• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tipologi Fungsional Mangrove Dan Keterkaitannya Dengan Komunitas Iktiofauna Di Pulau Lentea Kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tipologi Fungsional Mangrove Dan Keterkaitannya Dengan Komunitas Iktiofauna Di Pulau Lentea Kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

$

% ! &

%

' ( ) *++,

(3)

-!/(,# )( /& +#)* '# '* #-(*! !. '

) (

%

. %

(

! " %

! ) / *++0% !

% 1

) 22

34 % 1

5 ( (

% !)

6 7 8!197 $ :(

8!1*7 $ :% 8;<97 $ :( 8;<*7 $

: 8) 97 $ :% (

8 :

%

( %

(4)

1 (!2* /& +#)* # *2*02* !&#, '

! ( =

$ %

% $ $ (

%

) / *++0

! " ! %

%

) 7 / ( > (

/ ( > ( ' ( / / (

> - 8- :%

$ $ 3+

9(2 $ *%2? ( 3%*@ 2%+, % A

) A 8 ( :%

A

)

8 ( 1):%

B

! $ "

! #

$ % ! 22

34 % C

( %

- $ $

( $

% !)

7

$ (

$ (

$ %

( %

(5)

' ( # & &

# #

& & & &

& & )

# & & # & # &

# & ) "

* ( & # & # &

(6)
(7)

! " ! %

- 7 "

-- > 7 1429+2++39

$

% % % ;% ' ( B) % % > ) ( B)

)

(

! ! $

% % $ ( %! % % % )% - ( %!

(8)

6 *%!&! * / )*! & !"# ' #(# 1 *( $ '# !0/ *( ) 1(*!. / '* /& / # (# 4 #- 0 ( &#'/% #& ( 2/% (# 1 (!2*

/& +#)* # 6

( % (

(

' % % %

;% ' ( B)( ' % % >

) ( B) (

( ( % =

) C ) ! ( (

) ' ( " ' > =

( ( % (

/ (

- ' $ 8' !:(

A C ( ' & $ (

!% 8 != : '

( ' 81 :(

( D ! $ ( '

% ! ( = $ 8 : '(

*++2 $ % A

$ ! ( ' (

!% ! A C 8 $ ( "

B : $ (

8< ( ( 6 ( ( ) ( ) : " !

%

(

) !" % )

( %

(9)

' " ) 8) :%

) C 9 / *++9

( ) ! %

! - ++, $ >

89@00=9@,3:% 9@,3=9@,4 $

! - +* $ % 9@,4=9@,@ $

! ) - +* $ %

! ! $ 8!9: 9@,@ /

! A ' C

9@@?%

! $ 9@@@ $ $ !

! A C

% *++2

(10)

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% .

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% .

9%9% ' %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 9 9%*% %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 9 9%3% $ %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% ? 9%?% %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% ? 9%2% C %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% ?

*%9% B %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 2

*%*% B %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 4

*%3% %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 0

*%?% ! B %%%%%%%% 99

3%9% " %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 93 3%*% %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 93 3%3% %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 92 3%3%9 ! %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 92

3%3%* ! %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 90

)% ! A ) E %%%%%%%%% 90

'% ! ) ! %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 9,

1% ! 6 %%%%%%%%%%%%%%%% 9,

% ! %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 9@

3%?% ) %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 9@ 3%?%9% ) E %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 9@

3%?%*% ) 6 %%%%%%%%%%%%%%%%% *9

)% ) %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% *9

'% ) 6 %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% *9

3%?%3% ) %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% **

)% / %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% **

'% / %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% *3 1% $ %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% *3

3%?%?% ) C ' E

' ! %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% *?

(11)

3%?%0% ) ) B

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% *@

?%9% E %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 39

?%*% ' %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 3?

?%3% ! ! ' %%%%% ?*

?%3%9% ! %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% ?*

?%3%* ! ' '

! %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% ?0

?%?% ) B %%%%%% 2+

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 24

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 2,

(12)

* ( %%%%%% *9

(13)

* " ! %%%% 9?

3 = %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 94

? 8 :

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 90

2% / =$ =

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 39

4% = %% 3*

0% - $ = % 33

, - =

= %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 3?

@ - =

= %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 32

9+% - =

= %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 34

99% - = C

= %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 30

9*% - = 8 <:

= %%%%%%%%%%%%%%%%% 30

93% - =

= %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 3,

9?% - =

6 =

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 3@

92% - =

= %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% ?+

94% - =

= %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% ?9

(14)

9@% ;

9 * %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% ?0

*+% ; ) A

9 * %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% ?,

*+%

9( * 3 %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 29

92 ; ) $

(15)

> 8 > : - 8 - : %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 43

* - %%%% 4?

3 $

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 42

? $ 6

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 44

2 $ 6

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 40

4% - %%%%%%%%%%%%%%% 4,

0 / (

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 4,

, C 8) :

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 09

@ A

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% 03

9+% ( $

$

FFFFFFFFFFFFFFFFFFFF%%%%%%%%%%%%%%%% 04

9+% ;

FFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFF 00

99% C )

FFFFFFFFFFFFFFFFFFFFF 0@

93 9( * 3 %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% ,+

9? $

(16)

ekologi, mangrove dihuni oleh beragam jenis biota baik yang hidup di perairan maupun yang berasal dari daratan. Salah satu jenis biota laut yang bernilai ekonomis penting hidup di daerah mangrove adalah komunitas iktiofauna.

Ekosistem mangrove dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber bahan kayu bakar, tiang tiang rumput laut dan sebagainya. Pemanfaatan ekosistem mangrove semakin meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Jika hal ini terus berlangsung dikhawatirkan akan menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove yang pada akhirnya akan mengancam kehidupan berbagai macam fauna invertebrata dan vertebrata pada ekosistem ini, termasuk berbagai jenis iktiofauna.

Secara bio ekologis, perairan Pulau Lentea terdiri dari empat ekosistem penting, yaitu pantai berpasir, lamun, mangrove dan terumbu karang. Pada keempat ekosistem ini hidup beragam jenis biota. Ekosistem pantai berpasir didominasi oleh berbagai jenis moluska, echinodermata (teripang). Ekosistem lamun dihuni oleh jenis ikan diantaranya beronang, crustacea (kepiting), echinodermata (teripang), kerang kerangan dan lain lain, sedangkan pada ekosistem mangrove terdapat beberapa jenis iktiofauna, dan beberapa jenis gastropoda serta bivalvia.

Keterkaitan ekosistem mangrove dengan sumberdaya iktiofauna telah dikemukakan oleh beberapa peneliti sebelumnya, diantaranya adalah Kawaroe (2000) yang melaporkan bahwa di daerah mangrove Mayangan dan Blanakan Kabupaten Subang Jawa Barat ditemukan sebanyak 74 spesies ikan ekonomis penting dari 37 famili yang memperlihatkan adanya kontribusi ekosistem mangrove sebagai tempat tumbuh besar dan mencari makan bagi beragam jenis ikan.

(17)

Wakatobi. Mangrove di Pulau Lentea terdiri dari tiga genera yaitu (api api), dan (Ola, 2004). Umumnya vegetasi mangrove ditemukan dalam tingkat pohon dan perkembangannya cukup baik. Pada ekosistem mangrove di lokasi penelitian ditemukan berbagai jenis iktiofauna yang bernilai ekonomis penting. Keberadaan komunitas iktiofauna ini sangat tergantung pada kondisi ekosistem mangrove yang merupakan habitat bagi komunitas iktiofauna, baik sebagai daerah asuhan

( ), daerah mencari makan ( ) maupun sebagai tempat

pemijahan ( ) dan tempat berlindung.

Pemanfaatan sumberdaya mangrove yang cenderung meningkat oleh masyarakat yang digunakan sebagai sumber bahan kayu bakar, tiang tiang rumput laut dan sebagainya dikhawatirkan akan menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove, yang mengakibatkan hilangnya komponen sumberdaya hayati lain yang terkandung di dalamnya dan sumberdaya perikanan di wilayah perairan sekitarnya. Akhirnya ketika ekosistem mangrove ini mengalami tekanan maka akan berdampak pada keberadaan komunitas iktiofauna. Menurut May (2005), sesuai dengan pendapat para peneliti perikanan yang meyakini bahwa perikanan tradisional di daerah pesisir di sekitar Kaledupa telah mengalami penurunan. Sumberdaya hasil laut desa Lentea saat ini juga telah mengalami penurunan dibandingkan pada tahun tahun sebelumnya. Salah satu bukti sumberdaya hasil laut yang menunjukkan penurunan dan dikhawatirkan adalah sumberdaya iktiofauna yang sudah berada pada kondisi tangkap lebih yang ditandai adanya jenis ikan yang ditangkap dibawah ukuran dewasa. Hal ini disebabkan adanya anggota masyarakat desa yang kadang menggunakan tehnik alat tangkap seperti jaring dan sero yang menggunakan ukuran mata jaring yang sangat kecil. Juga hadirnya sebagian nelayan dari luar desa, dan nelayan dari luar kecamatan/kabupaten yang melakukan penangkapan hasil hasil laut dikawasan tersebut yang kadang menggunakan bom dan potasium. Penurunan sumberdaya hasil laut ini juga tidak terlepas dari adanya kegiatan masyarakat yang mengeksploitasi mangrove yang digunakan sebagai sumber bahan kayu bakar dan sebagainya.

