN RURI ERLINDA. Synthesis Nanosilica from Boiler Ash of Sugar Industry using Co-precipitation Method with Starch as a Template. Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI and ANDES ISMAYANA.

(6)

after the furnace at a temperature of 7000 C the furnace ash containing 78,75%

silica. Characteristics of nanosilika was multiphase consist of quartz, tridimit, and krisrobalit phase with cristobalite as the predominant phase.The most high crystallinity of nanosilika was 82,070% at treatment without addition of the template and the smallest crystallinity was 49,063% on addition corn starch at 33,33%. Starch contain of amylose that have contributed on decreasing cristalinity of nanosilica. Particle size of nanosilika was more homegen with the addition of corn starch when PDI’s number was above 0,1. Observation by SEM showed that the particle has polygonal form and looks spreads. Commonly, the effect of starch as a template was decreased the particle size, distrubution of particle, cristalinity, and cristal size. Characteristic of nanosilika that produced

by starch’s template can aplicate as a silica-polymer nanocomposit and as a filler

for ceramic’s material.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

SINTESIS NANOSILIKA DARI ABU KETEL INDUSTRI

GULA MENGGUNAKAN METODE KO-PRESIPITASI

DENGAN TEMPLATE PATI

NOVI DIAN RURI ERLINDA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah pengolahan limbah padat industri gula, dengan judul Sintesis Nanosilika dari Abu Ketel Industri Gula Menggunakan Metode Ko-presipitasi dengan Template Pati.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti dan Dr Ir Andes Ismayana MT selaku pembimbing, serta Dr Ir Titi Candra Sunarti M Si dan Wahyu Kamal Setiawan S Tp M Si yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada segenap staf Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Laboratorium Biomaterial Membran Departemen Fisika, rekan satu pembimbingan, serta teman-teman TIN 48, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 3

METODE 3

Bahan 3

Alat 3

Prosedur Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kandungan Senyawa Silika pada Abu Ketel dan Abu Furnace 7

Karakteristik Nanosilika 9

Pola Difraksi Sinar X 9

Derajat Kritalinitas Nanosilika 11

Ukuran Kristal Nanosilika 13

Distribusi Ukuran Partikel Nanosilika 14

Gugus Fungsi Nanosilika 16

Morfologi Nanosilika 18

Perbandingan Nanosilika dengan Template dan Nanosilika Tanpa Template 19

Aplikasi Nanosilika yang Sesuai 20

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

(12)

DAFTAR TABEL

1. Kandungan senyawa abu ketel dan abu furnace PG Gunung Madu Plantation 8 2. PDI (Particle Dispertion Index) dan rata-rata ukuran partikel nanosilika 15 3. Perbandingan karakteristik nanosilika dengan dan tanpa template 20

DAFTAR GAMBAR

1. Prosedur preparasi abu ketel 4

2. Prosedur ekstraksi silika 5

3. Prosedur sintesis nanosilika dengan penambahan template pati 6 4. Hasil analisa fase nanosilika dengan template tapioka 9 5. Hasil analisa fase nanosilika dengan template maizena 11 6. Pengaruh jenis dan bobot template terhadap kristalinitas nanosilika 12 7. Pengaruh jenis dan bobot template terhadap ukuran kristal nanosilika 13 8. Peran ganda pati dalam produksi nanopartikel (visinescu et al. 2010) 14

9. Distribusi ukuran partikel nanosilika menggunakan template (a) pati (b)

(b) maizena 16

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan teknologi di era globalisasi sangat pesat, termasuk diantaranya adalah teknologi nano. Nanosilika sebagai salah satu contoh produk teknologi nano yang banyak diaplikasikan di industri ban, karet, bangunan, cat, kosmetik, elektronik, dan keramik ( Izzati at al 2013 ). Senyawa silika di alam ditemukan dalam beberapa bahan alam seperti pasir, kuarsa, bebatuan dan sebagainya (Sulastri dan Kristianingrum 2010). Senyawa silika juga dapat ditemukan pada limbah biomassa seperti abu sekam padi dan abu ketel. Indonesia merupakan negara penghasil gula tebu dengan tingkat produksi mencapai 2.554,70 ton pada tahun 2013 ( BPS 2014a ). Tingginya produksi gula tebu akan diikuti oleh tingginya pembentukan limbah, salah satunya berupa abu ketel.

Abu ketel merupakan hasil dari proses pembakaran ampas tebu. Industri gula menghasilkan abu ketel kira-kira 1,5-2% dari total berat tebu yang digiling (Ismayana 2014). Abu ketel terbentuk melalui proses pembakaran ampas tebu pada suhu 550°-600°C selama 4-8 jam. Saat ini, pemanfaatan limbah abu ketel masih terbatas pada tambahan pupuk organik, penutup jalan rusak, dan urugan tanah longsor (Ismayana 2014). Sisa pembakaran ampas tebu memiliki kandungan mineral yang tinggi dan didominasi oleh silika yaitu sebanyak 55,5% dan sisanya merupakan oksida logam K, Mg, Na, Fe, dan Al (Hanafi dan Nandang 2010).

Saat ini telah banyak penelitian yang berhasil mensintesis nanosilika dengan bahan dasar limbah agroindustri, diantaranya berasal dari limbah abu ketel industri gula. Harihan dan Sivakumar (2013) berhasil mensintesis nanosilika dari abu ketel menggunakan metode sol-gel dan menghasilkan nanosilika yang memiliki struktur amorf dan berukuran 90 nm. Secara garis besar, sintesis nanopartikel dapat dilakukan dengan metode top down (fisika) dan bottom up (kimia) (Fernandez 2011).

