RESPON TANAMAN SAMBILOTO
(Andrographis paniculata, NESS)
AKIBAT NAUNGAN DAN SELANG PENYIRAMAN AIR
Sinar Suryawati1, Achmad Djunaedy1, Ana Trieandari2 1. Dosen Jurusan Budidaya Tanaman Fak. Pertanian Unijoyo 2. Mahasiswa Jurusan Budidaya Tanaman Fak. Pertanian Unijoyo.
ABSTRAK
Habitat sambiloto tergolong terna herba, Batangberkayu, pangkal bulat, bentuk segi empat saat muda dan bulat setelah tua, daun tunggal berhadapan, bentuk lanset, Bunga kecil berwarna putih strip ungu, biji berbentuk gepeng.
Sambiloto dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah faktor iklim yang mempengaruhi yaitu curah hujan dan suhu, sambiloto dapat tumbuh baik pada curah hujan 2000-3000 mm/tahun dan suhu udara 25-32°C.
Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui pengaruh naungan dan selang penyiraman air pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman sambiloto dan Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara perlakuan naungan dan selang penyiraman air. Penelitian ini dilaksanakan di desa Ketapang Barat, Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang, penanaman dilakukan pada bulan Oktober 2006-Januari 2007.
Rancangan percobaan ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan yang terdiri dari perlakuan, naungan (N) dan selang penyiraman air (A).
Parameter yang diamati yaitu jumlah daun, tinggi tanaman, berat segar total, berat kering total, diameter batang dan luas daun, dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa perlakuan naungan dan selang penyiraman air menunjukkan interaksi yang berbeda nyata.
Kata kunci : tanaman sambiloto (Andrographis paniculata, Nees), naungan dan selang penyiraman air.
PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, diantaranya ada berbagai jenis spesies flora yang tumbuh. Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh didunia, 30 ribu diantaranya tumbuh di Indonesia. Sekitar 26% telah dibudidayakan dan sisanya sekitar 74% masih tumbuh liar di hutan-hutan. Dari yang telah dibudidayakan, lebih dari 940 jenis digunakan sebagai tanaman obat tradisional (Cheppy dan Hernani, 2001).
Pada kondisi sekarang ini obat-obatan tradisional lebih banyak diminati karena selain mujarab, harganya juga relatif dapat dijangkau. Alasan pemakaian obat tradisional saat ini disebabkan semakin tingginya harga obat buatan pabrik yang tidak diimbangi
dengan kemampuan daya beli masyarakat. Namun kenyataannya ada kecenderungan bahwa masyarakat modern sekarang mulai tertarik pada obat-obatan tradisional, selain aman digunakan, khasiat beberapa jenis obat tradisional tidak kalah dibandingkan dengan obat-obatan modern. (Ivan dan Lukito, 2003).
Salah satu jenis tanaman obat yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah tanaman sambiloto (Andrographis paniculata). Sambiloto termasuk salah satu tanaman obat unggulan Indonesia selain temulawak, pegagan, mengkudu, lada, lidah buaya dan kunyit. Keunggulannya dapat dilihat dari manfaat serta efektifitas tanaman obat, sambiloto ternyata sudah diteliti secara etnobotani, penyebaran, botani, budidaya, efek farmakologis, kandungan kimia, uji praklinis dan uji klinis. Sambiloto dapat
tumbuh dan berkembang baik pada berbagai topografi dan jenis tanah, selain itu juga masih banyak ditemukan tumbuh secara liar di lahan-lahan persawahan, tegalan, maupun semak belukar. Penggunaan sambiloto sebagai obat sudah terbukti secara nyata, efektif, aman dan berkhasiat (Winarto dan Karyasari, 2004). Kasiat sambiloto yang begitu banyak disebabkan karena sambiloto memiliki zat kandungan yang lengkap sehingga dapat bermanfaat sebagai obat. Selain itu dapat juga digunakan sebagai pestisida alami bersama dengan mimba untuk mencegah hama dan penyakit tanaman. Budidaya sambiloto dapat dilakukan di dataran rendah sampai tinggi, sambiloto di dataran rendah (10–300 m) sampai menengah (300–600m) dapat diperoleh bobot kering herba 19,7–104,3 g/tanaman, sedangkan di dataran tinggi (600 – 1500 m dpl) hanya menghasilkan 5,3 g/tanaman (Januwati et al, 2003).