(18)

keterkaitannya dengan komunitas iktiofauna, mengingat hal tersebut sampai saat ini khususnya di Pulau Lentea Kaledupa Selatan belum pernah dilakukan. Secara umum diagram pendekatan masalah dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Batasan penelitian

Gambar 1. Diagram pendekatan masalah

Daerah mencari makan

Komunitas iktiofauna berdasarkan jenis

dan ukuran

Fungsi sosial ekonomi Fungsi fisik

Habitat alami

Daerah asuhan

Kondisi biofisik lingkungan perairan dan sedimen

Fungsi ekologi Ekosistem Mangrove

(19)

1. Mengkaji struktur dan kondisi ekosistem mangrove.

2. Mengkaji struktur iktiofauna dan sebarannya berdasarkan kondisi perairan. 3. Menganalisis keterkaitan antara ekosistem mangrove dan komunitas iktiofauna.

! " #

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan mengenai keterkaitan antara mangrove dan komunitas iktiofauna. Selain itu juga memberikan informasi dan masukan bagi PEMDA setempat, masyarakat dan pengguna lain akan pentingnya ekosistem mangrove terhadap komunitas iktiofauna. Informasi ini selanjutnya dapat digunakan dalam upaya pengelolaan ekosistem mangrove bagi kepentingan perikanan dan konservasi.

$ %

(20)

& ' (

% %)

Beberapa ahli mendefinisikan istilah mangrove secara berbeda beda, namun pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Kata mangrove berasal dari kata yang

berarti komunitas suatu tumbuhan (How Chaw 1984 Rusila 1993),

sedangkan Bengen (2004) mendefinisikan mangrove sebagai komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Mangrove umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat, karena itu hutan mangrove banyak ditemukan di pantai pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung .

Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang

termasuk ke dalam empat famili : Rizophoraceae dan

Sonneratiacea , Avicenniaceae dan Meliaceae ! "

Secara umum karakteristik habitat (tempat hidup) mangrove adalah sebagai berikut (Bengen, 2004) :

• Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur,

berlempung atau berpasir.

• Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya

tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi penggenangan menentukan komposisi vegetasi mangrove.

• Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.

• Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air

(21)

Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang mempunyai ciri khusus karena lantai hutannya secara teratur digenangi oleh air yang dipengaruhi oleh salinitas serta fluktuasi ketinggian permukaan air karena adanya pasang surut air Laut (Duke, 1992).

Ekosistem mangrove dikenal juga dengan istilah , #

dan hutan payau (Kusmana 2005), yang terletak di perbatasan antara darat dan laut, tepatnya di daerah pantai dan disekitar muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Sumaharni, 1994).

Ekosistem mangrove dan perairan di sekitarnya merupakan suatu ekosistem yang spesifik. Hal ini disebabkan oleh proses kehidupan organisme yang saling berkaitan yang terdapat di daratan maupun di lautan. Selain itu ekosistem mangrove sangat berpengaruh terhadap lingkungan sekitarnya, karena hutan mangrove berperan sebagai penghasil bahan organik yang berguna untuk menunjang kelestarian organisme (Heald dan Odum, 1972 Djamali, 1994).

* + # % %)

Mangrove merupakan sumberdaya alam wilayah pesisir tropis yang memiliki manfaat ganda dengan pengaruh yang sangat luas terhadap aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Besarnya peranan ekosistem mangrove terhadap kehidupan dapat diamati dari keragaman jenis hewan, baik yang hidup di perairan, di atas lahan, maupun di tajuk tajuk tumbuhan mangrove serta ketergantungan manusia secara langsung terhadap ekosistem ini (Naamin, 1991). Hutan mangrove juga merupakan kombinasi dari tanah, air, tumbuhan, binatang, dan manusia yang menghasilkan barang dan jasa (Hamilton and Snedaker, 1984).

(22)

bahwa ekosistem mangrove memiliki produktivitas yang tinggi, dan fungsi ekonomis ekosistem mangrove sangat banyak baik jumlah maupun kualitasnya.

Bengen (2004), menyatakan fungsi ekologis hutan mangrove adalah sebagai berikut :

• Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan

lumpur dan perangkap sedimen yang di angkut oleh aliran air permukaan.

• Sebagai penghasil sejumlah detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan

pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan bagi para pemakan detritus, dan sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan.

• Sebagai daerah asuhan ( ), daerah mencari makan ( ) dan

daerah pemijahan ( ) bermacam biota perairan (ikan, udang dan kerang kerang) baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai.

Peran yang sangat penting dari ekosistem mangrove adalah berhubungan dengan produktivitas primer ekosistem tersebut yang tinggi jika dibandingkan dengan ekosistem lain di wilayah pesisir, karena secara biologi ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang subur dan diperkirakan produktivitas primer ekosistem ini adalah lebih besar dari pada produktivitas ekosistem perairan pantai lainnya seperti ekosistem terumbu karang dan padang lamun (Indradjaya, 1992). Sebagai suatu ekosistem, mangrove menopang kekayaan plasma nutfah yang mengakibatkan banyak biota darat maupun biota laut yang sebagian atau seluruh hidupnya berada di ekosistem ini. Dilihat dari aspek perikanan dapat diduga bahwa ekosistem mangrove merupakan daerah penghasil ikan, udang, kepiting dan produk perikanan lain yang memanfaatkan ekosistem mangrove

sebagai tempat mencari makan ( dan tempat pembesaran (

"

( %)

(23)

Train (1979) menyatakan bahwa suhu berpengaruh terhadap metabolisme, respirasi, tingkah laku, distribusi, migrasi, kecepatan makan, pertumbuhan dan reproduksi organisme perairan. Kusmana (1993) menyatakan bahwa pertumbuhan mangrove yang baik memerlukan suhu udara rata rata minimal lebih besar dari 20°C dan perbedaan suhu musiman tidak melebihi 5°C, kecuali di Afrika Timur dimana perbedaan suhu musiman mencapai 10°C. Hutching dan Saenger (1987) mendapatkan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan beberapa spesies mangrove, yaitu tumbuh baik pada suhu 18 20°C dan suhu optimum spp. sekitar 27°C.

Boyd (1982) mendefinisikan kekeruhan sebagai ukuran biasan cahaya dalam air yang disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi suatu polutan yang terkandung di perairan. Kekeruhan pada perairan pesisir tidak sama sepanjang tahun, air akan sangat keruh pada musim penghujan. Kekeruhan di perairan pesisir terutama disebabkan oleh adanya erosi dari daratan. Pengaruh utama dari kekeruhan adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga menurunkan aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga bentik, akhirnya akan menurunkan produktivitas perairan (Nybakken, 1988)

(24)

umumnya ditemui hidup di daerah dengan salinitas tanah mendekati

salinitas air laut. pada salinitas 55 ‰ (Chapman, 1976

Noor (1999). Jenis jenis umumnya tumbuh pada daerah dengan

salinitas di bawah 25 ‰ (MacNae, 1968 Noor , 1999) menyebutkan bahwa kadar salinitas optimum untuk " adalah 10 25 ‰.

Sumber oksigen terlarut dalam perairan dapat diperoleh dari hasil proses fotosintesis fitoplankton atau tumbuhan hijau dan proses difusi dari udara, serta hasil proses kimiawi dan reaksi reaksi oksidasi. Keberadaan oksigen di perairan biasanya diukur dalam jumlah oksigen terlarut dalam satu liter air. Oksigen terlarut sangat penting bagi eksistensi flora dan fauna mangrove (terutama dalam proses fotosintesis dan respirasi) dan percepatan dekomposisi serasah. Oleh karena itu, konsentrasi oksigen terlarut berperan mengontrol komposisi spesies, distribusi dan pertumbuhan mangrove. Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu, musim, kesuburan tanah, keanekaragaman tumbuhan, dan organisme aquatik.

Hara yang dihasilkan oleh serasah mangrove antara lain mengandung N dan P yang terlarut dalam air akan menunjang proses pertumbuhan fitoplankton. Sehingga terdapat hubungan antara total N dan P serasah, total N dan P air, produktivitas perairan dan jumlah individu fitoplankton, zooplankton dan makrozoobentos (Welch dan Lindell, 1980).

Fitoplankton merupakan tumbuhan mikroorganisme yang hidup melayang atau mengapung di dalam air dan tidak mampu menahan arus (Barnes, 1980). Ruang hidupnya mulai dari permukaan hingga pada kedalaman yang dapat ditembus oleh cahaya matahari. Fitoplankton mampu hidup di perairan yang tenang seperti kolam, danau dan waduk atau di perairan laut. Kesuburan suatu perairan dan potensi sumberdaya hayati umumnya ditentukan oleh besarnya biomassa dan produktivitas fitoplankton (Nontji, 1984). Dalam suatu perairan fitoplankton memiliki fungsi (1) pengubah zat anorganik menjadi zat organik; (2) makanan zooplankton dan beberapa jenis larva ikan; (3) sumber zat asam; dan (4) bagian dari daur ulang hara yang terkandung dalam perairan (Raymont, 1963).