(14)

2

Polisakarida merupakan salah satu jenis bahan yang dapat digunakan sebagai template pada sintesis nanopartikel. Ramimogadham et al. (2013) berhasil mensintesis nanopartikel ZnO menggunakan template beras dan mampu menggeser distribusi ukuran partikel menjadi lebih kecil. Polisakarida lain yang juga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai template adalah pati. Pati memiliki dua konstituen berbeda yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa tersusun atas rantai linear di mana monomer glukosa bergabung melalui ikatan α-1,4 glikosidik dan amilopektin tersusun atas rantai bercabang dimana unit glukosa dihubungkan oleh α-1,4 dan 1,6-α ikatan glikosidik. Konstituen amilosa dan amilopektin ini berkontribusi pada karakteristik ukuran nanopartikel ( Visinescu 2010 ). Salah satu jenis pati yang banyak ditemui di Indonesia adalah pati ubu kayu ( tapioka ) dan pati jagung (maizena). Hasil penelitian yang telah dilakukan Zaini at al (2011) mengenai produksi nanowire adalah penambahan tapioka menghasilkan nanowire dengan ukuran homogen. Pemilihan tapioka dan maizena sebagai template dikarena memiliki perbedaan karakteristik cukup besar terkait viskositas, ukuran granula, serta konsentrasi amilosa, amilopektin, dan komponen minor.

Perumusan Masalah

Nanosilika sebagai bahan oksida alam memiliki banyak potensi pemanfaatan, namun masih terkendala dengan ukuran yang tidak homogen. Oleh sebab itu diupayakan untuk memperoleh nanosilika dengan ukuran yang homogen melalui penambahan template pati. Konsentrasi template pati mampu memberikan pengaruh terhadap karakteristik nanosilika.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan sintesis nanosilika dari abu ketel industri gula melalui metode ko-presipitasi. Mengetahui pengaruh dari penambahan template tapioka dan maizena terhadap karakteristik nanosilika yang dihasilkan. Serta menentukan aplikasi yang cocok dari nanosilika yang dihasilkan.

Manfaat Penelitian

(15)

3 industri gula dalam upaya memperbaiki karakteristik nanosilika yang dihasilkan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini meliputi sintesis partikel nanosilika dari abu ketel industri gula dengan metode ko-presipitasi template pati dengan skala laboratorium. Karakterisasi nanosilika meliputi ukuran partikel, polidispersitas, kristalinitas, dan ukuran kristal, serta gugus fungsi nanosilika.

METODE

Bahan

Bahan yang digunakan adalah abu ketel yang diperoleh dari Pabrik Gula Gunung Madu Plantation (GMP), natrium hidroksida (Merck/Teknis), kertas saring, asam sulfat (Merck/PA), amonium hidroksida (Merck/PA), asam klorida (Merck/PA), kertas saring Whatmaan 42, kertas pH, aquades, tapioka dan maizena.

Alat

Peralatan yang digunakan meliputi tanur (furnace), peralatan refluks, magnetic stirrer, magnet, pengering oven, pH meter, penyaring vakum, kompor listrik. Peralatan analisis terdiri dari PSA (Particle Size Anayzer) Vasco, XRF (X-Ray Fluorescence) ARL OPTX-2050, XRD (X-Ray Diffractometer) GBC Emma, FTIR (Fourier Transform Infrared) Tensor 37 (Bruker Optics), SEM (Scanning Elecron Microscopy) ZEISS Type EVO MA 10.

Prosedur Penelitian

Preparasi Abu Ketel

(16)

4

untuk menyeragamkan ukuran. Abu yang telah disaring kemudian diabukan pada suhu 700 ˚C selama 6 jam menggunakan tanur (Thuadaij dan Nuntiya 2008). Proses preparasi abu ketel dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Prosedur preparasi abu ketel

Pengujian Abu Ketel dan Abu Furnace

Kandungan persenyawaan dan unsur dari abu ketel dan abu furnace dianalisis menggunakan XRF (X-Ray Fluorescence) ARL OPTX-2050 yang dioperasikan dengan arus 10 mA dan tegangan 50 kV. Sebanyak 5 g sampel akan dipindai dan dikalibrasikan sesuai energi dan intensitasnya. Analisis unsur dari Na hingga U menggunakan detektor Si (Li) (Sintilation).

Ekstraksi Silika

Sebanyak 10 g abu furnace diekstrak menggunakan NaOH 2,5 N 80 ml selama 3 jam dengan suhu 80-100 oC kemudian didinginkan. Pemisahan

filtrat (silika) dengan ampas dilakukan melalui penyaringan. Selama proses penyaringan ampas dicuci menggunakan air panas untuk mengoptimalkan filtrat yang diperoleh. Kemudian dengan menggunakan magnetic stirrer secara kontinyu ditambahkan dengan H2SO4 5 N hingga pH menjadi 2 dan

dilanjutkan penambahkan NH4OH 2,5 N hingga pH menjadi 8,5. Setelah

Mulai

Abu Ketel

Sortasi dan Penyaringan

Pengabuan

Abu Furnace

Selesai

Abu Ketel Seragam

(17)

5 diperoleh bentuk sol, kemudian dibiarkan dalam suhu ruang selama 3,5 jam dan dikeringkan pada suhu 105 ˚C selama 12 jam (Thuadaij dan Nuntiya 2008; Ismayana 2014; Setiawan 2015). Proses sintesis silika dari abu furnace dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Prosedur ekstraksi silika

Sintesis Nanosilika

Silika yang telah diperoleh atau diekstrak dari abu furnace dilakukan refluks dengan HCl 3 N selama 6 jam. Setelah itu dilakukan penyaringan dengan pompa vakum untuk memisahkan filtrat dan padatannya. Padatan yang diperoleh dicuci dengan akuades hingga netral kemudian dikeringkan. Setelah kering, padatan dilarutkan dalam NaOH 2,5 N menggunakan magnetic stirrer selama 8 jam dan 1 jam setelah stirer ditambahkan template berupa tapioka dan maizena dengan perbandingan template:silika 1:2, 1:4, 1:6 atau setara dengan 33,33; 20,00; 14,29 (%b/b). Setelah itu dilakukan proses presipitasi dengan ditambahkan H2SO4 5N hingga pH menjadi 8.