Tanaman obat harus dibudidayakan untuk mencegah kepunahan, karena apabila tanaman obat terus menerus digunakan atau dipakai tanpa adanya budidaya maka keberadaanya terancam punah, sehingga perlu dijaga kelestariannya. Pemilihan naungan dan selang penyiraman air dengan pemberian naungan bertujuan untuk membentuk suasana atmosfer di sekitar lingkungan tempat tumbuh tanaman agar mendekati kondisi optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sedangkan selang penyiraman air dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar kebutuhan air yang dibutuhkan oleh tanaman sambiloto dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya. Kedua perlakuan tersebut diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik dan saling berinteraksi dalam budidaya tanaman sambiloto.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN TEMPAT DAN WAKTU
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ketapang Barat Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, terletak pada ketinggian 300 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dimulai dari bulan Oktober 2006 sampai Januari 2007.
ALAT DAN BAHAN
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan analitik, oven,
cangkul, rol meter, sabit, kasa paranet, polibag penanaman ukuran 35 cm, gelas ukur.
Bahan yang digunakan adalah benih sambiloto yang diperoleh dari Agrowisata Wanadri Wates Yogyakarta dan tanah Grumosol yang sudah tercampur dengan kotoran ayam.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode faktorial yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 2 faktor dengan 3 ulangan :
Faktor I adalah tingkat naungan (N) dengan menggunakan paranet 30% yang terdiri dari 2 level:
N0 = Tanpa naungan (Intensitas radiasi matahari 100%)
N1 = Naungan 30% (Intensitas radiasi matahari 70%)
Faktor II adalah selang penyiraman air (A) terdiri dari 3 level:
A1 = 1 hari sekali (500 ml) A2 = 2 hari sekali (500 ml) A3 = 3 hari sekali (500 ml)
Pemberian air pada tanaman sambiloto dengan volume 500 ml berdasarkan pertimbangan yang dilakukan pada studi awal sebelum penelitian. Apabila pemberian air yang diberikan lebih dari 500 ml akan menyebabkan kematian pada tanaman sambiloto karena akan jenuh air.
PELAKSANAAN PENELITIAN
Tahapan–tahapan pelaksanaan penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pembibitan
Pembibitan dilakukan didalam polibag kecil yang diisi dengan tanah, setiap polibag diberikan 2-3 biji. Pembibitan dilakukan dengan tujuan mendapatkan pertumbuhan tanaman sambiloto yang baik dan seragam. Persiapan Media tanam
Sebelum dilakukan penanaman, pertama mencampur tanah dengan pupuk kandang sapi dengan perbandingan 1:1 kemudian dimasukkan dalam polibag penanaman dibiarkan selama 1 minggu agar media kering sehingga pada waktu pemberian air pada setiap perlakuan volumenya sama. Setelah polibag penanaman siap maka dipasang naungan dari paranet 30% (intensitas radiasi
70 %) dengan tinggi 2 meter. Polibag penanaman ditata dengan jarak antar polibag 25 cm x 25cm .
Penanaman
Bibit sambiloto yang digunakan adalah bibit hasil persemaian yang sudah memiliki jumlah daun sebanyak 3 helai, kemudian dipindahkan ke polibag penanaman. Pada saat pemindahan tanaman diusahakan agar akar tanaman sambiloto tidak rusak/putus yaitu dengan cara menggali tanah di bawah kedalaman akar kemudian diangkat perlahan-lahan.
