• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Produksi Dan Karakterisasi Minuman Kopi Telur Instan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Produksi Dan Karakterisasi Minuman Kopi Telur Instan"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI PRODUKSI DAN KARAKTERISASI MINUMAN

KOPI TELUR INSTAN

HAFIDZAR ROHIM

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Produksi dan Karakterisasi Minuman Kopi Telur Instan adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

HAFIDZAR ROHIM. Formulasi Produksi dan Karakterisasi Minuman Kopi Telur Instan. Dibimbing oleh KHASWAR SYAMSU.

Kopi termasuk minuman populer di dunia. Walaupun produksi kopi nasional cenderung besar, namun ekspor kopi Indonesia umumnya masih dalam bentuk kopi beras yang nilai ekonominya masih rendah. Pengolahan kopi beras menjadi kopi instan perlu ditingkatkan untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi bagi Indonesia. Kopi instan berpotensi dikembangkan karena lebih mudah larut, lebih rendah kafein dan tanpa ampas. Karena keasaman dan harganya jauh lebih rendah daripada kopi Arabika, maka kopi Robusta lebih perlu diolah menjadi kopi instan untuk meningkatkan nilai tambah dan harga jualnya. Telur ayam memiliki kandungan gizi yang baik terutama protein dan asam amino essensial. Tepung telur merupakan konversi bentuk telur untuk memperpanjang umur simpan telur. Sebagai salah satu diversifikasi produk kopi, kombinasi kopi instan dengan tepung telur diharapkan akan menghasilkan produk kopi yang segar, sehat dan bergizi tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi proses produksi minuman kopi telur instan terbaik dan memperoleh formulasi minuman kopi telur instan terbaik. Penelitian ini menggunakan kopi bubuk Robusta Malang dan tepung telur sebagai bahan baku. Proses pembuatan kopi telur instan ini terdiri dari tahap ekstraksi, penyaringan, pengeringan semprot dan pencampuran bahan. Penelitian ini menggunakan 12 jenis formulasi yang dihasilkan dari kombinasi suhu pengeringan dengan rasio bobot kopi instan dan tepung telur. Suhu outlet pengeringan divariasikan pada kisaran 60-70, 70-80 dan 80-90oC. Variasi rasio bobot kopi instan : tepung telur terdiri dari 100:0, 90:10, 80:20 dan 70:30 (b/b). Berdasarkan hasil uji hedonik, diperoleh formulasi terbaik dengan konsentrasi kopi instan 90% dan tepung telur 10%, dimana kopi instan dihasilkan pada suhu outlet pengeringan 80-900C. Hasil uji hedonik menunjukkan persentase kesukaan panelis pada formulasi terbaik: warna 60%; aroma 46,67%; rasa 60%; penerimaan umum 57%. Formulasi terbaik memiliki karakteristik: kadar air 3,42%; kadar abu 4,39%; kadar lemak 1,07%; kadar protein 5,98%; kadar kafein 1,42%; pH 6,68.

(5)

ABSTRACT

HAFIDZAR ROHIM. Formulation of Instant Egg-Coffee Production and Its Characterization. Supervised by KHASWAR SYAMSU.

.

Coffee is one of popular beverages in the world. Despite a large national coffee production, however Indonesian coffee export is still predominantly in form of coffee bean whose economic value is still low. Coffee bean processing into instant coffee need to be improved, to increase the economic added-value for Indonesia. Instant coffee has the potential to be developed because it has advantages as more soluble, lower caffeine and without coffee grounds. Because of its acidity and price are much lower than Arabica coffee, Robusta coffee needs to be processed into instant coffee to increase its added-value and its price. On the other side, chicken eggs contain good nutrition especially protein and essential amino acid. Egg powder is the product development of egg to extend the shelf life of eggs. Combination of instant coffee with egg powder are expected to produce fresh, healthy and high-nutrition coffee product. The aims of this research are to find out the best production process condition of instant egg-coffee and to obtain the best formulation of instant egg-egg-coffee. This research is utilized Malang Robusta brewed coffee and egg powder as raw material. This instant egg-coffee production process consisted of extraction, filtration, spray drying and mixing. This research investigated 12 types of formulation that resulting from the combination of drying temperature with the weight ratio of instant coffee and egg powder. Outlet temperatures of spray drying were varied in the range 60-70, 70-80 and 80-900C. The weight ratio of instant coffee : egg powder consisted of 100:0, 90:10, 80:20 and 70:30 (w/w). Based on hedonic test, it is obtained the best formulation which 90:10 (weight ratio of instant coffee : egg powder), whose instant coffee was produced at 80-900C (outlet temperature of spray drying). Hedonic test result shows percentage of panelist contentment for the best formulation: colour 60%; aroma 47%; taste 60%; general acceptance 57%. The best formulation has characteristics: water content 3.42%; ash content 4.39%; fat content 1.07%; protein content 5.98%; caffeine content 1.49%; pH 6,66.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

FORMULASI DAN KARAKTERISASI MINUMAN KOPI

TELUR INSTAN

HAFIDZAR ROHIM

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan kuasa-Nya yang telah memberikan nikmat yang tidak terhitung serta masih memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah pembuatan produk minuman kopi telur instan berbasis kopi bubuk Robusta Malang dan tepung telur, dengan judul Formulasi Produksi dan Karakterisasi Minuman Kopi Telur Instan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Khaswar Syamsu selaku pembimbing yang telah banyak memberi ide, arahan dan saran selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Kemudian, terima kasih pula kepada Ibu Prof. Erliza Noor dan Ibu Dr. Hartrisari Hardjomidjojo selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ega dan Pak Gun dari Laboratorium Dasar Ilmu Terapan, Bapak Diki dan Ibu Diah dari Laboratorium Pengawasan Mutu, Bapak Nurwanto dari Laboratorium Pilot Plant PAU, serta seluruh laboran dan rekan-rekan yang telah membantu selama kegiatan penelitian di laboratorium. Departemen Teknologi Industri Pertanian dan Fakultas Teknologi Pertanian IPB yang telah memberi ilmu, pengalaman dan fasilitas.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Abdurrohim dan Ibu Yusmaini selaku orangtua, Ihsanur Rohim selaku adik serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan materil. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Matipala dan TINagers 47 atas semangat dan perjuangan selama 3 tahun lebih. Terima kasih kepada M As’ad, M Adhi Bhaskara, Wibisono Adhi, Wibisono Aji I, Hafil GS Aji, Daud GS, Hernanda W Prayogo, Hafizd A Utomo dan Nirwan Hartadi yang telah memberikan bantuan, atmosfer dan bukti persahabatan.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODOLOGI 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Metode Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Karakteristik Kopi Bubuk 5

Karakteristik Tepung Telur 7

Karakteristik Kopi Telur Instan 8

Pemilihan Formulasi Terbaik 19

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 21

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Formulasi kopi telur instan 4

Tabel 2 Hasil pengujian karakteristik kopi bubuk 5

Tabel 3 Klasifikasi tingkat sangrai pada kopi 6

Tabel 4 Hasil pengujian karakteristik tepung telur 7

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Rendemen kopi instan untuk tiap perlakuan suhu 8 Gambar 2 Kadar air kopi telur instan untuk tiap perlakuan 9 Gambar 3 Kadar abu kopi telur instan untuk tiap perlakuan 10 Gambar 4 Kadar kafein kopi telur instan untuk tiap perlakuan 11 Gambar 5 Kadar protein kopi telur instan untuk tiap perlakuan 12 Gambar 6 Kadar lemak kopi telur instan untuk tiap perlakuan 13 Gambar 7 pH kopi telur instan untuk tiap perlakuan 14 Gambar 8 Persentase kesukaan panelis terhadap warna seduhan kopi

telur instan untuk tiap perlakuan 15

Gambar 9 Persentase kesukaan panelis terhadap aroma seduhan kopi

telur instan untuk tiap perlakuan 16

Gambar 10 Persentase kesukaan panelis terhadap rasa seduhan kopi telur

instan untuk tiap perlakuan 17

Gambar 11 Persentase kesukaan panelis terhadap penerimaan umum

kopi telur instan untuk tiap perlakuan 18

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Prosedur Analisis 21

Lampiran 2 Diagram alir proses pembuatan produk kopi telur instan 23 Lampiran 3 Formulir uji organoleptik seduhan kopi telur instan 24 Lampiran 4 Hasil analisis varian pengaruh perlakuan suhu outlet

pengeringan dan perbandingan bobot terhadap kopi telur instan 25 Lampiran 5 Hasil analisis varian uji organoleptik seduhan kopi telur

instan 33

Lampiran 6 Penilaian kepentingan tiap parameter pemilihan formulasi

terbaik 39

Lampiran 7 Perhitungan pembobotan dalam pemilihan formulasi terbaik 40 Lampiran 8 Perincian nilai rata-rata tiap parameter penentu 41

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Aroma dan cita rasa khas yang dimiliki kopi menjadi salah satu alasan mengapa kopi menjadi minuman penyegar yang cukup populer di dunia. Kopi tergolong komoditas perkebunan penting bagi Indonesia setelah kelapa sawit, karet dan kakao (Kemendag 2014). Produksi kopi di Indonesia berperan nyata dalam penyediaan lapangan kerja dan peningkatan devisa negara. Meski produksi kopi nasional cenderung besar dan stabil tiap tahunnya, namun ekspor kopi Indonesia masih didominasi dalam bentuk kopi beras atau biji kopi yang merupakan produk setengah jadi. Hal ini menyebabkan keuntungan ekonomis masih lebih banyak dinikmati negara-negara Eropa yang mengolah kopi beras menjadi kopi siap saji.