(25)

fitoplankton mengolah makanan dari mineral dan zat hara dengan prosess fotosintesis menjadi zat zat organik. Selanjutnya fitoplankton akan dimakan oleh zooplankton sebagai konsumen pertama, sedangkan zooplankton sendiri akan dimakan oleh konsumen tingkat kedua yang merupakan hewan predator. Dengan demikian fitoplankton secara tidak langsung sangat dibutuhkan bagi kehidupan organisme di suatu perairan (Raymont, 1963).

Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh tersedianya unsur hara terutama dalam bentuk senyawa fosfor dan nitrat. Oleh karena itu kelimpahan fitoplankton dapat bervariasi baik menurut ruang maupun waktu. Dalam variasinya menurut ruang, estuaria sering merupakan area kesuburan tinggi dan populasi fitoplankton yang cukup besar (Hartati 1990).

Zooplankton sangat kaya jenis. Ada hewan yang seluruh daur hidupnya tetap sebagai plankton, disebut $ . Ada pula yang hanya sebagian dari daur hidupnya sebagai plankton. Kehidupan sebagai plankton dijalaninya hanya pada awal, sebagai telur atau larva, sedangkan bila telah dewasa hidup sebagai nekton (berenang bebas) atau bentos (hidup di dasar laut). Plankton yang bersifat sementara ini disebut $ . Acapkali bentuk larva sebagai plankton sangat jauh bedanya dengan bentuk dewasanya. Larva kepiting misalnya sama sekali tidak menunjukkan persamaan bentuk dengan kepiting dewasa (Nontji, 1993).

Bentos mencakup semua organisme yang hidup di dasar atau dalam dasar perairan. Berdasarkan pada ukurannya, bentos dikelompokkan menjadi makrobentos (tersaring dengan No. US. 30) dan mikrobentos, sedangkan menurut batasan biologis digolongkan menjadi fitobentos dan zoobentos (Dahuri 1993). Zoobentos yang hidup di permukaan dasar perairan dinamakan epifauna dan yang hidup di bawah permukaan dasar perairan dinamakan infauna.

(26)

Sebagian besar jenis jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur terutama di daerah dimana endapan lumpur terakumulasi (Chapman, 1976). Di Indonesia, substrat berlumpur ini sangat baik untuk tegakan

dan " Jenis jenis lain seperti tumbuh

dengan baik pada substrat berpasir, bahkan pada pulau karang berupa pecahan karang, kerang dan bagian bagian dari % " Di Indonesia, " dan # tumbuh pada pantai yang berpasir, atau bahkan pada pantai

berbatu (Ding Hou Kint, 1934 Norr 1999).

! ( + , %# + % %)

Ekosistem mangrove merupakan daerah perikanan yang lebih subur daripada dataran lumpur terutama yang terdapat di daerah sepanjang pantai sekitar beting karang (reef) dan laguna (lagoon). Tumbuhan mangrove dapat memproses makanan yang merupakan suplai pangan dari dataran lumpur ke bentuk yang tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh berbagai jenis hewan laut seperti ikan, kepiting dan kerang kerangan yang dapat dimakan oleh manusia. Tumbuhan mangrove disamping melengkapi pangan untuk binatang juga mampu menciptakan iklim yang cocok untuk binatang tersebut. Tidak teraturnya sistem perakaran dan batang mangrove serta dengan berbagai bentuk ukuran parit dan kolam yang saling berhubungan, merupakan perlindungan bagi banyak binatang, khususnya sebagai tempat membesarkan anak karena suplai makanan tersedia dan terlindung dari ikan pemangsa dan ganasnya laut (Sukarjo dan Frey, 1986

Kaswinto, 1992).

Burbridge dan Maragos (1985) menyatakan bahwa ekosistem pesisir terkait satu sama lain karena adanya aliran energi dan mineral. Meskipun hutan mangrove ditemukan di sepanjang garis pantai Queensland, penelitian penelitian mengenai komunitas ikan yang masuk ke habitat habitat ini pada saat pasang masih sedikit (Stephenson dan Dredge 1976; Morton 1990; Robertson and Duke 1990 Halliday, 1996). Hal ini mengindikasikan bahwa kerugian habitat belum diperhitungkan dalam produktivitas perikanan.

(27)

ikan laut daerah tropika menghabiskan masa hidupnya paling tidak satu fase dalam daur hidupnya, di daerah pesisir berhutan mangrove.

Djamali (1994), menyatakan bahwa di perairan mangrove sekitar Sungai Donan dan Sungai Sapuragel (Cilacap, Jawa Tengah) ditemukan 15 spesies ikan yang berasal dari 10 famili. Di sekitar perairan mangrove Teluk Bintuni, Papua Barat ditemukan 57 spesies ikan dari 26 famili. Di perairan sekitar mangrove muara Sungai Berau, Kalimantan Timur didominasi oleh ikan ikan dari famili Sciannidae, Polnemidae dan Strimateidae.

Di perairan Mangrove sekitar sungai Musi Banyuasin, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa di daerah tersebut dijumpai 99 spesies ikan dari 38 famili, 9 famili diantaranya merupakan ikan yang bernilai ekonomis penting (Genisa, 1994).

Kawaroe (2000) melaporkan bahwa terdapat sebanyak 74 spesies ikan ekonomis penting dari 30 famili di perairan mangrove sekitar Mayangan dan Blanakan, kabupaten Subang, hasil tangkapan di dua daerah tersebut didominasi oleh &

' dan( " Kelompok famili ikan

tersebut diklasifikasikan ke dalam dua grup, yaitu ikan yang berasosiasi dengan estuaria sungai dan ikan yang berasosiasi dengan estuaria laut. Meskipun fauna ikan di Mayangan memiliki kelimpahan yang rendah, tetapi nampaknya kaya akan spesies ketimbang daerah Blanakan.

(28)

- " .

/ +

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2007 di ekosistem mangrove yang terdapat di pulau Lentea Kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara (Gambar 2) dan analisa sampel dilakukan di Laboratorium Dasar Kimia Analitik Universitas Haluoleo Kendari, serta Laboratoriun Biologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar.

"

Materi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pohon mangrove, contoh air dan sedimen di lokasi penelitian, serta bahan pengawet iktiofauna (formalin) dan iktiofauna hasil tangkapan.

Peralatan, bahan, alat dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini secara rinci disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter biofisik perairan dan sedimen serta bahan/alat analisis

NO Kualitas Air Satuan Bahan/Alat analisis Bahan

Parametr Fisik

(29)
(30)

% +

Lokasi penelitian dibagi atas tiga stasiun pengamatan. Penentuan titik stasiun dilakukan pada setiap kerapatan mangrovebaiksecara vertikal maupun secara horizontal, dan berdasarkan keberadaan ekosistem mangrove di Pulau Lentea (Gambar 3).

Stasiun 1 ditempatkan di sebelah barat Pulau Lentea, dengan kondisi topografi pantainya agak curam, kedudukan ekosistem mangrove dengan ekosistem lamun dan terumbu karang yang cukup berdekatan. Pada stasiun ini pula ditentukan sub stasiun, dimana sub stasiun 1A terletak di bagian utara selat yang berhadapan langsung dengan perairan desa Langge sub stasiun 1B terletak di bagian tengah selat, sub stasiun 1C terletak di teluk dan sub stasiun 1D di sebelah selatan selat berhadapan dengan perairan Pulau Batambawi.

Stasiun 2 ditempatkan di sebelah utara Pulau Lentea yang berbatasan dengan Pulau Darawa dimana topografi pantainya agak curam, ekosistem mangrove dan ekosistem lamun berdekatan namun agak jauh dari ekosistem terumbu karang. Sub stasiun 2A terletak di sebelah kanan selat, sub stasiun 2B terletak di bagian tengah selat dan sub stasiun 2C terletak di bagian kiri selat

(31)

Gambar 3. Lokasi pengambilan sampel pada masing masing stasiun ■■

■ ■ ■ ■

■ ■

■■ ■

■■ ■

■ ■ ■ ■

■ ■ ■ ■

(32)

+ +

) %)

Sampel vegetasi mangrove yang digunakan adalah pada tingkat pohon ( ), dengan kriteria diameter > 4 cm (Bengen, 2004).

Pengambilan sampel untuk analisis vegetasi mangrove dilakukan dengan menggunakan metoda plot transek garis dari arah perairan ke arah darat di daerah intertidal (Bengen, 2004). Panjang transek garis batas tumbuh mangrove ke arah darat bergantung kepada ketebalan mangrove pada tiap tiap stasiun pengamatan. Pada setiap transek garis dari arah perairan ke arah darat diletakkan petak petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10m x 10 m (Gambar 4).

Darat

L A U T

Gambar 4. Transek garis dengan petak contoh (plot) dari pinggir perairan ke arah darat untuk pengamatan vegetasi mangrove.

% 0 1% %

Plot 1 Plot 2 Plot 3

Plot 1 Plot 2 Plot

Plot 3 Plot 2

Plot 1

300 m

(33)

Jumlah petak contoh untuk tiap tiap transek garis adalah 3 petak contoh. Pada setiap petak contoh yang telah ditentukan, dilakukan pengukuran jumlah individu setiap jenis dan lingkar diameter batang pohon. Pengukuran lingkar diameter batang dilakukan setinggi dada (DBH =) % ) atau sekitar 1.3 m di atas pertemuan akar.