Penyiraman
Pada awal penanaman, penyiraman dilakukan setiap hari yaitu 200 ml dengan tujuan agar tanaman sambiloto dapat menyesuaikan dengan lingkungan tempat tumbuh dan mengantisipasi apabila ada tanaman yang mati. Setelah tanaman berumur 35 hari setelah tanam maka penyiraman dilakukan sesuai dengan perlakuan yaitu pada waktu pagi hari dengan volume air 500 ml.
Pemupukan
Pemupukan diberikan pada saat persiapan media tanam sebagai pupuk dasar yaitu pupuk kandang sapi.
Penanggulangan hama dan penyakit Selama penelitian tanaman sambiloto diserang hama kepik tetapi dalam jumlah yang sedikit penanggulangannya dengan cara mekanik yaitu diambil dengan tangan dan tidak sampai merusak tanaman sambiloto
Pemanenan
Pemanenan dilakukan pada umur 112 hari setelah tanam, setelah sebar benih saat tanaman belum berbunga karena zat kandungan pada tanaman obat lebih meningkat dari yang setelah berbunga.
Pengamatan
Pengamatan dimulai pada saat tanaman berumur 35 hari setelah tanam dengan selang waktu 1 minggu sekali.
1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai bagian ujung kanopi tanaman.
2. Jumlah daun, dihitung daun yang telah membuka sempurna.
3. Luas daun , diukur daun yang telah membuka sempurna dengan menggunakan metode faktor koreksi (Lampiran 6)
4. Total berat kering tanaman di oven dengan suhu 105°C selama 2x24 jam kemudian ditimbang dengan timbangan analitik masing-masing daun, batang, dan akar kemudian hasilnya dijumlahkan memnjadi satu.
5. Luas daun spesifik (SLA)
perhitungannya sebagai berikut : SLA = LA
LW LW = Berat kering Daun
LA = Luas Daun Umur Pengamatan terakhir (112 Hst) 6. Laju pertumbuhan relatif (RGR)
perhitungannya sebagai berikut :
RGR = W2-W1
t2-t1 W2 = Berat kering total panen
W1 = Berat kering total awal pertumbuhan (0)
t2 = Umur pengamatan terakhir (112 Hst)
t1 = Umur pengamatan awal (0)
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan analisis ragam (ANOVA), sedangkan guna melihat adanya perbedaan antara perlakuan dianalisis dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada tingkat kepercayaan 95 % (Steel dan Torrie, 1983).
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Tinggi Tanaman
Hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman akibat perlakuan naungan menunjukkan pengaruh sangat nyata (P = 0,01) pada umur 35, 42 , 49 Hst. Interaksi akibat naungan dan selang penyiraman air menunjukkan pengaruh sangat nyata (P = 0,01) pada umur 105, 112 Hst, sedangkan pengaruh berbeda nyata (P = 0,05) pada umur 56, 70, 84 91 dan 98 Hst, pada umur 63, 77 Hst menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata. Hasil rata-rata tinggi tanaman dan grafik rata-rata pertambahan tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2 dan
Grafik Tinggi Tanaman 0 10 20 30 40 50 60 56 70 84 91 98 105 112 Umur Tanaman (Hst) Ti nggi Ta n a m a n ( C m ) N0A1 N0A2 N0A3 N1A1 N1A2 N1A3
gambar 1. Tabel analisis ragam dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 1. Hasil Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm) Sambiloto Akibat Perlakuan Naungan Pada Berbagai Umur Tanaman
Perlakuan
Rata-rata Tinggi tanaman (cm)
35 Hst 42 Hst 49Hst Naungan N0 N1 3,5 a 5,72 b 6 a 8.83 b 6.83 a 11.33 b BNT 5% 1.27 1.37 2.571
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada satu kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P=0,05)
Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman tertinggi diperoleh pada
perlakuan naungan 30% (N1) dibandingkan dengan perlakuan yang tanpa naungan (N0) Tabel 2. Hasil Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm) Akibat Naungan Dan Selang
Penyiraman Air Pada Berbagai Umur Tanaman
Perlakua
n
Rata-rata tinggi tanaman (cm)
56 Hst 70 Hst 84 Hst 91 Hst 98 Hst 105 Hst 112 Hst N0A1 11,67 a 21 ab 27,67 abc 32,67 ab 36 ab 39,67 bc 41,67 ab N0A2 12,67 ab 21,33 ab 26,33 ab 30,33 ab 35,33 ab 39,67 bc 43,16 ab N0A3 9,67 a 17 a 23,33 a 26,67 a 32 a 35,67 ab 39,67 a N1A1 12 a 15 a 20,33 a 22,77 a 27,67 a 29 a 35,33 a N1A2 18,17 bc 27 b 36,67 bc 40 b 43 b 46 bc 49,27 bc N1A3 22 bc 30,33 b 38 bc 40,17 b 44 b 46,67 bc 53,67 bc BNT 5% 5,97 9,924 11,244 10,294 9,292 9,197 8,037
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada satu kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P=0,05)
Grafik Jumlah Daun 0 100 200 300 400 500 35 42 77 105 112 Umur Tanaman (Hst) Ju m lah D a u n ( C m ) N0A1 N0A2 N0A3 N1A1 N1A2 N1A3 Tabel 2 dan gambar 1 menunjukkan
bahwa rata-rata tinggi tanaman tertinggi diperoleh pada interaksi antara Naungan 30% dan selang penyiraman air 3 hari sekali (N1A3), dibanding dengan kombinasi perlakuan lainnya
Jumlah Daun
Hasil analisis ragam terhadap jumlah daun akibat naungan dan selang penyiraman
air menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P = 0,05) pada umur 35,42, 77, 105,112 Hst dan yang tidak berbeda nyata pada umur 49, 56, 63, 70, 84, 91, 98 Hst. Hasil rata-rata jumlah daun dan grafik rata-rata pertambahan jumlah daun disajikan pada Tabel 3 dan gambar 2, Tabel analisis ragam dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 3. Hasil Rata-Rata Jumlah Daun (Helaian) Tanaman Sambiloto Akibat Perlakuan Naungan Dan Selang Penyiraman Air Pada Berbagai Umur Tanaman
Perlakuan
Rata-rata jumlah daun ( helaian)
35 Hst 42 Hst 77 Hst 105 Hst 112 Hst N0A1 N0A2 N0A3 N1A1 N1A2 N1A3 4,67 a 13,67 b 7 ab 8,33 ab 4,67 a 14 ,67 b 21 a 25,33 a 15 a 21,33 a 14,67 a 28 b 183 ab 200 b 122 ab 83,67 a 169,33 ab 208 b 350,67 b 384 b 303,33 b 150,33 a 287,33 ab 388,67 b 376 b 395,67 b 372 b 152,33 a 298 b 396 b BNT 5% 7,979 12,973 102,425 147,5613 132,286
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada satu kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P=0,05)
Gambar 2. Grafik Rata-rata Pertambahan Jumlah Daun Pada Berbagai Umur Tanaman Tabel 3 dan gambar 2 menunjukkan
bahwa hasil rata-rata jumlah daun tertinggi diperoleh pada interaksi antara perlakuan naungan 30% dengan selang penyiraman air 3 hari sekali (N1A3) dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya.
Luas Daun
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rata-rata luas daun akibat naungan (N) menunjukkan pengaruh sangat nyata (P=0.01) pada umur 35, 42, 49, 56, 91 Hst dan interaksi naungan dan selang penyiraman air menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P=0.05) terjadi pada umur 63, 70, 77, 84, 105, 112 Hst sedangkan yang tidak berbeda nyata pada umur 98 Hst. Hasil
rata-Grafik Luas Daun 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 63 70 77 84 105 112 Umur Tanaman (Hst) L u a s da un ( C m ) N0A1 N0A2 N0A3 N1A1 N1A2 N1A3 rata luas daun dan grafik pertambahan luas
daun dapat dilihat pada Tabel 4, Tabel 5 dan
gambar 3. Tabel analisis ragam disajikan pada lampiran 3.