Mengingat manfaat dan potensi kopi, maka sebaiknya perlu ditingkatkan kegiatan pengolahan kopi beras menjadi kopi bubuk, kopi instan maupun kopi siap minum. Kegiatan pengolahan dapat dilakukan dengan industrialisasi produk kopi daerah disertai dengan pengembangan produk olahannya. Melalui langkah ini, diharapkan Indonesia bisa meningkatkan ekspor kopi dalam bentuk produk jadi yang bernilai ekonomi lebih tinggi sehingga Indonesia bisa merasakan dampak positif lebih besar dari nilai tambah hasil olahan kopi beras. Salah satu produk olahan kopi beras yang berpotensi dikembangkan adalah kopi instan, karena digemari masyarakat, tidak meninggalkan ampas, mudah larut dalam air, dan lebih rendah kafein bila dibandingkan dengan kopi bubuk (Clarke dan Vitzthum 2001). Kopi Robusta berpotensi menjadi bahan baku pembuatan kopi instan karena kopi jenis ini mendominasi perkebunan kopi di Indonesia (Najiyati dan Danarti 2004). Meski lebih mudah diperoleh, harga kopi Robusta jauh lebih rendah daripada kopi Arabika, sehingga lebih perlu diolah menjadi kopi instan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya.

Telur ayam memiliki kandungan protein seimbang yang memiliki susunan asam amino essensial lengkap yang berguna untuk memenuhi kebutuhan asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh (Sirait 1986). Telur ayam berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan utama maupun bahan tambahan untuk diversifikasi pangan. Tepung telur merupakan bentuk lain telur ayam yang dimaksudkan untuk memperpanjang umur simpannya.

(14)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi proses produksi minuman kopi telur instan terbaik dan memperoleh formulasi minuman kopi telur instan dengan karakteristik terbaik.

Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini adalah formulasi kopi Robusta dan tepung telur sebagai bahan baku dalam produk minuman kopi telur instan menggunakan uji karakteristik produk yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar kafein, kadar protein, kadar lemak, pH dan sensori. Penelitian ini meliputi beberapa tahapan antara lain pengujian karakteristik bahan, produksi dan formulasi kopi telur instan, pengujian karakteristik produk serta pengujian sensori.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai Maret hingga Agustus 2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pilot Plant PAU, Ruang Organoleptik, Laboratorium Dasar Ilmu Terapan, Pengawasan Mutu, dan Instrumen TIN.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah kopi bubuk Robusta Malang, tepung telur, dan air mineral. Bahan tambahan yang digunakan adalah gula pasir dan kantung plastik LDPE. Selain itu, bahan lain yang digunakan dalam pengujian karakteristik ialah aquades, asam asetat, asam borat, heksan, methanol, H2SO4, CuSO4, Na2SO4, NaOH, Pb-asetat, kapas, tisu, kertas saring dan membran

filter Whatman.

Alat

(15)

3

Metode Penelitian Karakterisasi Bahan Baku

Karakterisasi fisikokimia dilakukan terhadap kopi bubuk Robusta Malang dan tepung telur. Karakterisasi kopi bubuk meliputi pengujian kadar air, kadar abu, kadar kafein dan pH. Karakterisasi tepung telur meliputi pengujian kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan pH. Prosedur analisis fisikokimia bahan baku tersaji pada Lampiran 1.

Pembuatan Kopi Telur Instan

Proses pembuatan kopi telur instan ini terdiri dari tahap ekstraksi, penyaringan, pengeringan dan pencampuran bahan. Sebanyak 200 g kopi bubuk diekstraksi dalam gelas piala menggunakan 1600 ml air mineral bersuhu 85-90oC (Pastiniasih 2012). Proses ekstraksi kopi sebaiknya dilakukan menggunakan pelarut air pada suhu di bawah 100oC, karena suhu di atas 100oC dapat menyebabkan dekomposisi kandungan kopi dan penurunan cita rasa kopi instan (Clarke dan Vitzthum 2001). Oleh sebab itu, suhu air untuk ekstraksi harus berada pada kisaran 85-90oC, untuk mencegah kerusakan komponen pembentuk cita rasa dan aroma.Tahap ekstraksi dilakukan selama 60-90 menit. Setelah larutan dingin, dilakukan penyaringan secara bertahap (minimal 2 kali) dengan saringan 80 mesh. Ampas yang tersaring pada saringan, dipisahkan dan dibuang. Filtrat ekstrak kopi ditampung dalam gelas piala dan siap dikeringkan.

Pengeringan filtrat ekstrak kopi dilakukan menggunakan spray dryer dengan suhu inlet 180-190oC dan dengan suhu outlet 60-70, 70-80 dan 80-90oC. Proses spray drying terjadi di dalam tower silindris yang besar dengan dasar kerucut. Pada bagian ini cairan kopi dimasukkan dengan tekanan ke dalam bagian atas tower bersamaan dengan pancaran udara panas 180-190°C. Partikel-partikel yang disemprotkan akan kering dan jatuh serta terkumpul sebagai bubuk pada bagian ujung kerucut lalu dipindahkan menggunakan alat katup yang berputar. Udara yang telah terpakai dilepaskan melewati sisi tower dan dilewatkan melalui peralatan siklon dengan tujuan untuk memperoleh kembali partikel kopi halus.

Pada prinsipnya, pengeringan dengan spray dryer dilakukan dengan pemberian udara panas pada cairan yang disemprotkan. Pengeringan berlangsung dalam waktu singkat sehingga tidak merusak bahan yang dikeringkan. Laju spray juga perlu diperhatikan karena menentukan tingkat kekeringan bahan. Proses pengeringan kopi instan dengan spray dryer dilakukan dengan kecepatan putaran 300 rpm untuk mendapatkan bubuk kopi instan yang lebih kering dan rendemen yang lebih tinggi (Pastiniasih 2012).

(16)

Tabel 1 Formulasi kopi telur instan

Karakterisasi produk meliputi analisis fisikokimia (kadar air, kadar abu, kadar kafein, kadar protein, kadar lemak, pH), penghitungan rendemen dan pengujian organoleptik seduhan kopi telur instan. Prosedur analisis fisikokimia produk tersaji pada Lampiran 1.

Pengujian Organoleptik Produk

Untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk, salah satu indikatornya ialah melalui pengujian organoleptik. Evaluasi sensori umumnya dilakukan terhadap beberapa atribut pada produk pangan, seperti penampakan, tekstur dan rasa. Evaluasi sensori dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti pemeliharaan mutu, optimasi produk, pengembangan produk baru, dan pendugaan pasar potensial. Ada berbagai jenis pengujian organoleptik, namun penggunaannya tergantung tujuan awal. Pada penelitian ini dipilih uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap beberapa produk. Uji hedonik merupakan salah satu uji penerimaan yang menggunakan minimal 30 panelis untuk panel konsumen (Setyaningsih et al. 2010).

Analisis sensori ini dilaksanakan terhadap 30 orang panelis dari mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Sebagian besar panelis merupakan laki-laki dengan frekuensi konsumsi kopi instan minimal 1-2 kali seminggu. Setiap panelis disediakan 12 formulasi kopi telur instan yang telah diberi kode. Untuk penyajian tiap formulasi, 30 g bubuk kopi telur instan diseduh dan dilarutkan dalam 150 ml air mineral bersuhu 80-85oC. Parameter yang dinilai dalam pengujian hedonik ini meliputi warna, aroma, rasa, dan penerimaan umum. Panelis akan memberi penilaian pada formulir yang diberikan sebelum pengujian dimulai. Formulir uji organoleptik tersaji pada Lampiran 3.

Rancangan Percobaan

(17)

5

Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu suhu outlet pengeringan (A) dan perbandingan bobot (B). Dari kedua faktor tersebut akan diperoleh 12 kombinasi dengan masing-masing 2 ulangan, sehingga terdapat 24 unit percobaan. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2013), model linier rancangan acak lengkap dengan 2 faktor adalah sebagai berikut:

Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk Yij : Nilai pengamatan

μ : Nilai rata-rata umum

Ai : Pengaruh perlakuan pada taraf ke-i Bj : Pengaruh perlakuan pada taraf ke-j

(AB)ij : Pengaruh interaksi perlakuan bobot kopi instan : tepung telur dan perlakuan suhu outlet pengeringan

εij : Pengaruh galat percobaan

Analisis Data

Ada dua macam analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis deskriptif dan analisis statistik parameterik. Analisis statistika deskriptif dan parametrik dilakukan terhadap semua data yaitu data hasil analisis fisikokimia, perhitungan rendemen dan data hasil pengujian organoleptik. Analisis dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata dan menyajikannya dalam bentuk tabel dan grafik. Analisis statistik parametrik yang digunakan ialah analisis varian dan uji lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kopi Bubuk

Kopi bubuk merupakan kopi beras atau biji kopi yang telah melalui proses penyangraian dan penggilingan. Sementara kopi beras adalah biji kopi kering yang sudah bersih dari kulit buah, kulit tanduk dan kulit arinya. Kopi yang sudah disangrai memiliki komposisi kimia yang bervariasi tergantung varietas atau jenis kopi serta suhu dan durasi penyangraian. Kopi bubuk yang digunakan sebagai bahan baku perlu diketahui karakteristik awalnya karena kopi sangrai dapat mempengaruhi aroma dan cita rasa produk akhir kopi. Setelah dilakukan serangkaian analisis fisikokimia maka diperoleh karakteristik awal kopi bubuk.