Bahan kemudian dicuci dengan akuades hangat. Setelah itu, dibiarkan pada suhu 60 oC selama 3 jam, kemudian dikeringkan menggunakan oven pada

suhu 105 ˚C. Selanjutnya diabukan dengan tanur 700°C selama 4 jam (Thuadaij dan Nuntiya 2008; Ismayana 2014; Setiawan 2015). Proses sintesa nanosilika dapat dilihat pada Gambar 3.

Mulai

10 g Abu Furnace

Ekstraksi

Penyaringan

NaOH 2,5 N

Presipitasi

NH4OH 2,5 N H2SO4 5 N

Air Panas

Aging Pengeringan

Silika Selesai Filtrat

(18)

6

Gambar 3 Prosedur sintesis nanosilika dengan penambahan template pati

Karakterisasi Nanosilika

Pengujian terhadap ukuran dan distribusi ukuran partikel nanosilika dilakukan menggunakan Vasco Particle Size Analyzer. Sebanyak 0,02 g bubuk nanosilika didispersikan dalam akuades dan diputar dengan magnetic stirrer selama 15 menit. Pemindaian partikel nanosilika dilakukan dengan PSA selama 2-5 menit.

Analisis XRD (X-Ray Diffraction) dilakukan untuk mengetahui pola difraksi, ukuran kristal, fase kristal, dan derajat kristalinitas. XRD (X-Ray Diffraction) GBC Emma dioperasikan pada 35 kV dan 25 mA. Radiasi menggunakan Cu-Kα dengan panjang gelombang (λ) 1,54056 Å. Difraktogram dipindai mulai 10˚ sampai 80˚ (2θ) dengan laju pemindaian 3˚ per menit. Pengujian gugus fungsi nanosilika dilakukan menggunakan FTIR

(19)

7 (Fourier Transform Infrared). Sebanyak 2 mg sampel ditambahkan 200 mg KBr untuk dibentuk menjadi pellet dan dianalisis menggunakan FTIR Tensor 37 (Bruker Optics). Pengujian morfologi partikel dan unsur penyusun bahan dilakukan menggunakan SEM ZEISS Type EVO MA 10. Sedikit sampel diambil dan diletakkan pada plat logam dan dilakukan pemompaan, untuk selanjutnya dilapisi emas dan dipindai dengan perbesaran mulai 100 kali hingga 10 000 kali.

Analisis dan Pengolahan Data

Analisis dan pengolahan data yang diperoleh dilakukan menggunakan metode deskriptif terhadap hasil uji PSA, FTIR, dan XRD. Perhitungan derajat kristalinitas menggunakan software PowderX dan ukuran kristal menggunakan persamaan Scherrer.

� =� ������

Dimana k merupakan konstanta Scherrer (0,9), λ adalah panjang gelombang Cu-Kα (0,154056 nm), β merupakan Full Width at Half Maximum

(FWHM) dan θ adalah sudut fase. Fase kristal diidentifikasi dan dihitung

kemurniannya dengan kartu PDF (Powder Diffraction File) menggunakan software Match! 2. PDF [96-900-0076] merupakan kartu PDF dari fase quartz. PDF 900-0521] merupakan kartu PDF dari fase tridimit dan PDF [96-900-1579] merupakan kartu PDF dari fase kristobalit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Senyawa Silika pada Abu Ketel dan Abu Furnace

Abu ketel merupakan hasil perubahan kimiawi akibat pembakaran ampas tebu murni. Ampas tebu dapat digunakan sebagai bahan bakar ketel dan dapat memanaskan hingga mencapai suhu 5500 – 6000 C selama 4-8 jam

(Hernawati dan Indarto 2010). Pada proses pembakaran ampas tebu semua bahan organik diubah menjadi gas CO2 dan H2O serta meninggalkan abu

(20)

8

Abu ketel diperoleh dari Pabrik Gula Gunung Madu Plantation (GMP). Pabrik GMP menghasilkan ampas tebu sebesar 30–34% dari total tebu yang digiling dan sebagian besar dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan pakan ternak, serta sebanyak 27% bagasse digunakan sebagai bahan bakar ketel (boiler). Pembakaran abu ketel di pabrik ini menghasilkan 1,5–2% abu ketel dari total tebu yang digiling. Abu ketel yang dihasilkan ini belum dimanfaatkan secara optimal dan hanya digunakan sebagai bahan tambahan pupuk organik. Hasil uji terhadap abu ketel dan abu furnace pabrik GMP menggunakan XRF disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan senyawa abu ketel dan abu furnace PG Gunung Madu Plantation

Kandungan senyawa tertinggi pada abu ketel pabrik GMP hasil uji XRF adalah silika (SiO2) yaitu sebesar 49,69%. Nilai ini tidak berbeda jauh dengan

hasil penelitian Hanafi dan Nandang (2010), dimana kandungan silika abu ketel mencapai 55,5%. Tingginya silika pada abu ketel ini dapat ditingkatkan nilai tambahnya melalui pemanfaatan untuk produksi nanosilika.

Upaya peningkatan kemurnian silika pada abu ketel ini dilakukan melalui pembakaran menggunakan tanur pada suhu ±700°C selama 6 jam. Melalui pembakaran suhu tinggi maka komponen organik pada abu ketel akan hilang sehingga hanya akan tersisa komponen mineral. Beberapa komponen anorganik dengan titik lebur kurang dari 7000C akan mengalami penurunan

jumlah atau bahkan hilang. Karakteristik abu ketel berubah setelah dilakukan pembakaran. Secara visual abu ketel pabrik GMP adalah berwarna hitam dengan tekstur kasar dan setelah mengalami proses pengabuan warna abu berubah menjadi coklat keputihan dengan tekstur halus. Hal ini menandakan telah hilangnya unsur karbon pada bahan.

Hasil karakterisasi abu furnace menunjukkan terjadi peningkatan kandungan silika sebesar 29,06 %. Hal ini mengindikasi penurunan dan hilangnya komponen lain yang menyebabkan kadar silika meningkat. Senyawa Fe2O3 dan SiO2 memiliki titik lebur tinggi yaitu pada suhu 1535 ˚C

dan 1414 ˚C sehingga tidak mengalami penurunan jumlah akibat pengabuan

suhu 700 ˚C (Bauccio 1993). Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa

senyawa Al2O3,K2O, MgO, CaO, dan TiO2 mengalami penurunan persentase.