- + +

Pengambilan sampel air dilakukan pada masing masing substasiun pengamatan. Sampel air yang diukur di lapangan meliputi suhu, kekeruhan, oksigen terlarut (DO), pH dan salinitas. Sedangkan untuk sampel yang tidak dapat diukur langsung di lapangan ( nitrat dan fosfat) dilakukan pengambilan sampel air kemudian dimasukkan dalam 'cool box' untuk mengurangi aktivitas mikroorganisme dalam sampel selanjutnya dianalisis di laboratorium.

Sampel sedimen diambil dengan menggunakan pipa paralon, yang diambil pada substasiun yang sama dengan pengambilan contoh air, sedimen diambil kurang lebih 500 gram selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan dalam # * selanjutnya dianalisis di laboratorium. Sampel air dan sedimen dianalisis di laboratorium Dasar Kimia Analitik Universitas Haluoleo Kendari.

2 % + %3%% %

Pengambilan sampel plankton dari kolom air diambil dengan bantuan ember (5 liter) sebanyak 20 kali ulangan sehingga total air yang disaring nantinya sebanyak 100 liter. Sampel plankton disaring dengan menggunakan $ (jaring plankton) yang berbentuk kerucut dengan diameter 30 cm dan mata jaring 35 Pm untuk fitoplankton dan zooplankton. Hasil saringan plankton dituangkan ke dalam botol contoh dan diawetkan dengan larutan lugol.

Plankton yang telah diawetkan kemudian diidentifikasi hingga ke takson yang memungkinkan yaitu genus dengan menggunakan buku pedoman Yamaji (1982), Tomas (1997) di Laboratoriun Biologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makasar.

(34)

14.5 cm dengan tinggi pipa 25 cm dalam petak contoh 1m x 1m sebanyak 3 kali, selanjutnya untuk memisahkan makrozoobentos dari lumpur dan benda benda lain digunakan saringan dengan ukuran mata jaring 0.5 mm Setelah bentos terpisah dari substrat dasar, kemudian dikumpulkan dan dikemas dalam botol serta diawetkan dengan larutan formlain 37% untuk selanjutnya diidentifikasi hingga takson yang memungkinkan di Laboratoriun Biologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makasar.

%#

Pengambilan sampel iktiofauna pada setiap stasiun dilakukan dengan menggunakan alat tangkap dengan ukuran panjang 20 meter, lebar 1,5 meter dengan 3 ukuran mata jaring yaitu 2,54 cm, 3.29 cm dan 6.35 cm. Pengambilan contoh pada setiap substasiun dilakukan pada saat pasang hingga surut dengan tiga kali ulangan. Dari semua jenis iktiofauna yang tertangkap dilakukan identifikasi jenis, dan diukur panjang totalnya, diawetkan dengan larutan formalin (4%) untuk identifikasi lebih lanjut.

Informasi komunitas iktiofauna yang perlu diketahui adalah :

• Jenis iktiofauna yang diperoleh untuk mengetahui komposisi jenis.

• Data panjang total iktiofauna.

• Kelas ukuran iktiofauna

! +

! ) %)

Analisis data vegetasi mangrove menggunakan metode yang diberikan oleh Bengen (2004), yaitu meliputi:Kerapatan Jenis (Ki), Kerapatan Relatif (KRi), Frekuensi Jenis (F), Frekuensi Relatif (FRi), Basal Area (BA), Penutupan Jenis atau Dominasi (Di), Dominasi Relatif (DRi) dan Nilai Penting (NP) :

1. Kerapatan Jenis (Ki) adalah jumlah individu jenis i dalam suatu unit area

...(1)

(35)

2. Kerapatan Relatif (KRi) adalah perbandingan antara jumlah individu jenis i (ni) dan jumlah total tegakan seluruh jenis (Σn) :

(4 5 6 0ΣΣΣΣ 7 8 99………...(2)

3. Frekuensi Jenis (F) adalah peluang ditemukannya jenis i dalam petak contoh/plot yang diamati :

Σ

ΣΣ

Σ

………...(3) di mana i adalah frekuensi jenis i, pi adalah jumlah petak contoh/plot di mana ditemukan jenisi, dan p adalah jumlah total petak contoh/plot yang diamati.

4. Frekuensi Relatif (FRi) adalah perbandingan antara frekuensi jenis i (Fi) dan jumlah

frekuensi untuk seluruh jenis (ΣF) :

Σ

ΣΣ

Σ

………...(4)

5. Basal Area (BA)

- 5 6ππππ - 7 0 !...(5)

di mana BA adalah basal area, π (3,1416) adalah suatu konstanta dan DBH adalah diameter batang pohon dari jenis i.

6. Penutupan Jenis atau Dominasi Jenis (Di) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area :

5ΣΣΣΣ- 0 ………(6)

di mana BA adalah Basal Area dan A adalah luas total area pengambilan contoh (luas total petak contoh/plot)

: Penutupan Relatif Jenis atau Dominasi Relatif (DRi) adalah perbandingan antara luas area penutupan jenis i dan luas total area penutupan untuk seluruh jenis, atau perbandingan antara dominasi individu jenis I (Di) dan jumlah total dominasi seluruh individu (ΣD) :

(36)

8. Nilai Penting (NP) adalah jumlah nilai Kerapatan Relatif (KRi), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominasi Relatif (DRi) :

………...(8)

! % + %3%% %

%

Pemeriksaan dan pengukuran plankton (fitoplankton dan zooplankton) dilakukan di laboratorium dengan alat seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Parameter, metode dan alat yang digunakan dalam analisis plankton.

NO Parameter yang diukur Metode analisis Alat

1.

Kelimpahan fitoplankton dan zooplankton dinyatakan dalam sel per liter. Rumus perhitungan kelimpahan fitoplankton adalah sebagai berikut :

dimana :

N = Kelimpahan plankton (sel/l) n = Jumlah sel yang tercacah (sel)

Vt = Volume total $+ (1000 mm3)

Vs = Volume $+ yang diamati (150 ml)

Vol 1 = Volume air contoh hasil pengendapan (100 ml) Vol 2 = Volume air contoh yang diendapkan (100 ml)

Vols = Volume penampang $+ (1 ml)

- %3%% %

Komposisi spesies hewan makrobentos menggambarkan kekayaan spesies hewan makro bentos yang terdapat di lingkungan perairan. Sedangkan kepadatan spesies hewan makrobentos didefinisikan sebagai jumlah individu satu spesies per stasiun, biasanya dalam satuan meter kuadrat (Odum, 1971).

(37)

Secara matematis dapat dijabarkan sebagai berikut : K = 10000 x ∑ni

A dengan :

K = Kelimpahan hewan makrobentos ( ind/ m2) ∑ni = Jumlah hewan makrobentos (individu) A = Luas pipa paralon (cm2)

10000 = Konversi dari cm2ke m2

! % %#

( %#

Kelimpahan iktiofauna dinyatakan dalam individu per meter kuadrat. Rumus perhitugan kelimpahan iktiofauna adalah sebagai berikut :

=

dimana :

N = Kelimpahan iktiofauna (ind/m2)

ni = Jumlah iktiofauna jenis i yang tertangkap (individu) A = Luas alat tangkap (m2)

- ( %#

Keanekaragaman jenis iktiofauna dihitung dengan menggunakan Indeks Shannon Wiener (Odum, 1993) :

=

'

%

(

log

1

=

− )

dimana :

H’ = Indeks Keanekaragaman Shanon Wiener ni = Jumlah jenis iktiofauna ke i

(38)

Kriteria penilaian berdasarkan keanekaragaman jenis adalah :

1. jika H’ < 1, Keanekaragaman rendah, penyebaran rendah, jumlah iktiofauna tiap jenis sedang dan kestabilan komunitas rendah.

2. Jika 1 < H’ < 3, Keanekaragaman sedang, penyebaran sedang, jumlah iktiofauna tiap jenis sedang dan kestabilan komunitas sedang.

3. Jika H’ > 3, keanekaragaman tinggi, penyebaran tinggi, jumlah iktiofauna tiap jenis tinggi dan kestabilan komunitas tinggi.

2 ( %#

Keseragaman jenis Iktiofauna (E) dihitung dengan menggunakan Indeks Shannon Wiener (Odum, 1993) :

E = H’/H’maks

dimana :

E = Indeks keseragaman H’max = log S

S = Jumlah jenis iktiofauna

Nilai keseragaman jenis berkisar antara 0 dan 1. Semakin kecil nilai tersebut (mendekati nol) maka semakin kecil keseragaman yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran individu tiap jenis tidak sama dan ada kecendrungan populasi tersebut didominasi oleh suatu jenis. Jika nilai keseragaman tinggi (mendekati 1), maka dikatakan bahwa populasi menyebar merata dan tidak ada jenis yang dominan.

% %#

Dominansi jenis dihitung dengan menggunakan Indeks Dominansi Simpson (Odum, 1993) :

D = Indeks dominansi jenis ni = Jumlah iktiofauna jenis ke i N = Jumlah total iktiofauna

(39)

! ! %) + ) %#

+ +

Untuk menentukan karaktersitik variasi biofisik perairan dan sedimen antar stasiun

pengamatan digunakan Analisis Komponen Utama (- atau

PCA) (Bengen, 2000). Analisis Komponen Utama merupakan metoda statistik deskriptif yang dapat digunakan untuk menampilkan data dalam bentuk grafik dan informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data. Matriks data yang dimaksud terdiri dari stasiun penelitian sebagai individu statistik (baris) dan variabel lingkungan (Biofisik perairandan sedimen) yang berbentuk kuantitatif (kolom).

