PERTUMBUHAN, PRODUKSI BIOMASSA DAUN, DAN
STRUKTUR SEKRETORI SAMBILOTO (
Andrographis
paniculata
Nees.) PADA PERLAKUAN NAUNGAN DAN
PUPUK ORGANIK
MONIKA AGUS
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan, Produksi Biomassa Daun, dan Struktur Sekretori Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) pada Perlakuan Naungan dan Pupuk Organik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
MONIKA AGUS. berjudul Pertumbuhan, Produksi Biomassa Daun, dan Struktur Sekretori Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) pada Perlakuan Naungan dan Pupuk Organik. Dibimbing oleh TRIADIATI dan YOHANA C. SULISTYANINGSIH.
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) adalah salah satu tanaman obat yang dapat dibudidayakan di bawah tegakan hutan. Produktivitas sambiloto kemungkinan dipengaruhi oleh faktor intensitas naungan dan ketersediaan hara organik yang dapat dipenuhi oleh pupuk organik, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh naungan dan pemberian pupuk organik, serta pengaruhnya terhadap struktur sekretori. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap petak terbagi dengan dua faktor yaitu perlakuan intensitas naungan dan perlakuan pupuk organik. Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan tajuk dan akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media pupuk kandang kambing dan pupuk kandang ayam pada kondisi tidak ternaungi dapat meningkatkan pertumbuhan dan biomassa daun tanaman sambiloto. Luas daun total, bobot kering daun, batang dan akar dipengaruhi oleh naungan, media tanam, dan interaksinya. Struktur sekretori daun tanaman sambiloto tidak dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan naungan dan media tanam.
Kata kunci: naungan, pupuk organik, sambiloto, struktur sekretori
ABSTRACT
MONIKA AGUS. Growth, Leaves Biomass Production, and Secretory Structure of Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) under shade and Organic Fertilizer Treatment. Supervised by TRIADIATI and YOHANA C. SULISTYANINGSIH.
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) is a medicinal plant which can be cultivated under the forest stands. Growth, leaves biomass production of sambiloto could be influenced by shade and soil nutrient. Therefore, it is important to measure growth, leaves biomass production, and secretory structure under shade and organic fertilizer. This study used split plot randomized complete design with two factors i. e. shade and type of organic fertilizer. The observed parameters including shoot and root growth. The results showed that the goat manure and chicken manure medium under unshaded condition can improve plant growth and leaves biomass of sambiloto. Total leaf area, leaf, stem, and roots dry weight were influenced by shade, organic fertilizer, and the interaction of both shade and organic fertilizer. The secretory cell structure of sambiloto was not affected by the interaction between shade and organic fertilizer treatment.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi
Pertumbuhan, Produksi Biomassa Daun, dan Struktur Sekretori
Sambiloto (
Andrographis paniculata
Nees.) pada Perlakuan
Naungan dan Pupuk Organik
MONIKA AGUS
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi: Pertumbuhan, Produksi Biomassa Daun, dan Struktur Sekretori Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) pada Perlakuan Naungan dan Pupuk Organik
Nama : Monika Agus NIM : G34090068
Disetujui oleh
Dr Triadiati, MSi Pembimbing I
Dr Yohana C. Sulistyaningsih, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Iman Rusmana, MSi Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari 2013 hingga Juli 2013 dengan judul Pertumbuhan, Produksi Biomassa Daun, dan Struktur Sekretori Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) pada Perlakuan Naungan dan Pupuk Organik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Triadiati, MSi dan Ibu Dr. Yohana C. Sulistyaningsih, MSi atas bimbingan, masukan, dan arahan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih pula kepada Dra. Taruni Sri Prawasti, MSi selaku penguji dari wakil Komisi Pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan karya ilmiah ini.