Tabel 4. Hasil Rata-Rata Luas Daun (cm²) Akibat Naungan Pada Berbagai Umur Tanaman Perlakuan
Rata-rata Luas Daun (cm²)
35 Hst 42 Hst 49 Hst 56 Hst 91 Hst Naungan N0 N1 10,21 a 36,75 b 37,13 a 96,51 b 56,14 a 196,97 b 156,05 a 492,60 b 2168,55 a 3781,10 b BNT 5% 15,19 32,025 60,614 148,097 1581,42
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada satu kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P=0,05)
Tabel 4 menunjukkan rata-rata luas daun tertinggi diperoleh pada perlakuan
naungan (N1) dibandingkan dengan yang tanpa naungan (N0). Tabel 5. Hasil Rata-Rata Luas Daun (cm²) Pada Perlakuan Naungan Dan Selang Penyiraman
Air Pada Berbagai Umur Tanaman Perlakuan
Rata-rata Luas Daun (cm²)
63 Hst 70 Hst 77Hst 84 Hst 105 Hst 112 Hst N0A1 671,29 ab 1103,43 ab 1510,57 abc 1838,88 ab 4675,79 a 5139,73 a N0A2 417,34 ab 634,27 a 1054,90 ab 1878,13 ab 2658,68 a 3595,60 a N0A3 180,75 a 383,60 a 376,89 a 1041,27 a 3086,46 a 3354,56 a N1A1 469,58 ab 617,74 a 1037,85 ab 1364,55 a 3209,10 a 3306,87 a N1A2 1107,29 bc 1794,99 bc 2543,51 bc 3149,66 bc 6892,02 ab 7367,27 ab N1A3 1391,37 bc 2085,17 bc 2137,04 bc 4123,35 bc 9368,72 b 10438,34 b BNT 5% 700,0856 967,7601 1338,298 1671,8811 5 4391,38 4587,49
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada satu kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P=0,05)
Grafik Berat Kering Tanaman
27.7 22.2 21.33 9.8 29.73 24.1 0 5 10 15 20 25 30 35N0A1 N0A2 N0A3 N1A1 N1A2 N1A3
Perlakuan Ber a t Keri n g
Tabel 5 dan gambar 3 menunjukkan hasil rata-rata luas daun tertinggi diperoleh pada interaksi antara naungan dan selang penyiraman air 3 hari sekali (N1A3) dibandingkan dengan interaksi yang lainnya. Total Berat Kering Tanaman
Berdasarkan hasil analisis ragam, jumlah total berat kering tanaman sambiloto
menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P=0,05) pada interaksi antara naungan dan selang penyiraman air. Hasil total berat segar tanaman dan grafik rata-rata pertambahan total berat kering tanaman di sajikan pada Tabel 6 dan gambar 4. Tabel analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 6. Hasil Rata-Rata Total Berat Kering (g) Tanaman Sambiloto Pada Perlakuan Naungan Dan Selang Penyiraman Air
Perlakuan Rata-rata Berat Kering (g)
N0A1 N0A2 N0A3 N1A1 N1A2 N1A3 27,7 b 22,2 ab 21,33 ab 9,8 a 29,73 b 24,1 b BNT 5 % 14,600
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada satu kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P=0,05)
Gambar 4. Grafik Rata-rata Pertambahan Berat Kering Tanaman Pada Berbagai Umur Tanaman
Dari Tabel 6 dan gambar 4 menunjukkan bahwa hasil berat kering tanaman tertinggi diperoleh pada interaksi antara naungan 30% dan selang penyiraman air 2 hari sekali (N1A2), dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya.