Sedangkan senyawa P2O5, SO3 dan Na2Otidak terdeteksi pada abu furnace.

(21)

9

44.19 ˚C, 115,2 ˚C, 97,8 ˚C secara berturut-turut (Bauccio 1993). Senyawa

Al2O3, K2O, CaO, dan MgO memiliki titik lebur pada 660,45 ˚C, 350 ˚C , 840

˚C, dan 649 ˚C secara berturut-turut (Bauccio 1993).

Karakteristik Nanosilika

Pola Difraksi Sinar X

Analisa menggunakan XRD menghasilkan pola difraksi lengkap dengan intensitas pada 2θ. Besar intensitas pada 2θ digunakan untuk menentukan pola difraksi dan fase kristal. Setiap senyawa memiliki kemunculan di 2θ yang khas akibat spesifitas bidang pantul pada setiap fase berbeda. Silika dengan sifat kristalin memiliki banyak fase dengan fase dominan quartz, kristobalit, dan tridimit. Di alam silika terdapat dalam fase amorf terhidrat yang dapat menyusun atom atomnya menjadi silika kristalin. Pola difraksi nanosilika dengan penambahan template tapioka 33,33% menunjukkan intensitas tertinggi pada 2θ 22,0110. Intensitas tertinggi pada

template tapioka 20,00% berada pada 2θ 22,0580. Perlakuan penambahan template tapioka 14,29% menghasilkan intensitas tertinggi pada 2θ 21,9660. Berdasarkan uraian ini terlihat bahwa perlakuan konsentrasi template tapioka memberikan trend yang sama terhadap 2θ tertinggi yaitu berada pada kisaran 22,000. Hasil analisa fase nanosilika dengan template tapioka lebih jelasnya

dapat dilihat pada Gambar 4.

(22)

10

Nilai 2θ tertinggi dari ketiga jenis perbandingan template dan silika menunjukkan fase kristobalit dengan kemurnian fase diatas 99%.. Fase kristobalit mendominasi multifase nanosilika dari semua perlakuan konsentrasi, hal ini juga ditunjukkan oleh peak tertinggi pada 2θ 22,000 yang pada kartu PDF menunjukkan fase kristabolit. Dominasi fase kristobalit menunjukkan bahwa nanosilika memiliki kestabilan termal yang baik secara kualitatif (Sembiring dan Karo-Karo 2007). Fase kristobalit tertinggi dihasilkan pada perlakuan penambahan template tapioka 33,33% yang menunjukkan kestabilan termal terbaik. Pola difraksi nanosilika pada tiap taraf perlakuan konsentrasi template tapioka menghasilkan intensitas tertinggi pada penambahan template 33,33%, intensitas di 2θ menurun seiring dengan penurunan jumlah penambahan template. Hal ini disebabkan penambahan tapioka akan menyebabkan adanya modifikasi permukaan pada nanosilika, dimana gugus silanol akan berikatan dengan gugus hidroksil pada amilosa. Proses modifikasi ini menyebabkan adanya kontribusi amilosa terhadap kristalinitas nanosilika dan menyebabkan intensitas yang ditunjukkan semakin menurun seiring meningkatnya jumlah gugus silanol yang berikatan dengan gugus hidroksil dari pati.

Nanosilika hasil ko-presipitasi dengan penambahan template maizena menunjukkan fase silika memiliki karakter multifase yang terdiri dari fase kristobalit, quartz, tridimit (Gambar 5). Perlakuan perbandingan template maizena 33,33% menghasilkan peak 2θ tertinggi terdapat pada 22,4750 dan berdasarkan kecocokan dengan kartu PDF menunjukkan fase kristabolit mendominasi fase kristal dengan presentase 83,353 fase kristal silika. Penggunaan perbandingan template maizena 20,00% menghasilkan peak 2θ tertinggi terdapat pada 22,0770 dimana pada kartu PDF menunjukkan fase

kristobalit. Fase kristal dominan pada perlakuan ini adalah fase kristobalit dengan prosentase 62,630% kristal silika. Sedangkan pada perlakuan perbandingan template maizena 14,29% dihasilkan intensitas 2θ tertinggi pada 22,0090 yang menunjukkan fase kristobalit dengan presentase 79,877%

kristal silika. Berdasarkan ketahan termal maka perlakuan perbandingan maizena terbaik adalah 33,33% dan 14,29% dengan fase dominan kristobalit tertinggi. Pola difraksi nanosilika pada tiap taraf perlakuan konsentrasi template maizena menghasilkan intensitas tertinggi pada penambahan template 14,29%, intensitas di 2θ meningkat seiring dengan penurunan jumlah penambahan template.

Secara umum penambahan template tapioka dan maizena pada nanosilika mengasilkan pola difraksi dengan intensitas tertinggi pada 2θ 220

(23)

11

Gambar 5 Hasil analisa fase nanosilika dengan template maizena

Derajat Kritalinitas Nanosilika

Derajat kristalinitas menunjukkan presentase fase kristalin didalam suatu bahan. Derajat kristalinitas dihitung menggunakan software PowderX untuk mengetahui data ketinggian dan FWHM (Full Width at Half Maximum) pada peak masing-masing 2θ. Kedua data ini digunakan untuk menghitung luas keseluruhan fase dan luas fase kristalin sehingga presentase fase kristalin dapat diperoleh. Pati memiliki dua konstituen berbeda yaitu amilosa dan amilopektin. Granula pati akan mengembang dalam air serta struktur semikristalin pati akan berubah menjadi amilosa yang lebih kecil. Gugus – OH pada amilosa dapat berikatan dengan gugus –OH pada siloksan (Si-OH). Perhitungan derajat kristalinitas nanosilika yang dihasilkan tersedia pada.