Terima kasih kepada mama, ayah, mba, mas dan Demoorando Priesseno yang telah memberikan dorongan secara moral, material, dan spiritual kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Terima kasih penulis juga ucapkan kepada seluruh staf Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Laboratorium Mikroteknik, dan Rumah Kaca Departemen Biologi atas dukungan yang diberikan. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pengumpulan data karya ilmiah ini termasuk GM serta seluruh rekan Biologi angkatan 46 atas kebersamaan dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya dan berharap masukan dari berbagai pihak.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
BAHAN DAN METODE 2
Waktu dan Tempat 2
Alat dan Bahan 2
Rancangan Percobaan 2
Metode Penelitian 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Hasil Analisis Media Tanam 4
Pertumbuhan Tanaman 4
Tinggi Tanaman dan Diameter Batang 4
Jumlah Cabang Primer dan Daun 5
Total Biomassa Tanaman 7
Panjang dan Biomassa Akar 7
Biomassa Batang 8
Luas Total dan Biomassa Daun 9
Kandungan Klorofil Total 10
Struktur Sel Sekretori 10
Bentuk, Kerapatan, dan Ukuran Trikoma Kelenjar 10
Bentuk, Kerapatan, dan Ukuran Sel Litosis 13
SIMPULAN 15
DAFTAR PUSTAKA 15
DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis media tanam 4
2 Diameter trikoma kelenjar bagian adaksial 12
3 Diameter trikoma kelenjar bagian abaksial 12
4 Ukuran sel litosis bagian adaksial 14
5 Ukuran sel litosis bagian abaksial 15
DAFTAR GAMBAR
1 Tinggi tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan naungan. 5 2 Diameter batang tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan
naungan. 5
3 Jumlah cabang primer tanaman sambiloto pada berbagai media tanam
dan naungan. 6
4 Jumlah daun tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan
naungan. 7
5 Panjang akar dan bobot kering akar tanaman sambiloto pada berbagai
media tanam dan naungan. 8
6 Bobot kering batang tanaman sambiloto pada berbagai media tanam
dan naungan. 8
7 Luas total daun tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan
naungan. 9
8 Bobot kering daun tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan
naungan. 10
9 Kandungan klorofil total tanaman sambiloto pada berbagai media
tanam dan naungan. 10
10 Sayatan paradermal dan melintang daun tanaman sambiloto. 11 11 Kerapatan trikoma kelenjar tanaman sambiloto pada berbagai media
tanam dan naungan. 12
12 Sayatan melintang daun sambiloto pada berbagai media tanam dan
naungan. 13
13 Kerapatan sel litosis tanaman sambiloto pada berbagai media tanam
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem pengobatan secara alami dengan menggunakan berbagai jenis tanaman obat dewasa ini mulai diminati masyarakat. Peningkatan minat masyarakat untuk menggunakan pengobatan secara alami mengakibatkan meningkatnya kebutuhan bahan baku obat. Budidaya tanaman obat perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut. Budidaya tanaman obat sering dilakukan dengan cara tumpang sari. Tumpang sari adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara bersama-sama dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim (Mayrowani dan Ashari 2011). Menurut Rahardjo dan Rosita (2003) tempuyung dapat ditanam bersamaan dengan jagung, bawang merah bahkan dapat ditanam di bawah tegakan pisang yang tingkat naungannya mencapai 50%.
Salah satu tanaman obat yang dapat dibudidayakan secara tumpang sari adalah sambiloto (Andrographis paniculata Nees.). Sambiloto secara alami hidup subur di antara tegakan hutan, diantaranya di bawah naungan pohon jati (Sulistijo dan Pujiasmanto 2007). Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman ini toleran terhadap naungan (Pribadi 2007). Menurut Pitono et al. (1996) tanaman sambiloto dapat tumbuh baik pada tingkat naungan sebesar 20%, oleh karena itu perlu diketahui tingkat toleransi terbaik sambiloto terhadap naungan.
2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh intensitas naungan dan pemberian pupuk organik terhadap pertumbuhan, produksi biomassa daun, serta pengaruhnya terhadap struktur sekretori.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dimulai sejak bulan Januari hingga Juni 2013 di rumah kaca, Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, dan Laboratorium Mikroteknik, Departemen Biologi, FMIPA IPB.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu polibag berukuran 25cm x 30 cm, paranet 50%, jangka sorong, neraca analitik, oven, spektrofotometer Genesys 20, mikroskop cahaya Olympus CH20 yang dilengkapi dengan mikrometer, dan alat-alat gelas. Bahan yang digunakan yaitu bibit tanaman sambiloto, tanah, pupuk kandang kambing, pupuk kandang ayam, dan pupuk kompos, aseton, alkohol, kloroks, HNO3, safranin, gliserin, dan cat kuku transparan.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan acak lengkap petak terbagi dengan dua faktor yaitu perlakuan intensitas naungan dan pupuk organik. Petak utama adalah intensitas naungan yang terdiri atas dua taraf yaitu tidak ternaungi (N0) dan ternaungi oleh paranet 50% (N1). Perlakuan pupuk organik sebagai anak petak terdiri dari empat taraf yaitu tanah tanpa pupuk organik (P0), pupuk kandang kambing (P1), pupuk kandang ayam (P2), dan pupuk kompos (P3). Masing-masing kombinasi perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan.
Metode Penelitian
Persiapan dan Analisis Media Tanam
3
Pemeliharaan dan Pengamatan Pertumbuhan
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman yang dilakukan setiap hari, dan penyiangan serta pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dilakukan setiap minggu. Parameter yang diamati meliputi pertambahan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang, dan jumlah daun yang diamati setiap minggu selama 9 minggu. Selain itu dilakukan analisis kandungan klorofil yang dilakukan pada 7 minggu setelah tanam (MST). Pengukuran luas daun dan biomassa tanaman dilakukan pada 9 MST.