Bengen (2000) lebih lanjut menyatakan bahwa analisis ini memungkinkan adanya suatu reduksi terhadap dimensi dari ruang ruang agar dapat lebih mudah dibaca dengan kehilangan informasi sesedikit mungkin. Metode ini bertujuan mendeterminasi sumbu sumbu optimum tempat diproyeksikannya individu individu dan / atau variabel variabel.

Data variabel biofisik perairan dan sedimen yang diperoleh tidak memiliki pengukuran yang sama, maka sebelum dilakukan Analisis Komponen Utama, data tersebut perlu dinormalisasikan terlebih dahulu melalui pemusatan dan pereduksian

Nilai sesudah pemusatan diperoleh dari selisih antara nilai variabel dengan nilai rata rata, yakni :

_ *

− =

dimana :

C = Nilai pemusatan Ni= Nilai asli variabel

_

* = Nilai rata rata variabel

Sementara pereduksian merupakan hasil bagi antara variabel yang telah dipusatkan dengan nilai simpangan baku variabel, yang dirumuskan sebagai berikut:

=

dimana :

R = Nilai pereduksian C = Nilai pemusatan

(40)

Untuk menentukan hubungan antara dua variabel digunakan pendekatan matriks korelasi yang dihitung dari indeks sintetik (Ludwig dan Reynolds, 1988), yaitu:

Rs x s= As x n Atn x s dimana :

Rs x s = Matriks korelasi rij As x n = Matriks indeks sintetis rij

Atn x s = Matriks transpose (pertukaran baris dan kolom) dari matriks A

Korelasi linear antara dua variabel yang dihitung dari indeks sintetiknya merupakan peragam dari dua variabel yang telah dinormalkan. Tahapan ini sebenarnya merupakan suatu usaha untuk mentransformasikan p variabel kuantitatif awal (inisial), yang kurang lebih saling berkorelasi, ke dalam p variabel kuantitatif baru yang disebut komponen utama. Dengan demikian hasil dari analisis ini tidak berasal dari variable variabel awal (inisial) tetapi dari indeks sintetik yang diperoleh dari kombinasi linier variabel variabel asal.

Di antara semua indeks sintetik yang mungkin, analisis ini mencari terlebih dahulu indeks yang menunjukkan ragam individu yang maksimum. Indeks ini disebut komponen utama pertama atau sumbu ke 1 (F1), yaitu suatu proporsi tertentu dari ragam total stasiun yang dijelaskan oleh komponen utama ini. Selanjutnya dicari komponen utama kedua (F2) yang memiliki korelasi nihil dengan F1 dan memiliki ragam individu terbesar. Komponen utama kedua memberikan informasi terbesar sebagai pelengkap komponen utama pertama. Proses ini berlanjut terus sehingga diperoleh komponen utama ke p, di mana bagian informasi yang dapat dijelaskan semakin kecil.

Pada prinsipnya Analisis Komponen Utama menggunakan pengukuran jarak Euclidean (jumlah kuadrat perbedaan antara individu untuk variabel yang berkoresponden) pada data. Jarak Euclidean dirumuskan sebagai berikut:

(41)

Semakin kecil jarak Euclidean antara dua stasiun, maka semakin mirip karakteristik biofisik perairan dan sedimen antar kedua stasiun tersebut dan sebaliknya semakin besar jarak Euclidean antara dua stasiun, maka semakin berbeda karaktersitik Biofisik perairan dan sedimen kedua stasiun tersebut.

! $ %# +

Untuk mengetahui sebaran iktiofauna berdasarkan stasiun penelitian digunakan

Analisis Faktorial Koresponden ( atau CA) (Bengen, 2000).

Analisis Faktorial Koresponden merupakan salah satu bentuk analisis sidik peubah ganda atau analisis statistik multidemensi. Analisis ini didasarkan atas matriks data I baris (kelimapahan iktiofauna) dan J kolom (stasiun) dimana ditentukan pada baris ke i dan kolom ke j kelimpahan iktiofauna dari stasiun pengamatan.

Analisis Faktorial Koresponden merupakan suatu analisis komponen utama ganda dengan suatu pengukuran jarak khi kuadrat. Analisis ini tidak menghasilkan dua grafik yang independen tapi hanya satu grafik unik dimana baris dan kolom dipresentasikan pada grafik yang sama. Hal ini dimungkinkan karena terdapat hubungan sederhana antara koordinat faktoril dari karakter baris dan karakter kolom. Selanjutnya untuk pengukuran kemiripan antara dua baris atau dua kolom dilakukan melalui pengukuran jarak khi kuadrat dengan menggunakan persamaan :

.

Xi= Jumlah dari baris i untuk keseluruhan kolom j Xj = Jumlah dari kolom j untuk keseluruhan baris i

! < % % %# + % %

(42)

Berdasarkan Sparre dan Venema (1992), penentuan distribusi normal ini di mulai dari sisi kiri distribusi total kemudian bergerak ke kanan selama masih ada distribusi normal yang dapat dipisahkan dari distribusi total. Seluruh proses pemisahan distribusi normal adalah:

1. Menentukan kemiringan ( ) sebuah distribusi normal yang tidak terkontaminasi, yang terletak pada sisi kiri distribusi normal.

2. Menentukan distribusi normal kelompok dan mentransformasikan ke dalam satu garis lurus.

3. Menentukan jumlah iktiofauna (N) yang terdapat dalam kelas panjang yang termasuk kedalam kelompok pertama dan memisahkannya dari distribusi total.

4. Mengulangi proses diatas untuk mencari distribusi normal frekuensi panjang selanjutnya, sampai tidak ada lagi distribusi normal yang ditemukan.

5. Nilai rata rata (modus) dari tiap tiap kelompok yang telah ditentukan melalui tahap 1 sampai 4 dapat digunakan untuk mencari perbedaan umur tiap tiap kelompok. Distribusi normal mempunyai persamaan sebagai berikut:

[

2

]

Fc = Frekuensi teoritis N = Jumlah pengamatan dL = Interval kelas x = Tengah kelas

* = Nilai tengah panjang

π = 3,14159

s = Simpangan baku

dengan :

{

}

N = Jumlah iktiofauna * = Panjang iktiofauna ke i

(43)

1. Mengkonversikan suatu persamaan distribusi normal kedalam suatu parabola. Langkah ini dilakukan dengan menarik logaritma kedua sisi persamaan (1):

2

Dengan menganggap ln fc (x) merupakan suatu peubah tidak bebas y dan x sebagai peubah bebas, maka diperoleh hubungan fungsional antara y dan x, sehingga persamaan (2) dapat ditunjuk secara grafis oleh suatu parabola yang rumusnya sebagai berikut:

2. Mengkonversi parabola pada langkah 1 di atas kedalam suatu persamaan linear

( )

*

dimana y’ adalah selisih antara jumlah logaritma kelas panjang tertentu dan jumlah logaritma kelas panjang sebelumnya. ( ) menunjukkan sutu perbedaan kecil antara nilai nilai dua fungsi. Kemudian y’ diplotkan terhadap suatu peubah baru z, dimana:

z = x + dL/2 ... (6)

Persamaan (2) kemudian dimasukkan kedalam persamaan (4), menjadi:

(44)

y’ = a + b (z) ... (8)

dimana: =( /)2(*) #= − /2

kemudian menghitung ragam dan panjang rata ratanya (modus) dengan menggunakan persamaan berikut ini:

2

(Bhattacharya, 1967 Sparre dan Venema, 1992). Pemisahan distribusi normal dengan metode Bhattacharya ini dilakukan dengan menggunakan bantuan paket program FiSAT (Gayanilo dan Pauly, 1997).

! : % %) + %

%#

Untuk mengetahui sebaran Iktiofauna berdasarkan stasiun penelitian digunakan

Analisis Faktorial Koresponden ( atau CA) (Bengen, 2000).

Evaluasi keterkaitan Ekosistem mangrove dengan komunitas ikhtiofauna dilakukan

dengan menggunakan Analisis Faktorial Koresponden ( atau

CA) (Bengen, 2000).

Tujuan analisis ini adalah untuk merealisasikan satu atau beberapa grafik dari suatu tabel/matriks data, dengan mereduksi dimensi ruang representasi data tanpa banyak kehilangan banyak informasi pada waktu reduksi dilakukan (Bengen, 2000)

Analisis Faktorial Koresponden merupakan salah satu bentuk analisis sidik peubah ganda atau analisis statistik multidemensi. Analisis ini didasarkan atas matriks data I baris ( Famili Iktiofauna, kerapatan mangrove) dan J kolom (stasiun) dimana ditentukan pada baris ke i dan kolom ke j kelimpahan iktiofauna dari stasiun pengamatan.

(45)

. .

.

. ! ! ! !

! / / ) /

( ) ' ,

( 2

1

' '

2

=

− =

dimana :

(46)

ekologi, mangrove dihuni oleh beragam jenis biota baik yang hidup di perairan maupun yang berasal dari daratan. Salah satu jenis biota laut yang bernilai ekonomis penting hidup di daerah mangrove adalah komunitas iktiofauna.