Analisis Pertumbuhan Tanaman
Berdasarkan hasil penelitian tanaman sambiloto dengan perlakuan naungan dan selang penyiraman air dapat dianalisis pertumbuhan tanamannya, yang disajikan pada Tabel 7. Perhitungan analisis pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Lampiran 7.
Tabel 7. Analisis Pertumbuhan Tanaman Sambiloto Dengan Perlakuan Naungan Dan Selang Penyiraman Air
Perlakuan Luas Daun (112 Hst) Berat Kering Daun (g) Total Berat Kering (g) SLA (cm²/g) RGR (g/hari) N0A1 5139,73 a 10,8 ab 27,7 b 475,5 b 0,25 b N0A2 3595,60 a 15,4 b 22,2 ab 233,5 a 0,20 ab N0A3 3354,56 a 8,6 ab 21,31 ab 390,1 b 0,19 ab N1A1 3306,87 a 4,3 a 9,8 a 769,04 bc 0,09 a N1A2 7367,27 ab 11,2 ab 29,73 b 657,8 bc 0,27 b N1A3 10438,34 b 9,1 ab 24,1 b 1147,1 bcd 0,22 ab BNT 5% 4587,49 9,22 14,600 136,56 0,13
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada satu kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P=0,05)
Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan naungan dan selang penyiraman air 3 hari sekali memiliki luas daun spesifik (SLA) tertinggi yang juga menyebabkan luas daun tanaman lebih meningkat. Sedangkan laju pertumbuhan relatif (RGR) yang tertinggi diperoleh pada naungan dan selang penyiraman 2 hari sekali (N1A2) yang menyebabkan berat kering total tanaman juga meningkat. Hasil luas daun spesifik (SLA) tertinggi diperoleh pada perlakuan naungan dan selang penyiraman air 3 hari sekali (N1A3) tidak menyebabkan berat kering total tanaman meningkat dibandingkan perlakuan yang tanpa naungan (N0).
PEMBAHASAN
Secara umum pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi antara lain : cahaya, udara, air dan tanah. Sedangkan faktor internal berasal dari tanaman itu sendiri (faktor genetik). Kedua faktor tersebut sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan tanaman dan saling berhubungan satu sama lain, apabila salah satu faktor tidak tersedia bagi tanaman atau kesediaannya tidak dalam keadaan seimbang maka akan mmenyebabkan pertumbuhan tanaman akan terganggu dan bahkan bisa menyebabkan tanaman menjadi mati.
Naungan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap radiasi matahari yang diterima tanaman, baik intensitas maupun kualitasnya, sehingga akan
sangat berpengaruh dalam berbagai aktifitas tanaman.
Selang penyiraman air dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan tanaman sambiloto terhadap kekeringan dan pertumbuhannya.
Berdasarkan hasil penelitian interaksi antara naungan dan selang penyiraman air 3 hari sekali (N1A3) memiliki jumlah daun (396 cm) dan tinggi tanaman (53,67 cm) yang tertinggi. Hal ini disebabkan karena naungan memberikan pengaruh pada hormon auksin yang berada dipucuk tanaman sehingga bekerja lebih aktif dan menyebabkab bertambah panjangnya tanaman. Selain itu juga menambah pucuk-pucuk baru sehingga jumlah daun akan bertambah. Seperti yang telah diketahui bahwa auksin terbentuk dalam daun dan ujung pucuk, auksin juga mengatur proses di dalam tubuh tanaman dalam morfogenesis (Franklin et al, 1961).