Analisis Kandungan Klorofil
Daun sambiloto segar tanpa tulang daun sebanyak 1 gram dihancurkan kemudian ditambahkan aseton 80% dan diaduk hingga menjadi homogen, kemudian disaring menggunakan kertas saring ke dalam labu ukur dan ditambahkan aseton 80% hingga volume 50 ml. Supernatan diambil sebanyak 2,5 ml dan dipindahkan ke dalam labu takar 25 ml lalu tambahkan aseton 80% hingga volume 25 ml. Larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 652 nm. Kandungan klorofil total dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Ket: A = nilai absorbansi pada panjang gelombang 652 nm
Pengukuran Luas Daun dan Biomassa Tanaman
Pengukuran luas daun dilakukan dengan mengukur luas daun total dari seluruh daun yang didapatkan pada setiap perlakuan menggunakan alat pengukur luas daun LI3000. Setelah dilakukan pengukuran luas daun, bagian daun, batang, dan akar ditimbang bobot basah serta bobot keringnya. Bobot kering daun, batang, dan akar diukur setelah dikeringkan menggunakan oven pada suhu 70°C selama 3 hari.
Analisis dan Pengamatan Struktur Sekretori pada Epidermis Daun
Pengamatan stuktur sekretori epidermis daun tanaman sambiloto dibuat sayatan paradermal yang meliputi sisi adaksial dan abaksial daun. Sayatan paradermal daun dibuat sebagai preparat semi permanen dengan metode sediaan whole mount. Daun yang telah difiksasi dalam alkohol 70%, dicuci dengan akuades lalu direndam dalam larutan HNO3 50% hingga daun cukup lunak, kemudian dibilas dengan akuades. Selanjutnya dibuat sayatan adaksial dan abaksial dengan menggunakan silet. Hasil sayatan direndam dalam larutan kloroks selama 1-3 menit, lalu dibilas dengan akuades, selanjutnya sayatan diwarnai dengan safranin 1%. Sediaan yang telah diwarnai diletakkan pada gelas objek yang telah diberi media gliserin 30% lalu ditutup dengan gelas penutup.
Struktur sekretori yang diamati meliputi bentuk, ukuran, dan kerapatan struktur sekretori. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan untuk setiap media tanam. kerapatan struktur sekretori dihitung dengan rumus sebagai berikut:
4
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan uji ANOVA dan hasil yang menunjukkan beda nyata diuji lanjut dengan Uji Duncan pada taraf kepercayaan 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Media Tanam
Hasil analisis tanah yang dilakukan sebelum pemberian pupuk organik menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki pH (4.5) cenderung sangat masam. Setelah penambahan pupuk organik, pH media tanam meningkat mendekati netral, selain itu penambahan pupuk organik juga meningkatkan kandungan unsur C, N, P, dan K (Tabel 1). Perubahan pH disebabkan bahan organik dari pupuk kandang dapat menetralisir sumber kemasaman tanah (Endriani et al.2004). Selain itu, pemberian pupuk kandang ke dalam tanah akan memperkaya mikro organisme dalam tanah yang dapat membantu proses dekomposisi (Muslihat 2003). Hasil dekomposisi bahan organik berupa hara tersedia berupa unsur N, P, dan K yang dapat meningkatkan kesuburan tanah.
Tabel 1 Hasil analisis media tanam
Media pH C(%) N(%) K(ppm) P(ppm) C/N Tanah (P0) 4.5 0.31 0.03 44 - 10 Tanah+P. K Kambing (P1) 6.7 2.29 0.2 1803.91 99.5 10 Tanah+P. K Ayam (P2) 6.9 2.08 0.21 1760.74 241.01 10 Tanah+P. Kompos (P3) 5.8 4.36 0.37 293.04 237.08 12
Pertumbuhan Tanaman
Tinggi Tanaman dan Diameter Batang
5
Gambar 1 Tinggi tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan naungan. (N0) kondisi tidak ternaungi; (N1) kondisi ternaungi; (P0) tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk kandang ayam; (P3) pupuk kompos
Pertumbuhan diameter batang sambiloto masih lambat pada 0 – 5 MST. Pertumbuhan diameter batang mulai meningkat pada 6 – 9 MST. Pada 9 MST, diameter batang tertinggi dimiliki oleh perlakuan pupuk kandang ayam (0.68 cm) dan pupuk kandang kambing (0.64 cm) pada kondisi tidak ternaungi. Pertumbuhan diameter batang dipengaruhi oleh interaksi antara naungan dan media tanam (Gambar 2).
Gambar 2 Diameter batang tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan naungan. (N0) kondisi tidak ternaungi; (N1) kondisi ternaungi; (P0) media tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk kandang ayam; (P3) pupuk kompos.