Tabel 2 Hasil pengujian karakteristik kopi bubuk

Parameter Satuan Pustaka* Kopi Robusta Malang

Bau - Normal Normal

(18)

Kopi bubuk Robusta Malang memiliki kadar air yang memenuhi persyaratan SNI. Kadar air yang di bawah 7% akan membuat kopi bubuk dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup panjang karena akan sangat kecil kemungkinan terjadinya kontaminasi mikroba yang dapat menyebabkan kopi bubuk mengalami kerusakan.

Kopi beras atau biji kopi adalah buah kopi yang telah melalui pengupasan kulit buah, kulit tanduk dan kulit ari serta pengeringan yang menyebabkan penurunan kadar air dari 50-60% menjadi 9-13%. Kadar air biji kopi tidak boleh melebihi 13% sesuai syarat mutu kopi beras dalam SNI 01-2901-2008. Durasi dan suhu penyangraian ditentukan dari jumlah biji kopi yang disangrai dan tingkat sangrai yang diinginkan. Penggolongan tingkat sangrai tersaji pada Tabel 3. Banyaknya air yang diuapkan selama penyangraian mempengaruhi kadar air akhir dari kopi sangrai. Berdasarkan kadar air yang diperoleh, kopi bubuk yang digunakan sebagai bahan baku ini kemungkinan besar disangrai pada tingkat medium roast, karena mengalami penurunan kadar air dari 9-13% menjadi 4-5%.

Tabel 3 Klasifikasi tingkat sangrai pada kopi

Tingkat Sangrai Kisaran Suhu (0C) Penurunan Kadar Air (%)

Light Roast 193 – 199 3 – 5

Medium Roast 204 5 – 8

Dark Roast 213 – 221 8 – 11

Sumber: Varnam dan Sutherland (1994)

Kandungan mineral suatu bahan ditunjukkan melalui nilai kadar abu. Kadar abu kopi bubuk dipengaruhi oleh iklim dan kondisi tanah tempat tumbuh buah kopi yang menjadi bahan bakunya (Martin et al. 1999). Kadar abu dari kopi bubuk yang digunakan sudah sesuai syarat mutu SNI. Bila ada perbedaan nilai kadar abu pada beberapa kopi bubuk yang cukup signifikan, disebabkan perbedaan jenis dan lokasi asal biji kopinya. Kadar mineral terlarut kopi Robusta (3,6-4,8%) cenderung lebih tinggi daripada kopi Arabika (3,6-4,5%) (Panggabean 2011)

Kandungan kafein pada kopi sangat penting untuk diketahui karena kafein merupakan senyawa stimulan dalam kopi yang memberikan efek menyegarkan dan mempengaruhi cita rasa seduhan kopi. Kafein adalah alkaloid alami yang terdapat dalam biji kopi yang mempunyai efek stimulasi pada susunan saraf pusat, jantung, pernapasan dan memberikan efek relaksasi pada otot polos serta merangsang diuresis (Illy dan Viani 2004). Kafein memberikan rasa pahit pada seduhan kopi, semakin rendah kandungannya, semakin nikmat rasa seduhan kopi yang dihasilkan. Kadar kafein kopi Robusta yang digunakan sudah berada pada kisaran yang disyaratkan SNI. Berdasarkan penelitian Hartono (2012), kadar kafein kopi Robusta dapat mencapai 2,47%, sedangkan kopi Arabika hanya akan mencapai 1,99%. Selain dipengaruhi oleh varietas atau jenis, besar kecilnya kadar kafein kopi bubuk juga dipengaruhi oleh proses penyangraian. Pada proses penyangraian, sebagian kafein akan menyublim menjadi kafeol (Panggabean 2011). Jika semakin banyak kafein yang menyublim, maka kandungan kafein pada kopi bubuk akan semakin sedikit, sehingga seduhan kopi akan lebih baik.

(19)

7

pori-pori biji kopi (Ciptadi dan Nasution 1985). Senyawa volatil merupakan senyawa mudah menguap yang akan menghasilkan aroma khas ketika penyeduhan. Biji kopi sangrai mengandung lebih dari 700 senyawa volatil yang tersebar ke dalam beberapa golongan, seperti asam, alkohol, aldehid, keton, ester, furan, fenol, tiazol, oksazol, pirrol dan pirazin (Clarke dan Vizthum 2001).

Kopi Arabika memiliki cita rasa dan aroma seduhan yang lebih khas daripada kopi Robusta karena kopi Arabika mengandung asam-asam yang lebih banyak daripada kopi Robusta. Kadar asam rata-rata biji kopi Robusta adalah 1,6 % sedangkan Arabika 1,7 % (Panggabean 2011). Golongan asam yang terkandung dalam kopi sangrai asalnya, akan mempengaruhi derajat keasaman kopi bubuk. Semakin rendah pH kopi, semakin tinggi kandungan asam pada kopi tersebut, sehingga semakin baik aroma yang dihasilkan. Nilai pH kopi bubuk Robusta Malang sudah berada pada kisaran 5,5-6,0, sedangkan kisaran pH kopi bubuk Arabika ialah 5,0-5,5 (Najiyati dan Danarti 2004). Selain itu, derajat keasaman juga dipengaruhi oleh tingkat penyangraian, semakin lama dan semakin tinggi suhu penyangraian, semakin tinggi derajat keasamannya (Panggabean 2011).

Karakteristik Tepung Telur

Tepung telur ialah suatu bentuk awetan telur yang dihasilkan melalui proses penepungan. Tepung telur merupakan cairan telur yang sudah mengalami tahap pasteurisasi, desugarisasi dan pengeringan hingga berwujud bubuk. Rendemen tepung telur berkisar 22,1-23,6% dari telur segar (Romantica 2007). Keunggulan tepung telur dibandingkan telur segar adalah kadar airnya jauh lebih rendah sehingga umur simpannya lebih panjang, dan volumenya jauh lebih kecil sehingga memudahkan pengangkutan. Tepung telur yang digunakan sebagai bahan baku perlu diketahui karakteristik awalnya karena tepung telur harus memiliki sifat fisikokimia dan sifat fungsional telur segar. Selain itu, karakteristik awal tepung telur juga dapat mempengaruhi aroma dan cita rasa kopi telur instan. Setelah dilakukan serangkaian pengujian maka diperoleh karakteristik awal tepung telur.

Tabel 4 Hasil pengujian karakteristik tepung telur

Parameter Satuan Pustaka* Tepung Telur

* SNI tepung telur 01-4323-1996

(20)

menunjukkan hasil pada kisaran yang sama, hal ini dapat disebabkan perpaduan pH cairan putih telur, kuning telur dan khamir pada proses desugarisasi saat pembuatan tepung telur.

Berdasarkan hasil pengujian terlihat bahwa tepung telur yang digunakan sebagai bahan baku memiliki kadar protein yang cukup tinggi dan kadar lemak yang rendah. Hal tersebut dapat disebabkan perbedaan komposisi putih dan kuning telur. Secara fisik, telur dibagi menjadi 3 komponen yaitu kerabang telur (shell) 12,3%, putih telur (albumin) 55,8% dan kuning telur (yolk) 31,9% (Stadelman dan Cotterril 1995). Pada putih telur, air membentuk dispersi koloidal bersama protein, sedangkan pada kuning telur air membentuk emulsi bersama lemak (Panda 1996). Selain protein dan lemak, telur juga mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan tubuh seperti vitamin dan mineral (Sirait 1986). Nilai kadar abu yang tidak lebih dari 5% menunjukkan kandungan mineral dalam tepung telur tersedia dalam jumlah kecil.

Karakteristik Kopi Telur Instan Rendemen

Semakin banyak sari kopi yang terekstrak maka semakin tinggi rendemen kopi instan yang dihasilkan. Sari kopi mencakup senyawa pembentuk aroma dan cita rasa kopi yang larut dalam air (Pastiniasih 2012). Parameter rendemen perlu diketahui karena akan mempengaruhi efisiensi penggunaan bahan baku. Semakin besar rendemen maka semakin baik formulasi produk yang dihasilkan karena akan semakin efisien penggunaan bahan selama produksinya.

Gambar 1 Rendemen kopi instan untuk tiap perlakuan suhu

Berdasarkan analisis varian, perlakuan suhu outlet pengeringan berpengaruh nyata terhadap rendemen kopi instan yang dihasilkan. Hasil analisis varian dan uji Duncan tersaji pada Lampiran 4. Berdasarkan uji Duncan, kopi instan yang dihasilkan melalui suhu outlet pengeringan 60-70oC memberikan rendemen terendah dan berbeda nyata dengan hasil perlakuan suhu lainnya. Kopi instan hasil suhu outlet pengeringan 80-90oC menghasilkan rendemen tertinggi, namun tidak berbeda nyata dengan hasil suhu outlet pengeringan 70-80oC. Gambar 1 juga menunjukkan bahwa semakin rendah suhu outlet pengeringan maka semakin

9.97

Perbandingan Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)

Suhu Outlet (oC)

60 - 70

70 - 80

(21)

9

rendah pula rendemen kopi instan yang dihasilkan. Semakin tinggi suhu outlet dapat membantu efektivitas proses pengeringan menggunakan spray dryer, sehingga diperoleh rendemen yang semakin tinggi pula. Sebaliknya, semakin rendah suhu outlet akan meningkatkan faktor loss selama pengeringan dalam spray dryer, sehingga rendemen yang diperoleh semakin rendah.