(24)

12

besar. Viskositas tapioka yang tinggi yaitu 1200 BU menyebabkan penambahan tapioka dalam jumlah banyak akan mengurangi reaktivitas H2SO4 terhadap natrium silikat. H2SO4 pada larutan akan mengurangi

viskositas larutan dengan cara memotong rantai amilosa secara acak atau menyebabkan hidrolisi pati menjadi monomer yang lebih kecil, sehingga amilosa tidak banyak yang berikatan dengan silanol. Namun seiring dengan penurunan jumlah penambahan tapioka maka viskositas larutan juga semakin rendah dan pengaruhnya terhadap H2SO4 menurun. Hal ini ditunjukkan pada

penambahan tapioka 14,29% memberikan pengaruh yang besar terhadap kristalinitas nanosilika, dimana gugus amilosa diindikasi berikatan dengan gugus silanol yang menyebabkan kristalinitas paling rendah.

(25)

13 Ukuran Kristal Nanosilika

Ukuran kristal diperoleh dengan menghitung rata-rata ukuran kristal pada intensitas tinggi. Ukuran kristal dihitung menggunakan persamaan Scherrer (Nawawi et al. 2013). Ukuran kristal nanosilika yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan konsentrasi template dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Pengaruh jenis dan bobot template terhadap ukuran kristal nanosilika

Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa penggunaan template tapioka menunjukkan penambahan template tapioka menghasilkan ukuran kristal rata-rata nanosilika yang semakin besar seiring dengan bertambanya konsentrasi template. Sedangkan pada penambahan template maizena, ukuran kristal nanosilika semakin kecil seiring bertambahnya konsentrasi template. Hidrolisis asam yang dilakukan akan memutus struktur ikatan kimia pada kristal silika yang mengakibatkan strukturnya menjadi lebih kecil (Ismayana 2014). Pembentukan kristal silika terjadi pada saat penambahan H2SO4.

(26)

14

Distribusi Ukuran Partikel Nanosilika

Matriks karbon berbentuk heliks pada amilosa memiliki peran dalam memberikan bentuk morfologi serta keseragaman ukuran nanopartikel (Ramimogadham et al. 2013). Sedangkan amilopektin dan amilosa berperan penting pada agregasi partikel. Hal ini terkait dengan adanya gugus hidroksil pada keduanya. Gugus hidroksil memiliki kemampuan untuk berasosiasi ke dalam intra ataupun intermolekul sehingga dapat menyelaraskan transisi ion Si2+ dan menjaga adanya agregasi yang tinggi antar partikel silika.

Mekanisme peran pati dalam studi ukuran nanopartikel dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Peran ganda pati dalam produksi nanopartikel (Visinescu et al. 2010)

(27)

15

Penggunaan template maizena pada semua taraf konsentrasi mampu menggeser ukuran partikel lebih homogen bila dibandingkan penambahan tapioka, dimana nilai PDI yang dihasilkan kurang dari 0,1. Maizena memiliki kandungan amilosa lebih tinggi dibandingkan tapioka, sehingga pada konsentrasi yang sama jumlah amilosa yang berikatan dengan gugus silanol pada penambahan maizena akan lebih banyak. Hal ini menyebabkan partikel silika yang dihasilkan lebih seragam. Distribusi ukuran partikel nanosilika menggunakan template dapat dilihat pada Gambar 9(a) untuk tapioka dan Gambar 9(b) untuk maizena. Rentang ukuran partikel silika dengan penambahan template tapioka memiliki rentang paling lebar dari 68 nm hingga 2139 nm, sedangkan pada penambahan maizena rentang ukuran nanosilika yang dihasilkan lebih sempit (Gambar 9b) yang menunjukkan nanopartikel lebih homegen.

(28)

16

(a)

(b)

Gambar 9 Distribusi ukuran partikel nanosilika menggunakan template (a) pati (b) maizena

Gugus Fungsi Nanosilika

Gugus fungsi pada nanosilika yang diperoleh melalui penambahan template pati digunakan untuk mengetahui keberhasilan template menyalut nanosilika. Sebelum dilakukan proses kalsinasi pada Gambar 10(a) memperlihatkan spektrum pada beberapa puncak yang khas untuk silika dengan penambahan template tapioka dan maizena (Gambar 10(b) ). Spektra FTIR yang dihasilkan pada penggunaan maizena dan tapioka sebelum kalsinasi sama, yang menunjukkan gugus fungsi penyusun pada nanosilika untuk penambahan kedua jenis template adalah sama. Puncak utama yang

0 500 1000 1500 2000 2500

Intensit

as

Ukuran Partikel (nm)

Tapioka 33,33% Tapioka 20,00% Tapioka 14,29%

0,0

0 500 1000 1500 2000 2500

Intensit

as

Ukuran Partikel (nm)

(29)

17 mengindikasi sebagai puncak khas silika berada pada peak 3438,67 cm-1 dan 3436,67 cm-1 Puncak ini merupakan puncak untuk vibrasi ulur OH (gugus

hidroksil), yang pada silika menunjukkan gugus silanol Si-OH dan gabungan dari serapan –OH air (Lin et al. 2001). Gugus fungsi silika juga ditemukan pada panjang gelombang 467,86 cm-1 dan 468,81 cm-1 yang menunjukkan

vibrasi tekuk gugus siloksan Si-O-Si. Gugus fungsi siloksan ini diperkuat dengan adanya serapan pada panjang gelombang 800,83 cm-1 dan 798,04

cm-1 yang merupakan vibrasi ulur simetri Si-O dari Si-O-Si, serta panjang

gelombang 1101,65 cm-1 dan 1102,98 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur

asimetri Si-O dari Si-O-Si (Silverstein et al. 1991). Peak yang mengindikasi adanya komponen organik (gugus C-H) terdapat pada bilangan gelombang 2950-2850 cm-1 (Van Hai Le 2013). Adanya peak pada bilangan gelombang

2928,85 cm-1 dan 2929,79 cm-1 membuktikan komponen organik dalam hal

ini pati tersalut dalam nanosilika yang dihasilkan.