Naungan sangat berpengaruh pada intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman. Tanaman sambiloto pada perlakuan naungan mengalami hambatan untuk tumbuh sehingga pertumbuhan vegetatifnya terhambat dan akhirnya membuat tinggi tanaman dan diameter batang pada kondisi ternaungi lebih rendah dibandingkan pada kondisi tidak ternaungi. Hal ini sejalan dengan penelitian
6
yang dilakukan oleh Musyarofah et al. (2007) yang menyatakan bahwa tanaman pegagan pada perlakuan naungan 75% mengalami hambatan pertumbuhan sehingga terjadi penurunan pertumbuhan baik vegetatif maupun generatifnya.
Jumlah Cabang Primer dan Jumlah Daun
Pertumbuhan cabang tanaman sambiloto sejak 0 – 9 MST antara kondisi yang ternaungi dengan kondisi tidak ternaungi menunjukkan perbedaan yang signifikan (P ≤ 0.05). Jumlah cabang terbanyak terdapat pada perlakuan pupuk kandang kambing (38.67 cabang) dan pupuk kandang ayam (38.00 cabang) tidak ternaungi pada umur 9 MST. Pertumbuhan cabang sambiloto hanya dipengaruhi oleh naungan, tetapi tidak dipengaruhi oleh media tanam (Gambar 3). Pertambahan daun pada 0 – 5 MST belum menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan jumlah daun dimulai sejak 6 - 9 MST. Jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan media pupuk kandang kambing tidak ternaungi (326.67 helai) dan terendah terdapat pada tanaman sambiloto dengan media tanah pada kondisi ternaungi (81 helai) pada umur 9 MST. Pertumbuhan daun sambiloto dipengaruhi oleh interaksi antara naungan dan media tanam (Gambar 4). Hal ini dapat terjadi karena tanaman pada kondisi tanpa naungan dapat memanfaatkan cahaya matahari secara optimal untuk membentuk cabang primer yang akan menentukan jumlah daun yang terbentuk (Yusron et al. 2007). Kandungan Nitrogen yang cukup pada media pupuk kandang kambing (0.23%), pupuk kandang ayam (0.21), dan pupuk kompos (0.37) menyebabkan pertumbuhan vegetatif yang lebih baik dibandingkan dengan media kontrol (Tirta 2006).
7
Gambar 4 Jumlah daun tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan naungan. (N0) kondisi tidak ternaungi; (N1) kondisi ternaungi; (P0) tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk kandang ayam; (P3) pupuk kompos.
Total Biomassa Tanaman
Panjang dan Biomassa Akar
Panjang akar dengan perlakuan media tanam baik pada kondisi yang ternaungi maupun tidak ternaungi tidak memiliki perbedaan yang signifikan (P > 0.05) pada 9 MST. Panjang akar dipengaruhi oleh naungan, tetapi tidak dipengaruhi oleh media tanam (Gambar 5a). Setiap media tanam pada kondisi tidak ternaungi mengalami kekeringan yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan media pada kondisi ternaungi, sehingga kemungkinan akar harus masuk lebih dalam lagi untuk bisa mendapatkan air dan unsur hara, oleh karena itu tanaman pada kondisi tidak ternaungi memiliki akar yang lebih panjang dibandingkan tanaman yang ternaungi. Menurut Hardjowigeno (1995), Akar–akar tanaman akan terus memanjang menuju tempat–tempat yang lebih jauh di dalam tanah sehingga menemukan unsur-unsur hara yang dibutuhkan. Pemanjangan akar-akar tanaman berarti memperpendek jarak yang harus ditempuh unsur-unsur hara untuk mendekati akar tanaman. Selain itu, tanaman yang tidak ternaungi dapat menerima cahaya penuh dan menghasilkan jumlah fotosintat yang tinggi oleh karena itu jumlah fotosintat yang di alokasikan ke akar juga meningkat. Naungan menyebabkan cahaya yang diterima oleh tanaman semakin berkurang dan menyebabkan perkembangan akar akan berkurang dibandingkan dengan tanaman yang menerima cahaya penuh (Sirait et al. 2005).
8
a b
Gambar 5 Panjang akar dan bobot kering akar tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan naungan. Panjang akar (a) dan bobot kering akar (b) (P0) tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk kandang ayam; (P3) pupuk kompos
Biomassa Batang
Bobot kering batang dipengaruhi oleh interaksi antara naungan dan media tanam (P ≤ 0.05). Bobot kering batang terbesar terdapat pada media pupuk kandang ayam yang tidak ternaungi (16.31 gram), sedangkan yang terkecil terdapat pada media kontrol yang ternaungi (0.52 gram) pada 9 MST (Gambar 6).