Untuk mengoptimalkan nilai rendemen dapat dilakukan ekstraksi berulang (lebih dari 2 tahap). Ampas sisa ekstraksi awal, diekstrak kembali untuk meningkatkan perolehan komponen kopi yang terekstrak. Sebelum dikeringkan menggunakan spray dryer, hasil ekstraksi berulang ini dipekatkan dengan evaporasi menggunakan evaporator.

Kadar Air

Parameter kadar air perlu diketahui pada suatu produk karena kadar air akan mempengaruhi umur simpan dan daya tahan terhadap serangan mikroba. Semakin rendah kadar air, semakin kecil kemungkinan terjadinya kontaminasi mikroorganisme selama penyimpanan, maka semakin baik produk tersebut. Peningkatan kadar air pada produk kopi telur instan akan menyebabkan penggumpalan bubuk dan kerusakan produk.

Gambar 2 Kadar air kopi telur instan untuk tiap perlakuan

Berdasarkan analisis varian, perlakuan suhu outlet pengeringan, perbandingan kopi instan : tepung telur dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air kopi telur instan. Hasil analisis varian tersaji pada Lampiran 4. Nilai kadar air tiap formulasi relatif serupa. Seperti yang terlihat pada Gambar 2, kopi telur instan tiap perlakuan menghasilkan kadar air yang tidak berbeda jauh satu dengan lainnya. Semua formulasi memiliki kadar air yang memenuhi persyaratan SNI (maks. 7%), kecuali formulasi hasil suhu outlet pengeringan 70-80oC dengan perbandingan kopi instan : tepung telur 9:1.

Kadar air kopi instan sangat dipengaruhi oleh kelembaban relatif (RH) ruang ekstraksi dan ruang pengeringan. Karena bersifat hidroskopis, kopi instan akan menyerap uap air dari udara hingga mencapai titik equilibrium moisture content (EMC). EMC merupakan titik kesetimbangan antara kadar air dalam bahan dengan uap air yang terdapat dalam lingkungan sekitarnya. Semakin tinggi nilai RH ruangan, semakin tinggi kadar air kopi instan yang dihasilkan

Perbandingan Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)

Suhu Outlet (oC)

60 - 70

70 - 80

(22)

Kadar Abu

Kadar abu pada produk kopi telur instan perlu diketahui karena menunjukkan jumlah mineral yang terkandung dalam produk. Kandungan mineral dalam kopi bubuk tidak berubah signifikan selama pengolahan biji kopi, karena lebih dipengaruhi unsur hara tempat tumbuh kopi dan penggunaan pupuk selama pemeliharaan (Martin et al. 1999). Mineral pada biji kopi dapat berupa rubidium, magnesium dan kalium yang dapat berfungsi sebagai katalis reaksi kimia selama penyangraian (Panggabean 2011). Kandungan mineral kopi telur instan juga dapat berasal dari tepung telur, meski dalam jumlah yang kecil.

Gambar 3 Kadar abu kopi telur instan untuk tiap perlakuan

Berdasarkan analisis varian, perlakuan suhu outlet pengeringan, perbandingan kopi instan : tepung telur dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar abu kopi telur instan. Hasil analisis varian dan uji Duncan tersaji pada Lampiran 4. Berdasarkan uji Duncan, kopi telur instan yang dihasilkan melalui suhu outlet pengeringan 80-90oC memiliki kadar abu tertinggi dan berbeda nyata dengan hasil perlakuan suhu lainnya. Melalui uji Duncan, terlihat bahwa tiap perbandingan kopi instan : tepung telur menghasilkan kadar abu kopi telur instan yang berbeda nyata satu sama lain. Kadar abu terendah diperoleh pada perbandingan kopi instan : tepung telur 9:1, sedangkan kadar abu tertinggi diperoleh pada perbandingan kopi instan : tepung telur 7:3.

Hasil uji Duncan pada pengaruh interaksi perlakuan juga menunjukkan bahwa kopi telur instan yang dihasilkan melalui suhu outlet pengeringan 60-70oC dengan perbandingan kopi instan : tepung telur 9:1 memperoleh kadar abu terendah dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kopi telur instan hasil perlakuan suhu yang sama, dengan perbandingan kopi instan : tepung telur 10:0 juga berbeda nyata dengan perlakuan lainnya namun memperoleh kadar abu tertinggi. Pada Gambar 3 terlihat perbedaan kadar abu tiap formulasi meski tidak terlihat kecenderungan hasil dari perlakuan. Semua formulasi memiliki kadar abu yang sudah memenuhi persyaratan SNI (maks. 5%).

Perbedaan kadar abu pada kopi instan dipengaruhi oleh kadar abu bahan baku yang digunakan (Pastiniasih 2012). Karakteristik air yang digunakan juga dapat mempengaruhi kandungan mineral pada kopi telur instan. Bila air yang digunakan untuk ekstraksi memiliki kandungan kalsium yang cukup tinggi akan menyebabkan air menjadi sadah. Tingkat kesadahan yang tinggi dapat

4.96

Perbandingan Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)

Suhu Outlet (oC)

60 - 70

70 - 80

(23)

11

mempengaruhi kadar abu dan pH kopi telur instan yang dihasilkan. Kesadahan menunjukkan tingkat alkalinitas air. Air yang bersifat alkali bila digunakan untuk ekstraksi kopi dapat membentuk garam kalsium yang dapat menurunkan efisiensi proses pengeringan (Ciptadi dan Nasution 1985).

Kadar Kafein

Efek menyegarkan setelah meminum seduhan kopi disebabkan oleh kandungan senyawa kafein dalam kopi. Kafein juga dapat memberikan fokus dan efek relaksasi otot. Namun, bagi kalangan peminum kopi yang sensitif terhadap senyawa kafein, senyawa ini mempunyai efek kurang baik bagi kesehatan jantung dan lambung. Semakin rendah kadar kafein produk kopi maka semakin berkurang rasa pahitnya dan semakin disukai mayoritas golongan muda penggemar kopi.

Gambar 4 Kadar kafein kopi telur instan untuk tiap perlakuan

Berdasarkan analisis varian, perlakuan suhu outlet pengeringan, perbandingan kopi instan : tepung telur dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar kafein kopi telur instan. Hasil analisis varian dan uji Duncan tersaji pada Lampiran 4. Berdasarkan uji Duncan, kopi telur instan yang dihasilkan melalui suhu outlet pengeringan 60-70oC memiliki kadar kafein tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan hasil perlakuan suhu lainnya. Melalui uji Duncan terlihat bahwa semakin tinggi suhu outlet pengeringan, maka akan semakin rendah kadar kafeinnya. Hal tersebut terjadi karena semakin tinggi suhu outlet pengeringan, maka akan semakin besar kemungkinan sebagian kafein menyublim menjadi kafeol, sehingga dapat menurunkan kadar kafein dalam kopi instan yang terbentuk.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa tiap perbandingan kopi instan : tepung telur menghasilkan kadar kafein kopi telur instan yang berbeda nyata antara satu dengan lainnya. Kadar kafein terendah dihasilkan pada perbandingan kopi instan : tepung telur 7:3, sedangkan kadar kafein tertinggi diperoleh pada perbandingan kopi instan : tepung telur 10:0. Hasil uji Duncan pada pengaruh interaksi perlakuan juga menunjukkan bahwa kopi telur instan yang dihasilkan dengan perbandingan kopi instan : tepung telur 10:0 melalui tiap perlakuan suhu memperoleh kadar kafein tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sebaliknya, kopi telur instan hasil perlakuan suhu 80-90oC dengan perbandingan

1.63 1.49

Perbandingan Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)

Suhu Outlet (oC)

60 - 70

70 - 80

(24)

kopi instan : tepung telur 7:3 memperoleh kadar kafein terendah dan berbeda nyata pula dengan perlakuan lainnya.

Gambar 4 memperlihatkan bahwa semakin kecil persentase bobot kopi instan suatu formulasi, semakin rendah pula kadar kafeinnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin sedikit proporsi kopi instan dalam suatu produk kopi instan maka akan semakin kecil pula kandungan kafein dalam produk tersebut. Semua formulasi sudah memenuhi persyaratan SNI (0,9-2,0 %), kecuali formulasi hasil perbandingan kopi instan : tepung telur 7:3 dengan suhu outlet pengeringan 70-80 dan 80-90oC.

Kadar Protein

Protein dari telur memiliki susunan asam amino yang lengkap untuk memenuhi kebutuhan asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh. Asam amino yang terkandung dalam sebutir telur terdapat dalam jumlah banyak dan seimbang (Panda 1996). Bagian telur yang memiliki kandungan protein yang tinggi ialah putih telur (albumin). Meski protein pada kopi telur instan banyak bersumber dari tepung telur yang memiliki kadar protein sedikitnya 75%, namun penggunaan tepung telur tidak ada yang melebihi 30% dari bobot total tiap formulasi, sehingga hanya 1 formulasi yang kadar proteinnya melebihi 30%.