(a)

(b)

Gambar 10 Spektra FTIR nanosilika menggunakan template (a) tapioka (b) maizena

Sebelum Kalsinasi Sesudah Kalsinasi

Sebelum Kalsinasi Sesudah Kalsinasi

Wavenumber (cm-1)

T

ran

sm

ita

nce

T

ran

sm

ita

nce

(30)

18

Proses kalsinasi yang dilakukan pada nanosilika menyebabkan perubahan gugus fungsi yang ditunjukkan oleh perbedaan spektra hasil FTIR . Gugus C-H tidak lagi ditemukan pada sampel sesudah kalsinasi, yang mengindikasi keberadaan template pati telah hilang. Selain itu pada bilangan gelombang 1630 cm-1 yang menunjukkan vibrasi ulur OH oleh air juga tidak

ditemukan pada penambahan tapioka, namun pada penambahan maizena masih dihasilkan serapan pada bilangan gelombang 1631,59 cm-1 dengan

intensitas lebih kecil yang menunjukkan kandungan air pada nanosilika berkurang. Pada perlakuan setelah kalsinasi gugus silanol dan siloksan tetap muncul dengan bilangan gelombang 3430,09 cm-1 dan 3433,46 cm-1 untuk

silanol, 1094,84 cm-1 dan 1104,75 cm-1 , 795,08 cm-1 dan 798,95 cm-1, 487,06

cm-1 dan 469,85 cm-1 untuk siloksan. Terdapat perbedaan pada spektra FTIR

setelah kalsinasi untuk sampel dengan penambahan tapioka dan maizena. Penggunaan maizena menghasilkan serapan pada bilangan gelombang 2300 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus Si-H pada nanosilika. Penambahan

template maizena menyebabkan munculnya gugus silane pada nanosilika setelah kalsinasi.

Morfologi Nanosilika

Penggunaan polisakarida sebagai template pada proses pembuatan nanosilika mampu memodifikasi morfologi nanosilika yang dihasilkan. Bentuk nanosilika cenderung poligonal ( Ismayana, 2014) dan memiliki rongga akibat hasil interaksi antara silika dan polisakarida yang digunakan (Gambar 11(c) ). Morfologi nanosilika diamati secara random dengan perbesaran 100 kali, 500 kali, dan 10 000 kali. Perbesaran 100 kali digunakan untuk mengetahui sebaran ukuran partikel. Terlihat pada Gambar 11(a) partikel nanosilika memiliki distribusi yang baik atau tersebar merata. Sampel yang digunakan untuk pengujian SEM adalah nanosilika dengan template maizena 20%. Perbesaran 500 kali digunakan untuk mengamati morfologi tunggal partikel, dan pada Gambar 11(b) terlihat bahwa nanosilika yang dihasilkan berbentuk poligonal. Sedangkan perbesaran 10 000 kali digunakan untuk melihat bentuk permukaan partikel.

(a) (b) (c)

Gambar 11 Morfologi nanosilika dengan perbesaran(a) 100x (b) 500x (c) 10 000x

(31)

19 kandungan unsur dominan yaitu Si dan O. Unsur Si sebanyak 49,65% (wt) dan unsur O sebanyak 35,54% (wt). Namun pada bahan juga terdeteksi adanya unsur C dan Na. Unsur C (karbon) berasal plat preparat sampel yang terbuat dari karbon. Sedangkan elemen Na berasal dari garam Na2SO4

(produk samping dari produksi silika) yang masih menempel pada partikel nanosilika.

Perbandingan Nanosilika dengan Template dan Nanosilika Tanpa

Template

Tahapan sintesis nanosilika menggunakan metode presipitasi pada pH 8 dan waktu aging 3 jam sama dengan tahapan metode ko-presipitasi menggunakan template. Analisa yang dilakukan untuk menentukan karakteristik dari nanosilika yang dihasilkan juga tidak berbeda. Nanosilika tanpa perlakuan penambahan template digunakan sebagai kontrol dan pembanding keberhasilan penelitian ini.

Nanosilika yang diperoleh tanpa penambahan template menghasilkan derajat kristalinitas tinggi yaitu 82,070%. Nilai ini merupakan nilai kristalinitas tertinggi dari nanosilika yang dihasilkan selama penelitian. Nanosilika dengan penambahan template memiliki kristalinitas lebih kecil karena kontribusi amilosa yang menyebabkan penurunan kristalinitas (Atichokudomchai et al. 2010), dan (Cheetham dan Tao et al. 2010). Kristalinitas terendah dihasilkan oleh penambahan template maizena karena memiliki kadar amilosa yang lebih tinggi bila dibandingkan tapioka. Nanosilika yang dihasilkan tanpa penambahan template memiliki karakter multifase yang terdiri dari fase quartz, tridimit, dan kristobalit, sama halnya dengan nanosilika dengan penambahan template. Presentase dominan nanosilika tanpa penambahan template adalah fase kristobalit sebesar 54,953%. Penambahan template tidak mempengaruhi fase dominan nanosilika, hal ini dibuktikan oleh penambahan template maizena ataupun tapioka pada semua konsentrasi menghasilkan fase dominan kristobalit dengan presentase fase kristal dominan lebih tinggi. Proses kalsinasi pada suhu 700 0cmenyebabkan perubahan fase kristal quartz menjadi tridimit dan

(32)

20

Tabel 3 Perbandingan karakteristik nanosilika dengan dan tanpa template Karakteristik Non Template