Gambar 6 Bobot kering batang tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan naungan. (P0) tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk kandang ayam; (P3) pupuk kompos
9
Luas Daun Total dan Biomassa Daun
Luas daun total dipengaruhi oleh interaksi antara naungan dan media tanam (P ≤ 0.05). Luas total daun tertinggi dimiliki oleh tanaman sambiloto dengan perlakuan media pupuk kambing dan pupuk kandang ayam pada kondisi tidak ternaungi pada 9 MST (Gambar 7). Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Thamrin et al. (2005) bahwa perlakuan media tanam pupuk kandang kambing memberikan luas daun tertinggi dibandingkan perlakuan pupuk kandang sapi dan kuda. Hal tersebut dapat terjadi karena kecukupan kadar unsur hara (N, P, dan K) yang dimiliki oleh pupuk organik sehingga pembentukan daun dapat berlangsung secara maksimal. Selain itu, naungan juga mempengaruhi pembentukan daun tersebut dalam hal menangkap cahaya matahari agar kebutuhan fotosintesis dapat terpenuhi.
Gambar 7 Luas total daun tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan naungan. (P0) tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk kandang ayam; (P3) pupuk kompos.
Bobot kering daun dipengaruhi oleh faktor interaksi antara naungan dan media tanam (P ≤ 0.05). Bobot kering daun terbesar terdapat pada media dengan pupuk kandang kambing (1950.81 gram) dan pupuk kandang ayam (1843.11 gram) yang tidak ternaungi, sedangkan yang terkecil terdapat pada media kontrol yang ternaungi pada 9 MST (Gambar 8). Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2005) bahwa bobot kering tajuk tanaman pegagan terbesar dihasilkan oleh pegagan yang ditanam pada kondisi tanpa naungan, sedangkan yang terendah dihasilkan pada kondisi naungan 75%. Pembentukan batang dan daun ditentukan oleh jumlah fotosintat yang dihasilkan oleh tanaman. Pada kondisi intensitas cahaya yang tinggi akan menghasilkan fotosintat tinggi didukung dengan kandungan hara yang cukup pada media sehingga pertumbuhan daun maksimal (Setyowati 2011).
Penambahan pupuk kandang meningkatkan unsur hara tersedia seperti unsur N, P, dan K pada media tanam yang berperan pada masa pertumbuhan vegetatif. Disamping unsur hara, penambahan pupuk kandang dapat memperbaiki sifat fisik media sehingga porositasnya meningkat dan akar dapat tumbuh serta mudah untuk menyerap unsur hara (Susanti et al. 2008).
10
Gambar 8 Bobot kering daun tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan naungan. (P0) tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk kandang ayam; (P3) pupuk kompos.
Kandungan Klorofil Total
Kandungan klorofil dipengaruhi oleh faktor tunggal naungan (P ≤ 0.05) dan media tanam pada 9 MST (P ≤ 0.05). Menurut Johnston dan Onwueme (1998), semakin tinggi tingkat naungan yang diberikan, tanaman akan melakukan adaptasi dengan meningkatkan efisisensi penangkapan cahaya tiap unit area fotosintetik, yaitu dengan meningkatkan jumlah klorofil per unit luas daun. Kandungan klorofil tertinggi dimiliki oleh tanaman sambiloto pada kondisi ternaungi (0.551 mgg־¹) dan terendah terdapat pada kondisi tidak ternaungi (0.279 mgg־¹) (Gambar 9). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sirait (2008) bahwa rataan kandungan klorofil total rumput pada perlakuan tanpa naungan lebih rendah dibandingkan dengan naungan 38% maupun naungan 56%. Perlakuan pupuk kandang kambing meningkatkan kandungan klorofil total (Gambar 9). Kandungan unsur N yang cukup pada media pupuk kandang kambing juga berperan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil.
Gambar 9 Kandungan klorofil total tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan naungan. (P0) tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk kandang ayam; (P3) pupuk kompos.
Struktur Sel Sekretori
Bentuk, Kerapatan, dan Ukuran Trikoma Kelenjar
Hasil pengamatan struktur sekretori pada epidermis daun sambiloto, menunjukkan adanya trikoma kelenjar dan sel litosis baik di permukaan abaksial maupun adaksial daun (Gambar 10a). Tipe trikoma kelenjar yang ditemukan pada
11 permukaan daun sambiloto berbentuk peltat dengan satu sel basal, satu sel tangkai, dan kepala dengan enam sel sekresi (Gambar 10b). Trikoma peltat juga ditemukan oleh Machado et al. (2006) pada tanaman Zeyheria Montana yang terdiri dari sel basal, sel tangkai pendek, dan kepala dengan delapan sel sekresi.
a b
Gambar 10 Sayatan paradermal dan melintang daun tanaman sambiloto. Sayatan paradermal (a) dan sayatan melintang (b); (1) trikoma kelenjar; (2) sel litosis; (3) stomata
Metabolit sekunder yang banyak dihasilkan oleh daun tanaman sambiloto adalah andrographolide yang merupakan diterpene lactone yang digunakan sebagai bahan obat (BALITTRO 2012). Uji histokimia pada daun kemangi oleh Gang et al. (2010) menunjukkan bahwa senyawa fenilpropana diakumulasi di dalam trikoma kelenjar berbentuk peltat. Boix et al. (2011) dalam penelitiannya tentang fitokimia senyawa volatil yang didukung dengan analisis anatomi dan histokimia trikoma peltat daun tanaman Rosmarinus officinalis L. bahwa trikoma peltat tanaman tersebut mengandung senyawa terpen dengan persentase lebih dari 30%. Kandungan bahan obat tanaman sambiloto kemungkinan dihasilkan oleh trikoma kelenjar berbentuk peltat pada permukaan daun .