Ekosistem mangrove dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber bahan kayu bakar, tiang tiang rumput laut dan sebagainya. Pemanfaatan ekosistem mangrove semakin meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Jika hal ini terus berlangsung dikhawatirkan akan menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove yang pada akhirnya akan mengancam kehidupan berbagai macam fauna invertebrata dan vertebrata pada ekosistem ini, termasuk berbagai jenis iktiofauna.

Secara bio ekologis, perairan Pulau Lentea terdiri dari empat ekosistem penting, yaitu pantai berpasir, lamun, mangrove dan terumbu karang. Pada keempat ekosistem ini hidup beragam jenis biota. Ekosistem pantai berpasir didominasi oleh berbagai jenis moluska, echinodermata (teripang). Ekosistem lamun dihuni oleh jenis ikan diantaranya beronang, crustacea (kepiting), echinodermata (teripang), kerang kerangan dan lain lain, sedangkan pada ekosistem mangrove terdapat beberapa jenis iktiofauna, dan beberapa jenis gastropoda serta bivalvia.

Keterkaitan ekosistem mangrove dengan sumberdaya iktiofauna telah dikemukakan oleh beberapa peneliti sebelumnya, diantaranya adalah Kawaroe (2000) yang melaporkan bahwa di daerah mangrove Mayangan dan Blanakan Kabupaten Subang Jawa Barat ditemukan sebanyak 74 spesies ikan ekonomis penting dari 37 famili yang memperlihatkan adanya kontribusi ekosistem mangrove sebagai tempat tumbuh besar dan mencari makan bagi beragam jenis ikan.

(47)

Wakatobi. Mangrove di Pulau Lentea terdiri dari tiga genera yaitu (api api), dan (Ola, 2004). Umumnya vegetasi mangrove ditemukan dalam tingkat pohon dan perkembangannya cukup baik. Pada ekosistem mangrove di lokasi penelitian ditemukan berbagai jenis iktiofauna yang bernilai ekonomis penting. Keberadaan komunitas iktiofauna ini sangat tergantung pada kondisi ekosistem mangrove yang merupakan habitat bagi komunitas iktiofauna, baik sebagai daerah asuhan

( ), daerah mencari makan ( ) maupun sebagai tempat

pemijahan ( ) dan tempat berlindung.

Pemanfaatan sumberdaya mangrove yang cenderung meningkat oleh masyarakat yang digunakan sebagai sumber bahan kayu bakar, tiang tiang rumput laut dan sebagainya dikhawatirkan akan menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove, yang mengakibatkan hilangnya komponen sumberdaya hayati lain yang terkandung di dalamnya dan sumberdaya perikanan di wilayah perairan sekitarnya. Akhirnya ketika ekosistem mangrove ini mengalami tekanan maka akan berdampak pada keberadaan komunitas iktiofauna. Menurut May (2005), sesuai dengan pendapat para peneliti perikanan yang meyakini bahwa perikanan tradisional di daerah pesisir di sekitar Kaledupa telah mengalami penurunan. Sumberdaya hasil laut desa Lentea saat ini juga telah mengalami penurunan dibandingkan pada tahun tahun sebelumnya. Salah satu bukti sumberdaya hasil laut yang menunjukkan penurunan dan dikhawatirkan adalah sumberdaya iktiofauna yang sudah berada pada kondisi tangkap lebih yang ditandai adanya jenis ikan yang ditangkap dibawah ukuran dewasa. Hal ini disebabkan adanya anggota masyarakat desa yang kadang menggunakan tehnik alat tangkap seperti jaring dan sero yang menggunakan ukuran mata jaring yang sangat kecil. Juga hadirnya sebagian nelayan dari luar desa, dan nelayan dari luar kecamatan/kabupaten yang melakukan penangkapan hasil hasil laut dikawasan tersebut yang kadang menggunakan bom dan potasium. Penurunan sumberdaya hasil laut ini juga tidak terlepas dari adanya kegiatan masyarakat yang mengeksploitasi mangrove yang digunakan sebagai sumber bahan kayu bakar dan sebagainya.

(48)

keterkaitannya dengan komunitas iktiofauna, mengingat hal tersebut sampai saat ini khususnya di Pulau Lentea Kaledupa Selatan belum pernah dilakukan. Secara umum diagram pendekatan masalah dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Batasan penelitian

Gambar 1. Diagram pendekatan masalah

Daerah mencari makan

Komunitas iktiofauna berdasarkan jenis

dan ukuran

Fungsi sosial ekonomi Fungsi fisik

Habitat alami

Daerah asuhan

Kondisi biofisik lingkungan perairan dan sedimen

Fungsi ekologi Ekosistem Mangrove

(49)

1. Mengkaji struktur dan kondisi ekosistem mangrove.

2. Mengkaji struktur iktiofauna dan sebarannya berdasarkan kondisi perairan. 3. Menganalisis keterkaitan antara ekosistem mangrove dan komunitas iktiofauna.

! " #

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan mengenai keterkaitan antara mangrove dan komunitas iktiofauna. Selain itu juga memberikan informasi dan masukan bagi PEMDA setempat, masyarakat dan pengguna lain akan pentingnya ekosistem mangrove terhadap komunitas iktiofauna. Informasi ini selanjutnya dapat digunakan dalam upaya pengelolaan ekosistem mangrove bagi kepentingan perikanan dan konservasi.

$ %

(50)

& ' (

% %)

Beberapa ahli mendefinisikan istilah mangrove secara berbeda beda, namun pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Kata mangrove berasal dari kata yang

berarti komunitas suatu tumbuhan (How Chaw 1984 Rusila 1993),

sedangkan Bengen (2004) mendefinisikan mangrove sebagai komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Mangrove umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat, karena itu hutan mangrove banyak ditemukan di pantai pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung .

Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang

termasuk ke dalam empat famili : Rizophoraceae dan

Sonneratiacea , Avicenniaceae dan Meliaceae ! "

Secara umum karakteristik habitat (tempat hidup) mangrove adalah sebagai berikut (Bengen, 2004) :

• Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur,

berlempung atau berpasir.

• Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya

tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi penggenangan menentukan komposisi vegetasi mangrove.

• Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.

• Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air

(51)

Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang mempunyai ciri khusus karena lantai hutannya secara teratur digenangi oleh air yang dipengaruhi oleh salinitas serta fluktuasi ketinggian permukaan air karena adanya pasang surut air Laut (Duke, 1992).

Ekosistem mangrove dikenal juga dengan istilah , #

dan hutan payau (Kusmana 2005), yang terletak di perbatasan antara darat dan laut, tepatnya di daerah pantai dan disekitar muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Sumaharni, 1994).

Ekosistem mangrove dan perairan di sekitarnya merupakan suatu ekosistem yang spesifik. Hal ini disebabkan oleh proses kehidupan organisme yang saling berkaitan yang terdapat di daratan maupun di lautan. Selain itu ekosistem mangrove sangat berpengaruh terhadap lingkungan sekitarnya, karena hutan mangrove berperan sebagai penghasil bahan organik yang berguna untuk menunjang kelestarian organisme (Heald dan Odum, 1972 Djamali, 1994).

* + # % %)

Mangrove merupakan sumberdaya alam wilayah pesisir tropis yang memiliki manfaat ganda dengan pengaruh yang sangat luas terhadap aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Besarnya peranan ekosistem mangrove terhadap kehidupan dapat diamati dari keragaman jenis hewan, baik yang hidup di perairan, di atas lahan, maupun di tajuk tajuk tumbuhan mangrove serta ketergantungan manusia secara langsung terhadap ekosistem ini (Naamin, 1991). Hutan mangrove juga merupakan kombinasi dari tanah, air, tumbuhan, binatang, dan manusia yang menghasilkan barang dan jasa (Hamilton and Snedaker, 1984).

(52)

bahwa ekosistem mangrove memiliki produktivitas yang tinggi, dan fungsi ekonomis ekosistem mangrove sangat banyak baik jumlah maupun kualitasnya.

Bengen (2004), menyatakan fungsi ekologis hutan mangrove adalah sebagai berikut :

• Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan

lumpur dan perangkap sedimen yang di angkut oleh aliran air permukaan.

• Sebagai penghasil sejumlah detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan

pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan bagi para pemakan detritus, dan sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan.

• Sebagai daerah asuhan ( ), daerah mencari makan ( ) dan

daerah pemijahan ( ) bermacam biota perairan (ikan, udang dan kerang kerang) baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai.

Peran yang sangat penting dari ekosistem mangrove adalah berhubungan dengan produktivitas primer ekosistem tersebut yang tinggi jika dibandingkan dengan ekosistem lain di wilayah pesisir, karena secara biologi ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang subur dan diperkirakan produktivitas primer ekosistem ini adalah lebih besar dari pada produktivitas ekosistem perairan pantai lainnya seperti ekosistem terumbu karang dan padang lamun (Indradjaya, 1992). Sebagai suatu ekosistem, mangrove menopang kekayaan plasma nutfah yang mengakibatkan banyak biota darat maupun biota laut yang sebagian atau seluruh hidupnya berada di ekosistem ini. Dilihat dari aspek perikanan dapat diduga bahwa ekosistem mangrove merupakan daerah penghasil ikan, udang, kepiting dan produk perikanan lain yang memanfaatkan ekosistem mangrove

sebagai tempat mencari makan ( dan tempat pembesaran (

"

( %)

(53)

Train (1979) menyatakan bahwa suhu berpengaruh terhadap metabolisme, respirasi, tingkah laku, distribusi, migrasi, kecepatan makan, pertumbuhan dan reproduksi organisme perairan. Kusmana (1993) menyatakan bahwa pertumbuhan mangrove yang baik memerlukan suhu udara rata rata minimal lebih besar dari 20°C dan perbedaan suhu musiman tidak melebihi 5°C, kecuali di Afrika Timur dimana perbedaan suhu musiman mencapai 10°C. Hutching dan Saenger (1987) mendapatkan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan beberapa spesies mangrove, yaitu tumbuh baik pada suhu 18 20°C dan suhu optimum spp. sekitar 27°C.