Gambar 5 Kadar protein kopi telur instan untuk tiap perlakuan

Berdasarkan analisis varian, perlakuan suhu outlet pengeringan, perbandingan kopi instan : tepung telur dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar protein kopi telur instan. Hasil analisis varian dan uji Duncan tersaji pada Lampiran 4. Berdasarkan uji Duncan, tiap perlakuan suhu menghasilkan kadar protein kopi telur instan yang berbeda nyata antara satu dengan lainnya. Kadar protein terendah diperoleh pada suhu outlet pengeringan 80-90oC, sementara kadar protein tertinggi dihasilkan pada suhu outlet pengeringan 60-70oC. Pada Gambar 5 juga terlihat bahwa semakin tinggi suhu outlet pengeringan maka semakin rendah kadar proteinnya. Hal ini terjadi karena adanya degradasi dan denaturasi protein yang terkandung dalam ekstrak kopi oleh panas saat proses pengeringan dalam spray dryer, sehingga bubuk kopi instan yang dihasilkan telah mengalami penurunan kadar protein.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa tiap perbandingan kopi instan : tepung telur menghasilkan kadar protein kopi telur instan yang berbeda nyata satu

5.59

Perbandingan Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)

Suhu Outlet (oC)

60 - 70

70 - 80

(25)

13

sama lain. Kadar protein terendah dihasilkan pada perbandingan kopi instan : tepung telur 10:0, sedangkan kadar protein tertinggi diperoleh pada perbandingan kopi instan : tepung telur 7:3. Hasil uji Duncan pada pengaruh interaksi perlakuan juga menunjukkan bahwa kopi telur instan yang dihasilkan melalui suhu outlet pengeringan 60-70oC dengan perbandingan kopi instan : tepung telur 7:3 memperoleh kadar protein tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Gambar 5 memperlihatkan bahwa semakin besar persentase bobot tepung telur suatu formulasi, semakin tinggi pula kadar proteinnya. Kecenderungan itu menunjukkan bahwa semakin besar proporsi tepung telur dalam suatu produk kopi instan maka akan semakin besar pula protein yang terkandung dalam produk tersebut.

Kadar Lemak

Lemak pada telur banyak terdapat pada kuning telur (yolk). Kuning telur terletak pada pusat telur, berbentuk bulat, bersifat elastis dan berwarna kuning atau oranye. Warna kuning disebabkan kandungan pigmen karotenoid yang berasal dari pakan. Pada kuning telur, air bersama lemak membentuk emulsi (Panda 1996). Lemak yang terdapat dalam kopi telur instan berasal dari tepung telur dan kopi instan. Kandungan lemak dalam kopi instan maupun tepung telur memang tergolong rendah karena umumnya di bawah 5%.

Gambar 6 Kadar lemak kopi telur instan untuk tiap perlakuan

Berdasarkan analisis varian, perlakuan suhu outlet pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak kopi telur instan yang dihasilkan. Perbandingan kopi instan : tepung telur berpengaruh nyata terhadap kadar lemak, namun interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak. Hasil analisis varian dan uji Duncan tersaji pada Lampiran 4. Berdasarkan hasil uji Duncan, kopi telur instan hasil perbandingan kopi instan : tepung telur 9:1 dan 8:2 memiliki kadar lemak yang saling tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan perbandingan lainnya. Kadar lemak terbesar dihasilkan pada perbandingan kopi instan : tepung telur 7:3, sedangkan kadar lemak terkecil didapatkan pada perbandingan kopi instan : tepung telur 10:0. Gambar 6 juga memperlihatkan bahwa semakin kecil persentase bobot tepung telur suatu formulasi, semakin rendah pula kadar lemaknya. Hasil ini menunjukkan bahwa

0.52

Perbandingan Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)

Suhu Outlet (oC)

60 - 70

70 - 80

(26)

semakin sedikit proporsi tepung telur dalam suatu produk kopi instan maka akan semakin kecil pula kandungan lemak dalam produk tersebut.

Derajat Keasaman (pH)

Setiap produk kopi mengandung asam-asam yang akan mempengaruhi derajat keasaman, aroma dan cita rasa produk kopi tersebut. Jenis asam karboksilat pada biji kopi meliputi asam asetat, asam format, asam laktat, asam malat, asam piruvat, asam quinat dan asam sitrat (Panggabean 2011).

Gambar 7 pH kopi telur instan untuk tiap perlakuan

Berdasarkan analisis varian, perlakuan suhu outlet pengeringan dan perbandingan kopi instan : tepung telur berpengaruh nyata terhadap pH kopi telur instan yang dihasilkan, namun interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap pH. Hasil analisis varian dan uji Duncan tersaji pada Lampiran 4. Berdasarkan uji Duncan, kopi telur instan yang dihasilkan pada suhu outlet pengeringan 60-70oC memberikan pH terendah dan berbeda nyata dengan perlakuan suhu lainnya. Gambar 7 juga memperlihatkan bahwa semakin tinggi suhu outlet pengeringan maka semakin tinggi pH-nya. Hal ini dapat terjadi karena saat proses pengeringan, adanya panas dapat menyebabkan dekomposisi dan penguapan asam-asam volatil dalam ekstrak kopi, sehingga bubuk kopi instan yang dihasilkan telah mengalami penurunan kandungan asam.

Hasil uji Duncan menunjukkan tiap perlakuan perbandingan bobot menghasilkan pH kopi telur instan yang berbeda nyata satu sama lain. pH terendah dihasilkan pada perbandingan kopi instan : tepung telur 10:0, sedangkan pH tertinggi diperoleh pada perbandingan kopi instan : tepung telur 7:3. Gambar 7 memperlihatkan pula bahwa semakin besar persentase bobot kopi instan, maka semakin rendah pH-nya. Kecenderungan ini menunjukkan bahwa semakin besar proporsi kopi instan dalam suatu produk kopi instan maka akan semakin besar kandungan asam dalam produk tersebut sehingga pH produk tersebut akan semakin rendah.

Semakin banyak air yang digunakan untuk ekstraksi dapat meningkatkan nilai pH kopi instan yang dihasilkan karena adanya interaksi antara kopi bubuk (pH rendah) dengan air (pH lebih tinggi). Semakin rendah nilai pH menunjukkan semakin tingginya kandungan asam pada produk kopi yang berperan dalam pembentukan aroma dan cita rasa. Keasaman kopi Arabika yang lebih tinggi dari

6.41

Perbandingan Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)

Suhu Outlet (oC)

60 - 70

70 - 80

(27)

15

kopi Robusta dipengaruhi oleh cara pengolahan. Pada pengolahan basah kopi Arabika ada tahap fermentasi basah yang dilakukan setidaknya 30 jam untuk meluruhkan lapisan lendir tebal yang melekat pada kulit tanduk biji kopi. Faktor itulah yang menyebabkan kandungan asam pada biji kopi Arabika lebih tinggi. Sifat kimia air berpengaruh kecil pada proses ekstraksi, namun penggunaan air dengan alkalinitas tinggi saat ekstraksi akan mempengaruhi nilai pH, warna dan rasa seduhan kopi instan (Pastiniasih 2012).

Warna

Warna seduhan merupakan parameter yang menunjukkan penampakan visual seduhan kopi telur instan, yang memperlihatkan tingkat kepekatan warna coklat dari minuman kopi. Parameter ini banyak dipengaruhi warna bubuk kopi instan, tepung telur dan gula, serta sedikit dipengaruhi air seduhan. Melalui parameter sensori ini dapat diketahui tingkat kesukaan panelis terhadap kesan awal yang diberikan tiap formulasi. Bubuk kopi telur instan antar formulasi memiliki warna yang tidak berbeda jauh, demikian pula dengan warna seduhannya. Bubuk kopi instan yang berwarna coklat dipengaruhi warna kopi bubuk yang berasal dari kopi sangrai. Warna coklat tua pada biji kopi dipengaruhi karamelisasi karbohidrat yang terjadi selama penyangraian (Panggabean 2011).

Gambar 8 Persentase kesukaan panelis terhadap warna seduhan kopi telur instan untuk tiap perlakuan

Berdasarkan analisis varian, perlakuan suhu outlet pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap warna seduhan kopi telur instan yang dihasilkan, namun perbandingan kopi instan : tepung telur dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap warna seduhan. Hasil analisis varian dan uji Duncan tersaji pada Lampiran 5. Berdasarkan uji Duncan, kopi telur instan hasil perbandingan kopi instan : tepung telur 9:1 memiliki tingkat kesukaan warna tertinggi dan berbeda nyata dengan perbandingan lainnya. Melalui uji Duncan juga terlihat bahwa kopi telur instan yang dihasilkan melalui suhu outlet pengeringan 70-80oC dengan perbandingan kopi instan : tepung telur 9:1 memperoleh tingkat kesukaan warna tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Serupa dengan yang diperlihatkan Gambar 8, bahwa kopi telur instan hasil perbandingan kopi instan : tepung telur 9:1 jauh lebih disukai

Perbandingan Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)

Suhu Outlet (oC)

60 - 70

70 - 80

(28)

dibandingkan perbandingan lain, interaksinya dengan perlakuan suhu 70-80oC menghasilkan warna yang paling disukai.