12
a b
Gambar 11 Kerapatan trikoma kelenjar daun tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan naungan. Kerapatan trikoma kelenjar adaksial (a) dan kerapatan trikoma kelenjar abaksial (b); (P0) tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk kandang ayam; (P3) pupuk kompos. Ukuran diameter trikoma kelenjar dari daun sambiloto yang diamati umumnya beragam. Diameter trikoma kelenjar bagian adaksial daun sambiloto yang ternaungi dari keempat media tanam berkisar antara 21 – 31 µm, sedangkan yang tidak ternaungi dari keempat media tanam berkisar antara 28 – 32 µm (Tabel 2). Diameter trikoma kelenjar bagian abaksial daun sambiloto yang ternaungi dari keempat media tanam berkisar antara 29 – 31 µm, sedangkan diameter trikoma kelenjar bagian abaksial daun sambiloto yang tidak ternaungi dari keempat media tanam berkisar antara 27 – 32 µm (Tabel 3). Ukuran diameter trikoma kelenjar bagian adaksial maupun abaksial daun sambiloto dipengaruhi oleh naungan (P ≤ 0.05). Hal ini merupakan salah satu cara daun tanaman sambiloto dalam mengurangi jumlah cahaya yang direfleksikan sehingga lebih efisien dalam menangkap cahaya pada kondisi ternaungi (Muhuria et al 2006).
Tabel 2 Diameter trikoma kelenjar bagian adaksial
Media Naungan
Tabel 3 Diameter trikoma kelenjar bagian abaksial
13 Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada bagian abaksial daun kerapatan trikoma kelenjar perlakuan kontrol (P0) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan media tanam lainnya, begitu pula dengan ukuran diameter trikoma kelenjar bagian adaksial maupun abaksial daun sambiloto, ukuran diameter perlakuan kontrol (P0) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan media tanam lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis kandungan kimia secara kuantitatif untuk membandingkan kandungan senyawa metabolit trikoma kelenjar pada setiap perlakuan naungan dan media tanam.
Bentuk, Kerapatan, dan Ukuran Sel Litosis
Sel litosis yang ditemukan di permukaan daun sambiloto berbentuk bulat telur atau jorong dan umumnya berukuran lebih besar dari sel-sel epidermis (Gambar 12). Sel litosis merupakan salah satu derivat epidermis yang mengandung benda ergastis berisi sistolit yang umumnya mengandung garam-garam mineral (Fahn 1991). Menurut Evans (2006) sistolit dapat ditemukan pada daun famili Moraceae, Urticaceae, Cannabinaceae dan Acanthaceae dan beberapa Combretaceae dan Boraginaceae. Sel litosis pada daun Morus alba berisi sistolit yang mengandung senyawa kalsium karbonat (Arnott dan Maier 2006). Hal serupa juga ditunjukkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Tripp dan Fatimah (2012) bahwa bagian daun dari empat spesies genus Sanatocrater dari famili Acanthaceae menunjukkan adanya sistolit yang mengandung senyawa kalsium karbonat pada sel yang terspesialisasi secara khusus bernama litosis. Tanaman sambiloto merupakan anggota famili Acanthaceae, sehingga diduga sistolit yang terdapat pada sel litosis daun tanaman sambiloto mengandung senyawa kalsium karbonat. Senyawa kalsium karbonat berfungsi sebagai bentuk penyimpanan kalsium yang pada kondisi kekurangan ion kalsium dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan daun baru (WU et al 2006). Kandungan lain dari sistolit adalah kalsium oksalat (Tripp dan Fatimah 2012). Pada tanaman Sida rhombifolia kalsium oksalat berfungsi sebagai salah satu mekanisme pertahanan terhadap serangan herbivora (Melano dan Flores 2001).