Boyd (1982) mendefinisikan kekeruhan sebagai ukuran biasan cahaya dalam air yang disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi suatu polutan yang terkandung di perairan. Kekeruhan pada perairan pesisir tidak sama sepanjang tahun, air akan sangat keruh pada musim penghujan. Kekeruhan di perairan pesisir terutama disebabkan oleh adanya erosi dari daratan. Pengaruh utama dari kekeruhan adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga menurunkan aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga bentik, akhirnya akan menurunkan produktivitas perairan (Nybakken, 1988)

(54)

umumnya ditemui hidup di daerah dengan salinitas tanah mendekati

salinitas air laut. pada salinitas 55 ‰ (Chapman, 1976

Noor (1999). Jenis jenis umumnya tumbuh pada daerah dengan

salinitas di bawah 25 ‰ (MacNae, 1968 Noor , 1999) menyebutkan bahwa kadar salinitas optimum untuk " adalah 10 25 ‰.

Sumber oksigen terlarut dalam perairan dapat diperoleh dari hasil proses fotosintesis fitoplankton atau tumbuhan hijau dan proses difusi dari udara, serta hasil proses kimiawi dan reaksi reaksi oksidasi. Keberadaan oksigen di perairan biasanya diukur dalam jumlah oksigen terlarut dalam satu liter air. Oksigen terlarut sangat penting bagi eksistensi flora dan fauna mangrove (terutama dalam proses fotosintesis dan respirasi) dan percepatan dekomposisi serasah. Oleh karena itu, konsentrasi oksigen terlarut berperan mengontrol komposisi spesies, distribusi dan pertumbuhan mangrove. Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu, musim, kesuburan tanah, keanekaragaman tumbuhan, dan organisme aquatik.

Hara yang dihasilkan oleh serasah mangrove antara lain mengandung N dan P yang terlarut dalam air akan menunjang proses pertumbuhan fitoplankton. Sehingga terdapat hubungan antara total N dan P serasah, total N dan P air, produktivitas perairan dan jumlah individu fitoplankton, zooplankton dan makrozoobentos (Welch dan Lindell, 1980).

Fitoplankton merupakan tumbuhan mikroorganisme yang hidup melayang atau mengapung di dalam air dan tidak mampu menahan arus (Barnes, 1980). Ruang hidupnya mulai dari permukaan hingga pada kedalaman yang dapat ditembus oleh cahaya matahari. Fitoplankton mampu hidup di perairan yang tenang seperti kolam, danau dan waduk atau di perairan laut. Kesuburan suatu perairan dan potensi sumberdaya hayati umumnya ditentukan oleh besarnya biomassa dan produktivitas fitoplankton (Nontji, 1984). Dalam suatu perairan fitoplankton memiliki fungsi (1) pengubah zat anorganik menjadi zat organik; (2) makanan zooplankton dan beberapa jenis larva ikan; (3) sumber zat asam; dan (4) bagian dari daur ulang hara yang terkandung dalam perairan (Raymont, 1963).

(55)

fitoplankton mengolah makanan dari mineral dan zat hara dengan prosess fotosintesis menjadi zat zat organik. Selanjutnya fitoplankton akan dimakan oleh zooplankton sebagai konsumen pertama, sedangkan zooplankton sendiri akan dimakan oleh konsumen tingkat kedua yang merupakan hewan predator. Dengan demikian fitoplankton secara tidak langsung sangat dibutuhkan bagi kehidupan organisme di suatu perairan (Raymont, 1963).

Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh tersedianya unsur hara terutama dalam bentuk senyawa fosfor dan nitrat. Oleh karena itu kelimpahan fitoplankton dapat bervariasi baik menurut ruang maupun waktu. Dalam variasinya menurut ruang, estuaria sering merupakan area kesuburan tinggi dan populasi fitoplankton yang cukup besar (Hartati 1990).

Zooplankton sangat kaya jenis. Ada hewan yang seluruh daur hidupnya tetap sebagai plankton, disebut $ . Ada pula yang hanya sebagian dari daur hidupnya sebagai plankton. Kehidupan sebagai plankton dijalaninya hanya pada awal, sebagai telur atau larva, sedangkan bila telah dewasa hidup sebagai nekton (berenang bebas) atau bentos (hidup di dasar laut). Plankton yang bersifat sementara ini disebut $ . Acapkali bentuk larva sebagai plankton sangat jauh bedanya dengan bentuk dewasanya. Larva kepiting misalnya sama sekali tidak menunjukkan persamaan bentuk dengan kepiting dewasa (Nontji, 1993).

Bentos mencakup semua organisme yang hidup di dasar atau dalam dasar perairan. Berdasarkan pada ukurannya, bentos dikelompokkan menjadi makrobentos (tersaring dengan No. US. 30) dan mikrobentos, sedangkan menurut batasan biologis digolongkan menjadi fitobentos dan zoobentos (Dahuri 1993). Zoobentos yang hidup di permukaan dasar perairan dinamakan epifauna dan yang hidup di bawah permukaan dasar perairan dinamakan infauna.

(56)

Sebagian besar jenis jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur terutama di daerah dimana endapan lumpur terakumulasi (Chapman, 1976). Di Indonesia, substrat berlumpur ini sangat baik untuk tegakan

dan " Jenis jenis lain seperti tumbuh

dengan baik pada substrat berpasir, bahkan pada pulau karang berupa pecahan karang, kerang dan bagian bagian dari % " Di Indonesia, " dan # tumbuh pada pantai yang berpasir, atau bahkan pada pantai

berbatu (Ding Hou Kint, 1934 Norr 1999).

! ( + , %# + % %)

Ekosistem mangrove merupakan daerah perikanan yang lebih subur daripada dataran lumpur terutama yang terdapat di daerah sepanjang pantai sekitar beting karang (reef) dan laguna (lagoon). Tumbuhan mangrove dapat memproses makanan yang merupakan suplai pangan dari dataran lumpur ke bentuk yang tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh berbagai jenis hewan laut seperti ikan, kepiting dan kerang kerangan yang dapat dimakan oleh manusia. Tumbuhan mangrove disamping melengkapi pangan untuk binatang juga mampu menciptakan iklim yang cocok untuk binatang tersebut. Tidak teraturnya sistem perakaran dan batang mangrove serta dengan berbagai bentuk ukuran parit dan kolam yang saling berhubungan, merupakan perlindungan bagi banyak binatang, khususnya sebagai tempat membesarkan anak karena suplai makanan tersedia dan terlindung dari ikan pemangsa dan ganasnya laut (Sukarjo dan Frey, 1986

Kaswinto, 1992).

Burbridge dan Maragos (1985) menyatakan bahwa ekosistem pesisir terkait satu sama lain karena adanya aliran energi dan mineral. Meskipun hutan mangrove ditemukan di sepanjang garis pantai Queensland, penelitian penelitian mengenai komunitas ikan yang masuk ke habitat habitat ini pada saat pasang masih sedikit (Stephenson dan Dredge 1976; Morton 1990; Robertson and Duke 1990 Halliday, 1996). Hal ini mengindikasikan bahwa kerugian habitat belum diperhitungkan dalam produktivitas perikanan.

(57)

ikan laut daerah tropika menghabiskan masa hidupnya paling tidak satu fase dalam daur hidupnya, di daerah pesisir berhutan mangrove.

Djamali (1994), menyatakan bahwa di perairan mangrove sekitar Sungai Donan dan Sungai Sapuragel (Cilacap, Jawa Tengah) ditemukan 15 spesies ikan yang berasal dari 10 famili. Di sekitar perairan mangrove Teluk Bintuni, Papua Barat ditemukan 57 spesies ikan dari 26 famili. Di perairan sekitar mangrove muara Sungai Berau, Kalimantan Timur didominasi oleh ikan ikan dari famili Sciannidae, Polnemidae dan Strimateidae.

Di perairan Mangrove sekitar sungai Musi Banyuasin, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa di daerah tersebut dijumpai 99 spesies ikan dari 38 famili, 9 famili diantaranya merupakan ikan yang bernilai ekonomis penting (Genisa, 1994).

Kawaroe (2000) melaporkan bahwa terdapat sebanyak 74 spesies ikan ekonomis penting dari 30 famili di perairan mangrove sekitar Mayangan dan Blanakan, kabupaten Subang, hasil tangkapan di dua daerah tersebut didominasi oleh &

' dan( " Kelompok famili ikan

tersebut diklasifikasikan ke dalam dua grup, yaitu ikan yang berasosiasi dengan estuaria sungai dan ikan yang berasosiasi dengan estuaria laut. Meskipun fauna ikan di Mayangan memiliki kelimpahan yang rendah, tetapi nampaknya kaya akan spesies ketimbang daerah Blanakan.