Aroma

Aroma khas pada seduhan kopi disebabkan oleh senyawa-senyawa pembentuk aroma kopi yang dihasilkan pada tahap akhir penyangraian, seperti kafeol yang merupakan hasil sublimasi dari kafein. Kekuatan aroma kopi timbul karena keberadaan senyawa-senyawa volatil seperti aldehid, keton dan asam-asam yang menguap ketika penyeduhan. Sebagian besar senyawa pembentuk aroma merupakan senyawa mudah menguap yang rentan terhadap panas tinggi (Pastiniasih 2012).

Gambar 9 Persentase kesukaan panelis terhadap aroma seduhan kopi telur instan untuk tiap perlakuan

Berdasarkan analisis varian, perlakuan suhu outlet pengeringan dan perbandingan kopi instan : tepung telur berpengaruh nyata terhadap aroma seduhan kopi telur instan yang dihasilkan, namun interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma seduhan. Hasil analisis varian dan uji Duncan tersaji pada Lampiran 5. Berdasarkan uji Duncan, kopi telur instan yang dihasilkan melalui suhu outlet pengeringan 60-70 dan 70-80oC memiliki tingkat kesukaan aroma tertinggi dan saling tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan hasil perlakuan suhu lainnya. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa kopi telur instan hasil perbandingan kopi instan : tepung telur 10:0 dan 8:2 juga menghasilkan tingkat kesukaan aroma yang saling tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dibandingkan dengan perbandingan lainnya. Tingkat kesukaan aroma terendah dihasilkan pada perbandingan kopi instan : tepung telur 7:3, sedangkan tingkat kesukaan aroma tertinggi diperoleh pada perbandingan kopi instan : tepung telur 9:1. Hasil tersebut juga terlihat jelas pada Gambar 9. Meski uji Duncan dan Gambar 9 menunjukkan adanya perbedaan nyata pada tingkat kesukaan antar perlakuan suhu maupun perbandingan, namun tidak terlihat adanya kecenderungan hasil akibat perlakuan.

Rasa

Cita rasa pada kopi dipengaruhi oleh beberapa komponen seperti karbohidrat, alkaloid dan asam-asam karboksilat. Karbohidrat terdegradasi

36.67

Perbandingan Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)

Suhu Outlet (oC)

60 - 70

70 - 80

(29)

17

membentuk glukosa, galaktosa dan manosa yang menghasilkan rasa manis. Alkaloid berupa kafein dan trigonelin bersama asam klorogenat memberikan rasa pahit dan sepat (Panggabean 2011). Asam-asam karboksilat seperti asam malat, asam sitrat dan asam fosfat memberikan kesan asam. Kombinasi rasa asam, manis dan pahit pada kopi memberikan cita rasa khas yang menjadi daya tarik tersendiri bagi berbagai produk kopi. Cita rasa yang unik, nikmat dan utuh akan memberikan kesan positif pada produk minuman kopi yang dapat mempengaruhi preferensi penikmat kopi terhadap suatu produk.

Gambar 10 Persentase kesukaan panelis terhadap rasa seduhan kopi telur instan untuk tiap perlakuan

Berdasarkan analisis varian, perlakuan suhu outlet pengeringan, perbandingan kopi instan : tepung telur dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap rasa seduhan kopi telur instan. Hasil analisis varian dan uji Duncan tersaji pada Lampiran 5. Hasil uji Duncan memperlihatkan bahwa kopi telur instan yang dihasilkan melalui suhu outlet pengeringan 70-80oC memiliki tingkat kesukaan rasa tertinggi dan berbeda nyata dengan hasil perlakuan suhu lainnya. Melalui uji Duncan, terlihat pula bahwa tiap perbandingan kopi instan : tepung telur menghasilkan tingkat kesukaan rasa yang berbeda nyata satu sama lain. Tingkat kesukaan rasa terendah diperoleh pada perbandingan kopi instan : tepung telur 7:3, sedangkan tingkat kesukaan rasa tertinggi diperoleh pada perbandingan kopi instan : tepung telur 9:1.

Hasil uji Duncan juga menunjukkan bahwa kopi telur instan yang dihasilkan dengan perbandingan kopi instan : tepung telur 9:1, melalui suhu outlet pengeringan 70-80 dan 80-90oC memperoleh tingkat kesukaan rasa tertinggi dan saling tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Uji Duncan dan Gambar 10 memperlihatkan bahwa semakin kecil persentase bobot tepung telur suatu formulasi, maka semakin tinggi tingkat kesukaan panelis terhadap rasa seduhan, demikian pula sebaliknya. Fakta ini menunjukkan bahwa semakin sedikit proporsi tepung telur dalam suatu produk kopi instan hingga batas tertentu, maka produk tersebut akan semakin disukai rasa seduhannya.

Perbandingan Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)

Suhu Outlet (oC)

60 - 70

70 - 80

(30)

Penerimaan Umum

Penerimaan umum ialah parameter yang menunjukkan tingkat penerimaan panelis terhadap produk kopi telur instan secara umum dan menyeluruh. Melalui parameter ini dapat diketahui penerimaan panelis terhadap produk berdasarkan penilaian dari parameter-parameter sensori sebelumnya. Penilaian atribut sensori secara menyeluruh akan menunjukkan kecenderungan kesukaan panelis terhadap sampel produk tertentu.

Gambar 11 Persentase kesukaan panelis terhadap penerimaan umum kopi telur instan untuk tiap perlakuan

Berdasarkan analisis varian, perlakuan suhu outlet pengeringan, perbandingan kopi instan : tepung telur dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap penerimaan umum seduhan kopi telur instan. Hasil analisis varian dan uji Duncan tersaji pada Lampiran 5. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa kopi telur instan yang dihasilkan melalui suhu outlet pengeringan 70-80oC memiliki tingkat kesukaan tertinggi dan berbeda nyata dengan hasil perlakuan suhu lainnya. Hasil uji Duncan juga memperlihatkan bahwa kopi telur instan hasil perbandingan kopi instan : tepung telur 10:0 dan 8:2 menghasilkan tingkat persentase kesukaan yang saling tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan perbandingan lainnya. Tingkat kesukaan terendah kembali diperoleh pada perbandingan kopi instan : tepung telur 7:3, sedangkan tingkat kesukaan tertinggi juga diperoleh pada perbandingan kopi instan : tepung telur 9:1.

Melalui uji Duncan, terlihat juga bahwa kopi telur instan yang dihasilkan melalui suhu outlet pengeringan 80-90oC dengan perbandingan kopi instan : tepung telur 9:1 memperoleh tingkat kesukaan tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Uji Duncan dan Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin besar suhu outlet pengeringan dan semakin kecil persentase bobot tepung telur suatu formulasi, maka semakin tinggi tingkat kesukaan panelis. Fakta ini menunjukkan bahwa semakin sedikit proporsi tepung telur dalam suatu produk kopi instan, maka produk tersebut akan semakin disukai, dengan perbandingan optimal 9:1 dan suhu outlet pengeringan ideal 80-90 oC.

33.33

Perbandingan Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)

Suhu Outlet (oC)

60 - 70

70 - 80

(31)

19

Pemilihan Formulasi Terbaik

Formulasi produk terbaik ditentukan melalui metode pembobotan dengan modifikasi (Soraya 2007). Pembobotan didasarkan pada hasil karakterisasi produk (analisis fisikokimia, penghitungan rendemen dan uji hedonik). Parameter yang digunakan meliputi rendemen, kadar air, kadar kafein, kadar protein, kadar lemak, pH, warna, aroma, rasa dan penerimaan umum. Dalam pemilihan formulasi terbaik, tiap parameter diberikan skala 1 sampai 5 berdasarkan nilai kepentingannya. Semakin penting parameter tersebut maka nilai yang diberikan semakin besar. Nilai kepentingan kemudian dibobotkan ke dalam persen. Nilai kepentingan tiap parameter ditentukan atas pertimbangan-pertimbangan yang tersaji pada Lampiran 6. Nilai hasil analisis parameter diurutkan berdasarkan ranking terbaik. Terbaik pertama diberi poin 5, terbaik kedua 4 dan terbaik ketiga 3. Nilai akhir diperoleh dari akumulasi perkalian antara poin peringkat dengan bobot tiap parameter. Nilai akhir kemudian diurutkan sehingga diperoleh formulasi terbaik. Tabulasi perhitungan dalam penentuan formulasi kopi telur instan terbaik tersaji pada Lampiran 7.