14
Kerapatan sel litosis bagian adaksial tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara media tanam pada kondisi ternaungi dan tidak ternaungi. Kerapatan sel litosis bagian adaksial tidak dipengaruhi oleh naungan (P > 0.05) dan media tanam (P > 0.05) (Gambar 13a), sedangkan kerapatan sel litosis bagian abaksial dipengaruhi oleh faktor naungan (P ≤ 0.05) dan yang tertinggi terdapat pada kondisi tidak ternaungi (Gambar 13b).
a b
Gambar 13 Kerapatan sel litosis tanaman sambiloto pada berbagai media tanam dan naungan. Kerapatan sel litosis adaksial (a) kerapatan sel litosis abaksial (b); (P0) tanah; (P1) pupuk kandang kambing; (P2) pupuk kandang ayam; (P3) pupuk kompos.
Ukuran sel litosis dari daun sambiloto yang diamati umumnya beragam. Ukuran sel litosis bagian adaksial daun sambiloto yang ternaungi dari keempat media tanam memiliki panjang berkisar antara 34 – 115 µm dan lebar 21 – 26 µm, sedangkan bagian adaksial daun sambiloto yang tidak ternaungi dari keempat media tanam memiliki panjang berkisar antara 33 – 123 µm dan lebar 22 – 26 µm (Tabel 4).
Tabel 4 Ukuran sel litosis bagian adaksial
Media Naungan
Ternaungi (panjang x lebar) (µm)
Tidak ternaungi (panjang x lebar) (µm) P0 42.1-107.2 x 22.4-24.5 36.2-105.7 x 22.2-24.8 P1 34.1-114.8 x 21.2-25.2 33.8-105.0 x 25.1-25.9 P2 41.3-113.1 x 22.1-24.7 43.6-122.1 x 25.2-25.3 P3 45.8-105.8 x 23.3-24.2 58.2-106.5 x 24.1-25.4
15 Tabel 5 Ukuran sel litosis bagian abaksial
Media Naungan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran panjang dan lebar sel litosis pada perlakuan naungan dan media tanam pada tanaman sambiloto cukup bervariasi. Hal tersebut mungkin dikarenakan adanya perlakuan yang berbeda pada setiap tanaman sambiloto. Pembentukan kalsium karbonat yang diduga terdapat dalam sel litosis daun tanaman sambiloto kemungkinan dipengaruhi oleh adanya unsur kalsium yang jumlahnya berbeda pada setiap media tanam. Penelitian yang dilakukan oleh Ukwubile (2013) menyatakan bahwa adanya senyawa kalsium karbonat pada tanaman Ficus abutilifolia berfungsi sebagai indikator keberadaan mineral ini di tanah tempat tumbuh F. abutilifolia. Menurut WU et al (2006) jumlah sel litosis pada sel epidermis ditentukan secara genetik, tetapi diferensiasinya dipengaruhi oleh jumlah kalsium yang tersedia. Jumlah unsur kalsium yang berbeda pada setiap media tanam tanaman sambiloto mempengaruhi banyaknya sistolit yang mengandung senyawa kalsium karbonat yang ada di dalam sel litosis, sehingga diduga dapat mempengaruhi ukuran panjang dan lebar sel litosis tersebut.
SIMPULAN
Penambahan pupuk kandang kambing dan pupuk kandang ayam pada kondisi tidak ternaungi mampu meningkatkan pertumbuhan dan biomassa daun tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Nees.). Tanaman sambiloto yang ditanam dibawah naungan 50% mmpunyai pertumbuhan yang tidak optimum.
DAFTAR PUSTAKA
Arnott HJ, Maier CGA. 2006. Cystoliths and nebencystolithen (secondary cystoliths) in white Mulberry (Morus alba L., Moraceae). Tex. J. Micros 37: 58-59.
[BALITTRO] Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 2012. Warta Balittro. Bogor (ID): Agro Inovasi.
16
Boix YF, Victorio CP, Defaveri ACA, Arruda RDCDO, Sato A, Lage CLS. 2011. Glandular trichomes of Rosmarinus officinalis L: anatomical and phytochemical analyses of leaf volatiles. Plant Biosyst 145: 848-856. Dickison WC. 2000. Integrative Plant Anatomy. San Diego (US): Academic Pr. Dorly. 2006. Struktur sekretori tanaman bahan ramuan obat diabetes. Pert. Indon
11: 7-12.
Endriani, Yunus, Zurhalena. 2004. Meningkatkan efisiensi pupuk P melalui pemberian pupuk kandang pada tanah masam. Stigma 12: 445-448.
Evan WC. 2006. Trease and Evans Pharmacognosy. Nottingham (UK): Saunders Ltd.
Fatimah S, Handarto BM. 2008. Pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sambiloto. Embryo 5: 133-148.
Fahn A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Gadjah Mada University, penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari: Plant Anatomy.
Gang DR et al.. 2001. An investigation of the storage and biosynthesis of phenylpropenes in sweet basil. Plant Physiol 125: 539-555.
Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
Johnston M, IC Onwueme. 1998. Effect of shade on photosynthetic pigments in the tropical root crops: yam, taro, tannia, cassava and sweet potato. Experimental Agriculture 34: 301-302.