(58)

- " .

/ +

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2007 di ekosistem mangrove yang terdapat di pulau Lentea Kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara (Gambar 2) dan analisa sampel dilakukan di Laboratorium Dasar Kimia Analitik Universitas Haluoleo Kendari, serta Laboratoriun Biologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar.

"

Materi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pohon mangrove, contoh air dan sedimen di lokasi penelitian, serta bahan pengawet iktiofauna (formalin) dan iktiofauna hasil tangkapan.

Peralatan, bahan, alat dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini secara rinci disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter biofisik perairan dan sedimen serta bahan/alat analisis

NO Kualitas Air Satuan Bahan/Alat analisis Bahan

Parametr Fisik

(59)
(60)

% +

Lokasi penelitian dibagi atas tiga stasiun pengamatan. Penentuan titik stasiun dilakukan pada setiap kerapatan mangrovebaiksecara vertikal maupun secara horizontal, dan berdasarkan keberadaan ekosistem mangrove di Pulau Lentea (Gambar 3).

Stasiun 1 ditempatkan di sebelah barat Pulau Lentea, dengan kondisi topografi pantainya agak curam, kedudukan ekosistem mangrove dengan ekosistem lamun dan terumbu karang yang cukup berdekatan. Pada stasiun ini pula ditentukan sub stasiun, dimana sub stasiun 1A terletak di bagian utara selat yang berhadapan langsung dengan perairan desa Langge sub stasiun 1B terletak di bagian tengah selat, sub stasiun 1C terletak di teluk dan sub stasiun 1D di sebelah selatan selat berhadapan dengan perairan Pulau Batambawi.

Stasiun 2 ditempatkan di sebelah utara Pulau Lentea yang berbatasan dengan Pulau Darawa dimana topografi pantainya agak curam, ekosistem mangrove dan ekosistem lamun berdekatan namun agak jauh dari ekosistem terumbu karang. Sub stasiun 2A terletak di sebelah kanan selat, sub stasiun 2B terletak di bagian tengah selat dan sub stasiun 2C terletak di bagian kiri selat

(61)

Gambar 3. Lokasi pengambilan sampel pada masing masing stasiun ■■

■ ■ ■ ■

■ ■

■■ ■

■■ ■

■ ■ ■ ■

■ ■ ■ ■

(62)

+ +

) %)

Sampel vegetasi mangrove yang digunakan adalah pada tingkat pohon ( ), dengan kriteria diameter > 4 cm (Bengen, 2004).

Pengambilan sampel untuk analisis vegetasi mangrove dilakukan dengan menggunakan metoda plot transek garis dari arah perairan ke arah darat di daerah intertidal (Bengen, 2004). Panjang transek garis batas tumbuh mangrove ke arah darat bergantung kepada ketebalan mangrove pada tiap tiap stasiun pengamatan. Pada setiap transek garis dari arah perairan ke arah darat diletakkan petak petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10m x 10 m (Gambar 4).

Darat

L A U T

Gambar 4. Transek garis dengan petak contoh (plot) dari pinggir perairan ke arah darat untuk pengamatan vegetasi mangrove.

% 0 1% %

Plot 1 Plot 2 Plot 3

Plot 1 Plot 2 Plot

Plot 3 Plot 2

Plot 1

300 m

(63)

Jumlah petak contoh untuk tiap tiap transek garis adalah 3 petak contoh. Pada setiap petak contoh yang telah ditentukan, dilakukan pengukuran jumlah individu setiap jenis dan lingkar diameter batang pohon. Pengukuran lingkar diameter batang dilakukan setinggi dada (DBH =) % ) atau sekitar 1.3 m di atas pertemuan akar.

- + +

Pengambilan sampel air dilakukan pada masing masing substasiun pengamatan. Sampel air yang diukur di lapangan meliputi suhu, kekeruhan, oksigen terlarut (DO), pH dan salinitas. Sedangkan untuk sampel yang tidak dapat diukur langsung di lapangan ( nitrat dan fosfat) dilakukan pengambilan sampel air kemudian dimasukkan dalam 'cool box' untuk mengurangi aktivitas mikroorganisme dalam sampel selanjutnya dianalisis di laboratorium.

Sampel sedimen diambil dengan menggunakan pipa paralon, yang diambil pada substasiun yang sama dengan pengambilan contoh air, sedimen diambil kurang lebih 500 gram selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan dalam # * selanjutnya dianalisis di laboratorium. Sampel air dan sedimen dianalisis di laboratorium Dasar Kimia Analitik Universitas Haluoleo Kendari.

2 % + %3%% %

Pengambilan sampel plankton dari kolom air diambil dengan bantuan ember (5 liter) sebanyak 20 kali ulangan sehingga total air yang disaring nantinya sebanyak 100 liter. Sampel plankton disaring dengan menggunakan $ (jaring plankton) yang berbentuk kerucut dengan diameter 30 cm dan mata jaring 35 Pm untuk fitoplankton dan zooplankton. Hasil saringan plankton dituangkan ke dalam botol contoh dan diawetkan dengan larutan lugol.

Plankton yang telah diawetkan kemudian diidentifikasi hingga ke takson yang memungkinkan yaitu genus dengan menggunakan buku pedoman Yamaji (1982), Tomas (1997) di Laboratoriun Biologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makasar.

(64)

14.5 cm dengan tinggi pipa 25 cm dalam petak contoh 1m x 1m sebanyak 3 kali, selanjutnya untuk memisahkan makrozoobentos dari lumpur dan benda benda lain digunakan saringan dengan ukuran mata jaring 0.5 mm Setelah bentos terpisah dari substrat dasar, kemudian dikumpulkan dan dikemas dalam botol serta diawetkan dengan larutan formlain 37% untuk selanjutnya diidentifikasi hingga takson yang memungkinkan di Laboratoriun Biologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makasar.

%#

Pengambilan sampel iktiofauna pada setiap stasiun dilakukan dengan menggunakan alat tangkap dengan ukuran panjang 20 meter, lebar 1,5 meter dengan 3 ukuran mata jaring yaitu 2,54 cm, 3.29 cm dan 6.35 cm. Pengambilan contoh pada setiap substasiun dilakukan pada saat pasang hingga surut dengan tiga kali ulangan. Dari semua jenis iktiofauna yang tertangkap dilakukan identifikasi jenis, dan diukur panjang totalnya, diawetkan dengan larutan formalin (4%) untuk identifikasi lebih lanjut.

Informasi komunitas iktiofauna yang perlu diketahui adalah :

• Jenis iktiofauna yang diperoleh untuk mengetahui komposisi jenis.

• Data panjang total iktiofauna.

• Kelas ukuran iktiofauna

! +

! ) %)

Analisis data vegetasi mangrove menggunakan metode yang diberikan oleh Bengen (2004), yaitu meliputi:Kerapatan Jenis (Ki), Kerapatan Relatif (KRi), Frekuensi Jenis (F), Frekuensi Relatif (FRi), Basal Area (BA), Penutupan Jenis atau Dominasi (Di), Dominasi Relatif (DRi) dan Nilai Penting (NP) :

1. Kerapatan Jenis (Ki) adalah jumlah individu jenis i dalam suatu unit area

...(1)

Gambar

Tabel�1.�Parameter�biofisik�perairan�dan�sedimen�serta�bahan/alat�analisis�
Gambar�2.��Lokasi�penelitian�di�kepulauan�Wakatobi�Provinsi�Sulawesi�Tenggara�
Tabel�1.�Parameter�biofisik�perairan�dan�sedimen�serta�bahan/alat�analisis�
Gambar�2.��Lokasi�penelitian�di�kepulauan�Wakatobi�Provinsi�Sulawesi�Tenggara�
+7

Referensi

Dokumen terkait

Objek variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Hasil Belajar sebagai variabel terikat dan Motivasi Belajar, Cara Belajar, Persepsi Siswa Terhadap

Hasil uji Paired-Sample T test terhadap konsumsi asam folat sebelum dan sesudah suplementasi pada kelom- pok perlakuan I dan II menunjukkan (p&lt;0,05) hal ini

Namun, karena keterbatasan kemampuan penulis terhadap gaya bahasa pada bahasa Mandarin, maka penulis hanya membahas beberapa gaya bahasa yang sering digunakan pada lirik lagu,

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “Evaluasi Supervisi Akademik Kep ala Sekolah Dasar di Gugus Baskara Sumirat UPTD Pendidikan Kecamatan Tembalang

Pada keadaan ini momentum angular elektron, L merupakan perkalian bilangan bulat dengan konstanta Planck h dibagi 2.. Pada

Iklan merupakan salah satu bentuk penyampaian informasi mengenai barang dan atau jasa dari pelaku usaha kepada konsumennya, maka dari itu iklan tersebut sangat penting

Jika telah habis batas waktu sewa, pemohon dapat mengajukan permohonan perpanjangan sewa ke Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota Madiun.. Jika sewa sudah

Meskipun pembelajaran REACT memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa, namun masih ada siswa yang merasa kurang memahami materi kelarutan dan hasil kali