Berdasarkan hasil pembobotan, diperoleh formulasi terbaik yaitu formulasi J (suhu outlet pengeringan 80-90oC, perbandingan kopi instan : tepung telur 9:1). Formulasi tersebut memperoleh nilai akhir tertinggi yaitu sebesar 3,32 dengan mendapatkan poin peringkat terbaik untuk parameter rendemen, rasa seduhan dan penerimaan umum. Untuk parameter rasa seduhan dan penerimaan umum, formulasi ini mendapat persentase kesukaan panelis tertinggi yaitu 60% dan 56,67%. Untuk parameter warna dan aroma, formulasi ini memperoleh persentase kesukaan panelis terbaik kedua yaitu 60% dan 46,67%.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Formulasi kopi telur instan terbaik berdasarkan metode pembobotan adalah formulasi J dengan suhu outlet pengeringan 80-90oC dan perbandingan bobot kopi instan : tepung telur 9:1 (g/g). Formulasi tersebut memperoleh nilai akhir pembobotan tertinggi dengan mendapatkan poin peringkat terbaik untuk parameter rendemen, rasa seduhan dan penerimaan umum. Formulasi terbaik ini memiliki karakteristik kadar air 3,42%, kadar abu 4,39%, kadar kafein 1,42%, kadar protein 5,98%, kadar lemak 1,07%, dan pH 6,68. Semua parameter pada formulasi ini telah memenuhi standar mutu SNI.

Saran

(32)

konsumen terhadap produk baru ini, dapat dilakukan uji skoring dan uji ranking dengan produk kopi instan lain yang sudah ada di pasaran.

DAFTAR PUSTAKA

Clarke RJ, Vitzthum OG. 2001. Coffee: Recent Developments. Oxford: Blackwell Science.

Ciptadi W, Nasution MZ. 1985. Pengolahan Kopi. Bogor: IPB Press.

Hartono E. 2012. Penetapan Kadar Kafein dalam Biji Kopi secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. [skripsi]. Surakarta. Fakultas Farmasi, Universitas Setia Budi.

Illy A, Viani R. 2004. Espresso Coffee: The Science of Quality. London: Academic Press Limited.

Kemendag. 2014. Komoditas Indonesia di Pasar Internasional 2009-2013. Jakarta: Departemen Perdagangan.

Martin MJ, Pablos F, Gonzales AG. 1999. Characterization of Arabica and Robusta roasted coffee varieties and mixture resolution according to their metal content. Food Chemistry 66: 365-370

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press.

Najiyati S. dan Danarti. 2004. Kopi: Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Jakarta: Penebar Swadaya.

Panda PC. 1996. Text Book on Egg and Poultry Technology. Hisar: Vikas Publishing House Ltd.

Panggabean E. 2011. Buku Pintar Kopi. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Pastiniasih L. 2012. Pengolahan Kopi Instan Berbahan Baku Kopi Lokal Buleleng [skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Romantica E. 2007. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Daya Buih Tepung

Telur [skripsi]. Malang. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya.

Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press.

Sirait CH. 1986. Telur dan Pengolahannya. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

SNI 01-4323. 1996. Standar Nasional Indonesia untuk Tepung Telur. Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta.

SNI 01-3542. 2004. Standar Nasional Indonesia untuk Kopi Bubuk. Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta.

SNI 01-2901. 2008. Standar Nasional Indonesia untuk Kopi Beras. Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta.

Soraya N. 2007. Kajian Aplikasi Virgin Coconut Oil dan Dietanolamida pada Formulasi Sabun Transparan. [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Stadelman WJ, Cotteril OJ. 1995. Egg Science and Technology. Westport: The AVI Publisher Co. Inc.

(33)

21

LAMPIRAN

Lampiran 1 Prosedur Analisis

Kadar Air (SNI 01-3542-2004)

Sampel sebanyak 2-3 g dimasukkan ke dalam cawan aluminium kosong yang sudah dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 1 jam dan sudah diketahui bobotnya. Setelah itu, cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 3 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga bobot cawan tetap. Kadar air dihitung dengan rumus:

Kadar Air % =M − MM x % Keterangan:

M1 = bobot cawan tetap setelah pengeringan (g) M0 = bobot cawan kosong (g)

M = bobot sampel (g)

Kadar Abu (SNI 01-3542-2004)

Sampel (sisa pengujian kadar air) sebanyak 2-3 g dimasukkan dalam cawan porselen kosong yang sudah dipijarkan dalam tanur bersuhu 550oC selama 1 jam dan sudah diketahui bobotnya. Lalu cawan berisi sampel diarangkan di atas kompor listrik. Kemudian diabukan dalam tanur pada suhu maksimum 550oC sampai menjadi abu putih (kurang lebih 5 jam). Setelah itu, cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengabuan dalam tanur diulangi hingga bobot cawan tetap. Kadar abu dihitung dengan rumus:

Kadar Abu % =A − A

A x %

Keterangan:

A1 = bobot cawan tetap setelah pengabuan (g) A0 = bobot cawan kosong (g)

A = bobot sampel (g)

Kadar Kafein (SNI 01-3542-2004)

Sampel sebanyak 1 g dilarutkan dengan 40 ml aquades bersuhu 100oC dalam erlenmeyer 100 ml. Kemudian, ditambahkan 1 ml Pb-asetat ke dalam larutan. Lalu larutan dipanaskan di atas penangas selama 15 menit, setelah itu didinginkan pada suhu kamar. Larutan dituang ke dalam labu ukur 100 ml (erlenmeyer dibilas dengan aquades minimal 3 kali), kemudian ditepatkan sampai tanda garis. Solvent yang digunakan sebagai fase gerak untuk pemeriksaan kadar kafein dengan alat HPLC adalah 70% asam asetat dan 30% methanol (gradient grade for liquid chromatography). Sebelum digunakan untuk pemeriksaan, sampel dan solvent harus difilter terlebih dahulu menggunakan vakum filter dengan membrane filter (pore size: 0,45 μm, diameter 47 mm). Larutan standar maupun larutan sampel masing-masing sebanyak 10 μl diinjeksikan menggunakan syringe 50 μl ke dalam HPLC, kondisi HPLC saat analisis:

Kolom : Hypersil ODS C 18,5 UM, 100 x 4,6mm Kecepatan aliran : 0,75ml/menit

Temperatur : 35oC

(34)

Kadar Protein (SNI 01-4323-1996)

Sampel sebanyak 0,1 g dimasukkan ke dalam labu Kjedahl 100 ml, kemudian ditambahkan 1 g campuran katalis (CuSO4 : Na2SO4 = 5 : 6) dan 2,5 ml H2SO4

97%. Labu dipanaskan di atas pemanas listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijauan (sekitar 1 jam). Setelah didinginkan, kemudian larutan dimasukan ke dalam destilator (labu dibilas dengan aquades minimal 3 kali). Lalu ditambahkan 15 ml NaOH 6 N ke dalam destilator. Campuran ini didestilasi selama kurang lebih 10 menit, sebagai penampung digunakan erlenmeyer 200 ml berisi 10 ml larutan asam borat 2% yang telah diberi 3 tetes indikator PP. Destilasi dihentikan bila larutan pada penampung sudah melebihi 50 ml. Selanjutnya erlenmeyer dititrasi dengan H2SO4 0,02 N. Prosedur yang sama dilakukan untuk

blanko (tanpa sampel). Kadar protein kasar dihitung dengan rumus: Kadar Protein % = V − V x N x , 4 x FKW x % Keterangan :

V1 = volume H2SO4 0,02 N yang digunakan untuk titrasi sampel (ml)

V0 = volume H2SO4 0,02 N yang digunakan untuk titrasi blanko (ml)

W = bobot sampel (g)

N = normalitas H2SO4 yang digunakan untuk titrasi = 0,02

FK = faktor konversi (umum 6,25; telur 6,68; kopi 9,29)

Kadar Lemak (SNI 01-4323-1996)

Sampel (sisa pengujian kadar air) sebanyak 2-3 g dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas, lalu selongsong yang berisi sampel disumbat dengan kapas. Kemudian selongsong dikeringkan di dalam oven pada suhu 105°C selama kurang lebih 1 jam. Setelah itu, selongsong dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang terhubung dengan labu lemak yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel diekstrak dengan heksana atau pelarut organik lainnya selama kurang lebih 5 jam. Selanjutnya heksana disuling dan ditampung ke dalam erlenmeyer. Ekstrak lemak yang tertinggal di labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama kurang lebih 1 jam. Pengeringan ini diulangi hingga tercapai bobot tetap. Kadar lemak dihitung dengan rumus:

Kadar Lemak % =W − WW x %

Keterangan :

W1 = bobot labu tetap setelah dikeringkan (g) W0 = bobot labu awal (g)

W = bobot sampel (g)

pH

(35)

23

Lampiran 2 Diagram alir proses pembuatan produk kopi telur instan

Filtrat ekstrak kopi

Tepung telur

Kopi bubuk Robusta Malang

Ekstraksi 60-90 menit

(Pelarutan dengan stirer dan Pendiaman pada suhu kamar)

Pengeringan dengan spray dryer (suhu inlet 180-190°C;

suhu outlet 60-90°C) Penyaringan bertahap (saringan 80 mesh)

Kopi telur instan

Gula pasir Air mineral

85-90oC

Pencampuran bahan

(36)

Lampiran 3 Formulir uji organoleptik seduhan kopi telur instan

ORGANOLEPTIK SEDUHAN KOPI TELUR INSTAN UJI HEDONIK

Nama/NIM : Tanggal Uji :

Kode Sampel Warna Aroma Rasa Penerimaan Umum 002

019 033 135 178 229 294 317 393 471 497 711

Catatan:

Berdasarkan kesukaan dan indera anda, tolong berikan penilaian dengan menulis angka 1 – 5 serta dimohon kejujurannya (semakin besar, semakin anda suka) terima kasih atas partisipasi anda