Pada jumlah daun (372 helaian) dan tinggi tanaman (39,67 cm) menunjukkan bahwa perlakuan tanpa naungan (N0) hasilnya lebih rendah dari yang naungan (N1), ini ditunjukkan pada perlakuan tanpa naungan dan selang penyiraman air 3 hari sekali (N0A3), hal ini disebabkan karena hormon auksin pada sisi yang tersinari dirusak oleh matahari sehingga tumbuhnya tunas atau perpanjangan pucuk terhambat yang menyebabkan tinggi dan jumlah daun yang dihasilkan lebih rendah (Franklin et al, 1961). Naungan juga berpengaruh sangat nyata pada tinggi tanaman dan luas daun hal ini juga ada hubungannya dengan hormon auksin yang ada
di dalam tanaman. Luas daun tertinggi diperoleh pada naungan dan selang penyiraman air 3 hari sekali, hal ini karena naungan menyebabkan bertambahnya luas daun karena tanaman beradaptasi untuk memperoleh lebih banyak sinar matahari dengan cara memperluas daunnya tetapi penyerapan cahaya oleh daun tergantung dari bentuk dan ketipisan daun. Nuangan dan selang penyiraman air 3 hari sekali memberikan kondisi yang optimal dari pada perlakuan yang lainnya karena selang penyiraman air 3 hari sekali tidak menyebabkan genangan sehingga proses penyerapan air dan unsur hara di dalam tanah oleh akar berjalan lebih baik.
Naungan dan selang penyiraman air 1 hari sekali (N1A1) menunjukkan hasil yang terendah pada perlakuan tinggi tanaman (35,33 cm), jumlah daun (152,33 helaian), luas daun (3306,87 cm²) dan berat kering total pertanaman (9,8 g), hal ini disebabkan karena terlalu dekat selang penyiraman airnya, sedangkan proses transpirasi dan evaporasinya tidak tinggi karena adanya naungan sehingga menyebabkan tanaman mengalami kejenuhan air atau cekaman air, keadaan ini menyebabkan akar tanaman akan sulit bernafas dan penyerapan unsur hara juga terganggu, karena aerasi di dalam tanah terganggu dengan adanya jumlah air yang berlebihan. Cekaman air dipengaruhi oleh lingkungan diantaranya radiasi matahari yang merupakan energi yang akan digunakan untuk menguapkan air dari dalam tubuh tanaman, suhu juga berpengaruh pada laju evapotranspirasi, apabila suhu tinggi maka evapotranspirasinya tinggi tetapi pada kondisi yang ternaungi suhunya lebih rendah sehingga evapotranspirasinya berkurang (Arifin, 2002).
Cekaman air karena kelebihan air menimbulkan terjadinya kondisi di lingkungan perakaran bereaksi asam karena lebih bersifat anaerob. Kondisi anaerob menyebabkan lebih banyak terjadi reaksi reduksi-oksidasi sehingga akar sulit berkembang karena persediaan oksigen sangat rendah yang menyebabkan penyerapan air dan hara menjadi terganggu. Selain itu kondisi yang anaerob menyebabkan pH tanah turun sehingga logam-logam di dalam tanah dapat bersifat toksik bagi tanaman (Arifin, 2002).
Pada berat kering total tanaman (29,73 g) dan laju pertumbuhan relatif (RGR) (0, 27 g/hari) pada perlakuan naungan dan selang penyiraman air 2 hari sekali (N1A2) memberikan hasil yang tertinggi dibandingkan yang perlakuan lainnya, hal ini disebabkan apabila laju pertumbuhan relatifnya lebih cepat maka hasil fotosintesis akan lebih baik yang akhirnya berpengaruh pada peningkatan berat kering tanaman. Fotosintesis merupakan proses metabolisme yang sangat penting pada tumbuhan, hal-hal yang harus dipenuhi dalam fotosintesis adalah cahaya, CO2, O2, klorofil dan air. Pada perlakuan naungan dan selang penyiraman air 2 hari sekali (N1A2) memperoleh hasil yang tertinggi karena ketersediaan air yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis dalam jumlah yang cukup, dimana air sangat berpengaruh pada turgiditas sel penjaga stomata, apabila kekurangan air maka turgiditas sel akan menurun dan akan menyebabkan stomata menutup. Penutupan stomata ini akan menghambat serapan CO2 yang dibutuhkan untuk sintesis karbohidrat (Lakitan, 2004). Sedangkan tanaman sambiloto merupakan tanaman yang hanya membutuhkan penyinaran agak tinggi dengan pemberian naungan tidak berpengaruh pada penyerapan sinar matahari yang digunakan untuk fotosintesis.