Template

Tapioka 20,00% Maizena 33,33% Fase Dominan Kristobalit Kristobalit Kristobalit

% Fase Dominan 54,953% 82,441% 83,353%

Derajat Kristalinitas 82,070% 71,272% 49,063% Ukuran Kristal

rata-rata (nm) 42,820 36,098 35,951

Rentang Ukuran

Kristal (nm) 36,026 -61,126 34,388-44,494 33,968-39,335 Rentang ukuran

partikel (nm) 33,89-2344,85 77,65-1778,75 154,92-776,45

PDI 0,315 0,294 0,068

Aplikasi Nanosilika yang Sesuai

Nanosilika hasil dari proses ko-presipitasi template pati secara umum menghasilkan karakteristik nanosilika yang memiliki polidispersitas kurang dari 0,3. Menurut Dewandari et al. (2013) partikel dengan polidispersitas kurang dari 0,3 merupakan partikel dengan karakter mono dispers atau berukuran seragam. Karakteristik nanosilika ini cocok digunakan sebagai filler pada polimer nanokomposit yang dapat berguna dalam bidang otomotif, aerospace, dan aplikasi teknis lainnya. Matriks polimer yang dapat digunakan adalah epoxy, polierethane, dan polipropilene. Karakteristik nanosilika dengan penambahan tapioka 14,29%, maizena 14,29%, dan maizena 20,00% cocok digunakan sebagai silika-nanokomposit dikarenakan memiliki PDI dibawah 0,3 dan kristalinitas yang bersifat semi kristalin (45nm <x<81 nm). Selain itu, pada konsentrasi penggunaan template ini dihasilkan nanosilikan dengan fase dominan kristobalit yang tinggi dan menunjukkan bahwa nanosilika yang dihasilkan memiliki kestabilan termal yang baik. Penggunaan nanosilika sebagai filler pada polimer nanokomposit mampu meningkatkan karakteristik Tg, agregasi, dan modulus elastis (Rahman dan Vejayakuraman 2012). Nanosilika sebagai filler akan mengisi pori pada polimer sehingga mobilitas polimer dapat dihambat dan menyebabkan rantai polimer berdekatan serta interaksi antar partikel meningkat ( Marlina et al. 2012).

(33)

21 paling rendah, maka aplikasi yang sesuai adalah sebagai penguat keramik. Penggunaan nanosilika dengan kristalinitas rendah dan polidispersitas rendah mampu meningkatkan nilai kuat patah tinggi. Hal ini dikarenakan nanosilika akan menempati pori dalam keramik yang ditempati oleh air sehingga porositas menurun dan nilai kuat patah meningkat (Hanafi dan Nandang 2010). Karakteristik nanosilika dengan penambahan tapioka 33,33% dan 20,00% menghasilkan nanosilika dengan kristalinitas cukup tinggi yaitu diatas 71% dan fase dominan kristobalit. Selain itu, nanosilika yang dihasilkan juga memiliki PDI 0,294 dan 0,416. Berdasarkan karakteristik ini, maka aplikasi yang cocok yang dapat direkomendasikan adalah sebagai filler dalam pembuatan produk karet ban kendaraan. Melalui derajat kristalinitas yang tinggi dan ukuran skala nanometer akan berdampak pada meningkatnya kekuatan tarik, kekuatan sobek, dan ketahanan abrasi pada produk yang dihasilkan. Penggunaan nanosilika sebagai filler bertujuan dalam meningkatkan kinerja wet traction dan wet resistance serta mengurangi dampak rolling resistance permukaan ban.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nanosilika dapat disintesa dari abu ketel industri gula melalui metode ko-presipitasi. Proses pengabuan berhasil meningkatkan presentase kandungan silika pada abu ketel. Nanosilika dengan penambahan template maizena memiliki kristalinitas terendah bila dibandingkan nanosilika dengan penambahan tapioka. Penambahan tapioka dalam jumlah banyak tidak cocok digunakan sebagai template dikarenakan viskositas yang terlalu tinggi akan mempengaruhi reaktifitas H2SO4.

(34)

22

Saran

Penggunaan template pati pada produksi nanosilika tidak hanya dipengaruhi oleh gugus amilosa dan amilopektin, namun juga dipengaruhi oleh viskositas. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui viskositas maksimum larutan yang tidak mempengaruhi reaktivitas H2SO4

terhadap natrium silikat pada metode ko-presipitasi. Selain itu juga dapat dilakukan penerapan aplikasi yang sesuai dengan karakteristik nanosilika hasil ko-presipitasi pati.

DAFTAR PUSTAKA

Alam N, Nurhaeni. 2008. Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Pati Jagung Berbagai Varietas yang Diekstrak dengan Pelarut Natrium Bikarbonat. J Agroland. 15(2) : 89-94.

Amin NA. 2013. Pengaruh Suhu Fosforilasi Terhadap Sifat Fisikokimia Pati Tapioka Termodifikasi [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.

Atichokudomchai N, Shobsngob S, Varavinita S (2000). Morphological properties of acid-modified tapioca starch. Starch/Starke. 52:283-289. Badan Pusat Statistik BPS. 2014a. Produksi Perkebunan Besar menurut Jenis Tanaman, Indonesia (Ton),1995-2013 [Terhubung Berkala] http//www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&table=1&daftar=1&i d_subyek=54&notab=2 ( Diakses 20 November 2014).

Badan Pusat Statistik BPS. 2014b. Tabel Luas Panen- Produksi Tanaman Ubi Kayu Seluruh Provinsi [Terhubung Berkala] http//www.bps.go.id/ tnmn_pgn.php?kat=3&id_subyek =53&notab=0 ( Diakses 17 Desember 2014).

Badan Pusat Statistik BPS. 2014c. Tabel Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Jagung Seluruh Provinsi [Terhubung Berkala] http// www.bps.go.id/tnmn_pgn.php? ( Diakses 20 November 2014). Bauccio M. 1993. ASM Metals Reference Book Third Edition. United States

of America : ASM International

Cheetham NWH, Tao L. 1998. Variation in crystalline type with amylose content in maize starch granules: an X-ray powder diffraction study. Carbohyd Polym. 36:277-284.

Daniel-Da-Silva AL, Trindade T, Brian J, Goodfellow, Benilde FOC, Ruin N, Correla, Ana MG. 2007. In Situ Synthesis of Magnetite Nanoparticle in Carrageenan Gels. Biomacromolecules. 8: 2350-2357.

(35)

23 Fernandez BR. 2011. Sintesis Nanopartikel. Padang: Program Studi Kimia.

Pascasarjana Universitas Andalas.

Happy, Tok AIY, Su LT, Boey FYC, and Ng SG. 2007. Homogeneous Precipitation of Dy2O3 Nanoparticles-Effects of Synthesis

Parameters. J Nanosci Nanotechnol. 7 : 1–9.