1 = sangat tidak suka; 2 = kurang suka; 3 = netral; 4 = cukup suka; 5 = sangat suka

(37)

25

Lampiran 4 Hasil analisis varian pengaruh perlakuan suhu outlet pengeringan dan perbandingan bobot terhadap kopi telur instan

Rendemen

Nilai rendemen kopi instan dari tiap perlakuan suhu

Suhu Outlet

Pengeringan (oC) Ulangan Kopi Instan : Tepung Telur (g/g) 10 : 0

60-70 1 10.47

2 9.47

70-80 1 13.15

2 14.67

80-90 1 14.50

2 16.40

Analisis varian rendemen kopi instan

SK db JK RK FH FT

Suhu (A) 2 31.950 15.975 13.851* 9.55

Galat 3 3.460 1.153

Total 5 35.411

* F hitung > F tabel (taraf signifikasi 5%) = perlakuan berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan untuk perlakuan suhu outlet pengeringan terhadap rendemen kopi instan

Kode Suhu Outlet Pengeringan (oC) Rataan (%) Kelompok

A1 60-70 9.97 A

A2 70-80 13.91 B

A3 80-90 15.45 B

Kadar Air

Nilai kadar air kopi telur instan dari tiap perlakuan

Suhu Outlet

Pengeringan (oC) Ulangan 10 : 0Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)9 : 1 8 : 2 7 : 3

60-70 1 3.28 3.09 2.79 2.72

2 4.23 3.81 3.57 3.59

70-80 1 3.57 3.92 3.36 2.81

2 4.37 4.37 4.01 3.33

80-90 1 3.47 3.28 4.24 4.09

(38)

Analisis varian kadar air kopi telur instan

SK db JK RK FH FT

Suhu (A) 2 0.454 0.227 0.636 3.89

Perbandingan (B) 3 1.700 0.567 1.589 3.49

Interaksi (AB) 6 0.953 0.159 0.446 3.00

Galat 12 4.279 0.357

Total 23 7.386

Kadar Abu

Nilai kadar abu kopi telur instan dari tiap perlakuan

Suhu Outlet

Pengeringan (oC) Ulangan

Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)

10 : 0 9 : 1 8 : 2 7 : 3

60-70 1 4.95 2.10 3.27 4.31

2 4.96 2.19 3.26 4.30

70-80 1 3.28 3.28 4.26 3.69

2 3.27 3.19 4.44 3.77

80-90 1 3.42 4.33 4.36 4.32

2 3.32 4.44 4.43 4.42

Analisis varian kadar abu kopi telur instan

SK db JK RK FH FT

Suhu (A) 2 1.192 0.596 154.844* 3.89

Perbandingan (B) 3 2.725 0.908 235.916* 3.49

Interaksi (AB) 6 9.523 1.587 412.237* 3.00

Galat 12 0.046 0.004

Total 23 13.486

* F hitung > F tabel (taraf signifikasi 5%) = perlakuan berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan untuk perlakuan suhu outlet pengeringan terhadap kadar abu kopi telur instan

Kode Suhu Outlet Pengeringan (oC) Rataan (%) Kelompok

A2 70-80 3.65 A

A1 60-70 3.67 A

(39)

27

Uji lanjut Duncan untuk perlakuan perbandingan kopi instan : tepung telur terhadap kadar abu kopi telur instan

Kode Kopi Instan : Tepung Telur (g/g) Rataan (%) Kelompok

B2 9 : 1 3.26 A

B1 10 : 0 3.87 B

B3 8 : 2 4.00 C

B4 7 : 3 4.14 D

Faktor interaksi suhu outlet pengeringan dan perbandingan kopi instan : tepung telur terhadap kadar abu kopi telur instan

Kode

Perlakuan

Rataan

(%) Kelompok

Suhu Outlet Pengeringan (oC)

Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)

A1B2 60-70 9 : 1 2.15 A

A2B2 70-80 9 : 1 3.24 B

A1B3 60-70 8 : 2 3.27 B

A2B1 70-80 10 : 0 3.28 B

A3B1 80-90 10 : 0 3.37 B

A3B4 80-90 7 : 3 3.37 B

A2B4 70-80 7 : 3 3.73 C

A1B4 60-70 7 : 3 4.31 D

A2B3 70-80 8 : 2 4.35 D

A3B2 80-90 9 : 1 4.39 D

A3B3 80-90 8 : 2 4.40 D

A1B1 60-70 10 : 0 4.96 E

Kadar Kafein

Nilai kadar kafein kopi telur instan dari tiap perlakuan

Suhu Outlet

Pengeringan (oC) Ulangan 10 : 0Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)9 : 1 8 : 2 7 : 3

60-70 1 1.59 1.53 1.21 0.90

2 1.67 1.45 1.17 1.03

70-80 1 1.61 1.41 1.23 0.59

2 1.81 1.33 1.28 0.91

80-90 1 1.81 1.43 1.10 0.53

(40)

Analisis varian kadar kafein kopi telur instan

SK db JK RK FH FT

Suhu (A) 2 0.129 0.064 7.758* 3.89

Perbandingan (B) 3 2.482 0.827 99.571* 3.49

Interaksi (AB) 6 0.394 0.066 7.911* 3.00

Galat 12 0.100 0.008

Total 23 3.105

* F hitung > F tabel (taraf signifikasi 5%) = perlakuan berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan untuk perlakuan suhu outlet pengeringan terhadap kadar kafein kopi telur instan

Kode Suhu Outlet Pengeringan (oC) Rataan (%) Kelompok

A3 80-90 1.20 A

A2 70-80 1.27 A

A1 60-70 1.38 B

Uji lanjut Duncan untuk perlakuan perbandingan kopi instan : tepung telur terhadap kadar kafein kopi telur instan

Kode Kopi Instan : Tepung Telur (g/g) Rataan (%) Kelompok

B4 7 : 3 0.82 A

B3 8 : 2 1.19 B

B2 9 : 1 1.43 C

(41)

29

Faktor interaksi suhu outlet pengeringan dan perbandingan kopi instan : tepung telur terhadap kadar kafein kopi telur instan

Kode

Perlakuan

Rataan

(%) Kelompok

Suhu Outlet Pengeringan (oC)

Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)

A3B4 80-90 7 : 3 0.51 A

A2B4 70-80 7 : 3 0.75 B

A1B4 60-70 7 : 3 0.97 C

A3B3 80-90 8 : 2 1.13 CD

A1B3 60-70 8 : 2 1.19 D

A2B3 70-80 8 : 2 1.26 DE

A2B2 70-80 9 : 1 1.37 E

A3B2 80-90 9 : 1 1.42 E

A1B2 60-70 9 : 1 1.49 EF

A1B1 60-70 10 : 0 1.63 F

A2B1 70-80 10 : 0 1.71 F

A3B1 80-90 10 : 0 1.73 F

Kadar Protein

Nilai kadar protein kopi telur instan dari tiap perlakuan

Suhu Outlet

Pengeringan (oC) Ulangan

Kopi Instan : Tepung Telur (g/g)

10 : 0 9 : 1 8 : 2 7 : 3

60-70 1 5.20 16.39 25.75 34.08

2 5.98 10.15 20.03 30.95

70-80 1 3.90 6.50 13.27 25.23

2 4.94 12.23 18.21 29.39

80-90 1 3.64 5.46 7.80 14.31

2 3.38 6.50 8.58 12.75

Analisis varian kadar protein kopi telur instan

SK db JK RK FH FT

Suhu (A) 2 469.030 234.515 34.770* 3.89

Perbandingan (B) 3 1325.695 441.898 65.517* 3.49

Interaksi (AB) 6 189.637 31.606 4.686* 3.00

Galat 12 80.938 6.745

Total 23 2065.300

Gambar

Tabel 2 Hasil pengujian karakteristik kopi bubuk
Tabel 4 Hasil pengujian karakteristik tepung telur
Gambar  2 Kadar air kopi telur instan untuk tiap perlakuan
Gambar  3 Kadar abu kopi telur instan untuk tiap perlakuan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari daftar sidik ragam (Lampiran 8) dapat dilihat bahwa interaksi antara suhu pengeringan dengan konsentrasi dekstrin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata

Hasil pengujian LSR pengaruh interaksi konsentrasi NaOH dan tepung tapioka terhadap daya serap air dari bubuk cincau hitam instan yang dihasilkan pada setiap perlakuan dapat

Interaksi antara suhu pengeringan dengan konsentrasi dekstrin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar vitamin C dan nilai skor warna,

Atas rahmat dan karunia-Nya, penulisan skripsi yang berjudul “Sifat Fisik dan Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk dengan Penambahan Efek Effervescent dari Tepung Kerabang Telur

Kestabilan busa pada metode foam-mat drying adalah dengan suhu pengeringan antara 50-80 o C serta penambahan Methyl cellulose (0.25-2%), putih telur (3-20%), maltodekstrin (5,0

Konsentrasi putih telur sebagai foam agent yang menghasilkan bubuk instan kulit manggis terbaik diperoleh pada perlakuan konsentrasi putih telur 15% dengan rendemen

Hasil uji anova menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh sangat nyata pada perlakuan formulasi terhadap volume pengembangan nasi kuning karena pada pembuatan nasi kuning

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, daya terima tertinggi pada parameter aroma bumbu iloni instan pada suhu pengeringan 55 o C yakni pada perlakuan