Berdasarkan hasil penelitian luas daun spesifik (SLA) (1147,1 cm²/g) menunjukkan bahwa perlakuan naungan dan selang penyiraman air 3 hari sekali (N1A3) menunjukkan hasil tertinggi, sehingga menyebabkan hasil luas daunnya juga tertinggi (10438,34 cm²) ini ditunjukkan pada perlakuan naungan dan selang penyiraman air 3 hari sekali (N1A3), hal ini disebabkan karena naungan memberikan pengaruh pada luas daun, dimana tanaman sambiloto beradaptasi memperluas daunnya untuk mendapatkan sinar matahari lebih banyak yang akan digunakan untuk fotosintesis. Akan tetapi dengan hasil luas daun spesifik yang tinggi tidak menyebabkan hasil berat kering daun juga tinggi, ini disebabkan karena semakin besar luas daun maka lapisan palisade berkurang dari 2-3 sel sampai 1 sel sehingga daun menjadi lebih tipis atau berat keringnya lebih rendah (Fitter dan Hay, 1998).
KESIMPULAN Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan 1) Naungan (N1) dan selang penyiraman air
(A) memberikan pengaruh berbeda nyata (P=0.05) pada tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering total tanaman dan luas daun pada berbagai umur tanaman, sedangkan naungan memberikan pengaruh sangat nyata (P=0.01) pada tinggi tanaman dan luas daun.
2) Interaksi terjadi antara naungan (N1) dan selang penyiraman air (A) pada berbagai umur tanaman selama proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman sambiloto.
3) Peningkatan luas daun spesifik (SLA) (1147,1cm²/g) akan menyebabkan luas daun (10438,34 cm²) juga meningkat, ini ditunjukkan pada perlakuan dan selang penyiraman air 3 hari sekali (N1A3). 4) Laju pertumbuhan relatif (RGR) (0,27
g/hari) yang tinggi akan menyebabkan hasil fotosintesis juga tinggi, sehingga berat kering total pertanaman juga tinggi dari pada perlakuan yang lainnya hal ini ditunjukkan pada perlakuan naungan dan selang penyiraman air 2 hari sekali (N1A2).
5) Hasil luas daun spesifik (SLA) yang tinggi (1147,1cm²/g) tidak menyebabkan peningkatan pada berat kering total tanaman (24,1 g) ini ditunjukkan pada
perlakuan naungan dan selang penyiraman air 3 hari sekali (N1A3).
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. S. 2002. Cekaman air dan Kehidupan Tanaman. Universitas Barwijaya Malang. 97 Hal
Cheppy dan Hernani. 2001. Budidaya
tanaman Obat Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta. 136 Hal
Fitter, A. H dan Hay, R. K. M. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 421 Hal
Franklin, et.al . 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Jakarta. Press .428 Hal
Ivan, P. Lukito, A. M. 2003. Khasiat dan Manfaat Sambiloto Raja Pahit Penakluk Aneka Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta. 140 Hal Januwati dan Jokopriyambodo. Review Hasil Penelitian Sambiloto (andrographis
paniculata Ness) Mendukung Industri Obat Bahan Alami. Balittro dan BPTO. Tawangmangu. 11 Hal
Lakitan, B. 2004. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 205 Hal.
Winarto. Karyasari. 2004. Sambiloto dan Budidaya Pemanfaatan untuk Obat. Penebar Swadaya. Jakarta. 72 Hal