Kjaer A, Grevsen K, Jensen M. 2012. Effect of external stress on density and size of glandular trichomes in full-grown Artemisia anua,the source of anti-malarial artemisin. AoB Plants 18: 1-12.
Kurniawati A, Darusman LK, Rachmawaty RY. 2005. Pertumbuhan, produksi dan kandungan triterpenoid dua jenis pegagan (Centella asiatica L. (Urban)) sebagai bahan obat pada berbagai tingkat naungan. Bul. Agron. 33: 62-67. Machado SR, Gregoria EA, Guimaraes E. 2006. Ovary peltate trichomes of
Zeyheria Montana (Bignoniaceae): developmental ultrastructure and secretion in relation to function. Annals of Botany 97: 357-369
Mayadewi NNA. 2007. Pengaruh jenis pupuk kandang dan jarak tanam terhadap pertumbuhan gulma dan hasil jagung manis. Agritrop 26: 153-159.
Mayrowani H, Ashari. 2011. Pengembangan agroforestry untuk mendukung ketahanan pangan dan pemberdayaan petani sekitar hutan. FAE 29: 83-98. Melano B, Flores. 2001. Herbivory and calcium concentrations affect calcium
oxalate crystal formation in leaves of Sida (Malvaceae). Annals of Botany 88: 387-391.
Melati M, Andriyani W. 2005. Pengaruh pupuk kandang ayam dan pupuk hijau Colopogonium mucunoides terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai panen muda yang dibudidayakan secara organik. Bul. Agron. 33: 8-15. Muhuria L, Tyas KN, Khumaida N, Trikoesoemaningtyas, Sopandie D. 2006.
Adaptasi tanaman kedelai terhadap intensitas cahaya rendah: karakter daun untuk efisiensi penangkapan cahaya. Bul. Agron 34: 133-140.
Muslihat L. 2003. Teknik percobaan takaran pupuk kandang pada pembibitan abaca. Bul. Teknik Pertanian 8: 37-39
17 Pitono J, Januwati M, Ngadimin. 1996. Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan dan produksi terna tanaman sambiloto. Bull. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 3: 39-40.
Pribadi ER. 2007. Kajian kelayakan usahatani pola tanam sambiloto dengan jagung. Jurnal Littri 13: 98-105.
Rahardjo M, Rosita SMD. 2003. Agro ekosistem tanaman obat. JBAI 2: 89-95. Setyowati N. 2011. Pengaruh intensitas cahaya dan media tanam terhadap
pertumbuhan dan bibit rosella. J. Agrivigor 10: 218-227.
Sirait J. 2008. Luas daun, kandungan klorofil, dan laju pertumbuhan rumput pada naungan dan pemupukan yang berbeda. JITV 13: 109-116.
Sirait J, Purwantari ND, Simanihuruk K. 2005. Produksi dan serapan nitrogen rumput pada naungan dan pemupukan yang berbeda. JITV 10: 175-181. Sulistijo TD, Pujiasmanto B. 2007. Identifikasi sambiloto (Andrographis
paniculata Nees) sebagai dasar pemanfaatan dan pelestarian plasma nutfah. Biodiversitas 8: 218-222.
Susanti H, Aziz SA, Melati M. 2008. Produksi biomasssa dan bahan bioaktif kolesom (Talianum triangulare (Jacq.) Willd) dari berbagai asal bibit dan dosis pupuk kandang ayam. Bul. Agron. 36: 48-55.
Tirta IG. 2006. Pengaruh beberapa jenis media tanam dan pupuk daun terhadap pertumbuhan vegetatif anggrek jamrud (Dendrobium macrophyllum A. Rich). Biodiversitas 7: 81-84.
Thamrin M, Ruchjaniningsih, Lologau BA. 2005. Pengaruh media tumbuh terhadap pertumbuhan bibit anggur. Stigma 13: 529-534.
Tripp EA. Fatimah S. 2012. Comparative anatomy, morphology, and molecular phylogenetics of the African genus Satanocrater (Acanthaceae). Am. J. Bot. 99: 967-982.
Ukwubile CA. 2013. Comparative pharmacognistic study of Ficus abutilifolia Miq. (Moraceae) plant leaf, stem bark, and root. IJAPBC 2: 90-98.
WU CC, CHEN SJ, YEN TB, KUO-HUANG LL. 2006. Influence of calcium availability on deposition of calcium carbonate and calcium oxalate crystals in the idioblasts of Morus australis Poir. Leaves. Bot. studies 47: 119-127.
18
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 01 Agustus 1991 dari Ayah Agus Supriyadi dan Ibu Sri Sugesti. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara. Pada tahun 2009, penulis lulus dari SMA Negeri 5 Kota Bogor, Jawa Barat, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan yang diselenggarakan di IPB.