Haryono A, Restu WK, Harmani SB. 2012. Preparasi dan karakterisasi nanopartikel alumina fosfat. J Sains Materi Indonesia. 14(1):51-55. Hernawati NS, Indarto DP. 2010. Pabrik silika dari abu ampas tebu dengan

proses presipitasi [tugas akhir]. Surabaya (ID) :Institut Teknologi Surabaya.

Hanafi S, Nandang AR. 2010. Studi Pengaruh Bentuk Silika dan Abu Ampas Tebu Terhadap Kekuatan Produk Keramik. J Kimia Indonesia. 5(1) : 35-38.

Harihan V, Sivakumar G. 2013. Studies on Synthesized Nanosilica Obtained from Bagasse Ash. Intl J Chem Tech Res. 5(3): 1263-1266.

Izzati HN, Nisak F, Munasir. 2013. Sintesis dan Karakterisasi Kekristalan Nanosilika Berbasis Pasir Bancar. J Inovasi Fisika Indonesia. 02 (03): 19-22.

Ismayana A. 2014. Perancangan peoses co-composting dan nanoteknologi untuk penanganan limbah padat industri gula [disertasi]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor.

Lin J, Siddiqui JA, Ottenbrite M. 2001. Surface Modification of Inorganic Oxide Particles with Silane Coupling Agent and Organic Dyes. Polym Adv Tech. 12:285–292.

Marlina L, Ida S, Feri I, dan Khairurijal. 2012. Pengaruh Komposisi Sekam Padi dan Nanosilika Terhadap Kuat Tekan Material Nanokomposit. J Penelitian Sains. 15 (3B).

Munasir, Surahmat H, Triwikantoro, Moch.Zainuri, Darminto. 2012. Pengaruh Molaritas NAOH pada Sintesis Nanosilika Berbasis Pasir Bancar Tuban dengan Metode Ko-presipitasi. Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III. Universitas Airlangga. ISBN: 978-979-17494-2-8.

Nawawi MA, Mastuli MS, Halim NHA, Abidin NAZ. 2013. Synthesis of alumina nanoparticles using agarose template. IJEIT. 3(1):337-340. Rahman IA, Padavettan V. 2012. Synthesis of Silica Nanoparticles by

Sol-Gel: size-dependent properties, surface modification, an aplication in silica-polymer nanocomposites – a review. J Nanomater. 2012: 1-15. Ramimogadham D, Hussein MZB, Taufiq-Yap YH. 2013. Hydrothermal synthesis of zinc oxide nanoparticles using rice as soft biotemplate. Chem Central J. 7(136):1-10.

Sarungallo ZL, Santoso B, Tethool EF. 2010. Sifat Fisikokimia dan Fungsional Pati Buah Aibon (Brugueira gymnorhiza L.). J Nat Indones. 12(2): 156-162

(36)

24

Setiawan WK. 2015. Preparasi Nanosilika dari Abu Ketel dengan Metode Ko-presipitasi sebagai Aditif Membran Elektrolit Berbasis Kitosan [Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Silverstein RM, Bassler GC, Morril TC. 1991. Spectrometric Identification of Organic Compound. 5th ed. New York: John Wiley & Sons Inc. Sulastri S, Kristianingrum S. 2010. Berbagai Macam Senyawa Silika :

Sintesis, Karakterisasi, dan Pemanfaatan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan MIPA, Fakulta MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.

Syamsir E, Purwiyatno H, Dedi F, Nuri A, Feri K. 2012. Pengaruh Proses Heat-Moisture Treatment (HMT) Terhadap Karakteristik Fisiko Kimia Pati. J Teknol Indust Pangan. 23(1).

Thuadaij N, Nuntiya A. 2008. Preparation of Nanosilica Powder from Rice Husk Ash by Precipitation Method. Chiang Mai J Sci. 35(1) : 206-211.

Visinescu D, Tirsoaga A, Patrinoiu G, Tudose M, Paraschiv C, Ianculescu A, and Carp O. 2010. Green Synthetic Strategies of Oxide Materials : Polysaccharides-Assisted Synthesis, Part II. Starch- Assisted Synthesis of Nanosized Metal-Oxides. Rev Roum Chim. 55 (11-12) : 1017-1026.

(37)

25

RIWAYAT HIDUP

Novi Dian Ruri Erlinda lahir di Banyuwangi pada tanggal 30 November 1992 sebagai anak ke tiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Jamhuri dan Ibu Siti Ramlah. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa program Sarjana Teknologi Industri Pertanian pada tahun 2011 setelah tamat sekolah menegah atas di SMAN 1 Genteng. Penulis memiliki minat keilmuan di bidang Teknik Pengolahan dan Pengelolaan Limbah Padat Agroindustri.

Gambar

Gambar 1  Prosedur preparasi abu ketel
Gambar 2  Prosedur ekstraksi silika
Gambar 3  Prosedur sintesis nanosilika dengan penambahan template pati
Tabel 1 Kandungan senyawa abu ketel dan abu furnace PG Gunung Madu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kesesuaian sistem bagi hasil yang diterapkan Bank BNI Syaria di Jakarta dengan syariah Islam, dan mengetahui respon

Konstruksi dapat juga didefinisikan sebagai susunan (model, tata letak) suatu bangunan (jembatan, rumah, dan lain sebagainya) Walaupun kegiatan konstruksi

KEUANGAN DAN STRUKTUR GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN KEBIJAKAN INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO)”. 1.2

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang menunjukkan arah positif maka hipotesis pertama yang menyatakan komitmen kontinuan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja

Berat badan secara bermakna memiliki korelasi negatif dengan kadar k-HDL serum, (r=-0,34; p&lt;0,05), korelasi negatif yang bermakna juga didapatkan pada umur dengan

This study assumed a direct relationship between corporate governance monitoring mechanism as independent variables, with its proxies to measure it, and corporate performance

Diatas dapat dijelaskan bahwa hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian distributor menyatakan baik (49%) dan sangat baik (47%) terhadap kualitas produk yang

Sampel penelitian adalah orang yang membeli beras organik di